Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANGGUNG JAWAB SOSIAL: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Aditya Dharmawan Krisna & Novrys Suhardianto Universitas Airlangga Surabaya ABSTRACT This research aims to determine the factors that influence the width of Corporate Social Responsibility Disclosures by testing the effect of corporate size, profitability, leverage, institutional ownership, size of board of commissioner, size of board of director, and size of audit committee on corporate social responsibility disclosures index. Sampel used are mining sector companies that were listed on Indonesia Stock Exchange for periode 2010-2012. The sources of the data were taken from audited financial reports and annual reports—and sustainability report if there is any—that available on Indonesia Stock Exchange. This research use quantative approach with path analysis completed by multiple linier regression analysis. Results of this research show that company size and size of audit committee have a positive effect on corporate social responsibility disclosures. There is no evidence shows that profitability, leverage, institutional ownership, size of board of commissioner, and size of board of director have an effect on corporate social responsibility disclosures. Key words: Corporate Social Responsibility, company size, profitability, leverage, institutional ownership, size of board of commissioner, size of board of director, size of audit committee.
1. Latar Belakang Terdapat tiga tanggung jawab perusahaan yang harus dilakukan secara bersama-sama dan seimbang terhadap para pemegang kepentingan, yaitu tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab atas hukum atau peraturan, dan tanggung jawab sosial (Post, 2002 dalam Hadi, 2014). Eklington (1997) menggunakan istilah “triple bottom-line – profit, people, planet” (Hadi, 2014) untuk menjelaskan bahwa perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomi kepada pemegang saham. Perusahaan juga memiliki tanggung jawab lingkungan dan sosial karena lingkungan dan masyarakat juga merupakan bagian dari para pemangku kepentingan. Istilah Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) muncul sebagai bentuk nyata dari pelaksanaan kewajiban perusahaan terhadap lingkungan sosial. Howard
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Bowen (1953) mendefinisikan CSR sebagai suatu kewajiban, untuk mengikuti kebijakankebijakan yang ada untuk membuat keputusan, atau untuk mengikuti tindakan yang diinginkan dalam arti objektif dan nilai yang ada di masyarakat (Moon dan Vogel, 2008:304). Menurut Guthrie dan Mathews (1985), tanggung jawab sosial perusahaan dapat diartikan sebagai ketersediaan informasi keuangan atau non-keuangan berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan dan sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah (Hackston dan Milne, 1996; Sembiring, 2005). CSR tidak hanya berbicara tentang keberlangsungan hidup dan kelestarian alam, namun juga kesejahteraan para pekerja, masyarakat, dan komunitas secara luas, serta kenyamanan dan keamanan produk atau jasa. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak kegiatan operasional perusahaan yang ditimbulkan secara tidak langsung mengubah sudut pandang perusahaan. Tanggung jawab sosial tidak lagi dipandang sebagai biaya yang menurunkan laba, namun sebagai investasi untuk dapat meningkatkan citra baik di mata masyarakat sehingga dapat meningkatkan laba jangka panjang serta mempertahankan legitimasi dan going concern perusahaan. Hal ini didukung oleh teori legitimasi yang menyatakan bahwa perusahaan harus mengambil tindakan yang dapat diterima secara sosial oleh masyarakat agar perusahaan dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya (O’Donovan, 2002). Untuk memperoleh legitimasi, pemegang kepentingan harus mengetahui realisasi tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan melalui pengungkapan CSR. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia termasuk pengungkapan wajib (mandatory disclosure) karena telah ada regulasi yang mewajibkannya, salah satunya yaitu peraturan Bapepam nomor X.K.6 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik yang berlaku sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam dan LK nomor Kep-431/BL/2012
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
tanggal 1 Agustus 2012. Akan tetapi peraturan tersebut hanya membagi aspek CSR ke dalam empat aspek besar, yaitu lingkungan hidup, ketenagakerjaan, masyarakat, dan tanggung jawab produk. Luas pengungkapan CSR—dalam arti rincian dari empat aspek besar Bapepam—hanya merupakan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Walaupun legitimasi publik memaksa untuk melakukan pengungkapan secara rinci, tiap entitas bisnis memiliki pertimbangan tersendiri dalam menentukan luas pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Ukuran perusahaan, kinerja dan struktur keuangan, komposisi pemilik, serta tata kelola perusahaan merupakan beberapa faktor yang kerap dihubungkan dengan luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh antara ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti berharap agar penelitian ini mampu mendorong para pemilik bisnis dan pembuat kebijakan untuk lebih memperhatikan tanggung jawab sosial. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi input dalam membuat kebijakan oleh perusahaan dan para pembuat kebijakan serta sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
2. Kerangka Teori 2.1. Teori Legitimasi Teori legitimasi didasarkan pada tindakan yang harus dilakukan perusahaan sesuai dengan batasan apa yang dianggap masyarakat sebagai tindakan yang dapat diterima secara sosial agar perusahaan dapat melanjutkan operasi dengan sukses (O’Donovan, 2002). Suchman (1995) dalam
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Rawi dan Munawar (2010) menganggap legitimasi sebagai asumsi bahwa tindakan yang dilakukan suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan dan pantas. Tindakan tersebut juga diasumsikan telah sesuai dengan sistem, norma, nilai, kepercayaan, dan definisi yang dikembangkan secara sosial. Legitimasi merupakan sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang dicari dan ingin didapatkan oleh perusahaan dari masyarakat (Barkemeyer, 2007 dalam Handayani, 2012). Perusahaan dapat melakukan beberapa upaya untuk mengelola legitimasi agar efektif (Pattern, 1992 dalam Hadi, 2014), yaitu: (1) Melakukan identifikasi dan komunikasi dengan masyarakat/publik. (2) Melakukan komunikasi dialog tentang masalah nilai sosial kemasyarakatan dan lingkungan, serta membangun persepsinya tentang perusahaan. (3) Melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan, terutama terkait dengan masalah tanggung jawab sosial. 2.2. Teori Kepemilikan Hummels (1998) dalam Hadi (2014) menterjemahkan stakeholder sebagai individu atau kelompok yang memiliki hak legitimasi terhadap organisasi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan karena mereka terpengaruh oleh praktik, kebijakan, dan tindakan yang dilakukan organisasi. Jones, Thomas, dan Andrew (1999) dalam literatur yang sama menyatakan bahwa teori pemangku kepentingan berdasarkan pada asumsi-asumsi, antara lain: (1) Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok pemegang kepentingan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan tersebut (Freeman, 1984). (2) Teori ini berkaitan dengan sifat dari hubungan, baik dari segi proses maupun hasil, untuk perusahaan dan pemangku kepentingan. (3) Kepentingan dari semua pemangku kepentingan memiliki nilai mendasar dan diasumsikan tidak ada kepentingan yang mendominasi kepentingan lainnya (Clakson, 1995; Donaldson & Preston, 1995). (4) Teori ini berfokus pada pembuatan keputusan manajerial (Donaldson & Preston, 1995). 2.3. Teori Kontrak Sosial Rousseau (1762) berpendapat bahwa individu secara sukarela memberikan beberapa haknya agar pemerintah dapat mengelolanya demi kebaikan yang lebih besar untuk masyarakat
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
(Crowther, 2008:25). Crowther (2008) menggambarkan kontrak sosial sebagai hubungan antara perusahaan dan para pemangku kepentingan yaitu pemerintah, masyarakat, organisasi lain seperti perusahaan pesaing dan lembaga sosial, serta kelompok dan individu. Semua pemangku kepentingan memiliki keterkaitan dengan perusahaan karena mereka hidup saling berdampingan. 2.4. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan pengembangan dari teori entitas yang menyatakan ketidakmampuan pemilik usaha untuk mengelola usahanya secara maksimal (Soetedjo, 2009:130). Rawi dan Muchlish (2010) menyatakan bahwa Agency Theory merupakan teori yang menjelaskan adanya konflik akibat pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi pengawasan. Pihak manajemen sebagai kepanjangan tangan dari prinsipal lebih menginginkan keuntungan jangka pendek agar mendapatkan insentif lebih. Pemegang saham lebih melihat perusahaan dalam jangka panjang, yaitu keberlangsungan hidup (going concern) perusahaan. Konflik tersebut mendorong munculnya biaya keagenan.
3. Pengembangan Hipotesis 3.1. Ukuran Perusahaan dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha mendapatkan pengakuan publik bahwa apa yang telah dilakukan perusahaan adalah benar. Semakin besar sumber daya yang dimiliki perusahaan, maka semakin besar upaya perusahaan untuk memperoleh legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan. Legitimasi dapat diperoleh dengan melaksanakan tanggung jawab sosial dan mengungkapnya dalam laporan tahunan. Disamping itu, pelaksanaan tanggung jawab sosial juga dapat dijadikan sebagai media untuk menjaga reputasi perusahaan. Perusahaan besar
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
tidak akan membiarkan citranya rusak di mata publik, sehingga mereka akan melakukan pengungkapan lebih dibandingkan perusahaan berukuran kecil. H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sembiring (2003), Magness (2006), Rankin et al (2011), Effendi dkk (2012), serta Suryono dan Prastiwi (2011) dimana menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh luas pengungkapan CSR. 3.2. Profitabilitas dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Ketika perusahaan memilih legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan sebagai syarat paling penting suksesnya suatu usaha, maka sebagian keuntungan yang didapat akan dianggap sebagai media untuk memperoleh legitimasi tersebut. Dengan kata lain, perusahaan akan cenderung melakukan kegiatan sosial yang lebih saat laba meningkat. Akan tetapi jika perusahaan lebih mengutamakan laba, maka kegiatan sosial akan dianggap sebagai biaya pengurang laba sehingga mengesampingkan tanggung jawab sosialnya. H2 : Profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Suryono & Prastiwi (2011) serta Freedman & Jaggi (1988) dimana menemukan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. 3.3. Leverage dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Teori keagenan menyebutkan bahwa pemegang saham sebagai prinsipal lebih memandang perusahaan dalam jangka panjang dibandingkan dengan manajemen. Para pemegang saham lebih mengutamakan legitimasi publik untuk menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dibandingkan dengan laba jangka pendek. Pemahaman para kreditor sejalan dengan pandangan pihak
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
manajemen, yaitu lebih memperhatikan laba jangka pendek untuk pengembalian piutangnya dalam jangka waktu yang relatif pendek. Hipotesis ini juga didasarkan pada teori stakeholder dimana tiap pemangku kepentingan, terutama yang menguasai perusahaan, turut serta dalam menentukan kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosial. Kreditor ataupun pemegang saham memiliki pengaruh terhadap kinerja sosial perusahaan, baik positif maupun negatif. Semakin timpang proporsi antara liabilitas dan ekuitas, maka akan semakin terlihat pengaruhnya. H3 : Leverage perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Belkaoui & Karpik (1989) dan Effendi dkk (2012) dimana menemukan bahwa leverage perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. 3.4. Kepemilikan Institusi dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Institusi sebagai pemilik tidak akan membiarkan perusahaan yang menjadi investasinya kehilangan going concern. Institusi dianggap lebih paham akan pentingnya kontrak sosial dan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan serta menyadari adanya biaya keagenan yang mungkin muncul, sehingga membuat tanggung jawab sosial masuk ke dalam komponen pengawasan dan evaluasi. Teori stakeholder juga digunakan sebagai penjelas bahwa tiap pemangku kepentingan turut menentukan kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosialnya. Institusi dianggap sebagai pihak yang paling mampu dalam mengawasi dan mengelola investasinya, baik dari segi pengetahuan, sistem informasi, maupun sumber daya yang dimiliki. ‘Kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer’ (Machmud dan Djakman, 2008). Pernyataan tersebut didukung oleh Shleifer dan Vishny (1986) dalam literatur
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
yang sama dimana institusional sebagai pemilik memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan ketika porsi kepemilikannya besar. H4 : Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Rawi & Muchlish (2006) serta Machmud & Djakman (2008) melakukan penelitian dengan variabel yang sama dimana tidak menemukan adanya pengaruh yang diberikan kepemilikan institusional perusahaan terhadap luas pengungkapan CSR. Ketidaksesuaian antara teori dan hasil penelitian terdahulu memunculkan rasa penasaran. Peneliti mencoba untuk menguji kembali pengaruh kepemilikan institusional terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial berdasarkan teori yang telah diungkapkan. 3.5. Dewan Komisaris dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Teori keagenan menyatakan adanya pembagian tugas antara pemilik saham dan manajemen. Dewan komisaris sebagai perwakilan para pemilik saham berperan sebagai pengawas kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosial perusahaan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kepentingan seluruh pemangku kepentingan sebagaimana dinyatakan dalam teori stakeholder. Fungsi pengawasan lebih maksimal jika jumlah dewan komisaris memadai sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. H5 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sembiring (2005) dimana menemukan bahwa dewan komisaris perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. 3.6. Dewan Direksi dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Teori legitimasi menyatakan bahwa manajemen akan senantiasa berusaha meraih legitimasi dari para pemangku kepentingan. Dewan direksi sebagai perwakilan tertinggi dari pihak
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
manajemen, bertanggung jawab atas perolehan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan tanggung jawab sosial secara penuh. Semakin besar ukuran dewan direksi, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. H6 : Ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Suryono & Prastiwi (2011) serta Asri & Ali (2013) dan Pebriana (2012) dimana menemukan bahwa dewan direksi perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 3.7. Komite Audit dan Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Komite audit merupakan kepanjangan tangan dewan komisaris dalam hal pengawasan kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosial. Pengawasan kinerja sosial dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder. Kinerja pengawasan tersebut juga akan semakin baik ketika jumlah anggota komite audit cukup untuk melingkupi seluruh perusahaan. Semakin banyak anggota komite audit yang dimiliki, maka kontrol terhadap kinerja sosial perusahaan akan semakin besar sehingga memperluas pengungkapan tanggung jawab sosialnya. H7 : Ukuran komite audit berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Hipotesis ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Suryono & Prastiwi (2011) dimana menemukan bahwa komite audit perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR.
4. Metode Penelitian
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana data yang digunakan untuk analisis dinyatakan dalam bentuk angka (Kurniawan, 2011:1). Penelitian ini menghubungkan beberapa variabel independen di periode t dengan variabel dependen di periode t+1. 4.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode ini menggunakan sampel dari seluruh individu populasi yang memenuhi kriteria sebagaimana tertera pada tabel-1. Penelitian ini tidak mengutamakan kelengkapan laporan yang tersedia tiap periode. Tiap laporan pada tiap periode dapat berdiri sendiri menjadi sampel penelitian. Total sampel terpilih sebanyak 76 buah. 4.2. Definisi Operasional 4.2.1. Luas Pengungkapan CSR Corporate Social Disclosure Index digunakan untuk menentukan luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian ini mengukur indeks pengungkapan tanggung jawab sosial dengan menggunakan metode content analysis dan variabel dummy. Jika mengungkap diberi nilai satu tiap komponen dan jika tidak mengungkap diberi nilai nol (Rawi dan Muchlish, 2010). Indikator GRI G4 yang terdiri dari 91 komponen (Global Reporting Initiative, 2013:47-83) dipilih sebagai acuan dalam menilai CSRDI. Penerapan metode content analysis dibantu oleh kata kunci yang ditetapkan berdasarkan masing-masing indikator. Penggunaan indikator GRI G4 pada penelitian ini didasarkan pada beberapa alasan, yaitu: 1. Global Reporting Initiative merupakan institusi internasional dimana memiliki sumber daya lebih dalam melakukan penilaian terhadap komponen pengungkapan keberlanjutan
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
perusahaan dibandingkan para penilai lain. Hal ini membuat indikator yang dikeluarkan dianggap lebih berkompeten, teruji, dan lebih dipercaya. Indikator pengungkapan CSR yang dikeluarkan Global Reporting Initiative juga telah diakui secara internasional. 2. Penggunaan indikator dalam menilai indeks pengungkapan CSR tidak didasarkan pada acuan yang digunakan perusahaan dalam melakukan pengungkapan CSR, namun didasarkan pada kebutuhan dan keinginan para pemangku kepentingan saat ini atas tanggung jawab sosial perusahaan. Semakin baru indikator yang digunakan, maka semakin mencerminkan kebutuhan dan keinginan para pemangku kepentingan saat ini. GRI G4 merupakan indikator terbaru yang dikeluarkan oleh GRI.
CSRDIj(t+1) =
∑Xij(t+1) N
CSRDIj(t+1) = Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j akhir periode (t+1). Xij(t+1)
= Variabel dummy per item pengungkapan CSR perusahaan j akhir periode (t+1), nilai 1 jika item i diungkap dan nilai 0 jika tidak.
N
= Total indikator pengungkapan GRI, 91 item.
4.2.2. Ukuran Perusahaan Total aset merupakan kekayaan yang dimiliki sebuah perusahaan dan dapat digunakan untuk melambangkan nilai perusahaan tersebut (Paton, 1962 dalam Soetedjo, 2009). Penelitian ini menggunakan variabel operasional yang sama dengan Handayani (2012) untuk mewakili variabel ukuran perusahaan, yaitu nilai logaritma dari total aset. Total aset harus disajikan dalam mata uang rupiah sebelum diubah ke dalam bentuk logaritma. Jika laporan keuangan disajikan dalam mata
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
uang dolar Amerika Serikat, maka harus diubah terlebih dahulu ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI per akhir periode laporan. SIZEjt = Log (Tot.Assetjt) SIZEjt
= Ukuran perusahaan j akhir periode t.
Tot.Assetjt = Total aset perusahaan j akhir periode t. 4.2.3. Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan seberapa besar hasil dari kinerja perusahaan yang dinilai dalam satuan mata uang. Laba merupakan hasil yang didapat dari kegiatan operasional (Ghozali dan Chariri, 2007:351). Belkaoui dan Karpik (1989) serta Yaparto dkk (2013) menggunakan return on assets sebagai salah satu variabel operasional untuk mewakili variabel kinerja ekonomi. Penelitian ini mengambil rasio laba setelah pajak terhadap total aset (return on assets) untuk mewakili variabel profitabilitas.
ROAjt =
EATjt Tot.Assetjt
ROAjt
= Return on assets perusahaan j akhir periode t.
EATjt
= Laba setelah pajak (earning after tax) perusahaan j akhir periode t.
Tot.Assetjt = Total aset perusahaan j akhir periode t. 4.2.4. Leverage Hadiningsih (2007) dalam Suryono dan Prastiwi (2011) mengartikan leverage sebagai kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar seluruh kewajiban yang dimiliki ketika perusahaan tersebut dilikuidasi. Penelitian ini mengambil variabel operasional yang sama dengan
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Suryono dan Prastiwi (2011) untuk mewakili variabel leverage, yaitu rasio total liabilitas terhadap total ekuitas (debt to equity ratio).
DERjt =
DERjt
Tot.Liab.jt Tot.Eq.jt
= Debt to equity ratio perusahaan j akhir periode t.
Tot.Liab.jt = Total liabilitas perusahaan j akhir periode t. Tot.Eq.jt
= Total ekuitas perusahaan j akhir periode t.
4.2.5. Kepemilikan Institusi Institusi dipandang sebagai pemilik yang lebih memandang perusahaan dalam jangka panjang. Institusi juga dianggap lebih mampu, baik dalam pengetahuan maupun sumber daya yang dimiliki, untuk melaksanakan fungsi kontrol terhadap seluruh kegiatan perusahaan, termasuk tanggung jawab sosial. Variabel kepemilikan institusional penelitian ini diwakili oleh persentase saham yang dimiliki institusi terhadap seluruh saham perusahaan yang beredar dengan metode netto (tanpa memperhitungkan treasury stock). Institusi yang dimaksud adalah seluruh pemilik yang berbentuk institusi atau badan, baik perusahaan maupun pemerintah.
INSjt =
SIjt TSjt
INSjt = Persentase kepemilikan institusional perusahaan j pada akhir periode t. SIjt
= Jumlah saham perusahaan j yang dimiliki institusi pada akhir periode t.
TSjt
= Total saham beredar keseluruhan perusahaan j pada akhir periode t.
4.2.6. Ukuran Dewan Komisaris
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Dewan komisaris memiliki peran penting dalam tata kelola suatu perusahaan melalui fungsinya sebagai pengawas. Komisaris memberikan kontrol secara langsung terhadap seluruh tindakan dewan direksi yang berhubungan dengan kinerja dalam perusahaan, termasuk kinerja tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen, yaitu jumlah dewan komisaris yang dimiliki perusahaan. 4.2.7. Ukuran Dewan Direksi Sebagai agen dari prinsipal, baik dan buruknya kinerja perusahaan ditentukan oleh peran dan kinerja direksi. Direksi merupakan manajer puncak yang berfungsi sebagai pengendali dan pengambil keputusan. Direksi bertanggung jawab atas kinerja dan laporan-laporan perusahaan, termasuk kinerja dan laporan tanggung jawab sosial. Sebagai bagian dari Good Corporate Governance, direksi juga memiliki fungsi pengawasan atas kinerja tingkatan di bawahnya. Penelitian ini menggunakan ukuran dewan direksi sebagai variabel independen, yaitu jumlah direksi yang dimiliki oleh perusahaan. 4.2.8. Ukuran Komite Audit Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat diraih hanya dengan kinerja dewan komisaris dan dewan direksi. Kecil kemungkinan dewan komisaris memberikan pengawasan secara langsung pada kegiatan operasional perusahaan yang bersifat detil. Diperlukan suatu komite independen yang menjadi jembatan antara fungsi pengawasan dari dewan komisaris dan kegiatan operasional perusahaan, yaitu komite audit. Penelitian ini menggunakan ukuran komite audit sebagai variabel independen, yaitu jumlah komite audit yang dimiliki perusahaan. 4.3. Jenis dan Sumber Data
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam menentukan nilai masing-masing variabel, yaitu ‘data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti sebelumnya’ (Hasan, 2002:82, dalam Samuel dan Wijaya, 2008). Nilai dari seluruh variabel penelitian ini bersumber dari laporan keuangan auditan dan laporan tahunan—serta laporan tanggung jawab sosial jika disajikan secara terpisah—yang diperoleh dari website resmi Bursa Efek Indonesia. 4.4. Teknik Analisis Analisis regresi linier berganda digunakan dalam menentukan korelasi antara beberapa variabel independen dan satu variabel dependen (Ghozali dan Ratmono, 2013:57) dan kemudian digunakan dalam membangun persamaan untuk membuat prediksi (Kurniawan, 2011:36). CSRDIj(t+1) = a + b1 SIZEjt + b2 ROAjt + b3 DERjt + b4 INSjt + b5 KOMjt + b6 DIRjt + b7 AUDjt + e .............................................
(1)
CSRDIj(t+1) = Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j akhir periode (t+1). SIZEjt
= Ukuran perusahaan j akhir periode t.
ROAjt
= Return on assets perusahaan j akhir periode t.
DERjt
= Debt to equity ratio perusahaan j akhir periode t.
INSjt
= Persentase kepemilikan institusional perusahaan j pada akhir periode t.
KOMjt
= Jumlah dewan komisaris perusahaan j pada akhir periode t.
DIRjt
= Jumlah dewan direksi perusahaan j pada akhir periode t.
AUDjt
= Jumlah komite audit perusahaan j pada akhir periode t. Uji asumsi klasik—uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas—dilakukan
dilakukan untuk memastikan bahwa model regresi dan masing-masing variabelnya layak untuk dilakukan pengujian hipotesis. Uji koefisien determinasi juga dilakukan untuk mengetahui
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Uji hipotesis dinyatakan sebagai berikut. H0 : b1-7 = 0 V P value (sig) ≥ α ; α = 5%,
maka
variabel-variabel
independen
tidak
berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. H1 : b1-7 ≠ 0 Ʌ P value (sig) < α ; α = 5%,
maka variabel-variabel independen berpengaruh
terhadap luas pengungkapan CSR.
5. Hasil Penelitian 5.1. Analisis Deskriptif Statistik deskriptif (tabel-2) menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh rata-rata perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI masih tergolong rendah, yaitu sebesar 27,66% dari keseluruhan komponen GRI. Penggunaan indikator yang berbeda dalam menilai kinerja sosial pada masing-masing perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu penyebab rendahnya tingkat pengungkapan CSR. Perusahaan beranggapan bahwa kegiatan sosial yang dilakukan telah cukup untuk mendapatkan legitimasi publik, sehingga mereka tidak perlu membuang sumber daya lebih banyak untuk memperluas kegiatan sosialnya. Rendahnya kesadaran akan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosialnya juga dapat dijadikan sebagai salah satu penyebab. Namun, tidak menutup kemungkinan akan adanya keterbatasan informasi pada perusahaan mengenai eksistensi GRI sebagai salah satu acuan dalam menilai kinerja dan menentukan indikator pengungkapan CSR. Variabel luas pengungkapan tanggung jawab sosial juga tidak terlalu bervariasi. Nilai ratarata CSRDI sebesar 0,2766 jauh lebih mendekati nilai minimumnya dibandingkan nilai
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
maksimumnya. Meskipun nilai standar deviasi yang dimiliki cukup baik, namun nilai variabel CSRDI pada masing-masing sampel hanya berada di kisaran nilai bawah. 5.2. Uji Asumsi Klasik Bentuk kurva yang menyerupai lonceng pada histogram (gambar-1) dan berpolanya titiktitik pada grafik Normal P-Plot (gambar-2) menunjukkan bahwa data telah tedistribusi secara normal. Tidak ditemukan adanya gejala multikolinieritas karena nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 (tabel-4). Titik-titik pada grafik scatterplot yang menyebar dan tidak membentuk suatu pola (gambar-3) menunjukkan tidak adanya gejala heterokedastisitas. Hal ini juga dibuktikan dengan pengujian glejser (tabel-5) dimana seluruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini tidak ada yang berpengaruh terhadap nilai residual. 5.3. Uji Koefisien Determinasi Pengujian koefisien determinasi (tabel-3) menunjukkan bahwa seluruh variabel independen yang digunakan pada penelitian ini hanya mampu menjelaskan hubungan atau pengaruhnya terhadap variabel luas pengungkapan tanggung jawab sosial sebesar 38,1%. Persentase selebihnya dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian. 5.4. Uji Hipotesis 5.4.1. Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap CSRDI Adanya pengaruh antara ukuran perusahaan terhadap luas pengungkapan CSR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2003), Magness (2006), Rankin et al (2011), Effendi dkk (2012), serta Suryono & Prastiwi (2011). Teori legitimasi menyebutkan bahwa perusahaan akan senantiasa mengejar pengakuan publik bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Semakin besar sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar pula usaha
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
yang mereka lakukan demi mencapai legitimasi tersebut melalui pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan secara luas. Otorisasi dari manajer untuk melaksanakan kegiatan sosial juga terlihat lebih mudah diperoleh pada perusahaan besar (Belkaoui & Karpik, 1989). Disamping itu juga ada kemungkinan bahwa semakin besar ukurannya, perusahaan akan semakin menjaga reputasinya. Mereka berusaha mengurangi dampak yang terjadi pada lingkungan sosial (Hackston & Milne, 1996) dengan melaksanakan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial. 5.4.2. Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap CSRDI Tidak adanya pengaruh antara profitabilitas terhadap luas pengungkapan CSR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui & Karpik (1989), Hackston & Milne (1996), Sembiring (2003), Magness (2006), dan Effendi dkk (2012). Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan laba sebagai modal bisnis dibandingkan sebagai modal pelaksanaan tanggung jawab sosial untuk mendapatkan legitimasi. Mereka tidak menambah kegiatan sosialnya meskipun kemampuan perusahaan untuk melaksanakannya meningkat. Kegiatan sosial juga tidak dijadikan sebagai penjelas atas kinerja ekonomi yang buruk. 5.4.3. Leverage tidak berpengaruh terhadap CSRDI Tidak adanya pengaruh antara leverage terhadap luas pengungkapan CSR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rawi & Muchlish (2006) serta Suryono & Prastiwi (2011). Didukung oleh nilai rata-rata CSRDI yang rendah, menunjukkan bahwa mereka lebih mengutamakan peningkatan nilai perusahaan melalui kegiatan bisnis dan perolehan laba jangka pendek dibandingkan memperoleh legitimasi melalui pelaksanaan kegiatan sosial. Pihak manajemen juga kurang menunjukkan respon terhadap tinggi rendahnya debt to equity ratio
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
melalui kegiatan CSR. Manajemen terlihat lebih memilih untuk menggunakan aspek lain sebagai alat pengendali proporsi liabilitas dan ekuitas dibandingkan menggunakan tanggung jawab sosial. Walaupun tergolong ke dalam variabel yang tidak berpengaruh, uji t pada leverage memiliki nilai negatif. Semakin besar porsi kreditor dibanding para pemegang saham dalam perusahanan, manajer cenderung mengungkap tanggung jawab sosial perusahaan lebih sedikit untuk menghindari tekanan dari kreditor (Sembiring, 2003). 5.4.4. Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap CSRDI Tidak adanya pengaruh antara kepemilikan institusional terhadap luas pengungkapan CSR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rawi & Muchlish (2006) dan Machmud & Djakman (2008). Institusi terlihat tidak mengutamakan kontrak sosial dan legitimasi dari publik. Institusi menggapai going concern investasinya bukan melalui pelaksanaan tanggung jawab sosial. Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan bahwa institusi memperhatikan legitimasi publik, namun hanya melalui otorisasi untuk menambah kuantitas atau kualitas kegiatan yang telah ada sebelumnya, sehingga secara luas pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial tidak berubah. Walaupun dianggap sangat mampu dalam mengawasi dan mengelola investasinya, institusi sebagai pemilik dan salah satu pemangku kepentingan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perusahaan dalam hal kinerja dan pengungkapan sosial. Mereka juga tidak terlihat berusaha untuk mengurangi biaya keagenan melalui tanggung jawab sosial. 5.4.5. Dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap CSRDI Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara dewan komisaris terhadap luas pengungkapan CSR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Effendi dkk (2012). Tidak terlalu tampak intervensi yang diberikan oleh dewan komisaris pada pihak manajemen atas kinerja
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
sosial perusahaan. Dewan komisaris lebih menerapkan fungsi pengawasannya pada kinerja keuangan perusahaan dibandingkan kinerja sosial (Effendi dkk, 2012). 5.4.6. Dewan direksi tidak berpengaruh terhadap CSRDI Hasil uji hipotesis pada variabel ukuran dewan direksi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haziwan (2013). Konflik keagenan tidak terlihat dalam lingkup tanggung jawab sosial. Jika dihubungkan dengan tidak berpengaruhnya variabel pemangku kepentingan lain terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial, dewan direksi sebagai perwakilan pihak manajemen dengan otoritas tertinggi tampak melaksanakan apa yang menjadi harapan para pemangku kepentingan. Mereka lebih menginginkan kinerja keuangan yang baik dibandingkan memperoleh legitimasi publik melalui pelaksanaan tanggung jawab sosial. 5.4.7. Komite Audit berpengaruh terhadap CSRDI Adanya pengaruh antara komite audit terhadap luas pengungkapan CSR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryono & Prastiwi (2011). Komite audit turut berperan dalam mengawasi dan memastikan agar pelaksanaan dan pengungkapan kegiatan sosial berjalan dengan baik (Collier, 1993 dalam Suryono & Prastiwi, 2011). Komite audit sebagai kepanjangan tangan dari dewan komisaris juga memiliki fungsi yang sama dengan dewan komisaris yaitu fungsi pengawasan. Dewan komisaris mengawasi kinerja perusahaan secara global, sedangkan komite audit mengawasi kinerja perusahaan secara detil, termasuk kinerja sosial. Hal ini juga yang menyebabkan komite audit memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dewan komisaris terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial. Perusahaan meningkatkan pengawasannya terhadap kegiatan sosial dengan meningkatkan jumlah komite audit. Semakin banyak jumlah
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
komite audit, maka semakin baik fungsi pengawasan yang diberikan sehingga kegiatan sosial berjalan dengan lancar dan legitimasi dapat terjaga.
6. Keterbatasan Penelitian ini memiliki dua keterbatasan utama yang terletak pada karakteristik variabel dependen dan indikator penilai luas pengungkapan tanggung jawab sosial. 1. Nilai rata-rata variabel CSRDI tergolong rendah, yaitu 0,2766. Walaupun nilai standar deviasi cukup besar (0,16857), variabel tersebut memiliki nilai rata-rata yang berada jauh di bawah nilai maksimumnya (0,8681) dan mendekati nilai minimumnya (0,0549). Hal ini menunjukkan bahwa nilai pada masing-masing variabel dependen tergolong kurang bervariasi sehingga membuat model regresi menjadi kurang baik. 2. Penelitian ini menjadi tidak dapat dibandingkan dengan penelitian lain ketika masing-masing peneliti menggunakan indikator yang berbeda dalam menilai luas pengungkapan tanggung jawab sosial. Walapun indikator yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative dianggap paling tepat untuk digunakan pada penelitian ini, namun tidak menutup kemungkinan bahwa peneliti lain memiliki indikator berbeda yang dianggap lebih tepat. Pandangan yang berbeda terhadap penggunaan indikator yang tepat serta tidak adanya aturan pasti mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial yang bersifat sukarela membuat setiap peneliti dapat menggunakan atau bahkan mengembangkan indikatornya sendiri.
7. Kesimpulan
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian (tabel-6), ditemukan adanya pengaruh antara ukuran perusahaan dan ukuran komite audit terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien regresi yang tidak bernilai nol dan memiliki nilai signifikansi kurang dari lima persen. Tidak ditemukan adanya pengaruh antara variabel profitabilitas yang diwakili return on assets, leverage yang diwakili debt to equity ratio, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, dan ukuran dewan direksi terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Secara garis besar, penelitian ini tidak mampu mendukung teori stakeholder yang menyatakan bahwa setiap pemangku kepentingan mampu mempengaruhi perusahaan. Hal ini dikarenakan variabel leverage, kepemilikan institusi, dewan direksi, dan dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial. Teori legitimasi dan kontrak sosial juga tidak mampu didukung dengan para pemangku kepentingan tersebut. Mereka terlihat tidak terlalu memperdulikan perolehan legitimasi dan kontrak sosial. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa pemangku kepentingan tetap memperhatikan legitimasi dan kontrak sosial. Mereka menggapainya melalui peningkatan kualitas dan kuantitas program CSR yang telah ada tanpa menambah program baru, sehingga luas pengungkapan CSR menjadi kurang baik.
8. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. 1. Menambah sampel perusahaan dari sektor selain pertambangan dalam upaya meningkatkan nilai rata-rata dan variasi dari variabel luas pengungkapan tanggung jawab sosial sehingga
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
model regresi menjadi lebih baik. Peneliti selanjutnya juga dapat membagi variabel dependen luas pengungkapan tanggung jawab sosial ke dalam kategori—ekonomi, lingkungan, dan sosial—sehingga nilai rata-rata, variasi, dan model regresi dapat tergambar lebih jelas pada tiap kategori. 2. Memperbanyak penelitian yang membandingkan indikator luas pengungkapan tanggung jawab sosial satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan agar peneliti yakin bahwa indikator yang digunakan dalam menilai luas pengungkapan tanggung jawab sosial adalah indikator yang paling tepat. Peneliti selanjutnya juga harus selalu memperbarui informasi mengenai indikator luas pengungkapan tanggung jawab sosial. Pembuat indikator seperti Global Reporting Initiative akan memperbarui indikatornya secara rutin karena persepsi dan kebutuhan publik atas tanggung jawab sosial perusahaan selalu berubah dan bertambah.
Daftar Pustaka Asri, Mohd dan Mohd Ali. 2013. “The Relationship Between Corporate Governance and Corporate Social Responsibility Disclosure: A Case of High Malaysian Sustainability Companies and Global Sustainability Companies”. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, Vol. 3, Issue 1. Belkaoui, Ahmed dan Philip G. Karpik. 1989. “Determinants of the Corporate Decision to Disclose Social Information”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 2, No. 1, hlm. 36-51. Crowther, David dan Guler Aras. 2008. Corporate Social Responsibility. Ventus Publishing ApS. Effendi, Bahtiar, et al. 2012. “Pengaruh Dewan Komisaris Terhadap Environmental Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2008-2011”. Simposium Nasional Akuntansi 15. Freedman, Martin dan Bikki Jaggi. 1988. “An Analysis of The Association between Pollution Disclosure and Economic Performance”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 1, No. 2, hlm. 43-58. Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Ghozali, Imam dan Dwi Ratmono. 2013. Analisis Multivariat dan Ekonometrika. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Global Reporting Initiative. 2013. G4 Sustainability Reporting Guidelines: Reporting Principles and Standard Disclosures. Amsterdam: Global Reporting Initiative. Hackston, David dan Markus J. Milne. 1996. “Some Determinants of Social and Environmental Disclosures in New Zealand Companies”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 9, No. 1, hlm. 77-108. Hadi, Nor. 2014. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu. Handayani, Bestari Dwi. 2012. “Corporate Social Responsibility dan Kinerja Perbankan di Indonesia”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 16, No. 2, hlm. 318-328. Haziwan, Mohamad. 2013. “The Relationship Between Corporate Social Responsibility Disclosure and Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public Listed Companies”. Social Science Research Network (Online), (http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2276763, diakses 14 Februari 2015) Kurniawan, Albert. 2011. SPSS: Serba-Serbi Analisis Statistika dengan Cepat dan Mudah. Jasakom. Machmud, Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2006”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Magness, Vanessa. 2006. “Strategic Posture, Financial Performance and Environmental Disclosure: An Empirical Test of Legitimacy Theory”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 19, No. 4, hlm. 540-563. Moon, Jeremy dan David Vogel. 2008. Corporate Social Responsibility, Government, and Civil Society. dalam buku Crane, Andrew, et al (Ed.). 2008. The Oxford Handbook of Corporate Social Responsibility. Oxford University Press. O’Donovan, Gary. 2002. “Environmental Disclosures in The Annual Report: Extending The Applicability and Predictive Power of Legitimacy Theory”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 15, No. 3, hlm. 344-371. Pebriana, Umi Sukma. 2012. “Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Umur Perusahaan, Komposisi Dewan Direksi, dan Kepemilikan Institusional Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Bursa Efek Indonesia”. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 1, No. 2. (Online), (http://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/ view/2034, diakses 30 Desember 2014). Rankin, Michaela, et al. 2011. “An Investigation of Voluntary Corporate Greenhouse Gas Emissions Reporting in A Market Governance System: Australian Evidence”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 24, No. 8, hlm. 1037-1070. Rawi dan Munawar Muchlish. 2010. “Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusi, Leverage, dan Corporate Social Responsibility”. Simposium Nasional Akuntansi 13.
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Samuel, Hatane dan Elianto Wijaya. 2008. “Corporate Social Responsibility, Purchase Intention dan Corporate Image pada Restoran di Surabaya dari Perspektif Pelanggan”. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 3, No. 1, hlm 35-54. Sembiring, Eddy Rismanda. 2003. “Kinerja Keuangan, Political Visibility, Ketergantungan pada Hutang, dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi 6, hlm 249-259. Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi 8, hlm 379-395. Soetedjo, Soegeng. 2009. Pembahasan Pokok-Pokok Pikiran Teori Akuntansi Vernon Kam. Surabaya: Airlangga University Press. Suryono, Hari dan Andri Prastiwi. 2011. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Governance Terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report (SR): Studi pada Perusahaan-Perusahaan yang Listed (Go-Public) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2009”. Simposium Nasional Akuntansi 14. Yaparto, Marissa, et al. 2013. “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan pada Sektor Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Periode 2010-2011”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol. 2, No.1.
Lampiran Tabel-1. Pemilihan sampel penelitian. Jumlah perusahaan periode t
Kriteria/Batasan
2012
2011
2010
Terdaftar di BEI per 31 Desember periode t
37
32
29
Tidak terdaftar di BEI per 31 Desember periode t+1
0
0
(1)
(3)
(1)
(1)
(3)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
29
25
22
Tidak mencantumkan laporan keuangan auditan dan laporan tahunan per 31 Desember periode t Tidak mencantumkan laporan keuangan auditan dan laporan tahunan per 31 Desember periode t+1 Keterbatasan informasi dalam laporan keuangan auditan dan laporan tahunan yang diterbitkan. Jumlah sampel terpilih
Tabel-2. Hasil uji analisis deskriptif.
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur Statistics
SIZE N
Valid
ROA
DER
INS
KOM
DIR
AUD
CSRDI
76
76
76
76
76
76
76
76
0
0
0
0
0
0
0
0
12.5827
.0794
2.1246
.6081
4.88
4.83
3.04
.2766
Std. Deviation
.73510
.12001
6.42703
.23279
1.826
1.446
1.227
.16857
Range
2.8484
.6829
55.0566
1.0000
8
8
7
.8132
Minimum
11.0479
-.2226
.1076
.0000
2
2
0
.0549
Maximum
13.8963
.4604
55.1643
1.0000
10
10
7
.8681
Missing Mean
Tabel-3. Hasil uji multikolinieritas. Coefficientsa Model 1
Collinearity Statistics Tolerance VIF
(Constant) Ukuran Perusahaan (Log) Profitabilitas (ROA) Leverage (DER) Kepemilikan Institusional Ukuran Dewan Komisaris Ukuran Dewan Direksi Ukuran Komite Audit
,528 ,881 ,938 ,939 ,551 ,845 ,913
1,894 1,134 1,066 1,065 1,814 1,183 1,095
a. Dependent Variable: CSRDI (Total/91)
Tabel-4. Uji heterokedastisitas Glejser.
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Model 1 (Constant) Ukuran Perusahaan (Log) Profitabilitas (ROA) Leverage (DER) Kepemilikan Institusional Ukuran Dewan Komisaris Ukuran Dewan Direksi Ukuran Komite Audit
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta -,022 ,228 -,002 ,020 -,016 ,138 ,097 ,172 -,001 ,002 -,049 ,035 ,048 ,084 ,009 ,008 ,166 ,005 ,008 ,072 ,011 ,009 ,142
t -,096 -,105 1,423 -,418 ,721 1,089 ,581 1,197
Sig. ,924 ,917 ,159 ,677 ,473 ,280 ,563 ,235
a. Dependent Variable: AbsRes
Tabel-5. Analisis regresi dan pengujian hipotesis. Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients B
1 (Constant)
-,899
Std. Error ,320
Ukuran Perusahaan (Log) Profitabilitas (ROA) Leverage (DER) Kepemilikan Institusional Ukuran Dewan Komisaris Ukuran Dewan Direksi Ukuran Komite Audit F: 7,584 Sign F: 0.000 Adj. R2 : 0,381
,070 ,147 -,002 ,094 ,018 ,001 ,046
,029 ,136 ,002 ,068 ,011 ,012 ,013
Standardized Coefficients
t
Beta ,304 ,105 -,087 ,129 ,192 ,011 ,338
Sig.
-2,805
,007
2,433 1,081 -,923 1,378 1,567 ,109 3,552
,018 ,284 ,359 ,173 ,122 ,913 ,001
Tabel 6 Hasil Uji Asumsi Klasik Gambar-1. Grafik histogram uji normalitas.
Gambar-2. Grafik normal p-plot uji normalitas.
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Member of
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang
Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur
Gambar-3. Grafik scatterplot uji heterokedastisitas.
File ini diunduh dari: www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id