PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DAN HARTA BAWAAN DALAM PERKAWINAN AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN (Studi Kasus Putusan Nomor : 166/Pdt.G/2013/PN. Ska)
Jurnal : Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Disusun oleh : DEDEN YULI DARYANTO 12100077
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017
Judul
: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DAN HARTA BAWAAN DALAM PERKAWINAN AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN (Studi Kasus Putusan Nomor : 166/Pdt.G/2013/PN. Ska) Deden Yuli Daryanto
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
[email protected] ABSTRAKSI Latar belakang ialah Perkawinan merupakan ikatan lahir batin seorang lakilaki dan perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Perkawinan dapat putus karena perceraian, Harta bersama merupakan harta yang diperoleh bersama selama perkawinan, sedangkan harta bawaan ialah harta diperoleh sebelum perkawinan. Pembagian sengketa harta dilakukan menurut aturan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Tujuan penelitian untuk mengetahui penyelesaian sengketa harta bersama dan harta bawaan serta kedudukan hukum harta tersebut akibat putusnya perkawinan karena perceraian diPengadilan Negeri Surakarta. Metode penelitian menggunakan Jenis penelitian hukum yuridis normatif, sifat penelitian deskriptif, selanjutnya menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ialah dalam proses pembagian harta sebelum dibawa ke Pengadilan Negeri dimulai dari usaha Penggugat menyelesaikan secara kekeluargaan tetapi tidak berujung baik, maka menyelesaikannya dibawa ke Pengadilan Negeri. Putusan Hakim bahwa kedua belah pihak mendapatkan bagian setengah-setengah. Kedudukan harta terdapat pada Pasal 35-36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kata Kunci: Perkawinan, sengketa harta, perceraian Title: SHARED PROPERTY DISPUTE SETTLEMENT AND PROPERTY IN MARRIAGE BIRTH due to the broken MARRIAGE DUE TO DIVORCE(Case Study Decision No. 166 / Pdt.G / 2013 / PN. Ska)
ABSTRACK The background is a physically and mentally Marriage is a bond of a man and a woman with the intention of forming a happy family and eternal.Marriages can break up due to divorce, treasure along the property acquired during the marriage
together, while the default property is property acquired before the marriage. The division of property dispute performed according to the rules of Law No. 1 of 1974 About Marriage. The aim of research to determine the dispute settlement congenital joint property and property as well as the legal position of such assets due to the broken marriage because divorce court of Surakarta. The method of research use type yuridis normative legal research, descriptive research properties, next use qualitative analysis. The results of the study are in the process of division of property before being brought to the District Court started from a business amicably resolve Plaintiff but not endless either, then finish it brought to the District Court.Judge's decision that both sides get a piece of half-half.Notch treasures contained in Articles 35-36 of Law No. 1 of 1974 About Marriage. Keywords: marriage, property disputes, divorce A. Latar Belakang Sebagai konsekuensi logis bahwa negara Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian, dan kewarisan. Dengan lahirnya Undang - undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974, yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 adalah merupakan salah satu bentuk unifikasi dan kodifikasi hukum di Indonesia tentang perkawinan beserta akibat hukumnya.1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Perceraian ialah
1“Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan”, Pasal 1 2Drs.Sudarsono, SH, Hukum Perkawinan Nasional (PT.Rineka Cipta 2005) hlm 9
penghapusan perkawainan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.3 Menurut pasal 39 Undang-undang perkawinan yaitu: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, melakukan perceraian harus ada cukup alasan, antara lain zina, meninggalkan tempat tinggal dengan itikad buruk, pencederaan berat, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri, dan Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.4 Suatu perceraian tentu akan membawa akibat hukum sebagai konsekuensi dari perceraian tersebut, yaitu terhadap status suami atau
istri,
kedudukan anak, maupun mengenai harta bersama yang diperoleh sepanjang perkawinan.5 Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama dan harta bawaan diatur menurut hukumnya masing-masing.6 Studi kasus putusan MA nomor :166/PDT/.G/2013/PN.SKA bahwa suami istri ini yang telah menikah sah selama 36 tahun putus karena perceraian. Suami sebagai penggugat menyatakan ingin menyelesaikan pembagian Harta Bersama Obyek Sengketa tersebut dengan Tergugat secara musyawarah mufakat, namun Tergugat tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan, sehingga sampai saat ini Harta Bersama Obyek Sengketa masih dikuasai oleh Tergugat, maka dengan 3Prof.Subekti.SH, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 1989), hlm.42 4Prof.H.HilmanHadikusuma,SH.(mandar maju:2003 bandung) hlm:161 5Ibid, hlm:110 6Ibid, hlm123
Terpaksa penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Surakarta untuk membagi Harta Bersama Obyek Sengketa sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu dibagi 2 antara penggugat dengan Tergugat dan atau apabila Harta Bersama Obyek Sengketa tidak bisa dibagi secara inatura maka terlebih dahulu dijual melalui penjualan umum / lelang dan hasilnya dibagi 2 antara Penggugat dan Tergugat. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga. Sebagaimana ketentuan dalam pasal 29 ayat (1) Undang Undang
Perkawinan
disebutkan
“Pada
waktu
atau
sebelum
perkawinan
dilangsungkan kedua belah pihak atas petrsetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut”.7 Menurut Undang-Undang, harta kekayaan diatur dalam pasal 35 sampai dengan Pasal 37, dalam ketentuan tersebut dibedakan antara harta bersama dan harta bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, harta bawaan masing-masing suami isteri adalah harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah/warisan, harta bawaan dibawah penguasaan masing-masing pihak sepanjang tidak menentukan lain, seperti yang tercantum pada Pasal 35 ayat 2.8 Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing. KUH Perdata Pasal 119, disebutkan bahwa sejak
7Abdulkadir Muhammad. Hukum Harta Kekayaan. (Citra Aditya Bakti: 1994. Bandung). Hlm.10 8Salim HS, Pengantar hokum perdata Tertulis (BW) (Jakarta: sinar grafika 2003) hlm 75
saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuanketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berlangsung, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri, jika terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada pengadilan Negeri.Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya sendiri. Istri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya. Adanya percampuran harta bersama dengan harta warisan bisa terjadi karena selama perkawinan berlangsung mantan suami atau mantan istri menggabungan harta warisan ke dalam harta bersama untuk kelangsungan hidup. Dengan penggabungan harta warisan dengan harta bersama yang kemudian hasilnya terbagi-bagi tersebut menimbulkan persengketaan pasca terjadinya perceraian. B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang menggunakan Penelitian yuridis normatif,yaitu penelitian yang dilakukan dan ditujukan kepada peraturan tertulis dan penerapan dari perundang-undangan yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian hukum deskriptif yaitu suatu penelitian untuk metode penelitian untuk menggambarkan semua data yang diperoleh
yang berkaitan dengan dengan judul penelitian secara jelas dan rinci yang kemudian di analisis guna menjawab permasalahan yang ada. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah Sumber Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, peraturan perundangan yang dilihat dari sudut pandang mengikatnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mempelajari literature, karangan ilmiah, dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan pokok masalah yang dikaji. 5. Metode Analisa Metode penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah diperoleh dan disusun sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu dengan cara berfikir yang mendasar padahal - hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.9 C. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Penyelesaiaan Sengketa Pembagian Harta Bersama dan Harta Bawaan karena Perceraian Di Pengadilan Negeri Surakarta
9Barder Nasution, 2008, MetodePenelitianHukum, Maju Johan Mundur, Bandung, hal 35
Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa pembagian harta bersama dan harta bawaan sebelum dibawa ke Pengadilan Negeri Surakarta dimulai dari hubungan suami istri putus karena perceraian pada tanggal 27 september 2012, suami sebagai penggugat dan istri sebagai tergugat. Setelah terjadi perceraian timbul sengketa harta bersama. Pihak laki-laki ingin menyelesaikan sengketa pembagian harta bersama dan harta bawaan dikarenakan harta bersama yang dikuasai oleh pihak perempuan dengan cara musyawarah mufakat, namun penyelesaian dengan cara mufakat tidak berhasil karena dari pihak perempuan tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan, Maka dengan terpaksa pihak laki-laki mengajukan gugatan sengketa Harta Bersama kepada Pengadilan Negeri Surakarta untuk membagi Harta Bersama sesuai dengan hukum yang berlaku (sesuai pasal 128 KUHPerdata) yang menyebutkan bahwa setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu. Ditinjau dari Perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Hakim memutuskan sesuai dengan peraturan hukum yang ada dan berlaku bagi para pihak yang bersengketa. Penegasan mengenai keseluruhan perkara perkawinan secara utuh dan menyeluruh menjadi kewenangan Pengadilan terdapat pada salah satunya adalah mengenai penyelesaian pembagian harta bersama yang diatur dalam Bab VII UU No. 1 tahun 1974 tentang Harta Benda dalam perkawinan yang terdiri dari Pasal 35 sampai Pasal 37.
2. Kedudukan Hukum Harta Bersama dan Harta Bawaan Perkawinan yang dilaksanakan oleh pihak penggugat dan pihak tertugat adalah sah dengan memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya, dengan terpenuhinya ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka perkawinan antara Penggugat dan Tergugat adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum dalam perkawinan antara penggugat dan tergugat yaitu mengenai diri pribadi yang melangsungkan perkawinan yaitu adanya status suami isteri dan terhadap anak yang dilahirkan yaitu anak yang dilahirkan pada saat perkawinan antara Penggugat dan Tergugat berlangsung. Putusnya hubungan perkawinan perceraian diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu sebagai berikut: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, Sebagaimana ketentuan dalam pasal 29 ayat (1) Undang - Undang Perkawinan disebutkan “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas petrsetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut, sedangkan harta bawaan adalah harta yang diperoleh baik istri maupun suami sebelum perkawinan, yang merupakan harta pribadi
milik sendiri yang berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. KUH Perdata Pasal 119, disebutkan bahwa sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuanketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Mengenai kedudukan hukum harta bersama dan harta bawaan telah diatur dalam Pasal 35 Undang-undang Perkawinan. Berdasarkan Pasal 35 Ayat (1) Undang – Undang Perkawinan menetapkan bahwa harta benda yang diperoleh selama dalam perkawinan menjadi harta benda milik bersama. Harta bersama dapat berupa benda berwujud atau benda tak berwujud, baik yang telah ada maupun yang akan ada pada saat kemudian. Hadiah, honor, penghargaan dan sebagainya yang diperoleh masing-masing pihak setelah terjadi perkawinan yang menyebabkan bertambahnya pendapatan yang ada hubungannya dengan profesi atau pekerjaan sehari-hari suami atau istri menjadi harta milik bersama, sedangkan berdasarkan Pasal 35 ayat (2) menetapkan bahwa harta bawaan yang diperoleh sebagai hadiah dan perolehan karena warisan berada dibawah “penguasaan masing-masing”. Tetapi Pasal 36 Ayat (2) menyebut harta bawaan , masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya dan untuk melakukan segala perbuatan hukum atas harta bendanya. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 dapat diketahui bahwa yang berhak mengatur harta bersama dalam perkawinan adalah suami dan isteri, dengan demikian salah satu pihak tidak dapat meninggalkan untuk melakukan perbuatan atas harta bersama dalam
perkawinan karena kedudukan keduanya seimbang yaitu sebagai pemilik bersama atas harta bersama tersebut. Pasal 37 menyatakan bahwa Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing – masing. 3. Kedudukan Hukum Harta Bawaan Harta Bawaan merupakan harta benda yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan, dapat saja merupakan harta milik pribadi hasil usaha sendiri, harta keluarganya atau merupakan hasil warisan yang diterima dari orang tuanya. Dalam Pasal 35 Ayat (2) Undang-undang Perkawinan menetapkan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan istri adalah dibawah penguasaan masingmasing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Masing-masing berhak menggunakan untuk keperluan apa saja. Menurut Undang-undang Perkawinan Pasal 35 ayat 2 mengatur, “harta bawaan masing-masing suami dan isteri serta harta benda yang diperoleh masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”. Berdasarkan ketentuan ini, suami dan isteri berhak memiliki sepenuhnya harta bawaannya masing-masing asalkan tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bawaan bukan termasuk dalam klasifikasi harta gono-gini. Suami atau isteri berhak menggunakan harta bawaannya masing-masing dan juga dapat melakukan perbuatan hukumnya, sedangkan pada pasal 36 ayat 2, harta bawaan yang dimiliki secara pribadi oleh masing-masing tidak bisa di otak - atik oleh pasangannya yang lain. Terkait isi pasal 35 dan pasal 36 dalam prakteknya
memang memberatkan kedua belah pihak untuk menikmati hak milik atas harta yang merupakan hasil di perolehannya sendiri. Adanya pemisahan harta secara otomatis demi hukum antara harta bawaan dengan harta bersama tanpa disertai dengan perjanjian perkawinan akan dilangsungkan ketentuan mengenai harta berupa harta hadiah dan atau harta warisan yang diterima suami isteri sepanjang perkawinan. D. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dari Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Bersama dan Harta Bawaan di Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Perkawinan Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Nomor : 166/PDT.G/2013/PN. SKA, maka penulis dapat menyimpulkan : a. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa pembagianharta bersama dan harta bawaan sebelum dibawa ke Pengadilan Negeri Surakarta dimulai dari pihak laki-laki yang ingin menyelesaikan secara kekeluargaan tetapi tidak berujung baik antara pihak perempuan dan pihak laki-laki, Sehingga pihak laki-laki mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta. Pembagian harta bersama dan harta bawaan di Pengadilan Negeri Surakarta dilakukan menurut ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Putusan hakim terhadap pembagian harta bersama dan harta bawaan sebagai akibat terjadinya perceraian adalah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Ditinjau dari Perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sesuai dengan peraturan hukumyang ada dan berlaku bagipara pihak yang bersengketa.
Hasil putusan Hakim dalam studi kasus Nomor : 166/Pdt.G/2013/PN. Ska diatas Mengabulkan gugatan pihak laki-laki sebagai penggugat untuk sebagian Menyatakan secara hukum harta bersama obyek sengketa barang bergerak dan barang tidak bergerak adalah harta bersama antara pihak laki-laki dan pihak perempuan yang belum dibagi dan masing-masing baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan mempunyai hak ½ (setengah) bagian. b. Mengenai kedudukan hukum harta bawaan diatur dalam Pasal 35 Ayat (2) Undang-undang Perkawinan yang menetapkan bahwa semua harta bawaan dan diperoleh dari masing-masing suami dan istri adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain, sedangkan kedudukan hukum harta bersama diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang – Undang Perkawinan menetapkan bahwa harta benda yang diperoleh selama dalam perkawinan menjadi harta benda milik bersama. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdulkadir Muhammad. 1994. Hukum Harta Kekayaan. Bandung. Citra Aditya Bakti Ali Afandi, 1997. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta. PT Rineka Cipta Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta. Sinar Grafika Barder Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum, Bandung. Maju Johan Mundur Drs.Sudarsono, SH, 2005. Hukum Perkawinan Nasional. PT.Rineka Cipta
Happy Susanto, 2008. Pembagian Harta Gono gini setelah Terjadi Perceraian. Jakarta. Visimedia Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung. Mandar Maju K.Wantjik Saleh, 1980. HukumPerkawinan Indonesia, Jakarta. Ghalia Indonesia Salim HS, 2003. Pengantar hukum perdata Tertulis (BW). Jakarta. Sinar grafika Prof.Subekti.SH,1989. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta. PT Intermasa Prof.Dr.R.Wirjono Prodjodikoro SH, 1981. Hukum Perkawinan di Indonesia. sumur bandung R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, 1985. Hukum Orang dan Hukum Keluarga. Bandung Soediman Kartohadiprodjo, 1984. Pengantar Tata Hukum Di Indonesia, Jakarta. Ghalia Indonesia Soerjono Soekanto, 1980. Intisari Hukum Keluarga. Bandung B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan KUH Perdata C. Lampiran Putusan Mahkamah Agung Nomor :166/PDT/.G/2013/PN.SKA