Hadiah-Andy Ada seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine, Filipina, yang setiap hari ke sekolah mengambil rute melintasi daerah tanah yang berbatuan dan menyeberangi jalan raya yang berbahaya dimana banyak kendaraan yang melaju kencang dan tidak beraturan. Setiap kali berhasil menyeberangi jalan raya tersebut, bocah ini mampir sebentar ke Gereja tiap pagi hanya untuk berdoa. Tindakannya ini selama ini diamati oleh seorang Pastor yang merasa terharu menjumpai sikap bocah yang lugu dan beriman tersebut. “Bagaimana kabarmu Andy? Apakah kamu akan ke sekolah?” sapa Pastor. “Ya Bapa Pastor!” balas Andy dengan senyumnya yang menyentuh hati Pastor tersebut. Dia begitu memperhatikan keselamatan Andy sehingga suatu hari dia berkata kepada bocah tersebut: “Jangan menyeberang jalan sendirian, setiap kali pulang sekolah, kamu boleh mampir ke Gereja dan saya akan menemanimu menyeberangi jalan ramai itu”. “Terima kasih, Bapa Pastor.” “Kenapa kamu tidak pulang sekarang? Apakah kamu tinggal di Gereja setelah pulang sekolah?”. “Aku hanya ingin menyapa Yesus, sahabatku.” Kata Andy.
78
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
Dan Pastor tersebut pura-pura meninggalkan Andy untuk melewatkan waktunya di depan altar, tetapi pastor tersebut bersembunyi di balik altar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andy kepada Yesus, sahabatnya. “Engkau tahu Yesus, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku tidak mencontek walaupun temanku melakukannya. Aku makan satu kue dan minum air yang kubawa dari rumah. Ayahku mengalami musim paceklik dan yang bisa kumakan hanya kue. Terima kasih buat kue itu, Yesus! Tadi aku melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang terakhir buatnya… lucunya, aku jadi tidak begitu lapar. Lihat ini selopku yang terakhir. Aku mungkin harus berjalan tanpa sepatu minggu depan. Engkau tahu sepatu ini akan rusak, tapi tidak apaapa…paling tidak aku tetap dapat pergi ke sekolah. Orang-orang berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang susah bulan ini, bahkan beberapa dari temanku sudah berhenti sekolah, tolong bantu mereka supaya bisa bersekolah lagi. Tolong Yesus. Oh, ya… Engkau tahu kalau ibu memukulku lagi. Ini memang menyakitkan, tapi aku tahu sakit ini akan hilang, paling tidak aku masih punya seorang ibu. Yesus, Engkau mau lihat lukaku??? Aku tahu Engkau dapat menyembuhkannya, disini… disini, aku rasa Engkau tahu yang ini kan...??? Tolong jangan marahi
ibuku, ya…?? Dia hanya sedang lelah dan kuatir akan kebutuhan makan dan biaya sekolahku…itulah mengapa dia memukul aku. Oh, Yesus.. aku rasa, aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis yang sangat cantik dikelasku, namanya Anita. Menurut Engkau, apakah dia akan menyukaiku??? Bagaimanapun juga paling tidak aku tahu Engkau tetap menyukaiku karena aku tidak usah menjadi siapapun hanya untuk menyenangkanMu. Engkau adalah sahabatku. Hei ulang tahunMu tinggal dua hari lagi, apakah Engkau gembira??? Tunggu saja sampai Engkau lihat, aku punya hadiah untukMu. Tapi ini kejutan bagiMu. Aku berharap Engkau menyukainya. Oooops…aku harus pergi sekarang.” Kemudian Andy segera berdiri dan memanggil Pastor untuk membantunya menyeberangi jalan. “Bapa Pastor… Bapa Pastor… aku sudah selesai bicara dengan sahabatku, anda bisa menemaniku menyebrang jalan sekarang!”. Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, Andy tidak pernah absen sekalipun. Pastor Agaton berbagi cerita ini kepada jemaat di Gerejanya setiap hari Minggu karena dia belum pernah melihat iman dan kepercayaan yang murni kepada Tuhan seperti itu. Suatu pandangan positif dalam situasi yang negatif.
Pada hari Natal, Pastor Agaton jatuh sakit sehingga tidak bisa memimpin gereja dan dirawat di rumah sakit. Gereja tersebut diserahkan kepada 4 wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan orang lain. Mereka juga mengutuki orang yang menyinggung mereka. Ketika mereka sedang berdoa, Andypun tiba di Gereja tersebut usai menghadiri pesta Natal di sekolahnya, dan ia menyapa sahabatnya: “Halo Yesus... Aku…” Tiba-tiba wanita-wanita itu menghardik: “Kurang ajar kamu, bocah!! Tidakkah kamu lihat kalau kami sedang berdoa???!!! Keluar, kamu!!!!!” Andy begitu terkejut. Dimana Bapa Pastor Agaton..?? Seharusnya dia membantuku menyeberangi jalan raya. Dia selalu menyuruhku untuk mampir lewat pintu belakang Gereja. Tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Yesus, karena hari ini hari ulang tahunNya, akupun punya hadiah untukNya. Ketika Andy mau mengambil hadiah tersebut dari dalam bajunya, seorang dari keempat wanita itu menarik kerahnya dan mendorongnya keluar Gereja. “Keluar kamu, bocah!!!!” Andy tidak punya pilihan lain kecuali sendirian menyebrangi jalan raya yang berbahaya tersebut di depan Gereja. Lalu dia menyeberang…, dan tiba-tiba sebuah bus datang melaju dengan kencang, disitu ada tikungan, Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
79
yang menghalangi pandangan. Andy melindungi hadiah Natal di dalam saku bajunya, sehingga dia tidak melihat datangnya bus tersebut. Waktunya hanya sedikit untuk menghindar, dan Andypun tertabrak dan tewas seketika… Orang-orang di sekitarnya berlarian dan mengelilingi tubuh bocah malang tersebut yang sudah tidak bernyawa lagi… Tiba-tiba, entah muncul darimana ada seorang pria berjubah putih dengan wajah yang halus dan lembut, namun dengan penuh air mata datang dan memeluk bocah malang tersebut. Dia menangis. Orang-orang penasaran dengan pria itu dan bertanya, “Maaf tuan…apakah anda keluarga dari bocah yang malang ini? Apakah anda mengenalnya?” Tetapi pria tersebut dengan hati yang berduka karena penderitaan yang begitu dalam berkata, “Dia adalah sahabatku.” Hanya itulah yang dikatakan. Dia mengambil bungkusan hadiah Natal dari dalam saku baju bocah malang tersebut dan menaruhnya didadanya. Dia lalu berdiri dan membawa pergi tubuh bocah tersebut, kemudian keduanya menghilang. Orang-orang yang ada disekitar tersebut semakin penasaran dan takjub. Di malam Natal itu, Pastor Agaton menerima berita yang sangat mengejutkan tentang kematian Andy dan pria misterius itu. Diapun bergegas ke
80
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
rumah Andy untuk memastikan pria misterius berjubah putih tersebut. Pastor Agaton bertemu dengan kedua orang tua Andy dan bertanya: “Bagaimana anda mengetahui putra anda telah meninggal?” “Seorang pria berjubah putih yang membawanya kemari.” Ucap ibu Andy terisak. “Apa katanya?” tanya Pastor Agaton. Ayah Andy berkata: “Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia sangat berduka. Kami tidak mengenalnya namun dia terlihat sangat kesepian atas meninggalnya Andy, sepertinya dia begitu mengenal Andy dengan baik. Tapi ada suatu kedamaian yang sulit untuk dijelaskan mengenai dirinya. Dia rnenyerahkan anak karni dan tersenyum lembut. Dia menyibakkan rambut Andy dan wajahnya dan memberikan kecupan dikeningnya, kemudian dia membisikan sesuatu”. “Apa yang dikatakannya?” “Dia berkata kepada putraku. Terima kasih buat kadonya. Aku akan berjumpa denganmu. Engkau akan bersarnaku.” Dan sang ayah melanjutkan, “Anda tahu kemudian semuanya itu terasa begitu indah. Aku menangis tapi tidak tahu mengapa bisa demikian. Yang aku tahu aku menangis karena bahagia… Aku tidak dapat menjelaskannya Bapa Pastor, tetapi ketika dia meninggalkan kami, ada suatu kedamaian yang memenuhi hati kami, aku merasakan
kasihnya yang begitu dalam di hatiku. Aku tidak dapat melukiskan sukacita dalam hatiku. Aku tahu, putraku sudah berada di Surga sekarang. Tapi tolong Bapa Pastor... siapakah pria ini yang selalu bicara dengan putraku setiap hari di Gerejamu? Anda seharusnya mengetahui karena anda selalu di sana setiap hari, kecuali pada saat putraku meninggal”. Pastor Agaton tiba-tiba merasa air matanya menetes dipipinya, dengan lutut gemetar dia berbisik,” Andy tidak bicara dengan siapa-siapa.... kecuali dengan sahabatnya Yesus...” Dari: Kisah Nyata
vvv
Hadiah Natal Terindah Saat itu tanggal 22 Desember 1980. Sudah beberapa bulan saya berada di Rumah Sakit Stanford di kota Palo Alto. Saya adalah penderita sakit jantung yang sudah gawat. Usia saya baru 18 tahun. Untuk bisa hidup lebih lama saya musti menjalani operasi tranplantasi jantung. Sampai sekarang belum ada donornya. Jadi saya harus sabar menunggu, entah sampai kapan.
Dan sementara itu maut tak dapat disuruh tunggu. Dalam keadaan yang tidak menentu itu, dokter Wallwork menasihatkan bahwa saya bisa pulang untuk merayakan pesta Natal bersama keluarga. Ayah dan Ibu yang senantiasa mendampingi saya menelpon Nenek di. rumah bahwa kami akan pulang untuk merayakan Natal bersama. Kami bertiga menyiapkan barang dan pulang mengendarai mobil sendiri! Saya ingin merasakan nikmatnya berada di rumah, tetapi kami semua tahu bahwa tanpa jantung yang baru hari kematian saya akan semakin dekat. Apa gunanya merayakan Natal? Tetapi, bagaimanapun juga, kami akan pulang. Saya memutuskan bahwa saya akan berusaha menyenangkan keluarga. Saya yakin mereka pun berusaha menyenangkan hati saya. Pemandangan diluar mobil sangat menyenangkan. Tinggal di rumah sakit selama berbulan-bulan adalah saat-saat yang berat. Bagi remaja seperti saya, dinding-dinding yang berwarna putih dan bau antiseptik benar-benar telah membuat saya muak. Sekarang, semua warna, suara, bahkan bau knalpot terasa sangat menyenangkan. Dua tahun belakangan ini adalah masa yang sangat sulit. Saya lahir dengan kondisi jantung yang kurang baik, tetapi tidak terlihat saat saya bayi. Saya menjalani kehidupan yang normal. Masa SMU saya penuh dengan teman-teman. Kehidupan Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
81
sangat menyenangkan. Saat masuk kuliah saya mulai mengalami beberapa kali gagal jantung. Sekarangpun, duduk di bangku mobil, saya dapat merasakan jantung lemah saya berdetak dengan susah payah di dada. Ia tidak akan bertahan lebih lama lagi. Seiring perjalanan pulang yang cukup jauh, saya mencoba untuk berkonsentrasi pada hal-hal indah yang telah saya terima. Pertama, dokter kami berhasil memasukan saya ke dalam program tranplantasi di Stanford. Kemudian, ketika sepertinya tidak akan mungkin memperoleh uang yang cukup untuk operasi, seluruh warga Napa datang menolong. Mereka menjual kue dan mengadakan berbagai program pengumpulan dana lainnya. Teman, saudara, dan bahkan orang yang tidak kami kenal pun ikut menyumbangkan darahnya. Saya ingin bersyukur atas semua ini, tetapi semua itu tidak akan terlalu berdampak jika saya tidak memperoleh jantung yang baru. Mobil kami berbelok masuk ke jalan-jalan Kota Napa yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Tak lama kemudian tiba di pekarangan rumah putih kami. Pintu depan terbuka dan Nenek lari keluar dan berteriak: “Kembali! Kembali ke Rumah Sakit! Rumah sakit telah mendapatkan sebuah jantung. Mereka telah berusaha mencari kalian! Polisi lalu lintas telah
82
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
berusaha mengejar kalian bahkan berita ini telah disiarkan di radio!” “Mereka telah mendapatkan sebuah jantung?” kata ayah, seakanakan tidak dapat mempercayainya. “Ya,tetapi mereka hanya dapat menjaganya sampai pukul 4:30! Dan, sekarang sudah pukul 3:25!” Jantung yang di donor tidak bisa berlama-lama di simpan, harus segera dicangkokan. Kami saling berpandangan dengan kaget. Perjalanan kembali ke Palo Alto membutuhkan waktu satu setengah jam. Tetapi nenek telah memikirkannya. Kami telah menyewa pesawat,” ucapnya. Saat Nenek berbicara, sebuah mobil polisi datang. “Masuklah! Ucap sang Polisi. “Kita menuju ke lapangan Udara Napa!” Pertarungan kami melawan waktu pun dimulai. Polantas berhasil membawa kami ke Lapangan Udara dan Pilot pesawat Cessna Skyhawk berhasil menerbangkan kami sampai ke Palo Alto. Sebuah mobil ambulans. telah menunggu kami di landasan pacu untuk membawa karni ke Rumah Sakit. Kami tiba di rumah sakit pukul 4:26, hanya tersisa waktu 4 menit!. Di ruang operasi mereka mulai memberikan obat yang dibutuhkan tubuh saya agar tidak melawan jantung yang baru. Kemudian saya mendengar nama saya diucapkan di radio. Pembaca berita meminta para pendengarnya untuk
memanjatkan doa sejenak bagi saya karena operasi akan segera dilakukan. Saat itu saya pun ikut berdoa. Ibu dan Ayah menunggu saya. “Ayah rela memberikan apa saja untuk menggantikan tempatmu, Nak,” ucap ayah. Ibu menempelkan telinga di dada saya: yang berdebar dengan kerasnya. “Ibu dapat mendengarnya,” ucap Ibu. “Esok, suaranya akan berbeda,” jawab saya. Kemudian saya menyerahkan kepada Ibu sebuah kartu yang selama ini saya pegang, kutipan dari Yehezkiel 36:26 “Aku memberikan hati yang baru dan roh yang baru dalam hatimu.” Lalu saya didorong masuk kamar operasi... Dua hari berikutnya terasa kabur. Pada hari kedua, saya tahu bahwa saya berada di kamar UGD khusus untuk pemulihan pasien yang baru saja menjalani transplantasi. Suster saya, Seana, memberitahukan bahwa operasi berjalan sukses. Pada hari berikutnya saya sudah dapat duduk di tempat tidur. Dada saya terasa sangat sakit. Tetapi, ada satu hal yang berbeda. Untuk pertama kalinya dalam 2 tahun ini, saya dapat merasakan jantung saya! Keluarga saya berkumpul di sisi luar kaca kamar. Mereka harus mengenakan baju steril, sarung tangan, dan masker wajah yang terlihat konyol, dan mereka hanya boleh masuk berduaberdua. Namun, mereka tetap ingin menjenguk!
“Dan,” ucap Ibu. “Selamat Natal!” Natal!! Ini adalah hari Natal. Padahal, beberapa hari yang lalu saya merasakan tidak ada gunanya merayakan Natal. Sekarang saya punya alasan untuk merayakannya! Dengan tangan bergetar Ibu rnenyerahkan Alkitab saya ke tangan saya. Kami bersama-sama membuka Lukas pasal 2, dan setiap orang diam saat kami membacakan kisah kelahiran Yesus. Setelah itu, Seana membawakan setumpuk surat yang ditujukan kepada saya. Semua kartu, banyak kartu berasal dan orang yang tidak saya kenal yang menyatakan bahwa mereka berdoa bagi saya. Saya merasa sangat tersentuh. Kami membuka dan membacakan setiap surat. Akhirnya saya tiba pada sebuah surat dengan cap pos dan daerah barat. Saya terdiam, terlalu kaget untuk dapat berbicara. “Ada apa”? ayah bertanya. Dengan terisak-isak saya membacakan surat tersebut. Dan yang terkasih, Sekalipun kami tidak mengenalmu, saya dan suami saya merasa sangat dekat dengan keluargamu. Anak kami satu-satunyu, Lloyd, adalah donor jantung untukmu. Menyadari bahwa kamu memiliki jantungnya membuat kami lebih ringan menanggung rasa kehilangan kami. Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
83
Dengan penuh kasih, Paul dan Barbara Chambers Saya tidak dapat lagi menahan air mata saya. Dan, tiba-tiba saja segalanya menjadi jelas mengapa saya harus merayakan Natal. Dalam kematian satusatunya anak keluarga Chambers telah memberikan kehidupan kepada saya. Dalam kematian-Nya, Anak Allah satusatunya telah memberikan kehidupanNya kepada kita, kehidupan kekal. Ingin rasanya saya meneriakkan rasa syukur karena Yesus Kristus lahir! “Terima kasih, Tuhan!” kata saya. “Dan diberkatilah kamu,” ujar saya saat memikirkan anak muda yang telah menandatangani kartu donor jantungnya yang telah memberikan hadiah Natal terindah bagiku. “Diberkatilah kamu, Lloyd Chambers.” Kehidupan setiap orang adalah rencana Allah. (Horace Bushnell) Diambil dan diedit dari: Guidepost For The Spirit: Crismas Stories of Faith, Dan krainert, terjemahan Mary N. Rondowaru.
vvv
84
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
Hadiah Tukang Arloji Di Jerman tinggal seorang tukang arloji. Namanya Herman Josep. Dia tinggal di sebuah kamar yang sempit. Di kamar itu ada sebuah bangku kerja, sebuah lemari tempat kayu dan perkakas kerjanya, sebuah rak untuk Refleksi tempat piring dan gelas serta tempat tidur lipat di bawah bangku kerjanya. Selain puluhan arloji yang sudah dibuatnya tidak ada barang berharga lain di kamarnya. Di jendela kaca kamar itu Herman menaruh sebuah jam dinding paling bagus untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat. Herman adalah seorang tukang arloji yang miskin. Pakaiannnya compang-camping. Tetapi dia baik hati. Anak-anak di sekitar rumah menyukainya. Kalau permainan mereka rusak, Herman biasa diminta memperbaiki. Herman tak pernah minta satu sen pun untuk itu. “Belilah makanan yang enak atau tabunglah uang itu untuk hari Natal.” Ini jawaban yang Herman selalu berikan. Sejak dulu penduduk kota itu biasa membawa hadiah Natal ke kathedral dan meletakkannya di kaki patung Maria yang sedang memangku bayi Yesus. Setiap orang menabung supaya bisa memberi hadiah yang paling indah untuk Yesus. Orang-orang bilang, kalau Yesus suka hadiah yang diberikan kepada-Nya, Ia akan mengulurkan tanganNya dari pelukan Maria untuk
menerima bingkisan itu. Tentu saja ini legenda. Belum pernah terjadi bayi Yesus dalam pelukan Maria mengulurkan tangan menerima bingkisan Natal untukNya. Meskipun begitu penduduk kota itu selalu berusaha membawa bingkisan yang paling indah. Para penulis puisi membuat syair-syair yang aduhai. Anakanak juga tidak ketinggalan. Setiap orang berlomba memberikan yang terbaik kepada Yesus di Hari Natal. Siapa tahu, kata mereka, Yesus mengulurkan tangan menerima pemberian itu. Orang orang yang tidak punya bingkisan, pergi ke Gereja untuk berbakti pada malam Natal sekaligus menilai bingkisan mana yang terindah. Herman, tukang arloji, adalah salah seorang yang hanya pergi untuk berbakti dan menonton. Pernah ada seorang teman mencegah Herman dan bertanya: “Kau tidak tahu malu. Tiap tahun kau tak pernah membawa bingkisan Natal buat Yesus?” Pernah satu kali panitia Natal bertanya: “Herman! Mana bingkisan Natal darimu? Orang-orang yang lebih miskin dari kau saja selalu bawa.” Herman menjawab: “Tunggulah, satu ketika saya akan bawa bingkisan.” Tapi sedihnya, tukang arloji ini tak pernah punya apa-apa untuk Yesus. Arloji yang dibuatnya dijual dengan harga murah. Kadang-kadang ia memberikan gratis pada orang yang benar-benar perlu. Tetapi dia punya ide. Tiap hari ia bekerja untuk bingkisan Natal itu. Tidak
satu orangpun yang tahu ide itu kecuali Trude, anak perempuan tetangganya. Trude berumur 7 tahun waktu la tahu ide Herman. Tetapi setelah Trude berumur 31 tahun bingkisan itu belum selesai. Herman membuat sebuah jam dinding. Mungkin yang paling indah dan belum pernah ada. Setiap bagian dikerjakan dengan hati-hati dan penuh kasih. Bingkainya, jarum-jarumnya, dan yang lainnya diukir dengan teliti. Sudah 24 Refleksi tahun Herman merangkai jam dinding itu. Masuk tahun ke-25 pekerjaan itu hampir selesai. Tapi dia juga masih terus membantu memperbaiki mainan anakanak. Perhatiannya pada hadiah Natal itu membuat dia tidak punya cukup waktu untuk buat arloji dan menjualnya. Kadang Herman tidur dengan perut kosong. Ia makin kurus tetapi jam didingnya makin tambah cantik. Di jam dinding itu ada kandang, Maria sedang berlutut di samping palungan yang didalamnya terbaring bayi Yesus. Di sekeliling palungan itu ada Yosef serta tiga orang Majus, gembala-gembala dan dua orang malaikat. Kalau jam dinding itu berdering, patung orang-orang tadi berlutut di depan palungan Yesus dan terdengar lagu “Gloria in Excelsis Deo”. “Lihat ini”! kata Herman pada Trude. “ini berarti bahwa kita harus menyembah Kristus bukan hanya pada han Minggu atau hari raya tetapi setiap hari dan setiap jam. Yesus menunggu bingkisan kita setiap detik.” Jam dinding itu sudah selePraedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
85
sai. Herman puas. Ia menaruh benda itu di jendela kaca kamarnya supaya bisa dilihat orang. Orang-orang yang lewat berdiri berjam-jam mengagumi benda itu. Mereka sudah menduga bahwa ini pasti bingkisan Natal dari Herman. Han Natal sudah tiba. Pagi itu Herman membersihkan rumahnya. Ia mengambil pakaiannya yang paling bagus. Sambil bekerja ia melihat jam diding itu. Ia takut janganjangan ada kerusakan. Dia senang sekali sehingga ia memberikan uang yang dia miliki kepada pengemis-pengemis yang lewat di rumahnya. Tiba-tiba ia ingat, sejak pagi dia belum sarapan. Ia segera ke pasar untuk membeli sepotong roti. Di lemarinya ada sebuah apel. Ia mau makan roti dengan apel itu. Waktu dia buka pintu, Trude masuk sambil menangis. “Ada apa?” tanya Herman. “Suami saya mengalami kecelakaan. Sekarang dia di RS. Uang yang kami tabung untuk beli pohon Natal dan kue harus saya pakai untuk bayar dokter. Anak-anak sudah menunggu hadiah Natal. Apa lagi harus saya berikan untuk mereka?” Herman tersenyum. “Tenanglah Trude. Semua akan beres. Saya akan jual arloji saya yang masih sisa. Kita akan punya cukup uang untuk beli mainan anak-anak. Pulanglah”. Herman mengambil jas dinginnya lalu pergi ke pasar dengan satu jam tangan yang unik. Ia tawarkan jam itu di toko arloji. Tapi mereka tidak berminat.
86
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
Ia pergi ke kantor gadai, tapi pegawaipegawai bilang arloji itu kuno. Akhirnya ia pergi ke rumah walikota. “Tuan, saya. Butuh uang untuk membeli mainan bagi beberapa anak. Tolong beli arloji ini?” Pak walikota tertawa. “Saya mau beli arloji tetapi bukan yang ini. Saya mau jam dinding yang ada dijendela kaca rumahmu. Berapapun harganya saya siap.” “Tidak mungkin tuan. Benda itu tidak saya jual.” “Apa? Bagi saya semua mungkin. Pergilah sekarang. Satu jam lagi saya kirim poilsi untuk ambil jam diding itu dan kau dapat uang 1000 dolar”. Herman pergi sambil gelenggeleng kepala. “Tidak mungkin! Saya mau jual semua yang saya punya. Tapi jam diding itu tidak. Itu untuk Yesus”. Waktu ia tiba dekat rumah, Trude dan anak-anaknya sudah menunggu. Mereka sedang menyanyi. Merdu sekali. Baru saja Herman masuk, beberapa polisi sudah berdiri di depan rumah. Mereka berteriak agar pintu dibuka. Jam diding itu mereka ambil dan uang 1000 dolar diberikan pada Herman. Dia buat apa dengan uang itu?? Uang 1000 dolar itu Herman berikan kepada Trude dan anakanaknya untuk membeli apa yang mereka perlukan. Pada waktu itu lonceng gereja berbunyi. Jalan menuju kathedral penuh manusia. Tiap orang membawa bingkisan di tangan. “Kali ini saya pergi dengan tangan kosong lagi”, kata Herman sedih.
“Saya akan buat lagi satu jam dinding yang lebih cantik.” Herman bangkit untuk pergi ke gereja. Saat itu ia ingat akan uang receh terakhir di saku bajunya. Itu adalah uang makannya di hari Natal. “Inilah satu-satunya yang saya punya. Saya akan berikan ini pada Yesus. Itu lebih baik dari pada pergi dengan tangan kosong.” Kathedral penuh. Suasana bukan main semarak. Ratusan lilin menyala dan bau kemenyan terasa dimanamana. Altar tempat patung Maria memangku bayi Yesus penuh dengan bingkisan. Semuanya indah dan mahal. Di situ juga ada jam diding buatan tukang arloji itu. Rupanya Pak walikota mempersembahkan benda itu untuk Yesus. Herman masuk. Ia melangkah dengan kaki berat menuju altar dengan menggenggam uang receh itu. Semua mata tertuju padanya. Ia mendengar mereka mengejek. “Cih! Dia memang benar-benar pelit. Jam didingnya yang indah dijual. Lihatlah apa yang dia bawa. Memalukan!”. Hati Herman sedih, tetapi ia terus maju. Kepalanya tertunduk. Ia tidak berani memandang orang sekeliling. Matanya ditutup. Herman tahu bahwa ia harus naik anak tangga untuk ke altar. Sekarang kakinya menyentuh anak tangga pertama. Herman berhenti. Ia tidak punya tenaga lagi. Sejak pagi dia belum makan apa-apa. Ada tujuh anak
tangga. “Dapatkah saya sampai ke altar itu?” Herman mulai menghitung. Satu! Dua! Tiga! Lalu ia terantuk dan hampir terguling ke bawah. Serentak semua orang berkata: “Memalukan!” Setelah mengumpulkan sisa tenaga Herman bergerak lagi. Tangga kelima. Kedengaran suara mengejek: “Huuuu…!” Herman naik setapak lagi. Tangga keenam…… Omelan dan ejekan orang-orang tiba-tiba berhenti. Sebagai gantinya terdengar seruan keheranan semua orang yang hadir. “Mukjizat! Sebuah Mukjizat!!!” Hadirin seluruhnya turun dari kursi dan berlutut. Imam merapatkan tangannya dan mengucapkan doa. Herman, tukang arloji yang miskin ini menaiki anak tangga yang terakhir. Ia mengangkat wajahnya. Dengan heran ia melihat patung bayi Yesus yang ada di pangkuan Ibu Maria sedang mengulurkan tangan untuk menerima hadiah Natal darinya. Air mata menetes dari mata tukang arloji itu. Inilah hari Natal yang paling indah dalam hidupnya. Disunting oleh Marijke van Raephorst, diterjemahkan oleh Eben Nubon Timo.
vvv Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
87
Hadiah Natal Suami Istri Penulis cerpen Amerika terkemuka, O.Henry, menulis sebuah kisah Natal tersohor. Kisah itu tentang sepasang suami istri muda yang sedemikian saling mencintai. Natal sudah dekat dan mereka ingin sekali memberikan hadiah kepada satu sama lain. Tetapi mereka sangat miskin dan tidak mempunyai uang untuk membeli hadiah. Maka mereka masing-masing, tanpa saling memberitahu, memutuskan untuk menjual harta yang paling berharga. Bagi sang istri, harta miliknya yang paling berharga adalah rambutnya yang panjang berkilau. Ia pergi ke sebuah salon dan menyuruh memotong rambutnya. Kemudian ia menjual potongan rambutnya itu untuk membeli sebuah rantai arloji yang indah untuk arloji suaminya. Sementara itu, sang suami pergi kepada seorang tukang emas dan menjual satu-satunya arloji yang dimilikinya untuk membeli dua potong penjepit rambut yang indah untuk rambut kekasihnya. Ketika hari Natal tiba, mereka saling menyerahkan hadiah. Mula mula mereka menangis terharu, namun kemudian keduanya tertawa. Tidak ada lagi rambut yang perlu dirapikan dengan penjepit rambut indah pemberian sang suami, dan tidak ada arloji yang memerlukan seutas rantai
88
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
indah pemberian sang istri. Tetapi ada sesuatu yang lebih berharga dari pada penjepit rambut dan rantai arloji, yaitu pesan yang diberi dari hadiah-hadiah itu: mereka masingmasing telah mengambil yang terbaik dari dirinya untuk diberikan kepada pasangannya ... O. Henry
vvv
Hadiah Natal Keluarga Diceriterakan bahwa ada suatu keluarga Kristen yang sedang bersiapsiap untuk pergi merayakan Natal Bersama di suatu tempat. Perayaan Natal Bersama itu bakal meriah dan menyenangkan. Kedua puteri dan keluarga itu rasanya sudah tidak dapat bersabar lebih lama lagi untuk lekaslekas berangkat. Persis pada saat mereka mau berangkat, terdengar seseorang membunyikan lonceng tamu. Ketika pintu dibuka, muncul seorang nenek yang miskin kelihatannya sangat sedih dan bingung. Nenek itu meminta bantuan kepada ibu Kristen itu, yang ternyata adalah seorang bidan yang terkenal dilingkungan situ, untuk membantu puteri satu-satunya yang
dalam kesulitan melahirkan anak. Wah acara Natal Bersama terganggu! Kedua puteri dari ibu bidan itu menjadi sangat kesal. Mereka mendesak kepada ibu dan ayahnya untuk segera pergi ke Natal Bersama. Tetapi ibu bidan itu, ditengah protes puteraputerinya, dengan tenang dan tanpa ragu mengambil tas tugasnya, berangkat mengikuti nenek yang miski diantar oleh suaminya. Ternyata proses kelahiran itu sangat sulit dan berlarut-larut. Sang bidan berjuang mati-matian untuk membantu ibu muda itu. Sementara itu kedua puteri bidan itu sudah tidak sabaran lagi menunggu di rumah. Akhirnya mereka menyusul ibu dan ayahnya ke rumah nenek itu untuk sekali lagi mencoba mendesak orang tuanya untuk segera pergi ke perayaan Natal Bersama itu!! Ketika mereka tiba di rumah nenek itu mereka tertegun mendengar rintihan wanita muda yang sedang berjuang antara mati dan hidup di bantu oleh sang bidan, ibu mereka. Rupanya kedua puteri itu tiba-tiba sadar apa yang sedang terjadi dan sadar akan tugas ibunya yang sedemikian mulia. Lalu mereka berdoa. Mereka berdoa kepa Bayi Ilahi yang dilahirkan kembali pada malam Natal ini, untuk menyelamatkan bayi dan ibunya, yang sedang berjuang untuk kelahiran yang selamat pada malam itu. Doa mereka di kabulkan.
Ketika tangis bayi membelah kesunyian malam, yang sampai ke telinga kedua puteri itu dan ayah ibunya, seolah-olah tangis bayi Yesus sendiri. Mereka teramat bahagia. Sepertinya mereka teringat akan ayat-ayat Kitab Suci itu: “Apapun yang engkau buat terhadap sesama saudaraKu yang terkecil sekalipun, itu engkau perbuat terhadapku!” (Mat 25:40). Keluarga itu tidak teringat lagi akan Natal Bersama, sebab keluarga Kristen yang dikisahkan itu telah merayakan Natal Bersama paling asli dan paling bermakna di rumah nenek, yang puterinya melahirkan bayi pada malam itu!. Dari Sinetron TVRI
vvv
Sapi dan Keledai Diceriterakan bahwa pada waktu Sang Juru Selamat dilahirkan di Betlehem, malaikat turun dari Surga untuk memberitahukan kepada manusia supaya mereka pergi melihat dan menyaksikan peristiwa kelahiran Sang Juru Selamat itu. Berita itu tidak disampaikan kepada manusia yang Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
89
berkuasa dan kaya raya, tetapi kepada para gembala yang miskin-papa di padang Efrata. Selain kepada manusia, malaikat juga memberitahukan kedatangan Juru Selamat itu kepada binatang-binatang dan manga satwa. Mereka harus menunjukkan wakil-wakilnya untuk mendampingi Sang Juru Selamat pada saat kelahiran-Nya. Malaikat mengumpulkan wakil-wakil binatang itu untuk berunding. Yang pertama-tama mengajukan diri ialah singa yang digelar raja segala binatang. Dengan pongahnya ia berkata: “Sayalah yang paling pantas untuk mendampingi Sang Juru Selamat. Saya akan menjamin keamanan dan stabilitas pada saat kedatangan-Nya. Siapa yang berani membuat kerusuhan akan saya gebuk! Pendeknya saya jamin, situasi akan terkendali!” Tetapi malaikat menjawab: “Juru Selamat adalah raja damai. Kekerasan dan main kuasa tidak sesuai dengan pemunculan-Nya. Pendekatan keamanan tidaklah sesuai!” Kemudian kancil mengajukan dirinya. Dengan sangat cerdiknya dia berkata: “Kekerasan memang cara yang tidak sesuai, tetapi saya akan membuat loby-loby dan rekayasa kepada pelbagai pihak, sehingga kedatangan Sang Juru Selamat diterima dengan suara bulat oleh semua pihak. Pendeknya aklamasi yang meriah!”
90
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
Malaikat keberatan, beliau berkata: “Juru Selamat itu raja kejujuran dan ketulusan. Kecerdikan dan rekayasa licik tidak tenlalu sesuai dengan penampilan-Nya!” Lalu tampillah burung merak. “Kiranya sayalah yang paling tepat untuk mendampingi Sang Juru Selamat. Saya akan menyiapkan suatu penyambutan yang resmi/protokoler, meriah dan gegap gempita!” Tetapi malaikat berkata: “Juru Selamat itu raja yang rendah hati. Makanya Ia akan datang dalam rupa bayi yang tak berdaya dan miskin”. Lalu malaikat melihat kekiri dan ke kanan untuk mencari tahu apakah masih ada wakil-wakil binatang yang mau mengajukan dirinya untuk menjadi pendamping Sang Juru Selamat pada saat kedatangan-Nya. Memang semua wakil binatang mau berbicara dan melamar menjadi pendamping Juru Selamat. Hanya wakil keledai dan lembu berdiam diri dan menundukkan kepala. Dan malaikat bertanya kepada wakil keledai dan wakil lembu itu: “Mengapa kalian berdua tidak mau angkat bicara dan mengajukan diri untuk menjadi pendamping bagi juru Selamat?” Wakil keledai berkata: “Apakah artinya kami keledai, yang selalu dianggap bodoh oleh manusia. Apa gunanya saya bagi Sang juru Selamat, paling-paling untuk ditunggangi...”
Wakil lembu berkata: “Apa artinya kami lembu, yang bisa saya buat untuk Sang Juru Selamat, mungkin... mengusir lalat dengan ekor saya”. Akhirnya malaikat mengumumkan bahwa yang akan mendampingi Sang Juru Selamat pada waktu kelahiran-Nya adalah para gembala, wakil keledai dan lembu, sebab sifat dan perilaku mereka sesuai dengan sikap Sang Juru Selamat yang rendah hati, setia kawan dan cinta damai. Itulah sebabnya hingga kini bila masa Natal tiba, dalam setiap ‘kandang Natal’ dapat kita temukan “tokoh-tokoh” yang rendah hati dan cinta damai itu. Nabi Yesaya pernah berkata: Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera diberikan untuk kita... dan namanya disebut orang “Raja Damai” (Yes 9:5). Anonim
vvv
Bintang-bintang Pada waktu malam Yesus dilahirkan 2000 tahun yang lalu itu, Bapa Surgawi memerintahkan malaikatmalaikat supaya memasang sebanyak mungkin bintang-bintang di langit, supaya langit menjadi terang benderang.
Terang ribuan bintang dengan latar belakang langit biru hitam yang pekat membawa suasana yang sangat khas, menimbulkan rasa tenteram dan damai dalam hati manusia. Oleh sebab itu bintang sering menjadi lambang simbol suasana damai…. Diceriterakan bahwa ketika malaikat-malaikat memasang ribun bintang di langit pada malam Natal pertama itu, ada malaikat-malaikat yang bekerja terburu-buru, sehingga ada banyak bintang yang tidak terlalu pas pada tempatnya, lalu jatuh ke bumi. Ada yang jatuh ke laut dan menjadi “bintang laut”. Ada yang jatuh di darat dipungut oleh manusia untuk menjadi tanda pangkat dalam ketentaraan dan kepolisian... Makanya semua tentara dan polisi ingin dan bercita-cita mengenakan sebanyak mungkin tanda bintang di bahunya. Mungkin banyak dari mereka yang tidak tahu dan sadar akan makna aslinya. Bintang itu pada dasarnya melambangkan rasa aman. Para militer dan polisi itu juga sering disebut “badan keamanan”. Dengan mengenakan tanda bintang di bahu mereka, mereka hendaknya menjadi tanda nyata dan rasa aman bagi semua warga bangsa. Y.L
vvv Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
91
Damai Natal Pada waktu perang dunia II yang lalu seorang tentara Jerman, pada suatu malam yang dingin, mengadakan patroli di suatu front yang cukup terbuka. Disuatu daerah musuh, tiba-tiba ia melihat suatu asap kecil yang mengepul. la lalu merayap ke arah asap api itu. Ketika sudah cukup dekat, ia melihat seorang sedadu Perancis sedang duduk berdiang, menghadap api. Perlahanlahan la mengarahkan senapannya ke kepala musuhnya itu dan siap untuk memetik picunya, tetapi tiba-tiba saat itu sedadu Perancis itu berdiri. Terpaksa ia tidak jadi memetik picu senapannya. Ia harus membidik sekali lagi. Tetapi ketika ia tengah membidik, serdadu Perancis itu duduk lagi, sehingga ia batal lagi untuk menembak. Berulang kali ia membidik sasarannya, tetapi berulang kali pula sasaran itu bergerak, sampai tiba-tiba la mendengar lonceng gereja. Ia terkejut, malam itu adalah malam Natal!! Apakah ia tega membunuh seseorang di malam Natal ini?? Perlahan-lahan ia merayap mundur menjauhi tentara Perancis itu. Tujuh tahun kemudian, ketika perang dunia II sudah selesai, sebagai seorang diplomat ia diundang ke suatu resepsi yang megah di kota ParisPerancis. Resepsi itu dibuat oleh Pemerintah Perancis untuk menghormati seorang dokter pemenang hadiah Nobel. Hadiah Nobel itu dimenangkan
92
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
oleh dokter itu karena jasanya dalam rnenyelamatkan nyawa manusia, khususnya selama perang dunia II. Tentu saja mata para undangan senantiasa terarah ke pemenang hadiah Nobel itu dan sang pemenang berusaha untuk menyalami para: undangan itu satu persatu. Ketika diplomat Jerman itu disalami, mereka bersalaman dengan akrab. Tetapi ketika sang pemenang hadiah Nobel itu berbalik untuk menyalami para undangan yang lain, tiba-tiba diplomat Jerman itu terkejut. Kepala dari pemenang hadiah Nobel itu mengingatkn la akan sesuatu. Sesudah lama berpikir baru ia sadar bahwa kepala itu adalah kepala yang pernah menjadi sasaran bidikannya di malam Natal 7 tahun yang lalu itu, semasa perang dunia kedua. Ketika kemudian ia berbincangbincang dengan pemenang hadiah Nobel itu akhirnya menjadi jelas bahwa beliau adalah orang yang berdiang di depan api pada malam Natal 7 tahun yang lalu, yang hampir saja dibunuhnya.... Sekiranya dokter itu dibunuh pada malam Natal itu, berapa nyawa sudah turut melayang bersamanya. Ia adalah dokter yang sudah menyelamatkan begitu banyak nyawa manusia selama perang. Dari: Stories For Sermons
vvv
Nyala Lilin dibalik Jendela Diceriterakan bahwa di tanah Irlandia, menjelang malam Natal keluarga-keluarga biasanya meletakkan sebatang lilin bernyala dibalik jendela rumah, yang cahayanya bisa tampak jelas untuk orang-orang yang lewat di jalan depan rumah itu. Hal itu dilakukan, kata orang, supaya kalau Maria dan Yosef mencari tempat penginapan, mereka
pasti akan diterima dan tidak akan mengalami nasib sial, seperti yang pernah mereka alami di Betlehem 2000 tahun lampau, ketika mereka ditolak oleh penduduk kota itu. Cahaya lilin yang menyala dibalik jendela rumah itu menandakan bahwa pintu rumah dan pintu hati penghuninya senantiasa terbuka untuk Maria dan Yosef, dan Juruselamat dapat dilahirkan kembali dalam rumah dan hati penghuninya.... Ruang Ceritera ditulis oleh Rm. Yosef Lalu, Pr
vvv Pimpinan & Staff Komisi Kateketik KWI Pimpinan & Staff Redaksi M. Praedicamus
Selamat Natal 25 Desember 2013
Selamat Tahun Baru 1 Januari 2014
TUHAN BESERTA KITA
Praedicamus Vol. XII, No. 44, Oktober-Desember 2013
93