Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
FILOLOGI JURNALISME POLITIK OLEH DEDI KURNIA SYAH PUTRA, CATUR NUGROHO Pengajar Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi – Universitas Telkom Jl. Telekomunikasi, Ters. Buah Batu, Bandung 40257
[email protected],
[email protected]
Abstrak Bias kebenaran dalam teks-teks pemberitaan politik dewasa ini cukup mengkhawatirkan. Terlebih, praktik emplosi media turut serta dalam penggerusan ideologi media. Media Massa secara vulgar menjadi industri citra yang bermuara pada kepentingan politis. Netralitas media di ambang ruang pesakitan berkelanjutan. Artinya, media partisan merupakan tindakan menular yang dapat membunuh media-media ideologis. Padahal, demokrasi yang kokoh harus memiliki pilar pers berdaulat yang diejawantahkan melalui media-media sehat. Meminjam argumentasi Stuart Hall (1995), praktik media massa –termasuk di dalamnya media cetak— cenderung mengikuti arus rasisme media. Di mana relasi kekuasaan, konflik kepentingan menjadi keniscayaan ditiap-tiap produksi media tersebut. Lebih lanjut, Peter Golding memberikan rujukan fundamental, media kehilangan akar kebenaran karena dikuasai oleh rulling class atau kelompok elit yang membentuk sebuah konglomerasi. Filologi dalam persoalan ini dapat menjadi acuan alternatif untuk membedah kebenaran dalam sebuah teks, mengkaji lebih leluasa yang melatari teks tersebut diproduksi, serta membangun asumsi konsep untuk apa teks tersebut di konsumsi oleh publik. Dengan pendekatan Teori Strukturasi, tulisan singkat ini berupaya mengkaji dari tiap-tiap bagian yang terlibat dalam produksi teks, teks itu sendiri hingga konsumsi teks. Dengan harapan, filologi mampu mengurai kembali stelsel-stelsel politis dalam sebuah pemberitaan yang menjadi konsumsi publik. Kata Kunci: Filologi Jurnalistik, Media Politik, Strukturasi, Hierarki Pengaruh Media
FILOLOGI JURNALISME POLITIK PREAMBULE Komunikasi Proganda Media Massa Catatan sejarah kukuh berbicara, selama perang dunia pertama, media massa menyadarkan banyak orang betapa efektifnya dalam menyebarkan propaganda. Selama tahun 1930an, radio menjadi media paling popular dan fantastis untuk dua wilayah Anlantik. Di Amerika Serikat, Presiden Franklin Roosevelt mengatasi pers yang bermusuhan dan juga kongres melalui radio
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
(Werner J. Severin-James W. Tankard, Communications Theories, 2009: 238), iklan meningkat secara drastis pada masa itu, semua bentuk media propaganda, semisal pamphlet, leaflet, selebaran-selebaran kertas tenggelam dari wilayah publik, radio menjadi primadona. Di Indonesia, perkembangan media massa terlihat bermunculan sejak tahun 80an setelah munculnya media swasta. Hingga kini media massa menjadi solusi penyebaran pesan secara besar-besaran dengan dominasi peminatan yang luar biasa. Tidak hanya iklan komersil yang memenuhi setiap inci ruang di media massa, aroma politik mulai ramai dan erat kaitan dengan kontestasi politik, juga ekonomi. Media, melalui presentasi Pers disebut sebagai bagian dari empat pilar Demokrasi. Sejajar dengan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Dalam
kajian
ilmu
komunikasi,
perbincangan
media
massa
adalah
perbincangan
komunikasi massa (mass communiction), Ringkasnya, Komunikasi massa adalah serangkaian bahasan yang meliputi pengiriman pesan, informasi, dan juga menerima pesan melalui media massa (televisi, radio, pers, film). Secara sederhana, komunikasi massa adalah proses komunikasi yang terjadi antara pengirim pesan (source/sender) dan penerima (receiver) melalui media massa.1 Satu hal lagi yang membedakan media massa dengan media lainnya yaitu sifat keterlembagaan media tersebut, untuk itulah media terbaru seperti Internet tidak dapat disebut sebagai media massa. Kesemua konsep media massa memiliki karakter yang sama, yakni penyampaian pesan secara serentak kepada khalayak, publik sebagai penerima pesan bersifat beragam, mampu mendapatkan respon namun tidak memiliki feedback langsung, dan terjadi
Jenis media massa berupa Televisi, Radio, Pers atau Surat Kabar dan Film, keempat kategori media massa tersebut berdasarkan kesepakatan para pakar Ilmu komunikasi, salah satunya Everet M. Rogers, adapun kalangan baru menyebutkan jika Internet termasuk komunikasi massa. Lihat: Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Wiyata Bakti, 2003), h. 79 1
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
dalam satu arah (one way communications). Beberapa pakar dalam kajian komunikasi massa dan media berpendapat lain, salah satuya adalah Everret M. Rogers, ia mengemukakan pendapat bahwa media massa tidak hanya berlaku bagi media modern, namun media tradisional juga termasuk seperti teater rakyat, konser amal, dan pertunjukan-pertunjukan besar lainnya yang langsung menemui khalayak.2 Media massa melakukan proses pesan melalui sistem yang sistematis dan tersusun rapi, tidak semua pesan dapat dengan bebas diterima oleh khalayak namun harus melalui proses seleksi oleh media (censored). Semua pesan yang diproduksi akan masuk dalam wilayah pemilihan redaksi, pemilihan pesan berlandaskan pada dua kepentingan besar, penting menurut media dan penting menurut khalayak. Jika salah satu unsur kepentingan tersebut tidak terpenuhi maka pesan tidak akan disampaikan. Informasi, ide dan gagasan yang disampaikan media bersifat umum, hal demikian melihat sifat media massa yang umum pula. Tentu berkomunikasi melalui media massa tidak semudah dengan transaksi pesan lainnya, semisal komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi bahkan budaya. Pesan yang terkirim melalui komunikasi antar pribadi tidak akan sesuai dengan pesan yang sama untuk komunikasi massa, media sebagai komunikator harus mampu membingkai pesan dengan tujuan mendapatkan emphaty (effect) dari khalayak, karena pesan akan terkirim secara serentak kepada ribuan komunikan yang beragam antara satu dengan yang lainnya, keberagaman meliputi cara pandang, pendidikan dan budaya. Untuk itu, kesigapan dan daya pikir media harus jeli dan bersifat kreatif, pesan harus mengena kepada individu-individu sebagai penerima pesan.
Demokrasi dan Isu Propaganda Media 2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 79.
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Dengan latar demikian, maka propaganda media menjadi isu penting sepanjang perbincangan media dan demokrasi. Media bergelut dengan kontestasi antar media, sedang publik juga turut meramaikan kebutuhan informasi. Dalam takaran sistem demokrasi, produks media di atur dengan beberapa regulasi dan kode etik. Kegunaan dari regulasi tersebut tidak lain agar ada batasan etika keterengaruhan media terhadap nalar terbuka publik. Demokrasi, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat (terpilih atau elit), atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa, demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Tetapi, seringkali rancu ketika praktik monopoli kekuasaan berada di tangan elitisme media. Bahkan negara dibeberapa kesempatan turut menekan ketidakberpihakan media. Sebenarnya, demos pada morfologi Yunani adalah bangsawan, atau, setidaknya pembayar pajak yang dekat dengan kekuasaan. Sehingga pemerintahan di kontrol oleh pembayar pajak ini. Jika demikian, maka demos, bukan keseluruhan warga negara. Sehingga tidak semua warga negara memiliki hak atas pemerintahan. Jika merujuk pada morfologi tersebut, maka demos juga berbeda dengan people di Inggris. Karena people, adalah keseluruhan penduduk rakyat Inggris Raya. Semua lintasan masyarakat, petani, buruh, pekerja, pemilik modal, tuan tanah, semuanya adalah people. Lalu Indonesia, menganut paham yang mana? People atau demos? Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Insinyur Soekarno, Bapak proklamator Indonesia, memiliki pemahaman sendiri soal demokrasi. Baginya, demokrasi Indonesa tidak sama denga demokrasi Barat, Amerika Serikat, Inggris,
bahkan Yunani sekalipun.
Demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat yang
berlandaskan permusyawaratan, pancasila! Berdasarkan argumentasi di atas, maka tulisan singkat ini berupaya mengurai kebenaran teks-teks hasil produksi media. Publik, sebagai konsumen media memiliki hak untuk tahu (right to know), sehingga dalam takaran yang lebih terbuka, seyogyanya media memberikan informasi yang berbasis pada kepentingan publik, bukan semata memproduksi informasi yang hanya menguntungkan media sepihak. Setidaknya, ada dua hal utama yang akan diurai dalam tulisan singkat ini. Pertama, terkait asumsi ontologis, yakni mendefinisikan ulang apa itu yang dimaksud dengan filologi jurnalisme. Kedua, bagaimana filologi diterapkan dalam menerjemahkan teks berita berdasarkan asumsiasumsi kebenaran umum yang dapat membantu khalayak memahami pemberitaan. Dua hal pertanyaan mendasar tersebut sekaligus menjadi rumusan tulisan ini.
LITERASI TEORI FILOLOGI JURNALISME Memahami Filologi dalam Praktik Jurnalisme Sebelum jauh membahas filologi jurnalisme, terlebih dahulu akan diperjelas terminologi filologi itu sendiri. Secara etimologis, filologi berasal dari dua paduan kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti Cinta dan logia yang berarti Kata.3 Dengan demikian, kata filologi membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur” (Shipley dalam Baroroh-Baried, 1985: 1). Baroroh memberikan tambahan argumentasi dari arti tersebut kemudian berkembang 3 Beberapa sarjana memahami arti Logia dan Logos disamakan sebagai ilmu, merujuk pada kosakata tua yaitu bahasa Ibrani dari kata Davar yang artinya Kata. Lihat selengkapnya: wikipedia.org/wiki/logos, baca juga: Frendly Sahar. Kamus Populer dan Ilmiah. (Medan: Gunung Sains, 2000), h. 16
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
menjadi “senang belajar”, dan “senang kasustraan atau senang kebudayaan” (Baroroh-Baried, 1985: 1). Penjelasan lainnya merujuk filologi dari asal bahasa Yunani philologia artinya: kegemaran berbincang-bincang. Perbincangan sebagai seni oleh bangsa Yunani sangat dibina, karena itu filologi dimuliakan artinya menjadi “cinta kepada kata” sebagai pengejawantahan pikiran, kemudian menjadi “perhatian kepada sastra”, dan akhirnya menjadi “studi ilmu sastra” (Wagenvoort, 1947:41). Meskipun terminologi ini dibangun dari kajian sastra, tetapi tidak menutup kemungkinan filologi juga mampu membedah kajian Jurnalistik. Pengertian filologi ini dapat diketahui juga dari beberapa kamus yang memasukkan istilah itu dalam entrinya. Groot Woordenboek de Nederlandse Taal menyebutkan bahwa filologi adalah ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, mula-mula yang berhubungan dengan bahasa dan sastra Yunani dan Romawi, kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lain seperti Perancis, Spanyol, Portugis, Jerman, Belanda, Inggris, dan Slavia. Dalam Webster’s New International Dictonary tertulis pengertian filologi sebagai studi imu sastra dan diperluas dengan ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan-kebudayaan bangsabangsa yang beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra, dan agama mereka. Dalam Kamus Istilah Filologi menyebutkan filologi sebagai ilmu yang menyelidiki kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusasteraannya. Sedang Kamus Istilah Sastra memberikan definisi seperti pengertian yang ada dalam Kamus Istilah Filologi ditambah dengan arti yang sempit, yaitu filologi ialah studi tentang naskah (lama) untuk menetapkan keasliannya, bentuknya semula, serta makna isinya. Dari batasan pengertian ini, penulis merasa tertarik untuk menggunakan kajian filologi dalam wacana jurnalisme.
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Meskipun, pendekatan filologi mulanya diperuntukkan untuk penafsir teks, menggali keabsahan teks, misalnya naskah-naskah keagamaan, satu contoh dalam pengkajian agama Islam filologi sudah dikenal cukup lama. Pendekatan ini sangat populer bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji naskah-naskah kuno peninggalan masa lalu. Karena obyek dari pendekatan filologi ini adalah warisan-warisan keagamaan, berupa naskah-naskah klasik dalam bentuk manuskrip. Naskah-naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu; sejarah, teologi, hukum, mistisme dan lain-lainnya yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dimanfaatkan di negara-negara muslim. Alat untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam itu adalah bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, Turki dan Urdu. Tetapi, tidak kemudian batasan tersebut menjadikan flologi sebagai kajian yang tidak dinamis. Proses dinamisasi tersebut muncul adanya kebutuhan teks-teks modern untuk dibedah makna dan bahkan asumsi kebenarannya. Dari asumsi tersebut tidak menutup kemungkinan filologi dapat digunakan sebagai metode untuk mencari satu kebenaran atas teks-teks dari naskah. Meskiun naskah tersebut bukan peninggalan kebudayaan kuno, semisal media massa modern saat ini. Mengikut perkembangan zaman, filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang
berupa
tulisan. Studi terhadap karya tulis masa lampau dilakukan karena adanya
anggapan bahwa dalam peninggalan aliran terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini.
Berita dan Jurnalisme Politik Tidak terhitung jumlah tokoh politik dunia yang mengingatkan betapa luar biasa-nya peran media dalam ranah politik, sebenarnya pada semua sisi ranah kehidupan manusia. Baik itu korelasi
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
penghiburan, informasi, pendidikan, dan pengaruh. Kemudian disebut sebagai fungsi media massa. Faktanya, uraian mempengaruhi (to influence) sudah mencakup semua sisi penafsiran. Sehingga tidak berlebihan, Jean Baudrillard (1980), 4 merujuk kehidupan manusia sebagai simulator dari realitas media. The Hyperreal dan simulacra adalah konsep penting yang dikemukakan oleh Baudrillard dalam menjelaskan efek media. Pemikirannya disebut-sebut senada pemikiran Marshall McLuhan, kesamaan pada taraf pikirnya terkait dengan studi yang mereka kaji yakni fenomena media dan perkembangannya terhadap manusia, terutama peran media elektronik dalam membentuk masyarakat konsumen (consumerism construct). Menarik, tentu bagian terpenting dari fenomena tersebut merupakan sindiran terhadap manusia rasional. Justru bukan merupakan kritik terhadap media yang dianggap berbahaya. Resonansi media memungkinkan terjadinya penyempitan kesenjangan antara pembicara (media) dan pendengar (khalayak), dalam satu alur komunikasi media menjadikan komunikator terasa
dekat
dengan
komunikan.
Komunikasi elektronik
secara sistematis memindahkan
permasalahan yang sudah pasti, dasar, dan pondasi yang essential bagi teori komunikasi modern.5 Baudrillard tidak sendiri, ia disebutkan bersama-sama dengan Jacques Derrida dan Michel Foucalt dalam membidangi kajian komunikasi. Banyak pakar mengelompokkan Baudrillard sebagai bagian dari kalangan poststrukturalis. Fokus bagian ini bukan pada teknologi komunikasi, tetapi persolan Berita dan Opini Publik. Mari kembali pada sub bahasan untuk membincangkan pemberitaan skala politis. Secara teori, berita (news) bukan sekedar informasi (inform). Berita memiliki nilai, nilai ini kemudian menjadikan berita tidak tergolong “sekedar” memberi tahu. Tetapi “sangat” mempengaruhi pola pikir khalayak atau masyarakat informasi (information society).
4 5
Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 22 David Crowley and David Michell, Communication Theory Today. (Kota: Polity Press, 1994), h. 176
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Berita, serangkai peristiwa yang dirangkum melalui bahasa wartawan dengan implementasi penafsiran subyektif. Nilai subyektifitas ini tidak terlepas dari ranah primordialisme media itu sendiri, yakni ideologi media. Sehingga bukan hal baru ketika apa yang di katakana oleh narasumber seringkali berbeda dengan apa yang tertulis di media esok hari. Kata-kata bias saja sama tanpa ada perubahan secuilpun. Tetapi makna yang disajikan bias sangat jauh berbeda. Polemik tersebut termasuk dalam ranah bahasa media (selingkung media). Sehingga sangat mungkin pemberitaan yang ada kental aroma politik. Penguatan citra dengan pemanfatan resonansi media. Anggap saja, ada pemberitaan tentang kunjungan pejabat ke suatu daerah dan memberikan sumbangan dalam bentuk apapun. Penulisan di media akan ada dua hal berbeda. Satu mengyebut pejabat tersebut yang menyumbang dan yang lain menyebut institusi pejabat tersebut. Ada perbedaan mendasar tentang berita. Banyak awam menyamakan istilah berita dan informasi.
Sejatinya,
keduanya
memiliki
batas
pembeda
yang
harus
dipertegas
guna
memperteguh integritas berita (news). Mari merefleksi apa yang telah terjadi pada diri kita semua, setiap hari koran-koran menghantam semua orang dengan ribuan informasi, pemberitaan, terus-menerus hingga pembaca mual dengan semua itu. Informasi yang tetuang dalam ruas-ruas media massa, apakah semuanya berilai berita. Meskipun nilai, sangat bersifat perspektif, semua orang dengan keberagaman pemikiran memiliki hak untuk menilai. Hanya saja, dalam ulasan singkat ini akan disepakati nilai dari sebuah berita. Fokusnya, nilai adalah apa yang paling banyak memiliki kesepakatan, atau memiliki makna “penting” bagi banyak orang. Machiavelli membahasakan dengan “common good”. Berita merupakan rangkaian nilai dari informasi, sedangkan berbagai informasi belum tentu bernilai pemberitaan. Masakini, pemberitaan tidak selalu berkaitan dengan media “konvensional”
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
massa. Berita dapat disajikan dalam bentuk media cetak, internet, siaran, atau bahkan dari orang ke orang lain. Mengutip
teoritis,
menurut pemaparan Charles A.
Dana, editor New York Sun
mendefinisikan Berita sebagai, "Anything that interests a large part of the community and has never been brought to its attention before" . Sederhananya, berita merupakan semua hal yang menarik bagi sebagian besar masyarakat dan belum pernah terpublikasi sebelumnya. Artinya, selain
menarik
sebuah berita harus memiliki nilai kebaruan.
Tidak
berulang-ulang dan
membosankan. Berita politik? Jika melanjutkan pemaparan Dana, berita adalah apa yang orang bicarakan. Pemikir lainnya semisal Evelyn Waugh memberikan gambaran umum tentang berita, baginya "News is what the chap who doesn't care much about anything wants to read" . Jika merujuk pada bahasan jurnalisme politik, maka berita merupakan bagian dari banyaknya informasi penting dan menarik bagi masyarakat terkait isu-isu politik. Di dalamnya ada kajian tersendiri mengenai Jurnalisme politik, merupakan cabang yang luas dan mencakup semua aspek politik dan ilmu politik, meskipun istilah biasanya mengacu khusus untuk cakupan pemerintah sipil dan kekuasaan politik. Anggap saja ini pengantar, sedikit saja review hal penting dalam kaitan dengan berita sebagi produk jurnalistik. Bill Kovach, penggagas jenius tentang elemen jurnalistik. Setidaknya ia menyebut sebagai nine element atau sembilan elemen jurnalistik. Apa saja dan apakah mungkin kesembilan elemen tersebut dengan mudah berbaur dengan kepentingan politik. Sembilan keyakinan, keyakinan tentu menjadi ideology yang tidak dapat ditakar-takar. Ideologi
ini,
sudah
selayaknya
dan
menjadi
keharusan
bagi
seluruh
jurnalis
untuk
mengamalkannya. Gagasan Bill Kovach ini seiring perjalanannya sering mengalami masa pasang
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
surut, mengikuti alur regulasi penguasa yang membebaskan pers atau sebaliknya. Namun, realitasnya kesembilan elemen tersebut masih bertahan hingga kini. Sedikit saja, pada dasarnya bukan persoalan berita yang menjadi inti pembahasan ini melainkan
media
dalam
merumuskan
berita
kemudian
membentuk
persepsi
khalayak.
Sederhanya, kita sedang mempelajari dampak pemberitaan terhadap pilihan politik khalayak. Hanya saja, pedoman jurnalis yang dicetuskan oleh Bill Kovach ini akan sedikit banyak mempengaruhi pemberitaan yang share to public. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam bukunya The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers, 2001), merumuskan pedoman bagi jurnalis, sebagian sarjana jurnalistik menyebutnya sebagai prinsipprinsip pers. Prinsip pers ini, seyogyanya menjadi pemicu kualitas produk jurnalisme Indonesia, jurnalisme yang independen. Memburu berita yang benar-benar diperlukan bagi publik, bukan berita yang meresahkan, kental manipulasi isu atau bahkan politisasi pemberitaan. Kesembilan elemen tersebut adalah:6
Hierarkhi Pengaruh Media Pers adalah sebuah kewajiban dalam sistem demokrasi. Selain itu, pers merupakan satu di antara kekuatan nyata infrastruktur politik yang selalu menyumbang perspektif di setiap ruang perjalanan bangsa dan negara. Industri media bersinergi dengan dialektika percaturan politik sepanjang masa. Hubungan media dan negara pun tak pernah berada di satu wilayah serupa. Menurut catatan Pamela J Shoemaker dan Stephen D Reese dalam bukunya Mediating the
6
Bill Kovach & Tom Rosenstiel. The Elements of Journalism. New York: Crown Publishers, 2001
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Message: Theories of Influence on Mass Media Content (1991:121), ada lima faktor dalam hierarki pengaruh yang membentuk politik media. Gebner menjelaskan dalam buku Boyd-Barret, Approach to Media: a Reader (1995), memperkenalkan konsep resonansi. Kondisi ini terjadi saat media massa dan realitas sebenarnya menghasilkan koherensi powerfull, di mana pesan media mengkultivasi secara signifikan. Proses resonansi itu berlaku ketika realitas media mirip dengan realitas sosial yang sengaja di konstruksi. Dalam kajian komunikasi politik, operasi opini publik pada khalayak sama dahsyatnya seperti operasi militer. Dengan caranya yang halus, informasi merembes perlahan dalam kesadaran khalayak. Bahkan, media sangat mungkin menjadi alat ampuh untuk melakukan manipulasi keadaan serta pengendalian (konstruksi sosial atas realitas). Pertama, Professional atau individu pekerja media, mulai dari pewarta paling bawah hingga elit media yang menduduki posisi pengambil kebijakan redaksional. Pada dasarnya dalam struktur media, para jurnalis sangat penting karena tak hanya berperan sebagai pembawa kabar, melainkan juga sebagai agen yang mengonstruksi realitas sekaligus diseminator pesan (termasuk menjadi agen framing berita). Dengan alasan tersebut, kemampuan profesional sebagai jurnalis tidak lagi menjadi satusatunya prioritas utama, melainkan harus adanya keteguhan moral dan kepekaan sosial terhadap lingkungan. Namun kondisi demikian masih menjadi wilayah primitive ketika banyak media yang mengesampingkan hubungan sosial dan lebih mementingkan politik media, dialektika kapitalisme dan berbagai rumusan kepentingan lainnya. Kedua, rutinitas media yang terkait dengan ritme kerja dan publikasi informasi. Ini merujuk pada persaingan dalam mendapatkan dan menyebarkan berbagai informasi dalam media. Seringkali monopoli informasi terjadi, poinnya adalah adanya kebutuhan untuk meningkatkan
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
rating and share. Media-media konvensional seperti televisi, koran, majalah maupun tabloid memiliki tantangan baru dengan semakin dinamisnya new media. Kehadiran hypermedia space yang ditandai dengan boomingnya penggunaan laman video seperti Youtube, Jejaring sosial semisal Facebook, Twitter, dan berbagai macam laman lainnya memberikan akses yang tidak bisa dijangkau oleh media konfensional. Situs jejaring sosial dan web-blog interaktif memunculkan citizen journalism yang kian interaktif dengan para pencari dan pengguna
informasi.
Sehingga
persaingan
seringkali melebihi batas-batas
regulasi dalam
penyiaran.7 Menghadapi perkembangan teknologi komunikasi yang kian cepat, media konvensional akan tetap bertahan. Jika rutinitas media ini sudah dipastikan kalah cepat dari media baru (hypermedia), tentu harus memiliki kelebihan di kedalaman dan keterjagaan kualitas informasi yang disajikannya. Era konvergensi teknologi selayaknya disikapi dengan tangkas, sehingga media massa akan tetap ada untuk memberi kontribusi positif bagi khalayak. Ketiga,
pada bagian ini disebutkan adanya hal penting terkait dengan kebijakan
organisasional. Hal paling krusial dalam industri media saat ini adalah kepemilikan (ownership). Untuk bahasan ini, Indonesia telah memasuki fase liberal media yang memungkinkan siapa pun pemilik modal besar untuk menguasai bisnis media. Beberapa kondisi ini secara massive berkembang di Indonesia, monopoli informasi semakin mudah dilakukan karena beberapa kelompok besar menguasai beberapa media sekaligus. Fenomena yang menonjol di negeri ini beberapa tahun belakangan adalah kian intensifnya para politikus untuk menguasai media.
7 Keakuratan sebuah berita akan menjadi nomor dua setelah kecepatan akses, dengan asumsi dasar seperti itu maka media seringkali mengabaikan norma-norma yang tertera dalam journalist ethic. Lihat: Sara Mourad, Hypermedia and the Global Communication Era. (Pennsylvania: ASComm, 2010), h. 267
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Hasilnya, media tidak berjarak antara mesin politik dan media penyampai informasi yang memenuhi kebutuhan khalayak sebagai “right to know”.8 Keempat, kelompok kepentingan (interest group), dalam istilah lain sering disebut sebagai level ekstra media. Yang dimaksud dalam bahasan ini adalah hal yang biasanya terkait dengan posisi pemerintah dan wilayah pengambil kebijakan, di dalamnya termasuk regulasi dan kode etik yang menyelimuti keberadaan ataupun operasi media. Media, sekali lagi disebutkan sebagai entitas vital yang sangat penting dalam sistem inci ruang demokrasi. Oleh karena asumsi tersebut, dalam setiap jengkal perubahan era politik, media harus memosisikan dirinya secara tepat dan penetrative. Seperti diketahui bersama, pemerintah seringkali tergoda untuk mengkooptasi media jika kekuasaan bersifat hegemonic. Di level inilah sering muncul skeptisme publik terhadap media, di mana kepentingan menjadi bias, antara pemenuhan hak sipil menerima informasi ataukah propaganda pemerintah melalui opini publik. Pertanyaan mendasar pada poin ini adalah masihkah media massa mampu menjaga peran politiknya dari residu kekuasaan atau kepentingan golongan? Tentu jawaban relevan melihat fenomena yang ada, sangat besar kemungkinan media telah terkooptasi penguasa. Kelima,
dominasi
ideologi,
industri
media
kerap
bersanding
dengan
ide
dasar
keberadaannya. Saat ini, secara umum media berada di bawah ideologi dominan yakni kapitalisme. Tidak dapat di pungkiri, kapitalisasi mencakup ke beberapa aspek bisnis, tidak terkecuali media sekalipun. Hukum pasar menjadi kenyataan sekaligus keniscayaan. Tantangan terbesar bagi para jurnalis dalam menyikapi hukum pasar adalah distorsi isi dan peran media hanya pada standar-standar ekonomi semata yakni keuntungan. Media kerap tak kuasa untuk menahan hasrat untung, meski harus mengorbankan idealisme dan profesionalitas. 8 Mendapatkan informasi, atau dalam istilah lain disebut “right to know” adalah salah satu hak publik yang harus dipenuhi. Dan pemenuhan tersebut tidak lain menggunakan media sebagai penghantar pesan-pesan terhadap khalayak (public). Lihat selengkapnya: Adam Hadiseno, Hukum dan Sistem Pers Indonesia. (Jakarta: Prabu Publishing, 2001), h. 59
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Hirearki pengaruh di atas adalah konsep paling bertanggung jawab dalam politik media, bahwa media tidak ada yang secara murni mengadopsi kepentingan bersama, melainkan kepentingan sebelah pihak, yakni secara politik dan ekonomi.
METODA ANALISA FILOLOGI Susunan Stema Susunan stema dikembangkan pertama kali oleh Lachmann pada tahun 1830-an. Metode ini dilakukan dengan cara memperhatikan kesalahan-kesalahan yang mungkin sama di dalam beberapa teks pemberitaan. Dari kesalahan-kesalahan itulah, dapat ditarik kesimpulan bahwa teks-teks berita tersebut berasal dari satu sumber. Hal ini dapat mengoreksi cover both side dari sebuah naskah berita ditulis oleh pewarta. Setelah itu, baru dapat disusun silsilah naskah (stema). Dalam pemberitaan silsilah dimaksudkan untuk mengurutkan sistematisasi pemberitaan dalam sebuah isu. Meski demikian, susunan penelusuran kebenaran isi maupun teks dalam pemberitaan ini dianggap memiliki beberapa masalah, diantaranya: a. Penentuan benar dan salah terhadap suatu teks merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Kecuali penelaah harus mengoreksi keterkaitan antara waktu penulisan, faktualitas serta aktualitas berita, juga berkaitan dengan kesesuaian narasumber sebuah berita. b. Memilih di antara dua hiparketip juga dianggap sulit karena kadangkala keduanya dianggap baik. Atau, keseluruhan teks dianggap tidak bermasalah. c. Dua anggota hiparketip mungkin mewakili dialek (selingkung bahasa media) atau tahap bahasa yang berbeda sehingga penyunting menghadapi kesulitan dalam memilih stema atau homogenitas dialek. d. Adanya masalah kontaminasi akibat adanya tradisi terbuka.
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
e. Kemungkinan adanya lebih sari satu teks asli. Terlebih pemberitaan di Indonesia disusun berdasarkan saling mengutip antar media. Sehingga seringkali sumber yang digunakan adalah sama. Atau agen-agen pemberitaan merujuk pada agenci yang sama. f.
Hubungan antara tradisi lisan dan tradisi naskah tulisan di Indonesia tetap perlu diperhatikan dan dipertimbangkan mana yang lebih asli dan otentik.
Rekonstruksi Teks Rekonstruksi teks dilakukan setelah tersusunnya stema. Rekonstruksi dilakukan dengan cara emendasi atau pembetulan naskah hingga mendekati naskah yang benar. Pembetulan dilakukan menurut bacaan yang benar yang terdapat di dalam naskah-naskah lain. Apabila tidak ada bacaan yang mayoritas dianggap paling benar, maka pembetulan dilakukan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain sehingga bacaan yang satu dibetulkan dengan bacaan yang lain. Bacaan dalam semua naskah dianggap sebagai suatu arketip, namun boleh dibetulkan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain yang mendekati bacaan lain yang hipotetis. Teks yang tekah direkonstruksi atau dipugar dianggap sebagai teks yang paling mendekati dengan teks asli yang ditulis pengarang.
Penyuntingan Teks Dari hasil kajian teks yang terlebih dahulu didasarkan atas kajian naskah merupakan sebuah suntingan teks atau edisi teks. Suntingan teks atau edisi teks biasanya selalu disertai terjemahannya kedalam bahasa indonesia. Hal ini dimaksudkan agar pembaca yang belum menguasai seluk beluk bahasa asli, tetapi tertarik untuk menememukan lebih banyak tentang sifat dari isi teks, dapat terpenuhi hasratnya dengan hanya membaca pengantar yang berkaitan dengan masalah berikut:
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
1. Dasar-dasar transliterasi teks yang menyangkut proses pengalihan sisitem tata tulis dan aksara tradisional ke huruf latin. 2. Sistem ejaan yang menyangkut proses penyesuaian bahasa sumber ke dalam sistem penulisan dengan huruf latin yang standar. Ada beberapa pertimbangan yang menjadi pokok dalam pemilihan materi untuk bahan suntingan teks, yaitu seperti berikut: 1. Bahan yang di ambil untuk suntingan teks merupakan bahan yang di dukung atau kesaksian teks yang kuat dari salah satu atau berbagai aspek, kecuali bacaan atau kalimat yang hanya di dukung oleh satu naskah yang keseluruhannya diangkat ke dalam suntingan teks. 2. Dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pemilihan bahan, maka pemilahannya dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Kesesuaian dengan konvensi pupuh. b. Kesesuaian dengan konteks kalimat. c. Bacaan yang lebih sulit dalam naskah yang lebih tua. d. Naskah yang lebih muadapun, kadang-kadang memliki bacaan yang lebih terpelihara. e. Kesesuaina denga norma tatabahasa pada naskah, dan; f.
Kesesuaian dengan unsur situasional dan emosional.
3. Bahan atau varian yang tidak di dukung oleh kekuatan saksi, adakalanya diangkat ke dalam suntingan teks agar mendekati teks aslinya yang hipotesis.
Sementara itu, proses
penerjemaha teks didasarkan atas salah satu model dan beberapa
model terjemahan yang dikenal saat ini, di antaranya:
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
1. Model terjemahan harfiah (terikat), pada dasarnya merupakan terjemahan kata perkata. Terjemahan ini sangat terikat kepada struktur bahasa sumber, sehingga terjemahan terasa kaku dan sulit dipahami. 2. Model terjemahan setengah bebas merupakan terjemahan yang bisa kita pahami. Terjemahan ini berusaha memindahkan pesan dan kesan naskah asli semaksilam mungkin, dan berusaha memelihara kewajaran serta kelancaran bahasa terjemahan. 3. Model terjemahan bebas merupakan terjemahan yang mempunyai tingkat keterbacaan tinggi, akan tetapi banyak pesan naskah sumber yang tidak terpindahkan di dalam terjemahan.
REFLEKSI FILOLOGI JURNALISME POLITIK Dari penjelasan teoritis di atas, filologi merupakan pendekatan relevan untuk membedah keabsahan sebuah naskah berita. Terkait dengan penjelasan itu, tulisan ini merefleksikan adanya keterikatan antara Media dan Politik, rasanya tahun 2014 ini merupakan puncak dari hipotesis jurnalisme politik. Bagaimana tidak, secara kasat mata media terkooptasi, seolah wibawa “media publik” runtuh seruntuh-runtuhnya oleh segelintir orang penguasa media. Kemudian yang “segelintir” tersebut kesemuanya masuk ke ranah politik. Dengan demikian pencarian kebenaran dalam teks, bisa juga disebut sebagai pembersihan teks dari rekayasa, propaganda maupun agenda. Teori hierarkhi pengaruh menempatkan media sebagai ruang dengan banyak campur tangan kelompok, mulai dari kelompok pekerja, pengambl kebiajakn, lingkungan media hingga regulasi. Kesemuanya bisa saja merupakan hasil dari praktik konglomerasi.
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
Awam menilai konglomerasi media merupakan preseden buruk bagi iklim demokrasi. Opini dikuasai oleh sedikit elit yang kemudian menjadi representasi publik. Tentu ini bukan hal baik, bagaimanapun publik punya hak untuk terlindungi dari keterpengaruhan opini elitis melalui media yang dikuasai. Konglomerasi, akan membiaskan perlindungan tersebut. Salah satu contoh isu pemberitaan yang marak propaganda, adalah isu tentang kampanye salah satu partai politik di Indonesia. Semua mahfum, politisi tersebut dinobatkan sebagai calon wakil presiden dan penguasa media. Salah satu televisi dibawah naungan MNC Group membuat program kuis dengan melibatkan khalayak sebagai penjawab kuis. Hanya saja, kuis tersebut kemudian diketahui kuis rekayasa.
Filologi,
dengan metoda runtutan sebagaimana yang
dijelaskan di atas mampu membedah ebenaran tersebut. Media sangat kental sebagai perpanjangan tangan kepentingan pemiliknya. Sehingga berita-berita yang diproduksi lebih sering bermuatan kepentingan politik pemilik. Tentu ini merupakan persoalan rumit, karena media yang seharusnya berada pada ranah publik terdistorsi oleh ownership. Ada yang menarik, pada masa Orde Baru berkuasa, dengan kesigapan sensor yang begitu luarbiasa membuat jurbalisme tunduk pada regulasi dan kepentingan kekuasaan. Pemilik media takmampu berkutik. Apakah hal tersebut merupakan indikasi kebaikan pers? Tidak juga, karena kepentingan beralih pada penguasa. Dengan kondisi tersebut, jurnalisme politik dianggap mati, hanya mati suri. Kemudian orde berganti, jurnalisme politik yang di era Orde Baru mati suri terlahir kembali dengan format dan kemasan berbeda jika dibandingkan dengan bentuk sebelumnya. Perkembangan media hari ini, jurnalisme politik tumbuh subur, melebihi bahaya yang dilahirkan dari rezim diktator sekalipun. Transformasi Orde Baru ke era Reformasi kemudian mempengaruhi secara drastis iklim politik Indonesia, tentu berimbas pada persoalan Jurnalisme. Salah satunya adalah booming-nya
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
praktik jurnalisme politik. Peletakan dasar isunya adalah wajah politik yang sama sekali berubah. Satu misalan yang dapat diceritakan, politik sebelumnya dikekang, dikuasai sedikit elit, dan partai merupakan kekuatan penuh. Kemudian, reformasi membawa serta perubahan wajah politik, pemilihan secara langsung dan politisi dipaksa untuk dikenal oleh konstituen. Dengan demikian, media menjadi satu-satunya perantara paling mutakhir yang menjadi tujuan utama, untuk apa? Tentu membangun citra dan popularitas. Pada waktu yang takterlalu jauh, maka muncullah teori baru yang disebut dengan citra Politik. Dengan asumsi tersebut, sistem pemilihan langsung memungkinkan adanya perubahan cara berpolitik. Jika sebelumnya hanya melalui perwakilan partai politik. Saat reformasi bergulir, partai politik taklagi berkuasa, tetapi
masing-masing
politisi
berjuang
untuk
mendapatkan
simpati
konstituen,
dengan
membangun popularitas setinggi-tingginya. Ini masa paling menarik terkait dinamika jurnalisme Indonesia. Pers terlibat saling serang antar mereka sendiri, termasuk gencar menyerang pemerintah. Tentu, sekaligus menjadi mesin propaganda bagi partai politik. Dampaknya, mendekati sejarah tragis bagi pemerintah dengan kejatuhan kabinet, bangun kembali dan terseok-seok melawan serangan media yang ofensif dan destruktif sebagai konsekuensi sistem parlementer yang berlaku pada masa itu. Masih melanjutkan kronologi jurnalisme dan politik pada masa itu, terjadi pemberontakan di banyak daerah karena takterkontrolnya opini. Lebih jauh lagi, pada masa ini sistem pemerintahan belum sabil sebagai dampak refolusi yang pecah. Sehingga iklim pemerintahan yang rentan kemudian dihantam kritik tajam dari media massa melalui opini-opini pemberitaan semakin memperkeruh suasana. Sejatinya, jurnalis adalah profesional, bertanggung jawab sesuai dengan kepustakaan wartawan yakni secara langsung berhadapan dengan publik, bukan pemilik media. Hanya saja, ini bukan persoalan mudah. Sifatnya yang profesional membuat jurnalis memiliki daya tawar yang
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
kuat dalam hubungan produksi berita. Sebaliknya, ketika profesionalitas disandera oleh kekuatan kepemilikan, secara ekstrim jurnalis disebut buruh, atau mungkin karyawan, maka jurnalis takmemiliki daya tawar.
DAFTAR BACAAN Baudrillard, Jean. The Consumer society. London: Sage Publication, 1998 Castells, Manuel. The Rise of The Network Society. Oxford: Blackwell, 2001 Dhakidae, Daniel. The State, The Rise of Capital, and The Fall of Political Journalism: Political Economy of Indonesian News Industry. 1991 Dominick, Joseph R. The Dynamics of Mass Communications; Media in the Digital Age. New York: McGraw Hill, 2005 Franklin, Benyamin. Political Marketing in Mass Media. New Jersey: Press, 2000 Hidayat, Taufik. Ilmu Komunikasi dan Sistem Politik. Jakarta: Qisthi Press, 2007 Huri, Agus Daman. Arena Perpolitikan Modern. Yogyakarta: Kinasius, 2000 McLuhan, Marshall. Understanding Media: the Extention of Man. New York: Signet Book/ McGraw Hill, 1964 McQuail, Dennis & Steven Windahl, Communication Models for the Study of Mass Communication. New York: Longman, 1981 Narwaya, Tri Guntur. Matinya Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Resist Book, 2006 Putra, Dedi Kurnia Syah. Media dan Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012 Sartono, M. Komunikasi Massa. Surabaya: Inti Media, 2003 Steany, Easter. Evolution of the Press. London: Pearson Education, 1998 Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia, 2005 Tumenggung, Adeline M. Laba-Laba Media; Hidup Dalam Galaksi Media. Jakarta: LSPP, 2005 Urofsky, Melvin I. Democracy Principles. Virginia: Commonwealth University, 2001 Wilson, Tony. Watching Television: Hermeneutics, Reception and Popular Culture. Cambridge: Polity Press,1993
Dinamika Media Pada Masyarakat Kontemporer Indobesia
COMNEWS 2015
TENTANG PEMAKALAH Dedi Kurnia Syah Putra, pengajar Ilmu Komunikasi di Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom Bandung. Telah menulis sejumlah buku, di antaranya: Media dan Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Dinamika Demokrasi (Bandung: Publika Edu Media, 2014) dan Komunikasi CSR Politik (Jakarta: Prenada Media, 2015). Saat ini, aktif menulis untuk media massa cetak terkait isu demokrasi dan politik. Kolomnis tetap bidang Komunikas Siber untuk Pembangunan di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Povinsi Jawa Barat. Studi Doktoral untuk bidang Media dan Diplomasi Politik, ia tempuh di Universitas Sahid Jakarta. Saat ini, dipercaya sebagai Direktur pusat penelitian The Centre for Media Gender and Democracy (CMGD). Catur Nugroho, Master Ilmu Komunikasi (M.IKom) dari Universitas Mercubuana, Jakarta 2013. Lulus dari program studi Komunikasi Massa, FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 2003. Pernah bekerja sebagai Manajer Primagama Cilegon Banten sejak 2008, kemudian Manajer Primagama Serang pada 2012 – 2014. Mengajar pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Serang Raya (Unsera), Banten pada tahun 2013-2014, kemudian berlanjut menjadi Pengajar pada Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Telkom University. Selain itu juga sebagai Manajer Program dari pusat penelitian Centre of Media Gender and Democracy (CMGD), dengan konsentrasi pada isuisu media dan kajian budaya.