FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI FILARIA DI RW II KELURAHAN PONDOK AREN SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
RUSMANTO 109104000034
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M
i
STJRAT PERTIYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah
ini
menyatakan dengan sebenar-berurnya
bahwa semua pemyataan dalam skripsi ini:
Nama
Rusmanto
NIM
109104000034
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi
Ilmu Keperawatan
Judul Slaipsi
:Faktor-faktot yang meolpengaruhi sikap dan peflaku masyarakat dalarn kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 KelurahanPondok Aren
Merupakan hasil studi pustaka, penelitian lapangan, dan karya sendiri dengan bimbingan dengan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan unhrk memperoleh gelar dari berbagai jenjang perguruan tinggi manapun dan semua
inforrrasi, datq dan hasil pengolahannya yang diajukan telah dinyatakan secara jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenmannya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
LEMBAR PERSETUJUAI\ Skripsi denganjudul
F'AKTOR FAKTPR YATTG MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKA"T DALAM KEPATUIIAN MINUM OBAT AI\ITI FILARIA DI RW U KELTIRATIAN POI\II}OK AREN Telah disgtujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi IImu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatutlah Jakarta
Disusun oleh:
RUSMANTO 1.09104000034
Jakart:- Jartuai2Dl4
ry
Pembirnbins I
Pembimbing
tu
Tien Gartinah. M.N
II
Nia Damiati. SKp, M.SN
NIP: 19790114 200501 2007
PROGBAM STTIDI ILMU KEPERAWATAI\I DAFI ILMU KESEHATAI\I T]NIYERSITAS TSLAM NEGERI SYARIF IIIDAYATULLAII JAKARTA 1434Ht 2014
TAKULTAS KEDOKTERAN
ilt
LEMBA,R PENGESAHAN Skripsi denganjudul
FAKTOR TAKTPR YAI\G MEMPENGART'Iil SIKAP DAIY
PERILAKU MASYARAKA'T DALAM KEPATI'HAN MINUM OBAT ANTI TILARIA DI RW II KELT]RAIIAN POI\IDOK AREN Telah disuspn dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:
RUSMANTO 109104000034 Jakartab Januari 2014 Pembimbing I
Pembimbing
Tien Gartinah. M.N
Nia Damiati. SKp. M.SN
MP:
Penguji
II
19790114 200501 2007
Penguji II
I
W i
-
.g@\ Nia Damiati. SKp. M.SN
NIP. 19801119
It[P:
Penguji
III
,r.*fu:.M.N IV
19790114 200501 2007
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, Desember 2013 Rusmanto, NIM : 109104000034 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren ixx + 86 halaman, 20 tabel, 2 bagan, 5 lampiran ABSTRAK Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. Salah satu cara untuk mencegah filariasis adalah dengan mengkonsumsi obat DEC 3 butir dan 1 butir albendazol setiap tahun. Keefektifan program sangat tergantung pada sikap dan perilaku yang menunjukkan kepatuhan masyarakat dalam minum obat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam kepatuhan mengkonsumsi obat Anti Filaria, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui faktor demografi masyarakat RW 2 serta diketahuinya faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan bersifat retrospektif. Jumlah sampel 65 orang (19 laki-laki dan 46 perempuan). Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportionate clustering sampling. Analisis data yang dilakukan adalah univariat, dan bivariat menggunakan Pearson correlation, Spearman correlation, dan chi square. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa responden perempuan (70,8%), dewasa (61,5%), berpendidikan menengah (60%), berpendapatan cukup (41,5%), dan berpengetahuan cukup (43,1%). Hasil bivariat menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk Puskesmas Pondok Aren agar mengubah waktu dan metode pelaksanaan program, serta lebih memperluas pendidikan kesehatan ke semua kelompok umur.
Kata kunci
: Filariasis, Sikap, Perilaku
Daftar Pustaka : 40 (2000-2013)
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi , Desember 2013 Rusmanto , NIM : 109104000034 Factors that influence the attitudes and behavior of people in the anti- filarial drug compliance in RW 2 Village Pondok Aren ixx + 86 pages , 20 tables , 2 charts , 5 appendices
ABSTRACT Filariasis (elephantiasis) is an infectious disease caused by filarial worms which transmitted by various species of mosquitos. This disease is chronic (chronic) and if not treated lead to permanent disability in the form of enlargement of the legs, arms and genitals. One way to prevent filariasis is by taking medication DEC 3 tablets and 1 tablet albendazole each year. The effectiveness of the program is highly dependent on the attitudes and behaviors that demonstrate compliance of the community in taking the drugs. This study aims to determine the factors that affect the public in RW 2 Village Pondok Aren in compliance Anti- filarial drugs, while the particular goal to determine the demographic factors of RW 2 and to know factors sex, age, education, income, and knowledge. This study used a cross sectional design and retrospective quantitative approach. The number of samples of 65 persons (19 mens and 46 womens). Sampling technique using clustering proportionate sampling. Data analysis was performed univariate and bivariate using Pearson correlation, Spearman correlation, and chi square. Based on the results of the univariate known for sex factors was female respondents (70.8%), for age factor was adults (61.5%), for education factor was secondary education (60%), income factor was sufficient income (41.5%), and for knowledge factor was knowledgeable enough (43.1%). Bivariate results indicate there is no significant difference that influence attitudes and behavior. Based on the research results , it is advisable to Pondok Aren health centers in order to change the timing and method of implementation of the program , as well as further expand health education to all age groups.
Keywords : filariasis , Attitude , Behaviour References: 40 (2000-2013)
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi bagaikan kumpulan ilmu, keringat, jerih payah, dan suka duka selama 4 tahun menjalani bangku perkuliahan. Lembar ini saya dedikasikan untuk mereka yang selalu sedia membantu dan menyemangati. Terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada:
Allah SWT yang senantiasa telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya. Kedua orang tua tercinta (bapak Ahmad dan ibu Tumisah)yang telah senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan selalu mendoakan untuk keberhasilan saya. Kakak dan kakak ipar saya tersayang (Turmudi dan Pujiyati) yang selalu memberi memotivasi kepada saya untuk segara menyelesaikan tugas akhir saya ini. Keponakan kecil saya (Ahmad Uwais Al Qoroni) yang selalu memberikan celotehancelotehan yang menghibur dan memberikan semangat. Kakek-kakek dan Nenek-nenek saya (Alm. Bp Sudiran, Alm. Ibu Mu’inah, Bapak Sukadi, dan Ibu Karjan) yang telah mendoakan saya sampai akhir hayatnya. Keluarga besar yang tak bisa disebut satu persatu. Rafita Octavia yang telah membantu dan menyemangati saya, adikku Ummi Zulaikhah yang membantu dan berjuang bersama. Sahabat group ONE (Adelia Nining Qoys Rusmanto dan Ummi) yang telah bersama-sama untuk saling membantu medukung memotivasi dan bertukar pikiran dalam menyelasaikan tugas akhir ini. Teman-teman calon Ners angkatan 7 UIN Jakarta yang telah berjuang bersama.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat Dalam Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW II Kelurahan Pondok Aren” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan. Selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 2.
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Tien Gartinah, M.N Selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan banyak memberi saran demi terselesaikannya penulisan penelitian ini.
4.
Ibu Nia Damiati, SKp, M.SN selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan dalam penulisan penelitian ini.
5.
Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan selama proses perkuliahan.
6.
Seluruh dosen PSIK
yang telah memberikan ilmunya dan segala
pengalamannya yang tak ternilai sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi kami selaku mahasiswa. 7.
Seluruh staff bidang akademik FKIK dan PSIK yang telah membantu kelancaran hal-hal administratif.
8.
Kedua Orang Tua saya (Bapak Ahmad dan ibu Tumisah) tercinta yang selalu memberi kasih sayang, dukungan, do’a dan semangat selama hidup ini dan demi terselesaikannya penelitian ini. Kakakku Turmudi yang selalu mendukung dalam setiap langkah saya.
9.
Puskesmas Pondok Aren khususnya ibu Sri Rejeki selaku TU dan ibu Bidan Menik selaku Kepala Bidang Filariasis yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data.
10. Masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren khususnya bapak ketua RW yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data penduduk. 11. Teman-teman satu bimbingan dan seluruh angkatan 2009 yang telah berjuang bersama dalam menggapai mimpi dan cita-cita. Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua kesalahan diampuni oleh Allah. Amin.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
HAL
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iv ABSTRAK ........................................................................................................................ vi KATA PENGANTAR .............................................................................................viii LEMBAR PERSEMBAHAN ..................................................................................x DAFTAR ISI............................................................................................................xi DAFTAR TABEL....................................................................................................xiv DAFTAR BAGAN ..................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang ...............................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..........................................................................................6 C. Pertanyaan Penelitian .....................................................................................8 D. Tujuan Penelitian............................................................................................9 E. Manfaat Penelitian..........................................................................................9 F. Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................11 A. Filariasis .........................................................................................................11 1. Pengertian Filariasis...................................................................................11 2. Etiologi dan penularan ...............................................................................12 3. Tanda dan gejala filariasis .........................................................................16 4. Penatalaksanaan filariasis ..........................................................................17 5. Pencegahan ................................................................................................18 B. Sikap ...............................................................................................................20 1. Pengertian sikap ......................................................................................20 2. Komponen sikap .....................................................................................21 3. Karakteristik sikap ..................................................................................22 4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang ......................23 C. Perilaku ...........................................................................................................25 1. Pengertian perilaku ..................................................................................25 2. Ciri-ciri perilaku manusia........................................................................25 3. Proses pembentukan perilaku ..................................................................27 4. Faktor pembentuk perilaku......................................................................28 5. Gambaran Kepatuhan dalam Berperilaku ...............................................31 E. Kerangka teori ................................................................................................33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...............34 A. Kerangka Konsep ...........................................................................................34 B. Hipotesis .........................................................................................................35 C. Definisi Operasional .......................................................................................36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................41 A. Desain Penelitian ............................................................................................41 B. Tempat dan waktu ..........................................................................................41 C. Populasi dan Sampel ......................................................................................42 D. Instrumen penelitian .......................................................................................46 E. Pengujian instrumen .......................................................................................47 1. Uji validitas................................................................................................47 2. Uji reliabilitas ............................................................................................48 G. Metode pengumpulan data .............................................................................49 H. Teknik analisa data .........................................................................................50 1. Analisis univariat .......................................................................................50 2. Analisis bivariat .........................................................................................50 3. Pengolahan data .........................................................................................51 F. Etika penelitian ...............................................................................................52
BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................................54 A. Profil RW 2 Kelurahan Pondok Aren.............................................................54 B. Hasil analisa univariat ....................................................................................55 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ..................................55 2. Karakteristik responden berdasarkan umur ...............................................55 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ......................................56 4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan .....................................56 5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...................................57 6. Karakteristik responden berdasarkan sikap ...............................................58 7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku...........................................58 C. Hasil analisa bivariat ......................................................................................59 1. Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap .........................................59 2. Hubungan antara umur dengan sikap ........................................................60 3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...............................................61 4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...............................................62 5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap .............................................63 6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku .......................................64 7. Hubungan antara umur dengan perilaku ....................................................65 8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ..........................................66 9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ..........................................67 10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ........................................68
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................69 A. Analisa univariat.............................................................................................69 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ..................................69 2. Karakteristik responden berdasarkan umur ...............................................69 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ......................................70 4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan .....................................70 5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...................................71 6. Karakteristik responden berdasarkan sikap ...............................................72 7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku...........................................72 B. Analisa bivariat...............................................................................................73 1. Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap .........................................73 2. Hubungan antara umur dengan sikap ........................................................74 3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...............................................75 4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...............................................76 5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap .............................................77 6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku .......................................78 7. Hubungan antara umur dengan perilaku ....................................................79 8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ..........................................80 9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ..........................................81 10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ........................................82 C. Keterbatasan penelitian ..................................................................................83
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................84 A. Kesimpulan .....................................................................................................84 B. Saran ...............................................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1.
Tabel 3.1 Definisi operasional ..................................................................... 36
2.
Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang mendapatkan obat anti filaria tahun 2012 .................................................... 43
3.
Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrumen ..................................................... 48
4.
Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ....................55
5.
Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan umur .................................55
6.
Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ........................56
7.
Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ........................57
8.
Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ......................57
9.
Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan sikap .................................58
10. Tabel 5.7 Karakteristik responden berdasarkan perilaku .............................58 11. Tabel 5.8 Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap ...........................59 12. Tabel 5.9 Hubungan antara umur dengan sikap ...........................................60 13. Tabel 5.10 Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...............................61 14. Tabel 5.11 Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...............................62 15. Tabel 5.12 Hubungan antara pengetahuan dengan sikap .............................63 16. Tabel 5.13 Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku .......................64 17. Tabel 5.14 Hubungan antara umur dengan perilaku ....................................65 18. Tabel 5.15 Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ...........................66 19. Tabel 5.16 Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ..........................67 20. Tabel 5.17 Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ........................68
DAFTAR BAGAN
1. Bagan 2.2 Kerangka Teori ..................................................................... 33 2. Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................................. 34
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 2. Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden 3. Lampiran 3 Kuesioner Penelitian 4. Lampiran 4 Surat Ijin Studi Pendahuluan 5. Lampiran 5 Surat ijin penelitian 6. Lampiran 6 Hasil analisa software statisik
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Depkes RI,2009). Filariasis limfatik sekarang telah menginfeksi sekitar 120 juta manusia di Afrika, Amerika Latin, Pulau-pulau Pasifik, dan Asia; lebih dari 75% dari kasus ini terpusat di Asia (Ryan and Ray, 2004). Diperkirakan sekitar 120 juta orang di daerah tropis dan subtropis di dunia terinfeksi filariasis limfatik ini. Hampir 25 juta orang laki-laki memiliki penyakit filariasis pada bagian kelamin (paling sering hidrokel) dan hampir 15 juta, sebagian besar wanita, memiliki lymphoedema atau elephantiasis dari kaki (WHO, 2012). Penyakit filariasis dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 200 spesies filaria. Dari 200 spesies tersebut hanya sedikit yang menyerang manusia. Masyarakat yang beresiko terserang adalah mereka yang bekerja pada daerah
2
yang terkena paparan menahun oleh nyamuk yang mengandung larva. Di seluruh dunia, angka perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang. Di Asia, filaria endemik terjadi di Indonesia, Myanmar, India, dan Sri Lanka (Widoyono, 2008). Sebanyak 851 juta penderita filariasis berada di Asia Tenggara dengan Indonesia menjadi negara dengan kasus filariasis yang paling tinggi, dan Myanmar menjadi peringkat kedua. Pada tahun 2001 hingga 2004 berturutturut jumlah kasus filariasis yang terjadi di Indonesia, yaitu sebanyak 6.181 orang, 6.217 orang, 6.635 orang, dan 6.430 orang. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus sebanyak 10.239 orang. Pada tahun 2006, sekitar 66% wilayah Indonesia dinyatakan endemis filariasis (Puji dkk,2010). Sampai saat ini filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sampai tahun 2008, dilaporkan jumlah kasus kronis filariasis secara kumulatif sebanyak 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota. Sebanyak 316 kabupaten/kota dari 471 kabupaten/kota telah terpetakan secara epidemiologis endemis filariasis sampai dengan tahun 2008. Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19% (40 juta) dari seluruh populasi 220 juta. Bila tidak dilakukan pengobatan massal maka akan ada 40 juta penderita filariasis di masa mendatang. Di samping itu, mereka menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di 316 kabupaten/kota endemis tersebut (Depkes RI, 2008). Di Provinsi Banten sendiri, Filariasis masih menjadi masalah serius yang membutuhkan penanganan ekstra. Provinsi yang mempunyai luas
3
wilayah 9.160,70 km² ini tercatat masih terdapat penderita filariasis sampai saat ini. Pada tahun 2006 tercatat sebanyak 67 penderita filariasis. Pada tahun 2008 jumlah penderita meningkat menjadi 91 penderita (Depkes RI, 2009). Filariasis masih menjadi salah satu masalah serius di kota Tangerang Selatan. Kota yang memulai awal otonomi pada tahun 2008 ini, masih menjadi salah satu endemi filariasis di Propinsi Banten. Jumlah penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan mencapai 2,4% dari seluruh jumlah penduduk Tangerang Selatan (Dadang, Oktober 2012). Lidya (2009) mengatakan bahwa jumlah penderita positif filariasis dan sudah mengalami pembengkakan adalah 30 orang sedangkan penderita mikrofilaria adalah 800 ribu orang (Republika, 2009). Pengobatan massal sudah dijalankan di Kota Tangerang Selatan dan mencapai 80% dari seluruh penduduk kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta di sebelah utara wilayah ini. Program pemberantasan filariasis ini akan dijalankan setiap tahun selama 5 tahun. Dari dijalankannya program ini, diharapkan agar penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan dapat ditekan bahkan dihilangkan. Kecamatan
Pondok
Aren
merupakan
satu
daerah
di
bawah
pemerintahan kota Tangerang Selatan. Sama seperti wilayah yang lain di Tangerang Selatan, Pondok Aren juga menjalankan program pencegahan filariasis, mengingat Pondok Aren adalah wilayah dengan jumlah penderita Filariasis terbesar kedua setelah Kampung Sawah di Kota Tangerang Selatan. Di Kampung Sawah sendiri tercatat sekitar 2% dari seluruh penduduknya
4
terinfeksi mikrofilaria (Dinkes Tangsel, 2013). Pada tes darah tahun 2009, didapatkan lebih dari 1% penduduk Pondok Aren positif filariasis. Dari hasil ini, maka Program pemberantasan filariasis juga dijalankan di Pondok Aren. Kepala
bidang
pembinaan
filariasis
puskesmas
Pondok
Aren
mengatakan, bahwa kasus terbanyak filariasis di Pondok Aren adalah RW 2. Pada tahun 2010 terdapat 48 orang atau sebesar 3% penduduk positif mikrofilaria pada apusan darah tepi. Hal ini yang menyebabkan RW 2 kelurahan Pondok Aren sebagai penyumbang terbesar kasus filariasis di Pondok Aren. Filariasis bila dibiarkan dapat menimbulkan beberapa dampak. Dampak pada tubuh individu penderita adalah terjadinya kecacatan permanen yang terjadi pada tangan, kaki, buah zakar, dan bagian-bagian tubuh lainnya. Dampak secara psikologis adalah perasaan kurang indah dan tidak berdaya karena kecacatan tersebut. Dampak secara ekonomi adalah dengan keadaan yang demikian, akan terjadi penurunan kemampuan dalam bekerja sehingga menurunkan produktifitas yang berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi. Dampak secara politik adalah menurunnya angka kesehatan di daerah tersebut (Depkes, 2010). Puskesmas Pondok Aren telah menjalankan program pemberantasan filariasis dengan membagikan obat pencegahan filariasis kepada penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pondok Aren termasuk RW 2. Puskesmas memberikan obat melalui kader-kader yang telah dilatih. Obat yang dibagikan berjumlah 5 tablet per kemasan. 3 tablet DEC (Diethylcarbamazine), 1 tablet Albendazole, dan 1 tablet Parasetamol.
5
Salah satu kelemahan program yang telah dijalankan puskesmas Pondok Aren dalam mencegah filariasis ini adalah tidak adanya pemantauan secara langsung respon masyarakat terhadap obat yang diberikan. Sehingga, masih banyak masyarakat yang takut mengkonsumsi obat yang telah dibagikan. Dari 15 orang yang telah diwawancarai, 11 orang mengatakan tidak mengkonsumsi obat anti filaria yang telah dibagikan. “Saya takut minum obat yang bukan dari dokter”, kata salah satu warga RW 2 Pondok Aren. “Karena takut, jadi tidak saya minum obat tadi”. Ibu yang berumur 38 tahun ini menambahkan. Sedangkan warga lainnya mengatakan tidak mau minum obat karena merasa tidak sakit dan tidak akan terkena filariasis. Beliau meyakini jika hidup bersih dan sistem imun bagus, maka tidak akan terkena filariasis. Dalam hal pemberian obat untuk upaya pencegahan filariasis ini, perawat mempunyai peran dalam mendidik masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu termasuk pemberian obat anti filariasis. Dalam hal memberikan obat ini, perawat harus menguasai tekhnik serta aturan dalam menggunakan obat tersebut. Di dalam memberikan obat kepada pasien, perawat harus mengetahui beberapa hal yang akan terjadi pada pasien setelah pemberian obat ini, diantaranya interaksi obat, efek samping obat, waktu kerja obat, dan lain-lain. Dalam hal ini, perawat kesehatan masyarakat (PERKESMAS) mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan program pemerintah dalam membina kesehatan (Brooker, 2009). Hal tersebut sesuai juga dengan ajaran dalam Islam bahwa kita harus selalu menjaga kesehatan dan tidak
6
melakukan hal-hal yang dapat menularkan atau tertular suatu penyakit. Sebagaimana hadits Rosulullah di bawah ini : ُ َح ِد ْي أ ُ ْرسِ ل َ َعلَى َطائِ َف ٍة،س ٌ سلَّ َم “اَل َّطا ُع ْونَ ِر ْج َ صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ ِس ْول ُ هللا ُ َقال َ َر:َ سا َم َة بْنُ َز ْي ٍد َقال َ ُث أ ض َوأَ ْن ُت ْم بِ َها ٍ َوإ ِ َذا َو َق َع بِأ َ ْر.ض َف ََل َت ْق َد ُم ْوا َعلَ ْي ِه ٍ سم ِْع ُت ْم بِ ِه بِأ َ ْر َ َفإِ َذا، أَ ْو َعلَى مَنْ َكانَ َق ْبلَ ُك ْم،َمِنْ َبنِى إِ ْس َرائِ ْيل ارا ِم ْن ُه ً ( َو فِى ِر َوا َي ٍة) ََل ُي ْخ ِر ُج ُك ْم إِ ََّل ف َِر.ارا ِم ْن ُه ً ” َف ََل َت ْخ ُر ُج ْوا ف َِر
Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un (wabah cacar) itu suatu siksa yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani Isra’il atau atas umat yang sebelummu. Maka bila kamu mendengar bahwa penyakit itu berjangkit di suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu, dan jika di daerah di mana kamu telah ada di sana maka janganlah kamu keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari padanya”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, seyogyanya sebagai perawat mempunyai perhatian terhadap kondisi ini. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren.
B. Rumusan Masalah Pemerintah kota Tangerang Selatan (2012) telah mengeluarkan kebijakan dan program untuk menekan angka kejadian filariasis. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah menjalankan program sesuai yang telah diputuskan, namun belum adanya pemantauan secara langsung respon dan sikap serta perilaku masyarakat terhadap obat ini, maka efektifitas
7
pencegahan dari sikap dan perilaku dalam hal menerima dan mengkonsumsi obat belum dapat teridentifikasi secara jelas. Terdapat beberapa penelitian terkait mengenai filariasis diantaranya, Supali (2010) mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai keberhasilan program eliminasi filariasis di kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur didapatkan bahwa salah satu penunjang tingkat keberhasilan program eliminasi
filariasis
adalah
faktor
pengetahuan,
dimana
peningkatan
pengetahuan dari 54% menjadi 89% ternyata dapat meningkatkan cakupan konsumsi obat anti filariasis sebanyak 80%. Training in Tropical Disease Research (TDR, 2000) dalam risetnya tentang Community Directed Treatment of Lymphatic Filariasis in Africa mengatakan bahwa wanita lebih cenderung mengikuti dan patuh terhadap program eliminasi filariasis, dimana 52,8% dari total responden yang patuh terhadap program adalah wanita. Widayati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen melaporkan bahwa pada umumnya ibu dengan pengetahuan baik 27% akan lebih memberikan imunisasi polio secara lengkap dibandingkan dengan ibu dengan pengetahuan sedang 53%. Hal ini dikarenakan bahwa pengetahuan dapat mempengaruhi sikap dan tindakan orang tua dalam menjaga kesehatan anaknya. Sedangkan pada variabel pendidikan, ibu dengan pendidikan tinggi (SLTA dan PT) 50% memberikan imunisasi polio secara lebih lengkap
8
dibandingkan ibu dengan pendidikan dasar (SD dan SLTP) 41%. Hal ini dikarenakan bahwa pendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu inovasi dengan manfaat yang besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Peneliti memilih judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren karena dilihat dari tingkat kepentingan program yang sangat tinggi. Program pencegahan filariasis tidak akan berjalan lancar, jika masyarakat tidak mau menjalankan program yang berupa minum obat anti filaria yang dibagikan. Penelitian ini dilakukan agar didapatkan faktor yang dominan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat, sehingga petugas dapat melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar program yang dijalankan dapat berjalan dengan tanpa kendala.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan) yang menjadi penyebab penularan filariasis di RW 2? 2. Apakah faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren dalam minum obat anti filaria? 3. Apakah faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam minum obat anti filaria?
9
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam kepatuhan mengkonsumsi obat Anti Filaria
2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran demografi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren. b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filariasis. c. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filariasis.
E. Manfaat Penelitian a. Instansi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data yang menjadi gambaran efektifitas program yang dilaksanakan oleh Puskesmas. Selain manfaat tersebut, penelitian ini juga diharapkan agar dapat memberikan satu gambaran pentingnya perkesmas di Indonesia.
10
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan keperawatan di komunitas dalam mengembangkan program pembelajaran keperawatan medikal bedah dan komunitas serta dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bersifat analitik, dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria, sehingga selanjutnya dapat menentukan intervensi yang cocok untuk diberikan ke masyarakat agar pencegahan filariasis bisa efektif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FILARIASIS 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan
kematian,
tetapi
dapat
menurunkan
produktivitas
penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan microfilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, filariasis sering juga disebut penyakit kaki gajah. Akibat paling fatal bagi penderita
adalah
kecacatan
permanen
yang
sangat
mengganggu
produktivitas (Widoyono, 2008). Penyakit filariasis limfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (Depkes RI, 2008). Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikrofilaria yang menyebabkan kecacatan secara permanen, namun tidak menyebabkan kematian.
11
12
2. Etiologi dan penularan a) Agen penyebab Filariasis Beberapa spesies filaria yang menyerang manusia diantaranya adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus. W. bancrofti dan B. Timori banyak ditemukan di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika, sedangkan O. Volvulus banyak terdapat di Afrika (Widoyono, 2008) 1) Wuchereria bancrofti Wuchereria bancrofti adalah salah satu spesies yang paling sering menyebabkan filariasis limfatik. Spesies ini berbentuk seperti benang-benang halus berwarna putih yang terletak melingkar di pembuluh limfatik, cacing jantan dan betina dapat menimbulkan gejala. Mikrofilaria W. bancrofti mempunyai ciri yang membedakan dengan mikrofilaria lainnya yaitu terdapat dalam darah, mempunyai selubung, ukurannya sekitar 360 m, dan periode aktifnya biasanya adalah nocturnal atau malam hari (Ryan & Ray, 2004). Periodesitas nokturna menunjukkan bahwa pada siang hari mikrofilaria berkumpul dalam darah kecil paru-paru, sedangkan pada malam hari mikrofilaria dilepaskan ke dalam pembuluh darah tepi. Diduga periodisitas berkaitan dengan perbedaan tekanan oksigen antara darah vena dan arteri pada waktu siang dan malam
13
hari (Hawking dalam Djaenudin & Ridad, 2009). Dari periode inilah dapat ditentukan waktu pengambilan darah tepi untuk pemeriksaan agar lebih akurat. 2) Brugia malayi Brugia malayi dewasa memiliki ukuran tubuh setengah dari W. bancrofti. Perbedaan mendasar dari keduanya adalah dari panjangnya, karakteristik pewarnaan dan struktur internal cacing. Brugia malayi mempunyai ciri berada di darah, mempunyai selubung, ukurannya sekitar 220 m dan periodenya nokturnal. Mikrofilaria Brugia malayi akan berada di pembuluh darah paruparu pada siang hari dan akan berpindah ke pembuluh darah perifer pada malam hari, dimana mereka akan banyak ditemukan antara jam 9 malam sampai jam 2 pagi (Ryan & Ray, 2004). Hospes dari cacing ini adalah manusia, kera, kucing, anjing. Sedangkan vektor nya adalah nyamuk Anopheles barbirostris (Juni, dkk, 2006) Parasit B. malayi ditularkan oleh berbagai spesies dari genus Mansonia, di beberapa daerah, nyamuk Anopheles dapat juga menjadi tempat untuk transmisi infeksi. Parasit Brugian terbatas pada wilayah Asia selatan dan tenggara, terutama India, Indonesia, Malaysia dan Filipina (WHO, 2012). 3) Brugia timori Habitat cacing dewasa Brugia timori biasa ditemukan pada kelenjar limfe, tetapi pada binatang percobaan ditemukan pada
14
paru-paru, jantung dan pembuluh besar seperti limphatik dan testis. Persebaran B. Timori ini ada di Timor timur, Bagian timur pulau Flores, dan sedikit di kepulauan Sunda kecil. Vektor dari B. Timori yaitu Anopheles barbirostris (Djaenudin & Ridad, 2009). 4) Onchocerca volvulus Onchocerca volvulus adalah parasit yang menyebabkan onchocerciasis yang ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan vektor lalat. Cacing Onchocerca volvulus dewasa bisa hidup selama lima belas tahun dalam tubuh manusia. Cacing jantan dan betina membelitkan di nodul dalam jaringan subkutan kulit. Setelah kawin, cacing betina melepaskan sekitar 1000 larva mikrofilaria hari ke jaringan sekitarnya. Mikrofilaria hidup selama 1-2 tahun, bergerak di sekitar tubuh dalam jaringan subkutan. Ketika mereka mati, mereka menyebabkan respons peradangan yang mengarah ke ruam kulit, lesi, rasa gatal dan depigmentasi kulit. Mikrofilaria juga bermigrasi ke mata, di mana mereka menyebabkan
inflamasi
dan
komplikasi
lain
yang
dapat
menyebabkan kebutaan. Onchocerciasis ditularkan melalui gigitan dari lalat hitam Simulium. Lalat hitam ini berkembang biak dengan cepat di aliran air dan sungai, meningkatkan risiko infeksi kepada orang-orang yang tinggal di dekatnya. Ketika lalat hitam Simulium betina menggigit orang yang terinfeksi dan menghisap darah, mikrofilaria akan ditransfer ke dari orang ke lalat. Selama satu
15
sampai tiga minggu, mikrofilaria berkembang dalam lalat membentuk
larva
infektif.
Kemudian
larva
infektif
akan
ditransmisikan kepada orang lain ketika lalat mengambil makanan yang berupa darah. Di dalam tubuh manusia, larva bermigrasi dalam jaringan subkutan, membentuk nodul dan perlahan-lahan tumbuh menjadi cacing dewasa, kemudian menyelesaikan siklus (WHO, 2013). b) Vektor Filariasis ditularkan oleh gigitan nyamuk. Ketika nyamuk dengan larva tahap infektif menghisap darah, parasit disimpan pada kulit seseorang, dari mana mereka masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Larva ini kemudian bermigrasi ke pembuluh limfatik dan berkembang menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, menyebabkan kerusakan dan dilatasi pembuluh limfatik. Filaria
dewasa hidup selama beberapa
tahun dalam tubuh manusia. Selama waktu ini, mereka menghasilkan jutaan mikrofilaria dewasa yang beredar dalam darah perifer dan dicerna oleh nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi. Bentuk larva lebih berkembang dalam nyamuk sebelum ditularkan kepada manusia. Dengan demikian, siklus penularan dapat berlangsung (CDC, 2010). c) Penularan Filariasis Siklus hidup W. bancrofti dan B. malayi dimulai dari saat filaria betina dewasa dalam pembuluh limfe manusia memproduksi sekitar
16
50.000 mikrofilaria per hari ke dalam darah. Nyamuk kemudian menghisap mikrofilaria pada saat menggigit manusia, selanjutnya larva tersebut akan berkembang dalam tubuh nyamuk, dan ketika nyamuk menggigit manusia, larva infektif akan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva akan bermigrasi ke saluran limfe dan berkembang menjadi bentuk dewasa. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi setelah 6 bulan-1 tahun setelah terinfeksi dan bisa bertahan 5-10 tahun. Vektor utama filaria adalah nyamuk Anopheles, Culex, Mansonia, dan Aedes(Widoyono, 2008).
3. Tanda dan Gejala Filariasis Penderita
filariasis
bisa
tidak
menunjukkan
gejala
klinis
(asimtomatis). Hal ini disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena memang tidak terdapat mikrofilaria dalam darah. Apabila menunjukkan gejala, maka yang sering ditemukan adalah gejala akibat manifestasi perjalanan kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut) bersifat tidak khas seperti demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam berulang, lagi 1-2 bulan kemudian, atau gejala lebih sering timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Tahap kedua (fase kronis) dapat timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak dengan tidak ada luka di badan. Dapat teraba garis seperti urat dan berwarna merah, serta terasa sakit dari benjolan menuju ke arah ujung kaki atau tangan.
17
Gejala terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan penyumbatan pembuluh limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan pembengkakan pada daerah yang bersangkutan. Tanda klinis yang sering ditemukan adalah pembengkakan skrotum (hidrokel) dan pembengkakan anggota gerak terutama kaki (elefantiasis). Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah (Widoyono, 2008).
4. Penatalaksanaan filariasis Depkes RI melalui Direktorat Jenderal PP dan PL (2007) menentukan jenis obat yang dipakai buat pengobatan filariasis di Indonesia yaitu: 1. Dietilkarbamazin (DEC) DEC merupakan obat filariasis terpilih terhadap mikrofilaria dan makrofilaria. DEC bersama Albendazol digunakan untuk mengontrol limfatik filariasis, dapat menurunkan mikrofilaria dengan baik selama setahun. Pemberian sekali setahun selama 4-6 tahun bertujuan untuk mempertahankan kadar mikrofilaria dalam darah tetap rendah, sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan. Periode pengobatan ini diperhitungkan dengan masa subur cacing dewasa.
18
2. Albendazol Albendazole adalah obat yang dapat meningkatkan efek DEC dalam melemahkan dan membunuh mikrofilaria. Albendazole adalah obat yang telah digunakan secara luas sebagai obat cacing usus (cacing gelang, kremi, cambuk, dan tambang). Dalam penggunaannya, albendazole jarang menimbulkan efek samping pada pemakaian jangka pendek. Namun jika albendazol digunakan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping berupa mual, nyeri ulu hati, pusing, sakit kepala, diare, keluar cacing, demam, lemas, dan asma.
5. Pencegahan Menurut Widoyono (2008), angka kejadian filariasis dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu: 1. Pengobatan massal Cara pencegahan penyakit yang paling efektif adalah mencegah gigitan nyamuk pembawa mikrofilaria. Apabila suatu daerah sebagian besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan massal dengan DEC, Ivermectin, atau albendazol dapat diberikan setahun sekali dengan sebaiknya dilakukan paling sedikit selama lima tahun. WHO (2010) melaporkan bahwa pengobatan secara massal sangat efektif untuk memberantas filariasis. Di Amerika, terdapat 3,4 juta penduduk yang terinfeksi mikrofilaria dan 2,7 juta diantaranya dapat sembuh karena menjalani pengobatan secara massal. Tidak jauh
19
berbeda dengan di kawasan Timur Tengah, filariasis telah menginfeksi sebanyak 550.000 penduduk di Mesir, Sudan, dan Yaman. Dengan adanya pengobatan massal ini, 510.000 penduduk dapat sembuh. Sedangkan di Asia Tenggara, 587 juta penduduk terinfeksi filariasis di tahun 2008. Pengobatan massal di tahun tersebut hanya efektif pada 426 juta penduduk saja. Dari gambaran hasil di atas, pengobatan massal adalah salah satu cara yang efektif untuk memberantas filariasis di dunia apabila semua lapisan masyarakat sadar dan ikut dalam program tersebut. 2. Pengendalian vektor Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran pembuangan air, pengaliran air tergenang, dan penebaran bibit ikan pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi udara, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat nyamuk semprot (Widoyono, 2008). 3. Peran serta masyarakat Warga masyarakat diharapkan bersedia datang dan mau diperiksa darahnya pada malam hari saat ada kegiatan pemeriksaan darah, bersedia minum obat anti-penyakit kaki gajah secara teratur sesuai dengan ketentuan yang diberitahukan oleh petugas, memberitahukan kepada kader atau petugas kesehatan bila menemukan penderita
20
filariasis, dan bersedia bergotong royong membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangbiakan nyamuk.
B. SIKAP 1. Pengertian Sikap Sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau masyarakatnya, baik lingkungan alamiahnya, maupun lingkungan fisiknya). Walaupun berada dalam diri seorang individu, sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-budaya, dan sering juga bersumber kepada sistem nilai-budaya.(Koentjaraningrat, 2004). Sikap adalah cara kita melihat dengan pikiran kita. Seringkali kita melihat atau menilai sesuatu berdasarkan “apa yang biasa kita lihat”atau “apa yang ingin kita lihat”(Sugiarto, 2004). Alport (1935) dalam Rusmi (2009) mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu respon atau reaksi seseorang dari suatu stimulus yang diberikan dan akan mendasari seseorang tersebut untuk melakukan sesuatu atau menimbulkan perilaku.
21
2. Komponen sikap Notoatmodjo
(2010) dalam buku
Ilmu Perilaku Kesehatan
menyebutkan bahwa sikap mempunyai 3 komponen yaitu: a) Komponen kognitif Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen kognitif ini adalah olahan pikiran manusia atau seseorang terhadap kondisi eksternal atau stimulus yang menghasilkan pengetahuan. Komponen kognitif ini bisa didapatkan dari tempat-tempat yang memberikan informasi pendidikan seperti sekolah, media massa, dan kelompok atau komunitas pengendali suatu penyakit. Sebagai contoh, seseorang dengan pendidikan sekolah dasar akan sangat berbeda dalam mengambil sikap jika dibandingkan dengan seseorang dengan pendidikan tinggi. b) Komponen afektif Adalah aspek emosional yang berkaitan dengan penilaian terhadap apa yang diketahui manusia. Setelah seseorang mempunyai pemahaman atau pengetahuan terhadap stimulus atau kondisi eksternalnya, maka selanjutnya akan mengolahnya lagi dengan melibatkan emosionalnya. Komponen ini dapat didapatkan ketika seseorang terpapar dengan suatu lembaga pemberantas suatu penyakit atau suatu penyakit telah menimpanya. Sebagai contoh adalah, jika seseorang terkena suatu penyakit, maka dia akan terpengaruh secara emosional seperti sedih, kurang berguna, dan tekat untuk sembuh.
22
c) Komponen konatif Adalah aspek visional yang berhubungan dengan kecenderungan atau kemauan bertindak. Komponen ini biasanya didapatkan jika seseorang telah bergabung dengan suatu lembaga kesehatan, salah satu keluarga terkena suatu penyakit, atau terdapat suatu wabah suatu penyakit di tempatnya. 3. Karakteristik sikap Allport (1924) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa sikap memiliki 4 karakter, yaitu: a) Sikap
merupakan
kecenderungan
berpikir,
berpersepsi,
dan
bertindak. Dalam hal ini, sikap adalah perputaran dan pengembangan pemikiran manusia terhadap suatu masalah yang menjadi dasar orang tersebut untuk bertindak. b) Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi). Dari sikap inilah manusia memiliki motivasi untuk bertindak dan berubah. Sebagai contoh, jika seseorang tidak setuju terhadap suatu hal, maka dia akan mengambil tindakan untuk menolak hal tersebut. c) Sikap relatif lebih menetap, dibanding emosi dan pikiran. Dalam hal ini, sikap dapat digambarkan sebagai karakter manusia yang tidak mudah berubah. d) Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluatif terhadap objek. Sikap sangat terpengaruh terhadap penilaian seseorang terhadap sesuatu. Jika seseorang pernah mendapatkan suatu masalah yang
23
sama sebelumnya, maka dia akan menjadikan masalah terdahulu sebagai acuan dalam mengambil sikap terhadap masalah sekarang.
4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang Azwar
(2013)
menuliskan
bahwa
sikap
seseorang
dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut: a) Lingkungan 1) Rumah Tingkah laku anak dan sikap anak tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana sikap-sikap orang yang berada di dalam rumah itu, melainkan juga bagaimana sikap-sikap mereka dan bagaimana mereka mengadakan atau melakukan hubungan-hubungan dengan orang-orang di luar rumah. Dalam hal ini, peranan orang tua penting sekali untuk mengetahui apa-apa yang dibutuhkan si anak dalam rangka perkembangan nilai-nilai moral si anak, serta bagaimana orang tua dapat memenuhinya (Singgih, 2004). Dalam hal ini, orang tua dan orang sekitar berperan dalam membentuk pengetahuan anak yang akan membentuk sikap anak tersebut. 2) Sekolah Peran pranata pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian anggota masyarakat agar menjadi warga yang baik dan unggul secara intelektual. Peran guru sejak pendidikan dasar sangat besar mempengaruhi pola pikir, perilaku, sikap anak dalam
24
membentuk
kepribadiannya.
Guru
senantiasa
memberikan
dorongan dan motivasi terhadap keberhasilan anak dalam membentuk kepribadian anak. Ketika anak memasuki sekolah lanjutan, peran guru dalam mempengaruhi kepribadian anak mulai dibatasi oleh peran anak itu sendiri. Pada tahap ini, anak sudah mempunyai sikap, kepribadian, dan kemandirian (Wigati, 2008). 5. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan sangatlah berpengaruh terhadap sikap seseorang, kondisi lingkungan pekerjaan yang nyaman, akan membentuk sikap positif pada pekerjanya, begitu sebaliknya lingkungan kerja yang tidak nyaman akan membentuk sikap negatif pada pekerjanya (Heni, 2011). Dari gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan pekerjaan sangat berperan dalam mekanisme pembentukan sikap. Kenyamanan pada lingkungan kerja, akan membawa sikap positif pada kehidupan orang tersebut. b) Pengalaman Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap (Azwar, 2013). Pengalaman dapat didapatkan dari pendidikan dari suatu instansi, pernah mengalami suatu
25
kejadian, dan pernah melihat dari orang lain. Pengalaman sangat mempengaruhi seseorang dalam bersikap. c) Pendidikan Pendidikan bisa berupa pendidikan formal, yaitu dari sekolah, maupun pendidikan nonformal, seperti pendidikan dari orang tua. (Sugiarto, 2004). Rusmi (2009) mengatakan bahwa pembentukan sikap dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian, intelegensia, dan minat.
C. PERILAKU 1. Pengertian Perilaku Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. (Soekidjo, 1993 dalam Sunaryo, 2004)
2. Ciri-ciri Perilaku manusia Sunaryo (2004) mengatakan bahwa manusia memiliki perilaku yang khusus yang membedakan dengan makhluk lain. Ciri-cirinya adalah:
26
a) Kepekaan Sosial Artinya
kemampuan
manusia
untuk
dapat
menyesuaikan
perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain. Perilaku manusia adalah situasional, artinya perilaku manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda. b) Kelangsungan perilaku Artinya, antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta. Jadi, sebenarnya perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat. Perilaku pada masa lalu merupakan persiapan bagi perilaku kemudian dan perilaku kemudian merupakan kelanjutan perilaku sebelumnya. c) Orientasi pada tugas Artinya bahwa setiap perilaku manusia selalu memiliki orientasi pada suatu tugas tertentu. Perilaku seseorang akan sangat sesuai dengan peran orang tersebut kepada masyarakat atau kelompoknya. Jika dalam kelompok dia berperan sebagai pemimpin, maka perilakunya akan sangat berbeda dengan yang dipimpin. Inilah yang membedakan perilaku seseorang menurut tugas sesuai peran masing-masing.
27
d) Usaha dan perjuangan Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita (aspiration) yang ingin diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang sudah tersedia di alam. e) Tiap-tiap manusia adalah individu yang unik Unik di sini mengandung arti bahwa manusia satu berbeda dengan manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis di muka bumi ini, walaupun ia dilahirkan kembar. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia lainnya. Perbedaan pengalaman yang dialami individu pada masa silam dan cita-citanya kelak dikemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda pula.
3. Proses pembentukan perilaku Perilaku manusia dibentuk karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia tersebut. Dalam Notoatmodjo (2010) teori Mayo yang disempurnakan oleh Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu:
28
a) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. b) Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan, dan kejahatan lain, rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain, rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan hukum c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain, ingin dicintai/mencintai orang lain, ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada d) Kebutuhan harga diri, misalnya, ingin dihargai dan menghargai orang lain adanya respek atau perhatian dari orang lain, toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan e) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya, ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita, ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier usaha, kekayaan, dan lain-lain
4. Faktor pembentuk perilaku Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa perilaku itu sendiri ditentukan dan terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
29
a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap,
kepercayaan,
keyakinan,
nilai-nilai,
dan
sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti pengaruh pengetahuan terhadap sikap dan perilaku. Kepercayaan , keyakinan, serta nilai-nilai tidak diteliti karena kurangnya keberagaman dari faktor tersebut. b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengambil faktor pemungkin dikarenakan sudah tersedianya faktor-faktor pemungkin tersebut. Faktor pemungkin yang sudah tercukupi secara keseluruhan adalah tercukupinya obat pencegah filariasis untuk seluruh masyarakat. c) Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti tidak meneliti faktor penguat karena faktor ini dianggap sama pada seluruh penduduk. Hal ini digambarkan dengan petugas kesehatan mendatangi seluruh masyarakat sebagai upaya jemput bola, tidak menunggu kedatangan masyarakat.
30
Lewin
dalam
Notoatmodjo
(2010)
mengemukakan
bahwa
pengambilan tindakan tepat untuk perilaku sehat dipengaruhi oleh 3 variabel, yaitu: a) Variabel demografis, yang terwujud dalam umur, jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil umur dan jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Suku bangsa dan etnis tidak peneliti ambil dikarenakan di daerah tersebut hanya ada suku Jawa, Sunda, dan Betawi sehingga dinilai kurang ada keragaman. b) Variabel sosial psikologis yang dapat dilihat dari peer dan reference group, kepribadian, pengalaman sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil satu komponen pengalaman yaitu pengetahuan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku. c) Variabel struktur yang dapat dilihat dari kelas sosial ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan dan sebagainya. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sosial ekonomi yang dilihat dari pendapatan. Sedangkan untuk akses ke pelayanan kesehatan tidak diteliti dikarenakan sudah terdapat keseragaman pada semua masyarakat yaitu, petugas kesehatan mendatangi seluruh penduduk. Harapan dari teori Health Belief Model dari Lewin adalah dapat terjadi perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik dalam tindakan kesehatan yang disokong pada pendekatan faktor-faktor pembentuk sikap.
31
Selain itu, dapat pula dilakukan pendekatan-pendekatan pada faktor lain jikalau pendekatan pada satu faktor terjadi kegagalan.
5. Gambaran Kepatuhan dalam Berperilaku a. Definisi kepatuhan Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (KBBI, 2007). Kepatuhan adalah tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Kamus Kesehatan, 2007). Kepatuhan seseorang dapat dilihat dari kesesuaian antara sikap dan perilaku terhadap perintah atau instruksi dari orang lain (Notoatmodjo, 2010). Seseorang dengan sikap yang baik dan menerima instruksi atau perintah dari orang lain belum dapat dikatakan patuh sebelum dia melaksanakan perintah tersebut secara perilaku atau tindakan. Pengukuran kepatuhan hanya dapat dilihat setelah seseorang melakukan tindakan yang sesuai dengan perintah atau tidak.
b. Jenis-jenis Kepatuhan Cramer (1991) dalam Pubmed (2013) mengatakan bahwa kepatuhan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Kepatuhan penuh (Total compliance) Pada keadaan ini seseorang tidak hanya berobat secara teratur, tetapi juga menggunakan obat sesuai yang dianjurkan. Dalam hal ini, jika
32
masyarakat patuh dan minum obat yang dibagikan oleh petugas, maka mereka termasuk ke dalam total compliance. Kepatuhan penuh pada penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana penerimaan dan perilaku masyarakat dalam minum obat anti filaria yang telah dibagikan oleh petugas. 2) Sama sekali tidak patuh (Not Compliance) Yaitu penderita yang putus obat atau tidak menggunakan obat sama sekali. Dalam hal ini, masyarakat yang tidak patuh dan tidak mengkonsumsi obat yang dibagikan, maka mereka termasuk ke dalam not compliance. Ketidak patuhan pada penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana masyarakat menerima dan minum obat yang telah dibagikan. Jikalau masyarakat tidak menerima obat yang dibagikan, maka sudah termasuk dalam kategori tidak patuh. Jikalau masyarakat menerima obat tersebut, tapi tidak diminum, maka dapat dikategorikan tidak patuh pula. Begitu juga dengan masyarakat yang minum obatnya tidak sesuai dengan anjuran petugas dapat dikategorikan sebagai tidak patuh.
33
D. KERANGKA TEORI Health Belief Model Variabel demografis (umur, jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis). Variabel sosial psikologis (peer dan reference group, kepribadian, pengalaman sebelumnya) Variabel struktur (kelas ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan dan sebagainya)
Kecenderungan yang dilihat (preceived) mengenai gejala/penyakit. Syaratnya yang dilihat mengenai gejala dan penyakit
Ancaman yang dilihat mengenai gejala dan penyakit
Manfaat yang dilihat dari pengambilan tindakan dikurangi biaya (rintangan) yang dilihat dari pengambilan
Kemungkinan mengambil tindakan tepat untuk perilaku sehat/sakit
Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media massa, peringatan dari dokter, tulisan dalam surat kabar dan majalah)
Sikap Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya
Faktor-faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya
Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
Gambar 2.1 Kerangka Teori Dimodifikasi dari Health Belief Model (Lewin, 1970) dan Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010)
Perilaku
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat analitik atau mencari hubungan variabel yang akan diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok aren, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Variabel dependen
Variabel independen
Umur
Sikap masyarakat terhadap obat anti filaria
Jenis Kelamin Pengetahuan
Perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria
Sosial ekonomi Pendidikan
Gambar 3.1 Kerangka konsep Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep mempunyai variabel sebagai indikasi pengukuran yang digambarkan oleh variabel bebas atau independen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengetahuan, sosial ekonomi, dan pendidikan. Sedangkan variabel terikat atau dependen terdiri dari sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria.
34
35
B. HIPOTESIS 1. Ada hubungan antara umur dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 4. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 5. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap masyarakat terhadap obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 6. Ada hubungan antara umur dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 8. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 9. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren 10. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
36
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Umur
Banyaknya
angka
Cara ukur dalam angket
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
Kuisioner
1. Remaja = 12-25 th
Ordinal
tahun yang dihitung sejak responden
lahir
2. Dewasa = 26-45 th
sampai
C1
dilakukan penelitian Jenis
Aplikasi gender yang
Kelamin
disandang oleh responden
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden tentang pengertian, vektor, tanda gejala, dan pencegahan filariasis
3. Lansia = > 45 th (Depkes, 2009)
angket
angket
Kuesioner
1. Laki-laki
C1
2. perempuan
Kuesioner
1. Kurang = bila didapat
C2
skor ≤ 55% 2. Cukup = bila didapat skor 56-75% 3. Baik = bila didapat
Nominal
Ordinal
37
skor 76-100 % (Arikunto, 2010) Sosial
suatu
Ekonomi
kedudukan yang diatur secara sosial
keadaan
dan
seseorang tertentu
atau angket
menetapkan dalam
dalam
Kuesioner
1. Ekonomi menengah ke Ordinal bawah
C1
posisi
(<
Rp
1.500.000) 2. Ekonomi
menengah
tengah (Rp 1.500.000 –
struktur
masyarakat
Rp 2.600.000) 3. Ekonomi menengah ke atas (> Rp 2.600.000) (BPS, 2011)
Pendidikan
Pendidikan
adalah
tingkat angket
Kuesioner
pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh responden.
1. Pendidikan dasar (SD Ordinal dan
C1
SMP
sederajat)
atau
38
2. Pendidikan menengah (SMA atau sederajat) 3. Pendidikan tinggi (PT) (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 dalam Kemdikbud (2012) Sikap
Afek atau penilaian positif angket atau
negatif
terhadap
Kuesioner Akan
Akan
dikategorikan Ordinal
dilakukan menjadi:
pencegahan filariasis dan obat
skoring
dengan 1. Kurang = bila didapat
anti filaria. (Azwar, 2013)
ketentuan
sebagai
berikut:
skor ≤ 55% 2. Cukup = bila didapat
1. Pada pertanyaan
skor 56-75%
positif diberikan 3. Baik = didapat skor nilai
1
pada
76-100 %
39
sangat
tidak
setuju
(STS)
sampai 4 pada sangat
setuju
(SS) 2. Pada pertanyaan negatif diberikan nilai 4 pada
sangat
tidak
setuju
(STS) sampai 1 pada
sangat
setuju (SS). C3
(Arikunto, 2010)
40
Perilaku
Tindakan
yang
dilakukan angket
seseorang berupa minum obat anti filaria atau tidak minum obat anti filaria sesuai aturan (Notoatmodjo, 2010)
Kuesioner
1. Tidak Minum obat
C4
2. Minum obat
Nominal
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi analitik kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Desain penelitian cross sectional adalah penelitian pada beberapa variabel yang diamati pada waktu yang sama (Hidayat, 2008). Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filaria dengan cara memberikan pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang akan diisi oleh responden penelitian. B. Tempat dan waktu Lokasi penelitian dilakukan di RW 2 kelurahan Pondok Aren. Penelitian dilakukan pada tanggal 15-17 November 2013. Penentuan masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren sebagai lokasi penelitian adalah karena menurut data yang diperoleh penulis, RW 2 kelurahan Pondok Aren merupakan penyumbang terbesar kasus filariasis di kelurahan Pondok Aren (KaBid Filariasis Pondok Aren, 2013). Penulis juga menemukan fenomena bahwa ada beberapa masyarakat yang tidak mengkonsumsi obat anti filaria yang dibagikan oleh
41
42
kader dengan alasan takut, serta tidak ada program dari puskesmas yang memantau langsung minum atau tidaknya masyarakat terhadap obat yang dibagikan. Penulis juga mempunyai tujuan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria sehingga bisa dipilih pendekatan yang berbeda agar obat anti filariasis bisa dikonsumsi masyarakat RW 2 pada khususnya dan Pondok Aren pada umumnya.
C. Populasi dan Sampel Sugiono (2004) dalam Hidayat (2008) menyebutkan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat di RW 2 Kelurahan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Daftar jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang mendapatkan obat anti filaria tahun 2012 tercantum dalam tabel 4.1.
43
Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang mendapatkan obat anti filaria tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
RT 01 02 03 04 05 06 Jumlah Sumber: PKM Pondok Aren 2012
Jumlah 300 415 190 172 147 115 1339
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel dari penelitian ini ditentukan oleh beberapa kriteria inklusi dan eksklusi di bawah ini. Kriteria inklusi: 1. Warga masyarakat yang terdaftar di RW 2 kelurahan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. 2. Usia lebih dari 12 tahun 3. Bisa membaca dan menulis 4. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini Kriteria eksklusi: 1. Sedang hamil waktu pembagian obat 2. Sedang menyusui waktu pembagian obat
44
3. Warga yang sedang sakit dan tidak diperkenankan mengkonsumsi obat anti filaria saat dibagikan obat anti filaria 4. Lansia yang telah mengalami kepikunan Tekhnik pengambilan sampel menggunakan proporsionate clustering sampling yaitu suatu cara pengambilan bila objek yang diteliti atau sumber data sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen dan terdiri atas kelompok yang masing-masing heterogen dan disesuaikan dengan jumlah pada masingmasing kelompok (Hidayat, 2008). Setelah didapatkan cluster atau kelompok, akan dilanjutkan dengan sistem systematic random sampling pada tiap-tiap kelompok atau cluster. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan ketentuan rumus besar sampel yang sesuai dengan rancangan penelitian yaitu rumus sampel uji beda dua proporsi dengan presisi mutlak ditentukan. Rumus :
45
Keterangan:
n
= jumlah sampel
1-α
= (derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan α sebesar 5%)
1-β
= Kekuatan uji 90%
P1
= 0.27 (proporsi pengetahuan baik dalam Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen(2012)) P2
=
0.53 (proporsi pengetahuan sedang dalam Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen(2012)) P
= (P1+P2) /2 = (0.27+0.53)/2 = 0.4
1 - P = 1 – 0.4 = 0.6 Pada
penghitungan
dengan
menggunakan
software
Sample
size
determination in health studies didapatkan hasil: n = 59+ 10% (antisipasi drop out) n = 65 sampel Penghitungan sample dalam masing-masing cluster dilakukan dengan perbandingan jumlah masing-masing RT.
RT 1 =
RT 2 =
RT 3 =
46
RT 4 =
RT 5 =
RT 6 =
D. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari empat bagian yaitu data demografi meliputi inisial nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan kebutuhan sehari-hari. Bagian kedua berisi pertanyaan pengetahuan. Bagian ketiga berisikan pertanyaan sikap, dan bagian keempat berisikan lembar pertanyaan perilaku tanda responden minum obat sesuai aturan atau tidak. Cara pengukuran dilakukan dengan angket menggunakan kuesioner dengan skala Thrustone untuk variabel bebas dan skala Likert untuk variabel terikat. Dengan skala Thrustone dan Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan. Jawaban-jawaban responden pada variabel bebas maupun terikat kemudian diberi nilai. Nilai-nilainya adalah sebagai berikut:
47
a. Pernyataan pada variabel bebas dibuat menjadi dua penilaian yaitu, skor secara langsung oleh peneliti sesuai dengan nilai yang sudah ditentukan peneliti dan penilaian pertanyaan tertutup dengan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. b. Pernyataan pada variabel terikat dinilai dengan memberikan skala Likert yang kemudian akan diberi skor pada pernyataannya. Pada pertanyaan positif, jawaban sangat tidak setuju (STS) akandiberi skor 1. Pada jawaban sangat setuju (SS) akan diberi skor 4. Sedangkan pada pertanyaan negatif, akan diperlakukan sebaliknya. c. Peneliti membagi skor tersebut menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang
E. Pengujian instrumen 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini, beberapa item pertanyaan dapat digunakan untuk mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Apabila aturan-aturan uji validitas dapat dipenuhi, maka diharapkan validitas yang dikehendaki peneliti akan tercapai (Arikunto, 2010).
48
Uji validitas pada penelitian ini telah dilakukan di Kampung Sawah kepada 30 orang. Kampung Sawah dipilih karena Kampung Sawah adalah daerah dengan kasus filariasis tertinggi di Kota Tangerang Selatan. Uji yang dilakukan adalah dengan menggunakan factor analysis dengan ketentuan valid jika nilai r hitung > r tabel (0,5) pada N = 30 dengan nilai signifikansi < 0,05. Hasil uji validitas pada instrumen pengetahuan didapatkan 10 dari 10 pertanyaan valid, sehingga semua pertanyaan dalam instrumen pengetahuan dapat dipakai. Pada instrumen sikap didapatkan 8 dari 9 pertanyaan valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah pertanyaan no 1, sehingga pertanyaan tersebut dihapus atau ditiadakan. 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah uji kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2009). Uji reliabilitas instrumen yang dipakai adalah dengan Alpha Cronbach, yaitu menganalisis reliabilitas instrumen dari satu kali pengukuran (Ridwan, 2007). Hasil uji dinyatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,6 (Hidayat, 2008). Hasil pengujian reliabilitas instrumen dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrumen Variabel
Alpha Cronbach
Keputusan
Pengetahuan
0,612
Reliabel
Sikap
0,717
Reliabel
49
F. Metode Pengumpulan Data 1. Tahap pertama yaitu persiapan. Peneliti menentukan subjek penelitian, tujuan penelitian, dan tempat penelitian. Peneliti mengajukan surat izin dari Fakultas untuk diserahkan ke Kelurahan Pondok Aren dengan tembusan Ketua RW 2. Peneliti mengumpulkan data masyarakat dari ketua RW 2 dan membuat cluster tiap RT. Peneliti melakukan pengacakan responden di ketua RT setempat. 2. Tahap kedua pelaksanaan. Peneliti dibantu oleh 2 orang numerator yang telah dilatih sebelumnya membagikan kuesioner kepada orang-orang yang telah
terpilih
secara
acak
dari
cluster
masing-masing.
Peneliti
memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan serta meminta ijin secara lisan dan tertulis (informed consent). Peneliti dan numerator memberikan kuesioner serta menjelaskan cara mengisi kuesioner tersebut. 3. Tahap ketiga pengolahan data. Peneliti dibantu numerator mengecek kembali
kelengkapan
kuesioner
dan
memulai
pengolahan
dengan
memberikan kode pada masing-masing kuesioner untuk mempermudah pengolahan data. Peneliti memberikan skor atau nilai pada masing-masing pertanyaan. Tahap selanjutnya adalah memasukkan data ke dalam software statistik (SPSS 18) dan melakukan analisis. Tahap terakhir adalah memeriksa kembali apakah ada kesalahan pada data atau pada proses input dan analysis.
50
G. Teknik Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat adalah Analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Data univariat pada penelitian ini adalah data-data yang terdapat pada variabel independen yaitu; umur, jenis kelamin, pengetahuan, sosial ekonomi, dan pendidikan. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga ada hubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, Analisis bivariat akan dilakukan ketika menilai korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu sikap dan perilaku masyarakat dalam minum obat anti filaria. Dalam mengolah data, peneliti akan melakukan skoring, yaitu sajian data akan diubah ke dalam data angka agar lebih mudah dianalisis. Setelah proses skoring selesai, peneliti akan membagi variabel untuk di analisis. Untuk variabel Jenis Kelamin, peneliti akan menggunakan uji Pearson correlation. Ketentuan dari analisis ini adalah P > 0,000 maka Ho diterima yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan dari kedua variabel (Dahlan, 2009). Sedangkan untuk variabel umur, sosial ekonomi, pengetahuan dan pendidikan, peneliti akan menggunakan Uji Chi Square (X2) untuk mencari adakah hubungan dengan variabel dependen (Hidayat, 2008). Ketentuan dari
51
analisis ini adalah P > 0,05 maka Ho diterima yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan dari kedua variabel. 3. Pengolahan Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua tahap utama pengolahan data yaitu pengolahan data manual dan pengolahan data menggunakan software statistik (SPSS 18). Secara keseluruhan, tahapan pengolahan data terdiri dari: a)
Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada saat pengumpulan data atu setelah data terkumpul b) Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini akan mempermudah peneliti saat pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. c)
Data entry Entri
data
merupakan
kegiatan
memasukkan
data
yang
telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
52
d) Cleaning Cleaning yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang dilakukan. Apabila terjadinya kesalahan, maka data tersebut akan segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan (Hidayat, 2008).
H. Etika Penelitian Notoatmodjo (2010) mengungkapkan masalah etika yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian antara lain, sebagai berikut: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Peneliti telah menjelaskan maksud, tujuan dan manfaat penelitian ini kepada partisipan dan melakukan informed consent, setelah partisipan bersedia maka partisipan harus menandatangani lembar persetujuan sebagai bukti kesediaan menjadi partisipan. Namun, untuk partisipan yang menolak untuk di teliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak partisipan untuk menolak. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality) Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, peneliti tidak akan mencantumkan nama partisipan pada lembar pedoman wawancara atau hasil penelitian yang akan disajikan. Peneliti hanya akan menggunakan kode pada lembar pedoman wawancara dan mengunakan inisial dalam
53
penyajian hasil penelitian serta akan membuat password ketika data dimasukan ke dalam file tersendiri dan yang boleh mengetahui password tersebut hanya peneliti dan para pembimbing. 3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice/inclusiveness) Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan memberikan perlakuan yang sama pada setiap partisipan dan tidak membeda-bedakan ras, agama, dan sebagainya. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefits). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat maupun partisipan sendiri. Peneliti juga perlu berusaha untuk meminimalkan dampak yang merugikan.
BAB V HASIL PENELITIAN
Bab ini peneliti akan menjabarkan beberapa temuan selama melakukan penelitian yang dibahas dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini telah menjawab permasalahan yang telah dihipotesiskan.
A. Profil RW 2 kelurahan Pondok Aren RW 2 kelurahan Pondok Aren merupakan satu wilayah bagian selatan di kelurahan Pondok Aren. Jumlah penduduk pada wilayah ini adalah 2.157 jiwa yang mendiami wilayah seluas 5,48 Km2. Dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa wilayah RW 2 mempunyai kepadatan 393,61 jiwa/Km2 yang merupakan daerah yang sangat padat. Wilayah ini memiliki pembagian berdasarkan Rukun Tetangga yang ada yaitu 6 RT, yang dimulai dari RT 1 sampai RT 6. Batas wilayah sebelah utara adalah RW 1, sebelah selatan adalah Kelurahan Pondok Jaya, sebelah timur adalah kelurahan Pondok Jaya, dan sebelah barat adalah perumahan elit Bintaro Jaya. Masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren merupakan masyarakat yang paling banyak adalah masyarakat Betawi dan Sunda yang mayoritas bekerja sebagai wiraswasta. Dengan berbagai kesibukan dan pekerjaan, banyak masyarakat yang masih kurang perhatian terhadap kesehatan.
54
55
B. Hasil Analisis Univariat 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi (n) 19 46 65
Persentase (%) 29,2% 70,8% 100%
Data yang ada pada Tabel 5.1 di atas terlihat bahwa dari 65 responden, mayoritas responden adalah perempuan yaitu berjumlah 46 responden atau sebanyak 70,8%, sedangkan responden laki-laki berjumlah 19 responden atau sebanyak 29,2%. 2. Karakter Responden Berdasarkan Umur Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.2 Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Umur
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Remaja Dewasa Lansia
17 40 8
26,2% 61,5% 12,3%
Total
65
100%
Dari data pada tabel 5.2 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan jumlah tertinggi adalah responden dewasa dengan jumlah 40 responden (61,5%) dengan diikuti oleh responden remaja sebanyak 17 responden (26,2%) dan responden yang paling sedikit adalah lansia yaitu 8 responden (12,3%).
56
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.3 Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan SD,SMP atau sederajat SMA atau sederajat PT atau sederajat Total
Frekuensi (n) 22 39 4 65
Persentase (%) 33,8% 60% 6,2% 100%
Dari tabel 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa responden dengan prevalensi tertinggi adalah responden dengan pendidikan menengah (SMA / sederajat) berjumlah 39 responden (60%), diikuti oleh responden dengan pendidikan rendah (SD,SMP / sederajat) berjumlah 22 responden (33,8%), sedangkan responden dengan pendidikan tinggi hanya 4 orang (6,2%). 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan Karakteristik responden berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada tabel 5.4 Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan Pendapatan/bulan < 1.500.000 1.500.000-2.500.000 > 2.500.000 Total
Frekuensi (n) 25 27 13 65
Persentase (%) 38,5% 41,5% 20% 100%
Dari tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai pendapatan cukup, yaitu sebanyak 27 orang (41,5%) dan dengan
57
selisih yang kecil adalah pendapatan rendah, yaitu sebanyak 25 orang (38,5%). Dilanjutkan oleh responden dengan pendapatan tinggi sebanyak 13 orang (20%). 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.5 Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total
Frekuensi (n) 21 28 16 65
Persentase (%) 32,3% 43,1% 24,6% 100%
Dari tabel 5.5 di atas, dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan cukup berjumlah 28 orang (43,1%), dilanjutkan dengan responden dengan pengetahuan kurang berjumlah 21 orang (32,3%), dan pengetahuan baik berjumlah 16 orang (24,6%). 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap Gambaran sikap masyarakat terhadap pencegahan filariasis dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap Sikap Kurang Cukup Baik Total
Frekuensi (n) 3 32 30 65
Persentase (%) 4,6% 49,2% 46,2% 100%
58
Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa sikap masyarakat di RW 2 sudah cukup baik, hal ini digambarkan bahwa masyarakat dengan sikap yang cukup berjumlah 32 orang (49,2%), dan sikap baik sebanyak 30 orang (46,2%). Sedangkan sebagian kecil responden yang memiliki sikap kurang yaitu sebanyak 3 orang (4,6%). 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku Gambaran perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi obat anti filaria dapat dilihat pada tabel 5.7 Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku Peilaku Tidak minum obat Minum obat Total
Frekuensi (n) 20 45 65
Persentase (%) 30,8% 69,2% 100%
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang minum obat sudah banyak yaitu berjumlah 45 orang (69,2%). Sedangkan responden yang tidak minum obat berjumlah 20 orang (30,8%).
59
C. ANALISIS BIVARIAT 1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Sikap Hubungan antara jenis kelamin dan sikap dapat dilihat pada tabel 5.8 Tabel 5.8 Hubungan Jenis Kelamin dengan Sikap Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Kurang 1 (1,5%) 2 (3%) 3 (4,6%)
Sikap Cukup 8 (12,3%) 24 (37%) 32 (49,2%)
Baik 10 (15,4%) 20 (30,8%) 30 (46,2%)
Total 19 (29,2%) 46 (70,8) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,609
Hasil yang diperoleh dari tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden perempuan yang bersikap cukup sebanyak 24 orang (37%), dan bersikap baik sebanyak 20 orang (30,8%), sedangkan yang bersikap kurang adalah sebanyak 2 orang (3%). Berbeda dengan responden perempuan, responden laki-laki dengan sikap yang baik cukup banyak yaitu berjumlah 10 orang ( 15,4%), disusul dengan sikap cukup berjumlah 8 orang (12,3%), sedangkan sikap yang kurang hanya 1 responden (1,5%). Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan P= 0,609 (Sig = 0,05), maka Ho diterima yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan sikap.
60
2. Hubungan Umur dengan Sikap Hubungan antara umur dan sikap dapat dilihat pada tabel 5.9 Tabel 5.9 Hubungan Umur dengan Sikap Umur Remaja Dewasa Lansia Total
Kurang 0 (0%) 2 (3%) 1 (1,5%) 3 (4,6%)
Sikap Cukup 11 (17%) 17 (26,1%) 4 (6,1%) 32 (49,2%)
Baik 6 (9,2%) 21 (32,3%) 3 (4,7%) 30 (46,2%)
Total 17 (26,1%) 40 (61,5%) 8 (12,4%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,835
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden dengan usia dewasalah yang mempunyai sikap baik terbanyak yaitu 21 orang (32,3%), disusul dengan usia dewasa yang mempunyai sikap cukup sebanyak 17 orang (26,1%), dan dewasa dengan sikap kurang sebanyak 2 orang (3%). Sedangkan remaja cenderung memiliki sikap yang cukup sebanyak 11 orang (17%) dan bersikap baik sebanyak 6 orang (9,2%). Untuk usia remaja, tidak terdapat remaja yang mempunyai sikap kurang. Pada lansia didapatkan bahwa sikap lansia cenderung cukup yaitu sebanyak 4 orang (6,1%), dan baik berjumlah 3 orang (4,7%), sedangkan lansia dengan sikap kurang hanya terdapat 1 orang (1,5%). Hasil analisis menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,835 dengan ketentuan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara variabel umur dengan sikap.
61
3. Hubungan Pendidikan dengan Sikap Hubungan antara pendidikan dengan sikap dapat dilihat pada tabel 5.10 Tabel 5.10 Hubungan Pendidikan dengan Sikap Pendidikan SD,SMP / sederajat SMA / sederajat PT/ sederajat Total
Kurang 1 (1,5%) 2 (3%) 0 (0%) 3 (4,6%)
Sikap Cukup 11 (17%) 19 (29,2%) 2 (3%) 32 (49,2%)
Baik 10 (15,3%) 18 (27,7%) 2 (3%) 30 (46,2%)
Total 22 (34%) 39 (60%) 4 (6%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,889
Hasil pada tabel 5.10 menggambarkan bahwa responden terbanyak adalah responden dengan pendidikan menengah dengan sikap cukup sebanyak 19 orang (29,2%) disusul oleh responden berpendidikan menengah dengan sikap baik sebanyak 18 orang (27,7%) dan responden berpendidikan menengah dengan sikap kurang sebanyak 2 orang (3%). Pada responden berpendidikan dasar terdapat responden dengan sikap cukup sebanyak 11 orang (17%), sikap baik sebanyak 10 orang (15,3%), dan bersikap kurang sebanyak 1 orang (1,5%). Berbeda dengan responden dengan pendidikan tinggi, responden cenderung memiliki sikap yang cukup dan baik yaitu sebanyak 2 orang (3%). Hasil analisis menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,889 dengan P values 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap.
62
4. Hubungan Pendapatan dengan Sikap Hubungan antara pendapatan ekonomi dengan sikap dapat dilihat pada tabel 5.11 Tabel 5.11 Hubungan Pendapatan dengan Sikap Pendapatan < 1.500.000 1.500.0002.500.000 > 2.500.000 Total
Kurang 2 (3%) 0 (0%) 1 (1,5%) 3 (4,6%)
Sikap Cukup 12 (18,5%) 15 (23%) 5 (7,7%) 32 (49,2%)
Baik 11 (17%) 12 (18,5%) 7 (10,8%) 30 (46,2%)
Total 25 (38,5%) 27 (41,5%) 13 (20%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,574
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalensi tertinggi adalah responden dengan pendapatan cukup dengan sikap cukup yaitu berjumlah 15 orang (23%) dan disusul oleh responden dengan pendapatan cukup dengan sikap baik serta pendapatan kurang dengan sikap cukup sebanyak 12 orang (18,5%). Responden dengan pendapatan kurang dengan sikap baik berjumlah 11 orang (17%) dan bersikap kurang sebanyak 2 orang (3%). Pada responden dengan pendapatan tinggi dengan sikap baik berjumlah 7 orang (10,8%) dan bersikap cukup sebanyak 5 orang (7,7%), dan yang terakhir adalah bersikap kurang sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,574 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan sikap.
63
5. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Hubungan antara pengetahuan dan sikap dapat dilihat pada tabel 5.12 Tabel 5.12 Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total
Kurang 1 (1,5%) 0 (0%) 2 (3%) 3 (4,6%)
Sikap Cukup 10 (15,3%) 13 (20%) 9 (13,8%) 32 (49,2%)
Baik 10 (15,3%) 15 (23%) 5 (8,1%) 30 (46,2%)
Total 21 (32,1%) 28 (43%) 16 (24,9%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,270
Pada tabel 5.12 dapat dilihat bahwa responden terbanyak adalah responden dengan pengetahuan cukup dengan sikap baik sebanyak 15 orang (23%), disusul dengan pengetahuan cukup dengan sikap cukup sebanyak 13 orang (20%). Pada responden dengan pengetahuan kurang dimiliki oleh responden yang bersikap baik dan cukup dengan jumlah 10 orang (15,3%) dan dilanjutkan oleh responden dengan sikap kurang sebanyak 1 orang (1,5%). Responden dengan pengetahuan baik terbanyak adalah dengan sikap cukup berjumlah 9 orang (13,8%) dan bersikap baik berjumlah 5 orang (8,1%), sedangkan yang mempunyai sikap kurang berjumlah 2 orang (3%). Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,270 dengan P Value 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak adanya hubungan pengetahuan dengan sikap.
64
6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Hubungn antara jenis kelamin dengan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.13 Tabel 5.13 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Perilaku Tidak Minum minum 5 14 (7,7%0 (21,5%) 15 31 (23%) (47,7%) 20 45 (30,8%) (69,2%)
Total 19 (29,2%) 46 (70,7%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,617
Pada tabel 5.13 dapat dilihat bahwa responden yang minum obat terbanyak adalah responden perempuan sebanyak 31 orang (47,7%), sedangkan yang tidak minum obat terdapat 15 responden (23%). Pada responden laki-laki, terdapak 14 orang (21,5%) yang minum obat dan 5 orang responden (7,7%) yang tidak minum obat anti filaria. Hasil analisis menggunakan Chi square didapatkan bahwa P tabel adalah 0,617 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku minum obat anti filaria. 7. Hubungan Umur dengan Perilaku Hubungan antara umur dan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.14
65
Tabel 5.14 Hubungan Umur dengan Perilaku Umur Remaja Dewasa Lansia Total
Perilaku Tidak Minum minum 8 9 (12,3%) (13,8%) 8 32 (12,3%) (49,2%) 4 4 (6,2%) (6,2%) 20 45 (30,8%) (69,2%)
Total 17 (26,1%) 40 (61,5%) 8 (12,4%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,494
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang mengkonsumsi obat dengan jumlah terbanyak adalah responden dewasa dengan jumlah 32 orang (49,2%) disusul dengan responden remaja sebanyak 9 orang (13,8%) dan responden lansia dengan jumlah 4 orang (6,2%). Sedangkan responden yang tidak minum obat terdapat pada responden remaja dan dewasa yaitu masing-masing dengan jumlah 8 orang (12,3%), dan disusul responden lansia dengan jumlah 4 orang (6,2%). Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,494 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku minum obat anti filaria.
66
8. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Hubungan antara pendidikan dengan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.15 Tabel 5.15 Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Pendidikan SD,SMP/ sederajat SMA/ sederajat PT/ sederajat Total
Perilaku Tidak Minum minum 7 15 (10,8%) (23%) 12 27 (18,5%) (41,5%) 1 3 (1,5%) (4,7%) 20 45 (30,8%) (69,2%)
Total 22 (33,8%) 39 (60%) 4 (6,2%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,845
Pada tabel 5.15 dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang minum obat anti filaria adalah responden dengan pendidikan menengah dengan jumlah 27 orang (41,5%) disusul oleh responden dengan pendidikan dasar yang berjumlah 15 orang (23%) dan responden dengan pendidikan tinggi berjumlah 3 orang (4,7%). Sedangkan responden yang tidak minum obat sebagian besar adalah responden dengan pendidikan menengah sebesar 12 orang (18,5%) disusul dengan responden dengan pendidikan dasar sebanyak 7 orang (10,8%) dan responden dengan pendidikan tinggi sejumlah 1 orang (1,5%). Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,845 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku minum obat anti filaria.
67
9. Hubungan Pendapatan dengan Perilaku Hubungan antara pendapatan dan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.16 Tabel 5.16 Hubungan Pendapatan dengan Perilaku Perilaku Pendapatan < 1.500.000 1.500.0002.500.000 > 2.500.000
Total
Tidak minum 9 (13,8%) 8 (12,4%) 3 (4,6%)
Minum
Total
16 (24,6%) 19 (29,2%) 10 (15,4%)
15 (38,4%) 27 (41,6%) 13 (20%)
20 (30,8%)
45 (69,2%)
65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,413
Dari tabel 5.16 dapat dilihat bahwa responden yang minum obat anti filaria paling banyak adalah responden dengan pendapatan cukup yaitu 19 orang (29,2%) dan dilanjutkan dengan responden dengan pendapatan kurang sebanyak 16 orang (24,6%) dan responden dengan pendapatan tinggi sebanyak 10 orang (15,4%). Sedangkan responden yang tidak minum obat anti filaria paling banyak adalah responden dengan pendapatan kurang sebanyak 9 orang (13,8%), dan disusul oleh responden dengan pendapatan cukup sebanyak 8 orang (12,4%) dan responden berpendidikan tinggi sebesar 3 orang (4,6%). Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,413 dengan P Value
68
0,05 yang menunjukan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat anti filaria. 10.
Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Hubungan pengetahuan dan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.17 Tabel 5.17 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total
Perilaku Tidak Minum minum 7 14 (10,8%) (21,6%) 6 22 (9,2%) (33,8%) 7 9 (10,8%) (13,8%) 20 45 (30,8%) (69,2%)
Total 21 (32,4%) 28 (43%) 16 (24,6%) 65 (100%)
P Value
P tabel
0,05
0,589
Tabel 5.17 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi obat anti filaria adalah responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 22 orang (33,8%) disusul oleh responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 14 orang (21,6%) dan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 9 orang (13,8%). Sedangkan responden yang tidak minum obat anti filaria paling banyak adalah responden dengan pengetahuan kurang dan tinggi yaitu berjumlah 7 orang (10,8%) dan disusul oleh responden dengan pengatahuan cukup sebesar 6 orang (9,2%). Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,589 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat anti filaria.
BAB VI PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka, sedangkan keterbatasan penelitian akan memaparkan keterbatasan yang terjadi selama pelaksanaan penelitian. A. Analisa Univariat 1. Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Jumlah responden yang diambil adalah 65 responden dengan jumlah responden laki-laki 19 orang (29,2%), dan responden perempuan 46 orang (70,8%). Mayoritas responden adalah perempuan sesuai dengan jumlah penduduk di RW 2 Kelurahan Pondok Aren. Dari 1339 penduduk, perempuan menjadi yang terbanyak dengan jumlah 871 orang (65%) dan laki-laki sebanyak 468 orang (35%). 2. Karakteristik responden berdasarkan umur Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 kelompok umur, yaitu remaja dengan rentang umur 12-25 tahun, dewasa dengan rentang umur 26-45 tahun, dan lansia dengan rentang umur lebih dari 45 tahun. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden yang terbanyak adalah responden dewasa dengan jumlah 40 orang (61,5%), responden remaja
69
70
sebanyak 17 orang (26,2%) dan responden lansia sebanyak 8 responden (12,3%). Dari hasil di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk RW 2 Kelurahan Pondok Aren adalah dewasa yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduknya adalah berada pada usia produktif. 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pendidikan menengah (SMA atau sederajat) sebanyak 39 orang (60%), diikuti dengan pendidikan rendah sebanyak 22 orang (33,8%), dan pendidikan tinggi sebanyak 4 orang (6,2%). Hal ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan penduduk rata-rata sudah barada pada level menengah yang menggambarkan bahwa setiap tindakan dan perilaku penduduk tidak hanya sebatas perilaku tanpa pemikiran yang matang. 4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan / ekonomi Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai pendapatan yang cukup yaitu berkisar antara 1.500.000-2.500.000 berjumlah 27 orang (41,5%), diikuti oleh responden dengan pendapatan rendah sebanyak 25 orang (38,5%), dan responden dengan pendapatan tinggi sebanyak 13 orang (20%). Hal ini memberikan gambaran bahwa kehidupan masyarakat di RW 2 Kelurahan Pondok Aren sebagian besar berada pada garis ekonomi menengah. Hal ini terjadi karena sebagian besar penduduk RW 2 Kelurahan Pondok Aren memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta dengan presentase 70%. Sedangkan
71
yang bekerja sebagai aparatur negara (PNS) hanya 1% dari seluruh jumlah penduduk. 5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pengetahuan
responden
mayoritas berada pada kelompok cukup yang berjumlah 28 orang (43,1%), diikuti oleh pengetahuan kurang sebanyak 21 orang (32,3%), dan pengetahuan baik berjumlah 16 orang (24,6%). Dari hasil tersebut dapat digambarkan
bahwa
masih
sedikitnya
responden
yang
memiliki
pengetahuan yang baik secara teori tentang program pencegahan filariasis. Pengetahuan dianggap baik jika faktor pengetahuan terhadap pengertian filariasis, tanda gejala filariasis, vektor atau agen penular, dan pencegahan filariasis mendapatkan nilai lebih dari 75% dari semua total nilai. Pada pengetahuan cukup kebanyakan responden hanya mengetahui sampai faktor vektor, sedangkan pada faktor pencegahan masih belum sesuai dengan harapan. Sedangkan pada responden berpengetahuan kurang kebanyakan hanya faham pada faktor pengertian dan tanda gejala. Banyaknya responden dengan pengetahuan kurang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi program kepada warga. Sosialisasi hanya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan terbatas usia seperti pengajian atau perkumpulan warga. Hal ini menyebabkan bahwa masyarakat dengan usia remaja kurang mendapatkan porsi dalam sosialisasi tersebut.
72
6. Karakteristik
responden
berdasarkan
sikap
terhadap
program
pencegahan filariasis Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap program pencegahan filariasis cukup baik. Hal ini dapat dilihat bahwa responden yang mempunyai sikap cukup berjumlah 32 orang (49,2%), responden dengan sikap baik berjumlah 30 orang (46,2%), dan responden dengan sikap kurang hanya berjumlah 3 orang (4,6%). Sikap yang diukur adalah sikap terhadap penyakit filariasis, sikap terhadap penderita filariasis, dan sikap terhadap program pencegahan filariasis. Sikap masuk kedalam kategori baik jika sikap responden terhadap ketiga hal tersebut mendapatkan nilai lebih dari 75%. Sikap cukup adalah responden dengan nilai 56-75%, yang jika ditarik nilai sama dengan sikap yang baik hanya pada dua variabel. Sedangkan sikap kurang adalah responden dengan nilai kurang dari 56% yang jika diambil dari garis sikap hanya memiliki sikap baik terhadap satu variabel. 7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku minum obat anti filaria Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden minum obat anti filaria yang telah dibagikan yaitu sejumlah 45 orang (69,2%), sedangkan responden yang tidak minum obat sebanyak 20 orang (30,8%). Hal ini tidak sesuai dengan harapan Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang memiliki target bebas kaki gajah 2014. Harapan pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah 100% penduduk mengkonsumsi obat yang
73
dibagikan, sehingga dapat menghapus filariasis secara menyeluruh di Kota Tangerang Selatan. dari hasil ini dapat dilihat bahwa keberhasilan program adalah 69,2%. B. Analisa Bivariat 1. Hubungan antara jenis kelamin dengan sikap masyarakat Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan P= 0,609 (Sig = 0,05), maka Ho diterima yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan sikap masyarakat. Hal ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang mengatakan bahwa jenis kelamin
adalah
salah
satu
faktor
pembentuk
sikap.
Penyebab
ketidaksesuaian ini dimungkinkan karena perbandingan jumlah responden yang tidak sama, yaitu laki-laki 19 orang, sedangkan perempuan berjumlah 46 orang. Dari jumlah yang tidak seimbang inilah yang menyebabkan ketidaksesuaian jumlah pada laki-laki dan perempuan yang menyebabkan laki-laki mendapatkan sedikit gambaran sikap dibandingkan perempuan yang berjumlah 46 sikap. Hasil observasi dan wawancara terhadap responden, didapatkan bahwa sebagian besar sikap penduduk dipengaruhi oleh budaya masyarakat dalam
memperoleh
pengobatan.
Masyarakat
cenderung
meminta
pengobatan kepada orang-orang di luar tenaga kesehatan profesional seperti dokter, namun mereka menggunakan jasa pengobatan alternatif dalam mendapatkan penyembuhan. Keadaan inilah yang sangat mempengaruhi
74
sikap masyarakat terhadap program pencegahan filariasis. Jikalau dalam keadaan sakitpun masyarakat enggan dalam mengkonsumsi obat, maka saat keadaan sehat masyarakat cenderung menolak untuk mengkonsumsi obat. Penyebab dari tidak ada hubungan yang signifikan adalah komponen afektif dan konatif (Kothandapani (1974) dalam Azwar (2013)). Komponen afektif dapat dilihat dari emosi seseorang terhadap suatu objek, sedangkan komponen konatif dapat dilihat dari perilaku dan sikap seseorang seharihari. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap minum obat (tidak mementingkan obat dalam penyembuhan), akan cenderung menolak jika diberikan obat. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Yetti (2007) di Jakarta, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhaan perilaku kesehatan. Sampel yang diteliti berjumlah 94 orang didapatkan nilai P 0,245. 2. Hubungan antara umur dengan sikap Hasil analisis menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,835 dengan ketentuan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara variabel umur dengan sikap. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dipakai pada penelitian ini yakni Teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor pembentuk sikap.
75
Tidak adanya hubungan ini dimungkinkan karena faktor afektif dari responden. Komponen afektif dapat dilihat dari kecenderungan sikap responden selama hidupnya. Jika orang yang memiliki sikap selalu menolak dengan pengobatan atau program pemberian obat, maka meskipun umur semakin bertambah, sikap akan tetap cenderung sama karena sikap dan persepsi seseorang akan cenderung stabil dan menetap. Hal ini dapat dilihat dari terdapatnya lansia yang memiliki sikap kurang terhadap program pencegahan filariasis (1,5%). Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Joni (2008) di Tangerang, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan responden dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis paru di Pusksesmas Panunggangan Kota Tangerang. 3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap Hasil analisis menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,889 dengan P values 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang mengatakan bahwa pendidikan adalah salah satu komponen pembentuk sikap. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan karena belum adanya gejala atau tanda penyakit yang dilihat (preceived) ( Lewin (1954) dalam Notoatmodjo (2010)). Dalam teori Health Belief Model, Lewin mengungkapkan bahwa pendidikan bisa menjadi komponen sikap jika telah mendapatkan suatu
76
gejala yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Seseorang dengan level pendidikan tinggi, akan cenderung melihat bahwa jika sakit, baru minum obat. Hal ini tidak sejalan dengan teori Azwar (2013) yang mengatakan bahwa salah satu komponen pembentuk sikap adalah lembaga pendidikan dan lembaga agama. Teori Azwar menjelaskan bahwa ada enam komponen pembentuk sikap, dan pendidikan adalah komponen kelima dalam pembentukan sikap. 4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,574 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan sikap. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin dan Green yang dipakai pada penelitian ini. Lewin mengatakan bahwa kelas ekonomi adalah salah satu faktor pembentuk sikap. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan karena tidak adanya biaya yang dikeluarkan saat responden menerima atau menolak program ini. Lewin (1954) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa masyarakat akan memiliki sikap yang baik jika dapat melihat manfaat yang dikurangi biaya dalam pengambilan keputusan. Biaya disini memiliki peran yang penting dalam menentukan sikap selanjutnya karena cenderung orang akan merasa rugi jika telah membayar sesuatu tapi tidak dimanfaatkan. Dalam penelitian
77
ini, masyarakat tidak akan ada kerugian secara material ketika masyarakat menerima obat atau tidak dan minum obat atau tidak, dikarenakan program ini telah ditanggung pemerintah. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Yuliarti (2007) yang mengatakan bahwa dari sampel sebanyak 104 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan penerimaan obat. 5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,270 dengan P Value 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak adanya hubungan pengetahuan dengan sikap. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang menjadi dasar penelitian ini. Penyebab yang signifikan dari tidak adanya hubungan ini adalah dalam memberikan pendidikan kesehatan, petugas tidak memberikan menyeluruh kepada semua kelompok umur, melainkan hanya kepada ibuibu pengajian dan perkumpulan warga. Sedangkan masyarakat dengan kelompok remaja tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dari petugas, melainkan dari sekolah atau media massa. Hal inilah yang membuat tidak sama dan tidak setaranya pengetahuan yang didapatkan oleh masyarakat tentang filariasis dan program pencegahan filariasis ini.
78
6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku minum obat Hasil analisis menggunakan Chi square didapatkan bahwa P tabel adalah 0,617 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang mendasari penelitian ini, yakni teori Lewin (1970) dan Green (1991). Lewin mengatakan bahwa jenis kelamin adalah salah satu faktor pembentuk perilaku masyarakat. Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2010) memperkirakan bahwa teori Lewin yang menyebutkan bahwa jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap perilaku adalah karena dalam kesehariannya, perempuan lebih tunduk dan patuh kepada laki-laki. Laki-laki adalah kepala keluarga yang mempunyai kekuatan, sehingga mempunyai rasa bahwa keputusannya adalah keputusan mutlak. Namun, setelah kemajuan jaman dan terbukanya seluruh aspek pengetahuan terhadap perempuan, hal tersebut semakin berubah. Pada saat ini, perempuan mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki, mempunyai pengetahuan yang sama, dan mempunyai pengaruh yang sama terhadap masyarakat. Hal inilah yang menjadi penyebab ketidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku yang dilakukan. Mechanics (1988) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa dalam keadaan sakit atau dalam memenuhi kebutuhannya, laki-laki dan perempuan akan melakukan tindakan dan tahapan-tahapan yang sama.
79
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Joni (2008). Dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien tuberkulosis dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis di Puskesmas Panunggangan kota Tanggerang tahun 2008. Penderita wanita biasanya akan lebih patuh minum obat karena sesuai kodrat wanita yang ingin tampak terlihat cantik dan tidak ingin ada cacat pada tubuhnya. 7. Hubungan antara umur dengan perilaku minum obat Hasil analisis dengan menggunakan Sperman correlation didapatkan P tabel 0,494 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang menyatakan bahwa umur adalah salah satu faktor pembentuk perilaku masyarakat. Erik Erikson dalam teori perkembangannya mengatakan bahwa pada tahap Integrity atau Despair manusia akan mengalami beberapa kemunduran dalam mengambil keputusan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masih ada 6,2% lansia yang tidak minum obat yang diberikan. Hal inilah yang memperkuat ketidak ada hubungan antara umur denga perilaku masyarakat dalam minum obat. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Randika (2011) yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti Filariasis pada penduduk usia 15-65 tahun di RW 09 Kelurahan Pondok
80
Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok Tahun 2011. Hasil penelitian tersebut adalah didapatkan p=0,450 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku minum obat. 8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku minum obat Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,845 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang mengatakan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor pembentuk perilaku manusia. Lewin (1970) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa faktor pembentuk perilaku akan sangat kuat jika terdapat faktor pendorong (cues) dalam diri dan lingkungan yang ditempati. Dalam penelitian ini, faktor pendorong dapat dilihat dari jurusan atau ranah masyarakat dalam mengambil
pendidikan.
Pendidikan
sangat
erat
kaitannya
dengan
pengetahuan, namun jika pendidikan yang diambil tidak menjurus pada jurusan kesehatan, maka perilaku kesehatanpun akan menurun. Seseorang dengan pendidikan tinggi belum tentu mengetahui dengan detail tentang filariasis, sehingga perilaku terhadap pencegahan filariasis akan cenderung kurang. Hal inilah yang menyebabkan pendidikan tidak selalu berhubungan dengan perilaku kesehatan.
81
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Randika (2011) yang mendapatkan P pada variabel pendidikan 0,976, sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat filariasis. 9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,413 dengan P Value 0,05 yang menunjukan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) yang menyatakan bahwa pendapatan atau kelas ekonomi adalah salah satu faktor pembentuk perilaku kesehatan. Masih dalam teori yang sama, Lewin memberikan penguatan bahwa pendapatan atau ekonomi tidak secara langsung membentuk perilaku. Masyarakat akan cenderung memanfaatkan sesuatu yang didapatkan jika dia telah mengeluarkan biaya dalam mendapatkannya. Rasa rugi adalah salah satu faktor penguat untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku sehat. Masyarakat akan merasa terdorong untuk mengambil manfaat jikalau dia akan merasa rugi atau membuang uang jika tidak dimanfaatkan. Sedangkan pada program pencegahan filariasis ini, pemerintah menjalankan program dengan gratis, sehingga menurunkan dorongan untuk bertindak. Penelitian
serupa
juga
dilakukan
oleh
Jaya
(2009)
yang
mengemukakan bahwa hasil uji statistik antara pendapatan dengan
82
kepatuhan minum obat adalah P= 0,757 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan dengan kepatuhan minum obat. 10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel 0,589 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah salah satu faktor pembentuk perilaku manusia. Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah bahwa petugas kesehatan tidak memberikan pendidikan kesehatan secara merata kepada semua kelompok umur. Petugas hanya memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu pengajian dan pertemuan warga. Sedangkan kelompok remaja tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dari petugas. Selain itu, petugas tidak memberikan obat secara langsung kepada masyarakat pada waktu obat akan diminum (malam hari). Waktu pemberian obat juga menentukan bagaimana sikap dan perilaku masyarakat terhadap obat tersebut, karena jikalau ada sesuatu yang akan ditanyakan, masyarakat bisa langsung bertanya dan petugas bisa langsung memberikan pengarahan. Selain itu, petugas bisa melihat secara langsung ketika masyarakat minum obat yang dibagikan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Bahavior Intention yang dikemukakan oleh Snehedu Kar (1988) dalam Notoatmodjo (2010) yang
83
mengatakan bahwa perilaku dalam kesehatan dipengaruhi oleh niat, dukungan sosial, pengetahuan, otonomi pribadi, dan situasi yang memungkinkan. C. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini bersifat Retrospektif yaitu mengingat sesuatu yang telah berlalu. Kelemahan dari penelitian ini adalah faktor daya ingat responden yang lemah dan peneliti tidak bisa observasi secara langsung sehingga kemungkinan bias sangat tinggi. 2. Instrumen penelitian: belum adanya standar instrumen terkait pengetahuan dan sikap terhadap filariasis, sehingga kuisioner yang dibuat peneliti memungkinkan banyak ditemukan kelemahan. Instrumen perilaku tidak bisa dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, sehingga sangat dimungkinkan hasil bias. 3. Peneliti kurang mendalam dalam mengkaji variabel sikap petugas kesehatan yang seharusnya heterogen, dimasukkan ke dalam homogen sehingga tidak ikut ke dalam variabel yang diteliti. 4. Tidak adanya data dasar dari Puskesmas ataupun dinas kesehatan tentang pencapaian program pencegahan filariasis di RW 2 Kelurahan Pondok Aren, sehingga data yang dipakai adalah data hasil penelitian ini.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren adalah suatu komunitas dengan keadaan demografi rata-rata berada pada tingkat yang cukup. Data demografi yang didapatkan dari responden adalah responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 70,8%, responden berusia dewasa sebanyak 61,5%, responden berpendidikan rendah sebanyak 60%, responden dengan pendapatan menengah sebanyak 41,5%, responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 43,1%, responden dengan sikap cukup sebanyak 49,2%, dan responden dengan perilaku minum obat anti filaria sebanyak 69,2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap dan perilaku masyarakat tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan seperti yang telah dipaparkan pada teori Health Belief Model (Lewin, 1970) dan Green (1991). Sikap dan perilaku masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren cenderung dipengaruhi oleh budaya masyarakat dalam berperilaku kesehatan. Budaya masyarakat di RW 2 menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memilih pengobatan alternatif dalam mendapatkan pengobatan, sehingga telah membentuk suatu sikap anti terhadap obat. Kejadian inilah yang menyebabkan ketidaklancaran program yang dijalankan. Target pencapaian program adalah 100%, namun hasil penelitian menunjukkan
84
85
bahwa pencapaian program baru 69,2%.Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian program masih jauh dari target dan harapan.
B. SARAN 1. Puskesmas Pondok Aren Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan promosi kesehatan pada masyarakat di Wilayah RW 2 Kelurahan Pondok Aren mengenai pentingnya program pencegahan filariasis melalui minum obat anti filaria sehingga diharapkan perilaku sehat masyarakat dapat meningkat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran suatu intervensi agar program lebih efektif, petugas hendaknya membuat jadwal dalam pemberian obat sesuai masing-masing RT, sehingga tidak membagikan obat dalam satu hari. Waktu pemberiannyapun harus disesuaikan kapan kira-kira waktu yang tepat untuk minum obat, sehingga petugas bisa meminta agar obat langsung diminum dan pemantauan obat secara langsung dapat dilakukan. 2. Institusi pendidikan Hasil penelitian ini bagi pendidikan keperawatan diharapkan dapat menjadi landasan dalam mengembangkan program kurikulum pendidikan keperawatan terkait dengan mata ajar Keperawatan Medikal Bedah dan dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran pada mahasiswa mengenai Penyakit Infeksi Parasit dan Penyakit Tropis.
86
3. Peneliti lain a. Melakukan penelitian serupa dengan desain kualitatif untuk mengkaji lebih dalam tentang faktor-faktor, dan alasan-alasan masyarakat dalam menanggapi program pencegahan filariasis. b. Melakukan penelitian pada aspek petugas kesehatan di daerah kerja Puskesmas Pondok Aren c. Melakukan penelitian lanjutan dengan metode yang berbeda dan tambahan variabel seperti sikap petugas kesehatan yang mungkin belum ada pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. PROSEDUR PENELITIAN: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006 Arikunto,Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010 Azwar,Saifuddin. SIKAP MANUSIA: Teori dan Pengukurannya edisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013 Brooker, Chris. Ensiklopedia Keperawatan (Churchill Livingstone’s st Encyclopaedia Of Nursing, 1 Edition). Jakarta: EGC. 2009
Mini
Dahlan, Muhamad Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan edisi ke 4. Jakarta: Salemba Medika. 2009 George, C Ray and Ryan J Kenneth. Sherris Medical Microbiology, Fourth Edition. United States of America: McGraw-Hill. 2004 Gunarsa,Singgih. Psikologi Perkembangan.Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004 Heni,Yusri. IMPROVING OUR SAFETY CULTURE: Cara Cerdas Membangun Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2011 Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Analisa
Jaya, Nandang Tisna Ali Ami. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat Antihipertensi di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten Tahun 2009. Skripsi PSIK UIN.2009 Koentjaraningrat. KEBUDAYAAN, MENTALITAS DAN PEMBANGUNAN. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004 Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010 Puji, dkk. Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna. MAKARA, KESEHATAN, VOL. 14, NO. 1, JUNI 2010: 31-36 Randika. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis pada Penduduk Usia 15-65 Tahun di RW 09 Kelurahan Pondok Petir Kecamatan Bojong Sari Kota Depok Tahun 2011. UPNVJ. 2011
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007). Laporan Provinsi Banten. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI: Jakarta. 2008 Rusmi,Tri Widayatun. Ilmu Perilaku M.A. 104.Jakarta: CV Sagung Seto. 2009 Sugiarto, Happy Tjandra. MOTIV-8: Koleksi Motivasi untuk Karier dan Kehidupan yang Lebih Baik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2004 Sunaryo, Drs. M.Kes. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004 Supali, Taniawati. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Buletin Jendela Epidemiologi Filariasis di Indonesia. Volume 1, Juli 2010 TDR. Community Directed Treatment of Lymphatic Filariasis in Africa. Report of A Multi Centre study in Ghana and Kenya: 2000 Wahyono, Tri Yunis Miko. Analisis Epidemiologi Deskriptif Filariasis di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Filariasis di Indonesia. Volume 1, Juli 2010 Widayati, Siti Nur. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta: Surakarta. 2012 Widoyono. PENYAKIT TROPIS; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta. 2008 Wigati, Mulat Abdullah. Sosiologi VIII. Jakarta: Grasindo. 2008 Yetti, Hilda. Hubungan Karakteristik Dukungan Keluarga dan Hasil Pendidikan Kesehatan dengan Kepatuhan Diit Hipertensi pada Lansia di Kelurahan Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Tesis Pasca FIK UI. 2007 Yuliarti, Dwiretno. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Usia Lanjut di Posbindu Kota Bogor Tahun 2007. Tesis Pasca FKM UI. 2007 BPS. Geliat Ekonomi Kelas Menengah. Diupload pada 12 Mei 2011 dan diakses pada 12 Juli 2013 dari http://kalsel.bps.go.id/?set=viewArtikel&flag_template2=1&page=1&id=71
CDC. Biology-Life Cycle of Wuchereria Bancrofti. diupload pada 2 November 2010 dan diakses pada tanggal 8 Januari 2013 http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology w bancrofti.html CDC. Vectors of Lymphatic Filariasis. diupload pada 2 November 2010 dan diakses pada tanggal 8 Januari 2013 dari http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/gen_info/vectors.html Depkes RI. Kejadian Pasca Pengobatan Massal Filariasis Telah Ditangani Serius. Jakarta 2008. Diambil pada tanggal 7 Januari 2013 dari http://www.depkes.go.id/ Depkes RI. Menkes Canangkan Pengobatan Filariasis di Jawa Barat. Jakarta.2009. Diambil pada tanggal 19 Desember 2012 dari http://depkes.go.id/ Kemdikbud. Sekolah Dasar. Jakarta 2012 diakses pada 1 Juli 2013 dari http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/peserta-didik-sekolah-dasar Natadisastra, Djaenudin dan Agoes, Ridad. PARASITOLOGI KEDOKTERAN: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC. 2009. Diambil pada tanggal 7 Januari 2013 dari http://books.google.co.id/ Prianto,L.A Juni, Tjahaya, Darwanto. ATLAS PARASITOLOGI KEDOKTERAN. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Diambil pada tanggal 7 http://books.google.co.id/ Januari 2013 dari Republika Online. Separuh Warga Tangsel Terjangkit Kaki Gajah. diupload pada 23 Oktober jam 2009 diakses pada 19 Maret 2013 http://www.republika.co.id
dari
WHO. Lymphatic Filariasis, 2012. Diambil pada 19 Desember 2012 dari http://who.int/lymphatic_filariasis/en/ WHO. Lymphatic Filariasis; Epidemiology. 2012. Diambil pada 19 Desember 2012 jam 19.08 WIB dari http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/en/ WHO. Life-Cycle of Onchocerca Volvulus,2013. Diambil pada tanggal 7 Januari 2013 dari http://www.who.int/apoc/onchocerciasis/lifecycle/en/ WHO. LYMPHATIC FILARIASIS: Eliminating One of Humanity’s Most Devastating Disease. Diambil pada tanggal 1 Mei 2013 dari http://www.who.int/entity/neglected_diseases/preventive_chemotherapy/Ne wsletter14_En.pdf
Kuisioner Penelitian Bagian 1 (Demografi) Petunjuk: 1. Bacalah setiap pertanyaan dibawah ini dengan baik. 2. Pertanyaan dibawah ini mohon diisi semuanya 3. Isilah titik-titik dibawah ini 4. Lingkarilah jawaban yang sesuai Nomor responden (diisi oleh peneliti):……… A. Faktor demografi : 1. Nama (inisial)
: …………..
2. Usia
: …………..
3. Jenis kelamin
: 1. Laki-laki
4. Alamat Lengkap
: ……………………Rt…….Rw……No…... Kelurahan………..
5. Pendidikan terakhir : 1. SD dan SMP atau sederajat 2. SMA atau sederajat 3. Perguruan Tinggi 6. Pekerjaan : 1. Tidak bekerja 2. Petani/Buruh 3. Pedagang/Wiraswasta 4. PNS/Peg. Swasta/TNI 5. Lain-lain sebutkan…………
2. Perempuan
7. Pendapatan
:
1. < 1.500.000/bulan 2. 1.500.000 – 2.600.000/ bulan 3. > 2.600.000/ bulan
Bagian 2 pengetahuan Petunjuk 2 Berilah tanda cheklis () pada jawaban yang anda anggap paling benar. No 1.
Pertanyaan
BENAR
Penyakit filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria
2.
Penyakit kaki gajah menyebabkan kecacatan seumur hidup
3.
Penyakit kaki gajah adalah penyakit yang mematikan
4.
Penyakit kaki gajah ditularkan oleh nyamuk yang membawa cacing filaria
5.
Penyakit kaki gajah dapat disebabkan oleh cacing tanah
6.
Penyakit kaki gajah dapat ditularkan dari penderita ke orang lain saat berdekatan
7.
Pembengkakan pada penderita kaki gajah hanya di kaki saja
8.
Penyakit kaki gajah juga dapat menyerang kemaluan, tangan, dan organ-organ dalam
9.
Anak penderita kaki gajah sudah pasti terkena kaki gajah
10. Minum
Dietilkarbamazin
(DEC)
yang
dibagikan
puskesmas dapat mencegah penyakit kaki gajah
petugas
SALAH
Bagian 3 (Sikap) Berilah tanda ceklis () pada jawaban anda. No
Pernyataan
Sangat Tidak Tidak Setuju
1. Filariasis (kaki gajah) adalah salah satu penyakit yang butuh perhatian serius dari masyarakat 2. Upaya pencegahan filariasis (kaki gajah) dapat dilakukan dengan minum obat anti filaria 3. Kita harus menjauhi orang yang terkena penyakit kaki gajah 4. Orang yang tidak minum obat pencegahan kaki gajah, akan sangat mudah terkena penyakit kaki gajah 5. Lingkungan yang kotor dan kumuh tidak menularkan penyakit kaki gajah 6. Pembengkakan kaki tangan pada penderita kaki gajah sangat mengganggu aktivitas dan pekerjaan saya 7. Penyakit kaki gajah dapat mengurangi keindahan dan memperburuk bentuk tubuh 8. Obat pencegahan kaki gajah (filariasis) yang diberikan petugas puskesmas harus dihabiskan
Setuju
Setuju Sangat Setuju
Bagian 4 (Perilaku) Petunjuk 4: Berilah tanda ceklis () pada angka yang sesuai dengan jawaban anda. Pertanyaan 1. Saya mendapatkan obat anti filariasis (kaki gajah) dari petugas puskesmas atau kader: a. Ya b. Tidak 2. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader saya minum pada waktu: a. Pagi b. Siang c. Malam 3. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader saya minum secara teratur sesuai anjuran: a. Ya b. Tidak 4. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader telah saya minum: a. Habis b. Tidak habis 5. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader yang disebut Dietilkarbamazin (DEC) yang berjumlah 3 tablet diminum: a. 1 hari 1 tablet berturut-turut selama 3 hari b. Diminum sekaligus 3 butir
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI FILARIA DI RW II KELURAHAN PONDOK AREN
Kepada Yth, Bapak/ibu di, RW 2 Pondok Aren, Tangerang Selatan Bapak/Ibu yang saya Hormati Sehubungan dengan tugas akhir saya dalam menyusun Skripsi dengan judul penelitian:
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat dalam Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW II Kelurahan Pondok Aren. Sudilah kiranya Bapak/Ibu menjadi Responden. Sebagai responden, informasi yang Bapak/Ibu berikan sangat berharga dalam penelitian ini. Dalam pengisian kuesioner ini, Bapak/Ibu tidak perlu ragu karena saya akan menjaga kerahasiaan informasi yang Bapak/Ibu berikan. Apabila Bapak/Ibu setuju berpartisipasi dalam mengisi lembaran kuesioner ini, saya mohon kesediaannya untuk menandatangani di bawah ini untuk menjadi responden dan menjawab semua pertanyaan sesuai petunjuk yang ada. Saya ucapkan terima kasih. Jika bapak/ibu ada yang ingin ditanyakan terkait dengan proses penelitian, dapat ditanyakan langsung kepada peneliti. Pondok Aren, November 2013 Hormat saya,
Rusmanto
Responden
..................................................
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SYARIF HIDAYATT]LLAII JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
I IT-,
\III I
Telp. : (62-21) 74716718 Fax : (62-21) 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail :
[email protected]
Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419
Nomor Lampiran Hal
: Un.0l/F104(M.01 .2llBo /zAD
Ciputat, Desember
2012
: Permohonan Izin Studi Pendahuluan Kepada Yang Terhormat Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan JI. Witanahada Komp. Sasmita Jaya Pamulang
di Tangerang Selatan
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Masyarakat Terhadap Obat Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Aren"
Anti Filariasis di
Sehubungan dengan itu kami mohon diberikan izin melaksanakan studi
pendahuluan atas nama
:
Nama
Rusmanto
NIM
109104000034
Semester
vII
Program Studi
Ilmu Keperawatan
Fakultas
Kedokteran dan llmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah lakarta
.
Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima
kasih.
\ffassalamu'alaikum Wr. Wb.
Widjajakusumah, AIF., PFK Tembusan: Dekan FKIK
PEMERII{TAH KOTA TANGERANG SEIAIAN
DINAS KESEHAIAN Jl. Witana Harja Komp. Sasmita Jaya No. 27 Telp. 021 - 7441557, Fax. 021 - 744t236 - Pamulang
Pamulang,
800 lortltlDinkes
/Xll I 20tz
l9 Desember 2012
Nomor
'.
Lampiran
:-
Dekan
Perihal
: Pemberian Izin Studi PendahuluaE
tlIN Syarif Hidayatullah Jakara
Kepada Yth,
Fakulus Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
diTEMPAT
Sehubungan dengan adanya surat dari LJIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan IImu Kesehatan, Nomor
:
un.0l/ FI0/KM 0l.zl 3lgo lz0l2, perihal
Pcrmohonan lzin Studi Pendahuluan atas nama Nama
Rusmanto
NIM
10e104000034
Prograrn Studi
Ilrtru Kepcrawatan
Tema
"
:
:
Faktor-fahor -vang mempen garuh i peneri nraan masyarakat Terhadap Obat Anti Filariasis diWilayah Kerja puskesmas Pondok Aren"
Pada dasarnya kami tidak keberatan untuk memberikan lzin Studi pendahuluan
yang dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakara, adapun dalam hal pelaksanaannya harap untuk berkoordinasi kephda Kepala UPT Puskesmas yang akan dikunjungi. Demikian atas perhatian dan kerja
INAS G
il:ii;iixirir,i:l
ESEHATAN I G ISELATAN
"'
ffi NIP. 19690204 199003r 906
Tembusan:Yth Wali Kota Tangerang Selatan, (sebagai laporan) ; Kepala UPT Puskesmas pondok Aren di Kok Tangerang Selatan;
l.
2, 3.
Yang Fcrsangkutran,
KEMENTERIAN AGAMA TINIYERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SYARIF HMAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp.
: (62-21)'14716718 Fax : (62-21) 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail :
[email protected]
Nomor : Un.0l/Fl0iKM.01 .2/ry$
Hal
:
12013
Ciputat, t2November 2013
Permohonan Izin Penelitian Kepada Yang Terhormat,
Lurah Pondok Aren di Pondok Aren Tangerang Selatan
Assalamu'alaikum \ff r. \#b.
Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat dalam Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren". Sehubungan dengan penelitian atas nama : Nama
Rusmanto
NIM
r
itu
kami mohon diberikan
izin
091 04000034
Program Studi
IX Ilmu Keperawatan
Fakultas
Kedokteran dan IImu Kesehatan UIN Syarif
Semester
melaksanakan
Hidayatullah Jakarta
Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wn Wb. A.n
Widjajakusumah, AIF., Tembusan: 1. Ketua RW 2 Pondok Aren
PFl
Lampirang Software Statistik 1. Univariat Statistics Jenis Kelamin N
Valid
Umur
Pendidikan
Pendapatan
Pengetahuan
65
65
65
65
65
0
0
0
0
0
Mean
1.71
1.86
1.72
1.82
1.92
Median
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2
2
2
2
2
Std. Deviation
.458
.609
.573
.748
.756
Variance
.210
.371
.328
.559
.572
Sum
111
121
112
118
125
Missing
Mode
Statistics Perilaku minum Sikap N
Valid
obat 65
65
0
0
Mean
2.42
.69
Median
2.00
1.00
2
1
Std. Deviation
.583
.465
Variance
.340
.216
Sum
157
45
Missing
Mode
Frequency Table Jenis Kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
19
29.2
29.2
29.2
Perempuan
46
70.8
70.8
100.0
Total
65
100.0
100.0
Umur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Remaja
17
26.2
26.2
26.2
Dewasa
40
61.5
61.5
87.7
8
12.3
12.3
100.0
65
100.0
100.0
Lansia Total
Pendidikan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
SD, SMP atau sederajat
22
33.8
33.8
33.8
SMA atau sederajat
39
60.0
60.0
93.8
4
6.2
6.2
100.0
65
100.0
100.0
PT atau sederajat Total
Pendapatan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
< 1.500.000
25
38.5
38.5
38.5
1.500.000-2.500.000
27
41.5
41.5
80.0
> 2.500.000
13
20.0
20.0
100.0
Total
65
100.0
100.0
Pengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang
21
32.3
32.3
32.3
Cukup
28
43.1
43.1
75.4
Baik
16
24.6
24.6
100.0
Total
65
100.0
100.0
Sikap Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang
3
4.6
4.6
4.6
Cukup
32
49.2
49.2
53.8
Baik
30
46.2
46.2
100.0
Total
65
100.0
100.0
Perilaku minum obat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak minum obat
20
30.8
30.8
30.8
Minum obat
45
69.2
69.2
100.0
Total
65
100.0
100.0
2. Bivariat Correlations Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Pearson Correlation
Sikap
1
-.065 .609
Sig. (2-tailed) N Sikap
Pearson Correlation
65
65
-.065
1
.609
Sig. (2-tailed) N
65
65
Correlations Umur Spearman's rho
Umur
Correlation Coefficient
1.000
.026
.
.835
65
65
Correlation Coefficient
.026
1.000
Sig. (2-tailed)
.835
.
65
65
Sig. (2-tailed) N Sikap
Sikap
N Correlations
Sikap Spearman's rho
Sikap
Correlation Coefficient
1.000
.018
.
.889
65
65
Correlation Coefficient
.018
1.000
Sig. (2-tailed)
.889
.
65
65
Sig. (2-tailed) N Pendidikan
N Correlations Sikap Sikap
Pearson Correlation
Pendapatan 1
.071 .574
Sig. (2-tailed) N Pendapatan
65
65
Pearson Correlation
.071
1
Sig. (2-tailed)
.574
N
65
65
Correlations Sikap Sikap
Pearson Correlation
Pengetahuan 1
N Pearson Correlation
-.139 .270
Sig. (2-tailed)
Pengetahuan
Pendidikan
65
65
-.139
1
.270
Sig. (2-tailed) N
65
65
Jenis Kelamin * Perilaku minum obat Crosstabulation Perilaku minum obat Tidak minum obat Jenis Kelamin
Laki-laki
Minum obat
Count
Perempuan
5
14
19
Expected Count
5.8
13.2
19.0
Count
15
31
46
14.2
31.8
46.0
20
45
65
20.0
45.0
65.0
Expected Count Total
Total
Count Expected Count Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig.
Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
1
.617
.042
1
.838
.254
1
.614
.250 b
Asymp. Sig.
Fisher's Exact Test
.770
Linear-by-Linear
.246
1
.620
Association N of Valid Cases
65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,85. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Jenis
Lower
Upper
.738
.224
2.433
.807
.342
1.906
1.093
.782
1.529
Kelamin (Laki-laki / Perempuan) For cohort Perilaku minum obat = Tidak minum obat For cohort Perilaku minum obat = Minum obat N of Valid Cases
65
.425
Correlations Perilaku minum Umur Spearman's rho
Umur
Correlation Coefficient
1.000
.086
.
.494
65
65
Correlation Coefficient
.086
1.000
Sig. (2-tailed)
.494
.
65
65
Sig. (2-tailed) N Perilaku minum obat
obat
N Correlations
Perilaku minum obat Spearman's rho
Perilaku minum obat
Correlation Coefficient
Pendidikan 1.000
.025
.
.845
65
65
Correlation Coefficient
.025
1.000
Sig. (2-tailed)
.845
.
65
65
Sig. (2-tailed) N Pendidikan
N Correlations
Perilaku minum obat Spearman's rho
Perilaku minum obat
Correlation Coefficient
Pendapatan 1.000
.103
.
.413
65
65
Correlation Coefficient
.103
1.000
Sig. (2-tailed)
.413
.
65
65
Sig. (2-tailed) N Pendapatan
N Correlations Perilaku minum obat Perilaku minum obat
Pearson Correlation
Pengetahuan 1
.589
Sig. (2-tailed) N Pengetahuan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.068
65
65
-.068
1
.589 65
65