PEMANFAATAN PATI SAGU (Metroxylon sagu) DAN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) DALAM PRODUK SUP KRIM INSTAN
MEGA PUSPA WANGI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Mega Puspa Wangi NIM F24110092
ABSTRAK MEGA PUSPA WANGI. Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan. Dibimbing oleh C.C NURWITRI dan ENDANG YULI PURWANI. Sagu dan koro pedang merupakan komoditas lokal yang potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan. Salah satunya adalah menjadi sup krim instan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan pati sagu dan koro pedang dalam pembuatan produk sup krim instan, mendapatkan formula terpilih, menguji daya cerna pati dan protein secara in vitro, dan melakukan karakterisasi kimia, fisik, dan organoleptik. Bahan-bahan penyusun sup krim instan adalah air kaldu ayam, susu full cream, pati sagu fakale, pati sagu pregelatinisasi (sagu lempeng ambon), tepung tempe koro pedang, garam, butter, gula, dan lada bubuk. Tahapan penelitian ini terdiri dari tahap penelitian pendahuluan (analisis profil gelatinisasi pati) dan penelitian utama (formulasi sup krim instan, analisis organoleptik, proksimat, daya cerna pati in vitro, daya cerna protein in vitro, dan fisik). Hasil analisis kimia menunjukkan sup krim instan pati sagu fakale memiliki kadar air 3.08±0.01%(bb), abu 4.15±0.01%(bb), protein 15.06±0.10%(bb), lemak 14.11±0.01%(bb), karbohidrat 63.60±0.12%(bb), daya cerna protein 16.47%, dan daya cerna pati 76.48%. Sup krim instan pati sagu pregelatinisasi memiliki kadar air 2.38±0.02%(bb), abu 4.76±0.03%(bb), protein 10.62±0.16%(bb), lemak 9.67±0.02%(bb), karbohidrat 72.57±0.17%(bb), daya cerna protein 12.23%, dan daya cerna pati 79.39%. Kedua produk sup krim instan pati sagu ini telah memenuhi SNI sup krim instan dalam hal kadar air, lemak, dan protein. Hasil pengukuran rendemen, daya rehidrasi, dan viskositas untuk sup krim instan pati sagu fakale berturut-turut adalah 20.69%, 0.87 mL/g, dan 782 cP. Sedangkan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 19.05%, 1.63 mL/g, dan 917 cP. Analisis warna untuk kedua produk menghasilkan nilai hue pada kisaran merah-kuning. Uji organoleptik rating hedonik pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan kedua produk tidak berbeda nyata dan memiliki skor penilaian pada kisaran agak suka hingga suka. Kata kunci: Sup krim instan, pati sagu fakale, koro pedang, pati sagu pregelatinisasi
ABSTRACT MEGA PUSPA WANGI. Utilization of Sago Starch (Metroxylon sagu) and Jack Bean (Canavalia ensiformis ) on Instant Cream Soup Product. Supervised by C.C NURWITRI and ENDANG YULI PURWANI. Sago and jack bean are local commodities with potential to be developed into food product. One of the alternatives is to be instant cream soup. The purpose of this research was to optimize the utilization of sago starch and jack bean on instant cream soup product, to get selected formula, to find out starch and protein in vitro digestibility and to perform product chemical, physical and sensory characterization. The ingredients of instant cream soup are chicken broth, full cream milk, fakale sago starch, pregelatinized sago starch (lempeng ambon sago), jack bean tempeh flour, salt, butter, sugar, and pepper powder. Stages of this research consisted of preliminary study phase (starch gelatinization profile analysis) and primary research (instant creamy soup formulation, organoleptic analysis, proximate, in vitro starch digestibility, in vitro protein digestibility and physical). The results of chemical analysis showed that fakale sago starch instant cream soup has moisture content 3.08±0.01%(wb), ash 4.15±0.01%(wb), protein 15.06±0.10%(wb), fat 14.11±0.01%(wb), carbohydrates 63.60±0.12%(wb), digestibility of protein 16.47% and starch digestibility 76.48%. Pregelatinized sago starch instant cream soup has moisture content 2.38±0.02%(wb), ash 4.76±0.03%(wb), protein 10.62±0.16%(wb), fat 9.67±0.02%(wb), carbohydrate 72.57±0.17%(wb), digestibility of protein 12.23% and starch digestibility of 79.39%. Both instant cream soup products have met SNI standard for instant cream soup in terms of water, fat and protein content. Yield measurement, rehydrability, and viscosity measurement results of fakale sago starch instant cream soup respectively are 20.69%, 0.87 mL/g and 782 cP. While pregelatinized sago starch instant cream soup are 19:05%, 1.63 mL/g and 917 cP. Analysis of color on both products showed that Hue value is in the range of red-yellow. Hedonic rating sensory test on significance rate 95% indicates the two products do not significantly different and has assessment score in the range of slightly like to like. Keywords: instant cream soup, fakale sago starch, jack bean, pregelatinized sago starch
PEMANFAATAN PATI SAGU (Metroxylon sagu) DAN KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) DALAM PRODUK SUP KRIM INSTAN
MEGA PUSPA WANGI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian yang dimulai bulan Februari 2015 sampai bulan Juli 2015 di Balai Besar Pascapanen Pertanian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir C.C Nurwitri, DAA dan Dr Ir Endang Yuli Purwani, M Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan baik. Terima kasih juga kepada Bapak Dr Tjahja Muhandri, STP, MT selaku dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Besar Pascapanen Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan seluruh pegawai Balai Besar Pascapanen yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, mbak Sasa; teman satu bimbinganku Anindita Shabrina; teman seperjuanganku di BB Pascapanen Harry, Lusy, dan Lukman, serta keluarga besar Autoclave ITP 48, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Mega Puspa Wangi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................................. 3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3 METODE ................................................................................................................ 3 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 3 Bahan ................................................................................................................... 4 Alat ...................................................................................................................... 4 Prosedur Penelitian .............................................................................................. 4 Penelitian Pendahuluan .................................................................................... 4 Penelitian Utama .............................................................................................. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 13 Penelitian Pendahuluan ......................................................................................... 13 Analisis Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi ..... 13 Penelitian Utama ................................................................................................... 16 Pembuatan Sup Krim Instan .............................................................................. 16 Uji Organoleptik Sup Krim Instan .................................................................... 19 Analisis Kimia ................................................................................................... 21 Kadar Proksimat ............................................................................................ 21 Daya Cerna Pati ............................................................................................. 23 Daya Cerna Protein secara in Vitro................................................................ 24 Analisis Fisik ..................................................................................................... 26 Rendemen ...................................................................................................... 26 Daya Rehidrasi ............................................................................................... 26 Viskositas ....................................................................................................... 27 Warna ............................................................................................................. 28 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 29
Simpulan ............................................................................................................ 29 Saran .................................................................................................................. 29 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 30 LAMPIRAN .......................................................................................................... 34 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Komposisi kimia pati sagu per 100 g bahan Kandungan Gizi Koro pedang per 100 g Bahan Tabel Luff Schroll Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi Formula Sup Krim Instan Basis 250 g Pati Sagu Hasil Uji Rating Hedonik Sup Krim Instan Hasil Analisis Proksimat Sup Krim Instan Hasil Analisis Daya Cerna Pati Metode Glukometri Hasil Analisis Daya Cerna Protein in Vitro Sup Krim Instan Hasil Pengujian Fisik Sup Krim Instan
1 2 10 15 17 20 21 23 25 26
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5
Diagram alir proses pembuatan adonan sup krim Diagram alir proses pembuatan sup krim instan Profil gelatinisasi pati sagu fakale dan pati sagu pregelatinisasi Penampakan tepung sup krim instan pati sagu Sup krim instan pati sagu setelah diseduh air panas
6 7 15 17 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5
Lembar penilaian uji rating hedonik sup krim instan Hasil uji kadar air (BB) Hasil uji kadar air (BK) Hasil uji kadar abu (BB) Hasil uji kadar abu (BK)
34 35 35 36 36
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hasil uji kadar lemak (BB) Hasil uji kadar lemak (BK) Hasil uji kadar protein (BB) Hasil uji kadar protein (BK) Hasil uji kadar karbohidrat (BB) Hasil uji kadar karbohidrat (BK) Hasil analisis daya cerna protein in vitro Hasil analisis daya cerna pati Grafik daya cerna pati sup krim instan pati sagu Hasil analisis warna sup krim instan pati sagu Hasil uji T-test kadar proksimat basis basah Hasil uji T-test kadar proksimat basis kering Hasil uji T-test daya cerna protein in vitro Hasil uji T-test rating hedonik Hasil uji T-test analisis warna
37 37 38 38 39 39 40 40 41 41 42 42 42 43 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sagu merupakan salah satu komoditas pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif bagi masyarakat Indonesia selain beras. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan karbohidratnya yang tinggi, kemampuan subtitusi tepung dalam industri pangan, peluang meningkatkan produktivitas, potensi areal dan perluasannya, serta kemungkinan diversifikasi produk (Alfons dan Bustaman 2005). Pohon sagu banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Papua. Luas areal tanaman sagu di dunia diperkirakan kurang lebih 2 200 000 ha, 1 128 000 ha diantaranya terdapat di Indonesia (Alfons dan Rivaie 2011). Sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25 ton per hektar, jauh melebihi produksi pati beras atau jagung yang masingmasing hanya 6 ton dan 5.5 ton per hektar. Sagu tidak hanya menghasilkan pati terbesar, tetapi juga menjanjikan produksi pati sepanjang tahun. Setiap batang bisa memproduksi sekitar 200 kg tepung sagu basah per tahun (Prihandana dan Hendroko 2008). Kandungan gizi pati sagu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu per 100 g bahan Komponen Jumlah Kalori (kkal) 353 Protein (g) 0.7 Lemak (g) 0.2 Karbohidrat (g) 84.7 Air (g) 14.0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990).
Ketersediaan yang melimpah dan kandungan pada sagu menjadikan prospek dan peluang pengembangan sagu sebagai bahan pangan cukup menjanjikan. Sayangnya angka konsumsi sagu dan pemanfaatan sagu sebagai sumber karbohidrat masih rendah dan terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sagu dan usaha peningkatan nilai tambah melalui perbaikan dan peningkatan produk olahan berbasis sagu yang berdaya saing tinggi, salah satunya dengan mengaplikasikannya sebagai sumber karbohidrat dan pengental dalam produk sup krim instan. Pembuatan sup krim instan pada penelitian ini menggunakan dua jenis pati sagu yaitu pati sagu fakale dan pati sagu pregelatinisasi (sagu lempeng ambon). Sup krim instan merupakan produk olahan tepung nabati atau hewani, dengan bahan tambahan lain atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan, yang siap dikonsumsi setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih menjadi larutan kental (BSN 1999). Pengolahan dalam bentuk sup krim instan dipilih mengingat keinginan masyarakat yang mulai mengarah kepada kehidupan yang serba praktis, salah satunya adalah makanan instan, yaitu yang bersifat ready to cook (siap untuk dimasak) maupun ready to eat (siap untuk dimakan). Contoh populer dari makanan
2 ready to cook adalah sup krim instan. Sup krim instan dapat menjadi alternatif untuk sarapan karena kecukupan energi dan gizinya yang diberikan untuk tubuh, praktis dalam persiapan, dan tidak membutuhkan waktu lama dalam penyajiannya. Bahan utama dalam pembuatan sup krim instan adalah air kaldu, pati, dan susu full cream. Sup krim berbeda dengan sup pada umumnya karena teksturnya yang kental. Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang, dan tepung terigu. Demikian pula kadar karbohidratnya, setara pula dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung terigu, kandungan karbohidrat tepung sagu relatif lebih tinggi. Sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Menyadari potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang dapat saling melengkapi. Oleh karena itu dalam pembuatan sup krim instan ini, selain memanfaatkan potensi dari sagu juga digunakan bahan lain sebagai sumber protein yaitu kacang koro pedang. Koro pedang merupakan salah satu jenis koro-koroan yang dapat digunakan sebagai sumber protein nabati dengan kandungan protein 27.4% (Suciati 2012). Tabel 2. Kandungan Gizi Koro pedang per 100 g Bahan Komposisi Nilai Air ( %) 11 – 15.5 Protein ( %) 23.8 – 27.6 Lemak ( %) 2.3 – 3.9 Serat ( %) 4.9 – 8.0 Karbohidrat ( %) 45.2 – 56.6 Abu ( %) 2.7 – 4.2 Kalsium (mg) 30 – 158 Fosfor (mg) 54 – 298 Kalium (mg) 141 Magnesium (mg) 19 Besi (mg) 7 Sumber : Eke et al. (2007).
Koro pedang (Canavalia ensiformis) memiliki potensi yang sangat besar menjadi produk pangan apabila ditinjau dari segi gizinya. Dari kandungan gizi, koro pedang memiliki semua unsur gizi dengan nilai gizi yang cukup tinggi yaitu pada kadar karbohidrat, protein, dan serat (Sudiyono 2010). Kandungan gizi koro pedang dapat dilihat pada Tabel 2. Koro pedang berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif sumber protein karena keseimbangan asam aminonya sangat baik dan bioavaibilitasnya tinggi (Newman et al. (1987) dalam Windrati et al. (2010)). Namun sayangnya dalam pemanfaatan koro pedang sebagai produk pangan terdapat kendala yaitu adanya zat antigizi glukosida sianogenik yang menimbulkan cita rasa yang kurang disukai serta mengurangi bioavabilitas nutrient didalam tubuh (Doss et al. 2011). Oleh karena itu diperlukan beberapa perlakuan untuk mengurangi kandungan sianida dalam koro pedang untuk menjadi produk pangan yang aman untuk dikonsumsi. Beberapa perlakuan seperti perendaman, perebusan, pemanggangan, dan fermentasi dapat mengurangi hingga
3 menghilangkan kandungan asam sianida pada koro pedang. Penghilangan asam sianida dengan cara perebusan dan perendaman merupakan teknik yang paling mudah dilakukan dan cukup efektif karena HCN bersifat mudah menguap dan mudah larut dalam air (Sulistyawati et al. 2012). Proses seperti perendaman dan perebusan serta fermentasi dilakukan pada pembuatan tempe koro pedang yang akan digunakan pada pembuatan sup krim instan, sehingga dapat dipastikan bahwa kandungan asam sianida pada koro pedang sudah berkurang bahkan hilang.
Perumusan Masalah Sagu dan koro pedang merupakan komoditi pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan. Jumlah produksi yang melimpah dan kandungan gizi yang baik tidak diimbangi dengan upaya pemanfaatan yang optimal. Salah satu upaya untuk memanfaatkan sagu dan koro pedang adalah mengolahnya menjadi sup krim instan, mengingat gaya hidup masyarakat yang mengarah ke kehidupan serba praktis. Dalam penelitian ini akan dihasilkan dua produk yaitu sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Kedua sup krim instan akan dianalisis dari segi kimia, fisik, dan organoleptik.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan pati sagu dan koro pedang dalam pembuatan produk sup krim instan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terpilih, menguji daya cerna pati dan protein secara in vitro, dan melakukan karakterisasi kimia, fisik, dan organoleptik.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam diversifikasi pangan yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat saat ini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi pemanfaatan pati sagu dan tempe koro pedang pada produk sup krim instan. Hal tersebut berkaitan dengan usaha peningkatan nilai tambah dan upaya dalam meningkatkan potensi produk lokal.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 hingga bulan Juli 2015, bertempat di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
4 Bahan Pada penelitian ini bahan yang digunakan untuk memproduksi sup krim instan adalah punggung ayam, susu cair full cream, susu bubuk full cream, pati sagu fakale, pati sagu pregelatinisasi (sagu lempeng ambon), tepung tempe koro pedang, garam, gula, butter, lada bubuk, daun bawang, daun seledri, bawang putih, minyak sawit, dan maltodekstrin. Bahan untuk analisis kimia adalah NaOH, H2SO4 pekat, HCl, akuades, pelarut hexana, HgO, Na2S2O3, H3BO3, K2SO4, indikator MRMB, TCA, Na2CO3, Folin Ciocalteau, kasein, enzim tripsin (Merck 108444 EC 3.4.21.4 from porcine pancreas), enzim kimotripsin (Merck 230900 EC 3.4.21.1 from human pancreas), enzim α-amilase (Sigma A-3176 Type VI-B), enzim pepsin (Sigma P-6887 from gastric porcine mucosa), enzim pankreatin (Sigma p1750 from porcine pancreas), enzim amiloglukosidase (Sigma A-7420 from Aspergillus niger), KI, buffer karbonat, buffer asetat, larutan Luff Schroll, dan bahan kimia lainnya.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk memproduksi adonan sup krim, drum drier double drum, ayakan 80 mesh, brabender amilograph, boiler, oven, tanur listrik, vortex, sentrifuge, labu Kjehldal, kondensor, pH meter, glukometer glucoDR™ AGM-2100, chromameter Minolta CR-310, kertas saring, alat ekstraksi Soxhlet, spektrofotometer UV-VIS, inkubator, mikropipet, Brookfield viscometer, tabung sentrifuge, desikator, cawan porselen, aluminium, dan alat gelas untuk analisis kimia.
Prosedur Penelitian Penelitian Pendahuluan Analisis Profil Gelatinisasi (AACC 22-12 dalam Hung dan Morita 2005) Sebanyak 450 mL akuades diukur dengan menggunakan gelas ukur. Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian dilarutkan dengan sebagian akuades hingga terbentuk suspensi. Suspensi dimasukkan ke dalam bowl amilograph dan sisa akuades digunakan untuk membilas gelas piala kemudian dimasukkan ke dalam bowl amilograph. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara menurunkan head amilograph. Suhu awal diatur dengan termoregulator pada suhu 30 oC kemudian diubah pengatur suhu berada di bawah suhu 97 o C dan mesin amilograph dinyalakan sehingga bowl berputar pada kecepatan 75 rpm dengan kenaikan suhu 1.5 oC per menit. Mesin amilograph dimatikan setelah pasta mencapai suhu 95 oC selama 10 menit kemudian dinyalakan kipas angin untuk menurunkan suhunya sampai suhu 60 oC dengan laju penurunan suhu 1.5 oC per menit, setelah itu mesin dinyalakan kembali. Pada saat mencapai suhu 50 oC selama 10 menit mesin dimatikan kembali. Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis oleh
5 komputer menggunakan program amilografi. Hasil grafik perubahan viskositas dapat langsung dicetak dengan printer. Perhitungan analisis amilograph dilakukan dengan rumus : Suhu awal gelatinisasi = suhu pada saat kurva mulai naik Suhu puncak gelatinisasi = suhu saat viskositas maksimum dicapai Perhitungan suhu gelatinisasi = suhu awal + [waktu (menit) x 1.5 oC/mnt] Viskositas maksimum = viskositas pasta pada puncak gelatinisasi Breakdown viscosity = viskositas maksimum – viskositas pada suhu 95 oC setelah 10 menit Setback viscosity = viskositas pada suhu 50 oC – viskositas pada suhu 95 oC setelah 10 menit Stabilitas selama pemanasan = viskositas pada suhu 95 oC – viskositas setelah 10 menit setelah holding 95 oC
Penelitian Utama Formulasi Sup Krim Instan Pembuatan sup krim instan pada penelitian ini mengacu pada formulasi dari Inglett dan Inglett (1982). Formula modifikasi hasil trial error yang akan digunakan adalah air kaldu ayam, susu full cream, tepung pati sagu, tepung tempe koro pedang, butter, gula, garam, dan lada bubuk. Tahapan pertama dalam pembuatan sup krim ini adalah pembuatan kaldu ayam. Persiapan kaldu ayam terdiri dari dua tahapan, yaitu perebusan punggung ayam dan penumisan bawang. Perebusan punggung yang telah dicacah dilakukan dengan perbandingan antara punggung ayam dan air sebesar 1:3 pada suhu 90 oC selama 20 menit. Sementara penumisan bawang putih, daun bawang, dan daun seledri dengan minyak sawit dilakukan selama 3 sampai 5 menit. Pada saat air mulai mendidih, tumisan daun bawang, daun seledri, dan bawang putih dimasukkan ke dalam air rebusan punggung ayam. Perbandingan antara punggung ayam, daun bawang, daun seledri, bawang putih, dan minyak sawit adalah 1 : 0.15 : 0.08 : 0.03 : 0.007. Setelah perebusan selesai, air kaldu ayam ditiriskan dan disaring. Tahapan berikutnya adalah penimbangan semua bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan sup krim dan pemasakan. Pemasakan sup krim dimulai dengan memanaskan bahan I yang terdiri dari kaldu ayam, susu full cream, dan gula hingga mencapai suhu 72 oC untuk pati sagu fakale dan suhu 55.5 oC untuk pati sagu pragelatinisasi sambil diaduk perlahan agar homogen. Selanjutnya bahan II yang terdiri dari pati sagu yang telah dicampur dengan air kaldu ayam ditambahkan ke dalam campuran bahan I dan diaduk perlahan hingga tercampur rata. Terakhir adalah menambahkan bahan III yang terdiri dari tepung tempe koro pedang, butter, garam, dan lada bubuk ke dalam adonan hasil pencampuran bahan I dan bahan II lalu diaduk dan dibiarkan sampai mengental. Adonan sup krim yang telah terbentuk kemudian dikeringkan dengan drum drier. Lempengan sup kering yang dihasilkan dari proses pengeringan drum drier selanjutnya dihaluskan dalam mesin penggiling dan diayak dengan ukuran 80 mesh untuk menghasilkan tepung sup krim instan.
6 Tahap selanjutnya adalah melakukan uji organoleptik, uji kimia, uji daya cerna pati dan protein in vitro, serta uji fisik. Diagram alir proses pembuatan sup krim instan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Bahan I Air Kaldu Ayam , Susu Full cream, Gula
Dipanaskan (suhu 72 oC (pati sagu fakale)/suhu 55.5 oC (pati sagu pragelatinisasi)) sambil diaduk perlahan agar homogen
Adonan I Bahan II Pati Sagu, Air Kaldu Ayam
Bahan III Tepung Tempe Koro Pedang, Butter, Garam, Lada Bubuk
Adonan II (Bahan I dan Bahan II)
Diaduk dan dibiarkan sampai mengental (suhu dipertahankan pada kisaran suhu gelatinisasi pati)
Adonan Sup Krim
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan adonan sup krim
7
Adonan Sup Krim
Dimasukkan ke dalam Drum Drier (double drum, diameter 25 cm) dengan parameter proses tekanan boiler 2-3 bar dan putaran silinder 3 rpm
Lempengan dihaluskan dengan mesin penggiling dan ayakan 80 mesh
Sup krim instan Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sup krim instan Uji Organoleptik Sup Krim Instan (BSN 2006) Sifat organoleptik dari produk tepung sup krim instan dianalisis dengan menggunakan uji rating hedonik. Panelis dipilih secara acak (panelis non standar) dan berjumlah 30 orang. Panelis menilai sifat spesifik sampel sup krim instan yang disajikan dalam gelas kecil dalam keadaan hangat. Penilaian terhadap sup krim instan ini dimulai dari warna kemudian dilanjutkan rasa, aroma, tekstur, kekentalan, dan yang terakhir penampakan umum. Penilaian terhadap sampel sup krim instan ini dalam bentuk tingkat kesukaan dari selang 1 sampai 7, dengan (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka. Analisis Kimia Kadar Air Metode Oven (AOAC 2006) Analisis kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut: cawan aluminium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan. Tutup cawan dibuka, cawan berisi sampel beserta tutupnya dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit, lalu ditimbang kembali (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut.
8
Kadar Air (%bb) =
𝐵−(𝐶−𝐴) 𝐵
× 100
Kadar air (%bb)
Kadar Air (%bk) = 100−Kadar air(%bb) × 100 Keterangan : bb = basis basah bk = basis kering Analisis Kadar Abu (AOAC 2006) Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400–600 oC selama 4–6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: (𝐶−𝐴) Kadar Abu (%bb) = 𝐵 × 100 𝐾adar abu (%bb)
Kadar Abu (%bk) = 100−kadar abu (bb) × 100 Analisis Kadar Protein (AOAC 2006) Sebanyak 0.1-0.25 gram sampel ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mL HgO, dan 2.0 ± 0.1 mL H2SO4, selanjutnya sampel didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 mL air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5–6 kali. Larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ditambahkan sebanyak 8–10 mL ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor diletakkan Erlenmeyer yang berisi 5 mL larutan H3BO3 jenuh dan 2–4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen merah dan 1 bagian 0.2% metilen biru dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 mL destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.1N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan : (V HCl sampel−V HCl blanko) x N HCl x 14.007 Kadar N (%bb) = × 100 mg sampel Kadar Protein (%bb) = %N x Fk Kadar Protein (bb)
Kadar Protein (%bk) = (100−kadar air(bb)) × 100
9 Keterangan : Fk : Faktor konversi (5.70 untuk tepung dan 6.25 untuk campuran) Analisis Kadar Lemak (AOAC 2006) Sebanyak 1–2 gram sampel dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas saring berisi contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selo selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut : 𝑊1−𝑊2 Kadar Lemak (%bb) = W × 100 Kadar Lemak (bb)
Kadar Lemak (%bk) = (100−kadar air(bb)) × 100 Keterangan: W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot labu + lemak (gram) W2: Bobot labu (gram) Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan : Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (% air + % abu + % protein + %lemak) Kadar karbohidrat (%bk) =
Kadar karbohidrat (bb) 100−kadar air(bb)
×100
Kadar Pati (AOAC 1995) Sebanyak 1 gram sampel ditimbang di Erlenmeyer 500 mL, lalu ditambahkan 200 mL larutan HCl 3% dan dididihkan selama 3 jam dengan menggunakan pendingin tegak. Sampel didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30 %. Sampel dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL dan ditera hingga tanda garis, kemudian disaring. 10 mL hasil saringan dipipet ke dalam Erlenmeyer 500 mL, lalu ditambahkan 25 mL larutan Luff Schroll. Sampel dipanaskan dengan nyala yang tetap selama 3 menit dan dididihkan selama tepat 10 menit pada pendingin tegak. Sampel didinginkan dan ditambahkan 20 mL H2SO4 25% dan 15 mL larutan KI 20% dan dilanjutkan dengan titrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0.1N dengan indikator larutan kanji 0.5%.
10 Tabel 3 Tabel Luff Schroll Selisih titrasi Na2S2O3 (mL) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jumlah C6H12O6 (mg) 2.4 4.8 7.2 9.7 12.2 14.7 17.2 19.8 22.4 25.0 27.6 30.3
Selisih titrasi Jumlah mg Na2S2O3 (mL) C6H12O6 (mg) 13 33.0 14 35.7 15 38.5 16 41.3 17 44.2 18 47.1 19 50.0 20 53.0 21 56.0 22 59.1 23 62.2
Kadar pati dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar pati (%) =
𝑎 𝑥 0.9 𝑥 𝑝 𝑥 100% w
Keterangan: a = jumlah C6H12O6 berdasarkan Tabel 3 (mg) p = faktor pengenceran w = bobot contoh (mg) Daya Cerna Pati (Sopade dan Gidley 2009) Sebanyak 500 mg sampel ditimbang di dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 mL artificial saliva yang mengandung α-amilase selama 15 – 20 detik. Sampel ditambahkan 5 mL pepsin (1 mL per mL 0.02 M HCl). Sampel diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit dan dinetralisasi dengan 5 mL 0.02 M NaOH. Sebelum pH menuju 6, sampel ditambahkan 25 mL 0.2 M bufer natrium asetat, 5 mL pankreatin (2 mg per mL bufer asetat), dan 5 mL amiloglukosidase (28 U per mL bufer asetat). Larutan diinkubasi dan dilanjutkan dengan pengukuran konsentrasi glukosa dengan menggunakan glukometer GlucoDr™ pada menit ke- 30. Daya cerna pati dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. Daya Cerna Pati (%) =
0.9 x G x FP x 0.0555 x 180 x V W x S(100−M)
0.9 = Konstanta stoikiometri dari gula ke pati G = Angka terbaca pada glukometer (mg/dl) 180 = Berat molekul glukosa 0.0555 = Konversi satuan mg/dl menjadi mmol/l FP = Faktor pengenceran V = Volume total sampel (mL) W = Berat sampel (g) S = Total pati (%)
11 M
= Kadar air (%)
Analisis Daya Cerna Protein secara in Vitro (Saputra 2014) Sampel dibuat menjadi bentuk serbuk kering. Kasein standar (kontrol) dan sampel yang berbentuk serbuk kering diambil sebanyak 0.5 g untuk 2 ulangan. Sampel kemudian ditambahkan dengan 30 mL aquades pH 8.0 dan diaduk dengan vortex hingga homogen. Campuran yang telah homogen kemudian diambil sebanyak 20 mL untuk dilakukan perlakuan sementara sisanya dilakukan pengukuran pH awal. Dari 20 mL sampel yang telah diambil kemudian dibagi dua untuk 2 perlakuan. Perlakuan pertama, yakni sebagai blanko (ditambahkan 1 mL akuades) dan perlakuan kedua diberi 1 mL larutan campuran enzim. Kedua sampel tersebut kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 oC. Larutan yang telah diinkubasi tersebut kemudian diambil sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke tabung reaksi, sementara sisanya dilakukan pengukuran pH setelah diinkubasi. Dua mL larutan pada tabung reaksi kemudian ditambahkan TCA 0.1 M sebanyak 4 mL lalu divorteks dan disentrifugasi 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dari hasil sentrifugasi diambil sebanyak 1.5 mL kemudian ditambahkan Na2CO3 sebanyak 5 mL serta folin sebanyak 1 mL. Larutan tersebut kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu 37 oC; dan terakhir dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 578 nm. . 𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 Daya Cerna Protein = 𝐴 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 x 100 % Analisis Fisik Rendemen (AOAC 1995) Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan tepung sup instan jamur kuping. Persentase rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut : Bobot tepung sup krim instan Rendemen (%) = Bobot sup instan sebelum penepungan ×100% Daya Rehidrasi (Yoanasari 2003) Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 mL akuades dan diaduk dengan vorteks. Selama 30 menit didiamkan pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung dengan rumus : a−b Daya rehidrasi (mL/g) = c Keterangan : a = volume air mula-mula (mL) c = bobot sampel (g) b = volume supernatant (mL) Uji Viskositas Fluida (Faridah et al. 2012) Pengukuran viskositas dilakukan dengan mengukur sampel dengan menggunakan alat pengukur viskositas yaitu Brookfield viscometer. Sampel yang akan diukur dipersiapkan sebanyak 40 g kemudian dimasak dengan
12 menggunakan air sebanyak 400 mL selama ± 4 menit. Sampel diukur pada suhu 50 oC. Instrumen viskometer dipersiapkan pada posisi operasi. Sampel yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam gelas viskometer. Rotor pengukur dikaitkan pada lubang yang menghubungkan rotor dengan instrumen, lalu dimasukkan ke dalam gelas viskometer untuk mengukur sampel. Kemudian instrumen dinyalakan dan ditunggu sampai jarum angka stabil berhenti pada kisaran angka yang terdapat didalam instrumen. Besar angka yang diperoleh merupakan nilai viskositas dari sampel yang diukur. Satuan yang digunakan adalah centipoise (cP). Lightness dan Hue (McLellan et al. 1994) Pengukuran lightness sampel secara objektif dilakukan dengan menggunakan chromameter. Chromameter dikalibrasi terlebih dahulu dengan plat kalibrasi. Pengukuran lightness dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap sampel. Hasil pengukuran dengan chromameter berupa nilai Hunter L*, a*, dan b* dengan interpretasi sebagai berikut. L*
= Lightness (kecerahan) dengan kisaran 0 – 100
Nilai hue dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut. b* a* a* = Nilai warna campuran merah – hijau a* positif (+) antara 0 – 100 untuk warna merah a* negatif (-) antara 0 – (-80) untuk warna hijau b* = Nilai warna campuran biru – kuning b* positif (+) antara 0 – 70 untuk warna kuning b* negatif (-) antara 0 – (-80) untuk warna biru
hue (º) = tan-1
Analisis Data Data hasil analisis yang diperoleh disajikan dalam bentuk rata-rata dan dianalisis statistik dengan menggunakan SPSS 20.0 dengan uji T-test independent sample test (α= 0.05).
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Analisis Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi Struktur semikristal granula pati bersifat tidak larut dalam air dingin. Apabila granula pati disuspensikan dalam air maka pati berangsur-angsur akan mengendap, namun granula pati akan mengembang alam air panas setelah melewati suhu tertentu. Proses pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolakbalik (irreversible) apabila telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan Munro 1979). Gelatinisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan serangkaian kejadian tidak dapat balik (irreversible) yang terjadi pada pati saat dipanaskan dalam sistem air (Winarno 2008). Gelatinisasi disebut juga sebagai peristiwa koagulasi koloid yang mengakibatkan terperangkapnya air. Mekanisme gelatinisasi diawali dengan adanya pemberian air yang akan mengganggu kristalinitas amilosa dan mengganggu struktur heliksnya. Pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang kurang rapat, merusak ikatan antara molekul yang lemah dan menghidrasinya. Kemudian granula pati akan mengembang dan volumenya menjadi 20–30 kalinya. Bila panas dan air diberikan terus maka amilosa mulai keluar dari granula. Jika proses gelatinisasi terus berlanjut maka granula akan pecah dan terbentuklah struktur gel koloidal (Remsen dan Clark 1978). Pengujian profil gelatinisasi sagu bertujuan untuk mengetahui suhu yang tepat untuk menggelatinisasi sempurna pati sagu yang terdapat dalam formula sup krim instan. Profil gelatinisasi pati diukur dengan Brabender Amilograf. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 3. Pada tahap pemanasan awal dari 30 oC hingga 93 oC dapat diketahui suhu gelatinisasi, waktu gelatinisasi, viskositas puncak, suhu puncak gelatinisasi, dan waktu puncak gelatinisasi pati. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya (Kusnandar 2010). Dalam pengukuran dengan Brabender Amilograf, suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat nilai viskositas mulai terbaca atau peningkatan viskositas mulai terdeteksi. Kisaran suhu gelatinisasi bahan dapat memprediksi suhu pemasakan adonan sup krim yang mengharapkan terjadinya gelatinisasi pati. Jika suhu proses jauh lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi mengakibatkan konsistensi dan kekentalan adonan sup krim tidak sempurna. Begitu juga dengan penggunaan suhu yang terlalu tinggi, mengakibatkan adonan sup krim cepat mengental namun memiliki konsistensi yang kurang bagus sehingga padatan dan cairan dalam adonan sup krim mudah memisah (Ardiansyah 2014). Pada tabel menunjukkan suhu gelatinisasi pati fakale adalah 72 oC dengan waktu gelatinisasi 28 menit. Sedangkan untuk pati sagu pregelatinisasi memiliki suhu gelatinisasi 55.5 oC dengan waktu gelatinisasi 17 menit. Pati sagu
14 pregelatinisasi memiliki suhu dan waktu gelatinisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu fakale. Hal ini disebabkan oleh proses gelatinisasi awal yang dialami pati sagu pregelatinisasi pada saat pembuatannya akan melemahkan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Gelatinisasi mengakibatkan konversi dari bentuk amarphous amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik menjadi bagian yang lemah dari kristal granula pati (Palupi et al. 2008). Menurut Zallie (1988) temperatur gelatinisasi dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di dalam granula. Ikatan hidrogen molekul struktur granula pati yang lemah mempengaruhi struktur granula pati menjadi kurang kompak, mengakibatkan kemudahan air terdifusi ke dalam granula. Hal ini menyebabkan menggelembungnya granula pati lebih cepat dan berhubungan dengan naiknya viskositas suspensi pati, sehingga suhu pembentukan pasta akan turun atau membutuhkan panas yang lebih rendah untuk terjadinya gelatinisasi. Dengan meningkatnya suhu pemanasan di atas suhu gelatinisasi, granula pati akan semakin mengembang dan tidak akan mampu lagi menampung air. Sebagai akibatnya, granula pati akan pecah dan molekul amilosa dan amilopektin akan menyatu dengan fase air. Saat granula pati mencapai ukuran maksimum sebelum pecah merupakan saat suspensi pati mencapai viskositas maksimal atau viskositas puncak. Viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pati selama proses pemanasan (Kusnandar 2010). Viskositas puncak yang tinggi menunjukkan bahwa pati memiliki water binding (pengikatan air) yang sangat tinggi (Daramola dan Osanyinlusi 2006). Viskositas puncak menggambarkan fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali mengembang sampai pecah karena adanya proses pengadukan. Viskositas puncak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kadar amilosa, kadar protein, kadar lemak, dan ukuran granula (Deetae et al. 2008). Nilai viskositas puncak untuk pati sagu fakale adalah 760 BU yang dicapai pada suhu 87 oC dalam waktu 38 menit. Pati sagu pregelatinisasi memiliki nilai viskositas puncak yang lebih rendah yaitu 240 BU dengan suhu pencapaian 85.5 oC dan waktu 37 menit. Setelah fase puncak, viskositas akan menurun secara tiba-tiba. Penurunan viskositas (breakdown viscocity) ini akan terus berlangsung dengan meningkatnya suhu pemanasan. Fase penurunan viskositas ini melewati viskositas pada suhu 93 o C (sebelum holding) hingga viskositas suhu 93 oC selama 20 menit (setelah holding) pada kurva profil gelatinisasi. Nilai viskositas breakdown diperoleh sebagai selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta pati setelah mencapai 93 oC di tahap pemanasan (setelah holding). Viskositas pada suhu 93 oC merupakan viskositas di akhir fase pemanasan sebelum holding. Nilai viskositas breakdown menggambarkan tingkat kestabilan pasta pati terhadap proses pemanasan atau ketahanan pati terhadap panas. Stabilitas pasta pati pada suhu tinggi dapat dilihat pada saat holding (20 menit) di suhu 93 oC. Penurunan viskositas saat holding (20 menit) menunjukkan pasta pati tidak stabil pada suhu tinggi (Kusnandar 2010). Lebih tingginya viskositas breakdown pada pati sagu fakale (330 BU) dibandingakan dengan pati sagu pregelatinisasi (50 BU) menunjukkan bahwa pati sagu fakale kurang stabil terhadap kondisi pemanasan. Pati sagu fakale juga kurang stabil pada suhu tinggi dibandingkan pati sagu pregelatinisasi, terlihat bahwa penurunan holding yang terjadi lebih besar yaitu 190 BU.
15 Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi Pati Sagu Pati Sagu Data Satuan Fakale Pregelatinisasi Waktu Gelatinisasi Menit 28 17 Suhu Gelatinisasi Celcius 72 55.5 Waktu Puncak Menit 38 37 Suhu Puncak Celcius 87 85.5 Viskositas Puncak
BU (Brabender Unit)
760
240
Viskositas 93 oC
BU (Brabender Unit)
620
230
Viskositas 93 oC holding BU 20 menit (Brabender Unit)
430
190
Penurunan viskositas selama holding
BU (Brabender Unit)
190
40
Viskositas breakdown
BU (Brabender Unit)
330
50
Viskositas 50 oC
BU (Brabender Unit)
840
370
Viskositas Setback
BU (Brabender Unit)
410
180
Gambar 3 Profil gelatinisasi pati sagu fakale dan pati sagu pregelatinisasi Pada kurva profil gelatinisasi pati hasil pengukuran dengan Brabender Amilograf, terlihat adanya proses penurunan suhu dari 93 oC hingga mencapai 50 o C. Berakhirnya tahap pemanasan dan dimulainya tahap pendinginan
16 mengakibatkan peningkatan viskositas pasta pati secara berangsur-angsur. Dengan kata lain pasta pati mengalami viskositas setback. Proses ini terjadi oleh adanya pembentukan kembali ikatan-ikatan hidrogen yang telah terputus di antara molekul amilosa atau amilopektin. Viskositas setback menggambarkan tingkat kecenderungan proses retrogradasi pasta pati. Viskositas setback merupakan selisih antara viskositas pada suhu 50 oC dengan viskositas pada suhu 93 oC setelah holding (Kusnandar 2010). Nilai viskositas setback untuk pati sagu fakale (410 BU) lebih tinggi daripada pati sagu pregelatinisasi (180 BU). Hal ini menunjukkan bahwa pati sagu fakale lebih mudah mengalami retrogradasi dibandingkan pati sagu pregelatinisasi. Molekul-molekul amilosa dalam pati sagu fakale akan memiliki kecenderungan yang besar untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan. Hasil pengukuran profil gelatinisasi pati menunjukkan semua data viskositas dari pati sagu pregelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu fakale. Menurut Pukkahuta dan Varavinit (2007), modifikasi pati (pregelatinisasi) menyebabkan profil pasta pati memiliki viskositas yang lebih rendah. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya gaya ikatan antara granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinasi oleh pemanasan pada saat proses modifikasi pati (pregelatinisasi).
Penelitian Utama Pembuatan Sup Krim Instan Pembuatan sup krim instan mengadopsi dari formula Inglett dan Inglett (1982). Proses pembuatan sup krim instan (100 g) berdasarkan formula Inglett dan Inglett (1982) dimulai dengan memanaskan bahan I yang terdiri dari susu skim (35%), air (20.70%), susu kental (8%), dan gula (0.94%) pada suhu 86.7-90.6 °C. Tahap selanjutnya menambahkan bahan II yang terdiri dari maizena (5.5%) dan air (15%) pada adonan I sampai tercampur rata. Tahap yang terakhir menambahkan bahan III yang terdiri jamur (10%), minyak jagung (3%), garam (1.80% ), tepung lada (0.03%), tepung bawang putih (0.03%) pada adonan (I + II) sampai homogen (Sangadah 2006). Formula tersebut menghasilkan sup krim yang terlalu kental dan rasa yang kurang enak ketika maizena digantikan dengan pati sagu dan jamur digantikan dengan tepung tempe koro pedang. Oleh karena itu, dilakukan trial and error terhadap beberapa komponen penyusun sup krim instan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Tahap formulasi awal dilakukan trial and error untuk menentukan jumlah air, pati sagu, dan tepung tempe koro pedang yang digunakan. Tahapan selanjutnya yaitu menggantikan susu skim dengan susu full cream, air biasa dengan air kaldu ayam, serta menambahkan bahan lain untuk meningkatkan aroma yaitu butter. Hasil modifikasi formula sup krim pati sagu (basis 250 g pati) dapat dilihat pada Tabel 5.
17 Tabel 5 Formula Sup Krim Instan Basis 250 g Pati Sagu Sup Krim Instan Pati Sup Krim Instan Pati Sagu Bahan Satuan Sagu Fakale Pregelatinisasi Air Kaldu Ayam Liter 7.5 3 Susu Bubuk Full Gram 750 cream Susu Cair Full Liter 3 cream Pati Sagu Gram 250 250 Tepung Tempe Gram 150 150 Koro Pedang Garam Gram 50 50 Butter Gram 50 50 Lada Bubuk Gram 25 25 Gula Gram 30 30
Gambar 4 Penampakan tepung sup krim instan pati sagu fakale (kanan) dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (kiri)
Gambar 5 Sup krim instan pati sagu fakale (kanan) dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (kiri) setelah diseduh dengan air panas Tabel 5 menunjukkan jumlah air kaldu ayam yang ditambahkan pada formula kedua pati sagu berbeda. Hal ini berkaitan dengan karakteristik dari kedua pati sagu
18 yang berbeda. Pati sagu pregelatinisasi telah mengalami modifikasi sehingga tidak dapat menahan air sebanyak pati yang tidak dimodifikasi. Jenis susu full cream yang digunakan juga berbeda pada kedua formula sup krim pati sagu. Kandungan lemak yang terlalu tinggi pada susu bubuk full cream menyebabkan proses gelatinisasi pati sagu pregelatinisasi terganggu. Oleh karena itu, dipilihlah susu cair full cream yang kandungan lemaknya lebih rendah dan masih mampu memberikan rasa creamy. Bahan-bahan yang ada di formula akan dimasak menjadi adonan sup krim, kemudian dilakukan pengeringan dengan drum drier. Namun sebelum adonan sup krim dimasukkan ke dalam drum drier, adonan sup krim perlu ditambahkan dengan maltodekstrin sejumlah 10% dari berat adonan sup krim. Maltodekstrin ini digunakan untuk memperbaiki tekstur dan warna sup krim setelah dikeringkan dengan drum drier. Maltodekstrin biasa digunakan sebagai bahan pengisi karena memiliki kelarutan tinggi, mempercepat proses pengeringan, dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi pencoklatan, sehingga baik untuk produk-produk tepung (Ernawati 2010). Gustavo dan Canovas dalam Baharuddin (2006) menyatakan maltodekstrin juga dapat melindungi stabilitas flavor selama proses pengeringan. Sup krim yang telah dikeringkan akan dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh menghasilkan tepung sup krim instan. Sup krim instan ini selanjutnya harus diseduh menggunakan air panas sebelum dikonsumsi. Perbandingan jumlah sup krim instan dan air panas untuk menghasilkan kekentalan yang mendekati sup krim instan sebelum pengeringan, yaitu 1:4. Bahan penyusun dalam sup krim instan ini memiliki fungsi tersendiri baik dalam hal nutrisi ataupun perannya dalam proses pembuatan sup krim instan. Bahan pertama yang digunakan adalah air kaldu ayam. Air kaldu ayam berfungsi untuk menambah rasa gurih dan aroma harum pada sup krim. Bahan yang digunakan untuk membuat air kaldu ayam ini adalah air, punggung ayam, bawang putih, minyak goreng, daun bawang, dan daun seledri. Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma dan meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti 1992). Bahan kedua yaitu susu full cream. Penambahan susu full cream dalam proses pembuatan sup krim akan mempengaruhi secara langsung terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penampilan sup krim yang dihasilkan. Kandungan lemaknya tinggi akan memberikan cita rasa gurih dan memperkuat aroma. Dalam pembuatan adonan sup krim, susu full cream juga dapat membentuk tekstur yang lembut di mulut dan meningkatkan viskositas (U. S. Dairy Export Council 2006) Bahan utama selanjutnya adalah pati sagu. Pati sagu berfungsi sebagai bahan pengental dalam pengolahan sup krim karena kandungan amilopektinnya yang tinggi yaitu 73%. Pati dengan amilopektin yang tinggi sesuai digunakan sebagai pengental (thickening agent) karena struktur amilopektin yang besar membentuk ikatan hidrogen yang relatif lemah (Kusnandar 2010). Bahan lain yang digunakan adalah tepung tempe koro pedang. Koro pedang dipilih karena kandungan karbohidrat dan proteinnya relatif tinggi. Pembuatan koro pedang menjadi tepung tempe bertujuan untuk menghilangkan zat antigizi yaitu glukosida sianogenik yang berada pada koro pedang mentah. Penambahan tepung
19 tempe koro pedang pada formula sup krim instan tidak terlalu banyak karena aroma alkoholik hasil fermentasi dapat mempengaruhi aroma dari sup krim instan. Selanjutnya bahan yang digunakan adalah butter. Butter terbuat dari lemak susu. Penggunaan butter dalam formula sup krim berfungsi untuk meningkatkan aroma yang kaya akan susu. Bahan terakhir yang digunakan adalah bumbu-bumbu. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sup yaitu garam, gula pasir, dan lada. Lada memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Rasa pedas lada disebabkan oleh zat piperin dan piperanin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkoloida. Garam berfungsi untuk memberikan rasa asin pada produk. Garam juga digunakan sebagai penegas cita rasa dan berfungsi sebagai bahan pengawet. Makanan yang mengandung garam kurang dari 0.3% akan terasa hambar dan tidak disukai (Milantisari 2005). Sedangkan gula berfungsi untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut, dan juga berpengaruh terhadap citarasa dan warna produk (Soetedjo 2009). Uji Organoleptik Sup Krim Instan Uji organolpetik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji organoleptik ini adalah uji rating hedonik. Uji rating hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Uji rating hedonik dilakukan untuk mengungkapkan tanggapan panelis berupa tingkat kesukaan terhadap parameter rasa, aroma, tekstur/kekentalan, warna dan penerimaan keseluruhan (overall) dari produk yang akan diujikan. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. Dalam analisis datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7, atau 9 tingkat kesukaan). Data numerik tersebut dapat dilakukan analisis statistik (Susiwi 2009). Skala hedonik yang digunakan pada pengujian organoleptik rating hedonik untuk produk sup krim instan pati sagu ini adalah 1–7 (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka). Tahap uji organoleptik ini akan dilakukan uji rating hedonik dengan 2 produk sup krim instan yang telah diseduh dengan air panas, yaitu sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Dalam pengujian rating hedonik ini, panelis tidak diperbolehkan untuk membandingkan antar sampel. Hasil uji rating hedonik dengan student test (independent sample test) pada taraf kepercayaan 95% menghasilkan data pada Tabel 6. Kekentalan pada sup krim instan dipengaruhi oleh profil gelatinisasi pati. Tabel 6 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk kedua produk pada parameter kekentalan. Berdasarkan nilai rata-rata, sup krim instan sagu fakale yang memiliki kekentalan lebih rendah dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi, lebih disukai panelis. Evaluasi panelis terhadap kekentalan untuk produk sup krim instan pati sagu setelah rehidrasi ada pada kisaran agak suka hingga suka dengan skor penilaian rata-rata 5.40 (sup krim instan pati sagu fakale) dan 5.30 (sup krim instan pati sagu pregelatinisasi).
20 Tabel 6 Hasil Uji Rating Hedonik Sup Krim Instan Produk Kekentalan Rasa Aroma Warna Overall Sup Krim Instan Pati Sagu 5.40a 5.27a 5.97a 5.37a 5.67a Fakale Sup Krim Instan Pati Sagu 5.30a 5.00a 5.57a 5.23a 5.20a Pregelatinisasi Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)
Parameter lainnya yang diujikan dalam produk sup instan ini adalah rasa dan aroma. Secara statistik, kedua parameter ini tidak berbeda nyata. Tingkat penilaian panelis pada rasa dan aroma sup krim instan setelah diseduh air panas ada di kisaran agak suka hingga suka. Skor penilaian rata-rata untuk rasa adalah 5.27 (sup krim instan pati sagu fakale) dan 5.00 (sup krim instan pati sagu pregelatinisasi). Sedangkan untuk parameter aroma adalah 5.97 (sup krim instan pati sagu fakale) dan 5.57 (sup krim instan pati sagu pregelatinisasi). Kedua parameter tersebut memberikan skor penilaian sup krim instan pati sagu fakale lebih tinggi atau lebih disukai panelis dibandingan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Rasa dalam sup krim instan pati sagu dibentuk oleh susu full cream (komponen protein, lemak, dan laktosa), air kaldu ayam, dan bumbu-bumbu (garam, lada, dan gula). Asam glutamat sebagai salah satu asam amino pembentuk protein memberikan rasa lezat dalam produk makanan. Protein whey dari susu yang memiliki rasa hambar, mampu meningkatkan rasa dari bumbu. Laktosa dalam susu full cream memiliki tingkat kemanisan 15% - 30% dari tingkat kemanisan sukrosa dan memiliki kemampuan yang kuat sebagai penambah rasa. Sedangkan lemak dalam susu full cream memberikan rasa yang kaya akan susu atau creamy (Sunyoto dan Ranti 2012). Bumbu-bumbu seperti garam digunakan sebagai penegas cita rasa. Sedangkan lada yang mengandung zat kimia berupa zat piperin dan piperidin memberi rasa pedas. Aroma sup krim instan pati sagu dipengaruhi oleh bahan yang digunakan seperti air kaldu, susu full cream, butter, dan lada. Aroma sup krim instan yang telah diseduh air panas terbentuk selama proses pengeringan pada drum drier karena reaksi Maillard. Reaksi Maillard menghasilkan aroma khas yang berasal dari kombinasi gula pereduksi dengan gugus amina primer (Sunyoto dan Ranti 2012). Tepung tempe koro pedang yang digunakan pada formulasi juga mempengaruhi aroma pada sup krim instan pati sagu. Tepung tempe koro pedang mempunyai aroma yang khas yaitu alkoholik yang terbentuk akibat proses fermentasi. Kandungan karbohidrat yang relatif tinggi pada koro pedang menyebabkan karbohidrat seperti pati, dan gula-gula sederhana diurai menjadi asam dan alkohol saat proses fermentasi berlangsung (Windrati et al. 2014). Sehingga pada formulasi, tepung tempe koro pedang tidak digunakan dalam jumlah yang banyak karena akan mengurangi penerimaan aroma. Parameter yang selanjutnya diuji adalah parameter warna. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kedua sampel setelah diseduh air panas memiliki warna yang tidak berbeda nyata. Namun, jika dilihat nilai rataan parameter warna sup krim instan pati sagu fakale (5.37) lebih disukai oleh panelis dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (5.23). Warna pada sup krim instan dibentuk oleh protein (asam amino lisin) dan laktosa dalam susu full cream. Dalam proses pembuatan sup krim instan pati sagu, pemanasan laktosa menyebabkan reaksi
21 Maillard antara gula pereduksi dan protein, peptida, dan asam amino yang menghasilkan warna kuning kecoklatan (U. S. Dairy Export Council 2006). Parameter terakhir adalah penampakan sup krim instan yang telah diseduh air panas secara keseluruhan (overall). Dilihat dari nilai rataan, sup krim instan pati sagu fakale lebih disukai panelis dibandingkan dengan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Namun setelah diuji secara statistik, kedua sup krim instan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Artinya sup krim instan pati sagu fakale dinyatakan mirip dengan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi secara keseluruhan (overall) dalam hal sensori oleh panelis.
Analisis Kimia Kadar Proksimat Hasil pengujian kadar proksimat dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar air sup krim instan pati sagu fakale adalah 3.08±0.01%(bb)/3.18±0.01%(bk) dan kadar air sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 2.38±0.02%(bb)/2.44±0.02%(bk). Kedua hasil analisis kadar air menunjukkan hasil yang berbeda nyata dan memenuhi SNI untuk kadar air sup krim instan yaitu maksimal 8%. Perbedaan kadar air kedua produk ini disebabkan oleh jumlah bahan fase cair yang berbeda pada kedua formula produk. Pengukuran kadar air bahan pangan penting dalam menentukan umur simpan bahan pangan tersebut. Hal ini karena kadar air dapat mempengaruhi sifat fisik seperti pengerasan atau penggumpalan pada produk berbentuk bubuk (Buckle et al. 1987). Kadar air dalam bakan pangan juga menetukan penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Nilai kadar air dari kedua produk termasuk rendah yang menunjukkan bahwa produk sup krim instan ini memiliki daya tahan yang lama karena kadar air yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak Semakin rendah kadar air suatu bahan pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan pangan tersebut. Bahan dengan kadar air 3–7% dapat mengurangi pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang merusak, seperti hidrolisis dan oksidasi lemak (Winarno 2008). Tabel 7 Hasil Analisis Proksimat Sup Krim Instan Sup Krim Instan Pati Sagu Sup Krim Instan Pati Sagu Fakale Pregelatinisasi Parameter Basis Basah Basis Kering Basis Basah Basis Kering (%) (%) (%) (%) a a b Kadar Air 3.08 ± 0.01 3.18 ± 0.01 2.38 ± 0.02 2.44 ± 0.02b a a b Kadar Abu 4.15 ± 0.01 4.28 ± 0.01 4.76 ± 0.03 4,88 ± 0.03b Kadar Protein 15.06± 0.10a 15.54 ± 0.11a 10.62 ± 0.16b 10.88 ± 0.16b a a b Kadar Lemak 14.11± 0,01 14.56 ± 0.01 9.67 ± 0.02 9.91 ± 0.02b Kadar 63.60± 0.12a 62.44 ± 0.12a 72.57 ± 0.17b 71.89 ± 0.18b Karbohidrat Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)
Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukkan unsur-unsur mineral atau zat-zat anorganik (Winarno 2008). Kadar abu yang diukur bermanfaat untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam sampel bahan,
22 tingkat kemurnian bahan pangan seperti tepung dan gula, serta tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan pangan (Maharajay 2014). Tabel 7 menunjukkan nilai kadar abu pada sup krim instan pati sagu fakale adalah 4.15±0.01%(bb)/4.28±0.01%(bk) dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 4.76±0.03%(bb)/4.88±0.03%(bk). Kedua sup krim instan pati sagu memberikan nilai kadar abu yang berbeda nyata. Nilai kadar abu sup krim instan pati sagu pregelatinisasi lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu sup krim instan pati sagu fakale. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan zat-zat anorganik atau mineral pada sup krim instan pregelatinisasi lebih tinggi. Namun, kadar abu tidak selalu ekivalen dengan bahan mineral, karena ada beberapa mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara konstituen (Rudianto et al. 2014). Kadar protein berdasarkan hasil analisis untuk sup krim instan pati sagu fakale adalah 15.06±0.10%(bb)/15.54±0.11%(bk) dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 10.62±0.16%(bb)/10.88±0.16%(bk). Kedua produk sup krim instan ini memberikan hasil yang berbeda nyata dan telah memenuhi SNI untuk sup krim instan yaitu minimal 10%. Perbedaan nilai kadar protein kedua produk sup krim instan ini berasal dari formula yang sedikit berbeda. Sup krim instan pati sagu fakale menggunakan jumlah air kaldu ayam yang lebih banyak dan susu bubuk full cream yang kadar proteinnya 24% pada formulasinya. Hal ini menyebabkan nilai kadar protein sup krim instan pati sagu fakale lebih tinggi. Sedangkan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi menggunakan air kaldu ayam lebih sedikit dan susu cair full cream berkadar protein 3.2%. Pada formulasi, selain air kaldu ayam dan susu full cream, digunakan pula tepung tempe koro pedang sebagai penyumbang protein. Penggunaan tepung tempe koro pedang ini tidak memberikan perbedaan kadar protein yang nyata terhadap kedua formula sup krim instan, karena jumlah yang digunakan untuk kedua formula sama. Selain berpengaruh kepada kadar protein, perbedaan jumlah air kaldu ayam, jenis susu full cream, dan jumlah susu full cream yang digunakan juga mempengaruhi kadar lemak kedua sup krim instan pati sagu. Susu bubuk full cream yang digunakan pada formula sup krim instan pati sagu fakale mengandung lemak 28%. Susu cair full cream yang digunakan pada formula sup krim sagu pregelatinisasi mengandung lemak 3.2%. Kadar lemak untuk sup krim instan pati sagu fakale adalah 14.11±0.01%(bb)/14.56±0.01%(bk) dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 9.67±0.02%(bb)/9.91±0.02%(bk). Hasil analisis kadar lemak kedua produk menunjukkan perbedaan yang nyata dan telah sesuai dengan SNI kadar lemak untuk sup krim instan yaitu minimal 5%. Kandungan lemak dalam sup krim instan berkaitan erat dengan kualitas yang dihasilkan sup krim intan, yaitu dalam hal kapasitas rehidrasi dan viskositas. Semakin tinggi kadar lemak, maka semakin rendah kapasitas rehidrasi dan viskositas (Sunyoto dan Ranti 2012). Analisis dengan by difference menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dari sup krim instan pati sagu fakale adalah 63.60±0.12%(bb)/62.44±0.12%(bk). Untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi memiliki kadar karbohidrat 72.57±0.17%(bb)/71.89±0.18%(bk). Tingginya kadar karbohidrat pada kedua produk sup krim instan disebabkan oleh tingginya karbohidrat dari bahan penyusunnya, terutama pati sagu yang digunakan.
23 Daya Cerna Pati Daya cerna pati merupakan kemampuan suatu enzim pemecah pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Daya cerna pati ditentukan dengan banyaknya pati yang dapat dihidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana dalam waktu tertentu (Jacobs dan Delcour 1998). Berdasarkan kemudahannya untuk dicerna dalam saluran pencernaan, pati dapat diklasifikasikan menjadi pati yang dapat dicerna dengan cepat atau rapidly digestible starch (RDS), pati yang memiliki daya cerna lambat atau slowly digestible starch (SDS), dan pati yang tidak dicerna di dalam usus halus atau resistant starch (RS). Perbedaan antara RDS, SDS, dan RS adalah pada kecepatan penyerapan. Rapidly digestible starch (RDS) dicerna dengan cepat di mulut dan usus halus. Berdasarkan uji in vitro, pati jenis ini dihidrolisis menjadi glukosa dalam waktu 20–30 menit. Pati yang terserap cepat ini biasanya banyak terdapat pada pati yang sudah dimasak, dalam hal ini granula pati telah tergelatinisasi sehingga lebih memudahkan enzim pencernaan untuk menghidrolisis (Singh et al. 2010). Sedangkan slowly digestible starch (SDS) dicerna lebih lambat di usus halus dan membutuhkan waktu antara 20–120 menit untuk mengubah pati menjadi glukosa. Resistant starch (RS) tidak dicerna dalam saluran pencernaan usus halus, tetapi terfermentasi di usus besar menghasilkan asam lemak rantai pendek yang bermanfaat bagi kesehatan kolon. RS merupakan jumlah total pati dikurangi jumlah glukosa yang dilepaskan dalam 120 menit hidrolisis pati (Englyst et al. 1992). RDS adalah fraksi pati yang menyebabkan kenaikan glukosa darah setelah makanan masuk ke dalam saluran pencernaan, sedangkan SDS adalah fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan RDS (Kusnandar 2010). Daya cerna pati dipengaruhi oleh komposisi amilosa dan amilopektin, ukuran granula pati, dan proses pengolahan (Singh et al. 2010). Kandungan amilosa pada suatu bahan berbanding lurus dengan kadar pati resisten dan berbanding terbalik dengan dengan daya cerna pati bahan tersebut. Semakin banyak kandungan amilosa, maka pati semakin sulit dicerna sehingga daya cerna pati menjadi rendah. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai komponen utama penyusun bagian kristalin pati. Daerah kristalin pati yang luas lebih cepat dicerna dibandingkan daerah amorf (Vasanthan dan Bhatty 1996). Oleh karena itu, semakin banyak kandungan amilopektin pada pati menunjukkan semakin tinggi daya cerna pati tersebut. Ukuran partikel pati berkaitan dengan kemudahan pati didegradasi oleh enzim. Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati (Rimbawan dan Siagian 2004). Proses pengolahan yang mempengaruhi daya cerna pati adalah proses retrogradasi dan gelatinisasi. Proses gelatinisasi dapat meningkatkan kecernaan pati. Sedangkan pada proses retrogradasi terjadi penurunan daya cerna pati karena jumlah pati yang dicerna menurun yang disebabkan oleh perubahan kristalinitas pati (Patel et al. 2014). Tabel 8 Hasil Analisis Daya Cerna Pati Metode Glukometri Produk RDS (%) Sup Krim Instan Pati Sagu Fakale 76.48 Sup Krim Instan Pati Sagu Pregelatinisasi 79.39
24 Hasil pengukuran nilai daya cerna pati metode glukometri pada menit ke-30 untuk sup krim instan pati sagu fakale yaitu 76.48%. Sedangkan nilai daya cerna pati menit ke-30 untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 79.39%. Kriteria yang diinginkan pada daya cerna pati adalah daya cerna pati yang cepat (rapidly digested starch) untuk keperluan asupan energi pada saat sarapan. Oleh karena itu pengukuran yang dipilih adalah pada menit ke-30. Nilai daya cerna pati hasil analisis menunjukkan sup krim instan pati sagu fakale lebih lambat dicerna dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Hal ini disebabkan oleh jumlah amilosa pada pati sagu fakale lebih banyak, terlihat dari profil gelatinisasi pati sagu fakale yang memiliki kecenderungan lebih besar terjadinya retrogradasi. Profil gelatinisasi pati sagu fakale menunjukkan viskositas setback yang besar. Menurut Charles et al. (2005), viskositas setback yang semakin besar menunjukkan semakin tingginya kadar amilosa. Selain itu proses pregelatinisasi pada pati pregelatinisasi menurunkan kadar amilosa, karena energi panas pada saat proses gelatinisasi awal pati menyebabkan ikatan hidrogen pati menjadi melemah. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula dan memungkinkan sedikit melarutnya dan terjadi pertukaran molekul amilosa menuju ke air (Palupi et al. 2008). Kandungan amilosa yang lebih tinggi pada bahan pangan menurunkan daya cerna pati karena amilosa mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya memiliki struktur yang lebih solid. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Akhyar 2009). Kandungan lemak yang lebih tinggi pada sup krim instan pati sagu fakale juga dapat menurunkan daya cerna pati. Lemak dapat membentuk ikatan kompleks dengan amilosa. Ikatan kompleks ini menyebabkan pati menjadi tahan terhadap enzim pencernaan (Singh et al. 2010). Daya Cerna Protein secara in Vitro Nilai gizi protein bahan pangan tidak hanya dilihat dari segi kuantitas saja, akan tetapi segi kualitas juga perlu diperhatikan. Kualitas protein dapat ditentukan oleh daya cerna protein. Daya cerna protein menentukan ketersediaan asam amino secara biologis. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (Muchtadi 1989). Menurut Winarno dalam Ridwan (2006), daya cerna protein diartikan sebagai jumlah fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Tingginya daya cerna protein menunjukkan bahwa jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sedangkan daya cerna protein rendah menunjukkan protein sulit untuk dihidrolisis menjadi asam amino, sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses. Daya cerna protein dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksogenus dan endogenus (Guo et al. 2007). Faktor eksogenus misalnya interaksi protein dengan polifenol, fitat, karbohidrat, lemak, dan protease inhibitor. Faktor endogenus terkait dengan karakterisasi struktur protein seperti struktur tersier, kuartener, serta struktur yang dapat rusak oleh panas dan perlakuan reduksi. Menurut Fennema (1996), daya cerna protein dipengaruhi oleh konformasi protein, ikatan antar protein dengan metal, lipid, asam nukleat,
25 selulosa atau polisakarida lainnya, faktor anti nutrisi, ukuran dan luas permukaan partikel protein dan pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali. Konformasi protein dapat berhubungan dengan proses pengolahan produk. Pemanasan merupakan suatu proses termal yang dapat mengubah konformasi protein. Metode yang digunakan untuk menentukan daya cerna protein adalah secara in vitro. Metode in vitro dilakukan dengan cara menggunakan enzim-enzim pencernaan dan membuat kondisi yang mirip dengan yang sesungguhnya terjadi dalam pencernaan tubuh manusia. Enzim-enzim tersebut diantaranya pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin, peptidase, dan multi enzim (Muchtadi 1989). Daya cerna protein secara in vitro dapat diamati dari terbentuknya asam amino pada proses hidrolisis protein oleh enzim-enzim protease pencernaan tersebut. Semakin tinggi daya cerna suatu protein ditunjukkan oleh semakin banyaknya asam amino yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Jumlah asam amino yang terbentuk dapat diamati secara kualitatif maupun kuantitatif. Tabel 9 Hasil Analisis Daya Cerna Protein in Vitro Sup Krim Instan Sup krim Instan Pati Sup Krim Instan Pati Sagu Parameter Sagu Fakale Pregelatinisasi Daya Cerna Protein (%)
16.47a
12.23b
Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)
Tabel 9 menunjukkan nilai daya cerna protein sup krim instan pati sagu fakale yaitu 16.47% dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 12.23%. Kedua hasil analisis daya cerna protein sup krim instan pati sagu tersebut berbeda nyata. Menurut Sediaoetama (1991) daya cerna protein tergolong tinggi bila daya cernanya sama atau lebih besar dari 80%, sehingga nilai daya cerna protein kedua sup krim instan pati sagu tergolong rendah. Rendahnya nilai daya cerna protein sup krim instan pati sagu disebabkan oleh proses pengolahannya. Proses pengolahan tersebut adalah pemanasan pada suhu tinggi pada saat adonan sup krim dimasukkan ke dalam drum drier dan adanya pemanasan berulang. Suhu pengeringan yang digunakan dalam pembuatan sup krim isntan dengan drum drier adalah sekitar 130 – 145 oC. Winarno dalam Suhairi (2007) menyatakan bahwa penggunaan suhu pemasakan lebih dari 100 oC menyebabkan menurunnya kecernaan. Suhu tinggi menyebabkan tidak hanya membuka lipatan protein akan tetapi sudah sampai memotong potein menjadi bagian-bagian kecil yang mungkin sudah menjadi protein asing bagi enzim. Denaturasi berat menyebabkan protein terpotong dan bersifat irreversible. Protein yang telah terdegradasi tidak dikenali lagi oleh enzim. Enzim memiliki daya kerja yang spesifik sehingga hanya memecah protein-protein yang dikenalinya saja. Perlakuan pemanasan berulang dan pemanasan suhu tinggi terhadap produk sup krim dapat menyebabkan tidak hanya denaturasi berat akan tetapi terjadi juga reaksi Maillard. Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi pembentukan ikatan silang bermacam-macam asam amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk ini tahan terhadap enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam amino secara biologis (Valle-Riestra dan Barnes 1970). Ketersediaan asam amino secara biologis akan berpengaruh pada daya cerna asam
26 amino esensial yang akhirnya menentukan nilai gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat menurunkan nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi et al. 1993). Reaksi Maillard pada sup krim instan pati sagu terjadi saat pemanasan laktosa dari susu. Reaksi Maillard ini akan menyebabkan kehilangan atau kerusakan asam amino lisin. Lisin merupakan asam amino yang paling reaktif karena memiliki gugus 𝜀 -amino bebas. Lisin merupakan asam amino pembatas dalam protein makanan dan kerusakannya dapat menurunkan nilai gizi protein makanan (Muchtadi 1989).
Analisis Fisik Dilakukan analisis fisik terhadap sampel sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yang meliputi pengujian rendemen, daya rehidrasi, viskositas, dan warna. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 10.
Parameter Rendemen (%) Daya Rehidrasi (mL/g) Viskositas (cP) Nilai Lightness Nilai Hue0
Tabel 10 Hasil Pengujian Fisik Sup Krim Instan Sup Krim Instan Pati Sup Krim Instan Pati Sagu Sagu Fakale Pregelatinisasi 20.69 19.05 0.87
1.63
782 93.26a 88.74a
917 91.78b 85.45b
Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)
Rendemen Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan produk tepung sup krim instan. Jika rendemen yang dihasilkan suatu produk akhir besar, maka semakin efisien proses pembuatan produk tersebut. Tinggi rendahnya rendemen dapat ditentukan dari kefektifan alat yang digunakan dan sifat bahan baku produk tersebut (Deddy 2006). Bahan baku yang memiliki jumlah padatan tinggi akan menyebabkan total padatan produk tinggi, sehingga rendemen yang dihasilkan juga tinggi. Jumlah padatan pada bahan baku yang ditambahkan ke dalam formulasi sup krim instan pati sagu berupa karbohidrat, protein, lemak, dan padatan bukan lemak lainnya. Hasil pengukuran rendemen sup krim instan pati sagu fakale yaitu 20.69% dan rendemen sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 19.05%. Daya Rehidrasi Pengukuran daya rehidrasi menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu bahan makanan dalam menyerap air. Menurut Slamet (2011), jenis bahan dasar dan komposisi kimia merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya rehidrasi suatu produk instan. Jenis bahan dasar berkaitan dengan sifat partikel bahan, yaitu porositas dan polaritas bahan. Struktur bahan yang berpori menyebabkan air lebih cepat diserap dibandingkan dengan bahan yang kurang berpori (Muchtadi et al.
27 1988). Komposisi kimia yang mempengaruhi daya rehidrasi, yaitu kadar air, kandungan amilosa, dan kandungan lemak. Kadar air produk yang semakin rendah akan mendorong pengikatan air dari luar yang lebih tinggi (Rahman et al. 2015). Kandungan amilosa yang tinggi pada produk akan menyebabkan semakin tingginya daya rehidrasi produk. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar (Hidayat et al. 2009). Daya rehidrasi sup krim instan pati sagu fakale (0.87mL/g) lebih kecil dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (1.63mL/g). Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa sup krim instan pati sagu pregelatinisasi lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan krim instan pati sagu fakale. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak dan kandungan air pada sup krim instan pati sagu pregelatinisasi lebih rendah. Kandungan lemak pada produk dapat menghambat penyerapan air selama rehidrasi. Pada produk sup krim instan pati sagu, lemak dapat membentuk lapisan atau ikatan pada sekitar granula pati. Lapisan lemak yang terbentuk pada permukaan granula ini dapat menyebabkan penetrasi air ke dalam pati terhalangi. Hal ini mempengaruhi proses gelatinisasi pati menjadi tidak sempurna yang menyebabkan granula pati mengembang kurang sempurna (Sunyoto dan Ranti 2012). Granula pati yang mengembang kurang sempurna akan menghasilkan struktur produk menjadi kurang berpori ketika proses pengeringan sup krim intan pati sagu. Struktur produk yang kurang berpori ini mengakibatkan kemampuan sup krim instan untuk menyerap air berkurang. Sehingga semakin tinggi kandungan lemak pada produk sup krim instan pati sagu, semakin kecil daya rehidrasinya. Viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas merupakan salah satu sifat reologi yang penting dalam produk, sifat ini menggambarkan besarnya hambatan atau resistensi suatu cairan terhadap aliran dan pengadukan (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Viskositas pada sup krim instan terbentuk karena adanya granula pati. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan. (Pomeranz 1991). Hasil pengukuran viskositas menunjukkan sup krim instan pati sagu fakale memiliki nilai viskositas lebih rendah dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak sup krim instan pati sagu fakale yang lebih tinggi. Semakin tinggi kandungan lemak maka semakin besar kemungkinan pembentukan kompleks lipid-amilosa selama pengolahan (Sanusi 2006). Ikatan kompleks antara lemak dengan amilosa akan menghambat gelatinisasi pati karena sebagian besar lemak akan diserap oleh permukaan granula pati untuk membentuk hidrofobik, lapisan lemak di sekitar granula pati. Lapisan lemak akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini dapat menyebabkan viskositas dan kelengketan pati menurun karena mengurangi jumlah gugus hidroksil bebas dari pati (amilosa) yang menyerap air selama rehidrasi. Berkurangnya jumlah gugus hidroksil ini menyebabkan granula pati tidak mendapatkan cukup air untuk membengkak. Air di luar granula pati masih bisa bebas bergerak dan tidak bisa menembus ke dalam granula pati, sehingga peningkatan viskositas tidak terjadi (Sunyoto dan Ranti 2012).
28 Nilai viskositas untuk sup krim instan pati sagu fakale yaitu 782 cP dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 917 cP. Kedua nilai viskositas sup krim instan pati sagu ini mendekati nilai sup instan komersial. Sunyoto dan Ranti (2012) melaporkan, bahwa sup instan komersial yang beredar di pasaran memiliki viskositas sekitar 850 cP. Warna Warna dapat menjadi dasar untuk menentukan mutu suatu jenis makanan sebelum faktor lain seperti cita rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat mikrobiologis dipertimbangkan. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan dan baik tidaknya cara pengolahan (Winarno 2008). Analisis warna dilakukan dengan beberapa tujuan, diantaranya adalah untuk menentukan pengaruh ingredient terhadap warna produk, perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan (misalnya derajat warna kecoklatan hasil reaksi Maillard), dan konsistensi pengaruh bahan pewarna yang ditambahkan terhadap mutu warna produk pangan (Andarwulan et al. 2011). Analisis warna pada sup krim instan pati sagu dilakukan menggunakan alat chromameter dengan sistem notasi warna Hunter. Sistem notasi warna adalah cara sistematik dan obyektif dalam menyatakan dan mendeskripsikan suatu jenis warna. Sistem Hunter memiliki tiga parameter nilai pengukuran untuk mendeskripsikan warna, yaitu L, a, dan b. Nilai L (lightness) menunjukkan tingkat kecerahan sampel dan memiliki skala dari 0 sampai 100. Semakin cerah sampel yang diukur maka nilai L mendekati 100. Sebaliknya semakin kusam (gelap), maka nilai L mendekati 0. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau dari sampel, dengan a positif menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning atau biru, dengan b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70 (Gilang et al. 2013). Nilai a dan b yang didapatkan dari hasil pengukuran ini akan dikonversikan menjadi nilai hue. Nilai hue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna dan menyatakan panjang gelombang dominan yang akan menentukan warna bahan, yaitu bisa berwarna merah, biru, hijau ataupun kuning (Winarno 2008). Nilai hue yang diperoleh berada dalam bentuk nilai derajat radian dan diinterpretasikan ke dalam derajat warna (Hutching 1999). Tabel 10 menunjukkan hasil pengukuran nilai L untuk kedua sup krim instan pati sagu berbeda nyata. Sup krim instan pati sagu fakale memiliki nilai L (93.26) lebih tinggi dibandingkan nilai L sup krim instan pati sagu pragelatinisasi (91.78). Hal ini menunjukkan bahwa warna sup krim instan pati sagu fakale lebih cerah. Nilai hue yang dihasilkan untuk kedua sup krim instan pati sagu juga berbeda nyata. Nilai hue sup krim instan pati sagu berada pada kisaran warna yellow red (54o – 90o). Secara visual, warna kedua sup krim instan pati sagu adalah cokelat. Menurut Tolvaj dan Mitsui (2009), hue warna cokelat berada antara kisaran hue merah dan kuning.
29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan pati sagu sebagai pengental di dalam pengolahan sup krim instan menghasilkan produk sup krim dengan kekentalan yang hampir sama dengan sup krim instan komersial. Tepung tempe koro pedang yang digunakan dalam formula berpengaruh terhadap aroma sup krim yang dihasilkan sehingga jumlah penggunaannya tidak bisa terlalu banyak. Uji organoleptik rating hedonik menunjukkan sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi diterima oleh panelis dengan kisaran agak suka hingga suka dalam semua parameter pengujian sensori. Kadar air, protein, dan lemak kedua sup krim instan pati sagu telah memenuhi SNI sup krim instan. Pengukuran daya cerna protein untuk kedua produk menghasilkan daya cerna protein yang rendah. Hasil uji daya cerna pati menunjukkan kedua produk sup krim instan memiliki daya cerna pati yang relatif tinggi pada menit 30 (RDS). Nilai daya cerna pati untuk sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi secara berturut-turut yaitu 76.48% dan 79.39%. Pengujian fisik meliputi rendemen, daya rehidrasi, viskositas, dan warna. Sup krim intsan pati sagu fakale memiliki rendemen, daya rehidrasi, dan viskositas berturut-turut yaitu 20.69%, 0.87 mL/g, dan 782 cP dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 19.05%, 1.63 mL/g, dan 917 cP. Hasil analisis warna menunjukkan kedua produk sup krim instan memiliki warna pada kisaran hue merah dan kuning.
Saran Pengembangan sup krim instan dengan penambahan bahan tambahan pangan untuk meningkatkan mutu sensori. Penelitian lebih lanjut tentang pendugaan umur simpan perlu dilakukan untuk mengetahui karakter penyimpanan sup krim instan. Selain itu penelitian tentang pengemasan sup krim instan juga perlu dilakukan untuk mengetahui jenis kemasan yang tepat agar mutu sup krim instan tetap terjamin.
30
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Method of Analytical of Association Official Agricultural Chemistry. Washington DC (US): AOAC International. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2006. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agriculture Chemists 16th Edition. Virginia (US): AOAC International. [BSN] Badan Satandardiasasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-4967-1999: Sup Krim Instan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Akhyar. 2009. Pengaruh proses pratanak terhadapa mutu gizi dan indeks glikemik berbagai varietas beras indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alfons JB, Rivaie AA. 2011. Sagu mendukung ketahanan pangan dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Perspektif. 10(2): 81-91. Alfons JB, Bustaman. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Sagu di Maluku. Ambon (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, 45p. Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Ardiyansyah. 2014. Pemanfaatan pati ubi jalar (Ipomoea batatas) dalam produk sup instan jamur kuping (Auricularia auricula) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baharuddin T. 2006. Penggunaan maltodekstrin pada yoghurt bubuk ditinjau dari uji kadar air keasaman, pH, rendemen, reabsoprsi uap air, kemampuan keterbasahan, dan sifat kedispersian [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI press. Terjemahan dari: Food Science. Charles AL, Chang YH, Ko WC, Sriroth K, Huang TC. 2005. Influence of amylopectin structure and amylose content on the gelling properties of five cultivars of cassava starches. Journal Agricultural and Food Chemistry 28th Sept Edition. Daramola B, Osanyinlusi SA. 2006. Production, characterization, and application of banana (Musa spp.) flour in whole maize. African Journal of Biotechnology . 5(10): 992- 995. Deetae P, Shobsngob S, Varanyanond W, Chinachoti P, Naivikul O,Varavinit S. 2008. Preparation, pasting properties, and freeze–thaw stability of dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohydrate Polymers. 73: 351–358. Deddy EA. 2006. Pembuatan makanan pendamping ASI (Weaning Food) berbasis pati sagu (Metroxylon sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID) : Bharata Karya Aksara.
31 Doss A, Pugalenthi M, Vadivel V. 2011. Nutitional evaluation of wild jack bean (Canavalia Ensiformis) seeds in different locations of south india. Word Applied Sciences Journal. 13(7): 1606-1612. Eke CNU, Asoegwu SN, Nwandikom GI. 2007. Physical properties of jack bean (Canavalia ensiformis). Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal Manuscript FP 07 014 Sept vol 9. Englyst HN, Kingman SM, Cummings JH. 1992. Classification and measurement of nutritionally important starch fractions. European Journal of Clinical Nutrition. 46:30-50. Di dalam: Lehmann U, Robin F. 2007. Slowly digestible starch-its structure and health implications: a review. Trends in Food Science & Technology. 18:346-355.doi:10.1016/j.tifs.2007.02.009. Ernawati S. 2010. Stabilitas sediaan bubuk pewarna alami dari rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang diproduksi dengan metode spray drying dan tray drying [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Wulandari N, Kusumaningrum HD, Purnomo EH, Indrasti D. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB Pr. Fennema OR. 1996. Food Chemistry 3rd Edition. New York (US): Marcell Dekker Inc. Greenwood CT, Munro DN. 1979. Carbohydrates. Di dalam: Priestley RJ, editor. Effects of Heat on Foodstuff. London (GB): Applied Science Publ. Ltd. Gilang R, Dian R, Dwi I. 2013. Karakteristik fisik dan kimia tepung koro pedang (Canavalia ensiformis) dengan variasi perlakuan pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan. 2(3) : 34-42. Guo X, Huiyuan Y, Zhengxing C. 2007. Effect of heat, rutin, and disulfide bond reduction on in vitro pepsin digestibility of Chinese tartary buckwheat protein fractions. Journal of Food Chemistry. 102: 118–122. Hidayat B, Kalsum N, Surfiana. 2009. Karakterisasi tepung ubi kayu modifikasi yang diproses menggunakan metode pragelatinisasi parsial. Jurnal Teknologi Industri Hasil Pertanian. 14(2): 148 - 151. Hung PV, Morita N. 2005. Physicochemical properties and enzymatic digestibility of starch from edible canna (Canna edulis) gown in Vietnam. Carbohydrate Polymers. 61:314-321. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd Edition. A Chapman and Hall Food Science Book. Maryland (MD): Aspen Publ. Gaithersburg. Inglett MJ, Inglett GE. 982. Food Products Formulary Volume 4 Fabricated Foods. Connecticut (US): The Avi Publishing Company, Inc. Jacobs H, Delcour JA. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch with retention of the granular structure: review. Journal Agricultural and Food Chemistry. 46(8): 2895-2905. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Maharajay. 2014. Analisis Kadar Abu. Malang (ID): Universitas Brawijaya. McLellan MR, Lind LR, Kime RW. 1994. Hue angle determinations and statistical analysis for multiquadrant hunter L, a, b data. Journal Food Quality. 18: 235240. doi:10.1111/j.1745-4557.1995.tb0037.x. Milantisari S. 2005. Pemanfaatan tepung tulang-daging ayam pedaging pada sup instan jamur tiram putih (Pleoretus osteratu) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
32 Muchtadi TR, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Muchtadi D. 1989. Protein: Sumber dan Teknologi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas IPB. Muchtadi TR, Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID): IPB Pr. Muchtadi TR, Hariyadi P, Ahza AB. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Insitut Pertanian Bogor. Newman CW, Roth R, Lockermen RH. 1987. Protein quality of chickpea (Cicer ariterium R.). Nutrition. Rep. International. 36: 1-5. Palungkun R, Budiarti A. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Palupi HT, Zainul AA, Nugroho M. 2008. Pengaruh pregelatinisasi terhadap karakteristik tepung singkong. Jurnal Teknologi Pangan. 4(2): 91-105. Patel H, Richard D, Peter J, Butterworth, Peter R, Ellis. 2014. A mechanistic approach to studies of the possible digestion of retrograded starch by α- amylase revealed using a log of slope (LOS) plot. Carbohydrate Polymers. 113:128-188. Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York (US): Academic Press, Inc. Prihandana R, Hendroko R. 2008. Energi Hijau. Jakarta (ID) : Swadaya. Pukkahuta C, Varavinit S. 2007. Structural transformation of sago starch by heatmoisture and osmotic-pressure treatment. Starch/Stärke. 59: 624–631. Rahman RS, Widya DR, Indria P. 2015. Karakterisasi beras tiruan berbasis tepung ubi jalar oranye termofifikasi heat moisture treatment (HMT). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2):713-722. Ridwan AA. 2006. Perubahan-perubahan protein yang diakibatkan oleh proses pengolahan pada daging domba [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta (ID): Penerbit Swadaya. Remsen CH, Clark JP. 1978. A viscosity model for a cooking dough. Di dalam: Harper JM, editor. Extrusion of Food vol II. CRC Press, Inc.Florida. Rudianto, Syam A, Alharini S. 2014. Studi pembuatan dan analisis zat gizi pada produk biskuit moringa oleifera dengan substitusi tepung daun kelor [catatan penelitian]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Sangadah. 2006. Kajian pengaruh penambahan tepung daging – tulang leher ayam pedaging sebagai sumber protein dan kalsium pada sup krim instan jamur shiitake [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sanusi A. 2006. Formulasi sagu instan sebagai makanan tinggi kalori [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saputra D. 2014. Penentuan daya cerna protein in vitro ikan bawal (Colossoma macroponum) pada umur panen berbeda. ComTech. 5(2):1127-1133. Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Gizi Jilid 1. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Singh J, Dartois A, Kaur L. 2010. Starch digestibility in food matrix: a review. Trends in Food Science & Technology. 21:168180.doi:10.1016/j.tifs.2009.12.001. Slamet A. 2011. Fortifikasi tepung wortel dalam pembuatan bubur instan untuk peningkatan provitamin A. Agrointek. 5(1):1-8.
33 Soetedjo W. 2009. Aplikasi tepung labu kuning (Cucurbita moschata) dalam pembuatan sup krim labu kuning instan : evaluasi secara fisik, kimia, dan sensoris [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Katolik Soegijapranata. Sopade PA, Gidley MJ. 2009. A rapid in-vitro digestibility assay based on glucometry for investigating kinetics of starch digestion. Starch. 61:245255.doi:10.1002/star.200800102. Suciati A. 2012. Pengaruh lama perendaman dan fermentasi terhadap kandungan HCN pada tempe kacang koro (Canavalia ensiformis L) [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Sudiyono. 2010. Penggunaan Na2HCO3 untuk mengurangi kandungan asam sianida (HCN) koro benguk pada pembuatam koro benguk goreng. Agrika.4(1): 48-53. Suhairi L. 2007. Pengaruh pemanasan berulang terhadap kandungan gizi “sie reuboh” sebagai makanan tradisional Aceh [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulistyawati I, Christiana R, Alberta RP. 2012. Pengolahan Koro Glinding Siap Saji. Semarang (ID) : UNIKA. Sunyoto M, Ranti F. 2012. The influence of full cream milk powder concentration on the characteristics of “rasi” instant cream soup. Journal Agriculture Science and Technology. 1218-1231. Susiwi. 2009. Penilaian Organoleptik “Handout”. Jakarta (ID): Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tolvaj L, Mitsui K. 2009. Correlation between hue angle and lightness of light irradiated wood. Journal Polymer Degradation and Stability. 95:638-642. doi:10.1016/j.polymdegrabstab.2009.12.004. U.S. Dairy Export Council. 2006. Manual Reference for US Milk Powder Southeast Edition. Bangkok (TH): Southeast Asian Refresentative Office Pacrim Assosiated Ltd. Valle-Riestra J, Barnes RH. 1970. Digestion of head-damaged egg albumen by the rat. Journal Nutrition. 100:873. Vasanthan T, Bhatty RS. 1996. Physicochemical properties of small and large granule starches of waxy, regular, and high amylose barleys. Cereal Chem. 73:199-207. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Bogor (ID): Mbrio Press. Windrati SW, Bambang H, Nurud D, Wahyu MA, Dinda EH, Windi W. 2014. Pengembangan teknologi pangan berbasis koro-koroan sebagai bahan pangan alternatif pensubstitusi kedelai [ulasan penelitian] 30p. Jember (ID) : Universitas Jember. Windrati SW, Ahmad N, Puspa DA. 2010. Sifat nutrisional protein rich flour (PRF) koro pedang (Canavalia ensiformis L.). Jurnal Agrotek. 4(1): 18-26. Yoanasari QT. 2003. Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zallie JP. 1988. New Starches for Gelling and Non-Gelling Applications in the Manufacturing Confectioner. National Starch and Chemical Co.
34
LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar penilaian uji rating hedonik sup krim instan UJI RATING HEDONIK SUP KRIM INSTAN Nama : Tanggal : Instruksi : 1. Cicipi produk dari kiri ke kanan 2. Berikan penilaian terhadap tekstur, rasa, aroma, warna, dan overall produk 3. Berikan nilai tingkat kesukaan : (1) Sangat tidak suka (2) tidak suka (3) sedikit tidak suka (4) netral (5) sedikit suka (6) suka (7) sangat suka 4. Jangan membandingkan antar sampel Atribut Organoleptik Kekentalan Rasa Aroma Warna Overall
Kode Sampel
Komentar : ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… …………………….
35
Cawan (gram) 28.8741 17.7697 22.0401 23.0650 26.6674 27.8763
Sampel (gram) 2.0988 2.0785 2.1902 2.0924 2.0804 2.0472
Setelah Oven (gram) 30.9082 19.7843 24.1626 25.1078 28.6979 29.8751
Lampiran 2 Hasil uji kadar air (BB)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Cawan (gram) 28.8741 17.7697 22.0401 23.0650 26.6674 27.8763
Sampel (gram) 2.0988 2.0785 2.1902 2.0924 2.0804 2.0472
Setelah Oven (gram) 30.9082 19.7843 24.1626 25.1078 28.6979 29.8751
Lampiran 3 Hasil uji kadar air (BK)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Hasil (%BB) 3.08 3.07 3.09 2.37 2.40 2.36
Hasil (%BK) 3.18 3.17 3.19 2.43 2.46 2.41
3.08
𝑥 0.01
SD
0.27
3.38
RSDA RSDH
Simpulan Teliti
Teliti
RSDA RSDH
Teliti
3.51
3.36
Teliti
0.77
SD
0.28
3.50
0.02
𝑥
0.01
0.79
2.38
3.18
0.02
Simpulan
2.44
36
Cawan (gram) 28.8741 17.7697 22.0401 23.0650 26.6674 27.8763
Sampel (gram) 2.0988 2.0785 2.1902 2.0924 2.0804 2.0472
Setelah Oven (gram) 28.9610 17.8560 22.1309 23.1649 26.7658 27.9744
Lampiran 4 Hasil uji kadar abu (BB)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Cawan (gram) 28.8741 17.7697 22.0401 23.0650 26.6674 27.8763
Sampe (gram) 2.0988 2.0785 2.1902 2.0924 2.0804 2.0472
Setelah Oven (gram) 28.9610 17.8560 22.1309 23.1649 26.7658 27.9744
Lampiran 5 Hasil uji kadar abu (BK) Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Hasil (%BB) 4.14 4.14 4.15 4.77 4.73 4.79 4.15
𝑥
0.03
0.01
SD
0.67
0.14
3.16
3.23
Teliti
Teliti
RSDA RSDH Simpulan
RSDH
Teliti
Simpulan
RSDA
SD
3.21
𝑥
0.01 0.13
4.28
0.65
Teliti
0.03
3.15
4.88
4.76
Hasil (%BK) 4.27 4.28 4.28 4.89 4.85 4.91
37
Sampel (gram) 2.0184 2.0085 2.0177 2.0056 2.0028 2.0156
Labu Kosong (gram) 26.0006 32.6126 32.4205 32.6943 32.3353 25.8905
Setelah Proses (gram) 26.2856 32.8958 32.7051 32.8887 32.5287 26.0852
Lampiran 6 Hasil uji kadar lemak (BB)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Sampel (gram) 2.0184 2.0085 2.0177 2.0056 2.0028 2.0156
Labu Kosong (gram) 26.0006 32.6126 32.4205 32.6943 32.3353 25.8905
Setelah Proses (gram) 26.2856 32.8958 32.7051 32.8887 32.5287 26.0852
Lampiran 7 Hasil uji kadar lemak (BK)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Hasil (%BB) 14.12 14.10 14.11 9.69 9.66 9.66
Hasil (%BK) 14.57 14.55 14.55 9.93 9.89 9.90
2.69
Teliti
Teliti
Simpulan 0.07
2.84
RSDA RSDH
14.11 0.01
0.21
SD
0.02
𝑥
9.67
SD
14.56 0.01 0.07
2.83
2.67
Teliti
Teliti
RSDA RSDH Simpulan
𝑥
0.02 0.21
9.91
38
Sampel (gram) 1.0042 1.0003 1.0054 1.0046 1.0024 1.0062
Vol HCl 16.9 16.7 17 11.9 11.7 12.1
N HCl 0.1024 0.1024 0.1024 0.1024 0.1024 0.1024
%N 2.4139 2.3922 2.4252 1.6990 1.6741 1.7248
Lampiran 8 Hasil uji kadar protein (BB)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Sampel (gram) 1.0042 1.0003 1.0054 1.0046 1.0024 1.0062
Vol HCl 16.9 16.7 17 11.9 11.7 12.1
N HCl 0.1024 0.1024 0.1024 0.1024 0.1024 0.1024
%N 2.4139 2.3922 2.4252 1.6990 1.6741 1.7248
Lampiran 9 Hasil uji kadar protein (BK)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
FK 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25
FK 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25
Hasil (%BK) 15.57 15.43 15.64 10.88 10.72 11.04
Hasil (%BB) 15.09 14.95 15.16 10.62 10.46 10.78
0.70
RSDA
2.80
2.66
RSDH
Teliti
Teliti
Simpulan
SD
15.06 0.10
1.49
RSDH
𝑥
10.62 0.16
RSDA
SD
2.65
𝑥
15.54 0.11 0.70
2.80
Teliti
Simpulan Teliti
10.88 0.01 0.08
39
Air (BB) 3.08 3.07 3.09 2.37 2.40 2.36
Abu (BB) 4.14 4.15 4.15 4.77 4.73 4.79
Lemak (BB) 14.12 14.10 14.11 9.69 9.66 9.66
Protein (BB) 15.09 14.95 15.16 10.62 10.46 10.78
Lampiran 10 Hasil uji kadar karbohidrat (BB)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
Air (BK) 3.18 3.17 3.19 2.43 2.46 2.42
Abu (BK) 4.27 4.28 4.28 4.89 4.85 4.91
Lemak (BK) 14.57 14.55 14.55 9.93 9.89 9.9
Protein (BK) 15.57 15.43 15.64 10.88 10.72 11.04
Hasil (%BK) 62.41 62.57 62.34 71.87 72.08 71.73
Hasil (%BB) 63.57 63.73 63.49 72.55 72.75 72.41
Lampiran 11 Hasil uji kadar karbohidrat (BK)
Kode SF1 SF2 SF3 SP1 SP2 SP3
RSDH
Teliti
Simpulan
RSDA
2.14
Teliti
SD
63.60 0.12 0.19
2.10
𝑥
72.57 0.17 0.24
Teliti
Simpulan 2.15
Teliti
RSDA RSDH 0.19
2.10
SD 62.44 0.12
0.25
𝑥
71.89 0.18
40
Sampel
8.05 8.05 8.04 8.04 8.03 8.03
pH 1
6.05 6.12 6.40 6.42 6.45 6.47
pH 2
2.00 1.93 1.64 1.62 1.58 1.56
Δ pH
62.1824
50.5297
Wsampel Kadar (gram) Pati (%)
0.5006 0.5008 0.5003 0.5010 0.5005 0.5004
Blanko 0.0149 0.0052 0.1191 0.1166 0.1409 0.1474
Pembacaan Glukometer (mg/dL) 30’ 120’ 45 57 46 58 45 57 59 74 58 73 58 73
Sampel 1.2507 1.1854 0.3242 0.3096 0.2914 0.2924
Absorbansi
Lampiran 12 Hasil uji daya cerna protein in vitro
Kasein 1 Kasein 2 SF 1 SF 2 SP 1 SP 2
1 2 3 1 2 3
U
Lampiran 13 Hasil analisis daya cerna pati
Sampel
SKIFakale
SKIPregel
Δ Abs
100 100 16.60 16.35 12.18 12.29
DC Protein (%)
RDS 75.92 77.57 75.96 80.24 78.96 78.97
SDS 20.24 20.24 20.26 20.40 20.42 20.42
0
SD
1.04
0
2.74
2.62
2
RSDA RSDH
Teliti
Teliti
Teliti
76.48
RDS
20.41
20.25
SDS
20.41
21.93
RS
Simpulan
100
0.17
0.62
𝑥
16.47
0.08
79.39
Rataan DC Pati (%)
12.23
RS 21.93 21.92 21.94 20.40 20.42 20.42
Daya Cerna Pati (%)
1.2358 1.1802 0.2051 0.1930 0.1505 0.1450
240’ 70 71 70 89 88 88
41 Lampiran 14 Grafik daya cerna pati sup krim instan pati sagu
Daya Cerna Pati
140
Daya Cerna Pati (%)
120 100 Daya Cerna Pati Sup Krim Sagu Fakale
80 60
Daya Cerna Pati Sup Krim Sagu Pregelatinisasi
40 20 0 0
30
180
240
Waktu (Menit)
Lampiran 15 Hasil analisis warna sup krim instan pati sagu Sampel
SKIFakale
U 1 2 3 4 5
Rataan
SKIPregel
Rataan
1 2 3 4 5
L 93.57 92.48 93.07 93.52 93.64 93.26 91.93 90.61 91.51 92.48 92.35 91.78
a 0.47 0.55 0.50 0.37 0.24 0.43 1.50 1.59 1.54 1.41 1.52 1.51
b 19.20 19.76 19.48 18.92 19.37 19.35 19.12 19.41 19.47 18.45 18.55 19.00
b/a 40.85 35.93 38.96 51.14 80.71 49.52 12.75 12.21 12.64 13.09 12.20 12.58
Hueo 88.60 88.41 88.53 88.88 89.29 88.84 85.51 85.32 85.48 85.63 85.32 85.45
42 Lampiran 16 Hasil uji T-test kadar proksimat basis basah
Lampiran 17 Hasil uji T-test kadar proksimat basis kering
Lampiran 18 Hasil uji T-test daya cerna protein in vitro
43 Lampiran 19 Hasl uji T-test rating hedonik
Lampiran 20 Hasil uji T-test analisis warna
44
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 19 Maret 1993 dari ayah Setiyatno Adi Widodo dan ibu Tita Priyatni. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purworejo. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur tes tertulis Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di lembaga Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB sebagai staf Divisi Internal. Penulis juga pernah aktif berpartisipasi menjadi panitia dalam kegiatan yang diadakan HIMITEPA, diantaranya adalah pelatihan HACCP-PLASMA 2013 sebagai BPH, BAURACCESS 2013 sebagai ketua divisi acara, Orde - Malam Keramat 2013 sebagai anggota divisi acara, TECHNO-F 2013 sebagai PAK, sebagai anggota bina desa DPPI, serta FOODIVAL 2014 sebagai ketua divisi acara. Selain kegiatan kepanitiaan, penulis juga aktif mengikuti lomba dan pengisi acara, yaitu lomba perkusi dalam Fateta Art Contest dan sebagai penari dalam acara Fakultas. Prestasi yang diraih penulis selama masa kuliah adalah mendapatkan beasiswa BUMN dan Daya Adicipta. .