MENIMBANG KINERJA JURNALISME MEDIA IBNU HAMAD Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Disampaikan pada
Sekolah Jurnalisme Indonesia Semarang, 14 Mei 2013
Kasus di Kab. Nusa Bangsa (Rekaan)
20.000 lulusan SD/sederajat
• 5.000 Melanjutkan ke SMP Negeri • 15.000 melanjutkan ke SMP Swasta:
15.000 lulusan SMP/sederajat
• 7.500 ke SMA Negeri • 7.500 ke SMA Swasta
7.500 lulusan SMA/sederajat • 500 lanjut ke PTN • 1000 lanjut ke PTS
Daya tampung di SMP Negeri maupun swasta dan SMA Negeri maupun slulusan sudah memadai 75% mata pencaharian penduduk Kan NB adalah petani dan nelayan Ada tiga Sekolah Tingga swsata, dan empat Poltek Swasta
Contoh Nyata
Beberapa waktu lalu ada peristiwa percobaan pemerkosaan yang menimpa seorang mahasiswi Universitas Indonesia Kita ambil tiga contoh berita yang dibuat oleh Kompas, Warta Kota dan Harian Non Stop
Kompas (Edisi On Line, Selasa 22 Nopember 2005). Pelecehan Seksual di Hutan UI, Korban Masih Trauma Depok, Kompas Tindak kejahatan kembali terjadi di lingkungan Kampus Universitas Indonesia, Depok. Hari Minggu (20/11) petang, seorang mahasiswi menjadi korban pelecehan seksual yang menjurus ke arah perkosaan. Tidak hanya itu, korban sempat dilukai sehingga sampai saat ini dirinya masih trauma. Tindak kejahatan itu terjadi di jalan setapak hutan di depan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya. Di lokasi itu, Deliu Aga Gunawan (21), mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UI, juga terbunuh setelah ditodong pada April lalu. Dst…
Warta Kota (Edisi On Line, Selasa 22 Nopember 2005): Pemerkosa Keliaran di UI Depok, Warta Kota Jalan pintas di Kampus UI Depok ternyata begitu rawan. Dulu mahasiswa dibunuh di sana, belakangan seorang mahasiswi nyaris diperkosa. Kasus terakhir ini menimpa Tamara (bukan nama sebenarnya). Tamara yang berusia 19 tahun merupakan mahasiswi Diploma III Fakultas Ilmu Budaya. Mahasiswi ini sudah pingsan dihajar tiga lelaki yang hendak memperkosanya. Tamara pun pingsan. Beruntung, ketiga lelaki itu urung memperkosanya karena ada orang lewat. Dst.
Harian Non-Stop (Edisi (Cetak, Selasa 29 Nopember 2005):
UI Sarang Pemerkosa
Cowok Gondrong di Hutan Kampus Harus Dicurigai Dalam Seminggu Mahasiswi Jadi Korban NONSTOP, UI-Kampus Universiatas Indonesia (UI) Depok kini tak lagi aman. Para pemerkosa keliaran di sekitar hutan kampus. Dalam waktu seminggu, dua mahasiswa UI menjadi korbannya. Tindak kejahatan pemerkosaan kembali terjadi di lingkungan kampus Universitas Indonesia, Depok. Jalan-jalan setapak di kampus UI pada malam hari sering gelap. Masih banyak semak yang belum dibersihkan sehingga terlihat banyak lokasi strategis untuk tindak kejahatan. Setelah satu minggu sebelumnya sempat terjadi kejadian serupa, (Minggu, 27/11) malam lalu kembali seorang mahasiswi menjadi korban kejahatan yang menjurus ke arah pemerkosaan.
Isi (Content), Indikator Utama Kinerja Media
Pada akhirnya di mata khalayaknya, kinerja media –apapun jenisnya-ditentukan oleh penampilan isi (content).
Dari isinya, khalayak bisa membaca ke(kurang)mampuan para wartawan, redaktur, dan manajemen media ybs.
Kinerja Media di Mata Khalayak Teramati/ Front Stage
Medium Isi/Konten
TakTeramati/ Back Satge
Teknologi
Wartawan - Editor - Redaktur Pemiliki - Investor - Pengiklan
Budaya - Ekonomi - Ideologi - Etika
Front Stage mencerminkan Back Stage
Pilihan kata, urutan kata, struktur kalimat, penonjolan isu, jenis font, besar huruf, gaya bahasa, dlsb, menjadi acuan konsumen untuk menangkap apa yang ada di panggung belakang media. Makin banyaknya kajian media (content analysis) menambah kritisme konsumen kepada media.
Peringatan dari Dewan Pers
Bila kita membuka laman Dewan Pers pada menu “Aduan”, tampak di sana bahwa isi (content) media merupakan sumber masalah pengaduan Penting dicatat, aduan tersebut mencakup bermacam media baik di Jakarta maupun Daerah; kebanyakan melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers.
Dari Mana Memulai Peningkatan Kinerja Media
Dari Sekolah Jurnalistik?
Dari Wartawannya?
Dari Redaktur?
Dari Pemilik?
Teori Ilmiah tentang Jurnalisme-1
Jurnalisme senantiasa harus berbicara tentang kenyataan yang sesungguhnya; dan berpihak pada kebenaran. Kegiatan jurnalisme dilandasi oleh prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UU maupun konvensi internasional.
Teori Ilmiah tentang Jurnalisme-2
Kegiatan jurnalisme adalah kegiatan editorial; yang berbeda dari kegiatan advertising dan artikel opini. Dua bentuk utama hasil kegiatan jurnalisme: Berita (News) dan Tajuk Rencana (Editorial). Dua hal ini pula yang terkena Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers.
Teori Ilmiah tentang Jurnalisme-3
Berita, sebagai kegiatan utama jurnalisme, mesti obyektif, cover both side, berimbang, tidak memihak dan seterusnya. Berita yang baik adalah mahluk suci yang terhindar dari kabar dusta dan perbuatan fitnah. Berita semata-mata memaparkan fakta dan data. Tak lebih tak kurang. (lihat pula gambar berikut)
Gambar 1: Obyektivitas Berita versi Westersthal (1983) Obyektivitas
Faktualitas
Kebenaran
Relevansi
Impartialitas
Keseimbangan
Netralitas
Panduan Jurnalisme
Salah satu panduan jurnalisme yang sedang “in” berasal dari Bill Kovach:
1.Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran 2.Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara 3.Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi 4.Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya
Lanjutan 9 elemen Jurnalisme 5.
6.
7. 8.
9.
Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
Ketika Jurnalisme hanya menjadi Teknik
Teori, UU, Kode Etik, panduan, mengenai Jurnalisme bertujuan terbangunnya budaya jurnalisme dalam diri para awak media, termasuk pemilik media. Dalam perkembangannya, Jurnalisme cenderung sekadar menjadi teknik jurnalistik, ketimbang sebagai budaya
Akibat #1 Lahirnnya Ragam Jenis Jurnalisme
Jurnalisme Perdamaian
Jurnalisme Pembangunan
Jurnalisme Partisan • Teknik jurnalisme digunakan untuk berbagai kepentingan sesuai label jurnalisme
Akibat #2 Membaurnya fungsi editorial dengan pemasaran
Inforial
Advetorial
Kerjasama berita • Jurnalisme yang Dikendalikan Pasar (Market-Driven Journalism)
Akibat #3 Berubahnya cara pandang terhadap pembuatan berita
Berita tidak otomatis merupakan sajian fakta. Berita adalah framing isu sesuai kebijakan redaksiona Berita bukan pemaparan “apa adanya realitas” melainkan Konstruksi Realitas • Berita adalah Wacana (News as Discourse)
Dengan hasil penyajian demikian, apakah Media itu tidak obyektif lagi…?
Secara Jurnalistik Tradisional (kriteria teknis versi Westerthal) boleh jadi tetap Obyektif. Bukankah semua unsur pemberitaan sudah dipenuhi? Tetapi dari perspektif Komunikasi sebagai Wacana (Communication as Discourse) boleh jadi kriteria itu tidak berarti lagi…
Dalam Pandangan News as Discourse, pekerjaan Media itu Mengkonstronstruksikan Realitas Dalam pandangan Berita sebagai Wacana (News as Discourse), berita tidak lagi dapat dipandang sebagai tabula rasa melainkan (potensial) dimuati dengan berbagai kepentingan. (untuk memahaminya, lihat Gambar 2)
Gambar 2: Proses Pembuatan Discourse Realitas Pertama: Kedaan, Benda, Pikiran, Orang, Peristiwa, ... (1)
Dinamika Internal dan Eksternal Pelaku Konstruksi (4)
Sistem Komunikasi yang Berlaku
Strategi dan Metode Mengkonstruksi Realitas (6)
(3)
Faktor Internal : Ideologis, Idealis... Faktor Eksternal: Pasar, Sponsor... (5)
Proses Konstruksi Realitas oleh Pelaku (2)
Discourse atau Realitas yang Dikonstruksikan (Text, Talk, Act dan Artifact) (8)
Makna, Citra, dan Kepentingan di Balik Wacana (9)
Strategi Signing Strategi Framing Strategi Priming (7)
Apakah Discourse itu? Gee (2005 : 26): “discourse” (d kecil), yang melihat penggunaan bahasa pada tempatnya (“on site”) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas atas dasar-dasar linguistik. Biasanya discourse ini menjadi perhatian para ahli bahasa (lingusits or sociolinguists).
“Discourse” (D besar) yang mencoba merangkaikan unsur linguistik pada “discourse” (dengan d kecil) bersama-sama dengan unsur non-linguistik (non-language “stuff”) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas. Bentuk nonlanguage “stuff” ini dapat berupa kepentingan ideologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-language “stuff” itu juga yang membedakan cara beraksi, berinteraksi, berperasaan, kepercayaan, penilaian satu komunikator dari komunikator lainnnya dalam mengenali atau mengakui diri sendiri dan orang lain. Isi media adalah Discourse (dengan D besar)
Untuk Pemberitaan (News) inilah Karakter News as Discourse:
Memilih fakta yang akan masuk kedalam teks atas pertimbangan eksternal dan internal media Menggunakan bahasa tertentu sesuai dengan pilihan sikap media kepada para pelaku yang terlibat dengan peristiwa yang diberitakan Mengatur pemuatan sesuai dengan tujuan pengembangan discourse.
Memahami Berita dengan Discourse (dengan D besar) Strategi Signing
Strategi Framing
Taktik Priming
Pembuat Discourse mendayagunakan lambang bahasa verbal dan nonverbal untuk menggambarkan realitas
Pembuat Discourse memilah dan memilih fakta mana yang akan dimasukan kedalam naskah
Teknik menyajikan naskah baik menyangkut waktu, konteks maupun tempat
Bagi Pembuatnya, News as Discourse itu Berita adalah Multiguna
Dari uraian singkat di atas (perhatikan lagi Gambar 2), tampak bahwa berita dapat “dimasuki” bermacam kepentingan sambil tetap menjaga obyektivitas berita (lihat lagi Gambar 1) mengikuti hukum dari Westersthal (1983). Bagi yang menjadikan berita sebagai Discourse (dengan D besar) berita bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan.
Alhasil, bisa mengarah pada “Trial by The Press”
Jika disalah gunakan Discourse-nya berita bisa dapat beralih fungsi menjadi alat untuk mengadili orang atau orang lain yang populer di sebut “tial by the press”
Cara yang dilakukan adalah dengan menonjolkan keburukan-keburukan orang/pihal yang diberitakan
Diskusi: apakah cara penyajian berikut bisa mengarah pada Trial by The Press”…? Dalam sebuah kejadian yang melibatkan dua pihak yang berkepentingan, terdapat fakta yang menunjukkan bahwa kebenaran dan kesalahan yang dimiliki A dan B sama-sama 10 buah. Dua media tetap dikatakan faktual dan cover both sides, jika media X, menyajikan benaran si A: 9; kesalahan: 1 buah; sementara untuk si B dilakukan hal yang sebaliknya. Adapun di koran Y, kebenaran si B disajikan 9 sedangkan kesalahannya 1 buah sedangkan untuk si B adalah hal yang sebaliknya.
Alhasil, bisa mengarah pada “Character Assasination”
Jika disalah gunakan Discourse-nya berita bisa dapat beralih fungsi menjadi alat membunuh karakter seseorang/lembaga
Cara yang dilakukan adalah dengan menonjolkan kejelekan-kejelekan orang/pihak yang diberitakan
Lantas, apa artinya Etika Media (: Kode Etik Jurnalistik)?
Dalam perspektif News as Dicourse etika jurnalisme hanyalah mengatur dimensi teknis belaka. Kode Etik Jurnalistik yang ada belum menyentuh aspek substansi.
Pertanyaan-pertanyaan yang agak provokatif...
Dengan menyadari proses Discourse lantas apa yang dicari oleh kita sebagai insan media: • Atas moral obligation apakah kita mengelola media? • Mind-set apakah yang hendak kita kembangkan di tengah publik melalui produksi discourse kita setiap harinya? • Apa tanggung jawab kita atas discoursediscourse yang telah buat? • ....
Terima Kasih