Gill Structure of Pangasius polyuranodon From Up and Down Stream Of Siak River By: Riska Puspita Sari 1), Ridwan Manda Putra2), Windarti2)
[email protected] Abstract Siak River is the most polluted river in Riau, however, many types of fish, including Pangasius polyuranodon living in that river. As the water is polluted the health of the fish in general, including its gill structure might be harmed. A study aims to understand the histological structure of the gill of fish from upstream and downstream of the Siak River has been conducted in May 2015. Abnormality in the gill was noted and the abnormality level was identified using a Histopathological Alteration Index (HAI). Results shown that the types of abnormality present were hyperplasia, hypertrophy, atrophy and deformated lamella. The HAI level was 2.67-2.75, indicates that the gill of the P. polyuranodon from the Siak River was normal. Keyword: Siak River, Histopathological Alteration Index , Pangasius polyuranodon
Sungai
PENDAHULUAN
gill structure,
Siak
merupakan
Provinsi Riau merupakan salah satu
sungai terdalam di Indonesia, dengan
provinsi di Indonesia yang kaya akan
kedalaman
sumberdaya
sungai ini sangat padat dilayari
perairan.
Hal
ini
sekitar
20-30
dikarenakan Riau sendiri memiliki
kapal-kapal
empat sungai besar yakni Sungai
maupun speedboat. Sungai sepanjang
Indragiri, Sungai Kampar, Sungai
300 km itu kondisinya kini mulai
Rokan
terancam, bukan hanya hilangnya
dan
Sungai
Siak,
serta
besar, kargo,
meter,
terdapat banyak danau dan rawa-
habitat
rawa.
bermacam ikan hias khas dari Riau
Di
lingkungan
perairan
alami
sungai
tanker
tersebut terdapat berbagai jenis ikan
akibat
yang dikonsumsi oleh masyarakat
tetapi juga runtuhnya tebing sungai
Riau itu sendiri maupun dikirim ke
karena abrasi (Departemen Pekerjaan
luar
Umum, 2005). Karena berada di
daerah
perikanan.
sebagai
komoditi
menurunnya
berupa
kualitas
air,
pinggiran kota, sungai ini menjadi tempat pembuangan limbah dari
berbagai aktivitas rumah tangga di
ditangkap oleh nelayan ialah ikan
sekitarnya, sehingga menyebabkan
juaro.
terjadinya penurunan kualitas air di
Ikan
juaro
(Pangasius
Sungai Siak itu sendiri. Aliran air
polyuranodon)
akan
konsumsi yang bernilai ekonomis, di
membawa
berbagai
jenis
merupakan
polutan ke bagian hilir, sehingga
Desa
kandungan polutan di bagian hilir
sendiri harga jual ikan ini berkisar
lebih tinggi.
Tercemarnya Sungai
antara Rp.30.000/kg untuk yang
Siak
dilihat
hasil
ukuran kecil dan bisa mencapai
sungai
Rp.60.000/kg untuk ukuran besar
dapat
pemantauan
kualitas
dari air
tersebut sejak tahun 1996 hingga
Tualang
Kabupaten
ikan
Siak
dengan panjang total sekitar 30 cm.
2005 yang menunjukkan penurunan
Masih banyaknya jumlah ikan
parameter kualitas air seperti pH,
juaro di Sungai Siak menunjukkan
TSS, TDS, DO, BOD dan COD
bahwa lingkungan di Sungai Siak
(Amri, 2007).
masih mendukung untuk kehidupan
Adanya penurunan kualitas
ikan juaro tersebut. Hal ini tentunya
air ini menyebabkan kehidupan ikan-
menimbulkan pertanyaan
ikan di Sungai Siak terganggu. Daya
ikan juaro masih mampu bertahan
tahan tubuh ikan terhadap perubahan
dalam
lingkungan berbeda-beda, akibatnya
sudah
sebagian ikan-ikan di Sungai Siak
pencemar.
mati dan sebagian lagi ada yang masih
bertahan
keterangan
dari
hidup.
Menurut
nelayan
sekitar
kondisi
lingkungan
tercemar
Organ langsung
mengapa
oleh
tubuh
terkena
ikan dampak
yang bahan
yang dari
penurunan kualitas air ialah insang,
terjadi penurunan jumlah tangkapan
karena
insang
mereka dan ikan-ikan yang ditangkap
tubuh
ikan
ukurannya kecil-kecil. Selain itu ada
langsung
jenis-jenis ikan yang sudah jarang
berenang dan bernapas. Akibatnya
dijumpai di Sungai Siak contohnya
kondisi kualitas air yang buruk akan
ikan selais, ikan patin sungai dan
berpengaruh terhadap kondisi insang.
ikan tapah. Salah satu ikan yang
Hingga saat ini belum ada
masih
banyak
dijumpai
dan
merupakan yang
dengan
air
organ
bersentuhan pada
saat
informasi tentang bagaimana kondisi struktur jaringan insang ikan juaro di
Sungai Siak. Oleh karena itu penulis
dengan
tertarik untuk melakukan penelitian
ditangkap dengan menggunakan alat
mengenai struktur jaringan insang
tangkap pancing, jaring dan bubu.
ikan juaro (P polyuranodon) di
Sampel diambil dalam kondisi segar
perairan hulu dan hilir Sungai Siak.
dan masih utuh dengan ukuran yang
METODE PENELITIAN
bervariasi
Penelitian mengenai struktur jaringan
insangnya dan dimasukkan ke dalam
insang ikan juaro (P polyuranodon)
botol
ini dilaksanakan pada bulan Mei
formalin 10%. Selanjutnya sampel
hingga Juli 2015 bertempat di bagian
dibawa ke Laboratorium Terpadu
hulu Sungai Siak (Desa Bencah
dan Laboratorium Biologi Perairan
Kelubi) dan hilir Sungai Siak (Desa
Fakultas
Tualang).
Kelautan Universitas Riau untuk
Sedangkan
dalam
bantuan
nelayan.
kemudian
sampel
yang
Perikanan
Ikan
diambil
telah
dan
berisi
Ilmu
pembuatan preparat histologi insang
dibuat preparat histologinya.
ikan
di
Pengukuran dan Jumlah Sampel
Laboratorium Terpadu dan Biologi
Insang Ikan Juaro untuk Preparat
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Histologi
Kelautan Universitas Riau.
Pengukuran
juaro
dilaksanakan
Metode yang digunakan ialah metode
survei
dengan
sampel
ikan
juaro
dilakukan di Laboratorium Bilogi
lokasi
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
penelitian yakni bagian hulu dan hilir
Kelautan Universitas Riau dengan
Sungai Siak, kemudian ikan juaro
menggunakan penggaris dan kertas
dijadikan sebagai objek penelitian.
milimeter block. Setiap sampel ikan
Metode pembuatan preparat histologi
diukur panjang totalnya (TL) yaitu
insang ikan menggunakan metode
panjang tubuh dari ujung mulut
mikroteknik
(sectioning)
sampai ujung ekor dan panjang
menurut Windarti dan Simarmata
standar (SL) yaitu panjang tubuh dari
(2013).
ujung mulut sampai pangkal sirip
Pengambilan Sampel Ikan Juaro
ekor. Sementara untuk berat tubuh
Pengambilan ikan sampel hanya
ikan ditimbang dengan menggunakan
dilakukan sekali dari bagian hulu
timbangan
(Desa Bencah Kelubi) dan bagian
gram).
hilir (Desa Tualang) Sungai Siak
sampel ikan yang akan dijadikan
irisan
O’Haus
Untuk
(ketelitian
penentuan
1
jumlah
preparat
histologi
insang
pada
dasarnya belum ada ketentuan yang pasti,
namun
semakin
tebal) dan dibiarkan mengeras pada suhu ruang (suhu kamar).
banyak
Tahap selanjutnya, sampel
preparat histologi yang diteliti maka
yang
akan semakin baik pula data yang
dipotong dengan mikrotom dengan
diperoleh.
ketebalan 6 mikron dan diolesi
Pembuatan
Preparat
Histologi
telah
mengeras
tersebut
dengan gliserin + albumin, kemudian
Insang
ditempel pada objek glass. Setelah
Sampel insang ikan yang sudah
itu
difiksasi
dengan
10%
menggunakan oven dryer yang diatur
selama
24
selanjutnya
pada suhu 45 oC selama 24 jam agar
formalin
jam
sampel
dikeringkan
dipindahkan ke formalin 4%, setelah
sampel
itu dilakukan proses dehidrasi yakni
sempurna.
memindahkan
yang
Selanjutnya parafin pada sampel
sudah difiksasi ke dalam alkohol
harus dihilangkan terlebih dahulu
bertingkat mulai dari 70%, 80%,
dengan cara direndam dengan xylol
90%, 96% dan alkohol absolut
selama 2 menit. Kemudian dilakukan
masing-masing selama satu jam.
rehidrasi dengan cara mencelupkan
Kemudian sampel dimasukkan lagi
preparat ke dalam alkohol seri turun,
ke dalam alkohol: xylol I (1:1) dan
dari absolut hingga 35%, masing-
xylol II masing-masing selama satu
masing selama 2 menit. Setelah itu
jam.
sampel
Setelah itu masuk ke tahap infiltrasi
Haematoxylin
atau memasukkan parafin cair ke
selanjutnya
dalam
ikan
mengalir sampai preparat bening.
dimasukkan ke dalam xylol-paraffin
Kemudian direndam kembali dengan
(1:1) sealama 1 jam dan paraffin II
Eosin selama 1,5 menit, selanjutnya
masing-masing satu jam (proses
dicuci kembali dengan air mengalir
insang
jaringan.
ikan
Insang
o
kering
dan
dengan
direndam
menempel
dalam
selama dicuci
menit,
dengan
hingga
selanjutnya ialah embedding yakni
histologi insang ikan yang sudah
sampel
bersih siap untuk ditutup (mounting),
dalam
paraffin
dengan menggunakan cetakan (kertas
diamati mikroskop
dan
Lalu
air
dilakukan dalam oven 60 C). Proses
ditanam
bening.
4
larutan
difoto
Olympus,
preparat
dibawah sedangkan
parameter yang diamati adalah: lebar
Mitrovic-Tutundzie
lamella
dan Thomaz, 2011) dapat dilihat
sekunder,
jarak
antara
dalam
Lopez
lamella sekunder serta kelainan-
pada Tabel 2.
kelainan yang ada pada insang
kerusakan
Tabel 2. Nilai HAI menurut Poleksik dan Mitrovic-Tutundzie dalam Lopez dan Thomaz, 2011) Nilai No. Keadaan Insang HAI Fungsi organ 1. 0-10 normal Organ mengalami 2. 11-20 kerusakan ringan Organ mengalami 3. 21-50 kerusakan sedang Organ mengalami 4. 50-100 kerusakan berat Organ tidak dapat 5. >100 dipulihkan kembali Kondisi makroskopis insang ikan
insang ikan dengan menggunakan
juaro di perairan hulu dan hilir
metode Histopathological Alteration
Sungai Siak dapat dilihat pada Tabel.
Index (HAI) menurut Poleksik dan
3 di bawah ini.
Mitrovic-Tutundzie
Tabel 3. Kondisi Insang Ikan Pantau Hulu Sungai
tersebut. Analisis Data Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini ialah lebar lamella sekunder dan jarak antara lamella sekunder yang satu dengan yang lainnya. Kemudian dianalisis secara deskriptif kelainan serta kerusakan yang terjadi pada jaringan insang ikan juaro. Tahap selanjutnya ialah menentukan
tingkat
(1994)
yang
dimodifikasi oleh Lopez dan Thomaz (2011). Adapun untuk menghitung
Makroskopis Hilir Sungai
Warna
Merah*
Merah**
(HAI) adalah dengan menggunakan
Lendir
Berlebihan
Berlebihan
rumus:
Keterangan: * : RAL 3011 Braunrot (merah darah) ** : RAL 3013 Tomatenrot (merah pucat) (*)Warna insang ikan dibandingkan dengan standar warna dari cat tembok Jotun (Ral Colour Fan Deck Jotun 2009)
Histopathological Alteration Index
HAI = (1xSI)+(10xSII)+ (100xSIII) Dimana : I, II dan III = Tingkat kerusakan 1, 2 dan 3 S = Jumlah kerusakan untuk setiap keterangan pada tingkat kerusakan 1, 2 dan 3 Nilai Histopathological Alteration Index (HAI) (Poleksik dan
Pada
ikan
yang
sehat,
insang
merah yang mengalir di dalam
tersusun dari lengkung insang, gerigi
lamella
insang (gill raker) dan tapis insang/
karbondioksida dapat dikeluarkan/
sisir insang. Tapis insang ini tersusun
dibuang ke lingkungan.
dari lamella primer dan sepanjang
Selain itu pada insang ikan juaro
lamella primer terdapat lembaran-
yang diamati terdapat lendir yang
lembaran halus lamella sekunder.
yang menutupi pada bagian lamella
Lamella
yang
insang, namun lendir yang terdapat
berfungsi untuk mengambil oksigen
pada insang ikan juaro di hulu
dari air (Windarti dan Simarmata,
Sungai Siak tidak sebanyak lendir
2013).
yang terdapat pada insang ikan juaro
sekunder
Berdasarkan
inilah
pengamatan
di
insang,
hilir
Sungai
sedangkan
Siak.
Hal
yang dilakukan pada insang ikan
kemungkinan
juaro
makroskopis
lingkungan perairan hilir Sungai Siak
menunjukkan bahwa warna insang
yang sudah tercemar, seperti adanya
ikan juaro di hilir Sungai Siak
masukan bahan pencemar, bersifat
berwarna merah pucat sedangkan
iritan dan korosif yang berasal dari
insang ikan juaro di bagian hulu
industri-industri yang ada disekitar,
Sungai Siak warna merahnya lebih
sehingga menyebabkan insang harus
kuat (merah darah). Warna merah
mengeluarkan lendir yang banyak
pada insang dipengaruhi oleh oleh
agar polutan yang bersifat padatan
adanya pembuluh darah yang berisi
yang tak terlarut tidak ikut masuk
darah yang mengandung oksigen
dan menempel di lamella insang. Hal
(O2) saat inspirasi dan mengandung
ini sesuai dengan pendapat Kurniasih
karbondioksida (CO2) saat ekspirasi.
dan Tabbu (1994) yang menjelaskan
Hal ini sesuai dengan pendapat
bahwa ikan memproduksi mukus
Pulungan et al., (2015) bahwa insang
(lendir) apabila ada partikel-partikel
merupakan organ tubuh yang cocok
racun,
untuk melakukan proses respirasi,
melindungi
karena mempunyai permukaan yang
tereduksi partikel-partikel racun agar
luas dan dinding yang tipis serta
tidak mengalami kerusakan.
permeabel. Oleh karena itu oksigen
Struktur Jaringan Insang Ikan
dari air dapat diambil oleh sel darah
Juaro
secara
disebabkan
ini
lendir
oleh
berfungsi
untuk
bagian-bagian
yang
Struktur jaringan insang ikan juaro di
hulu perairan Sungai Siak (0,012
perairan hulu dan hilir Sungai Siak
mm) lebih sempit dibanding dengan
dapat
karena
lebar lamella sekunder pada ikan
perbedaan kondisi insang ikan juaro
juaro dari hilir Sungai Siak (0,013).
di kedua bagian perairan ini sangat
Sebaliknya
kecil. Perbandingan kondisi insang
sekunder
ikan juaro di hulu dan hilir Sungai
perairan hilir Sungai lebih sempit
Siak dapat dilihat pada Gambar 3.
dibanding
dikatakan
sama
jarak antar lamella pada
ikan
jarak
juaro
antar
dari
lamella
0,014
sekunder pada ikan juaro dari hulu
0,012
Sungai Siak. Pada ikan juaro dari
0,01 0,008 0,006 0,004 0,002
Lebar lamella (mm)
hilir
Jarak lamella (mm)
bahkan banyak lamella sekunder
0 Hulu Hilir
Sungai
lamella
Siak,
sekunder
jarak relatif
antara sempit,
yang menyatu akibat penebalan sel epithelium
yang
perbanyakan
sel
(hyperplasia).
Gambar 3. Lebar dan Jarak
Sempitnya
Antara Lamella Insang Ikan Juaro
sekunder mengakibatkan aliran air
Pada gambar 3 struktur jaringan
yang melewati celah antar lamella
insang menunjukkan bahwa jarak
sekunder
dan lebar lamella insang ikan dari
proses pemasukan oksigen di dalam
kedua lokasi dapat dikatakan sama
tubuh menjadi terganggu. Karena
karena hanya berbeda 0,001 mm.
lamella yang merapat antara satu
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dengan yang lain dapat menyebabkan
pada tabel 4.
menyempitnya permukaan lamella
Tabel 4. Lebar dan Jarak Lamella
yang mengakibatkan ikan kesulitan
Insang Ikan Juaro
dalam
Perairan Sungai Siak Hulu Hilir
Lebar lamella (mm) 0,012 0,013
Jarak lamella (mm) 0,002 0,003
Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa lebar lamella sekunder ikan juaro di
jarak
mengalami
antar
terganggu.
bernafas.
lamella
Akibatnya
Rachmat
dan
Fachriyan (1989) menyatakan bahwa kerusakan struktur jaringan insang yang ringan sekalipun akan dapat mengganggu proses osmose dan kesulitan terlihat
bernafas. beberapa
Berikut
ini
gambar
abnormalitas dan kerusakan yang
ikan juaro di perairan hulu dan hilir
terjadi pada struktur jaringan insang
Sungai Siak.
A
B
Keterangan:
gangguan. Selain itu terdapat insang
Hi: Hypertrophy
ikan yang mengalami atrophy/ lisut.
Ha: Hyperplasia
Atrophy/ lisut ini menyebabkan jarak
Atr: Atrophy/ lisut
antar lamella menjadi jauh dan lebar
De: Deformasi lamellasekunder
lamella
Gambar 4. Abnormalitas Pada Struktur Jaringan Insang Ikan Juaro dari Perairan Hulu (A) dan Perairan Hilir (B) Sungai Siak
menjadi
adanya
sempit.
penyempitan
Akibat tersebut
menyebabkan proses dalam mengikat oksigen semakin kecil dan hanya mengandalkan lamella primer dalam
Pada Gambar 4, terlihat struktur jaringan insang ikan juaro di hulu dan hilir Sungai Siak mengalami kelainan
berupa
hyperplasia,
hypertrophy,
atrophy/
deformasi
lamella
lisut
dan
sekunder.
Kerusakan struktur lamella sekunder akan menimbulkan gangguan dalam proses
respirasi
ikan
tersebut.
Lamella sekunder yang memiliki permukaan yang tipis dan permeabel telah menebal akibat sel epitelium memperbanyak untuk
diri
melindungi
(hyperplasia) insang
dari
mengikat oksigen. Dengan kondisi tersebut
mengakibatkan
pasokan
oksigen di dalam tubuh semakin menipis,
sehingga
menyebabkan
kesulitan dalam melakukan proses respirasi dan dapat menyebabkan kematian pada ikan. Menurut Putra (2014) bahwa kerusakan struktur jaringan insang menyebabkan ikan sulit
bernapas.
Akibatnya
ikan
mengalami hipoksia sebagai akibat dari kerusakan tersebut. Windarti
dan
Simarmata
(2013) membagi tingkat kerusakan
jaringan insang menjadi 3 tingkat,
mengalami kerusakan yang cukup
golongan pertama
apabila
parah sehingga insang ikan tidak
insang hanya mengalami kerusakan
dapat lagi kembali seperti semula
yang ringan seperti hyperplasia,
meskipun lingkungan perairannya
hyperthrophy, pelebaran pembuluh
sudah membaik, misalnya nekrosis,
darah, deformasi lamella, peleburan
aneurisma
lamella
Golongan
Tingkat kerusakan insang ikan juaro
kedua yakni apabila pada insang ikan
pada perairan hulu dan hilir Sungai
sudah mengalami kerusakan yang
Siak dapat dilihat pada Tabel 6.
lebih berat seperti hemoragi, sel
Tabel 6. Tingkat Kerusakan Jaringan Insang Ikan Juaro pada Perairan Hulu dan Hilir Sungai Siak
mukus
dan
yakni
kongesti.
sudah
tidak
ada
dan
dan
telangiectasis.
epitellium pecah. Golongan ketiga yakni apabila insang ikan sudah Tingkat kerusakan
Jenis kerusakan pada jaringan Hulu Sungai Hilir Sungai insang 1. Hyperplasia 2. Hypertrophy I 3. Atrophy/ lisut 4. Deformasi lamella sekunder Jumlah nilai Histopathological Alteration 2,67 2,75 Index (HAI) Berdasarkan nilai Histopathological masih ringan, mendekati normal. Alteration Index (HAI) pada Tabel 6
Artinya kerusakan jaringan insang
di atas, tingkat kerusakan jaringan
ikan juaro dapat pulih kembali bila
insang ikan juaro dari hulu dan hilir
kualitas perairan di Sungai Siak baik.
Sungai
Parameter Kualitas Air
termasuk
kerusakan
I.
dalam
Tingkat
tingkat
kerusakan
jaringan insang ini dikategorikan No
Parameter
1. 2.
Suhu Kecerahan
1. pH 2. DO 3. CO2 Sumber: Data Primer
Satuan o
C cm
mg/L mg/L
Tabel 6. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air
Perairan Sungai Siak Hulu Sungai Hilir Sungai Fisika 30 29 30 32 Kimia 5 5 6,8 8,4 13,1 11,9
Baku Mutu *) Deviasi 3
6-9 4
Keterangan: *) =PP No. 82 Tahun 2001 untuk Kelas II KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
dan Pelestarian DAS Siak Provinsi Riau. Pekanbaru. 13 hal.
Nilai HAI struktur jaringan insang ikan di Hulu Sungai Siak adalah 2,67 dan di Hilir Sungai Siak adalah 2,75. Berdasarkan nilai tersebut, tingkat kerusakan pada struktur jaringan insang ikan juaro di hulu dan hilir Sungai Siak termasuk ringan dan bersifat reversible (dapat pulih) jika lingkungan yang merupakan habitat ikan tidak mengalami
gangguan
Jehanbakhshi, A, dan A. Hedayati. 2012. Gill Histopathological Changes in Great Sturgeon After Exposure to Crude and Water Soluble Fraction of Diesel Oil. Springer-Verlag London Limited. Kurniasih dan Tabbu. C. R. 1994. Patologi Umum Gangguan Pertumbuhan dan Metabolisme Sel. Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan. Ugm. Yogyakarta, 51 hlm.
secara fisik maupun kimiawi. Saran Disarankan
untuk
melakukan
penelitian lanjutan untuk melihat struktur
jaringan
organ
internal
lainnya seperti ginjal dan hati agar dapat memberikan informasi yang lebih
lengkap
tentang
struktur
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pulungan. C. P., Windarti., N. A. Pamungkas., M. R. Siregar., N. Asiah, dan B. Heltonika. 2015. Buku Ajar Fisiologi Hewan Air. UR Press. 64-72 hal. Pekanbaru.
jaringan organ tubuh ikan juaro. DAFTAR PUSTAKA Amri, H. T. A. 2007. Pengendalian Pencemaran Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak. Jurnal Sains MIPA 13 (2): 153-162. Alaerts, G. dan S. S. Santika. 1984. Metode Pengukuran Kualitas Air. Usaha Nasional. Surabaya. Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak Provinsi Riau. Seminar Penyelamatan
Windarti dan A. H. Simarmata. 2013. Buku Ajar Histologi. UR Press. Pekanbaru. www.bi.go.id (24 Maret 2007).