FAKTOR MATERNAL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: Rini Septiani 1111101000058
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI Skripsi, September 2015 Rini Septiani, NIM: 1111101000058 Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013) xv + 98 halaman, 2 bagan, 7 tabel, 2 lampiran ABSTRAK Indonesia, salah satu negara berkembang yang memiliki peran penting dalam perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi setelah India dan Afrika Selatan di Tahun 2013. Perkembangan kognitif yang lambat lebih berpotensi terjadi pada anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) daripada anak yang lahir dengan berat lahir normal. Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan kejadian BBLR, di mana faktor maternal turut berpengaruh terhadap berat bayi lahir karena kondisi anak lahir dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan. Namun, belum adanya penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riskesdas Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terkait dengan kejadian BBLR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yakni Riskesdas 2013. Sampel penelitian ini sebanyak 25.186 anak yang lahir pada tahun 2010-2013 yang telah memenuhi kriteria penelitian. Kemaknaan hubungan dilihat menggunakan tingkat kepercayaan 95% Confidence Interval (CI) yang diperoleh dari uji chi square. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa prevalensi BBLR pada anak yang lahir tahun 2010-2013 mencapai 5,2%. Adapun usia ibu melahirkan, tingkat pendidikan ibu, jumlah kunjungan ANC, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat melahirkan BBLR berhubungan signifikan dengan kejadian BBLR. Oleh karena itu disarankan pada Kementerian Kesehatan agar menginstruksikan terkait penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan penyuluhan pada ibu hamil saat pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil. Daftar Bacaan :81 (1995-2015) Kata Kunci : BBLR, faktor maternal, faktor yang berhubungan
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH DEPARTMENT SPECIALIZATION OF EPIDEMIOLOGY Undergraduate Thesis, September 2015 Rini Septiani, NIM: 1111101000058 Maternal Factors on Low Birth Weight (LBW) Infant in Indonesia (Based on Basic Health Survey 2013) xiv + 98 pages, 2 charts, 7 tabels, 2 appendixs ABSTRACT Indonesia, as one of a developing countries that has an important role in the world economic, took place in third ranks as the country with the highest prevalence of Low Birth Weight (LBW) after India and South Africa in 2013. LBW infants tend to have slower cognitive development than normal birth weight infants. There are many factors associated with LBW, where the maternal factors influence on birth weight because infants condition is affected by maternal health, nutrition, and behavior during pregnancy. However, lack of research in Indonesia which utilizes Indonesia’s Basic Health Survey (Riskesdas) 2013 to determine maternal risk factors associated with LBW. This study aims to determine maternal factors associated with LBW in Indonesia. Cross sectional study is used as design study in this research. This research uses a secondary data, Riskesdas 2013. Sample in this research are 25.186 children whom were born in 2010-2013 and eligible as criteria research. There is a significance relationship by 95% Confidence Interval (CI) which obtained from the chi square test. Based on the analysis shows that the prevalence of low birth weight infants whom were born in 2010-2013 has reached 5.2%. As for maternal age, maternal education level, number of ANC visits, gestational age, iron tablet consumption, parity, and history gave birth of LBW significantly associated with LBW. Therefore, it is recommended to the Ministry of Health to instruct related to the provision of budget funds as a resource that can be used by the Department of Health to make the extension activities for women during pregnancy class using pamphlets or other props that can help to understand the information on pregnant women. Daftar Bacaan :81 (1995-2015) Keywords : LBW, maternal factors, associated factors
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
FAKTOR MATERNAL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
Telah disetuju, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 29 September 2015 Oleh: Rini Septiani NIM. 1111101000058
Mengetahui, Pembimbing I
Pembimbing II
Hoirun Nisa, Ph.D NIP. 19790427 200501 2 005
Fase Badriah, Ph.D NIP. 19710605 200604 2 012
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 29 September 2015
Penguji I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS NIP. 19840404 200912 2 007
Penguji II
Yuli Amran, SKM, MKM NIP. 19800506 200801 2 015
Penguji III
Laily Hanifah, SKM, M. Kes
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi Nama
:
Rini Septiani
TTL
:
Serang, 19 September 1992
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Agama
:
Islam
No. Hp
:
0857 7988 5348
Alamat
:
Perumnas Ciracas Indah Blok A No. 160 Rt.03/08 Serang, Banten
Alamat Email
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan 2011- 2015
:
Mahasiswa Peminatan Epidemiologi, Program Studi
Kesehatan
Masyarakat,
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 – 2011
:
SMAN 1 Kota Serang
2005 – 2008
:
SMPN 1 Kota Serang
1999 – 2005
:
SDN XI Serang
vii
C. Pengalaman Organisasi 2013-2014
: 1. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIK 2. Anggota
Departemen
Infokom
Epidemiologi
Student Association (ESA) 2012-2013
: 1. Anggota Departemen Kaderisasi
Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) FKIK D. Pengalaman Kepanitiaan 2014
: 1. Koordinator Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) FKIK pada Pemilihan Umum Raya (Pemira) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Koordinator Mentor Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK).
2013
: 1. Panitia
Orientasi
Pengenalan
Akademik
dan
Kepemimpinan
dan
Kebangsaan (OPAK). 2. Ketua
Pelaksana
Latihan
Manajemen Mahasiswa (LKMM). 2012
: 1. Panitia
Orientasi
Pengenalan
Kebangsaan (OPAK).
viii
Akademik
dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Nikmat, dan Karunia-Nya yang tidak terhingga kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013). Penyelesaian laporan skripsi ini didasarkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Asturifin dan Nurjanah, yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta do’a yang tiada henti untuk peneliti. 2. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph. D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Ibu Hoirun Nisa, Ph. D dan Ibu Fase Badriah, Ph. D, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu peneliti menyelesaiakan penelitian ini. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah menyediakan data yang dibutuhkan untuk penelitian.
ix
6. Sofria dan Astuti, adik-adikku yang memberikan semangat serta dorongan pada peneliti dalam proses penyelesaian laporan penelitian ini. 7. Alifia, Ika, dan Ayu yang telah menemani dan memberi semangat dalam proses penyelesaian penelitian ini. 8. Teman-teman di Peminatan Epidemiologi 2011 yang selalu memberikan semangat, motivasi dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi. 9. Teman-teman di Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan semangat dan dukungan pada peneliti. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti menyadari bahwa penelitain ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti dengan lapang dada akan menerima saran dan kritik yang dapat menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata, peneliti berharap isi dari penelitan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacannya.
Ciputat, September 2015
Peneliti
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii ABSTRAK ............................................................................................................ iii PERNYATAAN PERSETUJUAN....................................................................... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7 1.
Tujuan Umum........................................................................................... 7
2.
Tujuan Khusus .......................................................................................... 7
E. Manfaat penelitian ........................................................................................ 8 F.
Ruang lingkup .............................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10 A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............................................. 10 B. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir .............................................................. 10 C. Dampak Buruk Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) .................. 11
xi
D. Faktor Penyebab Terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............ 12 E. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)..................... 14 1.
Pekerjaan Ibu .......................................................................................... 15
2.
Usia Ibu Melahirkan ............................................................................... 16
3.
Pendidikan Ibu ........................................................................................ 18
4.
Kunjungan Antenatal Care (ANC)......................................................... 19
5.
Status Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu ............................................... 23
6.
Usia Gestasi (Usia Kehamilan) .............................................................. 24
7.
Konsumsi Tablet Besi (Fe) ..................................................................... 26
8.
Sosial Ekonomi Ibu ................................................................................ 28
9.
Merokok pada Masa Kehamilan............................................................. 29
10. Paritas ..................................................................................................... 31 11. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ............... 32 F.
Kerangka Teori........................................................................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 34 A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 34 B. Definisi Operasional................................................................................... 36 C. Uji Hipotesis .............................................................................................. 38 BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 39 A. Desain Penelitian ........................................................................................ 39 C. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 39 D. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 40 E. Pengumpulan Data ..................................................................................... 45
xii
F.
Instrument penelitian .................................................................................. 48
G. Manajemen Data ........................................................................................ 48 H. Analisis data ............................................................................................... 52 BAB V HASIL .................................................................................................... 55 A. Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia pada Tahun 2010-2013 ...................................................................................... 55 B. Distribusi Frekuensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah menurut Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013 .................................................. 55 C. Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ................................................... 58 BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 61 A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 61 B. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 20102013 ........................................................................................................... 62 C. Karakteristik dan Hubungan Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Tahun 2010-2013 ................................................. 65 1.
Pekerjaan Ibu .......................................................................................... 65
2.
Usia Ibu Melahirkan ............................................................................... 67
3.
Pendidikan Ibu ........................................................................................ 69
4.
Kunjungan Antenatal Care ..................................................................... 71
5.
Usia Gestasi ............................................................................................ 75
6.
Konsumsi Tablet Fe................................................................................ 77
7.
Paritas Ibu ............................................................................................... 80
xiii
8.
Riwayat Ibu Melahirkan BBLR ............................................................. 83
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 85 A. Simpulan .................................................................................................... 85 B. Saran ........................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89 LAMPIRAN ......................................................................................................... 99
xiv
DAFTAR BAGAN Bagan 2. 1 Kerangka Teori .................................................................................. 33 Bagan 4. 1 Alur Pemilihan Sampel Penelitian ..................................................... 43
DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 36 Tabel 4. 1 Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Uji Proporsi Beda Dua Arah 42 Tabel 4. 2 Jumlah Sampel pada Masing-Masing Variabel Penelitian ................. 44 Tabel 4. 3 Variabel Penelitian .............................................................................. 48 Tabel 5. 1 Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ............................................................................... 55 Tabel 5. 2 Frekuensi Kejadian BBLR berdasarkan Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013 ............................................................................... 56 Tabel 5. 3 Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ............................... 58
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada tahun 2013, sekitar 22 juta bayi dilahirkan di dunia, di mana 16% diantaranya lahir dengan berat rendah (UNICEF, 2014). Sedangkan, di negara dengan pendapatan rendah maupun menengah, diperkirakan terdapat 18 juta bayi lahir dengan berat rendah pada tahun 2010 (Lee, dkk., 2013). Adapun persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di negara berkembang (16,5%) dua kali lebih besar daripada di negara maju (7%) (WHO dan UNICEF, 2004). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki peran penting dalam perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi (11,1%), setelah India (27,6%) dan Afrika Selatan (13,2%) (OECD dan WHO, 2013). Selain itu, Indonesia (11,1%) turut menjadi negara ke dua dengan prevalensi BBLR tertinggi di antara negara ASEAN lainnya, setelah Filipina (21,2%) (OECD dan WHO, 2012). Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2%, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun 2010 (11,1%) (BPPK, 2013). Namun, penurunan prevalensi tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR. Bayi
dengan
berat
badan
lahir
rendah
berpotensi
mengalami
perkembangan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal (Boulet, dkk., 2011). Di samping itu, BBLR berisiko 20 kali lebih
1
2
besar meninggal selama masa pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal (OECD dan WHO, 2012). Kejadian BBLR turut berkonstribusi sebesar 60%-80% terhadap kematian neonatal, sehingga dapat memberi pengaruh secara tidak langsung terhadap angka kematian bayi (Lawn, dkk., 2005; WHO, 2015b). Selain itu, angka kematian bayi cenderung meningkat seiring dengan peningkatan insiden BBLR di suatu negara (OECD dan WHO, 2012). Penelitian Huxley, dkk. (2007) menemukan bahwa adanya hubungan antara berat lahir dengan faktor risiko penyakit jantung iskemik, di mana kenaikan berat lahir lebih dari 1 kg pada bayi baru lahir dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung iskemik sebesar 10-20%. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Risnes, dkk. (2011) yang menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara berat lahir dengan risiko kematian
akibat
kardiovaskuler. Bila setiap tahun diperkirakan 350.000 bayi lahir dengan berat lahir rendah di Indonesia, maka akan ada 350.000 calon penderita penyakit degeneratif setiap tahunnya (Pramono dan Putro, 2009). BBLR dapat disebabkan oleh bayi lahir prematur maupun retardasi pertumbuhan dalam rahim/IUGR (Intrauterine growth restriction) (OECD dan WHO, 2012; Stanfordchildren.org, 2014; Behrman, dkk., 2000). Di samping hal tersebut, BBLR dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling berkaitan satu sama lain dan faktor maternal pun diketahui turut mempengaruhi berat bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
3
Berdasarkan hasil penelitian Yuliva, dkk. (2009) diketahui bahwa ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan usia gestasional terhadap kejadian BBLR. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR. Namun, penelitian Vrijkotte, dkk. (2009) menemukan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu selama masa kehamilan dengan berat bayi yang dilahirkan. Selain itu, usia kehamilan < 36 minggu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap BBLR (Mumbare, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011). Penelitian lainnya menemukan bahwa ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan
risiko
ibu
melahirkan
bayi
BBLR
(Khanal,
2014;
Dharmalingam, 2010). Namun, penelitian Jammeh, dkk. (2011) menunjukkan tidak ada hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Hal lain yang turut berpengaruh terhadap BBLR adalah konsumsi tablet Fe selama masa kehamilan (Khanal, 2014). Akan tetapi, berdasarkan penelitian TorresArreola, dkk. (2005) di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan berat bayi lahir. Di sisi lain, usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dapat mempengaruhi terjadinya BBLR (Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar, dkk., 2010). Namun, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat dilahirkan. Sedangkan penelitian Borders, dkk. (2007) menunjukkan bahwa
4
semakin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi. Namun, penelitian Dharmalingam, dkk. (2010) menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun. Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR (Rahayu, 2013; Metgud, dkk., 2012) . Sedangkan, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014). Selain itu, pada ibu dengan paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010). Namun, berdasarkan penelitian Yuliva, dkk. (2009) diketahui bahwa paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Di samping itu, penelitian di Malaysia menemukan hubungan yang signifikan antara ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR dengan kejadian BBLR (Sutan, dkk., 2014). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa faktor maternal memiliki peran penting, di samping faktor lain yang turut mempengaruhi kejadian BBLR. Faktor maternal tersebut dapat berkaitan dengan konsep continuum of care maternal, newborn and child health yang menekankan hubungan antara kurang gizi dan kematian ibu, bayi baru lahir maupun anak (UNICEF, 2008). Menurut konsep continuum tersebut, seluruh wanita harus memiliki akses terhadap pilihan kesehatan reproduksi dan perawatan selama
5
masa kehamilan maupun melahirkan, serta seluruh bayi harus mampu tumbuh menjadi anak-anak yang bertahan hidup dan berkembang dengan baik (Kerber, dkk., 2007). Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada kesehatan maternal, terutama selama masa kehamilan. Hal tersebut dikarenakan perkembangan fisik dan kognitif pada bayi maupun anak-anak dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan (CDC, 2015). Namun, sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terkait dengan kejadian BBLR, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai faktor risiko maternal terjadinya BBLR di Indonesia dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Berat Badan Lahir Redah (BBLR) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan prevalensi kejadian BBLR tertinggi di dunia. Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2%, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun 2010 (11,1%). Namun, penurunan prevalensi tersebut tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR. Salah satu dampak
6
buruk yang disebabkan oleh kejadian BBLR adalah peningkatan risiko penyakit degeneratif pada saat dewasa jika dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Faktor maternal diketahui turut berkonstribusi pada kejadian BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ibu melahirkan, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status gizi ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada kesehatan maternal, karena kondisi anak pada saat dilahirkan sangat bergantung pada kondisi ibu sebelum maupun selama masa kehamilan. Namun, belum ada penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terhadap kejadian BBLR, sehingga penelitian mengenai faktor maternal pada kejadian BBLR di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas Tahun 2013 perlu dilakukan.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana distribusi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013? 2. Bagaimana distribusi frekuensi faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013?
7
3. Apakah terdapat hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013. b. Diketahuinya distribusi frekuensi faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status kurang energi kronis (KEK) ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013. c. Diketahuinya hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status kurang energi kronis (KEK) ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) dengan kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
8
E. Manfaat penelitian 1. Bagi Kementrian Kesehatan di Indonesia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan program pencegahan kejadian BBLR melalui intervensi pada kesehatan maternal. 2. Bagi Dinas Kesehatan di Indonesia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan masalah BBLR di masingmasing wilayah kerja dinas kesehatan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi terkait faktor maternal sebagai risiko dari kejadian BBLR di Indonesia sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut.
F. Ruang lingkup Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain studi cross sectional menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang dilahirkan pada Januari 2010 hingga dilakukannya Riskesdas 2013. Sedangkan, sampel dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi (eligible) ada sebanyak 25.186 anak. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan epidemiologi
9
program studi kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan analisis lanjutan dari data Riskesdas tersebut dilaksanakan pada bulan JuliAgustus 2015.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Berat lahir adalah berat pertama janin atau bayi baru lahir yang diperoleh setelah lahir. Untuk kelahiran hidup, berat lahir sebaiknya diukur dalam satu jam pertama kehidupan, sebelum terjadinya penurunan berat badan yang signifikan setelah melahirkan (WHO, 2004). WHO mendefinisikan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram (WHO, 2004). Adapun pengertian BBLR menurut Kementerian Kesehatan RI (2010a) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. BBLR merupakan indikator yang penting untuk mengukur kesehatan bayi karena adanya hubungan antara berat lahir dengan kematian maupun kesakitan pada bayi (OECD dan WHO, 2013).
B. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir Menurut Wong, dkk. (2008) terdapat beberapa klasifikasi berat bayi lahir berdasarkan ukuran, yakni: 1. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 2500 g, tanpa memperhatikan usia gestasi. 2. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 1500 g.
10
11
3. Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) adalah bayi yang berat badan lahirnya kurang dari 1000 g.
C. Dampak Buruk Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesakitan, kematian, maupun kecacatan pada saat bayi maupun anak-anak, serta dalam waktu yang cukup lama turut berpengaruh terhadap kesehatan ketika dewasa (WHO, 2014). Bayi BBLR memiliki risiko kematian yang tinggi selama bulan maupun tahun pertama kehidupannya (UNICEF, 2006). Tubuh bayi yang kecil dan tidak cukup kuat, seringkali mengalami kesulitan dalam mengonsumsi makanan, meningkatkan berat badan, dan melawan berbagai penyakit infeksi yang menyerang. Selain itu, bila dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal, bayi berat badan lahir rendah cenderung akan mengalami perkembangan kognitif yang lambat dan berdasarkan hasil penelitian diketahui dalam jangka panjang, bayi tersebut dapat mengalami penyakit kronis serta penurunan fungsi tubuh pada masa anak-anak (Boulet, dkk., 2011). Berdasarkan penelitian Frontini, dkk. (2004) dengan mengontrol variabel ras dan jenis kelamin, diketahui bahwa berat badan lahir rendah berhubungan dan dapat memperburuk tekanan darah sistolik, trigliserida dan glukosa, di mana hubungan tersebut dapat diperburuk dengan peningkatan usia. Bayi BBLR memiliki hubungan dalam peningkatan angka kejadian hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan diabetes (Longo-Mbenza, dkk., 2010;
12
WHO, 2005). Hal tersebut karena berat badan lahir yang rendah dapat dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi glukosa dan peningkatan risiko intoleransi glukosa ketika dewasa (Norris, dkk., 2012). Selain itu, berdasarkan penelitian Huxley, dkk. (2007) diketahui bahwa terdapat hubungan yang konsisten antara kenaikan 1 kg berat lahir dengan penurunan risiko sebesar 10%-20% terhadap kejadian jantung iskemik.
D. Faktor Penyebab Terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Pada tahun 2012, resolusi dari World Health Assembly ke-65 terkait dengan target nutrisi global pada tahun 2025 adalah mendukung rencana implementasi secara komprehensif terhadap kebutuhan nutrisi maternal, bayi dan anak-anak yang salah satu tujuannya adalah penurunan kejadian bayi berat lahir rendah sebesar 30% (WHO, 2012). Pada tahun 2010 di negara dengan pendapatan rendah, diperkirakan sebanyak 18 juta bayi dengan berat lahir rendah dan 41% diantaranya merupakan bayi lahir prematur (Lee, dkk., 2013). Penyebab utama pada kejadian bayi lahir sangat rendah adalah kelahiran prematur (lahir <37 minggu dan sering kali <30 minggu masa gestasi) dan masalah retardasi pertumbuhan intrauteri atau intrauterine growth restriction (IUGR) (University of California, 2004; OECD dan WHO, 2012; Behrman, dkk., 2000). Di samping hal tersebut, penyebab insiden BBLR dapat disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berkaitan satu sama lain, di mana faktor maternal pun diketahui turut mempengaruhi berat bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
13
Penelitian Badshah, dkk. (2008) menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan prematur 6,4 kali lebih berisiko mengalami BBLR daripada bayi tidak prematur. Banyak dari bayi berat badan lahir sangat rendah dalam kondisi IUGR adalah prematur dan secara fisik terlihat relatif lebih kecil serta belum dewasa secara psikologis (University of California, 2004). Bayi prematur yang BBLR berdasarkan umur kehamilan pretermnya, seringkali dihubungkan dengan keadaan medis, di mana kurangnya kemampuan uterus untuk mempertahankan janin, gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta prematur, rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraktil efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Behrman, dkk., 2000). Adapun infeksi bakteri dapat terjadi pada cairan amnion dan ketuban (korioamniositis) yang dapat memicu kelahiran prematur. Selain itu, produkproduk bakteri tertentu dapat merangsang produksi sitokinin lokal yang dapat menimbulkan kontraksi uterus prematur atau respon peradangan lokal akibat ketuban pecah. Terapi antibiotik yang tepat dapat mengurangi risiko infeksi pada janin dan dapat memperpanjang kehamilan, namun penggunaan agonis reseptor b-simpatomimetik (ritodrin, terbutalin) tidak dapat mencegah kelahiran prematur (Behrman, dkk., 2000). Kelahiran prematur dan IUGR tersebut merupakan salah satu penyebab langsung yang berkaitan dengan faktor risiko kematian neonatal, terutama karena berhubungan dengan penyakit infeksi (Lawn, dkk., 2005). IUGR dihubungkan dengan keadaan medik yang menggaggu sirkulasi dan efisiensi
14
plasenta, perkembangnan atau pertumbuhan janin atau kesehatan umum dan nutrisi ibu (Behrman, dkk., 2000). IUGR mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyebabkan kelahiran preterm yang ditandai oleh perlunya persalinan awal karena lingkungan intrauteri berpotensi merugikan kesehatan janin (Behrman, dkk., 2000). Pada pemeriksaan darah dari umbilicus saat operasi seksio sesarea didapatkan konsentrasi glukosa, asam amino esensial, lemak trigliserin, kolestrol Low density lipoprotein dan kolestrol total, vitamin, elektrolit lebih tinggi dari darah ibu atau sebanding. Hal tersebut menunjukkan aliran menuju janin terjamin baik. Plasenta memegang peranan penting sebagai perantara nutrisi, oksigen, dan lainnya dari ibu untuk dapat mencukupi segala kebutuhan janin, sehingga tumbuh kembang janin dapat sesuai dengan umur kehamilan (Manuaba, dkk., 2007). Kegagalan aliran nutrisi sebagai akibat gangguan tumbuh kembang plasenta akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim dan menimbulkan hasil, berupa persalinan prematurnitas atau sesuai untuk massa kehamilan (SMK) maupun tumbuh kembang terhambat atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) (Wong, dkk., 2008; Manuaba, dkk., 2007).
E. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Pada tahun 2010, sebanyak 1% bayi dilahirkan dengan berat kurang dari 2500 gram dan sebanyak 22% bayi dilahirkan dengan berat di bawah 1.500
15
gram dan tidak dapat bertahan hidup dalam tahun pertamanya (Martin, dkk., 2013). Terdapat faktor risiko maternal yang memengaruhi kejadian BBLR, adapun beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Pekerjaan Ibu Penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) menunjukkan bahwa rata-rata berat lahir bayi pada kelompok ibu bekerja lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi dari ibu yang tidak bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata berat lahir bayi antara kelompok ibu bekerja dengan kelompok ibu tidak bekerja. Selain itu, ibu yang bekerja berisiko 2.41 kali lebih besar melahirkan BBLR dari pada ibu rumah tangga (Aminian, dkk., 2014). Sedangkan, penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) menemukan bahwa wanita hamil yang memiliki pekerjaan fisik berat (buruh) berisiko 5 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada wanita pekerja kantoran ataupun ibu rumah tangga. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jam kerja yang panjang, aktivitas fisik yang lebih tinggi, beban kerja yang berat dapat menimbulkan ancaman bagi pekerja yang hamil. Selain itu, jenis pekerjaan yang berat dapat memicu pelepasan hormon stres, seperti norepinefrin dan kortisol, yang mengganggu pertumbuhan janin sebagai akibat dari kerusakan hypothalamic pituitary axis (HPA) yang sangat merugikan selama trimester pertama (Vrijkotte, dkk., 2009). Berdasarkan penelitian Niedhammer, dkk. (2009) diketahui bahwa lama waktu kerja lebih dari 40 jam per minggu dan shift waktu kerja pada
16
ibu hamil memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Penelitian Aminian, dkk. (2014) menunjukkan bahwa usia kehamilan kurang dari 37 minggu sering terjadi pada ibu yang bekerja dan rerata berat bayi lahir berbading terbalik dengan lama waktu ibu bekerja. Selain itu, hal tersebut juga turut dipengaruhi oleh durasi waktu berdiri ibu selama bekerja dalam sehari. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR. Namun, penelitian Pramono dan Putro (2009) berdasarkan data Riskesdas 2007 menemukan bahwa tidak ada hubungan antara status bekerja dengan kejadian BBLR.
2.
Usia Ibu Melahirkan Pada penelitian Khatun dan Rahman (2008) menemukan bahwa kejadian BBLR banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia <19 tahun dan >30 tahun, sedangkan usia 20-29 tahun merupakan usia ibu yang optimum untuk melahirkan bayi dengan berat badan normal. Namun, penelitian Dharmalingam, dkk. (2010) menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun. Sedangkan pada penelitian Syarifuddin, dkk. (2011), didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata berat badan lahir bayi antara ibu yang berada pada kelompok umur < 20 tahun dan atau > 35 tahun dengan kelompok ibu yang berumur antara 20-34 tahun. Akan tetapi, berdasarkan
17
penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) diketahui bahwa usia ibu melahirkan <18 tahun berisiko 8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR. Usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dilaporkan turut mempengaruhi terjadinya BBLR (Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar, dkk., 2010). Usia muda untuk menjadi seorang ibu seringkali membuat para ibu muda tersebut kekurangan pengetahuan, pendidikan, pengalaman, pendapatan dan kekuatan dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Pada beberapa budaya di masyarakat, menjadi ibu di usia yang muda harus menanggung efek dari sikap menghakimi dan seringkali membuat situasi yang sudah sulit menjadi lebih buruk (WHO, 2015a). Namun, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat dilahirkan. Sedangkan penelitian Borders, dkk. (2007) menunjukkan bahwa semkin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi. Usia ibu melahirkan yang terlalu tua juga dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan ibu maupun anak. Berdasarkan penelitian Tabcharoen, dkk. (2009) diketahui bahwa usia ibu melahirkan ≥ 40 tahun merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian BBLR. Namun, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Shaikh, dkk. (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan ≥ 40 tahun dengan kejadiaan BBLR. Umumnya kehamilan pada wanita usia lanjut dapat disebakan oleh perubahan gaya hidup, karena
18
banyak wanita lebih memfokuskan diri untuk melanjutkan pendidikan dan meniti karir, sehingga menunda pernikahan maupun memiliki anak (Tabcharoen, dkk., 2009).
3.
Pendidikan Ibu Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata berat lahir bayi antara ibu yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Selain itu penelitian Khatun dan Rahman (2008) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR. Tingkat pendidikan seringkali dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi dalam konteks kesehatan, di mana tingkat pendidikan yang rendah dapat membatasi sesorang untuk mendapatkan pekerjaan (Abu-Saad dan Fraser, 2010). Namun, hasil tersebut berbeda dengan penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) di mana tingkat pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR. Selain itu, penelitian Frederick, dkk. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014).
19
4.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) Antenatal care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan professional kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal care seperti ditetapkan dalam buku pedoman pelayanan antenatal. Standar pelayanan yang harus diberikan tenaga kesehatan pada antenatal care terdiri dari (Kementerian Kesehatan RI, 2010b): a. Timbang berat badan Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali kunjungan antenatal untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. b. Ukur lingkar lengan atas (LiLA) Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) di mana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK dapat melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
20
c. Ukur tekanan darah Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) pada kehamilan dan pre-eklampsia. d. Ukur tinggi fundus uteri Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu. e. Hitung denyut jantung janin (DJJ) Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ yang lambat kurang dari 120/menit atau DJJ yang cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin. f. Tentukan presentasi janin Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya
setiap
kali
kunjungan
antenatal.
Pemeriksaan
ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. g. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil di
21
skrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil disesuai dengan status imunisasi ibu. h. Beri tablet tambah darah (tablet besi) Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama. i. Periksa laboratorium (rutin dan khusus) Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal, meliputi pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein dalam urin, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan darah Malaria, pemeriksaan tes Sifilis, pemeriksaan HIV, pemeriksaan BTA j. Tatalaksana/penanganan Kasus Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani akan dirujuk sesuai dengan sistem rujukan. k. KIE efektif KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan, tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas, asupan gizi seimbang, gejala penyakit
22
menular dan tidak menular, penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu (risiko tinggi), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif, KB paska persalinan, dan imunisasi. Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi yang dianjurkan: a. Minimal 1 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu) b. Minimal 1 kali pada trimester kedua (>12 – 24 minggu) c. Minimal 2 kali pada trimester ketiga (setelah 24 – 36 minggu) Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan, di mana kunjungan tersebut termasuk dalam K4. Pelaksanaan
kegiatan
ANC
memiliki
peran
penting
untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak, karena kunjungan ANC merupakan salah satu sumber utama ibu mendapatkan tablet Fe dan edukasi mengenai kebutuhan nutrisi yang penting selama masa kehamilan (Balarajan, dkk., 2013). Penelitian di Brazil diketahui bahwa jumlah kunjungan antenatal berhubungan dengan kejadian BBLR (95% CI 1.32-2.34) setelah dikontrol dengan usia kehamilan (Fonseca, dkk., 2014). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian lainnya, di mana ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi BBLR (Dharmalingam, 2010). Adapun menurut penelitian case control yang dilakukan Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui
23
bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara ANC dengan kejadian BBLR (p value = 0,014). Selain itu, penelitian Khanal, dkk. (2014) menemukan bahwa kunjungan antenatal memiliki hubungan dengan kejadian BBLR berdasarkan data survei kesehatan Nepal Tahun 2006 dan 2011. Ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR. Namun, penelitian Jammeh, dkk. (2011) dan Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan tidak adanya hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Hal tersebut dapat dikarenakan mayoritas ibu yang memiliki bayi BBLR maupun berat lahir normal, keduanya melakukan kunjungan antenatal.
5.
Status Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu Memahami hubungan antara nutrisi maternal dengan dampak kelahiran mungkin dapat dijadikan sebagai dasar dalam perkembangan jenis intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi maternal, di mana kebutuhan gizi tersebut dapat meningkatkan bayi sehat yang dilahirkan dan menurunkan angka kematian, kesakitan maupun biaya pelayanan kesehatan (Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Kondisi asupan nutrisi saat
kehamilan yang buruk merupakan salah satu faktor risiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (Martin, dkk., 2013). Adapun hal yang mempengaruhi kondisi bayi lahir pada ibu yang kurang nutrisi adalah status sosial ekonomi, di mana tingkat sosial ekonomi yang berbeda turut
24
memberi pengaruh terhadap konsumsi makanan maupun nutrisi sehari-hari ibu (Han, dkk., 2011; Abu-Saad dan Fraser, 2010; Behrman, dkk., 2000). Salah satu indikator untuk mengetahui status gizi ibu adalah melalui ukuran lingkar lengan atas (LiLA) ≤ 23,5 cm, di mana hal tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kekurangan energi dalam waktu lama (kronis) pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Kurang Energi Kronis (KEK) terhadap kejadian BBLR, di mana ibu hamil yang menderita KEK berisiko empat kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak KEK. Hal tersebut pun sejalan dengan hasil penelitian Nasreen, dkk. (2010) yang menyatakan ada hubungan antara malnutrisi pada ibu hamil dengan kejadian BBLR, di mana pada penelitian tersebut status malnutrisi ibu di ukur berdasarkan LiLA <22cm. Namun, penelitian Badshah, dkk. (2008) menunjukkan bahwa status gizi ibu yang diukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) tidak behubungan dengan kejadian BBLR.
6.
Usia Gestasi (Usia Kehamilan) Usia gestasi (usia kehamilan) adalah istilah umum yang digunakan selama
masa
kehamilan
untuk
menggambarkan
seberapa
jauh
perkembangan kehamilan tersebut dan diukur dalam satuan minggu, sejak hari pertama siklus menstrual wanita hingga waktu tertentu (National
25
Institute of Health, 2013). Pada masa gestasi ini dibutuhkan nutrisi yang cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bagi perkembangan janin yang sempurna (Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Adapun klasifikasi bayi
berdasarkan usia gestasi adalah sebagai berikut (Hatfield, 2014): a) Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia tidak mencapai 37 minggu. b) Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang dilahirkan pada umur kehamilan antara 37-42 minggu. c) Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada usia kehamilan sesudah 42 minggu. Berdasarkan penelitian Yuliva, dkk. (2009) di RSUP DR. M. Djamil Padang diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia kehamilan dengan berat lahir bayi (p value=0.038) dan hal tersebut menunjukan hubungan yang kurang kuat (r=0.113) serta berpola positif. Artinya semakin tua umur kehamilan, maka semakin berat bayi yang dilahirkan dan sebaliknya, apabila semakin muda umur kehamilan berpotensi
menyebabkan
kurang
sempurna
pertumbuhan
dan
perkembangan dari organ-organ tubuh janin didalam kandungan yang berakibat berat bayi yang dilahirkan akan berkurang. Selain itu, usia kehamilan < 36 minggu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap BBLR (Mumbare, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011), di mana bayi
26
yang dilahirkan pada usia < 37 minggu tidak berhubungan dengan kejadian BBLR.
7.
Konsumsi Tablet Besi (Fe) Kebutuhan terhadap zat besi akan terus meningkat seiring dengan perkembangan kehamilan. Oleh karena itu dibutuhkan asupan zat besi tambahan
untuk
memenuhi
kebutuhan
tersebut,
yakni
dengan
mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan. Berdasarkan penelitian Khanal, dkk. (2014) dengan membandingkan peran antenatal care dan pemberian tablet Fe dalam mencegah BBLR di Nepal melalui survei tahun 2006 dan 2011, diketahui bahwa konsumsi tablet Fe memiliki hubungan yang positif terhadap kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat badan rendah daripada ibu yang rutin mengonsumsi tablet Fe. Absorpsi besi yang berasal dari makanan berkisar antara 10-15% bergantung pada sumber zat besinya. Zat besi hem yang berasal dari makanan hewani lebih banyak dan dapat langsung diabsorpsi karena berbentuk ferro daripada zat besi non heme yang berbentuk ferri dari makanan nabati (Utama, dkk., 2013). Konsumsi sayur, terutama sayuran hijau akan memberikan konstribusi zat besi (non hem) yang juga berperan dalam peningkatan kadar Hb. Absorpsi zat besi non hem dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup, di mana vitamin C dapat merubah bentuk feri
27
menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap tubuh (Robbins, 2007; Utama, dkk., 2013). Oleh karena itu, seringkali dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sumber vitamin C tiap kali mengonsumsi tablet besi. Sumber vitamin C yang baik adalah buah, tomat, paprika hijau dan merah, brokoli, kembang kol, bayam, dan stroberi (Francis-Cheung, 2008). Namun, perlu terdapat beberapa zat dalam makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi, diantaranya adalah tannin dalam the, fitat, oksalat dalam sayuran hijau, serta polifenol dalam kedelai dan serat makanan.zat besi dengan senyawwa tersebut, akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk diserap usus (Anwar dan Khomsan, 2009). Adapun risiko defisiensi zat besi akan semakin besar selama masa kehamilan, terutama pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah (Abu-Saad dan
Fraser, 2010). Namun, berdasarkan penelitian Torres-
Arreola, dkk. (2005) di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet besi dengan berat bayi lahir, di mana hal tersebut dapat disebabkan tidak adanya perbedaan proporsi bayi BBLR maupun tidak BBLR pada ibu yang mengonsumsi tablet Fe saat hamil. Kurangnya
asupan
zat
besi
selama
masa
kehamilan
dapat
menyebabkan terjadinya anemia saat hamil yang berpengaruh secara signifikan terhadap usia kehamilan yang lebih cepat dan meningkatkan kejadian bayi lahir prematur, namun dampak buruk tersebut dapat dicegah melalui konsumsi tablet Fe pada masa kehamilan (Bánhidy, dkk., 2011). Adapun berdasarkan hasil penelitian (Balarajan, dkk., 2013) melalui
28
analisis multivariat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian BBLR setelah mengontrol faktor sosioekonomi maupun kunjungan antenatal. Pada penelitian tersebut, lebih dari setengah wanita hamil yang menjadi sampel mengalami anemia, di mana konanggaran
8.
Sosial Ekonomi Ibu Rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi tinggi lebih berat dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi rendah, tetapi berdasarkan hasil uji statistik diketahui tidak ada perbedaan rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi rendah dan ibu dengan status sosial ekonomi tinggi (Yuliva, dkk., 2009). Hal tersebut dapat disebabkan kondisi sosial ekonomi yang tinggi memungkinkan ibu untuk menerima pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan standar yang digunakan pada negara-negara berpendapatan tinggi. Hasil penelitian tesebut berbeda dengan penelitian di Mexico yang menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor risiko utama terhadap terjadi BBLR, di mana kondisi sosial ekonomi yang rendah berisiko 2,68 lebih besar terhadap kejadian BBLR (Torres-Arreola, dkk., 2005). Sosial ekonomi merupakan salah satu ukuran untuk menggarambarkan tingkat perbedaan sosial, yang meliputi pendapatan, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah tidak dapat langsung
29
mempengaruhi perkembangan janin, melainkan sebagai suatu perantara pada faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko buruk pada saat janin lahir, seperti nutrisi ibu, aktivitas fisik ibu, akses yang kurang terhadap kualitas prenatal care, dan psikososial ibu (Abu-Saad dan Fraser, 2010).
9.
Merokok pada Masa Kehamilan Banyak dampak buruk dari merokok yang sangat mungkin terjadi pada perkembangan janin. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anakanak dilahirkan dari ibu yang merokok selama masa kehamilan memiliki berat lahir yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok selama masa kehamilan (Beyerlein, dkk., 2011). Studi menunjukkan bahwa konsentrasi plasma yang lebih rendah dari vitamin (asam folat dan B12) dan oksida nitrat dari ibu yang merokok dapat menyebabkan peningkatan homosistenin plasma darah (hiperhomosisteinemia) pada ibu hamil, yang merupakan faktor risiko dari hipertensi kehamilan, abrusi plasenta, dan pertumbuhan intrauterine restriksi (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010). Hipertensi pada ibu hamil dapat menyebabkan BBLR karena memberi pengaruh pada aliran darah di plasenta yang menyebabkan terbatasnya suplay nutrisi pada janin (Viswanatha, dkk., 2014). Terdapat bukti konsisten yang menghubungkan antara ibu merokok dengan gangguan dalam transformasi fisiologis arteri spiral dan penebalan
30
membran vili yang membentuk plasenta, di mana masalah pada plasenta dapat menyebabkan kematian janin, kelahiran prematur, maupun berat lahir rendah (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010). Namun, penelitian Frederick, dkk. (2008) menyatakan bahwa merokok selama masa kehamilan tidak berpengaruh terhadap berat bayi yang akan dilahirkan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014) yang menunjukkan bahwa merokok tidak berhubungan dengan kejadian BBLR, hal tersebut dapat dikarenakan hanya sebagian kecil saja ibu hamil yang dilaporkan merokok pada saat survei dilakukan (2.4%). Berdasarkan penelitian Holloway, dkk. (2014) Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki pengaruh secara langsung dan berbahaya terhadap beberapa proses dalam perkembangan plasenta. Susunan tali
pusar pada
wanita hamil
yang merokok mengalami
perubahan, di mana Nikotin yang ada dalam rokok bekerja cepat menyempitkan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di dalam tali pusat, sehingga oksigen harus bersaing ketat dengan molekul karbon monoksida yang juga dibawa oleh sel darah. Kurangnya asupan oksigen dan nutrisi inilah yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi serius terhadap janin. Ibu yang merokok dapat menyebabkan penurunan berat lahir bayi maupun terganggunya perkembangan janin karena hipoksia, di mana hal tersebut dapat terjadi karena paparan karbon monoksida (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010).
31
10. Paritas Paritas adalah banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan (BKKBN, 2011). Paritas seorang wanita dapat mempengaruhi bentuk dan ukuran uterus (Cunningham, dkk., 2005). Adapun kondisi uterus tersebut dapat mempengaruhi kemampuan janin selama masa kehamilan, di mana dampak buruk dari hal dapat terjadi pada kondisi bayi yang dilahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan ibu dapat dikelompokkan menjadi, sebagai berikut (Manuaba, dkk., 2007): 1. Primipara, adalah perempuan yang pernah melahirkan 1 kali 2. Multipara, perempuan yang pernah melahirkan beberapa kali 3. Grandemultipara, perempuan yang pernah melahirkan ≥ 5 kali Banyaknya anak yang dilahirkan akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu maupun anak, di mana risiko BBLR, kematian ibu maupun anak akan meningkat apabila jarak melahiran terlalu dekat. Hal tersebut dikarenakan fisik ibu dan rahim yang masih kurang cukup istirahat karena Ibu yang sering hamil, terutama dengan jarak yang pendek akan menyebabkan ibu terlalu lelah akibat dari hamil, melahirkan, menyusui, merawat anaknya terus menerus (Juaria, 2014). Selain itu, pada ibu yang paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010). Namun, berdasarkan penelitian (Yuliva, dkk., 2009) diketahui bahwa paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Selain itu,
32
penelitian Jammeh, dkk. (2011) menunjukkan bahwa ibu yang pernah melahirkan satu kali memiliki risiko terhadap kejadian BBLR maupun kelahiran prematur. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Khatun dan Rahman (2008) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara primipara dan grandemultipara terhadap kejadian BBLR. Akan tetapi, penelitian Pramono dan Putro (2009) menunjukkan hal yang sebaliknya, di mana ibu yang diperkirakan mempunyai paritas aman untuk tidak terjadi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan ibu yang mempunyai paritas pertama atau ke empat ke atas.
11. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Kelahiran preterm dan BBLR cenderung berulang dalam keluarga, di mana kelompok ibu dengan riwayat BBLR 3,4 kali lebih berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki yang tidak memiliki riwayat BBLR (Hapisah, dkk., 2010). Selain itu, berdasarkan penelitian Darmayanti, dkk. (2010) diketahui bahwa ibu dengan riwayat BBLR merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan kelahiran BBLR. Selain itu, ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR 3,3 kali lebih berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR (Metgud, dkk., 2012).
33
F. Kerangka Teori Kerangka teori ini berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka teori ini disusun berdasarkan teori maupun hasil penelitian terdahulu mengenai kejadian BBLR.
Riwayat Ibu Melahirkan BBLR
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Paritas Toksin bakteri
Ketidakmampuan uterus mempertahankan janin
Usia gestasi
Prematur
Pertumbuhan dan perkembangan organ janin belum sempurna
Usia Ibu melahirkan
Pekerjaan Ibu Pendidikan Ibu
Sosioekonomi Ibu
Antenatal Care
Status KEK Ibu
Konsumsi Tablet Fe
BBLR Kurangnya asupan nutrisi
Infeksi bakteri
Hipertensi
Ibu merokok
Nikotin dan CO
Masalah pada plasenta
IUGR
Terganggunya suplay nutrisi dan oksigen pada janin
Keterangan: variabel yang diteliti Behrman, dkk. (2000); Abu-Saad dan Fraser (2010); Dharmalingam, dkk. (2010); Centers for Disease Control and Prevention, dkk. (2010)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang sebelumnya. Berikut merupakan bagan dari kerangka konsep penelitian, di mana faktor-faktor tersebut diketahui memiliki hubungan dengan kejaidan BBLR, yakni: Variabel independen Faktor maternal 1. Pekerjaan Ibu 2. Usia Ibu melahirkan 3. Pendidikan Ibu 4. Antenatal care 5. Usia gestasi 6. Konsumsi tablet Fe 7. Paritas 8. Riwayat ibu melahiran BBLR
Variabel dependen Kejadian BBLR
Tidak semua variabel yang ada di kerangka teori akan diteliti. Adapun variabel yang akan dilakukan penelitian adalah variabel yang ada pada kerangka konsep, berupa pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat BBLR, serta kejadian BBLR. Pemilihan variabel pekerjaan, pendidikan ibu, antenatal care, paritas, dan riwayat ibu melahiran BBLR diketahui dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR.
34
35
Selain itu, pada variabel usia ibu melahirkan dan usia gestasi juga turut mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan, di mana secara biologis usia ibu melahirkan yang terlalu muda ataupun terlalu tua akan sulit untuk mempertahankan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi prematur yang berisiko memiliki berat lahir rendah. Di sisi lain, konsumsi tablet Fe yang kurang selama masa kehamilan turut berpengaruh terhadap berat bayi yang akan dilahirkan. Hal tersebut karena selama masa kehamilan, janin membutuhkan asupan zat gizi untuk pertumbuhan maupun perkembangan organ tubuh janin tersebut. Jika ibu kekurangan zat gizi, maka janin tidak dapat tumbuh maupun berkembang dengan sempurna, sehingga dapat memberi pengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkan.
B. Definisi Operasional Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian No
Variabel
Definisi Opersaional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Dependen 1.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 29
Observasi dokumen
1. Ya, berat lahir < 2500 gram 2. Tidak, berat lahir ≥ 2500 gram (Kemenkes, 2010)
Ordinal
Kuesioner RKD13. RT Bagian IV, Kolom 9
Observasi dokumen
1. Bekerja 2. Tidak Bekerja
Ordinal
Kuesioner RKD13. IND Ib 06
Observasi dokumen
(Yuliva, dkk., 2009) 1. Berisiko, <20 tahun dan atau > 35 tahun 2. Tidak berisiko, 20-35 tahun
Independen 1.
2.
3.
Pekerjaan Ibu Status bekerja pada ibu, yang dilakukan baik di rumah maupun di luar rumah dan memperoleh penghasilan /imbalan Lama hidup responden Usia Ibu dalam hitungan tahun pada melahirkan saat melahirkan anak terakhir dalam rumah tangga Pendidikan Tingkatan pendidikan Ibu akhir yang pernah ditamatkan oleh Ibu
Kuesioner RKD13. RT Bagian IV, Kolom 8
Observasi dokumen
(Pramono dan Putro, 2009) 1. Tidak memiliki ijazah sekolah 2. Pendidikan dasar 3. Pendidikan menengah 4. Pendidikan tinggi (UU No.20 Tahun 2003)
Ordinal
Ordinal
36
No
Variabel
Definisi Opersaional
Alat Ukur
Cara Ukur
Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan di tenaga kesehatan sebelum persalinan tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan. Umur kandungan saat kehamilan berakhir.
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 10, 11
Observasi dokumen
1. Tidak melakukan kunjungan 2. Kunjungan 1-3 kali 3. Kunjungan ≥ 4 kali (Khanal, dkk., 2014)
Ordinal
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 08
Observasi dokumen
1. Bayi lahir <37 minggu 2. Bayi yang lahir ≥37 minggu). (Jammeh, dkk., 2011) 1. Tidak pernah 2. Ya, < 90 hari 3. Ya, ≥ 90 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) 1. Berisiko, melahirkan 1 orang anak dan atau melahirkan ≥ 5 orang anak 2. Multipara, melahirkan 2-4 orang anak (Pramono dan Putro, 2009) 1. Ya, ada riwayat melahirkan BBLR 2. Tidak, ada riwayat melahirkan BBLR (Sutan, dkk., 2014)
Ordinal
4.
Antenatal care
5.
Usia Gestasi
6.
Konsumsi tablet Fe
Kebiasaan ibu mengkosumsi tablet besi (Fe) selama masa kehamilan
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 14, 15
Observasi dokumen
7.
Paritas
Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu
Kuesioner RKD13. IND No. Ib 05
Observasi dokumen
8.
Riwayat ibu Ibu yang pernah melahirkan melahirkan anak BBLR BBLR pada persalinan sebelumnya
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 29
Observasi dokumen
Hasil Ukur
Skala Ukur
Ordinal
Ordinal
Ordinal
37
38
C. Uji Hipotesis 1. Adanya hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat ibu melahirkan BBLR) dengan kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi faktor maternal pada kejadian BBLR di Indonesia. Variabel dependen yang diukur adalah kejadian BBLR di Indonesia. Sedangkan variabel independennya adalah pekerjaan ibu, usia ibu saat melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat ibu melahirkan BBLR.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Riskesdas 2013 dilakukan di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota di Indonesia pada bulan Mei-Juli 2013. Data sekunder diperoleh dari baseline/dataset Riskesdas tahun 2013 dengan menganalisis seluruh data dari provinsi di Indonesia. Analisis lanjutan dari data hasil Riskesdas tersebut dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2015.
39
40
D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah anak terakhir/termuda yang lahir selama periode Tahun 2010 hingga pada saat dilakukannya Riskesdas 2013 dari setiap rumah tangga di Indonesia yang menjadi sampel penelitian Riskesdas 2013 berdasarkan kerangka sampel sensus penduduk tahun 2010. Adapun jumlah bayi yang lahir pada periode tersebut adalah 58.946 anak, sedangkan anak terakhir dalam rumah tangga ada sebanyak 25.186 anak. 2. Sampel Penelitian Pengambilan sampel yang dilakukan dalam Riskesdas 2013 adalah dengan penarikan sampel dua tahap berstrata dan subsampel proporsi dari estimasi provinsi. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut: a. Tahapan pertama memilih 250 kabupaten/kota secara probability proportional to size with replacement (PPS WR). Metode ini memanfaatkan informasi jumlah rumah tangga per kabupaten/kota hasil SP 2010 sebagai ukuran (size) yang dijadikan dasar penarikan sampel. Dari hasil penarikan sampel, jumlah realisasi sampel yang efektif sebanyak 177 kabupaten/kota. b. Tahap kedua, dari setiap kabupaten/kota terpilih, dilakukan Blok Sensus (BS) secara systematic random sampling dari daftar BS yang digunakan dalam MDG’s sejumlah 1000 BS. Dengan menggunakan estimasi nasional, maka total sampel rumah tangga minimal adalah
41
sebanyak 25.000 ruta (1.000 BS). Sampel blok sensus dialokasikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Dalam melakukan analisis lanjutan untuk mengetahui faktor maternal pada kejadian BBLR, maka dilakukan perhitungan besar sampel berdasarkan data survei yang tersedia dan dikalikan dengan efek desain. Adapun berdasarkan uji hipotesis yang akan dilakukan maka perhitungan besar sampel yang digunakan adalah uji hipotesis beda dua proporsi dua arah, yaitu sebagai berikut:
Keterangan: Z1-α/2
:Nilai Z pada derajat kepercayaan 95% ( 1,96)
Z1-β
:Nilai Z dari kekuatan uji 80% (0.84)
P1
:Proporsi BBLR pada kelompok 1 dari penelitian sebelumnya
P2
:Proporsi BBLR pada kelompok 2 dari penelitian sebelumnya
P
:
Deff
:Desain efek, yaitu perbandingan (rasio) antara varian yang diperoleh pada pengambilan sampel secara komplek
dengan
diperoleh jika pengambilan
varians sampel
yang dilakukan
42
secara acak sederhana. Peneliti menentukan deff sebesar 2 Tabel 4. 1 Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Uji Proporsi Beda Dua Arah No Variabel 1 Konsumsi Tablet Fe 2 ANC 3 4 6
Usia Ibu Melahirkan Pendidikan Ibu Paritas
Peneliti Khanal, dkk. (2014)
P1 P2 n 16,8% 10,7% 1.000
Pramono dan Putro (2009) Khanal, dkk. (2014)
9,1%
Khanal, dkk. (2014) Pramono dan Putro (2009)
23,3% 13,3% 468 4,3% 5,5% 10.158
4,6%
988
16,7% 11,5% 1.404
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah sampel minimal penelitian yang didapatkan berdasarkan perhitungan besar sampel. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian yaitu seluruh data anak yang lahir terakhir dari ibu dalam rumah tangga pada
periode tahun 2010 hingga
dilakukannya penelitian Riskesdas Tahun 2013 dan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Faktor independen yang akan diteliti terkait dengan kejadian BBLR adalah faktor maternal, maka ibu dari anak tersebutlah yang menjadi responden dalam penelitian ini. Adapun data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data individu yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi (eligible), sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi 1) Anak terakhir yang dilahirkan oleh ibu dalam rumah tangga pada periode Tahun 2010 hingga dilakukannya penelitian Riskesdas Tahun 2013.
43
2) Anak yang memiliki catatan atau dokumen berat badan lahir bayi. b. Kriteria Ekslusi 1) Bayi lahir mati 2) Bayi yang keguguran 3) Bayi lahir kembar 4) Responden tidak melengkapi jawaban kuesioner atau terdapat ketidaklengkapan data dalam dataset (missing), maka akan dikeluarkan (drop out) dalam analisis Bagan 4. 1 Alur Pemilihan Sampel Penelitian Balita yang lahir pada periode Tahun 2010 hingga penelitian Riskesdas 2013 =58.946 anak Lahir mati = 524 anak Keguguran = 1.661 anak Anak belum lahir pada saat penelitian=7.602 anak Lahir hidup = 49.159 anak Lahir Kembar =668 anak Lahir Tunggal = 48.491 anak
Ada catatan atau dokumen berat lahir = 26.142 anak
Tidak ada catatan atau dokumen berat lahir = 22.349 anak
Bukan Anak Terakhir = 956 anak Anak Terakhir = 25.186 anak
BBLR = 1.313 anak
Tidak BBLR = 23.873 anak
44
Setelah menggunakan kriterian inklusi dan ekslusi, maka dapat diketahui jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini pada tiap variabel yang dianalisis adalah sebagai berikut: Tabel 4. 2 Jumlah Sampel pada Masing-Masing Variabel Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Variabel Berat Bayi Lahir Pekerjaan Ibu Usia Ibu melahirkan Pendidikan Ibu Antenatal care Usia Gestasi Konsumsi tablet Fe Paritas Riwayat melahirkan BBLR
Jumlah Sampel (n) 25.186 25.186 25.186 25.186 24.988 25.186 19.935 25.186 25.186
Missing 0 0 0 0 198 0 0 0 0
Dengan demikian, jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini sudah memenuhi sampel minimal yang dibutuhkan untuk uji hipotesis. Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji (Z
1-
) untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan
antara dua variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan uji menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi dua arah dan dikalikan dengan efek desain (design effect/deff) karena menggunakan data survey. Hasil perhitungan menggunakan rumus tersebut dengan jumlah sampel sebesar 25.186 anak, proporsi anak BBLR pada paritas berisiko dan tidak berisiko secara berturut-turut sebesar 0,043 dan 0,055 (Pramono dan Putro, 2009) dan menggunakan derajat kemaknaan sebesar 5%, maka diperoleh kekuatan uji sebesar 99,2%.
45
E. Pengumpulan Data Pengumpulan data Riskesdas 2013 telah dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap data sekunder Riskesdas 2013. Data sekunder yang digunakan peneliti telah disesuaikan dengan data yang tersedia pada Riskesdas 2013. Adapun data yang dijadikan sebagai variabel penelitian adalah sebagai berikut: 1. BBLR Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Data terkait BBLR diperoleh melalui dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya yang disalin pada kuesioner Riskesdas 2013 oleh enumerator. 2. Pekerjaan ibu Variabel ini diperoleh dalam kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K9, di mana hal tersebut akan menunjukkan apakah ibu dari Batita bekerja atau tidak. Jika ibu rumah tangga yang mempunyai pekerjaan sampingan, maka dianggap ibu tersebut bekerja. Selain itu, jenis pekerjaan utama ibu juga turut dikumpulkan dalam penelitian ini melalui wawancara kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K10. Adapun yang dimaksud dengan pekerjaan utama adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar.
46
3. Usia ibu saat melahirkan Variabel ini menginformasikan mengenai riwayat kehamilan berisiko yang pernah dialami responden terkait dengan umur saat hamil. Umur yang dimaksud oleh peneliti adalah umur ibu saat hamil anak yang menjadi sampel penelitian ini, sehingga dapat dikatakan variabel ini merupakan variabel baru yang tidak terdapat dalam dataset secara langsung. Adapun variabel ini, peneliti diperoleh melalui perhitungan berdasarkan data yang telah tersedia pada dataset, yakni usia ibu (kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K7THN) dan tahun lahir anak pada penelitian ini (kuesioner individu pada blok Ic19THN). 4. Pendidikan ibu Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga pada blok IV dengan kode B4K8. Pertanyaan terkait variabel ditanyakan langsung pada responden terkait tingkat pendidikan formal yang ditamatkan responden. 5. Antenatal care Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu pada blok Ic11 melalui wawancara dengan menanyakan berapa kali kunjungan ibu untuk memeriksakan kondisi kehamilan, yakni pada usia kehamilan 0-3 bulan (trimester 1), 4-6 bulan (trimester 2), dan 7 bulan hingga melahirkan (trimester 3). 6. Usia gestasi Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu pada blok Ic08 melalui wawancara dengan menanyakan usia kandungan saat
47
berakhir. Jika usia berakhirnya kehamilan yang diingat responden dalam bulan, maka enumerator harus mengkonversikan dalam minggu dengan mengalikan jumlah bulan dengan angka 4. Misal jika jawaban responden 5 bulan x 4 minggu = 20 minggu. 7. Konsumsi tablet Fe Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu blok Ic14 dan 15 melalui wawancara untuk memperoleh informasi mengenai kebiasaan ibu hamil mengonsumsi tablet Fe selama hamil, baik tablet yang diperoleh dari fasilitas kesehatan maupun yang diperoleh dari inisiatif sendiri. Untuk membantu responden mengidentifikasi konsumsi tablet Fe, maka digunakan kartu peraga berbagai contoh Tablet Fe, seperti Sulfas Ferrosus, Sangobion dan Sangovitin. 8. Paritas Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu Ib05B, Ib05C, Ib05D melalui wawancara untuk mengetahui jumlah kelahiran yang pernah dialami oleh ibu seumur hidupnya. 9.
Riwayat melahirkan BBLR Riwayat ibu melahirkan BBLR, merupakan variabel baru yang dibuat oleh peneliti melalui penyaringan pada sampel yang memiliki hubungan saudara (adik-kakak) dan dianalisis dengan variabel BBLR, sehingga dapat dihasilkan jumlah ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR.. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu blok Ic29 melalui wawancara untuk memperoleh informasi.
48
F. Instrument penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Riskesdas 2013. Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data terkait faktor maternal pada kejadian BBLR terdiri dari Kuesioner Rumah Tangga dan Kuesioner Individu yang terdri dari riwayat kehamilan, serta persalinan.
G. Manajemen Data Manajemen data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (Raw data) selanjutnya diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Manajemen data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak melalui tapan sebagai berikut: 1. Filter, yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi pertanyaan kuesioner Riskesdas 2013 yang dianggap berkaitan dengan faktor maternal pada kejadian BBLR sesuai dengan referensi maupun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Berikut Kode Variabel yang digunakan pada penelitian Riskesdas 2013:
N 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Variabel o Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Pekerjaan Ibu Usia Ibu melahirkan Pendidikan Ibu Antenatal care Usia Gestasi Konsumsi tablet Fe
Tabel 4. 3 Variabel Penelitian Kode Variabel
Kuesioner
IC28, IC29
RKD13 IND
B4K9, B4K10 B4K7THN, IC19THN B4K8 IC09, IC11A,IC11B,IC11C IC08 IC14, IC15
RKD13 RT RKD13 IND RKD13 RT RKD13 IND RKD13 IND RKD13 IND
49
N 8. 9.
Variabel o Paritas Riwayat melahirkan BBLR
Kode Variabel IB04, IB05B, IB05C, IB05D IDRT, B1R6,B1R7, IC28, IC29
Kuesioner RKD13 IND RKD13 RT & RKD13 IND
2. Cleaning, pembersihan data dilakukan melalui tabulasi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik dependen (BBLR) maupun independen (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat melahirkan BBLR). Analisa tabel frekuensi dilakukan agar dapat mengecek dan mendeteksi adanya ketidakkonsistenan data, mengetahui variasi data dan untuk mengetahui adanya data yang missing. Adapun data missing ditemukan pada variabel kunjungan ANC sebanyak 190 data, di mana data missing tersebut tidak ikut dianalisis dalam penelitian ini. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan pemilihan jumlah sampel yang eligible terhadap kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2. 3. Compute (perhitungan), dilakukan melalui perhitungan pada variabel yang ada pada dataset sesuai dengan kebutuhan variabel penelitian. Adapun variabel yang dilakukan perhitungan adalah sebagai berikut: a. Usia ibu melahirkan, variabel ini merupakan variabel baru yang dibuat peneliti dimaksudkan untuk mengetahui usia ibu saat melahirkan anak yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun perhitungan yang dilakukan adalah dengan mengurangi usia ibu saat wawancara penelitian Riskesdas 2013 (kode variabel: B4K7THN) dengan tahun
50
anak dilahirkan (kode variabel: IC19THN), sehingga dihasilkan selisih angka. Selanjutnya, angka tersebutlah yang dijadikan sebagai nilai dari usia ibu saat melahirkan anak yang menjadi sampel penelitian ini. b. Antenatal care, pada dataset dilakukan penjumlahan seluruh kunjungan antenatal pada tiap trimester (kode: IC11A, IC11B, IC11C) selama masa kehamilan pada pelayanan kesehatan, di mana hasil dari penjumlahan tersebut akan dikelompokkan kembali. c. Paritas, pada dataset dilakukan penjumlahan pada variabel jumlah lahir hidup (kode variabel: IB04B), lahir mati (kode variabel: IB04C), dan jumlah keguguran (kode variabel: IB04D), di mana hasil dari penjumlahan tersebut akan dikelompokkan kembali. 4. Recoding (pengkodean ulang), dilakukan dengan membuat kode baru atau pengkodean ulang pada beberapa variabel yang membutuhkan perubahan tertentu, hal ini untuk memudahkan pada saat anlisa data. Adapun variabel pada dataset yang dikategorikan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu: a. BBLR, yang sebelumnya berupa data numerik dikelompokan menjadi dua kategori, yakni 1. Ya, berat lahir < 2500 gram dan 2. Tidak, berat lahir ≥ 2500 gram. b. Pekerjaan ibu, yang sebelumnya terdiri dari empat kategori disederhanakan menjadi dua kategori, yakni 1. Bekerja dan 2. Tidak bekerja. c. Usia ibu melahirkan, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, selanjutnya dikelompokan menjadi dua kategori, yakni 1.
51
Berisiko, <20 tahun dan atau >35 tahun, dan 2. Tidak berisiko, 20-35 tahun. d. Pendidikan ibu, pengkodean yang sebelumnya terdiri dari 1. tidak/ belum pernah sekolah dan 2. tidak tamat SD/MI dikode ulang dan dikelompokkan menjadi 1. Tidak memiliki ijazah sekolah. Sedangkan ibu yang menamatkan pendidikan di jenjang SD dan SMP, dikode ulang dan dikelompokkan menjadi 2. Pendidikan dasar. Adapun untuk jenjang pendidikan ibu SMA dikode ulang menjadi 3. Pendidikan Menengah. Ibu yang menamatkan pendidikan pada jenjang Diploma dan Perguruan Tinggi dikode ulang dan dikelompokkan kembali menjadi 4. Pendidikan Tinggi. e. Antenatal care, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan terhadap variabel tersebut, selanjutnya dikelompokan menjadi tiga kategori, yakni 1. Tidak melakukan kunjungan, 2. Kunjungan 1-3 kali, dan 3. Kunjungan ≥ 4 kali. f. Usia gestasi, yang sebelumnya berupa data numerik dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu 1. Bayi lahir < 37 minggu dan 2. Bayi yang lahir ≥ 37 minggu). g. Konsumsi tablet Fe, yang sebelumnya diperoleh melalui dua pertanyaan
(IC14,
IC15),
oleh
peneliti
dikode
ulang
dan
dikelompokkan kembali sehingga menjadi satu pertanyaan dengan bentuk pengkatagoriannya adalah 1. Tidak mengkonsumsi, 2. Ya, < 90 hari, dan 3. Ya, ≥ 90 hari.
52
h. Paritas,
berdasarkan
hasil
perhitungan
yang telah dilakukan,
selanjutnya dikategorikan menjadi tiga kelompok, yakni 1. Berisiko, melahirkan 1 orang anak dan atau melahirkan ≥ 5 orang anak, dan 2. melahirkan 2-4 orang anak. i. Riwayat ibu melahirkan BBLR, merupakan variabel baru yang buat oleh peneliti melalui penyaringan pada sampel yang memiliki hubungan saudara (adik-kakak) dan dianalisis terkait dengan riwayat ibu melahirkan BBLR, di mana selanjutnya dikategorikan menjadi 2 kelompok, yakni: 1. Ya, ada riwayat melahirkan BBLR dan 2. Tidak, ada riwayat melahirkan BBLR.
H. Analisis data Analisis pada data yang sudah tersedia tersebut dilakukan melaui dua cara, yakni analisis univariat dan bivariat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software pengolah data untuk melihat distribusi variabel penelitian maupun uji statistik. 1. Univariat Analisis data yang dilakukan adalah untuk melihat deskripsi karakteristik dari variabel dependen (kejadian BBLR di Indonesia) maupun variabel independen terkait distribusi pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, dan konsumsi tablet Fe) berdasarkan data Riskesdas 2013. Adapun jenis pekerjaan ibu turut dianalisis dalam bentuk deskriptif untuk mengetahui jenis pekerjaan
53
yang umumnya dilakukan oleh ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR. Adapun data hasil analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian. Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen (kejadian BBLR di Indonesia) dengan variabel independen faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, dan konsumsi tablet Fe) adalah uji chi square. Nilai tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% CI (Confidence Interval) yang diperoleh dari uji chi square, di mana dapat digunakan untuk mengetahui adanya kemaknaan hubungan antara dua variabel dan disajikan dalam bentuk tabel. Sedangkan, ukuran kekuatan yang digunakan adalah Prevalence Ratio (PR), yaitu risiko pada penelitian prevalensi. Ukuran tersebut digunakan karena variabel yang diamati (BBLR) merupakan kasus prevalen. Penggunaan PR dapat membantu dalam memperkirakan tingkat kemungkinan risiko masing-masing variabel yang diteliti terhadap kejadian BBLR. Perhitungan prevalen dengan menggunakan tabel 2 x 2 adalah sebagai berikut: Faktor risiko
D+
D-
Total
Terpapar
a
b
a+b
Tidak Terpapar
c
d
c+d
Total
a+c
b+d
a+b+c+d
54
Prevalen pada kelompok terpapar
= a/(a+c)
Prevalen pada kelompok tidak terpapar
= c/(c+d)
PR > 1 menunjukkan bahwa faktor pajanan meningkatkan/memperbesar kejadian BBLR PR =1 menunjukkan tidak terdapat asosiasi anatara faktor pajanan dengan terjaadinya BBLR PR < 1 menunjukkan bahwa pajanan akan mengurangi risiko BBLR
BAB V HASIL
A. Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia pada Tahun 2010-2013 Tabel 5.1 menyajikan prevalensi kejadian Berat Badan Lahir Rendah pada anak terakhir yang dilahirkan ibu dalam tiap rumah tangga pada tahun 20102013 di Indonesia adalah sebesar 5,2%. Tabel 5. 1 Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 20102013 BBLR
Frekuensi (n)
Ya, berat lahir < 2500 g Tidak, berat lahir ≥ 2500 g Jumlah
Persentase (%)
1.313 23.873 25.186
5,2 94,8 100,0
B. Distribusi Frekuensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah menurut Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013 Beberapa faktor maternal, pada ibu yang melahirkan anak terakhir, terkait dengan BBLR yang dijelaskan dalam penelitian ini, antara lain adalah pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, status kurang energy kronis (KEK), konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat melahirkan BBLR. Frekuensi faktor maternal yang terkait dengan kejadian BBLR pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5.2.
55
56
Tabel 5. 2 Frekuensi Kejadian BBLR berdasarkan Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013 Berat Lahir Variabel Pekerjaan ibu 1. Bekerja a. PNS/TNI/Polri/BUMD b. Pegawai swasta c. Wiraswasta d. Petani/Nelayan/Buruh e. Lainnya 2. Tidak bekerja Jumlah Usia ibu melahirkan anak terakhir 1. Berisiko, < 20 tahun dan atau > 35 tahun 2. Tidak berisiko, 20 – 35 tahun Jumlah
BBLR n (%)
Tidak BBLR n (%)
450 (34,3) 65 (14,7) 75 (17,0) 90 (20,4) 157 (35,6) 54 (12,2) 863 (65,7) 1.313 (100,0)
8.710 (36,5) 1.320 (15,4) 1.459 (17,0) 1.947 (22,7) 2.828 (32,9) 1.039 (12,1) 15.163 (63,5) 23.873 (100,0)
334 (26,2)
5.030 (21,1)
969 (73,8)
18.843 (78,9)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Pendidikan ibu 1. Tidak memiliki ijazah sekolah 2. Pendidikan dasar
120 (9,1)
1.764 (7,4)
649 (49,4)
11.252 (47,1)
3. Pendidikan menengah
409 (31,2)
7.926 (33,2)
4. Perguruan tinggi
135 (10,3)
2.931 (12,3)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
21 (1,6)
371 (1,6)
186 (14,4)
2.717 (11,5)
1.084 (84,0)
20.609 (87,0)
1.291 (100,0)
23.697 (100,0)
Jumlah Antenatal care 1. Tidak melakukan kunjungan 2. Jumlah kunjungan 1-3 kali 3. Jumlah kunjungan ≥ 4 kali Jumlah Usia gestasi 1. Bayi lahir < 37 minggu 2. Bayi yang lahir ≥37 minggu Jumlah
662 (50,4) 651 ( 49,6)
7.517 (31,5) 16. 356 (68,5)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Konsumsi tablet Fe 1. Tidak pernah 2. Ya, < 90 hari 3. Ya, ≥ 90 hari Jumlah
103 (9,8) 547 (52,3) 396 (37,9) 1.046 (100,0)
1.721 (9,1) 8.673 (45,9) 8.495 (45,0) 18.889 (100,0)
581 (44,2)
8.159 (34,2)
Paritas 1. Berisiko, Ibu melahirkan
57
Berat Lahir Variabel 1 orang anak dan atau ≥ 5 orang anak 2. Tidak berisiko, ibu melahirkan 2-4 orang anak Jumlah Riwayat Ibu melahirkan BBLR 1. Ya, ada riwayat melahirkan BBLR 2. Tidak, ada riwayat melahirkan BBLR Jumlah
BBLR n (%)
Tidak BBLR n (%)
732 (55,58)
15,714 (65.8)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
9 (0,7)
36 (0,2)
1.304 (99,3)
23.837 (99,8)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak bekerja (65,7%) dan pada wanita yang melahirkan di usia 20-35 tahun (73,8%). Ibu yang bekerja sebagai Petani/Nelayan/Buruh lebih banyak melahirkan anak dengan berat rendah daripada ibu dengan jenis pekerjainnya. Di samping itu, hampir separuh dari proporsi BBLR menurut tingkat pendidikan ibu terjadi pada ibu dengan tingkat pendidikan dasar, meskipun turut ditemukan juga kejadian BBLR pada tingkat pendidikan lainnya. Namun, BBLR juga banyak ditemukan pada ibu yang melakukan kunjungan antenatal care ≥ 4 kali (84,0%) selama masa kehamilan. Adapun berdasarkan usia gestasi, proporsi kejadian BBLR hampir terdistribusi merata pada kelompok bayi yang lahir < 37 minggu maupun ≥ 37 minggu. Akan tetapi, lebih dari separuh proporsi BBLR (52,3%) pada penelitian ini, dilahirkan dari ibu yang mengkonsumsi tablet Fe < 90 hari selama masa kehamilan. Selain itu, ibu multipara (melahirkan 2-4 orang anak) lebih banyak melahirkan BBLR (55,58%) daripada kelompok paritas ibu
58
lainnya. Di sisi lain, mayoritas kejadian BBLR (99, 3%) terjadi pada ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR sebelumnya. C. Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 Hubungan antara faktor maternal dengan kejadian BBLR di Indonesia Tahun 2010-2014 disajikan dalam Tabel 5.3. Tabel 5. 3 Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 Variabel Pekerjaan ibu 1. Bekerja 2. Tidak bekerja Jumlah
BBLR n (%)
Berat Lahir Tidak BBLR n (%)
450 (34,3) 863 (65,7) 1.313 (100,0)
Usia ibu melahirkan anak terakhir 1. Berisiko, < 20 tahun 334 (26,2) dan atau > 35 tahun 2. Tidak berisiko, 20 – 969 (73,8) 35 tahun Jumlah 1.313 (100,0)
8.710 (36,5) 15.163 (63,5) 23.873 (100,0)
5.030 (21,1) 18.843 (78,9)
PR (95% CI)
0,91 (0,81-1,01) 1,00 (Reference)
1,30 (1,16-1,47)** 1,00 (Reference)
23.873 (100,0)
Pendidikan ibu 1. Tidak memiliki ijazah sekolah 2. Pendidikan dasar
120 (9,1)
1.764 (7,4)
1,44 (1,13-1,83)**
649 (49,4)
11.252 (47,1)
1,25 (1,03-1,48)*
3. Pendidikan menengah
409 (31,2)
7.926 (33,2)
1,12 (0,91-1,36)
4. Perguruan tinggi
135 (10,3)
2.931 (12,3)
1,00(Reference)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
21 (1,6)
371 (1,6)
186 (14,4)
2.717 (11,5)
1,28 (1,10-1,45)**
1.084 (84,0)
20.609 (87,0)
1,00(Reference)
1.291 (100,0)
23.697 (100,0)
662 (50,4)
7.517 (31,5)
651 ( 49,6)
16. 356 (68,5)
Jumlah Antenatal care 1. Tidak melakukan kunjungan 2. Jumlah kunjungan 13 kali 3. Jumlah kunjungan ≥ 4 kali Jumlah Usia gestasi 1. Bayi lahir < 37 minggu 2. Bayi yang lahir ≥37
1,07 (0,70-1,63)
2,11 (1,90-2,34)** 1,00 (Reference)
59
Variabel
BBLR n (%)
Berat Lahir Tidak BBLR n (%)
PR (95% CI)
minggu Jumlah
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Konsumsi tablet Fe 1. Tidak pernah 2. Ya, < 90 hari 3. Ya, ≥ 90 hari Jumlah
103 (9,8) 547 (52,3) 396 (37,9) 1.046 (100,0)
1.721 (9,1) 8.673 (45,9) 8.495 (45,0) 18.889 (100,0)
1,26 (1,02-1,56)* 1,33 (1,17-1,51)** 1,00 (Reference)
581 (44,2)
8.159 (34,2)
1,49 (1,34-1,66)**
732 (55,58)
15,714 (65.8)
1,00 (Reference)
1.313 (100,0)
23.873 (100,0)
Paritas 1. Berisiko, Ibu melahirkan 1 orang anak dan atau ≥ 5 orang anak 2. Tidak berisiko, Multipara, melahirkan 2-4 orang anak Jumlah
Riwayat Ibu melahirkan BBLR 1. Ya, ada riwayat 9 (0,7) 36 (0,2) 3,85 (2,14-6,93)** melahirkan BBLR 2. Tidak, ada riwayat 1.304 (99,3) 23.837 (96,3) 1,00 (Reference) melahirkan BBLR Jumlah 1.313 (100,0) 23.873 (100,0) Ket: BBLR, Berat Badan Lahir Rendah < 2500g; PR, Prevalence Ratio; CI, Confidence Interval; Signifikansi ** p value < 0,01, * p value < 0,05
Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pekerjaan ibu tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR (95%CI 0,81-1,01). Namun, terdapat hubungan antara usia ibu melahirkan dengan BBLR, di mana kemungkinan terjadinya BBLR pada ibu yang melahirkan di usia berisiko lebih besar 1,30 kali daripada ibu yang melahirkan di usia tidak berisiko 1,30 (CI95% 1,16-1,47).
Sedangkan, semakin rendah tingkat pendidikan ibu maka
kemungkinan melahirkan BBLR cenderung bertambah besar, di mana ibu yang tidak memiliki ijazah sekolah memiliki kemungkinan untuk melahirkan BBLR lebih besar 1,44 kali daripada ibu yang dengan tingkat pendidikan tinggi (95% CI 1,13-1,83).
60
Di sisi lain, kemungkinan terjadinya BBLR pada ibu yang melakukan kunjungan antenatal care 1-3 kali selama masa kehamilan lebih besar 1,26 kali daripada ibu yang melakukan kunjungan antenatal care ≥ 4 kali selama masa kehamilan (95% CI 1,09-1,4). Berdasarkan usia gestasi diketahui secara statistik memiliki hubungan dengan kejadian BBLR (95%CI 1,90-2,34), di mana kemungkinan terjadinya BBLR pada ibu yang melahirkan bayi di usia kehamilan <37 minggu lebih besar 2,21 kali daripada ibu yang melahirkan pada usia kehamilan ≥37 minggu.. Akan tetapi, ibu yang mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan <90 hari memiliki kemungkinan 1,28 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR daripada ibu yang mengonsumsi Tablet Fe ≥ 90 hari (95%CI 1,13-1,41) Selain itu, kemungknan terjadinya BBLR pada ibu yang melahirkan anak pertama maupun lebih dari lima anak, 1,58 kali lebih besar daripada ibu yang sudah melahirkan 2-4 anak (95%CI 41-1,77). Riwayat ibu melahirkan anak BBLR secara statistik memiliki hubungan kejadian BBLR (95%CI 2,14-6,93), di mana ibu yang memiliki riwayat melahirkan anak BBLR memiliki kemungkinan 3, 85 kali lebih besar untuk melahirkan anak BBLR kembali.
BAB V PEMBAHASAN
A.
Keterbatasan Penelitian Hasil analisis data dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang dapat menjadi keterbatasan penelitian dan berpengaruh terhadap hasil penelitian, yakni: 1. Sebanyak 22.349 anak pada variabel berat bayi lahir, tidak memiliki catatan ataupun dokumen berat lahir. Hal tersebut dapat dikarenakan tidak seluruh bayi dilahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan ataupun tenaga kesehatan. 2. Pada penelitian ini, beberapa variabel yang berhubungan langsung dengan BBLR, seperti perilaku ibu merokok dan status kurang energi kronis (KEK) tidak di analisis karena dapat menimbulkan bias informasi. Hal tersebut dikarenakan informasi yang diperoleh dari wawancara Riskesdas 2013 mengenai variabel tersebut tidak relevan menurut waktu kejadian BBLR. 3. Terbatasnya faktor maternal yang dijadikan variabel penelitian pada penelitian ini, karena penelitian ini hanya menggunakan variabel yang sudah tersedia dalam penelitian Riskesdas 2013, seperti Pekerjaan Ibu, Pendidikan Ibu, Kunjungan ANC, Usia Gestasi, Konsumsi Tablet Fe, dan Paritas Ibu). Adapun penelitian Riskesdas ditujukan untuk meneliti masalah kesehatan secara umum, sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel yang ada pada data sekunder tersebut.
61
62
B. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 20102013 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menurut Kementerian Kesehatan RI (2010a) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi BBLR di Indonesia pada tahun 2010-2013 adalah sebesar 5,2%. Hasil tersebut lebih rendah, bila dibandingkan dengan hasil penelitian di Nepal (9,9%) dan di India (26,9%) (Badshah, dkk., 2008; Dharmalingam, dkk., 2010). Selain itu, prevalensi BBLR pada Riskesdas tahun 2010 (11,2%) memperlihatkan hasil yang lebih tinggi daripada prevalensi BBLR pada Riskesdas tahun 2013 (10,2%). Adanya perbedaan prevalensi pada penelitian ini dengan penelitian Riskesdas sebelumnya dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik maupun jumlah sampel penelitian yang digunakan. Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah anak terakhir dalam rumah tangga, sedangkan pada penelitian Riskesdas sebelumnya adalah seluruh anak dalam rumah tangga berusia 0-5 tahun, sehingga terdapat kemungkinan ditemukannya lebih dari satu kejadian BBLR dalam rumah tangga yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kasus. Meskipun prevalensi yang dihasilkan pada penelitian ini tidak cukup besar, namun potensi peningkatan prevalensi BBLR di Indonesia masih mungkin terjadi. Hal tersebut dapat dikarenakan masih cukup banyak bayi lahir di Indonesia tidak memiliki dokumen ataupun catatan berat lahir, di mana pada penelitian ini diketahui sebayak 22.349 (46%) bayi lahir tidak memiliki dokumen ataupun catatan berat lahir. Padahal, untuk kelahiran hidup, berat
63
lahir sebaiknya diukur dalam satu jam pertama kehidupan, sebelum terjadinya penurunan berat badan yang signifikan setelah melahirkan (WHO, 2004). Banyaknya jumlah bayi yang tidak memiliki dokumen ataupun catatan lahir di Indonesia dapat disebabkan oleh masih terdapat ibu yang melahirkan tidak di fasilitas pelayanan kesehatan ataupun tenaga kesehatan, melainkan lebih memilih untuk melahirkan di rumah. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui terdapat 29,6% ibu yang melahirkan di rumah/lainnya. Padahal, tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila dalam kondisi tertentu diperlukan penanganan kegawatdaruratan, maka telah tersedia fasilitas yang dibutuhkan (BPPK, 2013). Adapun kejadian BBLR merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesakitan, kematian, maupun kecacatan pada bayi dan anak-anak, serta dalam waktu yang cukup lama turut berpengaruh terhadap kesehatan ketika dewasa (WHO, 2014). Bila dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal, bayi berat badan lahir rendah cenderung akan mengalami perkembangan kognitif yang lebih lambat dan dalam jangka panjang, bayi tersebut dapat mengalami penyakit kronis serta penurunan fungsi tubuh pada masa anak-anak (Boulet, dkk., 2011). Hal tersebut dikarenakan bayi berat badan lahir rendah dapat dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi glukosa dan peningkatan risiko intoleransi glukosa ketika dewasa (Norris, dkk., 2012). Faktor yang dapat menjadi penyebab utama kejadian bayi barat badan lahir rendah adalah kelahiran prematur dan masalah retardasi pertumbuhan intrauteri atau intrauterine growth restriction (IUGR) (University of California, 2004;
64
OECD dan WHO, 2012; Behrman, dkk., 2000). Namun, insiden BBLR juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berkaitan satu sama lain, di mana faktor maternal diketahui turut berpengaruh terhadap berat bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014). Faktor maternal tersebut dapat berkaitan dengan konsep continuum of care maternal, newborn and child health yang fokus pada hubungan antara kurang gizi dan kematian ibu, bayi baru lahir maupun anak (UNICEF, 2008). Menurut konsep continuum tersebut, seluruh wanita harus memiliki akses terhadap pilihan kesehatan reproduksi dan perawatan selama masa kehamilan maupun melahirkan, serta seluruh bayi harus mampu tumbuh menjadi anak-anak yang bertahan hidup dan berkembang dengan baik (Kerber, dkk., 2007). Adapun upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Indonesia, yang termasuk didalamnya upaya pencegahan kejadian BBLR, berupa pelayanan kesehatan pada ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penanganan komplikasi, pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Oleh karena itu, diharapkan Dinas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan Puskesmas maupun Pemerintah Daerah untuk melakukan penyuluhan mengenai program kesehatan ibu dan anak yang berasal dari Kementerian Kesehatan pada kegiatan-kegiatan rutin di Puskesmas maupun Pemerintah Daerah, sehingga meningkatkan jumlah kunjungan ibu hamil maupun ibu melahirkan di fasilitas pelayanan pelayanan kesehatan.
65
C. Karakteristik dan Hubungan Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Tahun 2010-2013 1. Pekerjaan Ibu Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebesar 34,3% BBLR dilahirkan dari ibu yang bekerja, di mana pekerjaan ibu sebagai petani/nelayan/buruh lebih banyak melahirkan anak BBLR (35,6%) daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal tersebut dapat dikarenakan jenis pekerjaan seperti buruh, terutama yang bekerja di sektor pertanian, memiliki perkerjaan fisik yang berat dan jam kerja yang panjang, di mana mayoritas ibu dengan jenis pekerjaan tersebut (88,9%) melahirkan anak BBLR (Viengsakhone, dkk., 2010). Jenis pekerjaan yang berat dapat memicu pelepasan hormon stres, seperti norepinefrin dan kortisol, yang mengganggu pertumbuhan janin sebagai akibat dari kerusakan hypothalamic pituitary axis (HPA) yang sangat merugikan selama trimester pertama (Vrijkotte, dkk., 2009). Namun, pada penelitian ini juga menemukan proporsi BBLR lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak bekerja (65,7%) daripada ibu yang bekerja. Hal tersebut dapat disebabkan karena lebih dari separuh sampel penelitian ini adalah ibu rumah tangga ataupun tidak bekerja (63,6%). Selain itu, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vrijkotte, dkk. (2009) menunjukkan bahwa rerata berat lahir bayi pada ibu yang tidak bekerja lebih rendah daripada ibu yang bekerja. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kejadian BBLR cenderung terjadi pada ibu yang tidak bekerja.
66
Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara statistik antara pekerjaan ibu dengan kejadian BBLR (95%CI 0,81-1,01). Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Pramono dan Putro (2009) pada analisis lanjutan data Riskesdas 2007, yang tidak menemukan adanya hubungan antara status pekerjaan ibu dengan kejadian BBLR. Namun, pada dasarnya ibu yang bekerja selama masa kehamilan memiliki peran penting terhadap terjadinya BBLR maupun kelahiran prematur (Aminian, dkk., 2014). Jam kerja yang panjang, aktivitas fisik yang lebih tinggi, beban kerja yang berat dapat menimbulkan ancaman terhadap kondisi pekerja yang hamil (Vrijkotte, dkk., 2009). Hal tersebut dapat disebabkan karena aktivitas fisik yang berat dapat mengurangi aliran darah menuju uterus dan plasenta melalui penurunan terhadap ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk fetus (Snijder CA, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian BBLR. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena proporsi kejadian BBLR yang tidak jauh berbeda antara ibu bekerja (34,3%) dan tidak bekerja (65,7%), di mana perbandingan proporsi BBLR antara kedua kategori tersebut adalah 1:2, sehingga tidak ada perbedaan ataupun hubungan yang ditemukan antara pekerjaan ibu dengan kejadian BBLR. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Pramono dan Putro (2009) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
67
antara proporsi kejadiaan BBLR pada ibu bekerja (4,7%) dan tidak bekerja (4,7%). Selain itu, tidak adanya hubungan dalam penelitian ini dapat dimungkinkan karena adanya faktor lain yang menunjang kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak bekerja daripada bekerja, yakni tingkat pendidikan. Pada penelitian ini diketahui bahwa lebih dari separuh ibu yang tidak bekerja memiliki tingkat pendidikan rendah, yakni tidak memiliki ijazah SD dan tamat SMP (59,1%). Adapun tingkat pendidikan seringkali dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi dalam konteks kesehatan, di mana tingkat pendidikan yang rendah dapat membatasi sesorang untuk mendapatkan pekerjaan (Abu-Saad dan
Fraser, 2010).
Padahal dengan adanya ibu yang bekerja, kemungkinan dapat menambah pendapatan keluarga sehingga turut mempengaruhi daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi ibu maupun pelayanan kesehatan yang dibutuhkan selama kehamilan.
2. Usia Ibu Melahirkan Hasil analisis menemukan bahwa proporsi usia ibu melahirkan BBLR mayoritas terjadi pada usia 20-35 tahun (73,8%). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian kasus-kontrol oleh Viengsakhone, dkk. (2010) pada 235 kasus yang menunjukkan bahwa BBLR cenderung dilahirkan dari ibu berusia 18-35 tahun (84,7%). Sedangkan, penelitian sebelumnya di Indonesia menemukan kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu yang
68
melahirkan di usia < 20 tahun atau > 35 tahun sebesar (4,9%) (Pramono dan Putro, 2009). Adanya perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dimungkinkan karena adanya perbedaan karakteristik usia sampel penelitian, di mana pada penelitian ini mayoritas ibu berusia 20-35 tahun (78,7%). Berdasarkan hasil penelitian bivariat diketahui bahwa terdapat hubungan antara usia ibu melahirkan dengan kejadian BBLR, di mana ibu yang melahirkan pada usia < 20 tahun dan atau > 35 tahun memiliki kemungkinan 1,30 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang melahirkan pada usia 20-35 tahun (95%CI 1,16-1,47). Hal tersebut menunjukkan bahwa usia ibu melahirkan merupakan salah satu yang mungkin menjadi faktor risiko terhadap kejadian BBLR. Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa usia ibu melahirkan kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat mempengaruhi terjadinya BBLR (Pramono dan Putro, 2009). Pada penelitian Khatun dan Rahman (2008) diketahui bahwa kejadian BBLR banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia <19 tahun dan >30 tahun, sedangkan usia 20-29 tahun merupakan usia ibu yang optimum untuk melahirkan bayi dengan berat normal. Terkait dengan kesehatan reproduksi diketahui bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 2030 tahun. Hal tersebut dikarenakan kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun dan
69
kematian maternal akan meningkat kembali sesuadah usia 30-35 tahun (Surjaningrat dan Saifuddin, 2002). Ibu yang hamil pada usia muda turut mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan karena adanya persaingan nutrisi antara ibu dan janin, di mana ibu yang hamil di usia muda juga membutuhkan nutris karena masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi (Soetjiningsih, 1995). Selain itu, usia muda untuk menjadi seorang ibu seringkali membuat para ibu muda tersebut kekurangan pengetahuan, pendidikan, pengalaman, pendapatan dan kekuatan daripada ibu yang lebih tua. Dalam beberapa budaya di masyarakat, menjadi ibu di usia yang muda harus menanggung efek dari sikap menghakimi dan situasi yang sudah sulit menjadi lebih buruk (WHO, 2015a). Di samping itu, usia ibu melahirkan yang semaikin tua, turut memiliki risiko melahirkan bayi BBLR yang semakin tinggi (Borders, dkk., 2007). Usia ibu melahirkan yang terlalu tua juga dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan ibu maupun anak. Hal tersebut dapat dikarenakan komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi pada ibu melahirkan berusia ≥ 40 tahun dan memberi dampak terhadap berat bayi yang dilahirkan (Tabcharoen, dkk., 2009).
3. Pendidikan Ibu Hasil analisis pada penelitian univariat menunjukkan hanya 6,9% anak BBLR yang dilahirkan dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, di mana
70
tingkat pendidikan akhir yang ditamatkan ibu adalah pada jenjang perguruan tinggi. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pramono dan Putro (2009) yang menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi lebih banyak tidak melahirkan anak BBLR (4,2%). Meskipun demikian, proporsi BBLR hampir terdistribusi merata pada ibu dengan tingkat pendidikan dasar maupun menengah. Adapun hasil tersebut turut diperkuat dengan temuan di Mexico yang menunjukkan bahwa kejadian BBLR banyak terjadi pada ibu yang memiliki riwayat pendidikan 7-9 tahun (32,91%) dan 10-12 tahun (35,44%) (Torres-Arreola, dkk., 2005). Selain itu, penelitian Khanal, dkk. (2014) menemukan bahwa sebesar 17,2% ibu dengan tingkat pendidikan dasar melahirkan anak dengan berat lahir rendah. Sedangkan, hasil penelitian bivariat menemukan bahwa semakin rendah pendidikan ibu, maka risiko ibu untuk melahirkan BBLR turut meningkat. Selain itu, terdapat hubungan antara BBLR dengan tingkat pendidikan ibu, di mana ibu yang tidak memiliki ijazah sekolah memiliki kemungkinan 1,44 kali lebih besar melahirkan anak BBLR daripada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi (95%CI 1,13-1,83). Di samping itu, ibu dengan tingkat pendidikan dasar berpeluang 1,25 lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi (CI95% 1,03-1,48). Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata berat lahir bayi antara ibu yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi.
71
Tingkat pendidikan yang rendah, akan menghambat perkembangan seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai–nilai yang baru diperkenalkan, sedangkan tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan sesorang
menerima
informasi
lebih
banyak
dibandingkan
dengan
pendidikan rendah (Mubarak, 2007). Seperti halnya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung melakukan kunjungan antenatal ≥ 4 kali selama masa kehamilan (91,4%). Ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang lebih baik cenderung tidak melahirkan BBLR kemungkinan dikarenakan meningkatnya kesadaran ibu terhadap pelayanan kesehatan yang turut mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan dan penenuhan gizi selama kehamilan (Amosu A.M, dkk., 2014). Oleh
karena
itu,
diharapkan
Kementerian
Kesehatan
dapat
menginstruksikan terkait penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan penyuluhan pada ibu hamil saat pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil.
4. Kunjungan Antenatal Care Antenatal Care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan professional kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal care yang ditetapkan dalam buku
72
pedoman pelayanan antenatal (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa mayoritas kejadian BBLR (84,0 %) terjadi pada ibu yang melakukan kunjungan antenatal care ≥ 4 kali. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian kasus-kontrol di Banjarmasin, di mana sebesar 83,3% ibu yang melakukan kunjungan ANC ≥ 4 kali pada kelompok kasus, turut melahirkan anak BBLR (Hapisah, dkk., 2010). Sedangkan, penelitian Khanal, dkk. (2014) dan Pramono dan Putro (2009) yang menunjukkan bahwa kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal care dengan proporsi masing-masing sebesar 18,3% dan 9,1%. (Pramono dan Putro, 2009). Namun, banyaknya jumlah kunjungan tersebut dilakukan tidak secara rutin pada tiap trimester kehamilan. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena terputus ataupun tidak dilanjutkannya kunjungan antenatal yang dilakukan oleh ibu selama masa kehamilan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya selisih kunjungan pertama kali ibu hamil pada trimester 1 (K1 Ideal) sebesar 79,6% dengan cakupan kunjungan ibu hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan minimal 2 kali pada trimester 3 (K4) sebesar 72,9%. Hal tersebut pun tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Riskesdas 2013 yang memperlihatkan adanya selisih sebesar 12% dari ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4) (BPPK, 2013).
73
Selain itu, berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal tidak memiliki hubungan secara statistik dengan kejadian BBLR (95% CI 0,70-1,63). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011) dan Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan tidak adanya hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Namun, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian case control yang dilakukan Syarifuddin, dkk. (2011), di mana terdapat hubungan antara ANC dengan kejadian BBLR. Adanya perbedaan antara penelitian ini dan sebelumnya dapat disebabkan karena proporsi ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal sangatlah kecil (1,6%) dan tidak ada perbedaan proporsi antara anak BBLR dan tidak BBLR pada ibu yang tidak melakukan kunjungan atenatal. Selain itu, hal tersebut dapat dimungkinkan karena mayoritas
ibu yang tidak
melakukan kunjungan antenatal pada penelitian ini, melahirkan anak pada usia yang tidak berisiko terhadap BBLR (20-35 tahun) (70,8%). Di samping itu, penelitian ini juga menemukan bahwa ibu yang melakukan kunjungan antenatal 1-3 kali selama masa kehamilan memiliki kemungkinan 1,28 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang melakukan kunjungan antenatal ≥ 4 kali (95%CI 1,10-1,45). Penelitian di Brazil menemukan bahwa jumlah kunjungan antenatal berhubungan dengan kejadian BBLR (95% CI 1.32-2.34) (Fonseca, dkk., 2014). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian lainnya bahwa ibu yang tidak melakukan
74
kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi BBLR (Dharmalingam, 2010). Akan tetapi, pada penelitian ini diketahui bahwa lebih dari separuh (55,87%) ibu yang melakukan kunjungan antenatal, dilakukan pada saat usia kehamilan mencapai trimester tiga (usia kehamilan 7 bulan-melahirkan). Padahal menurut Kementerian Kesehatan RI (2010b) frekuensi pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi minimal satu kali pada trimester pertama dan kedua, serta dua kali di trimester akhir. Namun, kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan, di mana kunjungan tersebut termasuk dalam K4. Di sisi lain, pelaksanaan kegiatan ANC memiliki peran penting untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, karena kunjungan ANC merupakan salah satu sumber utama ibu mendapatkan tablet Fe dan edukasi mengenai kebutuhan nutrisi yang penting selama masa kehamilan (Balarajan, dkk., 2013). Selain itu, melalui kunjungan antenatal ibu hamil dapat meningkatkan kewaspadaan dalam memelihara kesehatan janin maupun kesehatan ibu kerena dalam pemeriksaan kehamilan, ibu hamil mendapat layanan seperti vaksinasi tetanus toxoid, penjelasan tanda tanda komplikasi, menerima pil besi, dan pemeriksaan tekanan darah, ke semua pelayanan kesehatan tersebut sangat bermanfaat bagi kualitas bayi yang akan dilahirkan juga bagi kesehatan ibu sendiri.
75
Dengan demikian, diharapkan bagi seluruh Dinas Kesehatan agar dapat bekerja sama dengan puskesmas dalam melakukan monitoring dan supervisi terhadap pelaksanaan posyandu dan menyediakan tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan antenatal pada ibu hamil selama pelaksanaan posyandu tersebut, sehingga ibu hamil dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan ANC tiap bulannya dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan antenatal ibu hamil. Selain itu juga, dapat dilakukannya kunjungan ke rumah ibu hamil oleh tenaga kesehatan, bila ibu tidak memungkinkan untuk datang ke pelayanan kesehatan terdekat.
5. Usia Gestasi Usia gestasi (usia kehamilan) adalah istilah umum yang digunakan selama
masa
kehamilan
untuk
menggambarkan
seberapa
jauh
perkembangan kehamilan dan diukur dalam satuan minggu, sejak hari pertama siklus menstrual wanita hingga waktu tertentu (National Institute of Health, 2013). Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini diketahui sebesar 50,4% BBLR terjadi pada usia gestasi < 37 minggu. Bayi yang lahir pada usia gestasi < 37 minggu dapat diklasifikan sebagai preterm infant (bayi prematur) (Hatfield, 2014). Insiden kelahiran prematur di Indonesia masih cukup tinggi, di mana pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan ke 9 dari 10 negara dengan rate kelahiran bayi prematur tertinggi di dunia, yakni sebesar 15,5 per 100 kelahiran anak (Blencowe, dkk., 2012). Tingginya insiden kelahiran prematur dan adanya kemajuan teknologi, maka
76
peningkatan kelahiran bayi prematur yang lahir hidup dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah anak BBLR (Sutan, dkk., 2014). Adapun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Badshah, dkk. (2008) di Pakistan dan Frederick, dkk. (2008), di mana kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada bayi prematur dengan proporsi masing-masing sebesar 26,2% dan 78,4%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak yang dilahirkan pada usia kehamilan < 37 minggu cenderung lahir dengan berat lahir <2500 gr. Selain itu, berdasarkan hasil uji hipotests diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia gestasi dengan kejadian BBLR. Ibu yang melahirkan di usia kehamilan <37 minggu memiliki kemungkinan 2,21 lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang melahirkan ≥ 37 minggu (95% CI 1,97-2,27). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliva, dkk. (2009) dan Badshah, dkk. (2008) yang menunjukkan hubungan signifikan antara usia kehamilan dengan kejadian BBLR. Bayi prematur yang BBLR berdasarkan umur kehamilan pretermnya, seringkali dihubungkan dengan keadaan medis di mana kurangnya kemampuan uterus untuk mempertahankan janin, gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta prematur, rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraktil efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Behrman, dkk., 2000). Selain itu, semakin tua umur kehamilan maka semakin berat bayi yang dilahirkan dan sebaliknya, apabila semakin muda umur kehamilan berpotensi menyebabkan kurang sempurna
77
pertumbuhan dan perkembangan dari organ-organ tubuh janin di dalam kandungan yang berakibat berat bayi yang dilahirkan akan berkurang (Yuliva, dkk., 2009). Pada masa gestasi ini dibutuhkan asupan nutrisi yang cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bagi perkembangan janin yang sempurna (Abu-Saad dan Fraser, 2010). Kondisi asupan nutrisi saat kehamilan yang buruk merupakan salah satu faktor risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Martin, dkk., 2013). Salah satu indikator untuk mengetahui status gizi ibu adalah melalui ukuran lingkar lengan atas (LiLA) ≤ 23,5 cm, dimana hal tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kekurangan energi dalam waktu lama (kronis) pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan terutama Balitbangkes diharapkan dapat menambah variabel penelitian, berupa pengukuran lingkar lengan atas pada saat hamil ketika ibu melakukan kunjungan antenatal pertama kali dalam penelitian Riskesdas selanjutnya.
6. Konsumsi Tablet Fe Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui sebesar 9,8% bayi BBLR terjadi pada ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe. Adapun angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian di India dan Nepal yang masing-masing menunjukkan angka sebesar 27,6% dan 10,2% ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe melahirkan anak BBLR (Balarajan, dkk., 2013; Khanal, dkk., 2014). Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian
78
sebelumnya dapat disebabkan oleh tingginya proporsi ibu yang melakukan kunjungan antenatal (86,8%), di mana salah satu pelayanan antenatal yang diberikan adalah pemberian tablet Fe pada ibu hamil. Selain itu, pada penelitian ini juga menemukan sebesar 52,3% bayi BBLR dilahirkan dari ibu yang mengonsumsi tablet Fe < 90 hari. Padahal menurut Kementerian Kesehatan RI (2010b) setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan yang dikonsumsi sebanyak 1 tablet selama 90 hari diberikan sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali. Zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe dan ibu yang mengonsumsi tablet Fe < 90 hari selama masa kehamilan dengan kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe selama hamil memiliki kemungkinan 1,26 kali lebih besar untuk melahirkan anak dengan berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang mengonsumsi tablet Fe > 90 hari (95%CI 0,98-1,50). Hasil tersebut
sejalan
dengan
penelitian
Khanal,
dkk.
(2014)
yang
membandingkan hasil survey tahun 2006 dan 2011 terkait dengan peran antenatal care dan pemberian tablet Fe dalam mencegah BBLR di Nepal, menemukan bahwa konsumsi tablet Fe memiliki hubungan yang positif terhadap kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe selama
79
masa kehamilan berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat rendah daripada ibu yang rutin mengonsumsi tablet Fe. Selain itu, ibu yang mengonsumsi tablet Fe kurang dari 90 hari memiliki peluang 1,33 kali lebih besar daripada ibu yang mengonsumsi tablet Fe ≥ 90 hari selama masa kehamilan. Kurangnya asupan zat besi selama masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya anemia saat hamil yang berpengaruh secara signifikan terhadap usia kehamilan yang lebih cepat dan meningkatkan kejadian bayi lahir prematur, namun dampak buruk tersebut dapat dicegah melalui konsumsi tablet Fe pada masa kehamilan (Bánhidy, dkk., 2011). Asupan zat besi sangat dibutuhkan selama masa kehamilan, di mana volume darah akan meningkat kebutuhan zat besi. Jumlah elmental Fe yang dibutuhkan bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah sebanyak 500 gr, sehingga ibu membutuhkan tambahan suplemen tablet Fe karena jarang sekali ibu mampu memenuhui kebutuhan Fe hanya melalui makanan yang dikonsumsi (Soetjiningsih, 1995). Zat besi hem yang berasal dari makanan hewani lebih banyak dan dapat langsung diabsorpsi karena berbentuk ferro daripada zat besi non heme yang berbentuk ferri dari makanan nabati (Utama, dkk., 2013). Absorpsi zat besi non hem dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup, di mana vitamin C dapat merubah bentuk feri menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap tubuh (Robbins, 2007;
80
Utama, dkk., 2013). Oleh karena itu, seringkali dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sumber vitamin C tiap kali mengonsumsi tablet besi. Selain itu, zat tannin juga diketahui dapat menghambat penyerapan zat besi. Dengan demikian penting untuk diketahui bagaimana cara ibu mengonsumsi tablet Fe. Oleh karena itu, diharapkan Kementerian Kesehatan, terutama Balitbangkes dapat menambah variabel penelitian mengenai cara ibu mengonsumsi tablet Fe pada saat hamil apakah bersamaan dengan meminum air teh, kopi, ataupun minum maupun makannan lainnya dalam Riskesdas selanjutnya. Selain itu, diharapkan bagi Kementerian Kesehatan dapat membuat kebijakan terkait dengan pemberian Vitamin C yang bersamaan dengan tablet Fe saat ibu melakukan kunjungan antental.
7. Paritas Ibu Paritas adalah banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan (BKKBN, 2011). Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini diketahui bahwa mayoritas BBLR lahir dari ibu yang pernah melahirkan multipara (24 orang anak) (55,58%). Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Yilgwan, dkk. (2012) yang menemukan bahwa kelompok ibu yang melahirkan multipara lebih banyak melahirkan anak dengan berat rendah dibandingkan dengan kelompok primipara maupun grandemultipara. Adapun penelitian di Indonesia sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada saat melahirkan anak kedua ataupun ketiga
81
(5,5%) (Pramono dan Putro, 2009). Selain itu penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan bahwa 58,22% BBLR berasal dari ibu yang memiliki riwayat melahirkan multipara. Berdasarkan hasil analisis bivariat pada penelitian ini diketahui bahwa paritas ibu memiliki hubungan dengan kejadian BBLR, di mana ibu yang melahirkan pertama kali dan atau lebih dari 5 kali memiliki kemungkinan 1,49 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang pernah melahirkan 2-3 orang anak (95%CI 1,34-1,66). Paritas 23 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari kematian ibu, di mana paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian ibu yang lebih tinggi (Surjaningrat, 2002).. Pada penelitian ini diketahui sebesar 23,4% primipara lahir dari ibu yang memiliki usia bersiko untuk melahirkan, baik < 20 tahun maupun > 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia muda turut mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan karena adanya persaingan nutrisi antara ibu dan janin, di mana ibu yang hamil di usia muda juga membutuhkan nutris karena masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi (Soetjiningsih, 1995). Selain itu, menunjukkan bahwa semakin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi dikarenakan komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi pada ibu melahirkan berusia ≥ 40 tahun (Tabcharoen, dkk, 2009). Pada ibu yang paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan
82
plasenta dan janin akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010). Selain itu, paritas seorang
wanita
dapat
mempengaruhi
bentuk
dan
ukuran
uterus
(Cunningham, dkk., 2005). Adapun kondisi uterus tersebut dapat mempengaruhi kemampuan janin selama masa kehamilan, di mana dampak buruk dari hal tersebut dapat terlihat pada kondisi bayi yang dilahirkan. Banyaknya anak yang dilahirkan akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu maupun anak, di mana risiko BBLR, kematian ibu maupun anak akan meningkat apabila jarak melahiran terlalu dekat. Hal tersebut dikarenakan fisik ibu dan rahim masih kurang cukup istirahat karena Ibu yang sering hamil, terutama dengan jarak yang pendek akan menyebabkan ibu terlalu lelah akibat dari hamil, melahirkan, menyusui, merawat anaknya terus menerus (Juaria, 2014). Selain itu, Tabcharoen, dkk. (2009) Pemerintah sendiri telah memiliki program yang berupaya untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan, yakni program keluarga berencana. Oleh karena itu, diharapkan bagi Dinas Kesehatan dapat menginstruksikan petugas kesehatan untuk mendukung program tersebut memalui edukasi ataupun penyuluhan mengenai program tersebut terhadap wanita usia subur, yang akan merencakan kehamilan dan terutama pada ibu yang baru melakukan proses persalinan saat melakukan kunjungan nifas. Selain itu, Dinas Kesehatan juga dapat bekerja sama dengan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam memberikan materi mengenai kesehatan reproduksi wanita maupun program KIA pemerintah pada pasangan yang akan menikah saat melakukan konsultasi pra nikah.
83
8. Riwayat Ibu Melahirkan BBLR Pada variabel ini, riwayat ibu melahirkan tidak dilihat berdasarkan jumlah seluruh anak yang pernah dilahirkan dan berat lahir yang diketahui, melainkan diperoleh melalui riwayat berat lahir anak yang memiliki hubungan saudara (adik-kakak) dari ibu yang sama dan dilahirkan tahun 2010-2013. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan data yang ada di Riskesdas 2013. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini diketahui bahwa mayoritas ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan anak BBLR sebelumnya cenderung melahirkan anak selanjutnya dengan berat rendah (99,3%). Penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan hal yang sama dengan penelitian ini, di mana ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR cenderung melahirkan anak BBLR (71,73%) pada persalinan selanjutnya. Di samping itu, penelitian kasus-kontrol di Malaysia juga menemukan hal sama, di mana ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR pada kelompok kasus (18,3%) maupun kontrol (74,4%) cenderung melahirkan anak BBLR (Sutan, dkk., 2014). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kejadian BBLR cenderung terjadi pada ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR pada persalinan sebelumnya. Berdasarkan uji hipotesis pada penelitian ini diketahui terdapat hubungan antara riwayat ibu yang pernah melahirkan BBLR dengan kejadian BBLR pada anak yang dilahirkan selanjutnya (95% CI 2,14-6,93). Ibu yang memiliki riwayat BBLR memiliki kemungkinan 3,85 kali lebih
84
besar untuk melahirkan anak BBLR daripada ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian kasus-kontrol di Malaysia yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR sebelumnya dengan kejadian BBLR, di mana ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR berisiko 4 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR (Sutan, dkk., 2014). Riwayat BBLR dapat berulang yang disebabkan oleh kelainan anatomis dari uterus, seperti septum uterus, biasanya septum pada uterus avaskular dan terjadi keadaan kegagalan vaskularisasi ini akan menyebabkan gangguan pada perkembangan plasenta. Septum akan mengurangi kapasitas dari endometerium sehingga dapat menghambat pertumbuhan janin, selain itu dapat menyebabkan keguguran pada trimester dua dan persalinan prematur (Surjaningrat, 2002). Adapun kelahiran prematur tersebut dapat berkonstribusi secara tidak langsung terhadap peningkatan jumlah anak BBLR (Sutan, dkk., 2014).
(Surjaningrat dan Saifuddin, 2002).
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terkait dengan kejadian BBLR di Indonesia pada Tahun 2010-2013 dengan menggunakan data Riskesdas 2013, didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Prevalensi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013 adalah sebesar 5,2%. 2. Distribusi frekuensi faktor maternal pada kejadian BBLR tersebut mayoritas terjadi pada ibu yang tidak bekerja dan berusia antara 20-35 tahun. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung tidak melahirkan anak BBLR dan mayoritas ibu yang melakukan kunjungan ANC ≥ 4 kali cenderung melahirkan BBLR. Adapun kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia gestasi < 37 minggu, dan ibu yang mengonsumsi tablet Fe < 90. Sedangkan proporsi ibu dengan paritas multipara dan tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR lebih banyak melahirkan BBLR. 3. Adapun berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian BBLR, anatara lain usia ibu melahirkan anak terakhir, ibu dengan tingkat pendidikan dasar dan tidak tidak memiliki ijazah sekolah. Selain itu, jumlah kunjungan antenatal selama kehamilan sebanyak 1-3 kali, usia gestasi <37 minggu, ibu yang
85
86
tidak dan mengonsumsi tablet Fe< 90 hari, paritas ibu, dan ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR memiliki hubungan dengan kejadian BBLR.
B. Saran 1. Kementerian Kesehatan a. Diharapkan Kementerian Kesehatan dapat menginstruksikan terkait penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan penyuluhan pada ibu hamil saat pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil. b. Diharapkan bagi Kementerian Kesehatan, terutama Balitbangkes agar dapat menambah variabel penelitian, berupa hasil pengukuran lingkar lengan atas saat pada hamil ketika ibu melakukan kunjungan antenatal pertama kali, status merokok saat hamil, dan cara ibu mengonsumsi tablet Fe pada saat hamil apakah bersamaan dengan meminum air teh, kopi, ataupun minum maupun makannan lainnya dalam Riskesdas selanjutnya. c. Diharapkan Kementerian Kesehatan dapat membuat kebijakan terkait dengan pemberian Vitamin C yang bersamaan dengan tablet Fe saat ibu melakukan kunjungan antental.
87
2. Dinas Kesehatan di Indonesia a. Diharapkan pada Dinas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan Puskesmas maupun Pemerintah Daerah untuk melakukan penyuluhan mengenai program kesehatan ibu dan anak yang berasal dari Kementerian Kesehatan pada kegiatan-kegiatan rutin di Puskesmas maupun
Pemerintah
Daerah,
sehingga
meningkatkan
jumlah
kunjungan ibu hamil maupun ibu melahirkan di fasilitas pelayanan pelayanan kesehatan. b. Diharapkan bagi seluruh Dinas Kesehatan agar dapat bekerja sama dengan puskesmas dalam melakukan monitoring dan supervisi terhadap pelaksanaan posyandu dan menyediakan tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan antenatal pada ibu hamil selama pelaksanaan posyandu tersebut, sehingga ibu hamil dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan ANC tiap bulannya dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan antenatal ibu hamil. Selain itu juga, dapat dilakukannya kunjungan ke rumah ibu hamil oleh tenaga kesehatan, bila ibu tidak memungkinkan untuk datang ke pelayanan kesehatan terdekat. c. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dapat menginstruksikan petugas kesehatan untuk mendukung program keluarga berencana melalui edukasi ataupun penyuluhan mengenai program tersebut terhadap wanita usia subur, yang akan merencakan kehamilan dan terutama ibu
88
yang telah melakukan proses persalinan saat melakukan kunjungan nifas. d. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dapat bekerja sama dengan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam memberikan materi mengenai kesehatan reproduksi wanita maupun program KIA pemerintah pada pasangan yang akan menikah saat melakukan konsultasi pra nikah.
3. Peneliti Selanjutnya a. Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai BBLR dengan menggunakan data primer dan menambahkan variabel lain yang berhubungan secara teori yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti status merokok ibu saat hamil, status KEK ibu, riwayat sakit selama masa kehamilan, cara mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan status sosial ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Abu-Saad, K., dkk. 2010. Maternal Nutrition and Birth Outcomes. Oxford Journal, 32, 5-25. Aminian, O., dkk. 2014. Association between maternal work activity on birth weight and gestational age. Asian Pacific Journal of Reproduction, 3, 200203.
Tersedia
di:
https://scholar.google.com/scholar?cluster=18369008392864899139&hl=e n&as_sdt=0,5&as_vis=1 [Diakses 23 April 2015]. Amosu A.M, dkk. 2014. Maternal socio-demographic characteristics as correlates of newborn birth weight in urban Abeokuta, Nigeria. Biomedical Research,
25,
612-616.
Tersedia
di:
http://biomedres.info/yahoo_site_admin/assets/docs/612-616-AmosuMaternal.262230536.pdf. Anwar, F., dkk. 2009. Makan Tepat Badan Sehat, Jakarta, Mizan Publika. Badshah, S., dkk. 2008. Risk factors for low birthweight in the public-hospitals at Peshawar, NWFP-Pakistan. BMC Public Health, 8, 197. Tersedia di: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/8/197 [Diakses 1 Maret 2015]. Balarajan, Y., dkk. 2013. Maternal Iron and Folic Acid Supplementation is Associated with Lower Risk of Low BirthWeight in India. The Journal of Nutrition, 1309-1315. Bánhidy, F., dkk. 2011. Iron deficiency anemia: Pregnancy outcomes with or without iron supplementation. Nutrition, 27, 65-72. Tersedia di: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0899900710000031 [Diakses 1 Maret 2015]. Behrman, R. E., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Jakarta, EGC. Beyerlein, A., dkk. 2011. Is low birth weight in the causal pathway of the association between maternal smoking in pregnancy and higher BMI in the
89
90
offspring?
Eur
J
Epidemiol,
26,
413-420.
Tersedia
di:
http://link.springer.com/article/10.1007/s10654-011-9560-y [Diakses 22 April 2015]. BKKBN. 2011. Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Jakarta, BKKBN. Blencowe, H., dkk. 2012. National, regional, and worldwide estimates of preterm birth rates in the year 2010 with time trends since 1990 for selected countries: a systematic analysis and implications. Lancet, 379, 2162-72. Borders, A. E. B., dkk. 2007. Chronic Stress and Low Birth Weight Neonates in a Low-Income Population of Women. Obstetrics & Gynecology, 109, 331338.
Tersedia
di:
http://journals.lww.com/greenjournal/Fulltext/2007/02000/Chronic_Stress _and_Low_Birth_Weight_Neonates_in_a.16.aspx [Diakses 1 Maret 2015]. Boulet, S., dkk. 2011. Birth Weight and Health and Developmental Outcomes in US Children, 1997–2005. Maternal and Child Health Journal, 15, 836844. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s10995-009-0538-2 [Diakses 25 Februari 2015]. BPPK. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013, Jakarta, Kementrian kesehatan RI. CDC.
2015.
Maternal
and
Infant
Health
[Online].
Tersedia
di:
http://www.cdc.gov/reproductivehealth/maternalinfanthealth/. Centers for Disease Control and Prevention, dkk. 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for SmokingAttributable Disease: A Report of the Surgeon General Atlanta, Centers for Disease Control and Prevention Cunningham, F. G., dkk. 2005. Obstetri Williams, Jakarta, EGC.
91
Darmayanti, dkk. 2010. Pengaruh Kenaikan Berat Badan Rata – Rata Per Minggu pada Kehamilan Trimester II Dan III Terhadap Risiko Berat Bayi Lahir Rendah. Berita Kedokteran Komunitas, 26, 40-46. Tersedia di: http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/221/118. Dharmalingam, A., dkk. 2010. Nutritional Status of Mothers and Low Birth Weight in India. Maternal and Child Health Journal, 14, 290-298. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s10995-009-0451-8 [Diakses 1 Maret 2015]. Fonseca, dkk. 2014. Adequacy of antenatal care and its relationship with low birth weight in Botucatu, São Paulo, Brazil: a case-control study. BMC Pregnancy
and
Childbirth,
14,
255.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4131026/
Tersedia [Diakses
di: 2
Maret 2015]. Francis-Cheung, T. 2008. Manajemen Berat Badan Kehamilan, Jakarta, Arcan. Frederick, I., dkk. 2008. Pre-pregnancy Body Mass Index, Gestational Weight Gain, and Other Maternal Characteristics in Relation to Infant Birth Weight. Maternal and Child Health Journal, 12, 557-567. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s10995-007-0276-2 [Diakses 2 Maret 2015]. Frontini, M. G., dkk. 2004. Low birth weight and longitudinal trends of cardiovascular risk factor variables from childhood to adolescence: the bogalusa heart study. BMC Pediatrics, 4, 22-22. Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC534105/ [Diakses 3 Maret 2015]. Ganesh Kumar, S., dkk. 2010. Determinants of low birth weight: A case control study in a district hospital in Karnataka. The Indian Journal of Pediatrics, 77, 87-89. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1007/s12098-009-0269-9.
92
Han, Z., dkk. 2011. Maternal underweight and the risk of preterm birth and low birth weight: a systematic review and meta-analyses. International Journal of
Epidemiology,
40,
65-101.
Tersedia
di:
http://ije.oxfordjournals.org/content/40/1/65.abstract [Diakses 25 Februari 2015]. Hapisah, dkk. 2010. Depressive Symptoms pada Ibu Hamil dan Bayi Berat Lahir Rendah. Berita Kedokteran Masyarakat, 26, 81- 89. Tersedia di: http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/221/118. Hatfield, N. T. 2014. Introductory Maternity and Pediatric Nursing (Ed. 3rd), China, Wolters Kluwer Health dan Lippincott Williams and Wilkins. Holloway, A. C., dkk. 2014. Characterization of the adverse effects of nicotine on placental development: in vivo and in vitro studies. Am J Physiol Endocrinol
Metab,
306,
E443-E456.
Tersedia
di:
http://ajpendo.physiology.org/ajpendo/306/4/E443.full.pdf. Huxley, R., dkk. 2007. Is birth weight a risk factor for ischemic heart disease in later
life?
Am
J
Clin
Nutr,
85,
1244-50.
Tersedia
di:
http://ajcn.nutrition.org/content/85/5/1244.full.pdf+html [Diakses 1 Maret 2015]. Jammeh, A., dkk. 2011. Maternal and obstetric risk factors for low birth weight and preterm birth in rural Gambia: a hospital-based study of 1579 deliveries. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 1, 94-103. Tersedia di: http://www.SciRP.org/journal/ojog/ [Diakses 25 Februari 2015]. Juaria, H. 2014. Hubungan Antara Umur dan Pritas Ibu Bersalin dengan Kejadian Berat
Lahir
Rendah.
Gema
Bidan
Indonesia,
3.
http://ejournal.poltekkesdepkessby.ac.id/index.php/jurnal_kebidanan/article/view/21/21.
Tersedia
di:
93
Kementerian Kesehatan RI. 2010a. Glosarium Data & Informasi Kesehatan, Jakarta, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Kementerian Kesehatan RI. 2010b. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu, Jakarta, Kementerian Kesehatan Kerber, K. J., dkk. 2007. Continuum of care for maternal, newborn, and child health: from slogan to service delivery. The Lancet 370, 1358–1369. Tersedia di: http://www.who.int/pmnch/topics/20071003lancet.pdf. Khanal, V., dkk. 2014. Role of antenatal care and iron supplementation during pregnancy in preventing low birth weight in Nepal: comparison of national surveys 2006 and 2011. Archives of Public Health, 72, 4. Tersedia di: http://www.archpublichealth.com/content/72/1/4 [Diakses 25 Februari 2015]. Khatun, S., dkk. 2008. Socio-economic Determinants of low birth weight in Bangladesh: A multivariate approach. Bangladesh Med Res Counc Bull, 34, 81-86. Lawn, J. E., dkk. 2005. 4 million neonatal deaths: When? Where? Why? The Lancet,
365,
891-900.
Tersedia
di:
http://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS01406736(05)71048-5/abstract [Diakses 25 Februari 2015]. Lee, A. C., dkk. 2013. National and regional estimates of term and preterm babies born small for gestational age in 138 low-income and middle-income countries in 2010. The Lancet Global Health, 1, e26–36. Tersedia di: http://www.thelancet.com/pdfs/journals/langlo/PIIS2214-109X(13)700068.pdf [Diakses 25 Februari 2015]. Longo-Mbenza, B., dkk. 2010. Low birth weight, metabolic syndrome and their associations with the global crisis of 1930 - 1945, rapidly growing economy and coronary heart disease in Central Africa. International
94
Journal
of
Nutrition
and
Metabolism,
2,
1-10.
Tersedia
di:
http://www.academicjournals.org/ijnam [Diakses 25 Februari 2015]. Manuaba, I. B. G., dkk. 2007. Pengantar Obstetri, Jakarta, EGC. Martin, J. A., dkk. 2013. Births: Final Data for 2012. National Vital Statistic Report, 62 Metgud, C. S., dkk. 2012. Factors Affecting Birth Weight of a Newborn – A Community Based Study in Rural Karnataka, India. PLoS ONE, 7, e40040. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0040040 [Diakses 25 Februari 2015]. Mubarak, W. I. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan, Yogyakarta, Graha Ilmu. Mumbare, S. S., dkk. 2012. Maternal Risk Factors Associated with Term Low Birth Weight Neonates: A Matched-Pair Case Control Study. Indian Pediatrics,
49,
25-28.
Tersedia
di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21719926 [Diakses 1 Maret 2015]. Nasreen, H. E., dkk. 2010. Low birth weight in offspring of women with depressive and anxiety symptoms during pregnancy: results from a population based study in Bangladesh. BMC Public Health, 10. Tersedia di: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/10/515 National Institute of Health. 2013. Gestational age [Online]. Tersedia di: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002367.htm [Diakses 28 April 2015. Niedhammer, I., dkk. 2009. Occupational predictors of pregnancy outcomes in Irish working women in the Lifeways cohort. BJOG: An International Journal of Obstetrics & Gynaecology, 116, 943-952. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1111/j.1471-0528.2009.02160.x.
95
Norris, S. A., dkk. 2012. Size at Birth, Weight Gain in Infancy and Childhood, and Adult Diabetes Risk in Five Low- or Middle-Income Country Birth Cohorts. Diabetes Care, 35, 72-79. OECD, dkk. 2012. Health at a Glance: Asia/Pacific 2012, OECD Publishing. OECD, dkk. 2013. Health at a Glance 2013: OECD Indicators, OECD Publishing. Pramono, M. S., dkk. 2009. Risiko Terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah Menurut Determinan Sosial, Ekonomi dan Demografi di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 12, 127-132 Rahayu, M. L. D. 2013. Pengaruh Karakteristik, Perilaku, dan Sosial Ekonomi Ibu Terhadap Kelahiran Bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) di Kabupaten
Sidoarjo
Swara
Bhumi,
2,
232-341.
Tersedia
di:
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/swara-bhumi/article/view/923/bacaartikel. Risnes, K. R., dkk. 2011. Birthweight and mortality in adulthood: a systematic review and meta-analysis. International Journal of Epidemiology, 40, 647661.
Tersedia
di:
http://blogs.helsinki.fi/mmjokela/files/2012/05/risnes_birthweight.pdf [Diakses 1 Maret 2015]. Shaikh, F., dkk. 2012. Pregnancy Outcome at Maternal Age 40 and Older. JLUMHS,
11.
Tersedia
di:
http://beta.lumhs.edu.pk/jlumhs/Vol11No03/pdfs/v11n3oa09.pdf. Snijder CA, dkk. 2012. Physically demanding work, fetal growth, and the risk of adverse birth outcomes. The Generation R Study. Occupational and Environmental Medicine, 69, 543-550. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak, Jakarta, EGC.
96
Stanfordchildren.org.
2014.
Low
Birthweight
[Online].
Tersedia
di:
http://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=low-birthweight-90P02382 [Diakses 1 Maret 2015. Surjaningrat, S., dkk. 2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sutan, R., dkk. 2014. Determinant of Low Birth Weight Infants: A Matched Case Control Study. Journal of Preventive Medicine, 4, 91-99. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.4236/ojpm.2014.43013. Syarifuddin, V., dkk. 2011. Kurang Energi Kronis Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah Berita Kedokteran Komunitas, 27, 187196.
Tersedia
di:
http://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/view/3393/2942
[Diakses 25 Februari 2015]. Tabcharoen, C., dkk. 2009. Pregnancy outcome after age 40 and risk of low birth weight. Journal of Obstetrics and Gynaecology, 29, 378–383. Tersedia di: http://medinfo2.psu.ac.th/qa/document/SAR/SAR%2053/evidence/6/58.pd f. Torres-Arreola, dkk. 2005. Socioeconomic factors and low birth weight in Mexico.
BMC
Public
Health,
5,
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/5/20
20.
Tersedia
[Diakses
25
di:
Februari
2015]. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Indonesia. UNICEF. 2006. Progress for Children: A Report Card of Nutrition, New York, UNICEF. UNICEF. 2008. The continuum of maternal, newborn and child health care across
time
and
place
[Online].
Tersedia
di:
http://www.unicef.org/sowc08/docs/sowc08_panel_1_6.pdf [Diakses 10 Agustus 2015].
97
UNICEF. 2014. Undernourishment in the womb can lead to diminished potential and
predispose
infants
to
early
death
[Online].
Tersedia
di:
http://data.unicef.org/nutrition/low-birthweight#sthash.HdxUERM6.dpuf [Diakses 25 Februari 2015]. University of California. 2004. Intensive Care Nersey House Staff Manual, California, University of California. Utama, T. A., dkk. 2013. Perbandingan Zat Besi dengan dan Tanpa Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin Wanita Usia Subur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7, 344-348. Viengsakhone, L., dkk. 2010. Factors affecting low birth weight at four central hospitals in Vientiane, Lao PDR. Nagoya J. Med. Sci., 72., 51 - 58. Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20229703 [Diakses 25 Februari 2015]. Viswanatha, K. H., dkk. 2014. Maternal and neonatal factors among low birth weight babies: A tertiary care hospital based study. Curr Pediatr Res, 18, 73-75.
Tersedia
di:
http://www.currentpediatrics.com/yahoo_site_admin1/assets/docs/7375_gvkumar.297232528.pdf [Diakses 1 Maret 2015]. Vrijkotte, T. G. M., dkk. 2009. First-Trimester Working Conditions and Birthweight: A Prospective Cohort Study. American Journal of Public Health,
99,
1409-1416.
Tersedia
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2707468/
[Diakses
di: 25
Februari 2015]. WHO. 2004. ICD-10: International Statistical Classification of Diseases adnd Related Health Problems: tenth revision, Geneva, WHO. WHO. 2005. Factsheet: Chronic diseases and their common risk factors [Online]. Tersedia
di:
98
http://www.who.int/chp/chronic_disease_report/media/Factsheet1.pdf [Diakses 25 Februari 2015. WHO 2012. WHA Global Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight Policy Brief Geneva: WHO. WHO. 2014. Feto-maternal nutrition and low birth weight [Online]. Tersedia di: http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en/ [Diakses 1 Maret 2015. WHO.
2015a.
Adolescent
reproductive
health
[Online].
Tersedia
di:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/maternal/reproducti ve_health/en/ [Diakses 28 April 2015. WHO. 2015b. Care of the preterm and/or low-birth-weight newborn [Online]. Tersedia
di:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/newborn/care_of_pr eterm/en/ [Diakses 25 Februari 2015]. WHO, dkk. 2004. Low Birthweight: Country, regional and global estimates, New York, UNICEF. Wong, D. L., dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Jakarta, EGC. Yilgwan, C., dkk. 2012. Maternal characteristics influencing birth weight and infant weight gain in the first 6 weeks post-partum: A cross-sectional study of a post-natal clinic population. 53, 200-205. Tersedia di: http://www.nigeriamedj.com/text.asp?2012/53/4/200/107553 [Diakses 25 Februari 2015]. Yuliva, dkk. 2009. Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Berat Bayi Lahir di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Berita Kedokteran Masyarakat, 25,, 96-108.
Lampiran
99
100
101
102
103
104
105
Statistics klasifikasi berat lahir N
Valid
25186
Missing
0 klasifikasi berat lahir Valid Percent
Frequency Percent Valid BBLR (<2500g)
Cumulative Percent
1313
5.2
5.2
5.2
Tdk BBLR (>= 2500g)
23873
94.8
94.8
100.0
Total
25186
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N Klasifikasi Pekerjaan Ibu * klasifikasi berat lahir
25186
Missing
Percent 100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent
25186
100.0%
Klasifikasi Pekerjaan Ibu * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) Klasifikasi Pekerjaan Ibu
Bekerja
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk Bekerja Count % within klasifikasi berat lahir Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
450
8710
9160
34.3%
36.5%
36.4%
863
15163
16026
65.7%
63.5%
63.6%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
106
Statistics klasifikasi berat lahir N
Valid
25186 pend3 * Klasifikasi Pekerjaan Ibu Crosstabulation Klasifikasi Pekerjaan Ibu Bekerja
pend3
rendah
Count % within Klasifikasi Pekerjaan Ibu
menengah
Count % within Klasifikasi Pekerjaan Ibu
tinggi
Count % within Klasifikasi Pekerjaan Ibu
Total
Count % within Klasifikasi Pekerjaan Ibu
9470
13785
47.1%
59.1%
54.7%
2677
5658
8335
29.2%
35.3%
33.1%
2168
898
3066
23.7%
5.6%
12.2%
9160
16026
25186
100.0%
100.0%
100.0%
95% Confidence Interval Value
Statistics desskriptif jenis pekerjaan N
Valid Missing
9034 0
Lower
Upper
.908
.808
1.020
.912
.816
1.019
1.005
.999
1.011
25186
Total
4315
Risk Estimate
Odds Ratio for Klasifikasi Pekerjaan Ibu (Bekerja / Tdk Bekerja) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Tdk Bekerja
107
desskriptif jenis pekerjaan Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
PNS/TNI/Polri/BUMD
1385
15.3
15.3
15.3
Pegawai swasta
1534
17.0
17.0
32.3
Wiraswasta
2037
22.5
22.5
54.9
Petani/Nelayan/Buruh
2985
33.0
33.0
87.9
Lainnya
1093
12.1
12.1
100.0
Total
9034
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N klasifikasi usia ibu melahirkan dua kategori * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
25186
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent
25186
100.0%
klasifikasi usia ibu melahirkan dua kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasifikasi usia ibu melahirkan dua kategori
usia berisiko
% within klasifikasi berat lahir usia tdk berisiko
Total
Count
Count % within klasifikasi berat lahir Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
344
5030
5374
26.2%
21.1%
21.3%
969
18843
19812
73.8%
78.9%
78.7%
1313
23873
25186
100.0%
100.0% 100.0%
108
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
19.207
1
.000
18.604
1
.000
19.512 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
19.511
1
.000
.000
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 280.16. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for klasifikasi usia ibu melahirkan dua kategori (usia berisiko / usia tdk berisiko) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.330
1.171
1.510
1.309
1.162
1.475
.984
.977
.992
25186
Case Processing Summary Cases Valid N klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir
25186
Missing
Percent 100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N 25186
Percent 100.0%
109
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasifikasi pendidikan tdk ada ijazah Count 4 kategori % within klasifikasi berat lahir pend dasar
1764
1884
9.1%
7.4%
7.5%
649
11252
11901
49.4%
47.1%
47.3%
409
7926
8335
31.2%
33.2%
33.1%
135
2931
3066
10.3%
12.3%
12.2%
1313
23873
25186
pend menegah Count % within klasifikasi berat lahir perguruan tinggi
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
120
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
12.139 12.044 11.751
3 3 1
.007 .007 .001
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 98.22. Risk Estimate Value Odds Ratio for klasifikasi pendidikan 4 kategori (tdk ada ijazah / pend dasar)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. Case Processing Summary Cases Valid N klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent 4950
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 4950
100.0%
110
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasifikasi pendidikan tdk ada ijazah Count 4 kategori % within klasifikasi berat lahir perguruan tinggi Total
1764
1884
47.1%
37.6%
38.1%
135
2931
3066
52.9%
62.4%
61.9%
255
4695
4950
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
120
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.002
8.836
1
.003
9.026
1
.003
9.234 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.003
Linear-by-Linear Association
9.232
b
N of Valid Cases
1
.002
.002
4950
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 97.05. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for klasifikasi pendidikan 4 kategori (tdk ada ijazah / perguruan tinggi) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.477
1.147
1.902
1.447
1.139
1.837
.979
.966
.993
4950 Case Processing Summary Cases Valid N
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir
14967
Missing
Percent 100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N 14967
Percent 100.0%
111
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasifikasi pendidikan pend dasar 4 kategori perguruan tinggi Total
Count % within klasifikasi berat lahir
11252
11901
82.8%
79.3%
79.5%
135
2931
3066
17.2%
20.7%
20.5%
784
14183
14967
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
649
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.020
5.207
1
.022
5.638
1
.018
5.417 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.021
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
5.416
1
.020
14967
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 160.60. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for klasifikasi pendidikan 4 kategori (pend dasar / perguruan tinggi) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.252
1.036
1.514
1.239
1.033
1.484
.989
.980
.998
14967
Exact Sig. (1sided)
.011
112
Case Processing Summary Cases Valid N klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
11401
N
100.0%
Total
Percent 0
.0%
N 11401
Percent 100.0%
klasifikasi pendidikan 4 kategori * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasifikasi pendidikan pend menegah Count 4 kategori % within klasifikasi berat lahir perguruan tinggi Total
7926
8335
75.2%
73.0%
73.1%
135
2931
3066
24.8%
27.0%
26.9%
544
10857
11401
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
409
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
100.0%
100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.263
1.144
1
.285
1.273
1
.259
1.253 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.276
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
1.252
1
.263
11401
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 146.29. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for klasifikasi pendidikan 4 kategori (pend menegah / perguruan tinggi) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.120
.918
1.367
1.114
.922
1.348
.995
.986
1.004
11401
Exact Sig. (1sided)
.142
113
riskanc * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) riskanc tdk melakukan kunjungan
Count % within klasifikasi berat lahir
kunjungan 1-3 kali
Count % within klasifikasi berat lahir
kunjungan >=4 kali
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g) 21
371
392
1.6%
1.6%
1.6%
186
2717
2903
14.4%
11.5%
11.6%
1084
20609
21693
84.0%
87.0%
86.8%
1291
23697
24988
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df a
10.421 9.817 7.313
2 2 1
24988
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,25.
Total
.005 .007 .007
114
Case Processing Summary Cases Valid N riskanc * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
22085
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent
22085
100.0%
riskanc * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) riskanc tdk melakukan kunjungan
Count
kunjungan >=4 kali
Total
21
371
392
% within klasifikasi berat lahir
1.9%
1.8%
1.8%
Count
1084
20609
21693
98.1%
98.2%
98.2%
1105
20980
22085
100.0%
100.0%
100.0%
% within klasifikasi berat lahir Total
Tdk BBLR (>= 2500g)
Count % within klasifikasi berat lahir Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.746
.043
1
.836
.103
1
.748
.105 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.738
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.105
1
.746
22085
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,61. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for riskanc (tdk melakukan kunjungan / kunjungan >=4 kali) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.076
.690
1.677
1.072
.704
1.632
.996
.973
1.020
22085
Exact Sig. (1sided)
.418
115
Case Processing Summary Cases Valid N riskanc * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
24596
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
24596
100.0%
riskanc * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) riskanc
kunjungan 1-3 kali Count
Total
186
2717
2903
14.6%
11.6%
11.8%
1084
20609
21693
85.4%
88.4%
88.2%
1270
23326
24596
100.0%
100.0%
100.0%
Asymp. Sig. (2sided)
Exact Sig. (2sided)
% within klasifikasi berat lahir kunjungan >=4 kali Count % within klasifikasi berat lahir Total
Tdk BBLR (>= 2500g)
Count % within klasifikasi berat lahir Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.001
10.111
1
.001
9.788
1
.002
10.397 b
Likelihood Ratio
df
Fisher's Exact Test
.002
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
10.397
1
.001
24596
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 149,89. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for riskanc (kunjungan 1-3 kali / kunjungan >=4 kali) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.302
1.108
1.528
1.282
1.103
1.491
.985
.975
.995
24596
Exact Sig. (1sided)
.001
116
Statistics riskk4 N
Valid
24794
Missing
0 riskk4 Frequency
Valid
tidak K4
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
6439
26.0
26.0
26.0
K4
18355
74.0
74.0
100.0
Total
24794
100.0
100.0
Statistics pertama kali anc N
Valid
24794
Missing
0
pertama kali anc Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
1
19741
79.6
79.6
79.6
2
3243
13.1
13.1
92.7
3
1810
7.3
7.3
100.0
24794
100.0
100.0
Total
Case Processing Summary Cases Valid N Klasifikasi usia lahir bayi * klasifikasi berat lahir
25186
Missing
Percent 100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N 25186
Percent 100.0%
117
Klasifikasi usia lahir bayi * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) Klasifikasi usia lahir bayi
<37 minggu
Count % within klasifikasi berat lahir
>= 37 minggu Total
7517
8179
50.4%
31.5%
32.5%
651
16356
17007
49.6%
68.5%
67.5%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
662
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
202.547
1
.000
190.924
1
.000
2.034E2 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.000
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
203.401
1
.000
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 426.39. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Klasifikasi usia lahir bayi (<37 minggu / >= 37 minggu) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Statistics klasf_jumFe N
Valid Missing
19935 5251
Lower
Upper
2.213
1.979
2.474
2.114
1.904
2.348
.956
.949
.962
25186
Exact Sig. (1sided)
.000
118
klasf_jumFe Frequency Valid
Cumulative Percent
Valid Percent
tdk konsumsi
1824
7.2
9.1
9.1
ya, <90 hari
9220
36.6
46.3
55.4
>= 90 hari
8891
35.3
44.6
100.0
19935
79.2
100.0
5251
20.8
25186
100.0
Total Missing
Percent
tidak tahu
Total
Case Processing Summary Cases Valid N klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
19935
N
79.2%
Total
Percent 5251
N
20.8%
Percent
25186
100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasf_jumFe
tdk konsumsi
Count % within klasifikasi berat lahir
ya, <90 hari
Count % within klasifikasi berat lahir
>= 90 hari
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df a
20.555 20.785 14.832
2 2 1
19935
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 95.71.
.000 .000 .000
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
103
1721
1824
9.8%
9.1%
9.1%
547
8673
9220
52.3%
45.9%
46.3%
396
8495
8891
37.9%
45.0%
44.6%
1046
18889
19935
100.0%
100.0%
100.0%
119
Risk Estimate Value Odds Ratio for klasf_jumFe (tdk konsumsi / ya, <90 hari)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. Case Processing Summary Cases Valid N klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
10715
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent
10715
100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasf_jumFe
tdk konsumsi
Count % within klasifikasi berat lahir
>= 90 hari
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
103
1721
1824
20.6%
16.8%
17.0%
396
8495
8891
79.4%
83.2%
83.0%
499
10216
10715
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.028
4.586
1
.032
4.617
1
.032
4.851 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.031 4.851
1
.028
10715
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 84.94. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.016
120
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for klasf_jumFe (tdk konsumsi / >= 90 hari) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.284
1.027
1.604
1.268
1.027
1.565
.988
.976
1.000
10715
Case Processing Summary Cases Valid N klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir
Missing
Percent
18111
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
18111
100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) klasf_jumFe
ya, <90 hari
Count % within klasifikasi berat lahir
>= 90 hari
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
547
8673
9220
58.0%
50.5%
50.9%
396
8495
8891
42.0%
49.5%
49.1%
943
17168
18111
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
19.756
1
.000
20.152
1
.000
20.055 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.000 20.054
1
.000
18111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 462.93.
Exact Sig. (1sided)
.000
121
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
a
1
.000
19.756
1
.000
20.152
1
.000
20.055 b
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
20.054
b
N of Valid Cases
1
.000
.000
18111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 462.93. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for klasf_jumFe (ya, <90 hari / >= 90 hari) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.353
1.185
1.545
1.332
1.174
1.511
.985
.978
.991
18111
Case Processing Summary Cases Valid N paritas2 * klasifikasi berat lahir
25186
Missing
Percent 100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent
25186
100.0%
paritas2 * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) paritas2
berisiko
Count % within klasifikasi berat lahir
tidak berisiko
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
581
8159
8740
44.2%
34.2%
34.7%
732
15714
16446
55.8%
65.8%
65.3%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
122
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
55.286
1
.000
53.913
1
.000
55.730 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
55.728
1
.000
.000
25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 455.63. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for paritas2 (berisiko / tidak berisiko) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
1.529
1.367
1.710
1.494
1.344
1.660
.977
.971
.983
25186 Case Processing Summary Cases Valid N
bblrriwayat * klasifikasi berat lahir
25186
Missing
Percent 100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
25186
Percent 100.0%
bblrriwayat * klasifikasi berat lahir Crosstabulation klasifikasi berat lahir BBLR (<2500g) bblrriwayat
ya
Count % within klasifikasi berat lahir
tidak
Count % within klasifikasi berat lahir
Total
Count % within klasifikasi berat lahir
Tdk BBLR (>= 2500g)
Total
9
36
45
.7%
.2%
.2%
1304
23837
25141
99.3%
99.8%
99.8%
1313
23873
25186
100.0%
100.0%
100.0%
123
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
17.062
1
.000
12.026
1
.001
19.947 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.000
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
19.946
1
.000
25186
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for bblrriwayat (ya / tidak) For cohort klasifikasi berat lahir = BBLR (<2500g) For cohort klasifikasi berat lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) N of Valid Cases
Lower
Upper
4.570
2.197
9.507
3.856
2.144
6.933
.844
.729
.977
25186
Exact Sig. (1sided)
.000