2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Air Genjer (L. flava) Genjer merupakan tanaman yang tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Tanaman genjer merupakan tanaman asli wilayah tropis dan subtropis Amerika (Jacoeb et al. 2010). Warna daunnya hijau dengan lapisan lilin sehingga terlihat mengkilat.Di berbagai daerah, genjer dikenal dengan sebutan haleyo (Batak), eceng (Melayu), genjer, saber (Sunda) dan centongan (Jawa). Klasifikasi dari tanaman genjer menurut Plantamor (2008) adalah sebagai berikut. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Alismatales
Famili
: Limnocharitaceae
Genus
: Limnocharis
Spesies
: L. flava (L.) Buch
Morfologi tanaman genjer (L. flava) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Tanaman genjer (L. flava) Sumber: www.plantamor.com Genjer mempunyai daun yang berbentuk membulat, ukurannya bisa mencapai lebar telapak tangan orang dewasa dan ditopang batang bersegi tiga yang berongga di dalamnya.Genjer merupakan tanaman air yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Di beberapa daerah di Indonesia daun genjer sudah lama diolah menjadi beragam masakan, yaitu masyarakat Jawa Timur mengolah genjer menjadi tumis atau urap, sedangkan di Klaten Jawa Tengah ditemui pecel dengan sayuran daun genjer.
4
2.2 Komposisi Kimia Tanaman Genjer Pemanfaatan tanaman genjer dilakukan terhadap daun muda dan bunga yang belum terbuka yang dimakan sebagai sayuran, di Indonesia terutama di Jawa Barat, di Malaysia, dan di Thailand. Tanaman ini biasanya tidak dimakan mentah tetapi dipanaskan di atas api atau dimasak untuk waktu yang singkat. Pengolahan genjer sebagai penambah nafsu makan adalah dengan pengukusan genjer segar hingga setengah matang yang dikonsumsi sebagai lalapan. Komposisi gizi tanaman genjer disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisis gizi tanaman genjer (L. flava) Komposisi gizi Jumlah (a) Air 97,34 ± 0,15% Protein 0,28 ± 0,01% Lemak 1,22 ± 0,01% Serat 3,81 ±0,04% Karbohidrat 14,56 ± 0,14% Total energy 343,26 ± 9,75% Potasium 4202,50 ± 292,37 mg/100 g Sodium 107,72 ± 17,15 mg/100 g Kalsium 770,87 ± 105,2 mg/100 g Magnesium 228,10 ± 15,26 mg/100 g Tembaga 8,31 ± 1,83 mg/100 g Zinc 0,66 ± 0,05 mg/100 g (a) Saupi et al. (2009), jumlah dalam 100 gram berat basah
Daun dan bunga genjer berkhasiat sebagai penambah nafsu makan.Daun dan
bunga
genjer
(Plantamor 2008).
mengandung
kardenolin,
flavonoid
dan
polifenol
Menurut Maisuthisakul et al. (2008) menunjukan bahwa
L. flava di wilayah Thailand mengandung total fenolik sebesar 5,4 mg GAE/g berat kering dan total flavonoid sebesar 3,7 mg RE/g berat kering. Genjer juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dengan cara batang genjer dicacah menjadi bagian kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bekatul atau dedak sebagai pakan sapi dan kambing.
2.3 Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
5
disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksida lipid pada makanan (Kuncahyo dan Sunardi 2007).
Antioksidan sangat beragam jenisnya, berdasarkan
sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia (Trilaksani 2003). Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan ekonomis. Empat macam
antioksidan
sintetik
yang
sering
digunakan
adalah
butylated
hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propylgallate (PG) dan nordihidroquairetic acid (NDGA) (Winarno 2008). Antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Trilaksani 2003). Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk α, β, γ, δ-tokoferol (Winarno 2008).
2.4 Mekanisme Antioksidan Mekanisme kerja antioksidan menurut Ong et al. (1995) dalam Hariyatmi (2004) ada lima, yaitu (1) Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal, (2) Mencegah pembentukkan jenis oksigen reaktif, (3) Mengubah jenis oksigen reaktif menjadi kurang toksik, (4) Mencegah kemampuan oksigen reaktif dan (5) Memperbaiki kerusakan yang timbul. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relative
6
stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul tertentu membentuk radikal bebas baru (Gordon 1990dalam Apriandi 2011). Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal bebas pada Gambar 2. Inisiasi :
R*
+ AH --------------------------RH + A*
Propagasi : ROO* + AH ------------------------- ROOH + A* Gambar 2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal bebas Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Antioksidan dapat berperan dalam menekan prolifersi (perbanyakan) sel kanker, karena antioksidan berfungsi menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent). Dalam mempertahankan mutu pangan, antioksidan dapat menghambat berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi (Trilaksani 2003).
2.5 Ekstraksi Senyawa Bioaktif Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu.
Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponenkomponen aktif (Harborne 1984). Menurut Ansel (1989) dan Winarno et al. 1973, ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase cairdan fase organik. Cara fase cair dilakukan dengan menggunakan air, sedangkan cara fase organik dilakukan dengan menggunakan pelarut organik. Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstrak dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat telarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut pada pelarut polar juga, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti gugus OH, COOH,
7
dan lain sebagainya). Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga (Harborne 1984). Harborne (1984) mengelompokkan metode ekstraksi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi, dan dialokasi sedangkan ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik dan ultrasonik.
2.6 Uji Aktivitas Antioksidan Kandungan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan dapat menggunakan beberapa metode.Salah satu metode yang umum digunakan yaitu menggunakan radikal bebas stabil diphenilpycrylhydrazil (DPPH). Prinsip metode-metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam (Setyaningsih 2003). Metode radikal bebas stabil diphenilpycrylhydrazil (DPPH) merupakan radikal sintetik yang larut dalam pelarut polar misalnyaetanol dan metanol. DPPH merupakan radikal stabil yang dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 515 nm(Rohman dan Riyanto 2005).
Menurut Molyneux (2004)
Meningkatnya jumlah diphenilpycrilhydrazine akan ditandai dengan berubahnya warna
ungu
pada
larutan
menjadi
warna
kuning
pucat.
Struktur
Diphenylpycrilhydrazil dan Diphenylpycrilhydrazine disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur Diphenylpycrilhydrazil dan Diphenylpycrilhydrazine Hasil
dari
metode
DPPH
umumnya
dalam
bentuk
IC 50
(Inhibitor Concentration 50), yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan
8
substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%.
Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC 50 akan semakin kecil.
Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC50-nya semakin kecil (Molyneux 2004).
2.7 Komponen Bioaktif Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis. Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik misalnya polifenol dan komponen asam (phenolic acid). Komponen bioaktif tidak terbatas pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, misalnya protein dan peptida (Kannan et al. 2009). Pengujian terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia. 2.7.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1984). Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin (analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata), skopolamin (sedatif/obat penenang menjelang operasi), kokain (analgesik), piperin (antifeedant), quinin (obat malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamin (analgesik untuk migrain), reserpin (pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif), serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker) (Putra 2007).
9
2.7.2 Steroid Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbon asiklik.
Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,
terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, sering mempunyai titik lebur tinggi, umumnya sulit untuk dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif, yang banyak digunakan untuk tes adalah reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4 pekat), yang membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen dan sterol (Sirait 2007). Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa (Harborne 1984). 2.7.3 Flavonoid Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak (Harborne 1984). Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid. Flavonoid dalam kehidupan
10
manusia berfungsi sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler.Flavon terhidrolisasi berkerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait 2007). 2.7.4 Saponin Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi, diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat.
Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sapogenin triterpenik dan steroidik (Muchtadi 1989 dalam Permatasari 2011). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat misalnya sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Saponin terkadang dapat menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1984). Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan (Sirait 2007). Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan spesies tanaman yang berbeda, terutama tanaman dikotil dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman dan termasuk kedalam kelompok besar molekul pelindung tanaman yang disebut phytoanticipins atau phytoprotectans. Saponin diketahui mempunyai efek sebagai antimikroba, menghambat jamur dan melindungi tanaman dari serangan serangga (Suparjo 2008). 2.7.5 Fenol hidrokuinon Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.
11
Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolatalami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit (Harborne 1984). Pigmen kuinon alami berada pada kisaran warna kuning muda hingga hitam. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, misalnya kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Ketaren 2008). Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon. Tiga kelompok pertama umumnya terhidrolisis dan memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon terdapat pada respirasi seluler (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) (Harborne 1984). Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak bewarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Beberapa contoh yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon gossypol, pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenoli (Ketaren 2008). 2.7.6 Karbohidrat Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa-senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Nama karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan senyawa dari golongan ini mempunyai rumus empiris, yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah karbon “hidrat” dan memiliki nisbah karbon terhadap hidrogen dan terhadap oksigen sebagai 1:2:1. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama kalori total yang dikonsumsi manusia dan bagi kebanyakan kehidupan Ahewan, misalnya juga bagi berbagai mikroorganisme. Karbohidrat juga merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lainnya yang menggunakan energi solar untuk melakukan sintesis karbohidrat dari CO2 dan H2O (Lehninger 1988).
12
Karbohidrat menurut Sirait (2007) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) Monosakarida, merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C. Contoh: glukosa, fruktosa, arabinosa 2) Oligosakarida, merupakan polimer dari dua sampai sepuluh monosakarida. Contoh: sukrosa rafinosa 3) Polisakarida Polisakarida merupakan rantai panjang yang terdiri dari monosakarida di mana ikat satu dengan yang lainnya dapat berupa ikatan head to tail dan dapat bercabang-cabang. Contoh: pati, selulosa, inulin. 2.7.7 Gula pereduksi Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi.
Monosakarida akan segera mereduksi
senyawa-senyawa pengoksidasi misalnya ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa, kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosis diabetes mellitus (Lehninger 1988). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008).
13
2.7.8 Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisa sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988). Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dll) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008). 2.7.9 Asam amino Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim. Asam amino tumbuhan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam amino protein dan asam amino bukan protein. Asam amino protein pada umumnya diketahui berjumlah 20 dan ditemukan dalam hidrolisat asam dari protein tumbuhan dan hewan. Hanya satu asam amino bukan protein yang selalu terdapat dalam tumbuhan, yaitu asam γ-amino-butirat. Perannya dalam tumbuhan tidak begitu nyata, meski ada (sering dalam konsentrasi tinggi) dalam biji dan dalam metabolisme selanjutnya dalam perkecambahan yang memungkinkan sebagai bahan penyimpan nitrogen (Harborne 1984). Asam amino dalam kondisi netral (pH isolistrik) berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter.Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi.Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH.Gugus karboksilnya tidak
14
terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion pada pH yang rendah (misalnya pada pH 1,0). Gugus karboksilnya terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak pada pH yang tinggi (misalnya pada pH 11,0) (Winarno 2008).
2.8 Pengukusan Penyiapan makanan dalam kehidupan sehari-hari umumnya menggunakan proses pengolahan panas. Proses pengolahan makanan dapat meningkatkan daya cerna dan penampakan, memperoleh flavor, dan merusak mikroorganisme dalam bahan pangan (Azizah et al. 2009). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Salah satu proses pengolahan panas yang biasa digunakan untuk mengolah sayuran adalah pengukusan. Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Pengukusan tradisional menggunakan air panas atau uap panas sebagai medium penghantar panas. Suhu air pengukusan harus lebih tinggi dari 66 oC, tetapi kurang dari 82 oC (Harris dan Karmas 1989). Proses pengukusan menggunakan berupa dandang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan. Sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah dan harum, serta kemungkinan sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999). Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran. Pengukusan dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus.
Proses pengolahan dapat mengakibatkan kandungan
fitokimia dan antioksidan dalam sayuran yang telah diolah lebih rendah daripada sayuran dalam keadaan segar (Azizah et al. 2009).