FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS (PSU) PERUMAHAN DI KOTA TANGERANG SELATAN
Nama: Adam Rizki Pratama Pembimbing: Drs. Mohammad Riduansyah, M. Si Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Abstrak: Data penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dari tahun 2009 hingga 2010 yang terdapat pada Dinas Tata Kota tangerang Selatan memberikan gambaran bahwa terdapat 192 perumahan yang ada di kota Tangerang Selatan dan hanya 14 pengembang yang baru menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan kepada pemerintah kota Tangerang Selatan. Dari hasil penelitian ini didapatkan 6 (enam) faktor yang menjadikan terkbatnya pernyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan yakni pengembangnya tidak bertanggung jawab, kepastian siteplan, luas lahan yang dikembangkan, kondisi prasarana, sarana, dan utilitas perumahan, perselisihan antar masyarakat perumahan, dan internal dinas tata Kota Tangerang Selatan. Maka kesimpulan yang didapat yakni faktor yang paling mendekati dengan kenyataan dilapangan dan dianggap paling sesuai adalah faktor internal Dinas Tata Kota Tangerang Selatan. Kata kunci: Dinas Tata Kota Tangerang; Pengembang;Perumahan;Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan; Prasarana, sarana, dan utilitas perumahan. Abstract: Data delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities from 2009 to 2010 are contained in the South Tangerang City Planning illustrates that there are 192 existing housing in South Tangerang city and only 14 developers who submit new infrastructure, facilities, housing and utilities South Tangerang city government. From the results of this research, 6 (six) factors that made terkbatnya pernyerahan infrastructure, facilities, and utilities in South Tangerang city housing the developer is not responsible for, the certainty of site plan, developed land, the condition of infrastructure, facilities, housing and utilities, disputes between public housing, and internal agency procedures South Tangerang city. So the conclusion is obtained that the factor most closely with the reality on the ground and is considered the most appropriate internal factor is the South Tangerang City Planning. Keywords: Tangerang City Planning; Developers; Housing; delivery infrastructure, facilities, housing and utilities; Infrastructure, facilities, housing and utilities. 1. Pendahuluan Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 9 tahun 2009 tentang pedoman penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan pemukiman daerah, yang dimaksud dengan prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya. Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
lingkungan. Kemudian yang dimaksud dengan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas adalah penyerahan berupa tanah dengan bangunan dan atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk aset dan tanggung jawab pengelolaan dari pengembang kepada pemerintah daerah. Namun kenyataan dilapangan, masih terdapat keterhambatan dalam menyerahkan prasarana, sarana, dan utulitas perumahan. Keterhambatan ini dapat terjadi pada pihak yang melakukan seperti pemerintah daerah dan pengembang, masyarakat disini hanya sebagai korban dari belum adanya prasarana, sarana, dan utilitas. Seperti halnya permasalahan yang dihadapi kota Tangerang Selatan terhadap penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahannya. Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang baru berdiri. Permasalahan yang dihadapi pemerintahnya sangatlah kompleks, terutama pada bidang perumahan san pemukiman. Banyak lahan yang digunakan untuk membangun prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang masih belum dibangun oleh pengembang. Padahal kegunaan dari prasarana, saran, dan utilitas sangat penting bagi masyrakat sekitar dan pemerintah sudah menjamin melalui peraturan-peraturan kepada masyarakat untuk menikmati fasilitas yang dikembangkan oleh pengembang. Jika pengembang tidak melaksanakannya maka akan dikenakan sanksi yang berat oleh pemerintah daerah yang terkait yang berpedoman pada peraturan yang berlaku.. Dari data yang diperoleh pada Dinas Tata Kota Tangerang Selatan, terdapat banyak pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan. Di kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih terdapat prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang belum diserahkan oleh pengembang kepada pemerintah daerah kota Tangerang Selatan. Nyatanya masih terdapat beberapa perumahan di kota Tangerang Selatan yang masih belum atau kurang memiliki prasarana, sarana, dan utilitas umum. Terhambatnya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan tersebut memiliki bermacam faktor penyebab. Melihat sangat pentingnya kegunaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan bagi masyarakat dan pemerintah Kota Tangerang Selatan maka hal ini harus dapat diselesaikan dengan tepat dan akurat. Menurut Kepala Bidang Aset Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Tangerang Selatan, Haris J. Prawira mengatakan, “Sebelum Tangerang Selatan menjadi sebuah kota otonomi baru pada 2008, tercatat di antara 192 pengembang, hanya 44 pengembang yang menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang sebagai daerah induk. Saat Tangerang Selatan terpisah dari Kabupaten Tangerang selama tiga tahun terakhir ini, bertambah sekitar 67 pengembang dan cuma enam pengembang perumahan
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
yang menyerahkan lahan fasos-fasum kepada Pemerintah kota Tangerang Selatan. Diperkirakan, ratusan pengembang perumahan belum detail menyerahkan fasos-fasum kepada Pemerintah kota Tangerang Selatan." Dari pernyataan di atas, terlihat bahwa masih adanya pengembang yang belum menyerahkan dan belum sadar atas apa yang menjadi kewajibannya, yakni menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan kepada pemerintah kota Tangerang Selatan. Sebagaimana termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, seluruh pengembang perumahan wajib menyerahkan lahan fasos-fasum sekitar 40%, 60% lahan tetap milik perumahan dari 100% luas kawasan perumahan, 40% lahan prasarana, sarana, dan utilitas berupa sarana ibadah, ruang terbuka hijau (RTH) dan jalan wajib diserahkan. Sedangkan 60%-nya dijadikan untuk lahan pengembang untuk dijadikan perumahan. Data penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dari tahun 2009 hingga 2010 yang terdapat pada Dinas Tata Kota tangerang Selatan memberikan gambaran bahwa terdapat 192 perumahan yang ada di kota Tangerang Selatan dan hanya 14 pengembang yang baru menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan kepada pemerintah kota Tangerang Selatan. Di samping itu, masih terdapat fasilitas umum dan fasilitas sosial yang belum memadai seperti saluran pembuangan air, tempat ibadah, tempat pemakaman umum, penerangan jalan, taman, lapangan olah raga, dan sarana lainnya. Terdapat sejumlah pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan mungkin masih adanya kurang peduli dari pihak pengembang. Maka diharapkan pemerintah kota Tangerang Selatan harus bergerak cepat karena hal ini menyangkut dengan kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang Selatan. Mengingat dampak yang ditimbulkan sangat komplek dari ketidaktersediaannya prasarana, sarana, dan utilitas sebagai barang publik, seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah Kota Tangerang Selatan. Tingginya jumlah pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas menunjukan bahwa pemerintah Kota Tangerang Selatan belum serius dan terlihat tidak sigap dan tidak tegas dalam menyelesaikan masalah penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Tangerang Selatan. Belum diserahkannya prasarana, sarana, dan utilitas oleh pengembang kepada pemerintah daerah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan pemerintah. Bagi masyarakat antara lain tidak terpeliharanya prasarana, sarana, dan utilitas atau berubah menjadi penggunaan lainnya, sedangkan bagi pemerintah daerah yakni di antaranya hilangnya kepercayaan dari masyarakat karena tidak bisa menjamin penyediaan dan pemeliharaan
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
fasilitas publik. Akibat lainya juga adalah hilangnya aset daerah, yang mungkin berkurangnya pendapatan daerah. Masih banyak para pengembang perumahan yang belum menyerahkan prasarana, sarana, utilitas (PSU) kepada pemerintah daerah Tangerang Selatan menjadikan masalah yang serius dan genting. Hal ini menjadikan sebuah pertanyaan besar apa yang menyebabkan terlambatnya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) perumahan. Berdasarkan latar belakang tersebut, ingin diteliti tentang faktor-faktor pelaksanaan penghambat terlaksananya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan?
2. Tinjauan Teoritis 1. Rumah dan Perumahan Rumah adalah salah satu produk terpenting yang dihasilkan manusia dalam usaha untuk memajukan peradaban. Sesuai dengan perkembangan peradaban, rumah selalu berubah (Santoso, 2002: 7). Rumah adalah suatu tempat tinggal manusia dimana mereka melakukan kegiatannya. Pada hakekatnya rumah merupakan kebutuhan dasar manusia, sebagai sarana pengaman bagi dirinya, pemberi ketentraman hidup dan sebagai pusat kegiatan berbudaya. Perumahan merupakan tempat tiap individu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain serta memiliki sense of belonging atas lingkungan tempat tinggalnya (Abrams, 1964: 7). Perumahan dapat diartikan sebagai suatu cerminan dan pengejawantahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkingan alamnya dan dapat juga mencerminkan taraf hidup, kesejahteraan, keperibadian, dan peradaban manusia penghuninya, masyarakat ataupun suatu bangsa (Yudhohusodo, 1991: 1). Perumahan adalah kumpulan rumah-rumah sebagai tempat bermukim manusia dalam melangsungtkan kehidupannya (Ridho, 2001: 18). Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Musthofa, 2008: 64). Perumahan juga menyediakan lokasi yang menentukan jarak relatif ke sekolah, tempat kerja, temapt parkit, tempat pedagang eceran, rumah sahabat dan fasilitas lainnya. Perumahan memberikan status relatif tertentu, selama seseorang dinilai berdasarkan kualitas dan lokasi rumahnya (Sammis B. White dalam Catenese, 1996: 391). Perumahan tidak dapat dilihat sekedar sebagai suatu benda mati atau sarana kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu, perumahan merupakan suatu proses bermukim, kehadiran manusia dalam menciptakan ruang hidup di lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya (Juhana, 2000: 31). Perumahan bukan
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
kata benda melainkan merupakan suatu kata kerja yang berupa proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya. 2. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Lingkungan Perumahan Prasarana atau yang sering disebut infrastruktur adalah merupakan suatu faktor potensial yang sangat penting dalam menentukan arah dan masa depan perkembangan suatu wilayah, karena pembangunan tidak akan sukses dan berjalan dengan baik tanpa dukungan prasarana yang memadai. Dengan demikian prasarana kota adalah merupakan fasilitas umum yang menjadi penunjang utama terselenggaranya suatu proses atau kegiatan dalam kota, yang pada akhirnya akan menentukan perkembangan kota (Jayadinata, 1992: 57). Prasarana publik diartikan sebagai pelayanan dalam kategori pekerjaan umum yang dilakukan sektor publik dengan tujuan untuk membantu sektor swasta melakukan kegiatan produksi dan merangsang konsumsi rumah tangga. Prasarana tersebut misalnya jaringan jalan, transportasi umum, sistem air limbah, manajemen persampahan, jaringan drainase dan pencegahan banjir, instalasi listrik dan telepon (Nurmandi, 1999: 214). Prasarana umum menunjuk pada barang-barang modal yang secara langsung dimiliki, disewa beli atas dengan sesuatu cara dikendalikan oleh pemerintah. Prasarana ini terdiri dari fasilitas-fasilitas umum seperti jalan raya, jembatan, sistem saluran air dan saluaran air bersih, bandar udara dan bangunan-bangunan umum. Prasarana umum mempunyai dampak besar terhadap taraf atau mutu kehidupan masyarakat, pola petumbuhan dan prospek perkembangan ekonominya. Untuk itu mutu prasarana masyarakat merupakan unsur penting di dalam menentukan lokasi suatu perusahaan swasta (Stein dan Catanese, 1986: 318). Pengadaan fasilitas-fasilitas utama yang melayani masyarakat dilakukan oleh unit-unit pemerintah, fasilitas-fasilitas yang melayani penggunaan tanah tertentu seringkali dibuat oleh pengembang dan dihibahkan kepada unit-unit pemerintah. Biaya untuk fasilitas-fasilitas yang melayani baik penggunaan tanah individu maupun masyarakat yang lebih luas dapat ditanggung bersama oleh pemerintah dan pengembang. Fasilitas umum pada skala kecil seperti perumahan membutuhkan jalan-jalan dan trotoar atau jalan setapak, saluran air minum, saluran air limbah dan air kotor, bangunan-bangunan umum (pemadam kebakaran, kepolisian, pelayanan sosial) taman-taman dan sebagainya (Edward Beimborn dalam Catanese, 1996: 365). Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja (Moenir, 1992: 119). Kota sebagai suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen dengan penduduknya yang heterogen kedudukan sosialnya sebagai permukiman identik dengan kumpulan dari perumahan yang luas dengan berbagai fasilitas lingkungan didalamnya (Daldjoeni, 1997: 29). Beragamnya dinamika dan kegiatan masyarakat perkotaan, membutuhkan sarana dan prasarana penunjang yang memadai agar tercipta suatu lingkungan yang mampu memberikan kenyamanan dan kemudahan-kemudahan bagi masyarakatnya dalam menjalani kegiatan hidupnya (Rukmana, 1993: 7). Tujuan pembangunan prasarana permukiman adalah (Komarudin, 1997: 92): a. Meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat dan martabat masyarakat penghuni permukiman yang sehat dan teratur. b. Mewujudkan kawasan kota yang ditata
secara lebih baik sesuai dengan fungsinya
sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan. c. Mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan di daerah perkotaan.
3. Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif mengandung pengertian adanya upaya penggalian dan pemahaman pemaknaan terhadap apa yang terjadi pada berbagai individu dan kelompok, yang berasal dari persoalan-persoalan sosial dan kemanusian (Creswell, 2009: 4). Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sama sekali belum diketahui (Basrowi & Suwandi, 2008: 22). Digunakannya pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mengemukakan penjelasan yang lebih mendalam mengenai kebijakan yang telah diimplementasikan karena penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi “proses” daripada “hasil”. Hal ini disebabkan hubungan bagian-bagian yang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dari proses (Moeloeng, 2006: 11). Dengan menggunankan pendekatan kualitatif dimaksudkan agar penelitian ini dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang menyeluruh atas faktorfaktor yang menjadi penghambat dari penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan.
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
Jenis Penelitian 1. Berdasarkan Tujuan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk membuat gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003: 54). Penelitian deskriptif ini menentukan dan melaporkan keadaan sekarang. Penelitian ini bermaksud menggambarkan realitas objek yang diteliti, kemudian dianalisis berdasarkan pada pendekatan keilmuan tertentu. 2. Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan manfaat, penelitian ini termasuk dalam penelitian murni karena sesuai karakteristik penelitian murni, yaitu (Cresswell, 2002: 3): “Research problems and subjects are selected with a great idea of freedom. Research is judged by absolute norm of scientific rigor and the highest standards of scolarship are soght the driving goal is to contribute to basic, theoritical knowledge”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka orientasi akademis. Maka diharapkan dapat membantu proses analisis dalam mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan penyerahan prasana, sarana, utilitas (PSU) perumahan di kota Tangerang Selatan. 3. Berdasarkan Dimensi Waktu Menurut dimensi waktu penelitian, penelitian ini tergolong dalam penelitian crosssectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang hanya digunakan dalam waktu yang tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan (Jannah & Prasetyo, 2005: 45). Penelitian ini dilakukan dalam satu kurun waktu tertentu, yakni sejak September 2012 hingga Desember 2012. Penilitian ini dilakukan secara berulang untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam metode ilmiah melalui prosedur sistematik, logis, dan proses pencarian data yang valid, baik diperoleh secara langsung maupun data yang tidak langsung untuk keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan suatu riset secara benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban dan sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi oleh peneliti. (Ruslan, 2004: 27). Dari segi pengumpulan data, peneliti berusaha membagi ke dalam dua jenis metode pengumpulan yakni: 1. Studi Lapangan Penulis berusaha untuk melakukan penelitian lapangan guna mengumpulkan data mengenai pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
Tangerang Selatan. Proses ini dilakukan dengan wawancara mendalam (depth interview). Dalam melakukan penelitian, penulis berusaha mengenal para narasumber agar mendapatkan data dan informasi yang akurat. Narasumber adalah orang yang dianggap mampu dan mempunyai kompetensi tentang informasi terhadap masalah yang diteliti (Moeloeng, 2007: 11). 2. Studi Kepustakaan Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) yang dilakukan sebagai upaya untuk menemukan hukum atau teori terhadap permasalahan yang diteliti dan menjadi landasan pemikiran dalam pembahasan. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan dokumen yang terkait erat dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data-data, teori-teori, peraturan perundangundangan serta referensi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, yang berhasil didapatkan secara tertulis. Pengumpulan data (informasi) dilakukan di perpustakaan atau tempat lainnya dimana tersimpan buku-buku serta sumber data lainnya (Supranto, 1997: 11). Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Jannah & Prasetyo, 2005: 182). Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen, sebagaimana dikutip Moeloeng, analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukian apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepda orang lain. (Moeloeng, 2006: 7). Instrumen Penelitian Instrumen adalah alat yang digunakan dalam menunujang kegiatan pencatatan penelitian. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pedoman wawancaran dan dibantu dengan alat perekam (tape recorder) agar informasi yang diperoleh dapat tersimpan dengan tepat dan akurat. Pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan yang bersifat terbuka.
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
4. Hasil Penelitian Dari pengamatan langsung dilapangan dan wawancara mendalam terhadap narasumber yang terkait maka didapatka 6 (enam) faktor penghambat penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan, yakni: 1. Pengembangnya tidak bertanggung jawab 2. Kepastian siteplan 3. Luas lahan yang dikembangkan 4. Kondisi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan 5. Perselisihan Antar Masyarakat Perumahan 6. Internal Dinas Tata Kota Tangerang Selatan
5. Pembahasan Dari hasil pengamatan yang dilakukan dan wawancara secara mendalam, penulis mendapatkan informasi dalam menganalisis faktor-faktor penghambat penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Dalam kenyataannya di Tangerang Selatan masih banyak penmgembang yang belum menyelesaikan serahterima prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Tangerang Selatan banyak mengalami hambatan. Dari wawancara yang dilakukan yang difokuskan pada faktor penghambat penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan. Adapun hasil dari analisis faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan adalah: 1. Pengembangnya tidak bertanggung jawab Masih banyak pengembang yang memiliki etika kurang baik seperti mereka pergi begitu saja padahal pengembangan perumahannya masih belum selesai dan terkadang menjual lahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan kepada oknum lain. Biasanya terjadi pada pengembang skal kecil. Padahal dalam peraturan yang ada, dikatakan bahwa lahan tidak boleh diperjualbelikan karena merupakan aset daerah tersebut. Seperti hasil wawancara berikut, “faktornya gini jadi, memang di sisi lain ada.. ada pengembang-pengembang yang, ya mohon maaf ya dalam tanda kutip tidak bertanggung jawab atau tidak semua mematuhi Permendagri no. 9 tahun 2009. Banyak, kaya contoh di Maharta, Pondok Aren, tuh PT. Griya Gemilang Sakti nama pengembangnya, nama developernya PT. Griya Gemilang Sakti kalo ngga salah, saya masih kecil dulu udah ada tuh ya. Ee... itu ngga menyerahkan, dia pergi begitu aja”. (wawancara dengan Bapak Carsono, S, ST, MM, Bidang Perumhan dan Pemukiman Dinas Tata Kota Tangerang Selatan, tanggal 23 Oktober 2012)
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
Pengembang tidak menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas tersebut kemungkinan perusahaan pengembang tersebut sudah bangkrut sebelum merampungkan proyek pembangunan perumahan tersebut. Biasanya pengembang tersebut akan pergi begitu saja karena sudah tidak memiliki dana lagi untuk pembangunan perumahan. Disini jelas sangat merugikan bagi pemerintah Tangerang Selatan dan masyarakat sekitar yang akan mendiami perumahan tersebut. Jika sudah terjadi seperti ini, pemerintah Tangerang Selatan dan masyarakat mengalami kesusahan dalam menuntut prasarana, sarana, dan utilitas yang belum diserahkan. Langkah yang diambil oleh pemerintah Tangerang Selatan untuk mengatasi hal ini adalah menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas secara sepihak kepada masyarakat. Setiap pengembang dan aparatur pemerintah yang bertugas dalam pengelolaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) harus menyadari hak dan kewajibannya masing-masing dalam penerapan kebijakan, norma, standar, prosedur dan manual penyerahan PSU, termasuk dalam aspek penyerahannya. Proses penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas perumahan dan permukiman di Kota Tangerang Selatan, harus berpedoman kepada standar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di daerah. Pihakpihak yang terkait dengan pengelolaan PSU harus memahami landasan yuridis yang mendasari pengelolaan permukiman dan perumahan yang aspiratif, akomodatif dan terjamin aspek hukumnya. Untuk mencegah adanya pengembang yang tidak bertanggung jawab, maka pemerintah haeus mengadakan sosialisasi secara berkelanjutan yang dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang substansi pedoman penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan berikut mekanisme atau tata cara yang harus dipatuhi dalam melaksanakan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dari pengembang perumahan kepada pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari kegiatan ini adalah agar aparat pemerintah dan pengembang perumahan mempunyai pemahaman yang sama tentang pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dari pengembang perumahan kepada pemerintah daerah, serta mempunyai keseragaman dalam penggunaan format lampiran pendukung pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan yang diperlukan. Dengan belumnya pengembang menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan kepada Pemerintah Tangerang Selatan melalui Dinas Tata Kota Tangerang Selatan maka akan merugikan dalam aset daerah. Aset daerah tidak tercatat dalam Dinas Tata Kota Tangerang Selatan yang nantinya akan membingungkan antara pihak pemerintah daerah
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
dengan pengembang yang akan bertanggung jawab atas prasarana, sarana, dan utilitas yang belum diserahkan. Seperti hasil wawancara berikut, “Ya jelas rugi, kan aekarang gini! 40% itu di dalam perjanjiannya developer apa.. pengembang denga pemerintah daerah itu kan akan di serah terimakan sebagai aset pemerintah daerah. Kalo dia tidak menyerahkan maka aset kita tidak bertambah. Jangankan tidak menyerahkan 40%, meyerahterimakan dalam kondisi tidak baikpun kita rugi kan. Kita harus betulin lagi nanti jadi tanggung jawab kita, masyarakat yang nuntut ke kita merasa itu diserahterimakan ke kita itu seperti itu”. (wawancara dengan Bapak Carsono, S, ST, MM, Bidang Perumahan dan Pemukiman Dinas Tata Kota Tangerang Selatan, tanggal 23 Oktober 2012) Kerugian yang dialami oleh pemerintah kota Tangerang Selatan berupa biaya karena pemerintah harus membiayai prasarana, sarana, dan utilitas yang statusnya masih kepemilikan pengembang. Jika dalam bentuk bangunan maka pemerintah harus memperbaikinya tetapi jika lahan maka pemerintah harus meyediakan lahan sampai batas yang telah ditentukan yakni 40% dari total lahan perumahan. Pemerintah kota Tangerang Selatan juga akan kehilangan aset daerahnya. Penghuni kompeks permukiman bisa melakukan gugatan class action jika pengembang tidak membangun fasilitas perumahan yang dijanjikan pada saat transaksi. Berdasarkan Undang-undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, gugatan terhadap pengembang juga bisa dilakukan secara individu. Pada prinsipnya, penghuni sebuah kompleks perumahan adalah konsumen atau pengguna akhir dari suatu produk barang atau jasa. Oleh karena itu, ia dilindungi UU Perlindungan Konsumen. Dari mulai fasilitas yang tidak sesuai dengan brosur penawaran sampai soal cicilan lunas tapi sertifikat tidak keluar hingga penyerahannya. Selain itu, juga masih banyak pengembang yang tak menyediakan fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) sesuai aturan. Ancaman bagi pengembang yang tidak melakukan kewajiban membangun prasarana, sarana, dan utilitas perumahan adalah denda hingga 2 milyar rupiah, atau penjara selama 5 tahun. Izin membuka perumahan pada pengembang tidak dapat dikeluarkan jika belum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Diantaranya, perumahan yang dibangun harus dilengkapi prasarana dan sarana. Perbandingan antara luas prasarana, sarana, dan utilitas dengan luas permukiman adalah sekitar 40% banding 60%. Meski begitu, perbandingan/ persentase tersebut tergantung besar kecilnya kompleks perumahan yang dibangun. Untuk perumahan kecil, yang luas arealnya kurang dari 5000 m2, lahan fasum-fasos bisa 20% atau 30%. Kebanyakan digunakan untuk jalan, drainase, gorong-
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
gorong, brangang dan lahan terbuka. Semua kompleks perumahan harus memiliki prasarana, sarana, dan utilitas meski persentasenya berbeda-beda. Kalau mereka tidak punya, izinnya pasti tidak akan keluar. Prasarana, sarana, dan utilitas juga harus tercantum dalam site plan, untuk menjadi salah satu persyaratan izin. Selain itu, pengembang juga diharuskan menyediakan areal pemakaman seluas 2 % dari total lahan yang dikembangkan. Kemungkinan berkurangnya atau menghilangnya areal fasum dan fasos di kompleks perumahan dipastikan merupakan ulah oknum di perusahaan pengembang atau di instansi pemerintah daerah. Prasarana, sarana, dan utilitas ini luasnya sulit diubah-ubah karena semuanya tertera jelas dalam site plan, yang relatif diketahui semua pihak. Mungkin yang terjadi adalah saat prasarana, sarana, dan utilitas sudah
diserahterimakan
dari
pengembang
ke
pemda,
masyarakat
tidak
kunjung
menggunakannya, sehingga ada oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan lain. 1. Kepastian siteplan Pengembang harus memberikan rencana rancangan pembangunan perumahan (siteplan) kepada Dinas Tata Kota Tangerang Selatan. Siteplan berisikan mengenai tempat dimana prasarana, sarana, dan utilitas akan dibangun di atas lahan perumahan yang akan dikembangkan. Seperti hasil wawancara berikut, “Dasar utama serah terima fasos fasum itu kan site plan, atau bahasa dalam perijinan adalah perencanaan tapak. Itu kebetulan belum final untuk revisinya, itu kebetulan juga ee.. terjadi pencacahan kapling, perubahan kapling, atau penambahan kapling. Nah itu belum final, makanya belum bisa serah terima”. (wawancara dengan Ibu Ipung, Pengembang Perumahan Serpong Park PT. Cowell Property, tanggal 2 November 2013) Rencana tapak (siteplan) merupakan gambaran tata letak bangunan perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitasnya. Dalam tata letak bangunan berhubungan dengan ijin mendirikan bangunan. Dalam gambar siteplan perumahan, pengembang harus menyediakan lahan peruntukan prssarana, sarana, dan utilitas sebesar 40%. Setiap pengembang juga harus membuat gambaran siteplan pada lahan yang akan dibangun perumahan dan diserahkan ke Dinas Tata Kota Tangerang Selatan untuk ditindak lanjuti. Siteplan tersebut akan diteliti kembali oleh Dinas Tata Kota Tangerang Selatan apakah sudah sesuai dengan peraturan, jika sudah maka pembangunan perumahan beserta prasana dan sarananya dapat dilakuakan tetapi jika masih ada kekurangan maka akan direvisi kembali oleh pengembang sampai siteplan tersebut dinyatakan final oleh Dinas Tata Kota Tangerang Selatan sehingga memakan waktu
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
yang cukup lama. Jadi Terhambatnya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dapat terjadi dikarenakan belum selesainya siteplan pengembang. 3. Luas lahan yang dikembangkan Pengembang terbagi menjadi dua, yakni pengembang skala besar dan skala kecil. Biasanya terhambatnya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan terjadi pada pengembang skala besar karena memiliki luas lahan yang besar. Seperti hasil wawancara berikut, “Per cluster, kita pengenya sekaligus artinya mungkin kan paling lambat setahun pemeliharaan tuh harusnya diserahkan. Kita tidak bisa melakukan seperti itu. Dua atau tiga tahun kadang-kadang tanggung, karena lahan kita besar kalo sedikit-sedikit penyerahannya tuh tanggung”. (wawancara dengan bapak Abu, pengembang Perumahan BSD P2T BSD City, tanggal 21 Desember 2013) Dalam Permendagri no. 9 tahun 2009 termaktub bahwa prasarana, sarana, dan utilitas suatu perumahan harus diserahkan satu tahun pemeliharaan. Maksudnya setelah setahun terbangun lalu dipelihara selama setahun, setelah itu diserahterimakan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk dijadikan aset daerah. Terkadang keinginan pengembang bertolak belakang dengan apa yang ada dalam peraturan di atas, karena lahan yang dikembangkan sangat luas sehingga proses penyerahannya dilakukan secara penuh ketika prasarana, sarana, dan utilitasnya sudah terbangun padahal sudah melewati setahun pemeliharaan. Terhambatnya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan terjadi karena pengembang sangat sibuk dalam mengembangkan lahan peruntukan prasarana, sarana, dan utilitas sehingga lupa dalam menyerahkan. Seperti pula hasil wawancara berikut, “Faktor lainnya juga terkait wilayahnya luas jadi lingkupnya banyak gitu ya. Kadangkadang serahterima fasos fasum ini agak kelupaan. Tapi kalo dari segi fisik lapangannya kita sudah siap”. (wawancara dengan Bapak Rista, Pengembang Perumahan Bintaro PT. Jaya Real Property, tanggal 25 desember 2013) Karena luas lahan yang besar, maka yang seharusnya satu tahun pemeliharaan harus diserahkan kepada Pemerintah Tangerang Selatan tetapi malah mulur. Hal itu dikarenakan dari pihak pengembang sendiri yang berpikiran praktis bahwa penyerahannya dilakukan sekaligus setelah pembangunan perumahan itu selesai. Padahal dalam Permendagri no. 9 tahun 2009 pasal 11, prasarana, sarana, dan utilitas perumahan harus diserahkan satu tahun setelah pemeliharaan. Jadi hal tersebut dapat dijadikan penghambat dalam pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas.
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
4. Kondisi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan Pihak pemerintah hanya menerima penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang akan diserahterimakan harus dalam kondisi baik, karena pemerintah tidak mau nantinya bertanggung jawab atas fasilitas-fasilitas yang belum selesai. Seperti hasil wawancara berikut, “Penghambatnya yang pertama, belum semua jalan itu kita bangun, belum selesai kita bangun jadi kan kita belum bisa serahin. Masih ada lahan kaya ini kan kebetulan kita baru pindah, yang kantor sana nanti kan akan ada cluster juga, nanti kan kita bongkar nanti dibikin jalan dibikin saluran dan sebagainya. Nah perintah disini, kalo untuk prasarana ini harus dibangun kalo sarana tidak ini.. prasarana dengan sarana. Kalo
prasarana
harus
dibangun,
makanya
jalan
belum
kita
selesaikan
pembangunannya karena kita kan mengembangnya belum selesai nih, saluran juga belum kita bikin selesai belum kita serahkan dan jalan dan saluran itu kalo belum selesai keseluruhan kita belum bisa serahkan karena kan nanti kan nyambung kan ngga bisa sepotong-potong begitu”. (wawancara dengan Bapak Widyanto, pengembang Perumahan Villa Dago, tanggal 30 Oktober 2013) Dalam penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dapat dilakukan secara keselurahan atau bertahap. Kebanyakan dari para pengembang melakukan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan secara bertahap karena keterbatasan biaya atau modal. Jadi penyerahan secara bertahap ini yang dapat menjadi pandangan ke arah terhambatnya penyerahan prasarana dan sarana lingkungan perumahan di Tangerang Selatan. Seperti contoh pada perumahan di salah satu kawasan Tangerang Selatan, jadi pengembangnya belum menyerahankan prasarana jalan dan saluran pembuangan air karena belum menyelesaikan pembangunan perumahan secara keseluruhan. Penyerahan belum dilakukan karena prasarana jalan dan saluran tidak boleh dilakukan secara setengah-setengah, harus sudah selesai menjadi kesatuan jalan di suatu perumahan saling menghubungkan dari satu kawasan perumahan. Jadi intinya disini, pemerintah Tangerang Selatan hanya mau melakukan penyerahan kepada pengembang di Tangerang Selatan yang sudah membangun prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang kondisinya baik. Berikut gambarnya
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
Gambar 2 Jalan Perumahan Villa Dago Sumber: Data olahan peneliti, 2012
Gambar 3 Saluran pembuangan Perumahan Villa Dago Sumber: Data olahan Peneliti, 2012
Dalam penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dapat berupa tanah beserta bangunan ataupun tanah saja. Jika bangunan, maka harus dalam kondisi yang baik dan tidak cacat sedikit pun karena pemerintah kota Tangerang Selatan tidak mau menerimanya jikalau bangunan prasarana, sarana, dan utilitas tersebut kondisinya masih buruk. Pemerintah tidak mau nantinya disalahkan oleh masyarakat. Pemerintah Tangerang Selatan akan merasa rugi jika penyerahan prasarana, sarana, dan utilitasnya masih dalam kondisi buruk, karena pemerintah harus membiayai dan memperbaiki bangunan tersebut padahal itu sudah menjadi kewajiban si pengembang. Salah satu penyebab bangunannya dalam kondisi buruk yakni kekurang finansial pada pengembang atau bangunan tersebut sudah terbangun tetapi tidak terurus sebelum diserahkan ke pemerintah Tangerang Selatan. Terkadang lahan peruntukan prasarana, sarana, dan utilitas tersebut sudah digunakan untuk lahan perumahan sehingga pengembang susah untuk memprosesnya karena sudah ditempati oleh masyarakat. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas bermanfaat karena setelah diserahkan kepada Pemerintah Daerah, maka pengembang tidak usah lagi melakukan pemeliharaan sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya lagi. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan menjadi beban pengembang, karena pada waktu serahterima semua atau bertahap prasarana, sarana, dan utilitas harus dalam kondisi baik. Jika masih dalam kondisi kurang baik
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
maka pihak pengembang harus segera memperbaiki dahulu dan pastinya mengeluarkan biaya lagi. Untuk mengatasi kodisi dari pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan maka dapat mengkaitkan dengan Permendagri 9 tahun 2009 pada dasarnya mensyaratkan penyerahan fasum dan fasos oleh pengembang dalam keadaan terpelihara. Namun, melihat kondisi di lapangan sepertinya yang terjadi adalah pengembang hanya menyerahkan beberapa bidang tanah lapang yang belum didibangun dan dipelihara ataupun kalau sudah dalam bentuk bangunan kondisinya sangat rusak. 3. Perselisihan Antar Masyarakat Perumahan Hal ini dapat menghambat pembangunan prasarana dan sarana perumahan. Biasanya perselisihan masyarakat terjadi antar kalangan yakni kalangan elit dengan kalangan menengah ke bawah pada suatu kawasan perumahan. Hal ini dapa mempengaruhi terhambatnya penyerahan prasarana dan sarana lingkungan perumahan. Seperti hasil wawancara berikut, “Iya bisa dibilang perselisihan antar masyarakat disebut hambatan juga”. (wawancara dengan Bapak Widyanto, pengembang Perumahan Villa Dago tanggal 30 Oktober 2013) Seperti halnya yang terjadi di salah satu perumahan Villa Dago, yakni terjadi pada pembangunan sarana kesehatan, karena dianggapnya kurang dibutuhkan pada kalangan masyarakat elite sedangkan untuk kalangan menengah ke bawah sangat membutuhkan. Padahal fungsi dari sarana kesehatan seperti Puskesmas sangatlah berarti bagi seluruh masyrakat tidak hanya kalangan elit maupun kalangan menengah ke bawah. Terjadi adu argumentasi antara kedua belah pihak yang menuntut kepada pengembangnya. Adanya perselisihan antar masyarakat seperti ini dapat menghambat pembangunan prasarana dan sarana lingkungan perumahan yang nantinya juga dapat mempengaruhi dalam proses serah terimanya. Berikut gambar Puskesmasnya terhambat dalam penyerahannya:
Gambar 4 Puskemas Perumahan Villa Dago Sumber: Data olahan Sendiri, 2012
Pengembang harus membangun sarana kesehatan tersebut karena sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 9 tahun 2009 bahwa pengembang harus
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
menyerahkan prasarana, sarana, dan utiitas perumahan. Dan jika pengembang tidak melakukan kewajibannya tersebut maka terdapat sanksi atau hukuman sesuai dengan perbuatannya. Maka pengembang tidak bisa mengelak atas pembangunan prasarana dan sarana lingkungan perumahan. Mau tidak mau pengembang haru membangun prasarana dan sarana perumahan walaupun terdapat protes dari masyarakat, toh itu semua dilakukan untuk kepentingan masyarakat sekitar. Pengembang nantinya tidak mau dicap jelek oleh pemerintah Tangerang Selatan karena tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku karena dapat merusak citra pengembang yang dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan. 4. Internal Dinas Tata Kota Tangerang Selatan Karena masih baru berdirinya Dinas Tata Kota Tangerang Selatan, dan masih kurangnya sumber daya manusia dan masih kurang memiliki pengalaman dalam penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan sehingga menghambat dalam proses serahterima yang dilakukan oleh pengembang. Seperti hasil wawancara berikut, “Cuman sekarang kondisi yang ada malah permasalahannya ada di Pemda. Kan Pemdanya tuh masih baru, pengalamannya belum banyak menangani proses serah terima mungkin juga dengan keterbatasan personil/SDM”. (wawancara dengan Bapak Abu, pengembang Perumahan BSD P2T BSD City, Tanggal 21 Desember 2013) Pengembang juga masih terdapat yang bingung dalam proses penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan. Terdapat prosedur penyerahan yang masih membingungkan. Seperti hasil wawancara berikut, “Faktor penghambatnya tuh, justru di pemkotnya sendiri tuh yang agak tuh prosedurnya tuh kami agak bingung. Kita sudah melakukan beberapa kali tapi sampai sekarang ngga ada kejelasan. Prasarana, sarana, dan utilitas dilapangan sudah siap semua tinggal diserahterimakan”. (wawancara dengan bapak Rista, pengembang Perumahan Bintaro PT. Jaya Real Property, tanggal 25 Desember 2013) Kenyataan di lapangan, Banyaknya pengembang yang ada di Kota Tangerang Selatan tidak dibarengi dengan jumlah sumber daya alam yang memadai pada Dinas Tata Kota Tangerang Selatan. Banyak pengembang yang mengantri untuk memproses serahterima tidak dibarengi dengan jumlah pegawai yang memadai sehingga menghambat jalanya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Mungkin pula para pegawai sangat sibuk dengan urusan pekerjaan sehingga banyak pengembang yang ingin melakukan proses serahtrima menjadi terlambat. Hal ini harus menjadi perhatian dari baik pemerintah Tangerang Selatan umumnya dan Dinas Tata Kota Tangerang Selatan pada khususnya. Mungkin karena masih baru berdirinya Dinas Tata Kota Tangerang maka masih
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
adanya prosedur yang belum jelas sehingga membuat pengembang menjadi bingung. Terjadi penguluran waktu pula pada proses serahterima prasarana, sarana, dan utilitas perumahan. Terkait kuatitas sumber daya manusia, karena masih baru juga berdirinya Dinas Tata Kota Tangerang Selatan maka sumber daya manusia yang dimiliki masih belum berpengalaman dan masih kurang. Dalam izin pembangunannya juga terdapat masalah, seperti dalam PJU tuh disyaratkan bahwa lampu penerangan jalan adalah sebesar 70 watt, tetapi lain halnya yang dinginkan oleh pengembang yakni 125 watt. Kalau sudah begitu Dinas Tata Kota memaksa pengembang harus mengikuti syarat yang telah ditetapkan yakni 70 watt dan juga pada pengembang saluran air. Jadi terdapat pelanggaran oleh pengembang terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
6. Kesimpulan Dari hasil penilitian yang diperoleh adalah bahwa faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Tangerang Selatan adalah: 1. Pengembangnya tidak bertanggung jawab 2. Kepastian siteplan 3. Luas lahan yang dikembangkan 4. Kondisi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan 5. Perselisihan Antar Masyarakat Perumahan 6. Internal Dinas Tata Kota Tangerang Selatan Dari keenam faktor di atas, faktor yang paling mendekati dengan kenyataan dilapangan dan dianggap paling sesuai adalah faktor internal Dinas Tata Kota Tangerang Selatan. Terhambatnya penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di kota Tangerang Selatan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena merugikan pemerintah kota Tangerang Selatan dan masyarakat di perumahan tersebut. Kerugian pemerintah kota Tangerang Selatan yakni berkurang atau hilangnya aset daerah sedangkan masyarakatnya tidak dapat merasakan fasilitasnya yang merupakan haknya. Maka disini perlu ketegasan dari pihak pemerintah kota Tangerang Selatan untuk menegur para pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan.
7. Saran
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
1. Perlu peningkatan peran dari pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam pengendalian dan pengawasan pembangunan perumahan seperti tindakan nyata dengan mendatangi lokasi pembangunan peruamahan. 2. Secepat pemerintah Tangerang Selatan harus membuat peraturan daerah sendiri mengenai penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan. 3. Perlu adanya pemberdayaan dari masyrakat langsung dan turut mengawasi prasarana dan sarana lingkungan perumahan yang didirikan oleh pengembang. 4. Optimalisasi dan efektifitas pelaksanaan koordinasi dalam rangka ketertiban dan berbagai pihak/komponen yang terkait dalam menangani pembangunan perumahan di Kota Tangerang Selatan. Penanganan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan agar dapat terlaksana secara efektif maka harus melibatkan unsur pemerintah daerah, pengembang, dan masyarakat. 5. Segera menambah jumlah pegawai pada Dinas Tata Kota Tangerang Selatan agar serahterima prasarana, sarana, dan utilitas perumahan berjalan lancar.
Kepustakaan Abrams, Charles,
Man’s Struggle For Shelter In An Urbanizing World.
London:
Cambridge, 1964. Basrowi, Dr. M. Pd dan Suwandi, Dr. M. Si, Memahami Penelitian kualitatif. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2008. Catanese, J. Anthony dan James C. Snyder, Pengantar Perencanaan Kota. Terjemahan Sassongko. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986. _______, Perencanaan Kota. Terjemahan Sassongko. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996. Creswell, John W, Research Design: Qualititative, Quantitative, and Mixed Methods Approach, Third edition. California: Sage Publication, Inc, 2009. ______________, Research Design: Qualititative, Quantitative, and Mixed Methods Approach. California: Sage Publication, Inc, 2002. Daldjoeni, N, Seluk Beluk Masyarakat Kota, Pusparagam Sosiologi Kita dan Ekologi Sosial, Cetakan Kelima, Bandung: Penerbit Alumni, 1997. Jannah, Miftahul Lina dan Prasetyo, Bambang, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Jayadinata,
Johara T, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan
Wilayah, Bandung: Penerbit ITB, 1992. Juhana, Arsitektur dalam Kehidupan Masyarkat, Semarang: Bendera, 2000.
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013
Perkotaan dan
Moeloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. ________________. Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Mosthofa, Bisri, Kamus Kependudukan. Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008. Nazir, Moh, Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003. Neuman, W. L.. Social Researh Methods: Qualitative and Quantitative Approaces 5th edition. Boston: Allyn and Bacon, 2003. Nurmadi, Achmad, Manajemen Perkotaan. Yogyakarta: Lingkungan Bangsa, 1999. Ridho, Muhammad, Kemiskinan di Perkotaan, Semarang: Penerbit Unnisula, 2001. Rukmana, DW, Nana, Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan, Jakarta: PT Pustaka, LP3ES, 1993. Ruslan, Rosady, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi, Konsepsi dan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Santoso, Jo dkk, Sistem Perumahan Sosial di Indonesia. Jakarta: Center for Urban Studies (CUS) dan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), 2002.. Supranto, Metode Riset dan Aplikasinya. Jakarta: Penerbit FE UI, 1997. T. Kuswartojo, Suparti A. S, Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkunagn, Jakarta: PP-PSI, 1997. Yudohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Jakarta : Yayasan Padamu Negeri, 1991.
Faktor-Faktor Penghambat ..., Adam Rizki Pratama, FISIP UI, 2013