Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WP BADAN Amanda Hidayat
[email protected]
Titik Mildawati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT Tax system in Indonesia follows self assessment system. From the self assessment system, a full trust is given to the taxpayers to register themselves at the Tax Service Office in order to calculate, deposit, and report their tax liabilities. By using self assessment, the function of the government is to facilitate so the self assessment system works properly while its implementation depends on the obedience of the taxpayers. The purpose of this research is to find out some factors which influence the obedience of the taxpayers at KPP Pratama Surabaya Gubeng. Keywords:Taxpayer Awareness Factor, Taxpayer Perception, Taxpayer Knowledge, Tax Service Quality. ABSTRAK Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment. Dari sistem self assessment, wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak, menghitung sendiri, menyetorkan, serta melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Dengan sistem self assessment, fungsi pemerintah hanya memfasilitasi agar sistem self assessment berjalan dengan baik, sedangkan pelaksanaanya sangat tergantung pada kepatuhan wajib pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan di KPP Pratama Surabaya Gubeng. Kata Kunci : faktor kesadaran Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak, Pengetahuan Wajib Pajak, kualitas pelayanan pajak.
PENDAHULUAN Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam melaksanakan pembangunan ini pemerintah mengandalkan dana dari dua sumber pokok yaitu sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. Agar bisa menjadi bangsa yang mandiri pemerintah harus berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan sumber pendanaan dalam negerinya yaitu dengan meningkatkan penerimaan pajaknya.Menurut Mardiasmo (2009:1) pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) serta tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak pribadi maupun badan.Sedangkan penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak yang diberikan oleh wajib pajak pribadi maupun badan. Peningkatan penerimaan pajak tidak terlepas dari peran pemerintah dan wajib pajak yang ada, karena tanpa adanya kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya mustahil penerimaan pajak akan meningkat. Untuk itu agar penerimaan pajak meningkat diharapkan kepatuhan wajib pajak jugameningkat, karena penerimaan pajak merupakan sumber APBN utama terbesar yang diterima khususnya berasal dari Pajak Penghasilan Badan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
2
Pajak Penghasilan atau biasa disebut dengan PPh sebagai salah satu jenis pajak yang ada di Indonesia merupakan sumber penerimaan negara yang diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007.Penerimaan di sektor pajak penghasilan memegang peranan yang lebih menonjol dibandingkan dengan jenis pajak lainnya.Pajak penghasilan terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak Badan.Penerimaan pajak di Indonesia lebih didominasi oleh pajak penghasilan badan.Hal tersebut dikarenakan sebagai instansi formal terdaftar, badan lebih mudah teridentifikasi jati dirinya, terpantau kehadirannya, terdeteksi kegiatannya dan transparan obyek pajaknya.Kewajiban subyektif suatu badan usaha dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau berkedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap badan usaha harus memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak). Sebagai sarana wajib pajak membayar adalah menggunakan SSP (surat setoran pajak), yaitu Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Kepatuhan pajak merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Besar jumlah penerimaan pajak tidak terlepas dari peran serta wajib pajak dalam pelaksanaan pemunggutan pajak. Pelaksanaan self assesment system dalam sistem pemunggutan pajak di Indonesia memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban maupun hak perpajakannya, diantaranya adalah dalam melaksanakan kewajiban maupun hak perpajakannya, diantaranya adalah dalam menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban pajak melalui surat pemberitahuan (Waluyo, 2010:10). Hal tersebut menyebabkan kebenaran pembayaran pajak tergantung pada kejujuran dan kepatuhan wajib pajak itu sendiri dalam melaporkan kewajiban perpajakannya. Kepatuhan pajak yang dimaksud adalah terkait dengan bagaimana melaporkan semua informasi yang diperlukan tepat waktunya, mengisi secara benar jumlah pajak terutang, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Dalam sistem perpajakan terdapat batasan-batasan (conctrains) sebagai indikator yang menunjukkan tingkat kepatuhan (tax compliance) Wajib Pajak, diantaranya menyangkut waktu pelaksanaan kewajiban perpjakan (time compliance) dan jumlah pajak yang harus dibayar (tax compliance). Kepatuhan perpajakan dapat didefinisi sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Menurut Nurmantu (2003: 148) ada dua macam kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undangundang perpajakan. Salah satu unsur yang bisa ditekankan oleh aparat dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak adalah dengan cara menyosialisasikan peraturan perpajakan baik itu melalui penyuluhan, seruan moral baik dengan media billboard, baliho, maupun membuka situs peraturan perpajakan yang setiap saat bisa diakses Wajib Pajak. Melalui sosialisasi tersebut pengetahuan Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan bertambah tinggi. Pengetahuan tentang peraturan perpajakan penting untuk menumbuhkan perilaku patuh, karena bagaimana mungkin Wajib Pajak disuruh patuh apabila mereka tidak mengetahui bagaimana peraturan perpajakannya, artinya bagaimana Wajib Pajak disuruh untuk menyerahkan SPT tepat waktu jika tidak mereka tidak tahu kapan jatuh tempo
penyerahan SPT. Persepsi Wajib Pajak yang masih mempersepsikan bahwa pajak merupakan pungutan wajib bukan sebagai wujud merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
3
wajib pajak. Disamping persepsi Wajib Pajak tentang pajak itu sendiri, ditambah persepsi wajib pajak terhadap aparat pajak. Selama ini banyak wajib pajak yang bersepsi Wajib Pajak terhadap aparat pajak. Selama ini banyak wajib pajak yang bersepsi Wajib Pajak terhadap aparat pajak. Selama ini banyak kasus-kasus pajak yang melibatkan para aparat pajak. Hal ini akan menyebabkan rendahnya kepatuhan pajak. Salah satu upaya lain dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada Wajib Pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan kepada Wajib Pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan (Supadmi,2012). Dalam penelitian Supadmi (2010) disebutkan bahwa untuk meningkatkan Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan,kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyaman bagi Wajib Pajak. Keramah tamahan petugas pajak dan kemudahan dalam sistem informasi perpajakan termasuk dalam pelayanan perpajakan tersebut. untuk menjaga agar wajib pajak tetap berjalan pada koridor peraturan perpajakan yang telah ditetapkan dan agar penerimaan pajak meningkat selain dilihat dari tingkat kepatuhan wajib pajaknya, mungkin ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hubungan antara kepatuhan wajib pajak badan dan peningkatan penerimaan pajak. penelitian ini bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu yang dapat diuraikan untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak badan di KPP Pratama Surabaya Gubeng. TINJAUAN TEORETIS Tinjauan umum tentang pajak Seperti halnya manusia yang membutuhkan udara untuk hidup, demikian pula dengan negara yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai keperluan pembangunan negara demi terciptanya kesejahteraan masyarakat. Alternatif pembiayaan negara yang tepat adalah pajak. Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di indonesia. Masalah pajak adalah masalah negara, dan setiap orang atau badan usaha dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, masalah pajak juga menjadi masalah rakyat dalam negara tersebut. Walaupun banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberikan pengertian berbeda-beda mengenai definisi definisi pajak, tetapi masing-masing definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Sehingga ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak: (a) Pajak dipungut berdasarkan/ dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. (b) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. (c) Pajak dipunggut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. (d)Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang apabilla dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk pembiayaan public investment. (e) Pajak dapat/ pula mempunyai tujuan lain yang non budgeter, yaitu mengatur. (Sunarto, 2002:2) Fungsi pajak Adapun fungsi pajak yang utama, yaitu: (a) Fungsi penerimaan (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh:dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
4
(b) Fungsi mengatur (regureland) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: (1) Dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. (2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumsif. (3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk indonesia dipasaran dunia (Mardiasmo, 2009:1-2) Dasar hukum pemungutan pajak Dasar hukum dan ketentuan konstitusional dari pemungutan pajak di indonesia adalah: (a) Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang. (b) Pasal 16 ICW 1925(indonesia compatibiteitsweet), segala pemungutan pajak, kenaikan pajak, pengurangan pajak, penghapusan pajak, tidak dapat dijalankan sebelum jumlah uang yang menjadi akibatnya dimasukkan dalam APBN . jadi segala pemungutan pajak berdasarkan undang-undang. (c) Undang-undang perpajakan setelah pembaharuan tahun 1983 sampai sekarang. Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain: (a) Teori akuntansi merupakan Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. (b) Teori kepentingan merupakan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, semakin tinggi pajak yang harus dibayar. (c) Beban daya pikul merupakan Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu: (1) Unsur obyektif, melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang. (2) Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. (d) Teori bakti merupakan Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. (e)Teori asas daya beli merupakan Dasar keadilan terletak pada akibat pemunggutan pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. (Masdiasmo,2009:3) Pajak Penghasilan Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur Mengenai Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No. 46 Tahun 2008. Menurut Siti Resmi (2009:170) pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU no.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun 2000 adalah: (1) Pemberian kerja terdiri dan orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang memebayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. (2) Bendahara atau pemegang kas pemerintahan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
5
termasuk bendahara atau pemegang kas kepada pemerintah pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar negeri, yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan: (3) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan- badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua; (4) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: (a) Honorarium atau penyelenggara lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri; (b) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; (c) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintahan, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah: (1) Kantor Perwakilan Negara Asing; (2) Organisasi-organisasi intemasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-undang pajak penghasilan, yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan; (3)Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;(4) Dalam hal organisasi intemasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi intemasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotong pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor pokok wajib pajak merupakan nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri indentitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. (resmi, 2004:22-23). Berdasarkan pengertian ini maka fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak adalah : (1) Untuk mengetahui indentitas wajib pajak. (2) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. (3) Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, karena yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). (4) Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam surat setoran pajak (SSP) yang ditetapkan sendiri maupun pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga hams mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). (5) Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen yang diajukan, seperti Dokumen Impor (PPUD/PIUD), Dokumen Ekspor (PEB). (6)Untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa atau tahunan (Sihaloho,2002:23) Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tentang pendaftaran ditentukan sebagai berikut: (1) Tempat pendaftaran diri wajib pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah dikantor Direktur Jendral Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) yang wilayah/kerjanya wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (orang atau pribadi) tempat kedudukan (badan) atau tempat kegiatan usaha wajib pajak yang bersangkutan. (2) Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak berada pada dua atau lebih wilayah kerja kantor Direktorat Jendral Pajak, Direktur
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
6
Jendral Pajak menetapkan (Sihaloho,2002:23-24)
tempat
tinggal
atau
tempat
kedudukan
wajib
pajak.
Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pengertian SPT diatas maka fungsi dari SPT adalah: (1) Sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu (1) tahun pajak atau bagian tahun pajak. (2) Laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu masa pajak yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. (3) Merupakan sarana penelitian atas kebenaran perhitungan pajak yang terutang yang dilaporkan oleh para wajib pajak. (Sihaloho, 2002:32) (a)Prosedur yang menyangkut SPT merupakan Prosedur penyelesaian yang menyangkut SPT yang harus diperhatikan para wajib pajak adalah sebagai berikut: 10. Angsuran PPh Pasal 25 nihil, tetap menyampaikan SPT Masa PPh. (Sihaloho, 2002:33) (b) Bentuk dan Jenis Surat Pemberitahuan (1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. (2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Suarat Pemberitahuan untuk satu tahun pajak atau bagian Tahun Pajak. (3) Bentuk isi lampiran SPT ditetapkan Direktorat Jendral Pajak, seperti SPT masa PPh meliputi jenis pembayaran pajak, antara lain PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, PPh pasal 26. SPT masa ini hams disampikan wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak terdaftar, paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak. (Sihaloho, 2002:34-35). (c) Yang Wajib Mengisi SPT adalah Setiap orang pribadi yang menerima penghasilan yang jumlahnya melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). (d) Cara Pengisian SPT Tahunan (1) Setiap wajib pajak terlebih dahulu membaca buku petunjuk pengisian SPT Tahunan dengan cermat. (2) Setelah dibaca, lampiran SPT diisi terlebih dahulu sebelum mengisi induk SPT. (3) Seandainya diperlukan dapat dibuat lampiran tambahan disamping lampiran yang sudah ditentukan. Kemudian induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua, satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak dan yang satu lembar untuk arsip Wajib Pajak. (Sihaloho, 2002:35) Peningkatan Penerimaan Pajak Menurut Siti (2004:2) Faktor-faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukkan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara antara lain: (1) Kejelasan dan Kepastian merupakan Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang Perpajakan Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak.Namun keberadaan undang-undang saja tidaklah cukup. (2) Tingkat Intelektualitas Masyarakat Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan: wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. (3) Kualitas Fiskus (Petugas Pajak) merupakan Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi. (4) Sistem Administrasi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
7
Perpajakan yang Tepat merupakan Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak jugadipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan. Menurut Smith dikutipoleh Waluyo (2006:14) pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu: (a) Equity/Equality di mana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya.Negara tidakboleh melakukan diskriminasi di antara sesama pembayar pajak. (b) Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary). (c) Convenienceadalah pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan. (d) Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya. Kepatuhan Wajib Pajak. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak.Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.Kondisi perpajakan menuntut ke ikut sertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi.Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela / valuntary of comlience merupakan tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Deviano dan Rahayu (2006:110) Mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan ada terdapat 2 macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material: (1) Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. (2) Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Indikator kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 BadanBerdasarkan ketentuan Undangundang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP) (a) Ketepatan Waktu (b) Akurasi data (c) Sanksi Perpajakan Penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut : (a) Ketepatan waktu merupakan Dalam Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran Phh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. (b) Akurasi data merupakan Penyampaian laporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Pemberitahuan itu diisi dengan benar lengkap dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah: (1) Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan dengan keadaan yang sebenarnya. (2) Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. (3) Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
8
Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Jika faktor kepatuhan Wajib Pajak bisa diperbaiki, diharapkan Wajib Pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Persepsi Wajib Pajak Pengertian persepsiDalam kamus besar Bahasa Indonesia (2003) seperti yang dikutip Utami (2012),persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengorganisasian, pengintepertasian terhadap stimulus oleh oraganisasi atau individu sehingga merupakan suatu yang berartidan merupakan aktivitas dalam individu. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar dan pengetahuan.Persepsi Efektifitas Sistem Pajak merupakan Persepsi wajib pajak terhadap kinerjapenerimaan pajak dilakukan oleh MariaKarantaetal. (2000) dalam Suryadi (2006) menyatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap kinerja Badan Perpajakan Nasional Swedia, ini dilihat dari: Kesadaran prosedur yang bermanfaat bagi Wajib Pajak, kebutuhan bagi Wajib Pajak, perlakuan yang adil, keahlian aparat dalam mendeteksi kesalahan, serta dalam mengoreksi laporan pajak. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa persepsi wajib pajak yang positif dapat mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam membayar pajak.Anu (2004) seperti diikuti oleh Anggraeni (2011) dalam penelitiannya mengurai bentuk-bentuk persepsi dan alasan persepsi tersebut dapat mengidentifikasikan kemauan membayar pajak oleh Wajib Pajak. (a)Wajib Pajak merasa jumlah pajak yang harus dibayar tidak memberatkan, ataupaling tidak sesuai dengan penghasilan yang peroleh. Wajib Pajak maumembayar pajak apabila beban pajak yang dipikul tidak mempengaruhikemampuan ekonomis secara signifikan. (b) Wajib pajak menilai sanksi-sanksi perpajakan dilaksanakan dengan adil. Dengan penilaian ini Wajib Pajak akan membayar pajak, didasarkan padakepercayaan bahwa Wajib Pajak yang tidak membayar pajak akan dikenakan sanksi. (a) Wajib Pajak menilai pemanfaatan pajak sudah tepat. Salah satu pemanfaatanpajak adalah pembangunan fasilitas umum. Penelitian yang dilakukan olehCummings dan Vasques ditahun 2005 seperti yang dikutip Bintoro (2007)menunjukkan bahwa persepsi Wajib Pajak atas ketersediaan barang dan jasa(fasilitas) untuk kepentingan umum meningkatkan kepatuhan pajak olehWajib Pajak dimana kemauan membayar pajak termasuk didalamnya. (b) Wajib pajak menilai aparat pajak memberikan pelayanan dengan baik. Bintoro(2007) berpendapat bahwa, kontrak psikologi yang dibangun oleh aparaturpajak dan wajib Pajak akan berdampak pada terbentuknya moral pajak yangdapat mempengaruhi Wajib Pajak untuk mau membayar pajak. Oleh karena persepsi selalu diawali dengan pemahaman terhadap objek persepsi, maka konteks persepsi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai aktualisasi sikap yang dicerminkan dalam pemahaman dan penafsiran dari Wajib Pajak Badan atas pengenaan pajak penghasilan. Maksudnya adalah, apakah pajak penghasilan yang dikenakan kepada Wajib Pajak badan dirasa sudah sesuai dengan kemampuannya (ability to pay) atau belum. Pengetahuan Wajib Pajak Pengertian PengetahuanMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) seperti yang dikutip Utami (2012), Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasidan faktor luar berapa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Menurut pendapat lain pengetahuan adlah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
9
menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati danNurlis,2010). Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata seorang Wajib Pajakatau kelompok wajib Pajak dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak. Pengetahuan peraturan perpajakan dalam sistem perpajakan yang baru, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotong royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan adanya sistem ini diharapkan para Wajib Pajak tahu akan fungsi pembayaran pajak. Diharapkan sistem ini dapat terwujud keadilan. Yang dimaksud adil disini Wajib Pajak menghitung dengan sesuai ketentuan perpajakan dan pemerintah tahu menggunakan semua ini sesuai kebutuhan guna untuk membangun negara (Hardiningsih:2011). Kesadaran Wajib Pajak Pengertian kesadaran dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu dan Zain,2001: 1196) adalah keinsafan, keadaan sadar, tahu, dan mengerti. Sedangkan Menurut Kartono (2002: 43) kesadaran merupakan "intensionalitas" atau relasi antara subyekaktif mengalami dengan obyek yang dialami, sehingga kesadaran bisa diartikan sebagai pengamatan dan penghayatan sendiri dengan sadar. Dengan kata lain, jika kesadaran seseorang dalam keadaan normal maka daya tangkap inderanya benar-benar dalam kondisi jernih, daya orientasi dan konsentrasi minatnya pun juga akan lancar. Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa konstelasikomponen kognitif, afektif, dan konatif dalam memahami, merasakan, dan perilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Menurut Zam-Zam (2006: 26) kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para Wajib Pajak agar rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar kewajiban pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah.Irianto (2005) dalam Widiyanti dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak, yaitu: (a) Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjangpembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, Wajib Pajak mau membayarpajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan.Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkankesejahteraan warga Negara (b) Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajaksangat merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak karenamemahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan bebanpajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapatmengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. (c) Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Kualitas Pelayanan Pajak Pengertian Kualitas layanan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepadapelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-meneras. Tjiptono (2007) seperti yang dikutip oleh Utami (2012) menyimpulkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
10
yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan Kualitas Pelayanan PerpajakanMenurut Hardiningsih (2011) pelayanan perpajakan dibentuk oleh dimensikualitas sumber daya manusia (SDM), ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan. Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan terpenuhi bilamana SDM melakukan tugasnya secara profesional, disiplin dan transparan. Dalam kondisi Wajib Pajak merasa puas atas pelayanan yang diberikankepadanya, maka mereka akan cenderung melaksanakan kewajiban membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran dari Populasi (objek) Penelitian Jenis penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk membuat diskripsi, gambaran serta lukisan-lukisan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terdapat pada riset diselidiki. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang menggunakan data berupa kalimat tertulis ataupun lisan, perilaku, peristiwa-peristiwa, pengetahuan atau obyek studi. Penelitian dengan pendekatan kualitatif menitikberatkan pada pemahaman, pemikiran, atau konsep berfikir dari peneliti untuk mengetahui makna dari suatu fenomena. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara studi lapangan atau Field Research yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mempelajari secara langsung pada objek penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun cara memperoleh data pada teknik tersebut yaitu sebagai berikut: (a)DokumentasiYaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan bukti-bukti atau keterangan tertulis yang dimiliki kantor pelayanan pajak sesuai dengan tujuan untuk penelitian ini. (b) Wawancara Yaitu dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam kantor pelayanan pajak maupun pejabat yang berwenang dalam pengambilan data yang diperlukan serta yang berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti. (c) Observasi Merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki. Satuan Kajian Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan mengkoreksi apa saja faktor-faktor yang menyebabkan wp badan tersebut menjadi patuh di KPP Surabaya Gubeng.Selanjutnya upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dan peran apa saja yang dilakukan pemerintah agar kepatuhan wajib pajak ini tetap terjaga. Kemudian dianalisa sebab-sebabnya sehingga dapat ditarik kesimpulan serta saran-saran yang akan dikemukan. Teknik Analisis Data Analisis data adalah mengelola data yang dikumpulkan baik dari lapangan maupun dari pustaka.Tujuan dari analisis data adalah untuk membatasi penemuan sehingga data yang teratur dan lebih berarti.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
11
Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif yaitu kegiatan mengumpulkan, mengelola, dan kemudian data observasi agar pihak lain dengan mudah memperoleh gambaran mengenai sifat (karakteristik) obyek dari data tersebut. Langkah-langkah untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: (1)Perencanaanmeliputi perumusan dan pembatasan masalah serta serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan pada kegiatan pengumpulan data.Kemudian merumuskan situasi penilaian, satuan dan lokasi yang dipilih serta informan-informan sebagian sumber data.Deskripsi tersebut merupakan pedoman bagi pemilihan dan penentuan sampel purposive. (2) Memulai pengumpulan data adalah Sebelum pengumpulan data dimulai, peneliti berusaha menciptakan hubungan baik, menumbuhkan kepercayaan serta hubungan yang akrab dengan individu-individu dan kelompok yang menjadi sumber data.Peneliti memulai wawancara dengan beberapa informan yang telah dipilih untuk kemudian dilanjutkan dengan teknik bola salju atau member check.Pengumpulan data melalui interview dilengkapi dengan data pengamatan dan data dokumen (triangualasi).Data pada pertemuan pertama belum dicatat, tetapi data pada pertemuan-pertemuan selanjutnya dicatat, disusun, dikelompokkan secara intensif kemudian diberi kode agar memudahkan dalam analisis data. (3) Pengumpulan data dasarSetelah peneliti berpadu dengan situasi yang diteliti, pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam, observasi dan pengumpulan dokumen yang lebih intensif. Dalam pengumpulan data dasar peneliti benar-benar “melihat, mendengarkan, membaca dan merasakan” apa yang ada dengan penuh perhatian. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis data mulai dilakukan, dan keduanya terus dilakukan berdampingan sampai tidak ditemukan data baru lagi. (4) Pengumpulan data penutup adalahPengumpulan data berakhir setelah peneliti meninggalkan lokasi penelitian, dan tidak melakukan pengumpulan data lagi.Peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan atau tidak ditemukan lagi data baru. (5) Melengkapi Langkah melengkapi merupakan kegiatan menyempurnakan hasil analisis data dan menyususn cara menyajikannya. Analisis data dimulai dengan menyusun fakta-fakta hasil temuan lapangan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan baik dari penyampaian SPT, ketepatan pembayaran pajak, dan penghitungan/pelapoan yang seharusnya, agar penerimaan negara dari sektor pajak meningkat. Rendahnya tingat kepatuhan memberikan beberapa dampak negatif antara lain: (a) penerimaan negara menurun karena hilangnya potensi pendapatan negara. (b) sistem perpajakan kurang prospektif. (c) sistem perpajakan kurang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan. Kesinambungan penerimaan negara dari sektor pajak diperlukan karena penerimaan pajak merupakan sumber utama penerimaan APBN. Untuk menjamin hal tersebut, kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu kunci keberhasilan Pemerintah dalam menghimpun penerimaan pajak. Berdasarkan hasil penelitian terdapat variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yaitu besarnya penghasilan, sanksi perpajakan, persepsi penggunaan uang pajak secara transparan dan akuntabilitas, perlakuan perpajakan yang adil, penegakan hukum, dan database. Selanjutnya, kepatuhan wajib pajak berpengaruh atas penerimaan negara dari sektor pajak. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Pemerintah seyogianya mempercepat proses terwujudnya pemerintahan yang good
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
12
governance dan menjelaskan secara berkala kepada masyarakat (public) mengenai alokasi penggunaan uang pajak. Diseminasi kebijakan dan perlakuan perpajakan secara berkesinambungan dilaksanakan dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat misalnya tokoh-tokoh masyarakat, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi pengusaha, pedagang maupun profesi. Penyempurnaan perangkat aturan yang tidak mendorong dunia usaha yang kondusif misalnya aturan yang menimbulkan diskriminasi usaha atau yang mendorong wajib pajak menjadi tidak patuh. Dalam rangka pengenalan kegiatan usaha wajib pajak (knowing your taxpayers) untuk tujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Pemerintah seyogianya melaksanakan kegiatan pendukung (supporting activities) yaitu kemitraan dengan dunia usaha (industry partnership), aktivitas himbauan (leverage activity), dan kunjungan ke lokasi usaha wajib pajak (spot audit). Melaksanakan penegakkan hukum secara konsisten dan sesuai ketentuan yang berlaku. Mengembangkan sistem pengelolaan data yang lengkap, akurat, terintegrasi dan terjamin kerahasiannya (database management system) sehingga dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pelayanan, pengawasan, intensifikasi penerimaan pajak maupun ekstensifikasi. Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk terus meningkatkan kepatuhan wajib pajak baik dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi antara lain: (1) menerbitkan dan mengirimkan surat teguran, imbauan, surat tagihan pajak. (2) Memberikan sosialisasi perpajakan yang menyangkut pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. (3) Menyampaikan ucapan terima kasih kepada wajib pajak yangmengirimkan SPT Tahunan tepat waktu. (4) Menjadikan masyarakat sadar pajak merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya sehingga akan berdampak pada peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan kesadaran pajak sehingga wajib pajak semakin patuh terhadap kewajiban perpajakannya antara lain dengan meningkatkan kualitas pelayanan kantor pajak, memudahkan wajib pajak memenuhi kewajiban administrasi perpajakan seperti layanan e-SPT. Mengadakan sosialisasi perpajakan yang akan memberikan pemahaman kepada wajib pajak terkait hak dan kewajiban mereka, dan menyerderhanakan sistem perpajakan yang diharapkan serta melakukan pemeriksaan untuk menentukan pajak terutang. Penegakan Hukum Terhadap Aparat Pajak Pendorong Peningkatan Kepatuhan Pajak Membayar pajak ternyata tidak hanya untuk memenuhi kewajiban undangundang, tapi juga berkaitan dengan rasa jiwa kebangsaan. Artinya, wajib pajak yangsudah melaksanakan kewajibannya, di dalam jiwanya tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Memang belum semua wajib pajak berpihak pada adanya jiwa kebangsaan tersebut. Justru dalam hal itulah seharusnya aparat pajak yang profesional dapat “unjuk gigi” dengan keprofesionalitasan yang mereka miliki. Ada keyakinan bahwa perputaran lingkaran kerja sama negatif antara wajib pajak dengan aparat pajak dapat diputus melalui penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap kinerja sebagian aparat pajak yang selama ini tidak profesional dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat. Kepatuhan sukarela sebagaimana diharapkan dari Self Assessment System dalam kenyataannya masih belum optimal. Hal yang mendorong wajib pajak untuk melakukan kepatuhan tersebut salah satunya karena pengelolaan pajak belum efektif, sehingga manfaatnya belum dapat kembali dinikmati masyarakat. Namun demikian, sebelum sampai pada taraf pengelolaan penerimaan pajak kadangkala ditengah jalan dijumpai adanya ketidakpuasan wajib pajak terhadap kinerja aparat. Ketidakpuasan cenderung membuat wajib pajak melakukan penghindaran. Wajib pajak dengan kesadaran yang masih rendah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
13
memang masih sulit diharapkan untuk dapat melaksanakan Self AssessmentSystem secara jujur dan transparan. Kepatuhan pajak pun pada akhirnya harus dipaksa dilakukan demi memenuhi target pemasukan pajak ke dalam kas negara. Aparat pajaklah yang menjadi salah satu petugas berwenang untuk memaksakan kewajiban pajak masyarakat. Kontrol terhadap kepatuhan wajib pajak masih harus dilakukan oleh aparat pajak. Sebagai pengontrol, maka diri aparat pajak mutlak harus bersih. Namun dalam perjalanannya persoalan muncul, tidak tertutup kemungkinan terjalin kerja sama haram antara wajib pajak dengan aparat pajak yang kurang profesional. Memang tidak mudah melaksanakan Self Assessment System, tetapi upaya ini harus berkelanjutan dan tugas utama seluruh aparatur pajak adalah mewujudkannya. Kepatuhan wajib pajak secara sukarela ini akan mempunyai dampak besar, bukan saja bagi instansi pajak secara parsial, melainkan juga bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan dan kenyataannya dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak secara sangat luar biasa. Oleh karena itu, target kepatuhan sukarela ini mestinya merupakan misi utama dari seluruh jajaran aparatur pajak dan aparatur pemerintah lainnya secara universal (Chaizi Nasucha, 2004:267). Untuk menyelamatkan uang negara, langkah pertama yang harus diambil adalah membersihkan Direktorat Jenderal Pajak. Jika aparat instansi ini tidak mempan disuap, para wajib pajak tentu akan tertib membayar pajak. Hampir setiap tahun ratusan pegawai pajak yang nakal diberi sanksi teguran, penurunan gaji dan pangkat, hingga pemecatan. Tapi hukuman semacam ini tidak cukup. Menyeret mereka ke jalur hukum harus terus dilakukan mengingat telah menjamurnya penyimpangan yang terjadi, bahkan disaat ini ketika perekonomian belum baik kondisinya. Kepastian dilakukannya “equal treatment” terhadap aparat pajak seperti yang dilakukan kepada wajib pajak mendesak untuk diterapkan. Satusatunya harapan memang melalui penegakan hukum dengan menyeret para aparat pajak nakal ke pengadilan. Tentu saja hal tersebut juga berkaitan dengan keprofesionalitasan aparat penegak hukum pada lembaga peradilan itu sendiri. Sebab jika tidak, maka lingkaran yang berputar antara ketidakpatuhan wajib pajak dengan ketidakprofesionalitasan aparat pajak akan semakin rumit dengan bergabungnya ketidakprofesionalitasan aparat penegak hukum yang terlibat di pengadilan. Penegakan hukum terhadap aparat pajak pada akhirnya diharapkan akan mampu mendorong tingkat kepatuhan pajak wajib pajak. Kualitas wajib pajak yang baik tidak akan mampu memenuhi target pemasukan pajak yang ditetapkan apabila aparat pajak memiliki kualitas yang rendah dalam melakukan tugasnya dan penegakan hukum terhadapnya belum konsisten. Begitu juga dengan produk hukum yang sempurna pun tidak akan berjalan tanpa disertai dengan aparat pajak yang beretika dalam tugasnya. Sistem pembayaran secara elektronik pun tidak akan membantu meningkatkan kepatuhan pajak jika aparat pajak dengan mudahnya “menerobos” sistem yang dibuat meskipundiakui banyak pihak bahwa penerapan sistem elektronik tersebut mampu meminimalisir negosiasi terlarang antara wajib pajak dengan aparat pajak yang disebabkan karena minimnya kontak fisik atau pertemuan fisik antara keduanya. Penegakan hukum menjadi jalan untuk mengukuhkan aparat pajak menjadi aparat yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya kepada masyarakat, khususnya terhadap wajib pajak. Dengan aparat pajak yang berkualitas, maka jika ada wajib pajak dengan kesadaran rendah akan mampu meningkatkan kesadaran tersebut sehingga kepatuhan juga akan meningkat meskipun sebagian wajib pajak masih melakukan kepatuhan tersebut secara dipaksakan. Itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Kepatuhan pajak memang memerlukan waktu untuk dapat diresapi dan dijalankan oleh wajib pajak di negara ini. Tentu saja dengan dukungan dan kerja sama (positif) dengan aparat pajak yang profesional.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
14
Optimalisasi Kualitas Pelayanan Sistem pemungutan pajak yang berdasarkan self assessmentsystem menuntut kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui optimalisasi kualitas pelayanan. Dijelaskan didalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2007 mengenai pelayanan perpajakan, yang dimaksut dengan Pelayanan adalah sentra dan indikator utama untuk membangun citra Direktorat Jendral Pajak, sehingga kualitas pelayanan harus terus menerus ditingkatkan dalam rangka mewujudkan harapan dan membangun kepercayaan Wajib Pajak dan seluruh stakeholder perpajakan terhadap Direktorat Jendral Pajak. Hakikat pelayanan umum yang dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah sebagai berikut. (a) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi pemerintah di bidang pelayanan umum. (b) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif). (c) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Sedangkan prinsip-prinsip pelayanan publik berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003), yaitu: Kesederhanaan, kejelasan, kepastianwaktu, akurasi, keamanan, tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan, keramahan dan kenyamanan. Melalui penjelasan tersebut Aparat Pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepuasan dan kepatuhan wajib pajak. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara mencakup reformasi dibidang pelayanan yang harus dimulai dari aspek yang paling besar yaitu pola pikir, pola tindak, tata busana serta tutur kata dalam berkomunikasi, selain itu peningkatan kualitas kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu, penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pajak Kondisi perpajakan di Indonesia, pada saat ini pajak menyumbang 75% porsi penerimaan negara, pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran negara ini seperti gaji para PNS, biaya pendidikan, subsisi BBM, melunasi hutang luar negeri, membangun sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Menanamkan kesadaran tentang pajak sejak dini, akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak dan menimbulkan rasa kebanggaan terhadap pajak. Contoh yang pernah dilakukan DJP adalah High School Tax Road Show, High School Tax Competition, Tax Goes to Campus, ini merupakan kegiatan yang menimbulkan greget, heboh dan sangat berkesan, bahkan sangat dirindukan muncul lagi oleh kalangan pelajar maupun mahasiswa. Mungkin perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan format yang beragam, kreatif serta inovatif. perlu diberikan apresiasi kepada salah satu kanwil yang melaksanakan acara ini dengan membuat kegiatan turnamen Bola Basket antar SMU terpanjang/terlama. Format acara yang diselingi turnamen bola basket dengan memindahkan lokasi/tempat pertandingan ke sekolah yang ada lapangan basketnya untuk even itu diadakan, sehingga masyarakat begitu berkesan dengan even ini. Pada dasarnya kebijakan pemerintah tentang perpajakan telah mengalami perubahan sedemikian rupa, sesuai dengan perkembangan ekonomi di negara ini. Mulai tahun 2008
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
15
pemerintah telah berusaha untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya melalui dua cara yaitu dengan pertama dengan itensifikasi pemungutan yaitu pajak yang diarahkan sebagai upaya meningkatkan penerimaan dari sumber pajak yang telah ada. Kedua, extensifikasi yaitu berupa pemerintah meningkatkan penerimaan pajak dengan jalan memperluas basis pajak. Kedua cara itu baru berhasil apabila didukung oleh administrasi pajak yang baik dan meningkatnya kesadaran dari masyarakat akan kewajibannya. Tidak ada rasa sadar yang muncul dari diri sendiri untuk senantiasa membangun negara. Orang baru terpikir untuk membayar pajak saat merasa butuh, misalnya butuh NPWP untuk kepentingan tender, atau butuh NPWP agar tidak terkena fiskal. Ketidakpahaman wajib pajak terhadap berbagai ketentuan yang ada dalam NPWP menjadikan wajib pajak tersebut memilih untuk tidak ber NPWP dengan berbagai alasan. Dari alasan alasan tersebut dikemukakan bahwa kesadaran masyarakat untuk membayar pajak memang masih rendah. Selain itu kekhawatiran akan penyalahgunaan uang pajak yang kerap kali dilakukan oleh staf pajak baru-baru ini seringkali menjadi pemikiran masyarakat. Bagaimana pajak itu akan dikelola dan kemana uang pajak itu akan disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat diangap kurang. Pentingnya Pendidikan Wajib Pajak Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. Mungkin suatu ide mendirikan sekolah khusus dibidang perpajakan bisa diwujudkan guna mencetak tenaga ahli dan trampil di bidang perpajakan. Atau dapat juga dengan memasukkan materi perpajakan ke dalam kurikulum pendidikan nasional baik di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama sampai perguruan tinggi. Khususnya Fakultas Ekonomi, bahkan sudah ada Diploma Perpajakan. Wajib pajak pada saat ini banyak yang tidak mengetahui tentang pajak, maka dari itu banyak juga wajib pajak yang malas membayar pajak dikarenakan pengetahuan dari wajib pajak juga rendah dan berdampak kepada pendapatan negara yang semakin tahun semakin menurun jikalau pendapatan indonesia semakin tahun target yang realisasi semakin turun maka subsidi untuk masyarakat berkurang, pemangkasan anggaran-anggaran untuk keperluan daerah-daerah juga banyak terjadi dan indonesia juga suatu saat bisa menjadi negara miskin dikarenakan pendapatan negara semakin menumpuk dan lalu indonesia bisa terjadi inflasi besar-besaran.Selain itu latar belakang pendidikan dan pengetahuan Wajib Pajak yang beragam kadang menimbulkan kesulitan kesulitan untuk memberikan penjelasan. Apalagi masalah pajak bisa dibilang cukup rumit bagi orang awam dalam hal peraturan, perhitungan dan administrasi. pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib Pajak terhadap system perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya system perpajakan suatu Negara yang dianggap adil. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun nonformal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak. Dengan adanya wajib pajak mengetahui tata cara pembayaran pajak dan fungsi pajak itu sendiri. Maka kepatuhan wajib pajak khususnya badan akan meningkat lalu berdampak kepada pendapatan negara yang semakin besar dan inflasi di indonesia semakin membaik.Upaya-upaya yang dilakukan oleh KPP pratama surabaya gubeng dengan cara penyuluhan, himbauan iklan dijalan hingga ditelevisi dan pemberian kelas pajak kepada wajib pajak lalu ada kegiatan publikasi secara media elektronik dan cetak yang sering
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
16
diagendakan oleh KPP Pratama Surabaya Gubeng, selain itu setiap Wajib Pajak memiliki Account Representative yang dapat membantu Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya khususnya Wajib Pajak badan. Dengan adanya kegiatan kegiatan-kegiatan positif seperti ini yang dilakukan oleh KPP Pratama Surabaya Gubeng, besar harapan wajib pajak khususnya badan mendapatkan education atau pengetahuan tentang pajak dan KPP Pratama Surabaya Gubeng berharap setelah mendapatkan pengetahuan yang banyak teantang pajak, wajib pajak badan dapat patuh untuk membayar pajak. pemerintah perlu meningkatkan tingkat pendidikan warga negara supaya mereka dapat memahami peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dilakukan mengingat tingkat pendidikan wajib pajak juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. Peningkatkan tingkat pendidikan warga negara dapat dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan dan memberikan bantuan operasional sekolah supaya masyarakat yang tidak mampu bisa tetap sekolah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Surabaya Gubeng, penulis mengambil kesimpulan bahwa :Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan antara lain: Kualitas Pelayanan pajak, Persepsi Wajib Pajak, Pengetahuan Wajib Pajak, dan Kesadaran Wajib Pajak Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah bahwa menerapkan strategi khusus untukWajib Pajak Orang Pribadi dalam hal penyuluhan/sosialisasi mengenai selfassessment system dan informasi perpajakan dengan melakukan pelatihan terpadu secara rutin dengan wilayah yang lebih luas.Untuk penelitian selanjutnya,diharapkan dapatmeningkatkan pemahaman dan pengetahuannya mengenai perpajakan baik dalam hal self assessment system. DAFTAR PUSTAKA Badudu, J.S, dan S.M. Zain, 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Inter Grafika. Bintoro, W. 2007. Kebijakan pengampunan pajak (tax Amnesty)(Perspektif Kerangka Kerja Implementasi Sunset Policy Mendasarkan UU No 28 Tahun 2007). Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 21, Nomor 4:328-335. Universitas Airlangga. Surabaya. Chaizi, N. (2004), Reformasi Administrasi Publik: Teori Dan Praktek, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Deviano, S dan S.K. Rahayu. 2006. Perpajakan Konsep Teori dan Isu, Kencana, Jakarta. Hardiningsih, Pancawati dan N. Yulianawati. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. (The Factors that Influence the Willingnes to Pay the Tax). Dinamika keuangan dan perbankan, November 2011, hal 126-142 ISSN: 1979-4878. Vol. 3, No.l. Kartono, K. 2003. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mardiasmo. 2009. Perpajakan edisi revisi 2009, CV Andi Offset, Yogyakarta Nurmantu, S.. 2003. Pengantar Perpajakan. Edisi 2. Jakarta: Granit. Resmi, S. 2004. Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta. Sihaloho, C. 2002. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sunarto. 2002. Perpajakan. BPFE. Yogyakarta Supadmi, N.L. Tanpa Tahun. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Melalui Kualitas Pelayanan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
17
Suryadi. 2006. Model Kausal Kesadaran, Pelayanan, kepatuhan Wajib Pajak, Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survey Utami, S.R. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serang. Waluyo. 2006. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta Widayanti dan Nurlis. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Sudi Kasus pada KPP Pratama Gambir Tiga). Simposium Nasional Akuntansi 13. Zam Zam, M. 2006. Pengaruh Tingkat Kesadaran, Tingkat Pemahaman dan Pendapatan Wajib Pajak Wiraswasta.Skripsi Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga ●●●