BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) Ikan koki dalam ilmu taksonomi hewan masih satu kerabat dengan ikan mas (Cyprinis carpio L). Menurut Bachtiar (2005) Sistematika ikan koki berdasarkan ilmu taksonomi dijelaskan sebagai berikut : Kelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies
: Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinoidea : Cyprinidae : Carassius : Carassius auratus
Gambar 1. Ikan Mas Koki (Sumber : bebenkoki.blogspot.com) Ikan koki memiliki ciri-ciri bentuk tubuh pendek dan bulat, mata lebar dan besar, bersirip, di sisi tubuhnya terdapat gurat sisi dan mempunyai lembaran insang. Insang ini berfungsi untuk pernafasan, lewat insang ikan koki memperoleh oksigen dengan cara menghisap melalui mulutnya kemudian menyaringnya dengan lembaran insang. Oksigen yang masuk ke dalam tubuh bersama air akan dibawa oleh aliran darah. Karena itu, jika airnya tercemar maka kandungan karbondioksida dan kotoran lainnya akan dibebaskan oleh bagian belakang lembaran insang tersebut (Bachtiar 2005).
Ikan koki memiliki sisik yang berderet rapi, mengkilap dan menutupi tubuh seperti genteng rumah. Warnanya cukup menarik dan variatif, umumnya sisik ikan koki berwarna metalik, merah, kekuning-kuningan, kuning, hijau, hitam, atau gabungan dari warna-warna tersebut. Warna sisik ini ditentukan oleh banyak sedikitnya pigmen quanin yang terkandung dalam sisikikan koki. Pembentukan quanin dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, jenis makanan dan kebersihan lingkungan. Sirip ikan koki mempunyai dua fungsi pokok, yakni sebagai alat keseimbangan dan sebagai tenaga gerak yang dibantu oleh kontraksi otot tubuh atau otot ekor (Bachtiar 2005). 2.1.2 Habitat dan Sifat Ikan Mas Koki (Carassius auratus) Ikan mas koki mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ikan mas koki cocok hidup di perairan tropis dengan kisaran suhu 20-25°C dengan pH dan kesadahan normal. Kondisi lingkungan yang ideal menjadi faktor penting dalam memaksimalkan pertumbuhan ikan mas koki (Agus 2001). Mempertahankan suhu untuk terus berada dalam kisaran suhu optimal perlu dilakukan, karena pemeliharaan diluar suhu optimal dapat menekan sistem kekebalan tubuh ikan dan akan menyebabkan penurunan nafsu makan serta gangguan pada pertumbuhan ikan. Ikan koki dapat hidup dalam air yang memiliki kandungan oksigen minimal 5 mg/L, pH 7-7,8, tingkat amonia terlarut maksimal 0,05 mg/L dan tingkat nitrit terlarut maksimal 0,05 mg/L (Watson et al 2004). Ikan mas koki dianggap sebagai ikan yang tangguh karena dapat bertahan hidup di air berkualitas buruk. Walaupun demikian kualitas air penting diperhatikan agar pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan ikan berjalan optimal. Ikan mas koki dapat hidup hingga umur 30 tahun dengan panjang mencapai 23 inches (58 cm) dan berat mencapai 2,7 kg (Watson et al 2004). 2.2 Bakteri Aeromonas hydrophila 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Aeromonas hydrophila Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam famili Pseudomonadaceae dan terdiri dari tiga spesies utama, yaitu Aeromonas punctata, Aeromonas hydrophila
dan Aeromonas liquiefacieus yang bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri aeromonas adalah bentuknya seperti batang, ukurannya 1–4,4 x 0,4–1 mikron, bersifat gram negatif, fakultatif aerobik (bias hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-30ºC dan pH 5,5–9 (Liviawaty dan Afrianto 1992). Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan suatu bakteri berbentuk batang, gram negatif, motil/bergerak dengan flagella polar, yang pada umumnya terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi. Bakteri gram negatif adalah organisme yang tidak dapat menahan zat pewarna setelah dicuci dengan alkohol 95% (Kabata 1985). Dinding sel bakteri gram negatif mengandung lebih sedikit peptidoglikan tetapi di luar lapisan peptidoglikan ada struktur membran kedua yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida (Volk & Wheeler 1988). Selain menyerang ikan air tawar, bakteri Aeromonas hydrophila juga dapat menyerang manusia (Hiroko dan Aoki 1991 dalam Anoraga 2012) yaitu yang bersifat enterotoksigenik dan cukup potensial terhadap patogenitas di saluran pencernaan manusia. Menurut Holt et al (1998), klasifikasi bakteri Aeromonas hydrophila adalah sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Protophyta : Schizomycetes : Pseudanonadeles : Vibrionaceae : Aeromonas : Aeromonas hydrophila
Gambar 2. Aeromonas hydrophila (Sumber : microbewiki.kenyon.edu) Aeromonas hydrophila adalah jenis bakteri yang bersifat metropolitan, oksidatif, anaerobik fakultatif, dapat memfermentasi gula, gram negatif, tidak membentuk spora, bentuk akar, dan merupakan penghuni asli lingkungan perairan. Bakteri ini ditemukan air tawar dan pada badan air yang terklorinasi maupun tidak terklorinasi, dengan jumlah terbanyak ditemukan pada musim hangat. Upaya isolasi aeromonas pada penyakit yang menyerang hewan berdarah panas dan berdarah dingin telah dilakukan lebih dari 100 tahun yang lalu, sedangkan isolasi dari manusia dilakukan sejak awal tahun 1950-an (Hayes 2000). Aeromonas hydrophila merupakan bakteri heterotrof uniselular yang dicirikan dengan adanya membrane yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Bakteri ini biasanya berukuran 0,7–1,8 x 1,0–1,5 µm dan bergerak menggunakan sebuah polar flagel. Bakteri ini berbentuk batang sampai dengan kokus dengan ujung membulat dan bersifat mesofilik dengan suhu optimum 20-30ºC (Kabata 1985). 2.2.2 Gejala Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) Bakteri Aeromonas hydrophila tidak selalu menimbulkan wabah, tetapi sifatnya laten (berkepanjangan). Jika kondisi lingkungan memburuk dan keadaan ikan buruk penyakit baru akan menyerang (Saparinto 2009). Aeromonas hydrophila dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis penyakitnya disebut Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) atau sering juga disebut Hemorrhage Septicaemia. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air,
kekurangan pakan atau penanganan yang kurang cermat (Liviawaty dan Afrianto 1992). Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila timbul secara langsung tetapi diakibatkan oleh keadaan ikan yang lemah karena stres. Stres akan melemahkan mekanisme pertahanan yang dimiliki ikan, akhirnya menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Menurut Kabata (1985), Aeromonas hydrophila merupakan penyebab
paling
umum pada
penyakit
Hemorrhage septicaemia
yang
penyerangannya terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Tahap 1: Terjadi abdominal dropsy yaitu badan menggelembung karena
berisi cairan. 2. Tahap 2 : Timbul ulceratif yang ditandai dengan timbulnya luka pada kulit
daging ikan. 3. Tahap 3 : Terjadi Hemorrhage septicemia
Gejala yang muncul biasanya ditunjukan dengan adanya borok, hemoragik pada kulit, insang dan rongga mulut yang dapat meluas ke jaringan otot dan adanya pembengkakkan pada ginjal atau limpa. Selain itu, warna permukaan tubuh menjadi merah darah, lendir berkurang, sisik rusak dan rontok, serta sirip rusak dan pecah-pecah. Kondisi ini pada akhirnya akan membuat ikan kehilangan keseimbangan dan berujung dengan kematian (Saparinto 2009). Menurut Liviawaty dan Afrianto (1992), ikan yang terserang bakteri aeromonas akan menunjukan gejala sebagai berikut : 1. Warna tubuhnya berubah menjadi gelap 2. Kulitnya menjadi kasat dan timbul pendarahan yang selanjutnya akan
menjadi borok (hemorrhage) 3. Kemampuan berenangnya menurun dan sering mengap-mengap di
permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernafas 4. Sering terjadi pendarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal
maupun limpa. Sering juga perutnya agak kembung (dropsi) 5. Seluruh siripnya rusak dan insangnya menjadi berwarna keputih-putihan 6. Mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia)
2.3 Bioflok bioflok merupakan suatu agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk flok, bakteri filament, fitoplankton, protozoa, detritus (dead body cell), serta partikel organik yang kaya akan selulosa dan partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, berpolimer dan polihidroksi alkanoat (PHA) (Avnimelech 2007). Bioflok akan mencegah akumulasi limbah nitrogen dengan cara menjaga C/N rasio tetap tinggi dan mengkonversi amonia oleh mikroba. Prinsip dasar pembentukan bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung senyawa karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dengan sedikit fosfor (P) menjadi massa sludge berupa bioflok dengan menggunakan bakteri pembentuk flok (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolymer polihidroksi alkanoat sebagai ikatan bioflok. Bakteri pembentuk flok dipilih dari genera bakteri yang non patogen, memiliki kemampuan mensintesis PHA, memproduksi enzim ekstraselular, memproduksi bakteriosin terhadap bakteri patogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari plankton merugikan dan mudah dibiakan dilapangan (Aiyushirota 2009). Hasil kimia kuantitatif proksimat menunjukan bahwa rumus molekul bioflok identik dengan rumus empiris sel bakteri C5H7NO2 (Tabel 1). Tabel 1. Analisis Proksimat Molekul Bioflok Unsur Kadar ( % ) Karbon ( C ) 47,00 Hidrogen ( H ) 6,00 Oksigen ( O ) 32,40 Nitrogen ( N ) 8,5 Sumber : Aiyushirota (2009) Secara umum, bahan organik dalam air dioksidasi secara aerob oleh bakteri pembentukan bioflok menjadi gas CO 2 dan H2O serta residu berupa massa sludge (flok) sesuai dengan nilai konversi senyawa organik tersebut (Tabel 2). Tabel 2. Nilai Konversi Senyawa Organik menjadi Bioflok Unsur Kadar ( % )
Karbohidrat Alkohol Protein Lemak Kasein Glukosa Sukrosa
65 – 85 52 – 66 32 – 68 10 – 60 50 – 53 49 – 59 58 – 68
Sumber : Aiyushirota (2009)
2.4 Organisme Penyusus Bioflok 2.4.1 Bakteri 2.4.1.1 Bacillus subtilis Bakteri ini adalah jenis bakteri yang umum ditemukan di tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang terdekomposisi. Termasuk kelompok bakteri gram positif, aerobik, dan mampu membentuk endospora (Madigan dan Martinko 2005). Penggunaan Bacillus subtilis umumnya untuk akuakultur, pakan hewan darat, dan konsumsi manusia dalam bakterioterapi gangguan pencernaan dengan cara berasosiasi dengan makanan inang untuk masuk ke dalam saluran pencernaan (Nguyen et al 2006). Bacillus subtilis memiliki kemampuan memproduksi antibiotik dalam bentuk lipopeptida, salah satunya adalah iturin. Iturin membantu Bacillus subtilis berkompetisi dengan mikroorganisme lain sebagai antibiotik bagi mikroorganisme lain atau menurunkan tingkat pertumbuhannya. Iturin juga memiliki aktivitas antibiotik terhadap bakteri dan virus patogen (Moriarty 1999). Berikut adalah klasifikasi Bacillus subtilis menurut Madigan (2005) : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Bacteria : Firmicutes : Bacilli : Bacillales : Bacillaceae : Bacillus : Bacillus subtilis
Gambar 3. Bacillus subtilis (Sumber : commons.wikimedia.org)
2.4.1.2 Bacillus cereus Bacillus cereus merupakan golongan bakteri Gram-positif (bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram), aerob fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora). Selnya berbentuk batang besar (Bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya (Anonim 2012). Bacillus cereus bermanfaat sebagai probiotik untuk hewan dan merupakan bakteri anaerob fakultatif, seperti anggota lain dari genus ini dapat menghasilkan endospora pelindung. Menurut Todar (2004), klasifikasi bakteri Bacillus cereus adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Bacteria : Firmicutes : Bacilli : Bacillales : Bacillaceae : Bacillus : Bacillus cereus
Gambar 4. Bacillus cereus (Sumber : Todar 2004)
2.4.1.3 Nitrosomonas oligotropha Nitrosomonas oligotropha merupakan bakteri yang mampu mengoksidasi amunium menjadi nitrit yang merupakan senyawa beracun bagi ikan, nitrit menjadi makanan bakteri Nitrobacter dan menghasilkan senyawa nitrat (Anonim 2013). Klasifikasi Nitrosomonas oligotropha menurut Suwa (1995) : Kingdom Filum Class Ordo Fanilly Genus Spesies
: Bacteria : Proteobacteria : Bettaproteobacteria : Nitrosomonadales : Nitrosomonadaceae : Bitrosomonas : Nitrosomonas oligotropha
Gambar 5. Nitrosomonas oligotropha (Sumber : Mikrobewiki.kenyon.edu)
Nitrosomonas oligotropha mengubah amonia (NH3) menjadi nitrit (NO2) secara enzimatis yang dinamakan proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi adalah sebagai berikut : 2NH3 + 1,5O2
2H + H2O + NO2
2.4.1.4 Nitrospira spp Nitrosopira spp merupakan bakteri oksida nitrit (NOB), bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, bentuk selnya spiral, mempunyai sitomembran yang tidak merata, kadang-kadang membentuk seperti membran plasma, non motil dan motil dengan menggunakan flagella peritrikus dan memiliki habitat di air tawar (Holt at al 1994). Menurut Brown (2010), klasifikasi Nitrosopira spp adalah sebagai berikut :
Kingdom Filum Class Ordo Fanilly Genus Spesies
: Bacteria : Proteobacteria : Bettaproteobacteria : Nitrosomonadales : Nitrosomonadaceae : Nitrospira : Nitrospira spp
Gambar 6. Nitrospira spp (Sumber : Standardsingenomics.org)
Nitrospira spp bersimbiosis dengan Nitrosomonas untuk mengubah nitrit menjadi nitrat yang dinamakan denitrifikasi. Proses denitrifikasi adalah sebagai berikut : NO2 + ½ O2
NO3 + Energi
2.4.2 Protozoa Protozoa merupakan organisme bersel tunggal, dimana pada beberapa spesies mempunyai lebih dari satu nucleus (inti) pada bagian atau seluruh daur hidupnya. Protozoa merupakan eukaryotik dengan inti yang diselubungi oleh membran (selaput), protozoa tersusun dari organel-organel yang berdeferensiasi (Levine 1990). Protozoa memiliki alat gerak yaitu ada yang berupa kaki semu, bulu getar (cillia) atau bulu cambak (flagel). Beberapa protozoa memiliki fase vegetatif yang bersifat aktif yang disebut tropozoit dan fase dorman dalam bentuk sista. Tropozoit akan aktif mencari makan dan berproduksi selama kondisi lingkungan memungkinkan. Jika kondisi tidak memungkinkan kehidupan tropozoit maka protozoa akan membentuk cysta. Cysta merupakan bentuk sel protozoa yang terdehidrasi dan berdinding tebal mirip dengan endospora yang terjadi pada bakteri. Pada saat sista protozoa mampu bertahan hidup dalam lingkungan kering maupun basah (Oka 2010). Protozoa berperan dalam mengendalikan populasi bakteri di perairan, protozoa memangsa bakteri sebagai makanannya sehingga dapat mengontrol jumlah populasi bakteri. Protozoa juga berperan sebagai sumber makanan ikan, di perairan protozoa berperan sebagai plankton dan benthos yang menjadi makanan hewan air (Amithya 2011). 2.4.3 Rotifera Rotifera sering disebut Rotatoria, merupakan binatang cosmopolitan. Dikenal sebagai Wheel Animacules (binatang beroda). Ukuranya mencapai 40µm2,5µm, rata-rata 200µm. Tubuhnya transparan, jika berwarna itu disebabkan oleh
saluran pencernaan. Rotifer memiliki masa hidup yang tidak terlalu lama. Usia betina pada suhu 25◦C adalah antara 6-8 hari sedangkan yang jantan hanya 2 hari. Rotifer memiliki toleransi salinitas mulai dari 1-60 ppt, perubahan salinitas yang tiba-tiba dapat mengakibatkan kematian (Yuliana 2009). Rotifer merupakan salah satu pakan alami larva ikan yang digunakan para pembudidaya ikan, dapat membantu dalam proses dekomposisi bahan organik terlarut di air dan di permukaan tanah. 2.4.4 Alga Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniselular dan multiselular), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel. Dalam bioflok jenis alga yang sering kali dijumpai ialah dari divisi Chlorophycophyta, yaitu kelompok alga hijau-biru. Alga hijau biru ini dapat berkembangbiak secara seksual maupun aseksual. Reproduksi seksual dilakukan secara isogami dan heterogami, sedangkan reproduksi aseksual dilakukan dengan cara membelah diri dan pembentukan zoospora (Amithya 2011). 2.5 Sumber Karbon (Molase) Molase merupakan hasil samping dari industri gula yang didapat setelah sukrosanya dikristalkan dan sentrifuge dari sari gula tebu. Molase merupakan campuran kompleks yang mengandung sukrosa, gula invert, garam-garam dan bahan non gula. Molase bersifat asam, mempunyai pH 5,5 – 6,5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik (Hidayat 2006). Molase mengandung 48 – 56 % gula, sukrosa sekitar 34 %, kandungan total karbon sekitar 37 % dan sedikit unsur-unsur mikro (trace element) yang penting bagi kehidupan organisme seperti kobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng. Selain itu molase juga mengandung vitamin dan pigmen. Kandungan gula yang tinggi pada molase dapat dimanfaatkan dalam system akuakultur sebagai sumber karbon (Paturau 1982). Pemanfaatan molase pada sistem akuakultur selain sebagai sumber karbon, juga digunakan sebagai pengontrol biomassa bakteri dan kualitas air
pemeliharaan. Penggunaan molase mampu mengurangi nilai Total Amonia Nitrogen (TAN) dalam kolam budidaya. Penambahan molase pada budidaya ikan dengan berbasis bioflok ini bertujuan untuk menjaga kestabilan C/N rasio di dalam kolam pemeliharaan (Willet dan Morrison 2006 dalam Sugianto 2011). 2.6 Manfaat Bioflok dalam Akuakultur Bioflok yang terbentuk bermanfaat sebagai pemurni air di kolam, dengan fungsi sebagai pengoksidasi bahan organik lebih lanjut melangsungkan nitrifikasi dan pembatas pertumbuhan plankton (Aiyushirota 2009). Kegunaan dalam bioflok dalam lingkungan akuakultur ialah untuk meningkatkan biosekuritas melalui peningkatan bakteri yang memetabolisme nitrogen anorganik toksik yang berasal dari ekskresi ikan dan sisa pakan (NH4 dan NO2), dengan pengaturan C/N rasio untuk meningkatkan jumlah komunitas mikroba yang mengolah senyawa amonium sehingga mengurangi jumlah nitrogen anorganik yang bersifat toksik, meningkatkan efisiensi pakan. Bioflok juga bermanfaat sebagai pakan tambahan bagi ikan, sehingga menurunkan biaya produksi (Aeni 1998 dalam Amithya 2011). 2.7 Kualitas Air Kualitas air kolam merupakan penentu keberhasilan dalam budidaya ikan hias, air kolam pemeliharaan harus terbebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Kualitas air dapat menurun akibat penguraian sisa-sisa pakan atau hasil ekresi ikan yang dikeluarkan, selain itu kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas air. 2.7.1 Oksigen Terlarut Oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak. Ikan membutuhkan oksigen guna pembakaran makanan untuk menghasilkan aktivitas, seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. Sebagian besar ikan membutuhkan oksigen terlarut dalam air sebanyak 3 mg/L. Idealnya, batas minimal kandungan oksigen terlarut untuk pertumbuhan ikan
adalah 5 mg/L. Meskipun demikian, ikan hias masih dapat hidup dibawah batas minimal tersebut, akan tetapi konsekuensinya nafsu makan akan menurun dan pertumbuhannya juga terhambat (Sitanggang 2002). 2.7.2 Suhu Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dan dapat menekan kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis) karena terjadi perubahan daya angkut darah. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu makan, sehingga pertumbuhannya terhambat, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stress bahkan mati kekurangan oksigen. (Zonneveld 1991 dalam Laili 2007). Meningkatnya suhu air akan menurunkan kemampuan air untuk menyerap oksigen sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air juga menurun. Namun, naiknya suhu akan meningkatkan respirasi yang berakibat pada peningkatan penggunaan oksigen. Untuk menjaga agar suhu selalu konstan pada siang dan malam hari, kolam dipasang alat pemanas (heater) (Sitanggang 2002). 2.7.3 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen. Nilai pH air pada siang hari berbeda dengan malam hari. Pada pagi hari pH air akan turun, sedangkan pada sore hari akan naik. Hal ini disebabkan gas karbondioksida banyak diproduksi pada malam hari. Banyaknya produksi gas karbondioksida karena malam hari tidak ada sinar matahari. Karbondioksida sangat berpengaruh terhadap penurunan nilai pH atau lebih asam. Derajat Keasaman (pH) karena
mempengarui
tingkat
kesuburan
perairan
mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang
produktif dan dapat membunuh ikan.
Pada pH
yang
rendah kandungan
oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik, dan selera makan akan berkurang. Usaha budidaya ikan
akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5-9,0 sedangkan selera makan tertinggi pada pH 7,5-8,5 (Kordi 2004). 2.7.4 Amonia Amonia merupakan gas buangan terlarut hasil metabolisme ikan oleh perombakan protein, baik dari kotoran ikan sendiri maupun sisa pakan. Sisa ppakan biasanya akan membusuk dan meningkatkan kadar amonia. Secara kimia amonia terdiri dari dua bentuk, yaitu unionized ammonia NH 3 dan ionized ammonia NH4+. Bila kadar NH3 dalam air tinggi maka ikan bisa mabuk atau keracunan (Anonim 2012).