ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh CAHYO WIDODO H24104071
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh CAHYO WIDODO H24104071
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN
CAHYO WIDODO. H24104071. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI. Keputusan pendanaan merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai peningkatan nilai perusahaan. Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat risiko dan pengembalian. Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan menimbulkan biaya modal yang berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan menyebabkan kebangkrutan. Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi yang masih terus berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya data statistik nilai realisasi investasi, baik oleh PMA maupun PMDN. Selain itu, di pasar bursa saham, sektor pertambangan memiliki jumlah emiten yang terus meningkat setiap tahunnya dengan nilai kapitalisasi pasar yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG mencapai porsi rata-rata 12,83% dari tahun 2006-2012. Disisi lain, berdasarkan data keuangan, perusahaan sektor pertambangan memiliki tingkat struktur modal yang cukup bervariasi. Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan tingkat struktur modal wajib diketahui oleh pengelola keuangan perusahaan sektor pertambangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam menetapkan tingkat struktur modal yang optimal sesuai dengan kemampuan dan kodisi masing-masing perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) baik secara simultan maupun parsial. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Perhitungan serta uji statistik dibantu dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20.0. Hasil penelitian secara simultan menyatakan bahwa ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, struktur aktiva, profitabilitas dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur modal. Tingkat koefisien determinasi yang disesuaikan 0,371 yang artinya adalah sebesar 37,1% struktur modal (LDER) dapat di definisikan oleh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES), sedangkan sisanya sebanyak 62,9% dijelaskan oleh sebab maupun variabel lain di luar model. Secara parsial, ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER); pertumbuhan aktiva (GROWTH) berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal (LDER); struktur aktiva (STR_A) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal (LDER); profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER); dan pertumbuhan penjualan (SALES) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER).
i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Cahyo Widodo Alumni Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Istitut Pertanian Bogor
[email protected] Farida Ratna Dewi Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor ABSTRACT The level of capital structure that is part of the funding decision is one important factor in increasing the value of the company. Decisions regarding the optimal capital structure should consider the balance between risk and benefit levels. The purpose of this study was to analyze the effect of firm size (SIZE), asset growth (GROWTH), the structure of assets (STR_A), profitability (ROA) and sales growth (SALES) the capital structure (LDER) either simultaneously or partially on mining companies . The sample used in this study is a mining company listed on the Indonesia Stock Exchange in the period 2007 to 2011. Samples were taken using a sampling method porpose. The analytical method used is linear regression with error tolerance level (α) of 5%. The results of the study states that the SIZE, GROWTH, STR_A, ROA and SALES simultaneously affect LDER with Adjusted R2 of 37.1%. Partial results of the study indicate that the variable SIZE, ROA and SALES individually has negative and significant effect of the LDER, GROWTH has a positive and significant effect of the LDER while STR_A has a negative influence but no significant effect on LDER. Keywords: Capital Structure, Laverage, Long Term Debt, Equity, Mining
ABSTRAK Tingkat struktur modal yang merupakan bagian dari keputusan pendanaan yang merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan nilai perusahaan. Keputusan mengenai struktur modal yang optimal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat risiko dan manfaat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan sektor pertambangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 sampai dengan 2011. Sampel diambil dengan
menggunakan porpose sampling method. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier dengan toleransi tingkat kesalahan (α) sebesar 5%. Hasil penelitian menyatakan bahwa SIZE, GROWTH, STR_A, ROA dan SALES secara bersama-sama berpengaruh terhadap LDER dengan Adjusted R2 sebesar 37,1%. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel SIZE, ROA dan SALES masing-masing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDER, variabel GROWTH berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDER sedangkan variabel STR_A memiliki arah hubungan yang negatif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap LDER. Kata kunci: Struktur Modal, Laverage, Hutang Jangka Panjang, Ekuitas, Pertambangan
Judul Skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Nama
: Cahyo Widodo
NIM
: H24104071
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing
Farida Ratna Dewi, S.E., M.M. NIP 19710307 200501 2 001
Diketahui oleh: Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus: ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 06 Maret 1988 sebagai anak dari Bapak Darmaji Dwiyanto dan Ibu Dwi Susilorini. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Masa pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 42 Pati, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Taman Sari 02 Pati dan lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 03 Pati. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 02 Pati. Penulis lulus SMA tahun 2006 dan diterima melanjutkan pendidikan di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Akuntansi melalui jalur PMDK dan berhasil lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis sempat bekerja di perusahaan rekanan PT Pertamina sebagai staf keuangan hingga tahun 2012. Tahun 2010 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Di luar aktivitas perkuliahan, pada tahun 2012 penulis dilibatkan sebagai tenaga survey dan sosialisasi sensus pajak nasional yang merupakan program tahunan Direktorat Jenderal Pajak dalam kurun waktu enam bulan. Selain itu, penulis juga telah mengikuti beberapa training yang berhubungan dengan manajemen.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang membuat segala sesuatu indah tepat pada waktunya dan yang telah melimpahkan rahmat, kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan yang bersifat membangun dari semua pihak yang dapat ditujukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membacanya serta mampu berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen keuangan.
Bogor, Juli 2013
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila dalam kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga atas segala doa, bimbingan serta dukungan yang telah diberikan, kepada: 1.
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc., selaku Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
2.
Farida Ratna Dewi, S.E., M.M., sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk dapat memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec., selaku dosen wali penulis selama menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB.
4.
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.Si., dan Yusrina Permatasari, S.Sos., M.E., selaku dosen penguji, terima kasih atas waktu, penilaian, saran, nasihat serta kesediaannya dalam menghadiri ujian sidang skripsi.
5.
Hardiana Widyastuti, S.Hut., M.M., sebagai moderator dalam sesi seminar penelitian penulis serta sebagai dosen QC skripsi yang bersedia meluangkan waktu serta saran dalam proses penulisan skripsi.
6.
Ayahanda Darmaji Dwiyanto dan Ibunda Dwi Susilorini tercinta yang telah melahirkan, merawat dan membesarkan aku dengan setiap tetes peluh atas kerja keras dan untaian doa serta harapan yang tak pernah sedikitpun padam dalam hidupku. Terima kasih Ayah, Ibu.
7.
Novita Sintya Dewi, adikku tersayang, yang selalu menjadi motivasi bagi setiap kami dalam keluarga untuk selalu berusaha dan berjuang untuk memberikan yang terbaik. I’m proud of you my little sister.
8.
Spesial untuk Dyas Semiartya Kristi, yang selalu memberikan semangat, motivasi, keyakinan, serta jalan keluar dalam proses menyelesaikan masa studi sarjana. Terima kasih telah bersedia berbagi banyak hal yang tidak
v
ternilai dalam hidup ini, baik suka maupun duka. Selalu ada dan akan tetap ada. Let’s enjoy our time together. 9.
Keluarga besar Ayah dan Ibuku serta keluarga besar Dyas Semiartya Kristi terima kasih atas dukungan baik moral maupun materi selama ini.
10. Teman satu bimbingan, Chinderaka Yulandita, Sri Rahayu, dan Irvan Sandy atas bantuan serta dukungannya dalam setiap proses meraih kelulusan. 11. Abed Ago, Aira, Andi Pebriananta, Choirul Azis, Condro Yas, Dian Puspitaning, Dhenta, Dicky Wisnu, Erick, Lek Anto, Mbak Endah, Onoth Tono, Ook, Pewe, Proboniscoyotiwi, Ragil, Rhieno, Tia, Reza Ramadhany (teman bergadang dan diskusi selama proses penulisan skripsi), Pras, serta seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 12. Seluruh dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB. 13. Warga maupun alumni kost Cidangiang 21 serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, hanya doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan semoga Allah berkenan membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara, Sahabat dan teman-teman sekalian.
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang ................................................................................................ 1 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4 Tujuan .............................................................................................................. 5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 7 2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Manajemen Keuangan ................................................................................... 7 Struktur Modal ................................................................................................ 8 Struktur Modal Optimal .............................................................................. 13 Teori Struktur Modal ................................................................................... 14 2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM) .................................................. 15 2.4.2 Agency Theory .................................................................................... 17 2.4.3 Trade Off Theory ................................................................................ 21 2.4.4 Asymmetric Information Theory ....................................................... 25 2.4.5 Signaling Theory................................................................................. 26 2.4.6 Pecking Order Theory........................................................................ 27 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ............................... 30 2.6. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 35 III. METODE PENELITIAN .................................................................................... 41 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................. 41 Hipotesis ........................................................................................................ 41 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................... 43 Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 45 Populasi dan Sampel .................................................................................... 46 3.5.1 Populasi ................................................................................................ 46 3.5.2 Sampel .................................................................................................. 46 3.6. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 47 3.7. Metode Analisis Data................................................................................... 47 3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ............................................................. 48 3.9. Statistik Deskriptif ....................................................................................... 52 3.10. Uji Hipotesis .................................................................................................. 52 3.10.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ........................................... 53 3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ................................................ 54 3.11. Koefisien Determinasi (R2) ......................................................................... 55
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 56 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ......................................................................... 56 4.2. Analisis Data Deskriptif .............................................................................. 56 4.3. Uji Asumsi Klasik ........................................................................................ 58 4.3.1 Uji Normalitas ..................................................................................... 58 4.3.2 Uji Multikolinieritas ........................................................................... 59 4.3.3 Uji Autokorelasi.................................................................................. 60 4.3.4 Uji Heteroskedastisitas....................................................................... 60 4.4. Uji Hipotesis ................................................................................................. 61 4.4.1 Uji F (Uji Simultan) ........................................................................... 61 4.4.2 Koefisien Determinasi ....................................................................... 62 4.4.3 Uji t (Uji Parsial) ................................................................................ 62 4.4.4 Analisisi Regresi Berganda............................................................... 64 4.5. Pembahasan Uji Hipotesis........................................................................... 65 4.5.1 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pertama ........................... 65 4.5.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kedua .............................. 66 4.5.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga .............................. 68 4.5.4 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keempat .......................... 69 4.5.5 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kelima ............................. 71 4.5.6 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keenam ........................... 72 4.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 73 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 74 1. 2.
Kesimpulan ................................................................................................... 74 Saran............................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 77 LAMPIRAN................................................................................................................... 80
viii
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Penelitian terdahulu ....................................................................................... 36 Daftar nama perusahaan sektor pertambangan periode 2007-2011 ............... 56 Deskripsi statistik variabel ............................................................................. 57 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test......................................................... 58 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (tanpa data outlier) ......................... 59 Hasil uji Multikolinieritas .............................................................................. 59 Hasil uji Durbin Watson ................................................................................ 60 Hasil uji F (uji simultan) ................................................................................ 62 Koefisien determinasi .................................................................................... 62 Hasil uji t (uji parsial) .................................................................................... 63 Model regresi linier berganda ........................................................................ 64
ix
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4.
Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan ........................ 2 Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan ................. 3 Kerangka pemikiran penelitian ...................................................................... 41 Diagram Scatterplot ....................................................................................... 61
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
One-Sample-Kolmogorov-Smirnov (tanpa outlier) ........................................ 81 Histogram ...................................................................................................... 82 P-P Plot .......................................................................................................... 83 F Test (ANOVA) ........................................................................................... 84 Deteminasi yang disesuaikan (Adjusted R Square)........................................ 85 t Test (Parsial) ................................................................................................ 86 Beta Coefficients ............................................................................................ 87 Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE) ................................................ 88 Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH) ..................................... 89 Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A) ................................................... 90 Hasil perhitungan profitabilitas (ROA).......................................................... 91 Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES)..................................... 92 Hasil perhitungan struktur modal (LDER) .................................................... 93
xi
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Persaingan di dalam dunia usaha dan ekonomi yang semakin ketat seiring kemajuan fungsi manajemen dalam mengelola perusahaan memaksa pemilik maupun pihak manajemen perusahaan untuk lebih bekerja keras dalam meningkatkan nilai perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya iklim persaingan yang kompetitif dibidang usaha baik di sektor industri maupun jasa. Persaingan usaha merupakan tantangan bagi perusahaan untuk selalu berusaha menerapkan tata kelola perusahaan yang baik demi mencapai tujuan utama perusahaan yaitu peningkatan nilai perusahaan yang mencerminkan peningkatan kekayaan pemegang saham. Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berperan penting dalam mengelola suatu perusahaan, diantaranya adalah menyangkut ketersediaan modal yang berkaitan dengan keputusan pendanaan. Kebutuhan dana untuk mendukung semua aktivitas fungsi manajemen akan terus mengalami peningkatan seiring berkembangnya suatu perusahaan. Manajemen perusahaan harus cermat dan teliti dalam mencari sumber dana yang digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Pentingnya penentuan sumber dana yang tepat dikarenakan masing-masing sumber dana memiliki konsekuensi langsung bagi perusahaan berupa biaya modal. Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat pengembalian dan biaya modal yang timbul akibat dari keputusan pendanaan tersebut sehingga tercapai tingkat struktur modal yang optimal. Kesalahan dalam keputusan pendanaan akan mengakibatkan timbulnya biaya modal yang berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan dapat menyebabkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan. Sebaliknya, tingkat struktur modal yang optimal akan memberikan pengembalian yang maksimum berupa peningkatan nilai perusahaan.
2
Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang mampu menarik minat investor, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Potensi alam Indonesia yang kaya akan sumber daya mineral menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka di dunia dalam hal produksi serta peranannya dalam mencukupi kebutuhan komoditas pertambangan di dunia. Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, nilai realisasi investasi sektor pertambangan terus mengalami peningkatan baik oleh Penanam Modal Asing (PMA) maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ditunjukan oleh Gambar 1. 45.000,0
41.162,5
40.000,0 32.818,9
35.000,0 30.000,0 25.000,0 19.784,7
PMDN (Rp. Miliar)
20.000,0
PMA (Rp. Miliar) 15.000,0
10.480,9
10.000,0 5.000,0
6.899,2 3.075,0
0,0 2010
2011
2012
Gambar 1. Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah emiten perusahaan yang termasuk ke dalam sektor pertambangan sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan. Emiten perusahaan sektor pertambangan pada tahun 2007 berjumlah 10 perusahaan dan terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 31 perusahaan pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan sektor pertambangan semakin memiliki pengaruh yang besar terhadap pergerakan pasar bursa saham BEI. Selain itu, saham perusahaan sektor pertambangan juga memiliki nilai kapitalisasi pasar yang cukup mendominasi terhadap
pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2006
sampai dengan 2012 dengan porsi rata-rata mencapai 12,83 % setiap tahunnya. Peningkatan nilai realisasi investasi, jumlah perusahaan serta besarnya nilai kapitalisasi pasar merupakan bukti bahwa bahwa sektor pertambangan masih
3
memiliki peluang besar sebagai salah satu sektor usaha yang akan terus berkembang di masa yang akan datang. 3,000 2,485 2,500 2,000 1,267
1,500
0,949
1,000 0,500
0,750
LDER
0,471 0,176
0,173 0,165 0,206 0,098 0,116
0,000
Gambar 2. Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011 Gambar 2 menyatakan bahwa tingkat rata-rata struktur modal pada perusahaan pertambangan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sangat bervariasi. Semakin tinggi tingkat struktur modal perusahaan berarti semakin tinggi penggunaan hutang jangka panjang oleh perusahaan. Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki tingkat struktur modal paling tinggi adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan tingkat struktur modal sebesar 2,485 yang berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan dengan hutang jangka panjang. PT Radian Utama Interinsco Tbk (RUIS) memiliki tingkat struktur modal sebesar 0,949 yang berarti bahwa perusahaan hampir menyeimbangkan proporsi antara penggunaan hutang jangka panjang dan ekuitas dalam mencukupi kebutuhan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat struktur modal paling rendah dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk (TINS) dengan tingkat struktur modal sebesar 0,098 yang berarti perusahaan cenderung untuk mencukupi sebagian besar kebutuhan modalnya dari ekuitas dibanding dari penggunaan hutang jangka panjang. Variasi tingkat struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan menunjukkan
bahwa
masing-masing
perusahaan
memiliki
strategi
dan
pertimbangan tertentu yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh perusahaan demi mencapai struktur modal yang optimal. Brigham
4
dan Houston (2001) berpendapat bahwa penentuan tingkat struktur modal optimal bukan merupakan ilmu pasti, bersifat dinamis serta tidak bisa ditentukan secara tepat. Karena itu meskipun perusahaan-perusahaan berada dalam industri yang sama, seringkali mempunyai struktur modal yang sangat berbeda. Potensi pertumbuhan investasi pada perusahaan sektor pertambangan yang cukup baik serta karakteristik struktur modal yang dinamis dan bervariasi pada perusahaan sektor pertambangan menjadi dasar pemikiran peneliti untuk melakukan
penelitian
dengan
judul
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para manajer untuk memahami terjadinya tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan yang bervariasi serta dalam memahami faktorfaktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkat struktur modal yang optimal bagi perusahaan sektor pertambangan. 1.2. Rumusan Masalah Tingkat struktur modal suatu perusahaan sangat memungkinkan berubah atau dinamis sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal perusahaan. oleh sebab itu, pada umumnya tingkat struktur modal yang dimiliki perusahaan satu berbeda dengan perusahaan yang lainnya. Salah satu hal penting dalam proses pencapaian keputusan struktur modal yang optimal adalah pengetahuan mengenai teori dan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, dimana menurut Weston (1996) rasio hutang jangka panjang dan modal sendiri (LDER) dapat menggambarkan tingkat struktur modal suatu perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Bagaimana secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
5
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1.3. Tujuan Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Menganalisis secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi perusahaan dan manajemen sebagai masukan yang dapat dijadikan tolok ukur pemikiran dalam mengambil keputusan keuangan khususnya mengenai struktur modal berdasarkan perimbangan antara biaya dan manfaat dengan tujuan dapat meningkatkan nilai perusahaan. 2. Memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan, khususnya sektor pertambangan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Menurut Brigham dan Houston (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan, antara lain: stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengawasan, sifat manajemen, sikap kreditur dan konsultan, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Riyanto (2001) juga
6
menambahkan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi struktur modal adalah tingkat bunga, stabilitas laba, susunan aktiva, kadar risiko aktiva, jumlah modal yang dibutuhkan, keadaan pasar modal, sifat manajemen dan besarnya perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak membahas semua faktor yang diduga mempengaruhi struktur modal perusahaan. Beberapa faktor yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) serta pengaruhnya terhadap struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 – 2011.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Keuangan Riyanto (2001) mendefinisikan manajemen keuangan sebagai keseluruhan aktivitas yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut. Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan kegiatan pengendalian kegiatan keuangan. Secara spesifik, manajemen keuangan dalam suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain biasanya sesuai dengan karakteristik suatu perusahaan. Walaupun demikian, secara umum manajemen keuangan memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan stabilitas finansial perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Menurut Husnan (2000), manajemen keuangan dalam kegiatannya harus mengambil beberapa keputusan penting yang sering disebut dengan fungsi keputusan manajemen keuangan, yaitu : 1. Penggunaan dana, disebut keputusan investasi (investment decision) 2. Memperoleh dana, disebut keputusan pendanaan (financial decision) 3. Pembagian laba, disebut kebijakan deviden (earning decision) Keputusan investasi tercermin dalam sisi aktiva neraca perusahaan. Sebaliknya keputusan pendanaan dan dividen tercermin dalam sisi pasiva neraca perusahaan. Keputusan pendanaan dan dividen mempengaruhi besarnya proporsi struktur modal perusahaan. Aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan penggunaan bersih dari dana, sedangkan hutang dan modal sendiri mencerminkan sumber dananya. Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan akan tercermin pada nilai perusahaan. Keputusan investasi akan mempengaruhi struktur kekayaan perusahaan, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Sedangkan keputusan pendanaan dan kebijakan dividen akan mempengaruhi struktur modal. Secara umum perbandingan dana yang tertanam dalam jangka waktu lama disebut sebagai struktur modal (Husnan, 2000). Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan akan sangat menentukan nilai suatu perusahaan. Nilai perusahaan secara normatif merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Pengertian lain
8
menyebutkan bahwa nilai perusahaan pada dasarnya sama dengan nilai pasar saham ditambah nilai pasar hutang. Apabila besarnya nilai hutang konstan maka setiap peningkatan nilai saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai perusahaan. Namun, bila nilai hutang berubah, maka struktur modal akan berubah pula. Perubahan dalam struktur modal akan menguntungkan bagi pemegang saham jika nilai perusahaan meningkat. Setiap fungsi manajemen keuangan harus mempertimbangkan tujuan perusahaan yaitu dengan mengoptimalkan kombinasi tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para pemegang saham. Beberapa pandangan, diantaranya Brigham dan Houston (2001), Brealey at al. (2008), Horne dan Wachowicz (1998), dan Husnan (2000) menyatakan bahwa peningkatan nilai kekayaan bagi pemegang saham dapat direfleksikan oleh peningkatan harga saham. Secara mendasar tujuan pemaksimalan kekayaan para pemegang saham secara rasional yaitu mampu menunjukkan operasi bisnis perusahaan melalui alokasi sumber daya secara efisien, dengan asumsi bahwa manajemen keuangan harus melalui pertimbangan kebijakan keuangan sesuai perencanaan dan pengendalian secara efektif dan efisien (costefectiveness), dengan tetap mencermati kondisi ekonomi secara makro mengarah pada pemaksimalan kekayaan para pemegang saham. 2.2. Struktur Modal Struktur modal merupakan salah satu keputusan keuangan yang kompleks karena berhubungan dengan variabel keputusan keuangan yang lainnya. Manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan risiko, pengembalian dan nilai perusahaan. Kesalahan dalam membuat keputusan struktur modal dapat menimbulkan biaya modal yang cukup besar bagi perusahaan. Sebaliknya, keputusan struktur modal yang efektif dapat meminimisasi biaya modal sehingga mampu berkontribusi dalam meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan porsi laba bagi pemilik perusahaan. Neraca perusahaan (balance sheet) terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva yang mencerminkan struktur kekayaan dan sisi pasiva sebagai struktur keuangan. Struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan oleh
9
perusahaan. Sehingga, apabila struktur keuangan tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Margaretha (2006) juga menyatakan bahwa terminologi modal hanya menunjukkan modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen di sisi pasiva pada neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Dengan demikian, maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur keuangan (Mardiyanto, 2009). Weston (1996) mengemukakan bahwa rasio hutang jangka panjang terhadap modal sendiri (long term debt to equity ratio) menggambarkan struktur modal perusahan. Menurut Abor dan Biekpe (2009) struktur modal merupakan kombinasi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan untuk mendanai pengoperasiannya. Sedangkan, Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa struktur modal merupakan campuran atau kumpulan dari hutang jangka panjang, saham preferen dan saham sendiri yang digunakan untuk menggalang modal. Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu perimbangan (trade-off) antara resiko dan tingkat pengembalian, penggunaan lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung oleh para pemegang saham. Namun, penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi. Keputusan pemenuhan dana mencakup berbagai pertimbangan apakah perusahaan akan menggunakan sumber internal maupun sumber eksternal yang berasal dari hutang atau emisi saham baru. Manajer harus mampu menghimpun dana baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada dasarnya pengaturan terhadap struktur modal dalam perusahaan harus berorientasi pada perimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan demi tercapainya stabilitas finansial dan peningkatan nilai perusahaan.
10
Sundjaja et al. (2007) menyatakan bahwa terminologi modal menunjukkan modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen pada posisi pasiva neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Modal terdiri dari modal hutang dan modal sendiri / ekuitas yang dijelaskan sebagai berikut: 1.
Modal Hutang Modal hutang merupakan semua pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan baik dengan cara negosiasi dengan lembaga keuangan maupun dengan menjual obligasi. Biaya modal pinjaman jangka panjang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan pendanaan dengan penerbitan saham. Hal ini disebabkan karena kreditur memperoleh risiko yang paling kecil atas segala jenis modal jangka panjang, seperti: a. Pemegang pinjaman memiliki prioritas terhadap pembayaran bunga atas pinjaman atau terhadap aset yang akan dijual untuk membayar hutang. b. Pemegang
modal
pinjaman
memiliki
kekuatan
hokum
atas
pembayaran hutang dibanding dengan pemegang saham preferen dan pemegang saham biasa. c. Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak, sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara subtansial menjadi lebih rendah. Pembiayaan jangka panjang dapat diperoleh dalam beberapa bentuk pinjaman berjangka sebagai berikut: a. Pinjaman berjangka Pinjaman berjangka adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada perusahaan dengan suatu perjanjian formal yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Pinjaman berjangka biasa digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain atau membeli mesin dan peralatan. b. Obligasi perusahaan Obligasi perusahaan merupakan instrument hutang jangka panjang yang menyatakan bahwa perusahaan meminjam uang dari
11
suatu lembaga atau perorangan dan berjanji akan membayar kembali di masa yang akan datang dengan aturan-aturan yang jelas. Beberapa jenis obligasi yang umum dijumpai diantaranya adalah: i.
Obligasi tanpa jaminan yaitu obligasi yang dijual tanpa mensyaratkan adanya suatu agunan bagi pemegang obligasi. Hanya perusahaan terpercaya yang dapat menerbitkan obligasi tanpa jaminan.
ii.
Obligasi pendapatan yaitu obligasi yang bunganya hanya dibayarkan jika perusahaan membukukan laba bersih, tetapi hutang pokok harus dibayar pada waktunya
iii.
Obligasi hipotik yaitu obligasi yang dijamin dengan aset berupa properti.
iv.
Obligasi dengan jaminan saham dan (atau) obligasi yaitu obligasi yang dijamin dengan saham dan (atau) obligasi yang dimiliki oleh penerbit. Nilai jaminan umumnya antara 25% sampai 30% lebih besar dari nilai obligasi.
Modal hutang jangka panjang merupakan sumber dana bagi perusahaan yang harus dibayar kembali dalam jangka waktu tertentu. Semakin lama jangka waktu, maka semakin ringan syarat-syarat pembayaran kembali hutang tersebut sehingga akan mempermudah bagi perusahaan untuk mendayagunakan hutang jangka panjang tersebut. Meskipun demikian, hutang harus dibayar pada waktu yang sudah ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi finansial perusahaan pada saat itu dan harus sudah disertai dengan bunga yang sudah diperhitungkan sebelumnya, dengan demikian seandainya perusahaan tidak mampu membayar kembali hutang dan bunga, maka kreditur dapat memaksa perusahaan dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya. Oleh karena itu, kegagalan membayar hutang atau bunganya akan mengakibatkan perusahaan kehilangan kontrol terhadap perusahaannya seperti halnya sebagian atau keseluruhan modal yang ditanamkan dalam perusahaan, begitu pula sebaliknya para kreditur dapat kehilangan kontrol sebagian atau
12
keseluruhan dana pinjaman dan bunganya, karena segala macam bentuk yang ditanamkan dalam perusahaan selalu dihadapkan pada risiko kerugian. Semakin besar proporsi modal hutang jangka panjang dalam struktur modal perusahaan akan semakin besar pula risiko kemungkinan terjadinya ketidakmampuan untuk membayar kembali hutang jangka panjang beserta bunga pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, kemungkinan kerugian terhadap dana yang kreditur tanamkan dalam perusahaan sebagai akibat gagal bayar juga semakin besar. 2.
Modal sendiri / ekuitas Modal sendiri adalah modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalm perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sedangkan modal hutang memiliki jatuh tempo. Komponen modal sendiri / ekuitas terdiri dari: a. Modal saham (eksternal) Saham adalah tanda bukti kepemilikan suatu perseroan terbatas (P.T.) yang terdiri dari: i.
Saham biasa (common stock) Pemegang saham biasa merupakan pemilik perusahaan yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa sering disebut sebagai pemilik residual karena pemegang saham biasa hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset telah dipenuhi dan tidak memperoleh penggantian dividen yang tidak terbayarkan pada tahun-tahun sebelumnya.
ii.
Saham preferen (preferred stock) Saham preferen bentuk komponen surat berharga modal jangka panjang yang memiliki karakteristik campuran antara saham biasa dan hutang jangka panjang. Saham preferen memberikan para pemegangnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih diprioritaskan daripada pemegang saham
13
biasa. Hak istimewa adalah mempunyai prioritas dalam pendapatan untuk menuntut aset saat likuidasi atau hak prioritas baik dalam pendapatan maupun aset lebih dulu daripada saham biasa. b. Laba ditahan (internal) Laba ditahan adalah sisa laba bersih yang tidak dibayarkan sebagai deviden. Komponen modal sendiri ini merupakan modal perusahan yang dipetaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun risiko-risiko lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali dalam setiap keadaan serta tidak memiliki kepastian mengenai jangka waktu pembayaran kembali modal sendiri. Setiap perusahaan harus mempunyai jumlah minimum modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam perusahaan dan dapat diperhitungkan setiap saat untuk memelihara kelangsungan hidup dan melindungi perusahan dari risiko kebangkrutan. Modal sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat untuk diinvestasikan pada aktiva tetap yang bersifat permanen dan investasiinvestasi yang menghadapi risiko kerugian yang relatif kecil, karena suatu kerugian atau kegagalan dari investasi tersebut dengan alasan apapun merupakan tindakan membahayakan bagi kontinuitas kelangsungan hidup perusahaan. 2.3. Struktur Modal Optimal Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah go public, struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan yang tercatat di bursa saham. Perusahaan harus menetapkan sumber dana jangka panjang mana yang akan dipilih dan memperhitungkannya dengan matang agar diperoleh kombinasi struktur modal yang optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal optimal akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga nilai perusahaan dan kekayaan pemegang saham ikut meningkat.
14
Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang terlalu besar. Semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka akan menimbulkan biaya hutang yang besar pula. Perusahaan yang memenuhi kebutuhan dananya dengan mengutamakan sumber dana yang berasal dari dalam perusahaan atau sumber internal akan dapat mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Namun, bila kebutuhan dana perusahaan semakin meningkat karena faktor seperti pertumbuhan perusahaan dan semua sumber dana internal sudah digunakan, maka perusahaan tidak mempunyai pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan baik dari hutang (debt financing) atau dapat juga dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing). Ang (1997) berpendapat bahwa setelah struktur modal ditentukan, maka perusahaan akan menggunakan dana yang diperoleh tersebut untuk mendanai aktivitas investasi perusahaan. Aktivitas investasi perusahaan dikatakan menguntungkan jika return yang diperoleh dari hasil investasi tersebut lebih besar daripada biaya modal (cost of capital), dimana biaya modal ini merupakan ratarata tertimbang dari biaya pendanaan (cost of funds) yang terdiri dari biaya (bunga) pinjaman dan biaya modal sendiri. Biaya modal sendiri terdiri dari dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa dan saham preferen. Sedangkan biaya pinjaman merupakan biaya bunga bersih (setelah dikurangi tarif pajak). Besarnya biaya modal itulah yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam menentukan komposisi hutang dan modal sendiri yang akan digunakan oleh perusahaan. 2.4. Teori Struktur Modal Weston dan Brigham (1996) menyatakan bahwa teori struktur modal adalah teori yang menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan. Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual (Husnan, 2000). Teori struktur modal telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu, berikut ini akan diuraikan mengenai teori-teori tersebut:
15
2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM) Teori mengenai struktur modal bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya disebut MM) mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis yaitu “The Cost of capital, Corporation Finance, and The Theory of Invesment”. MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2001). MM berpendapat bahwa dalam keadaan pasar sempurna maka penggunaan hutang adalah tidak relevan dengan nilai perusahaan. Namun, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain (Brigham dan Houston, 2001); 1. Tidak ada biaya broker (pialang). 2. Tidak ada pajak. 3. Tidak ada biaya kebangkrutan. 4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan. 5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan pada masa mendatang . 6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang. Penggunaan asumsi-asumsi tersebut membuat teori ini dianggap tidak relevan, karena pada kenyataannya asumsi-asumsi tersebut hampir tidak mungkin dapat dipenuhi. Pada tahun 1963, MM menerbitkan makalah lanjutan yang berjudul “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital: A Correction” yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban (corporate tax shield), tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, pada umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak atau kata lain bersifat tax deductible. Dengan demikian, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama tetapi perusahaan yang satu mengunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan
16
yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Perlakuan
yang
berbeda
ini
mendorong
perusahaan
untuk
menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM menjelaskan bahwa apabila semua asumsi yang lain berlaku dan bunga atas hutang diakui sebagai pengurang dalam perhitungan pajak, maka nilai perusahaaan meningkat sejalan dengan makin besarnya jumlah hutang dan nilainya akan mencapai titik maksimum bila seluruhnya dibiayai dengan hutang (Brigham dan Houston, 2001). Namun pendapat Modigliani dan Miller (1963) yang menunjukkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan nilainya bila menggunakan hutang sebesar-besarnya (dalam keadaan ada pajak) ini mengundang kritik dan keberatan dari para praktisi. Keberatan tersebut disebabkan oleh asumsi yang dipergunakan oleh Modigliani dan Miller dalam analisis mereka, yaitu pasar modal adalah sempurna. Adanya ketidaksempurnaan pasar modal menyebabkan pemilik perusahaan atau pemegang saham mungkin keberatan untuk menggunakan leverage yang ekstrim karena akan menurunkan nilai perusahaan (Husnan, 2000). Bahkan pasar modal yang tidak sempurna memungkinkan munculnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan atau adanya informasi asimetris. Pendekatan MM juga mengasumsikan bahwa tidak adanya biaya transaksi, dengan kata lain diasumsikan proses arbitrase dilakukan tanpa biaya, namun dalam kenyataannya bahwa komisi untuk para broker cukup tinggi. Pandangan tidak relevan lainnya ditujukan terhadap asumsi MM yang menyatakan investor dan perusahaan memiliki akses yang sama terhadap lembaga keuangan. Kenyataannya, para investor besar lebih dimungkinkan memperoleh hutang dengan bunga yang lebih rendah sedangkan investor individu mungkin harus meminjam dengan tingkat bunga yang tinggi.
17
Hasil studi MM lainnya yang tidak realistis juga terdapat pada asumsi yang menyatakan bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun, dalam prakteknya, biaya kebangkrutan bisa sangat mahal. Perusahaan yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntansi yang sangat tinggi untuk proses likuidasi aktivanya, serta sulit menahan pelanggan, pemasok dan karyawan. Masalah yang terkait kebangkrutan cenderung muncul apabila perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2001). Apabila biaya kebangkrutan semakin besar, biaya modal hutang juga akan semakin tinggi karena pemberi pinjaman akan membebankan bunga yang tinggi serta syarat-syarat yang lebih ketat pada kontrak pinjaman sebagai kompensasi kenaikan risiko kebangkrutan. Oleh karena itu, dijelaskan dalam teori yang selanjutnya bahwa perusahaan akan terus menggunakan hutang apabila manfaat hutang (penghematan pajak dari hutang) masih lebih besar dibandingkan dengan biaya kebangkrutan. Jika biaya kebangkrutan lebih besar dibandingkan dengan penghematan pajak dari hutang, perusahaan akan menurunkan tingkat hutangnya. Dengan demikian, struktur modal yang optimal terjadi pada saat tambahan penghematan pajak sama dengan tambahan biaya kebangkrutan. 2.4.2 Agency Theory Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998), Teori keagenan (agency theory) membahas tentang adanya hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak di mana satu atau lebih prinsipal menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka yang biasanya berkaitan dengan pendelegasian beberapa wewenang dalam pembuatan keputusan
kepada agen.
Prinsipal adalah pihak
yang
memberikan mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham (pemilik perusahaan). Sedangkan yang disebut agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari prinsipal, yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat
18
melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan perlu adanya suatu mekanisme pengawasan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz (1998) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham. Menurut Horne dan Wachowicz (1998), salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai diisensif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah besar. Jumlah pengawasan yang diminta oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi yang disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerjasama memiliki tujuan yang berbeda dan adanya informasi yang tidak asimetris serta kondisi ketidakpastian. Teori keagenan (agency theory) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan
atau
tujuan-tujuan
prinsipal
dan
agen
saling
berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian dalam menanggung resiko yang timbul dimana prinsipal dan agen memiliki sikap berbeda terhadap resiko. Inti dari
19
hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak prinsipal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (pihak agen) yaitu manajer yang mengelola perusahaan. Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham ini dapat terjadi disebabkan karena manajer tidak perlu mananggung resiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang saham. Karena pihak manajemen ini tidak ikut menanggung resiko,
maka
manajemen
cenderung
membuat
keputusan
yang
mementingkan kepentingan sendiri. Selain itu, keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga membuat para manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham melainkan cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya sendiri. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini yang biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan manajer juga cenderung tidak menyukai resiko (risk aversion). Teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989) yaitu: a.
Asumsi tentang sifat manusia. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat
mementingkan
dirinya
sendiri
(self
interest),
memiliki
keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).
20
b.
Asumsi keorganisasian. Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen.
c.
Asumsi informasi. Asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan ada tiga jenis biaya
keagenan yaitu: a.
Monitoring cost Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.
b.
Bonding cost Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mamatuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.
c.
Residual loses Residual loses timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadang
kala
berbeda
dari
tindakan
yang
memaksimumkan
kepentingan prinsipal. Menurut Wahidahwati (2002) dalam Dewani (2010), ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu : a.
Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.
21
b.
Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.
c.
Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.
d.
Institutional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Hal ini karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.
2.4.3 Trade Off Theory Teori trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan (Brealey et al. 2008). Pada intinya tujuan dari trade off theory adalah menyeimbangkan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang (Myers, 1984). Oleh sebab itu, teori ini juga sering disebut sebagai balancing theory. Model trade-off mengansumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Brigham dan Houston, 2001). Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Namun, apabila pengorbanan karena penggunaan hutang
sudah
lebih
besar,
maka
tambahan
hutang
sudah
tidak
diperbolehkan. Pengorbanan karena menggunakan hutang tersebut bisa dalam bentuk biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) dan biaya keagenan (agency cost). Berdasarkan makalah Modilgliani-Miller (1963), harga saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan hutang 100 persen. Tetapi pada kenyataannya, sangat jarang ada perusahaan yang menggunakan hutang seratus persen. Hal ini dikarenakan perusahaan
22
membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangrutan (Bringham dan Houston, 2001). Pendapat Modilgliani-Miller mengenai penggunakan hutang seratus persen dalam membiayai perusahaan ditentang oleh trade off theory. Teori Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa semakin besar hutang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini dikarenakan hutang memberikan manfaat perlindungan pajak sehingga penggunaan hutang meningkatkan porsi laba operasi perusahaan (EBIT) yang mengalir ke investor. Model Modilgliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangrutan dan biaya keagenan. Kenyataannya, semakin banyak hutang, semakin tinggi beban yang harus ditanggung perusahaan. Biaya kebangkrutan antara lain terdiri dari legal fee yaitu biaya yang harus dibayar kepada ahli hukum untuk menyelesaikan klaim dan distress price yaitu kekayaan perusahaan yang terpaksa dijual dengan harga murah sewaktu perusahaan dianggap bangkrut. Semakin besar kemungkinan terjadi kebangkrutan akan memperbesar biaya modal bagi perusahaan. Sebagai akibatnya, meskipun memperoleh manfaat penghematan pajak dari penggunaan hutang yang besar, biaya modal perusahaan akan terus meningkat dan berakhir pada penurunan nilai perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan akan cenderung melakukan kontrol dan membatasi penggunakan hutang serta menurunkan tingkat laverage perusahaan. DeAngelo dan Masulis (1980) juga membahas mengenai biaya kebangkrutan saat membuktikan dampak perubahan komposisi hutang terhadap harga saham. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa abnormal returns pada hari pengumuman dari perusahaan–perusahaan yang meningkatkan proporsi penggunaan hutang, ternyata positif. Sedangkan perusahaan yang menurunkan leverage ternyata memperoleh abnormal returns yang negatif pada hari pengumuman dan sehari setelahnya. Abnormal returns yang positif berarti bahwa keuntungan yang diperoleh para pemodal lebih besar dari keuntungan yang seharusnya. Abnormal returns yang positif bagi perusahaan yang meningkatkan proporsi penggunaan hutang memberi kesimpulan bahwa peningkatan leverage
23
dinilai memberikan manfaat bagi pemodal dalam bentuk penghematan pajak. Disamping itu, mereka juga menunjukkan bahwa nampaknya manfaat dari penghematan pajak lebih dari kerugian karena kemungkinan munculnya biaya kebangkrutan (Husnan, 2000). Biaya lain yang timbul adalah biaya keagenan yaitu biaya yang muncul kerena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Sangat memungkinkan pemilik perusahaan yang menggunakan hutang melakukan tindakan yang merugikan bagi kreditor, sebagai misal perusahaan melakukan investasi pada proyek-proyek beresiko tinggi. Biaya keagenan ini antara lain berupa pembatasan kewenangan pemegang saham dan manajer dengan tujuan mengatasi kondisi yang dapat merugikan pihak kreditor. Misalnya kreditor dapat melindungi diri dengan memperketat syarat-syarat pada saat memberikan kredit, pembebanan denda apabila ada pelanggaran perjanjian dan pembatasan besarnya dividen yang boleh dibagikan. Selain itu, kreditor juga memonitor perusahaan debitor untuk menjamin perusahaan tidak melakukan wanprestasi terhadap perjanjian yang dibebankan pada perusahaan dalam bentuk bunga hutang yang lebih tinggi (Mardiyanto, 2009). Perusahaan seharusnya membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya
yang
berkaitan
dengan
kebangkrutan
dan
keagenan.
Penggunaan hutang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan dari penggunaan hutang tersebut, disisi lain akan diikuti oleh biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang bahkan bisa lebih besar. Model ini secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang sama sekali tidak menggunakan pinjaman dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua intrumen pembiayaan. Oleh karena itu, teori ini menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan penggunaan hutang (Brigham dan Gapenski,1996).
24
Dengan memasukkan pertimbangan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan ke dalam model Modigliani dan Miller dengan pajak, disimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency problem (Brigham dan Houston, 2001). Titik balik tersebut biasa disebut sebagai struktur modal yang optimal. the trade off model memang tidak dapat digunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan. Tapi melalui model ini memungkinkan dibuat tiga kesimpulan tentang penggunaan leverage (Brealey et al. 2008), yaitu: a.
Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan yang hutang lebih besar.
b.
Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets seperti real estate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini disebabkan karena intangible assets lebih mudah umtuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress, dibandingkan standart assets dan tangible assets.
c.
Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan yang berdampak pada peningkatan porsi laba bersih perusahaan. Trade off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti
corporate tax, biaya kebangkrutan, dan biaya keagenan dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2000). Brigham dan Gapenski (1996) menjelaskan bahwa penggunaan hutang yang
25
berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan. Keuntungan
penggunaan
hutang
adalah
biaya
bunga
mengurangi
penghasilan kena pajak sehingga biaya hutang relatif menjadi lebih rendah, kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap. Sehingga kelebihan maupun keuntungan penerimaan merupakan klaim bagi pemilik perusahaan. Weston dan Brigham (1996) mengatakan bahwa kelemahan penggunaan hutang adalah karena semakin tinggi penggunaan hutang akan meningkatkan technical insolvency, sehingga bila bisnis perusahaan tidak dalam keadaan yang baik, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik perusahaan berkurang. Pada kondisi yang sangat ekstrim, perusahaan akan terancam kebangkrutan. 2.4.4 Asymmetric Information Theory Model asymmetric information ini menjelaskan bahwa terjadi perbedaan tingkat informasi antara pihak manajemen (insiders) dan pihak pemodal (outsiders) yaitu pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada pihak pemodal sehingga insiders bertindak sebagai penyampai informasi mengenai nilai perusahaan pada outsiders. Asymmetric information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston (2001) dan (Husnan, 2000) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal). Dalam situasi ini, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru sehingga saham dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya yang tentunya akan memberikan pengembalian yang lebih besar daripada biasanya. Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal yaitu sesuai dengan persepsi pihak manajemen. Sebagai akibatnya, para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Oleh sebab itu, emisi saham baru akan menurunkan harga saham.
26
2.4.5 Signaling Theory Pada awal 1977, Ross membangun signaling theory berdasarkan adanya asymmetric information. Teori ini berdasarkan pemikiran bahwa manajer akan mengumumkan kepada investor luar ketika mendapat informasi yang baik. Ini bertujuan untuk menaikkan nilai perusahaan, namun investor tidak akan mempercayai informasi tersebut karena manajer merupakan interest party. Solusinya, perusahaan akan berusaha melakukan signaling pada financial policy mereka. Tindakan ini membutuhkan biaya yang besar dan hanya dilakukan oleh perusahaan besar sehingga tidak dapat ditiru oleh perusahaan kecil. Signal adalah proses yang membutuhkan biaya dengan tujuan untuk meyakinkan investor luar tentang nilai perusahaan. Signal yang baik adalah yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain karena faktor biaya. Ross (1977) menyatakan bahwa peningkatan leverage memuat informasi yang positif berkaitan dengan kapasitas perusahaan untuk menyediakan hutang dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya penurunan leverage memberikan signal informasi yang negatif. Salah satu contoh yang diberikan Ross (1977) adalah perusahaan besar akan membuat insentif yang mendorong mereka mengambil leverage tinggi. Hal ini tidak akan dapat diikuti oleh perusahaan yang lebih kecil, karena mereka akan lebih rentan mengalami kebangkrutan. Hal ini menciptakan separating equilibrium yaitu dimana perusahaan yang memiliki nilai perusahaan lebih tinggi akan menggunakan lebih banyak hutang dan perusahaan yang memiliki nilai perusahaan lebih rendah akan menggunan lebih banyak equity. Brigham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang di perlukan dengan caracara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Dengan kata lain, pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan
27
suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Sebaiknya, bagi perusahaan dalam kondisi normal harus memperhatikan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam (reserve borrowing capacity). Oleh sebab itu, perusahaan sering kali menggunakan lebih sedikit hutang daripada yang ditentukan oleh struktur modal yang optimal menurut MM untuk memastikan perusahaan dapat memperoleh modal hutang jika kelak diperlukan bila muncul peluang investasi yang lebih menguntungkan. Fama et al. (1983) melalui hasil penelitiannya menambahkan bahwa perusahaan yang mengumumkan kesepakatan hutang dengan bank memberikan signal informasi yang positif. Hal ini disebabkan karena bankers
mengetahui
rahasia
informasi
perusahaan
selama
proses
peminjaman. Sebaliknya, perusahaan yang mengumumkan pengurangan hutang dari bank memuat informasi insiders yang tidak menguntungkan dari tindakan bankers. Teori ini mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah dengan mengobservasi struktur permodalannya untuk perusahaan yang highly levered. Kelebihan teori ini adalah kemampuan dalam menjelaskan mengapa terjadi peningkatan harga saham sebagai tanggapan terhadap peningkatan financial leverage. Kelemahan dari model ini adalah ketidakmampuan dalam menjelaskan hubungan berkebalikan antara profitabilitas dan leverage. Kelemahan lain adalah tidak dapat dijelaskan mengapa perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan dan nilai tangible assets tinggi menggunakan lebih banyak hutang daripada perusahaan yang memiliki nilai intangible assets tinggi. Namun, dalam teori hal ini diperlukan untuk mengurangi efek dari ketidaksimetrisan informasi. 2.4.6 Pecking Order Theory Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun (1961) sedangkan penanaman packing order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984 (Husnan, 2000). Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hieraki sumber dana
28
yang paling disukai. Menurut Brealey and Myers (2008), secara singkat teori ini menyatakan bahwa: a.
Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan / retained earning). Berdasarkan teori ini perkembangan laba yang diperoleh akan meningkatkan laba ditahan dan akan berpengaruh negatif terhadap struktur modal. pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan pilihan atau prioritas sumber pendanaan menempatkan laba ditahan pada posisi yang paling atas, sedangkan penerbitan saham berada pada urutan terbawah.
b.
Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan dividen lebih relevan dengan keputusan investasi daripada dengan keputusan pendanaan. Kebijakan manajemen meningkatkan deviden biasanya hanya dilakukan bila mereka memiliki keyakinan akan data pada masa yang akan datang.
c.
Kebijakan dividen yang cendrung bersifat konstan (sticky), sehingga dampak fluktuasi profitabilitas terhadap peluang pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.
d.
Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi (convertible bond), saham preferen (preffered stock), baru akhirnya apabila masih memerlukan dana, perusahaan akan menerbirkan common stock (external equity). Hal ini terjadi karena adanya transaction cost didalam mendapatkan dana dari pihak eksternal. Penelitian lebih lanjut kembali dilakukan oleh Stewart C. Myers pada
1992. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa dalam bentuk yang paling sederhana, pecking order model dalam pendanaan perusahaan menjelaskan bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai
29
investasi riil dan dividen, perusahaan akan menerbitkan hutang. Saham tidak akan pernah diterbitkan, kecuali biaya financial distrees perusahaan tinggi. Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan yang sangat menguntungkan pada umumnya mempunyai hutang yang lebih sedikit. Hal ini terjadi bukan karena perusahaan tersebut mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi disebabkan karena perusahaan memang tidak membutuhkan dana dari pihak eksternal (Brealey et al. 2008). Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda, yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir setelah penggunaan hutang). Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi. Perusahaan–perusahaan
yang
kurang
profitable
cenderung
mempunyai hutang yang lebih besar karena alasan dana internal yang tidak mencukupi kebutuhan dan karena hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai dibanding menerbitkan ekuitas baru. Kaaro (2003) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu mencari sumber pendanaan dari pemodal luar atau pihak eksternal perusahaan. Sumber dana yang dapat diperoleh tanpa mendapatkan sorotan dan publisitas publik sebagai akibat penerbitan saham baru akan lebih diutamakan oleh perusahaan. Menurut Husnan (2000), Terdapat dua alasan mengapa dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri, yaitu: a.
Pertimbangan mengenai biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan memicu timbulnya ketidaksempurnaan informasi yang dapat menurunkan harga saham.
b.
Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal sehingga akan membuat harga saham menurun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan
30
adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Mardiyanto (2009) berpendapat bahwa salah satu tugas manajer keuangan dalam mengelola keuangan perusahaan adalah membuat keputusan keuangan. Manajer harus cermat dalam memutuskan darimana sumber dana yang ditujukan untuk membiayai kegiatan perusahaan diperoleh. Terdapat dua sumber dana dalam memenuhi kebutuhan modal, yaitu dana bersumber dari hutang (debt) dan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity). Manajer keuangan akan dihadapkan oleh suatu variasi dalam pembelanjaan dimana masing-masing keputusan yang diambil akan memberikan dampak terhadap kondisi finansial dan nilai dari perusahaan. Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang dan jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, sehingga manajer harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur modal. Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Stabilitas Penjualan Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2. Struktur Aktiva Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih besar. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate biasanya mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi tidak demikian.
31
3. Leverage Operasi Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena perusahaan dengan leverage operasi lebih kecil akan mempunyai tingkat risiko bisnis yang lebih kecil. 4. Tingkat Pertumbuhan (Aktiva) Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya penerbitan penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat hutang sehingga mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan hutang. Namun pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung untuk mengurangi keinginan untuk menggunakan hutang. 5. Profitabilitas Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang relatif kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis atas pernyataan ini adalah perusahaan yang sangat menguntungkan memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan hutang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal. 6. Pajak Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, semakin tinggi tarif pajak perusahaan, semakin besar manfaat penggunaan hutang. 7. Pengendalian Posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50%) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka
32
mungkin akan memilih hutang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan hutang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena apabila perusahaan jatuh bangkrut, maka manajer akan kehilangan pekerjaan. Tetapi apabila hutangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan pengendalian tidak selalu menghendaki penggunaan hutang dan ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan bagi manajemen bervariasi dari suatu situasi ke situasi yang lain. 8. Sikap Manajeman Tidak seorangpun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah hutang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak hutang dalam usaha mengejar laba yang tertinggi. 9. Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Pemeringkat Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarkan struktur modalnya dengan pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima. 10. Kondisi Pasar Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat mempengaruhi terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. Misalnya selama situasi krisis ekonomi, tidak ada pasar dengan tingkat suku bunga yang wajar untuk obligasi jangka panjang yang baru dengan peringkat di bawah B. karena itu, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa beralih ke pasar
33
saham atau pasar hutang jangka pendek, tanpa mempedulikan struktur modal yang ditargetkan. Tetapi setelah keadaan membaik, perusahaan ini dapat menjual obligasi untuk mengembalikan struktur modalnya yang ditargetkan semula. 11. Kondisi Internal Perusahaan Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan perusahaan. Misalkan, suatu perusahaan baru saja menyelesaikan program litbangnya dan perusahaan tersebut meramalkan laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun, kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham, perusahaan lebih menyukai pembiayaan dengan hutang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu perusahaan akan menerbitkan saham biasa, melunasi hutang, dan kembali pada struktur modal yang ditargetkan. 12. Fleksibilitas Keuangan Kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer mengetahui bahwa penyediaan modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil. Pendanaan jangka panjang merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui bahwa dalam keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan menghadapi kesulitan operasi, para pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik. Karena itu, kemungkinan tersedianya dana di masa mendatang dan konsekuensi akibat kurangnya dana sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan. Semakin besar kemungkinan kebutuhan modal di masa mendatang ditunjang dengan semakin buruknya konsekuensi kekurangan modal, maka seharusnya neraca semakin kuat. Sedangkan menurut Riyanto (2001), struktur modal suatu perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor yang utama adalah:
34
1. Tingkat Bunga Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal adalah sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku pada waktu itu. Tingkat bunga akan mempengaruhi pemilihan jenis modal apa yang akan ditarik, apakah perusahaan akan mengeluarkan saham ataukah obligasi. 2. Stabilitas dari Earnings Suatu perusahaan yang mempunyai earnings yang stabil akan selalu dapat memenuhi kewajiban finansialnya sebagai akibat dari penggunaan modal asing. Sebaliknya perusahaan yang mempunyai earnings yang tidak stabil dan unpredictable akan menanggung resiko tidak dapat membayar beban bunga pada tahun atau keadaan yang buruk. 3. Susunan dari Aktiva Kebanyakan perusahaan manufaktur dimana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap, akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan modal asing sifatnya adalah sebagai pelengkap. Sementara itu, perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya adalah aktiva lancar akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dananya dengan hutang jangka pendek. 4. Kadar Resiko dari Aktiva Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Semakin panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva didalam
perusahaan,
semakin
besar
derajat
resikonya.
Dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti, dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan. 5. Besarnya Jumlah Modal yang dibutuhkan Apabila jumlah modal yang dibutuhkan sangat besar, maka dirasakan perlu bagi perusahaan tersebut untuk mengeluarkan beberapa golongan sekuritas
secara
bersama-sama,
sedangkan
bagi
perusahaan
yang
membutuhkan modal yang tidak begitu besar cukup hanya mengeluarkan satu golongan sekuritas saja.
35
6. Keadaan Pasar Modal Keadaan pasar modal sering mengalami perubahan disebabkan karena adanya gelombang konjungtur. Pada umumnya apabila gelombang meninggi (up-saving) para investor lebih tertarik untuk menanamkan modalnya dalam saham. Oleh karena itu, dalam rangka mengeluarkan atau menjual sekuritasnya, perusahaan harus menyesuaikan dengan keadaan pasar modal tersebut. 7. Sifat Manajemen Sifat manajemen akan mempunyai pengaruh langsung dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemenuhan kebutuhan dana. Manajemen yang menyukai risiko akan cenderung menggunakan lebih banyak hutang. Sebaliknya, manajemen yang tidak menyukai risiko akan cenderung memilih pendanaan yang bersumber dari modal sendiri. 8. Besarnya suatu Perusahaan Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditujukan pada besarnya total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata penjualan dan rata-rata total aktiva (Riyanto, 2001). Perusahaan yang lebih besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Selain itu, Perusahaan yang lebih besar memiliki potensi risiko kebangkrutan yang lebih rendah dibanding perusahan yang lebih kecil. 2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang temuannya dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Namun, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah obyek penelitian dilakukan di perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, di mana penelitian terdahulu kebanyakan dilakukan pada perusahaan sektor manufaktur dan otomotif & komponennya. Selain itu, peneliti juga menambahkan variabel baru yaitu pertumbuhan penjualan sebagai variabel independen. Tabel 1 menyajikan beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur modal.
36
Tabel 1. Penelitian terdahulu No. Nama Peneliti 1 Yuke Prabansari dan Hadri Kusuma (2005)
Variabel Penelitian Independen: Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Pertumbuhan Aktiva, Profitabilitas, dan Struktur Kepemilikan. Dependen: Struktur Modal.
2 Attaulah Shah dan Safiullah Khan (2007)
Independen: Tangibility, Size, Growth, Profitability, Earning Volatility dan Depreciation. Dependen: Capital Structure.
3 Muhammad Rafiq, Asif Iqbal dan Muhammad Atiq (2008)
Independen: Profitability, Tangibility, Size, Growth, Income Variation dan Nondebt Tax Shield. Dependen: Capital Structure.
4 Andi Kartika (2009)
Independen: Risiko Bisnis, Struktur Aktiva, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan. Dependen: Struktur Modal.
Hasil Penelitian Secara simultan: variabel independen mempengaruhi struktur modal dengan koefisien determinasi sebesar 85,3%. Secara parsial: ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas, struktur kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Risiko risnis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Secara parsial: Tangibility berhubungan positif dan signifikan terhadap capital structuredengan koefisien determinasi sebesar 25,9%. Secara parsial: Growth, profitability berhubungan negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Size, earning, volatility dan depreciation tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Secara simultan: variabel independen berpengaruh terhadap capital structure dengan koefisien determinasi sebesar 90,8%. Secara parsial: Size, non-debt tax shield, income variation dan growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap capital structure. Profitability berpengaruh negatif dan signifikan terhadap capital structure. Tangibility tidak berpengaruh terhadap capital structure. Secara simultan: variabel independen berpengaruh terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 32,8%. Secara parsial: Struktur aktiva dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
37
Lanjutan Tabel 1. No. Nama Peneliti 5 Dilek Teker, Ozlem Tasseven, Ayca Tukel (2009)
6 Endang Sri Utami (2009)
7 Farah Margaretha dan Aditya Rizky Ramadhan (2010)
8 Joni dan Lina (2010)
Variabel Penelitian Independen: Tangibility, Size, Growth Opportunities, Return on Assets, Profit Margin on Sales dan Non-debt Tax Shield. Dependen: Capital Structure.
Hasil Penelitian Secara simultan: variabel independen berpengaruh terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 10,2%. Secara parsial: ROA dan tangibility assets berpengaruh positif signifikan terhadap capital structure dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 10,2%. Nondebt tax shield, profit margin on sales berpengaruh negatif signifikan terhadap capital structure. Size dan growth tidak berpengaruh terhadap capital structure. Independen: Ukuran Secara simultan: variabel Perusahaan, Risiko independen berpengaruh terhadap Bisnis, Tingkat struktur modal dengan koefisien Pertumbuhan, Struktur determinasi yang disesuaikan Aktiva, Profitabilitas. sebesar 36,5%. Secara parsial: Dependen: Struktur Struktur aktiva dan profitabilitas Modal berpengaruh terhadap struktur modal. Ukuran perusahaan, risiko bisnis dan tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Independen: Size, Secara simultan: variabel Tangibility Assets, independen berpengaruh terhadap Profitability, struktur modal. Secara parsial: Size, Liquidity, Growth, tangibility, berpengaruh terhadap Non Debt Tax Shield, capital structure. Profitability, Age, Invesment. liquidity, growth, non-debt tax Dependen: Capital shield dan age tidak berpengaruh Structure. terhadap capital structure. Independen: Secara simultan: variabel Pertumbuhan Aktiva, independen berpengaruh terhadap Struktur Aktiva, struktur modal. Secara parsial: Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan aktiva dan struktur Risiko Bisnis, aktiva berpengaruh positif dan Dividen, Profitabilitas. Profitabilitas aktiva berpengaruh Dependen: Struktur negatif signifikan terhadap struktur Modal. modal. Ukuran perusahaan, risiko bisnis, dividen tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
38
Lanjutan Tabel 1. No. Nama Peneliti 9 Nina Febriyani, Ceacilia Srimindarti (2010)
Variabel Penelitian Independen: Struktur Aktiva, Peluang Pertumbuhan, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan. Dependen: Struktur Modal.
10 Talat Afza, Amer Hussain (2011)
Independen: Size, Profitability, Tangibility of Assets, Cost of Debt, Taxes, Liquidity, Non-debt Tax Shield. Dependen: Capital Structure.
11 Tariq Naeem Awan, Majed Rashid, Muhammad Ziaur-rehman (2011)
Independen: Size, Profitability, Tangibility dan Growth. Dependen: Capital Structure.
Hasil Penelitian Secara simultan: variabel independen berpengaruh terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 66,5%. Secara parsial: Struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Peluang pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Secara simultan: variabel independen signifikan mempengaruhi struktur modal dengan tingkat koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 49,5%. Secara parsial: Taxes, non-debt tax shield, liquidity, cost of debt berpengaruh negatif dan signifikan terhadap capital structure. Size berpengaruh positif dan signifikan terhadap capital structure. Tangibility dan profitability tidak berpengaruh terhadap capital structure. Secara simultan: Variabel independen mempengaruhi capital structure dengan koefisien determinasi sebesar 46%. Secara parsial: Tangibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap capital structure. Profitability berpengaruh negatif dan signifikan terhadap capital structure. Growth dan size tidak berpengaruh terhadap capital structure.
39
Lanjutan Tabel 1. No. Nama Peneliti Variabel Penelitian 12 Glenn Indrajaya, Independen: Struktur Herlina dan Reni Aktiva, Ukuran Setiadi (2011) Perusahaan, Profitabilitas, Risiko Bisnis, dan tingkat pertumbuhan. Dependen: Struktur Modal.
13 Friska Firnanti (2011)
Independen: Size, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Time Interest Earned, Pertumbuhan Aktiva. Dependen: Struktur Modal.
14 Seftianne (2011)
Independen: Profitabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Growth Opportunity, Kepemilikan Manajerial dan Struktur Aktiva. Dependen: Struktur Modal.
Hasil Penelitian Secara simultan: variabel independen berpengaruh signifikan terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 46,4%. Secara parsial: Struktur aktiva, ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Risiko bisnis dan tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Secara simultan: variabel independen berpengaruh signifikan terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 56,4%. Secara parsial: Time interest earned dan pertumbuhan aktiva berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Risiko bisnis dan size tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Secara simultan: variabel independen mempengaruhi struktur modal. Secara parsial: Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Growth opportunity berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas, likuiditas, risiko bisnis, kepemilikan manajerian dan struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
40
Lanjutan Tabel 1. No. Nama Peneliti 15 Ratri Dian Hestuningrum dan Darsono (2012)
Variabel Penelitian Independen: Profitabilitas, Likuiditas, Price Earning Ratio, Size, Struktur Aktiva dan Growth. Dependen: Struktur Modal.
16 Vina Ratna Furi, Saifudin (2012)
Independen: Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Pertumbuhan Penjualan, Struktur Aktiva, Rasio Hutang. Dependen: Rasio Hutang.
Hasil Penelitian Secara simultan: variabel independen berpengaruh terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 45,5%. Secara parsial: Ukuran perusahaan dan perumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas, likuiditas, dan struktur aktiva berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Price earning ratio tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Secara simultan: variabel independen berpengaruh terhadap struktur modal dengan koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 25,1%. Secara parsial: Ukuran perusahaan dan rasio hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio hutang. Risiko bisnis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio hutang. Likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan penjualan dan struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap rasio hutang.
41
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011 Laporan Keuangan
Laba Rugi
Neraca
Ukuran Perusahaan (X1) Pertumbuhan Aktiva (X2) Struktur Aktiva (X3)
Struktur Modal (Y)
Profitabilitas (X4) Pertumbuhan Penjualan (X5)
Analisis Regresi Linier
Hasil Analisis
Rekomendasi potesis
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
3.2. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini merupakan pernyataan singkat yang disimpulkan dari tinjauan pustaka dan merupakan uraian semetara dari permasalahan yang perlu diujikan kembali. Suatu hipotesis akan diterima jika
42
hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan telaah pustaka dan hasil penelitian terdahulu, maka hubungan antara faktor-faktor yang diduga mempengaruhi struktur modal yang menjadi hipotesis sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara simultan (bersama-sama): Hipotesis pertama: H0
: Ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GWORTH), struktur aset (STR_A), profitabilitas (ROA), dan pertumbuhan penjualan (SALES) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GWORTH), struktur aset (STR_A), profitabilitas (ROA), dan pertumbuhan penjualan
(SALES)
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap struktur modal (LDER). 2. Secara parsial: Hipotesis kedua: H0
: Ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
Hipotesis ketiga: H0
: Pertumbuhan aktiva (GROWTH) tidak berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Pertumbuhan
aktiva (GROWTH) berpengaruh
terhadap
struktur modal (LDER). Hipotesis keempat: H0
: Struktur aktiva (STR_A) tidak berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Struktur aktiva (STR_A) berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
43
Hipotesis kelima: H0
: Profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
Hipotesis keenam: H0
: Pertumbuhan penjualan (SALES) tidak berpengaruh terhadap struktur modal (LDER).
H1
: Pertumbuhan
penjualan
(SALES)
berpengaruh
terhadap
struktur modal (LDER). 3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel dependen sebagai variabel terikat atau yang dipengaruhi dan variabel independen sebagai variabel bebas atau yang mempengaruhi yaitu : 1.
Variabel dependen atau variabel terikat (terpengaruh) sebagai variabel (Y). Mardiyanto (2009) menyatakan bahwa stuktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan, sehingga variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah long term debt to equity ratio / LDER yang merupakan ratio untuk mengukur besarnya proporsi antara total hutang jangka panjang dan total equity (total modal sendiri). LDER dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Seftianne dan Handayani, 2011): LDER =
2.
……….………........……………...…... (1)
Variabel independen atau variabel bebas sebagai variabel (X). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), ptofitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) yang akan dijabarkan sebagai berikut:
44
a. Ukuran Perusahaan (SIZE) Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Riyanto, 2001 juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditujukan pada besarnya total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata penjualan dan ratarata total aktiva. Pengukuran terhadap ukuran perusahaan mengacu
pada Indrajaya et al. (2011) dan Seftianne dan Handayani (2011) dimana
ukuran
perusahaan
diproksikan
dengan
total
aktiva
perusahaan. Total aktiva dijadikan indikator dari ukuran perusahaan karena jika semakin besar ukuran perusahaan maka total aset yang dimiliki juga akan semakin besar. SIZE = Total Aktiva …...….………....……………………………. (2) b. Pertumbuhan Aktiva (GROWTH) Pertumbuhan aktiva adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Penentuan proxy untuk menghitung pertumbuhan aktiva dalam penelitian ini mengacu pada Rafiq et al. (2008) yaitu dihitung sebagai persentase perubahan aktiva pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. -
–
GROWTH =
-
...…………..…... (3)
c. Struktur Aktiva (STR_A) Aktiva dapat digolongkan menjadi aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan aktiva lain-lain (Keown et al. 2002). Weston dan Brigham
(1996)
menyatakan
struktur
aktiva
mencerminkan
perimbangan atau perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Sehingga perhitungan struktur aktiva dihitung dengan proksi sebagai berikut: STR_A =
……………..……………..……………… (4)
45
d. Profitabilitas (ROA) Profitabilitas perusahaan dihitung untuk mengetahui sejauh mana kemampuan total aktiva (keputusan investasi) perusahaan menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak. Ukuran profitabilitas pada penelitian ini mengacu pada Mardiyanto (2009) dalam menghitung profitabilitas perusahaan sebelum dipengaruhi oleh biaya bunga dan pajak. …................…………..… (5)
ROA = e. Pertumbuhan Penjualan (SALES)
Pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan perusahaan yang diukur berdasarkan perbandingan antara total penjualan periode sekarang (t) minus periode sebelumnya (t-1) terhadap total penjualan periode
sebelumnya
(t-1).
Dalam
penelitian
ini
pengukuran
perusahaan mengacu pada Furi dan Saifudin (2012). Tingkat pertumbuhan penjualan (SALES) dirumuskan sebagai berikut: SALES =
-
-
.... (6)
3.4. Jenis dan Sumber Data Jenis penelitian ini adalah terapan yang merupakan aplikasi dan modifikasi dari beberapa penelitian yang telah ada. Data dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder (secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dan melalui media perantara. Data sekunder diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya sudah dalam bentuk publikasi (Sugiyono, 2006). Data sekunder memiliki bentuk seperti bukti, catatan atau laporan histori yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan sektor pertambangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2011 yang secara khusus diambil dari Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL).
46
3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memiliki laporan keuangan lengkap dan dipublikasikan dalam Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL). 3.5.2 Sampel Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2006). Pengambilan sampel bertujuan untuk menghemat waktu dan tenaga dalam menganalisa data, namun demikian pengambilan sampel harus bersifat representatif, sehingga hasil analisis dapat digeneralisasikan. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel perusahaan selama periode penelitian berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dimana syarat yang dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi oleh sampel, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif (Sugiyono, 2006). Tujuan dari metode ini untuk mendapatkan sampel yang pertimbangan tertentu dan kriteria-kriteria yang telah ditentukan dengan tujuan mendapatkan sampel yang representatif. Adapun kriteria pemilihan sampel tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2.
Saham dari emiten aktif diperdagangkan selama periode pengamatan yaitu tahun 2007 sampai dengan 2011.
47
3.
Mempublikasikan
laporan
keuangan
periodik
selama
periode
pengamatan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan lengkap. 4.
Perusahaan selalu menghasilkan profit atau dengan kata lain tidak mendapatkan laba negatif selama periode pengamatan yaitu tahun 2007 sampai dengan 2011.
3.6. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan suatu cara pengambilan data atau informasi dalam suatu penelitian. Data sekunder yang ada dalam penelitian ini diperoleh dengan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mencari data yang diperlukan yang berupa arsip atau buku yang ada hubungannya dengan struktur modal. Data diperoleh dari Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL) berbentuk laporan keuangan perusahaan sektor pertambangan pada tahun 2007-2011. Selain itu, juga diperoleh dengan metode studi pustaka yaitu dengan melakukan telaah pustaka, eksplorasi dan mengkaji jurnal-jurnal, buku dan sumber lain yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. 3.7. Metode Analisis Data Metode analisis data bertujuan untuk mendapatkan informasi relevan yang terkandung di dalam data tersebut dan menggunakan hasilnya untuk memecahkan suatu masalah (Ghozali, 2009). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model regresi linier sederhana dan berganda. Analisis regresi digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel independen meliputi ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2008 sebagai variabel dependen, baik secara parsial maupun secara simultan. Model yang digunakan adalah : Y = α + β1X1+ β 2 X2 +β 3X3 + β4X4 + β5X5…...…………………………... (7) Keterangan: Y
: Long Term Debt to Equity Ratio
α
: Konstanta
48
β1,2,3,4,5
: Penaksir koefisien regresi
X1
: Ukuran Perusahaan
X2
: Pertumbuhan Aktiva
X3
: Struktur Aktiva
X4
: Profitabilitas
X5
: Pertumbuhan Penjualan
3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Sebelum melakukan pengujian regresi terlebih dahulu harus dilakukan pengujian asumsi klasik. Analisis regresi linier berganda perlu menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak timbul masalah dalam penggunaan analisis tersebut. Diharapkan setelah melewati pengujian asumsi klasik dapat diperoleh model-model
regresi
yang signifikan, representatif dan
bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen dan variabel dependen dalam sebuah model regresi memiliki distrubisi normal atau tidak. Uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai variabel independen dan variabel dependen mengikuti distribusi normal (Ghozali, 2009). Jika asumsi tersebut dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah variabel independen dan variabel dependen berdistribusi normal atau tidak. Cara pertama yaitu dengan menggunakan analisis grafik. Sedangkan cara yang ke dua adalah dengan melakukan uji statistik (Ghozali, 2009). Analisis grafik merupakan analisis yang sangat mengandalkan kemampuan visual untuk mengartikulasikannya. Dasar untuk pengambilan keputusan dengan analisis grafik adalah: a.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
49
b.
Jika data menyebar jauh dari diagonal dan / atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan jika tidak berhati-hati
dalam mengartikulasian hasil visual dari analisis grafik. Oleh sebab itu dianjurkan selain menggunakan uji grafik dilengkapi juga dengan uji statistik. Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas variabel independen dan variabel dependen adalah uji statistik Kolgomorov Smirnov (K-S), yaitu : a.
Nilai signifikan atau probabilitas < taraf signifikansi yang ditetapkan (α=0,05), maka data tidak terdistribusi normal.
b.
Nilai signifikan atau probabilitas > taraf signifikansi yang ditetapkan (α=0,05), maka data terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas
merupakan
fenomena
adanya
korelasi
yang
sempurna antara satu variabel independen dengan variabel independen yang lain. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Konsekuensi
praktis
yang
timbul
sebagai
akibat
adanya
multikolinearitas ini adalah kesalahan standar penaksiran semakin besar dan probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi semakin besar. Menurut Ghozali (2009) terdapat beberapa cara untuk menemukan hubungan antara variabel X yang satu dengan variabel X yang lainnya (terjadinya multikolinearitas), adalah sebagai berikut : a.
Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. i.
Memiliki korelasi antar variabel bebas yang sempurna (lebih dari 0,9), maka terjadi problem multikolinearitas.
ii.
Memiliki nilai VIF lebih dari 10 (lebih besar 10) dan nilai tolerance kurang dari 0,10 (lebih kecil 0,10), maka model terjadi problem multikolinearitas. catatan: Tolerance = 1/ VIF atau VIF = 1/ Tolerance.
50
b.
Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variable independen haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi problem multikolinearitas. Cara mengatasi apabila terjadi multikolinearitas adalah sebagai berikut: i.
Menggabungkan data cross section dan time series (polling data).
ii.
Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang memiliki
korelasi
tinggi
dengan
model
regresi
dan
diidentifikasikan dengan variabel lain untuk membantu prediksi. iii.
Transformasi variabel dalam bentuk log natural dan bentuk first difference atau delta.
iv.
Menggunakan mempunyai
model korelasi
dengan tinggi
variabel hanya
independen
semata–mata
yang untuk
memprediksi (dengan tidak menginterpretasi koefisien regresi). v.
Menggunakan metode analisis yang lebih canggih seperti baynesian regression atau dalam kasus khusus ridge regression.
3. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota dalam data runtut waktu (time series) atau antara space untuk data cross section. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain (Ghozali, 2009). Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena gangguan pada individu atau kelompok cenderung mempengaruhi individu atau kelompok pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
51
Keberadaan autokorelasi yang signifikan menyebabkan penaksiran dari hasil uji statistik menjadi tidak konsisten, meskipun tidak bias. Pengujian terhadap adanya fenomena autokorelasi dalam data yang dianalisis dapat dilakukan dengan menggunakan Durbin-Watson Test (DW test). Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi berdasarkan tabel nilai DW, nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 1% dengan jumlah sampel (n) dan jumlah variabel independen, maka tabel Durbin-Watson akan didapat nilai sebagai berikut : du < DW < 4-du, apabila du lebih kecil maka dapat disimpulkan bahwa kita tidak bisa menolak H0 yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif atau dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi (Ghozali, 2009). Pengambilan keputusan ada tidaknya Autokorelasi ditentukan berdasarkan kriteria berikut (Ghozali, 2009): a.
Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
b.
Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
c.
Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
d.
Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap disebut homoskedastisitas. Namun, apabila berbeda maka disebut heterokedastisitas. Salah satu cara untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan analisis grafik scatterplot. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat plot antara nilai prediksi
52
variabel terikat (ZPRED), dengan residualnya (SRESID). Model regresi yang
baik
adalah
yang
homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
heterokedastisitas (Ghozali, 2009). Dasar analisis terjadi Heteroskedastisitas adalah (Ghozali, 2009) : a.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2009), cara memperbaiki model jika terjadi
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : a.
Melakukan transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam model tersebut.
b.
Melakukan transformasi logaritma.
3.9. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum sampel data. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewnes (kemencengan distribusi). Hasil statistik deskriptif dari sampel data penelitian dapat dilihat melalui jumlah data, rata-rata sampel dan standar deviasi. Mengulas tentang data-data statistik dari masingmasing variabel seperti: 1.
Mean, yaitu rata-rata dari nilai data penelitian
2.
Standar deviasi, yaitu besarnya varians / perbedaan nilai antara nilai data minimal dan maksimal.
3.
Nilai maksimum, yaitu nilai tertinggi dari data penelitian.
4.
Nilai minimum, yaitu nilai terendah data penelitian.
3.10. Uji Hipotesis Uji Hipotesis digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan arah pengaruh beberapa variabel bebas (independent variable) terhadap satu variabel terikat
53
(dependent variable). Uji Hipotesis dilakukan sebagai berikut: uji signifikansi (pengaruh nyata) variabel independen (Xi) terhadap variabel dependen (Y) baik secara parsial maupun secara bersama-sama, dilakukan uji statistik t dan uji statistik F. 3.10.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas, yaitu ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen struktur modal (LDER). Pengujian secara simultan (Uji F) ini akan melihat arah (nilai koefisien beta) dan signifikansi pengaruhnya. Caranya adalah sebagai berikut: 1.
Ada tidaknya pengaruh dapat dilihat dengan cara membandingkan antara F tabel dan F hitung. Dasar keputusan yang diambil adalah sebagai berikut: a.
Bila F hitung < F tabel, variabel bebas (independen) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel struktur modal (LDER).
b.
Bila F hitung > F tabel, variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel struktur modal (LDER).
c.
Adapun rumus Fhitung adalah sebagai berikut: -
Fhitung =
-
……………….……………………... (8) -
Keterangan:
2.
R2
= Koefisien Determinasi
n
= Jumlah Sampel
k
= Jumlah Variabel
Signifikansi pengaruh akan dilihat dari nilai signifikansi pada tingkat signifikansi (α) = 0.05 dengan kriteria sebagai berikut:
54
a.
Jika Sig. < 0.05 maka ukuran ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
b.
Jika Sig. > 0.05 maka ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Uji parsial (t test) dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel-variabel independen, yaitu ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) secara individual terhadap variabel dependen, yaitu struktur modal (LDER) perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan (Ghozali, 2009). Pengujian dilaksanakan dengan pengujian dua arah sebagai berikut : 1.
Membandingkan antara variabel t tabel dan t hitung. Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus: t hitung =
a.
……………….…...…..…………… (9)
Bila –t tabel < –t hitung dan t hitung < t tabel, variabel bebas (independen) secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b.
Bila t hitung > t tabel dan –t hitung < –t tabel, variabel bebas (independen) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.
2.
Berdasarkan probabilitas Jika probabilitas (signifikansi) lebih besar dari tingkat alfa 0,05 (α) maka secara individu tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, jika
55
lebih kecil dari 0,05 maka secara individu ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. 3.11. Koefisien Determinasi (R2) Angka koefisien determinasi menunjukkan presentase tingkat kebenaran prediksi dari model regresi. Nilai koefisien determinasi (R2) menyatakan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen dalam model regresi. Sedangkan sisanya (100% - R2) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain selain variabel independen (Ghozali, 2009). Nilai R2 besarnya antara 0 sampai dengan 1 (0 < R2 < 1) koefisien. Apabila R2 mendekati 1 berarti variabel bebas semakin berpengaruh terhadap variabel tidak bebas, begitu juga sebaliknya. Kelemahan mendasar pada penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti akan meningkat tanpa melihat apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan Adjusted R2 untuk mengevaluasi model regresi. Hal ini dikarenakan Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali (2009). Dengan demikian, pada penelitian ini tidak menggunakan R2, namun menggunakan nilai Adjusted R2 untuk mengevaluasi model regresi.
56
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007 sampai 2011. Berdasarkan data Indonesian Capital Market Directory (ICMD), maka diperoleh jumlah perusahaan sektor pertambangan yang telah memenuhi kriteria pengambilan sampel adalah sebanyak 11 perusahaan. Daftar nama-nama perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 2. Daftar nama perusahaan sektor pertambangan (sampel) No. Kode Nama Perusahaan 1 BUMI Bumi Resources Tbk. 2 PTRO Petrosea Tbk. 3 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 4 MEDC Medco Energi International Tbk. 5 RUIS Radiant Utama Interinsco Tbk. 6 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk. 7 CITA Cita Mineral Investindo Tbk. 8 INCO International Nickel Indonesia Tbk. 9 TINS Timah (Persero) Tbk. 10 CNKO Exploitasi Energi Indonesia Tbk. 11 MITI Mitra Investindo Tbk. Sumber: Fact book BEI tahun 2007-2011 4.2. Analisis Data Deskriptif Tabel 3 menjelaskan gambaran data yang digunakan dalam penelitian ini berupa jumlah sampel, nilai minimum, nilai maximum, rata-rata (mean), dan standar deviasi.
57
Tabel 3. Deskripsi statistik variabel Variabel
Jumlah Sampel
Minimum
Maximum
SIZE 55 25,4179 31,8768 GROWTH 55 -16,0638 91,2236 STR_A 55 4,4967 72,4898 ROA 55 1,8264 88,9121 SALES 55 -56,3821 212,5840 LDER 55 0,0435 4,3825 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0
Mean
Std. Deviasi
28,9170 20,0391 31,8225 19,8618 28,0575 0,6233
1,7843149 24,0617303 19,3578126 16,1793771 48,8710477 0,8705234
Berdasarkan Tabel 2 di atas, deskripsi data yang digunakan sebagai sampel dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hasil statistik deskripif mengenai ukuran perusahaan (SIZE) menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Bumi Resources Tbk. pada tahun 2008 yaitu sebesar 31,5350. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dimiliki oleh PT Radiant Utama Interisco Tbk pada tahun 2008 yaitu sebesar 27,1506. Ukuran perusahaan (SIZE) mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 29,3236 dengan deviasi standar sebesar 1,3293. 2. Hasil statistik deskripif mengenai pertumbuhan aktiva (GROWTH) menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk. pada tahun 2010 yaitu sebesar 91,2236. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk. pada tahun 2009 yaitu sebesar -16,0638. Pertumbuhan aktiva (GROWTH) mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 22,2532 dengan deviasi standar sebesar 26,9932. 3. Hasil statistik deskripif mengenai struktur aktiva (STR_A) menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT International Nickel Indonesia Tbk. pada tahun 2008 yaitu sebesar 72,4898. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dimiliki oleh PT Medco Energi International Tbk. pada tahun 2011 yaitu sebesar 4,4967. Struktur aktiva (STR_A) mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 35,4418 dengan deviasi standar sebesar 20,8844. 4. Hasil statistik deskripif mengenai profitabilitas (ROA) menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT International Nickel Indonesia Tbk. pada tahun 2007 yaitu sebesar 88,9121. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dimiliki oleh PT Medco Energi International Tbk. pada tahun 2011
58
yaitu sebesar 4,4967. Struktur aktiva (STR_A) mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 35,4418 dengan deviasi standar sebesar 20,8844. 5. Hasil statistik deskripif mengenai pertumbuhan penjualan (SALES) menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk. pada tahun 2010 yaitu sebesar 212,5843. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk. pada tahun 2009 yaitu sebesar -56,3821. Pertumbuhan penjualan (SALES) mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 28,0575 dengan deviasi standar yang paling tinggi diantara variabel lainnya yaitu sebesar 48,8710. 6. Hasil statistik deskripif mengenai struktur aktiva (LDER) menunjukkan bahwa nilai paling tinggi (max) dimiliki oleh PT Bumi Resources Tbk. pada tahun 2009 yaitu sebesar 4,3825. Sebaliknya, nilai paling rendah (min) dari data tersebut dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk. pada tahun 2008 yaitu sebesar -0,0432. Struktur modal (LDER) mempunyai nilai rata-rata (mean) sebesar 0,6233 dengan deviasi standar sebesar 0,8705. 4.3. Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Tabel 4. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Keterangan SIZE GROWTH STR_A ROA Jumlah Sampel 55 55 55 55 Sig. K-S 0,691 0,317 0,166 0,068 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
SALES 55 0,319
LDER 55 0,002
Output SPSS uji K-S pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan sampel sebanyak 55 dihasilkan nilai Sig. K-S pada variabel ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA), pertumbuhan penjualan (SALES) dan struktur modal (LDER) secara berturut–turut adalah sebesar 0,69; 0,317; 0,166; 0,068; 0,319 dan 0,002. Teori dalam uji K-S menyatakan bahwa data
59
terdistribusi dengan normal apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA), pertumbuhan penjualan (SALES) sudah terdistribusi dengan normal, sedangkan variabel struktur modal (LDER) tidak terdistribusi dengan normal. Model regresi linier yang baik mensyaratkan adanya data yang terdistribusi dengan normal, sehingga perlu dilakukan beberapa tindakan untuk menormalkan data, diantaranya adalah dengan menghilangkan datadata outlier. Setelah data-data outlier dihilangkan, sampel yang digunakan untuk membangun model regresi linier menjadi 32 sampel. Output SPSS uji K-S setelah tidak mengikutsertakan data outlier dalam membangun model regresi linier disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (tanpa data outlier) Keterangan SIZE GROWTH STR_A ROA SALES LDER Jumlah Sampel 32 32 32 32 32 32 Sig. K-S 0,714 0,885 0,425 0,351 0,644 0,157 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah) Hasil pengujian terhadap 32 sampel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa masing-masing variabel sudah memiliki nilai signifikansi KolmogorovSmirnov melebihi batas tingkat signifikan yang ditetapkan yaitu 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data masing-masing variabel tersebut sudah terdistribusi dengan normal. 4.3.2 Uji Multikolinieritas Tabel 6. Hasil uji Multikolinieritas Variabel Tolerance SIZE 0,769 GROWTH 0,533 STR_A 0,859 ROA 0,703 SALES 0,438 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
VIF 1,300 1,876 1,164 1,423 2,282
60
Hasil uji multikolinieritas pada Tabel 6 menunjukkan bahwa masingmasing variabel independen memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada output IBM SPSS statistics 20.0 tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa data masingmasing variabel independen terbebas dari asumsi klasik multikolinieritas. 4.3.3 Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin Watson. Output SPSS uji Durbin Watson disajikan sebagai berikut: Tabel 7. Hasil uji Durbin-Watson Model Durbin-Watson Regression 1,894 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah) Tabel hasil uji Durbin Watson di atas menghasilkan nilai Durbin Watson sebesar 1,894 dengan jumlah variabel bebas (k) = 5 dan jumlah sampel (n) = 32, maka diperoleh angka dl sebesar 1,109 dan du sebesar 1,819. Berdasarkan uji tersebut, dihasilkan nilai Durbin Watson hitung sebesar 1,894 dimana nilai tersebut terletak di antara du yaitu 1,819 dan 4du yaitu 4–1,819 = 2,181 (daerah No Autocorelation), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik statistik autokorelasi. 4.3.4 Uji Heteroskedastisitas Pengujian dalam memprediksi ada tidaknya heteroskesdastisitas dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil output pola gambar scatterplot pada model regresi yang disajikan sebagai berikut:
61
Gambar 4. Diagram Scatterplot Diagram Scatterplot pada Gambar 3 menunjukkan titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat asumsi klasik heteroeskesdastisitas model regresi linier berganda. 4.4. Uji Hipotesis 4.4.1 Uji F (Uji Simultan) Uji simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Selain itu, hasil dari uji F dalam penelitian ini akan digunakan untuk menguji hipotesis pertama yang telah dirumuskan sebelumnya. Output SPSS dari F-test dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
62
Tabel 8. Hasil uji F (uji simultan) Model F Regression 4,659 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Sig. 0,004
Output SPSS pada Tabel 8 menunjukkan F hitung 4,659 > F tabel 2,590 dan nilai Sig. 0,004 < tingkat signifikansi 0,05, sehingga hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H1 Diterima, yang berarti ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel struktur modal (LDER) pada tingkat kesalahan sebesar 5%. 4.4.2 Koefisien Determinasi Nilai determinasi model regresi yang dihitung dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 20.0 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Koefisien determinasi Adjusted R Square
Model
Regression 0,371 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Std. Error of the Estimate 0,3385591
Tabel 9 menuntukkan nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan 0,371. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 37,1% variabel dependen yaitu struktur modal (LDER) dapat dijelaskan oleh lima variabel independen
yaitu
ukuran
perusahaan
(SIZE),
pertumbuhan
aktiva
(GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA), pertumbuhan penjualan (SALES), sedangkan sisanya sebesar 62,9% struktur modal (LDER) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lain diluar model. 4.4.3 Uji t (Uji Parsial) Uji parsial dengan t-test ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. T-test ini digunakan untuk menguji hipotesis kedua sampai dengan hipotesis keenam. Hasil t-test pada Output IBM SPSS Statistics 20.0 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
63
Tabel 10. Hasil uji t (uji parsial) Variabel t (Constant) 2,854 SIZE -2,245 GROWTH 2,644 STR_A -1,873 ROA -2,431 SALES -2,067 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah)
Sig. 0,008 0,033 0,014 0,072 0,022 0,049
Berdasarkan hasil uji t (uji parsial) pada Tabel 9, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengujian Hipotesis Kedua Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki t hitung -2,245 < t tabel -2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,048 < tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
2.
Pengujian Hipotesis Ketiga: Variabel pertumbuhan aktiva (GROWTH) memiliki t hitung 2,644 > t tabel 2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,014 < tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan bahwa variabel pertumbuhan aktiva (GROWTH) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
3.
Pengujian Hipotesis Keempat Variabel struktur aktiva (STR_A) memiliki t hitung -1,873 > t tabel -2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,072 > tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Ditolak, yang menyatakan bahwa variabel struktur aktiva (STR_A) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
4.
Pengujian Hipotesis Kelima Variabel profitabilitas (ROA) memiliki t hitung -2,431 < t tabel -2,052 dan nilai Sig. sebesar 0,022 < tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan bahwa
64
variabel profitabilitas (ROA) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER). 5.
Pengujian Hipotesis keenam Variabel pertumbuhan penjualan (SALES) memiliki t hitung -2,067 < t tabel -2,042 dan nilai Sig. sebesar 0,049 > tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan H1 Diterima, yang menyatakan bahwa variabel pertumbuhan penjualan (SALES) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER).
4.4.4 Analisisi Regresi Berganda Regresi bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara satu variabel satu dengan variabel lain. Output SPSS dari analisis regresi berganda ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 11. Model regresi linier berganda Unstandardized Coefficients Beta Std. Error (Constant) 3,766 1,320 SIZE - 0,102 0,046 GROWTH 0,010 0,004 STR_A - 0,007 0,003 ROA - 0,014 0,006 SALES 0,004 0,002 Sumber: Output IBM SPSS Statistics 20.0 (diolah) Variabel
Berdasarkan perhitungan dan pengujian regresi linier berganda, maka dihasilkan persamaan model regresi sebagai berikut: LDER =
3,766 - 0,102SIZE + 0,010GROWTH – 0,007STR_A – 0,014ROA - 0,004SALES
Persamaan model regresi linier berganda di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Ukuran perusahaan (SIZE) mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif sebesar 0,102. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1 satuan pada variabel ukuran perusahaan (SIZE) akan menurunkan variabel struktur modal perusahaan sebesar 0,102 satuan, dengan asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
65
2.
Pertumbuhan aktiva (GROWTH) mempunyai koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,010. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1 satuan
pada variabel
pertumbuhan
aktiva
(GROWTH)
akan
meningkatkan variabel struktur modal sebesar 0,010 satuan, dengan asumsi semua variabel independen lainnya konstan. 3.
Struktur aktiva (STR_A) mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif sebesar -0,007. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1 satuan pada variabel struktur aktiva (STR_A) akan menurunkan variabel struktur modal sebesar 0,007 satuan, dengan asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
4.
Profitabilitas (ROA) mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif sebesar -0,014. Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1 satuan pada variabel profitabilitas (ROA) akan menurunkan variabel struktur modal sebesar 0,014 satuan, dengan asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
5.
Pertumbuhan penjualan (SALES) mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif sebesar -0,004 Hal ini berarti setiap peningkatan sebesar 1 satuan pada variabel pertumbuhan penjualan (SALES) akan menurunkan variabel struktur modal sebesar 0,004 satuan, dengan asumsi semua variabel independen lainnya konstan.
4.5. Pembahasan Uji Hipotesis 4.5.1 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pertama Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model regresi struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan secara bersama-sama dipengaruhi (GROWTH),
oleh
ukuran
struktur
perusahaan
aktiva
(SIZE),
(STR_A),
pertumbuhan
profitabilitas
aktiva
(ROA)
dan
pertumbuhan penjualan (SALES). Hasil uji determinasi model regresi menyatakan bahwa 37,1% struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan
dapat
dijelaskan
oleh
ukuran
perusahaan
(SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES). Sisanya sebesar 62,9%
66
diduga dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya, beberapa diantaranya adalah leverage operasi, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan, fleksibilitas keuangan, tingkat bunga, kadar risiko aktiva, besarnya jumlah modal yang diperlukan, dan keadaan pasar modal. 4.5.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kedua Hasil
pengujian
hipotesis
kedua
menyatakan
bahwa
ukuran
perusahaan (SIZE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (LDER). Hasil pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini didukung penelitian sebelumnya oleh Rajan dan Zingales (1995) dan Riyanto (2001) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh negatif terhadap struktur modal (LDER). Riyanto (2001) menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki potensi risiko kebangkrutan yang lebih rendah dibanding perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan ukuran lebih besar memiliki arus kas yang lebih stabil dan bisnis yang terdiversifikasi sehingga lebih mampu dalam mencukupi kebutuhan pendanaan perusahaan secara internal dan cenderung mengurangi penggunaan hutang dengan tujuan untuk menekan besarnya biaya modal yang dapat menyebabkan kebangkrutan. Selain itu, tingkat ketidakpastian dan risiko yang tinggi pada perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan akan memaksa perusahaan untuk berusaha memenuhi kebutuhan dananya dari sumber dana yang paling aman terlebih dahulu yaitu pendanaan dari internal perusahaan, seperti laba ditahan. Bagi perusahaan sektor pertambangan dengan risiko operasi yang tinggi, maka pemenuhan kecukupan sumber dana yang bersumber dari internal perusahaan akan lebih diutamakan untuk mendanai keputusan-keputusan investasi jangka panjang. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan jaminan terhadap keberlangsungan operasi perusahaan yang sebagian besar ditopang oleh investasi-investasi jangka panjang serta mampu meminimalkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan sektor pertambangan. Penjelasan tersebut didukung oleh pecking order
67
theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang beresiko tinggi dengan kempampuan finansial yang baik cenderung memiliki kesempatan untuk memilih menggunakan pendanaan yang bersumber dari internal perusahaan dan mengurangi pendanaan yang beresiko lebih tinggi seperti pendanaan yang bersumber dari hutang. Alasan lain menyatakan bahwa perusahaan sektor pertambangan yang memiliki ukuran lebih besar memiliki lebih sedikit fenomena informasi asimetris (asymmetric information theory) antara perusahaan dan publik. Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya undervalue oleh publik terhadap saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan sehingga saham baru tersebut cenderung dihargai dengan harga yang wajar oleh publik. Keadaan tersebut akan mendorong perusahaan untuk berpendapat bahwa pembiayaan dengan penerbitan saham baru akan lebih menguntungkan dibanding pembiayaan dengan penerbitan surat hutang baru. Mengacu pada agency theory, perusahaan sektor pertambangan memiliki tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi sehingga pada umumnya kreditor akan menetapkan tingkat bunga yang lebih tinggi serta memberikan persyaratan yang membatasi kebijakan keuangan perusahaan dalam memberikan pinjaman. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh kreditor akibat ketidakpastian. Oleh sebab itu, sesuai dengan trade off theory, penerbitan surat hutang baru dinilai memiliki biaya yang lebih mahal dibanding penerbitan saham baru. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rajan dan Zingales (1995). Riyanto (2001) juga menyatakan alasannya mengapa ukuran perusahaan berhubungan negatif terhadap struktur modal. Suatu perusahaan besar yang sahamnya tersebar luas menyebabkan setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya pengendalian dari pihak yang lebih dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan kecil di mana sahamnya tersebar hanya di lingkungan kecil maka penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol dari pihak pemegang saham pengendali terhadap perusahaan yang bersangkutan.
68
Hal ini yang mendorong perusahaan besar lebih berani dalam memilih pendanaan yang bersumber dari penerbitan saham baru. Selain itu, mengacu pada signaling theory, perusahaan dalam kondisi normal harus memperhatikan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam, sehingga perusahaan sektor pertambangan pada umumnya akan mengurangi penggunaan dana yang bersumber dari hutang. Kapasitas cadangan untuk meminjam ini ditujukan untuk memastikan perusahaan sektor pertambangan dapat memperoleh modal hutang jika kelak diperlukan ketika muncul kesempatan investasi baru yang lebih menguntungkan. 4.5.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga Hasil pengujian hipotesis ketiga menyatakan bahwa pertumbuhan aktiva (GROWT) berpengaruh signifikan dan memiliki koefisien positif terhadap struktur modal (LDER). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prabansari dan Kusuma (2005), Rafiq et al. (2008), Joni dan Lina (2010), Firnanti (2011) dan Hestuningrum dan Darsono (2012) Perusahaan sektor pertambangan dengan tingkat pertumbuhan yang besar sangat memungkinkan mengalami kekurangan pendanaan kegiatan investasi perusahaan. Pecking order theory mengemukakan bahwa ketika dana yang bersumber dari internal perusahaan tidak mencukupi untuk membiayai investasi, maka perusahaan memerlukan dana eksternal. Perusahaan yang sedang bertumbuh akan cenderung memilih menggunakan hutang terlebih dahulu dibanding menerbitkan saham baru. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pertumbuhan perusahaan akan semakin tinggi pula peluang adanya asimetris informasi. Kondisi seperti ini menyebabkan biaya penerbitan hutang jangka panjang dianggap lebih rendah dibanding biaya penerbitan saham baru. Perusahaan sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan tinggi menandakan perusahaan tersebut memiliki prospek yang menguntungkan. Oleh sebab itu, perusahaan sektor pertambangan pada kondisi tersebut akan menghindari pendanaan dengan penerbitan saham baru dan cenderung menggunakan pendanaan yang bersumber dari hutang. Bagi pemegang
69
saham, penerbitan saham baru dinilai akan merugikan dan mengurangi besarnya
bagian
keuntungan
yang
diterima
atas
prospek
yang
menguntungkan di masa depan. Myers (1984) mengemukakan bahwa perusahaan akan lebih memilih menggunakan hutang untuk memperkecil peluang terjadinya asimetri informasi. Hal ini didasari oleh signaling theory yang berpendapat bahwa perusahaan dapat mengomunikasikan prospek pertumbuhan yang baik di masa depan dengan menggunakan hutang. Hutang dapat menjadi sinyal positif bagi investor eksternal, hal ini dikarenakan semakin banyak penggunaan hutang, maka investor meyakini bahwa perusahaan memiliki kemampuan
finansial
yang
baik
dan
memiliki
prospek
dengan
pengembalian yang tinggi di masa yang akan datang. Sedangkan penerbitan saham baru cenderung memberikan sinyal negatif bagi publik sehingga akan berpotensi menurunkan harga pasar saham yang dapat menurunkan nilai perusahaan sektor pertambangan. Penjelasan tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ross (1977). 4.5.4 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keempat Hasil pengujian hipotesis keempat menyatakan bahwa struktur aktiva (STR_A) tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah koefisien negatif terhadap struktur modal (LDER). Hasil pengujian hipotesis keempat ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furi dan saifudin (2012) dan tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kartika (2009), Utami (2009), Joni dan Lina (2010), Awan et al. (2011), Margaretha dan Ramadhan (2010), Rafiq et al. (2008), Teker et al. (2009), Indrajaya et al. (2011), dan Shah dan Khan (2007). Perusahaan sektor pertambangan memiliki komposisi aktiva tetap yang berbeda dengan perusahaan pada umunya. Aktiva tetap pada perusahaan sektor pertambangan sebagian besar didominasi oleh mesin, pabrik dan instalasi produksi. Dalam kaitannya dengan pendapat Brigham dan Houston mengenai jenis aset yang dapat dijaminkan, maka aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan sektor pertambangan bukan merupakan aset multiguna yang tidak begitu baik dijaminkan. Oleh sebab itu kreditur akan
70
memilih aktiva maupun syarat perjanjian lainnya sebagai agunan dalam memberikan kredit kepada perusahaan sektor pertambangan, misalnya saham, sertifikat kepemilikan, akta cash, corporate guarantie, persediaan, piutang, mesin, peralatan, penerimaan, kontrak jual beli, rekening bank, klaim asuransi dan deposito. Hal inilah yang menyebabkan pertambahan aktiva tetap perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan sektor pertambangan pada tingkat alfa 5%. Pecking order theory menyatakan bahwa ketika perusahaan memiliki sumber daya keuangan internal yang cukup maka perusahaan cenderung membiayai peningkatan aktiva tetap perusahaan dengan dana internal yang dihasilkan oleh perusahaan. Perusahaan sektor pertambangan akan cenderung berusaha mengalokasikan modal sendiri untuk membiayai investasi aktiva tetap perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko penggunaan hutang jangka panjang dikarenakan kegiatan perusahaan sektor pertambangan memiliki ketergantungan terhadap aktiva tetap yang dimiliki, misalnya adalah mesin dan instalasi pabrik untuk produksi. Semakin tinggi struktur aktiva (semakin besar jumlah aktiva tetap) maka penggunaan modal sendiri akan semakin tinggi (penggunaan hutang jangka panjang semakin sedikit) atau struktur modalnya semakin rendah. Dari penjelasan mengenai pecking order theory tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan sektor pertambangan
dalam
keadaan
normal
cenderung
berusaha
untuk
mengurangi penggunaan hutang jangka panjang dengan menggunakan laba ditahan dan saham baru dalam mendanai investasi aktiva tetap perusahaan sehingga menyebabkan turunnya tingkat struktur modal. Selain itu, penambahan ataupun pengurangan aset tetap pada umumnya terjadi pada mesin maupun peralatan yang berkaitan dengan perubahan volume produksi, sedangkan bangunan, tanah, dan aset tetap lainnya yang tidak berhubungan dengan produksi cenderung tetap. Oleh sebab itu, ketika terjadi peningkatan jumlah aset tetap pada perusahaan sektor pertambangan, maka akan terjadi peningkatan kapasitas produksi sehingga meningkatkan total penerimaan perusahaan sektor pertambangan. Peningkatan penerimaan akan sangat berkontribusi dalam peningkatan laba
71
bagi perusahaan yang akan memperkuat sumber daya keuangan internal perusahaan sektor pertambangan. Sesuai dengan pecking order theory, ketika perusahaan memiliki sumber daya keuangan yang cukup untuk mendanai kebutuhan investasinya, maka perusahaan tersebut akan lebih memilih untuk menggunakan pendanaan yang bersumber dari internal perusahaan dan akan cenderung menurunkan tingkat struktur modal (LDER) sampai tingkat tertentu untuk mengurangi risiko sebagai dampak penggunaan hutang. 4.5.5 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kelima Hasil pengujian hipotesis kelima menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh signifikan dan memiliki arah koefisien negatif terhadap struktur modal (LDER). Hasil pengujian hipotesis kelima dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rafiq et al. (2008), Joni dan Lina (2010), Awan et al. (2011), dan Febriyani dan Srimindarti (2010). Profitabilitas (ROA) merupakan salah satu variabel yang paling tidak bisa diabaikan pengaruhnya terhadap struktur modal (LDER). Profitabilitas mengindikasikan
bahwa
suatu
perusahaan
memiliki
stabilitas
dan
sumberdaya keuangan yang baik. Tingkat profitabilitas (ROA) yang tinggi atas investasi pada perusahaan sektor pertambangan memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana internal yang dihasilkan oleh perusahaan. Sumber daya keuangan internal yang baik akan cenderung mendorong perusahaan sektor pertambangan untuk mengurangi proporsi hutang dengan tujuan untuk mengurangi risiko kebangrutan, agency cost serta mengantisipasi potensi ketidakpastian. Sesuai dengan pecking order theory, penggunaan sumber dana yang dihasilkan secara internal berupa laba ditahan lebih diminati perusahaan karena memiliki resiko yang jauh lebih rendah dibanding dengan pendanaan dari sumber eksternal.
72
4.5.6 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keenam Hasil pengujian hipotesis kelima menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan (SALES) berpengaruh signifikan dan memiliki koefisien negatif terhadap struktur modal (LDER). Hasil pengujian terhadap hipotesis keenam ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furi dan Saifudin (2012) yang menyatakan pertumbuhan penjualan (SALES) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER). Pertumbuhan
penjualan
(SALES)
pada
perusahaan
sektor
pertambangan memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat struktur modal (LDER) yang dimiliki perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
stabil
pertumbuhan
penjualan,
maka
perusahaan
sektor
pertambangan cenderung mengurangi pendanaan yang bersumber dari hutang jangka panjang sehingga mengakibatkan turunnya tingkat struktur modal (LDER). Tingkat pertumbuhan penjualan yang stabil menandakan bahwa perusahaan akan lebih mampu dalam menciptakan laba dengan tingkat pertumbuhan yang stabil pula, sehingga perusahaan memiliki stabilitas alokasi sumber pendanaan dari laba ditahan, begitu pula sebaliknya. Perusahaan sektor pertambangan yang mampu mengalokasikan laba ditahan dari sebagian laba bersihnya akan cenderung mengurangi porsi penggunaan hutang jangka panjang dengan tujuan mengurangi biaya tetap yang tinggi berupa bunga hutang. Kreditur akan tetap beranggapan bahwa perusahaan sektor pertambangan dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang setabilpun masih memiliki potensi risiko dan ketidakpastian yang cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan kreditur membebankan biaya bunga hutang yang lebih tinggi serta membebankan agency cost akibat bebagai persyaratan mengikat yang diajukan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan sektor pertambangan sebagai debitur. Dalam keadaan normal, tingginya biaya hutang jangka panjang menyebabkan pendanaan yang bersumber dari hutang jangka panjang baru akan dipilih perusahaan sektor pertambangan setelah pendanaan yang bersumber dari
73
laba ditahan dianggap tidak mencukupi dan penerbitan saham dianggap sudah tidak menguntungkan bagi perusahaan. Perusahaan sektor pertambangan dengan pertumbuhan penjualan yang stabil dapat menjual sahamnya dengan harga yang lebih wajar. Hal tersebut dikarenakan stabilitas pertumbuhan penjualan merupakan sinyal positif bagi calon investor eksternal (publik) yang menandakan bahwa perusahaan memiliki stabilitas keuangan serta prospek yang baik, sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya informasi asimetris antara manajemen dan publik. Preferensi penggunaan pendanaan yang bersumber dari laba ditahan serta penerbitan saham untuk perusahaan sektor pertambangan yang memiliki stabilitas pertumbuhan penjualan dibanding pendanaan yang berusmber dari hutang jangka panjang menyebabkan turunnya tingkat struktur modal. 4.6. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 1.
Penelitian ini hanya mengambil jangka waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dengan total data sebanyak 55 data, sehingga ada kemungkinan kurang mencerminkan kondisi perusahaan dalam jangka panjang.
2.
Penelitian ini hanya terbatas untuk sampel perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga kurang mewakili perusahaan sektor pertambangan secara keseluruhan.
3.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan
aktiva
(GROWTH),
struktur
perusahaan
(STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) secara bersamasama hanya mampu menjelaskan tingkat struktur modal (LDER) sebesar 37,1%, sehingga belum bisa menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan tingkat struktur modal (LDER) secara keseluruhan.
74
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil dari pengolahan metode regresi linier berganda menunjukkan bahwa 37,1% pengambilan keputusan tingkat struktur modal (LDER) dapat dijelaskan oleh variabel ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH),
struktur
aktiva
(STR_A),
profitabilitas
(ROA)
dan
pertumbuhan penjualan (SALES). Sisanya, sebesar 62,9% dari pengambilan keputusan tingkat struktur modal (LDER) dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti dalam penelitian ini. 2. Hasil dari pengolahan metode regresi linier secara parsial menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (LDER) yang dapat diartikan sebagai berikut: a.
Semakin besar ukuran perusahaan (SIZE) maka perusahaan sektor pertambangan akan cenderung mengurangi porsi penggunaan hutang jangka panjang.
b.
Semakin tingginya tingkat pertumbuhan aktiva (GROWTH) maka perusahaan sektor pertambangan akan cenderung meningkatkan porsi penggunaan hutang jangka panjang.
c.
Semakin besarnya profitabilitas (ROA) maka perusahaan sektor pertambangan akan cenderung mengurangi porsi penggunaan hutang jangka panjang.
d.
Semakin tingginya pertumbuhan penjualan (SALES) maka perusahaan sektor pertambangan akan cenderung mengurangi porsi penggunaan hutang jangka panjang.
75
2. Saran 1.
Bagi Perusahanaan (Emiten): a.
Manajemen perusahaan sektor pertambangan harus memperhatikan variabel ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas dan pertumbuhan penjualan dalam mempertimbangkan dan menentukan arah kebijakan struktur modal perusahaan. Walaupun demikian, manajemen tidak boleh mengabaikan variabel lainnya yang tidak diteliti
dalam
penelitian
ini.
Hal
ini
dimaksudkan
supaya
mempermudah manajemen perusahaan sektor pertambangan dalam mewujudkan tingkat struktur modal yang optimal bagi perusahaan sehingga
mampu
meningkatkan
nilai
perusahaan
sektor
pertambangan. b.
Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar dan dalam keadaan yang normal sebaiknya mengurangi penggunaan hutang jangka panjang dan beralih menggunakan pendanaan dari modal sendiri, mengingat perusahaan sektor pertambangan memiliki tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi.
c.
Perusahaan sektor pertambangan yang sedang bertumbuh pesat dan memiliki prospek yang menguntungkan di masa yang akan datang sebaiknya menggunakan pendanaan yang bersumber dari hutang jangka panjang. Pendanaan dari hutang jangka panjang tidak mengurangi porsi distribusi keuntungan yang akan dihasilkan perusahaan sektor pertambangan tersebut sehingga nilai perusahaan meningkat. Sebaliknya, penggunaan pendanaan yang bersumber dari saham akan mengurangi porsi distribusi keuntungan pada masingmasing pemilik perusahaan.
d.
Perusahaan sektor pertambangan yang mampu menghasilkan laba yang tinggi sebaiknya mengurangi porsi penggunaan hutang jangka panjang yang dimilikinya. Hal ini dapat mengurangi potensi risiko
76
kebangkrutan akibat timbulnya biaya modal yang merupakan konsekuensi langsung dari keputusan pendanaan. e.
Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang baik dan stabil sebaiknya mengurangi porsi penggunaan hutang di dalam struktur modal yang dimiliki perusahaan. Risiko yang cukup tinggi dapat dikurangi dengan cara mengurangi penggunaan hutang dan lebih mengutamakan penggunaan modal sendiri untuk membiayai investasi perusahaan.
2.
Bagi peneliti selanjutnya: a.
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lain yang dianggap mempengaruhi pengambilan keputusan tingkat struktur modal, antara lain: leverage operasi, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan, fleksibilitas keuangan, tingkat bunga, kadar risiko aktiva, besarnya jumlah modal yang diperlukan, dan keadaan pasar modal.
b.
Peneliti selanjutnya juga dapat menambah jumlah sampel penelitian dan periode pengamatan sehingga model regresi yang dihasilkan semakin mencerminkan hubungan regresi yang dingun dan diuji.
c.
Peneliti selanjutnya dapat menggunakan proxy yang berbeda dalam melakukan perhitungan terhadap variabel-variabel yang diduga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan tingkat struktur modal perusahaan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abor J, Biekpe N. 2009. How do we Explain the Capital Structure of SMEs in Sub-Saharan Africa: Evidence from Ghana. Journal of Economic Studies. 36(1):83-97. Afza T, Hussain A. 2011. Determinants of Capital Structure Across Selected Manufacturing Sectors of Pakistan. International Journal of Humanities and Social Science. 1(12). Ang R. 1997. Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market). Jakarta (ID): Mediasoft Indonesia. Awan TN, Rashid M, Zia-ur-rehman M. 2011. Analysis of the Determinants of Capital Structure in Sugar and Allied Industry. International Journal of Business and Social Science. 2(1). BEI. 2012. Fact Book [Internet]. Jakarta (ID): Bursa Efek Indonesia. [Diunduh pada 25 Desember 2012]. Tersedia di www.idx.co.id. BEI. 2013. Laporan Keuangan dan Tahunan [Internet]. Jakarta (ID): Bursa Efek Indonesia. [Diunduh pada 15 Januari 2013]. Tersedia di www.idx.co.id. BI. 2013. Kurs Transaksi Bank Indonesia [Internet]. Jakarta (ID): Bank Indonesia. [Diunduh pada 16 Januari 2013]. Tersedia di www.bi.go.id. BKPM. 2012. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM Menurut Sektor [Internet]. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Penanaman Modal. [Diunduh pada 12 Desember 2012]. Tersedia di www.bkpm.go.id. Brealey RA., Myers SC, Marcus AJ. 2008. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Sabran B, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Fundamentals of Financial of Management. Brigham EF, Houston JF. 2001. Manajemen Keuangan Buku II. Suharto D, Wibowo H, penerjemah; Sumiharti Y, Kristiaji WC, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Fundamentals of Management. Brigham EF, Gapenski LC. 1996. Intermediate Financial Management. 5th ed. Florida (US). The Dryden Press. DeAngelo H, Masulis R. 1980. Optimal Capital Structure under Corporate and Personal Taxation. Journal of Financial Economics. 8:3-29. Dewani TH. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Eisenhardt KM. 1989. Agency Theory an Assesment and Review. The Academy of Management Review. 14(1):57-74. Fama EF, Jensen, Michael. 1983. Agency Problem and Residual Claims. Journal of Law and Economics. 26:327-349. Febriyani N, Srimindarti C. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan-perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008. Dinamika Keuangan dan Perbankan. 2(2):138-159. ISSN: 1979-4878. Firnanti F. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 13(2):119-128.
78
Furi VR, Saifudin. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 20092010. JURAKSI. 1(2). ISSN: 2301-9328. Ghozali I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Ed ke-4. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hestuningrum RD, Darsono. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Struktur Modal Pemaknufakturan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Diponegoro Journal of Accounting. Horne JV, Wachowicz JM Jr. 1998. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta (ID): Salemba Empat. Husnan S. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang) Buku 1. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): BPFE. Indrajaya G, Herlina, Setiadi R. 2011. Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Tingkat Pertumbuhan, Profitabilitas dan Risiko Bisnis terhadap Struktur Modal: Studi Empiris pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Listing di Bursa Efek Indonesia. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. 6(2). Jesen MC, Meckling WH. 1976. A Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. 3(4):305-360. Joni, Lina. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 12(2):81-86. Kaaro H. 2003. Analisis leverage dan Deviden dalam Lingkungan Ketidakpastian: Pendekatan Pecking Order dan Balancing Theory. Simposium Nasional Akuntansi IV. Kartika A. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI. Dinamika Keuangan Perbankan. 1(2):105-122. ISSN: 1979-4878. Keown AJ, Martin JD, Petty JW, Scott DF Jr. 2002. Manajemen Keuangan: Prinsip-prinsip dan Aplikasi. Jilid 1. Haryandini, penerjemah; Sawiji B, editor. Jakarta (ID): PT Index kelompok Gramedia. Terjemahan dari: Financial Managemen: Principles and Applications. Mardiyanto H. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan Teori, Soal, dan Jawaban. Jakarta (ID): PT Grasindo. Margaretha F, Ramadhan AR. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 12(2):119-130. Myers S. 1984. The Capital Structure Puzzle. Journal of Finance. 39. Prabansari Y, Kusuma H. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur go Public di Bursa Efek Jakarta. Kajian Bisnis dan Manajemen. Edisi Khusus Finance. 1-15. ISSN: 1410-9018. Rafiq M, Iqbal A, Atiq M. 2008. The Determinant of Capital Structure of the Chemical Industry in Pakistan. The Lahore Jurnal of Economics. 13(1):139158. Rajan GR, Zingales L. 1995. What do we know about capital structure? Some evidence from international data. Journal of Finance. 50. ISSN 1421-1460. Riyanto B. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta (ID): BPFE.
79
Ross S. 1977. The determinants of financial structure: The incentive signaling approach. Bell Journal of Economics. 8:23-40. Seftianne, Handayani R. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 13(1):39-56. Shah A, Khan S. 2007. Determinan of Capital Structure: Evidence from Pakistani Panel. International Review of Business Research Papers. 3(4):265-282. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Ed ke-9. Bandung (ID): CV Alvabeta. Sundjaja RS, Barlian I, Sundjaja DP. 2007. Manajemen Keuangan II. Ed ke-5. Bandung (ID): UNPAR Press. Teker D, Tasseven O, Tukel A. Determinants of Capital Structure for Turkeish Firms: A Panel data Analysis. International Research Journal of Finance and Economics. 29. ISSN 1450-2887. Utami ES. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur. Fenomena. 7(1):39-47. ISSN 1693-4296. Weston JF. 1996. Manajemen Keuangan Jilid 2. Ed ke-8. Lamarto Y, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa. Weston JF, Brigham EF. 1996. Dasar–Dasar Manajemen Keuangan Jilid II. Sirait A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. One-Sample-Kolmogorov-Smirnov (tanpa outlier)
82
Lampiran 2. Histogram
83
Lampiran 3. P-P Plot
84
Lampiran 4. F Test (ANOVA)
85
Lampiran 5. Deteminasi yang disesuaikan (Adjusted R Square)
86
Lampiran 6. t Test (Parsial)
87
Lampiran 7. Beta Coefficients
88
Lampiran 8. Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE) No
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BUMI PTBA PTRO MEDC RUIS ANTM CITA INCO TINS CNKO MITI
2007 30,92 29,01 27,97 30,66 26,75 30,12 27,02 30,51 29,25 27,35 25,55
2008 31,53 29,44 28,16 30,56 27,15 29,96 27,31 30,49 29,39 27,37 25,57
Tahun 2009 31,66 29,72 28,24 30,59 27,06 29,93 27,34 30,59 29,21 27,50 25,42
2010 31,83 29,80 28,38 30,70 27,11 30,13 27,99 30,66 29,40 27,82 25,47
2011 31,88 30,07 28,90 30,83 27,62 30,35 28,25 30,76 29,51 28,17 25,49
89
Lampiran 9. Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH) No
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BUMI PTBA PTRO MEDC RUIS ANTM CITA INCO TINS CNKO MITI
2007 12,17 28,04 23,87 16,08 25,08 65,16 33,71 -11,10 45,36 3,10 32,42
2008 85,67 53,46 19,93 -9,15 49,90 -14,93 33,30 -2,33 14,95 2,20 2,79
Tahun 2009 13,67 32,30 9,11 3,04 -8,79 -3,08 3,13 10,00 -16,06 13,58 -14,45
2010 18,44 7,97 14,40 11,64 5,46 23,06 91,22 8,02 21,12 38,00 5,09
2011 4,55 31,92 69,56 13,58 65,71 24,41 29,83 10,55 11,71 41,11 2,65
90
Lampiran 10. Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A) No
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BUMI PTBA PTRO MEDC RUIS ANTM CITA INCO TINS CNKO MITI
2007 23,70 9,06 37,60 23,99 10,10 25,10 51,67 65,93 10,23 25,65 40,44
2008 16,79 9,55 46,98 7,95 29,42 28,21 48,11 72,49 15,72 24,31 35,15
Tahun 2009 14,65 7,99 55,98 11,56 30,26 28,89 61,84 68,02 26,77 45,00 36,86
2010 11,67 12,71 64,17 11,10 24,81 23,10 53,73 66,87 23,67 33,24 30,19
2011 12,27 11,43 67,39 4,50 43,35 19,61 49,65 65,23 23,53 26,49 25,55
91
Lampiran 11. Hasil perhitungan profitabilitas (ROA) No
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BUMI PTBA PTRO MEDC RUIS ANTM CITA INCO TINS CNKO MITI
2007 32,4331 25,3711 8,7400 9,4752 15,1137 61,0836 26,3736 88,9121 53,5958 1,9741 2,1619
2008 20,4936 41,7869 4,0787 28,3124 11,1577 19,1907 37,9939 25,1660 37,1549 1,8738 6,7210
Tahun 2009 11,8339 46,5676 4,4394 5,4509 10,0731 8,3700 12,1871 11,6837 12,3991 1,8264 12,5210
2010 16,7747 29,8033 24,5578 13,4928 8,1507 18,7028 16,2015 26,6364 19,4340 8,7721 10,3274
2011 17,0903 35,2748 19,0412 11,7406 5,6298 17,0480 20,4369 18,9030 19,6857 7,6228 30,5569
92
Lampiran 12. Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES) No
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BUMI PTBA PTRO MEDC RUIS ANTM CITA INCO TINS CNKO MITI
2007 22,3552 16,7080 19,1423 26,7276 11,2206 113,3122 102,8325 73,8654 109,5555 1,7908 116,5867
2008 49,1256 74,9874 63,3778 19,0930 32,2785 -20,1214 56,4551 -43,5865 5,9783 5,3241 79,3361
Tahun 2009 2010 8,4842 -20,1389 23,9963 -11,6084 -16,5058 8,8013 -47,9832 39,2410 -11,9629 1,0194 -9,1807 0,3780 -56,3821 212,5843 -42,0049 67,7271 -14,8372 8,1636 24,8104 116,8302 -26,4917 24,6047
2011 36,6983 33,7889 41,0914 22,9543 11,0536 18,3220 61,3772 -2,6457 4,9209 35,9912 63,7226
93
Lampiran 13. Hasil perhitungan struktur modal (LDER) No
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BUMI PTBA PTRO MEDC RUIS ANTM CITA INCO TINS CNKO MITI
2007 0,3979 0,2036 0,2535 1,8362 0,6164 0,1685 0,4888 0,1795 0,0962 0,0836 0,1364
2008 1,0627 0,1657 0,4719 1,1366 1,0278 0,1741 0,0435 0,1450 0,0846 0,1238 1,3087
Tahun 2009 4,3825 0,1576 0,6659 1,1045 0,8634 0,1192 0,0693 0,2272 0,0940 0,1536 1,3322
2010 3,3085 0,1760 0,3005 1,1817 0,5563 0,0727 0,0596 0,2097 0,0972 0,1085 0,7833
2011 3,2731 0,1751 0,6632 1,0762 1,6827 0,3317 0,1643 0,2676 0,1196 0,1092 0,1902