FERMENTASI DAN PEMANFAATAN PRODUK KACANG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L)
NUR ’ AFIAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Nur ’ Afiah NIM G84100034
ABSTRAK NUR ’ AFIAH. Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L). Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan WIDANINGRUM. Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Di Indonesia, orang-orang jarang memanfaatkan koro pedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi fermentasi kacang koro pedang dan menganalisis aktivitas mikrobiologis melalui aktivitas prebiotik serta mengidentifikasi fisik dari fermentasi kacang koro pedang. Kacang koro pedang dipotong kecil, difermentasi, ditepungkan, diidentifikasi fisik dengan SEM, dianalisis pati resisten dan dianalisis secara mikrobiologi. Fermentasi terkendali lebih banyak daripada fermentasi spontan, yaitu sekitar 2.55×108 CFU/Unit. Produk fermentasi menghasilkan pati resisten sebesar 0.1170 ppm. Pati resisten digunakan sebagai media pertumbuhan bagi L.casei dan Bifidobacterium. Koloni yang tumbuh dari masing-masing bakteri sekitar 2.73×107 dan 2.57×107 CFU/Unit. Pati resisten merupakan sumber prebiotik bagi bakteri asam laktat, dibuktikan dengan tumbuhnya bakteri asam laktat tersebut. Kata kunci: kacang koro pedang, fermentasi, bakteri asam laktat, pati resisten, aktivitas prebiotik
ABSTRACT NUR ’ AFIAH. Fermentation and The Utilization of Products of Jack Beans (Canavalia ensiformis L). Supervised by DJAROT SASONGKO HAMI SENO and WIDANINGRUM. Jack beans (Canavalia ensiformis L) are legume that rich in protein content. In Indonesia, people seldom use it for daily consumption. The objectives of this research were to optimize the fermentation of jack beans and to analyse microbiological activity through prebiotic activity and also to identify physical of jack beans. Jack beans cut into small pieces, fermented, powdered, physical properties identified by SEM, analyzed resistant starch and microbilogical analysis. Fermentation controlled more than spontaneous fermentation, it’s about 2.55×108 CFU/Unit. Products of fermentation yield resistant starch showed the value is 0.1170 ppm. Resistant starch used as a growth medium for L.casei and Bifidobacterium. Ammount of colony from each bacteria it’s sbout 2.73×107 dan 2.57×107 CFU/Unit. The resistant starch is the source of prebiotics for lactic acid bacteria which proved by the growth of that bacteria. Keywords : jack beans (Canavalia ensiformis L), Fermentation, lactic acid bacteria, resistant starch, prebiotic activity
FERMENTASI DAN PEMANFAATAN PRODUK KACANG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L)
NUR ’ AFIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iv
Judul Skripsi: Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L) Nama : Nur ’ Afiah NIM : G84100034
Disetujui oleh
Dr. Djarot Sasongko Hami Seno,MS Pembimbing I
Widaningrum, STP MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
nxn
ii
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, MS dan Ibu Widaningrum, STP MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Marman, Ibu Citra beserta seluruh staf Mikrobiologi BB-Pasca Panen yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman Biokimia 47 untuk segala doa, kasih sayang dan dukungannya. Penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Februari 2015 Nur ’ Afiah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
5
METODE PENELITIAN
6
Bahan dan alat
6
Prosedur Penelitian
6
Fermentasi Kacang Koro Pedang (Antara 2002)
7
Pembuatan tepung (Bird 2000)
7
Identifikasi Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
7
Kadar Pati Resisten Tepung Hasil Fermentasi (Goni 1995)
8
Analisis Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang (Fardiaz 1989) 9 HASIL Fermentasi Kacang Koro Pedang
9 9
Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
11
Pati Resisten
12
Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
13
PEMBAHASAN
14
Fermentasi Kacang Koro Pedang
14
Identifikasi Sifat Fisik Tepung dari Fermentasi Kacang Koro Pedang
17
Kadar Pati Resisten
18
Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
26
iv
DAFTAR GAMBAR 1 Bentuk fisik hasil fermentasi 106 2 Bentuk fisik hasil fermentasi 104 3 Bentuk fisik hasil fermentasi spontan 4 Analisis prebiotik 5 Fermentasi glukosa
11 12 12 13 15
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Jumlah koloni fermentasi spontan Jumlah koloni fermentasi terkendali 106 Jumlah koloni fermentasi terkendali 104 Kadar pati resisten
10 10 11 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 2 Penentuan standar glukosa 3 Penentuan varian SPSS
27 28 29
PENDAHULUAN Indonesia kaya akan tanaman polong-polongan atau kacang-kacangan. Indonesia masih menggantungkan sumber protein nabatinya pada kacang kedelai lokal yang harganya semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan perhitungan sementara (Deptan 2012) menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 sampai tahun 2012 tercatat harga kedelai mengalami kenaikan setiap tahunnya dari harga Rp 3.400/kg (2002) menjadi Rp 4.500/kg (2007) dan mengalami kenaikan drastis sebesar Rp 8.700/kg pada tahun 2012. Salah satu upaya untuk mengatasi kenaikan harga kacang kedelai yaitu dengan memanfaatkan bahan pengganti yaitu kacang koro pedang (Purwoko 2004). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, di antaranya penelitian mengenai pengaruh perendaman terhadap fermentasi tempe koro pedang, efektivitas koro pedang sebagai penghambat enzim ACE, dan analisis morfologis dan fisiologis koro pedang. Namun, upaya untuk menyiasati menurunnya produktivitas kedelai nasional dari aspek mikrobiologis belum banyak dilakukan. Salah satu peran mikrobiologis yang dapat dimanfaatkan dalam menyiasati produksi kedelai lokal yang menurun ialah dengan melakukan fermentasi terhadap kacang jenis lain salah satunya kacang koro pedang yang dianalisis secara mikrobiologisnya dengan menjadikan kacang koro pedang sebagai sumber prebiotik yang mampu menggantikan peran kedelai serta dapat menciptakan inovasi produk baru dari kacang-kacangan dalam bentuk non-tempe. Produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi yang dilakukan dua macam yaitu fermentasi spontan sebagai kontrol dan fermentasi terkendali. Fermentasi merupakan langkah awal dalam analisis mikrobiologis. Fermentasi menghasilkan produk berupa glukosa dan pati resisten. namun, dalam penelitian ini tidak dilakukan uji terhadap glukosa. Pati resisten yang dihasilkan dijadikan sebagai sumber prebiotik bagi bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu Lactobacillus casei dan Bifidobacterium (Purwoko 2004). Keberhasilan produk fermentasi sangat tergantung pada penggunaan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang dan bersifat homofermentatif. Aktivitas bakteri Lactobacillus casei termasuk dalam bakteri probiotik yaitu bakteri hidup yang memberikan efek menguntungkan pada inangnya dengan meningkatkan keseimbangan saluran pencernaan. Beberapa probiotik dapat memberikan keuntungan yang kompetitif pada spesifik asli mikroflora usus pencernaan seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria. Mikroflora tersebut dapat menyebabkan terusirnya bakteri patogen dari pencernaan melalui kompetisi langsung terhadap nutrien atau binding site melalui produksi blocking factors dalam model yang serupa pada teknik Competitive Exclusion. Substrat akan dihidrolisis oleh enzim endogenous pencernaan, selain itu dapat diadsorpsi oleh inang. Mekanisme yang mungkin terjadi yaitu penurunan pH karena dihasilkannya asam lemak rantai pendek, sekresi bakteriosin dan stimulasi imun (Ekanayake 2006). Penelitian ini bertujuan mengoptimasi fermentasi kacang koro pedang dan menganalisis aktivitas mikrobiologis melalui aktivitas prebiotik serta mengidentifikasi sifat fisik dari tepung hasil fermentasi kacang koro pedang. Manfaat penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi koro pedang dan aktivitas mikrobiologis serta dapat memberikan
6
informasi tentang sifat fisik hasil fermentasi tepung kacang koro pedang sehingga dapat menambah wawasan pembaca.
METODE PENELITIAN Bahan dan alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Lactobacillus casei, isolat Bifidobacterium, kacang koro pedang, media MRS broth, media MRS agar, larutan NaCL, media PCA (plate count agar), buffer KCL-HCL, buffer trismaleat, buffer asetat, reagen tris maleat, 0.2 M NaOH, 0.2 M KCL, 0.2 M HCL, larutan asam asetat, larutan Na-asetat, enzim pepsin, enzim amilase, akuades, 4 M KOH, 2 M HCL, enzim amiloglukosidase, reagen DNS dan D-glukosa. Peralatan yang digunakan adalah labu erlenmeyer, alumunium foil, tabung reaksi, tabung ulir, shaker incubator, jarum ose, kompor, batang pengaduk, sudip, inkubator 370C, tabung mikro, pipet mikro, tip, rak ttabung, magnet stirer, cawan petri, neraca analitik OHAUS GA 200, laminar air flow cabinet, pH meter, autoklaf Wiseclave Digital Fuzzy Control System, oven, sentrifus, blender, penggilingan Willey mill, dan ayakan 100 mesh, alat SEM (Scanning Electron Microscope) Hitachi 3000 dan alat spektro. Prosedur Penelitian Fermentasi dan pemanfaatan produk kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L) pada penelitian ini terbagi menjadi 5 tahapan penting, yaitu fermentasi kacang koro pedang, pembuatan tepung kacang koro pedang, analisis fisik produk fermentasi kacang koro pedang, analisis pati resisten dan analisis prebiotik. Tahapannya yaitu kacang koro pedang yang telah dipotong kecil-kecil difermentasi tanpa bakteri (fermentasi spontan) dan dengan bakteri (fermentasi terkendali), kemudian air fermentasi diukur kadar keasamannya (pH) dan diencerkan untuk ditumbuhkan pada media spesifik de Mann Rogosa and Sharp Agar (MRSA) untuk menyeleksi sampel yang menunjukkan adanya aktivas bakteri asam laktat. Selanjutnya penanaman air fermentasi pada media Plate Count Agar (PCA) untuk menyeleksi total bakteri mesofilik yang mengambil nutrisi pada sampel didalam media. Selanjutnya bakteri yang telah ditumbuhkan diinkubasi pada inkubator selama 2 hari. Proses selanjutnya yaitu pembuatan tepung kacang koro pedang yang telah difermentasi. Selanjutnya analisis produk fermentasi yaitu analisis pati resisten dan identifikasi fisik tepung kacang koro pedang. Tahapan terakhir yaitu analisis mikrobiologi. Hasil fermentasi yang memiliki kadar pati resisten tertinggi dikeringkan hingga menjadi tepung, kemudian dilakukan aalisis mikrobiologi melalui uji prebiotik yaitu melihat kemampuan bakteri asam laktat untuk tumbuh pada media yang mengandung pati resisten. pati resistan ini diketahui sebagai salah satu jenis dari sumber-sumber prebiotik (Gibson 1999).
7
Fermentasi Kacang Koro Pedang (Antara 2002) Pembuatan Media de Mann Rogossa and Sharpe Agar (MRSA) & Broth (MRSB). Media MRSA dibuat dari bahan-bahan dengan komposisi D-Glukosa 20.00, ekstrak daging 8.00, ekstrak ragi 4.00, diammonium hidrogen sitrat 2.00, magnesium sulfat 0.20, agar –agar 14.00, pepton (protein dalam kasein) 10.00, natrium asetat 5.00, dipotasium hidrogen fosfat 2.00, tween 80 1.00, dan mangan sulfat 0.04. Adapun media MRSB dibuat dari D-Glukosa 20.00, ekstrak daging 10.00, ekstrak ragi 10.00, diammonium hidrogen sitrat 2.00, magnesium sulfat 0.10, pepton (protein dalam kasein) 10.00, natrium asetat 5.00, dipotasium hidrogen fosfat 2.00, tween 80 1.00, dan mangan sulfat 0.05. Semua bahan untuk media MRSA dan MRSB dilarutkan di dalam akuades kemudian volumenya ditera hingga mencapai 1000 mL. Media kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1 atm dan suhu 121ºC selama 15 menit (Ding et al. 2005). Peremajaan dan Pemurnian Isolat Bakteri. Sebanyak 1 mL koloni bakteri diambil dari stok kultur awal kemudian ditumbuhkan pada media MRSB dengan metode pengenceran bertingkat (Ding et al. 2005). Fermentasi Spontan Kacang Koro Pedang (Antara 2002). Sebanyak 750 gr kacang koro pedang diambil dan dituang ke dalam 1000 mL akuades yang sudah disterilkan. Setelah itu difermentasi selama 0, 6, 12 dan 24 jam. Setelah difermentasi diukur kadah pH dari air hasil fermentasi dan 1 mL koloni bakteri diambil dari stok kultur awal kemudian ditumbuhkan pada media MRSB dengan metode pengenceran bertingkat. Selanjutnya stok kultur bakteri yang telah diencerkan bertingkat ditanam pada medsia MRSA. Proses selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37ºC, kemudian dihitung koloninya menggunakan metode Total Plate Count (Forsythe 1998). Fermentasi Terkendali Kacang Koro Pedang (Antara 2002). Sebanyak 750 gr kacang koro pedang diambil dan dituang ke dalam 1000 mL akuades yang sudah disterilkan. Selanjutnya ditambahkan inokulum bakteri L.casei sebanyak 1 mL. Inokulum bakteri yang digunakan yaitu pada konsentrasi [106] dan [104]. Setelah itu difermentasi selama 0, 6, 12 dan 24 jam. Setelah difermentasi diukur kadah pH dari air hasil fermentasi dan 1 mL koloni bakteri diambil dari stok kultur awal kemudian ditumbuhkan pada media MRSB dengan metode pengenceran bertingkat. Selanjutnya stok kultur bakteri yang telah diencerkan bertingkat ditanam pada media MRSA. Proses selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37ºC, kemudian dihitung koloninya menggunakan metode Total Plate Count (Forsythe 1998). Pembuatan tepung (Bird 2000) Hasil fermentasi kacang koro pedang dijemur dibawah sinar matahari namun dipindahkan tiap 30 menit sekali agar keringnya merata. Setelah itu dioven 121ºC selama 15 menit dan diretrogradasi pada suhu 4ºC. Setelah sudah kering, kacang koro pedang digiling menggunakan alat willey mill, kemudian diayak pada kecepatan 100 mesh. Setelah itu diblender agar lebih halus (Bird 2000). Identifikasi Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang Identifikasi fisik kacang koro pedang melalui tepung hasil fermentasi. Langkah awal, alat dan perangkat SEM disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya preparat disiapkan yaitu dengan mengoleskan tipis tepung hasil fermentasi pada
8
kaca preparat yang telah dilabeli. Selanjutnya fiksasi sampel menggunakan glutaraldehida agar mematikan sel namun tidak mengubah strukturnya. Tahapan dehidrasi yaitu menghilangkan kadar air. Tahapan terakhir yaitu pelapisan, dengan memperbesar kontras antara preparat yang akan diamati dengan lingkungan Selanjutnya alat dan perangkat SEM dioperasikan dengan mengatur letak sampel agar elektron yang dipantulkan dapat diterima langsung oleh objek target dan mampu membentuk bayangan yang jelas. Hasil visualisasi dari objek yang ditangkap oleh mikroskop SEM ini terlihat pada software SEM di layar komputer (Ardiasasmita 2000). Kadar Pati Resisten Tepung Hasil Fermentasi (Goni 1995) Penyiapan Larutan Buffer. Larutan buffer yang digunakan yaitu buffer KCL-HCL, buffer tris-maleat dan buffer asetat. Buffer KCL-HCL terdiri dari 50 mL larutan KCL 2 M dicampur dengan 33.3 mL larutan HCL 2 M, kemudian diukur sampai pH mencapai 1.5, selanjutnya ditera dengan akuades hingga volumenya mencapai 200 mL. Selanjutnya pembuatan buffer tris-maleat terdiri dari 50 L larutan asam tris maleat 0.1 M dicampur dengan 45 mL larutan NaOH 0.2 M, kemudian diukur pH hingga mencapai 6.8, setelah itu ditera dengan akuades hingga volumenya mencapai 200 mL. Selanjutnya pembuatan buffer asetat yaitu 40 mL larutan asetat 0.2 M dicampur dengan 60 mL larutan Na-aetat 0.2 M. Selanjutnya diukur pH hingga mencapai 4.75, kemudian ditera dengan akuades hingga volumenya 200 mL. Isolasi Pati Resisten. Tepung hasil fermentasi ditimbang sebesar 0.1 gr didalam tabung sentrifus. Tambahkan 10 mL buffer KCL-HCL, kemudian ditambahkan enzim pepsin 0.2 mL. Setelah itu diamkan di dalam shaker inkubator pada suhu 400C selama 60 menit. Kemudian sampel dikeluarkan dari shaker inkubator dan biarkan dingin pada suhu ruang. Langkah selanjutnya buffer tris maleat ditambahkan 9 mL, kemudian enzim α-amilase ditambahkan sebanyak 1 mL. Setelah itu sampel dimasukkan shaker inkubator pada suhu 370C selama 16 jam. Proses selanjutnya yaitu sampel disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian supernatan dibuang dan akuades dimasukkan sebanyak 10 mL, lalu sentrifus kembali dan supernatannya dibuang. Setelah itu sampel ditambahkan 3 mL akuades, selanjutnya sampel ditambahkan 3 mL KOH 4 M. Proses selanjutnya yaitu sampel didiamkan di dalam shaker inkubator pada suhu 250C selama 30 menit. Sampel dikeluarkan dari shaker dan ditambahkan ± 5.5 mL HCL 2 M dan ditambahkan 3 mL buffer asetat 0.4 M. Selanjutnya sampel ditambahkan 80 µL enzim amiloglukosidase. Selanjutnya sampel didiamkan di dalam shaker inkubator selama 45 menit pada suhu 600C. Langkah terakhir yaitu sampel disentrifuse kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian pisahkan supernatan dan peletnya (Goni 1995). Pengukuran Kadar Pati Resisten. Pada proses analisis pati resisten diawali dengan pembuatan kurva standar glukosa. Glukosa ditimbang 45 mg dan dilarutkan dalam 25 mL akuades. Kemudian kurva standar glukosa dibuat dalam konsentrasi 0.1 ppm, 0.2 ppm, 0.3 ppm, 0.4 ppm, 0.5 ppm, 0.6 ppm dan 0.7 ppm. Selanjutnya standar glukosa diukur dengan spektrometer pada panjang gelombang 500 nm. Tahapan selanjutnya supernatan hasil isolasi pati resisten diukur menggunakan spektrometer, supernatan diambil sebanyak 200 µL lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan reagen DNS 200 µL. kemudian
9
dipanaskan selama 10 menit, setelah itu didinginkan dan ditambahkan 3.6 mL akuades. Selanjutnya sampel diukur dengan spektrometer pada panjang gelombang 500 nm. Selanjutnya konsentrasi pati resisten dapat dihitung dengan menggunakan rumus regresi linier dari kurva standar glukosa dan absorbansi sampel (Goni 1995). Analisis Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang (Fardiaz 1989) Pembuatan Media MRSB Buatan. Sampel yang memiliki kadar pati resisten tertinggi diuji lanjutan melalui uji mikrobiologi yang bertujuan membuktikan kemampuan bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media yang mengandung pati resisten apa tidak. Langkah awal pada proses ini dengan menimbang bahan-bahan untuk media MRSB buatan, namun glukosa diganti dengan pati resisten yang konsentrasi tertinggi sebagai media tumbuh. Adapaun bahan-bahan yang dihitung yaitu pati resisten 0.25, ekstrak daging 1.00, ekstrak ragi 1.00, diammonium hidrogen sitrat 0.20, magnesium sulfat 0.01, pepton (protein dalam kasein) 1.00, natrium asetat 0.50, dipotasium hidrogen fosfat 0.20, tween 80.10, dan mangan sulfat 0.005. seluruh bahan dicampur dengan akuades 100 mL. Selanjutnya media MRSB tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi masingmasing 10 mL. Setelah itu diautoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C (Ding et al. 2005). Peremajaan dan Pengkulturan Bakteri. Selanjutnya bakteri asam laktat dikulturkan di media MRSB buatan tersebut dengan menerapkan konsep pengenceran bertingkat yang bertujuan agar koloni bakteri asam laktat yang tumbuh dapat dihitung. Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu Lactobacillus casei dan Bifidobacterium (Ding et al. 2005). Penanaman Bakteri Asam Laktat. Stok bakteri hasil dari kultur dan pengenceran diambil sebanyak 1 mL menggunakan mikropipet. Selanjutnya diletakkan di cawan petri. Tahap berikutnya menggunakan metode tuang, media MRSA yang telah disterilkan dituang kedalam cawan petri berisi bakteri tersebut. Selanjutnya bakteri tersebut diinkubasi selama 2 hari di inkubator bersuhu 37 0C, kemudian bakteri yang telah tumbuh dihitung.
HASIL Fermentasi Kacang Koro Pedang Kacang koro pedang difermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus casei pada waktu 0, 6, 12 dan 24 jam menggunakan dua jenis media yaitu PCA dan MRSA sebanyak tiga kali ulangan. Fermentasi yang dilakukan ada dua yaitu, fermentasi kontrol (secara spontan) dan terkendali (ditambahkan bakteri L.casei pada konsentrasi 104 dan 106 cfu/unit). Fermentasi terkendali menghasilkan total bakteri mesofilik dan bakteri asam laktat lebih banyak dibanding dengan fermentasi kontrol. Fermentasi kontrol ditampilkan dalam Tabel 1. Fermentasi kontrol merupakan fermentasi alami tanpa adanya campur tangan manusia. Fermentasi kontrol tanpa adanya penambahan inokulum bakteri.
10
Tabel 1 Jumlah Koloni Kontrol Kacang Koro Pedang Perlakuan (jam) 0 6 12 24
Media PCA MRSA PCA MRSA PCA MRSA PCA MRSA
Jumlah Koloni (108) 2.20 0.21 2.41 0.22 2.60 0.23 2.89 0.24
pH 6.04 5.93 5.84 5.55
Keterangan : PCA = Plate Count Agar MRSA = de Mann Rogosa and Sharpe
Fermentasi terkendali yaitu fermentasi dengan menambahkan inokulum bakteri L.casei. Fermentasi terkendali yang dilakukan ada dua yaitu dengan penambahan inokulum bakteri L.casei sebesar 106 CFU/Unit, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Selanjutnya fermentasi terkendali dengan penambahan inokulum bakteri L.casei sebesar 104 CFU/Unit, ditampilkan dalam Tabel 3. Fermentasi dilakukan pada media MRSA (de Mann Rogosa and Sharpe) dan PCA (Plate Count Agar). MRSA sebagai indikator untuk menghitung jumlah koloni bakteri asam laktat, sedangkan PCA sebagai indikator untuk menghitung jumlah koloni total bakteri mesofilik. Hasil fermentasi terkendali 10 6 lebih banyak jumlah koloninya dibandingkan pada hasil fermentasi terkendali 10 4. Hasil tersebut dapat terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Jumlah Koloni Fermentasi Terkendali 106 Perlakuan (jam) 0 6 12 24
Media PCA MRSA PCA MRSA PCA MRSA PCA MRSA
Jumlah Koloni (108) 2.43 0.23 2.61 0.25 2.69 0.26 2.78 0.26
pH 5.55 5.46 5.36 5.27
Keterangan : PCA = Plate Count Agar MRSA = de Mann Rogosa and Sharpe
Jumlah koloni yang dihitung baik pada tabel 1, 2 dan 3 merupakan hasil dari perhitungan pada fermentasi dengan perlakuan berbeda. Semakin banyak jumlah koloni yang tumbuh maka semakin asam pH nya. Aktifitas bakteri dalam memecah substrat saat fermentasi mampu mengeluarkan senyawa asam. Fermentasi yang dilakukan ada tiga perlakuan yaitu fermentasi kontrol yaitu secara spontan (tanpa penambahan inokulum), fermentasi terkendali 106 dan 104 dengan penambahan
11
inokulum bakteri. Bakteri ditumbuhkan pada media PCA yang digunakan untuk menghitung total bakteri mesofilik dan media MRSA yaitu media spesifik yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri asam laktat. Tabel 3 Jumlah Koloni Terkendali 104 Perlakuan (jam) 0 6 12 24
Media PCA MRSA PCA MRSA PCA MRSA PCA MRSA
Jumlah Koloni (108) 2.31 0.22 2.51 0.23 2.53 0.25 2.67 0.25
pH 5.63 5.49 5.39 5.29
Keterangan : PCA = Plate Count Agar MRSA = de Mann Rogosa and Sharpe
Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang Tahap selanjutnya yaitu identifikasi fisik kacang koro pedang melalui tepung dari hasil fermentasi. Proses identifikasi ini menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). SEM dapat melihat sel di permukaan. Terlihat pada gambar 1, 2 dan 3 bahwa tepung telah terfermentasi. Visualisasi yang tampak dari SEM adalah koloni-koloni yang berbentuk batang, bulat dan menyerupai tabung. Koloni tersebut merupakan koloni L.casei.
A B
Gambar 1 Bentuk fisik tepung kacang koro pedang hasil fermentasi terkendali 106(A) Bakteri asam laktat, (B) Partikel tepung kacang koro pedang
12
A
B
Gambar 2 Bentuk fisik tepung kacang koro pedang hasil fermentasi terkendali 104(A) Bakteri asam laktat, (B) Partikel tepung kacang koro pedang
B A
Gambar 3 Bentuk fisik tepung kacang koro pedang hasil fermentasi kontrol (A) Bakteri asam laktat, (B) Partikel tepung kacang koro pedang Pati Resisten Analisis pati resisten dilakukan menggunakan metode Goni. Tahap awalnya yaitu isolasi pati resisten menggunakan berbagai perlakuan melalui suhu dan enzim agar pati resisten yang dihasilkan banyak dan cukup untuk dianalisis. Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva standar glukosa dan perhitungan absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi pati resisten dari kurva standar glukosa yang terbentuk. Kadar pati resisten tertinggi
13
didapat pada fermentasi perlakuan 106, selama waktu fermentasi 0 jam sebesar 0.1027 ppm. Hasil kadar pati resisten terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kadar pati resisten Perlakuan Waktu fermentasi (jam) Fermentasi 0 Spontan 6 12 24 Fermentasi 106 0 6 12 24 Fermentasi 104 0 6 12 24
[glukosa] ppm
[Pati resisten] ppm
0.0911 0.0932 0.0955 0.0981 0.2196 0.2283 0.2877 0.3107 0.1008 0.1266 0.1984 0.2132
0.08199 0.08388 0.08595 0.08829 0.19764 0.20547 0.25893 0.27963 0.09072 0.11394 0.17856 0.19188
Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang Tahap terakhir dilakukan analisis mikrobiologi yaitu membuktikan pertumbuhan bakteri asam laktat terhadap media MRSB yang salah satu penyusunnya diganti dengan sumber prebiotik yaitu pati resisten. Bakteri asam laktat yang digunakan pada analisis mikrobiologi yaitu Lactobacillus casei dan Bifidobacterium. Adapun jumlah koloni yang tumbuh terlihat pada Gambar 4.
Jumlah Koloni (107) CFU/Unit
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 A
B
C
D
E
Perlakuan
Gambar 4 Analisis prebiotik tepung hasil fermentasi kacang koro pedang oleh ( ) L.casei dan ( ) Bifidobacterium (A) MRSB + RS Terkendali, (B) MRSB + RS Kontrol, (C) MRSB, (D) Akuades + RS Terkendali, (E) Akuades + RSKontrol
14
PEMBAHASAN Fermentasi Kacang Koro Pedang Fermentasi kacang koro pedang menggunakan bakteri asam laktat dan dianalisis secara kuantitatif dengan cara menumbuhkan bakteri pada media spesifik, yaitu PCA (Plate Count Agar) dan MRSA (de Mann Rogosa and Sharpe Agar). Fermentasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuh bakteri asam laktat dan total bakteri mesofilik secara kuantitatif. Fermentasi adalah proses baik secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan aktivitas mikroba terkontrol (Campbell 2003). Fermentasi merupakan proses yang telah lama dikenal manusia. Fermentasi adalah proses mengubah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia (Tamime dan Robinson 2000). Bakteri yang digunakan pada penelitian ada 2 yaitu Lactobacillus casei dan Bifidobacterium. Namun yang digunakan untuk fermentasi hanya Lactobacillus casei, sedangkan Bifidobacterium hanya digunakan untuk membandingkan aktivitas prebiotik dengan Lacobacillus casei. Fermentasi ini menggunakan dua medium dikarenakan untuk melihat perbedaan anatara jumlah koloni bakteri asam laktat yang tumbuh dengan jumlah total bakteri mesofilik yang tumbuh. Pertumbuhan bakteri asam laktat dapat terlihat dari jumlah koloni BAL yang tumbuh pada media MRSA. Media MRSA merupakan media yang bersifat spesifik bagi BAL. Total bakteri mesofilik dapat dilihat dari pertumbuhan koloni pada media PCA (Plate Count Agar). Sampel yang digunakan pada penelitian yaitu kacang koro pedang yang berasal dari daerah Salatiga, Jawa Tengah. Media yang digunakan pada penelitian ada tiga yaitu, media PCA (Plate Count Agar), MRSA (de Mann Rogosa and Sharpe Agar) dan MRSB (de Mann Rogosa and Sharpe Broth). Media PCA merupakan media pertumbuhan untuk menganalisis total bakteri mesofilik. Media MRSA merupakan media pertumbuhan yang bersifat spesifik, yang digunakan untuk menganalisis aktivitas pertumbuhan bakteri asam laktat. Media MRSA menyediakan glukosa yang mampu difermentasikan oleh bakteri Lactobacillus menjadi asam laktat dan produk lainnya. Glukosa pada media MRSA digunakan sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Lactobacillus) yang terlihat dengan meningkatnya populasi koloni bakteri asam laktat yang tumbuh. Media MRSB adalah media cair selektif yang berguna untuk mengaktivasi dan meremajakan kultur bakteri asam laktat (de Man, Rogosa & Sharpe 1960). Pada tahap awal, media dibuat dengan pH 5.4 pada suhu ruang, selanjutya dilakukan proses autoklaf. Bakteri asam laktat mampu hidup pada pH 4.5-6.6 dan suhu 50C-400C, sehingga bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media MRSA. Kacang koro pedang difermentasi menggunakan tiga perlakuan yaitu pada perlakuan fermentasi alami (tanpa L.casei), fermentasi L.Casei 106 dan fermentasi L.casei 104. Masing-masing fermentasi dilakukan pada suhu 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam, dilakukan 3 kali ulangan secara duplo (Hye Young Kim 2002). Proses fermentasi kacang koro pedang diawali dengan perendaman kacang koro pedang, kemudian ditambahkan inokulum bakteri L.casei kedalamnya dan ditumbuhkan pada media MRSA dan PCA. Fermentasi yang dilakukan menggunakan bakteri L.casei, sehingga proses fermentasi yang terjadi secara
15
heterofermentatif. Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksosa melalui jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat (Muchtadi 2010). Heterofermentatif merupakan fermentasi yang menghasilkan produk tidak hanya asam laktat, namun menghasilkan senyawa organik lainnya seperti asam asetat, etanol dan CO2. Bakteri L.casei memfermentasi substrat kacang koro pedang, yaitu dengan memecah karbohidrat pada kacang koro pedang menjadi asam piruvat, kemudian asam piruvat diubah menjadi asam laktat. Proses fermentasi glukosa seperti yang terlihat pada Gambar 5 (Waites 2001). Glukosa
Bakteri asam laktat
ragi piruvat etanol
laktat
asetaldehid
Propionil bakteri Asetil ko-A
oksaloasetat
Enterobakteri asam format
suksinat etanol
H2 + CO2
clostridium
asetat
butilat propionat
asetat butanol butanadiol isopropanol
Gambar 5 Fermentasi Glukosa (Waites 2001)
Fermentasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan 3 perlakuan. Pertama perlakuan fermentasi spontan, yaitu fermentasi tanpa ditambahkan inokulum bakteri, kemudian perlakuan fermentasi dengan konsentrasi BAL 106 dan perlakuan fermentasi dengan konsentrasi BAL 104. Fermentasi spontan dilakukan pada dua media yang berbeda yaitu media PCA dan media MRSA. Fermentasi spontan hanya menghasilkan bakteri hasil fermentasi alami tanpa adanya campur tangan manusia. Jumlah koloni bakteri asam laktat yang mampu tumbu setelah difermentasi spontan lebih sedikit daripada bakteri yang dihasilkan pada fermentasi terkendali. Fermentsi terkendali mampu menumbuhkan koloni bakteri yang lebih banyak baik pada media PCA ataupun MRSA (Dwidjoseputro 2005). Fermentasi
16
spontan menghasilkan lebih sedikit bakteri dikarenakan faktor tumbuh bakteri hanya berasal dari faktor internal, tidak ada faktor eksternal atau faktor campur tangan manusia, sedangkan fermentasi terkendali 106 dan 104 dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yaitu berupa penambahan inokulum bakteri L.casei. Jumlah koloni bakteri asam laktat dan total bakteri mesofilik yang tumbuh paling banyak pada perlakuan fermentasi dengan penambahan inokulum bakteri 10 6 yaitu sekitar 2.57 108 (El Enhasy et al 2008). Bakteri yang tumbuh pada media PCA lebih banyak dibandingkan pada MRSA baik pada fermentasi spontan maupun pada fermentasi terkendali. Bakteri pada PCA lebih banyak dibandingkan pada MRSA, dikarenakan kandungan nutrisi pada media PCA mampu dimanfaatkan oleh semua jenis bakteri, sehingga media ini cocok untuk mengetahui total bakteri mesofilik seperti bakteri gram positif (bakteri asam laktat) maupun bakteri gram negatif (seperti bakteri patogen). Dengan demikian bakteri yang mampu tumbuh pada media PCA lebih banyak. Media MRSA menumbuhkan bakteri yang lebih sedikit karena media MRSA bersifat lebih spesifik. Media ini hanya mampu menumbuhkan bakteri asam laktat, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri lainnya (Iqbal 2007). Waktu fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas bakteri, karena semakin lama fermentasi, maka bakteri semakin aktif artinya berkembang biak, semakin banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk memecah substrat semakin besar. Dengan demikian jumlah koloni bakteri yang tumbuh semakin banyak jika waktu fermentasinya lama (Waluyo 2004). Fermentasi dilakukan pada waktu fermentasi 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pada waktu fermentasi 0 jam rata-rata koloni bakteri yang tumbuh lebih sedikit dibandingkan pada waktu fermentasi 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Hal tersebut dikarenakan bakteri semakin berkembangbiak dan menjadi aktif, sehingga mampu memecah substrat lebih banyak. Oleh karena itu jumlah bakteri yang tumbuh semakin banyak. Pertumbuhan bakteri yang terjadi semakin cepat pada waktu fermentasi yang lama, dengan demikian menunjukkan aktivitas bakteri semakin tinggi pada waktu fermentasi yang lebih lama. Pada waktu fermentasi 24 jam dihasilkan bakteri yang lebih banyak yaitu sekitar 2.63 108 CFU/mL (Rizzani 2008). Pada waktu fermentasi 0 jam, pH yang dihasilkan lebih basa, yaitu rata-rata sekitar 5.92. Pada waktu fermentasi 6 jam dan 24 jam terjadi penurunan pH, ratarata pH berkisar pada 5.5. pH terasam terjadi pada waktu fermentasi 24 jam yaitu sekitar 5.0-5.2. Terjadinya penurunan pH sehingga pada waktu fermentasi 24 jam mencapai pH terasam dikarenakan adanya akumulasi asam laktat. Semakin rendahnya pH maka mempunyai fungsi sebagai antibakteri yang lebih tinggi. Zat antibakteri diperoleh setelah terjadinya proses fermentasi. Zat antibakteri berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Salah satunya ialah E. coli merupakan bakteri patogen yang tidak dapat tumbuh pada pH 5, dikarenakan pH optimum E.coli sekitar 6-7 (Surono 2004). Fermentasi terkendali dan kontrol berbeda dikarenakan jumlah koloni bakteri yang tumbuh dari fermentasi terkendali lebih banyak dibandingkan pada fermentasi kontrol. Hal tersebut dikarenakan adanya penambahan inokulum bakteri pada fermentasi terkendali [106] dan [104], sehingga jumlah bakteri yang tumbuh lebih banyak. Fermentasi kontrol dilakukan secara spontan, tanpa adanya penambahan inokulum bakteri. Bakteri yang tumbuh pada fermentasi kontrol merupakan bakteri
17
alami hasil dari proses fermentasi, sehingga hasilnya lebih sedikit karena tidak ada penambahan inokulum bakteri (Surono 2004). Selain menganalisis hasil fermentasi dengan melihat pengaruh faktor-faktor fermentasi, penelitian ini juga dilakukan analisis data menggunakan SPSS versi 20.0 dengan uji statistik Analysis of Variance (Sugiyono 2003). Interaksi antara lama fermentasi dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf nyata 5 % terhadap aktivitas bakteri. Artinya lama fermentasi dan jumlah koloni bakteri secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas bakteri. Interaksi antara perlakuan fermentasi dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf nyata 5 % terhadap aktivitas bakteri. Artinya perlakuan fermentasi dan jumlah koloni bakteri saling mempengaruhi aktivitas bakteri. Perbandingan antara pH dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh juga berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf nyata 5 % terhadap aktivitas bakteri. Artinya pH fermentasi dan jumlah koloni bakteri mempengaruhi aktivitas bakteri (Sugiyono 2003). Identifikasi Sifat Fisik Tepung dari Fermentasi Kacang Koro Pedang Identifikasi sifat fisik penting dilakukan untuk mengetahui ikatan antara bakteri dengan substrat fermentasinya. Selain itu, digunakan untuk melihat struktur permukaan bakteri. Identifikasi fisik menggunakan mikroskop SEM (Scanning Electron Mikcroscope) dikarenakan resolusinya lebih tinggi dibanding cahaya, selain itu SEM dapat menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan, sehingga tidak menggangu visualisasi gambar. Mikroskop SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron. Menurut Darwis (2008) mikroskop adalah alat yang dipergunakan untuk melihat secara detail objek yang terlalu kecil. Pengertian mikroskop elektron ialah mikroskop yang mampu melakukan perbesaran objek sampai 2 juta kali. SEM merupakan salah satu contoh mikroskop elektron yang memiliki cara kerja dengan memancarkan berkas elektron dan difokuskan tajam atau digerakkan sepanjang cuplikan (Ardisasmita 2000). Sampel yang digunakan untuk analisis dengan SEM yaitu tepung kacang koro pedang hasil fermentasi. Sampel yang digunakan dalam SEM harus bersifat elektrik konduktif. Tepung kacang bersifat non-konduktif, sehingga tepung kacang koro pedang dilapisi dengan lapisan ultra tipis dari bahan elektrik, dalam penelitian ini tepung kacang koro pedang dilapisi emas yang diletakkan di atas sampel dengan vakum yang rendah. Proses peletakan sampel agar vakum disebut proses coating dengan tujuan mencegah akumulasi statis muatan listrik pada spesimen sampel selama radiasi elektron. Bahan konduktif yang digunakan untuk melapisi sampel biasanya emas, paladium paduan, platinum, osmium, iridium, tungsten, kromium dan grafit (Ardisasmita 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, telah teridentifikasi bahwa bakteri asam laktat mengelilingi tepung kacang koro pedang. Bakteri asam laktat L.casei hidup berkoloni mengelilingi tepung kacang koro pedang. Berdasarkan hasil interpretasi mikroskop SEM terlihat bakteri asam laktat mengelilingi tepung kacang koro pedang, berarti telah terjadi proses fermentasi. Letak keduanya beriringan dan saling membuat interaksi (Rizzani 2008). Menandakan adanya ikatan antara substrat dengan bakteri asam laktat, tepung kacang koro pedang dengan perlakuan [106] terlihat jumlah bakteri yang mengelilingi tepung kacang koro pedang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan [104] dan spontan. Hasil ini sesuai literatur
18
bahwa fermentasi terkendali [106] lebih banyak meibatkan bakteri karena berasal dari bakteri alami selama proses fermentasi dan berdasarkan perlakuan penambahan koloni bakteri sebanyak 106 (gambar 1, 2 dan 3). Kadar Pati Resisten Keberadaan pati resisten pada suatu bahan dapat diketahui dengan cara isolasi pati resisten kemudian dianalisis. Pati resisten merupakan bagian dari modifikasi pati. Pati merupakan bagian dari karbohidrat. Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi oleh manusia. Sumbersumber pati di dunia berasal dari tanaman sereal, legume, umbi-umbian, serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu. 60-70% dari berat biji-bijian sereal mengandung pati dan menyediakan 70-80% kebutuhan kalori bagi penduduk dunia. Pati murni atau pati yang dimodifikasi banyak digunakan dalam industri pangan atau non pangan. Dalam penggunaan sebagai pangan pun dapat diklasifikasin sebagai penggunaan primer atau sekunder (Winarno 2008). Sifat pati tergantung dari panjang rantai C-nya, serta rantai molekul (bercabang atau lurus). Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa merupakan fraksi terlarut dan mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1.4)-D-glukosa. Amilopektin adalah fraksi tidak larut dan mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1.6)-D-glukosa (Winarmo 2008). Pati merupakan suatu bentuk utama karbohidrat yang dikonsumsi. Pati adalah polisakarida yang terbentuk dari sejumlah molekul glukosa yang berikatan bersama dan membentuk karbohidrat kompleks. Umumnya, pati dapat diurai oleh enzim pencernaan dalam usus halus menjadi molekul glukosa. Glukosa kemudian diserap ke dalam darah dan digunakan untuk menghasilkan energi untuk tubuh. Pati dihidrolisa di dalam saluran pencernaan oleh amilase yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan (Langkilde 2002). Cairan air liur dan pankreas mengandung αamilase yang mampu menghidrolisa ikatan α-(1.4) amilopektin menghasilkan Dglukosa, sejumlah kecil maltosa dan suatu inti yang tahan hidrolisa (limit dekstrin). Limit dekstrin tidak dihidrolisa lebih jauh oleh α-amilase (tidak dapat memecahkan ikatan α-1.6). Enzim yang berperan dalam pemecahan ikatan ini adalah α-(1.6)glukosidase. Aktivitas gabungan α-amilase dan α-(1.6)- glukosidase dapat menguraikan amilopektin secara sempurna menjadi glukosa dan sejumlah kecil maltosa (Behall 2006). Berdasarkan kemudahannya untuk dicerna dalam saluran pencernaan, pati dapat diklasifikasikan menjadi pati yang dapat dicerna secara cepat (rapidly digestible starch atau RDS), pati yang dicerna secara lambat (slowly digestible starch atau SDS), dan pati resisten (resistant starch atau RS) (Rosida 2001). Pati resisten dianggap sebagai jumlah keseluruhan pati dan produk degradasi pati yang tidak dapat diserap dalam saluran pencernaan (usus halus) dan langsung menuju usus besar (kolon). Oleh karena itu, pati resisten digolongkan sebagai sumber serat pangan. Pati resisten merupakan bagian pati yang tidak dapat dicerna dalam usus halus, namun dapat difermentasi dalam usus besar. RS sering dikaitkan dengan kesehatan terkait dengan perannya dalam mencegah resiko kanker kolon, efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan) dan berperan sebagai prebiotik (Haralampu 2000). Pada penelitian ini pati resisten dibentuk dengan cara retrogradasi. Selanjutnya pati resisten tersebut diharapkan dapat berperan sebagai prebiotik dan
19
dibuktikan dalam analisis berikutnya. Pati resisten yang terbentuk dari retrogradasi termasuk kedalam golongan pati resisten tipe 3. Proses retrogradasi diawali berdasarkan proses pengolahannya yang dipengaruhi oleh suhu, waktu dan enzim. Pati resisten diretrogradasi melalui pemberian larutan kimia, pemberian enzim, pengaturan suhu yaitu dari suhu tinggi hingga rendah dalam waktu inkubasi tertentu. Selanjutnya pati yang telah diretrogradasi diisolasi menggunakan prinsip sentrifugasi, kemudian setelah didapatkan sejumlah pati resisten diukur dengan spektrofotometer, yaitu dengan diukur supernatannya. Pengukuran kadar pati resisten diawali dengan pembentukan kurva standar glukosa, lalu diikuti pembacaan absorbansi masing-masing sampel. Selanjutnya kadar pati resistennya dapat dihitung dengan metode regresi linier dan didapat nilai r (Goni 1996). Berdasarkan hasil yang didapat, kadar pati resisten tertinggi pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi L.casei 106 pada waktu 0 jam yaitu 0.1027 ppm atau sekitar 10.27 %. Hal ini dikarenakan kemampuan tiap bahan dalam menghidrolisis pati berbeda-beda. Pada waktu fermentasi 0 jam menghasilkan kadar pati resisten yang lebih tinggi dikarenakan pada waktu 0 jam, bakteri L.casei yang dihasilkan lebih sedikit sehingga pati resisten yang dikonsumsi bakteri sebagai sumber nutrisi pun hanya sedikit. Oleh karena itu jumlah pati resisten yang terhitung lebih tinggi diakibatkan bakteri yang mampu memakan nutrisi atau pati resisten ini hanya sedikit. Selain itu pada perlakuan fermentasi spontan jumlah bakteri yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan fermentasi terkendali 10 6 dan 104. Jumlah bakteri yang sedikit menyebabkan kemampuan bakteri untuk memfermentasikan substrat yang mengandung pati rati resisten lebih rendah, sehingga jumlah pati resisten yang dapat terhitung lebih tinggi. Dengan kata lain jumlah koloni bakteri berbanding terbalik dengan kadar pati resisten. Semakin banyak jumlah koloni bakteri, maka kemampuan bakteri memfermentasi substrat lebih tinggi, sehingga menyebabkan pati resisten yang dapat dihitung lebih rendah kadarnya, karena pati resistennya lebih banyak yang dikonsumsi bakteri. Pati resisten yang dihasilkan merupakan pati resisten tipe III yaitu pati resisten yang berasal dari hasil retrogradasi. Retrogradasi amilosa adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi (Winarno 2008). Amilosa yang terdispersi dalam air yang diberikan pada proses isolasi pati akan kembali membentuk struktur kompak yang dihasilkan dengan ikatan hidrogen yang mampu menggabungkan butir pati yang membengkak menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal selama proses pendinginan. Amilosa pati tersebut akan membentuk pati resisten tipe III yang stabil terhadap panas dan tahan terhadap enzim pencernaan usus halus (Sajilata et al 2006). Hasil pati resisten sebesar 10.27 % sesuai dengan literatur bahwa bahan makanan yang mempunyai kadar pati resisten yang tinggi bila memiliki kadar pati resisten antara 5-20 %. Pati resisten yang didapat dalam penelitian ini berasal dari kacang-kacangan atau legume. Berdasarkan penelitian Harnani (2009) kadar pati resisten kacang-kacangan yang beliau dapat sebesar 10.32 %. Berarti nilai kadar pati resisten yang didapat dalam penelitian ini sudah sesuai dengan literatur (BeMiller 2009). Pati resisten dalam usus halus menurunkan respon glikemik dan insulemik pada manusia penderita diabetes, penderita hiperinsulemik, dan penderita disiplidemia (Okoniewska dan Witwer 2007). Pati resisten dapat mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan dan berkontribusi sebagai serat pangan. Pati resisten ini kemudian di fermentasi oleh bakteri yang terdapat dalam usus besar
20
yang kemudian menjadi karbondioksida, metana dan hidrogen. Proses fermentasi ini juga dapat meningkatkan massa kotoran yang berfungsi sebagai agen genostoksik dalam usus besar sehingga dapat mereduksi kerusakan DNA dalam sel usus besar. Jenis bakteri yang distimulasi perkenbangannya yaitu bakteri menguntungkan seperti seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus. Selain menghasilkan gas, fermentasi pada usus besar juga menghasilkan asam lemak rantai pendek (butirat) dan menurunkan amoniak yang bersifat toksik. Asam lemak yang dihasilkan dapat menurunkan pH usus besar, dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen akibat mengkonsumsi protein yang teralu tinggi. Proses fermentasi tersebut juga dapat menurunkan jumlah asam empedu sekunder, dan dapat meningkatkan penyerapan mikronutrien (magnesium dan kalsium) dalam usus besar. Suplemen serat pangan pati resisten berpotensi memperbaiki sensitivitas hormon insulin (Robertson et al 2005). Menurut Okoniewska dan Witwer (2007) pati resisten dapat meningkatkan rasa kenyang karena mampu meningkatkan ekspresi genetik penstimulasi rasa kenyang yang dihubungkan pada hormon GLP-1 dan PYY dalam usus besar. Pati resisten tidak memberikan pengaruh terhadap konsentrasi insulin postprandial, glukosa, triasilgliserol, dan asam lemak bebas dalam darah, dan tidak mengubah serum lipid, urea, H2, dan CH4 dalam serum (Campbell 2003). Pati resisten secara signifikan mencegah berat badan dalam jangka waktu yang lama. Konsumsi pati resisten tipe III mencegah pertumbuhan sel tumor, menurunkan sejumlah proliferasi sel, meningkatkan apoptosis, menginduksi protein kinase C-δ (PKC-δ), menginduksi ekspresi protein heat shock (HSP 25), tetapi menghambat glutation peroksidase gastrointestinal (GI-GPx), dan mencegah karsinogenesis kolon (Marinovic et al 2006). Reduksi respon glikemik ditingkatkan oleh kombinasi pati resisten dan serat pangan yang larut. Konsumsi makanan yang mengandung serat pangan ini memperbaiki metabolisme glukosa. Korelasi respon akut apoptosis terhadap karsinogen genotoksik tidak bergantung pada kelompok serat pangan tetapi dipengaruhi oleh pati resisten. Perubahan jumlah asupan pati resisten mampu mengubah aktivitas fermentasi dalam kolon (Le leu et al 2003). Pati resisten memberikan efek yang signifikan terhadap kesehatan kolon pada manusia dan memudahkan defekasi. Pati resisten mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan memperpendek durasi diare pada anak remaja dan orang dewasa yang menderita kolera. Menurut pati resisten mampu mempercepat pemulihan diare, mereduksi pertumbuhan Vibrio cholerae penyebab kolera (Shelton 2000). Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang BAL yang digunakan dalam pengujian ini, yaitu Lactobacillus casei dan Bifidobacterium. Selanjutnya BAL ditumbuhkan di dalam media MRSA. Banyaknya jumlah koloni yang tumbuh dapat membuktikan bahwa pati resisten yang berasal dari fermentasi kacang koro pedang mampu menjadi sumber prebiotik bagi bakteri asam laktat, sehingga dapat bermanfaat dalam sistem pencernaan. Analisis prebiotik penting dilakukan karena analisis ini dapat membuktikan bahwa bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media yang mengandung pati resisten. Hasilnya terbukti pada gambar 4 bahwa bakteri asam laktat mampu mendegradasi pati resisten untuk sumber nutrisinya, sehingga pati resisten dari tepung hasil fermentasi kacang koro pedang ini dapat dijadikan sebagai prebiotik (Hassan 2012).
21
Prebiotik didefenisikan sebagai ingridien makanan yang tidak dapat diserap dalam usus halus dan bermanfaat bagi inang melalui stimulasi secara selektif pertumbuhan dan aktivitas sejumlah bakteri dalam kolon yang dapat memperbaiki kesehatan inang. Prebiotik adalah komponen ingridien makanan yang tidak dapat diserap dalam usus halus, tetapi dapat difermentasi oleh mikroflora dalam usus besar menjadi asam lemak berantai pendek (SCFA) yang bersifat volatil (Ouwehand 2003) . Menurut ISAPP - International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics, suatu ”prebiotik” dinyatakan bukan prebiotik jika dapat didegradasi oleh asam lambung hewan atau manusia, tidak bersifat selektif (hanya menumbuhkan sejumlah bakteri yang menguntungkan bagi kesehatan bukan sejumlah besar bakteri yang merugikan bagi kesehatan), hanya diuji dalam laboratorium dan hewan belum pada manusia, mungkin mengandung senyawa yang mempengaruhi sifat prebiotiknya, dan belum diatur penggunaannya dalam jumlah yang rendah untuk memberikan manfaat bagi kesehatan. Beberapa komponen serat yang memiliki potensi sebagai prebiotik, tetapi sumber prebiotik yang paling banyak dikembangkan berasal dari oligosakarida yang tidak dapat dihidrolisis dalam saluran pencernaan seperti fruktooligosakarida (FOS), ransgalaktooligosakarida (TOS), isomaltooligosakarida (IMO), xylooligosakarida (XOS), soyoligosakarida (SOS), glukooligosakarida (GOS), dan laktosukrosa (Okoniewska 2007). Serat pangan dan prebiotik merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, dan keduanya dapat difermentasi oleh mikroflora usus. Walaupun demikian, prebiotik berbeda dengan serat pangan. Prebiotik bersifat selektif, hanya membantu pertumbuhan bakteri yang bersifat menguntungkan bagi kesehatan. Prebiotik lebih dihubungkan dengan konsep probiotik dibandingkan serat pangan. Saluran gastrointestinal manusia terdiri dari komunitas mikroorganisme. Konsentrasi bakteri dan aktivitas metabolik tertinggi ditemukan dalam usus besar. Kelompok bakteri predominan dalam usus besar manusia dewasa adalah bakteri fakultatif dan obligat anaerob terutama genera Bacteroides, Eubacterium, Clostridium, Ruminococcus, Bifidobacterium dan Fusobacterium. Efek prebiotik melalui fermentasi dalam usus besar dapat menghasilkan asam lemak berantai pendek dan laktat, gas terutama CO2 dan H2, meningkatkan biomassa, meningkatkan energi fekal dan nitrogen, meningkatkan sifat laksatif (Cash 2005). Bagi mikroflora, secara selektif meningkatkan Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam planktonik dan komunitas biomassa, reduksi Clostridia, meningkatkan ketahanan kolonisasi terhadap patogen, memiliki manfaat yang berpotensial mencegah invasi patogen (Vanhoutte et al 2006). Hasil uji prebiotik menggunakan 5 jenis perlakuan dan dua bakteri asam laktat, L.casei sebagai bakteri uji dan Bifidobacterium sebagai bakteri pembanding. Uji prebiotik menghasilkan koloni bakteri yang tumbuh pada perlakuan MRSB (tanpa glukosa)+RS fermentasi terkendali lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya baik menggunakan bakteri L.casei dan Bifidobacterium, yaitu masingmasing sebesar 2.73 107 dan 2.57 107 CFU/unit. Pada perlakuan akuades+RS fermentasi kontrol baik menggunakan bakteri L.casei dan Bifidobacterium menghasilkan jumlah koloni paling sedikit yaitu masing-masing sebesar 2.00 107 dan 1.93 107 CFU/unit (Gambar 4). Interaksi antara jenis bakteri dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada taraf nyata 5 % terhadap aktivitas bakteri. Artinya
22
jenis bakteri dan jumlah koloni bakteri tidak mempengaruhi aktivitas bakteri, dikarenakan baik pada bakteri L.casei ataupun Bifidobacterium sama-sama menghasilkan jumlah koloni yang sama banyaknya pada masing-masing perlakuan. Interaksi antara perlakuan dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf nyata 5 % terhadap aktivitas bakteri. Artinya perlakuan dan jumlah koloni bakteri saling mempengaruhi aktivitas pada masing-masing bakteri. Perlakuan MRSB+RS fermentasi terkendali lebih banyak jumlah koloni yang tumbuh karena pati resisten pada fermentasi terkendali lebih banyak dihasilkan, sehingga kemampuan bakteri untuk menyerap nutrisi lebih cepat. Selain itu pada fermentasi terkendali bakteri yang dihasilkan lebih banyak karena semakin besar konsentrasi BAL yang digunakan dalam fermentasi menyebabkan semakin cepat bakteri asam laktat berkembang biak dan semakin tinggi kadar pati resisten yang dihasilkan. Kondisi ini memudahkan adanya interaksi antara BAL dengan media yang dimodifikasi dengan MRSB+RS, sehingga menghasilkan kerjasama sinbiotik antara bakteri probiotik asam laktat dengan sumber nutrisi prebiotik. Sinbiotik adalah kombinasi probiotik dan prebiotik yang saling berinteraksi menguntungkan satu sama lain. Keuntungan dari interaksi keduanya dalam tubuh manusia yaitu meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah bersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna (Marinovic 2008). Vanhoutte et al (2006) melaporkan bakteri kolon berperan untuk memfermentasi berbagai substrat yang lolos atau komponen serat pangan yang tidak terserap pada bagian atas saluran pencernaan. Produk fermentasi antara lain asam lemak berantai pendek (SCFA) yang menyediakan tambahan energi bagi inang, senyawa proteolitik termasuk substansi toksik seperti senyawa fenol, amin, dan amoniak. Sumber energi dari fermentasi di kolon adalah karbohidrat termasuk polisakarida (pektin, hemiselulosa, selulosa, gum dan pati resisten), oligosakarida, alkohol yang tidak dapat diserap dan gula (Vanhoutte et al 2006).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pati resisten yang didapatkan dari proses fermentasi, penambahan enzim dan pengaturan suhu telah berhasil dijadikan sebagai sumber prebiotik. Fermentasi terkendali 106 pada waktu 24 jam lebih optimal yaitu dengan menghasilkan jumlah koloni 2.78×108 CFU/Unit pada media PCA dan 2.63×107 CFU/Unit pada media MRSA. Bakteri L.casei dan Bifidobacterium yang dapat tumbuh pada media yang mengandung pati resisten, masing-masing sebesar 2.73×107 CFU/Unit dan 2.57×107 CFU/Unit. Saran Diperlukan analisis lanjutan, seperti analisis probiotik yang diuji pada pH yang sesuai di organ pencernaan baik secara in vitro maupun in vivo.
23
DAFTAR PUSTAKA Antara NS, IN Sujaya, A Yokota, K Asano, WR Aryanta, F Tomita. 2002. Identification and succession of lactic acid bacteria during fermentation of ‘urutan’, a Balinese indigenous fermented sausage. World J Microbiol & Biotechnol 18: 255–262, 2002. Ardiasasmita. 2000. Pengolahan citra digital dan analisis kuantitatif dalam karakterisasi citra makroskopik, Jurnal Mikroskopi dan Mikro Analisis 2(1) : 25-26. Behall KM, Scholfield DJ, Hallfrisch JG, Liljeberg-Elmstahl HGM. 2006. Consumption of both resistant starch and B-glucan improves postprandial plasma glucose and insulin in women. Diabetes care 29: 976-981. BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc. Bird, A. R. 2000. Prebiotics: A Role for Dietary Fibre and Resitant Starch. Asia Pacific J. Clin Nutr: 8 (Suppl): S32-S36. Campbell, 2003. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Cash H.L., and Hooper L.V. 2005. Commensal Bacteria Shape Intestinal Immune System Development. ASM News, Volume 71, Number 2, 78-83. Darwis, Darmawan. 2008. Sintesis dan karakterisasi hidroksiapit sebagai garfit tulang sintetik, Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 4(2): 148. Ding Y, Wang J, Liu Y, Chen S. 2005. Isolation and identification of nitrogenfixing bacilli from plant rhizospheres in Beijing region. J Appl Microbiol;99:1271–81. Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta Ekanayake.S. et al. 2006. Canavanine content in sword beans (Canavalia gladiata): Analysis and effect of processing Department of Biochemistry, Faculty of Medical Sciences, University of Sri Jayewardenepura, Nugegoda, Sri Lanka. El Enshasy H.A., El Baz, A,F. and Ammar, E.M. 2008. Simultaneous production and decomposition of different rifamycins during Amycolatopsis mediterranei growth in shake flask and in stirred tank bioreactor. Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in Applied Microbiology. A. Mendez-Vilas (Ed). Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Goni, I; L.G Diz; E. Manas and F.S Calixto. 1996. Analysis of Resistant Starch: a Method for Foods and Food products. J. Food Chem. 56 (4) : 445-449. Haralampu, S.G. 2000. Resistant starch–a review of the physical properties and biological impact of RS3. Carbohydrate Polymer 41: 285-292.
24
Hassan, A., A. Mona, M. A. Ally, Soher, T. EL-Hadidie. 2012. Production Of Cereal-Based Probiotic Beverages. WorldApplied Sciences Journal 19 (10): 1367-1380, 2012. ISSN 1818-4952s. Hye Young Kim, J. H. Min., J. Hwa Lee, G. E. Ji. 2002. Growth of Lactic Acid Bacteria and Bifidobacteria in Natural Media Using Vegetables, Seaweed, Grains, and Potatoes. Food Science Biothechnology. 9 (5) : 332-324 Iqbal
M. 2007. Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Penghasil Antimikroba.http://(http:/mochammadiqbal.wordpress.com. Diakses 21 November 2014.
Langkilde AM, Champ M, Andersson H. 2002. Effects of high-resistant-starch banana flour (RS2) on in vitro fermentation and the small-bowel excretion of energy, nutrients, and sterols: an ileostomy study. The American Journal of Clinical Nutrition 75: 104-11 Le Leu RK, Brown IL, Hu Y, Young GP. 2003. Effect of resistant starch on genotoxininduced apoptosin, colonic epithelium, and luminal contents in rats. Carcinogenesis 24: 1347-135. Margawani, K. R., 1995. Lactobacillus casei Galur Shirota (Bakteri Yakult), Peranannya dalam Kesehatan Mannusia. Bul. Teknologi dan Industri Pangan. 6 (2). Marinovic MB, Florian S, Muller-Schmehll K, Glatt H, Jacobasch G. 2006. Dietary resistant starch type 3 prevents tumor induction by 1,2- dimethylhydrazine and alters proliferations, apoptosis, and dedifferentiation in rat colon. Carcinogenesis 27: 1849-1859. Muchtadi, Tien R., dan Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Okoniewska M, Witwer RS. 2007. Natural resistant starch : an overview of health properties a useful replacement for flour, resistant starch may also boost insulin sensitivity and satiety. Nutritional Outlook. Ouwehand A.C., Salminen S., Roberts P.J., Ovaska J., Salminen E. 2003. DiseaseDependent Adhesion of Lactic Acid Bacteria to the Human Intestinal Mucosa. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology, July 2003, p. 643-646. Purwoko, T. 2004. Kandungan Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil Fermentasi Rhizopus microsporus var oligosporus : Pengaruh Perendaman.Biosmart. Journal of Biological Science. 6 (2). Rizzani, A. I. M. 2008. Evaluasi Pertumbuhan Bakteri Probiotik Lactobacillus acidophillus dalam Medium Susu Skim yang Disubtitusi dengan Tepung Ubi Jalar Ungu Jepang (Ipomea batatas L. var. Ayamurasaki). Skripsi. Universitas Brawijaya Malang. Malang Robertson MD, Bickerton AS, Dennis AL, Vudal H, Frayn KN. 2005. Insulinsensitizing effects of dietary resistant starch and effects on skeletal muscle and adipose tissue metabolism. The American Journal of Clinical Nutrition 82: 559-67.
25
Rogosa, D. J. C., M. Sharpe, and Elisabeth. 1960 A Medium for the cultivation of Lactobacilli. J. Appl. Bact. 23. 130-135. Rosida, 2001. Tepung Pra-masak : Kandungan Pati Resisten, Sifat-sifat Digesta Tikus, dan Sifat organoleptik Crackers yang dihasilkan. Tesis. Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta. Sajilata, M., G. Retha, S. Singhai, dan P.R. Kulkarni. 2006. Resistant Starch, A Review. Comprehensive Review in Food Science and Food Safety. 5. Salminen S., Wright A.V., Ouwehand A. 2004. Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Third Edition, Revised and Expanded. New York: MARCEL DEKKER, INC. p. 1-2, 67-78, 102- 111, 129-140, 142-146, 161-162, 259-261, 295, 360-361, 365-366, 375-388, 453-456, 481-485, 519-525, 536-539, 552-563. Shelton, D.R. and W.J. Lee. 2000. Cereal Carbohydrates. Dalam K. Kulp and G. Ponte Jr. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology. Marcell Dekker Inc. New York. Sugiyono,2003, Statistika Untuk Penelitian, CV.Alfabeta, Bandung. Surono, I. S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (YAPMMI). TRICK. Jakarta. Waites, M.J., Morgan, N.L., Rockey, J.S., and Gary Higton (2001). Industrial Microbiology: An Introduction. USA: Blackwell science. Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi. Universitas Muhammadiah Malang : Malang. Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi (Edisi Terbaru). PT. Embrio Biotekindo, Bogor.
26
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Kacang Koro Pedang
Fermentasi
PCA
MRSA
Perlakuan (kontrol, 104 dan 106 )
Waktu Fermentasi (0, 6, 12 dan 24 jam)
Tepung Kacang Koro Pedang
Analisis Fisik
Analisis Kimia
Pati Resisten
Analisis Mikrobiologi
Analisis Statistik
SEM
28 Lampiran 2 Penentuan Standar Glukosa konsentrasi standar (ppm)
Absorban
0,1 0,2
0,2387 0,3188
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
0,5075 0,6211 0,7980 0,8312 0,9508
Kurva Standar Glukosa 1.2
y = 1.232x + 0.116 R² = 0.981
1
Absorbansi
0.8 0.6 0.4 0.2
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
[glukosa] (ppm) Contoh perhitungan: Misal data ulangan fermentasi spontan 0 jam
Konsentrasi glukosa sampel Didapat persamaan garis (dari grafik standar glukosa) y = 1,232x+0,116 (x = konsentrasi dan y = absorban) untuk absorban sampel fermentasi spontan 0 jam = 0,2282 maka, Y
= 1,232x+0,116
0,2282
= 1,232x+0,116
1,232x+0,116 = 0,2282
29 x= x=
0,2282−0,116 1,232 0,1122 1,232
x = 0,0911 ppm x adalah konsentrasi glukosa sampel
Konsentrasi pati resisten Konsentrasi pati resisten = konsentrasi glukosa sampel × 0,9 = 0,0911 ppm × 0,9 = 0,0819 ppm
Lampiran 3 Penentuan keragaman dengan SPSS
30
31
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Maret 1993 dari ayah bernama Ramdani dan ibu bernama Yuslindawati. Penulis merupakan anak pertama. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 27 Jakarta dan pada tahun yang sama lolos seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Sekretaris Divisi Metabolisme Community Research and Educatioan of Biochemistry (CREB’s) periode 2012/2013, Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti panitia Biochemistry Champion League 2011, SPIRIT FMIPA 2012, Seminar Kesehatan 2012, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Biokimia tahun 2012, Seminar dan Kajian Ilmiah Kehalalan 2012, IPB Art Contest 2012/2013. Selain itu penulis pernah menjadi volunteer pada Breast Cancer di Jakarta. Bulan Juli-Agustus 2013 penulis melakukan Praktik Lapang di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB Biogen) Bogor dengan judul Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Gen 16s RDNA dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Elektroforesis.