Judul
: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA SERTIFIKAT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH
Disusun oleh : GALUH LISTYORINI NPM
: 11102115
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji fungsi sertifikat atas tanah dalam proses jual beli tanah, mengkaji cara peralihan hak milik tanah dalam perjanjian jual beli atas tanah dan mengkaji akibat hukum yang timbul dalam penundaan proses balik nama sertifikat dalam jual beli tanah Jual beli tanah seharusnya dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Namun pada kenyataannya setelah proses jual beli yang dilakukan, pembeli tidak segera melakukan proses balik nama pada sertifikat hak atas tanah yang telah dibelinya. Karena pembeli menganggap bahwa dengan penyerahan uang dan barang, proses balik nama pada sertifikat tanah tidak mendesak untuk dilakukan sehingga dapat dikatakan bahwa pembeli hanya menguasai tanah yang telah dibelinya secara fisik sedangkan nama kepemilikan yang tercatat pada sertifikat masih atas nama penjual tanah. Permasalahan tersebut terjadi antara lain apabila sewaktu-waktu penjual mengingkari bahwa telah terjadi jual beli tanah ataupun jika penjual meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya. Proses jual beli tanah yang tidak diikuti dengan proses balik nama pada sertifikat tanah dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang tidak kecil, peluang terjadinya sengketa terbuka baik dengan pihak ketiga ataupun para ahli waris tidak jarang terjadi. Pentingnya melakukan proses balik pada sertifikat tanah setelah proses jual beli bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian normatif karena mengkaji atau menganalisis mengenai akibat hukum penundaan proses balik nama sertifikat dalam perjanjian jual beli atas tanah. Sertifikat berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan sah, yang merupakan tanda bukti kepemilikan hak milik atas tanah, cara peralihan hak milik atas tanah dapat dilakukan dengan balik nama pada sertifikat tanah dan penundaan proses balik nama sertifikat dalam jual beli memiliki banyak resiko dan berakibat hukum lemahnya kepemilikan atas tanah tersebut yang dapat menyebabkan pembeli akan kehilangan hak atas tanah tersebut. Kata Kunci : Balik Nama Sertifikat Tanah
1
A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah seharusnya dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Tetapi pada kenyataannya masyarakat seringkali melakukan jual beli tanah yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Masyarakat melakukan jual beli tanah secara lisan dan saling percaya diantara penjual dan pembeli. Masyarakat seringkali melakukan jual beli tanah menurut hukum adat yaitu dengan sebatas penyerahan uang dan barang tanpa melakukan proses selanjutnya yaitu proses balik nama pada sertifikat hak atas tanah. Pada umumnya, masyarakat melakukan jual beli tanah berdasarkan rasa saling percaya dan dilakukan secara lisan dengan dibuktikan oleh selembar kwitansi yang dibubuhi materai dengan disaksikan oleh beberapa orang saksi sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli. Transaksi jual beli tanah yang dilakukan secara lisan dan berdasarkan oleh rasa saling percaya biasanya dilakukan oleh para pihak yang telah mengenal baik satu sama lain dalam suatu kekerabatan. Sehingga jual beli yang dilakukan lebih menonjolkan rasa kekeluargaan antar para pihak. Namun setelah proses jual beli yang dilakukan, pembeli tidak segera melakukan proses balik nama pada sertifikat hak atas tanah yang telah dibelinya. Karena pembeli menganggap bahwa dengan penyerahan uang dan barang, proses balik nama pada sertifikat tanah tidak mendesak untuk dilakukan sehingga dapat dikatakan bahwa pembeli hanya menguasai tanah yang dibelinya secara fisik sedangkan nama
2
kepemilikan yang tercatat pada sertifikat masih tercatat adalah nama pemilik lama atau nama penjual. Dengan melakukan proses balik nama setelah jual beli tanah, pemilik baru atau pembeli akan memperoleh tanda bukti hak yang berupa sertifikat tanah dimana akan tercantum nama pemilik baru sebagai pemegang hak atas tanah. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang yang bersangkutan maka diberikan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Adanya sertifikat tanah dapat menjadi alat bukti yang kuat bagi pemilik tanah sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadinya sengketa mengenai kepemilikan atas tanah di kemudian hari.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana fungsi sertifikat atas tanah dalam proses jual beli tanah ? 2. Bagaimana cara peralihan hak milik atas tanah ? 3. Bagaimana akibat hukum dari penundaan proses balik nama sertifikat dalam jual beli atas tanah ?
C. METODE PENELITIAN 1.
Jenis Penelitian Ronny Hanitijo Soemitro
mengemukakan bahwa Penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan, dan penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosioligis,
3
yaitu penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. (Ronny Hanitijo Soemitro. 1983:24) Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis mengenai akibat hukum penundaan proses balik nama sertifikat dalam perjanjian jual beli atas tanah. 2. Sifat Penelitian Menurut sifatnya, penelitian ini bersifat diskriptif analitis, sebab penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai akibat hukum penundaan proses balik nama pada sertifikat setelah melakukan jual beli tanah dan pentingnya melakukan proses balik nama pada sertifikat berkaitan dengan kepastian hukum hak atas tanah dengan segera setelah proses jual beli tanah.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Sertifikat dalam Pasal 1 angka (20) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyebutkan “Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.” Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria Juncto Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara eksplisit menyatakan
4
bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pertanahan, pada jual beli tanah yang yang telah bersertifikat, maka selanjutnya akan dilakukan proses balik nama pada sertifikat tanah. Yang dimaksud balik nama pada sertifikat tanah adalah merubah status kepemilikan dari Penjual sebagai pemilik tanah sebelumnya kepada Pembeli
sebagai
pemilik
tanah
yang
baru.
Pelaksanaan proses balik nama tersebut dilakukan di Kantor Pertanahan atau yang disebut Badan Pertanahan Nasional setempat dimana tanah tersebut berada. Apabila proses tersebut selesai maka pada Sertifikat tanah akan tertera nama pemilik baru dari tanah tersebut yaitu nama Pembeli tanah, sedangkan nama pemilik lama akan dicoret. Sedangkan sertifikat dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 berbunyi yaitu “Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”. Maka sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat: a. Data fisik : letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;
5
b. Data yuridis : jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang hak. Istilah “sertifikat” dalam hal dimaksud sebagai surat tanda bukti hak atas tanah dapat kita temukan di dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, bahwa: a. Ayat (3) Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur setelah dijahit secara bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut Sertifikat dan diberikan kepada yang berhak”. b. Ayat (4) Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria”. Sertifikat sebagai salah satu dokumen pertanahan yang merupakan hasil proses pendaftaran tanah, dan dokumen tertulis yang memuat data fisik serta data yuridis tanah yang bersangkutan. Dokumen-dokumen pertanahan tersebut dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi pegangan bagi pihak yang memiliki kepentingan atas tanah tersebut. Kekuatan pembuktian Sertifikat tanah adalah kuat selama tidak ada pihak lain yang membuktikan sebaliknya. Sertifikat hak atas tanah bagi pemegang hak berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan sah, yang merupakan tanda bukti kepemilikan hak milik atas tanah. Tanda bukti hak yang diakui oleh hukum di Indonesia adalah tanda bukti berupa surat yaitu sertifikat. Sertifikat inilah sebagai tanda bahwa
6
suatu bidang tanah telah didaftarkan haknya. Alat bukti surat lainnya seperti Girik, Letter C atau Petuk dan kwitansi serta alat bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak dianggap sebagai bukti hak atas tanah melainkan hanya dianggap sebagai hak menguasai saja. Oleh karena itu kedudukannya sebagai bukti hak atas tanah masih sangat lemah dibangdingkan sertifikat. Sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak disebutkan dalam Pasal 19 ayat (92) huruf c UUPA, yaitu sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat, yaitu data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat dianggap benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti lain yang dapat berupa sertifikat atau selain sertifikat. Maka data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat bersifat mutlak dan pasti, sehingga dalam jual beli tanah yang tidak segera melakukan proses balik nama sertifikat, penjual atau pemilik tanah yang disebut sebagai pemegang hak atas tanah. Selain hal tersebut di atas, sertifikat fungsi yang lain yaitu antara lain mempermudah terjadinya peralihan hak baik yang terjadi karena peristiwa hukum maupun perbuatan hukum. Berdasarkan data yang tercantum dalam sertifikat tanah tersebut, maka pemeliharaan data pendaftaran tanah dapat terlaksanakan, sehingga pendaftaran peralihan hak milik atas tanah baik yang terjadi karena peristiwa hukum maupun perbuatan hukum dapat lebih mudah dilaksanakan.
7
Sedangkan
bagi
Negara,
Sertifikat
juga
berfungsi
untuk
memperlancar kegiatan pembangunan. Hal ini dapat terlaksanakan apabila semua pemegang hak milik atas tanah telah mendaftarkan tanahnya, sehingga salah satu tujuan pendaftaran tanah yaitu terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dapat terwujud. Dari uraian di atas maka penulis berpendapat bahwa aspek hukum atau aspek legalitas pada tanah sangat penting selain sebagai kepemilikan juga untuk memberikan kepastian hukum pada para pihak bahwa dia adalah pemilik sah atas tanah tersebut. Sertifikat hak atas tanah bagi pemegang hak berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan sah, yang merupakan tanda bukti kepemilikan hak milik atas tanah. Selain itu sertifikat dapat mempermudah terjadinya peralihan hak baik yang terjadi karena peristiwa hukum maupun perbuatan hukum dengan dilakukannya pemeliharaan data yang tercantum dalam sertifikat. Sertifikat juga berfungsi untuk memperlancar kegiatan pembangunan bagi Negara dengan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan yang dapat terwujud. 2. Peralihan pemilikan tanah dan bangunan berhubungan erat dengan ketentuan hukum untuk memberikan kepastian hak bagi seseorang yang memperoleh tanah dan bangunan. Peralihan Hak Milik atas tanah diatur dalam pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dua bentuk peralihan Hak Milik atas tanah dapat dijelaskan sebagai
8
berikut : a. Beralih Beralih artinya berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya pemilik tanah, maka Hak Miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Maksud pendaftaran peralihan Hak Milik atas tanah ini adalah untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama pemegang hak dari pemilik tanah kepada ahli warisnya. b. Dialihkan/pemindahan hak Dialihkan/pemindahan hak artinya berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. Contoh perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalam modal perusahaan, lelang. Berpindahnya Hak Milik atas tanah ini harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemilik tanah yang lama kepada pemilik tanah yang baru. Adapun cara melakukan proses balik nama pada sertifikat dalam perjanjian jual beli atas tanah yaitu apabila jual beli yang dilakukan secara lisan dapat dikatakan bahwa statusnya telah mengikat para pihak antara
9
penjual dan pembeli, akan tetapi perbuatan hukum tidak dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk melakukan perubahan data kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, perjanjian yang menyangkut peralihan hak atas tanah termasuk jual beli tanah, seharusnya dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Maka dari itu, dalam melaksanakan transaksi jual beli tanah pihak penjual dan pembeli datang menghadap bersama-sama ke kantor PPAT untuk membuat Akta Jual Beli Tanah agar jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli menjadi sah. Cara memperoleh hak atas tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan dengan cara melakukan konversi hak atas tanah atau yang disebut dengan pendaftaran tanah pertama kali. Konversi hak atas tanah mengatur hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk mengikuti sistem UUPA, yakni kegiatan menyesuaikan hak-hak atas tanah lama menjadi hak-hak atas tanah baru yang dikenal dalam UUPA. Tanah yang belum bersertifikat berupa tanah yang sama sekali belum didaftarkan di Kantor Pertanahan, seperti Girik dan Letter C. Pemilik tanah dapat mengajukan permohonan tanah yang belum bersertifikat kepada Kantor Pertanahan. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 24 tentang alat bukti, maka Letter C adalah merupakan alat bukti pembayaran pajak dan dapat dimohonkan sebagai perolehan hak atas tanah. Dengan mengajukan permohonan pada tanah yang belum
10
bersertifikat, maka Kantor Pertanahan akan memberikan status hak pada tanah yang dimohonkan tersebut. Permohonan konversi biasanya disebut dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali artinya memang belum pernah di ukur dan belum mempunyai bukti hak otentik seperti sertifikat tanah sebagai alat bukti yang sah dalam kepemilikan dan penguasaan tanah tersebut. Sistem pendaftaran tanah pertama kali yang dilakukan untuk melakukan permohonan sertifikat pada Kutipan Letter C atau Girik dalam memperoleh sertifikat hak milik dapat dilaksanakan melalui : a. Pendaftaran tanah secara sistematik b. Pendaftaran tanah secara sporadik Sedangkan proses balik nama tanah yang sudah bersertifikat di Kantor Pertanahan selanjutnya diatur sebagai berikut: a. Menggunakan jasa PPAT b. Pembeli mengajukan sendiri 3. Penundaan proses balik nama sertifikat dalam perjanjian jual beli atas tanah memiliki resiko yang cukup tinggi. Beberapa resiko tersebut akan dipaparkan penulis sebagai berikut: a. Duplikasi Sertifikat b. Bukti transaksi diingkari oleh penjual c. Bukti transaksi hilang atau musnah d. Penjual meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya
11
e. Ahli waris tidak mengakui jual beli tersebut dalam hal penjual telah meninggal dunia f. Terhambatnya hak untuk menikmati dan memanfaatkan lahan g. Tidak bisa dijaminkan h. Tidak bisa diwariskan Penundaan proses balik nama sertifikat dalam jual beli memiliki banyak resiko dan berakibat hukum lemahnya kepemilikan atas tanah tersebut bahkan pembeli akan kehilangan hak atas tanah tersebut.
E. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sertifikat hak atas tanah bagi pemegang hak berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan sah, yang merupakan tanda bukti kepemilikan hak milik atas tanah. Selain itu sertifikat dapat mempermudah terjadinya peralihan hak baik yang terjadi karena peristiwa hukum maupun perbuatan hukum dengan dilakukannya pemeliharaan data yang tercantum dalam sertifikat. Sertifikat juga berfungsi untuk memperlancar terselenggaranya
kegiatan tertib
pembangunan administrasi
terwujud.
12
bagi
Negara
pertanahan
yang
dengan dapat
2. Cara peralihan hak milik atas tanah dapat dilakukan dengan balik nama pada sertifikat tanah. Dengan melakukan balik nama sertifikat tanah di Kantor Pertanahan dimana tanah tersebut berlokasi, data kepemilikan atas tanah dan bangunan dari pemegang hak lama akan dialihkan kepada pemegang hak yang baru. 3. Penundaan proses balik nama sertifikat dalam jual beli memiliki banyak resiko dan berakibat hukum lemahnya kepemilikan atas tanah tersebut yang dapat menyebabkan pembeli akan kehilangan hak atas tanah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Soemitro, Ronny Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.
13