DAFTAR ISI
1. Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.....................................................................94 2. Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela……………………………………………………………...106 3. Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No 46. Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)………………………………....119 4. Karakteristik Independensi serta Keahlian Akuntansi dan Keuangan Komite Audit sebagai Pemoderasi Hubungan Opini Going Concern dengan Pergantian Auditor…...…..124 5. Faktor Non Keuangan dan Keuangan dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur……...132 6. Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi…………………………………………………...…….145 7. Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earning Per Share (EPS) dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas pada Perusahaandi Bursa Efek Indonesia………………….………163
PENGARUH DIVERSITAS GENDER DAN KEBANGSAAN PADA CORPORATE GOVERNANCE DISCLOSURE PERUSAHAAN PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA
Ida Ayu Putu Suabdi Basundari I Komang Arthana1 Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT One of corporate governance mechanisms is the structure or composition of the commissioners board and directors as a corporate organ that ensure the implication of corporate governance principles and enhancing protection of customer. Diversity of the commissioners board and directors is measured by using criteria which related to the demographic characteristic of the commissioners board and directors such as gender and nationality. Based on results of this analysis, the Corporate Governance Disclosure affects the performance of the banking company which proxied by PBV. This means that markets pass judgment on the company’s Corporate Governance Disclosure. Thus it can be said that 90 items disclosure that proxied by indicators of KNKCG, FCGI, Khomsiyah (2005), Fong and Shek (2009) may affect the performance of the enterprise market, Profitability (ROE) and firm size are used as control variables have no effect on market performance. This means that the market does not pass judgment on ROE as well as size. Keywords: Gender, nationality and Corporate Governance Disclosure 1
Alamat Korespondensi: (
[email protected])
I.
PENDAHULUAN
Pengungkapan corporate governance menjadi aspek penting yang dilakukan perusahaan dalam mempengaruhi kinerja pasar perusahaan. Salah satu mekanisme dari corporate governance adalah struktur atau komposisi dewan komisaris dan direksi sebagai organ perusahaan yang menjamin penerapan prinsip-prinsip corporate governance dan meningkatkan perlindungan bagi kreditur (Surya dan Yustiavandana, 2006:131). Struktur dewan dalam perusahaan di Indonesia menganut sistem two tier, yakni terdiri dari direksi sebagai pengelola dan komisaris sebagai pihak yang melakukan pengawasan Vol. 3 No. 2, September 2013
(Wardhani, 2008). Dewan komisaris dan direksi, selain berperan sebagai pemberi saran (service/advisory role), mereka juga berperan sebagai mekanisme internal yang mengontrol (control role) manajemen agar bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham atau pemilik (Young et al., 2001 dalam Kusumawati dan Riyanto, 2005). Salah satu isu penting yang berkaitan dengan struktur beserta fungsi dewan komisaris dan direksi adalah adanya diversitas anggota dewan komisaris dan direksi. Diversitas dewan komisaris dan direksi menggambarkan distribusi perbedaan antara anggota dewan yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik mengenai Jurnal Riset Akuntansi JUARA
94
perbedaan dalam sikap dan opini (Ararat et al., 2010). Van der Walt dan Ingley (2003) dalam Luckerath-Rovers (2010) mendefinisikan diversitas dalam konteks corporate governance sebagai komposisi dewan komisaris dan direksi dan kombinasi dari kualitas, karakteristik, serta keahlian yang berbeda antara individu anggota dewan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam dewan perusahaan.. National Association of Corporate Directors Blue Ribbon Commission juga merekomendasikan bahwa diversitas gender, ras, umur, dan kebangsaan harus dipertimbangkan dalam pemilihan dewan. Isu mengenai diversitas dewan komisaris dan direksi serta kode etik perusahaan juga dipertimbangkan ketika menilai efektivitas pengambilan keputusan perusahaan. Keduanya dipandang sebagai indikator independensi dan akuntabilitas pembuatan keputusan (Maier, 2005). Luckerath-Rovers (2010) menjelaskan dua alasan mengapa komposisi dewan komisaris dan direksi yang berkaitan dengan diversitas anggota dewan bisa memengaruhi nilai perusahaan. Diversitas dewan komisaris dan direksi diukur dengan menggunakan kriteria-kriteria yang berkaitan dengan karakteristik demografi anggota dewan komisaris dan direksi seperti gender dan kebangsaan. Keberadaan wanita dalam jajaran dewan komisaris dan direksi menandakan bahwa perusahaan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang (tidak diskriminasi), memiliki pemahaman yang luas mengenai pasar dan konsumen perusahaan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan reputasi (legitimasi) dan nilai perusahaan (Brammer et al., 2007 dalam Luckerath-Rovers, 2010). Namun hasil yang berlawanan diperoleh Adams dan Ferreira 95
(2008) serta Darmadi (2011), dimana diversitas gender berpengaruh negatif pada kinerja perusahaan. Penelitian Kusumastuti dkk. (2006) menemukan hasil yang berlawanan, dimana keberadaan anggota dewan direksi dengan etnis Tionghoa berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Darmadi (2011) tidak menemukan pengaruh diversitas kebangsaan pada kinerja perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini ingin meneliti pengaruh diversitas gender dan kebangsaan anggota dewan pada pengungkapan corporate governance. Penelitian ini menggunakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki saham terkonsentrasi. Perusahaan perbankan dipilih karena memiliki regulasi yang lebih ketat sehingga penerapan corporate governance cenderung lebih intensif. II.
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Diversitas Dewan Diversitas dewan didefinisikan sebagai distribusi perbedaan antara anggota dewan komisaris dan direksi yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik mengenai perbedaan dalam sikap dan opini (Ararat, et al., 2010). Van der Walt dan Ingley (2003) dalam Luckerath-Rovers (2010) mendefinisikan diversitas dewan komisaris dan direksi dalam konteks corporate governance sebagai komposisi dewan perusahaan dan kombinasi dari kualitas, karakteristik, dan keahlian yang berbeda antara individu anggota dewan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam dewan perusahaan. Kusumastuti dkk. (2006) menyatakan bahwa diversitas anggota dewan komisaris dan direksi yang semakin besar dapat memberikan alternative
Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
penyelesaianmasalah yang semakin beragam daripada anggota dewan yang homogen. Selain itu, diversitas dewan direksi memberikan karakteristik yang unik bagi perusahaan dan dapat menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham. Carter et al. (2007) memaparkan bahwa diversitas dewan memberikan manfaat berikut ini: (1) diversitas memperbaiki kemampuan dewan komisaris dan direksi dalam memonitor manajer yang disebabkan karena meningkatnya independensi, (2) diversitas memperbaiki proses pengambilan keputusan dewan perusahaan yang disebabkan karena perspektif baru yang unik, kreativitas yang meningkat, dan pendekatan inovatif non-tradisional, (3) diversitas memperbaiki informasi yang disediakan oleh dewan perusahaan pada manajer yang disebabkan karena informasi unik yang diberikan oleh dewan yang tersebar, (4) dewan perusahaan dengan struktur yang tersebar memberikan akses terhadap pihak-pihak berkepentingan dan sumber daya penting dalam lingkungan eksternal, (5) diversitas dewan komisaris dan direksi memberikan sinyal positif penting pada pasar tenaga kerja, pasar produk, dan pasar uang, dan (6) diversitas dewan komisaris dan direksi memberikan ligitimasi pada perusahaan dengan pihakpihak eksternal dan internal. 2.2
Diversitas gender dalam dewan Brammer et al. (2007) dalam Luckerath-Rovers (2010) mengungkapkan bahwa ada dua perspektif yang menjelaskan mengenai keberadaan wanita dalam dewan perusahaan, yakni argumen dari perspektif bisnis dan argumen dari perspektif moral. Kedua argumen ini terbagi menjadi dua yakni argumen untuk kesamaan atau kesetaraan kesempatan dan argumen kesamaan atau kesetaraan keterwakilan. Perspektif bisnis mengenai argumen kesetaraan kesempatan bagi wanita fokus Vol. 3 No. 2, September 2013
pada fakta bahwa keberadaan wanita dalam dewan perusahaan adalah suboptimal bagi perusahaan. Kusumastuti dkk. (2006) mengungkapkan bahwa wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko, dan lebih teliti dibandingkan pria. Sisi inilah yang membuat wanita tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, sehingga dengan adanya wanita dalam jajaran dewan perusahaan dikatakan dapat membantu mengambil keputusan yang lebih tepat dan berisiko lebih rendah. Robbins dan Judge (2008:206) menyatakan bahwa wanita pada umumnya lebih memiliki pemikiran yang mendetail terkait dalam analisis pengambilan keputusan. Mereka cenderung menganalisis masalah-masalah sebelum membuat suatu keputusan dan mengolah keputusan yang telah dibuat, sehingga menghasilkan pertimbangan masalah serta alternatif penyelesaian yang lebih saksama. 2.3
Diversitas kebangsaan anggota dewan Anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing membawa opini dan perspektif yang beragam, bahasa, keyakinan, latar belakang keluarga, dan pengalaman profesional yang berbeda antar satu negara dengan negara lain. Selanjutnya keberadaan dewan komisaris dan direksi asing mencerminkan gagasan yang berbeda mengenai peranan dewan perusahaan berkaitan dengan peranan pengendalian terutama jika mereka berasal dari negaranegara dengan hak pemegang saham yang lebih kuat (Ararat et al., 2010). Oxelheim dan Randoy (2001) mengemukakan bahwa keberadaan anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan proses globalisasi dan pertukaran informasi dalam jejaring (network) internasional. Jurnal Riset Akuntansi JUARA
96
Randoy et al. (2006) menjelaskan keuntungan dari keberadaan direksi asing, diantaranya: (1) tersedia kandidat anggota dewan yang berkualifikasi secara lebih luas (dengan pengalaman industri yang lebih luas), (2) dengan latar belakang yang berbeda, dewan direksi asing bisa menambah pengalaman yang lebih beragam dan berharga, yang tidak dimiliki oleh dewan direksi domestik, dan (3) anggota dewan direksi asing bisa membantu meyakinkan investor asing bahwa perusahaan dikelola secara profesional.
pelanggan, pemasok, bondholders, dan lainnya. Definisi ini ditunjukkan dalam teori stakeholders. Berdasarkan sudut pandang teori stakeholders, Solomon dan Solomon (2004) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu sistem checks find balance baik internal maupun eksternal yang menjamin bahwa perusahaan melaksanakan akuntabilitas kepada seluruh stakeholdersnya dan bertanggung jawab (responsible) secara sosial dalam aktivitas bisnisnya. 2.5
2.4
Corporate governance Corporate governance merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk melindungi para investor dari asimetri informasi dan dampak negatifnya (Khomsiyah, 2005). Mekanisme yang terdapat pada prinsip-prinsip maupun pedoman yang diatur oleh beberapa lembaga yang mempunyai perhatian terhadap penerapan corporate governance misalnya, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Komite Nasional Kebijakan Corporate governance (KNKCG), menunjukkan adanya perlindungan terhadap investor, bahkan terhadap pihak-pihak yang lebih luas lainnya. Menurut Solomon dan Solomon (2004), terdapat dua sudut pandang dalam mendefinisikan corporate governance, yaitu sudut pandang sempit (narrow view) dan luas (broad view). Berdasarkan sudut pandang sempit, corporate governance didefinisikan sebagai hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham. Definisi ini ditunjukkan dalam teori keagenan. Menurut sudut pandang yang lebih luas, corporate governance merupakan a web of relationship, tidak hanya perusahaan dengan pemilik atau pemegang saham, tetapi juga antara perusahaan dengan stakeholders lain, yaitu karyawan, 97
Hipotesis Penelitian Komposisi dan pola pengungkapan tentunya tidak terlepas dari karakteristik pembuat keputusan. Dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh diversitas dewan pada luas pengungkapan IC dengan melihat karakteristik anggota dewan. Keberadaan wanita dalam jajaran dewan komisaris dan direksi perusahaan merupakan salah satu ukuran diversitas dewan yang paling sering diteliti. Keberadaan wanita dalam jajaran dewan komisaris dan direksi menandakan bahwa perusahaan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang (tidak diskriminasi), memiliki pemahaman yang luas mengenai pasar dan konsumen perusahaan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan reputasi (legitimasi) dan nilai perusahaan (Brammer et al., 2007 dalam Luckerath-Rovers, 2010). Williams (2000) serta Swartz dan Firer (2005) menemukan keberadaan wanita dalam dewan berpengaruh positif pada kinerja IC. H1: diversitas gender berpengaruh pada luas pengungkapan CG Adanya anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing juga merupakan salah satu ukuran diversitas dewan yang sering digunakan dalam penelitian. Oxelheim dan Randoy (2001); Carter et al. (2002; 2007); Marimuthu (2008); Ararat et al. (2010 Menemukan
Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
pengaruh positif keberadaan dewan direksi asing atau etnis minoritas pada nilai perusahaan. Keberadaan mereka dinilai membawa opini, perspektif, bahasa, keyakinan, latar belakang keluarga, dan pengalaman profesional yang beragam, sehingga memperkaya pengetahuan bisnis dan alternatif penyelesaian masalah kompleks. Selain itu, keberadaan anggota dewan direksi asing mampu meyakinkan investor asing bahwa perusahaan dikelola secara profesional (Randoy et al., 2006). Williams (2000) serta Swartz dan Firer 2005 menemukan diversitas etnis dalam dewan berpengaruh positif pada kinerja IC. Kinerja yang baik cenderung memicu perusahaan melakukan pengungkapan yang lebih luas. Keberadaan direksi asing dalam dewan juga dapat memicu keterbukaan informasi dengan harapan kredibilitas perusahaan akan meningkat. H2: keberadaan direksi asing berpengaruh positif pada luas pengungkapan CG Gambar 2.1 Hipotesis Penelitian Diversitas Gender
Diversitas Kebangsaan
Corporate Governance Disclosure
Ukuran Perusahaan
III. 3.1
METODA PENELITIAN Metoda penentuan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2011. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metoda nonprobability sampling tepatnya metoda purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan/kriteria tertentu (Sugiyono, 2008). Adapun kriteria yang Vol. 3 No. 2, September 2013
digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Perusahaan sampel menerbitkan annual report selama perioda pengamatan. 2) Perusahaan sampel adalah perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Kepemilikan terkonsentrasi diidentifikasi dengan melihat adanya persentase kepemilikan saham 50 persen atau lebih. Hal ini mengacu pada PSAK 4 tentang Laporan Keuangan Konsolidasi, PSAK 7 tentang Pengungkapan Pihak-pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, PSAK 22 tentang Akuntansi Penggabungan Usaha, dan PSAK 38 tentang Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sipengendali (SAK:2009). Ini Berarti bahwa pemegang saham dikatakan memiliki kendali apabila memiliki saham 50 persen atau lebih. 3.2 Definisi operasional variabel 1. Corporate governance disclosure Variabel dependen penelitian ini adalah corporate governance. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan sendiri yang merupakan perpaduan indikator dari KNKCG, FCGI, dan penelitian yang dilakukan oleh Khomsiyah (2005),Kusumawati dan Riyanto (2005), serta Kusumawati (2005). Indeks pengungkapan corporate governance dalam penelitian ini diukur dengan 90 item pengungkapan (lampiran 2). Pemberian skor dilakukan secara dikotomi, diberi skor 1 bila diungkapkan dan skor 0 bila tidak diungkapkan. Selanjutnya dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Indeks corporate governance kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA 98
ICG J
Xij ....................................................................................................(1) Nij
Keterangan: ICGj : Indeks pengungkapan corporate governance perusahaan j Nj : jumlah item pengungkapan perusahaan j, nj = 90 Xij : dummy variable: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan 2. Diversitas gender Diversitas gender diproksikan dengan keberadaan wanita sebagai anggota dewan direksi dan komisaris. Keberadaan wanita dalam jajaran dewan komisaris dan direksi dinilai dengan dummy, dimana apabila terdapat anggota wanita dalam dewan komisaris dan direksi akan diberi nilai 1, jika tidak akan diberi nilai 0. Pengukuran ini mengacu pada penelitian Ararat et al. (2010); Kusumastuti dkk. (2006); Wicaksana (2010); dan Darmadi (2011). 3. Diversitas kebangsaan Keberadaan anggota dewan komisaris dan direksi dengan kebangsaan asing dinilai dengan dummy, dimana apabila terdapat warga negara asing dalam dewan perusahaan akan diberi nilai 1, jika tidak akan diberi nilai 0. Pengukuran ini mengacu pada penelitian Ararat et al. (2010); Kusumastuti dkk. (2006); Wicaksana (2010); dan Darmadi (2011). 4. Ukuran perusahaan (size) Pengaruh ukuran perusahaan terhadap corporate governance diukur dengan menggunakan total aktiva. Perusahaan besar dapat memiliki masalah keagenan yang lebih besar (karena lebih sulit untuk dimonitor) sehingga membutuhkan corporate governance yang lebih baik. Dengan demikian, penelitian ini 99
memasukkan variabel ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Penelitian ini menggunakan total aktiva sebagai proksi untuk mengukur variabel ukuran perusahaan, karena nilai total aktiva yang dapat disajikan secara historis dianggap lebih stabil dan lebih dapat mencerminkan ukuran perusahaan. Nilai total aktiva dalam penelitian ini dengan menggunakan satuan jutaan (000.000) Rupiah. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif yaitu analisis yang bersifat objektif dengan berdasarkan pada angka-angka dalam melakukan penilaian pengaruh diversitas gender dan diversitas kebangsaan pada pengungkapan corporate governance. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel bebas pada variabel terikat baik secara simultan maupun secara parsial. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 15.0 for Windows. Model regresi linear berganda ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut. Y=α+b0+b1DG+b2DK+b3Size+e..............(2) Keterangan: Y = Corporate governance disclosure b0 = Konstanta b1, b2 , b3 = Koefisien Regresi e = Variabel Pengganggu DG = Diversitas gender DK = Diversitas kebangsaan Size = Ukuran Perusahaan IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 20082011.
Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
Berdasarkan kriteria purposive sampling, maka perusahaan yang memenuhi kriteria sebanyak 13 perusahaan dengan 65 pengamatan. Proses pemilihan sampel dapat disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Proses Pemilihan Sampel Keterangan Jumlah Observasi Perusahaan sektor perbankan 156 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama perioda 20072011 Perusahaan sampel yang (86) kepemilikannya tersebar Perusahaan sampel yang tidak (5) menerbitkan annual report secara berturut-turut Jumlah Sampel Akhir 65 Sumber: data diolah 2012
Hipotesis penelitian ini menguji pengaruh diversitas gender dan ras pada corporate governance disclosure perusahaan perbankan dengan kepemilikan saham terkonsentrasi di Bursa Efek Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab metoda penelitian, hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Keterangan t Signifikansi B Std. Error Konstan 5,549 0,000 Gender 2,177 0,033 Ras 2,745 0,008 Size 3,150 0,003 Adjusted R2 = 0,337 Sumber: hasil pengolahan lampiran 1
dan size mampu menjelaskan varian variabel terikat (pengungkapan CG) sebesar 33,70 persen, sedangkan sisanya sebesar 66,30 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Pada Tabel 4.2 dapat diketahui Variabel bebas diversitas gender dan ras berpengaruh positif pada pengungkapan corporate governance dengan tingkat signifikansi <0,05. Ini berarti hipotesis yang diajukan didukung dalam penelitian ini. Variabel kontrol ukuran perusahaan menunjukkan adanya pengaruh positif dengan tingkat signifikansi 0,003 > 0,05. 4.1 Pengaruh Diversitas Dewan pada Corporate Governance Disclosure Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diversitas gender dan kebangsaan anggota dewan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate governance. Ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,033 dan 0,008. Hasil tersebut konsisten hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Yuniasih (2010) yang menemukan bahwa diversitas gender dan kebangsaan berpengaruh positif pada pengungkapan informasi modal intelektual. Pada Sektor Perbankan semakin kompleksnya kegiatan di dunia bank menyebabkan semakin tinggi pula resiko dan tantangan. Oleh karena itu penerapan corporate governance sangat diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Implementasi corporate governance diharapkan dapat menambah dan memaksimalkan kinerja perusahaan yang salah satunya nilai pasar perusahaan.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,337. Ini berarti bahwa varian dari variabel bebas yaitu gender, ras, Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA 100
4.2 Pengaruh Variabel kontrol pada Corporate Governance Disclosure Penggunaan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan bertujuan untuk mengontrol dan menetralisir pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel corporate Governance memiliki kemungkinan untuk secara endogen ditentukan oleh berbagai faktor. Pada Tabel 5.3 dapat diketahui variabel kontrol ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif pada pengungkapan corporate governance. Berdasarkan kajian teoritis menunjukkan ukuran perusahaan yang besar lebih banyak dimonitor sehingga lebih banyak informasi yang harus diungkapkan untuk memenuhi kebutuhan para stakeholder. Kompleksitas kegiatan perusahaan menyebabkan semakin kompleks juga tata kelolanya sehingga informasi yang berkaitan dengan hal tersebut lebih banyak diungkapkan untuk memberi penilaian positif sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. V. 5.1
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, landasan teori, hipotesis dan hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: diversitas gender dan kebangsaan berpengaruh positif pada corporate governance disclosure perusahaan perbankan. Hal ini berarti bahwa karakteristik anggota dewan berpengaruh pada kebijakan pengungkapan informasi perusahaan yang berkaitan dengan corporate governance. Ukuran perusahaan (size) yang digunakan sebagai variabel kontrol juga berpengaruh positif pada pengungkapan CG. 5.2
Saran Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang apabila pada penelitian selanjutnya dapat memperbaiki hasil 101
penelitian. Saran-saran yang dapat dikemukakan berdasarkan keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pemilihan sampel dalam penelitian ini hanya menggunakan perusahan perbankan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan jenis industri yang berbeda dan memperpanjang periode pengamatan. Tujuan menggunakan jenis perusahaan yang berbeda dengan maksud apakah penelitian sejenis dengan obyek yang berbeda dapat digeneralisasi. Periode pengamatan diperpanjang dengan periode waktu di masa yang akan datang dengan harapan apakah ada perbedaan pengaruh dengan waktu jangka panjang. 2) Item-item pengungkapan dalam variabel ini menggunakan 90 indikator pengungkapan dalam penelitian ini mengacu pada indikator dari KNKCG, FCGI, Khomsiyah (2005), Fong dan Shek (2009). Penelitian selanjutnya dapat memperbaharui dan menambah item pengungkapan dengan berbagai sumber yang ada. Penambahan pengungkapan pada umumya mengalami perubahan dan penambahan setiap waktunya. 3) Begitu halnya dalam penggunaan variabel kontrol seperti ukuran perusahaan (size) dalam penelitian selanjutnya bisa menggunakan ukuran perusahaan yang lain seperti total penjualan dan kapitalisasi pasar.
DAFTAR PUSTAKA Adams, Renee.B., and Daniel Ferreira. 2008. Women in The Boardroom and Their Impact on Governance and Performance. Journal of Financial Economics. Available at: http://ssrn.com/abstract=1107721. Diakses pada 15 Juli 2010.
Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
Ararat, Melsa., Mine Aksu, and Ayse T. Cetin. 2010. Impact of Board Diversity on Boards’ Monitoring Intensity and Firm Performance: Evidence from the Istambul Stock Exchange. Available at: http://ssrn.com/abstract=1572283. Diakses pada 02 Juli 2010. Arthana, Komang. 2011. “Pengaruh Corporate Governance Disclosure Pada Kinerja Perusahaan Perbankan dengan Kepemilikan Saham Terkonsentrasi di Bursa Efek Indonesia” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Berle, Adolph dan Means, Gardiner (1932). The Modern Corporation and Private Property. MacMillan, New York, N.Y. Black, B.S., Jang, H., & Kim, W (2003) Does Corporate governance affect firm value? Evidancd from Korea, Diambil dari http://papers .ssrn.com.
Claeesens. S & Fan, J.P.H (2003) Corporate governance in Asia: A survey Internasional Review of Finance. Collet, Peter and S. Hrasky. (2005). Voluntary Disclosure of Corporate Governance Practices by Listed Australian Companie’s. Corporate Governance. Vol. 13, No. 2: 188-196. Colgan, P. Mc. 2001. Agency Theory and Corporate governance: A Review of the Literature from a UK Perspective. Working Paper. Darmadi, Salim. 2011. Board Diversity and Firm Performance: the Indonesian Evidence. Journal Corporate Ownership and Control. Vol.8. Available at: http://ssrn.com/abstract=1727195. Diakses pada 06 Januari 2011.
Booth, Alison L. and Patrick J. Nolen. 2009. Gender Differences in Risk Behaviour: Does Nurture Matter?. Institute for the Study of Labor (IZA) Discussion Paper No.4026.
Darmawati, Khomsyiah dan Rika Gelar R, (2005), “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Yogyakarta, Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik, Vol 8, No. 1, Januari 2005.
Carter, D.A., Betty J. Simkims, and W.G. Simpson. 2002. Corporate Governance, Board Diversity, and Firm Value. The Financial Review. No.38: 33-53.
Eisenhardt, K.M (1989) Agency Theory: An assessment and review. Academy of Management Review.
_________, Frank D’Souza, Betty J. Simkims, and W.G. Simpson. 2007. The Diversity of Corporate Board Committees and Financial Performance. Available at: http://ssrn.com/abstract=1106698. Diakses pada 02 Juli 2010.
Vol. 3 No. 2, September 2013
FCGI. 2000. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Forum for Corporate Governance in Indonesia. Forum for Corporate governance in Indonesia (2001). “ Tata Kelola Perusahaan” Seri Tata kelola Perusahaan, Jilid I Edisi ke 3 Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi JUARA 102
Gunarsih, T (2002). Strutur corporate governance governance dan kinerja perusahaan: struktur kepemilikan dan strategi diversifikasi terhadap kinerja perusahaa, Disretasi tidak dipublikasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Kusumastuti, Sari, Supatmi, dan Perdana Sastra. 2006. Pengaruh Board Diversity terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Jurnal Ekonomi Akuntansi-Universitas Kristen Petra. Available at: http://puslit.petra.ac.id/journals/accoun ting. Diakses pada 02 Juli 2010. La
Jensen, M. C., and Meckling, W. H. (1976). “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, 3: 305-360. Jogiyanto H.M, Prof., Dr, MBA., Ak (2007). “Metodelogi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalamanpengalaman”. BPFE-Yogyakarta Johnson S, Boone P, Breach A and Friedman E (1998), “Corporate governance in the Asian Financial Crisis 1997-98”, available at http://www.worldbank.org/ html/ prddr/trans/janfeb00/phs26-27.htm Klapper, L., F & Love, (2002). Corporate governance, investor protection, and performance in emerging markets, World Bank Policy Research, Http:/econ worldbank.org dan Riyanto B. 2005. Corporate Governance dan Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance Reporting dan Struktur Dewan terhadap Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei (1998). “Corporate Ownership Around the World.”Journal of Finance. Vol. 54, No. 2: 471-517.
Milliken, F., and Martins L. 1996. Searching for Common Threads: Understanding the Multiple Effects of Diversity in Organizational Groups. Academy of Management Review. No.21: 402-434. Monks., R. A. G & Minow, N (1995). Corporate governance, Blackwell Business Oxelheim, Lars and Trond Randoy. 2001. The Impact of Foreign Board Membership on Firm Value. Journal of Banking and Finance. Working Papers No. 567. Randoy, T., Steen Thomsen, and Lars Oxelheim. 2006. A Nordic Perspective on Corporate Board Diversity. Available at:
Komite Nasional Kebijakan Corporate governance (KNKCG). 2001. Pedoman Good Corporate governance: Ref. 4. 0. 103
Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
Lampiran 1 1.
Statistik Deskriptif N
CGDI GENDER RAS SIZE Valid N 2. Uji Normalitas
3.
65 65 65 65 65
Descriptive Statistics Minimum Maximum Mean Std. Deviation ,57 ,93 ,8427 ,06949 ,00 1,00 ,7846 ,41429 ,00 1,00 ,6615 ,47687 1167744,00 551891704,00 128416443,1692 143121126,31652
Uji Autokorelasi
Model Summaryb Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 ,544 ,296 ,262 ,05972 a. Predictors: (Constant), SIZE, GENDER, RAS b. Dependent Variable: CGDI
DurbinWatson 1,262
Model Summaryb Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 ,616 ,379 ,337 ,05660 a. Predictors: (Constant), LagY, RAS, GENDER, SIZE b. Dependent Variable: CGDI
DurbinWatson 1,883
Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA 104
4.
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Coefficients Coefficients Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF ,500 ,090 5,549 ,000 (Constant) GENDER ,039 ,018 ,232 2,177 ,033 ,930 1,075 1 RAS ,050 ,018 ,341 2,745 ,008 ,682 1,467 SIZE 1,999 ,000 ,412 3,150 ,003 ,615 1,627 LagY ,299 ,110 ,297 2,708 ,009 ,878 1,139 a. Dependent Variable: CGDI 5. Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig. Coefficients B Std. Error Beta -,072 ,203 -,354 ,725 (Constant) GENDER RAS SIZE LagY a. Dependent Variable: abs 1
6.
,009 -,013 -1,995 ,183
,040 ,041 ,000 ,249
,222 -,310 -1,395 ,735
Uji Hipotesis
Model Summaryb Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 ,616 ,379 ,337 ,05660 a. Predictors: (Constant), LagY, RAS, GENDER, SIZE b. Dependent Variable: CGDI
Model
ANOVAa df
Sum of Mean Squares Square Regression ,115 4 ,029 1 Residual ,189 59 ,003 Total ,304 63 a. Dependent Variable: CGDI b. Predictors: (Constant), LagY, RAS, GENDER, SIZE
105
,029 -,048 -,227 ,100
DurbinWatson 1,883
F 8,999
Sig. ,000b
Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
,825 ,758 ,168 ,465
PENGARUH DIVERSITAS GENDER DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DEWAN DIREKSI TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN SUKARELA I Made Sudiartana2 Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT Based on Resource Dependence Theory, board background characteristic often assumed have effect on decision made by company. Board in this study, defined as board of director, since they have the responsibility and power to made decision that will affect the company progress. The purpose of this study is to examine the effect of gender, as measured by the percentage of woman director on board, and the director’s educational background on the voluntary disclosure made by company. The analysis that used in this study is binary regression analysis.The first hypothesis testing showed that gender does not have any significant effect on voluntary disclosure made by company. The second hypothesis test shows that director’s educational backgrounds do have a significant effect on voluntary disclosure. Keyword: Gender, director’s educational background, voluntary disclosure. 2
Alamat Korespondensi : (Artha
[email protected])
I.
PENDAHULUAN Setiap tahun, perusahaan yang go public menerbitkan laporan tahunannya. Laporan yang berisi baik data keuangan maupun non keuangan digunakan oleh investor, kreditur, dan pengguna lainnya dalam menganalisis kondisi perusahaan untuk keperluannya masing-masing. Apabila dihubungkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terjadi asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalisasikan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan Vol. 3 No. 2, September 2013
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Besarnya biaya dan manfaat pengungkapan informasi tertentu berbeda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Biaya dan manfaat pengungkapan informasi secara sukarela kemungkinan dipengaruhi oleh faktor- faktor yang akan mengakibatkan perbedaan luas pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, Dewan direksi memiliki tanggung jawab membuat keputusan-keputusan yang akan mempengaruhi arah kebijakan perusahaan. Direktur perusahaan adalah orang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan tentang operasional perusahaan dan mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di Jurnal Riset Akuntansi JUARA 106
dalam perusahaan (Bhagat and Black, 1999), dan berpotensi memberikan suatu informasi kepada pihak luar. Di bawah asumsi teori pensinyalan, direksi memiliki insentif untuk mengungkapkan segala macam informasi yang baik (good news) mengenai perusahaan untuk mengatraksi pasar. Teori upper echelon menyatakan bahwa hasil perusahaan yang meliputi pilihan-pilihan strategis dan tingkat kinerja setengahnya dapat diramalkan dari karakteristik latar belakang direksi (Hambrick dan Mason, 1984). Menurut Carter et al (2002), Blue Ribbon Commite merekomendasikan keragaman gender, ras, umur dan kebangsaan harus dipertimbangan dalam pemilihan direktur. Ada dua aspek dari keragaman dewan direksi, salah satunya adalah bahwa keragaman direksi akan meningkatkan nilai pemegang saham. Carter et al (2002) menyelidiki hubungan antara diversitas dewan dengan nilai perusahaan pada perusahaan Fortune 1000. Board diversity didefenisikan sebagai persentase wanita, Afrika-Amerika, Asia dan Hispanik. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara proporsi wanita, atau minoritas terhadap nilai perusahaan. Roberson dan Park, (2007) yang meneliti pengaruh diversitas reputasi dan diversitas ras pemimpin terhadap hasil-hasil kinerja keuangan menunjukan adanya hubungan berbentuk U-shape antara diversitas ras pemimpin terhadap pendapatan, laba bersih dan book to market equity. Randoy et al. (2006) yang meneliti hubungan antara diversitas dewan yang diproksikan dengan gender, umur dan kebangsaan terhadap kinerja yang di proksikan dengan kinerja pasar dan ROA, tidak menemukan adanya hubungan antara gender, umur, dan kebangsaan terhadap kinerja pasar dan ROA. Penelitian yang 107
dilakukaan Eklund et al. (2008) yang meneliti hubungan antara struktur kepemilikan, board diversity dan nilai perusahaan yang diproksikan dengan kinerja investasi pada perusahaan yang listing di Swedia menunjukan pengaruh kecil tapi negatif antara gender dengan kinerja investasi. Nalikka (2009), melakukan penelitian terhadap pengaruh gender direksi perusahaan terhadap pengungkapan sukarela pada laporan tahunan (annual report). Hasilnya menunjukan bahwa perusahaan dengan CFO wanita berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang lebih tinggi pada laporan tahunan. CEO wanita dan proporsi anggota BOD wanita ditemukan tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Bayu (2010), melakukan penelitian terhadap pengaruh diversitas dewan pada kinerja pasar perusahaan yang terdaftar di BEI, menunjukan bahwa dibersitas dewan tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan,sedangkan ukuran dan jenis industri berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Dalam penelitian ini, diversitas dewan diproksikan dengan keragaman gender, latar belakang pendidikan, kebangsaan dan umur, sedangkan kinerja pasar diproksikan dengan rasio price to book value Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh komposisi dewan dengan luas pengungkapan masih sangat jarang. Sehingga penelitian ini termotivasi untuk mereplikasi penelitian yang dilakukan Nalikka (2009). Dimana dalam penelitian ini proksi yang digunakan untuk mengukur komposisi dewan adalah keragaman gender dewan direksi dan keragaman latar belakang pendidikan terhadap luas pengungkapan sukarela perusahaan. Komposisi dewan direksi dipilih sebagai objek penelitian karena dewan direksilah
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
yang menentukan pengungkapan yang perusahaan.
seberapa luas akan dilakukan
II. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Diversitas Dewan Menurut Rondoy et al. (2006), mekanisme corporate governance membantu pemegang saham dan stakeholder untuk menerapkan kontrol terhadap manajemen dan corporate insiders. Literatur corporate governance menekankan bahwa good corporate governance memfasilitasi penciptaan nilai jangka panjang untuk kepentingan pemilik dan stak holder. Corporate governance seperti ini memerlukan interaksi optimal antara pemilik, manajemen, dan dewan. Menurut Goodstein et al. (1994), Randoy et al. (2006), dalam teori ketergantungan sumberdaya, dewan dapat memfasilitasi akses terhadap sumberdaya. Teori ketergantungan sumberdaya (resource dependences) berpendapat bahwa penggunaan diverse constitunces dan stakeholder dalam dewan memfasilitasi perolehan sumberdaya yang penting bagi perusahaan. Menurut Robinson dan Deschant, (1997), Charter et al. (2002) dan Kusumatuti dkk. (2006) menunjukan lima preposisi mengenai diversitas board yaitu: pertama corporate diversity mendorong pemahaman yang lebih baik akan pasar, dimana hal ini berhubungan dengan kondisi demografi suplier dan customer yang juga beragam sehingga kemampuan penetrasi pasar perusahaan akan meningkat. Kedua, diversitas meningkatkan kreatifitas dan inovasi. Menurut pandangan ini, sikap, fungsi kognitif, dan kepercayaan tidak terdistribusi secara acak dalam populasi, tetapi cenderung bervariasi secara sistematis sesuai dengan variabel demografi seperti umur, ras, dan gender. Ketiga Vol. 3 No. 2, September 2013
diversitas menghasilkan penyelesaian masalah yang lebih efektif. Diversitas memang menghasilkan lebih banyak konflik dalam proses pembuatan keputusan, namun berbagai perspektif yang muncul menyebabkan pembuat keputusan mengevaluasi lebih banyak alternatif dan meng-explore dengan lebih hati-hati konsekuensi dari alternatif yang diberikan. Keempat diversifikasi meningkatkan efektifitas kepemimpinan perusahaan. Kelima diversitas mendorong hubungan global yang lebih efektif. 2.2 Diversitas Gender dalam Dewan Menurut teori resource dependence, segala bentuk sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan harus digunakan semaksimal mungkin. Hal ini akan mendorong perusahaan meningkatkan kinerja dan potensi penciptaan kemakmuran. (Mitchell. S.M., 2001). Dalam literatur corporate governance dan teori resource dependence, sering kali diungkapkan bahwa BOD yang diversed dan well-ballanced dapat secara signifikan meningkatkan kinerja perusahaan (Mitchell, 2001). BOD merupakan mekanisme penting yang dapat meningkatkan dan menciptakan koalisi antara BOD dan pemegang saham dalam mengontrol sumberdaya yang dibutuhkan perusahaan. Masing-masing anggota dewan akan memberikan kumpulan dari pengalaman, attachment, dan pandangan yang unik dan berbeda-beda bagi dewan. Jika persepsi, pandangan dan latar belakang anggota dewan relatif homogen, maka ada kemungkinan besar strategi-strategi pembuatan keputusan dari mekanisme corporate governance akan menjadi single-minded, dapat ditebak dan tidak fleksibel. 2.3Diversitas Latar Belakang Pendidikan Menurut Ponnu, (2008) BOD seharusnya terdiri dari orang-orang Jurnal Riset Akuntansi JUARA 108
profesional dengan keahlian dalam bidanhukum, perpajakan akuntansi, keuangan, dan lainnya. Dengan adanya anggota board yang memiliki keahlian, dapat memberikan perspektif yang bermanfaat terhadap penilaian risiko, keunggulan bersaing, dan pemahaman mengenai tantangan yang dihadapi dalam bisnis. Diversitas latar belakang dan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, merupakan hal penting bagi komposisi dewan secara keseluruhan. hal ini disebabkan oleh kebutuhan perusahaan akan latar belakang pendidikan dan pengalaman tertentu yang terus berubah seiring perubahan waktu. board seharusnya memonitor keahlian dan pengalaman anggota board dengan kriteria keanggotaan yang telah ditetapkan untuk menilai pada tiap tahapan daur hidup perusahaan apakah dewan telah memiliki alat untuk melaksanakan fungsinya secara efektif. 2.4 Pengungkapan Informasi Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan secara jelas bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan berkala dan laporan insidental lainnya kepada Bapepam. Ketentuan yang lebih spesifik tentang pelaporan perusahaan publik diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-38/PM/2003 tentang Laporan Tahunan yang berlaku sejak tanggal 17 Januari 1996. Kemudian pada tanggal 7 Desember 2006, untuk meningkatkan kualitas keterbukaan informasi kepada publik, diberlakukanlah Peraturan Bapepam dan Lembaga Keuangan (LK) Nomor X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi 109
Emiten atau Perusahaan Publik.Pada tahun 1996, Bapepam mengeluarkan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada Bapepam selambatlambatnya pada akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30 September 2003, Bapepam semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Corporate governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Penerapan corporate governance menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip good corporate governance disusun dengan tujuan untuk melindungi investor dan stakeholder lainnya dari asimetri informasi. Salah satu yang mendasari keputusan investor dalam pengambilan keputusan investasi adalah laporan keuangan perusahaan. Pengungkapan yang detil akan memberikan gambaran kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Tujuan umum pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
2.5 Pengungkapan Sukarela Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi oleh perusahaan
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
dalam laporan tahunan (annual report) yang disajikan secara bebas sesuai dengan pilihan manajemen perusahaan dalam rangka menyediakan informasi yang dapat digunakan dalam pembuatan keputusan, (Meek et al.,1995; Eng and Mak, 2003; Cheng and Courtenay, 2006; Chen and Jaggi, 2000). Sebagai tambahan terhadap pelaporan keuangan yang diwajibkan, beberapa perusahaan menambahkan pengungkapan dengan pengungkapan sukarela seperti ramalan manajemen (Healy and Palepu, 2001). 2.6 Hipotesis Penelitian Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pihak luar perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sinyal yang diberikan berupa pengungkapan–pengungkapan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Selain informasi keuangan yang diwajibkan, perusahaan juga akan melakukan pengungkapan sosial yang sifatnya sukarela. Scott (2003:423) menjelaskan mengenai pensinyalan yang didefinisikan sebagai usaha manajemen yang memiliki informasi lebih dibanding investor (asymetric information) dan berusaha untuk menyajikannya kepada investor yang nantinya digunakan sebagai pertimbangan dalam pembuatan keputusan investasi. Nalikka (2009), melakukan penelitian terhadap pengaruh gender direksi perusahaan terhadap pengungkapan sukarela pada laporan tahunan (annual report). Dengan menggunakan data perusahaan yang terdaftar di Helsinki Stock Exchange pada tahun 2005-2007 dengan memfokuskan pada gender Chief Executive Officer(CEO), Chief Financial Officer (CFO), dan board of director. Hasilnya menunjukan bahwa perusahaan dengan CFO wanita berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang lebih tinggi pada Vol. 3 No. 2, September 2013
laporan tahunan. CEO wanita dan proporsi anggota BOD wanita ditemukan tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis pertama yang diajukan adalah sebagai berikut. H1: Diversitas gender dewan direksi berpengaruh pada luas pengungkapan sukarela Resource Dependence theory (RDT), mengungkapkan bahwa diversitas meningkatkan kreatifitas dan inovasi. Menurut pandangan ini, sikap, fungsi kognitif, dan kepercayaan tidak terdistribusi secara acak dalam populasi, tetapi cenderung bervariasi secara sistematis sesuai dengan variabel demografi seperti umur, ras, latar belakang pendidikan dan gender. Penelitian Nalikka (2009) menemukan bahwa CFO wanita berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang lebih tinggi pada laporan tahunan. Hal ini menunjukan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap luas pengungkapan. Ponnu (2008) menyelidiki dampak kualifikasi akademis anggota BOD terhadap kinerja perusahaan, dengan menggunakan sampel 30 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Malaysia. Hasilnya menunjukan tidak ada perbedaan signifikan antara kualifikasi akademis anggota BOD dengan kinerja perusahaan. Sehingga hipotesis ke dua yang diajukan adalah sebagai berikut H2: Latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh pada luas pengungkapan sukarel
Jurnal Riset Akuntansi JUARA 110
Kedua hipotesis diatas dapat digambarkan dalam model penelitian seperti disajikan dalam Gambar 3.3 berikut. Diversitas Gender
dengan menggunakan persentase jumlah wanita dibandingkan seluruh jumlah anggota dewan dalam dewan direksi.
H1
2.
Keragaman Latar belakang pendidikan Latar belakang pendidikan dewan diukur dengan terlebih dahulu mengelompokkan latar belakang pendidikan menjadi beberapa bidang, yaitu akuntansi dan keuangan, manajemen pemasaran dan manajemen strategis, hukum, engineering, sosial ekonomi, dan lainnya. Kemudian perusahaan dibagi menjadi kelompok tersebar (diverse) dan tidak tersebar (non diverse). Suatu perusahaan dikatakan tersebar ketika kurang dari 40 persen anggota dewan direksinya memiliki latar belakang pendidikan sama (Ponnu, 2008). Untuk kelompok tersebar diberikan nilai 1, sedangkan kelompok tidak tersebar diberi nilai 0.
3.
Luas pengungkapan sukarela . Luas pengungkapan sukarela diukur dengan menggunakan daftar pengungkapan item-item (index) seperti yang digunakan Mahayana, 2010. Dari indeks ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang memiliki indeks diatas nilai indeks rata-rata dinyatakan sebagai kelompok yang memiliki luas pengungkapan sukarela yang tinggi, kemudian diberikan nilai 1. Kelompok yang memiliki nilai indeks dibawah nilai indeks rata-rata dikatakan sebagai kelompok dengan luas pengungkapan sukarela yang rendah, dan kemudian diberikan nilai 0. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif yaitu analisis yang bersifat objektif dengan berdasarkan pada
Pengungkapan Sukarela Latar Belakang Pendidikan H2
Gambar 3.3 Model Penelitian III. METODA PENELITIAN 3.1 Metoda Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan sektor non keuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode nonprobability sampling tepatnya metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan/kriteria tertentu, Sugiyono (2009). Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan yang terdaftar di BEI untuk tahun 2007 dan 2008. 2) Menerbitkan laporan tahunan (annual report) tahun 2007 dan 2008. 3) Tahun buku per 31 Desember 4) Terdapat informasi mengenai gender dan latar belakang pendidikan anggota dewan direksi pada laporan tahunan (annual report). 3.2 Definisi Operasional Variabel 1. Keragaman gender Menurut WHO gender didefenisikan sebagai perbedaan status dan peran antara pria dan wanita yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode tertentu. Keragaman gender diukur 111
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
angka-angka dalam melakukan penilaian apakah keragaman gender dan latar belakang pendidikan dewan direksi dapat mempengaruhi luas pengungkapan sukarela. Alat analisis yang digunakan adalah regresi binary. Teknik ini digunakan karena variabel terikat yaitu luas pengungkapan sukarela merupakan variabel dummy. Jika variabel dependen merupakan variabel dummy, yang bersifat biner ( yang diberi kode 1 atau 0) maka analisis yang digunakan adalah ana;osos regresi bineri. Tehnik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2005). Model regresi binary ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut. Y = β0 +β1X1 + β2X2 + e..........................(1) Keterangan : Y = Luas pengungkapan sukarela β0= Konstanta β1,β2= Koefisien Regresi X 1 = keragaman gender X 2 = keragaman latar belakang pendidikan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi karakteristik variabel penelitian khususnya mengenai mean dan deviasi standar. Pengukuran mean merupakan cara yang paling umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari suatu distribusi data. Deviasi standar merupakan perbedaan antara nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Statistik deskriptif dari pengungkapan sukarela, gender dan latar belakang pendidikan dapat dilihat seperti pada Tabel 4.1.
Vol. 3 No. 2, September 2013
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
N Voluntary Disclousure (VD) Gender Education ( EDU) Valid N (listwise)
Std. Min Max Mean Deviation
357
,00
1,00 ,4454
,49771
357
,00
1,00 ,1322
,17798
357
,00
1,00 ,5378
,49927
357
Sumber: Data diolah Statistik deskriptif pada Tabel 5.1, Voluntary Disclousure (VD) dan gender merupakan variabel dummy yang memiliki nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 1. Lampiran 4 menunjukkan nilai VD yang paling sering muncul adalah 0, nilai -0 muncul sebanyak 198 kali sedangkan nilai 1 muncul 159 kali. Hal ini berarti 45% pengamatan perusahaan memiliki tingkat pengungkapan tinggi, sedangkan sisanya 55% memiliki tingkat pengungkapan sukarela rendah. Edu menunjukkan variabel latar belakang pendidikan. Lampiran 4 menunjukkan nilai Edu yang paling sering muncul adalah 1, nilai 1 muncul sebanyak 192 kali sedangkan nilai 1 muncul 165 kali. Hal ini berarti 54% pengamatan perusahaan memiliki anggota direksi dengan latar pendidikan tersebar, sedangkan sisanya 46% memiliki latar belakang pendidikan yang homogen. Variabel gender memiliki nilai terendah sebesar 0,00 dan nilai tertinggi sebesar 1,00. Rata-rata (mean) gender dari seluruh pengamatan adalah sebesar 0,1322 dengan deviasi standar sebesar 0,17798. Ini berarti persentase rata-rata anggota dewan perempuan dibandingkan seluruh anggota dewan adalah sebesar 13,22 persen.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
112
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel dependen bersifat dikotomi (pengungkapan sukarela tinggi dan pengungkapan sukarela rendah), maka pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji binery logistic regression. Tahapan dalam pengujian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Menguji kelayakan model regresi Menurut Gozali (2006) hasil statistik Hosmer and Lemeshow’s menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan antara model dengan data sehingga model dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test statistik sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan antara model dengan nilai observasinya sehingga model dikatakan tidak baik karena tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sebesar 3,222 dengan signifikansi (nilai p) sebesar 0,666 (lampiran 3.c). Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa signifikansi (nilai p) lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima atau layak. 2. Menilai keseluruhan model (overall model fit) Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Nilai -2LL awal adalah sebesar 490,638. 113
Setelah dimasukkan tiga variabel independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 486,521 (Lampiran 3.c). Penurunan likelihood (-2LL) ini menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti. 3. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,015 ( lampiran 3.c) yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 1,5% sedangkan sisanya sebesar 98,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian 4. Uji Multikolinearitas Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Tabel 4.2 Matrik Korelasi antar Variabel Bebas Step 1
Constant Gender Edu
Constant 1,000 -,377 -,631
Gender -,377 1,000 -,133
Edu -,631 -,133 1,000
Sumber: Data diolah Tabel 4.2 menunjukkan tidak ada koefisien korelasi antar variabel yang nilainya lebih besar dari 0,8. Hal ini menunjukkan tidak terdapat gejala multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi.
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
5. Model Regresi Logistik yang Terbentuk Model regresi logistik yang terbentuk disajikan pada Tabel 5.3 berikut ini: Tabel 4.3 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik B Wald. Sig. Gender ,005 ,000 ,994 Edu ,435 4,012 ,045 Constant -,457 7,010 ,008 Sumber: Data diolah 4.3 Pengaruh Gender pada Luas Pengungkapan Sukarela Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa gender tidak berpengaruh pada luas pengungkapan sukarela. Hal ini berarti hasil pengujian tidak dapat mendukung hipotesis yang diajukan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Nalikka (2009). Nalikka (2009), melakukan penelitian terhadap pengaruh gender direksi perusahaan terhadap pengungkapan sukarela pada laporan tahunan (annual report). Dengan menggunakan data perusahaan yang terdaftar di Helsinki Stock Exchange pada tahun 2005-2007 dengan memfokuskan pada gender Chief Executive Officer(CEO), Chief Financial Officer (CFO), dan board of director. Hasilnya menunjukan bahwa perusahaan dengan CFO wanita berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang lebih tinggi pada laporan tahunan. CEO wanita dan proporsi anggota BOD wanita ditemukan tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Hofstede (1991) menyatakan ada empat dimensi yang berpengaruh terhadap nilai nilai sosial dalam suatu masyarakat. Salah satunya adalah Power distance. Power Distance Index (PDI) didefinisikan sebagai sejauh mana masayarakat dapat Vol. 3 No. 2, September 2013
menerima ketidaksetaraan (inequality). Di negara-negara Asia, Indonesia menempati peringkat kedua setelah Malaysia untuk skor PDI-nya. Hal ini dapat berarti bahwa masyarakat di Indonesia dapat menerima ketidaksetaraan dan menggangapnya hal yang biasa. Adalah suatu hal yang wajar bagi bawahan untuk menghormati keputusan atasannya atau orang yang lebih tua dalam artian orang yang lebih dihormati. Hal ini berpotensi menimbulkan group think. Group think, merupakan fenomena yang sering terjadi dalam pembuatan keputusan kelompok, didefinisikan sebagai suatu situasi dimana kelompok mayoritas berusaha untuk meredam pandangan yang kritis, tidak biasa, berasal dari kelompok minoritas (Robbins dan Judge, 2001). Berdasarkan statistik deskriptif dapat dilihat bahwa proporsi wanita dalam dewan rata-rata hanya 13 persen. Ini menunjukkan keberadaaan perempuan dalam dewan masih tergolong kecil (minoritas) sehingga tidak memiliki hak suara mayoritas dalam menentukan keputusan yang dibuat dewan terkait dengan luas pengungkapan sukarela. Keputusan yang dibuat tidak hanya ditentukan oleh jumlah anggota perempuan dalam dewan tetapi juga kualitas orangorang tersebut. Faktor pengalaman, ras, dan umur mungkin mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh masing-masing anggota dewan berkaitan dengan luas pengungkapan sukarela yang akan dilakukan perusahaan. Hal tersebut mungkin mempengaruhi hasil penelitian ini. Faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan dalam penelitian selanjutnya dan dalam menentukan kualifikasi anggota dewan.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
114
4.4 Pengaruh Latar Belakang Pendidikan pada Luas Pengungkapan Sukarela Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan anggota dewan berpengaruh positif pada luas pengungkapan sukarela. Hal ini berarti hipotesis kedua yang diajukan dapat didukung. Pemilihan anggota dewan perusahaan harus berpedoman pada persyaratan mengenai pencapaian pendidikan, kecukupan kompetensi dan pemahaman mengenai bisnis, persyaratan umur, integritas/kejujuran, dan ketekunan seseorang. Ponnu (2008) menyebutkan bahwa seorang anggota dewan perusahaan harus memiliki kredibilitas dan skill serta pengalaman yang diperlukan, sehingga mampu memberikan judgment independen dalam isu yang berkaitan dengan strategi, kinerja, dan sumber daya perusahaan. Dewan komisaris dan direksi harus terdiri dari anggota profesional, dengan keahlian dalam bidang hukum, pajak, atau akuntansi. Keberadaan anggota dewan komisaris dan direksi yang memiliki pengalaman dalam industri dan bisnis relevan sangat bermanfaat bagi dewan perusahaan secara keseluruhan. Keberadaan mereka memberikan perspektif mengenai risiko signifikan dan keuntungan kompetitif, serta lebih memahami mengenai tantangan yang akan dihadapi dalam bisnis perusahaan (Ponnu, 2008). Latar belakang pendidikan formal anggota dewan komisaris dan direksi merupakan karakteristik kognitif yang dapat memengaruhi kemampuan dewan dalam pengambilan keputusan bisnis serta mengelola bisnis (Kusumastuti dkk., 2006). Siciliano (1996) menemukan bahwa diversitas latar belakang pendidikan yang berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan anggota dewan direksi perusahaan berpengaruh positif pada kinerja organisasi terutama pada kinerja sosial. Wallace dan 115
Cooke (1990) anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis mungkin melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk meningkatkan citra perusahaan maupun kredibilitas manajemen. Berdasarkan Resource dependence theory (RDT) dijelaskan bahwa dengan menggunakan komposisi BOD yang tersebar, akan meningkatkan paling tidak lima hal yaitu: (1) Meningkatkan pemahaman akan pasar. Dengan makin tersebarnya pasar, perusahaan harus dapat memahami karakteristik pelanggannya. Cara yang baik adalah dengan menggunakan tenaga penjualan yang tesebar pula. (2) Meningkatkan kreatifitas dan inovasi. Sikap, fungsi kognitif, dan keyakinan tidak tersebar secara acak dalam populasi, tetapi cenderung berbeda secara sistematis sesuai dengan variabel demografi seperti umur, ras, dan gender. Sehingga konsekuensi yang dapat diharapkan dari peningkatan keragaman budaya dalam organisasi adalah munculnya perepektif yang berbeda-beda yang akan meningkatkan kinerja dari tugas yang kreatif. Sebagai tambahan, karyawan yang merasa dihargai dan didukung oleh organisasinya, cenderung akan lebih inovatif. (3) Meningkatkan kualitas pemecahan masalah. Kelompok yang heterogen cenderung menghasilkan pemecahan masalah yang lebih inovatif. Perbedaan diantara anggota kelompok memnyebabkan anggota kelompok dapat melihat permasalahan dari berbagai perspektif berdasarkan pengalaman anggota kelompok. Hal ini menyebabkan pembuat keputusan mengevaluasi lebih banyak alternatif dan menelaah dengan lebih hati-hati
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
(4)
(5)
konsekuensi dari alternatif yang diberikan. Meningkatkan keefektifitasan pemimpin. Komposisi demografi pada level top management mempengaruhi strategi kompetitif dan keefektifitasan finansial perusahaan. Membina hubungan global yang efektif. Tantangan yang dihadapi manajer puncak adalah mengubah keragaman etnokultural menjadi keunggulan diferensial dalam persaingan pasar global yang semakin meningkat.
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Gender tidak berpengaruh pada luas pengungkapan sukarela. Hal ini disebabkan karena keberadaan perempuan dalam dewan rata-rata hanya 13% sehingga tidak dominan dalam pembuatan keputusan terkait dengan luas pengungkapan sukarela. Hasil ini juga dipengaruhi oleh faktor individu dari anggota dewan seperti pengalaman, ras, dan umur. 2) Latar belakang pendidikan berpengaruh positif pada luas pengungkapan sukarela. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman latar belakang pendidikan anggota dewan mempengaruhi keputusan mereka dalam melakukan pengungkapan informasi kepada publik. Semakin beragam latar belakang pendidikan anggota dewan, semakin luas pengungkapan sukarela yang dilakukan.
5.2
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain : 1) Pada penelitian ini menggunakan variabel dummy untuk mengukur variabel dependennya. Penelitian berikutnya dapat menggunakan kombinasi antara indeks pengungkapan dan jumlah item yang diungkapkan. 2) Koefisien determinasi (Adjusted R2) adalah sebesar 0,475 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 1,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 98,5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal ini berarti masih ada variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk menjelaskan luas pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, variabel diversitas dewan lain yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan pengungkapan sukarela adalah diversitas kognitif seperti pengalaman, skill dan kompetensi (Coffey dan Wang, 1998) dan diversitas demografi seperti status perkawinan (Slocum dan Hellriegel, 2007 dalam Marimuthu, 2008). 3) Pada penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk memasukan variabel kontrol. Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Dalam hal ini dapat digunakan variabel jenis industri, yang memisahkan antara industri keuangan dengan non keuangan. Karena dari sisi aturan, ada ukuran tertentu yang harus dipenuhi oleh lembaga keuangan yang tidak diberlakukan bagi perusahaan non
Keterbatasan dan Saran
Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
116
4) keuangan khususnya berkaitan dengan pengungkapan yang diwajibkan.
DAFTAR PUSTAKA Adams, R.B., dan Ferreira, D. 2004. Gender Diversity In The Boardroom. ECGI Finance Working Paper No.58. Available at http://ssm.com/abstracth =594506. Diakses pada tanggal 28 Juli 2010. Bhagat,S., dan Black, B. 1999. The Uncertain Relationship Between Board Composition and Firm Performance. Columbia Law School, Center for Law and Economics Studies Working Paper No.137. Available at http://papers.ssrn.com/papers.taf?abstra ct_id=11417. Diakses tanggal 28 Juli 2010 Carter, D.A., D’Souza, F., Simkins, B. J., dan Simpson, W.G. 2007. The Diversity of Corporate Board Committees and Financial Performance. Available at http://www.fma.org/Prague/Papers/Div ersityofCorporateBoardCommittees. Diakses 28 Juli 2010 Carter, D.A., Simkins, B.J., dan Simpson, W.G. 2003. Corporate Governance, Board Diversity, and Firm Value. The Financial Review. No. 38:33 – 53. Coffey, B.S., dan Jia Wang. 1998. Board Diversity and Managerial Control as Prediction of Corporate social Performance. Journal of Bussiness Ethics 17. hal 1595-1603 Davis, G.F., dan Cobbs, J.A.2009. Resource Dependence Theory: Past and Future. Available at www/webuser bus umich 117
edu/gfdavis_cobbs_09_RSO pdf, akses pada tanggal 20 April 2010.
di
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Goodstein, J., Gautam, K., dan Becker, W. 1994. The Effect Of Board Diversity On Strategic Change. Stategic Management Journal. Vol 15 hal 241250. Haniffa, R., dan Cooke, T. 2000. Culture, Corporate Governance , and Disclosure in Malaysian Corporation, Makalah. Disampaikan pada The Asian AAA World Conference di Singapura 28-30 Agustus. Hofstede. G, 1991, Cultures and Organization: Software of the Mind. McGraw-Hill International (UK). Kusumastuti, S., Supatmi, dan Perdana S. 2006. Pengaruh Board Diversity Terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 9 No. 2 Nopember 2007. Hal 88-98. Marimuthu, M. 2008. Ethnic Diversity on Boards of Directors and Its Implications on Firm Financial Performance. The Journal of International Social Research. Vol. 1(4): 431-445. McLeod, P.L., Lobel, S.A., dan Cox, Jr., T.H. 1996. Ethnic Diversity and Creativity in Small Groups. Small Groups Research Vol. 27 No.2 hal 248264. Avalaible at http://deepblue.lib.umich.edu/ bitstream/ 2027.42/
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
68515/2/10.1177_1046496271046.pdf. Diakses tanggal 28 Juli 2010. McMilan-Capehart, A., dan Simerly, R.L. 2008. Effects of Managerial Racial and gender Diversity on Organizational Performance: An empirical Study. International Journal Of Management. Vol 25 No.3 Hal 446-592 Meier, S. 2005. How Global is Good Corporate Governance. Ethical Investment Research Services. Available at http://www.eiris.org/files/research publication/howglobaliscorpgov05.pdf.
Diakses pada 12 Maret 2010. Nalikka, A. 2009. Impact of Gender Diversity on Voluntary Disclosure in Annual Reports. Accounting & Taxation. Vol. 1, No. 1. Ponnu, C.H. 2008. Academic Qualifications of Board of Directors and Company Performance. The Business Review Cambridge. Vol. 10. No.1: 177-181. Randoy, T., dan Oxelheim, L, 2001. The Impact Of Foreign Board Membership On Firm Value. Available at http://www.ifn.se/wfiles/wp/WP567.pdf. Diakses pada 12 Maret 2010.
Entrepreneurial Orientation Dimension. Academy of Management Journal. Volume 47 No 2. hal 255-266. Roberson, Q.M., dan Hyeon Jeong Park. 2007. Examining the Link between diversity and Firm Performance: The Effects of Diversity Reputation and Leader Racial Diversity. Group & Organization Management, vol 32 No.5 hal 548-568 Robin, S.P., and Organizational Prentice Hall.
Judge. T.A. 2001. Behaviour. Pearson
Robinson, G., dan Dechant, K. 1997. Building A Business Case For Diversity. Academy of Management Executive, vol 11, hal 21-30. Siciliano, J.I. 1996. The Relationship Of Board Member Diversity To Organizational Performance. Journal Of Bussiness Ethics 15 hal 1313-1320 Wardani, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Pemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Makalah. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi ke XI di Pontianak 23-24 Juli.
Randoy, T., Oxellheim, L., dan Thomsen, S. 2006. A Nordic Perspective on Board Diversity.Nordic Inovation Centre. Available at http: //www. nordicinovation.net/img/anordicperspectiv eonboard//diversity//final.web.pdf.
Diakses pada 12 Maret 2010 Richard, O.C., Bannett, T., Dwyer, S., dan Chadwick, K. 2004. Cultural Diversity In Management, Firm Performance, And The Moderating Role Of Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
118
DAMPAK EKONOMI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NO. 46 TAHUN 2013 TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) I Nyoman Putrayasa3 Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013 mengatur tentang pengenaan pajak bagi sektor UMKM. PP ini mengenakan tarif final sebsar 1% dari omset yang diperoleh perusahaan. Keluarnya PP ini ditanggapi pro dan kontra oleh pelaku UMKM dan Pemerintah sebagai regulator. Bagi pelaku UMKM PP ini dianggap diskriminatif karena yang dikenakan pajak adalah omset perusahaan tanpa memandang perusahaan mengalami untung atau rugi. Selain itu penerapan PP ini memicu terjadinya pengenaan pajak berulang karena selama ini usaha mereka sudah dikenakan PPn dan PPh. Pemerintah berpandangan dengan PP ini pelaku UMKM akan memperoleh keuntungan diantaranya adalah kemudahan memperoleh akses dari bank dan adanya jaminan dari pemerintah terkait permodalan. Bagi pemerintah sendiri dengan adanya PP ini merupakan sumber pendapatan baru yang dapat meningkatkan kas negara. Kata kunci : PP No. 46 Tahun 2013, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 3
Alamat Korespondensi : (
[email protected])
I.
PENDAHULUAN
Baru saja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis aturan baru yang diperkirakan akan mempunyai dampak yang luar biasa bagi penerimaan pajak. Aturan tersebut tentang pengenaan pajak sebesar 1% bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang dirilis dalam Perturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013. Meskipun petunjuk teknisnya belum dikeluarkan oleh pemerintah, munculnya PP ini telah banyak mengundang pro dan kontra dikalangan pelaku UMKM. Hal yang wajar mengingat setiap kebijakan dalam perpajakan pada dasarnya tidak akan pernah iklas diterima oleh masyarakat, apalagi bagi wajib pajak ataupun calon wajib pajak yang akan terkena dampaknya. Menurut Martfianto, PP No. 46 Tahun 2013 mengatur tentang pengenaan pajak 119
bagi sektor UMKM. Beberapa peraturan dalam PP ini membuat para pelaku UMKM tidak bisa duduk dengan tenang. Bagaimana tidak, sejak 1 Juli 2013 sektor UMKM akan dikenakan pajak sebesar 1% dari omset. Omset yang dikenakan adalah maksimum sebesar Rp. 4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Hal yang tidak kecil memang bagi pelaku UMKM. Namun, omset sebesar itu belum tentu mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya, apakah akan mengalami untung atau rugi. Selain itu, PP ini juga akan menjadikan seluruh pelaku UMKM untuk memiliki NPWP. Dengan begitu, seluruh aktivitas ekonomi UMKM akan terpantau oleh DJP dan setiap UMKM wajib menyetor sebesar 1% kepada negara tanpa memandang untung atau rugi.
Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM
Menurut Febriani, pembangunan ekonomi negara tidak terlepas dari peran pemerintah, lembaga keuangan dan pelaku usaha yang salah satunya adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM bukan merupakan pendukungdalam perekonomian negara, tetapi cukup dominan dalam membiayai pembangunan ekonomi melalui pembayaran pajak. UMKM menyumbang 57,12% dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan menyerap 97,3% tenaga kerja dari total 104,54 juta tenaga kerja yang ada di Indonesaia. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan perbankan serta pelaku usaha di lapangan mampu memanfaatkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah melalui peraturan daerah dan dapat melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar, sehingga dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk membuat tulisan dengan judul “Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)”. II. 2.1
PEMBAHASAN Dampak negatif penerapan PP No. 46 Tahun 2013 bagi UMKM Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau dari Wajib Pajak yang memiliki penghasilan bruto tertentu, menimbukan pro kontra dikalangan pelaku UMKM. Mereka merasa keberatan terhadap PP baru yang dikeluarkan pemerintah, karena dianggap memberatkan mereka dari segi keuangan. Menurut Himpunan pengusaha Mikro dan kecil Indonesia (dalam Republika.co.id yang diakses 16 Agustus 2013) berikut adalah dampak Vol. 3 No. 2, September 2013
negatif yang ditimbukan terkait penerapan PP No. 46 Tahun 2013 : 1) Bersifat diskriminatif PP No. 46 Tahun 2013 dianggap bersifat diskriminatif dikarenakan besarnya tarif pajak dihitung sebesar 1% (satu persen) dari omset perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku UMKM. Untuk lebih memahami perhitungan pajak yang dikenakan dapat diilustrasikan sebagai berikut. Pada Tahun 2012 CV. Abdi Furniture melakukan transaksi penjualan dengan total penjualan diakhir tahun adalah sebesar Rp. 3 miliar. Dengan mengikuti aturan dari PP No. 46 Tahun 2013, dimana omset penjualan tidak melebihi Rp. 4,8 miliar dalam tahun pajak, maka besarnya pajak yang harus dibayar adalah 1% dari Rp. 3 miliar yaitu Rp. 30 juta/tahun. 2) Pengenaan Pajak tidak sesuai dengan asas keadilan. PP No. 46 Tahun 2013 dianggap tidak sesuai dengan asas keadilan karena perhitungan didasarkan pada omset perusahaan. Padahal omset perusahaan tidak mecerminkan pendapatan riil dari sebuah perusahaan. Ini berarti bahwa PP ini tidak memandang perusahaan mengalami untung atau rugi. Sebagai ilustrasi dapat diambil kasus CV. Abadi Furniture dimana total omset yang diperoleh dalam setahun adalah sebesar Rp. 3 Miliar. Dari penjualan tersebut misalkan biaya operasional diluar pajak dalam 1 (satu) tahun adalah sebesar Rp.2,5 Miliar. Sehingga total keuntungan yang diperoleh adalah :
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
120
Penjuala :
3.000.000.000
Total Biaya-biaya:
2.500.000.000 –
Laba Kotor
500.000.000
Pajak Final 1%
:
30.000.000 –
Laba Bersih
:
470.000.000
3) Berpotensi terjadinya pengenaan pajak berulang. Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 dapat menimbulkan terjadinya pajak berulang bagi pelaku UMKM. Selain telah dipungut PPn dan PPh. Sebagai contoh pada CV. Abdi diatas, dari omset penjualan Rp. 3 miliar yang diperoleh selain dikenakan pajak sebesar 1% juga dikenakan Ppn atas pertambahan nilai dari bahan baku menjadi barang siap pakai sebesar 10% dan Pph baik pasal 21 maupun pasal 25 yang dikenakan dari omset setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan (laba bersih perusahaan). Contoh perhitungannya pajaknya adalah sebagai berikut : Misalkan biaya operasional yang dikeluarkan termasuk biaya gaji karyawan adalah sebesar Rp. 1 miliar. Jumlah karyawan yang dimiliki adalah sebanyak 20 DUA puluh) orang dengan status misalkan adalah semua karayawan menikah dengan 2 anak. (Contoh terlampir pada lampiran 1) 2.2
Dampak positif penerapan PP No. 46 Tahun 2013 bagi UMKM Selain menimbukan dampak negatif penerapan PP No. 46 Tahun 2013, juga memiliki dampak positif antara lain : 2.2.1 Bagi pengusaha UMKM 1) Mempermudah akses memperoleh modal pinjaman dari bank. Menurut Bank Indonesia, hal utama yang menyebabkan susahnya pelaku UMKM memperoleh bantuan pendanaan dari bank adalah memiliki 121
risiko yang tinggi bagi bank. Selain itu perusahaan mereka belum bankable yaitu belum memenuhi syarat peminjaman kredit dibank. Salah satu syarat yang selama ini jarang dimiliki oleh mereka adalah NPWP. Dengan adanya PP ini setiap pelaku UMKM diwajibkan memiliki NPWP sehingga akses perbankan semakin mudah. 2) Adanya jaminan dari pemerintah terkait permodalan, baik akses ke bank maupun terhadap bantuan dari pemerintah sendiri 2.2.2 Bagi pemerintah 1) Memperoleh pendapatan dari pembayaran pajak UMKM. III. KESIMPULAN Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau dari Wajib Pajak yang memiliki penghasilan bruto tertentu, kepada pelaku UMKM mendapat pendangan yang berbeda dari pelaku UMKM dan pemerintah. Pengusaha UMKM berpandangan bahwa penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 akan membawa dampak negatif bagi usaha mereka. Dengan penerapan PP No. 46 Tahun 2013, pemerintah dianggap diskriminatif, karena besaran tarif pajak dihitung sebesar 1% (satu persen) dari omset perusahaan tanpa memandang perusahaan mengalami untung atau rugi.. Selain itu berpotensi terjadinya pengenaan pajak berulang dan pelaku UMKM belum siap menerapkan PP No. 46 Tahun 2013. Pemerintah berpandangan bahwa penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, akan membawa dampak positif bagi kedua belah pihak, baik dari segi pelaku UMKM sendiri maupun bagi pemerintah.
Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM
Bagi pelaku UMKM Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini akan mempermudah akses memperoleh pinjaman dari bank karena kepemilikan NPWP selain adanya jaminan kompensasi dari pemerintah, sedangkan dari pihak pemerintah akan memperoleh pendapatan baru dari pembayaran pajak yang dilakukan.
usaha yang diterima atau dari Wajib Pajak yang memiliki penghasilan bruto tertentu www.bi.go.id. Diakses 16 Agustus 2013 www.Republika.co.id. Diakses 16 Agustus 2013 www.pajak.go.id
DAFTAR PUSTAKA Budiartha Ketut. 2008. Penghasilan Versi Akuntansi, Pajak dan Ekonomi. Jurnal Akuntansi dan BisnisVol. 3, No. 1. Januari 2008. Febriani. 2011. Pengaruh Pajak Terhadap Perkembangan Usaha Mikro di Sumatera Barat: Konsep Dan Implikasi Kebijakan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 2. Nomor 3, September 2011 Himpunan pengusaha Mikro, kecil dan menegah. 2013. Tiga Alasan Mengapa Himkindo Meminta Penundaan Pajak UMKM. Republika Online terbit Selasa, 16 Agustus 2013 Makasar Post diakses tanggal 16 Agustus 2013 Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi Martfianto, Roy. Rabu, 10 Juli 2013. Pajak 1% untuk UMKM: Hadiah Atau Hukuman. Yogyakarta: Sekretariat Badan Balai Diklat Keuangan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
122
Lampiran 1 Penjualan
:
3.000.000.000
Total Biaya-biaya
:
2.500.000.000 –
Laba Kotor
:
500.000.000
Pajak Final 1% : (PP 46 Th. 2013) (3.000.000.000 x 1%) Pph Psl 21 :
30.000.000
Gaji
:
1.000.000.000
PTKP
:
-
WP Pribadi :
24.300.000
-
WP. Kawin :
2.025.000
- Tambahan 3 Anak (2.025.000x3):
6.075.000+
Total PTKP 20 orang 32.400.000 x 30
648.000.000 –
PKP
352.000.000
Pajak Terutang : 5% x 50.000.000
= 2.500.000
15% x 250.000.000 = 37.500.000 25% X 52.000.000 = 13.000.000 Total Pajak terutang
123
53.000.000 -
Laba bersih sebelum pajak
417.000.000
PPh Psl 25 (Tarif final 28%)
116.760.000-
Laba bersih
300.240.000
Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM
KARAKTERISTIK INDEPENDENSI SERTA KEAHLIAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN KOMITE AUDIT SEBAGAI PEMODERASI HUBUNGAN OPINI GOING CONCERN DENGAN PERGANTIAN AUDITOR Luh Komang Merawati4 Universitas Mahasaraswati Denpasar
Abstrak Komite audit sebagai mekanisme corporate governance dipercaya dapat mengurangi kecenderungan terjadinya pergantian auditor setelah penerbitan opini going concern. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh moderasi karakteristik independensi serta keahlian akuntansi dan keuangan pada hubungan opini going concern dengan pergantian auditor. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh moderasi karakteristik independensi serta keahlian akuntansi dan keuangan anggota komite audit adalah signifikan.Hal ini membuktikan komite audit yang lebih independen dan menguasai keahlian akuntansi dan keuangan akan lebih efektif dalam mengurangi implikasi terhadap terjadinya pergantian auditor setelah penerbitan opini going concern. Kata kunci: opini going concern, komite audit, corporate governance, pergantian auditor 4
Alamat Korespondensi : (
[email protected])
I. PENDAHULUAN Independensi auditor kembali dipertanyakan sejak keruntuhan Enron dan kebangkrutan yang menimpa perusahaan besar seperti Worldcom yang mengungkap skandal besar dalam praktik-praktik akuntansi. Kasus ini menyebabkan Kongres dan regulator menuntut kinerja komite audit lebih efektif sebagai salah satu sarana meningkatkan independensi auditor eksternal. Lahirnya The Sarbanes-Oxley Act (SOX) 2002 merupakan respon untuk lebih meningkatkan independensi auditor serta meningkatkan tanggungjawab dan kewenangan komite audit dalam mengawasi proses pelaporan keuangan. Komite audit memiliki otoritas tertinggi dan berkewajiban untuk memilih, mengevaluasi dan mengganti auditor eksternal jika diperlukan. Dalam hal ini, komite audit diberikan Vol. 3 No. 2, September 2013
mandate untuk bertanggungjawab dalam penunjukan, kompensasi dan pengawasan atas auditor eksternal, yang diharapkan dapat membantu menjaga independensi auditor eksternal itu sendiri. Carcello dan Neal (2003) menyatakan bahwa auditor sering kali percaya bahwa mereka lebih mungkin diganti jika mengeluarkan opini going concern. Studi yang dilakukan Chow dan Rice (1982), Mutchler (1984) dan Geiger et. al.(1996) menemukan bahwa opini audit merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pergantian auditor, mungkin karena manajemen berkeyakinan bahwa setelah auditor dihentikan, perusahaan akan menemukan auditor yang lebih baik atau manajemen mungkin memberhentikan auditor semata-mata sebagai pembalasan atas diterbitkannya opini going concern. Lin dan Jurnal Riset Akuntansi JUARA
124
Liu (2009) berpendapat bahwa jika suatu perusahaan memiliki mekanisme corporate governance (salah satunya adalah komite audit) maka manajemen ataupun pemegang saham yang memiliki kendali tidak akan memiliki wewenang campur tangan dalam membuat keputusan pemilihan auditor sehingga diharapkan kecenderungan terjadinya pergantian auditor dapat berkurang. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh moderasi karakteristik independensi serta keahlian akuntansi dan keuangan komite audit pada hubungan opini going concern dengan pergantian auditor. Independensi komite audit merupakan mekanisme utama yang dapat mengurangi kemungkinan bahwa perusahaan akan memberhentikan atau mengganti auditor karena penerbitan laporan going concern. Anggota komite audit yang memiliki keahlian akuntansi dan keuangan sangat diperlukan dalam perusahaan karena fungsi utama komite audit adalah mengawasi proses pelaporan keuangan suatu perusahaan. Beberapa penelitian sebelumnya omite audit diharapkan dapat menjaga independensi auditor dan mengurangi konflik yang menjurus pada terjadinya pergantian auditor terutama yang disebabkan oleh penerbitan opini going concern. Pembentukan komite audit yang aktif dan independen diyakini akan menuntut kualitas audit yang tinggi untuk menghindarkan perusahaan dari timbulnya kerugian. 2.2
Pengaruh Independensi Serta Keahlian Akuntansi dan Keuangan Komite Audit Pada Hubungan Opini Going Concern Dengan Pergantian Auditor Independensi merupakan landasan dari efektivitas kinerja komite audit dan dinilai berdasarkan tidak adanya keterkaitan komite audit dengan posisi atau jabatan operasional di perusahaan tempat komite audit tersebut 125
membuktikan bahwa keahlian akuntansi dan keuangan berdampak positif terhadap efektivitas kinerja komite audit (Abbott et al, 2004; Bedard et al, 2004; Huang dan Thiruvadi, 2010). II. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan adanya konflik keagenan dan asimetri informasi antara pihak prinsipal dan agen, dimana baik pihak prinsipal dan agen berusaha memaksimalkan kepentingannya masingmasing. Konflik yang timbul diharapkan dapat diatasi dengan adanya auditor eksternal sebagai pihak ketiga independen yang dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dengan pihak agen dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006). Keberadaan komite audit sebagai salah satu aspek implementasi good corporate governance juga memiliki peranan penting dalam melakukan pengawasan atas kinerja auditor eksternal. K berada (Rustiarini, 2012). Carcello dan Neal (2003) membuktikan bahwa komite audit yang independen akan cenderung tidak memihak manajemen dalam perselisihan dengan auditor sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya pergantian auditor. Hipotesis (H2) dinyatakan
sebagai berikut: H1: Independensi komite audit berpengaruh pada hubungan opini going concern dan pergantian auditor Komite audit memiliki paling tidak satu orang anggota dengan latar belakang pendidikan keuangan atau akuntansi dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan (Peraturan IX.1.5; BRC,1999). Anggota komite audit yang ahli akuntansi dan keuangan akan lebih efektif mengawasi pelaporan keuangan perusahaan dan proses audit sehingga terjadinya pergantian auditor akibat opini going
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini Going Concern Dengan Pergantian Auditor
concern juga dapat dicegah. Hipotesis (H3) dinyatakan sebagai berikut:
H3: Keahlian akuntansi dan keuangan komite audit berpengaruh pada hubungan opini going concern dan pergantian auditor III. METODE RISET 3.1 Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari ICMD dan mengakses website www.idx.co.id. dengan tahun pengamatan 2008-2011. Tahun 2008 digunakan sebagai dasar karena perubahan regulasi yaitu dikeluarkannya PMK RI No. 17/PMK.01/2008. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur (143 perusahaan) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan purposive sampling yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. 3.2 Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Variabel independen: opini audit going concern (GC) menggunakan variabel dummy, jika perusahaan klien menerima opini audit going concern pada (t-1) maka diberikan nilai 1 dan jika menerima opini unqualified maka diberikan nilai 0. 2) Variabel dependen: pergantian auditor (PKAP) menggunakan variabel dummy, jika perusahaan melakukan pergantian KAP pada ( ) diberikan nilai 1 dan jika tidak diberikan nilai 0. 3) Variabel moderasi karakteristik komite audit yang terdiri atas: Independensi (IND) yang diukur menggunakan persentase jumlah anggota komite audit yang independen. Keahlian akuntansi dan keuangan (FINEXPERT) yang diukur berdasarkan persentase jumlah anggota komite audit yang Vol. 3 No. 2, September 2013
memiliki keahlian akuntansi dan keuangan. Pengamatan dilakukan pada tahun saat terjadinya pergantian auditor ( ). 3.3 Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik dengan uji interaksi =
. (2) Keterangan: P (PKAP)
pergantian auditor (1=pergantian KAP, 0=tidak ada pergantian KAP) α konstanta βi koefisien Regresi, dimana i=1,2,3,4,5,6,7,8,9 GC opini Going Concern IND persentase jumlah anggota komite audit yang independen FINEXPERT persentase anggota komite audit yang memiliki keahlian akuntansi dan keuangan GC*IND interaksi going concern dengan independensi GC*FINEXPERT interaksi going concern dengan keahlian akuntansi dan keuangan ε error IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Hasil statistik deksriptif pada tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata untuk perusahaan yang melakukan pergantian auditor sebesar 0,3681 lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa pergantian auditor dengan kode 1, yakni melakukan pergantian Jurnal Riset Akuntansi JUARA
126
KAP lebih sedikit muncul dari 144 amatan. Variabel opini going concern (GC) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,2847 lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa opini going concern dengan kode 1 lebih sedikit muncul dari 144 amatan. Nilai ratarata independensi (IND) sebesar 0,8217 atau 82,17% yang berarti anggota komite audit independen telah terdiri lebih dari satu orang. Nilai rata-rata keahlian akuntansi dan keuangan (FINEXPERT) sebesar 0,6982 yang berarti anggota komite audit yang memiliki keahlian akuntansi dan keuangan lebih dari satu orang. 4.2 Analisis Regresi Logistik Uji analisis regresi logistik dimulai dengan menilai kelayakan model regresi dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hasil pengujian pada tabel 4.2 menunjukkan nilai chi-square sebesar 3,856 dengan signifikansi sebesar 0,870 yang nilainya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya dan model layak untuk diinterpretasikan. Penilaian keseluruhan model (overall model fit) disajikan pada tabel 4.3. dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number=0), dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number=1), nilai 2LL awal adalah sebesar 189,479 dan nilai 2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 171,785. Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai nagelkerke’s R square. Pada tabel 4.4 nilai nagelkerke’s R square adalah sebesar 0,158 yang berarti variabilitas variabel pergantian auditor yang dapat dijelaskan oleh variabel opini going concern dan variabel moderasi independensi serta keahlian akuntansi dan keuangan komite audit adalah sebesar 15,8 persen, sedangkan 127
sisanya sebesar 84,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Tabel klasifikasi pada tabel 4.5 menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi probabilitas pergantian auditor oleh perusahaan. Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi adalah sebesar 68,8 persen. Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat diantara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam regresi logistik menggunakan matriks korelasi antarvariabel bebas pada tabel 4.6 untuk melihat besarnya korelasi antarvariabel bebas. Hasil pengujian ditunjukkan pada tabel 4.7 regresi logistik menghasilkan persamaan regresi logistik adalah sebagai berikut:
Pengujian hipotesis pertama menunjukkan hasil yang signifikan dimana nilai signifikansi (GC*IND) adalah (0,040) < α (0,05) maka berarti variabel independensi merupakan variabel moderasi dan mendukung hipotesis pertama (H1). Komite audit yang independen akan memberikan suatu ketegasan bahwa opini audit going concern yang diterbitkan oleh auditor akan mengurangi implikasi terhadap pergantian auditor. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi Carcello dan Neal (2003). Pengujian hipotesis kedua menunjukkan hasil yang signifikan dimana nilai signifikansi (GC*FINEXPERT) sebesar 0,048 < α (0,05) maka berarti karakteristik keahlian akuntansi dan keuangan komite audit merupakan variabel moderasi dan mendukung hipotesis kedua
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini Going Concern Dengan Pergantian Auditor
(H2). Hasil ini sesuai dengan hasil studi Robinson dan Jackson (2009) yang menemukan bahwa keahlian akuntansi dan keuangan berpengaruh pada kecenderungan berkurangnya pergantian auditor. V. Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan Penelitian ini berhasil menemukan pengaruh karakteristik independensi serta keahlian akuntansi dan keuangan komite audit adalah signifikan dan merupakan variabel pemoderasi yang berpengaruh pada hubungan opini going concern dengan pergantian auditor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihakpihak yang berkepentingan seperti perusahaan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan IAI dalam merumuskan kebijakan, peraturan, dan standar dalam upaya untuk menyempurnakan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama hanya menggunakan perusahaan manufaktur dengan empat tahun pengamatan. Peneliti selanjutnya dapat menambah jumlah tahun pengamatan untuk mendapatkan jumlah amatan yang lebih banyak sehingga mampu memberikan hasil generalisasi yang lebih baik. Kedua, penelitian ini hanya menggunakan data profil komite audit pada laporan tahunan yang tentunya informasi ini belum mencerminkan kondisi sebenarnya dari komite audit itu sendiri. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sumbersumber informasi lain untuk memperoleh informasi profil anggota komite audit yang lengkap seperti misalnya data dari Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) maupun data yang diperoleh langsung dari perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Abbott, Lawrence J., Susan Parker, Gary F. Peters. 2004 . Audit Committee Characteristics and Restatements. Auditing: A Journal of Practice and Theory. Vol. 23, Issue 1, p. 69-87. Bedard, Jean, Sonda Marrakchi Chtourou, Lucie Courteau. 2004. The Effect of Audit Committee Expertise, Independence, and Activity on Aggressive Earnings Management. Auditing: a Journal of Practice and Theory. Vol. 23, Issue 2, p. 15-37. Blue Ribbon Committee. 1999. Report and Recommendations of the Blue Ribbon Committee on Improving the Effectiveness of Corporate Audit Committees. New York Stock Exchange, New York Carcello, Joseph V. dan Terry L. Neal. 2003. Audit Committee Characteristics and Auditor Dismissals Following New Going Concern Reports. The Accounting Review. Vol 78. No 1. Januari 2003. Chow dan Rice. 1982. Qualified Audit Opinions and Auditor Switching. The Accounting Review. Vol 7, No 2 April 1982. Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Lampiran Kep- 29/PM/2004 Peraturan Nomor IX.I.5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Geiger, Raghunandan dan Rama. 1996. Going Concern Audit Report Recipients Before and After SAS No
59. National Public Accountant, p.24-25. Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
128
Huang, Hua-Wei, and Sheela Thiruvadi. 2010. Audit Committee Characteristics and Corporate Fraud. International Journal of Public Information Systems. www.ijpis.net/issues/no1_2010/IJPIS_ no1_2010_p5.pdf. Lin, Z. Jun and Ming Liu. 2009. The Determinants of Auditor Switching from Perspective of Corporate Governance in China. Corporate Governance: An International Review. Vol. 17, Issue 4, p. 476-491. PT. Bursa Efek Indonesia. 2003-2010. Indonesian Capital Market Directory 2003-2010. Jakarta:PT Bursa Efek Indonesia. Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 Tentang Jasa Akuntan Publik. 359/KMK.06/2003 Tentang Jasa Akuntan Publik. _______. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik. Robinson Diana R. dan Lisa A. OwensJackson. 2009. Audit Committee Characteristics and Auditor Changes. Academy of Accounting and Financial Studies Journal. Supplement, Vol. 13, p. 17-132. Rustiarini. 2012. Komite Audit dan Kualitas Audit: Kajian Berdasarkan Karakteristik, Kompetensi dan Efektivitas Komite Audit. SNA XV. Banjarmasin
129
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini Going Concern Dengan Pergantian Auditor
LAMPIRAN
Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Metode Purposive No Kriteria Jumlah 1 Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek 143 Indonesia dari tahun 2008-2011. 2 Data yang diperlukan tidak tersedia dengan lengkap (21) 3 Perusahaan tidak melakukan pergantian KAP selama periode (68) 2008-2011 4 Perusahaan melakukan pergantian KAP yang bersifat mandatori (18) selama tahun 2008-2011 Jumlah perusahaan yang masuk kriteria 36 Total amatan selama periode penelitian (4 tahun) 144 Sumber: data diolah (2013)
Variabel
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Minimum Maksimum
N
Mean
Standar Deviasi
PKAP
144
0,00
1,00
0,3681
0,48396
GC
144
0,00
1,00
0,2847
0,45286
IND
144
0,33
1,00
0,8217
0,20004
FINEXPERT
144
0,33
1,00
0,6982
0,20652
Sumber: data diolah (2013) Tabel 4.2 Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df Sig. 3,856
8
0,870
Sumber : data diolah (2013) Tabel 4.3 Perbedaan Nilai -2 Log Likelihood -2LL -2LL Step 0
189,479
Step 1
171,785
Sumber : data diolah (2013)
Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
130
-2 Log likelihood
Tabel 4.4 Nagelkerke’s R Square Cox & Snell Nagelkerke R R Square
Square
0,116
0,158
171,785
Sumber: data diolah (2013) Tabel 4.5 Tabel Klasifikasi Predicted Observed
PKAP
Precentage Correct
0 84 38
Step 1 PKAP
0 1 Overall Percentage Sumber: data diolah (2013)
1 7 15
92,3 28,3 68,8
Tabel 4.6 Matriks Korelasi Constant
GC
IND
FINEX
GOVE
ACT
X Step 1 Constant
GC*
GC*
IND
FINEX
GC*
GC*
GOVEX
ACT
1,000
-0,934
0,000
0,000
0,000
0,000
-0,890
-0,624
-0,540
0,314
GC
-0,934
1,000
-0,227
-0,150
-0,104
0,174
0,914
0,652
0,546
-0,521
IND
0,000
-0,227
1,000
0,087
0,196
-0,115
-0,332
-0,041
-0,050
0,077
FINEXPERT
0,000
-0,150
0,087
1,000
-0,124
0,029
-0,029
-0,477
0,032
-0,020
GC*IND
-0,890
0,914
-0,332
-0,029
-0,065
0,038
1,000
0,476
0,411
-0,336
GC*FINEX
-0,624
0,652
-0,041
-0,477
0,059
-0,014
0,476
1,000
0,038
-0,176
Sumber: data diolah (2013) Tabel 4.7 Variabel dalam persamaan B S.E Wald Df Step 1 GC
Sig.
Exp(B)
-11,543
5,125
5,073
1
0,024
0,000
0,083
1,141
0,005
1
0,942
1,086
0,080
1,100
0,005
1
0,942
1,083
GC*IND
-7,076
3,437
4,239
1
0,040
0,001
GC*FINEX
-4,554
2,306
3,901
1
0,048
0,011
Constant
9,959
4,387
5,154
1
0,023
2,115
IND
FINEXPERT
Sumber: data diolah (2013)
131
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini Going Concern Dengan Pergantian Auditor
FAKTOR NON KEUANGAN DAN KEUANGAN DALAM UNDERPRICING PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Ni Kadek Sinarwati5 Universitas Pendidikan Ganesha
Abstract Underpricing is a positive difference between the stock price on the secondary market at a price of shares on the primary market or IPO. Underpricing conditions are not favorable for companies that go public, because the proceeds from going public is not the maximum. This study aimed to examine the effect of non-financial factors (reputable auditors and underwriters reputation) and financial factors (liquidity and profitability) of the Underpricing in Manufacturing Companies listed on the Indonesia Stock Exchange 2009-2012. Sampling technique used was purposive sampling. Data obtained from ICMD and IDX websites through non-participant observation method. Furthermore, the data were analyzed by linear regression analysis, with the classic assumption test consisting of: normality test, multicollinearity, heteroscedasticity test and autocorrelation test. The results are variable does not affect the auditor's reputation underpricing, while the underwriter variables, liquidity and profitability negatively affect underpricing. For subsequent research suggested reexamine auditor reputation variables using different proxies such as industry specialization. Keywords: financial factors, non-financial factors, underpricing 5
Alamat Korespondensi: (
[email protected])
I. PENDAHULUAN Bila suatu perusahaan sedang memerlukan dana, maka ada beberapa alternatif sumber permodalan yang dapat dipilih. Salah satu alternatif sumber permodalan yang dipilih perusahaan adalah melakukan go public atau menawarkan sahamnya ke publik. Menurut UU Pasar Modal No. 8/1995 Pasal I angka 15 dan keputusan Bapepam No. Kep. 43/PM/1996, penawaran umum adalah suatu kegiatan penawaran efek oleh emiten pada masyarakat pemodal berdasarkan tata cara Vol. 3 No. 2, September 2013
yang diatur dalam UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya (Z. Alwi Iskandar 2003 ;51). Ada dua alasan perusahaan memutuskan go public (Kim et al 1993) yakni (1) pendiri perusahaan ingin mendiversifikasi fortopolionya dan (2) perusahaan tidak mempunyai sumber dana alternatif untuk membiayai program investasinya. Persyaratan utama jika perusahaan hendak go public adalah menggunakan jasa penjamin emisi/underwriter dan laporan keuangannya Jurnal Riset Akuntansi JUARA
132
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (Keputusan Mentri Keuangan RI No. 589/KMK.01/1987). Laporan keuangan merupakan salah salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor potensial dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Agar laporan keuangan dapat lebih dipercaya, maka laporan keuangan harus diaudit. Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Adanya laporan keuangan yang dapat dipercaya tesebut akan mengurangi terjadinya asimetri informasi. Auditor yang berkualitas akan menerima premium harga terhadap kualitas pengauditan yang lebih baik (Titman dan Trueman, 1986; Beaty , 1989). Seorang auditor memiliki keinginan untuk menguji dan melaporkan adanya penyimpangan penerapan prinsip akuntansi. Auditor yang bereputasi akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit. Perusahaan yang akan melakukan IPO (Initial Public Offering) atau Penawaran Perdana akan memilih KAP yang memilki reputasi yang baik. Balvers et. al. (1988) mengungkapkan bahwa investment banker yang memilki reputasi tinggi akan menggunakan auditor yang mempunyai reputasi tinggi pula. Invesment banker dan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi underpricing (Balvers et al., 1988). Underpricing merupakan selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Underpricing disebabkan oleh asimetri informasi (Beaty, 1989). Di Indonesia terdapat kecendrungan Underpricing saat Initial Public Offering (IPO) (Husnan, 1996 dalam Prihartanto, 2002 dalam Apriliani, 2006). Di beberapa Negara berkembang di Amerika latin gejala Underpricing terjadi dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang kondisi 133
sebaliknya (Overpricing) yang terjadi (Agarawal et al, 1993 dalam Daljono, 2000 dalam Apriliani, 2006). Kondisi Underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang go public, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sebaliknya bila terjadi Overpricing, maka investor akan merugi karena mereka tidak menerima return awal. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisasi underpricing, karena terjadinya underpricing terjadi transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor (Beaty, 1989). Guinness (1992 dalam Apriliani Triani, 2006) menjelaskan terjadinya underpricing karena adanya information asymmetry antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi dan antara investor yang memiliki informasi tentang prospek perusahaan emiten dengan investor yang tidak memiliki informasi prospek perusahaan emiten. Informasi yang disajikan dalam prospektus memberikan gambaran perusahaan emiten yang berguna bagi investor untuk membuat keputusan ( Firth dan Liau – Tan, 1998 dalam Prihartanto, 2002 dalam Apriliani Triani, 2006). Dalam prospektus selain menyajikan informasi akuntansi juga menyajikan informasi non akuntansi seperti underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan dan informasi lainnya. Hasil penelitian Yasa (2003) membuktikan bahwa variabel reputasi underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA) mempengaruhi initial return. Sedangkan tujuh variabel lainnya seperti reputasi auditor, umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan pada publik, Finacial Leverage, Solvability Ratio, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Pemerintah, tidak terbukti mempengaruhi
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
initial return. Sedangkan penelitian Chastina Yolana dan Dwi Martini (2005) menyimpulkan bahwa variabel reputasi penjamin, skala perusahaan, ROE dan jenis industri barang konsumen secara simultan mempengaruhi Underpricing, sedangkan secara partial, skala perusahaan, ROE, jenis industri, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan mempengaruhi Underpricing. Sedangkan Variabel reputasi penjamin emisi ternyata tidak terbukti mempengaruhi Underpricing. Dalam hubungannya dengan penggunaan informasi keuangan yang disediakan oleh emiten, investor dapat mengkomunikasikan informasi keuangan yang disediakan oleh perusahaan melalui perhitungan dan pemahaman atas rasio-rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, rasio sovabilitas, dan rasio profitabilitas. Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, rasio solvabilitas mengukur seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi kewajiban keuangannya ada saat menjelang IPO, dan rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba. Penelitian yang dilakukan Sutraningsih (2007) dengan menggunakan data tahun 1995-2007 di BEJ menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara variabel likuiditas terhadap Underpricing. Kim et al (1993) menemukan bahwa variabel financial leverage berpengaruh positif terhadap Underpricing. Abdullah (2000) dengan mengambil 50 sampel perusahaan yang listing di BEJ antara tahun 1995-2000, menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif dengan Underpricing Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah apakah faktor non keuangan (reputasi auditor dan reputasi penjamin emisi) dan faktor keuangan (likuiditas dan profitabilitas) mempengaruhi Vol. 3 No. 2, September 2013
terjadinya Underpricing pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI? Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah apakah faktor non keuangan (reputasi auditor dan reputasi penjamin emisi) dan faktor keuangan (likuiditas dan profitabilitas) mempengaruhi terjadinya underpricing pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI? II KAJIAN TEORI 2.1 Reputasi Auditor Karena adanya informasi yang tidak simetris (asymetry information) antara investor dan emiten, investor cendrung memilih emiten yangaudit oleh auditor dengan memilih auditor yang bereputasi. Karena terbatasnya informasi yang tersedia atas perusahaan yang melakukan go public, maka dengan menggunakan auditor yang kredibel dapat memberikan signal positif bagi calon investor. Kredibilitas auditor dikarakteristikkan sebagai satu atribut dari diferensiasi produk audit. Hal ini dapat diartikan bahwa kredibilitas laporan keuangan tergantung dari persepsi kualitas audit. 2.2 Reputasi Penjamin Emisi Menurut Kasmir (2001: 201) Penjamin emisi (underwriter) merupakan lembaga yang menjamin terjualnya saham atau obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten. Penjamin emisi ini dibagi kedalam beberapa jenis antara lain : 1. Full committment (kesanggupan penuh) Maksudnya penjamin emisi mengambil seluruh risiko tidak terjualnya saham atau obligasi pada batas waktu yang telah ditentukan sesuai dengan harga penawaran di pasar. 2.Best effort commitment (kesanggupan terbaik) Jurnal Riset Akuntansi JUARA
134
Dalam hal ini penjamin emisi akan berusaha sebaik mungkin untuk menjual saham atau obligasinya. Dan apabila tidak laku maka dikembalikan kepada emiten. Jadi dalam hal ini tidak ada kewajiban untuk membeli saham yang tidak laku. 3. Standby Commitment (kesanggupan siaga) Apabila saham atau obligasi yang dijual tidak laku maka penjamin emisi bersedia membeli dengan ketentuan biasanya harga yang dibeli dibawah dari harga penawaran di pasar. All or None Commitment (kesanggupan semua atau tidak sama sekali) merupakan kesanggupan semua atau tidak sama sekali. Artinya jika hasil penjualan tidak memenuhi target, maka emiten dapat menolak atau membatalkan dengan cara mengembalikan saham yang sudah dibeli. Berdasarkan fungsi dan tanggungjawabnya penjamin emisi dapat dibagi kedalam : 1. Penjamin emisi utama (lead underwriter) 2. Penjamin pelaksana emisi (managing underwriter) 3. Penjamin peserta emisi ( co underwriter) Menurut Sunariyah (2004:116), penjamin emisi atau underwriter adalah pihak yang : 1).Telah mengadakan kontrak untuk membeli efek dari emiten, pihak pengendali yang empunyai afiliasi dengan emiten atau penjamin emisi efek lainnya untuk dijual dalam rangka penawaran umum. 2). Atau telah mengadakan kontrak dengan emiten, atau pihak pengendali yang mempunyai afiliasi dengan emiten, untuk menawarkan atau menjual efek melalui suatu penawaran. Ditinjau dari segi bobot dan tanggungjawabnya sebagai penjamin emisi 135
kepada emiten, penjamin emisi dibedakan menjadi 3 yaitu : 1). Penjamin emisi dengan kesanggupan penuh (full commitment underwriting) Bentuk penjamin emisi dengan kesanggupan penuh terjadi apabila penjamin emisi memperkirakan bahwa penawaran sekuritas, mampu diserap secara keseluruhan oleh pasar. Biasanya, penjaminan dalam bentuk iini dengan latar belakang goodwill perusahaan dipandang sangat tinggi di masyarakat. 2). Penjaminan emisi dengan kesanggupan terbaik (best effort committment underwriting) Dalam sistem penjaminan ini, pihak emiten dan penjamin emisi dihadapkan pada situasi pasar yang mengharuskan sikap konservatif, mengingat kemungkinan daya serap masyarakat terhadap efek tersebut sangat rendah. 3). Penjamin emisi dengan kesanggupan siaga (stand by committment underwrting) Penjamin emisi ini, bertanggungjawab untuk menawarkan dan menjual suatu emisi efek, disamping itu menyanggupi untuk membeli sisa efek yang tidak laku terjual dengan suatu tingkat harga tertentu yang sesuai dengan syarat yang diperjanijikan. Berbagai proksi yang digunakan untuk menentukan reputasi penjamin emisi diantaranya adalah jumlah porsi penjaminan, nilai penjaminan dan the Top 10 atau the most active broker JSX versi majalah investor. 2.3 Penilaian Kinerja Keuangan Kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam pengukurannya (Keats dan Hitt, 1998), karena sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multidimensi dan oleh karena itu pengukuran dengan menggunakan dimensi
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif (Bhargava et al.,1994 dalam Sutraningsih 2007). Penilaian perusahaan bertujuan untuk menilai kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan. Proksi dari kinerja perusahaan adalah financial rasio. Terdapat beberapa financial ratio sebagai proksi dari kinerja keuangan yakni: 1. Likuiditas, menurut Munawir (2001: 72) merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya pada saat dilikuidasi. Untuk menghitung tingkat likuiditas salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menghitung CR (current ratio) yaitu pebandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar. Semakin tinggi tingkat rasio ini, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. 2. Profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba. Salah satu cara untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba adalah ROE (Return on Equity) yaitu perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total ekuitas. Semakin tinggi tingkat rasio ini maka dapat dikatakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sangat baik. 2.4 Teori Signal Teori signal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi kepada publik (Wolk et al., 2001: 308). Informasi tersebut bisa berupa laporan keuangan, informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara sukarela oleh manajemen perusahaan. Teori signal mengemukakan tentang bagaimana normatif sebuah perusahaan memberikan signal- signal kepada pengguna laporan keuangan. Signal dapat berupa promosi atau Vol. 3 No. 2, September 2013
informasi lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya (Machfoedz, 1999). Laporan keuangan merupakan salah satu alat yang digunakan manajemen untuk menarik perhatian para pengambil keputusan. Analisis laporan keuangan mengidentifikasikan aspek-aspek laporan keuangan yang relevan dalam keputusan investasi. Kualitas keputusan investor dan kreditur dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporan keuangan. Publikasi laporan keuangan perusahaan merupakan informasi pendukung yang bisa memberikan informasi yang relevan bagi pengambil keputusan. Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa laporan keuangan dan variabel keuangan bermanfaat dalam membuat keputusan (Kaplan dan Urwitz, 1979 dalam Yasa, 2007). Menurut Baridwan (2004 : 17) laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering atau penawaran perdana menginformasikan laporan keuangannya melalui prospektus. Dalam prospektus selain menyajikan informasi akuntansi juga menyajikan informasi non akuntansi seperti penajamin emisi, auditor independen, umur perusahaan dan informasi lainnya yang relevan. Pengungkapan informasi tersebut secara sukarela untuk memberikan signal positif kepada publik. Signal positif lainnya yang diberikan oleh manajemen kepada investor adalah pemakaian jasa auditor dan penjamin emisi yang prestisius sehingga diharapkan mampu menekan tingkat underpricing. 2.5. Teori Keagenan Teori keagenan berhubungan dengan permasalahan agen-pemilik dalam pemisahan kepemilikan dan kendali suatu Jurnal Riset Akuntansi JUARA
136
perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976, dalam Richard D. Morris 1987). Dalam hubungan keagenan (agency relation) terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintahkan agent untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Pihak principal juga dapat membatasi divergensi kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring cost) untuk mencegah hazard dari agen. Untuk mengurangi biaya keagenan dapat ditempuh beberapa mekanisme yaitu melalui kepemilikan saham perusahaan bagi manajer, penggabungan sumber pendaan dari pinjaman dan ekuitas, serta pembagian deviden (Crutchley dan Hansen, 1989). Teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi (Eisenhardt, 1989), yaitu : asumsi sifat manusia (human assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions) dan asumsi informasi (information assumptions). Asumsi sifat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) self interest, yaitu sifat manusia untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri, (2)bounded – rationality, yaitu sifat manusia yang memiliki keterbatasan rasionalitas, dan (3) risk aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih mengelak dari risiko. Asumsi keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) konflik sebagai tujuan antar partisipan, (2) efisiensi sebagai suatu kriteria efektivitas, dan (3) asimetri informasi antara pemilik dan agen. Asumsi informasi merupakan asumsi asumsi yang menyatakan bahwa informasi merupakan suatu komoditas yang dapat dibeli. Teori ini akan memecahkan masalah yang muncul dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Masalah pertama adalah masalah keagenan yang muncul ketika (1) keinginan atau 137
tujuan pemilik dan agen berlawanan, dan (2) adanya kesulitan dan mahalnya biaya bagi pemilik untuk melakukan verifikasi apa yang benar-benar telah dilakukan oleh agen. Masalah yang kedua adalah pembagian risiko yang muncul saat pemilik dan agen mempunyai prilaku yang berbeda saat memandang risiko. Asumsi keorganisasian dalam teori keagenan menyatakan bahwa terjadi asimetri informasi antara pemilik pemilik dan agen. Hal ini terjadi karena agen memiliki informasi yang lebih lengkap tentang perusahaan salah satunya adalah informasi tentang laporan keuangan. Terjadinya asimetri informasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya underprcing (Beaty, 1989). Dalam upaya memperkecil underpricing, maka pihak agen telah melakukan penyebaran informasi melalui prospektus, penggunaan auditor dan penjamin emisi yang bereputasi sehingga informasi menjadi simetris dan investor dapat memiliki informasi yang lengkap tentang perusahaan yang telah disajikan oleh agen. Informasi lengkap mengenai aditor independen, penjamin emisi, ukuran perusahaan, umur perusahaan yang telah tersaji dalam prospektus diharapkan mampu memperkecil underpricing. 2.6. Under Pricing Fenomena menarik yang terjadi di penawaran perdana ke publik adalah fenomena harga rendah (underpricing). Fenomena harga rendah terjadi karena penawaran perdana ke publik yang secara rerata murah. Secara rerata membeli saham di penawaran perdana dapat mendapatkan return awal (initial return) yang tinggi. Secara rerata disini maksudnya adalah tidak semua penawaran perdana murah, tetapi dapat juga mahal dan secara rerata masih dapat dikatakan underpricing. Tabel berikut ini menunjukkan murah dan mahalnya 119
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
penawaran perdana (IPO) dari tahun 1999 sampai dengan 2006. Tabel 2.1 Mahal dan Murahnya penawaran perdana 1999 – 2006 Tahun Murah Mahal Impas 1999
7x
0x
0x
2000
19x
1x
2x
2001
27x
2x
1x
2002
18x
0x
2x
2003
6x
0x
1x
Total 2004
105x 9x
6x 0x
8x 2x
Sumber Jogiyanto 2005 : Hartono, 8x 0x (2008:33) 0x perdana 2006 Keterangan 11x : penawaran 0x 0x yang murah adalah yang mendapatkan return awal positip, yang mahal yang mendapatkan return awal negatif dan impas yang mendapatkan return awal nol. Dari tabel 2.1 diatas terlihat bahwa dari 119 penawaran perdana dari tahun 1999 sampai dengan 2006, sebagian besar, yaitu 105 IPO memberikan return awal positif (murah/underpricing) dan hanya 6 yang memberikan return awal yang negatip (mahal / overpricing) dan 8 IPO memberikan return awal 0. Return awal ( Initial return) adalah return yang diperoleh dari aktiva di penawaran perdana mulai dari saat di beli di pasar perdana sampai pertama kali didaftarkan di pasar sekunder (Jogiyanto 2008: 33). Sedangkan menurut Daljono, SNA III, (2000;557) Initial Return adalah keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana saat IPO dengan harga jual saham yang bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder. Initial return Vol. 3 No. 2, September 2013
suatu perusahaan bisa positip, negatip dan nol. 1. Underpricing, terjadi apabila perusahaan memiliki initial return yang positip 2. Overpricing, terjadi apabila perusahaan memiliki initial return yang negatif. 3. Stabile, terjadi apabila perusahaan memiliki intial return nol. Studi tentang IPO secara internasional menyatakan bahwa 9 dari 10 penelitian menyimpulkan telah terjadi underpricing (Aggarwal et al., 1993 dalam Yasa, Gerianta Wirawan, 2003). Ibbotson (1975, dalamYasa, Gerianta Wirawan, 2003) mengemukakan bahwa dari penelitian tentang IPO di Amerika Serikat, terdapat rata-rata underpricing 1% dari bulan kedua sampai keempat. Betty dan Ritter (1986) mengungkapkan bahwa underpricing disebabkan oleh adanya perbedaan informasi (asymetry informasi). Perbedaan informasi dapat terjadi antara emiten, penjamin emisi maupun investor. Untuk mengurangi adanya perbedaan informasi maka perusahaan yang go public menerbitkan prospektus. IIII METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian 3.1.1 Variabel Dependen Variabel dependen (Y) yaitu dalam penelitian ini adalah Underpricing dengan proksi Initial Return (IR) 3.1.2 Variabel independen (X) dalam penelitian adalah faktor non keuangan yang terdiri dari reputasi auditor dan reputasi penjamin emisi dan faktor keuangan yang terdiri dari likuiditas dan profitabilitas. Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Underpricing(UP) Peneliti menggunakan Initial Return sebagai proksi dari Jurnal Riset Akuntansi JUARA
138
underprcing yaitu selisih positif antara harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaaan yang pada saat melakukan IPO terjadi underpriced, yaitu initial return yang positif (IR > 0). Perhitungan variabel initial return adalah: Closing price – offering price UP = ------------------------------------- x 100%
Offering price 2. Auditor (AUD) Variabel ini merupakan variabel dummy. Variabel ini ditentukan dengan menggunakan skala 1 untuk auditor yang prestigious dan 0 untuk yang tidak. Untuk menentukan auditor yang prestigious digunakan reputasi auditor yang mempertimbangkan pangsa pasar auditor di Indonesia. Di Indonesia saat ini terdapat the big four auditor (mulai 2002 – sampai saat ini (2009)), yang terdiri dari : KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja, KAP Osman Bing Satrio, KAP Sidharta, Sidharta,Widjaja. Dan KAP Haryanto Sahari. The big five auditor (1998-2002) yaitu Prasetio Utomo & Co, Hans Tuanakotta dan Mustofa, Hanadi sarwoko sandjaja, Sidharta Sidharta & Rekan, dan Hadi Sutanto. (www.wikipedia.co.id). Jika termasuk the big four& the big five dikategorikan 1 dan sebaliknya diluar itu dikategorikan 0. 3. Penjamin Emisi (PJE) Penjamin emisi merupakan variabel dummy yang diukur dengan memberikan nilai 1 pada penjamin emisi yang prestigious dan angka 0 yang tidak. Peringkat underwriter tahun 2000-2004 berdasarkan jumlah lembar saham yang ditransaksikan (JSX statistic) dan tahun 2005-2007 berdasarkan jumlah
139
perusahaan yang di underwriter (www.investorindonesia.co.id).
4. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan membayar utang lancar. Dalam penelitian ini likuiditas dihitung dengan menggunakan current ratio dengan rumus: Aktiva Lanca CR = ------------------- x 100% Utang Lancar
5. Profitabilitas Mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba. Dalam penelitian ini profitabilitas diukur dengan menggunakan ROA (Return on Assets) dengan rumus: Laba ROA = ------------------- x 100% Aktiva
3.2 Perumusan Hipotesis 3.2.1 Reputasi Auditor Perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki reputasi baik. Belves et al (1988) dalam Yasa (2003) mengungkapkan bahwa Investment bunker (underwriter) yang memiliki reputasi tinggi, akan menggunakan auditor yang memiliki reputasi, keduanya kan mengurangi underpricing. Apakah benar bahwa kualitas auditor mempengaruhi keberhasilan IPO yang ditunjukkan dengan adanya underpricing yang kecil?. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai berikut H1 : Terdapat pengaruh negatif antara reputasi auditor dengan underpricing. 3.2.2 Reputasi Penjamin Emisi
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
Reputasi penjamin emisi dapat dipakai sebagai sinyal untuk mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan memberi sinyal bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan dimasa datang tidak menyesatkan. Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Imam Ghozali dan Mansyur (2002) Dalam Chastina Yolana, (2005) membuktikan bahwa reputasi penjamin emisi signifikan mempengaruhi fenomena underpricing dengan arah koefisien korelasi negatif. Berarti semakin bagus reputasi penjamin emisi maka tingkat underpricing akan semakin kecil. H2 : Terdapat pengaruh negatif antara reputasi penjamin emisi dengan underpricing.
H4: Terdapat pengaruh negatif tingkat Profitabilitas terhadap Underpricing 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang melakukan IPO di BEI pada periode tahun 2000-2007 penentuan sampel menggunakan purposive sampling. 3.4 Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda yakni suatu analisis yang mengukur kekuatan hubungan antara tiga variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel dependen (Ghozali,2006). Adapun model regresi liner berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah UP = α + β1 AUD + β2 PJE + β3 LIK+ β4 PROF ε
3.2.3 Likuiditas Sutraningsih (2007) menemukan bahwa likuiditas dengan proksi CR berpengaruh terhadap Underpricing. Secara umum, semakin tinggi likuiditas perusahaan menandakan bahwa perusahaan dalam kondisi yang aman dan dalam kegiatan operasionalnya tidak tergantung pada pinjaman jangka pendek dari pihak ketiga. H3: Terdapat pegaruh negatif tingkat likuiditas terhadap Underpricing
Keterangan : UP = Underpricing Α = konstanta β1, β2, = Koefisien Regresi AUD = Reputasi auditor PJE = Reputasi penjamin emisi LIK = Likuiditas PROF = Profitabilitas ε = Eror
3.2.4 Profitabilitas Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Informasi ini akan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat Underpricing.
4.1 Hasil Statistik Deskriptif Berdasarkan hasil statistik deskriptif, dapat diketahui bahwa variabel reputasi auditor (AUD) memiliki nilai terendah 0,00 dan nilai tertinggi 1,00. Nilai rata-rata AUD dari keseluruhan pengamatan sebesar 0,407 dengan standar deviasi 0,496. Hal ini berarti, tidak ada keseragaman dalam memakai auditor yang bereputasi.
Vol. 3 No. 2, September 2013
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
140
Variabel reputasi penjamin emisi (PJE) memiliki nilai terendah 0,00 dan tertinggi 1,00. Nilai rata-rata PJE adalah 0,407 dengan standar deviasi 0,496. Hal ini berarti, tidak ada keseragaman dalam memakai penjamin emisi yang bereputasi. 4.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig (p value) sebesar 0,646. Karena p value > α (0,05) maka dapat diinterpretasikan bahwa data telah berdistibusi normal. Hasil pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas karena nilai probabilitas signifikansi semua variabel lebih besar dari 0,05. Hasil Uji multikolinieritas 4 menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 10 persen dan VIF kurang dari 10, sehingga tidak ada indikasi terjadinya multikolinieritas. Hasil uji autokorelasi adalah 1,38 dan 1,77. Hasil ini menunjukkan berada di daerah bebas autokorelasi 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Tabel 3.1 Hasil Analisi Regresi Berganda Unstandardized Coefficient Model
t
Signifik ansi
B
Standar Error
1(Konstanta)
4,372
1,429
3,059
0,011
Reputasi Auditor (AUD)
-0,772
1,414
-0,546
0,072
Reputasi Penjamin Emisi (PJE)
2,591
1,402
1,848
0,003
Likuiditas (LIK)
-0,018
0,026
-0,688
0,004
Profitabilitas (PROF)
-0,265
0,114
-2,325
0,023
Tingkat signifikansi uji statistik F
141
0,226
R2
0,378
Adjusted R2
0,152
Dari tabel 3.1 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel independen. Dari ke empat variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing yaitu reputasi underwriter, likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi untuk PJE sebesar 0,003, LIK sebesar 0,004, dan PROF sebesar 0,023, dimana ketiganya lebih kecil dari 0,05. Sedangkan variabel reputasi auditor (AUD) tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat underpricing karena memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,072>0,05. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1) Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel AUD (reputasi auditor) tidak berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,072 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H1 yang menyatakan reputasi auditor berpengaruh negatif pada underpricing, tidak dapat diterima. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya di Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Trisnawati (1998), Daljono (2000), Rosyati dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004) dan Gerianta (2008) bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh pada tingkat underpricing. Temuan ini semakin memberikan bukti bahwa investor tidak mempertimbangkan reputasi auditor dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Runtuhnya citra akuntan publik akibat kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur Andersen tampaknya membuat
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
kepercayaan publik (dalam hal ini adalah investor) atas objektifitas dan independensi akuntan publik, bahkan yang memiliki reputasi tinggi (KAP big 4) berkurang. 4.2.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) Berdasarkan hasil uji statistik t diketahui bahwa variabel PJE (reputasi penjamin emisi) berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,003 yang lebih kecil dari 0,05. Tanda pada koefisien regresi untuk variabel reputasi underwriter adalah positif yang artinya bahwa semakin tinggi reputasi penjamin emisi maka tingkat underpricing akan semakin tinggi pula, dan sebaliknya. Hasil ini konsiten dengan penelitian Daljono (2000). Dengan demikian H2 yang menyatakan reputasi penjamin emisi berpengaruh negatif pada underpricing, diterima. 4.2.3 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Ketiga (H3) Hasil uji stastistik t menunjukkan bahwa variabel LIK (likuiditas) berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,004 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian H3 yang menyatakan likuiditas berpengaruh negatif terhadap underpricing, dapat diterima. Temuan ini konsisten dengan Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), How et al. (1995), Rosyati dan Sabeni (2002) dan Sandhiaji (2005) membuktikan bahwa likuiditas berpengaruh negatif pada underpricing. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa bagi para investor, likuditas dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan dan dapat mempengaruhi keputusan investasi.
Vol. 3 No. 2, September 2013
4.2.4 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Keempat (H4) Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel PROF (profitabilitas perusahaan) berpengaruh signifikan pada underpricing. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,023 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian H4 yang menyatakan profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing, dapat diterima. Temuan ini konsisten dengan Kim et al. (1993), Abdullah (2000), Gerianta (2008) dan Sandhiaji (2004) yang telah membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing. Profitabilitas (ROA) adalah rasio yang memberikan informasi kepada para investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan yang memiliki kinerja baik dan menghasilkan laba. Semakin besar nilai ROA maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor juga besar. Semakin besar nilai ROA, maka perusahaan dianggap semakin menguntungkan oleh sebab itu investor kemungkinan akan mencari saham ini sehingga menyebabkan permintaan bertambah dan harga penawaran di pasar sekunder terdorong naik, akibatnya initial return yang diperoleh investor menjadi besar. V. SIMPULAN DAN SARAN Sesuai dengan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa reputasi auditor tidak berpenagaruh terhadap underpricing. Reputasi penjamin emisi, likuiditas dan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap underpricing. Dengan demikian dapat disarankan kepada emiten untuk menggunakan penjamin emisi yang bereputasi dan memperhatikan tingkat likuiditas dan profitabilitas untuk mengurangi terjadinya underpricing. Sedangkan untuk penelitian berikutnya Jurnal Riset Akuntansi JUARA
142
disarankan untuk menguji kembali variabel reputasi auditor karena masih terdapat hasil yang inkonsisten dengan menggunakan proksi yang berbeda misalnya jumlah klien dan spesialisasi industri.
Crutchley, C.E., dan R.S. Hansen. ”A Test og Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividens.”Financial Management”. Winter (1989) halaman 36-46
Daftar Pustaka
Daljono. 2000. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang listing di Bursa Efek Jakarta Tahun 1990-1997. Naskah Simposium Nasional Akuntansi III, 556-572.
Alwi Z. Iskandar. 2003. Panduan Praktis Pasar Modal Teori dan Aplikasi. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah. Apriliani Triani dan Nikmah. 2006. Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Persentase Penawaran Saham, Ukuran Perusahaan, dan Fenomena Underpricing : Studi Empiris Pada Bursa efek Jakarta. Naskah Simposium Nasional Akuntansi ke IX Padang 23 – 26 Agustus. Balvers, R. Mc Donald dan RE Miller, 1988. Underpricing of New Issue and the choice of auditor as a Signal of Invesment Banker reputation . The Accounting Review 63- oktober pp. 602-622. Baridwan,Zaki. 2004. Intermediate Accounting. Edisi Tujuh. Yogyakarta : BPFE. Beatty, R.P. 1989 dan Ritter, JR 1986. Investment Banking Reputation and The Pricing of Initial Public Offering . Journal of Financial economics 15 (1). Pp. 213 – 232 Chastina Yolana dan Dwi Martini. 2005. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001. Naskah Simposium Nasional Akuntansi ke VIII Solo 15 – 16 September. 143
Eisenhardt,K.M. ”Agency Theory : An Assesment and Review.” The Academy of Management Review (Jan. 1089) halaman 57-74. Ernyan dan Suad Husnan. 2002.Perbandingan Underpricing Penerbitan saham Perdana perusahaan keuangan dan non keuangan di Pasar modal Indonesia : Pengujian Hipotesis Asimetri Informasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Volume 17 No. 4 2002, halaman 372-383 Firth,M. Dan Liau-Tan, CK. 1998. Auditor Quality, Signaling, and the Valuation of Initial Public Offering. Journal Of Business Finance and Accounting 25. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Hartono, Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio dan Analisis Invesasi . Edisi Kelima.Yogyakarta : BPFE. Kasmir.1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi keenam. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
Richard D. Morris. 1987. Signaling, Agency Theory and Accounting Policy Choice. Accounting and Business Research. Vol. 18. No. 69. pp. 47-56. Rosyati dan Arifin Sabeni. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 1997-2000. Naskah Simposium Nasional Akuntansi ke V Semarang 5 – 6 September. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta : UPP AMPN. Wolk, H. I., M. G. Tearney dan J. L. Dodd 2001. Accounting Theory. A Conceptual and Institutional Approach. South-Western College Publising, 5 th Edittion. Yasa, Gerianta Wirawan. 2003. ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing ” (Tesis). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Yasa,Gerianta Wirawan. 2007. ”Manajemen Laba Sebelum Pemeringkatan Obligasi Perdana: Bukti Empiris Dari Pasar Modal Indonesia” (Disertasi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
144
PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI
Ngurah Dwipajaya Mendala I Gede Cahyadi Putra I Gusti Ary Suryawathy6 Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK Konservatisme merupakan reaksi hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat pada situasi bisnis telah cukup dipertimbangkan (Juanda, 2007:3). Adanya pendapat yang berbeda diantara penelitian terhadap pengungkapan prinsip konservatisme akuntansi pada perusahan yang dilihat dari karakteristik dewan komisaris dan struktur kepemilikan menjadikan latar belakang penelitian ini. Sehingga di kalangan para peneliti menganggap prinsip konservatisme akuntansi masih dianggap sebagai prinsip kontroversial. Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris pengaruh karakteristik dewan komisaris dan struktur kepemilikan sebagai salah satu mekanisme dari corporate governance terhadap konservatisme laporan keuangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan struktur kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual. Sedangkan struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh positif terhadap konservatisme dalam ukuran akrual. Kata kunci: Konservatisme, Dewan Komisaris, Struktur Kepemilikan. 6
Alamat Korespondensi : (
[email protected])
I.
PENDAHULUAN Konservatisme merupakan reaksi hatihati (prudent reaction) dalam menghadapi ketidakpastian atau risiko yang melekat pada situasi bisnis. Laporan akuntansi yang dihasilkan dengan metode yang konservatif cenderung bias dan tidak mencerminkan realita (Supriyanto dan Kiryanto, 2006:2). Hal ini disebabkan karena konsep konservatisme mengakui biaya dan rugi lebih cepat, mengakui pendapatan dan untung lebih lambat, menilai aktiva dengan nilai yang terendah, dan kewajiban dengan nilai yang tertinggi. Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika 145
diterapkan akan menghasilkan angka-angka pendapatan dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biaya cenderung tinggi. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan (Faizal, 2004:307). Masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham muncul sebagai akibat dari pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan.
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
Ketika presentase saham yang dimiliki oleh manajemen lebih rendah dari saham yang dimiliki oleh pemegang saham, maka besar kemungkinan akan terjadi masalah keagenan. Presentase kepemilikan saham yang lebih rendah yang dimiliki manajer dapat mendorong manajer untuk melakukan tindakan oportunistik yang akan menguntungkan dirinya sendiri. Hal tersebut membuat manajer mengabaikan tugas utamanya, yaitu menciptakan nilai bagi pemegang saham. Oleh karena itu, mekanisme corporate governance dapat menjembatani masalah keagenan yang ada. Penerapan corporate governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan dengan adanya dewan yang mengelola dan mengawasi kinerja perusahaan. Dalam mengelola dan mengawasi kinerja perusahaan, dewan direksi sebagai pengelola perusahaan menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus diterapkan di dalam perusahaan seperti kebijakan mengenai penerapan akuntansi konservatif. Sedangkan dewan komisaris bertugas untuk mengawasi kinerja direksi dan manajer dalam hal kesesuaian tugas yang dilakukan manajemen perusahaan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan dan memastikan bahwa direksi dan manajer telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris supaya lebih ketat maka dewan komisaris dapat membentuk komite-komite seperti komite audit, komite nominasi, maupun komite kompensasi atau remunerasi. Karakteristik dewan komisaris terkait dengan proporsi komisaris independen perlu diperhatikan supaya terdapat independensi dalam proses pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja perusahaan. Dengan adanya komisaris yang independen, pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris akan lebih ketat sehingga akan cenderung Vol. 3 No. 2, September 2013
mensyaratkan akuntansi yang konservatif untuk mencegah sikap oportunistik manajer. Perusahaan juga perlu memiliki komisaris independen yang memiliki keahlian di bidangnya agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan baik. Salah satu dari dewan komisaris harus memiliki latar belakang akuntansi atau keuangan. Kepemilikan saham oleh komisaris yang terafiliasi dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Apabila komisaris yang terafiliasi bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dengan memiliki sebagian saham perusahaan akan membuat komisaris menjalankan fungsi pengawasannya dengan lebih ketat. Hal tersebut dikarenakan komisaris memiliki kepentingan finansial di dalam perusahaan sehingga lebih mensyaratkan akuntansi yang konservatif. Akan tetapi, apabila kepemilikan saham oleh komisaris tersebut justru mendorong komisaris melakukan pengambilalihan perusahaan maka prinsip akuntansi yang digunakan kurang konservatif. Ukuran dewan komisaris yang terkait dengan jumlah anggota dewan komisaris akan mempengaruhi mekanisme pengawasan terhadap perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan menyebabkan tugas setiap anggota dewan komisaris menjadi lebih khusus karena terdapat komite-komite yang lebih khusus dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi yang lebih besar tersebut dapat menunjukkan pengawasan yang lebih efektif sehingga penerapan akuntansi yang disyaratkan dewan komisaris lebih konservatif. Oleh karena itu, jumlah anggota dewan komisaris harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kompleksitas perusahaan supaya pengawasan yang dilakukan lebih efektif. Wibowo (2002) menyatakan bahwa pilihan terhadap suatu metode akuntansi yang terkait dengan prinsip konservatisme Jurnal Riset Akuntansi JUARA
146
dipengaruhi juga oleh struktur kepemilikan. Berdasarkan proporsi saham yang dimiliki, struktur kepemilikan dikelompokkan menjadi kepemilikan manajerial yaitu manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan, dan kepemilikan institusional yaitu saham yang dimiliki oleh pemilik institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan lain. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 %) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institisional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Faizal, 2004:309). Sesuai yang dikemukakan Tarjo (2002) bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham untuk meningkatkan nilai perusahaan salah satunya dengan menerapkan konservatisme akuntansi. Sandra dan Kusuma (2004) mengemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap reaksi pasar dan mampu memoderasi interaksi income smoothing dengan reaksi pasar. Widyaningrum (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI menemukan hasil bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap konservatisme Akuntansi. Ahmed dan Duellman (2007:27) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara praktek akuntansi yang konservatis dengan dengan karakteristik board of 147
directors. Secara spesifik penelitian mereka menyimpulkan adanya hubungan yang negatif antara persentase inside directors dalam dewan dengan konservatisme dan hubungan yang positif antara persentase kepemilikan perusahaan oleh outside directors dengan konservatisme. Persentase inside directors berhubungan negatif dengan konservatisme karena inside directors berhubungan dengan pengelolaan dan manajemen perusahaan sehingga mendorong mereka untuk menguntungkan dirinya sendiri. Hubungan persentase kepemilikan oleh outside directors dengan konservatisme dalam penelitian tersebut dapat mendorong pengawasan yang lebih kuat karena outside directors memiliki saham di perusahaan sehingga merasa menjadi bagian dari perusahaan dan akan melakukan pengawasan dengan lebih baik untuk kebaikan dan kemajuan perusahaan. Secara keseluruhan penelitian ini menegaskan adanya bukti yang konsisten terhadap pendapat yang menyatakan bahwa konservatisme dalam akuntansi akan membantu komisaris untuk mengurangi biaya agensi dalam perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh karakteristik dewan komisaris dan struktur kepemilikan pada tingkat konservatisme akuntansi. Variabel karakteristik dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan proporsi komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris. Struktur kepemilikan dilihat dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Pengukuran konservatisme dengan ukuran akrual mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005), Dewi (2004), dan Almilia (2004).
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan dinyatakan sebagai suatu kontrak antara pemilik (principals) dengan agen (agent) untuk melakukan pekerjaan atas nama pemilik (principals) dengan mendelegasikan kekuasaan kepada agen untuk pengambilan keputusan. Masalah keagenan akan muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara principals dengan agents. Principals sebagai pemilik perusahaan lebih mementingkan return yang diperoleh atas investasi yang dilakukan dalam perusahaan; sedangkan agents akan lebih mementingkan insentif atau bonus yang akan diperoleh atas kinerja yang dilakukan. Salah satu cara untuk meminimalisir masalah keagenan adalah melalui mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan antara principals dan agents. Mekanisme monitoring yang dapat dilakukan dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance mechanism) meliputi: (a) memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), (b) kepemilikan saham oleh investor institusional (instititutional ownership); (c) melalui peran monitoring oleh dewan direksi (board of directors). Konservatisme Akuntansi Konservatisme merupakan prinsip yang paling mempengaruhi penilaian dalam akuntansi (Sterling, 1970) yang merupakan reaksi hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat pada situasi bisnis telah cukup dipertimbangkan (Juanda, 2007:3). Akuntansi konservatif yaitu merupakan sikap yang diambil oleh akuntan dalam menghadapi dua atau lebih alternatif dalam Vol. 3 No. 2, September 2013
penyusunan laporan keuangan. Apabila lebih dari satu alternatif tersedia maka sikap konservatif ini cenderung memilih alternatif yang tidak akan membuat aktiva dan pendapatan terlalu besar (Baridwan, 2002:14). Wolk et al. (2001:144) mendefinisikan konservatisme akuntansi sebagai usaha untuk memilih metoda akuntansi berterima umum yang (a) memperlambat pengakuan revenues, (b) mempercepat pengakuan expenses, (c) merendahkan penilaian aktiva, dan (d) meninggikan penilaian utang. Secara tradisional, konservatisme dalam akuntansi dapat diterjemahkan melalui pernyataan “tidak mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua kerugian” (Watts, 2003a). Konservatisme dalam akuntansi ini mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara pengakuan laba dan rugi. Semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts, 2003). Pengaruh Proporsi Komisaris Independen terhadap Konservatisme Akuntansi Salah satu fungsi utama dari komisaris independen adalah untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja manajemen perusahaan. Keberadaan komisaris independen dapat menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen (terutama CEO) dalam pengelolaan perusahaan melalui fungsi monitoringnya (Wardhani, 2008). Penelitian Wardhani (2008) menyatakan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen terhadap total jumlah komisaris maka semakin tinggi pula tingkat konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran pasar. Board of directors yang didominasi oleh komisaris independen akan Jurnal Riset Akuntansi JUARA
148
mensyaratkan informasi yang lebih berkualitas sehingga mereka akan cenderung untuk lebih menggunakan prinsip akuntansi yang lebih konservatif (Ahmed dan Duellman, 2007). Dalam artian semakin banyak proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan akan menunjukkan dewan komisaris yang kuat maka semakin tinggi pula tingkat konservatisme yang diinginkan karena adanya persyaratan informasi keuangan yang lebih berkualitas. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H1:Proporsi komisaris independen berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Konservatisme Akuntansi Ukuran dewan komisaris merupakan elemen penting dari karakteristik dewan komisaris yang mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi. Penelitian Lara, et al (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan dewan yang lemah. Ukuran dewan komisaris yang tidak seimbang dengan ukuran dewan direksi akan menyebabkan komisaris mengalami kesulitan dalam berdiskusi dengan dewan direksi dan mengawasi kinerja perusahaan. Menurut Klein dalam Ahmed dan Duellman (2007) ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan menyebabkan tugas setiap anggota dewan komisaris menjadi lebih khusus karena terdapat komite-komite yang lebih khusus dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi yang lebih besar tersebut dapat menunjukkan pengawasan yang lebih efektif. Oleh sebab itu, diperlukan jumlah anggota dewan komisaris yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan supaya proses monitoring lebih efektif. Sehingga semakin besar ukuran 149
dewan komisaris maka semakin besar kekuatan dari dewan komisaris dalam melakukan pengawasan sehingga penggunaan akuntansi yang konservatif akan semakin tinggi pula. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial terhadap Konservatisme Akuntansi. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajemen akan menurunkan permasalahan agensi karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka semakin kuat motivasi mereka untuk bekerja dalam meningkatkan nilai saham perusahaan. Penelitian Wu (2006) menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan manajerial yang lebih tinggi menunjukkan pola yang lebih konservatif dalam pelaporan pendapatannya. Hal ini menunjukkan bukti bahwa ada hubungan yang positif antara kepemilikan manajerial dengan tingkat konservatisme dalam perusahaan. Hasil penelitian Widyaningrum (2008) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H3: Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Pengaruh Struktur Kepemilikan Institusional Terhadap Konservatisme Akuntansi. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Dengan adanya kepemilikan
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
institusional yang tinggi maka pemegang saham institusional ini dapat menggantikan atau memperkuat fungsi monitoring dari dewan dalam perusahaan (Ahmed dan Duellman, 2007) sehingga kepentingan para pemegang saham dapat terlindungi dan secara tidak langsung dapat menuntut adanya informasi yang transparan dari pihak manajemen perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional ini, maka semakin besar pula monitoring yang dilakukan terhadap pihak manajemen perusahaan dan semakin besar pula tuntutan akan adanya informasi yang transparan. Oleh karena itu, dengan adanya investor institusional ini, maka dapat mendorong pihak manajemen perusahaan menerapkan prinsip akuntansi yang konservatis. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H4: Struktur kepemilikan institusional berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. III. METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: 1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berturut-turut dari tahun 20092012. 2) Perusahaan yang melaporkan laporan keuangan berturut-turut dari tahun 20092012 dan menyajikannya dalam mata uang Rupiah. 3) Perusahaan yang memiliki data komposisi komisaris independen. 4) Memiliki nilai ekuitas yang positif.
Vol. 3 No. 2, September 2013
Definisi Operasional Variabel Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat konservatisme akuntansi. Konservatisme akuntansi merupakan reaksi kehati-hatian akuntan di dalam menghadapi ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat pada situasi bisnis telah cukup dipertimbangkan (Juanda, 2007:3). Konservatisme diukur dengan dengan melihat kencederungan dari akumulasi akrual selama beberapa tahun (Givoly dan Hayn, 2002). Akrual yang dimaksud adalah perbedaan antara laba bersih sebelum depresiasi atau amortisasi dengan arus kas kegiatan operasi. Apabila terjadi akrual negatif (laba bersih lebih kecil daripada arus kas kegiatan operasi) yang konsisten selama beberapa tahun, maka merupakan indikasi diterapkannya konservatisme. Semakin besar akrual negatif yang diperoleh maka semakin konservatif akuntansi yang diterapkan. Rumus dari proksi konservatisme ini adalah sebagai berikut. CONACCit NI it CFOit ……….. ……(1) Keterangan: CONACCit : tingkat konservatisme NIit : net income sebelum extraordinary item ditambah depresiasi dan amortisasi. CFit : cash flow dari kegiatan operasional. Hasil perhitungan CONACC di atas dibagi dengan total aktiva kemudian dikalikan dengan -1, sehingga semakin besar konservatisme ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai CONACC (Wardhani, 2007) Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Proporsi Dewan Komisaris Independen (KIND) Dewan komisaris independen merupakan sesorang yang duduk dalam dewan Jurnal Riset Akuntansi JUARA
150
komisaris yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain. Dalam penelitian ini variabel dewan komisaris independen dengan membandingkan jumlah anggota komisaris independen dengan seluruh jumlah komisaris pada perusahaan tersebut (Wardhani, 2007). b. Ukuran Dewan Komisaris (DKOM) Dewan komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direktur Perusahaan terbatas. Variabel ini diukur dari jumlah seluruh komisaris yang terdapat dalam perusahaan. c. Struktur Kepemilikan Manajerial (SKM ) Kepemilikan manajerial adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki manajemen, termasuk direktur dan dewan komisaris. Variabel ini diukur dengan skala nominal, yaitu hanya dibedakan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial atau tanpa kepemilikan manajerial. Bila ada kepemilikan manajerial diberi nilai “1” (satu) jika tidak diberi nilai “0” (nol) d. Struktur Kepemilikan Institusional (SKI ) Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadab hukum, institusi luar negeri, dana perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun. Variabel struktur kepemilikan institusional diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak institusional dibandingkan dengan jumlah saham dalam satuan persentase. Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini dianalisis dengan mengunakan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran 151
umum mengenai karakterisktik data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, ratarata dan standar deviasi. Hipotesis diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel independen pada variabel dependen dan bertujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2012:81). Sebelum pengujian hipotesis dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi. Ketepatan dari fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fitnya. Secara statistik diukur dari nilai koefisien determinasi (Adjusted R2), uji F (uji kelayakan model), dan uji t (uji secara parsial) (Ghozali, 2012:83). Persamaan garis regresi linear berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut: CONACC=α+β1KIND+β2DKOM+β3SKM+β4SKI+
Keterangan: CONACC
= tingkat konservatisme akuntansi α = konstanta β1, β2, , β3, β4 , = koefisien regresi KIND = proporsi komisaris independen DKOM = ukuran dewan komisaris SKM = struktur kepemilikan manajerial SKI = struktur kepemilikan institusional = error IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kriteria penentuan sampel yang telah ditetapkan, maka diperoleh 60 perusahaan manufaktur selama empat tahun
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
yakni dari tahun 2009 -2012 dengan total observasi 240. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif (Tabel 2), maka gambaran tentang distribusi data adalah sebagai berikut: Variabel komisaris independen (KIND) memiliki nilai minimum 0,04 dan nilai maksimum 0,75 dengan rata-rata sebesar 0,3853 dan standar deviasi 0,11914. Hasil analisis ini dari keseluruhan observasi yang dilakukan terhadap sampel yang ada, didapatkan nilai proporsi anggota dewan komisaris independen (KIND) yang terkecil adalah sebesar 4 persen atau hanya sebanyak 1 anggota dari 25 anggota yang independen dan proporsi anggota dewan komisaris terbesar adalah sebanyak 75 persen. Variabel ukuran dewan komisaris (DKOM) memiliki nilai minimum 2,00 dan nilai maksimum 11,00 dengan rata-rata sebesar 4,1833 dan standar deviasi 1,87019. Hal ini berarti jumlah dewan komisaris yang dimiliki oleh perusahaan paling kecil adalah 2 dan dewan komisaris yang dimiliki oleh perusahaan paling besar adalah 11. Variabel kepemilikan manajerial (SKM) memiliki nilai minimum 0,00 dan nilai maksimum 1,00 dengan rata-rata sebesar 0,1500 dan standar deviasi 0,35782. Ini berarti nilai terkecilnya adalah 0 persen dan nilai terbesarnya adalah 1 persen dengan rata-rata sebesar 0,15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada perusahaan sampel, saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan paling sedikit adalah 0 persen atau pihak manajemen tidak memiliki saham perusahaan dan saham yang dimiliki pihak manajemen perusahaan paling besar adalah 1 persen. Variabel kepemilikan institusional (SKI) memiliki nilai minimum 25 dan nilai maksimum 97,97 dengan rata-rata sebesar 71,7943 dan standar deviasi 17.,3635. Ini Vol. 3 No. 2, September 2013
berarti bahwa nilai terkecilnya adalah 25 persen dan nilai terbesarnya adalah 97,97 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada perusahaan sampel, saham yang dimiliki oleh pihak institusi paling banyak adalah 97,97 persen dan saham yang dimiliki oleh pihak institusi paling kecil adalah 25 persen. Hasil uji asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diambil adalah data yang terdistribusi normal karena suatu model regresi yang baik adalah dimana semua datanya berdistribusi normal atau mendekati normal. Uji Statistik yang digunakan untuk menguji apakah residual berdistribusi normal adalah uji statistic non-parametric Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil uji normalitas (Tabel 3) maka diperoleh nilai KolmogorovSmirnov Z sebesar 1,559 dan Asymp. Sig. sebesar 0,016. Karena nilai Asymp.Sig lebih kecil dari (0,05), maka residual data tidak terdistribusi dengan normal sehingga perlu dilakukan uji outlier. Berdasarkan hasil uji normalitas setelah outlier (Tabel 4) diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,761 dan Asymp. Sig. sebesar 0,609. Karena nilai Asymp.Sig lebih besar dari (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa residual data telah terdistribusi normal. 2) Uji Multikolinearitas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variable independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance serta lawannya dan Variance Inflation Factor (VIF). Jurnal Riset Akuntansi JUARA
152
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥10. Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa semua nilai VIF dari variabel independen memiliki nilai yang lebih kecil dari 10 dan nilai Tolerance yang lebih besar dari 0,1. Hasil pengujian model regresi untuk ukuran akrual tersebut menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas dalam model regresi. Hal ini berarti bahwa semua variabel independen tersebut layak digunakan sebagai prediktor. 3) Uji Autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan menguji bertujuan menguji apakah dalam model regerasi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk melihat uji autokorelasi maka dapat dilakukan Uji Durbin-Watson ( DW test). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai DW sebesar 1,926. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikan 5 persen jumlah sampel 218 (n) dan jumlah variabel independen 4 (k=4) maka di peroleh nilai du 1,813. Ini berarti nilai (DW) 1,926 lebih besar dari batas atas (du) 1,813 dan kurang dari 4 – 1,813 ( 4 – du), atau 1,813<1,926<2,187. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif atau terdapat autokorelasi. 4) Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji 153
Glejser (Tabel 4) menunjukkan bahwa tidak satu pun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Ut (AbsUt). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5 persen. Jadi dapat di simpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan untuk mengukur variabel terikat dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria uji asumsi klasik. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test) 1) Koefisien Determinasi (Adjusted R2) Koefisien determinasi (Adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Besarnya nilai Adjusted R2 adalah 0,10. Ini berarti bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 10 persen. Sedangkan sisanya 90 persen dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi. 2) Uji F Uji F digunakan untuk melihat apakah semua variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Nilai Fhitung sebesar 7,054 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari (0,05), maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi konservatisme (CONACC) atau dapat dikatakan bahwa proporsi komisaris independen (KIND), ukuran dewan komisaris (DKOM), struktur kepemilikan manajerial (SKM), dan struktur kepemilikan institusional
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
(SKI) secara bersama-sama berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi (CONACC). 3) Uji t Uji t ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi t yang ditunjukkan oleh Sig dari t. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi t dari variabel proporsi komisaris independen (KIND) sebesar 0,10; variabel ukuran dewan komisaris (DKOM) sebesar 0,003; dan variabel struktur kepemilikan manajerial (SKM) sebesar 0,20 lebih kecil dari (0,05). Ini berarti bahwa variabel komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan struktur kepemilikan manajerial secara individual berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Sedangkan variabel struktur kepemilikan institusional (SKI) tidak berpengaruh secara individual terhadap konservatisme akuntansi karena nilai Sig.t yang diperoleh yaitu 0,104 yang lebih besar dari (0,05). Analisis Regresi Linear Berganda Persamaan garis regresi berganda sebagai berikut:
linear
CONACC = 0,015 + 0,345KIND + 0,024DKOM + 0,082SKM + 0,001SKI
Persamaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Konstanta sebesar 0,015 artinya bahwa jika variabel independen sama dengan nol, maka konservatisme akuntansi (CONACC) menunjukkan nilai sebesar 0,015. 2) Koefisien regresi proporsi komisaris independen adalah sebesar 0,345 yang Vol. 3 No. 2, September 2013
berarti bahwa setiap peningkatan proporsi komisaris independen sebesar satu satuan akan meningkatkan konservatisme akuntansi sebesar 0,345 dengan asumsi variabel lain konstan. 3) Koefisien regresi ukuran dewan komisaris adalah sebesar 0,024 yang berarti bahwa setiap peningkatan ukuran dewan komisaris sebesar satu satuan akan meningkatkan konservatisme akuntansi sebesar 0,024 dengan asumsi variabel lain konstan. 4) Koefisien regresi kepemilikan manajerial adalah sebesar 0,082 yang berarti bahwa setiap peningkatan kepemilikan manajerial sebesar satu satuan akan meningkatkan konservatisme akuntansi sebesar 0,082 dengan asumsi variabel lain konstan. 5) Koefisien regresi kepemilikan institusional adalah sebesar 0,001 yang berarti bahwa setiap peningkatan kepemilikan institusional sebesar satu satuan akan meningkatkan konservatisme akuntansi sebesar 0,001 dengan asumsi variabel lain konstan, namun secara statistik tidak signifikan. PEMBAHASAN Pengaruh Proporsi Komisaris Independen terhadap Konservatisme Akuntansi. Variabel Proporsi Komisaris Independen (KIND) memiliki nilai t hitung sebesar 2,589 dan nilai sig sebesar 0,010. Nilai sig sebesar 0,010 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel proporsi komisaris independen (KIND) berpengaruh pada level 5% sehingga penelitian ini dapat menolak H0 atau Ha diterima yang berarti bahwa variabel proporsi komisaris independen (KIND) berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis pertama yang menyatakan “proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap Jurnal Riset Akuntansi JUARA
154
tingkat konservatisme akuntansi” diterima. Boediono (2005:178) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris merupakan jumlah keanggotaan yang berasal dari luar perusahaan (outside directors) terhadap keseluruhan jumlah anggota dewan. Dengan adanya komisaris yang independen, pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris akan lebih ketat sehingga akan cenderung mensyaratkan akuntansi yang konservatif untuk mencegah sikap oportunistik manajer. Wardhani (2008:8) menyatakan salah satu fungsi utama dari komisaris independen adalah untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja manajemen perusahaan. Keberadaan komisaris dapat menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen (terutama CEO) dalam pengelolaan perusahaan melalui fungsi monitoringnya. Dalam menjalankan fungsinya, komisaris independen akan sangat membutuhkan informasi yang akurat dan berkualitas. Konservatisme merupakan alat yang sangat berguna bagi board of directors (terutama komisaris independen) dalam menjalankan fungsi mereka sebagai pengambil keputusan dan pihak yang memonitor manajemen. Board of directors yang kuat (board of directors yang didominasi oleh komisaris independen) akan mensyaratkan informasi yang lebih berkualitas sehingga mereka akan cenderung untuk lebih menggunakan prinsip akuntansi yang lebih konservatif. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahmed dan Duellman (2007) yang menyatakan outside directors berhubungan positif dengan konservatisme akuntansi. Semakin besar proporsi dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan maka monitoring terhadap manajemen perusahaan tersebut akan semakin intensif dan efektif, yang akan berdampak pada tingkat konservatisme akuntansi yang semakin tinggi. Dengan kata lain semakin banyak 155
proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan akan menunjukkan dewan komisaris yang kuat maka semakin tinggi pula tingkat konservatisme yang diinginkan karena adanya persyaratan informasi keuangan yang lebih berkualitas Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Wardhani (2008) yang tidak dapat membuktikan pengaruh dari independensi dewan komisaris terhadap konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Konservatisme Akuntansi Variabel ukuran dewan komisaris (DKOM) memiliki nilai t hitung sebesar 3,009 dan nilai sig sebesar 0,003. Nilai sig sebesar 0,003 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel ukuran komisaris (DKOM) berpengaruh pada level 5% sehingga penelitian ini dapat menolak H0 atau Ha diterima yang berarti bahwa variabel ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis kedua yang menyatakan “ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap tingkat konservatisme Akuntansi” diterima. Ukuran dewan komisaris yang terkait dengan jumlah anggota dewan komisaris akan mempengaruhi mekanisme pengawasan terhadap perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan menyebabkan tugas setiap anggota dewan komisaris menjadi lebih khusus karena terdapat komite-komite yang lebih khusus dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi yang lebih besar tersebut dapat menunjukkan pengawasan yang lebih efektif sehingga penerapan akuntansi yang disyaratkan dewan komisaris lebih konservatif. Ini sesuai dengan penelitian Lara et al (2005), yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
sebagai mekanisme corporate governance mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi dari pada perusahaan dengan dewan yang lemah. Jumlah anggota dewan komisaris yang semakin besar, memungkinkan untuk melakukan pembagian fungsi monitoring terhadap manajemen perusahaan secara lebih efektif terutama bagi perusahaan yang berskala besar dengan permasalahan yang sangat komplek. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ahmed dan Duellman (2007) yang mana dalam penelitiannya dapat membuktikan pengaruh dari ukuran dewan komisaris terhadap konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa banyaknya anggota dewan komisaris, baik dewan komisaris yang terafiliasi maupun yang tidak terafiliasi dalam perusahaan akan mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi perusahaan. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Konservatisme Akuntansi. Variabel struktur kepemilikan manajerial (SKM) memiliki nilai t hitung sebesar 2,335 dan nilai sig sebesar 0,020. Nilai sig sebesar 0,020 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manjerial (SKM) berpengaruh pada level 5% sehingga penelitian ini dapat menolak H0 atau Ha diterima yang berarti bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis ketiga yang menyatakan “ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi” diterima. Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan Vol. 3 No. 2, September 2013
oleh manajer (Christiawan dan Tarigan, 2007:2). Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham untuk meningkatkan nilai perusahaan salah satunya dengan menerapkan konservatisme akuntansi. Jensen & Meckling (1976) membentuk suatu teori yang menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajemen akan menurunkan permasalahan agensi karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka semakin kuat motivasi mereka untuk bekerja dalam meningkatkan nilai saham perusahaan Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Widya (2005:8) yang menyatakan struktur kepemilikan mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatisma. Semakin tinggi konsentrasi struktur kepemilikan perusahaan terhadap modal maka perusahaan tersebut akan cenderung memilih strategi akuntansi konservatif dibanding perusahaan konsentrasi kepemilikannya rendah. Hasil penelitian Wu (2006) menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan manajerial yang lebih tinggi menunjukkan pola yang lebih konservatif dalam pelaporan pendapatannya. Hal ini menunjukkan bukti bahwa ada hubungan yang positif antara kepemilikan manajerial dengan tingkat konservatisme dalam perusahaan. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Wardhani (2008) yang tidak dapat membuktikan pengaruh dari kepemilikan manajerial terhadap konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual. Wu (2006) menjelaskan bahwa hubungan negatif antara konservatisme dengan kepemilikan manajerial dapat disebabkan oleh adanya kecenderungan manajer dengan kepemilikan ekuitas tinggi akan memilih untuk menggunakan tingkat konservatisme yang Jurnal Riset Akuntansi JUARA
156
lebih rendah untuk menghindari penurunan harga saham Pengaruh Struktur Kepemilikan Institusional terhadap Konservatisme Akuntansi. Variabel kepemilikan institusional (SKI) memiliki nilai t hitung sebesar 1,633 dan nilai sig sebesar 0,104. Nilai sig sebesar 0,104 > α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional (SKI) tidak berpengaruh pada level 5% sehingga penelitian ini tidak dapat menolak H0 atau H0 diterima yang berarti bahwa variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis keempat yang menyatakan “struktur kepemilikan institusional berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi” ditolak. Dalam teori perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 persen) mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institisional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Faizal, 2004). Namun berdasarkan hasil pengujian variabel kepemilikan institusional terhadap konservatisme dengan ukuran akrual, diketahui bahwa variabel kepemilikan institusional (SKI) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konservatisme dengan ukuran akrual. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ahmed dan Duellman (2007) dimana dalam hasil penelitiannya tidak dapat membuktikan pengaruh kepemilikan institusional sebagai alternatif dari mekanisme corporate governance terhadap konservatisme akuntansi dengan ukuran akrual. Dengan kata lain bahwa kepemilikan institusional 157
belum mampu mempengaruhi manajemen dalam menjalankan sistem konservatisme akuntansi. Sehingga prinsip corporate governance belum dapat dijalankan dan belum dapat menjadi salah satu alat monitoring yang efektif untuk menggantikan atau memperkuat fungsi monitoring dewan dalam mengurangi permasalahan agensi antara pemegang saham dengan pihak manajer perusahaan. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wardhani (2008) yang dalam kesimpulannya menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional dalam struktur kepemilikan perusahaan maka semakin mendorong penggunaan prinsip akuntansi yang konservatis yang diukur dengan ukuran akrual. Demikian juga Indrayanti (2010) hasil pengujian terhadap pengaruh variabel kontrol kepemilikan institusional dengan menggunakan ukuran akrual menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap konservatisme akuntansi. V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap konservatisme akuntansi; namun struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Keterbatasan dan Saran Variasi dari variabel independen yang dapat menjelaskan variabel dependen hanya 10 persen; sedangkan sisanya 90 persen dipengaruhi oleh variabel independen
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah mempertimbangkan variabel lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi seperti variabel ukuran perusahaan, keberadaan komite audit, karakteristik dari dewan dan efektifitas dewan dalam mengimplementasikan konservatisme di perusahaannya, yang berkaitan dengan kegiatan komisaris sebagai badan pengawas pada perusahaan, yang dapat dilihat dari laporan hasil pemeriksaan komisaris setiap semester kepada pemilik dan laporan pertanggung jawaban komisaris secara menyeluruh setiap akhir tahun.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, Anwer S. dan Duellman, Scott. 2007. Accounting Conservatism and Board of Director Characteristics: An Empirical Analysis. Working Paper. Almilia, Luciana S. 2004. Pengujian size hypothesis dan debt/equity Hypothesis yang mempengaruhi tingkat konservatisme laporan keuangan. Baridwan, Zaki. 2002. Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE. Basu, S. 1997. The conservatism principle and the asymmetric timeliness of earnings. Journal of Accounting and Economics 24. h 3–37. Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII. Solo. Dewi, A.A.A. Ratna. 2004. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Vol. 3 No. 2, September 2013
Terhadap Earnings Response Coefficient. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol . 7 No. 2, Mei: 207223. Faizal. 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan Dan Mekanisme Corporate Governance. Makalah Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII. Denpasar. Fala, Dwi Yana Amalia S. 2007. Pengaruh Konservatisma Akuntansi Terhadap Penilaian Ekuitas Perusahaan Dimoderasi Oleh Good Corporate Governance. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X. Makasar. Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Jensen, Michael, and William Meckling, 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol. 3, 305-360. Juanda, Ahmad. 2007. Perilaku Konservatif Pelaporan Keuangan dan Risiko Litigasi Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia. Naskah Publikasi Penelitian Dasar Keilmuan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Lara.
2005. Board of Directors Characteristics and Conditional Accounting Conservatism: Spanish
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
158
Evidence. European Accounting Review. Lo, Eko Widodo. 2006. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan Terhadap Konservatisme Akuntansi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 9 No. 1 Januari: 87-114. Sari,
Dahlia. 2004. Hubungan Antara Konservatisma Akuntansi Dengan Konflik Bondholder-Shareholder Seputar Kebijakan Dividen dan Peringkat Obligasi Perusahaan. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IV. Denpasar.
Wolk, H.I., M.G. Tearney, dan J.L. Dodd. 2001. ”Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach.” Fifth Edition. Ohio: South-Western College Publishing. Wu, Shuo. 2006. Managerial ownership and earnings quality. Working Paper. Sauder School of Business University of British Columbia.
Supriyanto, Edi dan Kiryanto. 2006. Pengaruh Moderasi Size Terhadap Hubungan Laba Konservatisme dengan Neraca Konservatisme. Makalah Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX. Padang. Wardhani, R., 2008. Tingkat Konservatisme Akuntansi di Indonesia dan Hubungannya dengan Karakteristik Dewan Sebagai Salah Satu Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Watts, R.L, 1993. A Proposal for Research on Conservatism, Working Paper. University of Rochester. Watts, R.L, 2003a. Conservatism In Accounting Part I : Explanation and Implication. Accounting Horizons, September Vol. 17 No 3, 207-221. Widya. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pilihan Perusahaan Terhadap Akuntansi Konservatif. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 8, No. 2, Mei: 138-157. 159
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
Tabel 1 Descriptive Statistics N KI ND DKOM SKM SKI CONACC Valid N (listwise)
240 240 240 240 240 240
Minimum .04 2.00 .00 25.00 -.98
Maximum .75 11.00 1.00 97.97 4.00
Mean .3853 4.1833 .1500 71.7943 .3423
St d. Dev iation .11914 1.87019 .35782 17.33635 .33120
Tabel 2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Ext reme Dif f erences
Mean St d. Dev iation Absolute Positiv e Negativ e
Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz ed Residual 240 .0000000 .30651646 .101 .101 -.071 1.559 .016
a. Test distribution is Normal. b. Calculated f rom dat a.
Tabel 3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Ext reme Dif f erences
Mean St d. Dev iation Absolute Positiv e Negativ e
Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz ed Residual 218 .0000000 .19390903 .052 .052 -.044 .761 .609
a. Test distribution is Normal. b. Calculated f rom dat a.
Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
160
Tabel 4 HASIL HETEROSKEDASTISITAS Coeffi ci entsa
Model 1
Unstandardized Coef f icients B St d. Error .067 .045 .107 .078 .001 .005 -.012 .021 .001 .000
(Constant) KI ND DKOM SKM SKI
St andardized Coef f icients Beta
t 1.479 1.368 .130 -.595 1.537
.097 .009 -.042 .105
Sig. .141 .173 .897 .553 .126
a. Dependent Variable: abres
Tabel 5 Uji Multikoloniaritas, Goodness of Fit Test, Regresi Model Summaryb Model 1
R .342a
Adjusted R Square .100
R Square .117
St d. Error of the Estimate .19572
DurbinWat son 1.926
a. Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKM b. Dependent Variable: CONACC
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.081 8.159 9.240
df 4 213 217
Mean Square .270 .038
F 7.054
Sig. .000a
a. Predictors: (Const ant), SKI, KIND, DKOM, SKM b. Dependent Variable: CONACC
Lampiran : Hasil Uji Regresi b
Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered SKI, KIND, DKOM, SKM a
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: CONACC
161
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
Model Summary b
Model 1
R R Square .342 a .117
Adjusted R Square .100
Std. Error of the Estimate .19572
DurbinWatson 1.926
a. Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKM b. Dependent Variable: CONACC ANOVAb
1
Model Regression Residual Total
Sum of Squares 1.081 8.159 9.240
df
Mean Square 4 .270 213 .038 217
F 7.054
Sig. .000 a
a. Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKM b. Dependent Variable: CONACC Uji Statistik t Coefficients
1
(Constant) KIND DKOM SKM SKI
Unstandardized Coefficients B Std. Error .077 .015 .345 .133 .024 .008 .082 .035 .001 .001
Standardized Coefficients Beta .174 .198 .158 .106
t .196 2.589 3.009 2.335 1.633
Sig. .845 .010 .003 .020 .104
Collinearity Statistics Tolerance VIF .921 .956 .908 .983
1.085 1.046 1.101 1.018
a. Dependent Variable: CONACC
Vol. 3 No. 2, September 2013
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
162
ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, EARING PER SHARE (EPS) DAN LABA TUNAI TERHADAP DIVIDEN KAS PADA PERUSAHAAN - PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) Putu Wirya Anjaya Putu Kepramareni7 Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK Kebijakan dividen merupakan keputusan yang penting bagi investor. Kebijakan deviden dapat mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh investor. Dalam penetapan kebijaksanaan mengenai pembagian dividen, faktor yang menjadi perhatian manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan perusahaan seperti laba akuntansi, earning per share (EPS) dan laba tunai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi, EPS dan laba tunai terhadap dividen kas pada perusahaan – perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam pemilihan sampel, penulis menggunakan metode Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 49 perusahaan – perusahaan di BEI pada periode tahun 2009 – 2012. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laba akuntansi dan EPS berpengaruh signifikan terhadap dividen kas pada perusahaan – perusahaan di BEI, sedangkan laba tunai tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas pada perusahaan – perusahaan di BEI. Kata Kunci : Laba Akuntansi, EPS, Laba Tunai, Dividen Kas 7
Alamat Korespondensi : (
[email protected])
I.
PENDAHULUAN Deviden merupakan salah satu motivator bagi para investor untuk menanamkan dana dipasar modal. Selain itu investor juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen yang dibagikan. Dari sisi emiten kebijakan dividen sangat penting bagi mereka, apakah sebagai keuntungan perusahaan akan lebih banyak digunakan untuk membayar dividen dibanding retained earning atau sebaliknya. Dalam penetapan kebijaksanaan mengenai pembagian dividen, faktor yang menjadi perhatian manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Laba akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba yang didapat dari selisih hasil 163
penjualan dikurangi harga pokok penjualan dan biaya-biaya operasi perusahaan. Selain menggunakan laba akuntansi dalam menentukan besarnya dividen yang dibagikan,perusahaan juga mempertimbangkan laba tunai yang pada dasarnya merupakan laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan beban-beban non kas. Dalam menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan, perusahaan juga mempertimbangan laba per lembar saham yang merupakan tingkat keuntungan bersih tiap lembar saham yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Sihombing (2006) dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas pada perusahaan industri
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (Eps) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia (Bei)
makanan dan minuman yang go public di BEJ. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa laba akuntansi lebih besar kuat hubungannya terhadap dividen kas dibandingkan dengan laba tunai terhadap dividen kas pada tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2003 dan 2004 laba tunai lebih besar kuat hubungannya dengan dividen kas dibandingkan dengan laba akuntasi terhadap dividen kas. Tujuan dari penelitian ini yaitu: untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi terhadap dividen kas, pengaruh earning per share terhadap dividen kas, dan pengaruh laba tunai terhadap dividen kas pada perusahaan – perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Studi Kandungan Informasi Atas Laba Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Consepts (SFAC) nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihakpihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB, 1980). Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2004). Bagi pemilik saham dan atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima, melalui pembagian dividen. 2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya Elizabeth (2000) dengan penelitiannya yang berjudul analisis hubungan laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas menyimpulkan bahwa adanya konsistensi hubungan yang signifikan dan positif antara Vol. 3 No. 2, September 2013
laba akuntansi dengan dividen kas. Murtanto dan Febby (2004) dengan penelitiannya yang berjudul analisis hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas yang menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang positif dan kuat antara laba akuntansi terhadap dividen kas. Sihombing (2006) dengan penelitiannya yang berjudul laba akuntansi lebih besar kuat hubungannya terhadap dividen kas dibandingkan dengan laba tunai terhadap dividen kas pada tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2003 dan 2004 laba tunai lebih besar kuat hubungannya dengan dividen kas dibandingkan dengan laba akuntasi terhadap dividen kas. Nurhidayati (2006) dengan penelitiannya yang berjudul analisis faktor – faktor yang mempengaruhi dividen kas di BEJ menyimpulkan bahwa current ratio, EPS, signifikan berpengaruh positif terhadap dividen kas. ROI, cash ratio, DTA, size, tidak signifikan berpengaruh terhadap dividen kas. Sitepu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul analisis hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas pada perusahaan industri yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006,2007,2008 yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas tetapi tidak signifikan. Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, dalam penelitian ini varibel independen terdiri dari laba akuntansi, laba tunai dan EPS dan variabel dependen yang digunakan adalah dividen kas. Penelitian ini menggunakan perusahaan yang terdaftar di BEI, baik perusahaan manufaktur, perbankan dan sebagainya. Adapun juga perbedaan dalam periode waktu dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. 2.3 Hipotesis Penelitian Laba diakui sebagai suatu indikator dari jumlah maksimum yang harus Jurnal Riset Akuntansi JUARA
164
dibagikan sebagai dividen dan ditahan untuk perluasan atau di investasikan kembali di dalam perusahaan. Selain laba akuntansi menurut Elizabeth (2000) kebanyakan perusahaan juga sering menggunakan laba tunai yang pada dasarnya merupakan laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan beban-beban non kas dalam hal ini adalah penyusutan dan amortisasi, dalam menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan, perusahaan juga mempertimbangan laba per lembar saham yang merupakan tingkat keuntungan bersih tiap lembar saham yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Pengaruh Laba Akuntansi terhadap dividen kas Murtanto dan Febby (2004) dalam penelitiannya yang berjudul analisis hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas yang menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang positif dan kuat antara laba akuntansi terhadap dividen kas, sehingga dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 = Laba akuntansi berpengaruh positif terhadap dividen kas Pengaruh EPS terhadap Dividen Kas Nurhidayati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor – faktor yang mempengaruhi dividen kas di BEJ menyimpulkan bahwa Current ratio, EPS, signifikan berpengaruh positif terhadap dividen kas. ROI, cash ratio, DTA, size, tidak signifikan berpengaruh terhadap dividen kas. Sehingga dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 = EPS berpengaruh positif terhadap dividen kas
Sihombing (2006) dalam penelitiannya yang berjudul analisis hubungan antara laba akuntansi dan laba bersih dengan dividen kas pada perusahaan industri makanan dan minuman yang go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang menyimpulkan bahwa pada tahun 2003 dan 2004 laba tunai lebih besar kuat hubungannya dengan dividen kas dibandingkan dengan laba akuntansi terhadap dividen kas. Sehingga dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H3 = Laba tunai berpengaruh positif terhadap dividen kas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu laporan keuangan perusahaan - perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder perusahaan perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 sampai tahun 2012. 3.2 Metode Penentuan Sampel Teknik penentuan sample penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu pengambilan sample berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Adapun sampel penelitian dapa dilihat pada tabel dibawah ini :
Pengaruh Laba Tunai terhadap Dividen Kas 165
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di BEI
Tabel 3.1. Penentuan Sampel No
Kriteria
1
Perusahaan yang telah terdaftar di BEI dari tahun 2009 sampai tahun 2012.
2
Perusahaan tersebut tidak menerbitkan laporan keuangan pada tahun terakhir, yaitu tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012. Perusahaan tersebut tidak mendapatkan laba bersih pada pada tahun 2009 sampai tahun 2012.
3
4
5
Perusahaan tersebut tidak menyajikan EPS pada tahun 2009 sampai tahun 2012. Perusahaan tersebut tidak membayar dividen kas pada tahun 2009 sampai tahun 2012. Total Sampel
Jumlah Pengamatan Perusahaan Sampel 466
(0)
(63)
(0)
(354)
49
3.3 Teknik Analisis Data Pengujian Asumsi Klasik Dalam penelitian ini, teknik analisis data dilakukan dengan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS). Menurut Ghozali (2006) uji asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Uji Normalitas Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan dengan menggunakan statistik KolmogorovSmirnov. Data populasi dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05. 2) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau Variance Inflation Vol. 3 No. 2, September 2013
Factor (VIF). Jika ada tolerance lebih dari 10 persen atau VIF kurang dari 10 maka dikatakan tidak ada gejala multikolinearitas. 3) Uji Autokorelasi Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, digunakan metode DurbinWatson (Dw Test). Jika nilai Dw test sudah ada, maka nilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen. Bila dU < dw < (4-dU), maka tidak terjadi autokorelasi. 4) Uji Heteroskedastisitas Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji Glejser. Metode ini dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual (AbUt) terhadap variabel bebas. Jika tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada absolut residual, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 3.4 Pengujian hipotesis penelitian Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel independen pada variabel dependen dan bertujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2006). Ketepatan dari fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), uji kelayakan model, dan uji t (uji secara parsial) (Ghozali, 2006). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik 1) Normalitas Nilai kolmogorov-smirnov sebesar 0,788 dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,564 lebih besar dibandingkan dengan Jurnal Riset Akuntansi JUARA
166
0,05, maka model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.
maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. Tabel 4.3 Model Summaryb
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas
Change Statistics
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa
196 .0000000 .91039431 .056 .045 -.056 .788 .564
Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah dengan SPSS 2) Uji Multikolinearitas Jika tolerance lebih dari 10% atau VIF kurang dari 10 maka dikatakan tidak ada multikolinearitas. Berdasarkan hasil pengujian, nilai tolerance variabel bebas tidak kurang dari 10% dan nilai VIF semuanya kurang dari 10 yang berarti tidak ada multikolinearitas antar variabel independen. Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas Model 1( constant) Laba Akuntansi EPS Laba tunai
Tolerance 0,978 0,855 0,851
VIF 1,023 1,170 1,175
Adju sted R R Squ Squa Mo R are re del 1
Std. Erro r of the Esti mate
R Squ Sig. are F F Cha Cha df df Cha nge nge 1 2 nge
1 .23 .917 3.79 1.86 .056 3 9 .011 a .156 .101 7 48 4 6 2
4) Uji Heteroskedastisitas Pada Tabel 4.4 terlihat nilai signifikansi masing-masing variabel dalam persamaan regresi di atas 0,05, hal ini berarti data bebas dari heteroskedastisitas. Tabel 4.4 Hasil Uji Glejser Standardi zed Unstandardized Coefficie Coefficients nts Std. Error
Model
B
1 (Constant)
.248
.164
.111
.038
.054 .057
.059 .055
Laba Akuntansi EPS Laba Tunai
Beta
t
Sig.
1.515
.131
.205
2.898
.119
.070 .079
.926 1.042
.543 .133
3) Uji Autokorelasi Deteksi autokorelasi menggunakan metode Durbin-Watson (Dw Test) yaitu du < d < 4-du. Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1,866. Nilai dU = 1,666. Maka 1,666 < 1,866 < 2,334 167
Dur binWats on
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di BEI
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Regresi
Pengujian Kelayakan Model Tabel 5.5 Hasil Pengujian Goodness of fit
Model 1
R 0,237
R Square 0,056
Adjusted R Square 0,101
Std. Error of the Estimate 0,91748
F 3,794
Unstandardized Coefficients Sig.
Model
B
0,011
1
2.025
.293
6.909
.000
.196
.068
.204 2.873
.005
.218 .108
.105 .098
.158 2.085 .084 1.099
.028 .273
Hasil pengujian goodness of fit pada tabel 5.5 menunjukkan Fhitung sebesar 3,794 dengan tingkat probabilitas 0,011 (signifikansi). Karena probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi nilai observasinya sehingga layak dipakai untuk analisis selanjutnya. Koefisien Determinasi Nilai adjusted R2 adalah 0,101, ini berarti varian dari variabel bebas yaitu Laba Akuntansi (X1), EPS (X2), dan Laba Tunai (X3) mampu menjelaskan variabel terikat yaitu Dividen Kas (Y) sebesar 10,1%, sedangkan sisanya sebesar 89,9% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Pengujian Hipotesis 1) Hasil Pengujian Hipotesis Pertama Variabel bebas laba akuntansi memiliki thitung sebesar 2,873 dengan signifikansi sebesar 0,005 (lebih kecil dari nilai signifikan 0,05) dan nilai Unstandardized Coefficients B sebesar 0,196 (Positif). Maka dapat disimpulkan bahwa laba akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas (hipotesis 1 diterima).
Vol. 3 No. 2, September 2013
Std. Error
Standardized Coefficients
(Constant) Laba Akuntansi EPS Laba Tunai
Beta
t
Sig.
2) Hasil Pengujian Hipotesis Kedua Variabel bebas EPS memiliki thitung sebesar 2,085 dengan signifikansi sebesar 0,028 (lebih kecil dari nilai signifikan 0,05) dan nilai Unstandardized Coefficients B sebesar 0,218 (positif). Maka dapat disimpulkan bahwa EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas (hipotesis 2 diterima). 3) Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga Variabel bebas laba tunai memiliki thitung sebesar 1,099 dengan signifikansi sebesar 0,273 (lebih besar dari nilai signifikan 0,05) dan nilai Unstandardized Coefficients B sebesar 0,108 (positif). Maka dapat disimpulkan bahwa laba tunai tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas (hipotesis 3 ditolak). Hal ini mungkin disebabkan karena banyak perusahaan yang menggunakan laba tunai untuk diinvestasikan kembali pada periode berikutnya. Berbeda hal nya dengan laba akuntansi yang diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar pembagian dividen (Suwardjono, 2005).
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
168
V. KESIMPULAN 1. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terdapat pengaruh positif laba akuntansi dan signifikan terhadap dividen kas. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Murtanto dan Febby (2004) yang menyimpulkan bahwa laba akuntansi mempunyai hubungan yang positif dan kuat terhadap dividen kas. 2. Penelitian ini juga menyampaikan bahwa dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terdapat pengaruh positif EPS dan signifikan terhadap dividen kas. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurhidayati (2006) yang menyimpulkan bahwa EPS signifikan berpengaruh positif terhadap dividen kas. 3. Penelitian ini juga menyampaikan bahwa dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 variabel laba tunai tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Hal ini disebabkan oleh nilai thitung sebesar 1,042 dengan signifikansi sebesar 0,299. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yang berarti hipotesis ditolak. nilai terendah yang berarti bahwa variabel laba tunai pada sampel cenderung rendah sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sitepu (2010) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas tetapi tidak signifikan. Laba tunai tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Hal ini mungkin disebabkan karena banyak perusahaan yang menggunakan laba tunai untuk diinvestasikan kembali pada periode berikutnya. Berbeda hal nya dengan laba akuntansi yang diharapkan dapat dipergunakan sebagai 169
dasar pembagian dividen (Suwardjono, 2005). Saran Dari kesimpulan yang sudah disampaikan, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut : 1. Dalam kebijakan pembagian dividen kas, sebaiknya perusahaan melihat berdasarkan laba akuntansi. Karena di dalam penelitian ini pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 laba akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas. 2. Dalam kebijakan pembagian dividen kas, sebaiknya perusahaan juga melihat berdasarkan EPS. Karena di dalam penelitian ini pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas. 3. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih panjang dan penelitian dilakukan dengan bermacam sektor perusahaan agar dapat memunculkan hasil yang lebih baik dan macam – macam sektor perusahaan dapat dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Ataina, Hudayati, 1999. Comprehensive Income: Upaya Meningkatkan Relevensi Pelaporan Laba, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol.3, No.1, Hal 52. Baridwan, Zaki, 2004. Accounting, Edisi Yogyakarta; BPFE.
Intermediate Kedelapan,
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di BEI
Baridwan, Zaki, 2000. Analisis Perataan Penghasilan (Income Smooting) : Faktor Faktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya Dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol.3 No.1, Hal 434.
Financial Accounting Standard Board (FASB), 1991. Statement of Financial Accounting Concept, IL: FASB.
Belkaoui, Ahmed Riahi, 2000. Teori Akuntansi, jilid II, Alih Bahasa Marwata et. al., Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Hendriksen, Eldon S dan F. Van Breda, 1992. Accounting Theory, Fifth Ed. Homewood Illinois: Richard D. Irwin, Inc.
Brigham, Eugene F and Joel F.Houston, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh, PT. Salemba Empat, Jakarta.
Hermi, 2004. Hubungan Laba Bersih Dan Arus Kas Operasi Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Perdagangan Besar Barang Produksi Di BEJ Pada Periode 1999-2002, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.4, No.3, Hal 247-257.
Dermawan, Elizabeth Sugiarto, 2000. Laba Akuntansi dan Laba Tunai dengan Dividen Kas, Jurnal Akuntansi, Vol. IV, No. 2:36 – 48. Dyckman, Dukes dan Davis, 1996. Akuntansi Intermediate, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta. Tandelilin, Eduardus, 2001. Analisis Investasi dan Manajemen fortofolio, Yogyakarta: BPFE. Evans, Thomas G, 2003. Accounting Theory: contemporary Accounting Issues, South-Western, Ohio. Fakhruddin, Hendy M., 2008, Go Public : Strategi Pendanaan dan Peningkatan Nila Perusahaan, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati, 2011. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Mekanisme Pengujian, Denpasar. Vol. 3 No. 2, September 2013
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Universitas Diponegoro. Semarang.
Husnan dan Pudjiastuti, 2002. Dasar-dasar Potofolio dan Analisis Sekuritas .Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2004. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta. Januar, Sri Astuti dan Agung Wirawan, 2004. Praktik Perataan Laba dan Kinerja Saham Perusahaan Publik Di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol.6, No.2, Hal 45. J.Fred Weston, dan Eugene F.Brigham, 1993. Manajemen Keuangan, Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta. Keown, Arthur J., et al., 2000. Basic Financial Management, Alih Bahasa, Chaerul D. dan Dwi Sulisyorini, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Buku Kedua, Salemba Empat, Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi JUARA
170
Muqodim, 2005. Teori Akuntansi, Edisi ke1, Ekonisia, Yogyakarta.
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Murtanto dan Feby Feiruza Yuridya, 2004. Analisis Hubungan Antara Laba Akuntansi dan Laba Tunai Dengan Dividen Kas, Jurnal Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.4, No.1, hal. 85-105.
Supardi, 2005.Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Pertama, UII Press.
Hidayati, Nur, 2006. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Dividen Kas Di Bursa Efek Jakarta, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia : Yogyakarta. Wiguna, Robin dan Mendari, Anastasia Sri, 2008. Pengaruh Earning Per Share (EPS) dan Tingkat Bunga SBI terhadap Harga Saham pada perusahaan yang terdaftar di LQ 45 Bursa Efek Indonesia, Jurnal keuangan dan bisnis, Vol 6 No.2, Hal.130-142.
Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi ke-3, BPFE, Yogyakarta. Yusuf, Muhammad dan Soraya, 2004. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Asing dan Non Asing Di Indonesia, Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol.8, No.1, Hal 100-103.
Sandjaja, Ridwan S dan Inge Barlian, 2002. Manajemen Keuangan 1, Edisi Keempat, PT. Prehanilindo, Jakarta. Sihombing, Barita Stepanus, 2006. Analisis Hubungan Antara Laba Akuntansi dan Laba Tunai dengan Dividen Kas (Studi Kasus pada Industri Makanan dan Minuman yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta), Skripsi, Fakultas Ekonomi Univesitas Sumatera Utara, Medan. Sitepu, Fitri Anita, 2010. Analisis Hubungan Laba Akuntansi dan Laba Tunai Dengan Dividen Kas Pada Perusahaan Industri yang Go Public di BEI, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
171
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di BEI
Lampiran
Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N Laba Akuntansi EPS Laba Tunai Dividen Kas Valid N (listwise)
Minimum 196 196 196 196 196
Maximum
.10 .28 .93 1.15
Mean
4.81 4.32 3.51 2.94
Std. Deviation
2.5840 2.1370 1.6309 1.2261
.97246 .67851 .72804 .93699
Sumber : Data diolah dengan SPSS
Hasil Uji Normalitas
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N Normal Parametersa
Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Sumber : Data diolah dengan SPSS
Vol. 3 No. 2, September 2013
196 .0000000 .91039431 .056 .045 -.056 .788 .564
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
172
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model
B
1 (Constant) Laba Akuntansi EPS Laba Tunai
Std. Error
Collinearity Statistics
Correlations
Beta
t
Sig.
Zero-order Partial Part
Tolerance
VIF
2.025
.293
6.909 .000
.196
.068
.204
2.873 .005
-.184
-.203 -.201
.978 1.023
.218 .108
.105 .098
.158 .084
2.085 .028 1.099 .273
-.113 .006
-.149 -.146 .079 .077
.855 1.170 .851 1.175
a. Dependent Variable: Dividen Kas Sumber : Data diolah dengan SPSS Model Summaryb
Model
R
Std. Change Statistics Error of R Adjusted the R Square F Square R Square Estimate Change Change df1 df2
1 .237a .156 .101 .91748 a. Predictors: (Constant), Laba Tunai, Laba Akuntansi, EPS b. Dependent Variable: Dividen Kas
.056
3.794
3
Sig. F Change
192
DurbinWatson
.011
1.866
Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error
(Constant) Laba Akuntansi EPS Laba Tunai Sumber : Data diolah dengan SPSS
173
.248 .111 .054 .057
.164 .038 .059 .055
Standardized Coefficients Beta .205 .070 .079
t
Sig.
1.515 2.898 .926 1.042
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di BEI
.131 .119 .543 .133
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL RISET AKUNTANSI (JUARA) UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR Berikut ini merupakan pedoman pertimbangan bagi penulis.
penulisan
artikel
dalam JUARA untuk menjadi
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam artikel terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut: 1. Halaman muka (cover) Bagian ini memuat judul dan nama penulis (ditulis lengkap tanpa gelar), dan institusi asal penulis. 2. Abstrak a. Abstrak disajikan di awal teks dan merupakan ringkasan penelitian yang berisi permasalahan, tujuan, metode, hasil, dan pembahasan hasil penelitian. b. Bagi naskah berbahasa Indonesia, abstrak sebaiknya dibuat dalam bahasa Inggris. Bagi naskah berbahasa Inggris, abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia. Abstrak ditulis menggunakan huruf miring (italic). c. Abstrak ditulis dengan panjang sekitar 150 s/d 400 kata serta memuat sedikitnya empat keywords (kata kunci) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel. 3. Batang tubuh Batang tubuh memuat I. Pendahuluan (latar belakang dan masalah), II. Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis, III. Metode Penelitian (metode seleksi dan pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional variabel, dan metode analisis data), IV. Hasil dan Pembahasan, V. Simpulan, Keterbatasan Penelitian, dan Saran. 4. Daftar pustaka dan lampiran Daftar pustaka memuat sumber-sumber yang dikutip dalam penulisan artikel. Lampiran memuat tabel, gambar, dan instrumen yang digunakan. Tabel dan gambar sebaiknya disajikan pada halaman terpisah dari badan tulisan (umumnya di bagian akhir naskah). Penulisan cukup menyebutkan pada bagian di dalam teks tempat pencantuman tabel atau gambar. Setiap tabel dan gambar diberikan nomor urut, judul yang sesuai, dan sumber kutipan. Format Penulisan 1. Naskah merupakan hasil penelitian dalam bidang akuntansi. 2. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak dalam proses penyuntingan di jurnal/media berkala lain. 3. Naskah dapat ditulis menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 4. Naskah diketik dengan MS Word, pada kertas ukuran A4, menggunakan spasi ganda, ukuran font 11, huruf Bookman Old Style, dengan batas margin atas, bawah, kanan, dan kiri adalah 1 inchi. 5. Panjang naskah yang diserahkan adalah 16-25 halaman (termasuk daftar pustaka dan lampiran). Semua halaman termasuk daftar pustaka, lampiran (tabel dan gambar) harus diberi nomor urut halaman. 6. Penulisan Judul, Sub Judul, dan Anak Sub Judul a. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diketik rata tengah, serta tebal. b. Sub judul diketik rata kiri dan semua diketik tebal tanpa diakhiri dengan titik. Semua kata menggunakan huruf kapital. Penulisan sub judul menggunakan angka romawi I, II, III, IV, dan V. c. Anak Sub Judul diketik rata kiri dan semua kata diawali huruf kapital tanpa diakhiri dengan titik. Penulisan anak sub judul menggunakan angka Arab dan seterusnya.
1
7.
Kutipan dalam teks sebaiknya ditulis diantara kurung buka dan kurung tutup yang menyebutkan nama akhir penulis, tahun, dan nomor halaman (jika dipandang perlu). Contoh: a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Jensen, 1976). Jika disertai nomor halaman (Jensen, 1976:840) atau (Jensen, 1976:840-842). b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (Jensen dan Meckling, 1976). c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis (Dewi dkk., 2005 atau Hotstede et al., 2000). d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang berbeda (David, 2005; Dina, 2006). e. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (Brownell, 1981, 1983). Jika tahun publikasi sama (Brownell, 1982a, 1982b). f. Sumber kutipan berasal dari pekerjaan suatu institusi sebaiknya menyebutkan akronim institusi yang bersangkutan, misalnya (IAI, 2007).
8.
Setiap artikel harus ditulis memuat daftar pustaka (hanya yang menjadi sumber kutipan) dengan ketentuan penulisan sebagai berikut: a. Disusun alphabetis sesuai dengan nama akhir/keluarga (tanpa gelar akademik), baik untuk penulis asing maupun penulis Indonesia. b. Susunan setiap referensi: nama penulis, tahun publikasi, judul buku teks atau judul jurnal, tempat terbit : nama penerbit. Contoh: Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta:BPFE. Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:Salemba Empat. Hartono, Jogiyanto dan Bambang Riyanto. 1997. The Effect of Asymetrical Information and Risk Attitude on Incentive Scheme: A Contigency Approach. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 12 No. 1 : 1-12. Andayani, Wuryan. 2010. Analisis Empiris Pergantian Kantor Akuntan Publik Setelah Ada Kewajiban Rotasi Audit. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto:13-15 Oktober 2010. Albanese. 2009. Fairer Compensation for Travellers. Diunduh tanggal 30 Januari 2009. http://www.minister.gov.au
9.
Naskah dapat diserahkan langsung atau dikirimkan ke sekretariat redaksi dalam bentuk hard copy (dua eksemplar) dan soft copy (dalam flashdisk/CD) atau attachment file(s) melalui email. 10. Mencantumkan CV dan alamat korespondensi (disajikan dalam halaman terpisah). 11. Naskah dikirimkan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum bulan penerbitan (Februari dan Agustus) ke alamat redaksi Jurnal Riset Akuntansi (JUARA) di bawah ini: Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar Jl. Kamboja No. 11 A Denpasar, Bali - Indonesia Telp. (0361) 262725, Fax. 0361 (262725) Email:
[email protected]
2