Gambar 2
r Gambar 1
r
PERAN PERTANYAAN PRODUKTIF DARI GURU DALAM PENGGUNAAN MEDIA INSTRUKSIONAL EDUKATIF TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN PENALARAN ADAPTIF SISWA SMP NEGERI 29 SEMARANG KELAS VIII MATERI POKOK LINGKARAN ARTIKEL
Oleh VENISSA DIAN MAWARSARI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012
2
PERAN PERTANYAAN PRODUKTIF DARI GURU DALAM PENGGUNAAN MEDIA INSTRUKSIONAL EDUKATIF TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN PENALARAN ADAPTIF SISWA SMP NEGERI 29 SEMARANG KELAS VIII MATERI POKOK LINGKARAN Venissa Dian Mawarsari ABSTRAK Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya upaya peningkatan mutu pendidikan matematika masih terus diupayakan, karena diyakini bahwa matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas siswa dalam belajar matematika dan guru harus benarbenar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa. Seorang guru harus banyak menggunakan metode, sementara metode itu terdiri atas media dan sumber pengajaran. Untuk itu perlu dicari suatu media pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa yang terjangkau bagi guru. Permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif terhadap pemahaman konsep dan penalaran adaptif siswa. Penelitian ini mengambil populasi siswa kelas VIII semester 2 SMP Negeri 29 Semarang. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas eksperimen, yaitu 85 lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas kontrol, yaitu 81. Sedangkan pada aspek penalaran adaptif, berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (uji pihak kanan) rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas eksperimen, yaitu 78 lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas kontrol, yaitu 74. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif lebih berperan daripada pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran dan pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif lebih berperan daripada pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan penalaran adaptif siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran. Kata kunci: Pertanyaan Produktif dalam Media Instruksional Edukatif. PENDAHULUAN Dewasa ini bidang pembelajaran secara umum sedikit banyak terpengaruh oleh adanya perkembangan dan penemuan-penemuan dalam bidang keterampilan, ilmu, dan teknologi. Pengaruh perkembangan tersebut tampak jelas dalam upayaupaya pembaharuan sistem pendidikan dan pembelajaran. Upaya pembaharuan
3
tersebut menyentuh bukan hanya sarana fisik/fasilitas pendidikan, tetapi juga sarana non-fisik seperti perkembangan kualitas tenaga-tenaga kependidikan yang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan memanfaatkan fasilitas yang tersedia, cara kerja inovatif, serta sikap yang positif terhadap tugas-tugas kependidikan yang diembannya. Salah satu bagian integral dari pembaharuan tersebut adalah seorang guru harus memiliki keterampilan dasar dalam proses pembelajaran dan media pembelajaran, salah satu keterampilan yang harus dimiliki seorang guru agar dalam mengerjakan tugas profesionalnya berhasil secara optimal adalah keterampilan dasar bertanya.
Keterapilan dasar bertanya, bagi seorang guru
merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai.
Mengapa
demikian? Sebab melalui keterampilan ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih bermakna bagi siswa (Sanjaya, 2006:157).
Pertanyaan-
pertanyaan produktif yang diberikan oleh guru, membuat siswa berfikir, berbuat dan bekerja sama sehingga siswa memperoleh jawaban-jawaban dari pertanyaanpertanyaan produktif yang diberikan guru. Selain keterampilan bertanya media instruksional edukatif menjadi suatu bidang yang seyogianya dikuasai oleh setiap guru professional.
Tumbuhnya
kesadaran terhadap pentingnya pengembangan media instruksional edukatif di masa yang akan datang harus dapat direalisasikan dalam praktik. Banyak usaha yang dapat dikerjakan. Di samping memahami penggunaanya, para guru pun patut berupaya untuk mengembangkan keterampilan ”membuat sendiri” media yang menarik, mudah, dan efisien, dengan tidak menolak kemungkinan pemanfaatan alat modern yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Kemampuan ini
membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerja
4
sama yang efektif. Cara berfikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat serta jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berfikir rasional. Penelitian telah membuktikan bahwa untuk menguasai suatu subjek dibutuhkan pemahaman konseptual yang dibangun oleh siswa secara mandiri, bukan sekedar rangkaian pengetahuan yang diberikan oleh seorang guru. Ketika siswa benar-benar memahami matematika, mereka akan dapat menggunakan pengetahuannya secara fleksibel baik dalam kehidupan sehari-harinya atau dalam aplikasi matematika pada ilmu-ilmu yang lain (Agung; www.sigmetris.com). Selama ini hasil pembelajaran matematika materi pokok lingkaran yang diajarkan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Semarang cukup baik. Akan tetapi, masih ada keinginan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyengkan dan menarik agar siswa masih perlu untuk memahami tentang lingkaran yang benar-benar diperlukan dalam materi selanjutnya dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran di SMP Negeri 29 Semarang sebelum penelitian ini dilaksakan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Secara otomatis, situasi proses pembelajaran kurang menarik siswa untuk aktif dan terkesan monoton. Terlebih lagi banyak siswa tidak sepenuhnya memahami konsep abstrak karena mereka tidak biasa melihat secara real dan secara fisik. Aspek-aspek geometri dapat didemonstrasikan dengan alat peraga yang memberikan model konkrit dan model visual. Diharapkan dengan strategi pembelajaran ini, siswa mampu belajar dalam suasana menyenangkan dan tertarik untuk selalu mengikuti pembelajaran matematika, sehingga akan ada nuansa baru dalam pembelajaran. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memilih judul “PERAN PERTANYAAN PRODUKTIF DARI GURU DALAM PENGGUNAAN MEDIA INSTRUKSIONAL EDUKATIF TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN PENALARAN ADAPTIF SISWA SMP NEGERI 29 SEMARANG KELAS VIII MATERI POKOK LINGKARAN”.
5
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tadi, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Apakah pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media
instruksional edukatif lebih berperan dibandingkan pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran? 2.
Apakah pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media
instruksional edukatif lebih berperan dibandingkan pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan penalaran adaptif siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. mengetahui peranan pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif lebih berperan dibandingkan pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran. 2. mengetahui peranan pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif lebih berperan dibandingkan pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan penalaran adaptif siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran. Teori – teori pembelajaran yang terkait dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini. 1.
Pertanyaan Produktif Pertanyaan adalah jantung dari pembelajaran. Pengetahuan yang dimiliki
siswa selalu berawal dari pertanyaan. Pertanyaan dapat terjadi dari guru ke siswa, dari siswa ke guru, atau siswa ke siswa lain. Guru dapat memanfaatkan suatu petanyaan sebagai: motivasi, memfokuskan perhatian, mengetahui pemahaman siswa terhadap suatu pengetahuan, menggali informasi, dll. Dengan cara mengajukan pertanyaan yang disusun dengan baik kepada para siswa, berarti guru mendorong siswa untuk belajar dengan aktif. Pertanyaan kepada seluruh kelas itu seharusnya mendapat tanggapan dari siswa mengenai hal yang telah disajikan guru.
Tanggapan dari siswa itu seringkali merupakan hasil pemikiran siswa
6
sendiri. Kenyataanya hal ini sulit dicapai secara penuh, namun ini adalah sasaran yang harus diperjuangkan (Sujono, 1988:75). Para ahli percaya, pertanyaan yang baik memiliki dampak yang positif terhadap siswa, di antaranya: a.
dapat meningkatkan partisipasi siswa secara penuh dalam proses pembelajaran,
b.
dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, sebab berfikir itu sendiri pada hakikatnya bertanya,
c.
dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta menuntun siswa untuk menentukan jawaban, dan
d.
memusatkan siswa pada masalah yang sedang dibahas. Ada beberapa alasan para guru mengajukan pertanyaan spesifik, yaitu:
a.
menggalakkan
penalaran,
pemahaman
gagasan,
fenomena,
prosedur, dan nilai-nilai; b.
mengecek pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan;
c.
meningkatkan perhatian terhadap tugas;
d.
mereviu, revisi, mengingat, memperkuat pokok bahasan yang baru dipelajari, mengingat prosedur sebelumnya;
e.
pengelolaan, penenangan, menghentikan teriakan siswa-siswa, mengarahkan perhatian kepada guru atau teks buku bacaan, memperingatkan mengenai tindakan-tindakan pencegahan;
f.
secara khusus membelajarkan seluruh kelas melalui jawabanjawaban siswa;
g.
memberikan kesempatan siswa menjawab;
h.
menyuruh siswa-siswa yang pintar menggalakkan yang lain;
i.
menarik siswa-siswa pemalu ke dalam proses belajar;
j.
menyelidiki pengetahuan siswa-siswa setelah mendapat jawaban yang kritis, mengarahkan kembali pertanyaan kepada siswa yang bertanya atau kepada siswa-siswa lain;
k.
memberi kelonggaran untuk menyatakan perasaan, pandangan dan empati (Jasin, 1997:13).
7
Pertanyaan ganda adalah pertanyaan yang mengharapkan beberapa jawaban sekaligus (Sanjaya, 2005:157-161). Pertanyaan hendaknya dirumuskan sedemikian rupa sehingga siswa melakukan kegiatan meramal (prediksi), mengamati (observasi), menilai diri/ karya sendiri (introspeksi), atau menemukan pola/hubungan. Tujuan guru bertanya tidak sekedar, bahkan perlu dihindari, mengharap jawaban yang benar, tetapi lebih untuk merangsang siswa untuk berpikir dan berbuat. Mengharapkan jawaban benar hanya akan membuat siswa tidak berani menjawab jika mereka tidak merasa yakin behwa jawabannya benar. Berikut kategori pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir (Puskur, 2006). Kategori Terbuka Produktif
Arti Pertanyaan yang memiliki lebih dari satu jawaban Pertanyaan yang hanya dapat dijawab melalui pengamatan, percobaan,
Imajinatif /
atau penyelidikan Pertanyaan yang jawabannya diluar benda/gambar/kejadian yang diamati.
Interpretatif
2.
Media Instruksional Edukatif Media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai
perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar). Media instruksional edukatif adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien, serta tujuan instruksional dapat dicapai dengan mudah (Rohani, 1994:3-4). Peranan Media Instruksional Edukatif antara lain: a.
mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik;
b.
mengatasi batas-batas ruang kelas;
c.
mengatasi kesulitan apabila suatu benda secara langsung tidak dapat
diamati karena terlalu kecil; d.
mengatasi gerak benda secara cepat atau terlalu lambat, sedangkan
proses gerakan itu menjadi pusat perhatian siswa;
8
e.
mengatasi hal-hal yang terlalu kompleks dapat dipisahkan bagian demi
bagian untuk diamati secara terpisah; f.
membangkitkan minat belajar yang baru dan membangkitkan motivasi
kegiatan belajar peserta didik. Menurut Derek Rowntree (Rohani, 1994:7), media pendidikan berfungsi: a.
membangkitkan motivasi belajar,
b.
mengulang apa yang telah dipelajari,
c.
menyediakan stimulus belajar,
d.
pengaktifkan respon peserta didik, dan
e.
menggalakkan latihan yang serasi.
Media instruksional edukatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah a.
media objek fisik (model, alat peraga), yang berupa alat peraga lingkaran, daerah lingkaran, keliling lingkaran yang terbuat dari Styrofoam (Gambar 1), dan luas lingkaran yang terbuat dari kertas BC (Gambar 2);
b.
media cetak yang berupa Lembar Keja Siswa (LKS); Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu jenis alat bantu pembelajaran.
Bahkan ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga pembelajaran matematika (Hidayah dan Sugiarto, 2006:8). Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan suatu alat bantu dalam pembelajaran.
Secara umum Lembar Kerja Siswa (LKS) mirip perangkat
pembelajaran sebagai sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RP). Lembar Kerja Siswa (LKS) berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Dalam proses pembelajaran matematika, Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat difungsikan dengan tujuan untuk menemukan konsep juga dapat ditujukan untuk aplikasi konsep. Lembar kerja digunakan untuk kegiatan proses belajar mengajar di kelas dan salah satu diantaranya adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar Kerja Siswa (LKS) ialah salah satu bentuk program yang berdasarkan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan
9
keterampilan. Oleh karena itu Lembar Kerja Siswa (LKS) harus dipersiapkan dengan baik agar memenuhi persyaratan dan tujuan yang ingin dicapai. Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat digunakan melalui kokulikuler apabila tujuan untuk mengembangkan materi yang disajikan/tugas yang materinya diperkirakan dapat dipelajari secara mandiri tanpa bimbingan tatap muka. Tujuan dan manfaat menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah: 1)
mengaktifkan peserta didik dalam mengembangkan konsep,
2)
mengaktifkan peserta didik dalam proses belajar mengajar,
3)
melatih
peserta
didik
untuk
menemukan
dan
mengembangkan
keterampilan proses, 4)
membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran,
5)
sebagai pedoman guru dan perserta didik utnuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis,
6)
membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar mengajar, dan
7)
membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. Lembar kerja siswa yang dalam penelitian ini bertujuan agar siswa dapat
menemukan sendiri suatu konsep serta dari konsep yang ditemukan siswa dapat menggunakan konsep dalam suatu masalah. c.
media audio-visual yang berupa Compact Disc (CD) interaktif akan disusun berisi pembelajaran dilengkapi dengan gambargambar yang bergerak dan suara.
Untuk membuat Compact Disc (CD)
interaktif digunakan software SWISHmax dan software Cool Edit Pro. 3.
Metode Ekspositori Metode ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru
kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab (Suyitno, 2004: 4). Pada metode ekpositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja.
10
Dalam metode ekspositori siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama siswa berlatih menyelesaikan soal latihan dan siswa bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat menjelaskan pekerjaan siswa secara individual atau klasikal. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis (Suherman, 2003). Kelebihan dari metode ekspositori sebagai berikut. a. Dapat menampung kelas besar, setiap siswa mempunyai kesempatan aktif yang sama. b. Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru. c. Guru dapat menentukan terhadap hal-hal yang dianggap penting. d. Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual maupun klasikal. Kekurangan dari metode ekspositori adalah: a.
Pada metode ini tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti
aktivitas mental siswa. b.
Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan
pelajaran). c.
Pengetahuan yang didapat dengan metode ekspositori cepat hilang.
d.
Kepadatan konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat berakibat
siswa tidak menguasai bahan pelajaran yang diberikan. (Suharyono, 1996). 4.
Pemahaman Konsep dan Penalaran Adaptif Indikator Pemahaman Konsep dan Penalaran Adaptif berdasarkan hasil
penelitian Tim ITB 2002 (Nuryenti, 2005:6-8), yaitu antara lain: a.
Pemahaman konsep Kecakapan ini dapat dicapai dengan memperhatikan indikator-indikatornya,
sebagai berikut: 1)
menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari,
2)
mengklasifikasikan
objek-objek
berdasarkan
tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut,
dipenuhi
atau
11
3)
menerapkan konsep secara algoritma,
4)
memberikan contoh atau contoh kontra dari konsep yang dipelajari,
5)
menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi
matematis, 6)
mengaitkan berbagai konsep (internal atau eksternal matematika),
dan 7)
mengembangkan syarat perlu dan/atau syarat cukup suatu konsep.
b.
Penalaran adaptif Siswa mampu berpikir logis, melakukan refleksi (perenungan), penjelasan
dan pembenaran, memberikan alasan induktif dan deduktif. Kecakapan ini dapat tercapai dengan memperhatikan indikator-indikatornya sebagai berikut: 1)
mengajukan dugaan (conjecture),
2)
memberikan
alasan
atau
bukti
terhadap
kebenaran
suatu
pernyataan, 3)
menarik kesimpulan dari suatu pernyataan,
4)
memeriksa kesahihan suatu argumen,
5)
memberikan alternatif bagi suatu argumen, dan
6)
menemukan pola pada suatu gejala matematis.
Sesuai dengan kerangka berpikir dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian adalah 1.
rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas
eksperimen lebih dari rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas kontrol. 2.
rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas
eksperimen lebih dari rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas kontrol. METODE PENELITIAN
12
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII. Penggunaan sampel kelompok dirasa peneliti tepat digunakan karena dalam membicarakan masalah persekolahan, dijumpai kelompok sekolah SD, SMP, SMA, dan adanya kelas atau tingkat di masing–masing tingkatan sekolah (Suharsimi, 2006:142). Jadi dari penelitian ini sampel untuk kelas eksperimen terdiri atas siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII-A, sedangkan sampel untuk kelas kontrol adalah siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII-B serta sampel kelas uji coba adalah siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII-C. Variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi (Suharsimi, 2006:116). Variabel yang digunakan dalam penelitian. 1.
Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variable (Suharsimi, 2006:119). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pertanyaan produktif dari guru. 2.
Variabel Perantara (Intervening Variable)
Variabel perantara dalam penelitian ini adalah penggunaan media instruksional edukatif. 3.
Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel akibat disebut variabel tidak bebas, variabel tergantung, variabel terikat (Suharsimi, 2006:119). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep dan penalaran adaptif siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Metode Dokumentasi Metode ini dilakukan untuk memperoleh data nilai ulangan harian siswa yang termasuk dalam populasi dan sampel penelitian. Nilai tersebut digunakan untuk mengetahui normalitas dan homogenitas awal sampel. 2. Metode Tes Metode tes ini digunakan untuk mengambil data skor tes kemampuan pemahaman konsep dan penalaran adaptif siswa pada kelas sampel yang sebelumnya telah diujicobakan pada kelas uji coba. Tes uji coba dilakukan untuk
13
mengetahui validitas soal, daya pembeda soal, taraf kesukaran soal, dan reliabilitas soal sehingga diperoleh soal dalam kategori baik. Data ini digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. a.
Uji Normalitas Semua data yang digunakan untuk pengujian hipotesis perlu dilakukan uji
normalitas. Uji ini berfungsi untuk mengetahui apakah data-data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Hal ini menentukan uji statistik selanjutnya, karena jika data terdistribusi normal uji statistiknya adalah parametrik sedangkan data terdistribusi tidak normal uji statistiknya adalah nonparametrik. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat dengan hipotesis statistik sebagai berikut. Ho
: data berdistribusi normal
H1
: data tidak berdistribusi normal
dengan rumus: χ 2= ∑
k
i= 1
(Oi − Ei )2 Ei
Keterangan:
χ
2
= chi kuadrat Oi = frekuensi hasil pengamatan Ei = frekuensi hasil harapan.
x2hitung ≥ x2(1− α ) ( k− 3) Kriteria pengujian tolak Ho jika dengan taraf signifikan 5% (Sudjana, 2002:273). b.
Uji Kesamaan Dua Varians (Uji Homogenitas) Uji homogenitas ini untuk mengetahui apakah nilai hasil evaluasi sampel
mempunyai varians yang homogen. Untuk menguji kesamaan dua varians antara
14
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dengan ukuran sampel yang tidak sama menggunakan uji Bartlett, dengan hipotesis sebagai berikut. 2
2
2
2
σ1=σ2 Ho
:
σ1≠σ2 H1
:
dengan rumus:
{ }
x2 = ( ln10) B − ∑ ( ni − 1) log Si
2
()
= log S 2 ∑ ( ni − 1) B S2 =
∑ ( ni − 1) S i ∑ ( ni − 1)
Keterangan:
χ
2
Si
2
= chi kuadrat
= varians sample ke-i
ni = banyaknya peserta sample ke-i K
= banyaknya kelompok sampel
2
15
(≥hitung 1x − α )(xk − 1)
22
Kriteria pengujian tolak Ho jika dengan taraf signifikan 5% (Sudjana, 2002:261-264). c.
Uji Hipotesis
Langkah terakhir dari penelitian ini adalah pengujian hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji perbedaan rata-rata, uji satu pihak yaitu pihak kanan dengan rumus uji t. Uji ini selanjutnya digunakan untuk menentukan keefektifan pembelajaran. Hipotesis adalah sebagai berikut.
µ12 µ≤
1) Ho
:
(rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas eksperimen kurang dari atau sama dengan rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas kontrol).
µµ 12
Ha
:>
(
rata
-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep
kelas eksperimen lebih dari rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas kontrol).
µ12 µ≤
2) Ho
:
(rata-rata
hasil
tes
kemampuan
penalaran
adaptif
kelas
eksperimen kurang dari atau sama dengan rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas kontrol).
µµ 12
Ha
:>
(rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas
eksperimen lebih dari rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas kontrol). sedangakan rumus yang digunakan adalah
16
t=
x1 − x 2 s
dengan
1 1 + n1 n2
s2 = ( n1 − 1) s12 + ( n2 − 1) s22 n1 + n2 − 2
( 1− α ) ( n1 + n2 − 2) kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika t < t, dengan taraf signifikan 5% (Sudjana, 2002:239-243). Uji t di atas digunakan apabila kedua kelompok mempunyai varians yang sama, apabila secara signifikan terjadi perbedaan varians maka uji t yang digunakan adalah: x1 − x2
t' =
s 12 s 22 + n1 n 2
Kriteria pengujiannya adalah tolak Ho jika diperoleh: t' >
w 1 t1 + w 2 t 2 w1 + w 2
dengan w1 =
s12 n1
,
w1 =
s 22
,
n2
( 1− α ) ,( n21− 1)
17
t1 = t,
t2 = t
Keterangan: : Nilai rata-rata kelompok eksperimen x1
: Nilai rata-rata kelompok kontrol x2
s12
: varians data pada kelompok eksperimen
s22
: varians data pada kelompok kontrol
n1
: banyaknya subyek pada kelompok eksperimen
n2
: banyaknya subyek pada kelompok kontrol.
dengan taraf signifikan 5% (Sudjana, 2002:241-243). HASIL PENELITIAN 22 χ hitung tabel
Pada aspek pemahaman konsep, berdasarkan perhitungan uji homogenitas diperoleh =1,902693688 dan =3,84. Karena < berarti nilai hasil evaluasi sampel aspek pemahaman konsep mempunyai varians yang homogen. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 54.
Sedangkan pada aspek penalaran
adaptif, berdasarkan perhitungan uji homogenitas diperoleh =0,267547523 dan =3,84. Karena <
berarti nilai hasil evaluasi sampel aspek penalaran adaptif
mempunyai varians yang homogen. Jadi populasi dari sampel mempunyai varians yang homogen. hitung tabel
Pada asepk pemahaman konsep, berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata (uji pihak kanan) diperoleh t =1,715048481 dan t=1,665833333. Karena t > t maka rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas
18
kontrol. Untuk perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 56. Sedangkan pada asepk penalaran adaptif, berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata (uji pihak kanan) diperoleh t =1,68918033 dan t=1,665833333. Karena t > t maka rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas kontrol. Berikut diagram perbedaan rata-rata aspek pemahaman konsep dan penalaran adaptif antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. PEMBAHASAN 0 i 0 i
Berdasarkan hasil analisis statistik, diperoleh bahwa H ditolak dan H diterima. Dengan demikian berarti rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas eksperimen yaitu 85 lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan pemahaman konsep kelas kontrol yaitu 81 pada materi pokok lingkaran. Sedangkan pada aspek penalaran adaptif, diperoleh bahwa H ditolak dan H diterima. Dengan demikian berarti rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas eksperimen yaitu 78, lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan penalaran adaptif kelas kontrol yaitu 74. Hal di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan pentanyaanpertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif dapat merangsang siswa untuk aktif dan kreatif dalam mengemukakan ide-ide baru sehingga mampu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep pada materi lingkaran serta siswa mampu untuk berfikir dalam menjawab pertanyaanpertanyaan produktif kemudian menyimpulkan jawaban-jawaban tersebut sehingga siswa dapat menemukan suatu konsep mengenai materi lingkaran dan dari konsep yang sudah tertanam pada siswa dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Pertanyaan Produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif diberikan tidak hanya pada satu siswa tetapi juga seluruh siswa kelas eksperimen secara kelompok maupun klasikal, sehingga mendorong siswa-siswa
19
untuk ikut aktif dalam proses belajar mengajar.
Dengan penggunaan media
instruksional edukatif yang menarik membuat siswa mendapatkan situasi dan kondisi yang berbeda dari proses pembelajaran matematika sebelumnya yang terkesan monoton. Ketercapaian indikator-indikator pemahaman konsep dan penalaran adaprtif siswa dalam hasil tes juga menunjukkan bahwa peran pertanyaan produktif dalam penggunaan media instruksional edukatif sangat penting, karena setiap siswa harus mempunyai pemahaman konsep yang mantap agar dengan pemahaman kosep yang dikuasai siswa dapat menerapkan dan mengaitkan konsep tersebut pada berbagai hal dan juga pada kehidupan nyata. Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran menggunakan metode ekspositori belum dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran. Pembelajaran pada kelas kontrol memang membuat siswa lebih tenang karena guru yang memegang kendali kelas. Siswa hanya duduk dan memperhatikan penjelasan guru. Namun pemahaman siswa yang kurang tidak cukup teratasi. Siswa yang belum paham kadang-kadang takut atau malu untuk bertanya pada guru. Hal ini mengakibatkan kemampuan siswa yang kurang tidak bisa meningkat dan kemampuan siswa tidak merata. Sehingga guru juga kurang memahami siswa-siswa yang mana saja yang belum cukup menyerap materi.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. 1.
Pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media
instruksional edukatif lebih berperan daripada pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran. 2.
Pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media
instruksional edukatif lebih berperan daripada pembelajaran ekspositori
20
dalam meningkatkan penalaran adaptif siswa SMP Negeri 29 Semarang kelas VIII materi pokok lingkaran. SARAN 1. Peran pertanyaan produktif dari guru dalam penggunaan media instruksional edukatif perlu terus dikembangkan dan diterapkan pada materi pokok yang lain agar siswa dapat mengembangkan kecakapan matematis secara optimal. 2. Dalam Proses Belajar Mengajar matematika, hendaknya guru kelas VIII SMP Negeri 29 Semarang dalam mengajar menerapkan pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu alternatif dalam pembelajaran yang menarik dan menyenangkan adalah dengan menggunakan media interaksional edukatif. 3. Pemerintah perlu mengadakan suatu pelatihan gratis bagi guru-guru dalam mengembangkan
ketrampilan
yang
lebih
modern
sesuai
dengan
perkembangan zaman. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran dengan pertanyaan produktif dalam penggunaan media instruksional edukatif pada kecakapan matematis siswa lainnya. DAFTAR PUSTAKA Agung, Alexander. 2007. Mengajar Matematika Tersedia:www.sigmetris.com[3 Januari 2007].
harus
Menarik.
Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang. UPT MKK Unnes. Arifin, Z. 1991. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Buchori. 2004. Jenius Matematika 2 Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Aneka Ilmu. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Departemen Pendidikan Nasioanal. Hidayah, Isti. 2006. Pengembangan Kecakapan matematik dalam Pembelajaran sebagai Pemenuhan Hak-Hak Anak. Makalah disampaikan pada seminar nasional MIPA Tahun 2006 yang diselenggarakan oleh UNNES. Hidayah, Isti dan Sugiarto. 2006. Whorkshop Pendidikan Matematika 2. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES.
21
Jasin, Anwar. 1997. Bertanya. Jakarta: Grasindo Mulyasa, 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bangdung: PT Remaja Rosdakarya. Nur, Muhamad. 2001. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: UNESA-UNIVERSITY PRESS. Nuryenti, Dyah Eko. 2005. Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kecakapan Matematika Siswa Sekolah Dasar (SD) Kelas III sebagai Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Skripsi. UNNES. Puskur. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur-Balitbang-Depdiknas. Puskur. 2006. Penyediaan Pertanyaan yang Mendorong Siswa Berfikir dan Berproduksi. Tersedia:http://www.puskur.net/download/naskahakademik/bidangketramp ilan/pedkbm/kbm.doc[23 Maret 2007]. Rohani, Drs. Ahmad, HM, M.Pd. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Trasito.Suyitno. Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Suharsimi, Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Suherman, Erma. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Matematika FMIPA UPI. Sujono. 1988. Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah. Jakarta: Dekdikbud. Suyitno, Amin. 2005. Model-Model Pembelajaran Matematika. .Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES.