FILSAFAT ILMU ILMU DAN KEBUDAYAAN,MANUSIA DAN KEBUDAYAAN,DUA POLA KEBUDAYAAN
KELOMPOK 7 HIKMAYANTI MUHAMMAD ALFI MASJIDAN ZEZEN 1C PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA FAKULTAS AGAMA ISLAM
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Manusia dalam kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri manusia hidup karena adanya kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil
kebudayaan,
setiap hari manusia
melihat dan menggunakan
kebudayaan, bahkan kadang kala disadari atau tidak manusaia merusak kebuayaan. Hubungan yang erat antara manusia (teruatama masyarakat) dan kebudayaan telah lebih jauh di ungkapkan oleh Melville J. Herkovits dan Broinslaw Malinawski, yang mengemukakan bahwa cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat didalam masyrakat ditentukan adanya ole kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu, (Soemardjan, selo: 1964: 115), kemudian Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super organic, karena kebudayaan berturun menurun dari generasi ke generasi tetap hidup. Walaupun manusia yang menjadi anggota masyarakat sudah berganti karena kelahiran dan kematian. Perlu adanya pemahaman mengenai manuisa dan kebudayaan yang lbih mendalam guna mempererat peraturan dan kesatuan serta untuk menyadari adanya keanekaragaman budaya yang berbeda dinegara kita.Hal tersebut apabila tidak diperhatikan dengan baik dapat menimbulkan perpecahan didalam suatu Negara yang majemuk ini sehingga diperlukan mata pelajaran yang mempelajari mengenai masalah-masalah sosial serta kebudayaannya yang senantiasa berhubungan dengan manusia.
2
B.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membuat pokok permasalahan sebagai berikut : 1.Bagaimana hubungan Ilmu dan Kebudayaan? 2.Bagaimana hubungan Manusia dan Kebudayaan? 3.Memahami Dua Pola Kebudayaan
C.Tujuan Penulis Makalah Penulisan makalah ini tiada lain bertujuan agar kita mengetahui lebih jauh lagi tentang pola-pola serta kita lebih memahami betapa pentingnya peranan ilmu pengetahuan terhadap pengembangan suatu kebudayaan. Sehingga pada akhirnya kita lebih giat lagi dalam menggali ilmu pengetahuan dan diharapkan bisa memberikan sumbangan terhadap perkembangan kebudayaan kita yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat setempat.
3
BAB II ISI 1. ILMU DAN KEBUDAYAAN A. Pengertian Ilmu Berbicara masalah ilmu dan kebudayaan tidak lepas dari sumber ilmu dan kebudayaan tersebut, Yaitu akal.maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang hakikat akal. Secara bahasa kata akal memiliki banyak arti, anatara lain “sesuatu menjadi tetap”. Akal adalah jauharun anil madah fi dzatihi muqoronun lahafi fi’lihi wa hiya al-nafsu al-natiqah, yaitu mutiara yang terbatas dari materi dan bersamaan padanya dalam tindakannya, dan itu adalah ciri yang cerdas (berfikir). Akal juga merupakan mutiara rohani yang diciptakan Allah yang terkait dengan badan manusia. Akal juga adalah cahaya hati yang akan mampu membedakan anatara yang haq dan yang bathil. Menahan diri dan berusaha menahan. Sebagian lain menterjemahkan akal dengan berusaha keras (asy-syadd). Itulah beberapa pengertian pokok bagi kata akal yang hamper melingkupi seluruh buku bahasa. Dan semua makna lain sebenarnya telah mencakup ke dalam pengertian diatas tidak berbeda secara signifikan. Para ulama yang mengkaji masalah akal menyebutkan tentang tidak adanya nama bagi akal, selain ia sendiri dalam hakikat. Sedangkan makna akal dalam hakikat, bukan selainnya, disebut dengan garizah biasa disebut “instink” yang diletakan oleh kepada kebanyakan manusia, dimana sebagian hamba dengan yang yang lainnya tidak mencermatinya, tidak mengkaji lebih jauh, serta tidak mencermati
dari
sisi
indra,
pengecapan,
dan
perasaan.
Allah
SWT
memperkanalkan akal ini kepada para hambanya melalui gharizah.Akal merupakan mutiara termahal yang dimiliki oleh manusia.Manusia tanpa memfungsikan akalnya untuk mengenal tuhannya, maka nilainya tidak ubahnya seperti binatang. 1
Shihab, M.Quraish.wawasan Al-qur’an, bandung : Mizan, 1996.
2
Ibn Mandzur.Lisan Al-Arab.Dar al-kutub al-Arabi. Al-jarjanji, At-Ta’rifat, jiddah : Al-Haromain.
3 4
Mahmud Thoha, APU, Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial danHumaniora,Jakarta : Teraju. 2004.
B.Pengertian Kebudayaan 4
Kebudayaan adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengerahan dan penghargaan terhadap alam) oleh manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, imajinasi, dan fakultas-fakulta ruhaniah lainnya) dan raganya, yang menyatakan dalam berbagai kehidupan ruhaniah ataupun kehidupan lahiriah manusia, sebagai jawaban atas segala tantangan, tentuan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan (spiritual dan material) manusia, baik “individu” maupun “masyarakat”. Kebudayaan berarti mempelajari sesuatu soal dari kehidupan manusia, baik seorang pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan alam sekitarnya.Karena kebudayaan adalah alam pikiran dan mengasah budi. Juga mempelajari seluruh segi kehidupan yang merupakan pernyataan dari cara berfikir dan cara merasa masyarakat dan dapat dipahami bahwa seluruh segi kehidupan diliputi oleh kebudayaan. Pada hakekatnya antara ilmu dan kebudayaan terdapat suatu panduan, karena dalam rangka pembangunan kebudayaan tidak terlepas dari nilai-nilai yang dikandungnya. Dalam hal ini, ilmu berarti suatu cara berfikir yang menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan, karena ilmu adalah produk berfikir menurut sistematika tertentu yang secara umum disebut berfikir ilmiah.
1
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Bandung : Pustaka Salman ITB, 1983
2
E.B.Tailor,Primitive culture, London : John Murrai, 1971. N. Drijakarta S.J., Filsafat
Manusia, (Yogyakarta : Kanisius, 1993)
5
Dalam hubungannya dengan manusia, ada beberapa alternatif kedudukan ilmu yaitu menjadi alat pengantar kearah kesejahteraan manusia.Disamping itu, dalam hal pengembangan kebudayaan ilmu mempunyai dua kedudukan yaitu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan suatu kebudayaan dan merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak manusia, masyarakat atau bangsa. Antara ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi, pada sisi pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung pada kondisi kebudayaannya. Sedangkan disisi lain pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Dan dalam beberapa tipe masyarakat, ilmu dapat berkembang pesat, demikian pula sebaliknya.
1
E.B.Tailor,Primitive culture, London : John Murrai, 1971. N. Drijakarta S.J., Filsafat
Manusia, (Yogyakarta : Kanisius, 1993).
6
2. Manusia dan Kebudayaan Dalam kehidupan manusia mempunyai banyak sekali kebutuhan maka hal inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.Dalam pemenuhan kebutuhan ini manusia berbeda dengan binatang, kebudayaanlah dalam konteks ini yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow mengindefisikasikan lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisikologi, rasa aman, harga diri dan pengembangan potensi. Sementara binatang kebutuhannya terpusat pada dua kelompok pertama dari kategori Maslow yakni kebutuhan fisiologis dan rasa aman dan memenuhi kebutuhan ini secara instinktif. Karena manusia tidak mempunyai kemampuan bertindak secara otomatis yang berdasarkan instink tersebut maka manusia berpaling kepada kebudayaan yang mengajarkan tentang cara hidup. Ketidak mampuan manusia untuk bertindak secara instinktif ini manusia diimbangi oleh kemampuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik disamping itu manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang didalamnya terkandung dorongandorongan hidup yang dasar instink, perasaan, pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang mnyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap objek dan kejadian.Maka pilihan inilah yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan. Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan.Kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan
kegiatan
manusia
yang
mencerminkan
nilai
budaya
yang
dikandungnya, pada dasarnya tata hidup merupakan pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang bersifat abstrak. Kegiatan manusia dapat ditangkap oleh panca indera sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh budaya manusia, maka nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga yang berupa sarana kebudayaan, sarana kebudayaan ini merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam kehidupan.
1
Ibid, hal.261-263
7
Keseluruhan fase dari kebudayaan itu erat hubungannya dengan pendidikan sebab semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses belajar. Lewat kegiatan belajar inilah kebudayaan diteruskan dari generasi yang satu pada generasi selanjutnya. Manusia dan kebudayaan merupakan dau hal yang sangat erat berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia ini memegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari berbagai segi.Dalam ilmu sosial manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi).Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi).Makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yang berbudaya dan lain sebagainya. Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwi tungal, maksdunya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya.Tampak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu kesatuan.Contoh sederhana yang dapat kita lihat
adalah
hubungan
antara
manusia
dengan
peraturan-peraturan
kemasyarakatan.Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia setelah peraturan itu terjadi maka manusia yang membuatnya harus patuh kepaa peraturan yang dibuatnya sendiri itu.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri.
1
Ibid, hal.261-263
http://vanillabluse.blogspot.com/2014/05/makalah-manusia-dan-kebudayaan.html
8
3. Dua Pola Kebudayaan Dua pola kebudayaan dan ilmu yang begulir di Indonesia, adalah ilmuilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kenapa hal ini terjadi,ini terjadi karena besarnya perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu alam. Contohnya, jika kita belajar ilmu alam dengan subjek batu,kira-kira saat lain di teliti lagi maka kemungkinan besar akan berhasil dengan nilai yang sama,tetapi tidak demikin dalam ilmu sosial,dalam ilmu sosial,ilmu sosial bergerak lebih fleksibel dan dapt berubah swaktu-waktu. Namun kedua hal itu bukan merupakan masalah,kedua hal itu tidak mengubah apa yang menjadai tujuan penelitian ilmiah. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan fakta tapi untuk mencari penjelasa dari gejala-gejala yang ada,yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran hakikat objek yang kita hadapi. Ada dua faktor yang menjadi landasan suatu analisis kuantitatif ilmu sosial yaitu: sulitnya melakukan pengukuran,karena emosi dan aspirasi merupakan unsure yang sulit dan yang kedua banyaknya variable yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Hal seperti inilah yang menyebabkan ilmu alam lebih maju dari pada ilmu sosial.Itu dikarenakan ilmu sosial lebih terpaku pada tahap kualitatif, dan untuk mengubah ini ilmu sosial harus lebih masuk ketahap kuantitatif. Di Indonesia hal seperti ini masih berlaku,tebukti adanya dua penjurusan dalam bidang kajian ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu alam,dan dalam pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih bergengsi di banding ilmu sosial. Itu membuat sebagian masyarakat kita terobsesi untuk masuk jurusan ilmu alam meski mungkin lebih berbakat dalam bidang sosial,sehingga secara tidak langsung menghambat perkembangan ilmu sosial. Pada akhirnya harus kita sadari bahwa adanya dua jurusan dalam bidang ilmu ini memerlukan suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam menghadapinya. Perlu dicari titik temu diantara kedua bidang ini sehingga satu sama lain akan saling melengkapi, bukan saling terpisah. Karena bagaimanapun ilmu sosial tidak dapat terpisah dan berdiri sendiri dan begitupun ilmu alam tetap terikat secara sosial. 1
Andi Hakim Nasution.Pengantar Ke Filsafat Dains. Penerbit PT. Pustaka Litera Antar
Nusa,1999
9
BAB III KEIMPULAN Sekiranya bisa diterima bahwa ilmu bersifat mendukung pengembangan kebudayaan nasional, maka masalahnya adalah, bagaimana meningkatkan peranan keilmuan dalam kehidupan kita.Mesti disadari bahwa keadaan masyarakat kita masih jauh dari tahap masyarakat yang berorientasi pada ilmu.Bahkan dalam masyarakat yang terdidikpun ilmu masih merupakan koleksi teori-teori yang bersifat akademik yang sam sekali tidak fungsional dalm kehidupan sehari-hari. Untuk itu maka diperlukan langkah-langkah sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran diantaranya: Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. Di samping ilmu terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan dan permasalahn masing-masing.Asas ini harus di garis bawahi agar usaha mempromosikan ilmu tidak menjurus kepada timbulnya gejala yang disebut scientisme, suatu gejala, yang disebut Gerald Holton, sebagai “kecanduan terhadap ilmu dengan kecenderungan untuk membagi semua pemikiran kepada dua golongan yakni ilmu dan omong kosong. Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut. Pendidikan keilmuan haus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral.Makin pandai seseorang didalam bidang keilmuan maka harus makin luhur landasan moralnya. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat akan bersifat saling menunjang dan saling mengontrol terutama terhadap landasan epistomologis (metode) dan aksiologis (nilai) keilmuan.
10
Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbatas dari kekangan struktur kekuasaan. Pengendalian kegiatan keilmuan seperti yang pernah dilakukan pemerintah Nazi dengan menyensor semua disertai doctor atau pengarahan pemerintahan Uni Soviet terhadap kegiatan keilmuan yang menimbulkan Lysenko-isme akan merugikan ilmu itu sendiri dan harus dihindarkan. Ilmu tidak akan berkembang tanpa control kaum ilmuan sendiri, kata Bernard Barber, dan otonomi diberikan terhadap ilmu dalam dunia modern.
11
DAFTAR PUSTAKA
1.Shihab, M.Quraish. wawasan Al-qur’an, bandung : Mizan, 1996. 2.Ibn Mandzur. Lisan Al-Arab.Dar al-kutub al-Arabi. 3.Al-jarjanji, At-Ta’rifat, jiddah : Al-Haromain. 4.Mahmud Thoha, APU, Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial danHumaniora,Jakarta : Teraju. 2004. 5.Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Bandung : Pustaka Salman ITB, 1983. 6.E.B.Tailor,Primitive culture, London : John Murrai, 1971. N. Drijakarta S.J., Filsafat Manusia, (Yogyakarta : Kanisius, 1993). 7.E.B.Tailor, Primitive culture, London : John Murrai, 1971. N. Drijakarta S.J., Filsafat Manusia, (Yogyakarta : Kanisius, 1993). 8.Ibid, hal.261-263 9.http://vanillabluse.blogspot.com/2014/05/makalah-manusia-dankebudayaan.html 10.Andi Hakim Nasution. Pengantar Ke Filsafat Dains. Penerbit PT. Pustaka Litera Antar Nusa,1999.
12