UNIVERSITAS INDONESIA
DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK TERHADAP DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS
TESIS
OLEH KUSTATI BUDI LESTARI 1006748620
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK JANUARI 2013
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK TERHADAP DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS
TESIS
OLEH KUSTATI BUDI LESTARI 1006748620
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK JANUARI 2013
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah basil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
teIah saya nyatakan dengan henar.
Nama NPM Tanda Tangan Tanggal
: Kustati Budi Lestari ~
10148620
:~il~t2013
iii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
HALAMANPENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama
: Kustati Budi Lestari
NPM
: ! 006748620
Program Studi
: Magister IImu Keperawatan
Judul Tesis
: Dampak. Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat dilakukan Pemasangan Infus
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan pada Program Studi Magister IImu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N
,(~y;)
~.)
Pembimbing : dr. Luknis Sabri, M.Kes
(~~~
Penguji
: Elfi Syahreni, S.Kp., M.Kes., Ns, Sp.Kep. An.
Penguji
: Nyimas Heni p. S.Kp .• M.Kes. Ns. Sp. Kep. An. (
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 9 Januari 2012
Iv
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
N~
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, rasa syukur peneliti dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga tugas penyusunan tesis yang berjudul “Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus“ dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir untuk meraih gelar Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Selama penyusunan tesis ini, Peneliti mendapat dukungan, bantuan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan kerendahan hati, Peneliti menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp.,M.N., selaku Pembimbing I yang telah memberikan saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga selesai. 2. Ibu Luknis Sabri, dr., M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga selesai. 3. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.. 4. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., Selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan. 5. Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membekali ilmu, sehingga peneliti mampu menyusun tesis ini. 6. Suami, Iman Santoso dan buah hati tercinta; Naufal Aqil Alya dan Rais Salman Nashif, yang memberi motivasi dan kekuatan besar selama menempuh studi.
v
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
7. Embah putri, terima kasih ya embah putri sudah bersedia jaga rais selama pembatan tesis ini. 8. Rekan-rekan seangkatan tahun 2010 Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak yang senasib dan seperjuangan. 9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga amal ibadah kebaikan yang telah diberikan, senantiasa mendapatkan pahala dari Allah SWT. Akhirnya penulis harapkan, semoga tesis ini bisa bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan kekhususan keperawatan anak.
Depok, Januari 2013
Peneliti
vi
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYAT AAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah 101 :
Nama
: Kustati Budi Lestari
NPM
: 1006748620
Program Studi: Magister llmu Keperawatan Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, rnenyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah sya yang berjudul: "DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI
DUDUK
TERHADAP D1STRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS"
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).
Dengan Hak
Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap meneantumkan nama saya sebagai penulisl peneipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian Pemyataan ini saya bust dengan sebenamya.
Dibuat di: Tangerang
Pada tanggal : 16 Januari 2013
Yan3enYat~an
(Kustati B0LestariJ
vii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
(Kustati Budi Lestari) ABSTRAK
Nama Mahasiswa
: Kustati Budi Lestari
NPM
: 1006748620
Judul Penelitian
: Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus
Dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk merupakan alternatif untuk membuat nyaman selama dilakukan tindakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus. Jenis penelitian kuasi eksperiman dengan sampel 30 anak usia prasekolah dan usia sekolah. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata score distress pada anak yang diberi dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sebesar 2,30 dan rata-rata score distress pada anak yang tidak diberi dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sebesar 3,25. Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak yang dilakukan pemasangan infus (p: 0,025). Dekapan dan pemberian posisi duduk pada anak yang dilakukan pemasangan infus dapat diterapkan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan distress anak usia prasekolah dan usia sekolah. Kata kunci : Pemasangan infus, Dekapan keluarga, Posisi duduk, Distress anak
viii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Student Name
: Budi Lestari Kustati
Student (Register) Number
: 1006748620
Research Title
: The Impact of Family Holding and Children Sitting Position to avoid distress during infusion
Family holding and proper sitting position are an alternative provision to make comfortable while treatment. This research proposed to determine The Impact of Family Embrace and Children Sitting Position to avoid distress while infusing. Type of quasi-experimental study with a sample of 30 preschoolers and school age. Sampling technique was purposive sampling. The results of this research shows that the average distress score to the children who have family embrace and proper sitting position while infusion is 2,30 and the average distress score to the children who don't have family embrace and proper sitting position while infusion is 3,25. Examination statistic results shows there is effect of family embrace and proper sitting position avoid the distress children during infusion (p: 0,025). Embracing and proper sitting position of children during infusion is applicable as a nursing intervention to avoid distress preschoolers and school age.
Keywords: Infusion, Family embrace, Sitting position, Child distress
ix
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN SAMPUL..................................................................................... HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………. HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... KATA PENGANTAR....................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………………………… ABSTRAK…………………………………………………………………….. ABSTRACT…………………………………………………………………… DAFTAR ISI...................................................................................................... DAFTAR SKEMA............................................................................................ DAFTARTABEL................................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
i ii iii iv v vii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................. 1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 1.4 Manfaat penelitian..................................................................................
1 1 6 7 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................
9
2.1 Konsep tumbuh Kembang..................................................................... 2.2 Hospitalisasi........................................................................................... 2.3 Distres Anak ......................................................................................... 2.4 Atraumatic Care..................................................................................... 2.5 Restraint ................................................................................................ 2.6 Posisi Nyaman......................................................................................... 2.7 Pemasangan Infus ................................................................................. 2.8 Aplikasi Family Centered Care dalam pemasangan infus..................... 2.9 Teori Comfort ....................................................................................... 2.10 Kerangka Penelitian .....................................................................
viii ix x xii xiii xiv
9 14 18 25 26 32 36 38 39 42 ` 43
BAB 3. KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL................................................................ 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 43 3.2 Hipotesis ................................................................................................ 44 3.3 Definisi Operasional.............................................................................. 44
x
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 4.1 Rancangan Penelitian............................................................................. 4.2 Populasi dan Sampel............................................................................. 4.3 Tempat Penelitian.................................................................................. 4.4 Waktu Penelitian.................................................................................... 4.5 Etika Penelitian...................................................................................... 46. Alat Pengumpulan Data……………………………………………... 4.7 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 4.8 Pengolahan data dan Analisis Data........................................................
46 46 47 48 48 49 50 51 55
BAB 5. HASIL PENELITIAN.......................................................................... 5.1 Analisis Univariat................................................................................... 5.2 Analisis Bivariat..................................................................................... 5.3 Analisis Multivariat................................................................................
57 57 59 60
BAB 6. PEMBAHASAN................................................................................... 6.1 Intrepetasi dan Diskusi hasil penelitian.................................................. 6.2 Keterbatasan Penelitian........................................................................... 6.3 Implikasi Penelitian.................................................................................
62 62 71 72
BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 73 7.1 Simpulan................................................................................................. 73 7.2 Saran........................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR SKEMA
Hal Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian ............................................................. 42 Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian........................................................... 43 Skema 4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 46
xii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 3.3 Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Judul
Hal
Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur, 44 Skala....................................................................................... Distrinusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Dekapan 57 Keluarga Dan Pengalaman dirawat Sebelumnya di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012........................ Hasil Analisis Umur dan Skor Distress Responden Saat 58 Dilakukan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012.......................................................... Gambaran Normalitas Skor Distress dan Umur Pada Kelompok 59 Intervensi dan Kelompok control di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012......................... Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan 60 Infus Di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012....................................................................... Hasil Analisis Kovariat Pengaruh Dekapan Keluarga dan 61 Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat Dilakukaan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012................................................
xiii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Lembar Kuesioner Karakteristik Responden Lampiran 4. Lembar Penilaian Distress dan Posisi Anak Lampiran 5.Gambar Posisi Anak Saat Dilakukan Tindakan Lampiran 6. Protokol Pengambilan Sampel
xiv
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan suatu negara dapat diketahui dengan melihat indikator derajat kesehatan masyarakat. Pengukuran derajat kesehatan diketahui berdasarkan angka mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Tingkat mortalitas diukur berdasarkan angka kematian bayi, balita, ibu, angka kematian kasar, dan umur harapan hidup. Angka kematian bayi dan angka kematian balita di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei pada tahun 2007 diperoleh hasil angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan, 2012).
Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh tingkat morbiditas pada anak. Akan tetapi tidak seperti statistik mortalitas, angka morbiditas yang mewakili populasi secara umum sulit ditemukan, data morbiditas yang ada biasanya menunjukkan angka penyakit tertentu. Berbagai penyakit baik akut maupun kronik berkontribusi terhadap meningkatkan angka morbiditas pada anak. Tingginya morbiditas akan semakin mendorong tingginya angka rawat inap anak di rumah sakit. Data rawat inap anak di rumah sakit pada usia 0-4 tahun adalah 1:1000 pada anak sehat dan 1:2000 pada anak dengan penyakit dasar yaitu anak yang telah memiliki penyakit tertentu sebelum anak dirawat di rumah sakit, misalnya penyakit bawaan atau penyakit kronik (Advisory Committee on Immunization Practices, 2002). Angka kesakitan di indonesia usia 0 – 21 tahun sebesar 15,76% dari angka tersebut 27,04 % adalah kelompok umur 0 – 4 tahun (UNICEF, 2012) Menurut World Health Organization (WHO) (2011) mayoritas anak yang dirawat melalui instalasi gawat darurat / emergensi adalah penyakit diare, batuk atau penyakit saluran pernafasan, demam, anemia dan malnutrisi. Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta tentang jumlah anak yang dirawat tahun 2011 adalah sebanyak 5056
1
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
2
pasien anak, lima penyakit terbanyak yang menyebabkan anak dirawat adalah diare sebanyak 1289 kasus, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak 676 kasus, Thalasemia sebanyak 500 kasus, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sebanyak 396 kasus. Berdasarkan gambaran kondisi penyakit anak yang dirawat hampir semuanya terpapar jarum untuk pemasangan infus atau pengambilan sampel darah. Anak yang dirawat di rumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan dan perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu tindakan
yang
rutin
dilakukan
adalah
tindakan
pemasangan
infus.
Diperkirakan menurut Gallant dan Schultz (2006) sekitar 150 juta anak yang dirawat inap di rumah sakit di Amerika Serikat mendapatkan tindakan pemasangan infus.
Pemasangan infus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, transfusi darah, nutrisi, pemberian obat dan atau kemoterapi melalui intra vena (Potter & Perry, 2005). Memasang infus pada anak bukan merupakan hal yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul intra vena. Hal ini dapat berdampak terhadap timbulnya cedera tubuh dan nyeri pada anak serta ketakutan pada anak yang lebih besar.
Pada tahun pertama kehidupan, anak sangat rentan mengalami sakit yang mengakibatkan anak harus dirawat di rumah sakit. Penyakit dan perawatan di rumah sakit sering menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena stres akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan sementara anak masih memiliki koping yang terbatas untuk mengatasi kejadian yang menimbulkan stres. Stresor utama yang menyebabkan anak stres selama perawatan di rumah sakit adalah akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri (Hockenberry & Wilson, 2009).
9
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
3
Ketakutan sering dialami anak akibat cedera tubuh dan nyeri. Respon anak terhadap cedera dan nyeri yang ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Kemampuan anak untuk menggambarkan jenis dan intensitas nyeri mulai berkembang pada periode usia pra sekolah (3-6 tahun), meskipun pada periode toddler (1-3 tahun) anak mulai mampu menunjukkan lokasi nyeri dengan menunjuk pada area yang spesifik. Konsekuensi dari rasa nyeri dapat mengakibatkan anak menghindari perawatan dan pengobatan yang diberikan di rumah sakit. Pada anak usia sekolah tidak khawatir terhadap nyeri dan lebih cenderung ingin mengetahui prosedur tindakan yang dilakukan terhadapnya (Hockenberry & Wilson, 2009).
Kemampuan kognitif pada usia prasekolah sudah sampai pada fase prakonseptual. Hal ini merupakan perubahan pola pemikiran dari egosentris total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain (Santrock, 2005). Pada usia sekolah kemampuan kognitif anak sudah masuk fase konkret, kondisi dimana anak sudah dapat menggunakan proses pikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan, kemampuan dalam mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal dengan ide. Anak sudah dapat memberi penilaian berdasarkan apa yang lihat (pemikiran perseptual) dan berdasarkan alasan (pemikiran konseptual (Hockenberry & Wilson, 2009; James & Ashwil, 2007).
Terapi non-farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri saat dilakukan pemasangan infus salah satunya adalah dengan memberikan posisi side-lying flexed dan kontak kulit pada neonatal di NICU. Penelitian Axelin, Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009) tentang pemberian cairan glukosa dan dekapan orang tua, menunjukkan bahwa sakit pada bayi prematur berkurang dibandingkan dengan pemberian opium. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas Facility Tucking by Parent (FTP) dengan cara orang tua memegang tangan bayi untuk mendukung posisi lateral dan kontak kulit, pemberian glukosa oral, opium dan placebo.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
4
Upaya meminimalkan cedera, nyeri, dan ketakutan pada anak merupakan salah satu prinsip dasar dalam asuhan keperawatan anak yaitu asuhan atraumatik. Asuhan atraumatik merupakan kebijakan perawatan terapeutik melalui pemberian intervensi yang dapat mengurangi atau meminimalkan stres fisik dan fisiologis yang dialami oleh anak dan keluarga dalam sistem perawatan kesehatan (Hockenberry & Wilson, 2009). Salah satu prinsip yang menjadi kerangka kerja dalam pencapaian asuhan atraumatik adalah mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh, meminimalkan perpisahan, optimalisasi kontrol. Prinsip ini dapat diterapkan oleh perawat sebagai care giver (pemberi asuhan) melalui aktivitas pemberian asuhan keperawatan secara tepat dengan melakukan pengkajian dan evaluasi status fisik secara berkesinambungan.
Posisi supinasi dapat menimbulkan ketakutan pada anak tetapi posisi ini diperlukan perawat untuk imobilisasi tangan anak agar aman pada saat pemasangan infus (Sparks, Setlik & Luhman, 2007). Dalam penelitian dekapan orang tua dan pemberian posisi upright dilakukan pada anak usia 9 bulan sampai 4 tahun dengan 118 responden yang dilakukan di instalasi gawat darurat dengan penilaian distres menggunakan Procedure Behaviour Rating Scole (PBRS). Penelitinan ini menunjukkan hasil skor distress secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang diberi intervensi dekapan dan posisi upright (p: 0,000)
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
diberikan posisi terlentang dan dipegang/ restraint oleh keluarga. Orang tua menunjukkan lebih puas dengan posisi upright dan posisi ini tidak merubah kesulitan perawat saat melakukan pemasangan infus. Posisi upright menjadi alternatif cara yang efektif untuk mengurangi distress anak dalam pemasangan infus bagi anak dibawah lima tahun. Perawat merasa kurang nyaman menggunakan posisi upright pada saat prosedur pemasangan intravena (IV) disebabkan oleh perubahan tehnik yang digunakan untuk melakukan tindakan dan disisi lain perawat merasa kurang percaya diri akan keberhasilan tindakan dikarenakan kehadiran orang tua.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
5
Prosedur pemasangan infus pada anak yang selama ini dilakukan adalah dengan memberikan posisi supinasi dan dipegang/ restraint oleh perawat di daerah
ekstremitas
sebagai
penahan
gerakan
dengan
tujuan
untuk
memudahkan pelaksanaan prosedur tindakan, pada saat pelaksanaan tindakan keluarga diminta meninggalkan ruangan. Tindakan ini membuat anak menjadi distress, yang ditunjukkan dengan perilaku
menangis, meronta, ekspresi
wajah ketakutan terhadap perpisahan dan menolak tindakan yang sedang dilakukan.
Penggunaan
restraint
merupakan
peristiwa
yang
sangat
menegangkan sehingga membuat distress (Selekman and Snyder, 1995; Collier & Pobinson, 1997; Folkes, 2005; Moscardino & Axia, 2006). Beberapa anak mungkin menemukan pengalaman diberi restraint jauh lebih menyedihkan dari pada prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan rasa sakit (Collier & Pattison, 1997; Folkes, 2005). Pemasangan restraint pada anak dapat menimbulkan trauma fisik dan psikologis, sehingga perlu penanganan khusus agar menurunkan dampak yang ditimbulkan.
Fenomena yang sama ditemui di RSAB Harapan Kita Jakarta
yang
merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan untuk pasien anak di Jakarta. Hasil yang diperoleh dari observasi yang dilakukan di instalasi gawat darurat, menunjukkan anak yang datang untuk mendapatkan layanan kesehatan dalam keadaan akut disertai dengan kondisi keluarga yang panik karena memikirkan kondisi anaknya. Pada keaddan ini perawat dalam memberikan tindakan pemasangan infus dengan memposisikan anak supinasi ruang tindakan sehingga anak merasa tidak nyaman dan ketakutan. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat dan belum adanya standar operasional pemberian posisi nyaman saat prosedur tindakan invasif.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dalam pemasangan infus anak masih menggunakan posisi supinasi sebagai posisi standar dan belum ada hasil penelitian ilmiah dari pemberian posisi tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan menuntut tenaga keperawatan untuk memberikan intervensi
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
6
berdasarkan bukti ilmiah. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan penggunaan evidence based practice (EBP) dalam memberikan asuhan keperawatan. Sampai saat ini belum ada ketentuan posisi
yang
nyaman untuk tindakan pemasangan infus terhadap distress yang ditimbulkan pada anak usia prasekolah dan sekolah. Anak sudah memiliki kemampuan kontrol fungsi tubuh, berinteraksi dan kerja sama dengan orang lain, penggunaan bahasa sebagai simbul mental, meningkatnya rentang perhatian (Hockenberry & Wilson, 2009)
Pemberian posisi supinasi dan diberikan restraint saat dilakukan pemasangan infus oleh perawat banyak menimbukan berbagai dampak yang dapat mempengaruhi distress pada anak disebabkan anak merasa terkekang, kontrol terhadap dirinya kurang, ketakutan dan merasa tidak nyaman. Kondisi ini juga menjadi konflik bagi keluarga karena orang tua terpaksa melakukan restraint pada anak yang bertujuan untuk memberikan imobilisasi yang aman dan terkadang ada orang tua yang meninggalkan ruang tindakan karena tidak tega melihat kondisi anak saat dilakukan tindakan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif prosedur lain untuk membuat lebih nyaman saat anak dilakukan pemasangan infus. Diperlukan penelitian untuk mengetahui dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus pada anak.
1.2 Perumusan Masalah Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan atau memenuhi kebutuhan cairan dan obat intra vena sering diberikan intervensi berupa tindakan pemasangan infus. Studi literatur menjelaskan bahwa pada saat pemasangan infus, anak diposisikan supinasi dan diberikan restraint oleh perawat atau dibantu keluarga agar saat insersi vena dapat dilakukan dengan mudah. Kenyataan yang ditemukan di lapangan pada saat anak akan dilakukan pemasangan infus, keluarga diminta menunggu di luar ruangan kemudian anak diberi posisi supinasi dan di pegang oleh staf kesehatan. Kondisi ini membuat
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
7
anak menangis, menolak tindakan yang akan dilakukan sehingga berakibat pemasangan infus sulit dilakukan dan anak takut bila didekati oleh perawat.
Prosedur pemasangan infus di atas banyak digunakan di tatanan pelayanan kesehatan, tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan yang sudah ditempuh anak meliputi, usia, kognitif respon terhadap hospitaliasi dan respon terhadap distress. Penelitian ini
melihat dampak dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus pada anak.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress saat pemasangan infus pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Teridentifikasinya
karakteristik
anak
yang
dilakukan
pemasangan infus. 1.3.2.2 Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan pemberian dekapan dan posisi duduk tegap saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi. 1.3.2.3 Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan pemberian posisi standar saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol. 1.3.2.4 Teridentifikasinya perbedaan score distress pada anak saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol 1.3.2.5 Teridentifikasinya besarnya pengaruh jenis kelamin, usia, pengalaman dirawat sebelumnya terhadap distress anak yang dilakukan pemasangan infus.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
8
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat bagi pelayanan keperawatan dan masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam aplikasi tehnik pemasangan infus yang dapat menurunkan distress anak dan meningkatkan peran serta orang tua dalam proses perawatan anak. Penelitian ini dapat menjadi evidence based practice dalam ilmu keperawatan
sehingga
menjadi
landasan
ilmiah bagi
profesi
keperawatan dalam mengembangkan praktik ilmu keperawatan dasar dalam
mengatasi
masalah
perawatan
anak
terutama
dalam
pemasangan infus.
1.4.2
Manfaat bagi Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan Penelitian ini dapat digunakan sebagai tehnik inovasi
dan proses
aplikasi teori dalam penurunan dampak distress anak saat dilakukan pemasangan infus. Rumah sakit dapat mengembangkan suatu alternatif pilihan yang melibatkan peran serta orang tua secara aktif dalam
pelaksanaan
intervensi
keperawatan
pemasangan infus pada anak di ruang
terutama
dalam
Emergency dan ruang
perawatan anak dengan menggunakan hasil penelitian ini.
.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tumbuh Kembang Ciri yang khas pada anak adalah selalu tumbuh dan berkembang dimulai dari masa konsepsi dan berakhir pada masa remaja (Kemenkes RI, 2010). Istilah tumbuh kembang merupakan peristiwa yang sifatnya berbeda namun saling keterkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik (Soetjiningsih, 1998; James dan Ashwill, 2007), penambahan ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh parsial atau keseluruhan
sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat
(Kemenkes RI, 2010).
Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan. Hal ini sebagai hasil proses pematangan, terkait proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang
sehingga
dapat
memenuhi
fungsinya
termasuk
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Santrock, 2005).
2.1.1 Klasifikasi tumbuh kembang Pertumbuhan dan perkembang secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu: (Nursalam, 2005, Nasir & Muhith, 2011), a. Tumbuh kembang fisik, meliputi perubahan dalam bentuk ukuran besar dan fungsi organisme tubuh. Perubahan yang bervariasi ini mulai dari fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktivitas enzim terhadap diferensiasi sel sampai kepada proses metabolisme yang komplek dan perubahan bentuk fisik dimasa puber.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
10
b. Tumbuh kembang intelektual, pertumbuhan ini berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan memberi makna materi yang bersifat abstrak dan simbolik, seperti bermain, berbicara, berhitung atau membaca. c. Tumbuh kembang emosional, merupakan proses tumbuh kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan mengungkapkan kasih sayang.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak Anak mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi dari banyak faktor. Menurut beberapa penulis faktor tersebut meliputi faktor dari dalam dan faktor dari luar (Sutjiningsih, 1998; Kemenkes, 2010; Nasir dan Muhith, 2011).
Faktor dalam
(internal) yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
meliputi ras/etnis, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, kelainan kromosom. Anak yang dilahirkan di suatu daerah tertentu akan memiliki faktor herediter ras atau suku tersebut.
Kecepatan pertumbuhan
yang
tercepat pada anak terjadi pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja. Faktor reproduksi pada anak perempuan berkembang
lebih
cepat dari pada anak laki-laki tetapi setelah melewati masa pubertas pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat. Ada beberapa kelainan genetik dan kromosom akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan meliputi faktor prenatal, natal, post natal. Faktor prenatal meliputi gizi ibu hamil terutama trisemester akhir kehamilan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan janin. Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002)
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
11
menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi. 2.3 Tahapan perkembangan Anak a. Pertumbuhan fisik Pertumbuhan anak prasekolah berjalan pelan dan pasti, berat dan tinggi pertumbahannya minimal. Rata rata pertambahan berat hanya 2,25 kg pertahun dan tinggi badan rata rata naik 5-7,5 cm. Selama masa ini perkembangan lebih cepat di daerah kaki dibandingkan tangan, tidak ada tumpukan jaringan adiposa dan penurunan toddler, perut
nafsu makan. Pada masa
terlihat buncit dan menghilang pada masa presekolah
sehingga tampak langsing dan tangkas pada usai sekolah. Tulang panjang berkembang cepat dari pada tulang belakang. Kekuatan tulang dipengaruhi oleh nutrisi, genetik, dan kesempatan olah raga. Nyeri lutut biasa terjadi di umur 3 tahun dan berhubungan dengan sering jatuh dengan tumpuan lutut. Permasalahan pada sendi
lutut dan persendian lain akan mengalami
koreksi pada usia 4 – 5 tahun. Pertumbuhan paru kapasitas vital meningkat dan frekuensi nafas pelan. Perbaikan Respirasi pada usia 5- 6 tahun. Nadi menurun dan tekanan darah meningkat sebagai akibat ukuran jantung meningkat. Kematangan kardiovaskuler menjadi meningkat karena peningkatan kerja. Ke 20 gigi susu sudah muncul pada usia 3 tahun. Gigi susu tanggal mungkin tanggal diakhir masa prasekolah. Gigi pertama yang muncul itu gigi molar akan tumbuh pada awal usia sekolah (James & Ashwill, 2007).
Pada anak usia sekolah mengalami pertambahan pertumbuhan 5 cm setiap tahunnya, setelah usia 12 tahun bisa mencapai ketinggian 147,5 cm. Pertambahan berat setiap tahunnya sekitar 2 sampai 3 kilogram. Pada usia 6 tahun berat badan bisa mencapai 21 kg dan pada usia 12 tahun bisa mencapai 40 kg. Pertambahan ukuran tulang cepat seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak (Santrock, 2005).
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
12
Perkembangan motor anak dimulai dengan koordinasi pada kekuatan tulang yang meningkat dengan cepat di usia 3-5 tahun. Ukuran otak dan syaraf- syaraf yang membungkus meilin berkembang dan berpengaruh terhadap kemampuan motorik dasar yang sempurna. Kemampuan motorik tiap anak berbeda-beda dan sangat bervariasi, yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan situasi sekitarnya seperti bahasa, kesempatan untuk berlatih (Hockenbery & Wilson, 2009) .
Kemampuan motorik halus anak di kedua tangan mulai pada terkoordinasi di usia 3 tahun dan sempurna usia 4 tahun. Peran perawat mengedukasi orang tua untuk menyediakan alat alat yg tepat untuk dapat menggunakan koordinasi tangan kiri. Anak kidal jangan di paksa untuk menggunakan sisi
lain
walaupun
tetap
harus
dilatih.
Peningkatan
koordinasi
menyebabkan anak menjadi lebih menjaga diri sendiri dan lebih mandiri (Santrock, 2005)..
Pada usia 4 – 5 tahun, anak sudah mandiri dalam berpakaian, makan dan kekamar mandi tanpa dibantu. Tidak seperti toddler yang selalu dijaga dari cedera dan anak usia prasekolah sudah dapat diberi kepercayaan (Hockenbery & Wilson, 2009).
b. Perkembangan kepribadian dan mental anak Menurut Freud perkembangan psikoseksual merupakan insting seksual yang signifikan terhadap perkembangan kepribadian. Tahap usia prasekolah disebut sebagai masa falik, dimana genetalia menjadi area yang sangat menarik dan sensitif. Anak sudah mengetahui perbedaan jenis kelamin dan ingin mengetahui perbedaan tersebut. Pada anak sekolah, masuk pada periode laten dimana menunjukkan sesuai stase perkembangan seksual
menjelang
pubertas.
Selama
periode
ini,
perkembangan
kepercayaan diri anak meningkat sampai masa industri dengan konsep nilai yang dimiliki (James & Ashwill, 2007).
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
13
Perkembangan psikososial menurut Erikson menekankan kepribadian yang sehat, menggunakan konsep- konsep biologis, menjelaskan tentang keberhasilan pencapaian atau penguasaan terhadap keberhasilan setiap konflik inti yang terbentuk berdasarkan keberhasilan pencapaian atau penguasaan inti sebelumnya. Pada anak usia prasekolah termasuk dalam tahap inisiatif versus rasa bersalah (Santrock, 2005).
Inisiatif diidentifikasikan dengan perilaku yang instruktif dan penuh semangat, berani berupaya dan imajinasi yang kuat. Anak – anak mengekplorasi dunia fisik dengan semua indra dan kekuatan mereka akan membentuk suara hati, tidak lagi bimbingan dari luar sehingga terbentuk suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam. Anak terkadang mempunyai keinginan yang berbeda dengan keinginan orang tua dan membuat aktivitas atau imajinasi merupakan hal yang buruk sehingga menimbulkan rasa bersalah. Anak harus belajar mempertahankan rasa inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa orang lain sehingga memerlukan arahan dan tujuan dalam kegiatannya. Pada masa anak sekolah, menurut Erikson merupakan masa kritis, dimana selama periode ini merupakan masa transisi menjelang masa dewasa. Muncul rasa trust – mistrust, autonomi, initiative dan industri (Muscari, 2001).
Perkembangan kognitif berkaitan dengan usia anak prasekolah yang terjadi dalam aktivitas mental. Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak usia pra sekolah masuk dalam tahap praopersional fase intuitif (berfikir transduktif) contohnya anak melihat layang layang warna merah terbang tinggi, maka ketika anak tersebut membeli layang layang memilih warna merah karena ia berfikir layang layang yang berwarna merah yang bisa terbang tinggi. Anak mulai berfikir praoperasional bersifat kongret dan nyata, berfikir tidak melebihi apa yang dilihat, didengar atau alami dan kurang mampu membuat deduksi atau generalisasi. Anak menggunakan bahasa dan simbul untuk mewakili objek yang ada dilingkungan, melalui bermain imajinatif, bertanya dan interaksi lainnya. Anak mulai membuat
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
14
konsep dan hubungan sederhana antar ide. Cara berfikir bersifat transduktif dimana kedua kejadian terjadi bersamaan mereka saling menyebabkan satu sama yang lain atau pengetahuan tentang satu ciri dipindahkan ke ciri lainnya (Hockenbery & Wilson, 2009).
2.2 Hospitalisasi Anak bereaksi terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, persiapan, pengalaman terhadap penyakit sebelumnya, support keluarga, pemberi layanan kesehatan dan status emosi anak (Price & Gwin, 2008). Reaksi ini juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, keterampilan terhadap koping dan pengaruh budaya terhadap reaksi anak sakit (James & Aswill, 2007). Stressor utama dari hospitalisasi meliputi perpisahan, hilang kendali, cidera tubuh dan nyeri (Hockenbery & Wilson, 2009).
2.2.1 Reaksi anak terhadap hospitalisasi Reaksi anak terhadap penyakit dipengaruhi oleh usia, perkembangan kognitif, ketrampilan koping dan budaya. Juga dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya dan respon keluarga sebagai efek dari anak sakit. Respon anak terhadap hospitalisasi menurut James dan Aswill (2007), Hockenbery dan Wilson (2009) adalah:
a.
Kecemasan akibat perpisahan Anak pra sekolah sudah dapat mentoleransi perpisahan singkat dengan orang tua dan lebih cenderung membangun rasa percaya orang lain sebagai pengganti orang tua. Respon yang ditunjukkan dengan menolak makan, mengalami sulit tidur, menangis secara diam-diam karena ditinggal pergi orang tua, dan terus bertanya kapan mereka datang. Mereka dapat mengungkapkan perasaannya dengan memecahkan mainan, memukul anak lain, menolak bekerjasama selama aktivitas perawatan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
15
Anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap perpisahan, stres dan disertai regresi akibat penyakit atau hospitalisasi dengan meningkatkan keamanan dan bimbingan orang tua. Anak usia ini cenderung takut kehilangan kelompok dibandingkan perpisahan dengan orang tua. Anak membutuhkan bimbingan dan dukungan orang tua sebagai figur orang dewasa. Respon yang muncul pada anak yaitu mudah tersinggung/ mudah marah walaupun orang tua didekatnya, menarik diri, tidak dapat berhubungan dengan teman sepermainan, menolak kehadiran saudara kandung.
b.
Kehilangan kendali Anak usia prasekolah kehilangan kontrol yang disebabkan oleh retraksi fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi. Kekuasaan diri mereka merupakan faktor yang mempengaruhi krisis presepsi dan reaksi terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan hospitalisasi. Penalaran transduktif memberi kesan bahwa anak prasekolah mampu menyimpulkan dari sesuatu yang khusus ke sesuatu yang khusus lagi, bukan dari spesifik ke umum atau sebaliknya. Presepsi anak prasekolah tentang perawat adalah orang yang membuat dia nyeri, maka semua perawat dianggap penyebab nyeri.
Anak usia sekolah sudah mencapai kemandirian dan produktivitas sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman. Perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, takut terhadap kematian, penelantaran atau cidera permanen, kehilangan penerimaan kelompok
sebaya,
kurang
produktivitas
dan
ketidakmampuan
menghadapi stress sesuai harapan budaya yang dapat menyebabkan kehilangan kendali. Apabila anak diajak untuk berkontribusi dalam prosedur intervensi maka dia akan kooperatif dalam setiap prosedur tindakan yang diterimanya.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
16
c.
Cedera tubuh dan nyeri Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anak-anak. Pada anak usia prasekolah konsep ini dipengaruhi oleh kemampuan kognitif pada tahap preoperatif. Konflik psikoseksual anak pada kelompok usia ini membuat sangat rentan terhadap ancaman cedera tubuh. Prosedur invasif, baik yang menimbulkan nyeri maupun yang tidak merupakan ancaman terhadap konsep integritas tubuh yang belum berkembang baik.
Pada anak sekolah, ketakutan yang mendasar terhadap sifat fisik dari penyakit muncul, anak tidak khawatir terhadap nyeri dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti atau kemungkinan kematian. Prosedur invasif sebagai hal yang menimbulkan stres. Anak perempuan lebih cenderung mengekresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih kuat dibandingkan dengan anak laki-laki.
2.2.2 Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi Ketika anak dirawat di rumah sakit, orang tua tidak dapat tinggal dirumah sakit untuk menemani sehingga mereka akan merasa bersalah karena meninggalkan anak. Mereka akan menjadwalkan untuk dapat meluangkan waktu sebanyak mungkin dengan anak yang di sedang dirawat, pada kondisi ini perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan
yang dapat mengurangi
kecemasannya. Orang tua merasa bersalah dan cemas karena tidak dapat membantu meringankan penyakit anaknya. Mereka kadang menyalahkan diri sendiri karena mereka tidak mengetahui dari awal tentang gejala penyakitnya tersebut dan terlambat memberi pengobatan atau pencegahan. Hubungan saling percaya antara perawat dengan orang tua akan mempercepat kesembuhan anak. Kondisi ini dapat terjadi bila perawat bertindak objektif dan berempati dengan cara mendengarkan dan memberi support keluarga (Hockenbery & Wilson, 2009).
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
17
Keluarga juga merasa takut yang tidak tahu penyebabnya, tidak familiar terhadap lingkungan rumah sakit, prosedur, pengobatan dan proses penyakit anak (James & Aswiil, 2007). Perawat perlu menjelaskan rutinitas dan prosedur perawatan di unit rumah sakit dan menunjukkan proses penyakit dapat menurunkan
perasaan kecemasan dari orang tua. Rumah sakit
diharapkan memberikan lingkungan yang dapat menunjang peningkatkan pengetahuan keluarga dengan memfasilitasi perpustakaan yang dapat membantu pemberdayaan terhadap perawatan anak.
2.2.3 Hospitalisasi di unit gawat darurat Pengalaman yang traumatik pada anak dan orang tua adalah masuk ke unit gawat darurat. Permulaan penyakit yang tiba-tiba memberi sedikit waktu untuk persiapan dan penjelasan, sehingga kedaruratan medis membutuhkan intervensi psikologis untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan yang sering berkaitan dengan pengalaman tersebut.
Lamanya waktu yang diperlukan untuk persiapan prosedur penerimaan sering tidak tepat untuk situasi kedaruratan, anak perlu diajak berpartisipasi dalam perawatan untuk mempertahankan rasa pengendalian. Kesibukan di unit gawat darurat, cenderung cepat dalam melakukan prosedur tindakan dikarenakan untuk menghemat waktu, namun bila ditambah beberapa menit untuk memberi penjelasana pada anak sehingga anak dapat berpartisipasi dalam tindakan yang dilakukan. Hal ini akan lebih menghemat waktu yang terbuang akibat resistensi dan ketidakoperatifan anak selama prosedur. Tindakan lainnya yang dapat diberikan perawat di instalasi gawat darurat meliputi memastikan privasi, menerima berbagai respon emosional terhadap ketakutan atau nyeri, mempertahankan kondisi orang tua dan anak, menjelaskan sebelum dan sesudah terjadi serta secara pribadi bersikap tenang. Implementasi setelah intervensi merupakan kegiatan evaluasi yang melibatkan pemikiran anak tentang penerimaan dan prosedur terkait diperlukan pada kondisi kedaruratan (Hockenbery & Wilson, 2009).
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
18
2.3 Distress pada anak Penyakit dan hospitalisasi merupakan krisis awal yang harus diatasi pada anak. Anak sangat rentan terhadap stres yang ditimbulkan oleh perubahan, rutinitas lingkungan. Mekanisme koping anak yang terbatas untuk menyelesaikan stres. Kejadian yang dapat menimbulkan stres hospitalisasi meliputi perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh dan nyeri (James & Aswill, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009). Reaksi anak terhadap stres dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sakit mereka sebelumnya, perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2009).
2.3.1 Pengertian dan karakterisik stres Menurut Nasir dan Muhith (2011) ada dua jenis stres yaitu yang baik dan yang buruk. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang memungkinkan dapat dialami sebagai perasaan yang baik dan buruk.
Stres yang baik atau eustres adalah stres yang berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapat sesuatu yang baik dan berharga. Keadaan eustres mempunyai kesempatan untuk berkembang dan memaksa seseorang untuk menggunakan performanya lebih tinggi. Stress yang baik adalah bila seseorang menghadapi suatu keadaan dengan selalu berfikiran positif, setiap stimulan yang datang menjadi pelajaran yang berharga dan mendorong untuk berperilaku yang bermanfaat. adalah
sebagai
motivasi,
lebih
fokus,
Karakteristik eustres
ingatan
jangka
pendek,
meningkatkan kinerja.
Stres yang buruk atau distress merupakan stres yang negatif. Distress dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu dengan hal yang buruk, respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga menjadi sebuah ancaman. Stimulus yang datang
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
19
diartikan sebagi sesuatu yang merugikan diri sendiri dan menyerang dirinya. Respon yang dimunculkan terhadap distress adalah menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah dan menyalahkan orang lain. karakteristik distress yaitu menyebabkan kekhawatiran atau kecemasan, durasi bisa pendek atau panjang, terasa tidak menyenangkan, menurunkan kinerja. Sedangkan respon distress pada anak ditunjukkan dengan apatis, kurang energi, menarik diri,
menolak ketemu dengan orang lain,
menempel terus ke orang yang dikenal, kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, agresif, marah, cenderung berkelakukan kekerasan (UNICEF, 2009)
2.2.2 Respon dan adaptasi terhadap stresor Videback (2008 dalam Nasir & Muhith, 2011) menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai respon. Respon dapat berguna sebagi indikator terjadinya stres pada individu dan mengukur tingkat stres yang dialami individu. Respon stres dapat dilihat dalam berbagai aspek sebagai berikut: a.
Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah detak jantung, nadi dan sistem pernafasan.
b.
Respon kognitif, ditandai dengan terganggunya proses kognitif individu seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang dan pikiran tidak wajar.
c.
Respon emosi, ditandai dengan munculnya rasa takut, cemas, malu, marah dan sebagainya.
d.
Respon tingkah laku, dibedakan menjadi fight yaitu menghindari situasi yang menekan.
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikologis berubah dalam berespon terhadap stres. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungn internal maupun eksternal mengalami penyimpangan. Adaptasi melibatkan reflek, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping, dan mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Brookman, 1992 dalam Potter & Perry, 2005) adalah:
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
20
a.
Adaptasi fisiologi dan Mekanismenya Indikator stres fisiologis adalah objektif, lebih mudah diidentifikasikan dan secara umum dapat diamati dan diukur. Ketika seseorang kebutuhan fisiologisnya tidak terpenuhi maka tindakan yang akan dilakukan adalah memenuhi kebutuhan tersebut. Adaptasi mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan mandiri yang dilakukan secara otomatis. Namun bila individu mengalami cedera maka mekanisme ini tidak dapat berjalan. Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi
melalui umpan balik negatif yaitu suatu proses
dimana mekanisme kontrol merasakan adanya suatu keadaan abnormal seperti penurunan suhu, badan mulai mengigil dan membangkitkan panas. Ketiga mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikular dan kelenjar hipofisis.
Medula
oblongata
berfungsi
vital
yang
dipergunakan
untuk
mempertahankan fungsi mengontrol frekuensi jantung, tekanan darah dan pernafasan. Implus yang menjalar ke dan dari medula oblongata dapat meningkatkan dan menurunkan fungsi vital, misalnya pengaturan denyut jantung sebagai hasil implus sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang menjalar dari medula oblongata ke jantung. Frekuensi denyut jantung meningkat merupakan respon dari serabut saraf simpatis dan menurun akibat implus dari serabut parasimpatis.
Formasi retikular merupakan kelompok kecil neuron di dalam otak dan medula spinalis. Formasi retikuler ini bertugas mengontrol fungsi vital dan secara kontinyu memantau status fisiologis tubuh melalui sambungan trakhus sensoris dan motorik, misalnya ketika seseorang tertidur sel-sel formasi retikuler akan meningkatkan tingkat kesadaran bila sudah terbangun.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
21
Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar kecil yang melekat
pada
hipotalamus
yang
mengontrol
berfungsi fungsi
menyuplai
vital.
Kelenjar
hormon ini
kotekolamin
menghasilkan
hormon
kotekolamin yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Kelenjar ini juga mengatur sekresi hormon thyroid, gonad dan parathyroid. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis menerima pesan untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar meningkat, kelenjar menurunkan produksi hormon.
Mekanisme fisiologis adaptasi bekerja sama melalui hubungan yang komplek dalam saraf sistem endokrin dan sistem tubuh lainnya untuk mempertahankan konstalitas relatif dalam tubuh. Mekanisme tubuh ini bekerja dalam waktu yang pendek terhadap ekuilibrium tubuh dan akan bekerja pada jangka panjang karena penyakit, cedera dan stres yang dapat menurunkan kontrol homeostatis. Kedua bentuk fungsi yang menurun dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk.
Dalam situasi stres yang berat, kelenjar hipofise akan mensuplai tubuh dengan hormon yang diperlukan. Namun hormon ini tidak mencukupi jumlahnya untuk memberikan energi fisiologis yang diperlukan untuk mengatasi stres.
Indikator stres fisiologis ditunjukkan dengan adanya kenaikan tekanan darah, peningkatan ketegangan di leher, bahu dan punggung, peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernafasan, telapak tangan berkeringat, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala, suara yang bernada tinggi, mual sampai muntah, perubahan nafsu makan.
b. Adaptasi Psikologi Emosi kadang dikaji tidak secara langsung, stres mempengaruhi kesejahteraan emosional, sehingga kepribadian seseorang mencakup
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
22
hubungan yang komplek, reaksi stres yang berkepanjangan dapat diketahui dari gaya hidup dan stressor klien terakhir, pengalaman terdahulu stresor, mekanisme koping yang berhasil dimasa lalu. Karakteritik ini merupakan rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan.
Indikator stres prikologi adalah ansietas, depresi, kepenatan. Perubahan kebiasaan makan, tidur dan pola aktivitas, kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, kehilangan motivasi, letargi, kehilangan minat yang padat ditunjukkan oleh pasien.
c. Adatasi perkembangan Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu dalam penyelesaian tugas perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai ciri khas karakteristik perilaku yang berbeda. Bayi atau anak yang diasuh dalam keluarga yang mampu menghadapi stresor di rumah maka mereka akan empati, mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan koping yang sehat. Anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa meneriman, mereka mulai menyadari penguasaan pengetahuan dan ketrampilan dapat membantu mencapai tujuan dan harga diri berkembang mulai hubungan pertemanan dan saling berbagi dengan teman.
2.2.3 Prinsip dasar mengatasi Menurut Lazarus (1989 dalam Nasir & Munhith, 2011) ada tujuh bidang pencetus stres yaitu a. Perilaku (behavior) Perilaku yang buruk dipercaya berandil besar terhadap terjadinya stres misalnya menolak dan memberontak saat dilakukan tindakan. Untuk mengatasi stres karena perilaku adalah dengan mengubah sikap dan perilaku menjadi positif, hal ini akan mengurangi stres. Reaksi terhadap keadaan ini akan menentukan keadaan selanjutnya. Anak dapat
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
23
bekerjasama dalam tindakan yang diberikan dan menerima kehadiran orang lain
b. Perasaan (affect) Sikap yang termasuk dalam affect diantaranya emosi, mood dan berbagai perasaan lain misalnya sifat mudah marah atau emosional. Keadaan ini berkaitan dengan sifat pembawan / temperamen anak yang sulit untuk diubah, untuk mengubahnya membutuhkan proses yang panjang dan kemauan diri.
c. Sensasi tubuh (sensation) Jika tubuh merasa nyeri atau mengalami kelelahan setelah bermain, maka kondisi ini dapat menyebabkan stres.
d. Penghayatan mentalitas (imagery) Mentalitas yang buruk seperti perasan gagal, tidak bisa melakukan segala sesuatu, perasaan tidak berguna, anak gagal menyelesaiakan jenis permainan tertentu dapat mengakibatkan stres. Untuk mengatasi dengan mempunyai cara pandang yang positif terhadap keadaan yang terjadi. Anak mau mempelajari dan menerima hal yang baru.
e. Proses berfikir merangkai pengertian (cognition) Filosofi yang terlalu “ harus, mesti, tidak bisa, mutlak” misalnya anak ditekankan harus menjadi juara di kelasnya, meski bersikap sopan dengan oang tua, tidak diizinkan bermain keluar. Hal ini dapat berujung pada stres.
f. Hubungan antar manusia (interpersonal relationship) Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat perlu, sehingga jika ada permasalahan maka dapat menjadi sumber stres. Cara terbaik untuk mengatasinya dengan saling menghargai, belajar sabar, mengampuni kesalahan mereka dan pengendalian diri.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
24
g. Obat-Obatan (drugs) Obat-obatan terkadang diperlukan untuk mengatasi rasa sakit tetapi ketergantungan akan obat dapat memicu terjadinya stres.
2.2.4 Alat ukur distress Menurut Pretzlik dan Sylva (1999) ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat distres pada anak, diantaranya yaitu : a. Procedure Behaviour Rating Scale (PBRS) Alat ini menilai perilaku anak usia 8 bulan sampai 17 tahun pada saat dilakukan prosedur tindakan. Penilaian dilakukan pada sebelum, saat dan setelah prosedur. Hasil penilaian diambil dari nilai mean pada akumulasi penilaian. Terdapat 25 item yang menunjukkan kriteria dari distress, misalnya berteriak, menangis, menolak, penolakan pemberian posisi.
b. Observation Scale for Behavioural Distress (OSBD) Alat ini digunakan untuk anak usia 6 bulan sampai 20 tahun, penilaian dilakukan sebelum, saat dan setelah dilakukan prosedur tindakan. Terdapat 11 item yang menunjukkan adanya distress meliputi, menangis, ketakutan, restrain, menanyakan keadaannya, mengatakan kesakitan.
c. Children Fear’s Score (CFS) CFS dari McMurtry, Noel., Chambers, McGrath (2011) diadaptasi dari Faces Anxiety Scale (McKinley, Coote & Stein-Parbury,2003) untuk mengukur rasa takut pada anak sedang menjalani prosedur medis yang menimbulkan respon menyakitkan. CFS terdapat 5 gambar wajah yang dimulai dari wajah yang menunjukkan tidak takut sampai sangat takut. Penilaian diambil dari gambar yang di tunjukkan anak dan orang tua kemudian ambil nilai mean untuk menunjukkan nilai distress pada anak, skala penilaian nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
25
2.4 Atraumatic Care Atraumatic care merupakan penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan oleh perawat melalui penggunaan intervensi yang tidak atau memperkecil distress psikologis dan fisik yang diderita oleh anak dan keluarga mereka dalam sistem pelayanan kesehatan. Asuhan terapeutik yaitu tindakan yang dilakukan
perawat
untuk
pencegahan,
diagnosis,
penanganan
atau
penyembuhan kondisi akut atau kronis dengan tujuan utama asuhan atraumatik yaitu meminimalkan timbulnya luka pada anak. Tiga prinsip yang memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut adalah mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga, meningkatkan rasa kendali dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009).
Mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga dapat dilakukan dengan membangun hubungan yang baik antara anak – orang tua selama di rawat dirumah sakit, menyiapkan anak sebelum dan setelah pelaksanaan prosedur yang tidak dikenalinya, memfasilitasi orang tua berada di dekat muka anak dengan memberikan kesempatan untuk bernyanyi, menyentuh (Hockenberry d& Wilson, 2009). Mendampingi anak di ruang persiapan operasi sampai anak tertidur setelah diberikan anaestesi (Gauderer, Lorig & Eastwood, 1989; Fina, et al 1997).
Anak mengurangi rasa takut yang tidak diketahui dengan memberikan informasi tentang lingkungan perawatan dan diagnosis, membuat lingkungan kurang mengancam (konsep animism, dari pandangan, pikiran, daerah aman). Memberikan kesempatan
anak untuk kontrol
terdahap dirinya dengan
berpartisipasi dalam perawatan dengan penggunaan jadwal yang konsisten dan memberikan saran secara langsung terhadap proses perawatan yang diberikan (Hockenberry & Wilson, 2009).
Mencegah atau meminimalkan stres fisik diantaranya dengan menghindari atau mengurangi prosedur yang mengganggu dan menyakitkan, misalnya
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
26
pada anak yang dilakukan sirkumsisi maka terlebih dahulu meminta persetujuan dari orang tua dan memberi analgesik. Pada pemasangan infus dengan cairan salin diberikan kebijakan sampai 2 kali penusukan (Catudal, 1999). Pemberian sukrosa atau EMLA pada bayi saat dilakukan pengambilan sampel darah sesuai
yang diperlukan di laboratorium untuk persediaan
pemeriksaan selanjutnya sehingga tidak melakukan penusukan yang berkalikali, pemberian restraint sesuai dengan mempertimbangkan kebutuhan anak seperti memasang spalk tangan, mengatur jam tindakan perawatan 60 – 120 menit sebelum anak tidur, mengurangi kebisingan pada ruang rawat dapat mencegah kerusakan telinga (Joseph & Ulrich, 2007). menggontrol nyeri dengan melakukan pengkajian terhadap nyeri dan memberikan farmakologik dan manajemen non farmakologi dalam mengatasi nyeri (Wong & Pasero, 1997).
2.5 Restraint Anak perlu dilakukan restraint selama prosedur tindakan keperawatan atau medis, hal ini sudah diterima secara umum dan dianggap sebagai salah satu rangkaian dalam prosedur tindakan (Tomlinson, 2004). Penggunaan restraint merupakan peristiwa yang sangat menegangkan sehingga membuat distress (Selekman and Snyder, 1995; Collier & Pobinson, 1997; Folkes, 2005; Moscardino & Axia, 2006) dan beberapa anak mungkin menemukan pengalaman diberi restraint jauh lebih menyedihkan dari pada pengobatan yang menyebabkan rasa sakit atau prosedur (Collier dan Pattison, 1997; Folkes, 2005). Pemberian restraint menimbulkan trauma fisik dan psikologis bagi anak sehingga perlu penanganan khusus untuk dapat menurunkan dampak yang ditimbulkan. Belum ada prosedur khusus yang ditentukan untuk dapat memberi tahanan badan anak/ immobilisasi anak yang aman. Selekman dan Snyder (1996) menyampaikan pengalaman pemberian restraint dapat menimbulkan masalah psikologis, kesulitan membangun hubungan dengan orang lain dan meningkatkan stress anak terhadap proses penyakit.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
27
2.5.1 Konsep dan pengertian restraint
Restraint, terapi memegang, clinical holding atau imobilisasi merupakan tindakan untuk membatasi gerakan anak (Brenner, Parahoo, Taggarat, 2007). Menurut The Joint Commission on the Accreditation of Health Care Organizations (JCAHO), (2002) restraint merupakan metode yang digunakan untuk membatasi pergerakan, aktivitas fisik atau akses pergerakan normal tubuh seseorang menggunakan fisik atau kimia. Restraint digunakan untuk membantu pelaksanaan melakukan prosedur tindakan pada anak (Jeffery, 2002) dan biasanya bertujuan mencegah dari bergerak anak waktu jangka waktu tertentu, untuk melarang campur tangan anak dalam prosedur dan peralatan (Rutledge et al., 2003).
Dampak pemberian restraint pada anak dapat dijumpai pada beberapa literatur yang mengambarkan dampak psikologi akibat pemberian restraint pada anak. Dampak ini muncul karena orang tua merasa tidak diberi kesempatan untuk memilih dan berpartisipasi dalam kegiatan, sehingga sering menunjukkan respon distress emosional. Kurangnya informasi yang diterima keluarga dapat menimbulkan dilema apabila keluarga diminta untuk memegangi/ memeluk anak saat prosedur (Mc Grat, Forrester, Fox-Young & Huff, 2002; Moscardino & Axia, 2006). Perawat merupakan tenaga pemberi layanan kesehatan yang sering kali menggunakan restraint pada anak terutama pada perawatan anak (Brenner, Parahoo & Taggarat, 2007). Penelitian di Inggris yang dilakukan pada 346 perawat anak, menunjukkan bahwa perawat melakukan restraint untuk kelancaran prosedur, keamanan, jenis prosedur, tingkat agitasi, umur anak, presepsi orang tua, konsentrasi dan keamanan petugas.
2.5.2 Prinsip pemberian restraint Menurut James dan Aswil (2007), Hockenbery dan Wilson (2009), perawat perlu melakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum penggunaan restraint
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
28
pada anak. Penggunaan restraint dapat dihindari bila anak dipersiapkan secara adekuat, pengawasan orang tua atau perawat terhadap anak, terdapat proteksi
yang
kuat
pada
posisi
yang
rentan.
Perawat
harus
mempertimbangkan perkembangan anak, status mental, potensial ancaman keamanan pada diri sendiri dan orang lain.
Jika anak perlu dilakukan restraint, anak perlu diberitahu terlebih dahulu alasan penggunaan restraint, informasi yang diberikan terus dan diulang agar anak mendapatkan pemahaman dan dapat kerjasama. Menjelaskan kepada orang tua tentang tujuan penggunaan restraint, bagaimana melepas dan memasang, dan tanda komplikasi dari penggunaannya. Dokumentasikan surat pernyataan persetujuan keluarga tentang penggunaan restraint yang diberikan pada anak. Keluarga diajarkan dan dianjurkan untuk menurunkan dan menenangkan emosi anak saat dilakukan restraint.
Alat restraint dapat menimbulkan risiko pada anak, sehingga perlu di periksa dan didokumentasikan setiap 1 sampai 2 jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangan, tidak merusak sirkulasi, sensasi atau integritas kulit. Restraint yang langsung bersentuhan dengan kulit harus diikat dengan kerangka tempat tidur (Hockenberry & Wilson, 2009).
2.5.3 Jenis restraint Menurut James dan Aswiil (2007), Hockenbery dan Wilson (2009), terdapat berbagai jenis restraint yang sering perawat gunakan diantaranya yaitu, a. Restraint jaket Alat ini digunakan sebagai alternatif agar anak tidak memanjat keluar dari tempat tidur atau menjaga keselamatan anak dari kursi. Jaket yang digunakan diberi ikatan tali di bagian belakang sehingga anak tidak dapat membuka, tali panjang diikat di tempat tidur sehingga anak tetap di tempat tidur dan mempertahankan posisi horisontal sesuai dengan tujuan terapi.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
29
b. Restraint mummi atau bedong Alat ini digunakan pada bayi dan anak yang masih kecil untuk mempertahankan dan mengendalikan gerakan anak. Selimut atau kain dibentangkan di tempat tidur dengan satu ujung di lipat, bayi diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki kearah sudut yang berlawanan. Lengan kanan lurus ke bawah searah dengan badan dan kain dibentangkan melintasi bahu anak. Lengan kiri diluruskan searah badan dan sisi kiri selimut di kencangkan melintang bahu dan dada kemudian dikunci di bawah badan anak. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan pin mengaman. Restraint mumi dapat digunakan untuk mengendalikan gerakan anak saat pemeriksaan dan pengobatan pada daerah kepala dan leher seperti pungsi vena, pemeriksaan tenggorokan, pemasangan infus.
c. Restraint lengan atau kaki Alat ini digunakan untuk memberikan immobilisasi satu ekstermitas atau lebih guna pengobatan atau prosedur tindakan untuk memfasilitasi penyembuhan. Terdapat jenis restraint yang dapat digunakan untuk kaki dan tangan misalnya restrain pergelangan tangan. Perlu diperhatikan restraint yang digunakan harus sesuai dengan badan anak, dilapisi bantalan untuk mecegah tekanan, konstriksi dan cedera jaringan. Pengamatan pada restraint
yang diletakkan pada ekstermitas perlu
sering diperhatikan adanya tanda tanda iritasi dan gangguan sirkulasi.
d. Restraint siku Alat ini digunakan untuk mencegah anak menekuk siku atau meraih muka/ kepala. Restaint fisik ini di ikat pada bagian bawah aksila sampai pergelangan
tangan
dengan
sejumlah
kantong
vertikal
tempat
dimasukkanya depresor lidah. Restraint dilingkarkan di seputar lengan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
30
dan diretatan dengan plester. Pemasangan pin pada bagian atas lengan perlu diperhatikan agar restrain tidak melorot. e. Terapi mendekap Terapi mendekap merupakan penggunaan posisi mengendong yang nyaman, aman, dan temporer yang memberikan kontak fisik yang erat dengan orang tua atau pengasuh lain yang dipercaya (Hockenbery & Wilson, 2009). Pada bayi usia 2 sampai 3 bulan didekap dengan cara posisi sejajar, disangga dari belakang, dan di pegang pada kaki. Seperti memegang gagang footboll, bayi di letakkan di antara badan dan pinggang, badan di sangga dengan tangan pada seluruh badan bagian belakang. Dekapan dengan posisi badan anak menghadap ke ibu, dimana dada bayi ketemu sejajar dengan dada ibu. Posisi dapat dilakukan jika perkembangan yang baik pada otot leher, kontrol kepala, kekuatan punggung bayi disangga dengan tangan ibu.
Terapi mendekap adalah menahan fisik anak
setidaknya dua orang
untuk membantu anak mengatasi perilaku kehilangan kontrol untuk mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo & Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010), pelukan merupakan salah satu kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan menguntungkan hampir semua orang selama masa stres dan digunakan untuk memfasilitasi penyelesaian prosedur klinik (Lambrenos & McArthur, 2003; Graham & Hardy, 2004; Royal College of Nursing, 2010).
2.5.4 Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap Pembatasan aktivitas yang sering dilakukan pada anak terutama terapi dekapan melibatkan ibu/ pengasuh, mendekap anak secara erat dengan mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan untuk sengaja memprovokasi tekanan pada anak sampai anak membutuhkan dan menerima kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan hubungan anak dan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
31
orang tua serta membuka kemampuan anak untuk dapat berhubungan dengan orang lain.
Terapi dekapan ini telah diterapkan pada anak autis seperti yang telah disampaikan Mercer (2009), bahwa dekapan orang tua dapat membuat anak autis membuka hubungan dengan orang lain. Dengan diberikannya dekapan anak akan menerima dan mengakui adanya kontrol otoritas dari orang dewasa. Mendekap merupakan penyampaian otoritas dan kekuasan orang tua kepada anak melalui pegangan/ pelukan. Teori ini diperkenalkan oleh Hinbergen, 1983 dalam Mercer 2009. Konsep ini muncul karena ketidakseimbangan
emosional (ketakutan lebih dominan dibandingkan
dengan emosional) yang dapat memungkinkan anak dapat belajar dari interksi dengan orang lain dan menyebabkan penarikan sosial.
Terapi memeluk/ mendekap merupakan pembatasan gerak menggunakan pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan terbatas. Metode ini membantu anak dengan mengijinkan mereka mengelola/mengatasi prosedur yang menyakitkan dengan mudah dan efektif. Terapi mendekap ini berbeda dengan pembatasan aktivitas fisik terletak pada tingkat kekuatan yang diperlukan dan keterlibatan anak. Terapi ini tidak tepat dilakukan tanpa izin dan persetujuan anak karena dapat menimbulkan perasaan cemas, lepas kontrol dan distress anak.
Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik anak maupun dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan. Prinsip yang perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu mendekap harus seizin anak, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat kesepakatan antara perawat anak dan keluarga, adanya kebijakan yang diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik, adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat dalam melakukan pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan remaja.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
32
2.6 Posisi Nyaman Pemberian posisi yang nyaman dari orang tua atau pengasuh merupakan tehnik yang tepat untuk membantu meninimalkan timbulnya distress pada anak saat dilakukan prosedur invasif. Pemberian posisi ini dapat dilakukan dalam berbagai macam tindakan invasif diantaranya pemasangan infus, pengambilan sampel darah, pemasangan Nasogastric Tube (NGT), imunisasi dan pemberian injeksi. Posisi ini dapat dilakukan dimana saja baik di rumah sakit, di klinik dokter gigi, atau daerah lain yang memungkinkan anak memerlukan bantuan untuk di pegang (The Chilren’s Mercy Hospital, 2012).
Tujuan dari pemberian posisi yang nyaman menurut The Chilren’s Mercy Hospital, (2012) yaitu untuk immobilisasi ekstermitas anak saat dilakukan prosedur, memberikan rasa aman dan senang bagi anak,
memberikan
kenyamanan melalui kontak langsung dengan orang tua atau pengasuh, orang tua ikut berpartisipasi memberikan bantuan positif bukan bentuk menahan secara negatif, posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol sehingga lebih sedikit orang yang diperlukan untuk menyelesaikan prosedur. Menurut Giese (2010) tujuan dari pemberian posisi yang nyaman untuk meningkatkan kenyamanan bayi, anak dan orang tua serta staf medis selama prosedur tindakan.
Prosedur medis dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak, orang tua dan penyedia pelayanan kesehatan. Terdapat lima bagian yang perlu diperhatikan dalam pemberian restraint yaitu kesediaan orang tua untuk hadir selama prosedur dilakukan,
kesiapan anak dan orang untuk
dilaksanakan prosedur serta peran mereka selama tindakan berlangsung, prosedur tindakan dilakukan di ruang tindakan, anak dalam posisi yang menyenangkan, pertahankan lingkungan yang tenang (Stephans, Barkey & Hall, 1999).
Kesiapan anak dan orang tua selama prosedur penting untuk dikaji, bertujuan untuk mendapatkan alasan prosedur yang diberikan dan hasil yang akan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
33
dicapai. Ketidakpastian tentang prosedur dapat meningkatkan rasa takut, kecemasan dan ketegangan pada orang tua dan anak. Perasaan ini dapat membatasi kemampuan seorang anak untuk mengembangkan perasaan kontrol terhadap prosedur. Menjelaskan prosedur sesuai dengan tahap tumbuh kembang sangat diperlukan sehingga anak mudah menerima dan mengerti prosedur yang dilakukan.
Mengundang orang tua atau anak untuk hadir selama prosedur merupakan kemitraan antara keluarga dan tenaga profesional, hal ini merupakan aplikasi dari Family Center Care. Penelitian telah menunjukkan bahwa kehadiran keluarga tidak berdampak negatif terhadap kinerja medis dan staf yang berada bersama anak mereka serta menunjukkan berkurangnya kecemasan orang tua (Bauchner, et al, 1996). Kondisi anak dapat dipersiapkan dengan dukungan dan kehadiran anggota keluarga sehingga anak merasa nyaman.
2.5.1 Prinsip Prinsip pemberian posisi yang nyaman bagi anak yang dilakukan prosedur invasif yaitu anak duduk ditempat tidur atau dipangku, dipeluk dan ditahan dengan aman dan nyaman, penahan memberikan bantuan positif bukan penahanan yang negatif, posisi duduk memudahkan kotrol dan keamanan, tubuh/ ekstremitas diisolasi dan dengan aman dapat dijangkau dan mudah saat dilakukan tindakan (Schwartz, 2012). Berbagai posisi yang dapat di berikan pada anak untuk mengeliminasi distress selama prosedur invasif, adalah sebagai berikut: a. Posisi 1 Prinsip yang perlu diperhatikan pada posisi ini adalah anak duduk ditempat tidur atau dipangku orang dewasa kemudian
dipeluk dan
ditahan daerah badan dan kaki. Anak dan bayi usia sekitar 6 bulan bisa diberi posisi duduk dengan menggunakan atau tanpa menggunakan pengalihan perhatian
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
34
b. Posisi ke dua Prinsip yang perlu diperhatikan pada posisi ini adalah anak dipeluk ditahan oleh orang dewasa sekitar tubuh dan lengan anak dapat bergerak bebas tanpa menggunakan distraksi. Tangan orang dewasa di letakkan pada bahu atau di lengan bawah, berikan pilihan pada anak untuk tetap melihat prosedur tindakan.
c. Posisi ke tiga Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah anak duduk dipangkuan orang dewasa dengan memposisikan lengan orang dewasa memeluk sekitar bahu dan lengan anak bebas tanpa tekanan dapat menggunakan distraksi.
d. Posisi ke empat Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah orang dewasa duduk di kursi dan terus memeluk anak, orang dewasa menghadap badan anak
e. Posisi ke lima Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah orang dewasa ada di belakang anak, posisi anak duduk atau bersandar dapat diberikan distraksi sebagai pengalihan perhatian.
2.5.2 Posisi yang nyaman untuk pemasangan infus pada anak Posisi duduk dikembangkan untuk mempromosikan kenyamanan bagi anak, imobilisasi yang cukup, anak dapat diajak bekerjasama dan kontrol diri anak dapat dipertahankan, sehingga anak menjadi tenang sebelum prosedur, kondisi ini mengakibatkan intensitas reaksi mereka berkurang dibandingkan dengan anak yang sudah marah dengan berbagai alasan sebelum tindakan (Stephens, Barkey, Hall;1999). Melibatkan anak dalam prosedur tindakan akan menghasilkan waktu pelaksanaan singkat dan diperlukan tenaga perawat sedikit untuk melakukan prosedur tindakan. Pada anak yang mengalami gangguan pernafasan akan merasa kesulitan saat bernafas bila
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
35
tindakan dilakukan dengan posisi tidur. Posisi duduk dapat diberikan mulai anak usia 5 bulan, pada prinsipnya anak sudah dapat mengontrol kepala dan tubuhnya.
Berbagai posisi duduk yang dapat diberikan pada anak selama prosedur infus menurut Giese (2010),The Children’s Mercy Hospital (2010) yaitu:
a. Dua orang tahanan / Two Person Hold Posisi ini diberikan bila anak memilih untuk tidak melihat saat dilakukan prosedur tindakan. Posisi anak mengangkang pada orang tua atau perawat kemudian kencangkan lengan dan kepala pasien dengan memberikan pelukan.
b. Posisi duduk ke samping / Side Sitting Positioning Posisi ini diberikan pada anak yang lebih besar bila anak tidak dapat duduk mengangkang pada perawat atau orang tua, gerakan tubuh dapat diminimalkan tetapi kaki dapat berayun sehingga dapat bergerak bebas.
c. Posisi duduk tegak / Sitting Positioning Posisi ini diberikan pada anak yang cenderung ingin melihat prosedur tindakan. Selama tindakan anak diajak bicara dan diberitahu tindakan yang sedang dilakukan. Posisi ini dapat dimodifikasi dengan tehnik nafas dalam dan tehnik imagery.
d. Posisi pemasangan infus di kaki Posisi duduk dapat mengurangi kemampuan anak untuk menendang dan memindahkan kaki. Perawat atau pengasuh dapat memberikan perhatian lebih dekat pada posisi ini saat berinteraksi dengan anak dan membuat anak lebih nyaman.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
36
2.7 Pemasangan infus pada anak Salah satu peran yang sangat penting dari perawat adalah menghitung pemasukan dan pengeluaran cairan yang adekuat. Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Indikasi tindakan ini diberikan pada pasien dengan dehidrasi, sebelum tranfusi darah, pra dan pasca bedah sesaui dengan program pengobatan, serta pasien dengan gangguan sistem pencernaan.
2.7.1 Lokasi Insersi Intravena pada anak Lokasi atau tempat yang dipilih untuk insersi jarum infus tergantung pada tingkat aksesibilitas dan kenyamanan (Hockenbery & Wilson, 2009). Pada anak dapat menggunakan setiap vena yang ada namun perlu diperhatikan kebutuhan perkembangan, kognitif dan mobilitas anak. Pada anak yang lebih besar, vena superfisial di lengan atas bisa digunakan supaya tangan dapat bergerak dengan bebas. Anak dapat diajak untuk ikut menentukan lokasi vena yang akan dilakukan insesi jarum infus. Lokasi vena yang paling baik dimulai dari daerah distal, menghindari tangan dominan, hal ini untuk mengurangi disabilitas anak karena prosedur pemasangan infus. Pada bayi lokasi yang paling aman dan paling mudah distabilkan untuk dilakukan insersi di darah vena superfisial di tangan, pergelangan tangan, telapak, atau perelangan kaki. Vena superfisial dapat digunakan sampai bayi berusia 9 bulan, namun boleh di gunakan bila ditempat lain sudah tidak dapat dipakai lagi. Lokasi yang perlu dihindari pada anak, daerah vena-vena telapak kaki terutama anak yang sedang belajar jalan.
2.7.2 Prosedur pemasangan infus Prosedur pemasangan infus menurut Farrell dan Dempsey (2010), Potter dan Perry (2005), Hockenbery dan Wilson (2012) adalah sebagai berikut : a. Persiapan Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label laruan dan identifikasi pasien. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci tangan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
37
dan gunakan sarung tangan steril. Pasang turniquet pada lengan yang sudah dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai. Pilih letak insersi, pilih kanula IV. Terlebih dahulu hubungkan kantong infus dengan selang dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk pasien. Posisikan tangan pasien dibawah ketinggian jantung untuk mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung diatas tempat tidur dibawah lengan pasien.
b. Prosedur Pelaksanaan tindakan Kebijakan rumah sakit pada pasien saat dilakukaan pemasangan infus untuk memberikan lidokain sebagai anestesi lokal sebelum insersi jarum. Pasang turniquet baru untuk setiap pasien diatas daerah penusukan, palpasi di daerah distal untuk lokasi pemasangan turniquet, pasien diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menegangkan lengan pasien untuk melebarkan vena. Pastikan pasien alergi terhadap yodium, disinfektan dengan swab alkohol secara melingkar di daerah yang akan dilakukan insersi jarum,kemudian bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat jelas vena profunda. Pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit diatas pembuluh darah. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas pada sudut 2 – 45 derajad kemudian tusuk kulit tapi tidak langsung ke vena. Turunkan sudut menjadi 10 – 20 derajat atau sampai hampir sejajar dengan kulit, kemudian masuk vena. Jika Tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum. Lepaskan turniquet dan sambungkan selang infus kemudian buka klem sehingga memungkinkan tetesan. Lakukan penyisipan bantalan kasa stril ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung kateter dan rekatkan dengan kuat jarum dengan kulit menggunakan plester. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester transparan. Letakkan selang IV ke atas balutan. Tutup balutan sesuai dengan kebijakan dan prosedur rumah sakit. Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanule, tanggal dan inisial kemudian hitung kecepatan tetesan infus dan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
38
atur aliran infus. Dokumentasi tempat, jenis, ukuran kanule, waktu, larutan, kecepatan IV respon pasien terhadap prosedur.
2.8 Aplikasi Family Centered Care dalam pemasangan infus Anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan keterlibatan orang tua dalam perawatan anak. Perpisahan anak dan orang tua ketika dirawat dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak. Anak mengalami kecemasan yang tinggi ketika dirawat di rumah sakit begitu juga orang tua menjadi stres, stres orang tua dapat menyebabkan distress pada anak. Perawatan anak yang berkualitas, keterlibatan keluarga dalam perawatan anak merupakan satu kesatuan dalam proses perawatan. Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak disebut dengan istilah Family Centered Care (FCC). FCC merupakan konsep dasar yang menjadi pedoman dalam kolaborasi perawatan anak.
FCC merupakan konsep yang digunakan untuk merencanakan, memberi asuhan keperawatan dan mengevaluasi asuhan pelayanan yang diberikan berdasarkan pada hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antar anggota kesehatan, pasien dan keluarga (Hockenbery & Willson, 2009; Potts & Mandelco, 2007). FCC adalah merupakan cara merawat anak dan keluarga dalam pelayanan kesehatan yang menjamin perawatan yang direncanakan melibatkan seluruh keluarga, bukan hanya individu anak/ orang tua dan semua anggota keluarga diakui sebagai penerima perawatan (Shields, Pratt & Hunter, 2006).
Prinsip dukungan keluarga merupakan pernyataan keyakinan tentang bagaimana dukungan dan pemberdayaan keluarga harus dilibatkann dalam FCC (Weissbour, 1987 dalam Dunst & Paget, 1991) ada enam prinsip dalam FCC yaitu meningkatkan kepedulian masyarakat, mengaktifkan sumberdaya dan dukungan, tanggung jawab dan kolaborasi secara bersama, melindungi integritas keluarga, memperkuat fungsi keluarga dan proaktif dalam praktek pelayanan.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
39
Keterlibatan keluarga dalam prosedur pemasangan infus diantaranya memberikan pendidikan dan instruksi terkait dengan peralatan dan lokasi pemasangan, terapi intravenous yang diberikan, pengendalian infeksi dan rencana
perawatan,
pengobatan
atau
potensial terapi
terjadinya (Dougherty,
komplikasi
terkait
dengan
2008).
Perawat
harus
mendokumentasikan informasi yang diberikan kepada pasien dan pengasuh didalam lembar catatan asuhan keperawatan (Weinstein, 2007). Pendidikan yang diberikan harus sesuai dengan kode etik dan standar managemen obatobatan. Perawat bertanggung jawab untuk mendidik dan melatih orang tua terutama ditekankan dalam mengelola perawatan intravena. Pemberian informasi pada keluarga dan pasien terlebih dahulu dilakukan pengkajian kemampuan dan kemauan keluarga untuk melakukan terapi IV (Kayley, 2008)
2.9 Teori Comfort Hospitalisasi seringkali menimbulkan kecemasan dan distress bagi anak pada semua tingkatan usia. Adapun yang mempengaruhi distress diantaranya adalah faktor tenaga kesehatan seperti perawat dan dokter, lingkungn yang baru, maupun keluarga yang mendampingi anak selama sakit (Nurasalam, Susilaningrum & Utami, 2005). Selain itu sumber stressor pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah dapat dipengaruhi oleh perubahan pengasuhan, waktu awal sekolah, penyakit yang diderita anak (Potter & Perry, 2009).
Usaha untuk mendukung masalah atraumatikc care, maka diperlukan pendekatan aplikasi teori comfort dari Kolcaba. Berdasarkan teori tersebut, peningkatan kenyamanan dapat diperkuat penerimaan anak dan keluarga untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam mencapai kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Perawat dapat memfasilitasi lingkungan yang mendukung pemulihan dan rehabilitasi dengan memberi support anak/keluarga agar bisa pulih, memberikan rasa aman, melindungi
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
40
dari bahaya dan mampu berpartisipasi dalam perencanaan pengobatan yang sesuai dengan tahap perkembangannya (Kolcaba, 2003).
Menurut Webster (1990, dalam Kolcaba & Marca, 2005)
comfort
didefinisikan dalam beberapa cara yaitu: memberikan ketenangan dalam kondisi distress dan kesedihan, memberikan bantuan dalam kesulitan sehingga membuat nyaman. Suatu keadaan yang mudah dan menikmati ketenangan dengan terbebas dari rasa khawatir, sesuatu yang membuat hidup menjadi mudah, berkurangnnya penderitaan atau kesedihan dan memberikan ketenangan menjadi terinspirasi dalam hidup.
Menurut Tomey & Alligood (2006) teori comfort mempunyai beberapa proses dasar, yaitu; 2.9.1 Health care needs Kolcaba mendefinisikan kebutuhan perawatan kesehatan sebagai suatu kebutuhan untuk memberi rasa nyaman pada suatu kondisi perawatan kesehatan yang penuh dengan masalah dan rasa nyaman tersebut tidak dapat ditemukan dalam sistem pendukung tradisional. Kebutuhan tersebut meliputi: fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan, kebutuhan pendidikan dan pendukung serta kebutuhan konseling keuangan dan intervensinya.
2.9.2 Comfort measures Ukuran rasa nyaman didefinisikan sebagai intervensi keperawatan yang didesain dan ditujukan secara khusus pada penerimaan kebutuhan rasa nyaman, yang termasuk didalamnya adalah kebutuhan fisiologis, sosial, finansial, psikologis, spiritual, lingkungan dan intervensi fisik.
2.9.3 Intervening Variables Intervening Variables adalah kemampuan interaksi yang mempengaruhi presepsi penerimaan terhadap total comfort. Intervening Variables terdiri dari pengalaman masa lalu, usia, sikap,status emosi, sistem pendukung,
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
41
prognosis, finansial dan bagian pengalaman yang menyeluruh dari penerimaan.
2.9.4 Comfort Comfort adalah pengalaman yang didapat saat ini yang dikuatkan oleh pemenuhan kebutuhan terhadap relief, ease dan transcendence dalam empat konteks (fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan). Relief: didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang, Ease: didefinisikan sebagai hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik, Trancendence: dianggap sebagai hal yang menguatkan dan mengingatkan perawat untuk tidak putus asa dalam membantu pasien dan keluarganya untuk mencapai rasa nyaman. Intervensi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
lingkungan,
meningkatkan
dukungan
sosial
atau
menenangkan hati.
Tipe kenyamanan lainnya menurut Kolcaba adalah, physical yaitu berkaitan dengan sensasi tubuh, psychospiritual berkaitan dengan kesadaran diri, termasuk penghargaan, konsep diri, seksual dan arti hidup, Environment berkaitan dengan lingkungan eksternal, kondisi dan pengaruh dari luar, sosial, berkaitan dengan interpersonal, keluarga dan hubungan sosial
2.9.5 Health Seeking Behavior Health Seeking Behavior merupakan perilaku dimana keluarga dan pasien bersama-sama secara sadar maupun tidak sadar mencari
pelayanan
kesehatan yang optimal, perilaku mencari kesehatan dapat secara internal, eksternal atau kondisi meninggal dengan damai.
2.9.6 Institusional Integrity Institusional Integrity adalah kualitas dan status organisasi perawatan kesehatan seperti penyedia pelayanan yang lengkap, menyentuh, terlihat, lurus,profesional dan berdasarkan etik
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
42
2.10 Kerangka teori Berdasarkan tinjauan teori yang telah dijabarkan dalam studi kepustakaan, maka penulis secara sistematis membuat kerangka teori yang digambarkan dibawah ini
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Distress orang tua
Anak sakit
Dipengaruhi oleh : Usia Jenis kelamin Pengalaman dirawat sebelumnya
Perawatan di Instalasi gawat darurat
Pemasang an Infus
Hospitalisasi : Perpisahan Pengendalian diri Nyeri Cedera
Distress anak
FCC
Dekapan dan posisi duduk
Teori comfort
Kesejahteraan Sumber: Tommy & Alligood (2006) James & Ashwill (2007), Hockenbery (2009)
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
43
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Sastroasmoro & Ismael (2010) menyatakan variabel merupakan atribut seseorang/objek yang memiliki variasi antara satu dengan yang lain atau salah satu objek dengan objek yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: dekapan dan pemberian posisi duduk, sedangkan variabel terikat adalah distress. Variabel bebas pada kelompok kontrol: prosedur standar yaitu posisi supinasi. Variabel perancu adalah usia, jenis kelamin, yang melakukan dekapan, pengalaman sakit dirawat sebelumnya.
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Dekapan dan posisi duduk Distress
Prosedur standar/ posisi terlentang Variabel perancu 1. 2. 3. 4.
43
Jenis kelamin Usia anak Yang mendekap Pengalaman sakit dirawat sebelumnya
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
44
3.2 Hipotesis Rumusan hipotesa dalam penelitin ini adalah sebagai berikut 3.2.1.Hipotesis mayor : Distress anak lebih rendah setelah dilakukan dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk pada anak saat dilakukan pemasangan infus 3.2.2. Hipotesis minor 3.2.2.1 Ada perbedaan distress anak saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol 3.2.2.2.Ada pengaruh jenis kelamin, usia, pengalaman dirawat sebelumya terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus.
3.3
Definisi Operasional Tabel 3.3 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, hasil Ukur, Skala Pengukuran
N o
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur/ Hasil Ukur Instrumen
Skala
Variabel Dependen 1.
Dekapan Pemberian pelukan Observasi keluarga dan anak sebagai posisi duduk restraint dan anak duduk dengan posisi di pangku. Punggung anak didepan dada orang yang memangku, pandangan anak kearah depan, tangan anak yang tidak dominan anak mengarah meja tindakan. Tangan pemangku mendekap melingkar kearah depan badan anak
1 = Ya 0 = tidak
nominal
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
45
N o
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur/ Hasil Ukur Instrumen
Skala
Variabel Dependen 2
3
Score distress
Karakteristik a. Jenis Kelamin
b. Usia
c. Yang mendekap
d. Pengalaman dirawat sebelumnya
Respon yang Children ditunjukkan anak Fear Score terhadap nyeri dan takut yang dirasakan saat dilakukan pemasangan infus Variabel Perancu
Dinilai mengguna kan gambar Skala 0 – 4
Interval
Identifikasi kelamin Kuesioner saat Kelahiran
0= Perempuan 1 = Laki laki
Nominal
Umur anak saat kuesioner dilakukan penelitian berdasarkan tanggal lahir dihitung sampai saat pengambilan data Orang yang Kuesioner melakukan dekapan pada anak saat dilakukan pemasangan infus Penilaian memori Kuesioner anak yang pernah menjalani perawatan di rumah sakit sebelum sakit yang sekarang
Umur Interval dalam tahun
1 = Ibu 2 = Ayah 3= Pengasuh
Nominal
0 = Tidak Nominal dirawat 1 = dirawat
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
46
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Dharma (2011) menjelaskan desain/ rancangan penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “ Quasi experimental post test non equipvalent with control group” dengan intervensi dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk pada anak pra sekolah dan usia sekolah yang dilakukan pemasangan infus pada pada kelompok intervensi dan penelitian ini juga membandingkan pemberian posisi standar pada anak usia pra sekolah dan sekolah dengan pemasangan infus sebagai kelompok kontrol.
Desain penelitian dapat digambarkan pada skema berikut: Skema 4.1 Rancangan Penelitian
R1
O1
Dekapan &
Dibandingkan O1 : O2 : X1
Posisi duduk R2
O2
Kontrol
Keterangan : R1 : Responden penelitian semua mendapatkan perlakukan R2 : Responden penelitian semua mendapatkan perlakukan standar O1 : Post test pada kelompok intervensi O2 : Post test pada kelompok kontrol X1 : Perbedaan score distress pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol 46
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
47
4.2 Populasi dan sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan kuantitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usai prasekolah dan sekolah (usia 3 sampai 12 tahun) yang datang di ruang gawat darurat RSAB Harapan Kita Jakarta. . 4.2.2 Sampel Sampel diidentifikasikan sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi (Sugiyono, 2007). Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling, yaitu suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011).
Pada penelitian quasi eksperiment yang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol, mempunyai ketentuan syarat sampel homogen pada kedua kelompok, sehingga diperlukan kriteria sampel penelitian. Menurut Dharma (2011) kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria inklusi adalah kriteria yang harus dimiliki oleh individu dalam populasi untuk dapat dijadikan sampel dalam penelitian. Sedangkan kriteria ekslusi adalah kriteria yang tidak boleh dimiliki oleh sampel yang dipakai dalam penelitian.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Anak usia prasekolah dan sekolah b. Anak diberikan intervensi pemasangan infus c. Anak datang diantar orang tua atau pengasuh d. Anak dilakukan tindakan pemasangan infus di ruang gawat darurat
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
48
e. Orang tua/ pengasuh bersedia mendampingi anak selama tindakan f. Orang tua/ pengasuh bersedia menandatangani surat pernyataan kesediaan terlibat dalam penelitian
Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah : a. Anak dalam pengawasan khusus ( Kesadaran menurun, GCS < 8) b. Anak yang menderita Penyakit DHF grade IV, Thalasemia, Leukemia, Diare dehidrasi berat.
Sugiyono
(2011) untuk
penelitian
eksperimen
sederhana
yang
menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat menggunakan masing masing 10 – 20 sampel. Dahlan (2011) untuk penelitian eksperimen penentuan sampel pada penelitian analisis numerik tidak berpasangan apabila tidak ada kepustakaan sebelumnya maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan 10 – 20 sampel. Peneliti menggunakan 30 sampel dalam penelitian ini. Peneliti mengambil responden sebagai kelompok intervensi terlebih dahulu kemudian baru responden untuk kelompok kontrol.
4.3 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSAB Harapan Kita Jakarta. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan untuk kasus penyakit anak di wilayah Jakarta. Pada tahun 2011 terdapat 5056 kasus anak dirawat di rumah sakit tersebut. Pada rumah sakit tersebut pemasangan infus di IGD masih menggunakan prosedur standar yaitu memposisikan anak tidur supinasi saat pemasangan infus.
4.4 Waktu penelitian Penelitian ini terdiri tahap penyusunan proposal dilaksanakan dari bulan februari
sampai
pertengahan
Mei
2012.
Tahap
pengambilan
data
dilaksanakanan bulan Mei – pertengahan Juni 2012. Tahap penyusunan laporan hasil pada bulan Oktober – Desember 2012.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
49
4.5 Etik Penelitian Peneliti mengajukan uji etik pada Komite Etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Menurut Pollit dan Beck (2005) terdapat empat prinsip utama dalam etika penelitian keperawatan yaitu, 4.5.1
Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (Respest for Human Dignity) Penelitian yang dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Responden mempunyai hak asasi untuk memilih ikut atau menolak dalam penelitian (autonomy). Dalam penelitian tidak akan ada paksaan untuk menjadi responden. Responden diberikan hak untuk mendapatkan informasi terkait tujuan penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko, keuntungan serta kerahasiaan informasi. Responden diberikan informasi tentang tindakan yang akan dilakukan. Orang tua responden perlu mendapatkan lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian
yang harus ditanda tangani karena responden masih
dibawah umur. Sehingga perlu terbina hubungan saling percaya antar responden, orang tua responden dan peneliti.
4.5.2. Prinsip menghomati privasi dan kerahasiaan subjek (Respect for privacy and confidentiality) Responden
penelitian
mempunyai
privasi
dan
hak
asasi
untuk
mendapatkan informasi. Dalam menjaga kerahasiaan tersebut peneliti mempertahankan anonymity responden dalam pengambilan data dengan mencantumkan inisial/kode pada lembar penilaian maupun data identitas subjek dalam kuesioner penelitian.
4.5.3 Prinsip menghormati keadilan dan inklusivitas (Respest for justice inclusiveness) Prinsip keadilan mengandung pengertian bahwa peneliti memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan responden. Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
50
terlibat dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi dengan menghormati semua persetujuan yang telah disepakati. Anak dan orang tua sebagai responden berhak untuk menentukan pilihan terlibat atau tidak dalam penelitian.
4.5.4 Prinsip memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Balancing harm and benefits) Dalam penelitian ini peneliti mempertimbangkan manfaat dan kerugian dengan meminimalkan resiko berbahaya bagi responden
dan populasi
penelitian dimana hasil penelitian akan diterapkan (benefience). Peneliti tidak melakukan eksploitasi terhadap responden, serta melindungi responden secara fisik maupun psikologinya saat pemasangan infus yaitu dengan mengucapkan terima kasih dan memberikan informasi tentang manfaat dekapan dan posisi duduk setelah dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
4.6 Alat pengumpulan data Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen penelitian berupa kuesioner dan lembar penilaian distress anak 4.6.1 Kuesioner Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data variabel perancu yaitu karakteristik dari responden berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dirawat sebelumnya, siapa yang mendekap. Kuesioner diberikan kepada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
4.6.2 Skala pengukuran distress Distress pada anak akan dinilai menggunakan Children Fear’s Score (CFS) oleh
McMurtry, Chambers dan McGrath
(2011) yang
dikembangkan dari Faces Anxiety Scale (McKinley, Coote dan SteinParbury, 2003) untuk mengukur rasa takut pada anak sedang menjalani prosedur medis. Terdapat lima gambar yang menunjukkan ketakutan anak
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
51
dimulai gambar wajah paling kiri menunjukkan gambar wajah tidak takut sama sekali, wajah sedikit lebih takut sampai wajah yang menunjukkan rasa paling takut. Pada lembar gambar penilaian distress, anak diminta untuk menunjukkan gambar wajah yang sesuai dengan yang mereka rasakan pada saat ini. Score pada skala distress mulai 0 sampai 4. Anak mudah menggunakan skala wajah untuk mentrafsirkan perasaannya daripada menggunakan penilaian skala angka. Anak usai prasekolah sudah dapat mengenal simbul, karakter wajah dibandingkan dengan tingkatan angka (Hockenberry dan Wilson, 2009) 0
1
2
3
4
Cut/fold on Dotted Line ---------------------------------------------------------
Gambar 4.2 Penilaian distres Chidren Fear’s Score
4.7 Prosedur Pengumpulan data Prosedur Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan pengumpulan data primer. Pengumpulan data primer diperoleh melalui kuesioner dan lembar skor distress, Pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian ini terdapat beberapa tahap, yaitu:
4.7.1 Prosedur administrasi Tahap persiapan diawali dengan proses administrasi yaitu mengajukan surat permohonan pengambilan data awal dari dekan Fakultas Ilmu Keperawatan untuk ditujukan pada direktur RSAB Harapan Kita Jakarta, untuk mendapatkan persetujuan.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
52
Tahap administrasi pengambilan data penelitian dimulai dengan membuat surat izin melakukan penelitian dan keterangan lolos uji etik dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, untuk diajukan pada Direktur Utama rumah sakit, Bagian pendidikan dan Penelitian dan Bidang Keperawatan RSAB Harapan Kita.
4.7.2 Prosedur Tehnis 4.7.2.1 Tahap Persiapan Setelah Peneliti mendapat izin penelitian, peneliti meminta izin kepada bagian perawatan dan kepala IGD untuk melakukan sosialisasi penelitian. Penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri berbeda dengan rencana awal yang akan dibantu 2 orang asisten peneliti dalam pengambilan data penelitian. Peneliti bekerjasama dengan kepala IGD untuk menentukan tehnis pelatihan yang akan diberikan terhadap perawat terkait dengan prosedur penelitian. Semua perawat, bidan yang sudah bekerja minimal 2 (dua) tahun di IGD diberikan paparan tentang tujuan penelitian, tehnis pelaksanaan dan demonstrasi kegiatan terdiri dari posisi pengasuh dalam memegang anak, posisi anak, peran keluarga dan posisi perawat saat melakukan tindakan pemasangan infus. Pelaksanaan dilakukan secara bertahap dibagi menjadi 2 tahap disesuaikan dengan jadwal dinas perawat yaitu pada tanggal 3 dan 4 Juni 2012. Setelah paparan terkait penelitian kemudian dilakukan praktek prosedur pemasangan infus oleh perawat dengan memberikan dekapan keluarga dan posisi duduk pada anak sekaligus dilakukan penilain penggunaan lembar skor distress Children Fear’s Score oleh peneliti.
4.7.2.2 Tahap Intervensi a. Pengambilan data sesuai tahap tumbuh kembang anak Pengambilan data pada anak pra sekolah, terlebih dahulu dilakukan pendekatan dengan orang tua, caranya peneliti memberikan informasi terkait dengan rencana penelitian, tujuan dan prosedur tindakan baik pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, apabila keluarga
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
53
sudah menyetujui untuk terlibat dalam peelitian dan keluarga mengetahui prosedur yang akan dilakukan kemudian peneliti baru melakukan pendekatan kepada anak dengan bantuan orang tua. Peneliti melakukan pendekatan menggunakan boneka yang sedang sakit dan memerlukan perawatan dan pemasangan infus. Sedangkan pada anak usia sekolah, memberikan informasi tentang tujuan dan prosedur yang akan dilakukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol kepada anak bersama dengan orang tua.
b. Kelompok Intervensi Peneliti mendapat responden di IGD yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian, jika responden sudah sesuai dengan kriteria inklusi maka pengasuh / orang tua akan diminta kesediaannya untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian dengan menjelaskan tujuan penelitian, manfaat dan dampak penelitian terhadap responden dan pengasuh/orang tua. Selanjutnya peneliti melakukan memberikan lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian yang dilakukan secara
tertulis
persetujuan
terhadap
mengikuti
pengasuh/orang penelitian.
Peneliti
tua
sebagai
meminta
bentuk keluarga
responden untuk mengisi kuesioner yang berisi tentang data diri responden dan keluarga kemudian orang tua dijelaskan cara yang harus dilakukan saat dekapan anak dan posisi duduk saat dilakukan tindakan pemasangan infus.
Sebelum pelaksanaan kegiatan anak diminta untuk memilih, siapa orang tua atau pengasuh yang membantu dalam pemasangan infus termasuk membantu mendekap dan memangku anak. Setelah semua peralatan siap maka pengasuh/ orang tua di minta duduk dan responden di pangku dengan posisi dada pengasuh/ orang tua dibelakang punggung anak, tangan pengasuh/orang tua melingkar di sekitar bahu atau lengan bawah. Anak menghadap meja/tempat tidur tindakan, tangan yang tidak dominan diulurkan ke meja/ tempat tidur
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
54
tindakan sebagai lokasi insersi jarum infus. Anak ditawarkan untuk tetap melihat kegiatan dan dianjurkan untuk melakukan nafas dalam bila timbul rasa nyeri selama kegiatan berlangsung, anggota keluarga yang lain tetap diizinkan untuk berada di dalam kamar tindakan. Saat tindakan berlangsung anak diajak bercerita dan di jelaskan tindakan distraksi yang sedang dilakukan. Setelah sekitar 10 menit dilakukan prosedur
tindakan
pemasangan
infus,
anak
diminta
untuk
menunjukkan gambar pada lembar penilaian distress menggunakan Children Fear’s Score yang sesuai dengan perasaan yang dialami selama pemasangan tanpa intervensi dari pengasuh/orang tua.
2. Kelompok kontrol Peneliti menentukan responden di Instalasi Gawat Darurat yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian, Jika responden sudah sesuai dengan kriteria inkusi maka pengasuh / orang tua akan diminta untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian dan menjelaskan tujuan penelitian, manfaat dan dampak penelitian terhadap responden dan pengasuh/orang
tua.
Selanjutnya
peneliti
memberikan
lembar
persetujuan keikutsertaan dalam penelitian yang secara tertulis terhadap pengasuh/orang tua sebagai bentuk persetujuan mengikuti penelitian. Selama menunggu persiapan alat untuk prosedur pemasangan infus, responden diberi perlakuan standar sesuai dengan prosedur di rumah sakit yaitu tidur di tempat tidur tindakan. Responden dan keluarga di jelaskan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan restraint yang diberikan dan keluarga diminta untuk menemani anak selama tindakan dilakukan atau disesuaikan dengan prosedur rumah sakit. Orang tua dijelaskan lokasi yang perlu dilakukan restraint supaya imobiisasi efektif dan aman saat dilakukan pemasangan infus.
Setelah peralatan sudah tersedia, anak diposisikan tidur supinasi dan di beri restraint dari keluarga. Infus dipasang pada tangan yang tidak
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
55
dominan. Jika anak sudah siap maka tindakan insersi dilakukan pada anak dan keluarga siap untuk memberikan restraint. Anak diberi kesempatan untuk melihat prosedur tindakan pemasangan infus. Setelah 10 menit prosedur tindakan selesai, kemudian responden diminta untuk menunjukkan gambar pada lembar penilaian distress menggunakan Children Fear’s Score yang sesuai dengan perasaan yang dirasakan selama prosedur tindakan pemasangan infus tanpa intervensi dari pengasuh/orang tua
4.8 Pengolahan dan Analisis Data 4.8.1. Pengolahan Data Setelah pengambilan data selesai maka data dilakukan pengolahan dengan cara editing, coding, entry data, cleaning (Hastono, 2007: Dahlan, 2008), Adapun acara tersebut adalah : a. Editing: Peneliti melakukan pengecekan terhadap kuesioner yang sudah diberikan, kejelasan penulisan jawaban, relevansi dengan pertanyaan. Jika ditemukan penulisan jawaban kuesioner yang tidak lengkap, tidak jelas atau tidak relevan dengan pertanyaan, peneliti mengklarifikasi kepada responden.
b. Coding: Peneliti memberi kode pada setiap komponen variabel agar mempermudah dalam proses tabulasi dan analisis data. Pada kelompok intervensi, peneliti memberi kode A dan diikuti nomor urut responden (A1,2,3.dst). Pada kelompok kontrol, peneliti memberi kode B dan iikuti
nomor
urut
responden
(B1,2,3
dst).
Pengkodean
juga
dilaksanakan pada setiap item pertanyaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan peneliti untuk mempermudah melakukan analisis.
c. Entry Data: Peneliti akan melakukan pemprosesan data, agar data yang sudah di entry dapat dianalisis. Proses yang dilakukan dengan mengentry data dari kuesioner dan lembar gambar ke paket program komputer.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
56
d. Cleaning:
Peneliti akan melakukan pengecekan kembali data yang
sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah dipastikan sudah tidak terjadi kesalahan, maka dilakukan analisis data sesuai dengan jenis data.
4.8.2
Analisis Data
4.8.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik responden, variabel dependen dan variabel independen. Hasil analisis data numerik menunjukkan nilai mean, median, standar deviasi sedangkan data katagorik menggunakan frekuensi dan proporsi masing-masing variabel.
4.8.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk uji sesuai dengan jenis datanya. Adapun uji analisis bivariat yang digunakan peneliti untuk mengetahui perbedaan distress anak saat dilakukan pemasangan infus dengan dekapan dan posisi duduk terhadap pasisi standar.
4.8.2.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat bertujuan untuk mengatahui hubungan beberapa variabel independen dengan variabel dependen ( umumnya satu variabel dependen) (Hastono, 2007). Analisis multivariat yang digunakan peneliti adalah ancova. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui peranan variabel independen terhadap variabel dependen baik melalui prediksi maupun melalui perbedaan dapat diidentifikasikan secara bersamaan (simultan). Pengujian digunakan sebagai bagian dari bentuk kontrol terhadap variabel – variabel
ekstra yang turut mempengaruhi keluaran perlakuan yang
diberikan, upaya kontrol yang dilakukan adalah kontrol secara statistik. (Widhiarso, 2011)
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
57
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik reponden meliputi usia, jenis kelamin, dekapan, pengalaman dirawat sebelumnya, score distress. Karakteristik responden yang berbentuk data numerik (usia dan score distress) dianalisis dan di deskripsikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi. Sedangkan untuk data kategorik (jenis kelamin, dekapan, pengalaman dirawat sebelumnya) dianalisis dan di deskripsikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan pengalaman dirawat, data yang dihasilkan merupakan data katagorik dan disajikan setelah dianalisis dalam bentuk data jumlah atau prosentase pada tiap variabel. dapat dilihat pada tabel 5.1, sedangkan distribusi responden berdasarkan umur dan skor distress, data yang didapatkan merupakan data numerik dilihat di tabel 5.2.
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Dekapan keluarga dan Pengalaman dirawat Sebelumnya di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012 No Variabel
1
2
3
Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan Pengalaman di rawat sebelumnya Tidak Ya Dekapan Ayah Ibu
Klp Intervensi (n= 10) N %
Klp Kontrol ( n =20 ) n %
6 4
60 40
13 7
65 35
7 3
70 30
10 10
50 50
3 7
30 70
0 0
0 0
57 Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
58
Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin seperti pada tabel 5.1, pada kelompok intervensi paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 60%, begitu juga pada kelompok kontrol paling banyak laki-laki yaitu 65%. Sedangkan berdasarkan pengalaman dirawat anak sebelumnya, pada kelompok intervensi terdapat 30 % responden pernah dirawat dan 70 % responden belum pernah dirawat sedangkan pada kelompok kontrol masing masing terdapat 50% responeden yang pernah dirawat sebelumnya dan 50% responden yang belum pernah dirawat. Menunjukkan distribusi dekapan pada kelompok intervensi. Dekapan yang dilakukan pada ibu sebanyak 7 (70%) lebih banyak dibandingkan dekapan yang dilakukan oleh ayah sebesar 3 (30%). Pada kelompok kontrol tidak dilakukan penilaian dekapan anak saat dilakukan pemasangan infus.
Tabel 5.2 Hasil Analisis Umur dan Skor Distres Responden Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita Bulan Mei – Juni 2012
variabel
kelompok
n
Mean
Median
SD
Min
-
95% CI
Mak Intervensi
10
5,28
4,0
3,00
3,0 – 11,9
3,13 – 7,43
Kontrol
20
6,92
6,0
2,65
3,5 - 12
5,68 – 8,17
Skor
Intervensi
10
2,30
3,00
1,16
1-4
1,47 – 3,13
distress
Kontrol
20
3,25
4,00
0,96
1-4
2,80 – 3,70
Usia
Berdasarkan pada tabel 5.2, rerata usia respoden anak pada kelompok intervensi adalah 5,28 tahun, (95%: 3,13 – 7,43) dengan standar deviasi 3. Usia paling muda adalah 3 tahun dan paling tua adalah 11,9 tahun. Rerata usia respoden anak pada kelompok kontrol adalah 6,92 tahun, (95%CI: 5,68- 8,17) dengan standar deviasi 2,65. Usia paling muda adalah 3,5 tahun dan paling besar adalah 12 tahun.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
59
Skor distress yang dinilai adalah respon anak saat dilakukan pemasangan infus dikaji menggunakan Children Fear’s Score (CFS). Skor distress responden antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol ditunjukkan pada tabel 5.2
Berdasarkan tabel 5.2, proporsi skor distress pada kelompok intervensi mempunyai rerata 2,30 (95 % CI: 1,47 – 3,31 ) dengan standar deviasi 1,160. Sedangkan pada kelompok kontrol mempunyai nilai rerata 3,25 ( 95% CI: 2,80 – 3,70) dengan standar deviasi 0,967.
5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan perbedaan skor distress antara kelompok yang diberikan dekapan sebagai kelompok intervensi dan kelompok yang diberikan perlakukan standar sebagai kelompok kontrol.
5.2.1 Uji Normalitas Sebelum dilakukan uji bivariat dilakukan uji normalitas sebagai syarat mutlak untuk uji t dependen maupun t independen. Jika ditemukan data yang berdistribusi normal maka syarat uji t terpenuhi. Peneliti melakukan uji normalitas untuk data yang berskala numerik, yaitu data usia anak dan
skor distress. Peneliti
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan apabila data berdistribusi normal apabila didapatkan p value > 0,05 Tabel 5.3 Gambaran Normalitas Skor Distress dan Umur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012 Variabel Score distres Umur
n 30
Mean 2,93
SD 1,112
Z score 1,267
30
6,38
2,835
0,841
Pada penilaian menggunakan uji statistik Kolmogorov–Smirnov, Z skor diperlukan data kumulatif jumlah responden pada variabel skor distress dan Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
60
variabel umur. Uji ini penting untuk menentukan uji tes parametrik dan hasil penelitian benar telah mewakili populasi sehingga hasil penelitian dapat dilakukan generalisasi pada populasi. Pada variabel skor distress menunjukkan hasil nilai z: 1,267 (p > 0,05). Sedangkan pada variabel umur didapatkan nilai z : 0,841 (p > 0,05). Dari hasil uji statistik Kolmogorov – Smirnov antara variabel skor distress dan variabel umur menunjukkan data terdistribusi normal.
5.2.2. Perbedaan skor distress pada anak saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Perbedaan skor distress dianalisis menggunakan uji t-tes Independen pada anak. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012 Score distres
N
Mean
SD
SE
ρ value
Intervensi
10
2,30
1,160
0,367
0,025
Kontrol
20
3,25
0,967
0,216
Tabel 5.4, menunjukkan bahwa nilai p skor distress sebesar 0,025 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna skor distress pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
5.3 Analisa Multivariat Untuk mengetahui besarnya pengaruh intervensi dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus dengan mengkontrol variabel perancu (umur, jenis kelamin dan pengalaman dirawat sebelumnya) diperlukan analisis ancova. Hasil terlihat pada tabel 5.5
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
61
Tabel 5.5 Hasil Analisis Kovariat Pengaruh Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat Dilakukan Pemasanan Infus di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei – Juni 2012
Parameter
B
Sig.
Partial Eta Squared
Intercept
13,818
0,001
0,172
Dekapan dan posisi
4,693
0,040
0,158
Jenis kelamin
0,110
0,743
0,004
Pengalaman dirawat
0,004
0,947
0,000
0,022
0,883
0,001
duduk
sebelumnya Umur (thn)
Dari tabel 5.5, diatas dapat dilihat bahwa intervensi dekapan keluarga dan posisi duduk memiliki p value: 0,040 artinya ada pengaruh yang signifikan terhadap skor distress setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, umur dan pengalaman dirawat sebelumnya. Besarnya pengaruh intervensi dalam menurunkan skor distress sebesar 15.8% setelah dikontrol oleh variabel lain.
Berdasarkan analisis di atas didapatkan nilai untuk variabel jenis kelamin p: 0,743, sedangkan nilai untuk variabel pengalaman dirawat sebelumnya p: 0,947 dan nilai untuk variabel umur p: 0,883. Dari analisis p > 0,05 untuk setiap variabel perancu di atas maka ketiga variabel perancu tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap skor distress saat dilakukan pemasangan infus pada anak.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
62
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian Interpretasi hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tujuan penelitian yaitu, mengidentifikasi karakteristik anak yang dilakukan pemasangan infus. mengidentifikasi skor distress pada anak setelah dilakukan pemberian dekapan dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi,
mengidentifikasi skor distress pada anak setelah dilakukan
pemberian posisi standar saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol, mengidentifikasi perbedaan skor distress pada anak saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, mengidentifikasi pengaruh karakteristik anak terhadap dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk dalam mengatasi distress anak yang dilakukan pemasangan infus.
6.1.1. Karakteritik responden Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman dirawat sebelumnya, skor distres dan dekapan keluarga khusus diberikan untuk kelompok intervensi.
6.1.1.1 Usia Usia termuda responden pada kelompok prasekolah adalah 3 tahun dan usia paling besar adalah 6 tahun. Menurut perkembangan kognitif (Piaget) anak usia prasekolah masuk ke tahap praoperasional terutama fase pikiran intuitif dimana anak sudah
memiliki
kesadaran
sosial
dan
mampu
mempertimbangkan sudut pandang orang lain, perkembangan simbolis dimana anak sudah belajar mempresentasikan objek yang dilihat menggunakan gambaran dan kata – kata tapi masih bersifat egosentris sehingga stimulan asing yang datang
62
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
63
dianggap akan menyakitkan bagi anak dan mengakibatkan distress (James & Aswiil, 2007; Hockenberry dan Wilson, 2009).
Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Brown, Hart,
Chastin, Schnewels dan Mc Gath (2009) tentang penggunaan PediSedate dan video interaktif pada anak prasekolah yang sedang dilakukan pemasangan infus, lumbal pungsi, jahit luka di ruang Emergensi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan skor distress saat dilakukan tindakan lumbal pungsi, menjahit luka, pemasangan infus dengan diberikan distraksi menggunakan video interaktif dan PediSedate dibandingkan kelompok yang hanya diberikan PediSedate. Pedisedate merupakan farmakologi yang berupa nitrous oxide yang diberikan menggunakan nosepicie.
Anak usia sekolah yang ikut dalam penelitian ini, usia termuda adalah 7 tahun dan usia terbesar adalah 12 tahun. Anak usia sekolah sudah dapat berfikir rasional, imajinatif dan mengenal objek untuk dapat menyelesaikan masalah (Supartini, 2004), sudah mencapai tahap operasional konkret dimana anak mampu menggunakan
proses
pikir,
mengembangkan
pemahaman
hubungan antara hal dengan ide, dapat memberikan penilaian sesuai apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat penilaian sesuai dengan alasan mereka (pemikiran konseptual), sudah mencapai kemandirian dan produktivitas sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman. Anak dapat diajak bekerjasama untuk berkontribusi dalam prosedur intervensi maka dia lebih kooperatif dalam setiap prosedur tindakan yang diterimanya (James & Ashwiil, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Taddio (2009) tentang cara mengurangi distress anak usia prasekolah dan usia sekolah menggunakan posisi duduk saat dilakukan vaksinasi.
Hasil
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
64
penelitian tersebut menunjukkan bahwa nyeri akibat suntikan merupakan penyebab distress pada anak dan orang tua, terdapat 25% anak yang lebih besar takut saat dilakukan vaksinasi. Pada anak sekolah merupakan puncak dari perkembangan rasa takut tersebut.
Hasil Analisis multivariat menggunakan uji statistik ancova menunjukkan tidak terdapat pengaruh usia terhadap skor distress (p: 0,883). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Denner, et al (2008) tentang respon empati orang tua terhadap nyeri dan distress pada pasien anak diukur menggunakan Wong’s Baker Scale. Dari penelitian ini memperlihatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia anak dengan skor distress dan tingkat nyeri.
6.1.1.2 Jenis Kelamin Proporsi terbanyak pada karakteristik jenis kelamin yang dilakukan tindakan adalah laki – laki 60% pada kelompok intervensi dan 65% pada kelompok kontrol. Hal ini disesuaikan dengan jumlah responden yang datang ke IGD Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Dari hasl analisis ancova menunjukkan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap skor distress (p: 0,743). Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil
penelitian Sparks, Setliks dan Luhman (2007) dan McMurtry, Noel, Chambers dan McGrath (2011) yang menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan signifikan untuk umur dan jenis kelamin terhadap skor distress anak saat dilakukan pemasangan infus. Hasil tersebut berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi distress anak selama perawatan dirumah sakit adalah jenis kelamin (Hockenberry & Wilson, 2009). Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahat dan Scolovena (2004) menunjukkan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
65
bahwa dampak hospitalisasi lebih banyak muncul pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Hasil analisis pada penelitian tersebut juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tsai (2009) tentang pengaruh Animal Assisted Therapy (AAT).
Penelitian tersebut mendatangkan binatang
kesayangan anak yang bertujuan untuk menghilangkan stress hospitalisasi anak usia 7 – 12 tahun, dari penelitian ini menunjukkan terdapat
hubungan
yang signifikan
antara
karakteristik personal umur, jenis kelamin dan pengalaman hospitalisasi sebelumnya terhadap stres hospitalisasi anak.
6.1.1.3 Pengalaman dirawat sebelumnya Hasil analisis didapatkan terdapat 43,3% responden mempunyai riwayat pernah dirawat sebelumnya. Pengalaman dirawat sebelumnya
membuat anak telah memiliki pengalaman
hospitalisasi dan mengalami tindakan keperawatan dan medis yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Pengalaman tersebut membuat anak menjadi tahu terhadap tindakan yang akan mereka dapatkan sehingga membuat anak menjadi takut dan distress. Anak dapat merefleksikan kembali pengalaman yang membekas sehingga menganggu emosionalnya (Lambrenos & McAtur, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subardiah (2009) yang menunjukkan bahwa pengalaman anak yang dirawat sebelumnya akan mempengaruhi terhadap hospitalisasi
anak. Pengalaman dirawat anak sebelumnya
sebagian besar karena DHF, diare, thypoid dan hepatitis A. Data ini sesuai dengan data rekam medis di RSAB Harapan Kita pada tahun 2011 yang menunjukkan 5056 pasien anak, kasus yang dirawat karena diare sebanyak 1289 kasus, DHF sebanyak 396 kasus.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
66
Proporsi anak yang tidak mempunyai pengalamam dirawat sebelumnya sebesar 70 % pada kelompok intervensi dan 50% pada kelompok kontrol belum pernah mengalami perawatan sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa responden sebagian besar belum pernah mengalami perawatan sebelumnya dan tidak pernah mengalami pengalaman pemasangan infus sebelumnya. anak yang baru pertama kali dirawat menggunakan imajinasinya untuk membayangkan apa yang terjadi saat dilakukan prosedur pemasangan infus. Anak memiliki tingkat kekhawatiran terhadap integritas tubuhnya (Hockenberry & Wilson, 2009). Pemasangan infus merupakan pengalaman baru buat anak, pengalaman yang menyebabkan trauma pada anak akan terekam lama pada memori (Sparks, 2007).
Berdasarkan hasil uji ancova menunjukkan tidak ada pengaruh pengalaman pernah dirawat sebelumnya terhadap skor distress anak (p: 0,947). Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Cohen, Bount, Colen, Bll, Mc Clellon, Bernard (2000), tentang harapan dan kenangan distress anak: efek jangka pendek dan jangka panjang terhadap manajemen sakit. Penelitian tersebut dilakukan pada anak usia sekolah terhadap pengaruh pemberian imunisasi Hepatitis B yang diberikan secara berturut turut selama 3 periode dengan jeda waktu sesuai jadwal pemberian imunisasi. Hasil penelitian tersebut didapatkan tidak ada pengaruh distress anak terhadap pengalaman sebelum dan sesudah pemberian imunisasi pada anak. Cara yang tepat untuk menurunkan distress anak akibat pengalaman dirawat sebelumnya dengan memberikan informasi tentang tindakan dan tujuan dilakukan intervensi tersebut (Ornstein, Manning & Palphrey, 1999).
Hasil analisis ini
berbeda dengan teori yang menyatakan reaksi anak terhadap stres dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sakit
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
67
mereka sebelumnya perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2009).
6.1.1.4 Dekapan keluarga Pada penelitian ini responden didampingi keluarga saat dilakukan pemasangan infus di ruang IGD RSAB Harapan Kita Jakarta. Rumah sakit ini sudah menerapkan filosofi asuhan berpusat pada keluarga atau yang disebut dengan FCC. FCC merupakan cara merawat anak bersama keluarga dalam pelayanan kesehatan yang menjamin perawatan, direncanakan dan melibatkan seluruh keluarga, bukan hanya individu anak atau orang tua termasuk semua anggota keluarga diakui sebagai penerima perawatan (Shields,Pratt & Hunter, 2006). Program ini dapat berlangsung dengan dukungan dari perawat dengan memberikan dorongan, menghargai dan mendukung keluarga untuk meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga, usaha ini dilakukan dengan pemberdayakan
pendekatan dan
pemberian bantuan yang efektif (Duns & Trivette, 1996). Berbagai upaya yang dilakukan perawat untuk membantu mengurangi efek trauma pada anak yang ditimbulkan karena prosedur pemasangan infus, disesuaikan dengan tahapan tumbuh kembang anak yaitu dengan mengembangkan prinsip atraumatic care.
Meminimal perpisahan anak dan keluarga merupakan
salah satu tujuan utama dalam perawatan atraumatic care (Hockenberry & Wilson, 2009). Responden saat dilakukan pemasangan infus didampingi oleh keluarga, terutama pada kelompok intervensi. Pada kelompok intervensi 70% didampingi oleh ibu. Angka kehadiran orang tua pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Isoardi, et al., (2005) yang menunjukkan hasil penelitian
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
68
sebanyak 93,9% (519) dari 553 responden didampingi keluarga selama dilakukan tindakan penusukan vena. 6.1.1.5 Skor distress Hasil analisis uji t – test independen menunjukkan mean skor distress responden penelitian saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol sebesar 3,25. Hal ini berbeda dengan skor distress responden
pada kelompok intervensi yang
sebagian besar mengalami mean skor distress 2,30. Perbedaan skor distress terjadi disebabkan karena pemberian posisi yang nyaman dari orang tua untuk meminimalkan timbulnya distress anak saat dilakukan prosedur pemasangan infus. Immobilisasi ekstermitas pada anak saat dilakukan prosedur akan memberikan rasa aman dan senang serta kenyamanan melalui kontak langsung dengan orang tua dan orang tua ikut berpartisipasi memberikan bantuan positif, posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol (The Children’s Mercy Hospotal, 2012).
Penelitian Heden, Vanessen dan Ljungman (2009) meneliti tentang ekspersi takut, distress dan nyeri terkait dengan insersi jarum pada pemasangan infus di unit Pediatric Oncologi. Responden diberikan intervensi dengan meniup balon sabun atau mendekap bantal dan hasil dari penelitian ini menemukan bahwa ekspresi
nyeri menurun (p<0,001) dan distress anak
menurun (p<0,05). Penelitian Biermeir, Sjorerg, Dole, Eshelman dan Guzzetta (2007), yang mencoba melihat dampak distraksi terhadap nyeri, takut dan distress anak, menunjukkan adanya penurunan rasa takut (p<0,001) dan skor distress (p<0,03).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Basignano dan Bush (2006) bertujuan
untuk
melihat
pengaruh
CD-ROM
terhadap
perkembangan kognitif, takut, perilaku distress dan nyeri pada anak yang mengalami penyakit hematologi yang akan dilakukan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
69
prosedur intravena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CDROM secara signifikan dapat menurunkan takut (p<0,05) namun tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap perilaku distress dan respon nyeri.
6.1.2 Pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap score distress Perawat mulai memberikan intervensi posisi duduk pada anak dapat dilakukan mulai sejak usia 5 bulan, pada prinsipnya anak sudah dapat mengontrol kepala dan tubuhnya (Geise, 2010). Perkembangan motorik anak diawali dengan koordinasi pada kekuatan tulang yang meningkat dengan cepat di usia 3 – 5 tahun sedangkan kemampuan motorik halus di tangan mulai terkoordinasi di usia 3 tahun dan sempurna pada usia 4 tahun (Santrock, 2005).
Hasil analisis pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap skor distress anak yang dilakukan pemasangan infus menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dari rata-rata skor distress anak. Adanya perbedaan yang muncul disebabkan karena posisi duduk dikembangkan untuk memberikan kenyamanan pada anak dan immobilisasi yang cukup untuk keberhasilan prosedur. Pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah anak sudah dapat bekerja sama dan mempertahankan kontrol diri terhadap hal yang dirasa mengancam. Anak yang tenang sebelum pemasangan infus akan membutuhkan waktu yang sedikit dan staf yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang sudah marah dan menolak dilakukan tindakan karena alasan tertentu (Giese, 2010).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang diberikan dekapan keluarga dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus mempunyai skor distress yang lebih rendah p: < 0,05 (p: 0,025) dibandingkan dengan yang diberikan posisi supinasi dan hasil analisis menggunakan Ancova menunjukkan terdapat 15,8%
pengaruh
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
70
dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap rendahnya skor distress
anak setelah dikontrol oleh variable lain. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian
Sparks, Setlik dan Luhman
(2007) yang meneliti tentang dampak dekapan orang tua dan posisi untuk menurunkan distress anak saat dilakukan pemasangan infus dengan
cara pengambilan sampel Random Control menunjukkan
bahwa skor distress anak menurun (p: 0,000) diukur menggunakan Procedure Behavior Rating Scale dan orang tua merasa lebih nyaman dengan posisi duduk. Kehadiran orang tua selama prosedur merupakan kemitraan antara keluarga dan tenaga profesional, hal ini merupakan aplikasi dari FCC. Penelitian yang dilakukan Bauchner, et,al (1996) yang menyatakan kehadiran keluarga tidak berdampak negatif terhadap kinerja medis dan staf yang berada bersama anak mereka serta menunjukkan berkurangnya kecemasan orang tua. Penelitian Kather (2003) dilakukan dengan memberikan posisi duduk dan meniup balon sebelum tindakan pemasangan infus. Setelah kegiatan kemudian dinilai skor nyeri dan skor distress, hasil penelitian menunjukkan skor nyeri dan skor distress pada anak prasekolah menurun. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Cavender, Goff, Hallen dan Guzzeta (2004) yang meneliti tentang efektivitas persiapan orang tua, posisi tegak dan distraksi terhadap tingkat nyeri, takut dan distress pada anak usia 4 – 11 tahun. Pada penelitian tersebuts tidak menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik
tentang efektivitas persiapan orang tua dan posisi tegak
namun terjadi penurunan skor distress pada kelompok eksperimen pada periode selama dan setelah dilakukan prosedur pemasangan infus.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
71
Anak dan orang tua penting diberikan informasi tentang kesiapan prosedur tindakan yang akan dilakukan, alasan mengapa prosedur tersebut diberikan dan hasil yang akan dicapai. Ketidakpastian tentang prosedur dapat meningkatkan distress, rasa takut, kecemasan dan ketegangan pada anak dan orang tua. Perasaan ini dapat membatasi kemampuan anak untuk mengembangkan kontrol terhadap prosedur. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan sesuai dengan tahap tumbuh kembang sangat diperlukan, sehingga anak mudah menerima dan mengerti prosedur yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan Van Aken, et al., (1989), yang menjelaskan bahwa anak dapat memperhatikan apa yang sedang terjadi kepadanya dibandingkan pada anak yang tidak melihat kejadian yang terjadi padanya saat dilakukan pemasangan infus.
6.2 Keterbatasan penelitian 6.2.1. Pasien yang datang ke rumah sakit lokasi penelitian mayoritas adalah kalangan menengah ke atas sehingga ada sebagian orang tua yang tidak mau untuk terlibat dalam penelitian, terlebih lagi karena metode pemasangan infus berbeda dengan kebiasaan yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti menyampaikan informasi tentang metode penelitian dengan hati -hati dan melibatkan anak dan orang tua untuk mengambil keputusan.
6.2.2 Pengambilan responden penelitian terutama kelompok intervensi mengalami hambatan terutama setelah responden kelompok intervensi ke-8 karena keterbatasan keterlibatan keluarga dalam penelitian sebagai kelompok intervensi sehingga dilakukan jeda pengambilan responden untuk kelompok kontrol terlebih dahulu. setelah terpenuhi jumlah pada responden kelompok kontrol dilanjutkan pengambilan responden untuk kelompok intervensi.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
72
6.3 Implikasi penelitian 6.3.1.Implikasi terhadap pelayanan keperawatan Implikasi penelitian terhadap pelayanan keperawatan adalah dapat memberikan dasar praktek
berbasis
bukti ilmiah (Evidence based
practice) pada praktisi pelayanan terutama praktisi keperawatan anak dengan menerapkan prinsip atraumatice care pada saat melakukan pemasangan infus. Praktik intervensi dekapan keluarga dan posisi duduk pada saat pemasangan infus memberikan respon positif dengan menurunnya distress anak.
Pengalaman traumatik yang terjadi pada anak dan orang tua saat masuk di unit gawat darurat terlebih saat dilakukan pemasangan infus. Intervensi psikologik diperlukan untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan terkait dengan pengalaman tersebut. Modifikasi pemasangan infus dengan melibatkan dan
bekerjasama dengan keluarga untuk
mendekap dan memberikan posisi duduk, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan mencegah dampak hospitalisasi.
6.3.2 Implikasi terhadap penelitian keperawatan Implikasi terhadap penelitian keperawatan adalah sebagai dasar bagi peneliti lain untuk mengekplorasi dampak hospitalisasi terutama distress anak saat dilakukan pemasangan infus. Pada penelitian ini menggunakan dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus sehingga diharapkan peneliti lain dapat melakukan penelitian tentang dekapan keluarga dan posisi duduk dalam intervensi keperawatan yang lain misalnya pemasangan kateter, NGT.
6.3.3 Implikasi terhadap pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan dan meningkatkan aplikasi teori comfort bagi mahasiswa keperawatan khususnya keperawatan anak. Konsep comfort dapat dikembangkan dengan adanya penelitian ini. Untuk pendidikan
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
73
keperawatan diharapkan dapat
memapaparkan pentingnya dekapan
keluarga dan posisi duduk dalam melatih skill mahasiswa di laboratorium keperawatan.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
74
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN 7.1.1. Umur responden antara 3 – 12 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak, pada saat dilakukan pemasangan infus, responden di dampingi keluarga terutama ibu dan sebagian besar tidak mempunyai pengalaman dirawat sebelumnya.
7.1.2. Rata-rata score distress anak pada usia 3 – 12 tahun yang dilakukan dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dulakukkan pemasangan infus lebih rendah dari anak yang tidak diberi dekapan keluarga dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus p < 0,05 (p: 0,025). Pengukuran menggunakan penilaian distress Children Fear’s Score (CFS) dengan skala 0-4.
7.1.3 Ada pengaruh pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress anak yang dilakukan pemasangan infus. Anak yang dilakukan dekapan keluarga dan posisi duduk mempunyai pengaruh sebesar 15,8% setelah dikontrol variabel jeis kelamin, umur dan lama rawat.
7.2 SARAN 7.2.1. Bagi institusi pelayanan 7.2.1.1. Pihak rumah sakit sebagai pemegang kebijakan hendaknya memberikan
kesempatan
kepada
perawat
untuk
dapat
menerapkan
hasil penelitian ini saat melakukan tindakan
pemasangan infus sebagai tindakan untuk mengeliminasi dampak hospitalisasi dan menurunkan distress anak.
7.2.1.2 Perawat yang bertugas di Unit Gawat Darurat diharapkan dapat melakukan tindakan pemasangan infus bekrjasama dengan keluarga dalam hal ini restrain anak dengan dekapan dan posisi 74
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
75
duduk sehingga keluarga merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk anaknya.
7.2.2 Bagi penelitian 7.2.2.1
Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk penelitian lebih lanjut di lingkup keperawatan anak baik di institusi pelayanan dan pendidikan dengan mengedepankan konsep comfort
7.2.2.2. Diharapkan penelitian lanjutan penerapan dekapan keluarga dan posisi duduk dengan sampel yang lebih banyak, tempat yang berbeda dan intervensi lain misalnya, NGT dan pemasangan kateter pada anak.
Universitas Indonesia
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Advisory Comminite on Immunization Practice (2002). Program Imunisasi. Desember, 26, 2010. Hppt: www.smallcrab.com. Axellin, A., Salanter, S., Kiriavainen, J., & Lehtonen, L. (2009). Oral glucosa and parenteral holding preferable to apoid to apoid in pain management in preterm infants. Clin. J Pain, 25 (2): 138 - 145 Basignano, A., & Bush,J.P. (2006). Distress pediatric hematology oncology pattents undergoing intravenous procedures: Evaluation of a CD-ROOM intervention. Children’s Health Care, 35(1), 61-74. Bauchner, H., Vinci, R., Bak, S., Pearson, C., & Corwin, M. (1996). Parents and procedures : A randaomized controlled trial. Paediatric, 98, 861-867. Biermeir, A., Siaberg, I., Cale, J.C., Eshelman, D., & Guzzetta, C.E. (2007). Effect of distraction on pain, faer, and distress during venous part accecc and venipuncture in children and adolescent with cancer. Pediatric Oncology Nurs. Brenner, M., Parahoo, K., & Taggarart, L. (2007). Restraint in children’s nursing: Addressing the distres. Journal of Children’s and Young People’s Nursing, 1 (4):159 - 162 Brown, S.C., Hart, G., Chastin, D.P., Schneeweiss, M.G., & Mc Grath, P.A. (2009). Reducing distress for children during invasive procedure: randomized cliical trial of effectivieness of the PediSedate. Pediatr Anesth. 19(8) ,725 – 31. Catudal, J. (1999). Pediatric IV therapy: Actual practice. Journal of Venous Access Devices. 4(1), 27-29. Cavender, K., Goff, M., Hallon. E., & Guzzetta, C. (2004). Parent’s positionong and distracting children during venipuncture. Holist Nurs, 22(1),32-56. Cohen, L.L., Blount, R., Colen, R.J., Ball, C.M., McCtellan, C.B, & Bernard, R.S. (2000). Children’s expectation and memories of acute distress: Short and long term efficacy of pain managemant intervention. Pediatric Psychology, 26(6), 367 – 374. Collier. J., & Pattison. H. (1997). Attitude to children’s pain: Exploring the myth. Paediatr Nurs. 9 (10), 15-18. Dahlan, S. (2011). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Dharma, K.K. (2011). Methodologi penelitian keperawatan. Jakarta: Trans info media Dougherty, L.(2008). Obstaining-peripheral venous access. In Dougnerty .L. lamb J (eds): Intravenous therapy in nursing practice, (2nd ed). London: Blacwell Publishing. Dunt, C.J., & Trivette, C.M. (1996). Empowerment, effective helpgiving practices and family centered care. Pediatric Nursing, 22: 334-337 Dunt, C.J., & Peaget, K.D. (1991). Parent – profesional partnerships and family empowerment. In Fine, M.J. (ed). Colaborataive involvement with parent of exceptional children. Clinical psychology publishing Compani Inc. Fallell, M., & Dempsey, J. (2010). Smetzer & Bare’s Textbooks of medical surgical nursing, (2nd ed). Philadhelphia: Lippincont. Fina, D.K., et al. (1997) Parent participation in the postanesthesia care unit: Fourteen years of progress at one hospital. Journal of Peri Anesthesia Nurs 12(3), 152162,. Folkes, K. (2005). Is restraint a form of abuse. Paediatr Nurs 17(6), 41-44. Gallant, P., & Schultz, A.A. (2006). Evaluation of a visual infusion phlebitis scale for determining appropriate discotinuation of peripheral intravenous catheter. Journal of Infusion Nursing, 29: 338 - 345 Gauderer, M., Lorig, J., & Eastwood, D.( 1989)Is there a place for parents in the operating room?, Journal of Pediatric Surgery, 24(7),705-707. Giese, H; (2010), Positioning for comfort, St. Joseph Children Hospital, maret 3, 2012 dari http://ministryhealth.org. Graham, P., & Hardy, M. ( 2004). The immobilization and restraint of pediatric patients during plain film radiographic examination. Radiography, 10: 23 – 31 Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Heden, L., Vanessen, L., & Ljungmang. G. (2009). Randomized intervetiens for needle procedures in children with cancer. European Jaournal of Cancer 18 , 358 – 363. Hockenberry, et al. (2012) Clinical Manual of Pediatric Nursing (8th ed). St.Louis Missauri: Elvier Mosby.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Hockenberry. & Wilson. D. (2009). Essensial of pediatriac nursing. St.Louis: Mosby year book. Isoardi, J., et al (2005). Witnessing invasive paediatric procedures including resusitatio in the emergency departement: A parental preceptive. Emergency medicine Australasia, 17 (3). James, S.R., & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children principles & practice (3th ed). St.Louis Missauri: Elvier Mosby. Jeffrey, K. ( 2002). Therapeutic restrain of children. Paed, 14(9): 20-22 Joseph, A., & Ulrich, R. (2007). Sounth control for improved outcomes in healthcare setting. Januari 2007; diunduh April 15, 2012 dari http://www.healthdesign.org; Joint Commission on the accreditaion of Healthcare Organisation. (2002). Comprehensive Accreditation Manual for Hospital. Illinois: Oakbrook Terrace. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Profil kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan RI (2010). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kolkaba, K. (2010). Comfort. Diakses pada tanggal maret 12, 2012. Kollaba. K., & Dimerco, M.A. (2005). Comfort theory and application to pediatric nursing. Paediatric Nursing, 31. Koller, D. (2008). Child’s life assesment: Variabel associated with a child’s ability to cope with hospitalization. Canada: Child life concil. Lamantagna, L.L., Wells, N., Heptworth, J.T., Johnson, B.S., & Mones, R. (1999). Parent coping and child distress behaviour during invasive procedures for childhood cancer. Pediatr Oncol Nurs, 16(1), 3-12 Lambrenos, K., & McArthur, E. (2003). Introducting a clinical holding policy. Paediatric Nurs, 15(4), 30-3. Leifer, G. (2011). Introduction Maternity & Pediatric Nursing; South-East Asia Edition (6th . St.d). St Louis Missauri: Elvier Mosby.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Mascardino, U., & Axia, G. (2006). Infant’s response to arm restraint at 2 and 6 months: A longitudinal study. Infant behav, 29(1),59-69. Mercer, J. (2009). Psycology to day. Maret 12, 2012. http: www.psychologytoday.com. McKinley, S., Coote, K., Coote, K., & Stein-Parbury, J.S. (2003). Development of anxeity in critically ill patients. Journal of Advanced Nursing, 4: 73-79 McKinley, S., Stein-Parbury, J., Chehelnabi, A., & Lovas, J. (2004). Assessment of anxiety in intensive care patients by using the Faces Anxiety Scale. American Journal of Critical Care, 13, 146–152. McMurtry, C.M., Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.T. (2011). Children’s Fear During Procedural Pain: Preliminary Investigation of the Children’s Fear Scale, Journal of American Psychological Association, 30(6), 780-788. McGrath, P., Forrester, K., Fox-Young, S., & Huff, N. (2002). Holding the child down for treatment in pediatric haematology: the ethical legal & practice implications. Law Med, 19(8):85 - 96 McGrath, P., Huff, N. (2003). Including the father’s prespective inholistic care, part2: Findings on the father’s hospital experence including restraining the child patient for treatment. J holist Nurs, 10(2), 5-10. Muscari, M. (2001). Advanced pediatric clinical assesment skills and procedures. Philadelpia: Lippicott. Nasir, M. & Munith (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmojo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nursalam, Susilaningrum, & Utami. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika Ornstein, P.A., Manning, E.L., & Pelphrey, K.A. (1999). Children’s memory for pain. Developmen behavioral pediatrics, 20, 262-277. Pallt, D.F., & Hugler, B.P. (2005). Nursing research: Principles and methods. Philadelphia: Lippincott.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Penner, L.A., Cline, R.J.W., Albreeth, T.L., Harper, F.W.K. (2008). Parent’s empathic, respones and pain and distress in pediatric patients. Basic and applied sosial psycholoyi. 30, 102-113. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik ,Volume I:Edisi Keempat. Jakarta: EGC. Poott, N. & Mandleco, B.L. (2007). Pediatric Nursing: Caring for children and their families (2nd ed). United states: Thomson-Delmar learning. Price & Gwin (2008). Pediatric nursing: An introductory texs (10th ed). St.Louis Missauri: Elvier Mosby. Pretzlik, U. & Sylva, K. (1999). Paediatric patients' distress and coping: An observational measure. Journal of Arch Dis Child, 81, 528-530. Rutledge, D., Donaldson, N., & Provakoff, D. (2002). Use of retraint, part 1. Acute nonpsychiatric care. Online Journal of Innovation, 6(2), 1-69. Royal Colled of Nursing. (2010). The restraining, holding still and containing young children, guidence for nursing staff. Maret 12, 2012. http: www.rcn.org.uk. Santrock. (2005). Children (8th ed). New York: Mc Graw Hill. Sastroasmara. & Ismed. (2010). Dasar dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Schwartz, M.S. ( 2002). Comfort position for children. Comunity Partnership Group. Mei 12, 2012, http: www.goipg.org. Selekman, J., & Snyder, B. (1996). Uses of and atlternatives to retrains inpediatric setting. Ads Pract Acute Crit Care 7(4), 603- 10. Shields, L., Pratt, J. & Hunter, J. (2006). Family centered care: A review of qualitative studies. Clinical Nursing, 15:1317-1323. Smeltzer,C.S. & Bare, B.G. (2002). Buku ajar Keperawatan Medical Bedah, Vol 2, Edisi 8. Jakarta: EGC. Sunawang (2005). Pengaruh suplementasi zat multi gizi mikro selama masa kehamilan terhadap hasil kehamilan & pertumbuhan bayi. Disertasi. Jakarta:Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia Soetjiningsih.(1998).Tumbuh kembang anak. Jakarta :EGC.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Subardiah, P.I. (2009). Pengaruh permainan terhadap kecemasan, kehilangan kontrol dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Tesis (tidak dipublikasikan). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Sugiyono (2007). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono (2011). Metodologi penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sulistiyani, E. (2009). Pengaruh pemberian kompres es batu terhadap tingkat nyeri anak prasekolah di RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis (Tidak dipublukasikan). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Unversitas Indonesia. Supartini, Y. (2004). Buku ajar: Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Sparlks, L., Setlik, J., &. Luhman, J. (2007). Parental Holding and Positioning to Decrease IV Distress in Young Children : A Randomized Controlled Trial, Journal of Pediatric Nursing, 22: 6. Stephens, B.K., Borkey, M.E., & Hall, H.R. (1999). Tehcniques to comfort children during stressful procedures. Accid Emerg Nurs, 7(4), 226-236. Taddio, A., et al. (2009). Reducing the pain of chilhood vaccination: An evidence based clinical practice guideline. Diunduh Desember 15, 2012. The Royal Children’s Hospital Melbourne, (2008) "Comfort positioning" during tests or procedures, diunduh 12 Maret 2012 dari http://www.rch.org.au. Tsai, C. (2007). The effect of animal assisted therapi on children’s stress during hospitalizatio. Doctoral desertasi of Phylosopy University of Morlan.School of Nursing. Tomay, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory: Utilization and application. (6th ed) USA: Mossby Elsevier. Tomlinson, D. (2004). Physical restraint during procedures: issuesand implications for practice. Pediatry Onc Nurs, 21(5), 258 – 63. UNICEF (2009). Action for Right of Children (ARS). www.unicef.org, diunduh tanggal desember 9, 2012
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
UNICEF (2012). Resiko kematian ibu dan anak Indonesia masih tinggi walaupun Angka kematian sudah menurun. www.unicef.org/indonesia/id/media, diunduh tanggal Desember 9, 2012 j 15.30. Urbanski, B.L., & Lazenby, M. (2012). Distress among hospitalizied pediatric cancer patients modified by pet therapy intervention to improve quality of life. Pediatric Oncology Nursing, September 29(5), 272-282. Vanaken, M.A., Vanlieshout, C.F., Katz,E.R. & Heezen, T.J. ( 1998). Developmental of behavior distress reaction to acute pain in two culture. Paediatric Psychology, 14, 421-432. Weinstening, S.M. (2007). Complication and intervention. In Plum’s Principle and practice of intervenous therapy (8th ed). Philadhelpia: Lippiccott Williams & Wilkins. Widhiarso, W. (2011). Analisis data penelitian dengan variabel kontrol. hppt:
[email protected]. Diakses februari 14, 2012. Wong, D.L.. & Pasero, C.L. (1997). Using local anesthetics to control procedural pain. American Journal of Nurse 97(1),17.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
LAMPIRAN
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Topik penelitian : Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Terhadap Distres Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus Peneliti : Kustati Budi Lestari NIM
: 1006748620
Status
: Mahasiswa Program Pasca Sarjana Peminatan Keperawatan Anak. Fakultas Ilmu Keperawatan UNIVERSITAS INDONESIA.
Peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk sebagai alternatif tindakan dalam pemasangan infus pada anak. Manfaat penelitian ini bagi orang tua/keluarga/pengasuh akan membantu untuk mengurangi distres anak saat dilakukan pemasangan infus.
Orang tua/keluarga/saudara yang berpertisipasi dalam penelitian ini akan diberikan informasi cara memegang anak saat prosedur pemasangan infus. Anak diposisikan duduk di pangkuan orang tua/keluarga/pengasuh.
Bila selama penelitian ini orang
tua/keluarga/saudara merasa tidak nyaman, maka orangtua/keluarga/ saudara berhak untuk menanyakan kembali atau berhenti dari proses penelitian ini. Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak orang tua/keluarga/ saudara dengan cara menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dan digunakan untuk penelitian. Demikian penjelasan penelitian
ini
disampaikan
dan
peneliti
mengharapkan
partisipasi
orang
tua/keluarga/saudara untuk dapat bergabung dalam penelitian. Atas kesediaannya diucapkan terima kasih. Mei,
2012
Peneliti
Kustati Budi Lestari
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran: 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya (dalam hal ini mewakili keluarga saya) mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Terhadap Distres Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus “. Oleh karena itu, Saya :
Nama
:............................................................. Usia:..... (Tahun)
Hubungan dengan anak :.......................................................
mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat bermanfaat bagi diri saya dan anak. Saya mengerti bahwa resiko yang akan terjadi sangat kecil. Saya berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa adanya hukuman atau kehilangan hak untuk diberikan pelayanan keperawatan yang profesional. Saya mengerti bahwa seluruh data mengenai penelitian ini akan dijamin kerahasiaannnya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian. Dengan penuh kesadaran dan tanpa unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian .
Jakarta,….................2012 Orang
tua
/
pengasuh
Responden
(
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
)
Lampiran 3
KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN No responden : Kode responden : KK
Petunjuk Penelitian a. Bacalah dengan teliti pertanyaan – pertanyaan di bawah ini b. Jawablah setiap pertanyaan dengan kondisi yang ada c. Jawaban di tuliskan di samping pertanyaan
Pertanyaan 1. Nama
:
Usia:
Tahun
2. Tanggal lahir : 3. Jenis Kelamin : 4. Tanggal Masuk: 5. Jam
:
6. Apakah pernah mengalami perawatan sebelumnya : pernah/ tidak , 7. Jika sudah pernah dirawat, berapa kali................. kapan......................................... 8. Dalam perawatan sebelumnya pernah di pasang infus : pernah / tidak 9. Penyakit yang sekarang
:
10. Anak datang didampingi oleh
:
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 4 LEMBAR PENILAIAN DISTRESS DAN POSISI ANAK Kode Responden : Petunjuk pengisian oleh responden I. Lingkarilah pada pernyataan di bawah ini sesuai posisi anak. Posisi anak
1. Duduk
Jika anak duduk, anak didekap oleh :
2. Tidur terlentang
1. Ayah
2. Ibu
3. Keluarga
4. Pengasuh
II. Berikan tanda rumput atau silang di dalam kotak yang terdapat di bawah gambar penilaian anak GAMBAR Chidren Fear’s Score 0
1
2
3
Cut/fold on Dotted Line /lipat di tepat di garis titik titik ---------------------------------------------------------
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
4
Lampiran 5
Foto Pengambilan Sampel
Foto dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus
Foto Kehadiran keluarga saat persiapan pemasangan infus
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 6
PROTOKOL PENELITIAN KELOMPOK INTERVENSI
1.
Perawat menyiapkan format penelitian dan alat-alat yang dilakukan
2.
Perawat menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur pengambilan data
3.
Setelah orang tua setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian, perawat meminta orang tua untuk mengisi dan menanda tangani format informed consent
4.
Pada lembar tulis observasi dan catat
Tanggal dan jam
:
Tuliskan tanggal dan jam pengambilan data
Kode responden/ inisial
:
Untuk responden jika pasien kelompok kontrol maka diberi kode A kemudian ditulis no urut pengambilan data. Contohnya: Amin, responden kelompok intervensi no urut pertama maka ditulis A1
Tanggal lahir / umur
:
Tuliskan tanggal lahir dan umur pasien dalam tahun dan bulan
Jenis kelamin
:
Tuliskan jenis kelamin sesuai dengan responden
Tanggal masuk
:
Tulislah tangal masuk sesuai dengan register penerimaan pasien
Jam
:
Tulislah jam masuk sesuai dengan register penerimaan pasien
Pengalaman di rawat
:
sebelumnya
Tuliskan berapa kali pernah dirawat sebelum perawatan sekarang, kapan dan penyakit yang di derita anak
Pengalaman dipasang infus
:
sebelumnya
Tulislah sesuai pengalaman pemasangan infus sebelumnya
Penyakit yang sekarang
:
Tulislah sesuai dengan diagnosa medis tentang
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
penyakit pasien sekarang
Anak didampingi siapa saat
:
datang di RS
Tulislah yang mendampingi anak saatdatang di RS
Posisi anak
:
Tulislah posisi anak saat dilakukan pemasangan infus
Dekapan dilakukan oleh
:
Tuliskan orang tua yang melakukan dekapan pada anak
Persiapan alat
:
Pasikan program medis untuk terapi IV, periksa label laruan dan identifikasi pasien. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril. Pasang turniquet pada lengan yang sudah dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai. Pilih letak insersi, pilih kanula IV. Terlebih dahulu hubungkan
kantong infus dengan
selang dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk pasien. Posisikan tangan pasien dibawah
ketinggian
jantung
untuk
mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung diatas tempat tidur dibawah lengan pasien.
Persiapan orang tua
:
1. Sebelum
pelaksanaan
kegiatan
anak
diminta untuk memilih, siapa orang tua atau pengasuh yang membantu dalam pemasangan infus termasuk membantu
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
mendekap dan memangku anak. 2. Setelah
semua
peralatan
siap
maka
pengasuh/ orang tua di minta duduk dan responden di pangku dengan posisi dada pengasuh/ orang tua dibelakang punggung anak, tangan pengasuh/orang tua melingkar di sekitar bahu atau lengan bawah. 3. Anak
menghadap
meja/tempat
tidur
tindakan, tangan yang tidak dominan diulurkan ke meja/ tempat tidur tindakan sebagai lokasi insersi jarum infus. 4. Anak ditawarkan untuk
tetap melihat
kegiatan dan dianjurkan untuk melakukan nafas dalam bila timbul rasa nyeri selama kegiatan berlangsung dan anggota keluarga yang lain tetap diizinkan untuk berada di dalam kamar tindakan. Saat tindakan berlangsung anak diajak bercerita dan di jelaskan tindakan distraksi yang sedang dilakukan. Pelaksanaan
:
1. Kebijakan rumah sakit pada pasien saat dilakukaan
pemasangan
infus
untuk
memberikan lidokain sebagai anestesi lokal sebelum insersi jarum. 2. Pasang turniquet baru untuk setiap pasien diatas daerah penusukan, palpasi di daerah distal pemasangan turniquet, 3. pasien diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
menegangkan
lengan
pasien
untuk
melebarkan vena. 4. Pastikan pasien tidak
alergi terhadap
yodium, disinfektan dengan swab alkohol secara melingkar di daerah yang akan dilakukan
insersi
jarum,kemudian
bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat jelas vena profunda. 5. Pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit diatas pembuluh darah. 6. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas pada sudut 2 – 45 derajad kemudian tusuk kulit
tapi
tidak
langsung
ke
vena.
Turunkan sudut menjadi 10 – 20 derajat atau sampai hampir sejajar dengan kulit, kemudian masuk vena. 7. Jika Tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum. 8. Lepaskan
turniquet
dan
sambungkan
selang infus kemudian buka klem sehingga memungkinkan tetesan. 9. Lakukan penyisipan bantalan kasa stril ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung kateter dan rekatkan dengan kuat jarum dengan kulit menggunakan plester. 10. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester transparan. 11. Letakkan selang IV ke atas balutan.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
12. Tutup balutan
sesuai dengan kebijakan
dan prosedur rumah sakit. 13. Beri label balutan dengan jenis dan panjang
kanule,
tanggal
dan
inisial
kemudian hitung kecepatan tetesan infus dan atur aliran infus. 14. Dokumentasi tempat, jenis, ukuran kanule, waktu, larutan, kecepatan IV respon pasien terhadap prosedur Penilaian responden
:
Setelah sekitar 10 menit dilakukan prosedur tindakan pemasangan infus, anak diminta untuk menunjukkan gambar pada lembar penilaian
distress
menggunakan
Children
Fear’s Score yang sesuai dengan perasaan yang
dialami
selama
pemasangan
intervensi dari pengasuh/orang tua.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
tanpa
Lampiran 7 PROTOKOL PENELITIAN KELOMPOK KONTROL 1. Perawat menyiapkan format penelitian dan alat-alat yang dilakukan 2. Perawat menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur pengambilan data 3. Setelah orang tua setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian, perawat meminta orang tua untuk mengisi dan menanda tangani format informed consent 4. Pada lembar tulis observasi dan catat Tanggal dan jam
:
Tuliskan tanggal dan jam pengambilan data
Kode responden/ inisial
:
Untuk responden jika pasien kelompok kontrol maka diberi kode A kemudian ditulis no urut pengambilan data. Contohnya: Amin, responden kelompok intervensi no urut pertama maka ditulis A1
Tanggal lahir / umur
:
Tuliskan tanggal lahir dan umur pasien dalam tahun dan bulan
Jenis kelamin
:
Tanggal masuk
Tuliskan sesuai jenis kelamin responden Tulislah tangal masuk sesuai dengan register penerimaan pasien
Jam
Tulislah jam masuk sesuai dengan register penerimaan pasien
Pengalaman di rawat
:
sebelumnya
Tuliskan berapa kali pernah dirawat sebelum perawatan sekarang, kapan dan penyakit yang di derita anak
Pengalaman dipasang infus
:
sebelumnya
Tulislah sesuai pengalaman pemasangan infus sebelumnya
Penyakit yang sekarang
:
Tulislah sesuai dengan diagnosa medis tentang penyakit pasien sekarang
Anak didampingi siapa saat datang di RS
:
Tulislah yang mendampingi anak saatdatang di RS
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Posisi anak
:
Tulislah posisi anak saat dilakukan pemasangan infus
Dekapan dilakukan oleh
:
Tuliskan orang tua yang melakukan dekapan pada anak
Persiapan alat
:
Pasikan program medis untuk terapi IV, periksa label laruan dan identifikasi pasien. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril. Pasang turniquet pada lengan yang sudah dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai. Pilih letak insersi, pilih kanula IV. Terlebih dahulu hubungkan
kantong infus dengan
selang dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk pasien. Posisikan tangan pasien dibawah
ketinggian
jantung
untuk
mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung diatas tempat tidur dibawah lengan pasien.
Persiapan orang tua
:
1. Responden
dan keluarga di jelaskan
tindakan yang akan dilakukan terkait dengan restraint yang diberikan dan keluarga diminta untuk menemani anak selama tindakan dilakukan atau disesuaikan dengan prosedur rumah sakit. 2. Orang tua dijelaskan lokasi yang perlu dilakukan restraint supaya imobiisasi efektif
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
dan aman saat dilakukan pemasangan inf . Pelaksanaan
:
1. Anak diposisikan tidur supinasi dan di beri restraint dari keluarga 2. Kebijakan rumah sakit pada pasien saat dilakukaan
pemasangan
infus
untuk
memberikan lidokain sebagai anestesi lokal sebelum insersi jarum. 3. Pasang turniquet baru untuk setiap pasien diatas daerah penusukan, palpasi di daerah distal pemasangan turniquet, 4. pasien
diminta
untuk
membuka
dan
menutup kepalan tangan beberapa kali atau menegangkan
lengan
pasien
untuk
melebarkan vena. 5. Pastikan pasien tidak
alergi terhadap
yodium, disinfektan dengan swab alkohol secara melingkar di daerah yang akan dilakukan insersi jarum,kemudian bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat jelas vena profunda. 6. Pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit diatas pembuluh darah. 7. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas pada sudut 2 – 45 derajad kemudian tusuk kulit tapi tidak langsung ke vena. Turunkan sudut menjadi 10 – 20 derajat atau sampai hampir sejajar dengan kulit, kemudian masuk vena.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
8. Jika Tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum. 9. Lepaskan turniquet dan sambungkan selang infus
kemudian
buka
klem
sehingga
memungkinkan tetesan. 10. Lakukan penyisipan bantalan kasa stril ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung kateter dan rekatkan dengan kuat jarum dengan kulit menggunakan plester. 11. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester transparan. 12. Letakkan selang IV ke atas balutan. 13. Tutup balutan sesuai dengan kebijakan dan prosedur rumah sakit. 14. Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanule, tanggal dan inisial kemudian hitung kecepatan tetesan infus dan atur aliran infus. 15. Dokumentasi tempat, jenis, ukuran kanule, waktu, larutan, kecepatan IV respon pasien terhadap prosedur Penilaian responden
:
Setelah sekitar 10 menit dilakukan prosedur tindakan pemasangan infus, anak diminta untuk menunjukkan gambar pada lembar penilaian
distress
menggunakan
Children
Fear’s Score yang sesuai dengan perasaan yang
dialami
selama
pemasangan
intervensi dari pengasuh/orang tua.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
tanpa
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Kampus UI Depok Telp. (021)78849120,78849121 Fax. 7884124 Email:
[email protected]
Nomor Lampiran Perihal
:M£
Web Site: http://www.fikuLac.id
/H2.F12D/PDP.04.00/2012
23 Februari 2012
: Permohonan Ijin Penelitian
Yth. Direktur Utama RSAB Harapan Kita JI S. Parman Jakarta
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Tesis rnahasiswa Program Pendidikan Magister Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) dengan
Peminatan Keperawatan Anak atas nama: Sdr, Kustati Budi Lestari
NPM 1006748620
akan mengadakan penelitian dengan judul "Dampak Kehadiran Orang Tua dan Pemberian Posisi Tarhadap Distress Anak Saat Pemasangan Infus", Sehubungan dengan hal terse but, bersama ini kami mahan dengan horrnat kesediaan Saudara mengijinkan yang bersanqkutan untuk mengadakan penelitlan di RSAB Harapan Kita. Atas perhatian Saudara dan kerjasama yang balk, disarnpalkan terima kasih
t
i
Ternbusan Yth. : 1. Sekretaris FIK-UI 2. Kepala Diklat RSAB Harapan Kita .-l3. Kepala Bidang Keperawatan RSAB Harapan Kita 4. Manajer Pendidikan dan Riset FIK-UI 5. Ketua Program Magisler dan Spesialis FIK-UI 6. Koordinator M.A.Tesis FIK-UI 7. Pertinggal
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
It,,;;;,,... ,·. ' . ._. -:«".' ~7U" '.,~
__
:';'._'_\""
~
-_.
'
....
-
~
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Kempus UI Depok Telp. (021)78849120, 78849121 Feks.7884124
Email:
[email protected] Web Site: www.fik.uLac.id
KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK
Komitc Etik Penelitian, Fakultas llmu Keperawatan Universitas Indonesia dnlnm upaya melindungi hak aznsi Jan kesejahternan subyek pcnelirian kcpcrawatan.
Lelah mcngkaji
dengan teliti proposal berjudul :
Dampnk Dekapau Kclunrga dan Posisl Duduk terhadap Distress Auak Saat Dilakukun Pemasnngan Infus.
Nama peneliti utama : Kustati Budl Lestarl Nama institusi
: Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia
Dan telah menyetujui proposal tersebut.
Jakarta, 8 Juni 2012
Ketua,
Yeni Rustina, PhD
NIP. 19520601197411 2 001
NIP. 19550207 198003 2 001
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013