FORMULASI HAMILTONIAN BAGI GERAK GELOMBANG LINEAR PADA FLUIDA DUA LAPISAN
NOVITA HANDAYANI
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRACT NOVITA HANDAYANI. Hamiltonian Formulation for Linear Waves Motion in Two Layers Fluid. Supervised by JAHARUDDIN and SISWANDI.
The surface wave could be considered as a wave that separates two fluids, namely water and air. Based on this assumption, it is introduced the interfacial wave, a wave between two layers of fluid with different density. The formulation of interfacial waves motion begins with deriving the base equation of irrotational ideal fluid. Furthermore, according to irrotational fluid assumption, the base equation can be stated in velocity potential. In this derivation, the fluids domain is assumed to be restricted by rigid lid boundary conditions, both at the upper and lower limit. Therefore, the interfacial waves motion can be explained in a hamiltonian formulation. In the hamiltonian formulation, total energy is defined as the sum of kinetic and potential energy. The hamiltonian system is obtained from reduction of kinetic energy by using the Dirichlet Neumann Operator. The resulted kinetic energy equation is nonlinear. Therefore, this form is linearized by first part of the Taylor expansion. This linearization gives a dispersion relation of linear wave. Based on this dispersion relation, the phase speed of the linear wave depends on the density ratio of the two layers fluid.
ABSTRAK NOVITA HANDAYANI. Formulasi Hamiltonian bagi Gerak Gelombang Linear pada Fluida Dua Lapisan. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan SISWANDI.
Gelombang permukaan dapat dipandang sebagai suatu gelombang yang memisahkan dua fluida, yaitu air dan udara. Berdasarkan asumsi tersebut, maka diperkenalkan gelombang interfacial, yaitu suatu gelombang yang terjadi di antara dua lapisan fluida dengan rapat massa yang berbeda. Formulasi gerak gelombang interfacial diawali dengan penurunan persamaan dasar fluida ideal yang tak berotasi. Berdasarkan asumsi fluida tak berotasi, maka diturunkanlah persamaan dasar yang dinyatakan dalam potensial kecepatan. Dalam penurunan ini diasumsikan bahwa domain fluida dibatasi oleh batas atas dan batas bawah yang rata. Formulasi yang digunakan untuk menjelaskan gerak gelombang interfacial adalah formulasi Hamiltonian. Dalam formulasi Hamiltonian, energi total (Hamiltonian) didefinisikan sebagai penjumlahan energi kinetik dengan energi potensial. Sistem Hamiltonian diperoleh dengan mereduksi energi kinetik dengan menggunakan Operator Dirichlet Neumann. Bentuk persamaan energi kinetik yang diperoleh adalah tak linear. Oleh karena itu, bentuk ini dilinearisasi dengan menggunakan suku pertama dari uraian deret Taylor. Hasil ini digunakan untuk memperoleh relasi dispersi dari gelombang linear. Berdasarkan relasi dispersi, diperoleh bahwa kecepatan fase gelombang linear bergantung pada perbandingan rapat massa dari kedua lapisan fluida.
FORMULASI HAMILTONIAN BAGI GERAK GELOMBANG LINEAR PADA FLUIDA DUA LAPISAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh : NOVITA HANDAYANI G54052824
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
: Formulasi Hamiltonian bagi Gerak Gelombang Linear pada Fluida Dua Lapisan
Nama
: Novita Handayani
NIM
: G54052824
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Jaharuddin, MS. NIP 19651102 199302 1 001
Drs. Siswandi, M.Si. NIP 19640629 199103 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA. NIP 19610328 198601 1 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Formulasi Hamiltonian bagi Gerak Gelombang Linear pada Fluida Dua Lapisan. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada program studi Matematika. Berbagai kendala muncul selama penyusunan tugas akhir ini, namun bantuan, dukungan dan semangat dari orang-orang sekitar secara langsung ataupun tidak langsung berkontribusi besar dalam pembuatan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada, 1. Dr. Jaharuddin, MS selaku pembimbing I dan Drs. Siswandi, MS selaku pembimbing II, yang telah memberikan nasehat, arahan serta bimbingannya. 2. Drs. Ali Kusnanto M.Si sebagai penguji yang telah memberi pengarahan dan masukan kepada penulis. 3. Bapak dan ibu tercinta yang tak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan spiritual dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Mas andi, Mbak nana dan Mbak Mus untuk semua pengorbanan, nasehat dan dukungannya. 5. Aisyah Indah Azira yang memberikan semangat besar bagi penulis. 6. Gerry Afrin Hamonangan Arif , untuk doa, kasih sayang, semangat, motivasi dan kesabarannya menemani penulis. 7. Dosen-dosen Departemen Matematika FMIPA IPB, atas ilmu yang telah diberikan pada penulis. 8. Seluruh staf departemen Matematika, atas bantuannya. 9. Keluarga besar Matematika 42: Achi, Ilie, Pepe, Ocoy, Ayeep, Die-die, Agem, math42_PF, iput, Pachri, Idhun, Jawa, Niken, Bima, Iput, Hap-hap, Awi, Warno, Yusep, Lisda, Yuni, Bayu, Mocco, Eyyi, Nyomi, Tia, Wiwi, Danu, Sapto, Septian, Gita, Rita dan semuanya. Terimakasih atas persahabatan, kebersamaan dan keceriaan yang telah dilewati bersama. Semoga kebersamaan ini akan tetap terjaga. 10. Kakak-kakak angkatan 41 (K Zali, K Aji, K Ria dan semuanya), angkatan 40, dan adik-adik angkatan 43 dan 44 atas doa-doa dan dukungannya. 11. Kristalizer: Uni, Mb Ik, Mb Ri, Bundo, Die-die, Vence, Agem, Ateih, dan Nidha, atas keceriaan, semangat, dan bantuan-bantuan terbesar selama pengerjaan tugas akhir ini. Bersama kalian segala masalah terasa ringan. 12. Semua pihak yang telah banyak membantu selama proses penyelesaian tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Juni 2009
Novita Handayani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung, 29 November 1986 dari pasangan Suhardi dan Wuryani sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kemiri 1. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Kaloran dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Temanggung, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun menjalani perkuliahan pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB, pada tahun 2006 penulis masuk program studi Mayor Matematika dan Minor Statistika Industri. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Kalkulus II pada tahun ajaran 2007/2008, serta mata kuliah Kalkulus III pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009. Pada tahun 2008 penulis memperoleh juara III pada Olimpiade Matematika tingkat IPB. Selain itu penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan antara lain sebagai staf Departemen Keilmuan Gugus Mahasiswa Matematika (GUMATIKA) IPB periode 2006-2007 dan sebagai ketua Biro Kesekretariatan GUMATIKA IPB periode 2007-2008. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan, antara lain: kepanitiaan dalam rangkaian kegiatan Matematika Ria tahun 2007dan 2008, Masa Perkenalan Departemen (MPD) Matematika IPB tahun 2007 dan 2008, Tryout SPMB Nasional Ikatan Mahasiswa Matematika Indonesia (IKAHIMATIKA) tahun 2007 dan rangkaian Tryout TPB GUMATIKA pada periode 2006-2007 dan 2007-2008.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR
... viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN Latar Belakang
..
.. 1
Tujuan
. 1
Sistematika Penulisan
. 1
LANDASAN TEORI Persamaan Dasar Fluida
. 2
Syarat Batas
4
Fluida Dua Lapisan
4
Turunan Variasi
. 5
Sistem Hamilton
. 5
Uraian taylor
......
6
PEMBAHASAN Formulasi Hamiltonian untuk Batas Atas dan bawah berupa Permukaan Rata Linearisasi Persamaan pada Hamiltonian
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
7 ...
8
...
11
.
11 12
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laju perubahan massa Perubahan momentum pada arah x Perubahan momentum pada arah y Domian fluida satu lapisan Domain fluida dua lapisan Domain fluida dua lapisan dengan batas atas dan bawah yang rata Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa (kasus 1) Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa (kasus 2) Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa (kasus 3) Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa (kasus 4)
........ .... .... .... . .. ...... ...... ...... ......
2 3 3 4 4 7 9 10 10 10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman A B
.........
..
13 16
viii
PENDAHULUAN Latar Belakang Gelombang yang teramati sehari-hari merupakan gelombang permukaan, contohnya gelombang permukaan air laut. Gelombang permukaan memisahkan dua fluida, yaitu fluida air dan fluida udara. Berdasarkan konsep gelombang permukaan, dikenalkan suatu gelombang yang terjadi karena perbedaan rapat massa pada fluida. Asumsi fluida yang sering ditinjau adalah fluida ideal. Air laut dan udara merupakan contoh fluida ideal, yaitu fluida yang tak termampatkan (incompressible) dan tak kental (inviscid). Selain asumsi fluida tak mampat dan tak kental, terdapat asumsi lain, yaitu partikel fluida tak berotasi (irrotational) pada saat partikel tersebut bergerak. Air laut diasumsikan sebagai fluida ideal yang terdiri atas beberapa lapisan air laut (Moore 1971). Berdasarkan hal ini, maka di dalam lapisan air laut memungkinkan munculnya suatu gelombang yang disebut gelombang internal. Gelombang internal terjadi karena adanya perbedaan rapat massa pada fluida. Gelombang internal tidak dapat teramati secara kasat mata karena terjadi di bawah permukaan air laut. Dalam tulisan ini akan ditinjau gelombang interfacial, yaitu gelombang internal yang terjadi di antara dua lapisan fluida dengan rapat massa yang berbeda, dimana masing-masing lapisan fluida memiliki rapat massa yang konstan. Terdapat beberapa penelitian seperti dalam Osborne dan Burch (1980) yang menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai gelombang internal memiliki banyak manfaat terutama dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi. Dalam bidang eksplorasi perlu diperhitungkan kekuatan gelombang ini agar tidak merusak bangunan yang berdiri di lepas pantai, karena hantaman gelombang ini akan terjadi terusmenerus. Dalam bidang eksploitasi pemanfaatan sumber daya perikanan, perlu memanfaatkan secara optimal sifat gelombang ini, karena gelombang ini dapat mengangkat nutrisi dari dalam laut ke permukaan. Dalam tulisan ini akan diawali dengan menurunkan persamaan dasar fluida ideal berdasarkan prinsip kekekalan massa dan
kekekalan momentum, kemudian persamaan ini disederhanakan dengan menggunakan asumsi fluida tak berotasi sehingga persamaan dasar hanya dinyatakan dalam variabel potensial kecepatan. Potensial kecepatan merupakan kecepatan fluida yang diasumsikan mengalir potensial, artinya fluida tersebut mengalir pada kondisi dimana rapat massa fluida lapisan bawah lebih besar dari pada rapat massa fluida lapisan atas. Penurunan formulasi gerak gelombang linear interfacial dilakukan pada fluida dengan batas atas dan batas bawah berupa permukaan rata. Formulasi yang digunakan dalam penurunan persamaan gerak gelombang interfacial adalah formulasi Hamiltonian. Karakteristik gelombang interfacial akan ditentukan dengan pendekatan linear terhadap persamaan dasar gelombang interfacial. Pendekatan linear diperoleh berdasarkan deret Taylor dari fungsi potensial kecepatan Formulasi Hamiltonian pada fluida dua lapisan dengan batas atas dan batas bawah berupa permukaaan rata telah dikaji oleh Benjamin dan Bridges (Benjamin & Bridges 1997). Mereka menggunakan operator Dirichlet-Neumann untuk menuliskan potensial kecepatan pada kedua domain fluida, yaitu domain fluida lapisan atas dan domain fluida lapisan bawah. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah memformulasikan gerak gelombang interfacial dengan pendekatan linear, dimana batas atas dan batas bawah berupa permukaan rata menggunakan formulasi Hamiltonian. Sistematika Penulisan Tulisan ini terdiri dari empat bab. Bab I pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II landasan teori, berisi teori yang akan digunakan dalam pembahasan masalah, yaitu persamaan dasar fluida, syarat batas, fluida dua lapisan dan sistem Hamiltonian. Bab III berisi pembahasan yang membahas formulasi Hamiltonian bagi gerak gelombang interfacial pada fluida dua lapisan dengan batas atas berupa permukaan rata. Bab IV berisi kesimpulan.
LANDASAN TEORI
Landasan teori ini berdasarkan rujukan Jaharuddin (2004) dan Groesen et al. (1992), berisi penurunan persamaan dasar fluida ideal, syarat batas fluida dua lapisan dan sistem Hamiltonian. Penentuan karakteristik gelombang interfacial menggunakan pendekatan linear, sehingga perlu dilakukan linearisasi. Dalam proses linearisasai pada tulisan ini, menggunakan uraian Taylor. Penjelasan mengenai uraian Taylor berdasarkan rujukan Stewart (2003) dan disampaikan pada bagian akhir bab ini. Persamaan Dasar Fluida Penurunan persamaan dasar fluida menggunakan hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum. Misalkan ρ menyatakan rapat masa fluida, x dan y masing-masing menyatakan komponen horizontal dan komponen vertikal, dan t menyatakan waktu. Kemudian u dan w menotasikan kecepatan partikel dalam arah horizontal dan vertikal. Untuk menurunkan persamaan dasar fluida, diberikan sketsa laju perubahan massa pada fluida satu lapisan seperti di bawah ini,
ρw
y + ∆y
y + ∆y
ρw y
ρu x + ∆ x ∆ y − ρw y + ∆ y ∆ x atau
∆x∆y
∂ρ = ∆ y ( ρu x − ρu x + ∆ x ) + ∂t . ∆ x ( ρw y − ρ w y + ∆ y ) (2.1)
Pembagian kedua ruas persamaan (2.1) dengan ∆x∆y menghasilkan
ρw y − ρw y + ∆y ∂ρ ρu x − ρu x +∆x = + . ∂t ∆x ∆y Untuk ∆x → 0 dan ∆y → 0 , maka diperoleh ∂ρ ∂ ( ρu ) ∂ ( ρw) =− − . ∂t ∂x ∂y dinotasikan
q = (u , w) ,
Dt x + ∆x
Gambar 1. Laju perubahan massa
Dari Gambar 1, ρu x ∆y dan ρw y ∆x masing-masing menyatakan massa yang masuk dari arah horizontal dan vertikal.
ρu
x + ∆x ∆y
dan
∂ ∂ ∇ = , ∂x ∂y
dan ρ
serta notasi turunan total
Dρ ∆x
x
(2.2)
terhadap t , yakni
y
Besaran
∂ρ = ρu x ∆ y + ρ w y ∆ x − ∂t
Jika
ρu x + ∆x
ρu x
∆y
∆x∆y
ρw
y + ∆y ∆ x
masing-masing menyatakan massa yang keluar dari arah horizontal dan vertikal. Sehingga hukum kekekalan massa yang menyatakan bahwa laju perubahan massa merupakan selisih massa yang masuk dengan massa yang keluar, dapat dituliskan
=
∂ρ ∂t
+u
∂ρ ∂x
+w
∂ρ ∂y
maka persamaan (2.2) menjadi
Dρ = − ρ (∇ • q ) , Dt
(2.3)
dengan (∇ • q ) = ∂ , ∂ .(u, w) = ∂u + ∂w . ∂x ∂y ∂x ∂y
Dengan menggunakan asumsi fluida tak termampatkan, yaitu fluida yang mengalir tanpa mengalami perubahan volume atau massa jenis, maka diperoleh
Dρ =0 Dt Sehingga dari persamaan (2.3) diperoleh
(2.4)
3
∇ • q = 0.
(2.5)
Persamaan (2.4) dan (2.5) dapat dituliskan ρ + uρ + wρ = 0 t x y
(2.6)
ux + wy = 0 .
Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa laju perubahan momentum adalah selisih momentum yang masuk dengan momentum yang keluar ditambah gaya-gaya yang bekerja pada elemen luasnya. Jika diamati dari komponen x , maka sketsanya sebagai berikut
ρ
Du ∂P =− . Dt ∂x
(2.9)
Laju perubahan momentum dalam elemen luas pada komponen- y ditunjukkan oleh Gambar 3. ρww y + ∆y
y + ∆y ρuw x + ∆x
ρuw x
∆y
ww y
y
∆x
ρwu
x + ∆x
x
y + ∆y
Gambar 3. Perubahan momentum pada arah y
y + ∆y
ρuu
∆y
ρuu
x
ρwu
x + ∆x
y
y
∆x
x
x + ∆x
∆ x ( P y − P y + ∆ y ) + ρ g ∆ x∆ y merupakan gaya yang bekerja pada komponeny , dengan g menyatakan percepatan gravitasi, maka laju perubahan momentum dituliskan sebagai berikut
Jika
Gambar 2.Perubahan momentum pada arah x
∆x∆y
∆x( ρww y − ρww y +∆y ) +
Dari Gambar 2, laju perubahan momentum dalam elemen luas pada komponen- x adalah
∆x∆y
∂ρu = ∆y ( ρuu x − ρuu x +∆x ) + ∂t ∆x( ρwu y − ρwu y +∆y ) + ∆y ( P x − P x +∆x ) (2.7)
∆y ( P x − P x + ∆x ) menyatakan jumlah gaya yang bekerja pada komponenx , dan P tekanan.
∂ρw = ∆y ( ρuw x − ρuw x + ∆x ) + ∂t
∆x( P y − P y + ∆y ) + ρg∆x∆y (2.10) Jika kedua ruas persamaan (2.10) dibagi dengan ∆x∆y dan ∆x → 0 , ∆y → 0 , maka diperoleh
∂ ( ρw) ∂ ( ρuw) ∂ ( ρww ) ∂P =− − − + ρg . ∂t ∂x ∂y ∂y (2.11)
dengan
Jika kedua ruas persamaan (2.7) dibagi dengan ∆x∆y , maka untuk ∆x → 0 dan ∆y → 0 diperoleh
∂ ( ρu ) ∂ ( ρuu ) ∂ ( ρwu ) ∂P =− − − ∂t ∂x ∂y ∂x
(2.8)
Dengan menggunakan asumsi fluida tak termampatkan, persamaan (2.8) dapat dituliskan
Dengan asumsi fluida tak termampatkan, persamaan (2.11) dapat dituliskan
ρ
∂P Dw =− + ρg ∂y Dt
(2.12)
Persamaan (2.9) dan (2.12) dapat dituliskan ρ (ut + uu x + wu y ) + Px = 0 ρ ( wt + uwx + ww y ) + Py + ρg = 0
(2.13)
4
Dari persamaaan (2.6) dan (2.13) diperoleh sistem persamaan pada fluida ideal sebagai berikut: ρt + uρ x + wρ y = 0 ux + wy = 0
ρ (ut + uux + wu y ) + Px = 0
(2.14)
ρ ( wt + uwx + ww y ) + Py + ρg = 0
Berdasarkan asumsi irrotational, maka terdapat fungsi ϕ yang merupakan potensial kecepatan yang memenuhi q = ∇ϕ didapat
sehingga dari persamaan (2.5)
atau dengan vektor satuan ∇ϕ • N = 0 . Syarat batas dinamik diperoleh dari persamaan dasar fluida (2.13) dihasilkan (lihat lampiran A) 1 2 ∇ϕ + gη 0 = 0 2 pada permukaan y = η 0 ( x, t ) . ϕt +
(2.17)
Fluida Dua Lapisan
y=h 1
y = h + η1 ( x , t ) 1
ρ1
ϕ xx + ϕ yy = 0 .
y=0 Syarat Batas
y = η 2 ( x, t )
ρ2
Terdapat dua syarat batas, yaitu syarat batas kinematik dan syarat batas dinamik. Syarat batas kinematik muncul karena gerak dari partikel fluida itu sendiri. Sedangkan syarat batas dinamik digunakan untuk permukaannnya. udara
y = −h 2
Gambar 5. Domain fluida dua lapisan
Dari Gambar 5, domain fluida memenuhi − h2 < y < h1 + η1 ( x, t ) . Domain fluida tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu
y = η 0 ( x, t ) air
S 2 (t1,η 2 ) = {( x, y ) : − h2 < y < η 2 ( x , t )} .
y = −h
Gambar 4. Domian fluida satu lapisan
Pada
Gambar 4, misalkan kurva merupakan batas atas y = η0 (x,t) permukaan sehingga S ( x, y, t ) = η0 ( x, y) − y = 0 adalah persamaan permukaan, maka syarat batas kinematiknya adalah (lihat lampiran A) η 0t + ϕ xη 0 x − ϕ y = 0 di y = η 0 ( x, t ) . (2.15)
Syarat batas kinematik pada dasar fluida yang rata, misal y = − h adalah (lihat lampiran A) ϕy = 0 .
( x, y ) : η2 ( x, t ) < y < h1 + S1 (t1 , η 2 , η1 ) = η1 ( x, t )
(2.16)
Analog dengan asumsi fluida irrotational pada fluida satu lapisan, pada fluida dua lapisan diperoleh persamaan berikut ϕ1xx + ϕ1 yy = 0 pada S1 (t1 ,η 2 ,η1 )
(2.18a)
ϕ 2 xx + ϕ 2 yy = 0 pada S 2 (t1,η 2 ) .
(2.18b)
Syarat batas kinematik pada dasar fluida yang rata adalah
ϕ 2 y = 0 , pada
y = −h2 .
(2.19)
Sedangkan syarat batas kinematik pada y = η 2 ( x, t ) diperoleh dari analogi syarat batas permukaan fluida satu lapisan (2.15), dihasilkan (lihat lampiran A) η = ∇ϕ .N (1 + η 2 )1/2 2t 2 2x dan (2.20) 2 1 / 2 η 2t = ∇ϕ1.N (1 + η 2 x ) .
5
syarat batas dinamik di y = η 2 ( x, t ) diperoleh dari kekontinuan tekanan pada batas kedua lapisan fluida, diperoleh
dengan γ bilangan real dan Γ merupakan operator simetri miring, sehingga turunan variasi dapat dituliskan δ v H .
2 1 ρ 2 ϕ 2t + ∇ϕ 2 + gη 2 2 2 1 = ρ1 ϕ1t + ∇ϕ1 + gη 2 2
Turunan variasi δ v H dapat ditentukan dengan cara berikut ini. Diberikan fungsional ∞ H (v + γs ) = ∫ h( x, v + γs, v x + γs x ,...)dx −∞
(2.21)
Pada kasus batas atas berupa permukaan rata diperoleh ϕ1 y = ∇ϕ1.N = 0 di y = h1 (2.22) dengan N 1 = (0,1) T vektor normal satuan di y = h1 . Turunan Variasi Syarat berlakunya sistem Hamilton dijelaskan menggunakan konsep turunan variasi dan operator simetri miring. Sehingga diperlukan pengertian keduanya. Ruang linear merupakan sistem matematika yang melibatkan operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar, dalam konteks yang beraneka ragam dalam matematika. Jika M ruang linear, maka operator Γ : M → M disebut operator simetri miring jika v, sΓ = − Γv, s , ∀v, s ∈ M ,
dengan
.,. notasi untuk perkalian dalam.
Dalam tulisan ini, perkalian dalam yang digunakan berbentuk
v, s
(2.25) Misalkan r = v + γs , maka dapat dituliskan ∞ ∂h ∂r ∂h ∂rx ∂H + ...)dx + = ∫ ( ∂γ −∞ ∂r ∂γ ∂rx ∂γ ∞ ∂h ∂h = ∫ ( s+ s + ...)dx ∂ ∂ rx x r −∞ ∞ ∂h d ∂h = ∫ ( − + ...)sdx −∞ ∂r dx ∂rx Setelah dilakukan integrasi parsial berulangulang dan untuk γ = 0 diperoleh δvH =
∂h d ∂h d 2 ∂h + ... . + − ∂v dx ∂v x dx 2 ∂v xx
(2.26)
Sistem Hamilton Suatu persamaan diferensial parsial dikatakan sistem Hamilton jika terdapat H dan operator simetri miring Γ sehingga dapat dituliskan dalam bentuk ∂ t v = Γδ v H
(2.27)
Jika R himpunan bilangan real, maka dapat didefinisikan pemetaan H : M → R sebagai berikut
Hamiltonian H merupakan besaran yang tetap, artinya bahwa jika v(x,t) merupakan penyelesaian dari persamaan (2.27), maka nilai H (v( x, t )) tidak berubah terhadap waktu. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut. Jika r = v + γ∂ t v , maka
∞ H (v) = ∫ h( x, v, v x , v xx ,...)dx −∞
dH (r ) ∂r d H (v ( x, t )) = dr ∂t γ =0 dt
∞ v, s = ∫ vsdx −∞
∀v, s ∈ M .
∀v ∈ M
(2.23) dimana h merupakan fungsi sembarang dari v beserta turunannya. Fungsional H terhadap v didefinisikan sebagai berikut ∞ d H (v + γs) γ =0 = ∫ Γsdx, dγ −∞
∀s ∈ M ,
(2.24)
=
dH (r ) ∂r dr ∂γ γ =0
dH (r ) dγ γ =0 d . = H (v( x, t ) + γ∂ t v ) dγ γ =0 =
(2.28)
6
Sistem persamaan (2.34) merupakan suatu sistem Hamilton, karena Γ merupakan operator simetri miring.
dari persamaan (2.24) diperoleh dH = δ v H , Γδ v H . dt
(2.29) Karena Γ operator simetri miring, maka δ v H , Γδ v H = 0
Misalkan f(x) fungsi sebarang yang dapat dinyatakan sebagai suatu deret pangkat sebagai berikut:
sehingga diperoleh dH =0. dt
(2.30)
Selanjutnya akan dibahas sistem persamaan yang merupakan sistem Hamiltonian. Didefinisikan fungsi H adalah H (v1 , v 2 ) = ∫ h ( x, v1 , v 2 , v1x v 2 x v1xx ,...)dx, (2.31) dengan h fungsi sembarang dari v1 dan v 2 beserta turunannya. Turunan variasi dari H terhadap v1 atau dituliskan δ v1 H , memenuhi d H (v1 + γs1 , v 2 ) = δ v H , s1 γ =0 dγ 1
∀s1 ∈ M
(2.32)
dan turunan variasi dari H terhadap v 2 , dituliskan δ v2 H , memenuhi d H (v1 , v 2 + γs 2 ) = s1 , δ v H , γ =0 dγ 2 ∀s 2 ∈ M
.
(2.33).
Kedua persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk δ v H v ∂ t 1 = Γ 1 , δ v H v2 2
Γ Γ = 11 Γ21
Uraian Taylor
Γ12 Γ22 (2.34)
f ( x) = c 0 + c1 ( x − a ) + c 2 ( x − a ) 2 + ...
(2.35) dimana c n dengan n = 1,2,3,... , menyatakan koefisien deret pangkat dan a menyatakan titik pusatnya. Fungsi f(x) pada persamaan (2.35) dapat dinyatakan dalam bentuk ∞
f ( x) = ∑
f
n =0
( n)
(a ) ( x − a) n n!
= f (a ) +
f ' (a ) f ' ' (a ) ( x − a) 2 ( x − a) + 2! 1!
f ' ' ' (a ) ( x − a ) 3 + ... . 3!
(2.36) Persamaan (2.36) disebut deret Taylor dari fungsi f(x) yang berpusat di a . Misalkan fungsi f(x) merupakan fungsi eksponen yang berpusat di x=0, yaitu f ( x) = e x
(2.37)
maka berdasarkan uraian deret Taylor pada persamaan (2.36), persamaan (2.37) dapat dinyatakan sebagai berikut: ∞
xn n = 0 n!
ex = ∑
.
(2.38)
PEMBAHASAN Penelitian ini akan membahas formulasi Hamiltonian pada gerak gelombang interfacial dengan batas atas dan bawah berupa permukaan rata.
G1(η2 )Φ1 = ∇ϕ1.N 2 (1+ | ∂ xη2 |2 ).1 / 2
(3.5) Dari (3.4) dan (3.5), persamaan (3.2) dapat dinyatakan sebagai berikut K=
y = h1 ϕ1
ρ1
y = η 2 ( x, t )
ϕ2
ρ2
y = − h2
Gambar 6. Domain fluida 2 lapisan dengan batas atas yang rata
Hamiltonian didefinisikan sebagai energi total yang merupakan penjumlahan energi kinetik (K) dengan energi potensial (P), dituliskan sebagai berikut .
(3.1)
Formulasi Hamiltonian untuk Batas Atas dan Bawah berupa Permukaan Rata Energi kinetik dan energi potensial pada gerak gelombang interfacial dengan batas atas berupa permukaan rata, seperti pada Gambar 6, didefinisikan sebagai berikut: K=
η ( x)
1 2 2 ∫ ∫ ρ | ∇ϕ 2 | dydx 2 R − h2 2 1 h1 + ∫ ∫ ρ1 | ∇ϕ1 |2 dydx, 2 Rη ( x ) Rη2 ( x )
(3.3) 1 2 ( x)( ρ −ρ ) dx. g η ∫ 2 1 2R 2 Untuk mempermudah dalam analisa, energi kinetik direduksi terlebih dahulu dengan menggunakan operator Dirichlet Neumann. Operator Dirichlet Neumann pada fluida menyatakan kecepatan partikel pada permukaan kedua lapisan fluida. Misalkan Φ1( x ) = ϕ1 ( x ,η 2 ( x )) dan Φ 2 ( x ) = ϕ 2 ( x,η 2 ( x )) .
normal
1 ( −η2 x 1)T 2 η2 x + 1 satuan di y = η 2 ( x, t ) , N2 =
vektor maka
Lagrangian (L) didefinisikan sebagai pengurangan energi kinetik dengan energi potensial. Kemudian dengan substitusi persamaan (3.6) dan (3.3) diperoleh (lihat lampiran B) L= K − P 1 −1 (η 2 )η 2 t dx + = ∫ρ η G 2 R 2 2t 2 1 −1 (η 2 )η 2 t dx − ∫ρ η G 2 R 1 2t 1 1 2 ∫ g η 2 ( x )( ρ 2 − ρ 1 ) dx . 2 R
(3.8) Misalkan
+
−1
ρ 1η 2 t G1 (η 2 )η 2 t
(3.9) maka dari persamaan (3.7) dan (3.9) diperoleh (lihat lampiran B) G1 (η 2 )ξ 2 ( x) = ( ρ 2 G1 (η 2 ) + ρ1G 2 (η 2 ))Φ 2 ( x) − G 2 (η 2 )ξ 2 ( x) = ( ρ 2 G1 (η 2 ) + ρ1G 2 (η 2 ))Φ1 ( x). (3.10) Jadi Hamiltonian (3.1) dapat dituliskan (lihat lampiran B) H =
1 ∫ ξ G (η )( ρ 2 G 1 (η 2 ) + 2 R 2 1 2 ρ 1 G 2 (η 2 )) − 1 ( G 2 (η 2 )) ξ 2 dx + 1 2 ∫ g η 2 ( x )( ρ 2 − ρ 1 ) dx . 2 R (3.11)
Sistem persamaan bagi gerak gelombang interfacial dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut (lihat lampiran B):
∂tη2 = δξ2 H
didefiniskan G1 dan G2 berikut: G 2 (η 2 )Φ 2 = ∇ϕ 2 .N 2 (1+ | ∂ xη 2 | 2 )1 / 2
dan
Φ1 = −G1−1 (η 2 )η 2t .
= ρ 2 Φ 2 ( x ) − ρ 1 Φ 1 ( x ),
=
Jika
−1 Sehingga diperoleh Φ 2 = G 2 (η 2 )η 2t
(3.2)
h1
2
(3.6)
Berdasarkan operator Dirichlet Neumann, persamaan (2.20) dapat dinyatakan η 2t = G 2 (η 2 )Φ 2 = −G1 (η 2 )Φ1 . (3.7)
−1
P = ∫ ∫ gρ 2 y dydx + ∫ ∫ gρ1 y dydx −h R
∫ ρ Φ G (η )Φ dx 2R 2 2 2 2 2 1 + ∫ ρ1Φ 1G1 (η 2 )Φ1 dx. 2R
ξ 2 ( x ) = δ η 2 t L = ρ 2η 2 t G 2 (η 2 )η 2 t
2
η2 ( x )
1
(3.4)
∂t ξ2 =−δη2 H.
(3.12)
8
Linearisasi Persamaan pada Hamiltonian Pada sub bab ini dibahas linearisasi Hamiltonian pada persamaan (3.11) dengan uraian Taylor. Untuk itu, tinjau operator G 2 (η 2 ) pada lapisan bawah Penyelesaian-penyelesaian S 2 (η 2 ) . persamaan (2.18b) dengan syarat batas (2.19) dan Φ2 ( x) = ϕ2 ( x,η2 ( x)) berbentuk (lihat lampiran B)
kh −kh j η j k (−1) j e 2 x ikx e 2 + Φ2k ( x) = ∑ 2 e kh j≥0 j! e 2 + e−kh2 ekh2 + e−kh2
(3.13) dimana ϕ 2 k ( x,0) = e . Dengan definisi berdasarkan persamaan (3.4) diperoleh bahwa di y = η 2 (x ) berlaku (lihat lampiran B) ikx
G2 (η2 )Φ 2 ekh2 (−1) j e−kh2 η2j + (−∂ xη2 ( x))(ik j +1 ) kh e 2 + e−kh2 ekh2 + e−kh2 j ≥ 0 j!
=∑
Ruas kanan persamaan (3.14) merupakan uraian deret Taylor dari G 2 (η 2 )Φ 2 k . Uraian G 2 (η 2 ) dimisalkan dalam bentuk
j ikx ekh2 (−1) j +1e−kh2 ikx e + ∑ η2 k j +1 + e . ekh2 + e−kh2 ekh2 + e−kh2 j ≥0 j! (3.14)
G 2( 0) (η 2 ) = k tanh(kh 2 ) G 2(1) (η 2 ) = − i∂ xη 2 ( x)k −
= ∑ G 2j (η 2 ). j ≥0
(3.15)
Berdasarkan persamaan (3.14) dan (3.15) diperoleh
(3.16)
G 2(0) (η 2 )η 2 ( x)G 2(0 ) (η 2 ).
G 2 (η 2 ) = G 2(0) (η 2 ) + G 2(1) (η 2 ) + G 2( 2) (η 2 ) + ...
Dengan menggunakan notasi persamaan (3.16) dapat dituliskan
D = −i∂x ,
G 2( 0) (η 2 ) = D tanh(h2 D ) G 2( 0) (η 2 ) = Dη 2 ( x) D − G 2(0)η 2 ( x)G 2(0 ) .
(3.17) Dalam bentuk umum, diperoleh G( j) (η2 )eikx j ehD ehD 1 1 e−hD e−hD = Dη2j (x)D j hD −hD + (−1) j+1 hD −hD eikx − ∑G( j−l) (η2 ) η2l (x)Dl hD −hD + (−1)l hD −hD eikx. e −e e −e j! l! e −e e −e l =1 (3.18)
dengan j = 0,1, 2,... . Dengan cara yang sama, dapat diperoleh operator G1 (η 2 ) dengan h2 diganti dengan h1 dan −η 2 diganti dengan η 2 pada persamaan (3.18). Jadi suku-suku deret Taylor dari G1(η 2 ) adalah sebagai berikut: G1(0 ) (η 2 ) = D tanh(h1 D) G1(0 ) (η 2 ) = − Dη 2 ( x ) D + G1(0)η 2 ( x )G1(0 ) . (3.19) Dalam uraian ini hanya akan membahas
bentuk linear (suku pertama) dari G1 (η 2 ) G 2 (η 2 ) yang masing-masing berbentuk: G1(0) = D tanh(h1D) (3.20)
dan
G 2(0 ) = D tanh(h 2 D) .
Dengan menggunakan persamaan (3.20), maka Hamiltonian pada persamaan (3.11) menjadi (lihat lampiran B) D tanh(h1 D) tanh( h2 D ) 1 H = ∫ ξ2 ξ2 + 2 R ρ 2 tanh(h1 D) + ρ1 tanh(h2 D gη 22 ( x)( ρ 2 − ρ1 )dx.
(3.21) Penurunan persamaan (3.21) dapat dilihat pada lampiran B. Turunan variasi H pada persamaan (3.21) terhadap ξ 2 dan η 2 masing-masing adalah δξ 2 H =
D tanh(h1D) tanh(h2 D) ξ2 ρ 2 tanh(h1D) + ρ1 tanh(h2 D
δη 2 H = g ( ρ 2 − ρ1 )η2 .
(3.22)
9
Sehingga sistem Hamiltonian persamaan (3.12) menjadi D tanh(h1 D ) tanh(h2 D) ξ2 ρ 2 tanh(h1 D) + ρ 1 tanh(h 2 D (3.23) ∂ t ξ 2 = g ( ρ 2 − ρ1 )η 2 (3.24) ∂ tη 2 =
Misalkan η 2 = exp(i( kx − ωt )), (3.25) dimana ω merupakann frekuensi gelombang, dan k bilangan gelombang yang merupakan jumlah gelombang per satuan panjang. Jika persamaan (3.25) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.23) dan (3.24), maka diperoleh (lihat lampiran B) g ( ρ 2 − ρ 1 )k tanh(kh 2 ) tanh(kh1 ) ω2 = ρ 2 tanh(kh1 ) + ρ 1 tanh(kh 2 ) (3.26) yang disebut relasi dispersi untuk sistem Hamilton (3.23) dan (3.24). Kecepatan fase gelombang merupakan kecepatan sebuah titik pada suatu gelombang, yang bergerak dengan fase yang tetap, titik itu misalnya puncak atau lembah gelombang. Kecepatan fase gelombang dinyatakan sebagai ω c= , (3.27) k maka berdasarkan persamaan (3.26), diperoleh g ( ρ 2 − ρ1 ) tanh(kh2 ) tanh(kh1 ) k ( ρ 2 tanh(kh1 ) + ρ1 tanh(kh2 )) . (3.28) Berikut ini akan dibahas pengaruh perbandingan rapat massa kedua lapisan fluida terhadap kecepatan fase gelombang. Dalam hal ini akan ditinjau beberapa kasus. c=
Kasus pertama: panjang gelombang internal yang ditinjau lebih besar dari ketebalan setiap lapisan fluida. Dalam hal ini kh1 dan kh2 cukup kecil, tetapi sehingga diperoleh tanh(kh1 ) ≈ kh1 + O(kh1 )
h1
h2 tetap,
(3.29) tanh(kh2 ) ≈ kh2 + O (kh2 ). Dari persamaan (3.28) diperoleh kecepatan fase gelombang c berbentuk
g ( ρ 2 − ρ1 ) ρ 2 ρ1 . (3.30) + h2 h1 Persamaan (3.30) merupakan kecepatan fase gelombang linear dan dinotasikan dengan c0 . Hubungan kecepatan fase gelombang dengan perbandingan rapat massa kedua lapisan fluida ditunjukkan pada Gambar 7. c2 ≈
Gambar 7. Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa Gambar 7 menunjukkan bahwa jika ρ1 = 0 maka kecepatan fase gelombang sama dengan gh2 yang merupakan kecepatan fase gelombang linear di permukaan air. Selanjutnya, apabila rapat massa kedua lapisan hampir sama (mendekati fluida satu lapisan), maka kecepatan fase gelombang sangat kecil.
Kasus kedua: panjang gelombang pada fluida lapisan atas jauh lebih besar dari ketebalan lapisan fluida. Sedangkan pada fluida lapisan bawah, ketebalan lapisan lebih besar dari panjang gelombangnya. Dalam hal ini kh1 cukup kecil, tetapi kh2 cukup besar,sehingga diperoleh tanh(kh1 ) ≈ kh1 + O(kh1 ) . (3.31) Nilai kh1 yang kecil berakibat ρ 2 tanh(kh1 ) + ρ 1 tanh(kh 2 ) ≈ ρ 1 tanh(kh 2 ). (3.32) Sehingga kecepatan fase gelombang c pada persamaan (3.28) dapat dinyatakan g ( ρ 2 − ρ1 ) . ρ1 (3.33) h1 Dari persamaan (3.33) diperoleh hubungan kecepatan fase gelombang dengan rasio rapat massa kedua lapisan fluida, seperti diperlihatkan pada Gambar 8. c2 ≈
10
Gambar 8 menunjukkan bahwa kecepatan fase gelombang sangat kecil ketika rapat massa kedua lapisan fluida hampir sama.
Jika ρ1 = 0, maka kecepatan fase gelombang merupakan kecepatan fase gelombang linear di permukaan air. Selanjutnya, apabila rapat massa kedua lapisan hampir sama (mendekati fluida satu lapisan), maka kecepatan fase gelombang sangat kecil. Kasus keempat: terjadi di laut dalam dimana ketebalan kedua lapisan lebih besar jika dibandingkan panjang gelombang. Jadi untuk kh1 → +∞ dan kh 2 → +∞ , diperoleh tanh( kh1 ) = 1
Gambar 8. Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa Kasus ketiga: lapisan atas memiliki panjang gelombang jauh lebih kecil dari ketebalan lapisan fluida. Sedangkan pada fluida lapisan bawah, ketebalan lapisan lebih kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombangnya. Dalam hal ini kh1 cukup besar sedangkan kh2 kecil, sehingga didapat tanh(kh 2 ) ≈ kh 2 + O(kh 2 ). (3.34) Nilai kh2 yang kecil berakibat ρ 2 tanh(kh1 ) + ρ 1 tanh(kh2 ) ≈ ρ 2 tanh(kh1 ) . (3.35) Jika persamaan (3.35) disubtitusikan ke dalam persamaan (3.28), maka kecepatan fase gelombang dapat dinyatakan g (ρ 2 − ρ1 ) . c2 ≈ ρ2 (3.36) h2 Hubungan kecepatan fase dengan rasio rapat massa pada persamaan (3.36) ditunjukkan oleh Gambar 9.
(3.37) tanh( kh2 ) = 1. Sehingga dengan subtitusi persamaan (3.37) ke persamaan (3.28) diperoleh g (ρ 2 − ρ1 ) ω 2 = ω 02 = k (3.38) ρ 2 + ρ1 untuk kasus k → 0 . Sedangkan untuk kasus k → +∞ diperoleh g ( ρ 2 − ρ1 ) ω 2 = ω ∞2 = k (3.39) ρ 2 + ρ1 Persamaan (3.38) dan (3.39) dapat ditulis dalam kecepatan fase sebagai berikut: ω 2 g ( ρ 2 − ρ1 ) c2 = 2 = (3.40) k k ( ρ 2 + ρ1 ) Hubungan antara kecepatan fase dengan perbandingan rapat massa pada kasus keempat ditunjukkan oleh Gambar 10.
Gambar 10. Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa Gambar 10 menunjukkan bahwa pada ρ 1 = 0 , kecepatan fase gelombang sama dengan ρ1 ≈ 1 kecepatan gh2 . Sedangkan pada ρ2 Gambar 9. Grafik kecepatan fase terhadap rasio rapat massa
fase gelombang sangat kecil.
KESIMPULAN Gerak gelombang linear interfacial dijelaskan dengan menggunakan formulasi Hamiltonian, dimana Hamiltonian didefinisikan sebagai penjumlahan antara energi kinetik dengan energi potensial. Reduksi energi kinetik dengan operator Dirichlet Neumann menghasilkan persamaan dalam potensial kecepatan yang bentuknya tak linear. Linearisasi dilakukan dengan menggunakan suku pertama dari uraian Taylor. Formulasi gerak gelombang interfacial yang diperoleh merupakan formulasi yang menunjukkan pengaruh perbandingan rapat massa terhadap kecepatan fase gelombang, yang ditinjau pada ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Empat situasi berbeda ditinjau berdasarkan ketebalan masing-masing lapisan fluida. Situasi pertama adalah situasi dimana panjang gelombang internal yang ditinjau lebih besar dari ketebalan masingmasing lapisan fluida. Situasi kedua adalah situasi dimana panjang gelombang lapisan atas jauh lebih besar dari ketebalan lapisan
fluida. Sedangkan pada fluida lapisan bawah, ketebalan lapisan lebih besar jika dibandingkan dengan panjang gelombangnya. Situasi ketiga adalah situasi dimana panjang gelombang lapisan atas lebih kecil dari ketebalan lapisan fluida. Sedangkan pada fluida lapisan bawah, ketebalan lapisan lebih kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombangnya. Situasi terakhir adalah situasi dimana ketebalan masing-masing lapisan fluida jauh lebih besar jika dibandingkan panjang gelombangnya. Dari keempat situasi tersebut, situasi pertama, ketiga dan keempat memberikan kesimpulan yang sama, yaitu kecepatan gelombang mendekati kecepatan fase gelombang linear di permukaan air bilamana perbandingan rapat massa mendekati nol. Selain itu, jika rapat massa kedua lapisan fluida besarnya hampir sama, maka kecepatan fasenya sangat kecil. Situasi kedua berbeda dengan situasi yang lainnya, karena perbandingan rapat massa yang mengecil membuat kecepatan fase gelombangnya lebih cepat mendekati nol.
DAFTAR PUSTAKA Benjamin TB, Bridge TJ. 1997. Reappraisal of the Kelvin-Helmholtz problem. I. Hamiltonian structure. J. Fluid Mech 333: 301-325. Craig W, Guyenne P, and Kalsch, H. 2005. Hamiltonian Long-Wave Exspansions for Free Surfaces and Interfaces. Communications of Pure and Applied Mathematic (VIII) 1588-1594, 1604-1605. Groesen EV, Beckum FV, Djohan W. 1992. Basic Concepts of Linear Waves Propagation. 7-11. Jaharuddin. 2004. Hamiltonian Bagi
Suatu Formulasi Gerak Gelombang
Interfacial yang Merambat dalam Dua Arah. Jurnal Matematika dan Aplikasinya 3, 35-43. Moore JR. 1971. Oceanography. USA: Scientific American Inc. Osborne AR, Burch TL. 1980. Internal Solitons in the Andaman Sea. Science 208:451-460. Stewart J. 2003. Kalkulus Jilid 2. Edisi Keempat. IN Susila dan H Gunawan, penerjemah; N Mahanani dan A Safitri. editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Calculus, Fourth Edition.
LAMPIRAN
LAMPIRAN A Penurunan persamaan (2.15) Dengan asumsi fluida tak termampatkan, diperoleh DS Dt
atau
=0 dS dt
atau
=
∂S
+u
∂t
∂S ∂x
∂ (η 0 ( x, t ) − y ) ∂t
+w +u
∂S ∂y
=0
∂ (η 0 ( x, t ) − y ) ∂x
+w
∂ (η 0 ( x, t ) − y ) ∂y
=0
atau η 0t + uη 0 x − w = 0 atau η 0t + ϕ xη 0 x − ϕ y = 0 pada y = η 0 ( x, t )
Penurunan persamaan (2.16) Dari
DS Dt
= 0 , diperoleh
DS ∂S ∂S ∂S = +u +w =0 Dt ∂t ∂x ∂y atau atau
∂ ( y − ( − h )) ∂t
∂( y + h) ∂t
+u
+u
∂ ( y − ( − h )) ∂x
∂ ( y + h) ∂x
+w
+w
∂ ( y − ( − h )) ∂y
∂ ( y + h) ∂y
=0
=0
atau w = 0 atau ϕ y = 0
Penurunan persamaan (2.17) Dari persamaan dasar fluida berikut ρ (u t + uu x + wu y ) + Px = 0
diperoleh ρ
Du Dt
= −∂ x p
dan ρ ( wt + uwx + ww y ) + Py + ρg = 0
diperoleh ρ
Dw Dt
= −∂ y p + ρg
r u v Misalkan q = dan g = (0, g ) , didapat w v Dq v ρ = −∇P + ρg Dt v v v v Dq ∂q ∂q ∂q atau +w +u = Dt ∂y ∂x ∂t
∂ u ∂ u v = ∂t q + u + w ∂y w ∂x w
(L.1)
14
u uy v = ∂ t q + u x + w wx w y v uu wu y = ∂ t q + x + uw x ww y v wu y − ww x uu x + ww x + = ∂ t q + − uu y + uw x uu y + ww y
uu x + ww x v = ∂ t q + ( wu y − ww x )i + 0. j + ( −uu x + uw x ) k + uu y + ww y uu x + ww x v = ∂ t q + w(u y − w x )i + 0. j + u (−u x + w x ) k + uu y + ww y
i v = ∂ t q + 0 (u
j
x
u v = ∂ t q + 0i (u
k
uu x + ww x −w ) 0 + uu y + ww y w 0 w y
(
)
1 2 1 2 v − w ) j ok xq + ∂ x , ∂ y u + w x 2 2
i j k v = ∂ t q + 0 (u − w ) 0 + ∂ x , ∂ y x w u w 0
(
) 12 u 2 + 12 w 2
1 v 2 v v v = ∂ t q + (qx (∇xq )) + ∇ q 2
v Dari asumsi fluida tidak berotasi, yaitu terdapat fungsi ϕ sehingga q = ∇ ϕ = (ϕ x , ϕ y ) v Dq 1 2 2 maka = ∂ t ∇ϕ + ∇ (ϕ x + ϕ y ) Dt 2 v Dq v Karena ρ = −∇P + ρg , maka dari (L.1) dan (L.2) diperoleh Dt ∇P v 1 2 2 ∂ t ∇ϕ + ∇ (ϕ x + ϕ y ) = − +g ρ 2
1 2 2 P v atau ∇ ∂ t ϕ + (ϕ x + ϕ y ) + + g = 0 ρ 2 Jika kedua ruas persamaan di atas diintegralkan terhadap koordinat ruang maka diperoleh 1 2 2 P v ∂ ϕ + (ϕ x + ϕ y ) + + g η = f (t ) 2 ρ t 0 P 1 v atau ∂ t ϕ + (ϕ x2 + ϕ 2y ) + gη 0 = f (t ) − ρ 2 1 2 2 v * atau ∂ t ϕ + (ϕ x + ϕ y ) + gη 0 = f (t ) 2 * Jika tekanan di abaikan, maka f (t ) = 0 sehingga didapatkan
(L.2)
15
1 2 2 v ϕ t + (ϕ x + ϕ y ) + gη 0 = 0 2 1 2 v atau ϕ t + ∇ϕ + gη 0 = 0 pada permukaan y = η 0 ( x , t ) . 2 Penurunan persamaan (2.20) Dari syarat batas kinematik pada permukaan fluida satu lapisan berikut η +ϕ η −ϕ = 0, 2t
2x 2x
diperoleh η
2t
=ϕ
2y
2y
−ϕ
η 2x 2x
= −ϕ 2 xη 2 x + ϕ 2 y
− η d d = ϕ 2 ϕ 2 2 x dy 1 dx −η2x 1 η2 x2 + 1 = ∇ϕ 2 . 2 η2 x + 1 2 1/ 2 = ∇ϕ 2 .N (1 + η 2 x )
dan η 2t = ϕ1 y − ϕ1xη 2 x = −ϕ1xη 2 x + ϕ1 y
− η 2x 1 = ∇ϕ1 . 2 η 2x
+1
2 η2x + 1
2 1/ 2 = ∇ϕ1 . N (1 + η 2 x )
LAMPIRAN B Penurunan persamaan (3.8) Persamaan Lagrangian diperoleh dari substitusi energi kinetik dan energi potensial, masingmasing dari persamaan (3.6) dan (3.3), jadi L=K−P 1 1 1 2 ∫ ρ Φ G (η )Φ dx + ∫ ρ1Φ 1G1 (η 2 )Φ 1dx − ∫ g η 2 ( x )( ρ 2 −ρ1 ) dx 2R 2 2 2 2 2 2R 2R 1 1 = ∫ ρ 2 (G 2 −1 (η 2 )η 2t ) G 2 (η 2 ) ( G 2 −1 (η 2 )η 2 t ) dx + ∫ ρ1 ( − G1 −1 (η 2 )η 2 t )G1 (η 2 ) ( − G1 −1 (η 2 )η 2 t ) dx 2R 2R
=
1 2 ∫ g η ( x )( ρ 2 −ρ1 ) dx 2R 2 1 1 1 = ∫ ρ 2 G 2 −1 (η 2 )η 2 t )η 2 t dx + ∫ ρ1G1 −1 (η 2 )η 2 t η 2 t dx − ∫ g η 22 ( x )( ρ 2 −ρ1 ) dx 2R 2R 2R 1 1 1 −1 −1 = (η 2 )η 2t dx + ∫ ρ1η 2t G1 (η 2 )η 2t dx − ∫ g η 22 ( x )( ρ 2 −ρ1 ) dx ∫ρ η G 2 R 2 2t 2 2R 2R −
Penurunan Persamaan (3.9) Persamaan (3.9) diperoleh dengan memisalkan l=
1 1 1 ρ 2η 2t G 2 −1 (η 2 )η 2t + ρ1η 2t G1 −1 (η 2 )η 2t − gη 22 ( x)( ρ 2 − ρ1 ) 2 2 2
∫
sehingga L = l dx . R
Dengan rumus turunan variasi diperoleh δ η2 t L =
∂l ∂l d d2 ∂l )+ 2 ( ) − ( ∂η 2t dx ∂ (η 2t ) x dx ∂ (η 2t ) xx
atau δη L = ρ 2 Φ 2 ( x ) − ρ1Φ1 ( x) 2t
Penurunan Persamaan (3.10) Dari substitusi persamaan (3.7) ke persamaan (3.9) sebagai berikut ξ2 ( x) = ρ2Φ2 ( x) − ρ1Φ1( x) , sehingga G1 (η 2 )ξ 2 ( x) = ρ 2 G1 (η 2 )Φ 2 ( x) − ρ1G1 (η 2 )Φ1 ( x) = ρ 2 G1 (η 2 )Φ 2 ( x) + ρ1G2 (η 2 )Φ 2 ( x) = ( ρ 2 G1 (η 2 ) + ρ1G 2 (η 2 ))Φ 2 ( x) dan −G2 (η 2 )ξ 2 ( x) = − ρ 2 G2 (η 2 )Φ 2 ( x) + ρ1G2 (η 2 )Φ1 ( x) = ρ 2 G1 (η 2 )Φ1 ( x) + ρ1G2 (η 2 )Φ1 ( x) = ( ρ 2 G1 (η 2 ) + ρ1G2 (η 2 ))Φ1 ( x)
17
Penurunan Persamaan (3.11) H =K + P =
1 1 1 2 ∫ ρ Φ G (η )Φ dx + ∫ ρ1Φ1G1(η 2 )Φ1dx + ∫ gη 2 ( x)(ρ 2 −ρ1 )dx 2R 2 2 2 2 2 2R 2R
=
1 1 2 ∫ (−ρ Φ G (η )Φ + ρ1Φ1G1 (η 2 )Φ1)dx + a ∫ gη 2 ( x)(ρ 2 −ρ1)dx 2R 2 2 1 2 1 2R
=
1 1 2 ∫ ( ρ Φ − ρ1Φ1 )(−G1(η 2 )Φ1)dx + ∫ gη 2 ( x)(ρ 2 −ρ1)dx 2R 2R 2 2
=
1 −1 ∫ ( ρ Φ − ρ1Φ1 )(−G1(η 2 )(ρ 2G1(η 2 ) + ρ1G2 (η 2 )) ( ρ 2G1(η 2 ) + ρ1G2 (η 2 ))Φ1)dx + 2R 2 2 1 2 ∫ gη ( x)(ρ 2 −ρ1)dx 2R 2
=
1 1 2 −1 ∫ ξ (−G1(η 2 )(ρ 2G1(η 2 ) + ρ1G2 (η 2 )) (−ρ 2G2 (η 2 )Φ 2 + ρ1G2 (η 2 )Φ1)dx + ∫ gη 2 ( x)( ρ 2 −ρ1 )dx 2R 2R 2
=
1 1 −1 2 ∫ ξ 2 ( −G1 (η 2 )(ρ 2G1 (η 2 ) + ρ1G2 (η 2 )) (−G2 (η 2 )(ρ 2 Φ 2 − ρ1Φ1 ))dx + ∫ gη 2 ( x)(ρ 2 −ρ1 )dx 2R 2R
=
1 1 −1 2 ∫ ξ 2G1 (η 2 )(ρ 2G1 (η 2 ) + ρ1G2 (η 2 )) (G2 (η 2 ))ξ 2 dx + ∫ gη 2 ( x)(ρ 2 −ρ1 )dx 2R 2R
Penurunan Persamaan (3.12) Dari sistem Hamilton pada (2.34), diperoleh
δη H η ∂ t 2 = Γ 2 ξ2 δ ξ2 H dengan : Γ = 0 1 . −1 0
η
0
1 δη 2 H δξ H 2
Jadi: ∂ t 2 = ξ − 1 0 2 dapat dituliskan
∂tη2 = δξ2 H ∂tξ2 =− δη2 H. Penurunan Persamaan (3.13) Didefinisikan
ϕ k ( x, y ) = a ( k ) e ky eikx +b ( k ) e − ky eikx dengan a (k ) =
e kh (e kh + e −kh )
b( k ) =
e − kh (e kh + e −kh )
18
maka potensial kecepatan menjadi Φ 2 k ( x) = ϕ 2 k ( x,η 2 ( x)) =
e kh2 e kh2 + e − kh2
e ky e ikx +
e − kh2 e kh2 + e −kh2
e −ky e ikx
e kh2 e kη 2 e − kh2 e − kη 2 ikx e = kh + e 2 + e − kh2 e kh2 + e −kh2 j kh (kη ) j 2 e 2 ∑ e −kh2 ∑ (−1) j (kη 2 ) j ≥0 j! j ≥0 j! = + − kh2 − kh2 kh2 kh2 e +e e +e
ikx e
η2 j k j e kh2 (−1) j e − kh2 x ikx + kh e kh kh − j! e 2 + e 2 e 2 + e − kh2 j ≥0
= ∑
dimana ϕ 2 k ( x,0) = e ikx .
Penurunan Persamaan (3.14) 2
G 2 (η 2 )Φ 2 = ∇ϕ 2 k ( x, y ).N 2 (1 + ∂ xη 2 ( x) )1 / 2
y =η 2 ( x )
−η 2x ∂ 1 ∂ 2 = ϕ 2k ( x, y ) + (1 + ∂ xη 2 ( x) )1 / 2 ϕ 2k ( x, y) . ∂x 2 ∂ η 2 1 + η2x
∂ = ∂x
e kh2 ekη 2 e −kh2 e − kη 2 + ekh2 + e − kh2 e kh2 + e− kh2
ikx e +
e kh2 e kη 2 e − kh2 e −kη 2 = ike ikx kh + e 2 + e −kh2 e kh2 + e − kh2 kh ( kη ) j 2 e 2 ∑ j ≥0 j! ikx = (−η 2 x )ike e kh2 + e − kh2
kh (kη 2 ) j e 2 ∑ j≥0 j! + keikx ekh2 + e −kh2 η 2j ( −∂ xη 2 ( x ))(ik j ≥ 0 j!
= ∑
η 2j k j ≥0 j! ∑
j +1
e
+e
−kh2
e kh2 e kη 2 e − kh2 e − kη 2 + e kh2 + e − kh2 e kh2 + e − kh2
kh2 kη 2 e − kh2 e − kη2 + e ikx e e + e kh2 + e −kh2 e kh2 + e − kh2
( kη 2 ) j e − kh2 ∑ ( −1) j j ≥0 j! + − kh2 kh2 e +e
+
j −kh e 2 ∑ (−1) j (kη 2 ) j≥0 j! + e kh2 + e−kh2
j +1
e kh2 kh2
∂ ∂η2
e kh2 (−1) j e − kh2 + ) kh e 2 + e − kh2 e kh2 + e − kh2
+
(−1) j +1 e − kh2 ikx e e kh2 + e − kh2
ikx e +
ikx − η 2 x e 1 − η 2 x 1
19
Penurunan Persamaan (3.21) Dari Hamiltonian persamaan (3.11) dengan linearisasi dari (3.20), diperoleh H=
1 −1 ∫ ξ 2 G1 (η 2 )( ρ 2 G1 (η 2 ) + ρ1G2 (η 2 )) (G2 (η 2 ))ξ 2 dx 2R +
1 2 ∫ gη 2 ( x)( ρ 2 −ρ1 )dx 2R
=
G1 (η 2 ) 1 G 2 (η 2 )ξ 2 + gη 22 ( x)( ρ 2 − ρ1 )dx ∫ξ2 2 R ρ 2 G1 (η 2 ) + ρ1G 2 (η 2 )
=
D tanh( h1 D) 1 D tanh( h2 D)ξ 2 + gη 22 ( x)( ρ 2 − ρ1 )dx ∫ ξ2 2 R ρ 2 tanh( h1 D) + ρ1 tanh( h2 D)
=
D tanh( h1 D) tanh( h2 D) 1 ξ 2 + gη 22 ( x)( ρ 2 − ρ1 )dx ∫ξ2 2 R ρ 2 tanh( h1 D) + ρ1 tanh( h2 D
Penurunan Persamaan (3.26) Dari persamaan (3.23) dan (3.24) diperoleh tanh(h1 D ) tanh(h2 D) ξ2 ∂ t η 2 = −i∂ x ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ 1 tanh(h2 D ) ∂ t ξ 2 = g ( ρ 2 − ρ 1 )η 2 Turunan kedua ruas persamaan (L.3) terhadap t menghasilkan tanh(h1 D ) tanh(h2 D) ξ2 ) ∂ t ( ∂ t η 2 ) = ∂ t ( − i∂ x ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ1 tanh(h2 D) atau ∂ t (∂ t η 2 ) = −∂ x i
tanh(h1 D) tanh(h 2 D) (∂ t ξ 2 ) ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ1 tanh(h2 D)
atau ∂ t (∂ t η 2 ) = −∂ x i
tanh(h1 D) tanh(h 2 D) ( g ( ρ 2 − ρ 1 )η 2 ) ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ1 tanh(h2 D)
atau ∂ ttη 2 = −∂ x ig ( ρ 2 − ρ 1 )
tanh(h1 D) tanh(h 2 D) η2 ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ1 tanh(h2 D)
Dari persamaan (3.25) dengan memisalkan η 2 = exp(i(kx − ωt )), turunan pertama dan kedua terhadap t dari (3.25) masing-masing menghasilkan η 2t = −iω exp(i(kx − ωt )) η 2tt = −ω 2 exp( i (kx − ωt ))
atau ∂ ttη 2 = −ω 2 exp(i(kx − ωt )) = −∂ x i
g ( ρ 2 − ρ 1 ) tanh(h1 D ) tanh(h2 D) η2 ρ 2 tanh(h1 D) + ρ 1 tanh(h2 D)
Dari persamaan di atas diperoleh g ( ρ 2 − ρ 1 ) tanh(h1 D) tanh(h2 D ) − ω 2 = −k ρ 2 tanh(h1 D) + ρ 1 tanh(h 2 D) atau ω 2 =
g ( ρ 2 − ρ 1 ) tanh(h1 D) tanh(h 2 D) k ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ1 tanh(h2 D)
g ( ρ 2 − ρ 1 ) tanh(h1 D ) tanh(h2 D) k ρ 2 tanh(h1 D ) + ρ1 tanh(h2 D ) persamaan di atas disebut relasi dispersi.
atau ω 2 =
(L.3) (L.4)