FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGUNGKAPAN RISIKO PERUSAHAAN (CORPORATE RISK DISCLOSURE) PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister Manajemen (MM)
Oleh HARRI BASKORO ADIYANTO 20123111017
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN STIE INDONESIA BANKING SCHOOL JAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, hidayah dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure) Pada Industri Perbankan Indonesia”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School. Selama proses penyusunan tesis ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1.
Bapak Dr. Subarjo Joyosumarto, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School.
2.
Bapak Dr. Abdul Salam, selaku Direktur Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School.
3.
Bapak Dr. Muhammad Yusuf, selaku Pembimbing Tesis dan Sekretaris Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School.
4.
Seluruh Dosen dan staf karyawan Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School.
5.
Ibuku yang tercinta Ny. Sri Mentari Setiawati, yang selalu memberikan motivasi, nasihat dan doa.
iv
6.
Popoh (Oma) ku tersayang Ny. Sutami Pranjoto, Adikku Dany Himawan Dwinanto SE dan Istri, Seconingsih Kristiana Lumowah S.Pd., Keluarga Om Michael M. Sumendap, Tante Hartining Sri Wulandari S., Bianca Angelina G.S. dan Sharon Majesty L.S, serta om Djoko Sarwono.
7.
Ketua dan Anggota Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta Periode 2012-2015, Ir. Kris Tutuko, Ir. Tano Baya, Arzul Andaliza Ak. MBA dan Drs. H. Dedy Pujasumedi M.Si.
8.
Para Staf Ahli dan Staf Sekretariat Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta Periode 2012-2015.
9.
Keluarga besar Felix John SE yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
10. Sobatku Any Susanti, Suami dan keluarga di Singapore, yang bersedia menampung curhat dan pesanan buku teks penulis dari luar negeri. 11. Bpk Pardi yang selalu setia mengantar penulis dalam aktivitas perkuliahan. 12. Mas Bambang dan Mbak Jum serta keluarga besar Salam’ers lainnya. 13. Teman-teman perkuliahan Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School. 14. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.
v
DAFTAR ISI
hlm: HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….
i
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………..
ii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………..
iii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….
x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………
xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
xii
ABSTRACT ………………………………………………………………...
xiii
ABSTRAK …………………………………………………………………….
xiv
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ……………………………
xv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...…………………………………………...
1
1.2
Identifikasi Masalah ……………………………...……......
8
1.3
Batasan Masalah ………………………………….…..........
8
1.4
Rumusan Masalah ………………………………..………
9
1.5
Tujuan Penelitian ………………………………………...
10
1.6
Manfaat Penelitian ……………………………………….
10
1.7
Sistematika Penulisan …………………………………….
12
vi
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1
BAB III
Teori Penelitian dan Tinjauan Pustaka …………...............
15
1.
Teori Keagenan (Agency theory) ……………………
15
2.
Teori Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance) ………………………………………...
18
3.
Teori Pengungkapan Risiko (Risk Disclosure)………
21
4.
Teori Manajemen Risiko ……………………………
23
5.
Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder) ……….
24
6.
Teori Pengawasan Perbankan (Banking Supervision)
26
2.2
Penelitian Sebelumnya …………………………...............
31
2.3
Rerangka Pemikiran ……………………………...............
42
2.4
Hipotesis …………………………………………………
51
METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Jenis dan Sumber Data Penelitian ………………………..
53
3.2
Populasi dan Penentuan Sampel ………………………….
53
3.3
Teknik Pengumpulan Data ……………………………….
56
3.4
Definisi Operasional Variabel ……………………………
57
1.
Variabel Dependen ………………………………….
57
2.
Variabel Independen ………………………...............
58
Metode Analisis Data / Teknik Pengolahan ……...............
60
1.
Uji Asumsi Klasik …………………………..............
60
Uji Normalitas ………………………………….
60
3.5
a.
vii
2.
BAB IV
b.
Uji Multikolinearitas …………………………...
61
c.
Uji Heterokedasitas …………………………….
62
Pengujian Hipotesis …………………………………
63
a.
Uji Statistik t ……………………………………
63
b.
Uji Statistik F …………………………...............
64
c.
Koefisien Determinasi (R2) …………………….
65
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Obyek Penelitian ……………………….
66
4.2
Analisis Hasil Penelitian ………..………………………….
67
1.
Statistik Deskriptif ………………………………...….
67
2.
Pengujian Asumsi Klasik ………………….................
69
a. Uji Normalitas …………………………………......
69
b. Uji Multikolinearitas …………………………........
71
c. Uji Heterokedasitas ………………………………..
72
Uji Hipotesis ………………………………………….
74
a. Uji Parsial (Uji t) …………………………………..
77
b. Uji Simultan (Uji F) ………………………………..
81
c. Uji Determinasi (R2) ………………………………
83
Pembahasan ………………………………………………..
84
3.
4.3
1.
Pengaruh ukuran bank terhadap tingkat pengungkapan risiko ………...………………………………………..
2.
84
Pengaruh profitabilitas perusahaan terhadap tingkat
viii
pengungkapan risiko ……….………………………… 3.
Pengaruh jumlah kepemilikan saham publik terhadap tingkat pengungkapan risiko ……………….................
4.
88
Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan risiko ………………………….
6.
86
Pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan risiko ………………………….
5.
85
89
Pengaruh adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko …………………………
7.
Pengaruh seluruh variabeliIndependen secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko …………...…...
BAB V
90
91
SIMPULAN DAN SARAN 5.1
Simpulan …………………………………………………...
93
5.2
Implikasi Manajerial ……………………………………….
95
5.3
Saran ………………………............................................
97
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………....
99
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL hlm: Tabel 1.1 – Bank Disclosure Index
4
Tabel 2.1 – Rasio ROA dan Peringkat Kesehatan
46
Tabel 3.1 – Jumlah Bank Sebagai Objek Penelitian
54
Tabel 3.2 – Daftra 34 Bank Sebagai Objek Penelitian
54
Tabel 4.1 – Deskripsi Variabel Penelitian Observasi Awal
68
Tabel 4.2 – Uji Kolmogorov-Smirnov
70
Tabel 4.3 – Hasil Uji Multikolinearitas
71
Tabel 4.4 – Hasil Rank Spearman
73
Tabel 4.5 – Analisis Regresi Berganda
75
Tabel 4.6 – Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
79
Tabel 4.7 – Pengujian Hipotesis Secara Overall (Uji F)
82
Tabel 4.8 – Analisis Korelasi Berganda
83
x
DAFTAR GAMBAR
hlm: Gambar 4.1 – Grafik Plot
70
Gambar 4.2 – Diagram Scatter Plot
73
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Form Pengisian Risk Disclosure Score (RDS) Lampiran 2: Risk Disclosure Score Lampiran 3: Daftar Total Aset Bank 2012-2013 Lampiran 4: Daftar ROA(Return on Asset) Bank 2012-2013 Lampiran 5: Daftar Jumlah Saham Publik pada Bank 2012-2013 Lampiran 6: Daftar Jumlah Komisaris dalam Bank 2012-2013 Lampiran 7: Daftar Jumlah Rapat Komisaris pada Bank 2012-2013 Lampiran 8: Daftar Komisaris Pensiunan Bank Indonesia pada Bank 2012-2013 Lampiran 9: Hasil Uji Regresi dengan SPSS 13
xii
ABSTRACT
This research wants to examine the effects of Bank Size (CSIZE), Profitability (PROFIT), Public Shares Ownership (ISSUE), Total Number of the Board of Commissioner (BSIZE), Total Meeting of the Board of Commissioner (RPTDEKOM), and Member of Commissioner with background from Banking Supervisory Institution (BIDEKOM) to Corporate Risk Disclosure. The sampling technique used in this research is purposive sampling, with certain criteria are: (1) Banking which already go public and listed on Bank of Indonesia and Indonesia Stock Exchange (IDX) (2) Bank that had published their annual report in 2012 and 2013 on their website and IDX website (www.idx.co.id), which data are complete and relevant with the research. The result of this research shows that the data has fulfilled the classical assumption, such as: there is no multicollinearity and distributed normally. From the regression analysis, found that partially Bank Size, Profitability and Member of Commissioner with Background from Banking Supervisory Institution variable, are significant to Corporate Risk Disclosure, while Public Share Ownership, Total Number of the Board of Commissioner and Total Meeting of the Board of Commissioner are not significant to Corporate Risk Disclosure. From the research also found that those six variables Bank Size, Profitability, Public Share Ownership, Total Number of the Board of Commissioner, Total Meeting of the Board of Commissioner and Member of Commissioner with Background from Banking Supervisory Institution variable simultaneously has influence to Corporate Risk Disclosure.
Key Words: Risk Disclosure, Good Corporate Governance, Risk Management, Agency Theory, Stakeholder Theory, Annual Report, and Banking Supervision.
xiii
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel Ukuran Bank (CSIZE), Profitabilitas (PROFIT), Jumlah Kepemilikan Saham Publik (ISSUE), Ukuran Dewan Komisaris (BSIZE), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RPTDEKOM), dan Adanya Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) terhadap Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure). Data diperoleh dengan metode purposive sampling dengan kriteria (1) Bank umum konvensional yang telah go public (terbuka) terdaftar di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. (2) Bank umum konvensional yang mempublikasikan annual report tahun 2012 dan 2013 pada website (situs) perusahaan masingmasing dan juga website (situs) Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dengan data-data lengkap yang terkait dengan variabel penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa data-data yang digunakan didalam penelitian ini telah memenuhi asumsi klasik, yang meliputi: tidak terjadi gejala multikolinearitas, tidak terjadi gejala heteroskedastisitas, dan data terdistribusi normal. Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel Ukuran Bank, Profitabilitas dan Adanya Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan secara persial berpengaruh signifikan terhadap tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure). Sedangkan variabel Jumlah Kepemilikan Saham Publik, Ukuran Dewan Komisaris dan Jumlah Rapat Dewan Komisaris, tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure). Keenam variabel yang digunakan dalam penelitian ini Ukuran Bank, Profitabilitas, Jumlah Kepemilikan Saham Publik, Ukuran Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Dewan Komisaris dan adanya Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure).
Kata Kunci: Pengungkapan Risiko, Tata Kelola Perusahaan, Manajemen Risiko, Teori Keagenan, Stakeholder Theory, Laporan Tahunan dan Pengawasan Perbankan.
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengungkapan risiko perusahaan menjadi perhatian penting bagi masyarakat khususnya bagi para investor. Hal ini dapat dipahami mengingat informasi tersebut dibutuhkan para investor sebagai salah satu alat untuk pengambilan keputusan yang cermat dan tepat dalam melakukan investasi. Oleh sebab itu, pengungkapan informasi risiko oleh suatu perusahaan harus dilakukan secara berimbang, artinya informasi yang disampaikan bukan hanya yang bersifat positif saja namun termasuk informasi yang bersifat negatif terutama yang terkait dengan aspek risiko perusahaan. Permintaan para investor atau pemegang saham terhadap pengungkapan yang lebih transparan dalam laporan keuangan membuat manajemen perusahaan melakukan perluasan terhadap aspek-aspek pengungkapan dalam laporan tahunan, yaitu dengan menambahkan pengungkapan mengenai informasi non-keuangan yang dianggap lebih relevan dan transparan sebagai bentuk pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Sesungguhnya pengungkapan risiko perusahaan ini sudah menjadi perhatian banyak pihak sejak era tahun 90-an. Pada Tahun 1995 American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam laporannya telah menaruh perhatian pada masalah pengungkapan risiko. Dimana dalam laporan tersebut AICPA melihat terdapat perubahan kebutuhan dari pengguna atas Laporan Keuangan yang diterbitkan perusahaan dan merekomendasikan agar informasi dalam Laporan Keuangan tersebut
1
memberikan informasi yang jauh kedepan (forward looking information) termasuk informasi tentang ketidakpastian dan risiko (Oorschot, 2009). Pada tahun 1998 Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) mempublikasikan sebuah discussion paper berjudul “Financial Reporting of Risk – Proposals for a Statement of Business Risk”. Dalam paper ini ICAEW menekankan kembali akan perlunya informasi yang jauh kedepan (forward looking information) sehingga dapat membantu investor dalam melakukan analisa lebih mendalam (The ICAEW report, 1998). Bahkan paper The ICAEW kemudian menjadikan Risk Reporting sebagai pijakan penting dalam praktek akuntasi dan investasi (Abraham dan Cox, 2007). Dalam perkembangannya pengungkapan risiko (risk disclosure) semakin menjadi perhatian dari banyak pihak, studi menunjukkan sejak tahun 2001 penelitian terhadap pengungkapan risiko terus meningkat (Amran, Rosli Bin dan Hassan, 2009). Pada tahun 2007 dan 2008 ketika krisis keuangan besar melanda dunia maka perhatian pada pengungkapan risiko menjadi semakin besar dan dipandang semakin penting. Hingga pada perkembangannya pengungkapan risiko ini tidak hanya pada pengungkapan yang bersifat voluntary (sukarela) akan tetapi kemudian menjadi pengungkapan yang bersifat mandatory (kewajiban) di berbagai negara. Sesuai dengan implementasi Basel II - Pilar 3 telah mensyaratkan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi utama mengenai cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko dan kecukupan modal bank (Idroes, 2011). Sehingga pada industri perbankan kewajiban pengungkapan informasi
2
tersebut kemudian dapat dilihat dalam Annual Report yang disampaikan manajemen setiap tahunnya. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka implementasi pengungkapan risiko maka Bank Indonesia juga telah mengatur mengenai kewajiban pengungkapan tersebut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, yang sebagian telah dicabut dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/31/DPNP tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, yang sebagian telah dicabut Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Lebih lanjut kewajiban pengungkapan risiko bagi perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa diatur dalam Keputusan Bapepam LK Nomor: Kep-134/BL/2006 yang menyatakan bahwa manajemen wajib mengungkapkan uraian singkat mengenai tata kelola perusahaan yang meliputi: “Penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola risiko tersebut, misalnya: risiko yang disebabkan oleh fluktuasi kurs atau suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ketentuan negara lain atau peraturan internasional, dan kebijakan pemerintah.”
Praktek pengungkapan informasi dalam industri perbankan di Indonesia sesungguhnya belum cukup memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Bank Dunia pada tahun 2006 yang berjudul “Bank Disclosure Index: Global Assessment of Bank Disclosure Practices”. Penelitian ini dilakukan dengan
3
menghitung komposit indeks dari pengungkapan perbankan di 180 negara sejak tahun 1994. Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan atas pengungkapan informasi perbankan dikaitkan dengan asset, liabilities, funding, incomes dan profil risiko. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1. Bank Disclosure Index Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 18 29 32 37 44 45 48 55 128 135 169 175
Negara Hong Kong Swedia Italia Belanda Finlandia Bahrain Norwegia Qatar Swiss Oman Spanyol Jepang UAE Thailand India Sri Lanka Malaysia Singapura Filipina Indonesia Kamboja Vietnam Brunei Darussalam Laos
Indeks Komposit Pengungkapan 91 90 89 86 85 84 84 83 83 82 81 81 79 75 74 73 72 71 71 69 48 47 29 25
(Sumber: data diolah dari Rocco Huang, “Bank Disclosure Index: Global Assessment of Bank Disclosure Practices”, World Bank, September 2006)
Dari tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa posisi Indonesia berada pada ranking 55 dari 177 negara di dunia yang diteliti oleh Bank Dunia. Posisi ini jelas jauh tertinggal
4
dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Hongkong yang berada di ranking nomor 1, Bahrain di posisi 6, Qatar di posisi 8, Jepang di posisi 12, UAE di posisi 18 dan India posisi 32. Bahkan di tingkat negara Asia Tenggara Indonesia tertinggal oleh Thailand yang berada diposisi 29, kemudian Malaysia di posisi 44 diikuti Singapura di posisi 45 dan Filipina di posisi 48. Dibandingkan negara di Asia Tenggara Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam dan Laos. Hasil penelitian tersebut diatas mendorong dilakukannya penelitian terhadap praktek pengungkapan risiko pada perbankan di Indonesia, ditambah dengan alasan lainnya bahwa bank dalam menjalankan aktivitas operasinya lebih banyak berhubungan dengan risiko jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Oorschot (2009): “Since the existence of banks these are known to be major risk taking and risk management entities”. Selain itu, perlu diingat pula bahwa perbankan adalah industri yang sarat dengan regulasi (highly regulated industry), hal ini dapat dilihat dari banyaknya ketentuan peraturan yang mengatur bank baik langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hal tersebut maka melatarbelakangi perlunya penelitian ini untuk memfokuskan pada industri perbankan di Indonesia. Beberapa penelitian terkait dengan pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) sebagaimana telah disampaikan sebelumnya telah banyak dilakukan. Menurut hasil penelitian Hossain (2008) yang meneliti tentang “The Extent of Disclosure in Annual Reports of Banking Companies: The Case of India”, menunjukkan bahwa ukuran bank, profitabilitas, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar memiliki pengaruh/hubungan yang signifikan dengan tingkat
5
pengungkapan (disclosure). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Elzahar dan Hussainey (2012), yang meneliti tentang “Determinants of Narrative Risk Disclosures in UK Interim Reports”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan tipe industri memiliki hubungan dengan tingkat CRD. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut maka hasil penelitian Juhmani (2013), Abdallah dan Hassan (2014), Al-Shammari (2014) dan Linsley dan Shrives (2006) menunjukan hal yang sama bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan dengan CRD. Hasil penelitian Al-Moataz dan Hussainey (2012) yang meneliti Determinant of Corporate Governance Disclosure in Saudi Companies, menunjukan bahwa komisaris independen, ukuran komite audit, profitabilitas, likuiditas, dan gearing memiliki pengaruh yang signifikan dalam corporate governance disclosure di Arab Saudi. Hasil penelitian yang menunjukan profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap corporate risk disclosure dapat ditemui pula dalam hasil penelitian Hossain (2008). Penelitian Suhardjanto et al. (2012) yang meneliti peran Corporate Governance dalam praktik Risk Disclosure pada perbankan Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah anggota komisaris (board size), jumlah rapat dewan komisaris dan leverage mempengaruhi atau berpengaruh positif pada tingkat risk disclosure. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suhardjanto dan Dewi (2011) tentang Pengungkapan Risiko Finansial dan Tata Kelola Perusahaan: Studi Empiris Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa jumlah anggota komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan finansial. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Amran et.al (2010), Al-Janadi (2013), Al-Shammari (2014) dan
6
Akhtaruddin et al. (2014) yang menunjukkan bahwa jumlah anggota komisaris (board size) berpengaruh positif terhadap Corporate Risk Disclosure. Penelitian yang dilakukan oleh Horing dan Grundl (2011) tentang “Investigating Risk Disclosure Practices in the European Insurance Industry”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengungkapan risiko dengan ukuran perusahaan, level risiko perusahaan, cross listing dan penyebaran kepemilikan. Penelitian lain dilakukan Helbok dan Wagner (2006), tentang “Determinants of Operational Risk Reporting in the Banking Industry”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa institusi keuangan dengan rasio ekuitas/asset dan/atau rasio profitabilitas rendah memandang penting untuk mengungkapkan hasil asesmen dan pengelolaan risiko operasional dibandingkan insitusi keuangan yang memiliki rasio asset dan profitabilitas lebih tinggi. Hasil penelitian Botosan (1995) meneliti tingkat keterbukaan dan hubungannya atas Cost of Equity Capital, dengan melihat voluntary disclosure dalam Annual Report tahun 1990 dari 122 perusahaan manufaktur di Amerika. Hasil analisis regresi penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan langsung antara Cost of Equity Capital dengan Disclosure Level. Penelitian mengungkapkan bahwa dengan tingkat keterbukaan yang semakin besar maka cost of equity capital akan lebih rendah. Berdasarkan latar belakang penelitian dan hasil beberapa penelitian terdahulu maka judul penelitian ini adalah: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure) Pada Industri Perbankan Indonesia”.
7
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam Latar Belakang sebagaimana tersebut diatas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan risiko perusahaan pada industri perbankan di Indonesia. 2. Mengukur tingkat pengungkapan risiko perusahaan pada industri perbankan di Indonesia. 3. Mengukur pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia.
1.3. Batasan Masalah Mengingat terbatasnya waktu, biaya dan sumber daya yang ada, maka penelitian ini hanya dibatasi meneliti bank umum konvensional yang telah go public (terbuka) di Indonesia yang tercatat di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Hingga Desember 2014 terdapat 120 Bank yang terdaftar di Bank Indonesia, terdiri dari 109 bank umum konvensional dan 11 Bank Syariah. Dari 109 bank umum konvensional tersebut tercatat 39 bank telah go public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sesuai dengan PBI Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan SEBI No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, maka bank
8
memiliki kewajiban pengungkapan risiko yang harus diungkapkan dalam Annual Report.
Ketentuan
tersebut
diterbitkan
pada
tahun
2012
dan
mulai
berlaku/diimplementasikan bagi seluruh Bank di Indonesia pada saat menyusun Annual Report tahun 2012. Berdasarkan hal tersebut kemudian dikumpulkan Annual Report masing-masing bank pada tahun 2012 dan 2013. Sehingga kemudian diperoleh Annual Report bank umum konvensional yang telah go public pada tahun 2012 dan 2013 yang lengkap sebanyak 34 bank dengan jumlah sampel sebanyak 68 Annual Report.
Dengan
demikian penelitian ini sesuai dengan judulnya adalah “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan (Corporate Risk Disclosure) Pada Industri Perbankan Indonesia”.
1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) sangat penting bagi kelangsungan usaha perbankan dan bagi para stakeholder. Selain itu hal ini juga merupakan kewajiban perbankan sebagaimana disyaratkan dalam berbagai peraturan yang diatur oleh regulator. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia?
9
2. Apakah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, berpengaruh secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia?
1.5. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia. 2. Menganalisis pengaruh secara simultan antara ukuran bank, profitabilitas, kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia.
1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat bermanfaat bagi:
10
1. Stakeholder Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai indikator yang menunjukkan faktor-faktor yang penting dan berpengaruh dalam pengungkapan risiko perusahaan. Sehingga membantu stakeholder (pemangku kepentingan) dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami profil risiko dan bagaimana manajemen mengelola risiko. Selain itu bermanfaat untuk memonitor risiko dan mendeteksi potensi masalah sehingga dapat melakukan tindakan lebih awal agar masalah tersebut tidak terjadi. Pengungkapan risiko juga berguna bagi investor karena dapat membantu menentukan profil risiko perusahaan, mengurangi asimetri informasi, memperkirakan nilai pasar, dan menentukan keputusan investasi portofolio.
2. Perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator yang menunjukkan faktor-faktor yang penting dalam pengungkapan risiko. Sehingga manajemen bank, dalam hal ini dewan direksi dan senior manajemen memiliki acuan untuk menyusun laporan tahunan yang secara transparan memuat setiap aktivitas bank kepada pihak terkait dengan perusahaan/pemangku kepentingan (stakeholder).
3. Bank Indonesia/OJK Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun ketentuan, regulasi atau peraturan terkait pengungkapan risiko perusahaan. Sehingga dapat secara lebih efektif mengatur perusahaan dalam
11
menyajikan laporan tahunan sebagai bentuk pengungkapan risiko dan menjamin stakeholder mendapatkan informasi yang akurat terkait risiko perusahaan.
1.7. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini maka Tesis ini terdiri atas 5 (Lima) bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Latar Belakang penelitian tentang Corporate Risk Disclosure, kemudian Identifikasi Masalah terkait faktor-faktor Corporate Risk Disclosure, Batasan Masalah yaitu meneliti perbankan di Indonesia, selanjutnya Rumusan Masalah terdiri atas 2 (dua) permasalahan yang akan diteliti,
kemudian
Tujuan Penelitian untuk menganalisis 2 (dua) permasalahan yang ada, sementara Manfaat Penelitian adalah manfaat penelitian ini bagi stakeholder, perusahaan dan Bank Indonesia/OJK serta ditutup dengan Sistematika Penulisan.
Bab II
Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini meliputi Teori Keagenan, Teori Tata Kelola Perusahaan, Teori Pengungkapan Risiko, Teori Manajemen Risiko, Teori Pemangku Kepentingan dan Teori Pengawasan Perbankan (Banking Supervision), Penelitian Sebelumnya yang terkait tentang risk disclosure, kemudian Rerangka Pemikiran yang menjelaskan variabel dependen dan
12
variabel independen dari penelitian ini dan kemudian Hipotesis penelitian yang terdiri atas 7 hipotesis.
Bab III Metodologi Penelitian Berisikan tentang Jenis dan Sumber Data Penelitian dimana jenis penelitian ini deskriptif-kualitatif dan sumber data yaitu data sekunder, kemudian Populasi dan penentuan sampel dimana populasinya adalah seluruh bank umum dan penentuan sampel dengan cara purposive sampling, sementara Teknik Pengumpulan Data menggunakan teknik dokumentasi, selanjutnya Definisi Operasional Variabel menjelaskan definisi seluruh variabel dan kemudian Metode Analisis Data/Teknik Pengolahan penelitian ini yang menggunakan model analisis regresi linear berganda.
Bab IV Analisis dan Pembahasan Bab ini menjelaskan gambaran umum dan data deskriptif obyek penelitian yang terbagi atas gambaran umum dan data deskriptif. Kemudian dijelaskan pula hasil analisis dan hasil perhitungan yang menjelaskan hasil Uji Asumsi Klasik, Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas dan Uji Heterokedasitas. Selain itu diuraikan pula hasil Pengujian Regresi Berganda yang meliputi Uji Statistik t, Uji Statistik F dan Koefisien Determinasi (R2). Bab ini kemudian ditutup dengan pengujian 7 (tujuh) Hipotesis.
13
Bab V Bab Simpulan dan Saran Bab ini terdiri dari 3 (dua) bagian yaitu Simpulan, yang berisi Simpulan hasil penelitian, Implikasi manajerial yang memberikan penjelasan atas implikasi dari hasil penelitian ini kepada manajemen dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
14
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Teori Penelitian dan Tinjauan Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan telah menjadi perhatian dan terus dikembangkan oleh para peneliti sejak tahun 60 dan 70-an. Hingga pada tahun 1976 penelitian yang dilakukan oleh Jensen and Meckling melahirkan sebuah konsep tentang Teori Keagenan yang kemudian menjadi referensi bagi berbagai pihak seperti akademisi, peneliti, ekonom diberbagai belahan dunia. Teori Keagenan (Agency Theory) mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Konsep Agency relationship diperkenalkan oleh Jensen and Meckling (1976) yaitu sebagai: “… a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.”
Dengan demikian pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal, sedangkan manajemen sebagai agen. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya.
15
Teori Keagenan diwujudkan dalam kontrak kerja yang mengatur hak dan kewajiban baik prinsipal maupun agen. Kontrak kerja harus bersifat fairness yaitu dapat menyeimbangkan antara prinsipal dan agen, hal ini dapat dilihat dalam wujud pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai posisi tawar yang berbeda. Kondisi dimana posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda serta saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, maka sebagai konsekuensinya dalam praktik akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan dan pengaruh antara satu sama lain. Dalam konsep Agency Theory, manajemen sebagai agen semestinya bertindak untuk mewakili kepentingan pemilik atau shareholders, namun demikian tidak tertutup kemungkinan manajemen bertindak untuk kepentingannya sendiri. Manajemen dapat melakukan tindakan-tindakan merugikan kepentingan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya Asymmetric Information. Asymmetric Information (AI) adalah informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 permasalahan (Arifin 2005, 8) yaitu: a. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
16
b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Adanya agency problem tersebut di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976, 311) terdiri dari: a. The monitoring expenditures by the principle yaitu biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. b. The bonding expenditures by the agent merupakan biaya yang ditangung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. c. The residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya keuntungan prinsipal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agen dan keputusan prinsipal. Dalam uraian tentang Agency Theory di atas disebutkan bahwa adanya perilaku dari manajer/agen untuk bertindak hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak lain/pemilik, dapat terjadi karena manajer mempunyai informasi yang lengkap mengenai perusahaan, sedangkan informasi tersebut tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan (dalam hal ini timbul Asymmetric Information atau AI).
17
2. Teori Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance) Tata
Kelola
Perusahaan
atau
Good
Corporate
Governance
(GCG)
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1992. Saat itu Cadbury Committee di Inggris menerbitkan laporan yang berjudul “The Financial Aspects of Corporate Governance” atau lebih dikenal dengan dengan Cadbury Report. Sejak saat itu maka Cadbury
Report
tersebut
menjadi
dasar
dalam
penerapan
Tata
Kelola
Perusahaan/GCG di Inggris bahkan hingga ke berbagai negara. Tata Kelola Perusahaan didefinisikan oleh Sir Adrian Cadbury (Mallin 2004, 3) sebagai: “the whole system of controls, both financial and otherwise, by which a company is directed and controlled.” Sedangkan the OECD tahun 1999 mendefinisikan sebagai: “a set of relationships between a company’s board, its shareholders and other stakeholders. It also provides the structure through which the objectives of the company are set, and the means of attaining those objectives, and monitoring performance are determined.”
Daniri (2014, 21) mendefinisikan GCG sebagai suatu pola hubungan (struktur), sistem dan proses yang mengarahkan organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS) memberikan nilai tambah kepada perusahaan secara berkesinambungan, dengan tetap memperhatikan kepentingan para stakeholder, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Beberapa institusi di Indonesia memiliki definisi terkait Tata Kelola Perusahaan/GCG, salah satunya Menteri Negara BUMN yang mendefinisikan bahwa “Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi
18
menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.” (Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO)). Dalam penerapan GCG terdapat 5 (lima) prinsip yang terkandung didalamnya (Daniri 2014, 10) yaitu: 1. Transparency (Keterbukaan Informasi) Transparansi adalah keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai kegiatan perusahaan. 2. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan per-usahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility (Pertanggungjawaban) Pertanggungjawaban adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency (Kemandirian) Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
19
5. Fairness (Kesetaraan atau Kewajaran) Kesetaraan atau Kewajaran adalah perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Pada prinsipnya GCG merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Menurut Walsh dan Seward (1990, 422) terdapat 2 (dua) mekanisme untuk membantu menyamakan perbedaaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan GCG, yaitu: (1) mekanisme pengendalian internal perusahaan, dan (2) mekanisme pengendalian ekternal berdasarkan pasar. Mekanisme pengendalian internal perusahaan dilakukan dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, imbal hasil maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Sementara mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Mekanisme pengendalian lain yang digunakan secara umum dan luas adalah melalui pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku diharapkan dapat meminimalkan perbedaan kepentingan antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan. Dalam laporan keuangan tersebut terdapat 2 (dua) jenis sifat informasi yang diungkapkan, yaitu mandatory disclosure dan voluntary disclosure (Arifin 2005, 21). Informasi yang bersifat mandatory disclosure adalah informasi yang harus
20
diungkapkan dalam laporan keuangan karena memang diwajibkan oleh peraturan atau undang-undang. Sedangkan informasi yang bersifat voluntary disclosure adalah informasi yang secara sukarela diungkapkan di dalam laporan keuangan dengan maksud untuk menambah informasi bagi kepada pemakai laporan keuangan. Dari uraian tersebut diatas, baik mekanisme pengendalian internal maupun eksternal keduanya memiliki tujuan guna menyelaraskan hubungan antara prinsipal dengan agen dengan meminimalkan konflik yang terjadi akibat adanya informasi yang tidak seimbang (Asymmetry Information).
3. Teori Pengungkapan Risiko (Risk Disclosure) Pengungkapan (disclosure) merupakan penyebaran informasi yang material kepada masyarakat yang mana isinya berupa evaluasi dari kegiatan usaha sebuah perusahaan dalam hal ini yaitu bank. Menurut Idroes (2011, 234) Pilar 3 Basel II menetapkan persyaratan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi-informasi utama mengenai cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko dan kecukupan modal bank. Pengungkapan risiko penting karena membantu stakeholder (pemangku kepentingan) dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami profil risiko dan bagaimana manajemen mengelola risiko. Pengungkapan risiko juga bermanfaat untuk memonitor risiko dan mendeteksi potensi masalah sehingga dapat melakukan tindakan lebih awal agar masalah tersebut tidak terjadi (Linsley dan Shrives 2006, 388).
21
Menurut Adamu (2013, 15) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat 4 (empat) manfaat dari pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) yaitu: a. Meningkatkan transparansi perusahaan; b. Mendorong manajemen risiko yang efektif; c. Meminimalisasi permasalahan terkait valuasi saham (over/under); dan d. Membantu para analis untuk memprediksi pendapatan. Sementara Idroes dan Sugiarto (2006, 167) berpendapat bahwa pengungkapan risiko juga sangat penting bagi manajemen bank, dalam hal ini dewan direksi dan senior manajemen untuk melaporkan setiap aktivitas kepada pihak terkait dengan perusahaan/pemangku
kepentingan
(stakeholder).
Pengungkapan
menjadi
pertimbangan penting karena menyediakan kepada investor yang ada dan investor potensial mengenai informasi yang relevan tentang keadaan perusahaan yang sedang berjalan serta kinerjanya dimasa yang akan datang. Untuk itu, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal akan menghadapi persyaratan keterbukaan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan perusahaan tertutup. Ketentuan yang mengatur mengenai pengungkapan bank umum di Indonesia diatur dalam: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, yang sebagian telah dicabut dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. b. Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/31/DPNP tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia,
22
yang sebagian telah dicabut Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Stanton dan Stanton (2002) melakukan evaluasi terhadap hasil penelitian atas laporan tahunan perusahaan, dimana terdapat 70 penelitian terhadap pengungkapan risiko yang dipublikasikan pada tahun 1990-2000 namun tidak satupun membahas masalah pengungkapan risiko (Linsley dan Shrives 2006, 389).
4. Teori Manajemen Risiko Pengertian risiko menurut Idroes (2011, 4) adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Di sisi lain, Risiko juga merupakan peluang dimana risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ghozali (2007, 3) risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya berupa nilai dari suatu aktiva atau hutang. Menurut MacDonald dan Koch (2006, 74) Manajemen Risiko adalah: “…process by which managers identify, assess, monitor, and control risks associated with a financial institution’s activities.” Sementara menurut Idroes (2011, 6) Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. Tindakkan manajemen risiko diambil perusahaan untuk merespon bermacammacam risiko.
23
Terdapat 4 (empat) risiko utama yang perlu mendapat perhatian menurut Pyle (1997, 3) yaitu: Market risk, Credit Risk, Operational Risk dan Performance Risk. Sedangkan khusus di Indonesia ketentuan mengenai manajemen risiko pada sektor perbankan telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dimana pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa risiko perbankan terdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Strategik dan Risiko Kepatuhan.
5. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Perkembangan
pendekatan
stakeholder
dalam
manajemen
strategis
berkembang pada pertengahan tahun 80-an. Tepatnya di tahun 1984 dimana R. Edward Freeman menerbitkan buku yang berjudul “Strategic Management - A Stakeholder Approach”. Selanjutnya Freeman dan McVea (2001, 3) melihat bahwa sejak saat itu teori atau konsep dengan pendekatan Stakeholder menjadi bahan penelitian dan diskusi oleh berbagai kalangan. Teori stakeholder (Pemangku kepentingan) menjelaskan bahwa perusahaan tidak hanya beroperasi untuk pencapaian tujuan dari pemilik saja akan tetapi harus memberikan
manfaat
bagi
para
stakeholder-nya.
Stakeholder
(Pemangku
kepentingan) tersebut diantaranya adalah pemegang saham, kreditur, konsumen, pemasok, pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya yang ikut serta dalam proses pencapaian tujuan perusahaan.
24
Pengertian stakeholder terus berevolusi dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Bahkan Freeman sebagai “bapak” dari konsep stakeholder memberikan pengertian yang berbeda dari waktu ke waktu (Fontaine et al. 2006: 4). Menurut Damak-Ayadi Pesqueux (2005, 6) Freeman pada tahun 1984 mendefinisikan stakeholder sebagai “any group or individual that can affect or be affected by the realisation of a company’s objectives.” Sementara pada tahun 2004 Freeman mendefinisikan stakeholder sebagai: “those groups who are vital to the survival and success of the corporation”. Pada perkembangan selanjutnya Donaldson dan Preston (1995, 71) memperkenalkan 3 (tiga) pendekatan terhadap konsep stakeholder ini, yaitu: a. Descriptive/Empirical Teori ini menguraikan dan menjelaskan karakteristik dan perilaku khusus perusahaan. Sebagai contoh teori stakeholder digunakan untuk menjelaskan: (1) Sifat/maksud dari perusahaan (2) Cara manajer mengelola (3) Bagaimana pandangan komisaris/direksi terhadap kepentingan para pemegang saham, dan (4) Bagaimana bagaimana perusahaan sesungguhnya dikelola.
b. Instrumental Teori ini masih terkait dengan data descriptive/empirical yang tersedia, dimana teori ini digunakan untuk mengidentifikasi hubungan atau kurangnya hubungan antara pengelolaan stakeholder dan pencapaian tujuan perusahaan.
25
c. Normative Teori ini digunakan untuk menerangkan fungsi dari perusahaan termasuk mengidentifikasi pedoman moral dan filosofis operasional dan pengelolaan perusahaan.
6. Teori Pengawasan Perbankan (Banking Supervision) Bank
adalah
lembaga
intermediasi
yang
memberikan
layanan
jasa
penyimpanan dana dari pihak yang memiliki dana dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana. Oleh karenanya bisnis perbankan harus dilakukan secara cermat, aman, hati-hati dan sehat. Tidak heran jika bisnis perbankan sangat ketat dan penuh dengan regulasi. Adapun tujuan regulasi dalam bidang keuangan adalah (Group of Thirty, 2008, 21): a. Keamanan dan Kesehatan institusi keuangan (Safety and soundness of financial institutions) b. Mitigasi risiko sistemik (Mitigation of systemic risk) c. Keadilan dan efisiensi pasar (Fairness and efficiency of market)s d. Perlindungan konsumen dan investor (The protection of customers and investors). Dalam prakteknya bisnis atau kegiatan perbankan memiliki prinsip umum dalam melakukan pengawasan. Standar umum kehati-hatian yang mengatur pengawasan perbankan dan sistem perbankan, secara de facto, mengacu kepada “The Core Principles for Effective Banking Supervision” atau yang lebih dikenal dengan “Core Principles”. Core Principles ini pertama kali diterbitkan oleh Basel Committee
26
on Banking Supervision (BCBS) pada tahun 1997 dan terakhir direvisi pada tahun 2012. Core Principles tersebut menetapkan sejumlah kewenangan pengawasan guna memastikan praktek perbankan yang aman dan sehat. Selain itu Core Principles juga menjadi kerangka kerja standar dalam praktek pengawasan perbankan yang sehat dan dapat diterima secara universal. Dalam Core Principles tahun 2012 terdapat 29 prinsip umum yang disyaratkan guna mewujudkan sistem pengawasan perbankan yang efektif, jumlahnya meningkat dari sebelumnya 25 prinsip umum di tahun 1997. Core Principles terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu, bagian pertama yang fokus pada kewenangan, tanggungjawab dan fungsi pengawas (terdiri dari prinsip 1 sampai 13). Bagian kedua, fokus pada peraturan dan persyaratan terkait kehati-hatian kegiatan perbankan (prinsip 14 sampai 29). Untuk mewujudkan sistem pengawasan yang efektif para pembuat kebijakan dihadapkan pada permasalahan seputar struktur pengawasan perbankan, yaitu institusi yang berwenang mengawasi perbankan. Hingga saat ini perdebatan dan berbagai macam teori muncul terkait institusi pengawasan tersebut, apakah bank cukup diawasi oleh sebuah lembaga pengawas saja atau multi lembaga pengawas, atau fungsi pengawasan perbankan tersebut diserahkan kepada bank sentral atau lembaga lainnya. Menurut Group of Thirty (2008, 13) terdapat 4 (empat) tipe pengawasan dalam industri keuangan (utamanya perbankan) yaitu:
27
a. Institutional Approach Tipe ini menentukan regulator (pengawas) yang berwenang untuk mengawasi aktivitas usaha baik dari sisi keamanan/kesehatan maupun perilaku bisnis didasarkan pada status hukum perusahaan (misalnya Bank, broker-dealer atau asuransi) tersebut. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah China, Hongkong dan Meksiko.
b. Functional Approach Tipe ini menentukan regulator (pengawas) yang berwenang untuk mengawasi aktivitas perusahaan didasarkan pada kegiatan transaksi bisnis perusahaan tanpa memperhatikan status hukumnya. Sehingga setiap jenis bisnis dapat diawasi oleh regulator yang berbeda satu dengan yang lainnya. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Brazil, Perancis, Italia dan Spanyol.
c. Integrated Approach Tipe ini menentukan regulator (pengawas) tunggal yang berwenang untuk mengawasi aktivitas usaha baik dari sisi keamanan/kesehatan maupun perilaku bisnis untuk semua sektor bisnis keuangan. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Kanada, Jerman, Jepang, Qatar, Singapura, Swiss dan Inggris.
28
d. Twin Peaks Approach Tipe ini adalah pendekatan yang didasari pengaturan dengan tujuan agar terdapat pemisahan fungsi regulator menjadi dua yaitu: regulator yang melakukan fungsi pengawasan dalam hal keamanan/kesehatan, dan regulator yang fokus dalam mengatur perilaku bisnis. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Australia dan Belanda.
Agar dapat menjalankan fungsi pengawasan dengan baik maka pengawas perbankan memiliki sejumlah kewenangan. Menurut Barth, Caprio Jr, dan Levine (2002, 212) kewenangan yang besar diberikan kepada pengawas (supervisor) dengan alasan karena: a. Perbankan sulit untuk dimonitor dan hal itu memakan biaya besar. b. Adanya asimetri informasi antara perbankan dan masyarakat. c. Banyak negara mengadopsi sistem lembaga penjamin simpanan yang membuat perbankan menjadi lebih berani mengambil risiko, sementara deposan kurang memonitor perbankan. Sehingga dengan pengawasan yang kuat maka dapat mendorong kinerja perbankan menjadi lebih baik. Selain memiliki kewenangan yang besar maka pengawas perbankan juga harus independen. Menurut Masciandaro, Nieto dan Prast (2007, 9) ciri utama dari pengawas yang independen adalah: 1. Memiliki kewenangan yang luas dalam menetapkan peraturan dan ketentuan. 2. Bebas dari intervensi politik dan intimidasi dari industri.
29
3. Keamanan dan kepastian bagi pengawas dalam bekerja. 4. Memiliki anggaran keuangan yang mandiri. Namun demikian pengawas yang kuat dan independen saja tidaklah cukup, menurut Krivoy (2000:117) pengawas harus lebih proaktif dan memiliki inisiatif untuk mengatasi segala masalah yang dihadapi. Permasalahan dalam kegiatan perbankan tidak dapat dihindari akan tetapi hadirnya pengawas yang proaktif akan dapat mengurangi dampak dari setiap masalah yang timbul. Selanjutnya dengan pengawas yang kuat dan proaktif, tidak serta merta membuat bank tidak melakukan pengawasan dan pengendalian internal. Pengawasan dan pengendalian bank justru harus dilaksanakan oleh semua unit atau dikenal dengan risk taking unit. Dimana manajemen puncak dalam hal ini Direksi serta Komisaris harus senantiasa memonitor dan mengkaji pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal tersebut. Salah satu faktor lain yang penting adalah Sumber Daya Manusia (SDM) hal ini guna menjamin kualitas dan efektifitas pengawasan (Davis dan Obasi, 2009, 6-7). Oleh sebab itu memiliki personalia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam hal pengawasan, utamanya pada level Komisaris atau Direksi tentunya akan sangat membantu bank guna mewujudkan pengawasan dan pengendalian internal yang efektif. Menurut Barth, Gan dan Nolle (2004, 15) bank sentral adalah pihak pertama yang mengetahui kondisi dan kinerja dari sebuah bank. Sehingga dengan demikian personalia yang pernah bekerja di lembaga pengawasan seperti bank sentral memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam pengawasan perbankan.
30
2.2. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) di Indonesia telah dilakukan sebelumnya, khususnya pada industri perbankan. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel independen dan periode penelitian. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan. Sementara periode penelitian ini adalah menganalisa Annual Report pada tahun 2012 dan 2013. Beberapa
penelitian
yang
pernah
dilakukan
sebelumnya
memiliki
keanekaragaman hasil antara lain: Penelitian Metodologi No. 1. Gunther Helbok dan Sampel dalam penelitian Christian Wagner ini adalah 142 bank dari (2006). Amerika Utara, Asia dan Eropa yang memiliki asset lebih dari USD 40 Judul: “Determinants of Milyar pada tahun 2000. Operational Risk Reporting in the Variabel Independen: Banking Industry”. Definisi risiko operasional, proses manajemen risiko dan isu-isu pengaturan.
Hasil Penelitian Institusi keuangan dengan rasio ekuitas/asset dan/atau rasio profitabilitas rendah memandang penting untuk mengungkapkan hasil assesmen dan pengelolaan risiko operasional dibandingkan institusi keuangan yang memiliki rasio asset dan profitabilitas lebih tinggi.
Variabel Dependen: Pelaporan Risiko Operasional. Alat Analisis: Descriptive Statistic
31
2.
penelitian ini Philip M. Linsley, dan Sampel dalam penelitian Hasil Philip J. Shrives ini adalah 79 perusahaan menunjukkan bahwa: hubungan (2006). non keuangan di Inggris a. Terdapat signifikan antara yang terdaftar FT-SE 100 jumlah pengungkapan Index pada 1 Judul: “Risk reporting: A January 2000. risiko dengan ukuran study of risk perusahaan. b. Selain itu terdapat disclosures in the Variabel Independen: annual reports of UK Ukuran perusahaan, hubungan yang environmental risk, companies” signifikan antara gearing ratio, asset jumlah pengungkapan cover, quiscore, book to risiko dengan risiko market value of equity lingkungan dan beta factor. (environmental risk) Variabel Dependen: Risk Disclosure Alat Analisis: Perhitungan dilakukan dengan Innovest EcoValue‘21TM
3.
Mohammed Hossain Sampel dalam penelitian (2008). ini adalah 38 bank yang terdaftar di Bombay Stock Exchange (BSE) Judul: “The Extent of dan the National Stock Disclosure in Annual Exchange (NSE). Reports of Banking Companies: The Case Variabel Independen: of India.” Usia bank, ukuran bank, profitabilitas, kompleksitas usaha, asset-in-place, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran bank, profitabilitas, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar memiliki pengaruh/ hubungan yang signifikan dengan tingkat pengungkapan (disclosure).
Variabel Dependen: Disclosure Score. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model.
32
4.
Laura Van Oorschot Penelitian ini meng(2009). analisa sampel atas 32 laporan tahunan selama periode 2005-2008 dari 8 Judul: “Risk Reporting: An bank Jerman. Analysis of the German Banking Variabel independen: Industry” Usia bank, ukuran bank, profitabilitas, kompleksitas usaha, asset-in-place, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar. Variabel dependen: Disclosure Score. Alat Analisis: Descriptive Statistic. Disclosure index frameworks.
5.
A. Amran, M.S. Penelitian ini mengIshak, A.H. Zulkafli analisa sampel atas dan M. Nejati (2010). laporan tahunan dari 103 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia. Judul: “Board Structure and Extent of Corporate Variabel independen: Ukuran perusahaan, Governance
a. Terdapat hubungan yang signifikan dimana bank dengan nilai kuantitas yang tinggi tidak memiliki nilai yang tinggi pada kualitas. b. Terdapat hubungan yang signifikan antara kuantitas pengungkapan risiko pada laporan tahunan bank dengan ukuran bank pada tahun 20072008. c. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas pengungkapan risiko pada laporan tahunan bank dengan ukuran bank pada tahun 2007-2008. d. Terdapat peningkatan kuantitas pengungkapan risiko yang signifikan pada laporan tahunan bank Jerman pada periode 2005-2006 dan 20072008. e. Terdapat peningkatan kualitas pengungkapan risiko yang signifikan pada laporan tahunan bank Jerman pada periode 2005-2006 dan 2007-2008. a. Jumlah anggota komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap extent of corporate governance statement. b. Sementara variabel lain hanya sedikit
33
Statement”.
jumlah anggota komisaris, komposisi dewan komisaris, CEO Duality (CEO & Board), multiple directorship, board knowledge dan proses pengambilan keputusan.
menunjukkan pengaruh positif (tidak terlalu signifikan).
Variabel Dependen: Extent of Corporate Governance Statement. Alat Analisis: Pearson Correlation dan multiple regression analysis. a. Terdapat hubungan yang positif antara pengungkapan risiko dengan ukuran perusahaan asuransi. b. Terdapat hubungan yang siginifikan positif antara pengungkapan risiko perusahaan dengan pengungkapan risiko. c. Terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengungkapan risiko dengan profitabilitas. d. Terdapat hubungan yang positif antara cross-listing dan Variabel Dependen: Disclosure Score penyebaran (Pengungkapan Risiko) kepemilikan dengan tingkat pengungkapan risiko. Alat Analisis: Menggunakan Multiple Regression.
6.
Dirk Horing dan Sampel dalam penelitian Helmut Grundl ini adalah 152 data observasi dari 31 (2011) perusahaan asuransi yang dipilih dari Dow Jones Judul: “Investigating Risk Stoxx 600 Insurance Disclosure Practices Index for Europe. in the European Insurance Industry” Variabel Independen: Ukuran Perusahaan, Level Risiko Perusahaan, Profitabilitas, Penyebaran Kepemilikan, Cross-listing, Home Country, Aktivitas perbankan dan Tipe perusahaan asuransi.
7.
Djoko Suhardjanto Sampel penelitian dan Aryane Dewi adalah Perbankan
ini a. Jumlah anggota yg Komisaris dan Jumlah
34
(2011). Judul: “Pengungkapan Risiko Finansial dan Tata Kelola Perusahaan: Studi Empiris Perbankan Indonesia.”
terdaftar di BEI selama periode 2007-2009.
Rapat Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan Variabel independen: Jumlah anggota finansial. Komisaris, Jumlah Rapat b. Komposisi Komisaris Dewan Komisaris, Independen, Komposisi Komposisi Komisaris Komite Audit dan Independen, Komposisi Jumlah Rapat Komite Komite Audit dan Audit tidak Jumlah Rapat Komite berpengaruh terhadap Audit. tingkat pengungkapan finansial. Variabel dependen: Pengungkapan Risiko Finansial Perbankan. Alat Analisis: Statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dengan SPSS.
8.
Djoko Suhardjanto, Aryane Dewi, Erna Rahmawati dan Firazonia M (2012). Judul: Peran Corporate Governance Dalam Praktik Risk Disclosure Pada Perbankan Indonesia.
Sampel penelitian ini a. Jumlah anggota adalah perbankan yang komisaris (board size), terdaftar selama tahun jumlah rapat dewan 2007 hingga 2009 dan komisaris dan leverage tidak mengalami mempengaruhi tingkat delisting. Dimana diperisk disclosure. roleh 84 populasi, b. Komisaris independen, dengan jumlah sampel latar belakang pensebanyak 60 annual didikan komisaris report perbankan yang utama, latar belakang memenuhi kriteria. etnis komisaris utama, komposisi komisaris independen, komposisi Variabel Independen: Jumlah anggota Komisakomite audit ris, Proporsi Komisaris independen, jumlah Independen, Proporsi rapat komite audit dan Komisaris Wanita, Latar profitabilitas tidak Belakang Pendidikan, berpengaruh terhadap Komisaris Utama, Latar risk disclosure. Belakang Etnik Komisaris Utama, Jumlah Rapat Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Komite Audit Independen.
35
Variabel Dependen: Risk disclosure. Selain itu Variabel Kontrol adalah Leverage dan Profitabilitas. Alat Analisis: Statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dengan SPSS. 9.
Ehsan Al-Moataz dan Sampel dalam penelitian Khaled Hussainey ini adalah 97 laporan tahunan dari 52 (2012). perusahaan di Arab Saudi pada tahun 2006-2007. Judul: “Determinant of Corporate Variabel Independen: Governance Komisaris independen, Disclosure in Saudi ukuran komite audit, Companies.” profitabilitas, likuiditas, gearing dan ukuran perusahaan.
Komisaris independen, ukuran komite audit, profitabilitas, likuiditas, dan gearing memiliki pengaruh yang signifikan dalam corporate governance disclosure di Arab Saudi.
Variabel dependen: Corporate Governance Disclosure. Alat Analisis: Multiple regression model. 10.
Hany Elzahar dan Sampel dalam penelitian Khaled Hussainey ini adalah interim reports (2012). dari 72 perusahaan non finansial yang terdaftar di FTSE 100 UK yang Judul: “Determinants of terbit pada tanggal 1 Juni Narrative Risk 2009 hingga 31 Mei Disclosures in UK 2010. Interim Reports”. Variabel Independen: Penelitian ini adalah Tipe aktivitas Industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, Gearing,
a. Ukuran perusahaan dan tipe industri memiliki hubungan dengan tingkat CRD. b. Variabel lain seperti profitabilitas, likuiditas, gearing dan cross listing tidak memiliki hubungan signifikan dengan tingkat CRD dalam interim reports. c. Variabel lain seperti institutional ownership, role duality,
36
Likuiditas, Cross listing, institutional ownership, role duality, jumlah anggota komisaris, komposisi komisaris dan ukuran komite audit.
jumlah anggota komisaris, komposisi komisaris dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat CRD dalam interim reports.
Variabel Dependen: Risk Disclosure Score. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model. Analisis Deskriptif. 11.
Htay, Sheila Nu Nu., Said, Ridzwana Mohd., dan Salman, Syed Ahmed (2013).
Penelitian ini menganalisa sampel atas data 12 bank yang terdaftar di bursa Malaysia sejak tahun 1996 hingga 2005 sehingga total data yang Judul: “Impact of Corporate dianalisa adalah 120. Governance on Disclosure Quality: Variabel Independen: empirical Evidence Struktur kepemimpinan from Listed Banks in dewan komisaris, proMalaysia”. porsi dari komisaris independen, jumlah anggota komisaris, proporsi kepemilikan dewan komisaris dan proporsi dari block ownership.
Kualitas pengungkapan akan lebih baik dan dapat ditingkatkan jika terdapat pemisahan struktur kepemimpinan dewan komisaris, jumlah komisaris independen yg lebih tinggi, jumlah anggota komisaris yang lebih besar, proporsi kepemilikan dewan komisaris yang rendah dan proporsi dari block ownership yang rendah.
Variabel Dependen: Information Disclosure Score. Alat Analisis: Panel data analysis (Generalized least square method). 12.
Omar (2013).
Juhmani Penelitian ini menganalisa sampel atas 41 perusahaan yang terdaftar di bursa Bahrain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan leverage memiliki
37
Judul: “Ownership Structure and Corporate Voluntary Disclosure: Evidence from Bahrain”.
Variabel independen: pengaruh signifikan Blockholder ownership, terhadap pengungkapan managerial ownership, informasi sukarela. kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas. Variabel dependen: Voluntary Disclosure Scores. Alat Analisis: Multiple regression.
13.
Yaseen Al-Janadi, Rashidah Abdul Rahman dan Normah Haj Omar (2013).
Penelitian ini meng- a. Proporsi non eksekutif analisa sampel atas 87 pada dewan komisaris, perusahaan yang terjumlah anggota daftar di Bursa Saudi. komisaris, kualitas audit dan CEO duality memiliki pengaruh Judul: Variabel Independen: “Corporate Proporsi non eksekutif signifikan terhadap Governance pada dewan komisaris, Voluntary Disclosure. Mechanism and proporsi keluarga pada b. Variabel lain tidak Voluntary Disclosure dewan komisaris, jumlah memiliki pengaruh in Saudi Arabia”. anggota komisaris, angyang signifikan gota komite audit terhadap Voluntary independen, pemisahan Disclosure. CEO dan komisaris (CEO Duality), kualitas audit dan kepemilikan pemerintah. Variabel Dependen: Voluntary Disclosure. Alat Analisis: Multivariate regression analysis.
14.
Abed Al-Nasser Sampel dalam penelitian Abdallah dan Mostafa ini adalah annual reports Kamal Hassan (2014). tahun 2008 dari 424 perusahaan publik pada GCC. Judul: “The Determinants of
Terdapat hubungan positif antara CRD dengan Ukuran perusahaan, Leverage, dan lama menggunakan IFRS.
38
Corporate Risk Variabel Independen: Disclosure in the Gulf Corporate Risk DisCooperative Council closure (CRD). (GCC) Countries”. Variabel Dependen: 7 kategori risk disclosure meliputi: Ukuran, Leverage, Risk Basic, Jumlah Tahun perusahaan menerapkan atau mengikuti sepenuhnya International Financial Reporting (IFRS). Sedangkan dummy variable adalah untuk perusahaan di sektor keuangan/nonkeuangan dan berdasarkan syariah/nonsyariah. Alat Analisis: Univariate and variate analyses. 15.
multi-
Bader Al-Shammari Sampel dalam penelitian (2014). ini adalah 109 perusahaan non keuangan yang terdaftar dalam Judul: “An Investigation of Bursa Kuwait. the Impact of Variabel Independen: Corporate Governance Board size, non-executive Mechanisms on Level directors, percentage of of Corporate Risk family members on Disclosure: Evidence board, role duality dan from Kuwait”. Komite Audit.
Board size berpengaruh positif terhadap CRD. Sementara role duality tidak memiliki pengaruh positif terhadap CRD.
Variabel Dependen: Risk Disclosure perusahaan. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model.
39
16.
Bader Al-Shammari Penelitian ini meng(2014). analisa sampel atas 109 Annual Report dari perusahaan nonkeJudul: “Kuwait Corporate uangan yang terdaftar di Characteristics and bursa. Level of Risk Disclosure: A Content Variabel Independen: Analysis Approach”. Ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, likuiditas, kompleksitas, tipe auditor dan tipe industri.
a. Ukuran perusahaan, likuiditas, kompleksitas dan tipe auditor memiliki hubungan positif dengan CRD. b. Variabel lain seperti leverage dan profitabilitas tidak memiliki hubungan signifikan dengan tingkat CRD.
Variabel Dependen: Corporate Risk Disclosure. Alat Analisis: Multivariate regression analysis. 17.
Mazurina Mohd Ali Penelitian ini meng- a. Tenure dan etnisitas dan Dennis Taylor analisa sampel atas 200 dari Direksi memiliki (2014). perusahaan terkemuka di pengaruh yang Malaysia. signifikan terhadap pengambilan kebijakan Judul: “Corporate Risk Variabel Independen: terkait CRD. Disclosure in Usia, functional track, b. Latar belakang komite Malaysia: The pendidikan, tenure dan audit tidak memiliki Influence of etnisitas. pengaruh terhadap Predispositions of pengambil kebijakan Chief Executive Variabel Dependen: terkait CRD. Officers and Chairs of Corporate Risk DisAudit Committee”. closure. Alat Analisis: Multiple regression analysis.
18.
Mohamed Akhtaruddin, Monirul Alam Hossain, Mahmud Hossain dan Lee Yao (2014)
Penelitian ini menganalisa sampel atas 105 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun 2002.
a. Terdapat hubungan positif antara jumlah anggota komisaris dan proporsi Independent Non-executives Directors dengan
40
Judul: “Corporate Governance and Voluntary Disclosure in Corporate Annual Reports of Malaysian Listed Firms”.
Variabel Independen: Jumlah anggota komisaris, Independent Nonexecutives Directors, struktur kepemilikan, kontrol keluarga dan komite audit.
pengungkapan sukarela. b. Variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela.
Variabel Dependen: Tata Kelola Perusahaan dan Pengungkapan sukarela. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena masih sedikit penelitian tentang tingkat pengungkapan risiko (Corporate Risk Disclosure) terutama yang dilakukan pada industri perbankan, khususnya di Indonesia. 2. Pada penelitian ini terdapat penambahan variabel yaitu anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan dan mengganti variabel Leverage. Alasan penggantian variabel Leverage tersebut disebabkan karena walaupun Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan risiko perusahaan akan tetapi definisi operasional terhadap variabel Leverage kurang tepat jika digunakan pada industri perbankan. Sebagaimana diketahui dalam neraca bank disisi Liabilities sebagian besar merupakan dana pihak ketiga yang merupakan kewajiban/hutang bank.
41
2.3. Rerangka Pemikiran Dalam penelitian ini variabel dependen dan variabel independen yang digunakan adalah: Variabel Independen
Variabel Dependen
Ukuran Bank Profitabilitas Jumlah Kepemilikan Saham Publik
Corporate Risk Disclosure
Jumlah Anggota Dewan Komisaris Jumlah Rapat Dewan Komisaris Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan
Sumber: Data Diolah
1. Variabel Dependen : Corporate Risk Disclosure Corporate Risk disclosure dalam penelitian ini diperoleh dari skor total pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dibagi jumlah item pengungkapan yang diwajibkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Oorschoot (2009). Skor 1 diberikan untuk item risiko yang diungkapkan oleh perusahaan dan skor 0 bagi item yang tidak diungkapkan oleh perusahaan. Risiko yang wajib diungkapkan tersebut mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan
42
Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Dimana dalam 2 (dua) ketentuan tersebut risiko yang wajib diungkapkan oleh Bank meliputi: (1) Risiko kredit, (2) Risiko pasar yang dibagi menjadi risiko suku bunga dan risiko nilai tukar, (3) Risiko likuiditas, (4) Risiko operasional, (5) Risiko hukum, (6) Risiko reputasi, (7) Risiko strategi, dan (8) Risiko kepatuhan.
2. Variabel Independen Variabel Independen pada penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan. Pemilihan variabel independen ini memperhatikan faktor kinerja perusahaan yang ditunjukkan dengan Total Aset (ukuran perusahaan) dan Profitabilitas, serta memperhatikan Tata Kelola Perusahaan yang direpresentasikan dengan jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, kepemilikan saham oleh publik. Selain itu terdapat 1 (satu) variabel independen lain yaitu komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, sebagai variabel baru yang diuji. Selanjutnya masing-masing Variabel Independen tersebut akan diuraikan sebagai berikut: a. Ukuran Bank (CSIZE) Besar ukuran perusahaan (bank) dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Perusahaan besar memiliki banyak pemegang kepentingan, oleh karena itu semakin besar perusahaan maka semakin besar
43
pengungkapan
informasi
untuk
memenuhi
kebutuhan
para
pemegang
kepentingan (Amran et al. 2009, 45). Ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan risiko. Perusahaan besar akan mengungkapkan risiko lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian Hossain (2008), Elzahar dan Hussainey (2012), Juhmani (2013), Abdallah dan Hassan (2014) dan Al-Shammari (2014) yang menemukan hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan risiko. Dalam penelitian ini karena sektor industri yang akan diteliti adalah perbankan di Indonesia maka dalam menentukan ukuran bank sampel diukur atau direpresentasikan dengan total aktiva.
b. Profitabilitas (PROFIT) Profitabilitas adalah salah satu penilaian kinerja manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu peningkatan laba, sedangkan tingkat profitabilitas adalah suatu cara untuk menggambarkan posisi laba perusahaan. Laba berperan penting dalam menarik minat investor (Gitman 2012, 79). Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur melalui beberapa cara. Terdapat tiga rasio yang digunakan dalam rasio profitabilitas, yaitu rasio Profit Margin, Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).
44
Pada penelitian ini rasio profitabilitas menggunakan Return on Total Assets (ROA) atau sering juga disebut dengan Return on Investment (ROI). Rasio ini mengukur efektivitas manajemen dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan asset yang dimiliki. Semakin tinggi ROA maka semakin akan semakin baik (Gitman 2012, 81). Rasio ini membandingkan antara pendapatan bersih setelah pajak dengan total aktiva. ROA = Pendapatan Bersih Setelah Pajak Total Aktiva
Pada sektor industri perbankan khususnya di Indonesia aspek profitabilitas termasuk komponen yang diperhitungkan dalam menilai tingkat kesehatan bank umum. Dalam sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum salah satu parameter/indikator penilaian faktor rentabilitas adalah kinerja bank dalam menghasilkan laba yaitu dengan menghitung ROA bank baik rata-rata maupun disetahunkan. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum di Indonesia diatur dalam: 1) Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang mencabut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum 2) Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang mencabut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
45
Peringkat kesehatan bank umum merupakan total (komposit) dari faktor penilaian berupa Profil risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings) dan Permodalan (capital). Dimana ROA menjadi salah satu komponen penilaian dalam faktor penilaian rentabilitas (earning). Dalam PBI No. 6/10/PBI/2004 yang pelaksanaannya diatur dalam SEBI No. 6/23/DPNP penilaian atas rasio ROA diuraikan sebagaimana Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Rasio ROA dan Peringkat Kesehatan Rasio Peringkat ROA > 1,5% 1 1,25% < ROA ≤ 1,5% 2 0,5% < ROA ≤ 1,25% 3 0 < ROA ≤ 0,5% 4 ROA ≤ 0% 5 Sumber: SEBI No. 6/23/DPNP
Sedangkan dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 yang pelaksanaannya diatur dalam SEBI No. 6/10/PBI/2004 penilaian atas rasio ROA diatur secara umum bahwa: 1) Peringkat 1: Rentabilitas sangat memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan permodalan Bank. 2) Peringkat 2: Rentabilitas memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan permodalan Bank. 3) Peringkat 3: Rentabilitas cukup memadai, laba memenuhi target, namun terdapat tekanan terhadap kinerja laba yang dapat menyebabkan penurunan laba namun cukup dapat mendukung pertumbuhan permodalan Bank.
46
4) Peringkat 4: Rentabilitas kurang memadai, laba tidak memenuhi target dan diperkirakan akan tetap seperti kondisi tersebut di masa datang sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan permodalan Bank dan kelangsungan usaha Bank. 5) Peringkat 5: Rentabilitas tidak memadai, laba tidak memenuhi target dan tidak dapat diandalkan serta memerlukan peningkatan kinerja laba segera untuk memastikan kelangsungan usaha bank. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hossain (2008) dan AlMoataz dan Hussainey (2012) menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan.
c. Jumlah Kepemilikan Saham Publik (ISSUE) Jumlah kepemilikan saham oleh publik ditentukan oleh persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak publik. Pengertian publik disini adalah pihak individu yang berada di luar manajemen dan tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Kepemilikan saham oleh publik umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan saham publik, semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan, sehingga banyak pula informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Struktur kepemilikkan dibagi ke dalam dua bagian yaitu kepemilikan eksternal (external block ownership) dan blok kepemilikan internal (insider block ownership) atau kepemilikan manajerial (managerial block ownership).
47
Pada negara yang perlindungan terhadap investornya lemah, pemusatan kepemilikan menjadi pengganti dari perlindungan untuk investor. Hal ini dikarenakan, jika saham lebih banyak dipegang oleh kepemilikkan eksternal maka pihak perusahaan dituntut untuk memberikan laporan yang transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap investor. Permintaan para stakeholder akan pengungkapan yang lebih luas, menuntut perusahaan untuk mengungkapkan informasi khususnya informasi mengenai risiko secara transparan dan lengkap. Menurut teori stakeholder, dengan mengungkapkan informasi risiko secara lebih mendalam dan luas menunjukkan bahwa perusahaan berusaha untuk memuaskan kebutuhan akan informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder.
d. Jumlah Anggota Dewan Komisaris (BSIZE) Jumlah anggota dewan komisaris direpresentasikan dengan jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan baik yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan (independen). Dalam sistem perbankan Indonesia pengaturan mengenai jumlah anggota dewan komisaris diatur dalam PBI No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum juncto PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Pada Pasal 4 dengan tegas diatur bahwa Jumlah anggota dewan komisaris paling kurang 3 orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi. Sementara pada
48
Pasal 5 ditegaskan pula bahwa dewan komisaris terdiri dari komisaris dan Komisaris Independen yang paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Sesuai dengan penelitian Suhardjanto et al. (2012), Suhardjanto dan Dewi (2011), Amran et al. (2010), Al-Janadi (2013), Al-Shammari (2014) dan Akhtaruddin et al. (2014) menunjukkan bahwa jumlah anggota komisaris memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan.
e. Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RPTDEKOM) Dalam mengukur jumlah rapat dewan komisaris, maka khusus pada industri perbankan di Indonesia mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Dalam ketentuan tersebut pada Pasal 15 ditegaskan bahwa rapat dewan komisaris wajib diselenggarakan secara berkala paling kurang 4 kali dalam setahun. Dimana rapat dewan komisaris wajib dihadiri oleh seluruh anggota dewan komisaris secara fisik paling kurang 2 kali dalam setahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto et al. (2012) serta Suhardjanto dan Dewi (2011) menunjukkan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan.
49
f. Adanya Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada manajemen perusahaan. Mengingat manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi
dan
daya
saing
perusahaan
sedangkan
Dewan
Komisaris
bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Gregory, 2001, 12-13). Dalam Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 1 butir 6 ditegaskan bahwa Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Adanya anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan merupakan salah satu indikator baru yang digunakan dalam penelitian ini. Indikator ini perlu kiranya diteliti untuk melihat apakah anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) suatu Bank. Oleh sebab itu akan dilihat pada
50
setiap sampel apakah terdapat anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan.
2.4. Hipotesis Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang beragam mengenai hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan risiko (risk disclosure). Keragaman faktor-faktor yang mempengaruhi itu membuat berbagai penelitian terdahulu tersebut memiliki hasil yang berbeda, hal tersebut karena dipengaruhi oleh sektor industri dan negara tempat penelitian yang juga berbeda. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penelitian ini mengukur pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan. Adapun Hipotesis yang dikembangkan adalah: H1: Ukuran Bank memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri Perbankan Indonesia. H2: Profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri Perbankan Indonesia. H3: Kepemilikan saham publik memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri Perbankan Indonesia. H4: Jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
51
H5: Jumlah rapat dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). H6: Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). H7: Ukuran perusahaan, profitabilitas, kepemilikan saham publik, jumlah anggota komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, berpengaruh secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia.
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Umar (2011, 34) metode deskriptif bertujuan untuk menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Dalam penelitian kualitatif menggunakan data yang bukan dalam bentuk skala rasio, tetapi dalam bentuk skala yang lebih rendah, sehingga jelas apa yang akan disamakan dan dibedakan dari apa yang akan diperbandingkan dalam rangka menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian (Umar, 2011, 37). Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa Annual Report bank umum di Indonesia pada tahun 2012 dan 2013. Penelitian ini tergolong sebagai hypotesis testing, yaitu suatu penelitian yang sudah memiliki kejelasan dan gambaran. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabelvariabel penelitian. Penelitian ini mengidentifikasi fakta atau peristiwa sebagai variabel yang dipengaruhi (Variabel dependen) dan melakukan penelitian terhadap variabel-variabel yang terpengaruhi (Variabel independen).
3.2. Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum konvensional telah go public (terbuka) di Indonesia yang tercatat di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, serta telah menerbitkan Annual Report pada tahun 2012 dan 2013. Jumlah
53
bank umum di Indonesia yang terdaftar di Bank Indonesia hingga Desember 2014 adalah 120 Bank, terdiri dari 109 bank umum konvensional dan 11 Bank Syariah. Dari 109 bank umum konvensional tersebut tercatat 39 bank telah go public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Tabel 3.1 Jumlah Bank Sebagai Obyek Penelitian No
Objek Penelitian 39 (1) 38
Keterangan
1 2
Jumlah Bank di Indonesia yang telah Tbk Jumlah Bank Syariah di Indonesia yang telah Tbk
3
Jumlah Bank Konvensional yang telah Tbk yang IPO setelah tahun 2013
4
Jumlah Bank yang terdaftar di Bursa namun mengalami suspensi pada tahun 2012 dan 2013 Total
(3) 35 (1) 34
Daftar 34 bank konvensional yang telah Tbk pada tahun 2012-2013 sebagai obyek penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Daftar 34 Bank sebagai Obyek Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk
Kode PNBN BDMN BNGA BNII BNLI INPC NISP BBNI MAYA BVIC BNBA BBCA MEGA BBNP BEKS BKSW BABP
Tahun Listing 1982 1989 1989 1989 1990 1990 1994 1996 1997 1999 1999 2000 2000 2001 2001 2002 2002
54
Sambungan Tabel 3.2 No. 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk Bank Sinarmas, Tbk BPD Jatim Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank Mitraniaga Tbk
Kode BSWD BBRI BMRI AGRO BBKP SDRA MCOR BACA BTPN BAEK BBTN BJBR BSIM BJTM NOBU BBMD NAGA
Tahun Listing 2002 2003 2003 2003 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2010 2010 2012 2013 2013 2013
Sumber: Data diolah
Sesuai dengan PBI Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan SEBI No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, maka bank memiliki kewajiban pengungkapan risiko yang harus diungkapkan dalam Annual Report. Kedua ketentuan tersebut diterbitkan pada tahun 2012 dan mulai berlaku/diimplementasikan bagi seluruh Bank di Indonesia pada saat menyusun Annual Report tahun 2012. Sehingga Annual Report yang digunakan dalam penelitian ini adalah Annual Report tahun 2012 dan 2013. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Umar, 2011, 92). Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel adalah:
55
1. Sampel yang dipilih adalah bank umum konvensional yang telah go public (Terbuka) terdaftar di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. 2. Sampel yang dipilih adalah bank umum konvensional yang mempublikasikan annual report pada tahun 2012 dan 2013 pada website (situs) perusahaan masingmasing dan juga website (situs) Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). 3. Sampel yang dipilih kemudian adalah bank umum konvensional yang memiliki annual report lengkap pada tahun 2012 dan 2013 dengan data-data lengkap yang terkait dengan variabel penelitian. Berdasarkan hal tersebut kemudian dikumpulkan Annual Report masing-masing bank pada tahun 2012 dan 2013. Sehingga kemudian diperoleh Annual Report bank umum konvensional yang telah go public pada tahun 2012 dan 2013 yang lengkap sebanyak 34 bank dengan jumlah sampel sebanyak 68 Annual Report.
3.3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi sebagai metode untuk pengumpulan data. Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber data dokumenter seperti Annual Report Bank Umum di Indonesia yang telah dipublikasikan pada tahun 2012 dan 2013 sebagai sampel dalam penelitian. Proses penggunaan metode dokumentasi dengan cara mengumpulkan dan meringkas data yang terkait dengan penelitian. Tahapan selanjutnya dilakukan penelusuran dan pencatatan informasi pada Annual Report yang terkait penelitian yaitu: ukuran bank, profitabilitas, jumlah saham yang diterbitkan ke publik, jumlah anggota komisaris,
56
jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan.
3.4. Definisi Operasional Variabel 1.
Variabel Dependen Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah Corporate Risk Disclosure. Tingkat corporate risk disclosure diukur dengan menggunakan teknik skoring. Hal ini sesuai dengan penelitian Oorschoot (2009). Skor 1 diberikan untuk item risiko yang diungkapkan oleh perusahaan dan skor 0 bagi item yang tidak diungkapkan oleh perusahaan. Risk disclosure dalam penelitian ini diperoleh dari skor total pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dibagi jumlah item pengungkapan yang diwajibkan. Risiko yang wajib diungkapkan tersebut mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353) dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Dimana dalam 2 (dua) ketentuan tersebut risiko yang wajib diungkapkan meliputi: (1) Risiko kredit, (2) Risiko pasar yang dibagi menjadi risiko suku bunga dan risiko nilai tukar, (3) Risiko likuiditas, (4) Risiko operasional, (5) Risiko hukum, (6) Risiko reputasi, (7) Risiko strategi, dan (8) Risiko kepatuhan.
57
Persamaan yang digunakan untuk menghitung tingkat kuantitas risk disclosure dalam penelitian ini:
Dimana: RDSBY MAXBY i SCOREiBY
2.
= Skor pengungkapan bank B pada tahun Y = Nilai maksimum yang mungkin dicapai bank B pada tahun Y = Item dalam framework = Skor untuk item i, bank B pada tahun Y
Variabel Independen a.
Ukuran Bank Dalam penelitian ini karena sektor industri yang akan diteliti adalah perbankan di Indonesia maka untuk sampel ukuran bank ditentukan dengan menggunakan jumlah total aset setiap bank yang diungkapkan pada tahunan 2012 dan 2013.
b.
Profitabilitas Rasio profitabilitas pada penelitian ini menggunakan Return on Assets (ROA). Rasio ini berfungsi untuk membandingkan antara pendapatan bersih setelah pajak dengan jumlah aktiva. Rasio ROA ini diperoleh dari informasi ROA yang diungkapkan oleh bank pada tahunan 2012 dan 2013. ROA = Pendapatan Bersih Setelah Pajak Total Aktiva
58
c.
Jumlah Kepemilikan Saham Publik Jumlah kepemilikan saham oleh publik ditentukan oleh persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak publik. Pengertian publik disini adalah pihak individu yang berada di luar manajemen dan tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Jumlah saham publik tersebut adalah jumlah saham publik yang diungkapkan oleh setiap bank dalam laporan tahunan 2012 dan 2013.
d.
Jumlah Rapat Dewan Komisaris Jumlah rapat dewan komisaris adalah jumlah rapat dewan komisaris dan jumlah rapat gabungan antara dewan komisaris dengan direksi, yang dilakukan dalam satu tahun, sebagaimana yang disampaikan setiap bank dalam laporan tahunan 2012 dan 2013. Dimana sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, dewan komisaris wajib menyelenggarakan rapat secara berkala sekurangkurangnya empat kali dalam setahun.
e.
Jumlah Anggota Dewan Komisaris Jumlah anggota dewan komisaris direpresentasikan dengan jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan, baik yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan (independen). Hal ini sesuai dengan jumlah anggota dewan komisaris yang tercatat dalam laporan tahunan 2012 dan 2013.
59
f.
Adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan dapat dilihat pada setiap sampel apakah terdapat anggota dewan komisaris yang merupakan mantan/pensiunan pejabat Bank Indonesia.
3.5. Metode Analisis Data/Teknik Pengolahan Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda dimaksudkan untuk menguji sejauh mana dan bagaimana arah variabel-variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah: RDS = α+β1CSIZE+β2PROFIT+β3ISSUE+β4BSIZE+β5RPTDEKOM+β6BIDEKOM
Dimana: RDS CSIZE PROFIT ISSUE BSIZE RPTDEKOM BIDEKOM
= Risk Disclosure Score = Ukuran Bank = Profitabilitas = Jumlah Kepemilikan Saham Publik = Jumlah anggota Komisaris = Jumlah Rapat Dewan Komisaris = Adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan α = Konstanta β1,β2,β3,β4, β5,β6 = Koefisien Regresi
1.
Uji Asumsi Klasik Pengujian dengan menggunakan regresi linier berganda dapat dilaksanakan setelah memenuhi asumsi klasik, tujuannya adalah agar variabel independen sebagai estimator atas variabel independen tidak bias (Gujarati, 2012, 67).
60
Pengujian
ini
meliputi
uji
normalitas,
uji
multi-kolinieritas
dan
uji
heteroskedastisitas. Adapun penjelasan masing-masing uji asumsi klasik adalah sebagai berikut: a.
Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Untuk melihat residual memiliki distribusi normal atau sebaliknya maka dapat dilakukan dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2012, 119). Analisis grafik dapat dilakukan dengan melihat “normal probability plot” yang membandingkan antara distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggantikan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2014, 119). Untuk meningkatkan hasil uji normalitas data, maka uji statistik yang digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika pada hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan p-value lebih besar dari 0,05, maka data berdistribusi normal dan sebaliknya, jika p-value lebih kecil dari 0,05, maka data tersebut berdistribusi tidak normal.
b.
Uji Multikolinearitas Salah satu persyaratan dalam analisis regresi ganda selain normalitas adalah Multikolinieritas. Multikolinieritas adalah tidak adanya hubungan yang
61
linier antara variabel independen. Jika terdapat hubungan linier antar sesama variabel
independen
maka
dapat
dikatakan
model
terkena
masalah
multikolinier. Pengaruh dari multikolineritas hanyalah sulit untuk mendapatkan koefisien dengan standard error yang kecil (Ghozali, 2014, 34). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari: pertama, nilai tolerance dan lawannya serta kedua, Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Apabila nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinieritas.
c.
Uji Heteroskedasitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka
disebut
homoskedastisitas
dan
jika
berbeda
disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak
terjadi
heteroskedastisitas.
Kebanyakan
data
crossection
mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar). Ada
beberapa
cara
untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
heteroskedastisitas. Salah satunya adalah dengan Metode Grafik. Metode
62
Grafik melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Ghozali, 2014, 47). Jika ada pola tertentu, misal seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka hal itu mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau homokedastisitas. Untuk mendapatkan hasil pengujian yang lebih akurat diperlukan uji statistik lain. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Rank Spearman (Ghozali, 2014, 53).
2.
Pengujian Hipotesis Setelah melakukan pengujian normalitas dan pengujian atas asumsi-asumsi klasik, langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian Hipotesis 1 (H1). Prosedur ini dilakukan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis dengan alat analisis yaitu uji t, uji F dan nilai koofisien determinansi (R2). a.
Uji Stastitik t Menurut Ghozali (2014, 23) uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen
63
dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: 1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
b.
Uji Stastitik F Uji statistik F digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2014, 22). Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi tingkat 0.05 (α = 5%). Variabel independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen jika signifikansi < 0.05 maka hipotesis penelitian akan diterima (koefisien regresi signifikan), tetapi jika variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen maka akan memiliki tingkat signifikansi > 0.05 maka hipotesis penelitian akan ditolak (koefisien regresi tidak signifikan).
64
c.
Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi R2 untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model penelitian dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi R2 adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Jika variabel uji R2 memiliki nilai 0 (nol) atau mendekati 0 (nol), berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen mengalami keterbatasan, tetapi jika variabel uji R2 memiliki nilai 1 (satu) atau mendekati 1 (satu) maka variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2014, 21).
65
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum konvensional yang telah go public (terbuka) yang tercatat di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Jumlah bank umum konvensional di Indonesia yang terdaftar di Bank Indonesia hingga Desember 2014 adalah sebanyak 109 bank umum konvensional. Dimana tercatat 38 bank umum konvensional telah go public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari 38 bank tersebut 3 (tiga) bank baru terdaftar di BEI pada tahun 2014 dan 1 (satu) bank mengalami suspensi di BEI. Sesuai dengan PBI Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan SEBI No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, maka bank memiliki kewajiban pengungkapan risiko yang harus diungkapkan dalam Annual Report. Ketentuan tersebut diterbitkan pada tahun 2012 dan mulai berlaku/diimplementasikan bagi seluruh bank di Indonesia pada saat menyusun Annual Report tahun 2012. Guna kepentingan penelitian ini maka selanjutnya dikumpulkan Annual Report bank umum konvensional yang telah go public pada tahun 2012 dan 2013. Hingga akhirnya diperoleh Annual Report lengkap 34 bank dengan jumlah sampel sebanyak 68 Annual Report.
66
4.2. Analisis Hasil Penelitian Analisis dalam penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu analisis deskriptif sebagai tahap pertama untuk mendeskripsikan klasifikasi variabel yang akan diteliti. Kemudian tahap kedua melakukan uji asumsi klasik sebagai prasyarat analisis regresi linear berganda dan tahap ketiga melakukan uji hipotesis untuk melihat variabel independen mana yang signifikan mempengaruhi tingkat pengungkapan risiko perbankan.
1. Statistik Deskriptif Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 dan 2013 dengan sampel sebanyak 34 bank konvensional yang telah Tbk, dimana diperoleh sejumlah 34 bank x 2 tahun = 68 data observasi. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, sedangkan variabel dependennya adalah Risk Disclosure Score (RDS). Data untuk variabel ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan dan Risk Disclosure Score (RDS) diperoleh melalui perhitungan yang diolah berdasarkan laporan keuangan tahunan yang diperoleh dari BEI. Statistik deskriptif yang akan dibahas meliputi: jumlah data (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, serta standar deviasi untuk masing-masing variabel, seperti terlihat pada tabel 4.1.
67
Tabel 4.1 Deskripsi variabel Penelitian Observasi Awal Descriptive Statistics N ASSET ROA SAHAM KOMISARIS RAPAT BI RDS Valid N (listwise)
68 68 68 68 67 68 68 67
Minimum Maximum 1048.15 733099.76 -.01 .05 .00 .51 2.00 9.00 4.00 79.00 .00 1.00 23.53 100.00
Mean 105400.2 .0219 .2261 4.9853 17.7761 .2353 80.7957
Std. Deviation 170083.31358 .01340 .16017 1.80788 16.96326 .42734 17.88342
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.1, dapat kita lihat untuk nilai minimum variabel ukuran bank yaitu senilai 1048,15 dan nilai maksimum 733099,766 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 105400,2 dengan standar deviasi sebesar 170083,313. Nilai minimum untuk variabel profitabilitas yaitu senilai -0,01 dan nilai maksimum 0,05 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 0,02 dengan standar deviasi sebesar 0,013. Nilai minimum untuk variabel jumlah kepemilikan saham publik yaitu senilai 0,00 dan nilai maksimum 0,51 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 0,22 dengan standar deviasi sebesar 0,160. Nilai minimum untuk variabel jumlah anggota dewan komisaris yaitu senilai 2 dan nilai maksimum 9 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 4,98 dengan standar deviasi sebesar 1,807. Nilai minimum untuk variabel jumlah rapat dewan komisaris yaitu senilai 4 dan nilai maksimum 79 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 17,77 dengan standar deviasi sebesar 16,963. Nilai minimum untuk variabel adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan yaitu senilai 0,00 dan nilai maksimum 1 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 0,23 dengan standar deviasi
68
sebesar 0,427. Nilai minimum untuk variabel RDS yaitu senilai 23,53 dan nilai maksimum 100 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 80,79 dengan standar deviasi sebesar 17,883.
2. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian jenis ini digunakan untuk menguji asumsi, apakah model regresi yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi asumsi klasik layak uji atau tidak. Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan bahwa multikorelasi dan heteroskedastisitas tidak terdapat dalam model yang digunakan dan data yang digunakan terdistribusi normal. Jika semua itu terpenuhi bahwa model analisis telah layak digunakan (Gujarati, 2008). Uji asumsi klasik ini akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
a. Uji Normalitas Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan mengamati grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan melalui perhitungan SPSS. Apabila grafik tersebut menunjukkan titik-titik yang menyebar disekitar garis lurus diagonal dan mengikuti arah garis tersebut atau berada disekitar dan sepanjang garis 45°, maka regresi memiliki distribusi data normal, sebaliknya jika titik-titik menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis tersebut, maka regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2012, 119).
69
Selain itu juga uji normalitas data bisa dilakukan melalui uji KolmogorovSmirnov. Kriteria uji, tolak Ho atau data tidak terdistribusi normal jika nilai probabilitas lebih rendah dibandingkan 0,05. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) 13. Berikut merupakan hasilnya: Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b
Unstandardiz ed Residual 67 .0000000 13.69611993 .145 .058 -.145 1.185 .121
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
Adapun grafik plot penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Grafik Plot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: RDS 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
70
Tabel di atas merupakan output SPSS 13 untuk pengujian normalitas data. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai probabilitas sebesar 0,121 karena nilai probabilitas tersebut lebih tinggi dibandingkan 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa data mengikuti pola distribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menunjukkan apakah terdapat hubungan (korelasi) yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel bebas yang terdapat dalam model, yaitu koefisien korelasinya tinggi atau bahkan satu (Algifari, 2000, 84). Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinieritas dilakukan dengan melihat harga VIF (Variance Inflation Factor) melalui SPSS. Apabila nilai tolerance-nya diatas 0,1 dan VIF dibawah 10, maka model regresi bebas
dari
multikolinieritas
(Ghozali,
2014,
34).
Adapun
hasil
uji
multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa
Model 1
ASSET ROA SAHAM KOMISARIS RAPAT BI
Collinearity Statistics Tolerance VIF .442 2.261 .682 1.467 .693 1.442 .600 1.668 .592 1.688 .792 1.263
a. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
71
Tabel 4.3 di atas merupakan hasil output SPSS pengujian multikolinieritas data. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai VIF berada di bawah 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada variabel bebas.
c. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap variabel bebas dengan nilai mutlak residualnya menggunakan korelasi Rank Spearman. Kriteria uji tolak Ho atau terdapat heteroskedastisitas jika nilai probabilitas korelasi lebih rendah dibandingkan 0,05. Selain itu dapat pula dengan menggunakan Metode Grafik. Metode Grafik melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Ghozali, 2014, 47). Pada tabel 4.4 berikut ini akan ditampilkan mengenai hasil uji Rank Spearman.
72
Tabel 4.4 Hasil Rank Spearman Correlations
Spearman's rho
ASSET
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
ROA
SAHAM
KOMISARIS
RAPAT
BI
Unstandardized Residual
Unstandardized Residual .017 .892 67 .010 .933 67 -.083 .505 67 -.092 .461 67 -.063 .612 67 .092 .457 67 1.000 . 67
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Adapun diagram Scatter Plot disajikan pada Gambar 4.2 berikut ini. Gambar 4.2 Diagram Scatter Plot Scatterplot
Dependent Variable: RDS
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2 -4
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Studentized Residual
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Tabel 4.4 di atas menggambarkan hasil output SPSS pengujian heteroskedastisitas. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai
73
probabilitas korelasi untuk variabel adalah lebih dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada semua variabel dan pada gambar scatterplot titik-titik tersebut menyebar secara acak, yang artinya tidak terdapat heterokedastisitas.
3. Uji Hipotesis Untuk melihat pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, maka digunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut:
RDS = α+β1CSIZE+β2PROFIT+β3ISSUE+β4BSIZE+β5RPTDEKOM+β6BIDEKOM
Dimana: RDS CSIZE PROFIT ISSUE BSIZE RPTDEKOM BIDEKOM
= Risk Disclosure Score = Ukuran Bank = Profitabilitas = Jumlah Kepemilikan Saham Publik = Jumlah Anggota Dewan Komisaris = Jumlah Rapat Dewan Komisaris = Adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan α = Konstanta β1, β2, β3, β4, β5, β6 = Koefisien Regresi
Hasil pengolahan software SPSS untuk analisis regresi berganda disajikan pada tabel berikut:
74
Tabel 4.5 Analisis Regresi Berganda Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 72.799 7.002 ASSET 3.37E-005 .000 ROA -384.614 166.087 SAHAM 18.629 13.214 KOMISARIS 1.438 1.256 RAPAT .241 .135 BI -9.989 4.625
Standardized Coefficients Beta .339 -.292 .176 .154 .241 -.253
t 10.397 2.164 -2.316 1.410 1.145 1.783 -2.160
Sig. .000 .034 .024 .164 .257 .080 .035
a. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, diperoleh bentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: RDS = 72.79 + 3,37x10-05 CSIZE – 384.6 PROFIT + 18.62 ISSUE + 1.43 BSIZE+ 0.24 RPTDEKOM – 9.98 BIDEKOM
Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan nilai variabel bebas lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel terikat diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel bebasnya. Dari persamaan regresi linier berganda diatas diperoleh nilai konstanta sebesar 72,79. Artinya, jika variabel tingkat pengungkapan risiko perusahaan tidak dipengaruhi oleh keenam variabel bebasnya, maka besarnya akan bernilai 72,79. Tanda koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari variabel yang bersangkutan dengan Pencapaian. Koefisien regresi untuk variabel bebas ukuran bank (CSIZE) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara ukuran bank dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien
75
regresi variabel ukuran bank (CSIZE) sebesar 3,37x10-05 mengandung arti untuk setiap pertambahan ukuran bank (CSIZE) sebesar satu satuan akan menyebabkan meningkatnya tingkat pengungkapan risiko perusahaan sebesar 3,37x10-05. Koefisien regresi untuk variabel bebas profitabilitas (PROFIT) bernilai negatif, menunjukkan adanya hubungan dua arah antara profitabilitas dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien regresi variabel profitabilitas (PROFIT) sebesar 384,6 mengandung arti untuk setiap pertambahan profitabilitas sebesar satu satuan akan menyebabkan menurunnya tingkat pengungkapan risiko perusahaan sebesar 384,6. Koefisien regresi untuk variabel bebas jumlah kepemilikan saham publik (ISSUE) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara jumlah kepemilikan saham publik (ISSUE) dengan tingkat pengungkapan risiko Perusahaan. Koefisien regresi variabel kepemilikan saham publik (ISSUE) sebesar 18,62 mengandung arti untuk setiap pertambahan jumlah kepemilikan saham publik (ISSUE)
sebesar
satu
satuan
akan
menyebabkan
meningkatnya
tingkat
pengungkapan risiko perusahaan sebesar 18,62. Koefisien regresi untuk variabel bebas jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE) dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien regresi variabel jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE) sebesar 1,43 mengandung arti untuk setiap pertambahan jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE)
sebesar
satu
satuan
akan
menyebabkan
meningkatnya
tingkat
pengungkapan risiko perusahaan sebesar 1,43.
76
Koefisien regresi untuk variabel bebas jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien regresi variabel jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) sebesar 0,24 mengandung arti untuk setiap pertambahan jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) sebesar satu satuan akan menyebabkan meningkatnya Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan sebesar 0,24. Koefisien regresi untuk variabel bebas adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) bernilai negatif, menunjukkan adanya hubungan dua arah antara adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) dengan Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Koefisien regresi variabel komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) sebesar 9,98 mengandung arti untuk adanya komisaris berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan (BI) akan menyebabkan meningkatnya tingkat pengungkapan risiko perusahaan sebesar 9,98.
a. Uji Parsial (Uji t) Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabelvariabel bebas secara parsial atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji t. Hipotesis:
77
1) Ho1 : β1 = 0
Ukuran bank (CSIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Ha1 : β1 ≠ 0
Ukuran bank (CSIZE) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
2) Ho2 : β2 = 0
Profitabilitas (PROFIT) tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Ha2 : β2 ≠ 0
Profitabilitas (PROFIT) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
3) Ho3 : β 3 = 0
Jumlah kepemilikan saham (ISSUE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Ha3 : β 3 ≠ 0
Jumlah kepemilikan saham (ISSUE) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
4) Ho4 : β 4 = 0
Jumlah anggota komisaris
(BSIZE)
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha4 : β 4 ≠ 0
Jumlah anggota komisaris (BSIZE) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
5) Ho5 : β 5 = 0
Jumlah
rapat
dewan
komisaris
(RPTDEKOM)
tidak
berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha5 : β 5 ≠ 0
Jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
78
6) Ho6 : β 6 = 0
Adanya komisaris berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas
perbankan
(BIDEKOM)
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha6 : β 6 ≠ 0
Adanya komisaris berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. α = 5% Statistik Uji : thit
=
b Se(b)
, derajat bebas = n-k-1
Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel 2. Tolak Ho jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Hasil uji t berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.6 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 72.799 7.002 ASSET 3.37E-005 .000 ROA -384.614 166.087 SAHAM 18.629 13.214 KOMISARIS 1.438 1.256 RAPAT .241 .135 BI -9.989 4.625
Standardized Coefficients Beta .339 -.292 .176 .154 .241 -.253
t 10.397 2.164 -2.316 1.410 1.145 1.783 -2.160
Sig. .000 .034 .024 .164 .257 .080 .035
a. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Berdasarkan tabel 4.6 di atas diperoleh hasil sebagai berikut:
79
1. Untuk variabel Ukuran Bank (CSIZE) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,164. Karena t hitung (2,164) > t tabel (1,99) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ukuran Bank (CSIZE) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 2. Untuk variabel Profitabilitas (PROFIT) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,316. Karena t hitung (2,316) > t tabel (1,99) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Profitabilitas (PROFIT) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 3. Untuk variabel Jumlah Kepemilikan Saham (ISSUE) diperoleh nilai t hitung sebesar 1,410. Karena t hitung (1,410) < t tabel (1,99) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Jumlah Kepemilikan Saham (ISSUE) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 4. Untuk variabel Jumlah Anggota Komisaris (BSIZE) diperoleh nilai t hitung sebesar 1,145. Karena t hitung (1,145) < t tabel (1,99) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Jumlah Anggota Komisaris (BSIZE) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 5. Untuk variabel Jumlah Rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) diperoleh nilai t hitung sebesar 1, 783. Karena t hitung (1,783) < t tabel (1,99) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
80
6. Untuk variabel Adanya komisaris berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,159. Karena t hitung (2,159) > t tabel (1,99) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Latar belakang Komisaris (BIDEKOM) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
b. Uji Simultan (Uji F) Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabelvariabel bebas secara bersama-sama atas suatu variabel tidak bebas maka digunakan uji F. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari ukuran bank, profitabilitas, jumalh kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan Pengawas perbankan secara simultan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari ukuran bank, profitabilitas,
jumalh
kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan Pengawas perbankan secara simultan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. α = 5%
81
Statistik Uji:
F=
R 2 (n − k − 1) k 1− R2
(
)
Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika F hitung < F tabel 2. Tolak Ho jika F hitung ≥ F tabel F tabel = F α ; (df1, df2) ; df1 = k , df2 = n-k-1 Hasil uji F berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.7 Pengujian Hipotesis Secara Overall (Uji F) ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 6665.169 12380.524 19045.693
df 6 60 66
Mean Square 1110.861 206.342
F 5.384
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), BI, ROA, SAHAM, KOMISARIS, RAPAT, ASSET b. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Dari Tabel 4.7 diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 5,384. Karena nilai F hitung (5,384) > F tabel (2,25), maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
82
c. Uji Determinasi (Uji R2) Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan digunakan analisis korelasi berganda (R). Tabel 4.8 Analisis Korelasi Berganda Model Summary Model 1
R .592a
R Square .350
Adjusted R Square .285
Std. Error of the Estimate 14.36461
a. Predictors: (Constant), BI, ROA, SAHAM, KOMISARIS, RAPAT, ASSET
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Berdasarkan hasil output software SPSS di atas, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,592. Koefisien determinasi yang telah disesuaikan sebesar 28,5% menunjukkan bahwa kontribusi ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan sebesar 28,5% sedangkan sisanya sebesar 71,5% merupakan kontribusi variabel lain.
83
4.3. Pembahasan 1. Pengaruh ukuran bank terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah ukuran bank memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel ukuran perusahaan sebesar 3,37x1005
dengan nilai signifikansi sebesar 0,034, dimana nilai ini signifikan pada tingkat
signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ukuran bank memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan bahwa proporsi naik dan turunnya ukuran perusahaan mempengaruhi terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hasil ini sejalan dengan teori yang berkembang bahwa ukuran bank, yang direpresentasikan dengan total aset, memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Dimana perusahaan dengan aset yang semakin besar akan mengungkapkan risiko lebih baik dibandingkan dengan perusahaan dengan aset kecil. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bank konvensional yang telah Tbk dengan semakin besar total asetnya maka akan semakin baik skor tingkat pengungkapan risikonya kepada publik. Hal ini disebabkan karena bank selain ingin menunjukkan kinerjanya kepada publik juga perlu menunjukkan kinerjanya
84
dalam mengelola risiko, sehingga semakin besar total aset yang dimiliki maka semakin baik pengelolaan risiko. Hubungan antara skor pengungkapan risiko (RDS) dengan besarnya total aset dapat dilihat misalnya pada bank-bank seperti: a. BNI dengan total asset Rp. 386,65 Triliun, b. BRI dengan total asset Rp. 626,18 Triliun dan c. Bank Mandiri dengan total asset Rp. 733,10 Triliun Ketiganya memiliki skor RDS = 100 di tahun 2013. Dengan demikian hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linsley dan Shrives (2006), Hossain (2008), Elzahar dan Hussainey (2012), Juhmani (2013), Abdallah dan Hasan (2014), dan Al-Shammari (2014) yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
2. Pengaruh profitabilitas terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis kedua yang diajukan pada penelitian ini adalah profitabilitas berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel profitabilitas perusahaan sebesar -384,6 dengan nilai signifikansi sebesar 0,024, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) dapat diterima. Sementara nilai koefiesien regresi yang negatif, perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian
85
selanjutnya, hal ini diduga karena penelitian ini dilakukan hanya dalam 2 (dua) periode saja yaitu tahun 2012 dan 2013. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, ini menunjukkan bahwa naik dan turunnya profitabilitas perusahaan mempengaruhi tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Profitabilitas adalah salah satu penilaian kinerja manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu peningkatan laba. Selain itu laba berperan penting dalam menarik minat investor (Gitman 2012, 79). Profitabilitas dalam penelitian ini ditunjukkan dengan rasio ROA. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa bank konvensional yang telah Tbk dan memiliki profitabilitas tinggi juga memiliki tingkat pengungkapan risiko yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri di tahun 2013 memiliki rasio ROA lebih besar dari 3 (sementara rata-rata rasio ROA 34 bank adalah 2,19), dimana RDS nya adalah 100. Oleh sebab itu, semakin besar profitabilitas suatu bank maka semakin besar keinginan bank tersebut mengungkapkan kepada publik, dalam hal ini termasuk juga pengungkapan risiko. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian Hossain (2008) dan penelitian Al-Moataz dan Hussainey (2012) yang menyatakan bahwa variabel profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
3. Pengaruh jumlah kepemilikan saham publik terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis ketiga yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah kepemilikan saham publik memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk
86
disclosure (pengungkapan risiko) pada industri Perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel kepemilikan saham publik sebesar 18,629 dengan nilai signifikansi sebesar 0,164, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa kepemilikan saham publik memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan bahwa jumlah kepemilikan saham publik tidak terlalu mempengaruhi besarnya tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini dapat dipahami mengingat obyek penelitian ini adalah bank konvensional yang telah Tbk, dimana setiap perusahaan yang sudah terdaftar sebagai perusahaan Tbk di pasar modal memiliki kewajiban pengungkapan sesuai regulasi. Bagi bank di Indonesia yang telah Tbk selain harus mematuhi ketentuan pasar modal juga harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia terkait pengungkapan risiko di dalam Annual Report. Hal ini diatur dalam PBI No. 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Sehingga dengan demikian pengungkapan risiko bagi bank yang telah Tbk menjadi suatu hal yang wajib. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Horing dan Grundl (2011) yang menyatakan bahwa cross-listing dan penyebaran kepemilikan berhubungan dengan tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
87
4. Pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis keempat yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel jumlah anggota dewan komisaris sebesar 1,438 dengan nilai signifikansi sebesar 0,257, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa adalah jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan
bahwa
jumlah
anggota
dewan
komisaris
tidak
terlalu
mempengaruhi besarnya tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini disebabkan karena bagi bank yang telah Tbk pengungkapan risiko merupakan kewajiban sesuai regulasi yang harus dipenuhi dan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota dewan komisaris. Selain itu menurut Gregory (2001, 12-13) manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen. Sehingga dengan demikian kebijakan operasional terkait pengungkapan risiko merupakan tugas dan kewenangan Direksi, sementara Komisaris bertugas sebagai pengawas (supervisi) manajemen yang tidak memiliki kewenangan operasional langsung. Oleh sebab itu
88
jumlah Komisaris di bank konvensional yang telah Tbk tidak mempengaruhi kebijakan pengungkapan risiko secara langsung. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Suhardjanto et al. (2012), Amran et al. (2010), Al-Janadi (2013), Al-Shammari (2014) dan Akhtaruddin et al (2014). Namun demikian temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Elzahar dan Hussainey (2012) yang menyatakan bahwa jumlah anggota dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
5. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis kelima yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah rapat dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel jumlah rapat dewan komisaris sebesar 0,241 dengan nilai signifikansi sebesar 0,080, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak mempengaruhi besarnya tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini disebabkan karena pengungkapan risiko perusahaan yang dimuat dalam annual report merupakan
89
kebijakan operasional manajemen dan dibahas oleh manajemen serta jajaran dibawahnya, sehingga tidak menjadi agenda utama pembahasan dalam rapat dewan komisaris. Sehingga jumlah rapat dewan komisaris dalam setahun tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi pengungkapan risiko perusahaan. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Suhardjanto dan Dewi (2011) serta Suhardjanto et al (2012) yang menyatakan bahwa jumlah rapat anggota dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
6. Pengaruh adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis keenam yang diajukan pada penelitian ini adalah komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan sebesar -9,989 dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis keenam yang menyatakan bahwa adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) dapat disimpulkan memiliki pengaruh yang signifikan. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari
90
otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini esuai dengan teori yang berkembang bahwa dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat, aman dan penuh kehati-hatian, maka pengawasan aktif oleh pengawas perbankan sangat penting. Namun demikian pengawasan atau pengendalian internal oleh bank itu sendiri juga tidak kalah penting. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut tentu harus ditunjang dengan personalia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam hal pengawasan, utamanya pada level Komisaris atau Direksi. Sehingga akan sangat membantu bank guna mewujudkan pengawasan dan pengendalian internal yang efektif. Sejalan dengan hal tersebut maka personalia yang pernah bekerja di lembaga pengawasan seperti bank sentral memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
dalam
pengawasan
perbankan
yang
kemudian
dapat
diimplementasikan dalam proses pengendalian internal sebuah bank. Hasil penelitian ini mendukung teori tersebut dimana komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) sebuah bank.
7. Pengaruh seluruh variabel independen secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis ketujuh yang diajukan pada penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang
91
pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, berpengaruh secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai F hitung sebesar 5,384 karena nilai F hitung (5,384) > F tabel (2,25) dan nilai signifikasi adalah 0.000 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Dengan demikian pada perbankan konvensional yang telah Tbk variabel independen dalam penelitian ini satu sama lain saling mempengaruhi terhadap tingkat pengungkapan risiko.
92
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Dari 6 (enam) variabel independen yaitu ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, yang diduga memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan, ternyata terdapat 3 (tiga) variabel
yang
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure). Ketiga variabel tersebut adalah: a. Ukuran bank, dimana dalam penelitian ini disimpulkan bagi bank konvensional yang telah Tbk semakin besar total aset yang dimiliki maka akan semakin baik skor tingkat pengungkapan risikonya kepada publik. Hal ini disebabkan karena bank selain ingin menunjukkan kinerjanya kepada publik juga perlu menunjukkan kinerjanya dalam mengelola risiko. b. Profitabilitas dalam penelitian ini menunjukkan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
93
Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, ini menunjukkan bahwa naik dan turunnya profitabilitas perusahaan mempengaruhi tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Namun demikian nilai koefiesien regresi yang negatif, perlu kiranya diteliti lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya, hal ini diduga terjadi karena penelitian ini dilakukan hanya 2 (dua) periode saja yaitu 2012 dan 2013. c. Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan adalah variabel independen baru yang tidak ada dalam penelitian sebelumnya. Pengawasan atau pengendalian internal oleh bank adalah penting. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut harus ditunjang dengan personalia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam hal pengawasan, utamanya pada level Komisaris atau Direksi. Hal tersebut untuk membantu bank guna mewujudkan pengawasan dan pengendalian internal yang efektif. Sejalan dengan hal tersebut maka personalia yang pernah bekerja di lembaga pengawasan seperti bank sentral memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam pengawasan perbankan yang kemudian dapat diimplementasikan dalam proses pengendalian internal sebuah bank. Hasil penelitian ini mendukung teori tersebut dimana komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) sebuah bank.
94
2. Dari hasil uji t dengan melihat nilai signifikansi maka dapat disimpulkan bahwa yang paling berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko
perusahaan
(Corporate
Risk
Disclosure)
adalah
variabel
profitabilitas dengan nilai signifikansi t sebesar 0,024 dan variabel independen yang paling tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) adalah jumlah anggota dewan komisaris dengan nilai signifikansi t sebesar 0,257.
3. Dari hasil uji F, terbukti bahwa nilai signifikansi F yaitu 0.000 lebih kecil dari nilai signifikansi yang telah ditentukan sebelumnya yaitu 0,05. Dengan demikian maka seluruh variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) sebagai variabel dependen.
5.2. Implikasi Manajerial Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko adalah ukuran bank, profitabilitas dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan. Oleh sebab itu bagi otoritas pengawas perbankan dan pasar modal maka ketiga faktor tersebut perlu diperhatikan dan dicermati, mengingat hal tersebut ternyata berpengaruh
95
signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko. Sehingga kebijakan pengawasan dan pengendalian bank dapat diselaraskan dengan hal tersebut. Sedangkan bagi manajemen perbankan ketiga faktor tersebut harus dipertimbangkan mengingat bank-bank yang memiliki aset dan profitabilitas besar serta adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko bank. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan risiko adalah jumlah kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris. Dengan demikian jumlah ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan risiko. Namun demikian, variabel tersebut tetap perlu menjadi perhatian karena secara simultan variabel independen tersebut satu sama lain saling mempengaruhi terhadap tingkat pengungkapan risiko. Bagi manajemen hasil penelitian ini memperlihatkan pula bahwa nilai/skor RDS rata-rata 34 bank konvensional yang telah Tbk adalah sebesar 80.79%, sehingga bagi bank yang masih memiliki RDS masih di bawah tingkat rata-rata harus meningkatkan lagi pengungkapan risikonya kepada publik. Hal ini selain guna memenuhi ketentuan dari otoritas perbankan dan pasar modal, juga untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya investor yang melihat bank semakin transparan kepada publik.
96
5.3. Saran 1. Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan (OJK) OJK memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan baik di sektor pasar modal dan perbankan oleh sebab itu sebaiknya penilaian atas pengungkapan risiko yang diungkapkan oleh bank di monitor dan dinilai secara khusus. Agar tidak terjadi perbedaan tingkat pengungkapan yang signifikan antar bank, sebaiknya Bank yang telah Tbk tidak hanya diwajibkan untuk menyampaikan laporan tahunannya, akan tetapi juga dievaluasi isi dari laporan tahunan yang telah disampaikan tersebut. Sehingga poin-poin pengungkapan risiko yang disyaratkan dalam ketentuan lebih diungkapkan secara komprehensif oleh setiap bank. Selain itu OJK juga dapat kiranya memasukkan penilaian atas pengungkapan risiko setiap bank ini ke dalam komponen penilaian tingkat kesehatan masing-masing bank.
2. Perbankan Bagi kalangan perbankan kewajiban pengungkapan risiko ini harus menjadi perhatian serius terlebih bagi bank yang telah Tbk. Dalam penelitian ini masih ditemui bank yang memiliki nilai skor RDS dibawah nilai rata-rata 34 bank konvensional yaitu sebesar 80.79%. Dimana pada tahun 2012 dan 2013 terdapat 23 bank yang memiliki RDS diatas rata-rata dan 11 bank yang masih dibawah rata-rata.
97
Bagi Perbankan, baik yang telah Tbk maupun yang belum Tbk, keterbukaan
terutama
dalam
pengungkapan
risiko
adalah
sebuah
keniscayaan. Hal ini disebabkan karena bank dalam berusaha membutuhkan modal utama yaitu kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan itu dapat diperoleh jika masyarakat merasa yakin dan percaya akan kemampuan manajemen dalam mengelola bank tersebut khususnya mengelola risiko.
3. Penelitian Selanjutnya Penelitian ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut, dengan rekomendasi sebagai berikut: a. Jumlah sampel Annual Report dalam yang diteliti dapat ditambahkan dengan Annual Report tahun 2014. b. Jumlah populasi Bank yang diteliti dapat ditambah dan diperluas dengan mengikutkan Bank yang belum Tbk dalam penelitian. c. Menyertakan variabel independen lainnya yang kiranya mempengaruhi tingkat pengungkapan risiko, selain variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, seperti misalnya: CAR, Modal Perusahaan, dan aspek lain dari penerapan GCG yang kiranya berkorelasi terhadap tingkat pengungkapan risiko perbankan.
98
DAFTAR PUSTAKA
Abdallah, Abed Al-Nasser dan Mostafa Kamal Hassan. 2014. The Determinants of Corporate Risk Disclosure in the Gulf Cooperative Council (GCC) Countries. Paper dipresentasikan pada: the BAFA 2014 Annual Conference, London School of Economics and Political Science, UK, April 14-16, 2014. Inggris. Abeysekera, Indra. 2010. The Influence of Board Size on Intellectual Capital Disclosure by Kenyan Listed Firms. Journal of Intellectual Capital 11 (4) hlm. 504-518. Adamu, Musa Uba. 2013. The Need for Corporate Risk Disclosure in the Nigerian Listed Companies Annual Reports. IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), Vol I Issue 6. Adamu, Musa Uba. 2013. Risk Reporting: A Study of Risk Disclosures in the Annual Reports of Listed Companies in Nigeria. Research Journal of Finance and Accounting Vol. 4 No. 16. Ahmed, Anwer S, Anne Beatty dan Bruce Bettinghaus. 1999. Evidence on the Efficacy of Market Risk Disclosures by Commercial Banks. Akhtaruddin, Mohamed, Monirul Alam Hossain, Mahmud Hossain dan Lee Yao. 2009. Corporate Governance and Voluntary Disclosure in Corporate Annual Reports of Malaysian Listed Firms. JAMAR Vol. 7 – Number 1 – 2009. Algifari. 2000. Analisis Regresi, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta. Al-Janadi, Yaseen., Rashidah Abdul Rahman dan Normah Haj Omar. 2013. Corporate Governance Mechanism and Voluntary Disclosure in Saudi Arabia. Research Journal of Finance and Accounting Vol. 4 No. 4, 2013. Ali, Mazurina Mohd dan Dennis Taylor. 2014. Corporate Risk Disclosure in Malaysia: The Influence of Predispositions of Chief Executive Officers and Chairs of Audit Committee. Research Journal of Finance and Accounting Vol. 5 No. 2, 2014. Ali, Mazurina Mohd dan Dennis Taylor. 2014. Content Analysis of Corporate Risk Disclosure in Malaysia. 4th Annual International Conference on Accounting and Finance (AF 2014).
99
Al-Moataz, Ehsan dan Khaled Hussainey. 2012. Determinant of Corporate Governance Disclosure in Saudi Companies. Journal of Economics and Management. Al-Shammari, Bader. 2014. An Investigation of the Impact of Corporate Governance Mechanisms on Level of Corporate Risk Disclosure: Evidence from Kuwait. International Journal of Business and Social Research (IJBSR). Al-Shammari, Bader. 2014. Kuwait Corporate Characteristics and Level of Risk Disclosure: A Content Analysis Approach. Journal of Contemporary Issues in Business Research Vol 3, Issue No. 3, 2014. Amran, Azlan, M.S. Ishak, A.H. Zulkafli dan M. Nejati. 2010. Board Structure and Extent of Corporate Governance Statement. International Journal Managerial and Financial Accounting Vol. 2 No. 4, 2010. Amran, Azlan, Abdul Manaf Rosli Bin dan Bin Che Haat Mohd Hassan. 2009. Risk reporting an exploratory study on risk management disclosure in Malaysian annual reports. Managerial Auditing Journal Vol. 24, No. 1, 2009. Andres, Pablo de dan Eleuterio Vallelado. 2008. Corporate Governance in Banking: The Role of the Board of Directors. Journal of Banking & Finance 32 (2008). Arifin. (2005). Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia (Tinjauan Perspektif Teori Keagenan). Disampaikan Pada Sidang Senat Guru Besar Universitas Diponegoro Dalam Rangka Pengusulan Jabatan Guru Besar, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Bank for International Settlements. 2012. 2012 Core Principles for Effective Banking Supervision. Basel, Switzerland, Bank for International Settlements. Barth, James R., Gerard Caprio Jr., dan Ross Levine. 2012. Bank Regulation and Supervision: what works best?. Journal of Financial Intermediation 13 (2004) hlm. 205-248. Barth, James R., Jie Gan dan Daniel E. Nolle. 2004. Global Banking Regulation & Supervision: What Are the Issues and What Are the Practices? (with Barth and Nolle), in “Focus on Financial Institutions and Services,” Nova Science Publisher. http://www.bm.ust.hk/~jgan/papers/BARTHnolle%20 gan_bood.pdf.
100
Botosan, Christine A. 1997. Disclosure Level and the Cost of Equity Capital American Accounting Association. The Accounting Review Vol. 72, No. 3 (Jul 1997). Cooper, Donal R dan Pamela S. Schindler. 2011. Business Research Methods. Singapore: McGrawHill. Damak-Ayadi, Salma dan Yvon Pesqueux. 2005. Stakeholder Theory in Perspective. Corporate Governance, Wiley-Blackwell, 2005, 5 (2), hlm. 5-21. https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-00154129. Daniri, Mas Achmad. 2014. Lead By GCG. Jakarta: Gagas Bisnis Indonesia. Davis, E. Philip dan Ugochi Obasi. 2009. The Effectiveness of Banking Supervision. London: Brunel University Department of Economics and Finance. Donaldson, Thomas dan Lee E. Preston. 1995. The Stakeholder Theory of the Corporation: Concepts, Evidence, and Implications. The Academy of Management Review, Vol. 20, No. 1 (Jan 1995), hlm. 65-91 http://www.jstor.org/stable/258887. Elzahar, Hany dan Khaled Hussainey. 2012. Determinants of Narrative Risk Disclosures in UK Interim Reports. The Journal of Risk Finance 02/2012; 13(2):133-147. Fontaine, Charles, Antoine Haarman dan Stefan Schmid. 2006. The Stakeholder Theory. Freeman, R. Edward and John McVea. 2001. A Stakeholder Approach to Strategic Management. Darden Business School Working Paper No. 01-02. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=263511 or http://dx.doi.org/ 10.2139/ ssrn.263511. Ghozali, Imam. 2007. Manajemen Risiko Perbankan – Pendekatan Kuantitatif Value at Risk (VaR). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. 2014. Ekonometrika: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan IBM SPSS 22. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gitman, Lawrence J. dan Chad J. Zutter. 2012. Principles of Managerial Finance 13th ed. Boston: The Prentice Hall series in finance. Gregory, Holly J. 2001. International Comparison of Corporate Governance Guidelines And Codes Of Best Practice Investor Viewpoints. New York: Weil, Gotshal & Manges LLP – Egon Zehnder.
101
Group of Thirty. 2008. The structure of Financial Supervision: Approaches and Challenges in a Global Marketplace. Washington: The Group of Thirty. Gujarati, Damodar. 2008. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hassan, Mostafa Kamal. 2013. Corporate Governance Characteristics and Voluntary Disclosure: The Case of UAE Listed Corporations. Bangkok: The 2013 IBEA, International Conference on Business, Economics, and Accounting 20 – 23 March 2013. Helbok, Gunther dan Christian Wagner. 2006. Determinants of Operational Risk Reporting in the Banking Industry. Ho, Simon S.M. dan Kar Shun Wong. 2001. A Study of the Relationship between Corporate Governance Structures and the Extent of Voluntary Disclosure. Journal of International Accounting, Auditing & Taxation 10 (2001) hlm. 139-156. Horring, Dirk dan Helmut Grundl. 2011. Investigating Risk Disclosure Practices in the European Insurance Industry. Hossain, Mohammed. 2008. The Extent of Disclosure in Annual Reports of Banking Companies: The Case of India. European Journal of Scientific Research Vol. 23 no. 4 (2008), hlm. 660-681. Htay, Sheila Nu Nu, Ridzwana Mohd Said dan Syed Ahmed Salman. 2013. Impact of Corporate Governance on Disclosure Quality: empirical Evidence from Listed Banks in Malaysia. International Journal of Economics and Management 7 (2): hlm. 242-279. Huang, Rocco. 2006. Bank Disclosure Index: Global Assessment of Bank Disclosure Practices.Washington: World Bank. Idroes, Ferry. N. 2011. Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Idroes, Ferry. N dan Sugiarto. 2006. Manajemen Risiko Perbankan: Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jensen, Michael C., dan William H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, October, 1976, V. 3, No. 4, hlm. 305-360.
102
Juhmani, Omar. 2013. Ownership Structure and Corporate Voluntary Disclosure: Evidence from Bahrain. International Journal of Accounting and Financial Reporting Vol. 3, No. 2. Krivoy, Ruth de. 2000. Reforming Bank Supervision In Developing Countries. Conference Series 44 Building an Infrastructure for Financial Stability. Boston: the Federal Reserve Bank of Boston. Linsley, Philip M dan Philip J. Shrives. 2006. Risk reporting: A study of risk disclosures in the annual reports of UK companies. The British Accounting Review 38 (2006) hlm. 387–404. MacDonald, S.Scott dan Timothy W. Koch. 2006. Management of Banking. Singapore: South-Western, Cengage Learning. Mallin, Chris., Andy Mullineux dan Clas Wihlborg. 2004. The Financial Sector and Corporate Governance – Lessons from the UK. Center for Law, Economics, and Financial Institutions on Copenhagen Business School (CBS), LEFIC Working Paper 2004-6. Masciandaro, Donato., Maria J. Nieto, dan Henriette Prast. 2007. Financial Governance of Banking Supervision. Documentos de Trabajo No. 0725. Madrid: Banco De Espana. Oorschot, Laura Van. 2009. Risk reporting: An Analysis of the German Banking Industry. Erasmus University Rotterdam, School of Economics, Master Accounting, Auditing and Control. Pyle, David H. 1997. Bank Risk Management: Theory. Research Program in Finance – Working Paper RPF-272. Conference on Risk Management and Deregulation in Banking, Jerusalem, May 17-19, 1997. Saunder, Anthony dan Marcia Millon Cornett. 2011. Financial Institutions Management: A Risk Management Approach 7ed. Singapore: McGrawHill International. Suhardjanto, Djoko., Aryane Dewi, Erna Rahmawati dan Firazonia M. 2012. Peran Corporate Governance dalam Praktik Risk Disclosure pada Perbankan Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 9/No. 1/November 2012. Suhardjanto, Djoko dan Aryane Dewi. 2011. Pengungkapan Risiko Finansial dan Tata Kelola Perusahaan: Studi Empiris Perbankan Indonesia. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 15, No. 1 Januari 2011, hlm 105-108.
103
Umar, Husein. 2000. Metode Penelitian Untuk Skripsi & Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers. Umar, Husein. 2011. Research Methods in Finance and Banking. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Walsh, J.P. dan J.K. Seward. 1990. On the Efficiency of Internal and External of Corporate Control Mechanisms. Academy of Management Review 1990 Vol. 15 No. 3. Hlm: 421–458. Zadeh, Farahnaz Orojali dan Alireza Eskandari. 2012. Firm Size As Company’s Characteristic and Level of Risk Disclosure: Review on Theories and Literatures. International Journal of Business and Social Science Vol. 3 No. 1. Zadeh, Farahnaz Orojali dan Alireza Eskandari. 2012. Looking Forward to Financial Risk Disclosure Practices by Malaysian Firms. Australian Journal of Basic and Applied Sciences 6 (8).
Peraturan/Ketentuan: Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/31/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia.
104
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan LaporanTahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Keputusan Bapepam LK Nomor: Kep-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik. Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO).
105
Lampiran 1 Form Pengisian Risk Disclosure Score (RDS) NAMA BANK : TAHUN : 1) Pengungkapan mengenai penerapan Manajemen Risiko Bank secara umum, yang a) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; c) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta Sistem Informasi Manajemen Risiko; dan d) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh
… … …
Item 1 2 3
…
4
… …
5 6
… …
7 8
ii. definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan tagihan yang mengalami penurunan nilai/impairment; dan
…
9
iii. penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan untuk pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) individual dan kolektif, serta metode statistik yang digunakan dalam perhitungan CKPN.
…
10
(b) Pengungkapan kuantitatif i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah ii. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak
… …
11 12
iii. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sektor Ekonomi iv. Pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Wilayah iii. Pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Sektor Ekonomi
… … …
13 14 15
iv. Pengungkapan Rincian Mutasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
…
16
…
17
… … …
18 19 20
2) Pengungkapan mengenai eksposur risiko dan penerapan Manajemen Risiko Bank a) Risiko Kredit, yang mencakup: (1) Pengungkapan umum, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko kredit, termasuk: i.1. organisasi manajemen risiko kredit; i.2. strategi manajemen risiko kredit untuk aktivitas yang memiliki eksposur risiko kredit yang signifikan; i.3. kebijakan pengelolaan risiko konsentrasi kredit; dan i.4. mekanisme pengukuran dan pengendalian risiko kredit.
(2) Pengungkapan Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup i. informasi mengenai kebijakan penggunaan peringkat dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit ii. kategori portofolio yang menggunakan peringkat; iii. lembaga pemeringkat yang digunakan; dan iv. pengungkapan risiko kredit pihak lawan (counterparty credit risk), termasuk jenis instrumen mitigasi yang lazim diterima/diserahkan oleh Bank.
(b) Pengungkapan kuantitatif i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Kategori Portofolio dan Skala Peringkat ii. Pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk) (3) Pengungkapan Mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup: i. informasi mengenai kebijakan Bank untuk jenis agunan utama yang diterima; ii. kebijakan, prosedur, dan proses untuk menilai dan mengelola agunan; iii. pihak-pihak utama pemberi jaminan/garansi dan kelayakan kredit (creditworthiness) dari pihak-pihak tersebut iv. informasi tingkat konsentrasi yang ditimbulkan dari penggunaan teknik mitigasi risiko kredit. (b) Pengungkapan kuantitatif i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Bobot Risiko setelah Memperhitungkan Dampak Mitigasi Risiko Kredit ii. Pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik Mitigasi Risiko Kredit (4) Pengungkapan Sekuritisasi Aset, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. pengungkapan umum manajemen risiko, yang mencakup hal-hal seperti tujuan Bank melakukan aktivitas sekuritisasi aset, sejauh mana aktivitas sekuritisasi aset yang dilakukan dapat memindahkan risiko kredit dari Bank ke pihak lain atas transaksi yang menjadi underlying aktivitas sekuritisasi aset, fungsi yang dijalankan Bank dalam aktivitas sekuritisasi aset, dan penjelasan mengenai keterlibatan Bank dalam setiap fungsi; ii. ringkasan kebijakan akuntansi untuk aktivitas sekuritisasi aset, yang mencakup antara lain transaksi yang diperlakukan sebagai penjualan atau pendanaan, pengakuan keuntungan dari aktivitas sekuritisasi, dan asumsi yang digunakan untuk menilai ada tidaknya keterlibatan berkelanjutan dari aktivitas sekuritisasi, termasuk perubahan dari periode sebelumnya dan dampak dari perubahan dimaksud; dan iii. nama lembaga pemeringkat yang digunakan dalam aktivitas sekuritisasi aset dan eksposur sekuritisasi aset yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat dimaksud. (b) Pengungkapan kuantitatif yang mencakup: i. Pengungkapan Transaksi Sekuritisasi ii. Ringkasan Aktivitas Transaksi Sekuritisasi dimana Bank Bertindak sebagai Kreditur Asal (5) Pengungkapan kuantitatif Perhitungan ATMR Risiko Kredit Pendekatan Standar
b) Risiko Pasar, yang mencakup: (1) Perhitungan risiko pasar dengan menggunakan Metode Standar, yang antara lain terdiri atas (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko termasuk: i.1. organisasi manajemen risiko pasar;
…
21
…
22
…
23
…
24
…
25
…
26
…
27
…
28
…
29
…
30
…
31
… …
32 33
…
34
…
35
i.2. pengelolaan portofolio trading book dan banking book serta metodologi valuasi yang digunakan; dan i.3. mekanisme pengukuran risiko pasar untuk keperluan pemantauan risiko secara periodik maupun untuk perhitungan kecukupan modal, baik pada banking book maupun trading book.
…
36
…
37
ii. cakupan portofolio (trading dan banking book) yang diperhitungkan dalam Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); dan
…
38
iii. langkah-langkah dan rencana dalam mengantisipasi risiko pasar atas transaksi mata uang asing baik karena perubahan kurs maupun fluktuasi suku bunga, termasuk penjelasan mengenai semua penyediaan dana dan ikatan tanpa proteksi atau lindung nilai, serta utang yang suku bunganya berfluktuasi atau yang tidak ditentukan terlebih dahulu.
…
39
(b) Pengungkapan kuantitatif yang paling kurang mencakup pengungkapan risiko pasar menggunakan metode standar
…
40
… …
41 42
…
43
ii. portofolio yang tercakup dalam Model Internal dan kebijakan valuasi yang digunakan untuk menghitung posisi dalam trading book;
…
44
iii. untuk setiap portofolio yang dicakup oleh Model Internal diungkapkan karakteristik model yang digunakan, deskripsi stress testing yang digunakan terhadap portofolio dan deskripsi pendekatan yang digunakan untuk backtesting/validasi terhadap akurasi dan konsistensi Model Internal dan proses pengembangan model; iv. portofolio yang menggunakan Model Internal yang telah disetujui oleh Bank Indonesia; v. jumlah frekuensi penyimpangan antara Value at Risk (VaR) dan kerugian aktual selama periode laporan.
…
45
…
46
…
47
…
48
… … … ….
49 50 51 52
(2) Perhitungan risiko pasar dengan menggunakan Model Internal, yang terdiri atas: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko, termasuk: i.1. organisasi manajemen risiko pasar; i.2. pengelolaan portofolio trading book serta metodologi valuasi yang digunakan; i.3. mekanisme pengukuran risiko pasar untuk keperluan pemantauan risiko secara periodik maupun untuk perhitungan kecukupan modal pada trading book.
(b) Pengungkapan kuantitatif, yang paling kurang mencakup pengungkapan risiko pasar dengan menggunakan model internal (Value at Risk/ VaR)
c) Risiko Operasional, yang mencakup: (1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain mencakup informasi mengenai (a) organisasi manajemen risiko operasional; (b) mekanisme yang digunakan Bank untuk mengidentifikasi dan mengukur (c) mekanisme untuk memitigasi risiko operasional. (2) Pengungkapan kuantitatif mengenai risiko operasional d) Risiko Likuiditas, yang mencakup:
(1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain mencakup informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas, termasuk: (a) organisasi manajemen risiko likuiditas; (b) indikator peringatan dini permasalahan likuiditas; dan (c) mekanisme pengukuran dan pengendalian risiko likuiditas.
… … …
53 54 55
… …
56 57
… …
58 59
… …
60 61
…
62
(1) organisasi manajemen risiko kepatuhan; (2) strategi manajemen risiko dan efektivitas penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, terutama dalam rangka memastikan penyusunan kebijakan dan prosedur sesuai dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturantelah perundangundangan yang berlaku; dan
… …
63 64
(3) mekanisme pemantauan dan pengendalian risiko kepatuhan. h) Risiko Reputasi, yang mengungkapkan informasi kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko reputasi yang antara lain mencakup:
…
65
(1) organisasi manajemen risiko reputasi, termasuk pelaksanaan manajemen risiko untuk risiko reputasi oleh unit-unit terkait (Corporate Secretary, Humas, dan unit bisnis terkait) (2) kebijakan dan mekanisme dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) untuk mengendalikan risiko reputasi (3) pengelolaan risiko reputasi pada saat krisis.
…
66
…
67
..
68
Total
0
RDS
0.00
(2) Pengungkapan kuantitatif mengenai risiko likuiditas, yang paling kurang mencakup: (a) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah (b) Pengungkapan Profil Maturitas Valas e) Risiko Hukum, yang berisi pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko hukum yang antara lain mencakup: (1) organisasi manajemen risiko hukum; dan (2) mekanisme pengendalian risiko hukum. f) Risiko Stratejik, yang mengungkapkan informasi kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko stratejik yang antara lain mencakup: (1) organisasi manajemen risiko stratejik; (2) kebijakan yang memungkinkan Bank untuk dapat mengidentifikasi dan merespon perubahan lingkungan bisnis, baik eksternal maupun internal; (3) mekanisme untuk mengukur kemajuan yang dicapai dari rencana bisnis yang ditetapkan g) Risiko Kepatuhan, yang mengungkapkan informasi kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan yang antara lain mencakup:
Lampiran 2 RISK DISCLOSURE SCORE No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk Bank Sinarmas, Tbk BPD Jatim Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank Mitraniaga Tbk
2012 70.59 88.24 98.53 80.88 94.12 80.88 82.35 95.59 35.29 72.06 63.24 97.06 77.94 83.82 85.29 85.29 97.06 57.35 100 100 83.82 86.76 80.88 95.59 63.24 91.18 86.76 82.35 88.24 64.71 23.53 30.88 75.00 98.53
2013 70.59 88.24 91.18 69.12 94.12 82.35 80.88 100 66.18 67.65 70.59 97.06 80.88 83.82 86.76 86.76 97.06 76.47 100 100 86.76 86.76 85.29 97.06 76.47 92.65 89.71 89.71 94.12 70.59 32.35 29.41 77.94 98.53
Lampiran 3 DAFTAR TOTAL ASET BANK 2012-2013 Seluruhnya dalam Milyar Rupiah
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk BPD Jatim Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Sinarmas, Tbk
2012 148,793.00 155,791.00 197,412.48 115,772.91 131,798.60 20,558.77 79,142.00 333,304.00 17,166.55 14,352.84 3,483.52 442,994.00 65,219.00 8,212.21 7,682.94 4,644.65 7,433.80 2,540.74 551,626.00 635,618.71 4,040.14 65,690.00 7,621.31 6,495.25 5,666.18 59,090.13 25,365.00 90,671.00 70,840.88 29,112.19 7,368.81 1,217.52 1,048.15 15,151.89
2013 164,056.00 184,237.00 218,866.41 140,546.75 165,833.92 21,188.58 97,525.00 386,655.00 24,015.57 19,171.35 4,045.67 496,305.00 66,476.00 9,985.74 9,003.12 11,047.62 8,165.87 3,601.34 626,183.00 733,099.76 5,124.07 69,458.00 8,230.84 7,917.21 7,139.28 69,664.87 28,750.00 113,470.00 70,958.23 33,046.54 7,911.55 3,877.27 1,285.16 17,447.46
Lampiran 4 DAFTAR ROA(RETURN ON ASSET) BANK 2012-2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk BPD Jatim Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Sinarmas, Tbk
2012 1.96% 2.70% 3.18% 1.62% 1,70% 0.66% 1.79% 2.90% 2.41% 2.17% 2.47% 3.60% 2.74% 1.57% 0.98% -0.81% 0.09% 3.14% 5.15% 3.55% 1.63% 1.83% 2.78% 2.04% 1.32% 4.70% 1.02% 1.94% 2.46% 3.34% 5.05% 0.59% 0.52% 1.74%
2013 1.85% 2.50% 2.76% 1.71% 1,55% 1.39% 1.81% 3.40% 2.53% 1.99% 2.05% 3.80% 1.14% 1.58% 1.23% 0.07% -0.93% 3.80% 5.03% 3.66% 1.66% 1.75% 2.23% 1.74% 1.59% 4.50% 1.19% 1.79% 2.61% 3.82% 5.42% 0.78% 0.39% 1.71%
Lampiran 5 DAFTAR JUMLAH SAHAM PUBLIK PADA BANK 2012-2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk BPD Jatim Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Sinarmas, Tbk
2012 15.24% 32.63% 2.06% 2.71% 10.88% 45.39% 14.90% 40.00% 11.63% 33.27% 9.10% 50.02% 42.18% 9.49% 8.11% 9.97% 18.73% 5.27% 43.25% 40.00% 6.22% 39.31% 35.51% 13.93% 38.83% 42.10% 0.06% 38.65% 25.00% 20.00% 0.00% 0.00% 0.00% 33.42%
2013 15.14% 26.23% 3.08% 2.71% 10.88% 48.83% 14.90% 40.00% 14.52% 33.52% 9.10% 50.83% 42.18% 18.15% 8.11% 10.29% 24.64% 5.00% 43.25% 40.00% 5.55% 39.55% 35.51% 14.66% 38.83% 34.70% 0.06% 39.86% 25.00% 18.00% 10.51% 36.14% NA 40.03%
Lampiran 6 DAFTAR JUMLAH KOMISARIS DALAM BANK 2012-2013 Seluruhnya dalam satuan Individu (orang)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk BPD Jatim Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Sinarmas, Tbk
2012 4 8 8 7 9 5 8 7 6 4 3 5 3 4 4 6 4 5 8 7 4 5 3 4 3 6 3 6 6 4 4 3 3 3
2013 4 8 8 6 8 5 8 7 5 4 3 5 4 4 3 6 2 5 8 7 5 5 3 3 3 6 3 6 6 4 4 3 3 3
Lampiran 7 DAFTAR JUMLAH RAPAT KOMISARIS PADA BANK 2012-2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk BPD Jatim Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Sinarmas, Tbk
2012 25 6 12 11 10 12 9 46 4 22 7 68 10 8 10 6 11 4 43 13 13 16 21 15 12 4 4 51 47 15 9 6 12 6
2013 19 12 12 12 11 12 8 46 4 25 8 69 4 9 4 4 10 4 41 21 20 43 23 20 13 4 4 36 79 16 NA 6 11 13
Lampiran 8 DAFTAR KOMISARIS PENSIUNAN BANK INDONESIA PADA BANK 2012-2013 Seluruhnya dalam satuan Individu (orang)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Bank Pan Indonesia Bank, Tbk Bank Danamon Indonesia,Tbk Bank CIMB Niaga, Tbk Bank Internasional Indonesia, Tbk Bank Permata Tbk Bank Artha Graha Internasional, Tbk Bank OCBC NISP, Tbk Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Bank Mayapada Internasional, Tbk Bank Victoria Internasional, Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank Central Asia , Tbk Bank Mega, Tbk Bank Nusantara Parahyangan, Tbk Bank Pundi Indonesia, Tbk Bank QNB Kesawan, Tbk Bank ICB Bumiputera Indonesia, Tbk Bank of India Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Bank Mandiri (Persero), Tbk Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Tbk Bank Bukopin,Tbk Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk. Bank Capital Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Bank Ekononomi Raharja. Tbk Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Bank Jabar Banten Tbk BPD Jatim Tbk Bank Mestika Dharma Tbk Bank National Nobu Tbk Bank Mitraniaga Tbk Bank Sinarmas, Tbk
2012 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0
2013 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0
Lampiran 9 Hasil Uji Regresi dengan SPSS 13 Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered BI, ROA, SAHAM, KOMISARI S, RAPAT, a ASSET
Variables Removed
Method
.
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: RDS Model Summary Model 1
R .592a
R Square .350
Adjusted R Square .285
Std. Error of the Estimate 14.36461
a. Predictors: (Constant), BI, ROA, SAHAM, KOMISARIS, RAPAT, ASSET
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 6665.169 12380.524 19045.693
df 6 60 66
Mean Square 1110.861 206.342
F 5.384
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), BI, ROA, SAHAM, KOMISARIS, RAPAT, ASSET b. Dependent Variable: RDS Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 72.799 7.002 ASSET 3.37E-005 .000 ROA -384.614 166.087 SAHAM 18.629 13.214 KOMISARIS 1.438 1.256 RAPAT .241 .135 BI -9.989 4.625
a. Dependent Variable: RDS
Standardized Coefficients Beta .339 -.292 .176 .154 .241 -.253
t 10.397 2.164 -2.316 1.410 1.145 1.783 -2.160
Sig. .000 .034 .024 .164 .257 .080 .035
Regression Coefficientsa
Model 1
ASSET ROA SAHAM KOMISARIS RAPAT BI
Collinearity Statistics Tolerance VIF .442 2.261 .682 1.467 .693 1.442 .600 1.668 .592 1.688 .792 1.263
a. Dependent Variable: RDS
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
ASSET
ROA
SAHAM
KOMISARIS
RAPAT
BI
Unstandardized Residual
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Unstandardized Residual .017 .892 67 .010 .933 67 -.083 .505 67 -.092 .461 67 -.063 .612 67 .092 .457 67 1.000 . 67
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b
Unstandardiz ed Residual 67 .0000000 13.69611993 .145 .058 -.145 1.185 .121
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: RDS 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob Scatterplot
Dependent Variable: RDS
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2 -4
-3
-2
-1
0
Regression Studentized Residual
1
2
CURRICULUM VITAE Name Nickname Place/Date of Birth Sex Status Home Address
: : : : : :
Phone/Fax Cell Website E-mail
: : : :
Harri Baskoro Adiyanto Baskoro Jakarta/December 02, 1976 Male Single Jl. Raya Sawangan No. 60 Rt. 03/06 Mampang Pancoranmas Kodya Depok 16433 INDONESIA +62 21 7522144 +62 8180-BASKORO (2275676) www.harribaskoro.com
[email protected]
Working Experience 1.
Jakarta Water Supply Regulatory Body (JWSRB) Board Member of Legal cum Secretary.
2.
PT. Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk (BANK SAUDARA) Position: Head of Corporate Communication Department, Corporate Secretary, PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk.
3.
PT. BANK BUKOPIN Tbk a. Investor Relations Coordinator (Corporate Secretary) b. Compliance Officer (Asst. Manager - Manager)
4.
UNITED NATIONS INFORMATION CENTER (UNIC) - JAKARTA Voluntary Internship on the United Nations Information Center Jakarta.
2012-Present
2011
2010 2003 –2010 1999
Formal Education Under Graduate Senior High Junior High Elementary
Faculty of Laws Pancasila University, Jakarta, Indonesia. Major: International Law. GPA: 3.56/4.00 (CUM LAUDE). SMA Negeri 3 Depok SMP Negeri 2 Depok TK & SD PSKD Kwitang VIII
1995 - 2000 1992 - 1995 1989 - 1992 1983 - 1989
Informal Education 1. 2. 3.
Temasek Foundation Water Leadership Programme, 4th Run - Lee Kuan Yew School of Public Policy – National University of Singapore (NUS). Officer Development Program (ODP) Batch 7, PT. Bank Bukopin. General English Course (Advanced Levels) - LIA English Course.
2013 2002 - 2003 1993 - 1997
Certification 1. 2. 3.
Certified Legal Auditor (License No. B.0011.2013) - CLAA (ASAHI) Certified Mediator (License No. 656/PMN/XLI/2012) – PMN Certificate in Banking Risk and Regulation, Level 1 & 2 - BSMR
Curriculum Vitae – Harri Baskoro Adiyanto - Tesis
2013 2012 2007
Training/Workshop - Law 1. Legislative Drafting Training (Basic Level). Jimly School Law and Government. 2. Training on Certified of Legal Auditor. Certified Legal Auditor Association (ASAHI) and Jimly School Law and Government. 3. Drafting Commercial Contract in English. Indonesia Jentera School of Law. 4. Ketrampilan Membuat Akta Perjanjian dan Dokumen Hukum Lainnya, Pusat Latihan Sarjana Hukum Perusahaan (Corporate Lawyer Training Center). 5. Certificate of Legal Officer. Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan Manajemen, Keuangan dan Akuntansi (LP3-MKA). 6. Intermediate Legal Training on Corporate Law. LPLIH Faculty of Law University of Indonesia. 7. Certified Financial Analysis for Lawyer and Legal. EDP STAN. - Banking 1. Trade Finance Training. International Banking Division - PT Bank Bukopin Tbk. 2. Consumer Banking Audit Training. PT Bank BukopinTbk. 3. Training "Understanding Credit Cycle for Credit Card". Briss & Scott Indonesia & Card Center Division - PT Bank Bukopin. 4. Musyarakah dan Mudharabah Financing Analysis. Dynamic Consulting & PT. Bank Bukopin Syariah. 5. Internal Audit Training. PT Bank Bukopin. 6. Bukopin Trade Advisory Services. TRS Global Product Management Deutsche Bank & PT Bank Bukopin. - Information Technology 1. Pengadaan Teknologi Informasi, Sharing Vision. 2. Practical Guide to Security Awareness for Managers: Defending your physical and digital assets against hackers, crackers, spies & thieves - PT. Andalan Nusantara Teknologi (ANT). 3. Master Web Design. Master Web School. 4. Integrated Program of Web Design. Lembaga Pendidikan Komputer Nurul Fikri (LPKNF). 5. Computer Assembling and Troubleshooting. Gunadarma University. - Others 1. Mediation: Strategic Conflict Management for Professionals. Singapore Mediation Center (SMC) - Singapore. 2. Football Coach Training – License D (National). PSSI Pengprov Yogyakarta. 3. 40 hours Training on Mediation. Pusat Mediasi Nasional (PMN). 4. Basic Photography Workshop, Neumatt - Oktagon. 5. Accounting Course - Basic Level (Pendidikan Akutansi Dasar I Angkatan II tahun 2008). LPPM - PPM Unika Atma Jaya. 6. Short Diplomatic Course. The Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS).
15-17 Juli 2014 2013 26 Sept 2013 2010
2005 2005 2005
2009 2006 2005 2005 2004 2004
2009 2007
2004 2003 2000
15-16 Sept 2014 2013 2012 2009 2008 1999
Publications/Articles 1. 2. 3.
Managing Editor of “Berita Saudara” (Bank Saudara Bimonthly Internal Magazine). Several articles on “Berita Bukopin” (Bank Bukopin Monthly Internal Magazine). Article on Public Media: “Hukum di Internet: Mau Kemana?” PC-Plus Computer Tabloid No. 40/II/25 - 31 Jul 2001.
Curriculum Vitae – Harri Baskoro Adiyanto - Tesis
Organizational Experience 1. 2. 3.
Founder of “Bukopin Photography Community (Komunitas Fotografi Bukopin), Bank Bukopin. Vice President of “Moot Court Students Unit Activity”, Faculty of Laws Pancasila University Students Body Vice President of “Senior High School Students Body (OSIS)” – SMA Negeri 3 Depok (Senior High School)
2009 - 2010 1998 - 1999 1993 – 1994
Language Bahasa Indonesia English
: Native : TOEFL 580 (ITP-AMINEF 2014)
Computer Skills O/S: Windows Server & Windows 7 & 8 | Office: Ms. Office (Ms. Word, Ms. Excel & Ms. Powerpoint) | Web Programming: HTML, CSS. | Design Tools: Dreamweaver MX and Adobe Photoshop.
Participation 1.
2. 3.
4. 5. 6.
7. 8.
Mediation and Arbitration: Towards More Effective and Efficient ways st of Resolving International Commercial Disputes. 1 Annual Symposium for Arbitrators and Mediators. International Legal Conference on the Rights of Professional Footballers In Indonesia, FIFPro and APPI. Seminar, ‘’Is Indonesian Arbitration Law Friendly to Business? Is The UNCITRAL Model Arbitration Law A Solution?’’, BANI, IArbI & United Nations Commission on International Trade Law UNCITRAL. Seminar on Mediation – Singapore Law Week 2013, Singapore Academy of Law. Workshop on “Working with Indonesian Water Utilities: Governance Focus”, Dropbydrop & Perpamsi. Diskusi Panel, “Kriminalisasi Kebijakan Direksi? Studi Kasus Sewa Menyewa Pesawat PT. Merpati Nusantara Airlines”, Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI). Workshop on "Corporate Action: Merger, Acquisition & Tender Offer", Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Seminar "Peluang dan Tantangan AC-FTA Bagi Dunia Usaha (Challenge & Opportunities of AC-FTA on Business)". Musyawarah Anggota Asosiasi Emiten Indonesia.
Hobbies Reading, Writing, Photography, Soccer, Traveling, IT & Singing.
Note: References & documentation will be furnished upon request
Curriculum Vitae – Harri Baskoro Adiyanto - Tesis
Dec 2, 2014
May 6, 2014 Oct 2, 2013
Jul 22, 2013 Jan 17, 2013 Dec 19, 2012
May 19, 2010 May 6, 2010