Judul
: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH
Disusun oleh : Premanti NPM
: 11102114
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji akibat hukum dari adanya Akta Perjanjian Jual Beli dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Rumitnya pemenuhan terhadap semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli di hadapan notaris maka ditemukan suatu terobosan hukum dan hingga kini masih dilakukan dalam praktek jual beli tanah yaitu dengan dibuatnya akta perjanjian jual beli meskipun isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas perjanjian jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau dapat dikatakan sebagai perjanjian penduhuluan. Perjanjian jual beli atas tanah bisa dilakukan secara otentik, dimana penjual dan pembeli menghadap notaris setempat untuk dibuatkan akta perjanjian jual beli atas tanah. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak apabila salah satu pihak melakukan kelalaian atau wanprestasi. Namun perjanjian jual beli juga bisa dibuat dibawah tangan, dimana penjual dan pembeli menulis sendiri isi dari perjanjian tersebut atas kesepakatan bersama, kemudian para pihak membubuhkan tanda tangan dan disaksikan 2 (dua) orang saksi. Perjanjian dibawah tangan ini tidak dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang. Dalam perjanjian dibawah ini perlindungan hukum bagi para pihak sangat kurang dan rentan menimbulkan masalah, karena salah satu pihak bisa menyangkal dari perjanjian yang telah ditanda tanganinya. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian normatif karena penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, maka dalam penelitian ini lebih mengutamakan data sekunder yang berkaitan dengan Fungsi Akta Otentik Dalam Perjanjian Jual Beli Atas Tanah. Perlindungan hukum yang diberikan dalam perjanjian jual beli tidak kuat karena sifat pembuktian dari perjanjian jual beli yang dibuat di dibawah tangan atau tidak otentik mempunyai pembuktian yang tidak sempurna, karenanya pihak tergugat memiliki beban pembuktian atas dokumen perjanjian tersebut dengan mengajukan alat bukti lain, ini sangat berbeda dengan akta otentik dimana penggugat yang memiliki beban pembuktian dari akta tersebut
Kata Kunci : Perjanjian Jual Beli Otentik
1
A. Latar Belakang Masalah Salah satu cara yang bisa dipergunakan masyarakat untuk mendapatkan tanah tersebut adalah dengan cara melakukan jual beli. Namun rumitnya pemenuhan terhadap semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli di hadapan notaris maka ditemukan suatu terobosan hukum dan hingga kini masih dilakukan dalam praktek jual beli tanah yaitu dengan dibuatnya akta perjanjian jual beli meskipun isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas perjanjian jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau dapat dikatakan sebagai perjanjian penduhuluan. Perjanjian jual beli atas tanah bisa dilakukan secara otentik, dimana penjual dan pembeli menghadap notaris setempat untuk dibuatkan akta perjanjian jual beli atas tanah. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak apabila salah satu pihak melakukan kelalaian atau wanprestasi. Berdasarkan keterangan di atas terlihat, perjanjian jual beli merupakan perjanjian jual beli hak atas tanah dan atau bangunan yang nanti aktanya akan dibuat dan ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dan pada perjanjian jual beli tersebut para pihak yang akan melakukan jual beli sudah terikat serta sudah mempunyai hak dan kewajiban untuk memenuhi prestasi dan kontra prestasi sebagaimana yang disepakati dalam peerjanjian jual beli.
2
Namun demikian walaupun telah sering dipakai, sebenarnya perjanjian jual beli, tidak pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah, sehingga kedudukan serta bagaimana kekuatan hukum perjanjian jual beli terkadang masih dipertanyakan terhadap pelaksanaan jual beli hak atas tanah.
B. Perumusan Masalah 1.
Apa akibat hukum apabila perjanjian jual beli atas tanah tidak dibuat dengan akta otentik ?
2.
Bagaimana perlindungan hukum bagi penjual dan pembeli apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian jual beli ?
C. METODE PENELITIAN 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang Fungsi Akta Otentik Dalam Perjanjian Jual Beli Atas Tanah secara yuridis teoritis. Ada dua jenis penelitan hukum yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris / sosiologis……..(Mukti Fajar ND, 2010:153) Jenis penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian “Fungsi Akta Otentik Dalam Perjanjian Jual Beli Atas Tanah” adalah penelitian hukum normatif.
3
2.
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian…….(Zainuddin Ali, 2011:105 – 106) Oleh karenanya Penelitian ini bersifat diskriptif analitis sebab bertujuan menggambarkan pentingnya perjanjian jual beli atas tanah dibuat secara otentik dan akibat hukumnya serta perlindungan hukum bagi para pihak.
D. Hasil Penelitian & Pembahasan Berdasarkan Studi kasus di atas maka dapat saya telaah lebih dalam permasalahan tersebut dalam dua hal, yaitu : 1. Perjanjian jual beli atas tanah selain dilakukan atau dibuat secara otentik, juga bisa dilakukan dengan melakukan perjanjian jual beli di bawah tangan. Seperti yang diatur dalam Pasal 1874 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : “sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditanda tangani di bawah tangan, surat-surat, register-register. Surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain, tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pegawai umum”. Akta yang dibuat dibawah tangan adalah suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang peristiwa atau kejadian, yang dibuat oleh kedua pihak dan ditanda tangani oleh pembuatnya dan ditanda
4
tangani oleh dua orang saksi, dan akta tersebut tidak dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang. Perjanjian jual beli hak atas tanah yang dilakukan di bawah tangan biasanya dilakukan oleh mereka yang mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Mereka melakukan perjanjian tersebut berdasarkan saling percaya sehingga tidak memerlukan pihak lain, antara lain Notaris. Calon penjual dan calon pembeli akan menulis perjanjian jual beli tersebut dengan menuliskan kesepakatan-kesepakatan yang isinya ditentukan sendiri oleh calon penjual dan pembeli, dan para pihak sepakat akan memenuhi kewajiban dan berjanji tidak akan melanggar larangan yang telah disepakati bersama. Masyarakat kita masih ada dalam melakukan jual beli yang dilakukan secara lisan. Hal ini karena mereka saling percaya, merasa mengenal dengan baik satu sama lainnya, dan umumnya masih mempunyai hubungan kekerabatan atau persaudaraan. Mereka tidak memikirkan masalah yang timbul di kemudian hari apabila salah satu pihak mengingakri atau melalaikan kewajibannya dan melanggar dari apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Masalah yang timbul dalam perjanjian jual beli atas tanah yang akhirnya menjadi sengketa, dan masing-masing pihak akan sangat dirugikan
karena
tidak
mempunyai
kepastian
hukum
dalam
mempertahankan haknya. Karena dalam perjanjian yang dibuat dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum dalam pembuktian.
5
Dalam perjanjian yang dibuat dibawah tangan mempunyai banyak kelemahan, terutama dalam perjanjian jual beli yang dibuat secara lisan sangat merugikan bagi para pihak. Karena memberikan peluang para pihak untuk melakukan penyimpangan, misalnya penjual menjual obyek tanah yang diperjanjikan dengan pihak lain, penjual menyewakan obyek tanah tersebut kepada pihak lain, penjual tidak bisa melengkapi dokumendokumen yang akan menjadi syarat pembuatan akta jual beli, penjual tidak bisa menyerahkan sertifikat yang merupakan tanda bukti kepemilikan atas tanah tersebut. Sedangkan kemungkinan penyimpangan yang dilakukan pembeli antara lain, pembeli membatalkan untuk membeli tanah tersebut secara sepihak, pembeli sulit untuk meminta kembali uang yang telah dibayarkan di awal perjanjian. Maka dari semua masalah yang timbul tersebut karena tidak adanya bukti otentik dalam melakukan perjanjian, sehingga mereka dalam melakukan tidak mendapatkan perlindungan hukum untuk melindungi mereka dari suatu masalah atas perjanjian jual beli tersebut. Akta perjanjian jual beli yang dibuat dihadapan notaris maka aktanya telah menjadi akta notariil, sehingga merupakan akta otentik, sedangkan perjanjian yang dibuat tidak dihadapan notaris, maka akta tersebut merupakan akta di bawah tangan yang pembuktiannya berada dibawah akta otentik. Walaupun dalam pasal 1875 kitab undang-undang hukum Perdata memang disebutkan bahwa akta dibawah tangan dapat mempunyai
6
pembuktian yang sempurna seperti akta otentik apabila tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh para pidak yang menanda tanganinya. Namun ketentuan dalam Pasal 1875 Kitab undang-undang Hukum Perdata menunjuk kembali Pasal 1871 Kitab Undang-undang hukum Perdata yang menyatakan bahwa akta dibawah tangan dapatlah menjadi seperti akta otentik namun tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya, karena akan dianggap sebagai penuturan belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta. Dari ulasan di atas maka tergambar bahwa perlindungan hukum yang diberikan dalam perjanjian pengikatan jual beli tidak kuat karena sifat pembuktian dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat di dibawah tangan atau tidak otentik mempunyai pembuktian yang tidak sempurna, karenanya pihak tergugat memiliki beban pembuktian atas dokumen perjanjian tersebut dengan mengajukan alat bukti lain, ini sangat berbeda dengan akta otentik dimana penggugat yang memiliki beban pembuktian dari akta tersebut. 2. Dalam hal akta jual beli dibuat secara otentik, maka ada beberapa perlindungan yang dapat diberikan jika salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli : a.
Perlindungan terhadap calon penjual Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada calon penjual biasanya adalah berupa persayaratan yang biasanya dimintakan
7
sendiri oleh calon penjual itu sendiri. Misalnya ada beberapa calon penjual yang di dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya memintakan kepada pihak pembeli agar melakukan pembayaran uang pembeli dengan jangka waktu tertentu yang disertai dengan syarat batal, misalnya apabila pembeli tidak memenuhi pembayaran sebagaimana telah dimintakan dan disepakati maka perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang telah dibuat dan disepakati menjadi batal dan biasanya pihak penjual tidak akan mengambalikan uang yang telah dibayarkan kecuali pihak pembeli meminta pengecualian. b.
Perlindungan terhadap calon pembeli Berbeda dengan perlindungan terhadap penjual perlindungan terhadap pembeli biasanya selain dilakukan dengan persyaratan juga diikuti dengan permintaaan pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali. Tujuannya adalah apabila pihak penjual tidak memenuhinya maka pihak pembeli dapat menuntut dan dan memintakan ganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli. Persyaratan yang biasanya dimintakan oleh pembeli untuk perlindungannya adalah dengan memintakan supaya sertifikat atau tanda hak milik atas tanah tersebut di pegang oleh pihak ketiga yang biasanya adalah Notaris atau pihak lain yang ditunjuk dan disepakati bersama oleh penjual dan pembeli Selain itu
8
perlindungan lain adalah dengan perjanjian pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali apabila semua persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan jual beli, maka pihak pembeli dapat melakukan pemindahan hak walaupun pihak penjual tidak hadir dalam penandatanganan akta jual belinya. Dari berbagai uraian yang saya kemukakan di atas, maka sangat penting sekali suatu perjanjian di buat secara otentik,
Akta Otentik
Sebagai Alat Bukti yang Sempurna, karena merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna di sini berarti apabila
terjadi
sengketa
dan
memilih
jalur
pengadilan
dalam
menyelesaikan perkara tersebut maka, Hakim dalam pemeriksaan dipengadilan menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan isi akta pertama tersebut salah, dalam hal ini akta otentik yang ada atau telah ada dianggap benar sah dan legal kecuali ada orang yang dapat membuktikan sebaliknya,
maka
yang
menggugat
akta
otentik
tersebut
harus
membuktikannya atau dalam kata lain beban pembuktian ada pada penggugat. Oleh karena itu, pembuatan sebuah akta otentik menjadi sesuatu yang penting. Memiliki akta otentik berarti kita memiliki bukti atau landasan yang kuat di mata hukum. Ada beberapa alasan yang menunjang kekuatan hukum sebuah akta otentik. Akta otentik dibuat di hadapan seorang pejabat umum negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwa
9
seorang pejabat umum negara tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta. Hal lain yang membuat akta otentik memiliki kekuatan hukum adalah karena akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh negara melalui Notaris. Akan sangat kecil kemungkinan akta otentik hilang. Bukan hanya itu, jika seorang menyangkal isi atau keberadaan akta otentik
maka
akan
mudah
untuk
diperiksa
kebenarannya.
Kekuatan pembuktian akta otentik adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat. Hal ini berbeda dengan akta yang dibuat sendiri, meskipun disaksikan pihak ketiga, tetapi hal itu tidak dapat menjadi sebuah jaminan. Dapat saja pihak-pihak yang terlibat pembuatan akta menyangkal keterlibatannya. Hal ini dapat saja terjadi karena mereka mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, dan akta bawah tangan rawan hilang atau rusak karena suatu musibah atau hal tertentu, sehingga mudah sekali untuk dipalsukan ke asliannya atau kebenaranannya, untuk dapat menjadi bukti yang sempurna masih memerlukan bukti lainnya, karena kekuatan dan kebenaran akta bawah tangan ada pada tanda tangan para pihak yang bersangkutan.
10
Berdasarkan semua keterangan di atas terlihat bahwa perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap pemenuhan hak semua pihak dalam perjanjian jual beli selain sesuai perlindungan hukum yang diberikan oleh kekuatan akta otentik juga dapat berlandaskan Pasal 1338 Kitab Undangundang Hukum Perdata, serta niat baik dari para pihak untuk memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. Dari fenomena di atas, maka sebaiknya dalam melalukan perjanjian apapun, dalam hal ini dalam perjanjian jual beli atas tanah dilakukan secara otentik, karena perlindungan hukum yang diberikan pada semua pihak sangat kuat, apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, karena dalam menyelesaikan sengketa atau masalah tersebut akta otentik sangat kuat sebagai alas bukti di pengadilan.
E. Kesimpulan Berdasarkan landasan teori dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka saya dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Akibat yang timbul dari perjanjian jual beli tidak dibuat secara otentik adalah perlindungan hukum yang diberikan dalam perjanjian jual beli tidak kuat karena sifat pembuktian dari perjanjian jual beli yang dibuat di dibawah tangan atau tidak otentik mempunyai pembuktian yang tidak sempurna, karenanya pihak tergugat memiliki beban pembuktian atas dokumen perjanjian tersebut dengan mengajukan alat bukti lain,
11
ini sangat berbeda dengan akta otentik dimana penggugat yang memiliki beban pembuktian dari akta tersebut. 2. Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap pemenuhan hak semua pihak dalam perjanjian jual beli selain sesuai perlindungan hukum yang diberikan oleh kekuatan akta otentik juga dapat berlandaskan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, serta niat baik dari para pihak untuk memenuhi kesepakatan yang telah dibuat, maka sebaiknya dalam melalukan perjanjian apapun, dalam hal ini dalam perjanjian jual beli atas tanah dilakukan secara otentik, karena perlindungan hukum yang diberikan pada semua pihak sangat kuat, apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, karena dalam menyelesaikan sengketa atau masalah tersebut akta otentik sangat kuat sebagai alas bukti di pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Mukti Fajar ND, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika
12