BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya beraneka ragam. Pengaruh keadaan geografis, ras, suku, dan agama menjadi latar belakang terciptanya kebudayaan yang beragam di setiap daerah di Indonesia. Keanekaragaman tersebut menjadi aset yang sangat b erharga bagi Indonesia. Keunikan masing - masing daerah menjadi identitas yang memberikan ciri khas bagi setiap daerah. Ciri khas tersebut menjadi potensi yang besar untuk dikembangkan. Pemerintah sebagai pemangku kekuasan serta penentu kebijakan berlomba-lomba mengemas dan menunjukkan potensi daerahnya kepada masyarakat luas, baik dalam maupun luar negeri. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menciptakan branding pada daerahnya. Branding diharapkan mampu meningkatkan daya tarik wisatawan dan investor terhadap sebuah
daerah.
M eningkatnya
pendapatan
daerah
dan
kesejahteraan
masyarakat menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui branding tersebut. Sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia, Daera h Istimewa Yogyakarta (DIY) berusaha menunjukkan kepada masyarakat luas mengenai keunikan serta potensi yang dim iliki. Pemerintah daerah (Pemda) DIY menciptakan sebuah brand image untuk menunjukkan dan mengenalkan Yogyakarta ke masyarakat dunia.
Gambar 1 Branding Jogja Tahun 2001-2014 Sumber: www.flickr.com
1
Pemikiran
mengenai
perlunya
penciptaan
citra
diri (Brand
Image), dimunculkan oleh Gubernur DIY pada awal tahun 2001, dimana pada saat itu daerah-daerah di Indonesia berlomba - lomba menciptakan semboyan atau slogan yang menjadi branding untuk mewakili citra daerahnya, namun hanya dipahami oleh masyarakatnya sendiri. Daerah Istimewa Yogyakarta menciptakan citra yang merefleksikan atau menjadi indikator nilai (value indicator) bagi semua orang, baik di dalam maupun di luar negeri 1 . Sejak tahun 2001, brand im age yang digunakan oleh DIY adalah “Jogja Never Ending Asia” yang dibuat dengan bekerja sama dengan perusahan pemasaran Markplus Inc. setelah lebih dari sepuluh tahun digunakan, muncul wacana penggatian brand yang telah ada. Wacana tersebut muncul setelah tuntutan masyarakat Yogyakarta mengenai penetapan keistimewaan DIY dipenuhi pemerintah dengan disahkannya Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Ide perubahan logo sekaligus rebranding Jogja sebenarnya bermula dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Orang nomor 1 di DIY ini menilai bahwa logo lama yang telah bertahan selama 15 tahun, kini sudah tidak relevan lagi. Selain itu, tagline “Jogja Never Ending Asia” juga dianggap perlu diubah 2 . Setelah disahkannya UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono memaparkan mengenai Jogja
Renaissance
dan Sabdatama Raja sebagai landasan
pembangunan DIY. Renaissance merupakan bagian dari visi misi G ubernur dalam menyambut Keistimewaan DIY. Sentral Renaissance itu untuk melahirkan peradaban baru yang unggul dengan menghasilkan manusia utama. Sultan menyebutnya Jalma Kang U tam a berazas rasa Ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan. Wujud Renaissance dituangkan dalam sem bilan bidang strategis di
1
Adm inistrator. 2011. Jogja Never Ending Asia. http://portal.jogjaprov.go.id/pem erintahan/kalender-kegiatan/view/jogja-never-ending-asia diakses pada 16 Februari 2015 pukul 20:41 W IB. 2 _______. 2014. Rebranding Jogja Tak Sekadar Ganti Logo. http://urunrembugjogja.com/news/9 diakses pada 13 Februari 2015 pukul 19.05 W IB.
2
antaranya meliputi pendidikan, pariw isata, teknologi, ekonomi, energi, pangan, kesehatan, keterlindungan warga dan tata ruang lingkungan. M isinya yang diunggulkan itu salah satunya adalah berorientasi pembangunan dengan mengedepankan pembangunan di pesisir dan menjadi laut selatan sebagai pintu gerbang DIY. 3 Sultan mengusulkan agar makna
Jogja
Renaissance
dan
ruh
Sabdatama Raja tertuang dalam branding baru tersebut. “Sehingga branding Jogja itu tidak hanya untuk publik, tetapi juga pemerintahan,” ujarnya 4 . Pada city rebranding kali ini, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menjalin kerja sama dengan perusahaan marketing Markplus Inc. yang dipim pin oleh Hermawan Kertajaya. Proses rebranding pun dim ulai dan logo dan tagline baru telah dihasilkan oleh Hermawan Kertajaya dan tim. M enurut Hermawan Kertajaya, dalam rebranding ini, ada tiga karakter yang ingin ditonjolkan, yakni kreativitas, budaya, dan peradaban. Logo resmi ini nantinya bisa dimodifikasi sejumlah pihak untuk ber bagai kepentingan, seperti yang terjadi pada logo perusahaan internet Google. ”Dengan begitu, city brand Y ogyakarta bisa dim iliki semua warga sehingga menjadi citizen brand,” katanya 5 . Jogja Renaissance terdiri dari sembilan arah pembangunan yang akan diaplikasikan dalam pembuatan logo dan tagline yang baru. Setelah logo dan tagline selesai dikerjakan oleh Hermawan Kertajaya dan tim, hasil rebranding tersebut lalu dipresentasikan dalam uji publik atau urun rembug pada tanggal 27 O ktober 2014 di Atrium Ambarukmo P laza. Pada acara tersebut, logo dan tagline baru hasil kerja Hermawan Kertajaya dan tim MarkPlus Inc. yakni “Jogja New Harmony” dipresentasikan. Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengharapkan urun rem bug logo baru Jogja 3
Andreas Tri Pam ungkas. 2014. Branding 'Jogja Never Ending Asia' akan Diubah. http://jogja.solopos.com /baca/2014/04/24/ branding-jogja-never-ending-asia-akan-diubah504270 diakses pada 16 Februari 2015 pukul 09:45 W IB. 4 ibid 5 Fira Abdurachm an. 2014. Pencitraan Yogy akarta Tuai Kritik. http://indonesiasatu.kom pas.com/read/2014/11/03/14000021/print.kompas.com diakses pada 16 Februari pukul 10:09 W IB.
3
atau uji publik terhadap rencana penggantian branding “Jogja Never Ending Asia” dengan branding baru dapat memberikan kontribusi pemikiran alternatif agar kemudian pihak Markplus dapat mengembangkan dalam bentuk grafis yang pas sesuai dengan karakteristik warga Yogyakarta, karena logo menggambarkan kota helix yang memberikan image yang khas dan unik bagi
Yogyakarta
yang
mempresentasikannya
menjadi
berkesesuaian,
akuntabel
branding
bentuk
dalam
logo
sekaligus -
logo
kabupaten/kota sebagai satu kesatuan. Ruh Jogja harus dipertahankan 6 .
Gambar 2 Bakal Logo Hasil Rebran ding Jogja oleh Pemerintah DIY, Hermawan & M arkPlu s Inc. Sumber: kompasiana.com Logo dan tagline baru tersebut menuai banyak kritik dari beberapa elemen masyarakat. Logo yang baru dianggap tidak mencer minkan Jogja yang sebenarnya dan desainnya dapat menimbulkan kesalahan baca. Logo dan tagline baru Kota Y ogyakarta dinilai jauh dari ciri khas kota budaya ini. Warga dan desainer visual mengkritik logo dan tagline yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Logo baru dengan kata “Jogja” yang terbaca “Togua” dinilai menjadi kesalahan yang dibuat Pemprov DIY melalui pembuatnya Hermawan Kertajaya 7 . Sebagai wujud kekecewaan terhadap logo tersebut, beberapa elemen masyarakat Jogja 6
Hum as DIY. 2014. Uji Publik Re Branding B aru "Jogja New Harm ony" Di Atrium Plaza Am barukm o. http://web.jogjaprov.go.id/pebisn is/perintisan/view/uji-publik-re-branding-barujogja-new-harmony-di-atrium -plaza-ambarukmo diakses pada 17 Februari 2015 pukul 14:17 W IB. 7 Fathi Mahm ud. 2014. Kritik Logo Baru Yogya, Puluhan Desainer Sum bang Ide . http://news.liputan6.com /read/2129271/kritik -logo-baru-yogya-puluhan-desainer-sumbang-ide diakses pada 17 Februari 2015 pukul 13:32 W IB.
4
membentuk sebuah gerakan yang diberi nama “Jogja D arurat L ogo” dan mengumpulkan sumbangan logo untuk Jogja. M elihat dinamika yang terjadi di mas yarakat, pemerintah daerah kembali mengadakan acara Urun Rembug Jogja sebagai sarana komunikasi bagi pemerintah dan masyarakat terkait masalah rebranding Jogja. Forum Urun Rembug Jogja difungsikan sebagai media penyalur aspirasi masyarakat. Forum tersebut melahirkan beberapa kep utusan yaitu dibentuknya sebuah tim khusus yang disebut Tim 11 (abdi dalem visual) yang terdiri dari tokoh masyarakat, seniman, budayawan dan perwakilan dari MarkPlus Inc. dan dibuatnya
website
urunrembugjogja.com
sebagai platform
resmi bagi
masyarakat untuk menyalurkan aspirasi berupa logo dan tagline. Tim 11 bertugas untuk membantu Sri Sultan dalam menyeleksi dan menentukan logo dan tagline rebranding Jogja. “Daripada hanya sebagai kritik, mengapa tidak sekalian saja kita serap daya cinta masyarakat untuk bersam a-sama mendesain logo jogja”, ungkap Herry Zudianto selaku Tim 11 Rebranding Jogja 8 . Berdasar kutipan di atas, kritik dan aspirasi masyarakat berusaha diserap oleh pemerintah Pemerintah daerah juga membuat sebuah website yaitu urunrembugjogja.com yang dijadikan sebagai platform resmi untuk menyalurkan aspirasi berupa logo dan tagline dari masyarakat umum. Logo dan tagline yang masuk akan diseleksi oleh Tim 11 dan diadaptasi untuk kepentingan rebranding Jogja. Setelah melalui proses pengumpulan logo dan tagline, Tim 11 melakukan penyeleksian dan urun rem bug terhadap seluruh karya yang masuk dalam Urun Rem bug Jogja. Dari proses urun rembug Jogja tersebut akhirnya diperoleh logo dan tagline Jogja yang baru yaitu “Jogja Istimewa” yang kemudian diperkenalkan secara resmi melalui acara Jogja G umregah pada 7 M aret 2015.
8
Disam paikan dalam Obrolan Rakyat “Membedah Nilai Jo gja Istimewa untuk Kebangkitan Yogyakarta #3” Diskusi Bulanan Karang Taruna DIY di Dalem W ironegaran, Kraton, Yogyakarta (Sabtu, 25 April 2015).
5
Gambar 3 Logo & Tagline Baru Jogja Sumber: jogjaistimewa.co Rebranding Jogja menjadi hal yang unik dan menarik untuk diteliti. City branding adalah hal yang umum dilakukan oleh sebuah kota, tetapi pada kasus rebranding Jogja ini menjadi hal yang unik karena adanya dinamika, aspirasi
dan
partisipasi
masyarakat
yang
turut
memengaruhi
proses
rebranding Jogja. Keterlibatan masyarakat dalam perum usan rebranding Jogja tersebut menjadi hal yang unik diteliti karena hal tersebut belum pernah terjadi pada city branding kota lain di Indonesia.
B. Rumusan Masalah Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penentuan rebranding Jogja melalui Forum Urun Rembug Jogja?
C. Tujuan Penelitian 1. M endeskripsikan proses komunikasi politik masyarakat terkait city branding Jogja melalui U run Rem bug Jogja. 2. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi politik masyarakat dapat memengaruhi pengambilan keputusan pemangku kebijakan terkait city branding Jogja.
6
D. Manfaat Penelitian 1. M anfaat Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi baru tentang strategi komunikasi politik melalui media baru bagi penelitian selanjutnya. 2. M anfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk evaluasi terhadap U run Rembug Jogja sebagai sarana penyalur aspirasi masyarakat terhadap rebranding Jogja. E. Kerangka Pemikiran Komunikasi politik merupakan aspek yang selalu ada dalam sebu ah sistem politik. Partisipasi masyarakat dalam proses city branding merupakan salah satu bentuk komunikasi politik dari warga negara. Partisipasi politik masyarakat juga menjadi salah satu elemen dalam konsep city branding itu sendiri. M asyarakat memiliki kemampuan untuk turut memengaruhi proses pengambilan keputusan atau kebijakan oleh pemerintah melalui berbagai cara, seperti melalui pembentukan opini publik dan kelom pok kepentingan. Berikut adalah rincian dari kerangka pemikiran yang berhubungan dalam penelitian ini. 1. Komunikasi Politik Komunikasi Politik mencakup dua kata penting yang perlu dipahami, yakni
komunikasi
dan
politik.
M enurut
Gode
(1969:5)
pengertian
komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Dengan kata lain bahwa proses komunikasi memiliki tujuan untuk menyampaikan p esan yang bisa dipahami bersama, baik komunikator maupun komunikan.
7
Sedangkan politik menurut M iriam
Budiarjo (2008:15) adalah
bermacam - macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan - tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan - tujuan tersebut. Harold Laswell (1959) dalam buku Who Gets What, When, and H ow mengatakan bahwa “Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”. Komunikasi politik adalah proses kom unikasi untuk menyampaikan aspirasi yang bersifat politik, yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media. Jika pada kegiatan komunikasi biasa, pesan yang disampaikan bisa bersifat pribadi atau informasi umum, maka komunikasi politik berisi pesan yang berunsur politik. M ueller
(1973:73) menjelaskan
bahwa
komunikasi
p olitik
didefinisikan sebagai hasil yang bersifat politik apabila menekankan pada hasil. Sedangkan definisi komunikasi p olitik jika menekankan pada fungsi komunikasi politik dalam sistem politik, adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Gabriel A lmond (1960:45) juga memberikan pernyataan mengenai komunikasi politik sebagai berikut: “All of the functions performed in the polit ical system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of com munication.” Jack Plano dkk (1989:164) dalam Kamus Analisa P olitik mengata kan bahwa komunikasi politik adalah penyebaran arti, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur -unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga - lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau partai politik. Proses komunikasi politik warga negara atau masyarakat dapat melalui beberapa saluran yang berbeda. Penyampaian pesan komunikasi politik dapat melalui demons trasi, kelompok kepentingan (interest group) atau gerakan sosial, partai politik, dan media massa. Saluran – saluran
8
tersebut menjadi sarana penyampaian pesan politik warga negara kepada pemerintah atau pemegang kekuasaan baik itu dalam ranah eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Adanya kelancaran dan kemudahan dalam proses penyampaian pesan politik akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.
Gambar 4 Model Standar Proses Politik Sumber : M ateri Kuliah Pengantar Ilmu Politik Dosen pengampu: K uskridho Ambardi, M .A, Ph.D Diadaptasi dari: M iriam Budiardjo (2008)
Setiap saluran memiliki karakteristik, kelebihan dan kekurangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Contohnya, melalui saluran partai politik, warga negara tidak hanya dapat menyampaikan pesan politik yang dapat memengaruhi pengambilan kebijakan, tatapi juga dapat memenangkan dan menguasai pemerintahan, yakni dengan mengikuti pemilu. Sedangkan demonstrasi, kelompok kepentingan/gerakan sosial dan media massa tidak dapat menguasai pemerintahan karena tidak mengikuti pemilu. M eski tidak terlibat langsung dengan pemilu, ketiga saluran tersebut tetap dapat memengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Gerakan sosial atau kelompok kepentingan, demonstrasi, partai politik dan media massa dapat
9
menghimpun dukungan atau aspirasi yang dapat memengaruhi pengambilan kebijakan. 2. Opini Publik Opini dipahami sebagai pernyataan penilaian tentang sebuah objek dalam situasi tertentu atau dalam serangkaian keadaan tertentu (Ardianto, 2011:129). John Dewey mendefinisikan publik sebagai unit sosial aktif yang dari semua pihak yang terlibat akan mengenali problem bersama, untuk kemudian akan mereka cari solusinya secara bersama pula (Ardianto, 2011:127). Definisi opini publik adalah sekumpulan pandangan individu terhadap isu yang sama. Opini publik dijumpai pada publik atau sekelompok orang yang berkomunikasi, yang memiliki kepentingan yang sama. Wilcox (dalam Ardianto, 2011:130) merangkum pengertian opini publik dari beberapa penelitian, antara lain adalah: a. Opini publik adalah sekumpulan ungkapan opini banyak individu yang terikat dalam satu kelompok yang mempunyai tujuan, aspirasi, kebutuhan, dan keinginan yang sama. b. Orang-orang yang berminat atau memiliki kepentingan pribadi terhadap suatu isu, yang mungkin terkena dampak isu tersebut, membentuk opini publik mengenai hal khusus tersebut. c. Secara psikologis, opini pada dasarnya ditentukan oleh kepentingan pribadi. Peristiwa, kata-kata, atau dorongan apa pun memengaruhi opini hanya sejauh berhubungan dengan kepentingan pribadi atau jika kepentingan semuanya sudah jelas. d. Opini tidak harus semuanya muncul untuk waktu lama kecuali jika orang merasakan kepentingan
pribadi mereka
terlibat
secara
mendalam atau apabila opini yang muncul melalui kata -kata, bertahan melalui peristiwa. e. Sekali kepentingan pribadi terlibat, opini pun tidak mudah diubah.
10
3. Partisipasi Politik Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1990) mengatakan bahwa pengertian partisipasi politik adalah aktivitas atau kegiatan warga sipil (private citizen) yang bertujuan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Beberapa aspek dari definisi dan pengertian inti ini adalah: Pertama, mencakup berbagai kegiatan politik. Partisipasi politik dalam pengertiannya mencakup orientasi - orientasi para warga negara terhadap politik. Pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, perasaan-perasaan mengenai kompetisi dan efektivitas politik, persepsi persepsi tentang relevansi politik, yang semua itu seringkali dapat berkaitan erat dengan tindakan politik akan tetapi sering juga tidak. Kedua, kegiatan politik warga negara sipil atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara sipil. Dengan demikian ada perbedaan antara partisipasi politik dan orang profesionl di bidang politik. Seorang profesional politik adalah orang yang pekerjaan utamanya berpolitik dalam pemerintahan. Konsep mengenai partisipasi politik tidak mencakup kegiatan pejabat - pejabat pemerintah, pejabat - pejabat partai, calon politikus dan lobbyst, profesional yang bertindak di dalam sejumlah peranan tersebut. Ketiga, kegiatan yang dimaksudkan untuk memengaruhi pengambilan keputusan - keputusan pemerintah. Kegiatan yang demikian difokuskan terhadap pejabat - pejabat umum, mereka yang pada umumnya diakui memiliki wewewang untuk mengambil keputusan dan yang fin al mengenai pengalokasian nilai - nilai secara otoritatif di dalam masyarakat. Dengan kata lain, partisipasi politik dapat mengarah untuk membuat keputusan pejabat yang
sedang
berkuasa
berubah,
menggantikan
atau
mempertahankan
organisasi sistem politik yang ada dan aturan - aturan permainan politiknya. Keempat, mencakup seluruh aktivitas yang ditujukan agar pemerintah terpengaruh, tanpa mempedulikan hasil kedepannya atau ada tidaknya efek yang dihasilkan.
11
Selain definisi tersebut, beberapa ahli juga memberikan definisinya terhadap partisipasi politik, antara lain : Kevin R. Hardw ick (1996), Partisipasi politik memberi perhatian pada cara - cara warga negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan kepentingan - kepentingan mereka terhadap pejabat - pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan - kepentingan tersebut. Indikatornya adalah terdapat interaksi antara warga negara dengan pemerintah dan terdapat usaha warga negara untuk memengaruhi pejabat publik. Norman H. N ie dan Sidney Verba (1975) dalam Handbook of Political Science; Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk memengaruhi seleksi pejabat - pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang mereka ambil. Ramlan Surbakti (1992:142) membagi partisipasi politik dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Partisipasi aktif Partisipasi aktif yaitu kegiatan warga negara ikut serta dalam menentukan kebijakan dan pemilihan pejabat pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi kepentingan bersama. Bentuk partisipasi aktif yaitu m engajukan usulan tentang suatu kebijakan, mengajukan saran dan kritik tentang suatu kebijakan tertentu, dan ikut partai politik. 2. Partisipasi pasif Partisipasi pasif yaitu kegiatan warga Negara yang m endukung jalannya
pemerintahan
negara
dalam
rangka
menciptakan
kehidupan negara yang sesuai tujuannya. Bentuk partisipasi pasif antara lain menaati peraturan yang berlaku dan melaksanakan kebijakan pemerintah.
12
3.1. Faktor-faktor yang mempegaruhi Partisipasi Politik M enurut M yron Weiner, paling tidak terdapat lima (5) hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi yang lebih luas dalam proses politik, yaitu: 1.
Modernisasi Sejalan dengan berkembangnya industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media kom unikasi massa, maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan menuntut berperan dalam politik.
2.
Perubahan-Perubahan Struktur Kelas Sosial Salah satu dampak modernisasi adalah munculnya kelas pekerja baru dan kelas menegah yang semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepentingan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik.
3.
Pengaruh
Kaum
Intelektual dan
Komun ikasi Massa
Modern Kaum intelektual (sarjana, pengarang, wartawan, dsb) melalui
ide-idenya
membangkitkan
kepada
tuntutan
akan
masyarakat partisipasi
umum
dapat
ma ssa
dalam
pembuatan keputusan politik. Demikian juga berkembang nya sarana
transportasi
dan
komunikasi
modern
mampu
mempercepat penyebaran ide-ide baru. 4. Konflik di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik Para pemimpin politik bersaing memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang mereka lakukan adalah dalam ran gka mencari dukungan rakyat. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk memperjuangkan ide - ide partisipasi massa dapat menimbulkan gerakan - gerakan yang menuntut agar hak-hak rakyat yang berpartisipasi itu terpenuhi.
13
5. Keterlibatan Pemerintah yang Melu as dalam Urusan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan Perluasan kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang menimbulkan akibat adanya tindakan - tindakan yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup tindakan atau kegiatan atau tindakan pemerintah yang semakin luas
mendorong
timbulnya
tuntutan
-
tuntutan
yang
terorganisir untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik. 4. Crowdsourcin g M etode crowdsourcing menjadi sebuah trend yang telah berkembang di dunia. M etode crowdsourcing merupakan salah satu metode pengumpulan sumber daya yang dianggap efektif untuk dilakukan 9 . M etode crowdsourcing pada awalnya digunakan dalam dunia industri teknologi, yaitu pembuatan software dengan mengum pulkan pekerja dari seluruh penjuru dunia untuk megerjakan pembuatan software tersebut 10 . Kini metode crow dsourcing digunakan dalam berbagai bidang, seperti yang dijelaskan oleh Bott & Y oung (2012): Today, crowdsourcing is used to create and increase collective knowledge, comm unity building, collective creativity an d innovation, crowdfunding, and civic engagement. Crowdsourcing is not only limited to industrialized countries, where it is often characterized by high-tech data solutions and business applications. In developing countries, it is applicable in the frameworks of popular consultations, election monitoring, constitution drafting processes, or anywhere where it ensures that voices of diverse ethnic, political, and minority groups are heard. (Bott & Young:2012:48) Berdasar penjelasan di atas, crowdsourcing kini menjadi salah satu cara
untuk
menciptakan
dan
meningkatkan
pengetahuan
bersama,
pembangunan masyarakat, kreativitas dan inovasi, penggalangan dana, 9
Maja Bott & Gregor Young. 2012. Crowdsourcing for Better Governance. Praxis The Fletcher Journal of Hum an Security Vol. 27. 10 Ibid
14
keterlibatan serta partisipasi masyarakat. Penerapan crowdsourcing di negara berkembang dapat dilihat pada proses penyerapan berbagai aspirasi yang berkaitan dengan politik, kebijakan pemerintah dan hal - hal lain yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya. 5. City Branding Place branding dapat dimaknai sebagai sebuah cara yang digunakan oleh sebuah komunitas, kota, daerah ataupun negara untuk mengemas dan memasarkan entitas yang mereka miliki. Place branding pada lingkup kota dikenal dengan istilah city branding. City branding merupakan sebuah cara yang digunakan oleh sebuah kota untuk memasarkan entitasnya kepada masyarakat luas. Hal tersebut berdasar pada pernyataan M iller dan Herington bahwa: “Place Branding is about the ways in which comm unities, cities, regions and countries market their entity.” (M iller and Herington, 2009:362-367) Beragam alasan mendasari dibuatnya sebuah city branding. M enurut M urfianti (2010) city branding banyak digunakan oleh kota – kota dunia dalam upaya meningkatkan atau merubah citra suatu tempat/wilayah/kota, dengan menonjolkan kelebihan dan keunikan daerah tersebut. Banyak keuntungan yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan city branding, yaitu : 1) Daerah tersebut dikenal luas (high awareness), disertai dengan persepsi yang baik; 2) Dianggap sesuai untuk tujuan - tujuan khusus (specific purposes); 3) Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan/events; 4) Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi. Berkaitan dengan city branding, (Kavaratzis, 2007) mengemukakan bahwa dalam city branding terdapat dua aspek/dimensi yaitu prim ary communication dan secondary comm unication yang harus dikomunikasikan
15
kepada berbagai pihak. Kedua aspek/dimensi ini hendaknya bersifat komprehensif, integratif dan terpadu untuk mendukung im age sebuah kota/wilayah menjadi lebih baik dan berdaya saing.
Gambar 5 Dua Aspek/Dimensi Komunikasi City’s Brand Sumber : Kavaratzis (2004)
Aspek pertama adalah prim ary communication. Dalam prim ary communication terdapat empat elemen, yaitu : Landscape strategies, meliputi strategi dan manajemen tata kota yang digunakan oleh sebuah kota termasuk urban design, architecture, public spaces dan public art. City’s
behaviour,
mengarah
pada
bagaimana
visi
pemimpin/pemerintah terhadap kota, strategi yang digunakan, insentif keuangan yang tersedia, kualitas pelayanan umum dan pelaksanaan berbagai event kota.
16
Infrastucture,
meliputi
berbagai
proyek
pembangunan
dan
pengembangan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, serta fasilitas yang berhubungan dengan budaya dan w isata. Organisational structure, berkaitan dengan kinerja pemerintah dalam mengorganisasi dan membina hubungan dengan masyarakat meliputi jaringan pengembangan masyarakat (com munity development network), kemitraan pemerintah swasta (public private partnerships), dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan (citizens’ participation). Aspek kedua adalah secondary communication, aspek ini lebih mengarah pada berbagai kegiatan marketing secara langsung, seperti pemilihan logo dan tagline, advertising, graphic design, dan public relations. City branding adalah upaya membangun identitas tentang sebuah kota. Identitas lebih banyak berkaitan dengan apa yang dipikirkan seseorang terhadap orang lain, apa yang dipercayai, dan apa yan g seseorang lakukan. Namun, identitas bukanlah sesuatu hal yang sifatnya given atau taken for granted.
Identitas
dalam
hal
ini
adalah
sebuah
konstruksi,
sebuah
konsekuensi dari sebuah proses interaksi antar manusia, institusi, dan praksis dalam kehidupan sosial. (Julia:2005:14). City branding merupakan sebuah proses yang panjang dan kompleks. Dalam prosesnya, city branding melibatkan banyak pihak. Penyusunan city branding juga memperhatikan berbagai aspek yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. U ntuk memudahkan pemahaman mengenai tahapan – tahapan yang dilalui dalam sebuah proses city branding, Kavaratzis (2008) membuat sebuah bagan yang menunjukkan proses yang ditempuh untuk
menciptakan
sebuah
city
branding/place
branding.
M enurut
Kavaratzis, proses city branding dibagi menjadi lima tahap, yaitu tahap Ask, Think, Listen, Act, dan Speak. Berikut bagan proses city branding menurut Kavaratzis:
17
Gambar 6 Proses City Bran ding Sumber : Kavaratzis (2008)
Berdasarkan aspek city branding yang ada, Kavaratzis (2008) membuat sebuah alur proses city branding. Langkah awal dari city branding adalah pelaksanaan riset dan analisis data terkait city branding. Setelah riset dan analisis data selesai, dilakukan perumusan visi dan stra tegi dengan memperhatikan internal culture, local comm unities, dan synergies. K onsep yang sudah ada kemudian diterapkan pada pembangunan dan pengembangan infrastruktur, tata kota dan seluruh potensi yang dim iliki. Pada proses city branding, dalam tahap Listen dan Act perlu dilakukan penyelarasan terhadap visi yang berperan sangat penting sebagai landasan dalam
berbagai
implementasi strategi city branding. Komunikasi melalui berbagai saluran menjadi cara untuk mengenalkan dan mempublikasikan strategi
city
branding.
18
Kavaratzis juga menjelaskan mengenai capaian-capaian yang menjadi tolok ukur dalam pelaksanaan tahap Listen yang meliputi internal culture, local comm unities, dan synergies. Hal – hal yang menjadi tolok ukur ketiga aspek dalam tahapan Listen dirangkum dalam bentuk tabel sebagai berikut:
City Branding Component Com ponent
Need covered
Internal Culture
Need to receive feedback, agreement and support of employees and to spread brand orientation through the city’s management and marketing itself.
Main axes of intervention and indocative actions
Internal discussion on vision & strategy Establishment of appropriate organisational structure Role allocation for departments Departmental coordination
Local Com m unities
Need to prioritise the needs of local communities (residents, entrepreneurs, SMEs, local interest groups) and involve them in the strategy and brand delivery.
Public discussion with local communities on vision & strategy Establishment of local communities’ representation and participation in all stages of strategy Balancing goals with impacts of strategy
Synergies
Need to explore the common ground between relevant stakeholders within the city (local chamber of commerce, trade associations, locally-based
Public discussion with internal stakeholders on vision & strategy Exploration with external
19
corporations) and outside (regional/ national governments and associations, neighbouring cities, international level ).
parties of possibilities of cooperation and supplementary efforts Role allocation for stakeholders and coordination Planning cooperative projects Public Private Partnerships
Tabel 1 City Branding Component Sumber : Kavaratzis (2008) 6. City Rebranding Rebranding
dapat didefinisikan sebagai praktik membangun
representasi baru untuk menanamkan posisi yang berbeda dalam benak stakeholders dan sebagai identitas pembeda dari kompetitor (M uzellec et al:2003:32). Upaya perubahan brand dilakukan karena berbagai alasan, seperti ketidaksesuaian brand yang telah ada dengan kondisi saat ini, persaingan dengan kompetitor yang semakin ketat, adanya perubahan positioning dan brand image. Selain definisi di atas, terdapat beberapa definisi lain mengenai rebranding yang disampaikan oleh beberapa ahli, antara lain: “Consists of changing some or all of the tengible (the physical expression of the brand) and intangible (value, image and feelings) elements of a brand”. (Daly & M oloney:2004:30). “Rebranding involves change, not only in the visual identity of the organization but also leads to real change within the organization”. (Hankinson & Lomax:2006:193-207). Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah strategi
rebranding
tidak
hanya
berupa
perubahan
identitas
visual.
Rebranding juga melibatkan keseluruhan elemen dari brand tersebut, termasuk perubahan nilai dan citra dari brand itu sendiri. Berdasar penjelasan
20
mengenai rebranding, strategi city rebranding dapat dimaknai sebagai sebuah cara yang digunakan oleh sebuah kota untuk memasarkan entitasnya de ngan mengganti identitas lama dengan identitas yang baru. Perubahan identitas tersebut meliputi perubahan identitas visual, nilai, citra serta visi misi. 7. Legitimasi Secara etimologi legitimasi berasal dari bahasa latin “ lex” yang berarti hukum. Kata legitimasi
identik dengan munculnya kata - kata seperti
legalitas, legal dan legitim. Jadi secara sederhana legitimasi adalah kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Suatu sistem politik dapat lestari apabila sistem politik secara keseluruhan mendapatkan dukungan, seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi diperluka n bukan hanya untuk pemerintah, tetapi juga untuk unsur-unsur sistem politik yang ada. Yang menjadi obyek legitimasi bukan hanya pemerintah, tetapi juga unsur -unsur lain dalam sistem politik. Jadi legitimasi dalam arti luas adalah dukungan masyarakat terhadap sistem politik sedangkan dalam arti sempit legitimasi merupakan dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang ber wenang. M enurut Easton dalam Ramlan Surbakti (M emahami Ilmu Politik, 1999:93), terdapat tiga objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus menerus, tetapi mampu pula mentransformasikan tuntutan menjadi kebijakan umum. Ketiga obyek legitimasi itu meliputi: komunitas politik, rezim dan pemerintahan. Andrain dalam Ramlan Surbakti (M emahami Ilmu Politik, 1999:93) menyebutkan terdapat lima objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional. Kelima obyek legitimasi itu meliputi: masyarakat politik, hukum, lembaga politi k, pemimpin politik dan kebijakan. Selain itu, A ndrain juga berpendapat bahwa
21
berdasarkan
prinsip
pengakuan
dan
dukungan
masyara kat
terhadap
pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu : 1.
Legitimasi
tradisional;
masyarakat
memberikan
p engakuan
dan
dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan
pemimpin “berdarah biru” yang dipercaya
harus memimpin masyarakat. 2.
Legitimasi ideologi;
masyarakat memberikan dukungan kepada
pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan ideologi pancasila. 3.
Legitimasi kualitas pribadi; masyarakat member ikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang tertentu.
4.
Legitimasi prosedural;
masyarakat memberikan pengakuan dan
dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 5.
Legitimasi instrumental; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut menjanji kan atau
menjamin
kesejahteraan
materiil
(instrumental)
kepada
masyarakat.
22
F. Kerangka Konsep
Gambar 7 Kerangka Konsep Penelitian
Penelitian ini akan menggambarkan proses komunikasi politik dalam Forum Urun Rembug Jogja sebagai bagian dari proses penentuan rebranding Jogja dan menjelaskan bentuk dan proses partisipasi politik dalam proses city branding melalui crow dsourcing untuk pencapaian legitimasi. Selanjutnya penelitian akan berfokus pada penjabaran tiga elemen dalam ta hap Listen pada proses city rebranding Jogja yaitu internal culture, local communities, dan synergies.
23
Berdasar pada pernyataan M iriam Budiarjo (2008) bahwa komunikasi politik adalah bermacam - macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang m enyangkut proses menentukan tujuan - tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan - tujuan tersebut. Kom unikasi politik tidak dapat dilepaskan dari sebuah sisitem politik itu sendiri. Komunikasi politik terjadi sepanjang proses penentuan tujuan hingga pelaksanaan tujuan - tujuan. Komunikasi politik yang dilakukan akan memberikan pengaruh terhadap tujuan yang dibuat oleh sistem politik tersebut. Salah satu contoh komunikasi politik adalah adanya partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat ahli mengenai partisipasi politik yaitu : “Partisipasi politik adalah partisipasi warga negara (private citizen) bertujuan untuk memengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara dam ai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif” (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Komunikasi politik seperti partisipasi politik masyarakat dapat terjadi pada setiap proses pengambilan kebijakan pemerintah. City branding sebagai sebuah konsep yang dibentuk oleh pemerintah untuk memasarkan entitas daerah tersebut juga merupakan sebuah kebijakan. City branding merupakan konsep yang kompleks dan melibatkan seluruh stakeholder sebuah kota, termasuk pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Kebijakan pemerintah terkait city branding juga tidak lepas dari adanya partisipasi politik masyarakat sebagai perwujudan komunikasi politik. Berkaitan dengan city branding, (Kavaratzis, 2007) mengemukakan bahwa dalam city branding setidaknya terdapat dua aspek/dimensi yang harus dikom unikasikan kepada berbagai pihak (Lihat gambar 5 Dua Aspek Komunikasi C ity‟s Brand). Kedua aspek/dimensi ini hendaknya bersifat komprehensif, integratif dan terpadu untuk mendukung im age sebuah kota/wilayah menjadi lebih baik dan berdaya saing. Semua stakeholder, baik
24
itu masyarakat, pemerintah maupun investor memiliki perana n yang penting dalam
proses penyusunan hingga
pelaksanaan
city
branding. Kedua
aspek/dimensi city branding baik itu primary com munication maupun secondary comm unication dapat terintegrasi dengan baik apabila semua pihak yang terlibat, dalam hal ini seluruh stakeholder dapat bersinergi dan bekerjasama dalam keseluruhan proses city branding. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu elemen yang penting dalam city branding atau city rebranding. Besarnya partisipasi masyarakat dalam proses city branding atau city rebranding menunjukkan adanya perhatian, dukungan dan pengakuan dari masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang didukung dan diakui oleh masyarakat menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut memiliki legitimasi. Adanya pengakuan dan dukungan kepada pemerintah serta kebijakan yang diambil dapat mendorong terciptanya kerjasama dan sinergi antara masyarakat dan pemerintah. Dalam sebuah proses city branding atau city rebranding diperlukan adanya partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan, baik dalam tahap perencanaan maupun pelaksanaannya. Crow dsourcing menjadi salah satu metode yang digunakan untuk menyerap berbagai aspirasi dan partisipasi masyarakat yang berkaitan dengan politik dan kebijakan pemerintah 11 , dalam hal ini termasuk kebijakan city branding yaitu mengenai logo dan tagline branding. Crowdsourcing merupakan sebuah metode yang lazim digunakan sebagai cara untuk mendapatkan dan menghimpun gagasan – gagasan dari masyarakat luas. Crowdsourcing menjadi sebuah cara untuk menciptakan dan meningkatkan pengetahuan bersama, pembangunan masyarakat, kreativitas dan inovasi, penggalangan dana, keterlibatan serta partisipasi masyarakat. Crowdsourcing dalam proses city branding atau city rebranding menjadi salah satu media partisipasi politik masyarakat untuk menyampaikan aspirasi yang dapat memengaruhi hasil kebijakan pemerintah berupa city branding. 11
Maja Bott & Gregor Young. 2012. Crowdsourcing for Better Governance. Praxis The Fletcher Journal of Hum an Security Vol. 27.
25
Dalam penerapannya, crowdsourcing dalam city branding sering digunakan sebagai cara untuk menghimpun saran, ide da n gagasan terkait logo dan tagline sebuah city branding. Berdasar pada proses city branding yang dijelaskan oleh Kavaratzis (2008) (Lihat gambar 6 Proses city branding) terdapat beberapa proses yang harus dilalui dalam penyusunan sebuah city branding. Tahapan – tahapan tersebut terdiri dari lima tahapan yaitu tahapan Ask, Think, Listen Act, dan Speak. Kelima tahapan tersebut dilakukan secara sistematis dan berurutan untuk mencapai sebuah konsep city branding yang baik. Berkaitan dengan partisipasi politik masyarakat dalam city branding, tahap Listen menjadi tahap yang penting. Tahap Listen merupakan tahap dimana pemerintah mendengar dan mencari masukan dari tiga elemen yaitu internal culture, local com munities, dan synergies. Crowdsourcing menjadi salah satu metode yang efektif digunakan untuk menghimpun partisipasi politik masyarakat luas dalam city branding. Semakin besarnya partisipasi politik masyarakat, semakin besar pula potensi timbulnya
legitimasi
terkait
hasil
city
branding.
Adanya
partisipasi
masyarakat menunjukkan adanya keterbukaan dalam proses penyusunan kebijakan pemerintah dan meminimalisir timbulnya konflik yang dapat terjadi antara pemerintah dan masyarakat terkait sebuah pengambilan kebijakan, termasuk dalam
pengambilan kebijakan
city
branding. D ilakukannya
crowdsourcing dalam upaya menghim punan partisipasi politik masyarakat terkait city branding dapat berpengaruh pada ada atau tidaknya legitimasi terhadap sebuah konsep city branding. Penelitian ini akan berusaha menganalisis partisipasi ma syarakat dalam proses rebranding Jogja sebagai stakeholder yang memiliki peran penting dalam city branding, oleh karena itu penelitian akan berfokus pada tahap Listen dari keseluruhan proses city branding. Tahap Listen merupakan tahap
dimana
stakeholder
memegang
peranan
penting
yang
sangat
dibutuhkan oleh pemerintah dalam penyusunan konsep city branding. Penelitian akan memetakan wujud dan proses partisipasi masyarakat dengan
26
memperhatikan aspek internal culture, local communities, dan synergies dalam tahap tersebut. Berdasar pada Kavaratzis (2009: 30-35), aspek internal culture, local com munities, dan synergies dijelaskan sebagai berikut : 1. Internal Culture Internal culture berhubungan erat dengan bagaimana proses pengorganisasian dari pemerintah dan semua unit yang terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan city branding. Dalam aspek ini, konsep city branding disebarkan melalui manajemen pengelolaan kota dan melalui proses pemasaran. Upaya mendapatkan feedback, persetujuan dan dukungan terhadap penyebaran brand melalui manajemen kota dan pemasaran. Peneliti akan melihat dan menganalisis mengenai : - Diskusi internal terhadap visi & strategi; - Pembentukan struktur organisasi yang tepat; - Pembagian tugas untuk departemen; - Koordinasi Departemen; 2.
Local communities M asyarakat menjadi salah satu bagian yang yang menjadi pondasi city branding itu sendiri, untuk itu dalam city branding perlu memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Perlunya memprioritaskan
kebutuhan
lokal,
melibatkan
warga
setempat,
pengusaha dan bisnis dalam mengembangkan brand. Peneliti akan melihat dan menganalisis mengenai: - Diskusi publik dengan masyarakat lokal pada visi & strategi; - Pembentukan representasi dan par tisipasi masyarakat lokal dalam semua tahapan strategi; - M enyeimbangkan tujuan dengan dampak strategi; 3.
Synergies City branding dapat berjalan dengan baik apabila berbagai elemen yang terlibat dapat bersinergi untuk mencapai tujuan, untuk itu perlu adanya persetujuan dan dukungan dari semua pihak . Upaya mendapatkan persetujuan dan du kungan dari semua pihak terkait dan
27
memberikan partisipasi yang seimbang. Peneliti akan melihat dan menganalisis mengenai: - Diskusi publik dengan para pemangku kepentingan internal pada visi & strategi; - Eksplorasi
dengan
pihak
eksternal
terhadap
kemungkinan
kerjasama dan upaya tambahan; - Pembagian
tugas
bagi
para
pemangku
kepentingan
dan
koordinasi; - Perencanaan proyek kerja sama; - Kemitraan Pemerintah Swasta.
G. Metodologi Penelitian Penelitian ini memerlukan pembahasan data yang mendalam tentang suatu kasus yang spesifik, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. J. R. Raco (2010) menjelaskan bahwa metode studi kasus digunakan untuk mendalami suatu kasus tertentu yang dialami oleh individu, organisasi, atau kelompok secara lebih mendalam dengan mengumpulkan beraneka sumber informasi. Rahmat Krisyantoro (2008) mengatakan bahwa sebagai sebuah metode riset, studi kasus menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunakan
untuk
meneliti,
menguraikan,
dan
menjelask an
secara
komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi, atau peristiwa secara sistematis. Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif, studi kasus hendaknya memenuhi tiga unsur utama penelitian kualitatif, yaitu: data yang bisa berasal dari berbagai macam sumber yang biasanya berbentuk wawancara dan observasi, terdiri dari berbagai prosedur analisis dan interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan temuan atau teori, dan laporan yang bisa berbentuk secara tertulis dan lisan (Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003 : 7).
28
Studi kasus memiliki subjek yang relatif terbatas, tapi variabel penelitian dan fokus penelitiannya memiliki dimensi yang luas, sehingga studi kasus mampu membawa pengetahuan tentang isu yang kompleks dan dapat m emperkuat pemahaman terhadap pengetahuan sebelumnya serta dapat dipakai untuk mempelajari latar belakang masalah dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung secara intensif (Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003 : 123). 1. Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah forum U run Rembug Jogja yang digunakan sebagai sarana komunikasi politik penyaluran partisipasi politik dan aspirasi masyarakat terhadap rebranding Jogja. 2. Teknik Pengumpulan Data M elalui penelitian studi kasus ini, peneliti akan mengumpulkan data penelitian yang berupa data primer dan data sekunder dengan menggunakan dua teknik pengumpulan data. Data primer diperoleh secara langsung dari subjek penelitian melalui wawancara mendalam dengan narasumber, sedangkan data sekunder d iperoleh dari sumber kedua selain data di lapangan yang didapat secara langsung, seperti literatur dari buku, internet, dan hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder yang didapat digunakan sebagai pelengkap data primer. a) Data Primer -
W awancara mendalam (in depth interview ) Wawancara ini bersifat luwes, terbuka, bisa dilakukan dalam suasana formal ataupun informal yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
responden
saat
wawancara.
Adapun
subyek
yang
akan
diwawancara merupakan pihak - pihak yang terlibat dalam proses rebranding Jogja dan pihak - pihak yang bertanggung jawab dalam Forum Urun Rem bug Jogja dan memiliki kompetensi terkait tema dari penelitian ini yaitu :
29
1.
Bappeda DIY, M . Taufiq A.R.
2.
Anggota Tim 11 rebranding Jogja , Noor Arief
3.
Salah satu pem enang Urun Rem bug logo, Reiga B. Tom Untuk dapat memudahkan pengum pulan data dan tetap fokus
dengan konteks permasalahan yang diteliti, wawancara dilakukan dengan berpedoman pada interview guide yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti. -
Observasi Observasi
dilakukan
agar
langsung mengenai rebranding membuat
peneliti
lebih
dekat
peneliti
dapat
mengamati
secara
Jogja. O bservasi yang dilakukan dapat dan
menganalisis
secara
langsung
berdasarkan kondisi yang dilihat peneliti terhadap objek yang akan diteliti. Dengan demikian, peneliti dapat lebih objektif da lam melihat fenomena yang terjadi. b) Data Sekunder Sumber bukti yang dapat dijadikan sebagai data sekunder pada penelitian ini dapat diperoleh melalui berbagai sum ber dokumen seperti buku, majalah, surat kabar, com pany profile, laporan tahunan, notulensi rapat, kliping berita, dokumen internal lembaga, rekaman arsip, hasil penelitian, hasil konferensi pers, rilis berita yang releva n dengan masalah yang diteliti. 3. Teknik Analisis D ata Dalam menganalisis data penelitian, peneliti akan mengolah data primer dan data sekunder yang telah didapat secara kualitatif. Data ini digunakan
untuk
menarik
kesimpulan
penelitian.
Sebelum
diolah,
dilakukan proses reduksi data untuk memilah dan memilih data sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan agar lebih memudahkan peneliti untuk memilih data yang relevan dengan penelitian. Analisis data dalam penelitian ini merupakan sebuah proses pengorganisasian data yang bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya dian gkat
30
menjadi teori substantif. 12 Dalam penelitian ini, peneliti akan membuat interpretasi data dengan mengaitkan sebab akibat munculnya persoalan dan mekanisme penyelesaian masalah untuk mengetahui proses yang berlangsung.
12
Lexy J Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 103
31