GAGURITAN SANDYAKA KAJIAN NILAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI Oleh : I Wayan Budana ABSTRAK Karya sastra Bali klasik banyak mengandung nilai luhur yang sangat penting dan berharga bagi kehidupan manusia, sehingga perlu adanya pengkajian terhadap nilai luhur tersebut. Nilai yang terkandung dalam kesusastraan Bali klasik banyak ditemukan pada khasanah sastra berupa kidung, kakawin, parwa maupun gaguritan yang dikemas di dalam daun lontar. Naskah Gaguritan Sandyaka merupakan salah satu karya sastra Bali klasik yang disajikan dalam bentuk pupuh dan diikat oleh aturan padalingsa. Selain itu naskah Gaguritan Sandyaka kaya akan nilai-nilai luhur pendidikan etika dan moralitas, yang dapat dijadikan pedoman untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Beranjak dari fenomena di atas, adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu struktur naratif naskah Gaguritan Sandyaka, nilai pendidikan budi pekerti yang terdapat dalam Gaguritan Sandyaka dan manfaat nilai pendidikan budi pekerti dalam Gaguritan Sandyaka bagi remaja Hindu Bali. Tujuan penelitian adalah untuk pelestarian karya sastra sebagai salah satu kebudayaan yang patut dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan agar dapat memperkaya kasanah kebudayaan Bali. Sedangkan manfaat penelitian yaitu untuk memotivasi kepeduliannya terhadap pengkajian sebuah nilai yang terkandung dalam sebuah naskah, diaktualisasikan agar tercipta hubungan yang harmonis antara sesama manusia dan sebagai media informasi mengenai keberadaan karya sastra Bali klasik. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Strukturalisme, teori hermeneutik dan teori nilai. Jenis penelitiannya adalah deskriptif kualitatif melalui pendekatan liberary research, dengan sumber data primer dan sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penulusuran naskah, wawancara, kepustakaan dan studi dokumen. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif baik melalui teknik induktif maupun argumentatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: Struktur naratif Gaguritan Sandyaka terdiri dari, yaitu: tema dari gaguritan adalah tentang pertemuan rahasia dari kelahiran tokoh utama, penokohan yang terdiri dari tokoh primer yaitu menggambarkan tentang Sandyaka yang mengalami tekanan batin, sedangkan tokoh sekunder menggambarkan tentang Baginda Raja memiliki sifat yang licik, dan tokoh komplementer menggambarkan tentang seorang gadis yang patuh dan hormat kepada orang tua. Alur yang digunakan adalah alur maju yang menceritakan perjalanan kehidupan, insiden yang menyajikan kejadian penting tentang tuntunan menjalani kehidupan dengan berlandaskan pada ajaran luhur budi pekerti. Latar yang menggambarkan tempat terjadinya insiden dalam gaguritan, dan amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca pada
1
Gaguritan Sandyaka yaitu pengembangan pendidikan budi pekerti untuk menjadi anak yang baik (suputra). Nilai pendidikan budi pekerti yang terdapat dalam Gaguritan Sandyaka adalah: Sikap Cerdas yang mampu untuk membedakan perbuatan baik dan buruk, sikap kemandirian tanpa terlalu ketergantungan dengan orang lain, sikap ramah tamah terhadap sesama, sikap hormat kepada orang yang lebih tua, rasa estetika mampu membawa kebahagiaan, sikap rendah hati terhadap setiap orang, rasa kasih sayang terhadap saudara atau keluarga, sikap mawas diri terhadap segala kejadian, sikap kerja keras untuk menuju kehidupan yang lebih baik, pengendalian diri untuk menuju keselamatan, beriman&bertaqwa terhadap Ida Hyang Widhi Wasa, Sikap cerdik mampu menanggapi masalah yang terjadi, sikap nalar mampu memprediksi kejadian yang terjadi, kreatif mengubah sesuatu hal menjadi lebih baik, tepat janji terhadap apa yang telah disepakati, sabar terdapat cobaan yang menimpa dan tahan uji terhadap setiap permasalahan yang datang. Manfaat nilai pendidikan budi pekerti dalam Gaguritan Sandyaka adalah: Membentuk sikap susila terhadap remaja Hindu Bali, kebahagiaan untuk menjalani suka duka kehidupan, keselamatan hidup di dunia dan setelah meninggal, kedamaian di dalam hati, intelektual untuk menuju kehidupan yang lebih baik, kemuliaan untuk mampu bersikap adil terhadap orang, kebijaksanaan dalam memutuskan setiap permasalahan, membangun tri hita karana terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat dan alam di sekitar, meningkatkan sradha dan bhakti dan meningkatkan rasa estetik. Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa Gaguritan Sandyaka kaya akan khasanah nilai pendidikan budi pekerti, maka hendaknya terus digali untuk media pembelajaran dalam meningkatkan dan membentuk sikap susila remaja hindu Bali. Kata Kunci : Gaguritan Sandyaka dan Nilai Pendidikan Budi Pekerti.
2
PENDAHULUAN Kehidupan manusia dalam segala aktifitas yang modern sebenarnya tidak lepas dari unsur-unsur dan nilai-nilai yang sudah ada pada zaman dahulu, karena kehidupan sekarang merupakan perkembangan dari kehidupan masa terdahulu. Perkembangan
yang
dimaksud
adanya
peninggalan-peninggalan
berupa
naskah/teks, yang sampai sekarang kurang diminati oleh masyarakat Bali khususnya kaum remaja, sehingga peninggalan tersebut perlu untuk dilestarikan agar kebudayaan Bali tetap ajeg. Pendapat di atas sejalan dengan (Teeuw,1983:79) dijelaskan bahwa karya-karya sastra klasik khususnya sastra Jawa Kuna merupakan sastra pramodern Indonesia yang unggul, mengandung harta karun dan mutiara keindahan, kearifan, kebajikan yang dapat menjadi sumber, tempat asal dari banyak hasil sastra nusantara lainnya dan sebagai media dari kebudayaan pramodern Indonesia yang terpenting. Sesuatu yang diwariskan merupakan jati diri/identitas suatu bangsa yang perlu untuk dikembangkan eksistensinya guna memanfaatkan nilai luhur yang terkandung, untuk diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai kejujuran, disiplin, menghargai orang lain, kasih sayang, ramah tamah, penghormatan, cinta tanah air dan rendah diri sudah agak jauh dari benak anak didik dan remaja. Anak dan remaja akhir-akhir ini disiarkan melalui media masa seperti: televisi, radio dan surat kabar yang dijelaskan adalah tentang kejadian-kejadian para pelajar terlibat dalam aksi tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat terlarang, seks bebas, bolos sekolah dan tindak kriminal lainnya. Pendapat di atas sejalan dengan (Darmaningtyas, 2005:189) dijelaskan bahwa fenomena-fenomena lain yang mewabah dikalangan remaja seperti merokok, hubungan seks pra nikah, tawuran massal, penggunaan obat-obat terlarang, dan kenakalan lain seperti sering dikeluhkan para orang tua, bukanlah fenomena baru. Maka dari itu sangatlah penting dan perlu memahami, memaknai dan mengkaji nilai pendidikan budi pekerti dalam karya sastra Bali klasik khususnya mengenai gaguritan. Karena sastra klasik adalah perbendaharaan pikiran dan cita-cita nenek moyang yang dahulu kala menjadi pedoman kehidupan mereka dan diutamakan (Robson, 1978:5-6). Begitu pentingnya peran gaguritan
3
dalam masyarakat Bali, karena mengandung nilai-nilai adi luhung yang perlu untuk dikaji secara lebih mendalam. Pendapat di atas sejalan dengan (Esten, 1978:8) dijelaskan bahwa karya sastra dapat mengungkapkan masalah-masalah kehidupan manusia, serta tentang makna hidup dan kehidupan. Gaguritan dalam kesusastraan Bali dapat ditandai mengandung dua hal pokok, yaitu: (1) mempunyai arti artistik tersendiri, dan (2) mempunyai nilai-nilai spiritual maupun kebenaran kemanusian yang universal dan hakiki (Agastia, 1980:52). Salah satu karya sastra Bali klasik yang belum banyak diketahui nilai luhurnya adalah Gaguritan Sandyaka, dalam naskah ini syarat dengan nilai pendidikan budi pekerti dan ajaran susila yang dapat dijadikan pedoman dan tuntunan. Setelah dilakukan studi pustaka ternyata banyak sekali mengungkap tentang nilai pendidikan budi pekerti di dalamnya. Nilai pendidikan budi pekerti yang dimaksud seperti: sikap cerdik, empati, kreatif, mandiri, pengendalian diri, ramah tamah, rasa kasih sayang, rendah hati, rasa indah, sabar, sikap hormat, sikap nalar, tepat janji, tahan uji, beriman dan bertaqwa, kerja keras, cerdas dan mawas diri. Selain itu, naskah ini mengandung nilai estetika yang dapat menghibur bagi penikmat karya sastra yang senantiasa memerlukan aspek rekreasi dalam hidupnya. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Gaguritan Sandyaka hendaknya dapat mengubah perilaku para remaja kearah yang lebih dan untuk membentengi diri dari perkembangan zaman yang semakin modern. Melihat kenyataan di masyarakat khususnya sikap para remaja, sangat berbeda dalam naskah Gaguritan Sandyaka, yang mengungkap akan nilai-nilai luhur budi pekerti seorang anak terhadap orang tuanya. Sang Sandyaka walaupun tidak diakui sebagai anak oleh ayahnya, tetapi ia selalu hormat dan tetap bertutur sopan santun terhadap orang tuanya. Fenomena ini, sangat jauh dari kenyataan di masyarakat akhir-akhir ini, terutama sikap para remaja yang sering bertutur kata kurang sopan terhadap orang tuanya. Mengingat kandungan naskah sedemikian tinggi terhadap nilai etika, jadi dipandang perlu untuk memahami dan mengungkap nilai “budi pekerti” dari naskah gaguritan sandyaka.
4
METODE Secara metodelogis penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif yang menekankan pada analisis isi. Penelitian yang digunakan berupa teks gaguritan sandyaka yang dikaji dari nilai pendidikan budi pekerti. Jenis data
yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang diperoleh dari sumber data primer dan skunder. Data diperoleh dari teks dan beberapa informan melalui purposive sampling dengan menggunakan pedoman wawancara, tape recorder dan alat tulis. Data analisis digunakan dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif, induktif dan argumentatif dengan menggunakan teori struktur, hermeneutik dan teori nilai yang hasilnya disajikan secara informal. HASIL ANALISIS Hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Analisis struktur naratif pada gaguritan sandyaka terdiri dari tema yang dijelaskan tentang kerahasian, hal ini tampak dari tokoh utama yang mengetahui ayahnya melalui berbagai tanda atau sandhi. Penokohan yang terdapat pada gaguritan sandyaka terdiri dari tokoh utama bernama Sandyaka adalah seorang pemuda yang memiliki sifat setia, rasa hormat dan rendah hati. Tokoh Baginda Raja dilukiskan sebagai seorang raja yang memiliki sifat licik, kejam dan cepat marah serta senang memperhatikan kebersihan dan merawat diri. Salah satu tokoh komplementer pada gaguritan sandyaka adalah Dyah Sukaranti, yang digambarkan sebagai seorang gadis yang pandai, berbudi pekerti luhur dan pemalu serta dilukiskan sebagai seorang gadis cantik seperti putri bangsawan walaupun ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Alur pada gaguritan sandyaka, dimulai dari melukiskan peristiwa atau keadaan dengan memunculkan sandyaka sebagai awal terjadinya alur, setelah itu, bergerak pada saat sandyaka bertanya tentang siapa dan di mana keberadaan ayahnya. Keadaan mulai memuncak ketika sandyaka berada di kerajaan Kali, dan
tanpa disengaja
sandyaka melihat permaisuri Raja sedang bersetubuh dengan Banyak Sangsaya. Peristiwa-peristiwa telah mencapai puncak (climaks) dalam gaguritan sandyaka adalah ketika Baginda Raja melakukan berbagai akal licik untuk membunuh sandyaka seperti disuruh untuk menembangkan tembang Misa Gagang.
5
Selanjutnya mencapai penyelesaian masalah pada saat pasukan Baginda Raja mundur dari serangan boneka penakut yang dikerjakan oleh sandyaka. Insiden yang terjadi pada gaguritan sandyka tampak pada saat lahirnya sandyaka dari hubungan yang bersifat rahasia, dan sandyaka merupakan sosok bayi yang sehat dan tampan. Insiden berikutnya akan tampak ketika sandyaka terus-menerus menanyakan ayahnya. Selanjutnya sandyaka mendatangi tiga orang yang memiliki ciri sama dengannya, ternyata ia memiliki tiga orang ayah. Insideng berikutnya, saat sandyaka melihat permaisuri Raja sedang berzinah dengan Banyak Sangsaya, seterusnya sandyaka di suruh oleh Baginda Raja untuk menembangkan tembang Misa Gagang. Insiden berikutnya adalah perintah Baginda Raja untuk menghantarkan surat kepada Patih Legapati yang bermaksud untuk membunuh sandyaka. Sandyaka yang tidak mengetahui isi surat, dengan tenang menghantarkan surat itu kepada Patih Legapati. Insiden berikutnya ketika sandyaka dinikahkan dengan putri Baginda Raja yaitu Dyah Ularasmi, ternyata pernikahan putri Raja memiliki maksud yang tersembunyi, yang tiada lain adalah menginginkan kematian sandyaka. Insiden selanjutnya, ketika terdengar pernikahan sandyaka dengan gadis cantik dari desa Mandarawati, sehingga Baginda Raja mengutus patihnya untuk merampas gadis cantik itu. Insiden berikutnya, terjadi ketika sandyaka mengadu ayam yang bukan berbulu burik di pakai sehingga menyebabkan Baginda Raja menjadi sangat marah dan akhirnya Baginda Raja memerintahkan untuk memukul kentongan, seluruh rakyat keluar, sambungan ayam bubar dan sandyaka melarikan diri. Selanjutnya, pada saat pertempuran, pasukan kerajaan mulai mendekat ditariklah boneka penakut tersebut sehingga pasukan menjadi terkejut. Latar yang terdapat pada gaguritan sandyaka, dimulai dari desa bebayem yaitu tempat tinggal dari Cedarasmi yang senang memadu kasih dengan banyak lelaki. Istana kerajaan, yaitu tempat tinggal Baginda Raja bersama permaisuri, Dyah Cerasmi, Patih Legapati, Banyak Sangsaya dan Sandyaka. Selanjutnya bertempat di Sawahan, Jajangan, Babadan, Pandakan dan desa Tengah, yaitu tempat persinggahan sandyaka pada saat melarikan diri dari kejaran para prajurit kerajaan, setelah itu pergi ke desa Mandrawati, merupakan tempat tinggal
6
Swakarma Duga. Selanjutnya berada di hutan, setelah singgah di beberapa desa, selanjutnya sandyaka menuju hutan dan sekaligus menetap di sana. Latar waktu terlihat pada saat Sandyaka lahir sampai dengan menempuh jenjang masa berumah tangga (grahasta asmara) dan memutuskan pergi dan menetap di hutan untuk bertapa. Latar suasana tersirat suasana sedih dan bahagia yang dirasakan sandyaka ketika mulai lahir ke dunia sampai memutuskan untuk menetap di hutan. Sedangkan amanat yang terkandung dalam gaguritan sandyaka adalah ajaran etika, di mana pengarang mencoba menuangkan dan memberi suatu wejangan tentang nilai-nilai susila. Selain itu, juga tersirat sebuah nilai pengendalian diri tentang ketampanan dan kepandaian sesuai dengan ajaran sapta timira dalam agama Hindu. Nilai pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam gaguritan sandyaka seperti: nilai kecerdasan yang tampak ketika sandyaka mampu menebak teka-teki yang diberikan oleh Baginda Raja dengan tepat dan benar. Nilai kemandirian, terlihat pada saat sandyaka memutuskan untuk pergi menjelajahi negeri agar menjadi manusia yang utama. Nilai ramah tamah, tampak pada saat sandyaka berpamitan kepada orang tuanya dan dengan iringan kata-kata yang ramah, lembut, pelan dan menarik hati. Sikap hormat, tampak ketika Sandyaka sujud dan menghormati ketiga ayahnya, selain itu, juga tertuang nilai keindahan terlihat pada saat diperjalanan, sehingga rasa lelah yang dialami Sandyaka menjadi tidak terasa. Nilai rendah hati yang diperlihatkan sandyaka ketika dijunjung oleh Baginda Raja dan walaupun sandyaka memiliki wajah yang tampan, ia tetap merendah pada saat bertutur kata dengan tukang bangunan yang bernama Swakarma Duga. Nilai kasih sayang, yang ditunjukkan sandyaka terhadap saudara, ibu dan bapak angkatnya, walaupun sandyaka baru kenal dengan Banyak Sangsaya, tetapi ia sudah mampu saling menyayangi, ini menandakan sandyaka dapat menerima kekurangan orang lain. Sikap mawas diri, hal ini tampak pada saat sandyaka melihat permaisuri Raja sedang bersinah dengan Banyak Sangsaya, selain itu, juga tampak sikap kerja keras yang ditunjukkan tokoh utama (sandyaka), pada saat disuruh oleh Baginda Raja untuk menembangkan tembang misa gagang. Tersirat sikap pengendalian diri yang ditunjukkan oleh tokoh utama
7
(sandyaka), pada saat Dyah Sukaranti diajak oleh Patih Legapati ke istana kerajaan untuk dijadikan permaisuri Raja. Sikap beriman dan bertaqwa ditunjukkan oleh tokoh utama (sandyaka), tersirat pada saat memuja dewa dan melakukan persembahyangan. Sikap cerdik yang tertuang dalam tokoh utama (sandyaka), tersirat pada saat mencari tipu daya untuk menemukan rahasia yang tersembunyi dibalik pernikahannya dengan Dyah Ularasmi. Sikap nalar yang ditunjukkan oleh tokoh utama (sandyaka), pada saat kematian Banyak Sangsaya yang terbunuh melalui surat, ia berpikir ternyata ada akal busuk Baginda Raja untuk membunuh dirinya, ini menandakan sandyaka cermat dalam membaca situasi. Tersirat sikap kreatifitas pada tokoh utama (sandyaka), pada saat pembuatan tiang dengan menggunakan kayu bengkok, setelah diakali, bahan menjadi lurus dan tiang pun selesai. Sikap empati, ditunjukkan oleh Sandyaka pada saat mengiringi mayat Banyak Sangsaya menuju kuburan dan terlihat juga ketika Sandyaka ikut membakar dan menghanyutkan mayat Banyak Sangsaya. Sikap tepat janji tersirat pada saat sandyaka pergi dan berjanji akan pulang menjelang upacara pernikahan, ternyata janji itu ditetapi oleh sandyaka, si tukang menjadi senang atas kedatangan anak angkatnya itu. Sikap sabar tersirat pada tokoh utama (sandyaka) ketika kekasihnya Dyah Sukaranti hendak dirampas oleh Baginda Raja untuk dijadikan permaisuri. Sandyaka mampu bersikap tenang, tabah dan tetap menahan gejolak perasaan, ini menandakan bahwa sandyaka menerapkan nilai luhur kesabaran dari masalah yang menimpa dirinya. Sikap tahan uji ditunjukkan Sandyaka mulai dari kejaran para prajurit kerajaan sampai kekasihnya hendak dirampas oleh Baginda Raja. Sandyaka tetap tenang, sabar dan tegar menghadapi itu semua, ini menandakan sandyaka mampu menerapkan nilai luhur tahan uji dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Manfaat nilai pendidikan budi pekerti yang terdapat pada gaguritan sandyaka adalah pertama, membentuk sikap susila yang berlandaskan nilai luhur budi pekerti, karena melalui nilai kasih sayang, sopan santun, kejujuran, kesetiaan, solidaritas, kedermawanan, pembicaraan atau kata-kata yang lemah lembut, kesabaran, mudah memaafkan dan tidak mendendam akan terbentuk budi pekerti yang luhur (Titib, 2006:137). Kedua, menuju kebahagian dalam menjalani suka
8
duka kehidupan di dunia dengan keadaan tentram dan bebas dari rasa susah. Ketiga, yaitu mencapai keselamatan di dunia dan setelah meninggal atau dengan kata lain bebas dari bahaya, bebas dari bencana dan malapetaka (aman sentosa). Keempat, yaitu memperoleh kedamaian, yang dimaksud damai adalah tentram di hati, tidak terjadi permusuhan, pertengkaran, hidup dengan rukun, suasana yang tenang dan menyenangkan serta terbebas dari rasa takut. Kelim, yaitu membentuk intelektual, apabila mampu mengendalikan diri dari segala indrya akan terbentuk intelek atau kecerdasan yang tinggi dan optimal. Keenam, yaitu kemuliaan, orang yang mampu menerapkan nilai luhur budi pekerti mencapai kemulian atau kedudukan yang tinggi, terhormat dan mencapai keluhuran budi. Ketujuh, yaitu kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup dengan menggunakan akal budi secara cerdas dan cermat. Kedelapan, Membangun Tri Hita Karana yaitu menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan, manusia dan alam lingkungan. Kesembilan, yaitu meningkatkan Sradha keimanan dan sujud Bhakti kehadapan Tuhan Hyang Maha Esa. Kesepuluh, yaitu meningkatkan rasa estetik di dalam maupun di luar diri yang berkaitan dengan seni dan keindahan serta perkatan dan perbuatan akan terlihat indah apabila didasari oleh perilaku yang berbudi pekerti luhur. SIMPULAN Struktur naratif yang terdapat dalam naskah gaguritan sandyaka yang pertama adalah tema yaitu tentang pertemuan rahasia dan penokohan terdiri dari sang sandyaka sebagai tokoh utama dan Baginda Raja sebagai tokoh sampingan serta Dyah Sukaranti sebagai tokoh pelengkap. Alurnya, mulai dari awal cerita, pertengahan sampai dengan akhir cerita, latar terdapat di desa Bebayem, di Istana kerajaan, di Sawahan, di Jajangan, di Babadan, di Desa Pandakan, di Desa Tengah, di Hutan dan di desa Mandrawati serta latar waktu terlihat pada saat sandyaka lahir sampai dengan menempuh jenjang masa berumah tangga (grahasta asmara) sampai memutuskan pergi ke hutan untuk bertapa dan latar suasana tersirat perasaan sedih dan bahagia yang dialami sandyaka. Tersirat amanat tentang ajaran etika, untuk tetap menjaga nilai luhur budi pekerti sehingga dapat mengendalikan diri sesuai dengan ajaran agama Hindu yaitu Sapta Timira.
9
Nilai luhur pendidikan budi pekerti yang terdapat dalam gaguritan sandyaka adalah sikap cerdas dalam menghadapi masalah, kemandarian untuk menjalani kehidupan, ramah tamah terhadap orang lian, sikap hormat terhadap orang yang lebih tua, rasa estetika terhadap lingkungan di sekitar, sikap rendah hati terhadap sesama, rasa kasih sayang terhadap keluarga, mawas diri dari berbagai kejadian, kerja keras untuk mencapai tujuan, pengendalian diri dari berbagai masalah, beriman & bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdik dalam menyikapi masalah, kreatif dalam menemukan hal baru, empati terhadap penderitaan orang lain, tepat janji dengan kata-kata, sikap nalar untuk keselamatan, sabar menghadapi cobaan hidup dan tahan uji dari masalah yang menimpa. Manfaat nilai luhur budi pekerti bagi remaja Hindu Bali adalah dapat membentuk sikap susila untuk kehidupan yang lebih baik, tercapainya kebahagian dalam hidup, mendapatkan keselamatan di dunia dan setelah meninggal, meraih kemuliaan untuk menjalani suka duka kehidupan, memperoleh kedamaian di dalam dan di luar diri, kebijaksanaan untuk menyikapi berbagai masalah kehidupan, membentuk intelektual agar mampu membedakan perbuatan baik dan buruk, membangun konsep Tri Hita Karana untuk menjaga hubungan yang harmonis terhadap Tuhan, sesama dan lingkungan (alam), meningkatkan Sradha dan Bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan meningkatkan rasa estetik di dalam maupun luar diri. SARAN Bagi masyarakat khususnya remaja Hindu Bali diharapkan lebih tanggap terhadap keberadaan karya sastra Bali klasik (gaguritan) serta ikut melestarikan budaya tersebut karena dapat dijadikan media untuk menanamkan ajaran agama. Penanaman ajaran agama dapat dilakukan kepada anak-anak dan remaja dengan budaya membaca karya sastra Bali tradisional khususnya berupa gaguritan sandyaka. Kesusastraan Bali yang mengandung nilai-nilai luhur budi pekerti dapat dipakai sebagai media pembelajaran di sekolah sehingga remaja lebih mengetahui manfaat nilai luhur pendidikan budi pekerti.
10
DAFTAR PUSTAKA Agastya. 1980. Gaguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali. Denpasar: Paper Sarasehan Sastra Bali Pada PKB ke 2 Darmaningtyas. 2005. Pendidikan Rusak-Rusakan. Yogyakarta: LkiS Esten, Mursal 1978. Kesusastraan Penghantar Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa Robson. 1978. Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia dalam Majalah Bahasa dan Sastra Tahun I No. 8. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Teeuw. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Titib. 2006. Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak. Denpasar: Pustaka Bali Post Pustaka Sumber Teks Gaguritan Sandyaka, Turunan Rontal Druwen Puri Anyar, Lalangon, Denpasar Dokumen UPTD Gedong Kirtya Singaraja.
11