H HA ASSIILL PPEEN NEELLIITTIIA AN N
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS CHOLINESTERASE DARAH PETUGAS PENYEMPROT PESTISIDA JENIS MALATHION DI KOTA MEDAN Indra Chahaya S. dan Evi Naria Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155 ABSTRACT One of tackling DHF prevention is fogging. It consist of organophosphat pesticides with malathion as substance active. This pesticide reduces the blood cholinesterase activities with headache sympton for official. The lowering of cholinesterase activities can be prevented if the official obeys the fogging regulation and use personal protection equipment rightly. The objective research is to know cholinesterase activities of official before and after fogging, and related factors. They are fourteen fogging official from Dinas Kesehatan Medan city and public health centre as sample. The result showed 50% official occur cholinesterase activities decrease. The official knowledge and attitude about fogging regulation and using personal protection equipment was good, but 50% official behavior was not good. Their priod working, applicated fogging regulation, and using personal protection equipment related to decrease cholinesterase activities. In suggestion, they need cholinesterase activities monitoring before and after fogging. Keywords: Fogging official, Cholinesterase activities PENDAHULUAN Kasus DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kota Medan tersebar di 21 kecamatan/ 151 kelurahan, di mana setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus DBD. Data terakhir pada tahun 2004 Angka Insiden (AI) sebesar 2,7/10.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,68%, angka insiden ini berada di atas angka nasional tetapi CFR berada di bawah standar angka nasional (Dinkes Kota Medan, 2004). Untuk menekan angka insiden dan kejadian luar biasa terhadap DBD telah dilakukan upaya terus menerus oleh pemerintah dengan bantuan masyarakat setempat melalui program yang mencakup keterpaduan usaha penemuan dan pengobatan penderita, kegiatan pengamatan dan monitoring, pemberantasan vektor,
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta kegiatan penyuluhan kepada masyarakat. Salah satu usaha penanggulangan terhadap DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan nyamuk melalui penyemprotan rumah (pengasapan/fogging). Tujuan kegiatan ini adalah untuk memutuskan rantai penularan sehingga peningkatan jumlah penderita dapat dibatasi dan penyebarluasan penyakit dapat dicegah (Depkes RI, 2000). Dalam kegiatan penyemprotan rumah (fogging) biasanya digunakan jenis pestisida golongan organofosfat seperti malathion. Pestisida ini apabila terpapar oleh tubuh manusia dapat menimbulkan penurunan aktivitas cholinesterase di dalam tubuh terutama pada petugas penyemprot dan akan menimbulkan gejala-gejala seperti sakit kepala dan pusing.
Perbedaan Faktor Infeksi dengan Pemeriksaan PCR Serviks HPV (1–78) 24 Chatarina U.W.
Universitas Sumatera Utara
Pestisida dari golongan organofosfat seperi malathion akan memfosforilisasi hampir semua jumlah enzym asetyl cholinesterase dari jaringan-jaringan dan tidak dapat bereaksi kembali, dengan demikian terjadilah akumulasi asetylkolin pada sambungan cholinergic neuro effector (efek muscarinic). Pada sambungan akeletal muscle myoneral dan dalam antonomic ganglion (efek nictonic) (Depkes, 2000). Pestisida ini dapat diserap melalui pernafasan, makanan dan penetrasi kulit. Beberapa diantaranya dirubah menjadi intermediate yang lebih toksik sebelum dimetabolisir, semuanya mengalami degradasi hydrolysis didalam hati dan jaringan-jaringan lainnya yang biasanya dalam waktu berjam-jam diabsorbsi dan gejalanya biasanya timbul kira-kira 30 menit setelah pemaparan. Pada petugas penyemprot perlu diketahui aktivitas normal cholinesterase pada waktu sebelum penyemprotan untuk dapat dipakai sebagai pedoman bila kemudian timbul keracunan. Pada umumnya gejala keracunan baru tampak jika aktivitas cholinesterase darah menurun 30% sampai 50%. Hal ini diambil sebagai batas menghentikan mereka untuk sementara dari pekerjaannya sebagai tindakan pengamanan. Di kota Medan, dalam upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dilakukan penyemprotan pada rumah-rumah penduduk dengan menggunakan pestisida jenis organo fosfat yaitu malathion. Penyemprotan dilakukan oleh petugas puskesmas dan petugas dinas kesehatan yang telah dilatih berjumlah 14 orang. Dalam pelaksanaan tugasnya petugas penyemprot biasanya dilengkapi dengan alat pelindung diri. Namun kenyataannya dengan alasan kurang nyaman alat pelindung diri sering tidak digunakan oleh petugas sewaktu menyemprot pestisida. Hal ini dapat menyebabkan petugas terpapar oleh pestisida yang akibatnya dapat menurunkan aktivitas cholinesterase darah. Dari 14 orang petugas yang melaksanakan penyemprotan ternyata belum pernah dilakukan pemeriksaan kadar cholinesterase darah sebelum dan sesudah penyemprotan. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida jenis malathion di kota Medan. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan 2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petugas penyemprot pestisida tentang tata cara penyemprotan 3. Untuk mengetahui pemakaian alat pelindung diri petugas penyemprot pestisida 4. Untuk mengetahui lama bekerja petugas penyemprot pestisida 5. Untuk mengetahu status gizi petugas penyemprot pestisida 6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan kota Medan tentang pemaparan pestisida pada petugas penyemprot dan diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap petugas penyemprot. 2. Sebagai informasi kepada petugas penyemprot tentang pemaparan pestisida pada tubuhnya, dengan harapan petugas dapat lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya dan mengikuti aturan-aturan penyemprotan. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh petugas penyemprot pestisida jenis malathion yang merupakan petugas untuk fogging/pengasapan pada dinas kesehatan kota Medan.yang berjumlah 14 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi. Waktu penelitian dilakukan selama lebih kurang 4 bulan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data diperoleh dari hasil jawaban kuesioner responden dan hasil pemeriksaan spesimen darah petugas penyemprot sebelum dan sesudah
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) 25 Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
penyemprotan dengan menggunakan Tintometer Kit. Selain itu data juga diperoleh dari Kantor Dinas Kesehatan dan instansi resmi lainnya. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Petugas fogging di Dinas Kesehatan Kota Medan berjumlah 14 orang, di mana mereka adalah petugas yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota dan petugas Puskesmas yang tersebar di kota Medan. Data petugas fogging Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskemas dapat dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik Petugas Penyemprot Pestisida Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sebahagian besar petugas penyemprot Dinas Kesehatan Kota Medan pada kelompok umur 51-60 tahun (35,71%). Berdasarkan Tabel 3, sebahagian besar petugas penyemprot berpendidikan SLTA (64,29%), namun masih ditemukan petugas yang berpendidikan rendah (tamat SD dan SLTP). Selain itu juga ditemukan petugas penyemprot yang berpendidikan D3 dan sarjana sebanyak 21,43%.
Tabel 1. Data petugas fogging Dinas Kesehatan Kota dan puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2005 No. Petugas Fogging Jumlah (orang) 1 Dinas Kesehatan Kota 4 2 Puskesmas Petisah 1 3 Puskesmas Padang Bulan 1 4 Puskesmas Simalingkar 1 5 Puskesmas Glugur Darat 1 6 Puskesmas Belawan 1 7 Puskesmas Sunggal 1 8 Puskesmas Amplas 1 9 Puskesmas Binjai 1 10 Puskesmas PB Selayang 1 11 Puskesmas Mandala 1 Jumlah 14 Sumber: Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2005 Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur No. Umur Responden (tahun) Jumlah (orang) 1 21 – 30 2 2 31 – 40 3 3 41 – 50 4 4 51 - 60 5 Jumlah 14
Proporsi (%) 14,29 21,43 28,57 35,71 100
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) 1 SD 1 2 SLTP 1 3 SLTA 9 4 D3/Sarjana 3 Jumlah 14
Proporsi (%) 7,14 7,14 64,29 21,43 100
26
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4, sebahagian besar responden (71,43%) menyatakan pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang tata cara penyemprotan pestisida dan cara melindungi diri terhadap pemaparan pestisida sewaktu melaksanakan penyemprotan. Tabel 5 menunjukkan bahwa 11 orang (78,57%) mengalami keluhan kesehatan seperti pusing, lemas, mata berair, sesak nafas, setelah penyemprotan.
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Penyemprot Pestisida Sebelum dan Sesudah Penyemprotan Berdasarkan Tabel 6 dan 7 terlihat bahwa terjadi penurunan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan, di mana ditemukan 7 orang (50%) petugas yang masuk kategori normal menjadi ringan, kategori ringan menjadi sedang.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan penyuluhan kesehatan yang diterima No. Penyuluhan Kesehatan Jumlah (orang) Proporsi (%) 1 Pernah 10 71,43 2 Tidak Pernah 4 28,57 Jumlah 14 100 Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan keluhan kesehatan No. Keluhan Kesehatan Jumlah (orang) 1 Ada 11 2 Tidak Ada 3 Jumlah 14
Proporsi (%) 78,57 21,43 100
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan penurunan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Responden Penurunan Sebelum Penyemprotan Sesudah Penyemprotan 1 87,5% (Normal) 87,5% (Normal) Tetap 2 50% (Keracunan sedang) 50% (Keracunan sedang) Tetap 3 62,5% (Keracunan ringan) 50% (Keracunan sedang) Menurun 4 62,5% (Keracunan ringan) 50% (Keracunan sedang) Menurun 5 50% (Keracunan sedang) 37,5% (Keracunan sedang) Tetap 6 62,5% (Keracunan ringan) 50% (Keracunan sedang) Menurun 7 62,5% (Keracunan ringan) 50% (Keracunan sedang) Menurun 8 75% (Normal) 62,5% (Keracunan ringan) Menurun 9 62,5% (Keracunan ringan) 62,5% (Keracunan ringan) Tetap 10 50% (Keracunan sedang) 37,5% (Keracunan sedang) Tetap 11 75% (Normal) 75% (Normal) Tetap 12 62,5% (Keracunan ringan) 37,5% (Keracunan sedang) Menurun 13 75% (Normal) 75% (Normal) Tetap 14 62,5% (Keracunan ringan) 50% (Keracunan sedang) Menurun Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Penyemprot Sebelum Penyemprotan Sesudah Penyemprotan Kategori Jumlah (%) Kategori Jumlah (%) Normal 4 28,57 Normal 3 21,43 Keracunan Ringan 7 50,00 Keracunan Ringan 2 14,28 Keracunan Sedang 3 21,43 Keracunan Sedang 9 64,29 Jumlah 14 100 Jumlah 14 100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) 27 Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
Perilaku Petugas Penyemprot Pestisida tentang Tata Cara Penyemprotan Tingkat pengetahuan petugas penyemprot tentang dampak pestisida terhadap kesehatan manusia, cara masuknya pestisida ke dalam tubuh, manfaat dari alat pelindung diri, gejala keracunan oleh pestisida jenis malathion dan tata cara penyemprotan pestisida dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tingkat pengetahuan petugas penyemprot pestisida pada umumnya baik 13 orang (92,86%), hanya 1 orang (7,14%) tingkat pengetahuannya kurang. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa sikap petugas penyemprot tentang, pemakaian alat pelindung diri, tata cara penyemprotan, penyediaan pestisida dan kegiatan setelah selesai menyemprot, 11 orang mempunyai sikap yang baik (78,57%)
dan hanya 2 orang yang mempunyai sikap yang kurang baik (14,29%). Tindakan petugas penyemprot dalam pemakaian alat pelindung diri, tata cara penyemprotan, kegiatan setelah melakukan penyemprotan dan cara penyediaan pestisida ternyata 7 orang (50%) melakukan tindakan yang baik dan 7 orang (50%) melakukan tindakan yang sedang. Pemakaian Alat Pelindung Diri Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa 6 orang (42,86%) petugas penyemprot selalu memakai alat pelindung diri yang lengkap selama melakukan penyemprotan, sedangkan penyemprot lainnya 8 orang (57,14%) tidak memakai alat pelindung diri yang lengkap bahkan kadang-kadang tidak menggunakannya.
Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan petugas penyemprot No. Tingkat Pengetahuan Petugas Jumlah (orang) Proporsi (%) 1 2
Baik Kurang Jumlah
13 1 14
Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan sikap petugas penyemprot No. Sikap Petugas Penyemprot Jumlah (orang) 1 2 3
Baik Sedang Kurang Jumlah
11 1 2 14
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan tindakan petugas penyemprot No. Tindakan Petugas Penyemprot Jumlah (orang) 1 2
Baik Sedang Jumlah
7 7 14
Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan pemakaian alat pelindung diri No. Pemakaian Alat Pelindung Diri Jumlah (orang) 1 2
28
Lengkap Tidak Lengkap Jumlah
6 8 14
92,86 7,14 100
Proporsi (%) 78,57 7,14 14,29 100
Proporsi (%) 50 50 100
Proporsi (%) 42,86 57,14 100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
Lama Kerja Menjadi Petugas Penyemprot Pestisida Petugas penyemprot pestisida Dinas Kesehatan Kota Medan pada umumnya telah bekerja selama lebih dari 2 tahun yaitu 13 orang (92,86%) dan hanya 1 orang yang bekerja selama 1-2 tahun (7,14%). Status Gizi Petugas Penyemprot Pestisida Petugas penyemprot pestisida Dinas Kesehatan Kota Medan mempunyai status gizi yang lebih, baik dan buruk. Enam orang (42,86%) petugas mempunyai gizi lebih, 7 orang (50%) mempunyai gizi baik dan hanya 1 orang (7,14%) mempunyai status gizi buruk. Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Penyemprot Pestisida Sesudah Penyemprotan Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Berdasarkan tabulasi silang di atas terlihat bahwa tidak ada kaitan antara tingkat pengetahuan dengan aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida. Di mana pada tingkat pengetahuan yang baik ditemukan 7 orang yang mengalami penurunan aktivitas cholinesterase darah. Sedangkan petugas yang tingkat pengetahuannya kurang tidak mengalami penurunan aktivitas cholinesterase darah. Demikian juga dengan sikap, ternyata tidak ada kaitan dengan aktivitas cholinesterase darah. Pada petugas penyemprot yang bersikap baik ditemukan 6 orang yang mengalami penurunan aktivitas cholinesterase darah, sedangkan yang bersikap kurang tidak ada yang mengalami penurunan aktivitas cholinesterase darah. Berdasarkan tabulasi silang terlihat bahwa ada kaitan antara tindakan petugas penyemprot dengan aktivitas cholinesterase darah. Di mana pada petugas yang tindakan baik dan sedang terdapat 4 dan 3 orang yang mengalami penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja sebagai petugas penyemprot pestisida No. Lama Bekerja Jumlah (orang) Proporsi (%) 1 1-2 tahun 1 7,14 2 > 2 tahun 13 92,86 Jumlah 14 100 Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan status gizi petugas penyemprot pestisida No. Status Gizi Jumlah (orang) Proporsi (%) 1 Lebih 6 42,86 2 Baik 7 50.00 3 Buruk 1 7,14 Jumlah 14 100 Tabel 14. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan berdasarkan tingkat pengetahuan Aktivitas cholinesterase Tingkat No. Jumlah % Tetap Menurun Pengetahuan Jumlah % Jumlah % 1 Baik 6 46,15 7 53,85 13 92,86 2 Kurang 1 100 0 0 1 7,14 Tabel 15. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan berdasarkan sikap Aktivitas cholinesterase No. Sikap Jumlah % Tetap Menurun Jumlah % Jumlah % 1 Baik 5 45,45 6 54,55 11 78,57 2 Sedang 0 0 1 100 1 7,14 3 Kurang 2 100 0 0 2 14,29
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) 29 Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
Tabel 16. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan berdasarkan tindakan Aktivitas cholinesterase No Tindakan Jumlah % Tetap Menurun Jumlah % Jumlah % 1 Baik 3 42,86 4 57,14 7 50 2 Sedang 4 57,14 3 42,86 7 50
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian ditemukan responden umumnya pada kelompok umur di atas 50 tahun yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit karena daya tahan tubuh sudah mulai berkurang. Mengingat hal tersebut, seharusnya petugas penyemprot yang berumur di atas 50 tahun tidak diperbolehkan lagi bertugas. Tingkat pendidikan petugas penyemprot pestisida Dinas Kesehatan Kota Medan secara umum adalah tamat SLTA dan hanya 2 orang yang tamat SD dan SLTP. Tingkat pendidikan petugas sangat berkaitan dengan tingkat pengetahuan yang mereka miliki. Seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik juga, sehingga dengan tingkat pengetahuan yang tinggi kecenderungan terpapar dengan pestisida sangat rendah karena dengan pengetahuannya dia dapat menerima masukan maupun penyuluhan tentang tata cara pemakaian pestisida yang aman. Namun dalam penelitian ini ternyata pengetahuan tidak diikuti dengan sikap dan tindakan yang baik sehingga ditemukan petugas yang mengalami penurunan kadar aktivitas cholinesterase dalam darahnya. Tingkat pengetahuan responden cukup baik secara umum karena mereka telah mendapatkan penyuluhan kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Medan. Namun responden secara umum (71,4%) juga merasakan keluhan kesehatan. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka sering terpapar pestisida sehingga ada penurunan kesehatannya. Sembilan puluh dua koma delapan puluh enam persen (13 orang) responden telah bekerja lebih dari 2 tahun dan hanya 1 orang yang bekerja kurang dari 1 tahun. Semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki seseorang maka ia akan bekerja lebih berhati-hati terhadap kemungkinan dampak negatif dari pekerjaannya. Menurut
30
Achmadi (1999) pengalaman kerja bagi penyemprot akan berpengaruh terhadap pemaparan pestisida. Dalam menentukan status gizi petugas fogging digunakan dengan Antropometri berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Pada umumnya petugas fogging sudah mempunyai status gizi yang baik dan hanya 1 orang yang mempunyai gizi buruk. Hasil pemeriksaan cholinesterase darah petugas sebelum penyemprotan menunjukkan sebagian petugas telah mengalami keracunan pestisida golongan organofosfat mengandung bahan aktif malathion dalam darah. Sebelum melakukan pemeriksaan darah peneliti telah menginformasikan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk mengistirahatkan petugas fogging untuk sementara waktu (2 minggu). Namun ternyata masih ditemukan responden yang sudah keracunan pestisida. Menurut Depkes (1993), depresi dari aktivitas cholinesterase plasma atau sel darah merah merupakan petunjuk adanya penyerapan yang berlebihan dari pestisida golongan organofosfat, yang bertahan sampai 12 minggu. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan darah setelah penyemprotan terdapat 7 orang (50%) yang mengalami penurunan aktivitas cholinesterasenya. Hal ini disebabkan sikap dan tindakan yang kurang baik dalam pelaksanaan penyemrotan seperti penyemprotan yang tidak searah dengan arah angin atau sesuka hati, pada waktu beristirahat petugas langsung makan, minum dan merokok tanpa membersihkan badan terlebih dahulu. Dengan melakukan kegiatan makan, minum dan merokok pada saat istirahat kemungkinan bisa terjadi pestisida masuk kedalam tubuh melalui mulut (tertelan) dan pernafasan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan pengetahuan mereka, responden paham tentang tata cara penyemprotan tetapi tidak dalam pelaksanaannya.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
Pada saat penyemprotan responden yang memakai alat pelindung diri yang lengkap (APD) 42,86%, selebihnya 57,14% responden memakai APD yang tidak lengkap. Hal ini tentu saja akan menyebabkan pemaparan pestisida pada petugas. Pestisida golongan organofosfat yang mengandung bahan aktif malathion dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui semua jalan masuk seperti mulut/pencernaan, kulit dan pernafasan. Menurut Sudarmo, (1991) dalam Depkes (1999), gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan celana panjang, sarung tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut serta atribut lain yang diperlukan. Artinya pemakaian APD yang lengkap dapat terhindar dari keracunan pestisida, karena APD dapat mencegah masuknya pestisida ke dalam tubuh. Dari hasil penelitian ini ternyata membuktikan bahwa pendidikan, penyuluhan kesehatan dan tingkat pengetahan yang baik belum tentu menghasilkan sikap dan tindakan yang baik pula. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas cholinesterase dalam darah petugas fogging, di mana tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan belum bisa mendukung petugas untuk bertindak baik dalam pelaksanaan penyemprotan sehinga terjadi pemaparan pestisida pada tubuh petugas penyemprot. Tindakan responden ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap, akan tetapi suatu pengetahuan dan sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Menurut Notoatmodjo (2003), terwujudnya suatu pengetahuan dan sikap menjadi tindakan perlu faktor pendukung antara lain fasilitas dan dukungan keluarga. Sedangkan umur dan lama bekerja mempengaruhi aktivitas cholinesterase dalam darah. Pada responden yang berusia > 50 tahun dan bekerja >2 tahun cenderung terjadi penurunan aktivitas cholinesterase darah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil pemeriksaan aktivitas cholinesterase darah petugas sebelum penyemprotan menunjukkan 28,57% responden masuk kategori normal, 50% responden kategori keracunan ringan, 21,43% responden masuk kategori
2.
3. 4. 5.
keracunan sedang. Setelah penyemprotan terjadi penurunan aktivitas cholinesterase pada 7 orang responden (50%). Pengetahuan petugas fogging tentang tata cara penyemprotan, pemakaian alat pelindung diri umumnya cukup baik (92,86%), demikian juga dengan sikap baik 78,57% tetapi tidak diikuti dengan tindakan petugas yang hanya 50% baik. Lama bekerja sebagai petugas fogging umumnya lebih dari 2 tahun (92,86%). Status gizi petugas fogging, 42,86% gizi lebih, 50% gizi baik dan 7,14% gizi buruk. Lama bekerja sebagai petugas fogging, tindakan dalam tata cara penyemprotan, pemakaian alat pelindung diri dan umur responden sangat mempengaruhi penurunan aktivitas cholinesterase dalam darah petugas dalam penelitian ini.
Saran 1. Petugas fogging sebaiknya tetap diberi pembinaan berkelanjutan agar dapat mengikuti seluruh peraturan dalam tata cara penyemprotan yang baik dan pemakaian alat pelindung diri yang lengkap. 2. Perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui aktivitas cholinesterase petugas fogging secara berkala baik sebelum maupun sesudah penyemprotan. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fahmi. 1999. Strategi Pengamanan Penggunaan Pestisida Sektor Pertanian di Indonesia. UI.Jakarta. Adiwisastra, 1995. Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1992. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer Kit. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999. Pengenalan dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2000. Pengenalan Pestisida. Jakarta. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen PPM dan PLP.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) 31 Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara
Departemen Kesehatan RI. 2003. Profil Kesehatan Kota Medan. Sukidjo, Notoadmodjo. 2001. Metode Penelitian Kesehatan. UI Press. Jakarta.
32
Sukidjo, Notoadmodjo. 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi lingkungan dengan menerapkan ISO 14001, Gramedia Widya Sarana Indonesia. Jakarta.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32) Indra Chahaya S. dan Evi Naria Universitas Sumatera Utara