EVALUASI PENGELOLAAN PRASARANA LINGKUNGAN RUMAH SUSUN DI SURABAYA (STUDI KASUS : RUSUNAWA URIP SUMOHARJO) Diah Kusumaningrum1 dan IDAA Warmadewanthi2 Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, email:
[email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, email:
[email protected] 1
ABSTRAK Rusunawa Urip Sumoharjo merupakan rusun pertama di Kota Surabaya, berada di pusat kota, di tepi jalan provinsi, dikelilingi permukiman padat, daerah komersial, dan mempunyai lahan terbatas ± 3.064 m2. Saat ini kepadatan penghuninya mencapai ± 2.017 jiwa/ha. Permasalahan utamanya adalah terjadi pencemaran air minum rusunawa dan air sumur warga yang terdekat karena sistem pengolahan air limbah kurang optimal, serta banyak sampah yang masuk ke saluran lingkungan dan belum dilakukannya 3R. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas prasarana lingkungan dan merekomendasikan sistem pengelolaan yang ideal sesuai standar yang berlaku. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan lapangan, wawancara dengan pengelola dan perhimpunan penghuni, dan penyebaran kuisioner kepada 153 responden. Pengambilan sampel air limbah, air minum, dan air sumur untuk diuji di laboratorium dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pencemaran yang terjadi dan dipakai sebagai dasar untuk merencanakan sistem pengelolaan air limbah yang lebih optimal. Pengukuran timbulan, komposisi dan recovery factor sampah dilakukan untuk mengetahui potensi reduksi sampah rusunawa dan merencanakan sistem pengelolaan sampah yang lebih optimal. Data sekunder yang dipakai, antara lain dokumen as built drawing rusunawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas prasarana lingkungan, antara lain letak tangki septik tidak memenuhi syarat, grey water dibuang tanpa pengolahan, dan pewadahan sampah kurang memadai. Analisis aspek teknik bidang air limbah menunjukkan bahwa efluen grey water tidak memenuhi baku mutu. Bangunan pengolahan diusulkan berupa ABR sebanyak 1 buah. Kapasitasnya sebesar 36,53 m3. Analisis aspek teknik bidang persampahan menunjukkan bahwa potensi reduksi sampah sebesar 84,55%, sehingga dapat dilakukan efisiensi frekuensi pembuangan sampah dari setiap hari menjadi 4 kali dalam seminggu. Selain itu, perlu disediakan bak sampah komunal berkapasitas 250 liter untuk sampah basah sebanyak 1 buah, untuk sampah kering sebanyak 2 buah, dan komposter komunal pada lahan seluas 24,70 m2. Kata kunci :
evaluasi, pengelolaan prasarana lingkungan, rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
1. PENDAHULUAN Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya memenuhi kebutuhan rumah yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, salah satunya dengan pembangunan rusun. Hal ini terkait dengan semakin mahalnya harga lahan di perkotaan, sedangkan rusun hanya membutuhkan lebih sedikit lahan. Rusunawa Urip Sumoharjo merupakan rusun yang pertama dibangun di Kota Surabaya, berada di pusat kota, dan lokasinya sangat strategis karena berada di tepi jalan provinsi, dikelilingi pertokoan dan perkantoran. Namun, memiliki lahan terbatas dan berada sangat dekat dengan permukiman sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian Mahmudah (2007), dan mengacu pada pasal 14 PP RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Misi ke-5 RPJMD Kota Surabaya Tahun 2006 – 2010, yaitu untuk mewujudkan penataan lingkungan kota yang bersih, sehat, hijau dan nyaman, maka evaluasi pengelolaan prasarana lingkungan rusunawa mengambil fokus pada bidang air limbah dan persampahan. Permasalahan utamanya adalah terjadi pencemaran air minum rusunawa dan air sumur warga yang terdekat karena sistem pengolahan air limbah kurang optimal, serta banyak sampah yang masuk ke saluran lingkungan dan belum dilakukannya 3R. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas prasarana lingkungan rusun di lahan terbatas dan merekomendasikan sistem pengelolaan yang ideal agar fungsi prasarana lingkungan rusun lebih optimal sesuai standar yang berlaku.
F-1 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
2. METODOLOGI PENELITIAN Proses penelitian dilakukan sesuai dengan sistematika yang disajikan pada Gambar 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN PERUMUSAN MASALAH TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN RUANG LINGKUP PENELITIAN KAJIAN PUSTAKA PENGUMPULAN DATA (KEGIATAN SURVEI PENGOLAHAN DATA
ANALISIS&PEMBAHASAN
ANALISIS SWOT KESIMPULAN DAN SARAN (REKOMENDASI) Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Penelitian a. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data bidang air limbah dilakukan sesuai bagan alir pada Gambar 2. Pengumpulan Data Primer - Sekunder
Kualitas
Kuantitas
Pengambilan sampel air limbah (grey water) dari pipa penyaluran air limbah di tiap-tiap blok, dan yang masuk ke Sal. Kalimir, , masingmasing sebanyak 1 liter. Pengambilan sampel dilakukan 2 kali.
Pengambilan data pemakaian air rata-rata per orang per hari yang dilihat dari pencatatan rekening pembayaran air bulanan selama 3 bulan, untuk menghitung debit air limbah yang dihasilkan oleh ± 618 jiwa
Pengolahan & Analisis
Cek kapasitas dan perhitungan kebutuhan prasarana penyaluran dan pengolahan
Rekomendasi
Kualitas dan Kapasitas Memadai tetap dilakukan pengolahan lanjutan untuk pemanfaatannya dengan teknologi ramah lingkungan dan hemat biaya; dilakukan pemeliharaan berkala sesuai SOP Kualitas dan Kapasitas Tidak Memadai dilakukan pengolahan lanjutan untuk pemanfaatannya dengan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat biaya; dilakukan pemeliharaan berkala sesuai SOP
Gambar 2. Bagan Alir Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Bidang Air Limbah
F-2 ISBN : 978-979-18342-2-3
Sedangkan proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data bidang persampahan dilakukan sesuai bagan alir pada Gambar 3. Pengumpulan Data Primer - Sekunder
Pengolahan & Analisis
Timbulan dan Komposisi Sampah Pengambilan sampel dilakukan dengan membagi 2 kantong plastik kepada 120 KK; Pengambilan sampel dilakukan selama 7 hari berturut-turut sesuai standar SNI 19-3864-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan
Perhitungan timbulan dan komposisi sampah; Cek kapasitas dan perhitungan kebutuhan prasarana sampah; Potensi reduksi
Sampah yang terkumpul ditimbang (=berat total), berat tiap jenis sampah ditimbang dan dipersentase terhadap berat total
Rekomendasi
Kapasitas kurang memadai dilakukan penambahan prasarana sampah (bak sampah, dll) dan pemeliharaan sesuai SOP; Model pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat Kapasitas Memadai dilakukan pengelolaan dan pemeliharaan secara berkala sesuai SOP; Model pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat
Gambar 3. Bagan Alir Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Bidang Persampahan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN BIDANG AIR LIMBAH a. Kelengkapan dan Kondisi Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah Tabel 1 menyajikan matriks hasil analisis kelengkapan prasarana lingkungan bidang air limbah. Tabel 1 Analisis Kelengkapan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah NO. ACUAN STANDAR EKSISTING 1. SNI 03-1733-2004 Jarak tangki septik ke sumber air Jarak tangki septik ke tandon air tentang Tata Cara bersih ≥ 10 m, ke bangunan 1,5 bawah 0 m (berhimpit), ke sumur Perencanaan m. warga ± 10 m. Lingkungan Ada bidang resapan dan jaringan Bidang resapan tidak diketahui. Perumahan di pemipaan air limbah. Ada jaringan pemipaan air limbah. Perkotaan 2. Permen PU Nomor Saluran grey water dilengkapi Saluran pemipaan grey water 60/PRT/1992 tentang pipa udara dan bak kontrol dan dilengkapi dengan pipa udara. Persyaratan Teknis dihubungkan ke saluran Pembuangan grey water tidak Pembangunan Rumah pembuangan air limbah dilengkapi bak kontrol, langsung Susun, pasal 25 lingkungan. dibuang ke saluran lingkungan. Saluran pembuangan air limbah Pembuangan black water berupa tertutup harus dipergunakan saluran tertutup sampai ke tangki untuk semua jenis saluran septik. pembuangan air limbah yang Pembuangan grey water berupa berada di dalam atau pada saluran tertutup sebelum masuk bangunan rumah susun. ke drainase rusun (saluran terbuka). Sal. air limbah ditempatkan pada Ada ruangan khusus untuk pipa air ruangan atau jalur khusus, harus limbah. dilengkapi dengan saringan Tidak diketahui adanya saringan sampah. sampah.
F-3 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Lanjutan Tabel 1 Analisis Kelengkapan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah NO. ACUAN STANDAR EKSISTING 2. Permen PU Nomor Sal. air limbah lantai terbawah Pembuangan air limbah lantai 60/PRT/1992 tentang harus tersendiri ke arah sal. air terbawah menyatu dengan lantai Persyaratan Teknis limbah lingkungan/tangki septik. atas, tidak dibuat tersendiri. Pembangunan Rumah Sal. air limbah mendatar harus Kemiringan pipa air limbah lantai Susun, pasal 25 mempunyai kemiringan cukup, atas cenderung datar dilengkapi lubang pemeriksa Sal. drainase sebagai sal. air pada tiap perubahan arah dan limbah tidak dilengkapi bak sal. yang lurus sekurangkontrol. kurangnya tiap 50 m. Sumber : Hasil Analisis (2010) Tabel 2 Analisis Kondisi Pengelolaan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah No. Elemen Kondisi Eksisting Permasalahan yang Ditinjau 1. Jaringan - 58% responden - 46% responden merasakan pemipaan mengatakan kondisi timbul bau dari air pipa penyaluran baik, pembuangan grey water, limbah 69% mengatakan dan 37% merasakannya pembuangan grey dari pembuangan black water berjalan lancar water. Berdasarkan dan 83% mengatakan pengamatan, sumber bau pembuangan black berasal dari saluran. water berjalan lancar. 2. Tangki - Kondisi tangki septik - Hasil wawancara dengan septik tidak dapat diamati badan pengelola, ketua secara langsung RW, dan 5 orang penghuni karena berada di (5,4% responden), pada bawah lantai dasar pertengahan tahun 2009 unit hunian, namun (antara Bulan Maret – menurut 66% April) terjadi retakan pada responden kondisinya tangki septik di Blok A. baik. Hal ini menyebabkan black water merembes ke tandon air bawah dan mencemari sumber air bersih/minum rusun. 3. Saluran - Berdasarkan hasil - Timbul bau pada saluran pengamatan, secara pembuangan grey water umum kondisi saluran karena adanya genangan, baik. Namun pada sampah dan sedimen, beberapa lokasi sesuai dengan pendapat terdapat genangan, - 46% responden. sampah, dan sedimen Grey water dibuang ke yang cukup tebal. saluran lingkungan/kota (Saluran Kalimir) tanpa pengolahan, sedangkan kondisi Saluran Kalimir sudah sangat memprihatinkan dan arah aliran menuju ke perumahan padat di sekitar rusun. Sumber : Hasil Analisis (2010)
Alternatif Penanganan
-
Pemeliharaan rutin terhadap jaringan pemipaan, berupa kontrol kebocoran, penggelontoran sedimen.
-
Dilakukan uji laboratorium terhadap kualitas air bersih/minum di rusun, pengecekan kapasitas tangki septik eksisting, dan pemeliharaan rutin.
-
Pemeliharaan rutin terhadap saluran, berupa pembersihan saluran dari sedimen dan sampah. Dilakukan uji laboratorium terhadap efluen grey water yang masuk ke saluran lingkungan untuk mengetahui apakah sudah memenuhi baku mutu air limbah domestik.
-
F-4 ISBN : 978-979-18342-2-3
b. Pengecekan Kualitas Air Bersih/Minum dan Efluen Air Limbah Kualitas air minum rusun berfluktuasi, namun secara umum masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Sementara efluen grey water rusun yang dibuang ke saluran lingkungan/kota secara umum tidak memenuhi baku mutu yang disyaratkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap grey water yang dibuang dari rusun agar aman untuk dibuang ke saluran lingkungan/kota. Tabel 3 Rata-rata Hasil Uji Laboratorium Sampel Efluen Grey Water Rusunawa Urip Sumoharjo No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Keterangan Derajat Analisa Kekuatan 1. pH 6-9 6,65 Memenuhi 2. TSS mg/L 100 188 Tidak memenuhi Sedang 3. BOD mg/L O2 100 123 Tidak memenuhi Sedang 4. Minyak & Lemak 10 122 Tidak memenuhi Sedang mg/L 5. Deterjen mg/L LAS 11,92 Tidak memenuhi Sumber : Laboratorium Kualitas Lingkungan ITS Surabaya (2009-2010) c. Pengecekan Kapasitas Tangki Septik Secara umum kapasitas tangki septik masih memenuhi untuk mengolah black water yang dihasilkan oleh penghuni rusun, dan disarankan untuk tidak memanfaatkan ruang lumpur pada tangki septik yang berhimpitan dengan tandon air bawah, serta melakukan pemeliharaan rutin. d. Estimasi Dimensi Bangunan Pengolahan Grey Water Estimasi dimensi bangunan pengolahan grey water disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Sistem pengolahan grey water yang disarankan adalah sesuai Gambar 5 (Alternatif 2). ALT. 1 : PENGOLAHAN AIR LIMBAH TIDAK DIMANFAATKAN
25 m
berfungsi sebagai bak kontrol dan penyaring sampah
Debit =73,06 m3/hari
Debit =73,06 m3/hari
Gambar 4 Estimasi Dimensi Bangunan Pengolahan Grey Water (Alternatif 1) (Hasil Analisis, 2010)
F-5 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Debit =146,12 m3/hari
berfungsi sebagai bak kontrol dan penyaring sampah
Debit =73,06 m3/hari
Debit =73,06 m3/hari
ALT. 2 : PENGOLAHAN AIR LIMBAH DIMANFAATKAN
Gambar 5 Estimasi Dimensi Bangunan Pengolahan Grey Water (Alternatif 2) (Hasil Analisis, 2010) BIDANG PERSAMPAHAN a. Timbulan dan Komposisi Sampah Rata-rata berat timbulan sampah rumah susun adalah 0,21 kg/orang.hari. Densitas sampah rata-rata sebesar 165,95 kg/m3. Hasil ini masih memenuhi kriteria NSPM Kimpraswil (2003), dimana densitas sampah di sumber adalah sebesar 150 – 200 kg/m3. Berdasarkan berat dan densitas sampah dapat diketahui bahwa ratarata volume timbulan sampah rumah susun adalah 1,29 liter/orang.hari. Berdasarkan hasil pengukuran, komposisi sampah rumah susun dapat dilihat pada Gambar 6.
Komposisi Sampah di Rumah Susun Sisa makanan dan daun-daunan
1,41 0,44 0,67 0,36
15,25
0,80
Kertas 0,18
Kayu Kain/tekstil Karet/Kulit
5,21
Plastik 75,68
Logam Gelas/Kaca Lain-lain
Gambar 6 Komposisi Sampah Rumah Susun (Hasil Analisis, 2010)
F-6 ISBN : 978-979-18342-2-3
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa komposisi sampah rumah susun, terdiri dari 75,68% sisa makanan dan daun-daunan, 5,21% kertas, 0,36% kayu, 0,67% kain/tekstil, 0,44% karet/kulit, 15,25% plastik, 0,80% logam, 1,41% gelas/kaca, dan 0,18% lain-lain. b. Potensi Reduksi Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata recovery factor sampah rumah susun adalah 87,56% untuk sampah sisa makanan dan daun-daunan, 71,70% untuk sampah kertas, 85,71% untuk sampah kain/tekstil, 74,29% untuk sampah plastik, 100,00% untuk sampah karet/kulit, logam dan gelas/kaca, dan 0,00% untuk sampah kayu dan lain-lain. Analisis kesetimbangan massa berdasarkan rata-rata perhitungan recovery factor sampah rumah susun dapat dilihat pada Gambar 7. OUTFLOW INFLOW Timbulan Sampah Rusun (100%)
Recovery Factor (Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali) : Sisa Makanan dan daun-daunan = 66,26% Kertas, Kayu, Kain/Tekstil, Karet/Kulit, Plastik, Logam, Gelas/Kaca, dll = 18,29% Total yang dapat direcovery = 84,55%
Produk :
* Kompos = 66,26% * Dimanfaatkan kembali/ Daur ulang/Dijual = 18,29% Total produk = 84,55%
OUTFLOW Residu (Sampah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali) : Sisa Makanan dan daun-daunan = 9,42% Kertas, Kayu, Kain/Tekstil, Karet/Kulit, Plastik, Logam, Gelas/Kaca, dll = 6,03% Total residu = 15,45% Gambar 7 Analisis Kesetimbangan Massa Sampah Rumah Susun (Hasil Analisis, 2010) Berdasarkan analisis kesetimbangan massa dapat diketahui bahwa potensi reduksi, reuse, dan recycling (3R) sampah rumah susun adalah 109,73 kg/hari dari total sampah 129,78 kg/hari atau sebesar 84,55%. c. Kelengkapan dan Kondisi Prasarana Lingkungan Bidang Persampahan Tabel 4 menyajikan matriks hasil analisis kelengkapan prasarana lingkungan bidang persampahan. Tabel 4 Analisis Kelengkapan Prasarana Lingkungan Bidang Persampahan NO. ACUAN STANDAR EKSISTING 1. Permen PU Nomor Pewadahan sampah dapat terdiri Rusun tidak memiliki saluran 60/PRT/1992 tentang dari pewadahan sampah di tiap sampah. Persyaratan Teknis satuan rusun dan/atau saluran Hanya 72% unit hunian Pembangunan Rumah sampah. memiliki tempat sampah. Susun, pasal 26 Pewadahan sampah di tiap satuan Jenis tempat sampah di unit rusun dapat dibuat dari bahan hunian rusun bersifat semi permanen atau semi permanen. permanen berupa keranjang plastik (60%), dll. Sampah yang dibuang ke TPS Penghuni membungkus sampah harus dibungkus dengan alat dengan kantong plastik/kresek pembungkus yang kedap bau dan sebelum dibuang ke dalam air. gerobak sampah (70%).
F-7 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Lanjutan Tabel 4 Analisis Kelengkapan Prasarana Lingkungan Bidang Persampahan NO. ACUAN STANDAR EKSISTING 1. Permen PU Nomor Sal. sampah dipakai bahan kedap Rumah susun tidak memiliki 60/PRT/1992 tentang bau dan air, tahan karat. Ukuran saluran sampah, sesuai dengan Persyaratan Teknis sisi/diameter penampang terkecil pendapat 79% responden. Pembangunan Rumah sekurang-kurangnya 50 cm. Susun, pasal 26 Sistem pembuangan sampah pada Berdasarkan pengamatan satuan rusun dan bangunan rusun lapangan, pembuangan sampah harus terkoordinasikan dengan dilakukan oleh petugas sampah sistem jaringan pembuangan setiap hari ke TPS di Jalan sampah pada lingkungan yang Pandegiling atau Jalan tersedia. Kedondong yang jaraknya ± 1 km dari rusun. Waktu pembuangan sampah ± 7-9 jam/hari. 2. Permen PU Nomor Bak sampah dibuat dari bahan Bak sampah penghuni rusun rata60/PRT/1992 tentang kedap bau dan air, dan tidak mudah rata berupa keranjang plastik Persyaratan Teknis berkarat. (60%). Pembangunan Rumah Dilengkapi gerobak sampah dari Rusun memiliki 1 buah gerobak Susun, pasal 60 bahan yang tidak mudah berkarat sampah ukuran ± 1,5 m3, terbuat dan mudah dipelihara. dari kayu dan tidak bertutup. Kondisinya baik menurut pendapat 46,74% responden Dilengkapi TPS dan diletakkan Rusun memiliki TPS, jaraknya ± terpisah dari rusun, serta dapat 8,5 m dari unit hunian yang dijangkau oleh truk sampah. terdekat, cukup mudah dijangkau oleh truk sampah. Luas TPS ± 35,48 m2. Namun, TPS ini sudah tidak dimanfaatkan lagi. Dilengkapi truk sampah yang dapat Rumah susun tidak dilengkapi menjangkau sekurang-kurangnya dengan truk sampah. ke TPS dan dapat mengangkut sampah dari TPS ke TPA. 3. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Sarana pelengkap persampahan di tingkat RW dengan jumlah jiwa maks. 2.500 orang adalah gerobak sampah 2 m3 dan bak sampah kecil 6 m3 yang dapat berfungsi sebagai TPS; Jarak bebas TPS dengan lingkungan hunian adalah min. 30 m; Gerobak sampah mengangkut sampah 3x seminggu. Sarana pelengkap persampahan di tiap rumah dengan jumlah jiwa rata-rata 5 orang adalah tong sampah pribadi.
Ada gerobak sampah ukuran ± 1,5 m3. Tidak ada bak sampah komunal. Ada TPS, jarak ± 8,5 m dari unit hunian terdekat, sudah tidak dimanfaatkan lagi. Gerobak sampah mengangkut sampah rusun ke TPS lingkungan setiap hari. Berdasarkan data kuisioner, hanya 72% unit hunian rumah susun yang memiliki bak sampah pribadi.
Sumber : Hasil Analisis, 2010 d. Analisis Kebutuhan Prasarana Persampahan Berdasarkan hasil analisis kelengkapan prasarana bidang persampahan, timbulan sampah rusun, komposisi sampah rusun, potensi reduksi sampah rusun, maka alternatif penanganan pengelolaan sampah rusun seperti disajikan pada Tabel 5.
F-8 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 5 Pemilihan Alternatif Penanganan Pengelolaan Sampah Rumah Susun No. Pengelolaan Alternatif Penanganan Sampah Kondisi Eksisting Kondisi Rencana 1. Pewadahan Individu : Individu : Sampah basah : 15 ltr, 1 Sampah basah : 5 ltr, 1 buah buah Sampah kering : 5 ltr, 1 Sampah kering : 20 ltr, 1 buah buah Komunal : Sampah basah : 250 ltr, 1 Komunal : Sampah basah : 200 ltr, 2 buah Sampah kering : 250 ltr, 2 buah Sampah kering : 250 ltr, 2 buah buah 2. Pengumpulan Pola Komunal Tidak Pola Komunal Langsung Langsung 3. Alat Gerobak Sampah Bak Sampah Komunal Pengumpul 4. Frekuensi Sampah basah : 2 hari Sampah basah : 2 hari sekali Pembuangan sekali Sampah kering : 1 minggu Sampah kering : 1 minggu sekali sekali
Keterangan Sesuai amanah UU No. 18/2008 pasal 19, pasal 20 ayat 1, dan pasal 22 ayat 1, serta Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 273 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pengumpulan Sampah secara Terpisah antara Sampah Basah dan Sampah Kering dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya pasal 3, maka dipilih alternatif penanganan sesuai kondisi rencana
Sumber : Hasil Analisis (2010) s REKOMENDASI SISTEM PENGELOLAAN PRASARANA LINGKUNGAN RUMAH SUSUN Berdasarkan hasil analisis, maka sistem pengelolaan prasarana lingkungan bidang air limbah dan persampahan Rusunawa Urip Sumoharjo yang lebih optimal, sesuai dengan standar yang berlaku dan ketersediaan lahannya, direkomendasikan seperti pada Tabel 6 dan Gambar 8. Tabel 6 Rekomendasi Perbaikan/Peningkatan Sistem Pengelolaan Prasarana Lingkungan Rusunawa Urip Sumoharjo No. Elemen yang Ditinjau Rekomendasi 1. Hasil analisis bidang air - Membangun unit pengolahan air limbah, terdiri dari : limbah dan persampahan Bak penampung berdimensi 2,7x2,3x1,5 m3, sebanyak 2 buah; ABR berdimensi 9,2x2x2 m3 sebanyak 1 buah; dan Reservoir berdimensi 8,7x3,5x2 m3 sebanyak 1 buah. - Tidak memanfaatkan ruang lumpur dari tangki septik yang berhimpit dengan tandon air dan pemeliharaan rutin. - Memfasilitasi 3R, terdiri dari : Bak sampah komunal berkapasitas 250 liter untuk sampah basah sebanyak 1 buah dan sampah kering sebanyak 2 buah; Komposter komunal pada lahan seluas 24,7 m2; Ruang penampung sampah kering yang akan dimanfaatkan seluas 35,48 m2; Lokasi pemilahan sampah pada lahan seluas 250 m2; dan Lokasi budidaya tanaman pangan pada lahan seluas 18 m2. - Melakukan pemeliharaan rutin. Sumber : Hasil Analisis (2010)
F-9 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2010
Gambar 8
Judul Tesis : EVALUASI PENGELOLAAN PRASARANA LINGKUNGAN RUMAH SUSUN DI SURABAYA (STUDI KASUS : RUSUNAWA URIP SUMOHARJO)
REKOMENDASI PERBAIKAN SISTEM PENGELOLAAN PRASARANA LINGKUNGAN BIDANG AIR LIMBAH DAN PERSAMPAHAN RUSUNAWA URIP SUMOHARJO
Sumber : DIAH KUSUMANINGRUM Hasil Analisis (2010) 3308 202 011 Rekomendasi Perbaikan Sistem Pengelolaan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah dan Persampahan Rusunawa Urip Sumoharjo (Hasil Analisis, 2010)
F-10 ISBN : 978-979-18342-2-3
Sementara itu, dengan memperhatikan kasus/permasalahan yang terjadi dan hasil analisis sistem pengelolaan prasarana lingkungan bidang air limbah dan persampahan pada Rusunawa Urip Sumoharjo, maka dapat disusun tipikal kebutuhan lahan untuk sistem pengelolaan prasarana lingkungan rusun dengan luas lahan yang sama seperti disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Tipikal Kebutuhan Lahan untuk Peningkatan Pengelolaan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah dan Persampahan Rumah Susun Kondisi Kondisi Eksisting di No. Elemen yang Ditinjau Satuan menurut Rusunawa Urip Standar Sumoharjo 2 1. Luas lahan m 3.064 2. Luas hunian minimum m2 21 21 3. Kebutuhan udara segar minimum orang m3 16 dewasa per jam m3 4. Kebutuhan udara segar minimum anak-anak 8 per jam 5. Jumlah penghuni dalam 1 unit hunian orang ±5 ≤4 6. Pemakaian air liter/orang.hari 117 7. Jumlah unit hunian unit 120 8. Jumlah total penghuni orang ± 618 ± 480 9. Debit air limbah total (70% dari pemakaian liter/hari 50.614,20 39.312 air) 10. Debit grey water (74% dari debit air limbah liter/hari 37.454,51 29.090,88 total) 11. Faktor Puncak 3,50 3,50 12. Faktor Infiltrasi Puncak untuk saluran lama m3/ha.hari 48,50 48,50 m3/hari 13. Debit puncak total (debit rencana) untuk 146,12 116,86 saluran lama 14. Kriteria desain ABR : jam - HRT = 6 – 24 jam 6 6 - BOD/COD = 0,3 – 0,8 0,50 0,50 mg/L - Tipikal konsentrasi 346 COD = 264 – 906 mg/L kg/m3.hari - Tipikal COD loading 2,2 2,2 rate = 2,2 % - Persentase COD 90 90 removal = 90% mg/L 15. Konsentrasi BOD 173 16. Kebutuhan lahan untuk pengolahan grey water : m2 - Bak Penampung/bak 6,21 5 – 10 kontrol/saringan sampah (kedalaman = 1,5 m) m2 - ABR (kedalaman = 2 m) 18,40 15 m2 - Reservoir (kedalaman = 30,45 25 2 m) liter/orang.hari 17. Volume timbulan sampah 1,29 2,50 18. Komposisi sampah : % - Sampah basah 75,68 -% - Sampah kering 24,32 19. Sampah yang dapat dimanfaatkan (recovery): % - Sampah basah 66,26 % - Sampah kering 18,29 20. Residu sampah : % - Sampah basah 9,42 % - Sampah kering 6,03 -
F-11 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Lanjutan Tabel 7 Tipikal Kebutuhan Lahan untuk Peningkatan Pengelolaan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah dan Persampahan Rumah Susun Kondisi Eksisting Kondisi menurut No. Elemen yang Ditinjau Satuan di Rusunawa Urip Standar Sumoharjo 21. Kebutuhan komposter komunal (KRT PU) : - Jumlah komposter unit 104 80 - Luas lahan m2 24,70 19 22. Kebutuhan luas ruangan penyimpan sampah m2 35,48 57,20 kering yang akan dimanfaatkan (tinggi manfaat 1,5 m dan lama penyimpanan 13 bulan) 23. Kebutuhan lahan untuk melakukan m2 memanfaatkan memanfaatkan pemilahan sampah kering lapangan olah raga ruang terbuka (±250 m2) yang ada % 34,11 24. KDB gedung 4 lantai 34 25. Luas total lantai dasar m2 1.045 1.042 26. KLB gedung 4 lantai 1,36 (> 1,105) 1,105 27. Luas total lantai bangunan m2 4.180 3.385 m2 28. Ruang terbuka hijau (60% dari luas total 2.019 2.031 (48,30%) lantai bangunan) (60%) Sumber : Hasil Analisis (2010) 4. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor yang mempengaruhi kualitas prasarana lingkungan rusun antara lain seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Prasarana Lingkungan Rumah Susun Bidang Air Limbah Bidang Persampahan Letak tangki septik yang tidak memenuhi syarat Kurang memadainya pewadahan sampah, SNI 03-2398-2002, kurang dari 1,5 m (= 0 m) ke sehingga masih terjadi penumpukan sampah, tandon air dan bangunan; tercecer di saluran, dibuang sembarang tempat. Belum dilakukannya pengolahan grey water yang memadai. Pemeliharaan dan pemeriksaan kondisi belum Pemeliharaan dan pemeriksaan kondisi belum dilakukan secara rutin. dilakukan secara rutin. 2.
Peningkatan/perbaikan sistem pengelolaan prasarana lingkungan yang dapat diaplikasikasikan untuk mengoptimalkan kualitas lingkungan rumah susun dan sekitarnya, antara lain : Melakukan pengolahan grey water agar air limbah yang dibuang ke saluran lingkungan/kota memenuhi baku mutu air limbah domestik. Melengkapi rumah susun dengan bak sampah komunal. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan 3R melalui kegiatan sosialisasi, pelatihan, pendampingan, dan penyediaan fasilitas pewadahan sampah dan komposting.
Saran yang direkomendasikan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini, antara lain : 1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai detail desain bangunan pengolahan air limbah sesuai hasil analisis penelitian ini. 2. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai potensi pemanfaatan kompos untuk budidaya tanaman pangan di rumah susun dengan jenis tanaman yang berbeda. 3. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai potensi pemasaran produk kerajinan tangan sebagai hasil daur ulang sampah kering.
F-12 ISBN : 978-979-18342-2-3
5. DAFTAR PUSTAKA Anonim (2008), Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta. Anonim (2007), Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14/Permen/M/2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa. Anonim (1992), Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. Jakarta. Anonim (1990), Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, Jakarta. Anonim (2002), Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, Jakarta. Anonim (1991), Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 273 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pengumpulan Sampah secara Terpisah antara Sampah Basah dan Sampah Kering dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, Surabaya. Anonim (1992), SNI 03-2846-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Kepadatan Bangunan Lingkungan Rumah Susun Hunian. Anonim (1994), SNI 19-3864-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Anonim (2002), SNI 03-2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan. Anonim (2004), SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Freeman, L. dan Botein, H. (2002), “Subsidized Housing and Neighborhood Impact”, Journal Of Planning Literature, Sage Publication, Volume 16 Nomor 3, New York. Indartoyo (2007), “Dampak Kehadiran Rusunawa bagi Penataan Bangunan dan Infrastruktur di Daerah Sekitar Kawasan Terbangun”, Makalah Seminar Nasional Arsitektur “Perencanaan Perumahan dan Pemukiman yang Berkelanjutan”, Universitas Budi Luhur, Jl. Ciledug Raya, Jakarta Selatan. Kusjuliadi, D. (2007), Septictank, Penebar Swadaya, Depok. Mahmudah, S. (2008), “Evaluasi Fasilitas dan Lokasi Rumah Susun di Surabaya”, Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sipil “Torsi”, Volume 28, Nomor 1, halaman 45 – 53, http://puslit2.petra.ac.id. Metcalf & Eddy, Inc. (2003), Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, McGraw-Hill, Inc., 4th edition, New York. Metcalf & Eddy, Inc. (1991), Wastewater Engineering, Treatment, Disposal and Reuse, McGraw-Hill, Inc., 3th edition, Singapore. Noerbambang, S.M. dan Morimura, T. (2000), Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Sujaritpong, S. dan Nitivattananon, V. (2009), “Factors Influencing Wastewater Management Performance: Case Study of Housing Estates in Suburban Bangkok, Thailand”, Journal of Environmental Management, Volume 90, Nomor 45, halaman 455 – 465, www.sciencedirect.com. Vesilind, P.A., Worrell, W. dan Reinhart, D. (2002), Solid Waste Engineering, Brooks/Cole, United States of America.
F-13 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Halaman ini sengaja dikosongkan
F-14 ISBN : 978-979-18342-2-3
ANALISA PENENTUAN PRIORITAS PENATAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM WILAYAH KABUPATEN PONOROGO Kristiyono1, Dr. Ir. Ria A. A. Soemitro, M.Eng.2, Agung Karyadi, S.T. M.T.3 1Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Aset, FTSP, ITS 2Dosen Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITS 3PNS Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ABSTRAK Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam distribusi barang dan jasa, peningkatan perekonomian, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Untuk mendukung kinerja jalan diperlukan bangunan pelengkap jalan, diantaranya adalah lampu penerangan jalan. Menurut SNI 7391-2008, lampu Penerangan Jalan adalah bangunan pelengkap jalan yang diletakkan / dipasang di kiri atau kanan jalan dan atau ditengah (di bagian median jalan). Memiliki fungsi untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan. Ruas jalan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ruas jalan. Ruas jalan tersebut adalah Batas Kab. Madiun – Ponorogo, Kotalama – Jenangan, Jetis – Mantup – Diwet – Bungkal, Ponorogo – Somoroto, Somoroto – Badegan, Badegan – Biting, Dengok – Bibis, Bibis – Sawoo, Sawoo – Batas Kab. Trenggalek, Dengok – Balong, Balong – Slahung, Slahung – Batas Kab. Pacitan, Ponorogo – Siman, Bulu – Mlarak – Brahu, Dengok – Nongkodono – Jambon, Bangunsari – Lembah – Jarakan – Kalibengin, Bungkal – Ngrayun, Somoroto Ngambaan – Sampung, Jeruksing – Pulung dan Pulung – Sooko. Hasil observasi didapatkan jumlah titik lampu penerangan jalan pada seluruh ruas jalan sebanyak 812 titik lampu. Jenis sumber cahaya yang terpasang adalah HPL-N sebanyak 58%, tabung fluorecent sebanyak 12,68%, SON sebanyak 9,24%, solar cell sebanyak 0,37% dan jenis lampu lain sebanyak 19,70%. Kualitas sumber cahaya yang digunakan, 78 titik lampu dengan kualitas baik, 471 titik lampu dengan kualitas sedang dan 263 titik lampu dengan kualitas kurang. Bangunan lampu penerangan jalan yang digunakan sebanyak 454 titik lampu secara katenasi, 282 titik lampu dengan tiang yang tidak standar SNI dan 78 titik lampu dengan tiang yang sudah sesuai dengan standar. Penentuan prioritas dilakukan dengan metoda analytical hierarchy process. Prioritas pertama terdapat pada ruas jalan Batas Kabupaten Madiun – Ponorogo dengan bobot 0,119. Ruas jalan Batas Kabupaten Madiun – Ponorogo memiliki prioritas tertinggi pada kriteria gambaran jalan, rencana pengembangan wilayah, dan finansial. Kata kunci : lampu penerangan jalan, analytic hierarchy process
1.
PENDAHULUAN Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam distribusi barang dan jasa, peningkatan perekonomian, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Untuk mendukung kinerja jalan diperlukan bangunan pelengkap jalan, diantaranya adalah lampu penerangan jalan. Lampu penerangan jalan dapat digunakan untuk mengurangi jumlah kecelakaan pada malam hari terutama untuk jalan yang dilalui oleh kendaraan roda dua, jalan yang bersinggungan dengan lingkungan penduduk di sekitar jalan, dan jalan dalam kondisi buruk. Menurut SNI 7391-2008 mengenai Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan, pengertian lampu Penerangan Jalan adalah bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan / dipasang di kiri atau kanan jalan dan atau ditengah (di bagian median jalan). Memiliki fungsi untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan. Sebagai alat bantu aktivitas pada malam hari, lampu PJU memberikan penerangan jalan bagi pengguna jalan baik pejalan kaki maupun pengguna kendaraan. Pada tahun 1999 hingga 2000 terdapat 270 permohonan ijin lokasi pemasangan lampu penerangan jalan untuk 20 kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Permohonan ijin tersebut karena lokasi rawan kecelakaan lalu lintas dan di persimpangan jalan sebanyak 91 lokasi, lokasi rawan kecelakaan lalu lintas sebanyak 43 lokasi, lokasi di persimpangan jalan sebanyak 12 lokasi, lokasi fasilitas sosial sebanyak 12 lokasi, lokasi untuk meningkatkan keamanan sebanyak 55 lokasi, dan lokasi lain sebanyak 57 lokasi.
F-15 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Sedangkan data yang diambil dari Kepolisian Resort Kabupaten Ponorogo, pada tahun 2008 tercatat sebanyak 70 kejadian kecelakaan dari 549 kejadian kecelakaan yang terjadi diperkirakan karena kondisi jalan yang gelap. Dari 70 kejadian tersebut sebanyak 53 kejadian diperkirakan tidak tersedia lampu penerangan jalan. Akibat dari kejadian tersebut dicatat sebanyak 8 korban meninggal dunia, 7 korban luka berat dan 112 korban luka ringan. Terkait dengan penyediaan lampu penerangan jalan harus memperhatikan kemampuan produksi PT. PLN dalam menyediakan daya listrik dan kemampuan Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam menyediakan dana. Pasokan daya PT. PLN mencapai 19.980 MW dengan rata-rata beban puncak mencapai 19.389 MW. Dari data tersebut terlihat daya tersisa mencapai 591 MW. Untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan listrik yang terus meningkat, PT. PLN melakukan proyek percepatan 10.000 MW melalui pembangunan pembangkit-pembangkit listrik yang baru. Sistem penagihan rekening listrik lampu penerangan jalan yang ditetapkan oleh PLN dibagi dalam dua kategori. Lampu penerangan jalan yang telah termeterisasi tagihan rekening disesuaikan dengan jumlah daya yang dikonsumsi. Sedangkan lampu penerangan jalan yang belum termeterisasi berdasarkan daya kontrak pelanggan (taksasi). Dengan pertimbangan tersebut dirasa perlu untuk melakukan penelitian dalam penentuan prioritas penataan lampu penerangan jalan di Kabupaten Ponorogo. Identifikasi dan inventarisasi lampu penerangan jalan diperlukan untuk mengetahui kondisi eksisting lampu penerangan jalan di ruas jalan tersebut. Kondisi eksisting tersebut berkaitan dengan standar SNI 7391-2008 terutama dasar-dasar perencanaan pemasangan lampu penerangan jalan. Hasil dari identifikasi, inventarisasi dan kriteria pemasangan lampu penerangan jalan digunakan untuk menentukan prioritas penataan lampu penerangan jalan. Hal tersebut harus memperhitungkan kriteriakriteria dan sub-sub kriteria yang didapatkan dari literatur dan expert yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan lampu penerangan jalan di wilayah di Kabupaten Ponorogo. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Infrastruktur Menurut Kodoatie (2003), infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik. Infrastruktur dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Definisi teknik juga memberikan spesifikasi sistem infrastuktur yaitu aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. 2.2. Lampu Penerangan Jalan Menurut Guo (2008), tujuan dari penerangan jalan adalah untuk meningkatkan kemanan, kecepatan dan kenyamanan pengguna jalan. Luminansi permukaan jalan digunakan sebagai parameter kinerja lampu penerangan jalan. Monitoring luminansi permukaan jalan merupakan hal yang sulit dalam praktek karena banyak faktor yang mempengaruhi pengukuran luminansi, seperti perubahan kondisi cuaca, gangguan kondisi jalan dan kendaraan yang lewat. Menurut SNI 7391-2008 mengenai Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan, pengertian lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri atau kanan jalan dan atau ditengah (di bagian median jalan) yang berfungsi untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan (intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan). Lampu penerangan jalan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optik, elemen elektrik dan struktur penopang serta pondasi tiang lampu. Dalam SNI 7391-2008 dijelaskan fungsi-fungsi penerangan jalan untuk menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan, sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam hari, mendukung keamanan lingkungan, memberikan keindahan lingkungan jalan. Sedangkan dasar perencanaan penerangan jalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : a. volume lalu lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dan lain-lain b. tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay out) jalan dan persimpangan jalan c. geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal
F-16 ISBN : 978-979-18342-2-3
d. e. f.
tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya lampu penerangan pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu dan lokasi sumber listrik tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, agar perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis g. rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah sekitarnya h. data kecelakaan dan kerawanan di lokasi Adapun beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan penerangan jalan antara lain sebagai berikut : a. lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan b. tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam c. tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir d. jalan-jalan berpohon e. jalan dengan lebar median yang sempit , terutama untuk pemasangan lampu di bagian median f. jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan) g. tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan jalannya Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kemerataan pencahayaan, keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan, pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan dibandingkan pada bagian jalan yang lurus dan petunjuk (guide) yang jelas bagi pengguna jalan dan pejalan kaki. Sehingga dikenal sistem penempatan parsial dan menerus. Lampu penerangan jalan harus memberikan adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek kesilauan dan ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi. 2.3. Proses Hirarki Analitik Menurut Kosasi (2002), sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada. Dengan beragamnya kriteria pemilihan dan jika pembuatan keputusan yang lebih dari satu merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah yang sangat kompleks. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan multikriteria tersebut dikenal dengan metoda proses hirarki analitik (Analytic Hierarchy Process - AHP). Pada dasarnya metode AHP merupakan suatu teori umum tentang suatu konsep pengukuran. Metode ini digunakan untuk menemukan suatu skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan prefensi relatif. Metode AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan unsur kebergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya. Melalui sistem hirarki ini suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dapat didekomposisikan atau diformulasikan kedalam kelompok-kelompok atau bagian-bagian yang lebih sempit. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa sub tujuan yang lebih terperinci dan dapat menjelaskan maksud tujuan umum. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada hirarki terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatifalternatif yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama dan pada hirarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa suatu kriteria diukur. Metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dapat memecahkan masalah yang kompleks, dimana kriteria yang diambil cukup banyak, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pembuat keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang sulit untuk diukur secara kuantitatif dan perlu diputuskan secepatnya dan sering disertai dengan variasi yang beragam dan rumit sehingga data tersebut tidak mungkin dapat dicatat secara numerik karena data kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasakan pada persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. Penentuan prioritas yang merupakan unsur penting dan merupakan bagian penting dari penggunaan metode AHP adalah : a. Decomposition Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut. Terdapat dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam suatu hirarki lengkap, semua elemen yang ada pada
F-17 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya dan jika yang terjadi adalah sebaliknya maka merupakan hirarki tidak lengkap. Comparative judgment Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Hasil dari penilaian ini akan disajikan dalam bentuk matriks yang selanjutnya dinamakan matriks pairwise comparison. Synthesis of priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority. Hal ini karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemennya menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Logical consistency Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, pada obyek-obyek serupa yang dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi
b.
c.
d.
3.
METODOLOGI
3.1. Jenis Penelitian Penelitian dengan topik ”Analisa Penentuan Prioritas Penataan Lampu Penerangan Jalan Umum di Wilayah Kabupaten Ponorogo” ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting aset penerangan jalan berdasarkan acuan standar penerangan jalan. Selanjutnya membuat prioritas penataan penerangan jalan berdasarkan kriteria-kriteria dalam penetapan prioritasnya. Penelitian meliputi penyelidikan dan penjelasan keadaan masa lalu, melalui pengumpulan data sekunder dan primer, analisis, serta interpretasi sesuai kriteria pada masing-masing permasalahan yang ditetapkan dalam penelitian. 3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada aset lampu penerangan jalan Kabupaten Ponorogo yang dikelola oleh Bidang Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo. Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur. 3.3. Fokus Penelitian Penelitian ini berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ada, peneliti memandang perlu menggunakan fokus penelitian untuk membatasi area atau bidang penelitian. Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengumpulan literatur/referensi (studi literatur) yang berhubungan dengan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan proses pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini yang berupa data sekunder dan data primer. Tahap selanjutnya melakukan penyusunan kriteria dalam penentuan prioritas penataan lampu penerangan jalan di wilayah Kabupaten Ponorogo. Penataan lampu penerangan jalan lebih ditekankan pada pemasangan lampu penerangan jalan. Adapun analisis multi kriteria adalah analisa yang dipakai untuk menentukan pilihan dengan menggunakan metoda penilaian dan pembobotan terhadap beberapa kriteria yang mempengaruhi pengambil keputusan dalam membuat keputusan. Salah satu analisa multikriteria yang dipakai adalah Analitical Hierarchy Process (AHP). 3.4. Lokasi Penelitian Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas yang diperoleh dari Kepolisian Resort Ponorogo, terdapat beberapa ruas jalan yang perlu lampu penerangan jalan. Ruas-ruas jalan tersebut dapat dilihat pada tabel 1 ntuk menentukan alternatif prioritas penataan lampu penerangan jalan.
Tabel 1. Pemilihan ruas jalan meliputi panjang, lebar, jumlah kecelakaan dan kelas jalan. No Ruas Jalan Panjang (km) Lebar (m) Kecelakaan 1 Batas Kab. Madiun – Ponorogo 5,23 8,00 9 2 Kotalama – Jenangan 7,70 6,00 7 3 Jetis – Bungkal 8,80 4,50 6 4 Ponorogo – Somoroto 4,44 7,00 5 5 Somoroto – Badegan 6,88 6,00 3
Kelas Jalan IIIA IIIC IIIC IIIB IIIB
F-18 ISBN : 978-979-18342-2-3
No Ruas Jalan Panjang (km) Lebar (m) Kecelakaan Kelas Jalan 6 Badegan – Biting 4,40 6,00 1 IIIB 7 Dengok – Bibis 7,29 6,00 4 IIIB 8 Bibis – Sawoo 10,24 6,00 3 IIIB 9 Sawoo – Batas Kab. Trenggalek 10,54 4,50 1 IIIB 10 Dengok – Balong 7,50 6,00 4 IIIB 11 Balong – Slahung 10,25 6,00 2 IIIB 12 Slahung – Batas Kab. Pacitan 6,63 6,00 1 IIIB 13 Ponorogo – Siman 7,50 6,00 8 IIIC 14 Bulu – Mlarak – Brahu 10,50 3,50 3 IIIC 15 Menang – Jambon 4,50 4,00 2 IIIC 16 Bangunsari – Kalibening 12,50 4,50 4 IIIC 17 Bungkal – Ngrayun 10,10 4,00 2 IIIC 18 Somoroto - Sampung 9,50 4,50 1 IIIC 19 Jeruksing – Pulung 14,50 4,50 3 IIIC 20 Pulung – Sooko 9,80 4,50 1 IIIC Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo, Kepolisian Resort Kabupaten Ponorogo 3.5. Penyusunan Model Hirarki Penyusunan model hirarki dibuat berdasarkan literatur, kuesioner dan wawancara yang terdiri dari 3 level dimana tujuan utama penelitian pada level 1. Level 2 adalah kriteria penataan lampu penerangan jalan, level 3 adalah sub kriteria dan level 4 adalah alternatif penataan lampu penerangan jalan. Gambar 1 menunjukkan model hirarki prioritas penataan lampu penerangan jalan.
Gambar 1. Model Hirarki Prioritas Penataan Lampu Penerangan Jalan di Wilayah Kabupaten Ponorogo 3.6. Pembobotan Tingkat Kepentingan Pembobotan tingkat kepentingan dengan analisa multikriteria adalah analisa yang dipakai untuk menentukan pilihan dengan menggunakan metode penilaian dan pembobotan terhadap beberapa kriteria yang mempengaruhi pengambil keputusan dalam membuat keputusan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat matriks berpasangan, yaitu elemen-elemen dibandingkan berpasangan terhadap kriteria yang telah ditentukan. Dalam mengisi matriks berpasangan digunakan skala banding untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen di atas yang lainnya. Untuk memperoleh prioritas menyeluruh bagi suatu persoalan keputusan maka matriks perbandingan berpasangan harus disatukan atau disintesa dengan melakukan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen. Selanjutnya di dalam pengambilan keputusan, perlu didasarkan atas pertimbangan tingkat konsistensi yang wajar, dimana nilai rasio konsistensi yang wajar harus digunakan pada proses analisa multikriteria ini adalah < 0,10. Apabila lebih dari 0,10 maka perlu dilakukan kuesioner ulang dan menentukan matriks perbandingan berpasangan.
F-19 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
4.
HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan metode pengambilan keputusan secara berkelompok, pengambilan penilaian kuisioner melalui cara diskusi kelompok. Expert Judgment dalam pengambilan keputusan merundingkan setiap penilaian perbandingan berpasangan. Perbedaan pendapat dimungkinkan, namun langkah pencapaian konsensus bersama lebih diutamakan berdasarkan pada pemahaman yang memiliki persamaan, sehingga expert akan menghasilkan sebuah nilai untuk sebuah penilaian perbandingan. Persamaan pemahaman mengalami kesulitan pada saat pengambilan keputusan yang menyajikan data kecamatan dan bukan data ruas jalan. Data disajikan untuk setiap kecamatan dikarenakan tidak dapat dipisahkan menurut ruas jalan. Sehingga pengambilan kuisioner dilakukan secara berulang karena tidak dihasilkan tingkat konsistensi yang sesuai. Expert judgment yang digunakan merupakan pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo, sehingga memiliki pemahaman yang cukup dalam pengambilan keputusan. Expert tersebut antara lain Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo, Kepala Bagian Sekretariat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo, Kepala Bidang Kebersihan & Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo, Kepala Seksi Penerangan Jalan Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo dan Staf Seksi Penerangan Jalan Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo. Pengukuran tingkat kepentingan kriteria ini berdasarkan skala penilaian yang diperoleh dari jawaban responden pada lembar kuisioner yang telah disebarkan. Matriks perbandingan berpasangan merupakan langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen pada suatu persoalan pengambilan keputusan, dimana setiap elemen dibandingkan secara berpasangan terhadap kriteria yang telah ditentukan. Pengisian matriks perbandingan berpasangan menggunakan skala penilaian untuk menggambarkan tingkat relatif kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya. Skala penilaian/perbandingan bernilai 1 sampai dengan 9 yang ditetapkan sebagai pertimbangan dalam perbandingan pasangan elemen-elemen yang sejenis untuk setiap tingkat hirarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya. Perhitungan matriks perbandingan berpasangan disusun berdasarkan kriteria-kriteria : gambaran jalan, rencana pengembangan wilayah, kecelakaan lalu lintas, wilayah administrasi, teknis lampu penerangan jalan dan kriteria finansial. Tahap-tahap yang dilakukan mulai dari pembuatan matriks perbandingan berpasangan sampai dengan penentuan bobot prioritas kriteria dan penentuan nilai konsistensi. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa kriteria gambaran jalan menduduki rangking pertama dengan bobot kepentingan yang paling tinggi yaitu sebesar 0,348. Urutan kedua adalah kriteria rencana pengembangan wilayah dengan bobot kepentingan 0,246. Selanjutnya adalah kriteria finansial dengan bobot kepentingan 0,198, kecelakaan lalu lintas dengan bobot kriteria 0,110, teknis lampu penerangan jalan dengan bobot kepentingan 0,058. Sedangkan rangking terakhir merupakan kriteria wilayah administrasi dengan bobot kepentingan 0,040.
Tabel 2. Matriks Normalisasi Perbandingan Berpasangan TUJUAN GJ RPW LALIN WA 0,382 0,467 0,345 0,261 GJ 0,191 0,233 0,259 0,217 RPW 0,096 0,078 0,086 0,174 LALIN 0,064 0,047 0,022 0,043 WA 0,076 0,058 0,029 0,087 TL 0,191 0,117 0,259 0,217 FINAN Sumber : Pengolahan data Keterangan : GJ RPW LALIN WA TL FINAN
TL 0,286 0,229 0,171 0,029 0,057 0,229
FINAN 0,346 0,346 0,058 0,035 0,043 0,173
Bobot 0,348 0,246 0,110 0,040 0,058 0,198
Ranking 1 2 4 6 5 3
: Gambaran Jalan : Rencana Pengembangan Wilayah : Kecelakaan Lalu Lintas : Wilayah Administrasi : Teknis Lampu Penerangan : Finansial
Kriteria gambaran jalan menghasilkan prioritas untuk setiap sub kriteria seperti dapat dilihat pada tabel 3. Bobot tertinggi dimiliki oleh sub kriteria Kelas Jalan sebesar 0,450.
F-20 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 3. Matriks Bobot Kriteria Gambaran Jalan GJ JP PMJ KJ KlsJ JJ Bobot Ranking 3,000 0,250 0,333 5,000 JP 1,000 0,143 3 0,333 0,143 0,167 3,000 PMJ 1,000 0,068 4 4,000 7,000 2,000 8,000 KJ 1,000 0,450 1 3,000 6,000 0,500 7,000 KlsJ 1,000 0,302 2 0,200 0,333 0,125 0,143 JJ 1,000 0,037 5 Jumlah 8,533 17,333 2,018 3,643 24,000 Sumber : Pengolahan data Keterangan : JP : Jenis Perkerasan PMJ : Potongan Melintang Jalan KJ : Kelas Jalan KlsJ : Klasifikasi Jalan JJ : Jumlah Jembatan Demikian pula untuk kriteria pengembangan wilayah didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel 4. Sub kriteria pada kriteria ini meliputi potensi ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Bobot tertinggi sebesar 0,633 dimiliki oleh potensi ekonomi. Tabel 4. Matriks Bobot Kriteria Rencana Pengembangan Wilayah Ranking RPW PE PertE JPen Bobot 1 3,000 5,000 PE 1,000 0,633 2 0,333 3,000 PertE 1,000 0,260 3 0,200 0,333 JP 1,000 0,106 Jumlah 1,533 4,333 9,000 Sumber : Pengolahan data Keterangan : PE : Potensi Ekonomi PertE : Pertumbuhan Ekonomi JPen : Jumlah Penduduk Kriteria kecelakaan lalu lintas terdiri dari sub kriteria jumlah kecelakaan dan lokasi rawan kecelakaan. Bobot tertinggi dimiliki oleh lokasi rawan kecelakaan sebesar 0,833. Tabel 5. Matriks Bobot Kriteria Kecelakaan Lalu Lintas Ranking LALIN JK LRK Bobot 2 0,200 JK 1,000 0,167 1 5,000 LRK 1,000 0,833 Jumlah 6,000 1,200 Sumber : Pengolahan data Keterangan : JK : Jumlah kecelakaan LRK : Lokasi rawan kecelakaan Kriteria wilayah administrasi juga memiliki dua sub kriteria yaitu sub kriteria lokasi pelayanan publik dan perbatasan wilayah. Lokasi pelayanan publik antara lain kantor-kantor pemerintah, sekolah dan tempat-tempat pelayanan umum yang memungkinkan keramaian di malam hari. Perbatasan wilayah antara lain perbatasan antar kecamatan, kelurahan atau desa, kabupaten dan propinsi. Bobot tertinggi dimiliki oleh sub kriteria lokasi pelayanan publik sebesar 0,833. Tabel 6. Matriks Bobot Kriteria Wilayah Administrasi Ranking WA PP PW Bobot 1 5,000 PP 1,000 0,833 2 0,200 PW 1,000 0,167 Jumlah 1,200 6,000 Keterangan : PP : Pelayanan Publik PW : Perbatasan Wilayah
F-21 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Untuk kriteria teknis lampu penerangan jalan terdiri dari sub kriteria jenis sumber cahaya, kualitas sumber cahaya, fotometrik lampu dan bangunan lampu penerangan jalan. Bobot tertinggi dimiliki oleh sub kriteria kualitas sumber cahaya sebesar 0,582.
Tabel 7. Matriks Bobot Kriteria Teknis Lampu Penerangan Jalan TL JSC KSC FL BLP Bobot 0,333 3,000 5,000 JSC 1,000 0,253 3,000 6,000 8,000 KSC 1,000 0,582 0,333 0,167 3,000 FL 1,000 0,112 0,200 0,125 0,333 BLP 1,000 0,053 Jumlah 4,533 1,625 10,333 17,000 Sumber : Pengolahan data Keterangan :
JSC KSC FL BLP
Ranking 2 1 3 4
: Jenis Sumber Cahaya : Kualitas Sumber Cahaya : Fotometrik Lampu : Bangunan Lampu Penerangan
Kriteria finansial terdiri dari sub kriteria penerimaan pajak penerangan jalan, biaya pemasangan lampu dan biaya rekening listrik. Bobot tertinggi dimiliki oleh sub kriteria penerimaan pajak penerangan jalan. Tabel 8. Matriks Bobot Kriteria Finansial FINAN PPJ BPL BRL 5,000 3,000 PPJ 1,000 0,200 0,333 BPL 1,000 0,333 3,000 BRL 1,000 Jumlah 1,533 9,000 4,333 Sumber : Pengolahan data Keterangan :
Bobot 0,633 0,106 0,260
Ranking 1 3 2
PPJ : Penerimaan PPJ BPL : Biaya Pemasangan Lampu BRL : Biaya Rekening Listrik
Hasil perhitungan setiap matriks kriteria kemudian dilanjutkan dengan perhitungan untuk setiap sub kriteria. Sehingga dihasilkan perhitungan matriks dari kriteria, sub kriteria hingga alternatif ruas jalan, kemudian diperoleh bobot untuk setiap ruas jalan. Bobot tersebut mencerminkan prioritas penataan lampu penerangan jalan seperti terlihat pada tabel 9. Tabel 9. Hasil perhitungan urutan prioritas No Urut GJ RPW LALIN Jalan 0.04119 0.04207 0.00631 1 0.00912 0.02872 0.00477 2 0.00912 0.01410 0.00397 3 0.02513 0.01324 0.00245 4 0.02376 0.00295 0.00273 5 0.01371 0.00197 0.00098 6 0.02411 0.00559 0.00895 7 0.02684 0.01156 0.00528 8 0.01776 0.01033 0.00514 9 0.02292 0.01065 0.00400 10 0.02617 0.02418 0.01888 11
WA
TL
FINAN
Bobot
Prioritas
0.00107 0.00492 0.00314 0.00071 0.00062 0.00038 0.00188 0.00169 0.00138 0.00053 0.00263
0.00582 0.00190 0.00289 0.00725 0.00260 0.00106 0.01106 0.00581 0.00143 0.00129 0.00203
0.02242 0.01707 0.00646 0.01457 0.00573 0.00965 0.00576 0.00478 0.00892 0.00720 0.00707
0.11889 0.06651 0.03968 0.06336 0.03840 0.02775 0.05733 0.05596 0.04495 0.04659 0.08095
1 3 14 4 15 20 6 7 12 9 2
F-22 ISBN : 978-979-18342-2-3
12 13 14 15 16 17 18 19 20
0.01599 0.00940 0.01007 0.01054 0.01374 0.01047 0.01110 0.01628 0.01037
0.00375 0.00544 0.01329 0.00425 0.01315 0.01201 0.00733 0.01769 0.00363
0.00301 0.01174 0.00293 0.00185 0.00276 0.00749 0.00375 0.01187 0.00157
0.00102 0.00582 0.00503 0.00147 0.00153 0.00153 0.00238 0.00049 0.00154
0.00058 0.00084 0.00105 0.00272 0.00066 0.00429 0.00159 0.00126 0.00236
0.00760 0.01486 0.01145 0.00810 0.01347 0.00933 0.00457 0.01030 0.00831
0.03195 0.04810 0.04383 0.02893 0.04530 0.04512 0.03071 0.05790 0.02779
16 8 13 18 10 11 17 5 19
5.
KESIMPULAN Hasil dari observasi lapangan,Jumlah titik lampu penerangan jalan pada seluruh ruas jalan sebanyak 812 titik lampu. Jenis sumber cahaya yang terpasang pada ruas jalan dalam penelitian ini terdiri dari : o HPL-N sebanyak 58%, o tabung fluorecent sebanyak 12,68%, o SON sebanyak 9,24%, o solar cell sebanyak 0,37%, o lampu selain standar sebanyak 19,70%. Ditinjau dari kualitas sumber cahaya yang digunakan terdapat : o 78 titik lampu memiliki kualitas sumber cahaya baik, o 471 titik lampu memiliki kualitas sumber cahaya sedang, o 263 titik lampu memiliki kualitas sumber cahaya kurang. Hasil observasi di lokasi penelitian terdapat : o 454 titik lampu atau sekitar 55,77% menggunakan pemasangan lampu secara katenasi, o 282 titik lampu atau sekitar 34,64% menggunakan tiang yang tidak standar (tiang non SNI), o 78 titik lampu atau sekitar 9,58% menggunakan tiang yang sudah sesuai dengan standar. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan prioritas-prioritas penataan lampu penerangan jalan untuk ruas jalan dalam penelitian seperti terlihat dalam tabel 2. Tabel 2. Urutan prioritas ruas jalan penelitian. Prioritas Ruas Jalan Bobot Batas Kab. Madiun – Ponorogo 1 0.11889 Balong – Slahung 2 0.08095 Kotalama – Jenangan 3 0.06651 4 Ponorogo – Somoroto 0.06336 Jeruksing – Pulung 5 0.05790 Dengok – Bibis 6 0.05733 Bibis – Sawoo 7 0.05596 Ponorogo – Siman 8 0.04810 Dengok – Balong 9 0.04659 Bangunsari – Kalibengin 10 0.04530 Bungkal – Ngrayun 11 0.04512 Sawoo – Batas Kab. Trenggalek 12 0.04495 Bulu – Mlarak – Brahu 13 0.04383 Jetis – Bungkal 14 0.03968 Somoroto – Badegan 15 0.03840 Slahung – Batas Kab. Pacitan 16 0.03195 Somoroto - Sampung 17 0.03071 Menang – Jambon 18 0.02893 Pulung – Sooko 19 0.02779 Badegan – Biting 20 0.02775 Sumber : Pengolahan data
F-23 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
6. REFERENSI Dinas PU Kabupaten Ponorogo (2006), “Data Base PJU Tahap I”, CV. Cahaya Mandiri, Surabaya Dinas PU Kabupaten Ponorogo (2007), “Data Base PJU Tahap II”, CV. Cahaya Mandiri, Surabaya Guo, Liping (2008),”Intelegent Road Lighting Control System – Experiences, Measurement, and Lighting Control Strategies”, Helsinki University of Technology, Finland. Hadi, Abdul, Pabla, A S, (1991), ”Sistem Distribusi Daya Listrik”, Cetakan Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta Haryono, “Materi Kuliah Statistika Terapan”, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Kadir, Abdul, (2005), “Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik”, Cetakan Pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta Kodoatie, Robert J., (2003),”Pengantar Manajemen Infrastruktur”, 1st edition, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Kosasi, Sandi, (2002),”Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)”, 1st edition, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Leong, KC, (2004), “The Essence of Asset Management”, 1st edition, UNDP-TUGI, Kuala Lumpur Moertiadi, (1988), “Penerangan Jalan Raya”, Majalah Pekerjaan Umum No. 6/Th. XXII / September / 1988, hal. 7-12 NN, “Road Lighting in Developing Countries”, The Institution of Lighting Engineers, England NN, “Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 2682 K/21/MEM/2008 tentang Rencana Umum Kelistrikan Nasional 2008 s.d. 2027”, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta Pujawan, I Nyoman (2009), “Ekonomi Teknik”, 2nd edition, Guna Widya, Surabaya Ryer, Alexander D (1997), “Light Measurement Handbook”, International Light Inc., Newburyport Saaty, Thomas L., (1993), ”Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin”, 2nd edition, PT. Gramedia, Jakarta Saodang, Hamirhan, (2004), “Konstruksi Jalan Raya Buku 1 Geometrik Jalan”, 1st edition, Penerbit Nova, Bandung Saodang, Hamirhan, (2005), “Konstruksi Jalan Raya Buku 2 Perancangan Perkerasan Jalan Raya”, 1st edition, Penerbit Nova, Bandung Standar Nasional Indonesia (2006), “Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan”, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
F-24 ISBN : 978-979-18342-2-3
PENGARUH INFRASTRUKTUR HIJAU TERHADAP PENATAAN BANGUNAN WILAYAH KOTA (Studi Kasus Wilayah Sub Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Sukolilo) Endah Yuswarini Dosen Tetap Jurusan Diploma Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Di dalam pembangunan wilayah kota dikenal prasarana infrastruktur kota atau infrastruktur abu-abu berupa jalan raya, jaringan drainase, jaringan listrik, dan infrastruktur sosial. Kini, di era pemanasan global dan perubahan iklim, konsep pembangunan kota berkelanjutan dikenal infrastruktur hijau kota (urban green infrastructure), yaitu suatu terminologi yang digunakan untuk merubah cara pandang bahwa ruang terbuka hijau adalah komponen yang sama atau lebih jauh dan penting bagi pengembangan wilayah kota. Tujuan penelitian ini adalah dapat mendukung kehidupan warga, menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih, serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities)terhadap kemacetan, banjir dan bau. Metode pembahasan dimulai dari identifikasi fisik dan non fisik komponen infrastruktur wilayah sub Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Sukolilo ditinjau baik infrastruktur bagi bangunan sekolah /kampus, apartemen bertingkat > 20 lantai, pertokoan, gedung pertemuan, rumah sakit, puskesmas, masjid maupun infrastruktur hijau dari ruang terbuka hijau permukiman, perumahan termasuk makam,untuk mendapatkan prosentasi detil kegiatan yang ada. Manfaat penelitian ini adalah mengetahui keseimbangan pemakaian lahan,peningkatan jumlah dan volume infrastruktur, peningkatan limbah, padatnya lalu lintas, perubahan iklim mikro disekitar kawasan, berkurangnya daya serap tanah terhadap air hujan dan hadirnya komunitas baru secara otomatis dalam usaha fisik dan sosial dalam mencapai integrasi antar penduduk. Hasil akhir sementara adalah infrastruktur abu-abu melebihi 75% dari standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 pasal 29 ayat (2). Kata kunci: penataan bangunan kota, sub ruang terbuka hijau, infrastuktur abu-abu, infrastruktur hijau, dan bangunan bertingkat.
1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Kawasan perkotaan cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tinggi nya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang wilayah kota makin berat. Jumlah penduduk perkotaan yang tinggi dan terus meningkat dari waktu kewaktu tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka hijau publik (open spaces) di kawasan perkotaan. Lingkungan kawasan perkotaan hanya berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik tersebut, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau, telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan sub wilayah perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara dan meningkatnya kerawanan sosial, serta menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress dan yang jelas berdampak kepada pengembangan sub wilayah kota tersebut. Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
F-25 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Dalam konteks pembangunan subwilayah perkotaan – kecamatan sukolilo, Nampak pengembangan infrastruktur abu-abu, bangunan, jalan raya, jaringan drainase, jaringan listrik, dan infrastruktur sosial (berusaha mengedepankan aspek kelestarian lingkungan dan secara bersamaan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan budaya). Sehingga pembangunan infrastruktur yang ada tidak memberikan dampak negatif kepada lingkungan maupun masyarakat yang ada di sekitarnya. Secara ekologis dan planologis, RTH subkota berfungsi sebagai infrastruktur hijau yang turut membentuk ruang-ruang kota yang harmonis untuk memenuhi kebutuhan ekologis dan keindahan kota maupun sebagai pembatas ruang secara planologis. 2. Rumusan Masalah Sebagaimana infrastruktur terbangun lainnya seperti infrastruktur jalan saluran air limbah ,jaringan air minum, listrik dsb, maka infrastruktur ruang terbuka hijau dapat menjadi titik tolak dalam menyusun rencana tata ruang ,yakni melalui penetapan lebih awal lokasi area atau kawasan yang perlu dilindungi sebelum menetapkan lokasi pengembangan area terbangun atau pembangunan infrastruktur. Hampir semua studi mengenai perencanaan subkota menyebutkan bahwa kebutuhan ruang terbuka di subperkotaan berkisar antara 30% hingga 40%, termasuk di dalamnya bagi kebutuhan jalan, ruang-ruang terbuka perkerasan, danau, kanal, dan lain-lain. Ini berarti keberadaan ruang terbuka hijau (yang merupakan sub komponen ruang terbuka) hanya berkisar antara 10 % – 15 %. Alternatif tindakan bersumber dari ekologi dan berfokus pada seluruh pelaku pembangunan (masyarakat, pemerintah dan swasta) yang dapat dilakukan melalui gerakan sadar lingkungan, mulai dari level komunitas pekarangan hingga komunitas pada level subkota. Kenyataan ini sangat dilematis bagi kehidupan kota yang cenderung berkembang sementara kualitas lingkungan mengalami degradasi / kemerosotan yang semakin memprihatinkan. Di wilayah subkota Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah sejak tahun 1992 adalah 20 – 30%. Sementara kondisi eksisting ruang terbuka hijau baru mencapai kurang dari 10% (termasuk ruang terbuka hijau pekarangan). Indikator pelaksanaan adalah sumber daya air dan udara bersih, kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities)terhadap kemacetan, banjir dan bau. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan: “Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Ruang Terbuka Hijau terhadap Penataan Bangunan Perkotaan” , lihat gambar 1, Matriks Klasifikasi Penataan Ruang.
F-26 ISBN : 978-979-18342-2-3
3. Tujuan , adalah menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih, serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities) terhadap kemacetan, banjir dan bau. 4. Manfaat : mengetahui keseimbangan pemakaian lahan,peningkatan jumlah dan volume infrastruktur abuabu , peningkatan limbah, padatnya lalu lintas, perubahan iklim mikro disekitar kawasan, berkurangnya daya serap tanah terhadap air hujan dalam kenyamanan kehidupan masyarakat
Gambar 1: Matriks Klasifikasi Penataan Ruang
2. KAJIAN TEORI Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tentang Peranan Sabuk Hijau Kota Raya tahun 1992/1993, sesuai dengan klasifikasi penataan ruang dan sebagai tipologi penataan ruang yang menyebutkan bahwa luas RTH berupa taman, jalur hijau, makam, dan lapangan olahraga adalah + 418,39 Ha, atau dengan kata lain pemenuhan kebutuhan RTH baru mencapai 1,67 m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau tersebut sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan dilakukan dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000 saat itu yaitu 10,03 m2/penduduk. Pada klasifikasi ruang disepakati bahwa konsep penataan dumulai dari sistem wilayah, fungsi utama wilayah , kegiatan wilayaah perkotaan sehingga nampak nilai strategis sesuai gambar 2, Struktur RTH di Perkotaan
F-27 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 2: Struktur RTH di Perkotaan
3. METODE PENELITIAN Metode pembahasan dimulai dari skope internal lingkungan binaan terdiri atas identifikasi fisik dan non fisik komponen infrastruktur wilayah sub Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Sukolilo ditinjau dari infrastruktur bagi bangunan sekolah /kampus, apartemen bertingkat > 20 lantai, pertokoan, gedung pertemuan, rumah sakit, puskesmas, masjid maupun infrastruktur hijau dari ruang terbuka hijau permukiman, perumahan termasuk makam,untuk mendapatkan prosentasi detil kegiatan yang ada. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembahasan didasarkan pada pengaruh infrastruktur abu-abu terutama bentuk-bentuk fungsi yang dapat memberikan keseimbangan ruang terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan, atau dalam upaya mempertahankan kualitas infrastruktur hijau yang baik, antara lain ditinjau dari : a.
Daya Dukung Ekosistem di Kawasan Sukolilo. Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau di kawasan Sukolilo dilandasi pemikiran bahwa ruang terbuka hijau tersebut terdiri komponen alam, yang berperan menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh karena itu ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap keberlangsungan lingkungannya. Dalam hal ini ketersediaan ruang terbuka hijau di dalam lingkungan binaan manusia minimal sebesar 30%. Lingkungan binaan sepanjang jalan Arif Rahman Hakim sebagai berikut : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lingkungan Binaan Bangunan Kampus Diploma
Daya Dukung Ekosistem
F-28 ISBN : 978-979-18342-2-3
b. Pengendalian Gas Berbahaya dari Kendaraan Bermotor -
Gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor sebagai gas buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia (dan makhluk hidup lainnya), tertama yang berbahaya sekali adalah dari golongan Nox, CO, dan SO2. Diharapkan ruang terbuka hijau mampu mengendalikan keganasan gasgas berbahaya tersebut, meskipun ruang terbuka hijau sendiri dapat menjadi sasaran kerusakan oleh gas tersebut. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan adalah mengadakan dan mengatur susunan ruang terbuka hijau dengan komponen vegetasi di dalamnya yang mampu menjerat maupun menyerap gas-gas berbahaya. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia (oleh Dr. Nizar Nasrullah) telah menunjukkan keragaman kemampuan berbagai jenis pohon dan tanaman merambat dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menjerat dan menyerap gas-gas berbahaya tersebut. Perkiraan kebutuhan akan jenis vegetasi sesuai dengan maksud ini tergantung pada jenis dan jumlah kendaraan, serta susunan jenis dan jumlahnya.
-
Sifat dari vegetasi di dalam ruang terbuka hijau yang diunggulkan adalah kemampuannya melakukan aktifitas fotosintesis, yaitu proses metabolisme di dalam vegetasi dengan menyerap gas CO2, lalu membentuk gas oksigen. CO2 adalah jenis gas buangan kendaraan bermotor yang berbahaya lainnya, sedangkan gas oksigen adalah gas yang diperlukan bagi kegiatan pernafasan manusia. Dengan demikian ruang terbuka hijau selain mampu mengatasi gas berbahaya dari kendaraan bermotor, sekaligus menambah suplai oksigen yang diperlukan manusia. Besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau dalam mengendalikan gas karbon dioksida ini ditentukan berdasarkan target minimal yang dapat dilakukannya untuk mengatasi gas karbon dioksida dari sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan di kawasan perkotaan tertentu.
c.
Pengamanan Lingkungan Hidrologis -
Kemampuan vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat dijadikan alasan akan kebutuhan keberadaan ruang terbuka hijau tersebut. Dengan sistem perakaran yang baik, akan lebih menjamin kemampuan vegetasi mempertahankan keberadaan air tanah. Dengan semakin meningkatnya areal penutupan oleh bangunan dan perkerasan, akan mempersempit keberadaan dan ruang gerak sistem perakaran yang diharapkan, sehingga berakibat pada semakin terbatasnya ketersediaan air tanah.
-
Dengan semakin tingginya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan ketersediaan air tanah, maka secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang ada, yang dapat menyebabkan kerugian berupa penurunan kualitas air minum dan terjadinya korosi/ penggaraman pada benda-benda tertentu.
d.
Pengendalian Suhu Udara Perkotaan -
Dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan evapo-transpirasi, maka vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat menurunkan tingkat suhu udara perkotaan. Dalam skala yang lebih luas lagi, ruang terbuka hijau menunjukkan kemampuannya untuk mengatasi permasalahan ‘heat area’ atau ‘wilayah panas’, yaitu gejala meningkatnya suhu udara di sub perkotaan dibandingkan dengan kawasan/area di sekitarnya.
-
Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu sub kawasan perkotaan bergantung pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi regresi linier dari persentase luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap penurunan suhu udara. Jika suhu udara yang ditargetkan telah ditetapkan, maka melalui indeks tersebut akan dapat diketahui luas penutupan ruang terbuka hijau minimum yang harus dipenuhi. Namun yang harus dicari terlebih dahulu adalah nilai dari indeks itu sendiri.
F-29 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
e. Pengendalian Thermoscape di sub Kawasan Perkotaan -
Keadaan panas suatu lansekap (thermoscpe) dapat dijadikan sebagai suatu model untuk perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau. Kondisi Thermoscape ini tergantung pada komposisi dari komponenkomponen penyusunnya. Komponen vegetasi merupakan komponen yang menunjukan struktur panas yang rendah, sedangkan bangunan, permukiman, paving, dan konstruksi bangunan lainnya merupakan komponen dengan struktur panas yang tinggi. Perimbangan antara komponen-komponen dengan struktur panas rendah dan tinggi tersebut akan menentukan kualitas kenyamanan yang dirasakan oleh manusia. Guna mencapai keadaan yang diinginkan oleh manusia, maka komponenkomponen dengan struktur panas yang rendah (vegetasi dalam ruang terbuka hijau) merupakan kunci utama pengendali kualitas thermoscape yang diharapkan. Keadaan struktur panas komponenkomponen dalam suatu keadaan thermoscape ini dapat diukur dengan mempergunakan kamera infra merah.
-
Keadaan panas suatu ruang lansekap yang dirasakan oleh manusia merupakan indikator penting dalam menilai suatu struktur panas yang ada. Guna memperoleh keadaan yang ideal, maka diperlukan keadaan struktur panas yang dirasakan nyaman oleh manusia. Dengan demikian, terdapat suatu korelasi antara komponen-komponen penyusun struktur panas dalam suatu keadaan thermoscape tertentu, dan rasa panas oleh manusia. Secara umum dinyatakan bahwa komponenkomponen dengan struktur panas rendah dirasakan lebih nyaman dibandingkan dengan struktur panas yang lebih tinggi.
f. Pengendalian Bahaya - Bahaya Lingkungan -
Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya lingkungan terutama difokuskan pada aspek penting : pencegahan bahaya kebakaran dan perlindungan dari keadaan darurat berupa gempa bumi.
-
Ruang terbuka hijau dengan komponen penyusun utamanya berupa vegetasi mampu mencegah menjalarnya luapan api kebakaran secara efektif, dikarenakan vegetasi mengandung air yang menghambat sulutan api dari sekitarnya. Demikian juga dalam menghadapi resiko gempa bumi yang kuat dan mendadak, ruang terbuka hijau merupakan tempat yang aman dari bahaya runtuhan oleh struktur bangunan. Dengan demikian, ruang terbuka hijau perlu diadakan dan dibangun ditempattempat strategis di tengah-tengah lingkungan permukiman.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Pengaruh infrastruktur hijau terhadap penataan bangun tidak bisa berdiri sendiri tanpa harmonisasi keberadaan infrastruktur abu-abu yang akhirnya memberikan pengaruh pada penataan ruang subkota dalam keseimbangan pemakaian lahan,peningkatan jumlah dan volume infrastruktur, peningkatan limbah, padatnya lalu lintas, perubahan iklim mikro disekitar kawasan, berkurangnya daya serap tanah terhadap air hujan dan hadirnya komunitas baru secara otomatis dalam usaha fisik dan sosial dalam mencapai integrasi antar penduduk. 6. Daftar Pustaka Danisworo, M, 1998, Makalah Pengelolaan kualitas lingkungan dan lansekap perkotaan di indonesia dalam menghadapi dinamika abad XXI. Danoedjo,S. 1990., Menuju Standar Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Kota Dalam Rangka Melengkapi Standar Nasional Indonesia. Direktur Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Jurnal Arsitektur Lansekap Indonesia nomor 04 tahun 1998. Laurie. M, 1975. An Introduction to Landscape Architecture. American Publisher. Newton N,T, 1971. Design On the Land. (The Development Of Landscape Architecture). Purnomohadi, Ning (Penulis Utama), 2006. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Penerbit: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum RI. ISBN 979-155400-5. Purnomohadi, Ning, 2007. Konsep dan Strategi Membangun Lingkungan Kota yang Sehat (Ekologis) serta Identifikasi Masalah yang Dihadapi (Bahan diskusi/makalah-tidak dipublikasikan)
F-30 ISBN : 978-979-18342-2-3
PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DAN PRASARANA KOTA DI KORIDOR SURABAYA - GRESIK ( Studi kasus : Kelurahan Simomulyo, Tanjungsari dan kawasan Perumnas.Tandes – Kecamatan Sukomanunggal dan Tandes) KUSUMASTUTI Staf pengajar Program Studi DIII Teknik Sipil FTSP – ITS Email:
[email protected]. ABSTRAK Studi ini dilakukan di kelurahan Simomulyo, Tanjungsari, dan kawasan Perumnas.Tandes, kecamatan Sukomanunggal dan Tandes. Secara umum merupakan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga penyediaan prasarana permukimannya masih kurang memadai. Tujuan studi adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan dan pengadaan permukimannya, konsep dan strategi perkembangan perumahan dan permukimannya serta sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pengujian data penelitian menggunakan analisis swot dan perencanaan strategi, untuk mengetahui perkembangan perumahan dan permukimannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek kemitraan menjadi sangat penting sebagai interaksi dan komunikasi yang baik dengan pihak-pihak terkait dalam mensukseskan pembangunan perumahan dan permukiman, potensi keberadaan Home Based Enterprise (HBEs) secara luas dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonominya. Namun dilain pihak mobilitas penduduk yang sangat tinggi, menjadi kendala yang harus dikenali sejak dini. Kata kunci : Perkembangan perumahan dan permukiman, dan prasarana kota.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota Surabaya menuntut adanya penyesuaian diri terhadap maju dan berkembangnya sebuah kota secara luas. Dimana kehidupan pada sektor-sektor kepentingan masyarakatnya semakin kompleks, baik secara fisik maupun non fisik. Adapun pemicu keadaan ini salah satunya adalah keberadaan sektor perumahan dan permukiman. Sebagaimana diketahui bahwa sektor ini termasuk yang paling pesat perkembangannya, termasuk yang berada diwilayah sepanjang koridor Surabaya – Gresik. Perkembangan wilayah kota tidak dapat terlepas dari dua hal utama, yakni tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat pertumbuhan ekonominya. Demikian halnya yang terjadi di kota Surabaya, perkembangan kota dalam bidang pengadaan permukimannya terlihat jelas terutama sejak abad ke 19. Konsep perkembangan permukiman kota Surabaya, pada awal pengadaannya mengikuti jaringan jalan yang ada, kemudian seiring dengan waktu dan perkembangannya kegiatan perekonomian kota, memicu pula perkembangan permukiman di wilayah sekitar; sama halnya pada wilayah koridor Surabaya-Gresik, yang pada awalnya berupa perkampungan penduduk, kemudian berkembang mengikuti jaringan jalan yang ada. Sejalan dengan waktu dimana kegiatan perekonomian mulai mengambil posisi penting dalam pengembangan kawasan, dan didukung adanya kebijaksanaan pemerintah; sementara dilain pihak konsentrasi kepadatan penduduk di pusat kota juga semakin meningkat. Sebagai kota dengan multi-orientasi, Surabaya berkembang di segala sektor, baik fisik dan non fisik, sehingga menyebabkan munculnya wilayah-wilayah baru di pinggiran kota, dan berkembang mengikuti arah perkembangan kota. Pertumbuhan dan perkembangan ini diikuti dengan pengadaan perumahan dan permukiman oleh sektor formal dan informal di sekitarnya. Permukiman yang terbentuk sebagai dampak perkembangan kota Surabaya secara luas ini memiliki karakteristik wilayah yang juga semakin membaik, ditinjau dari sarana dan prasarana fisiknya maupun secara administratif daerahnya. Dalam dua dasawarsa terakhir ini jelas terlihat banyak lahan-lahan baru yang dibuka untuk peruntukan perumahan, baik oleh sektor formal maupun informal; didukung dengan adanya prasarana dan sarana yang memadai,dalam hal akses pencapaian yang semakin jelas mempermudah dan memperpendek jarak antara daerah satu dengan daerah lainnya dalam satu kawasan kota dan kawasan sekitarnya. Pengembangan ini secara bertahap telah menjangkau juga berbagai wilayah daerah yang masih terbelakang, sehingga pertumbuhannya dapat mengikuti wilayah daerah lainnya yang telah lebih dulu berkembang. Secara luas keterhubungan ini juga merangsang adanya pertumbuhan pada kawasan wilayah kota sekitar yang berdekatan, sehingga hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara kota yang satu dengan kota lainnya yang berdekatan dapat tercapai. Jelaslah disini terlihat bahwa pada kawasan wilayah koridor
F-31 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Surabaya-Gresik, dengan batas wilayah amatan pada kelurahan Simomulyo, kelurahan Tanjungsari dan Perumnas.Tandes-kelurahan Tandes Kidul, yang mana merupakan kawasan transisi antara kota Surabaya dan kota Gresik telah mengalami perkembangan yang relatif pesat, terutama karena pada kawasan tersebut peruntukan lahannya adalah untuk perumahan dan industri. Maka antara dinamika dan mobilitas penduduk serta aspek perekonomian dengan pengadaan perumahan berjalan seiring, sesuai dengan asas kebutuhan dan ketersediaan. Pertumbuhan ekonomi,perkembangan permukiman dan wilayah pada kawasan koridor Surabaya-Gresik ini dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan saling menunjang satu dengan yang lain, melalui potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. 1.2. Rumusan Penelitian 1. Bagaimana sejarah perkembangan dan pengadaan permukiman pada lokasi amatan serta kaitannya dengan wilayah sekitar ? 2. Bagaimana konsep dan strategi perkembangan perumahan dan permukiman serta program penunjangnya ? 3. Bagaimana pula dengan perkembangan perumahan dan permukiman sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya ? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan dan pengadaan permukiman serta kaitannya dengan wilayah sekitarnya. 2. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai konsep dan strategi perkembangan perumahan dan permukiman serta program-program penunjang dalam pengembangan dan pengelolaan permukiman, baik oleh pihak pengembang maupun masyarakat sendiri. 3. Untuk mengetahui perkembangan perumahan dan permukiman pada wilayah amatan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. 1.4. Kontribusi Penelitian 1. Hasil penelitian ini selanjutnya dimungkinkan sebagai pedoman bahan usulan dalam menetapkan kebijaksanaan pembinaan dalam pembangunan. 2. Selanjutnya akan digunakan sebagai model pengembangan lingkungan permukiman melalui program kemitraan dalam pembangunan. 2. LANDASAN TEORI 2.1. Permukiman dan Lingkungan dalm Pengembangan Wilayah Menurut Santoso,Happy Ratna Sumartinah,2000, Pengembangan wilayah mempunyai tujuan untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam tingkat pertumbuhan, dan penyetaraan ini penting karena kesenjangan ekonomi dapat memicu konflik serta mempengaruhi issu politik. 2.2. Prinsip-prinsip Agenda 21 International Prinsip ini ditindaklanjuti dalam Agenda 21 (2000:12) mencakup dua hal; yakni : a. Tempat bernaung yang layak bagi semua. b. Pembangunan permukiman yang berkelanjutan dalam wilayah perkotaan. 2.3.Lingkungan permukiman Merupakan hasil dari proses-proses interaksi manusia dengan lingkungan dan membentuk struktur pranata sosial, ekonomi dan budi daya untuk memanfaatkan lingkungan alam untuk menopang kehidupan bersama. Dengan menciptakan lingkungan buatan seperti membangun jalan, sekolah, sanitasi, tempat ibadah dan sebagainya. ( Poerbo Hasan,1999). Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan, yang meliputi : a. Pengembangan pengaturan subsidi perumahan. b. Pengembangan subsidi pembiayaan perumahan. c. Pengembangan subsidi sarana dan prasarana perumahan (KSNPP,2002).
F-32 ISBN : 978-979-18342-2-3
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Populasi dan sampel Dalam model-model penelitian yang bersifat probabilitas untuk menerangkan struktur populasi dengan mengasumsi kondisi-kondisi tertentu. Apabila sampel dari populasi yang tidak diketahui maka peneliti harus menggunakan metode keselarasan untuk menentukan seberapa jauh sampel yang diamati sesuai dengan model tertentu yang akan digunakan. Menurut Kartono (1996:135) untuk populasi 10-100 orang diambil 100%. Mengingat populasi dibawah 100 orang diambil 100%. 3.2. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data diperoleh sebagai berikut : a. Wawancara b. Kuesioner c. Observasi 3.3. Teknik Analisis Tujuan dari analisis dan pembahasan adalah mengolah semua data yang terkumpul untuk mengetahui kaitan antara satu data dengan data lainnya. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif, yaitu penelitian yang sangat tergantung pada model analisis data yang dipergunakan dan sangat dipengaruhi oleh permasalahan yang ada maupun tujuan penelitian. Untuk menganalisis perkembangan permukiman dan prasarana kota, maka pengujian menggunakan analisis swot. 4.GAMBARAN UMUM KECAMATAN SUKOMANUNGGAL DAN TANDES 4.1. Wilayah dan Geografis Kecamatan Sukomanunggal dan Tandes terletak di wilayah kota Surabaya Barat. Wilayah yang secara administratif mempunyai batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara : Berbatasan dengan kecamatan Asemrowo. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan kecamatan Sawahan dan kecamatan Bubutan. - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan kecamatan Dukuh Pakis dan kecamatan Sambikerep. - Sebelah Barat : Berbatasan dengan kecamatan Benowo. Kecamatan Sukomanunggal terdiri dari 5 kelurahan, yaitu : kelurahan Putat Gede, kelurahan Simomulyo, kelurahan Sonokawijenan, kelurahan Sukomanunggal, dan kelurahan Tanjungsari. Sedangkan kecamatan Tandes terdiri dari 12 kelurahan, yaitu : kelurahan Balongsari, kelurahan Banjarsugihan, kelurahan Bibis, kelurahan Buntaran, kelurahan Gadel, kelurahan Karangpoh, kelurahan Manukan Kulon, kelurahan Manukan Wetan, kelurahan Tandes Kidul, kelurahan Tandes Lor, kelurahan Tubanan, kelurahan Gedangasin. Dari kedua kecamatan Sukomanunggal dan Tandes, kelurahan yang digunakan sebagai studi kasus atau studi amatan adalah kelurahan Simomulyo, kelurahan Tanjungsari dan Perumnas.Tandes-kelurahan Tandes Kidul.
Sumber : ips.Surabaya plasa com.
F-33 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
PETA LOKASI KECAMATAN SUKOMANUNGGAL DAN TANDES SURABAYA Tabel 1. Perkembangan permukiman, dikaitkan dengan wilayah sekitar Wilayah Kelurahan Kegiatan industri di sekitar lokasi amatan merupakan pemicu mobilitas Simomulyo penduduk, disamping faktor konsentrasi kepadatan penduduk di pusat kota yang mengakibatkanb penduduk yang bertempat tinggal disana memilih untuk pindah ke area pinggiran kota dengan pertimbangan ekonomis dan psikologis. Dalam perkembangannya, permukiman yang pengadaannya oleh sektor informal /masyarakat ini dengan pesat mengikuti arah perkembangan kota. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bencana banjir sebagai akibat pengadaan perumahan oleh sektor informal dengan peil yang ditinggikan dan makin minimnya saluran pembuangan serta ruang terbuka. Alternatif penyelesaiannya adalah meninggikan muka tanah pada jaringan jalan kampung dan peil huniannya. Interkoneksi antara wilayah amatan dengan wilayah/ daerah lain yang berbatasan sangat baik, dengan adanya kemudahan akses pencapaian dan komunikasi yang baik. Demikian juga hubungan keterkaitan antar wilayah dalam satu kawasan. Wilayah Kelurahan Perkembangan pada daerah perumahan elit di sekitar perkampungan penduduk Tanjungsari menimbulkan keresahan akan terjadinya bahaya banjir. Dilain pihak dampak positif yang diterima masyarakat adalah semakin tersedianya sarana dan prasarana wilayah untuk kegiatan umum, seperti jalur transportasi, terbangunnya pasar krempyeng yang memungkinkan untuk membuka wahana kerja baru bagi penduduk Tanjungsari. Perkembangan sentra industri dan kerajinan (bagian Utara) merupakan peluang dalam penyediaan lapangan kerja, hal ini memicu perkembangan kampung dengan adanya mobilitas penduduk. Kawasan Perumnas.Tandes sebagai perintis pengembangan perumahan di wilayah koridor Perumnas.Tandes – Surabaya-Gresik, ikut menciptakan pasar perumahan yang dibutuhkan sejajar kelurahan Tandes dengan kemajuan pembangunan ekonomi negara secara luas. Kidul. Pengembangan wilayah perumahan selanjutnya dilakukan oleh swasta. Peran Perumnas.Tandes selanjutnya makin kecil disebabkan oleh beberapa hal; yang utama adalah keterbatasan dana dan tenaga untuk dapat menguasai kawasan yang sangat luas. Bahkan perkembangan yang kini nampak berbalik, yaitu kejelian melihat peluang mengembangkan kawasan baru, hanya berada pada beberapa pengusaha perumahan swasta yang besar, sedangkan Perumnas.Tandes hanya mengikuti bersama dengan pengusaha skala menengah.
4.2. Konsep dan Strategi Perkembangan Perumahan dan Permukiman serta Program Penunjang Pengembangan dan Pengelolaan Perumahan dan Permukiman pada koridor Surabaya-Gresik 1. Konsep Kawasan Permukiman Pengertian permukiman berdasarkan UU No.4 Tahun 1992 Pasal 1 tentang Perumahan dan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sementara penataan perumahan dan permukiman mempunyai tujuan, antara lain : Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional. Menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang lain. 2. Konsep Ramah Lingkungan Aspek lingkungan juga mengambil peran yang tidak kalah penting dalam rangka pengembangan dan perkembangan perumahan dan permukiman secara luas. Adapun hasil akhir yang diharapkan adalah terwujudnya keseimbangan antara lingkungan terbangun dan lingkungan alam sekitarnya. Dengan kata lain terjadi interaksi yang baik dan saling menguntungkan antara keduanya.
F-34 ISBN : 978-979-18342-2-3
3. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Ada dua konsep dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan dengan melibatkan pihak masyarakat/ kelompok masyarakat serta pemerintah. Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat/ kelompok masyarakat ini merupakan pembangunan yang mendudukkan masyarakat/ kelompok masyarakat sebagai pelaku utama, sehingga semua keputusan didasarkan atas aspirasi, kepentingan/ kebutuhan, kemampuan dan upaya masyarakat. Masyarakat menjadi titik tolak, sumber kekuatan, wahana kerjasama dan sekaligus tujuan pembangunan itu sendiri, sehingga berfungsi sebagai basis tumpuan untuk kemajuan anggotanya. Pola pembangunan perumahan menurut Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No.06/KPTS/1994, antara lain : 1. Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Masyarakat (P2BPM) Dimana pola pembangunan perumahan berlandaskan rancangan pembangunan bertumpu pada masyarakat. Semua keputusan dan tindakan pembangunan yang diambil oleh masyarakat didasarkan pada : Aspirasi Masyarakat, Kepentingan Masyarakat, Kemampuan Masyarakat, serta Upaya Masyarakat. 2. Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK) Pembangunan perumahan yang mendudukkan kelompok masyarakat yang terorganisasi (organized client) sebagai pelaku utama. Dalam tautan ini peranan organisasi bertumpu pada masyarakat yang mampu membentuk kelompok/ komunitas seperti koperasi, paguyuban, sehingga melalui organisasi ini kelompok/ komunitas dapat mengaktualisasikan diri mereka sebagai subyek pembangunan dan pelaku penentu. Pembangunan ini lebih memungkinkan untuk dikembangkan sebagai program pembangunan bantuan (aided housing programe) yang menfasilitasi warga masyarakat berpenghasilan rendah untuk dapat menyelenggarakan perumahan mereka secara kooperatif/ gotong-royong. Ada lima azas pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok, yaitu : - Azas solidaritas - Azas partisipasi - Azas kemitraan - Azas pemampuan - Azas pemerataan 4. Konsep Kemitraan Paradigma pembangunan yang sedang berkembang saat ini adalah pembangunan yang berbasis pada masyarakat (community base development). Dengan demikian maka peran serta masyarakat setempat khususnya sangat menentukan. Keberadaan masyarakat harus dimanfaatkan sebagai potensi dan aspirasi warga lebih bersifat eksplisit dan praktis. Demikian halnya dengan peran serta pihak-pihak yang terkait, yakni masyarakat, lembaga berbadan hukum maupun tidak, perguruan tinggi, swasta dan pemerintah sangat diperlukan guna memperoleh efektifitas pelaksanaan pembangunan, dalam rangka memungkinkan dan menguatkan potensi yang ada. Langkah awal yang dilakukan adalah menghidupkan organik terkecil, yang kemudian dikembangkan sehingga menjadi masyarakat yang berkembang atau community grows. Pada wilayah amatan tatanan kemitraan terlihat pada kerukunan dan solidaritas dalam penanganan masalah teknis yang dihadapi, seperti bahaya banjir dan upaya sertifikasi/ kepemilikan tanah. Pada tingkat yang lebih tinggi, kemitraan yang terjalin antara masyarakat setempat dan pemerintah daerah dalam mensukseskan program dan kebijaksanaan yang berlaku; sementara masyarakat dengan lembaga/ pengembang pada wilayah kelurahan Tanjungsari lebih pada adanya bantuan secara berkala kepada masyarakat kurang mampu dalam bentuk bahan kebutuhan pokok. Sedangkan pada wilayah amatan kelurahan Tandes Kidul, dimana fokus amatan pada kawasan Perumnas.Tandes, pola kemitraan yang secara signifikan terlihat dalam rangka pengadaan perumahan dilakukan oleh Perumnas.,dengan Pemerintah Daerah Surabaya, lembaga-lembaga seperti koperasi dan BTN, serta pengembangpengembang swasta di sekitarnya. Dalam upaya mewujudkan gagasan strategi pembangunan berkelanjutan pada permukiman di wilayah koridor Surabaya-Gresik ini, diperlukan adanya peran serta segenap lapisan masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam tata ruang kota dan pengelola lingkungan. Lebih jauh lagi bahwa pembangunan permukiman yang baik hendaknya tanggap dan peka terhadap lingkungan alam, sehingga nantinya dapat terwujud keselarasan dan keseimbangan yang dinamis dengan tujuan akhir berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Keberadaan program-program yang menunjang pembangunan dan perkembangan kota secara luas lebih terfokus pada penyelesaian masing-masing masalah yang dihadapi dan yang timbul kemudian. Program pembangunan berkelanjutan, merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab pemerintah kota terhadap kondisi eksisting di wilayahnya. Langkah yang dilakukan adalah pengamatan secara intensif dilakukan sebagai identifikasi permasalahan dan penentuan langkah penyelesaiannya.
F-35 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Keberhasilan program-program pembangunan tersebut tidak terlepas dari faktor kemitraan antara masyarakat, sebagai aktor utama, dengan pihak-pihak terkait yang memberi dorongan dan pendampingan. Pertukaran informasi dan pengalaman dengan wilayah lain, baik secara regional maupun nasional dapat menjadikan masukan tersendiri. Kemitraan dari pihak-pihak terkait dan berkompeten dibidangnya ini sangat diperlukan dalam peningkatan mobilitas program-program pemerintah. Target akhirnya menjadi tujuan, kelanjutan dan bukti adanya interaksi yang baik antara menajemen lingkungan binaan dan lingkungan alami. Tabel 2. Strategi perumahan dan permukiman dengan program yang menunjang perkembangan permukiman pada wilayah kelurahan Simomulyo, kelurahan Tanjungsari, kawasan Perumnas.Tandes – kelurahan Tandes Kidul, Surabaya. Tatanan kemitraan dalam konteks Pengembangan berkelanjutan perwilayahan Perkembangan 1. Peningkatan kualitas, dinamika dan 1. Perbaikan kondisi fisik dan dan produktivitas kampung secara umum kualitas permukiman dan pengadaan 2. Peningkatan kualitas dan kesempatan lingkungan sekitarnya, sarana permukiman atas hunian yang sehat. dan prasarana. 3. Kesempatan yang sama untuk 2. Peningkatan kualitas kehidupan mendapat lahan hunian beserta sarana sosial-ekonomi masyarakat. dan prasarananya. 3. Toleransi dan saling pengertian dalam konteks sosial-budaya. 4. Meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungan yang sehat. 5. Pengelolaan dan pemeliharaan kualitas hunian, permukiman dan lingkungan sekitarnya. Perkembangan 1. Pelaksanaan program-program 1. Pertukaran informasi dan permukiman perbaikan tingkat kesejahteraan pengalaman antar kawasan dalam konteks masyarakat (PKK.melalui program dalam rangka mobilitas program kawasan dan kegiatan pada Kelompok Kerja/ dan perkembangannya. POKJA III dan Dasa Wisma). 2. Peningkatan kualitas kawasan 2. Pelaksanaan program pemerintah permukiman dalam lingkup yang berkaitan dengan peningkatan regional. kualitas permukiman dan lingkungan. 3. Merangsang pertumbuhan daerah tertinggal. Konsep 1. The international community have 1. Pembangunan yang berbasis perkembangan universally reorganized the right to an pada masyarakat (community permukiman adequate standard of living, include base development), maka peran housing and fundamental obligation serta masyarakat setempat of goverment in the provinsions of khususnya, sangat menentukan shelter and the improvement of home tingkat keberhasilan suatu and neighbourhoods (The Habitat program/ proyek. Keberadaan Agenda Istambul :5, 2001) masyarakat harus dimanfaatkan 2. Program strategi berkelanjutan yang sebagai potensi dan aspirasi bertujuan untuk perbaikan rumah dan warga lebih bersifat eksplisit dan penggusuran hunian yang tidak pada praktis (The Global Partnership, lokasi peruntukannya, seperti daerah hal.89). bantaran sungai, kolong jalan tol dan 2. Konsep Mega Urbanisasi, dalam sebagainya. Kemudian Program memberi arahan pertumbuhan Sejuta Rumah yang merupakan upaya dan perkembangan perkotaan nyata pemerintah dalam menyikapi yang terkendali dan terwujud peningkatan pertumbuhan penduduk kesejahteraan yang menyeluruh dan kebutuhan akan menuju Regional Development perumahan.(www.p2kp.org) (www.mukimits.com).
F-36 ISBN : 978-979-18342-2-3
4.3. Perumahan dan Permukiman pada koridor Surabaya-Gresik sebagai Motor Penggerak Pertumbuhan Ekonomi dalam Wilayah Sekitar Telah disinggung pada bagian terdahulu bahwa terdapat kaitan yang erat antara dinamika dan mobilitas penduduk dengan aspek perekonomian, dimana keberadaan kegiatan ekonomi pada suatu tempat dapat menjadikan pertanda terbuka dan berkembangnya kesempatan kerja pada daerah yang bersangkutan. Daya tarik inilah yang mendorong adanya mobilitas penduduk, khususnya mereka yang berstatus sebagai pekerja. Hal ini secara langsung memicu muncul dan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal dan fasilitas serta sarana pelayanan pendukung. Pembangunan dalam rangka pengadaan perumahan dan permukiman banyak dilakukan, baik oleh pengembang pemerintah (Perumnas) maupun pengembang swasta. Hal ini mengikuti peningkatan tuntutan kebutuhan pasar. Sektor informal, dalam hal ini adalah sektor masyarakat, tidak tinggal diam. Mereka ikut berperan dalam upaya pengadaan perumahan, baik dalam bentuk lahan maupun bangunan. Baik pada perorangan yang dalam perkembangannya menjadi perkampungan, maupun secara kolektif dijual pada pengembang. Pertimbangan ekonomis menjadi pemikiran utama disini. Sementara ada juga sebagian masyarakat yang masih mempertahankan keberadaannya dan kepemilikannya atas rumah dan tanah yang telah didapat secara turun temurun atau warisan. Gejala yang timbul pada bagian masyarakat ini adalah kemunculan rumah-rumah baru dengan orientasi rumah sewa/ kos-kosan yang ditujukan bagi penduduk pendatang. Dengan kata lain bahwa terdapat pergeseran nilai hunian menjadi fungsi ekonomis pada lingkungan permukiman setempat. Pada Perumnas. Tandes rintisan dan kepeloporannya tidak terbatas pada pertumbuhan lembaga pembangunan perumahan, tetapi hasilnya penting dalam menumbuhkan Kawasan perumahan baru, kemudian setelah kawasan baru tersebut telah jadi, pengembangan selanjutnya dilakukan oleh swasta. Perkembangan yang sekarang nampak justru terbalik; yaitu pengembangan kawasan sekitar secara besar-besaran banyak dilakukan oleh pengembang swasta yang besar; seperti Darmo Grand, Citra Land, Pakuwon Jati. Meskipun Perumnas. Tandes sebagai awalnya yang merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam wilayah sekitarnya. Dengan kata lain perintisan dan kepeloporan pembangunan kawasan di Tandes, yang dilakukan Perumnas. Sekarang terlihat lebih kecil/ berkurang perannya dan hanya mengikuti bersama pengusaha lainnya. Tabel 3. Sumberdaya perumahan dan manusia beserta peluang-peluangnya Kelurahan Simomulyo Kondisi Sosial
Kondisi Lingkungan Permukiman
Kondisi sosial masyarakat secara umum memperlihatkan perbaikan dan peningkatan, dengan parameter kriteria ketersediaan jaringan infrastruktur, fasilitas kesehatan dan pendidikan Tersedianya sarana dan prasarana pendukung adalah potensi pendukung pengembangan permukiman dan wilayah kota secara umum. Adanya fasilitas kesehatan dan pendidikan, merefleksikan upaya
Perumnas.Tandeskelurahan Tandes Kidul Kondisi perumahan Kondisi sosial masyarakat secara umum memperlihatkan yang telah tertata perbaikan dan peningkatan, sejak awal dengan parameter kriteria pengadaannya, ketersediaan jaringan merefleksi kondisi infrastruktur, fasilitas kesehatan sosial masyarakat dan pendidikan setempat Kelurahan Tanjungsari
Tersedianya sarana dan Ketersediaan prasarana pendukung adalah sarana dan potensi pendukung prasarana pengembangan permukiman pendukung adalah dan wilayah kota secara umum. potensi pendukung Keberadaan fasilitas kesehatan pengembangan dan pendidikan, permukiman dan memperlihatkan upaya wilayah kota secara peningkatan kualitas kehidupan umum. Keberadaan dan penghidupan masyarakat fasilitas kesehatan setempat Meski tak dipungkiri dan pendidikan, keberadaan strata marjinalnya.
F-37 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
peningkatan kualitas Sentra kerajinan mebel dan memperlihatkan kehidupan dan sentra perdagangan pada lokasi upaya peningkatan penghidupan masyarakat amatan menjadi motor kualitas dan setempat Meski tak penggerak laju perekonomian penghidupan dipungkiri keberadaan wilayah kawasan. masyarakat strata marjinalnya. setempat. Perekonomian sebagai Adanya pergeseran faktor dominan fungsi hunian pendorong urbanisasi, menjadi fungsi dapat terlihat pada ekonomi sangat wilayah daerah sekitar. membantu laju perekonomian keluarga. Kebijakan Pemerintah Program Pembangunan Berkelanjutan untuk pemerataan kesejahteraan penduduk dan bagian wilayah regional secara luas. Program Kemitraan, baik dalam lingkup wilayah daerah maupun regional, ditujukan untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan dan penghidupan masyarakat secara luas. Peluang
Pengembangan dimasa depan secara langsung dapat mendukung pengembangan kota dan wilayah beserta aspek-aspek terkait didalamnya. Secara luas bahwa pembangunan perumahan tidak dimonopoli pihak-pihak tertentu, namun kerja sama yang baik antar berbagai pihak tersebut perlu dibina. Perlunya integrasi perencanaan antara permukiman formal dan informal sekitarnya dapat memberikan dukungan yang positif, terutama saat berbagai fasilitas diperlukan belum dapat disediakan.
4.4. Analisis Swot INTERNAL
Weakresses/ Kelemahan : 1. Legalitas tanah. 2. Pendidikan masyarakat rendah. 3. Lembaga keuangan Profit Oriented. 4. Mobilitas penduduk sangat tinggi.
EKSTERNAL
Strengths/ Kekuatan : 1. Sentra perdagangan menjadi motor penggerak ekonomi. 2. Tersedianya sarana/ prasarana pendukung. 3. Tersedianya pusat pelayanan local. 4. Interkoneksi antar wilayah sangat baik.
Opportunities/ Peluang : 1. Dapat mendukung pengembangan kota dan wilayah. 2. Pembangunan perumahan tidak dimonopoli oleh pihakpihak tertentu. 3. Program Pembangunan Berkelanjutan. 4. Program Kemitraan. 5. Penyediaan lapangan kerja.
Strategi S – O : Perlu diantisipasi melalui perencanaan, konsolidasi lahan (S1-4, O1-4). Keterlibatan pihak industri dan lembaga keuangan dalam pemberdayaan masyarakat (S1, S3, O4, O5). Link antar instansi dalam pemberdayaan kawasan (S1, S2, S4, O3, O4).
Strategi O – W : Review terhadap status tanah (O2, O4, W1). Pemberdayaan programprogram usaha yang berbasis kemitraan (O4, O5, W3).
F-38 ISBN : 978-979-18342-2-3
Threats/ Ancaman : 1. Kerawanan sosial. 2. Kurangnya pengawasan terhadap pembangunan. 3. Arus Urbanisasi. 4. Sarana/ prasarananya kurang memadai. 5. Bencana banjir.
Strategi S – T : Penyiapan kawasan dan lahan yang terencana dan terpadu (S2, S3, S4, T2, T4, T5). Penertiban bangunan yang berkelanjutan melalui pendekatan partisipatif (S4, T2).
Strategi T – W : Revitalisasi kawasan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat (T2, T4, W2, W3). Sosialisasi Peraturan dan Kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya konflik horizontal (T1, T3, W4).
5.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Perkembangan dan pertumbuhan perumahan dan permukiman secara luas merupakan tanggung jawab semua pihak; baik sektor formal maupun informal. Keberadaan sektor-sektor ini saling terkait dan berpengaruh antara satu dengan yang lain. Namun tetap diperlukan adanya kebijaksanaan dalam program-program tertentu agar pembangunan dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan perumahan dan permukiman dapat terarah, terkendali dan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya. 2.
Aspek kemitraan menjadi sangat penting, mengingat sangat perlunya interaksi dan komunikasi yang baik dengan pihak-pihak terkait dalam mensukseskan pembangunan perumahan dan permukiman. Disadari atau tidak hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan kota secara luas. Pada beberapa kawasan amatan, yang secara khusus mewakili sistem pengadaan perumahan dan permukiman yang dilakukan oleh sektor formal dan informal, memberikan wacana baru mengenai perumahan dan permukiman beserta potensi, kendala dan tantangan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3.
Potensi keberadaan Home Based Enterprise (HBEs) pada wilayah kelurahan Simomulyo dan kelurahan Tanjungsari, secara luas dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan dan perkembangan wilayah permukimannya. Dan dalam lingkup perkotaan, potensi ini merupakan nilai lebih pada wilayah kawasan dalam perannya memberi nafas kehidupan pada kawasan koridor Surabaya-Gresik dengan landasan ekonomis.
5.2. Saran - saran 1. Mengingat mobilitas penduduk yang sangat tinggi, menjadi kendala yang harus dikenali sejak dini. Karakteristik penduduk pendatang, baik karena adanya daya tarik ekonomis kawasan maupun ketersediaan fasilitas permukiman, apabila tidak diarahkan dan dikendalikan akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam, dan mengakibatkan timbulnya bahaya banjir. 2.
Aspek heterogenitas sosial budaya disini juga tidak dapat diabaikan, karena secara langsung hal ini berkaitan erat dengan pola interaksi dan komunikasi antar penduduk. Dan secara luas menjadi pertimbangan dan masukan dalam konsepsi kemitraan yang sedang dan akan dilaksanakan pada wilayah setempat.
3.
Sementara pada Perumnas. Tandes, dengan potensi karakter bangunannya sebagai rumah tumbuh, dapat merangsang dan menunjang perkembangan dan pertumbuhan permukiman dengan landasan ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA Budiharjo, Eko, Sudjarto Djoko (1999), Kota Berkelanjutan, Bandung. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2002), Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP), Yayasan Badan Penerbit Kimpraswil, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum (1987), Petunjuk Perencanaan Kawasan Kota, Penerbit Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.
F-39 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Kaloh, J.(2002), Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Rineka Cipta. Kartono, Kartini (1996), Pengantar Metodologi Riset Sosial, Penerbit Mandar Maju. Poerbo, Hasan (1999), Lingkungan Binaan untuk Rakyat, Edisi Pertama, Penerbit Yayasan Akatiga, Bandung. Rangkuti, Freddy (1999), Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Silas, Johan (2000), Bantuan Teknis untuk Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan, Kantor Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah bekerjasama dengan ITS, Surabaya.
F-40 ISBN : 978-979-18342-2-3
ANALISIS PENETAPAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA MAHASISWA UNLAM BANJARMASIN Aulia Isramaulana1, Retno Indriyani2 dan Farida Rahmawati2 1Mahasiswa Program Magister Manajemen Proyek Konstruksi, Teknik Sipil, FTSP, ITS Surabaya, email::
[email protected] 2Dosen Program Magister Manajemen Proyek Konstruksi, Teknik Sipil FTSP, ITS, Kampus ITS Surabaya, Telp 031-5946094 Abstrak Dengan adanya pembangunan rusunawa UNLAM maka diperlukan penetapan besarnya harga sewa tiap unit ruang yang harus dibayar oleh para mahasiswa baru yang akan menempati rusunawa baru ini. Pada penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap pengambilan keputusan penetapan harga, yaitu biaya sebagai faktor internal. Dalam penelitian ini, pendekatan terhadap biaya dilakukan menggunakan Break Even Analysis dengan diharapkan terjadinya keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan yang diterima. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dalam penetapan harga sewa, dan masukan kepada pengelola rusunawa dalam rangka operasional dan pengelolaan aset rusunawa. Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan harga sewa berdasarkan biaya dengan pertimbangan pengembalian biaya investasi didapatkan sebesar Rp 677.537,79/orang/bulan dan tanpa pengembalian biaya investasi didapatkan sebesar Rp 189.538,28/orang/bulan Kata kunci : Break Even Analysis, harga sewa, Rusunawa, 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) adalah perguruan tinggi negeri di Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang berdiri pada 1 September 1958. UNLAM memiliki 10 buah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan, Fakultas Perikanan, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Lokasi Kampus Fakultas-fakultas ilmu sosial adalah di Banjarmasin, sedangkan fakultas-fakultas ilmu alam berada di Banjarbaru. Sebagai salah satu universitas unggulan di Kalimantan Selatan, Universitas Lambung Mangkurat dituntut untuk memiliki fasilitas, serta sarana dan prasarana yang memadai untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswanya, dengan tujuan dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi yang unggul untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi. Asrama mahasiswa merupakan salah satu contoh fasilitas penunjang bagi mahasiswa UNLAM dari sekian banyak fasilitas yang telah disediakan oleh pihak kampus. Dengan adanya asrama sebagai tempat hunian sementara bagi para mahasiswa, diharapkan dapat membantu dalam pembentukan karakter mahasiswa melalui latihan kepemimpinan, interaksi sosial yang berbudaya, dan pengenalan dunia perguruan tinggi. Selain itu pembangunan asrama ini ditujukan untuk memberi kemudahan bagi para mahasiswa dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, karena jaraknya lebih dekat dengan kampus. Sehingga lebih menghemat biaya untuk transportasi, waktu tempuh dan tenaga. Saat ini kampus UNLAM Banjarbaru memiliki 3 buah asrama yaitu Asrama Wasaka I, II dan III, dimana asrama-asrama tersebut berupa bangunanan satu lantai. Proyek Rusunawa Mahasiswa UNLAM merupakan bagian dari dana hibah asrama pada proyek pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa dari Kementerian Negara Perumahan Rakyat yang terkait erat dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional untuk tahun 2004-2009. Peruntukan rusunawa sendiri adalah memenuhi kebutuhan hunian pekerja dan keluarganya, serta mahasiswa. Dana yang diterima UNLAM adalah Rp 7.800.000.000,- (Tujuh milyar delapan ratus ribu rupiah) yang dialokasikan dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Satuan Kerja Penyediaan Perumahan, Pusat pengembangan Perumahan, Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2009. Rusunawa Mahasiswa UNLAM ini terdiri dari 3 (tiga) lantai, dan kapasitas 70 kamar dan 240 orang.
F-41 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Untuk memanfaatkan penggunaan gedung rusunawa ini secara optimal perlu diperhatikan tentang kegiatan operasional dan pengelolaan pasca konstruksi. Sumber dana yang digunakan untuk kegiatan operasional dan pengelolaan ini nantinya ditentukan oleh besar harga sewa ruang tipe unit rusunawa yang harus dibayar mahasiswa yang akan menempati ruang di asrama. Harga sewa yang akan ditetapkan diharapkan sesuai dengan keseimbangan antara pendapatan yang akan diterima dan biaya yang telah dikeluarkan untuk kegiatan operasional pengelolaan rusunawa dengan tujuan untuk menjaga dan mengembalikan sistem prasarana bangunan Rusunawa pada fungsi optimalnya. Selain itu biaya yang dibebankan kepada para mahasiswa selaku calon penghuni diharapkan sesuai dengan keinginan para mahasiswa untuk membayar dengan tingkatan harga tertentu. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terlalu menambah beban biaya yang diperlukan para mahasiwa selama menempuh pendidikan di UNLAM. Secara teoritis, penetapan harga suatu produk/jasa sangat dipengaruhi oleh dua faktor penting, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang sangat berpengaruh dalam penetapan harga suatu produk/jasa adalah tujuan pemasaran produk/jasa tersebut, stategi bauran pemasaran, biaya dan pertimbangan organisasi. Adapun contoh dari faktor eksternal adalah sifat pasar dan permintaan, persaingan pasar dan unsur lingkungan. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian terhadap faktor-faktor tersebut untuk mendapatkan harga yang sesuai antara harga yang sedia dibayar oleh konsumen dengan harga yang sedianya akan dijual oleh pemasar. Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian untuk mendapatkan harga sewa dengan meneliti faktor penting yang berpengaruh dalam penetapan harga sewa, yaitu biaya sebagai faktor internal. Sampai tulisan ini dibuat, penulis sedang menyelesaikan penetapan harga sewa berdasarkan metode perbandingan harga pasar dan metode Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) sebagai faktor eksternal. Perhitungan biaya dilakukan dengan menggunakan metode Break Even Analysis, sehingga diketahui berapa harga sewa yang menjadi batas bawah harga agar diperoleh titik impas antara pendapatan dan pengeluaran yang akan diterima. Dimana pada penelitian ini akan didapatkan kisaran harga sewa berdasarkan dua jenis kondisi pembiayaan untuk pengelolaan Rusunawa UNLAM, yaitu dengan menyertakan biaya pengembalian investasi dan hanya berdasarkan total biaya untuk kegiatan operasional dan pengelolaan rusunawa. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dikaji adalah berapa harga sewa berdasarkan biaya yang dibutuhkan menggunakan metode Break Even Analysis 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitan yang akan dikaji adalah dapat dianalisisnya harga sewa berdasarkan biaya yang dibutuhkan menggunakan metode Break Even Analysis 1.4 1. 2. 3. 1.5 1. 2. 3. 4. 5.
Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diharapkan dari penelitian ini adalah : Sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dalam menentukan harga sewa rusunawa Sebagai masukan kepada pengelola rusunawa dalam rangka operasional dan pengelolaan aset rusunawa. Sebagai bahan masukan bagi stakeholders dalam berinvestasi pada pembangunan rusunawa. Batasan Penelitian Batasan permasalahan dari penelitian ini adalah : Objek yang ditinjau adalah gedung rusunawa UNLAM Dasar perhitungan biaya sebagai faktor internal menggunakan metode Analisa Titik Impas (Break Even Analysis) Hasil perhitungan dalam penetapan harga sewa adalah harga sewa rata-rata/kamar/bulan. Biaya tetap yang dihitung meliputi biaya investasi total rusunawa UNLAM, biaya listrik fasilitas umum, biaya pemakaian air pegawai, dan tambahan biaya pemakaian air gedung, gaji pegawai, biaya telepon kantor, biaya perawatan gedung dan biaya penggantian komponen gedung (replacement cost). Biaya tidak tetap yang dihitung adalah biaya listrik tiap unit ruang dan biaya pemakaian air penghuni.
F-42 ISBN : 978-979-18342-2-3
2. METODOLOGI 2.1. Rancangan Penelitian Penelitian pada penelitian ini adalah penelitian untuk mendapatkan harga sewa ruang sebuah gedung asrama dengan meninjau faktor dominan yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan penetapan harga yaitu biaya dan permintaan. Obyek studi pada penelitian ini adalah proyek pembangunan Rusunawa Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM). Sebagai sebuah penelitian untuk mendapatkan harga sewa yang akan ditetapkan, maka metodologi penelitian sepenuhnya mengikuti teknik-teknik dalam penetapan harga dengan meneliti faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam keputusan penetapan harga serta melakukan pendekatan-pendekatan dalam penetapan harga. Dalam hal ini faktor yang diteliti adalah faktor biaya sebagai faktor internal proyek pembangunan Rusunawa, yaitu total biaya yang telah dikeluarkan untuk pembangunan Rusunawa dan biaya selama kegiatan operasional dan pengelolaan Rusunawa. Pendekatan berdasarkan biaya dilakukan menggunakan metode Break Even Analysis dengan terlebih dahulu mengklasifikasikan antara biaya yang termasuk biaya tetap dan biaya variabel untuk kegiatan operasional dan pengelolaan Rusunawa UNLAM. Dari perhitungan tersebut didapatkan harga sewa minimum yang dapat diterapkan pihak pengelola untuk mencapai kondisi impas antara pengeluaran dan pendapatan yang diterima. Tabel 2.1. Rancangan Penelitian Tujuan Jenis dan Data Teknik Pengumpulan Metode Hasil Penelitian yang diperlukan Data Analisa Menentukan harga 1. Biaya Tetap sewa berdasarkan a. Biaya investasi biaya yang total rusunawa dibutuhkan b. Biaya listrik fasilitas umum c. Biaya pemakaian air pegawai d. Gaji pegawai e. Biaya telepon kantor f. Biaya perawatan gedung g. Replacement Cost
Data proyek diperoleh dari bagian EX Proyek UNLAM selaku penanggungjawab proyek rusunawa dan PT. Perentjana Djaja selaku Konsultan perencana serta data penunjang yang diperoleh dari Dinas terkait
Identifikasi biaya dan Estimasi kebutuhan biaya
Kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel
2. Biaya Variabel a. Biaya Listrik b. Biaya air penghuni
Penetapan harga sewa
Biaya tetap dan biaya variabel dalam pengelolaan asrama
Hasil perhitungan kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel
Masing-masing harga sewa berdasarkan kriteria di atas
Hasil perhitungan
Break Even Analysis
Deskriptif
Harga Sewa Minimum berdasarkan biaya
Saran kebijakan penetapan harga sewa berdasarkan beberapa variavel penting di atas
F-43 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
2.2. Data Penelitian Berikut ini adalah uraian mengenai jenis dan sumber data serta teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian. 2.2.1. Jenis Data 2.2.1.1 Data Primer Data primer adalah data yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut sebelum digunakan dalam analisa perhitungan. Data ini diperoleh secara langsung dengan melakukan survey secara wawancara maupun secara kuisioner. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada penelitian ini yang termasuk data primer adalah hasil wawancara mengenai kegiatan operasional dan pengelolaan Rusunawa di Banjarmasin dengan pihak UPTB (Unit Pengelola Tanah dan Bangunan) Dinas Badan Pengelola Tanah dan Bangunan Pemkot Banjarmasin dan pihak pengelola Rusunawa Kelayan Selatan yg digunakan sebagai perbandingan untuk pengelolaan Rusunawa dan hasil wawancara dengan pengelola kontrakan/kos sejenis. 2.2.1.2 Data Sekunder Data sekunder merupakan data untuk penelitian yang dapat digunakan secara langsung dalam analisa perhitungan lebih lanjut. Data sekunder dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam data sekunder adalah Rencana anggaran biaya dan komponen pembiayaan pembangunan gedung negara, denah dan utilitas bangunan rusunawa, tarif telepon, tarif dasar listrik dan air. 2.2.2. Sumber data Penelitian ini disusun berdasarkan data-data proyek pembangunan asrama beserta data-data penunjang lainnya yang diperoleh dari berbagai sumber. Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data proyek rusunawa UNLAM Data proyek berupa rencana anggaran biaya rusunawa UNLAM, komponen pembiayaan pembangunan gedung negara, denah dan utilitas bangunan rusunawa UNLAM yang diperoleh dari Bagian EX Proyek UNLAM selaku penanggungjawab proyek yang ada di UNLAM, khususnya proyek Rusunawa UNLAM ini b. Biaya operasional dan pengelolaan Rusunawa UNLAM. Data ini didapatkan dari perhitungan. c. Data penunjang lain Data penunjang lain seperti tarif dasar listrik dan air didapatkan dari PLN kota Banjarbaru dan PDAM kota Banjarbaru. d. Data Literatur Sumber literatur yang didapat dari jurnal-jurnal buku literatur 2.2.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Pengumpulan Data Primer Data primer adalah yang diperoleh dari sumber pertama. Pengumpulan data primer dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : a. Observasi/Pengamatan langsung Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi lapangan untuk mengumpulkan nilai pasar rusunawa dengan mengumpulkan berbagai data hunian sewa lain yang berada disekitar Rusunawa UNLAM. Hunian sewa yang diamati adalah rusunawa sejenis, rumah kontrakan maupun tempat kos yang berada disekitar objek penelitian. - Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tambahan yang tidak terdapat pada data sekunder dan hanya dapat diperoleh dengan cara bertanya langsung kepada responden, yaitu pihakpihak yang mengetahui atau terlibat langsung dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
F-44 ISBN : 978-979-18342-2-3
2.
Pengumpulan data sekunder Data sekunder adalah data yang telah tersedia. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran data kepada pihak-pihak dan instansi yang terkait dengan pembangunan dan pengelolaan rusunawa UNLAM, antara lain : - Mengumpulkan data-data proyek dan pembiayaan pembangunan gedung rusunawa UNLAM dari Bagian EX Proyek UNLAM selaku penanggungjawab proyek yang ada di UNLAM. - Mengumpulkan data biaya operasional dan pengelolaan rusunawa melalui perhitungan dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi komponen bangunan dan fasilitasnya baik benda bersama maupun bagian bersama yang memerlukan pemeliharaan. - Memperoleh data penunjang seperti tarif dasar listrik dan air dari internet dan wawancara dengan pihak UPT PLN kota Banjarbaru dan UPT PDAM kota Banjarbaru - Melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari buku, literatur, serta jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini.
2.3. Metode Analisa Berdasarkan data-data yang telah didapatkan sebelumnya, akan dilakukan pengolahan data sesuai dengan urutan dalam proses pengambilan keputusan penetapan harga. Rencana pengolahan data yang dilakukan antara lain : 2.3.1 Analisa Harga Sewa Berdasarkan Biaya a. Perhitungan Biaya Investasi Total Biaya investasi total yang dihitung adalah biaya pekerjaan persiapan, biaya konstruksi bangunan, biaya perencanaan konstruksi, biaya pengawasan konstruksi, biaya pengelolaan proyek, dan tambahan biaya untuk fasilitas Rusunawa. b. Perhitungan Kebutuhan Biaya Tetap dan Variabel dalam Pengelolaan Pada perhitungan kebutuhan biaya tetap dan variabel ini terlebih dahulu dilakukan inventarisasi komponen bangunan dan fasilitas rusunawa kemudian melakukan estimasi kebutuhan biaya dengan mengklasifikasikan komponen biaya yang termasuk biaya tetap dan biaya variabel. c. Perhitungan Biaya Total Perhitungan besar biaya total dilakukan setelah didapatkan besar kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel dalam pengelolaan. Pada perhitungan ini biaya total dihitung dengan menambahkan biaya investasi dan tanpa menambahkan biaya investasi pada komponen biaya tetap. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Biaya total = biaya tetap + (biaya variabel x unit tersewa) d.
Analisa Titik Impas (Break Even Analysis) Setelah persamaan biaya operasional total didapatkan, langkah selanjutnya digunakan konsep Break Even Chart untuk mendapatkan titik impas dan harga sewa. Break Even Chart menunjukkan biaya total (TC) dan pendapatan total (TR) yang diharapkan pada berbagai jumlah tingkat hunian. Adapun persamaan yang digunakan adalah : TR = P x Q TC = FC +TVC Titik Impas = TR = TC P = (FC x Qi) +TVC Dimana : TR = Total Pendapatan TC = biaya total Q = Jumlah unit tersewa P = Harga Vc = Biaya variabel Harga sewa minimum didapatkan dengan memperhitungkan jumlah unit yang dapat disewakan untuk mencapai kondisi impas antara pendapatan total dan total biaya untuk pengelolaan.
F-45 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
2.3.4 Penetapan Harga Sewa Untuk dapat menetapkan harga sewa yang paling optimal dari beberapa harga sewa berdasarkan beberapa variabel penetapan harga sewa, metode yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) Membandingkan harga sewa yang didapatkan dari masing-masing kriteria penentuan harga sewa ; (2) Batas minimum harga sewa menggunakan analisa harga sewa berdasarkan biaya dengan memperhitungkan biaya operasional dan pemeliharaan. Analisa harga sewa berdasarkan biaya terbagi atas analisa biaya mempertimbangkan investasi (sebagai pembanding), dan analisa biaya tanpa mempertimbangkan investasi dalam hal ini ; (3) Apabila batas minimum harga sewa masih lebih tinggi dari harga sewa berdasarkan nilai pasar rusunawa serta kemampuan calon penghuni ; maka perlu dicarikan solusi untuk dapat menekan biaya operasional dan pemeliharaan serta mencari alternatif sumber pendapatan lain ; (4) Melakukan perhitungan ulang harga sewa berdasarkan hasil evaluasi perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan ; (5) Dari hasil evaluasi ; kemudian membandingkannya kembali. Jika batas minimum harga sewa nilainya lebih kecil dibanding dengan harga harga sewa berdasarkan kriteria nilai pasar serta kemampuan calon penghuni, maka harga sewa dapat ditentukan berdasarkan kemampuan calon penghuni rusunawa ; 2.5. Langkah Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian untuk mendapatkan kisaran harga sewa yang dapat ditetapkan untuk tiap unit ruang yang disewakan pada rusunawa UNLAM, maka beberapa langkah yang dilakukan pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk yang pertama, dilakukan penentuan latar belakang dan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Selanjutnya dilakukan studi pustaka untuk mendapatkan teori pendukung untuk penyelesaian masalah dan mendapatkan hasil sesuai tujuan penelitian ini, dan dilanjutkan dengan pengumpulan data primer dan sekunder sebagai dasar perhitungan pada penelitian ini. Langkah berikutnya dilakukan identifikasi biaya dan estimasi kebutuhan biaya total untuk pengelolaan Rusunawa UNLAM berdasarkan data-data yang telah didapatkan sebelumnya. Setelah itu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan harga sewa minimum berdasarkan biaya dengan menggunakan metode Break Even Analysis. Sebagai langkah akhir, dilakukan penentuan nilai kisaran harga sewa yang dapat ditetapkan untuk Rusunawa UNLAM dan menjelaskan beberapa kesimpulan serta saran yang dapat ditarik pada penelitian ini. Rancangan alur penelitian dapat digambarkan pada Gambar 3.1. Latar Belakang Perumusan Tujuan Studi Pustaka Pengumpulan Data primer & Identifikasi dan Break Even Analisa Penentuan Penentuan Harga Kesimpulan Gambar 2.1. Diagram Alir Penelitian
F-46 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.
HASIL DAN DISKUSI
3.1 Data Objek Penelitian 3.1.1. Data Umum Proyek Rusunawa UNLAM Dengan adanya dana hibah dari Kementerian Perumahan Rakyat dalam proyek pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa), maka UNLAM akan memiliki asrama baru sebagai tempat hunian sementara bagi para mahasiswanya. Dana yang digunakan untuk pembangunan asrama baru ini terkait erat dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional untuk tahun 2004-2009. Informasi umum mengenai proyek dari pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung Rusunawa UNLAM dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Nama Proyek : Pembangunan Rusunawa Mahasiswa Universitas Lambung MangkuratBanjarmasin Tipe 21 b. Pemilik proyek : Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Pusat Pengembangan Perumahan c. Konsultan perencana : PT. Perentjana Djaja d. Konsultan Pengawas : PT. Management & Project Engineering e. Kontraktor Pelaksana : PT. Tri Bina Prima Lestari f. Sumber anggaran : DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Satuan Kerja Penyediaan Perumahan, Pusat pengembangan Perumahan, Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2009 g. Durasi proyek : 180 (seratus delapan puluh hari) kalender h. Biaya konstruksi : Rp 7.758.680.000 (Tujuh milyar tujuh ratus lima puluh delapan juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah) i. 3.1.2 Spesifikasi Gedung Rusunawa UNLAM Adapun rincian spesifikasi gedung rusunawa UNLAM berdasar denah bangunan yang terlampir dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Lantai 1 terdiri dari ruang pengelola, ruang panel genset, ruang pompa, ruang olahraga, ruang jemur, pantry, tempat setrika, dan 21 ruang kamar yang disewakan. b. Lantai 2 terdiri dari ruang bersama, ruang jemur, pantry, tempat setrika, dan 25 ruang kamar yang disewakan. c. Lantai 3 terdiri dari ruang bersama,, ruang jemur, pantry, tempat setrika, dan 25 ruang kamar yang disewakan. Spesifikasi bangunan Rusunawa UNLAM adalah sebagai berikut : Pondasi : tiang pancang kedalaman 12 meter Dinding : batako Lantai : keramik Kusen jendela dan pintu : aluminium Plafon : kalsiboard Rangka atap : kuda-kuda baja ringan Atap : atap genteng metal dan dak beton Rusunawa UNLAM menyediakan total sebanyak 71 unit ruang kamar untuk dapat disewakan kepada para mahasiswa yang akan menempatinya. Tiap unit ruang kamar disewakan pada Rusunawa memiliki ukuran luas 3,9 x 4,8 m dengan tinggi 3,2 m tiap ruang dan dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang disediakan, diantaranya tempat tidur, meja, kursi belajar, dan lemari pakaian. Lantai satu per unit diperuntukkan untuk 2 orang, sedangkan lantai dua dan tiga untuk 4 orang. 3.2 Konsep pengelolaan Rusunawa UNLAM Pengelolaan Rusunawa merupakam kegiatan dalam memelihara aset yang berasal dari investasi yang cukup besar. Kegiatan pengelolaan operasional terkait denga kegiatan perawatan dimana rangkaian kegiatan tersebut diatur untuk menjaga dan mengembalikan sistem suatu prasarana pada fungsi atau kondisi operasionaknya dengan layak, sesuai dengai target umur teknis penggunaan bangunan serta keamanan dan kenyamanan penghuni dapat tercapai.
F-47 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Pada penelitian ini, perencanaan kegiatan pengelolaan operasional dan pemeliharaan Rusunawa UNLAM dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola Rusunawa Kelayan Selatan Banjarmasin sebagai bahan pembanding. Berdasarkan hasil yang didapatkan, komponen kegiatan operasional dan pengelolaan Rusunawa meliputi pembiayaan listrik fasilitas bersama, pemakaian air pihak pengelola, penggunaan telepon kantor, upah dan gaji pengelola, perawatan gedung dan penggantian komponen gedung. Besar komponen biaya tersebut akan dibiayai oleh nilai harga sewa yang dibebankan kepada para penghuni. Sedangkan biaya untuk penggunaan listrik, air dan biaya tambahan lainnya untuk tiap unit ruang yang disewakan, ditanggung oleh para penghuni sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya dan tidak termasuk kedalam besar harga sewa yang ditetapkan. Dari informasi tersebut, maka kebutuhan biaya yang dihitung untuk kegiatan operasional dan pengelolaan Rusunawa UNLAM sesuai dengan komponen biaya di atas. Perbedaannya terletak pada penggunaan listrik tiap ruang yang disewakan akan menentukan harga sewa yang akan ditetapkan oleh pengelola Rusunawa UNLAM. Untuk penggunaan fasilitas tambahan tiap unit dari pihak penghuni akan dikenai biaya tambahan sesuai dengan penggunannya. 3.3 Analisa Perhitungan Biaya Biaya merupakan batas bawah dari harga yang dapat ditetapkan oleh suatu perusahaan atas barang atau jasa yang ditawarkan pada konsumen. Didalam analisa perhitungan biaya, biaya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap dan tidak tergantung dari volume unit yang disewakan, sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang berubah-ubah menurut tingkat unit yang disewa. Pada penelitian ini penetapan harga sewa Rusunawa UNLAM, dilakukan analisa perhitungan terhadap kebutuhan biaya dalam rangka kegiatan operasional dan pengelolaan Rusunawa yang terdiri dari komponen biaya tetap dan biaya variabel. Besar nilai masing-masing komponen biaya tergantung dari fasilitas yang disediakan pada Rusunawa UNLAM. Biaya tetap yang dihitung meliputi, biaya listrik fasilitas umum, gaji pegawai Rusunawa, biaya pemakaian air pegawai dan tambahan biaya pemakaian air, biaya telepon kantor, serta biaya untuk kegiatan perawatan gedung dan biaya penggantian komponen gedung. Sedangkan biaya variabel yang dihitung meliputi biaya listrik tiap unit ruang yang disewakan dan biaya pemakaian air penghuni. Selain itu, akan dicari berapa kisaran harga sewa yang dapat ditetapakan dengan mempertimbangkan nilai pengembalian biaya investasi sebagai tambahan pada komponen biaya tetap Rusunawa UNLAM. 3.4 Perhitungan Biaya Tetap 3.4.1 Perhitungan Biaya Listrik Fasilitas Umum Tabel 3.1 Rekapitulasi Biaya Total Listrik Fasilitas Umum Tahun 2010 Total Biaya Total Biaya No Rincian biaya per bulan per tahun 1 Rp 1.713.000 Beban 50 kVA Rp 20.556.000 2 3 4
Penerangan luar
Rp
225.348
Rp
2.704.182
Penerangan ruangan
Rp
806.795
Rp
9.681.534
Listrik pompa
Rp 1.721.412
Rp
20.656.944
Rp
53.598.660
TOTAL
F-48 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.4.2 Perhitungan Biaya Pemakaian Air Pegawai Tabel 3.2 Perhitungan Kebutuhan Biaya Pemakaian Air Pegawai tahun 2010 Pemakaian Tarif Sub Total No. Keterangan 3 3 (m ) (Rp/m ) (Rp) Pemeliharaan Rp 3.200,00 Rp 3.200,00 1 meteran Retribusi Rp 4.500,00 Rp 4.500,00 2 kebersihan Pemakaian air 3 total 14,4 Rp 45.800,00 Pemakaian 1 10 Rp 4.580,00 Pemakaian 2
4,4
Rp 5.010,00
Rp 22.044,00
Pemakaian 3
0
Rp 5.790,00
Rp
Total (Rp)
Rp 7.700,00
-
Rp 67.844,00
Total per bulan
Rp 75.544,00
Total per tahun
Rp 906.528,00
3.4.3. Perhitungan Biaya Telepon Kantor Tabel 3.2 Perhitungan Biaya Pemakaian Telepon Kantor Tahun 2010 Jumlah Biaya Total Rincian (unit) (Rp/unit/bln) (Rp/bln) Pemakaian 1 Rp 100.000,00 Rp 100.000,00 telepon kantor
Total (Rp/tahun) Rp 1.200.000,00
3.4.4 Perhitungan Biaya Gaji Pegawai Tabel 3.3 Perhitungan Kebutuhan Biaya Gaji Pegawai Tahun 2010 No. 1
Jenis Pekerjaan Koordinator
Tugas Penanggung jawab
Jumlah
Gaji
Total
Total
(Org)
(Rp/bln)
(Rp/bln
(Rp/thn)
1
Rp 1.100.000,00
1
Rp
1
Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 12.000.000,00
3
Rp
900.000,00 Rp 2.700.000,00 Rp 32.400.000,00
2
Rp
800.000,00 Rp 1.600.000,00 Rp 19.200.000,00
Rp 1.100.000,00 Rp 13.200.000,00
pengelolaan Rusunawa 2
3
4
Staf Administrasi
Administrasi
Teknisi
keuangan Rusunawa Perbaikan dan pemeliharaan komponen utilitas bangunan
Keamanan
Penanggung jawab
900.000,00 Rp
900.000,00 Rp 10.800.000,00
keamanan Rusunawa 5
Kebersihan
Pemeliharaan kebersihan gedung dan taman
Total biaya/tahun
Rp 87.600.000,00
F-49 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3.4.5 Perhitungan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan (Maintenance and Repair Cost) Tabel 3.4 Perhitungan Estimasi Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Komponen Gedung Rusunawa UNLAM Uraian Kegiatan
Biaya
n
Estimasi Biaya pada Tahun ke-n Selama 25 Tahun (Rp)
1. Pengecatan dinding, kolom, balok
2. Pengecatan daun pintu
3. Pengecatan plafon
4. Pengecatan reiling tangga
5. Pengurasan septic tank
6. Pemolesan/plester (asumsi kerusakan 10%)
7
6
6
6
3
5
Rp 126.775.908,00
Rp 23.550.000,00
Rp 93.879.000,00
Rp 1.380.000,00
Rp
400.000,00
Rp 22.066.716,18
tahun ke-7
tahun ke-14
tahun ke-21
Rp 232.795.146,58
Rp 427.475.386,50
Rp 784.961.408,13
tahun ke-6 Rp 39.648.137,45
tahun ke-12 Rp 112.379.358,30
tahun ke-18 Rp 145.815.095,73
tahun ke-24
tahun ke-6
tahun ke-12
tahun ke-18
tahun ke-24
Rp 158.052.122,96
Rp 447.985.638,14
Rp 581.272.839,58
Rp 754.216.397,29
tahun ke-6 Rp 2.323.330,35
tahun ke-12 Rp 6.585.287,24
tahun ke-18 Rp 8.544.578,86
tahun ke-24
tahun ke-3 Rp 519.010,25 tahun ke-15 Rp 1.471.091,51 tahun ke-5
tahun ke-6 Rp 673.429,09 tahun ke-18 Rp 1.908.778,91 tahun ke-10
tahun ke-9 Rp 873.791,49 tahun ke-21 Rp 2.476.689,52 tahun ke-15
tahun ke-12
Rp 34.061.539,64
Rp 52.576.399,36
Rp 81.155.396,93
Rp189.198.821,42
Rp 11.086.809,92
Rp
1.133.766,84
tahun ke-24 Rp
3.213.568,09
tahun ke-20 Rp125.269.104,23
tahun ke-25 Rp 193.361.736,48
F-50 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.4.6 Estimasi Biaya Penggantian Komponen (Replacement Cost) Tabel 3.5 Perhitungan Biaya Penggantian Komponen Tahun ke-n n Inflasi Biaya No. Jenis Pekerjaan (thn) 9,06% Tahun ke-0 I. Penggantian komponen pintu 1 daun pintu (1+0,0907)20 Rp 33.600.000,00 2 kunci pintu 20 9.450.000,00 (1+0,0907)20 Rp 20 3 engsel pintu Rp 10.500.000,00 (1+0,0907)
Rp 190.392.196,58 Rp 53.547.805,29 Rp 59.497.561,43
II. 1 2 3
Penggantian komp. mekanikal pompa air shower kran air untuk WC
Rp 165.270.337,53 Rp 54.397.770,45 Rp 18.132.590,15
III. 1
Penggantian komp. elektrikal saklar seri
2
saklar engkle
3
saklar triple
4
stop kontak
15 20 20
20
(1+0,0907)15 (1+0,0907)20 (1+0,0907)20
Rp Rp Rp
45.000.000,00 9.600.000,00 3.200.000,00
(1+0,0907)20
Rp
1.509.375,00
(1+0,0907)
20
Rp
(1+0,0907)
20
Rp
(1+0,0907)
20
Rp
Rincian
1
Biaya Pemakaian Gedung
2
PPj 5 %
(kWh/bln)
(Rp/kWh)
(a)
(b)
3237,6
8.552.774,46
93.000,00 Rp 280.000,00 Rp
526.978,40
4.398.750,00
Lantai 2 & 3
Rp
2.010.549,60
Rp
100.527,48
total biaya/bulan
Rp
2.111.077,08
total biaya/tahun
Rp 25.332.924,96
Rp Total
Rp 621,00
65.840
24.925.228,41
(c=axb) Rp
50
1.586.601,64
Total
3.5.2 Perhitungan Biaya Pemakaian Air Penghuni Tabel 3.7 Total Kebutuhan Biaya Pemakaian Air Penghuni tahun 2010 Total Biaya Total No. Rincian Unit (unit/bulan) per bulan 21 1 Lantai 1 Rp 32,976 Rp 673.260 2
tahun ke-n
Rp
3.5 Perhitungan Biaya Variabel 3.5.1 Perhitungan Biaya Listrik Tiap Unit Ruang Tabel 3.6 Total Kebutuhan Biaya Pemakaian Listrik Ruangan Tahun 2010 Daya tarif No.
Biaya
Rp 3.292.000
Total per tahun Rp
8.079.120
Rp 39.504.000 Rp 47.583.120
F-51 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3.6 Rekapitulasi Biaya Tetap Tabel 3.8 Rekapitulasi Total Biaya Tetap Rusunawa UNLAM Thn.
Biaya Listrik
Gaji
Biaya Pemakaian
Biaya
Fas. Umum
Pegawai
Air Pegawai
Telp. Kantor
2010
Rp 53.598.659,83 Rp
87.600.000,00 Rp
906.528,00
Rp
2011
Rp 53.598.659,83 Rp
99.443.520,00 Rp 1.004.070,41
Rp
2012
Rp 53.598.659,83 Rp
112.888.283,90 Rp 1.112.108,39
Rp
2013
Rp 58.958.525,82 Rp
128.150.779,89 Rp 1.231.771,25
Rp
2014
Rp 58.958.525,82 Rp
145.476.765,33 Rp 1.364.309,84
Rp
2015
Rp 58.958.525,82 Rp
165.145.224,00 Rp 1.511.109,58
Rp
2016
Rp 58.958.525,82 Rp
187.472.858,29 Rp 1.673.704,97
Rp
2017
Rp 58.958.525,82 Rp
212.819.188,73 Rp 1.853.795,62
Rp
2018
Rp 58.958.525,82 Rp
241.592.343,04 Rp 2.053.264,03
Rp
2019
Rp 58.958.525,82 Rp
274.255.627,82 Rp 2.274.195,24
Rp
2020
Rp 58.958.525,82 Rp
311.334.988,70 Rp 2.518.898,65
Rp
2021
Rp 58.958.525,82 Rp
353.427.479,18 Rp 2.789.932,14
Rp
2022
Rp 58.958.525,82 Rp
401.210.874,36 Rp 3.090.128,84
Rp
2023
Rp 64.854.378,40 Rp
455.454.584,57 Rp 3.422.626,71
Rp
2024
Rp 64.854.378,40 Rp
517.032.044,41 Rp 3.790.901,34
Rp
2025
Rp 64.854.378,40 Rp
586.934.776,81 Rp 4.198.802,32
Rp
Biaya Pemeliharan dan Perbaikan
Biaya
PV
Total
Penggantian
Rp 1.200.000,00 143.305.187,83 Rp 1.200.000,00 155.246.250,24 Rp 1.200.000,00 Rp 519.010,25 169.318.062,37 Rp 1.200.000,00 189.541.076,95 Rp 1.308.000,00 Rp 34.061.539,64 241.169.140,62 Rp 1.308.000,00 Rp 200.697.019,84 427.619.879,23 Rp 1.308.000,00 Rp 232.795.146,58 482.208.235,65 Rp 1.308.000,00 274.939.510,16 Rp 1.308.000,00 Rp 873.791,49 304.785.924,38 Rp 1.308.000,00 Rp 52.576.399,36 389.372.748,23 Rp 1.308.000,00 374.120.413,17 Rp 1.308.000,00 Rp 568.084.050,52 984.567.987,65 Rp 1.308.000,00 464.567.529,02 Rp 1.308.000,00 Rp 427.475.386,50 952.514.976,18 Rp Rp 1.425.720,00 Rp 82.626.488,44 165.270.337,53 834.999.870,11 Rp 1.425.720,00 657.413.677,53
= F(P/F,9,02%,25) Rp 16.542.741,00 Rp 17.921.183,10 Rp 19.545.592,84 Rp 21.880.079,80 Rp 27.839.875,80 Rp 49.363.215,79 Rp 55.664.739,52 Rp 31.738.230,68 Rp 35.183.615,37 Rp 44.948.076,38 Rp 43.187.390,44 Rp 113.655.712,45 Rp 53.628.346,80 Rp 109.955.604,48 Rp 96.389.996,75 Rp 75.889.954,61
F-52 ISBN : 978-979-18342-2-3
Rp 737.219.050,49 Rp 1.425.720,00 Rp 737.541.293,08 1.565.342.933,51 Rp 1.425.720,00 930.617.185,39 Rp Rp 1.425.720,00 Rp 125.269.104,23 411.559.506,81 1.584.146.705,84 Rp 1.425.720,00 Rp 787.438.097,65 1.967.218.121,60 Rp 1.425.720,00 1.330.132.039,63 Rp 1.425.720,00 1.500.790.862,28 Rp 1.425.720,00 Rp 957.715.596,72 2.658.700.770,24 Rp 1.554.034,80 Rp 193.361.736,48 2.114.348.038,62
2026
Rp 64.854.378,40 Rp
666.288.358,64 Rp 4.650.593,45
Rp 1.425.720,00
2027
Rp 64.854.378,40 Rp
756.370.544,72 Rp 5.150.997,31
Rp
2028
Rp 64.854.378,40 Rp
858.631.842,37 Rp 5.705.244,62
Rp
2029
Rp 64.854.378,40 Rp
974.718.867,46 Rp 6.319.128,94
Rp
2030
Rp 64.854.378,40 Rp 1.106.500.858,34 Rp 6.999.067,21
Rp
2031
Rp 64.854.378,40 Rp 1.256.099.774,39 Rp 7.752.166,85
Rp
2032
Rp 64.854.378,40 Rp 1.425.924.463,89 Rp 8.586.300,00
Rp
2033
Rp 71.339.816,24 Rp 1.618.709.451,40 Rp 9.510.185,88
Rp
2034
Rp 71.339.816,24 Rp 1.837.558.969,23 Rp 10.533.481,88
Rp
Total PV A = P(A/P,9,02,25)
-
-
Rp 85.102.458,61 Rp 180.698.711,07 Rp 107.427.786,14 Rp 182.869.364,77 Rp 227.090.033,35 Rp 153.546.638,23 Rp 173.247.004,60 Rp 306.912.812,54 Rp 244.074.290,15 Rp 2.474.303.455,27 Rp 252.307.870,60
F-53 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3.7 Rekapitulasi Biaya Variabel Tabel 3.9 Rekapitulasi Total Biaya Variabel Rusunawa UNLAM Biaya Listrik Biaya Pemakaian Tahun Total Ruangan Air Penghuni 2010 Rp 25.332.924,96 Rp 47.813.952,00 Rp 73.146.876,96 2011 Rp 25.332.924,96 Rp 52.958.733,24 Rp 78.291.658,20 2012 Rp 25.332.924,96 Rp 58.657.092,93 Rp 83.990.017,89 2013 Rp 27.866.217,46 Rp 64.968.596,13 Rp 92.834.813,59 2014 Rp 27.866.217,46 Rp 71.959.217,07 Rp 99.825.434,53 2015 Rp 27.866.217,46 Rp 79.702.028,83 Rp 107.568.246,29 2016 Rp 27.866.217,46 Rp 88.277.967,13 Rp 116.144.184,59 2017 Rp 27.866.217,46 Rp 97.776.676,40 Rp 125.642.893,85 2018 Rp 27.866.217,46 Rp 108.297.446,78 Rp 136.163.664,23 2019 Rp 27.866.217,46 Rp 119.950.252,05 Rp 147.816.469,51 2020 Rp 27.866.217,46 Rp 132.856.899,17 Rp 160.723.116,63 2021 Rp 27.866.217,46 Rp 147.152.301,52 Rp 175.018.518,98 2022 Rp 27.866.217,46 Rp 162.985.889,17 Rp 190.852.106,62 2023 Rp 30.652.839,20 Rp 180.523.170,84 Rp 211.176.010,04 2024 Rp 30.652.839,20 Rp 199.947.464,02 Rp 230.600.303,22 2025 Rp 30.652.839,20 Rp 221.461.811,15 Rp 252.114.650,35 2026 Rp 30.652.839,20 Rp 245.291.102,03 Rp 275.943.941,23 2027 Rp 30.652.839,20 Rp 271.684.424,61 Rp 302.337.263,81 2028 Rp 30.652.839,20 Rp 300.917.668,70 Rp 331.570.507,90 2029 Rp 30.652.839,20 Rp 333.296.409,85 Rp 363.949.249,05 2030 Rp 30.652.839,20 Rp 369.159.103,55 Rp 399.811.942,75 2031 Rp 30.652.839,20 Rp 408.880.623,09 Rp 439.533.462,29 2032 Rp 30.652.839,20 Rp 452.876.178,14 Rp 483.529.017,34 2033 Rp 33.718.123,12 Rp 501.605.654,91 Rp 535.323.778,03 2034 Rp 33.718.123,12 Rp 555.578.423,37 Rp 589.296.546,50 Total PV A = P (A/P,9,02 %,25)
PV =F(P/F,9,02%,25) Rp 8.443.866,26 Rp 9.037.765,09 Rp 9.695.567,44 Rp 10.716.585,36 Rp 11.523.562,64 Rp 12.417.370,69 Rp 13.407.352,48 Rp 14.503.856,30 Rp 15.718.343,95 Rp 17.063.510,46 Rp 18.553.416,89 Rp 20.203.637,25 Rp 22.031.421,32 Rp 24.377.554,60 Rp 26.619.839,44 Rp 29.103.394,14 Rp 31.854.179,33 Rp 34.900.948,99 Rp 38.275.551,08 Rp 42.013.260,35 Rp 46.153.147,14 Rp 50.738.485,74 Rp 55.817.206,78 Rp 61.796.245,81 Rp 68.026.707,83 Rp 692.992.777,34 Rp 70.665.354,98
3.8 Biaya Total Biaya total dengan pengembalian biaya investasi : TC = (Rp 69.295.930,54 + Rp 21.025.655,88) + (Rp. 82.940,56 x unit tersewa) = Rp 90.321.586,42 + (Rp. 82.940,56 x unit tersewa)
..... (4.1)
Biata total tanpa pengembalian biaya investasi TC = Rp 21.025.655,88 + ( Rp 82.940,56 x unit tersewa )
.... (4.2)
3.9 Penetapan Harga Sewa Berdasarkan Biaya 3.9.1 Penetapan harga Sewa Dengan Pengembalian Biaya Investasi Tabel 3.10 Perhitungan Harga Sewa dengan Pengembalian Biaya Investasi
Rate
Total unit tersewa
100%
71
Occupancy
Biaya Tetap (FC) Biaya Investasi Rp
69.295.930,54 Rp
Biaya Variabel (VC)
Harga Sewa
(Rp/unit/bln)
(Rp/unit/bln)
Biaya OP 21.025.655,88 Rp
82.940,56 Rp
1.355.075,58
F-54 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.9.2 Penetapan harga Sewa Tanpa Pengembalian Biaya Investasi
Rate
Total unit tersewa
Biaya Investasi
100%
71
-
Occupancy
Biaya Tetap (FC)
Biaya Variabel (VC)
Harga Sewa
(Rp/unit/bln)
(Rp/unit/bln)
Biaya OP Rp
21.025.655,88
Rp
82.940,56
Rp
379.076,56
Tabel 3.11 Perhitungan Harga Sewa tanpa Pengembalian Biaya Investasi
Biaya/Pendapatan
Rp120.000.000,00 71 ; Rp 96.210.366,00
Rp100.000.000,00 Rp 96.210.366,00 Rp80.000.000,00
VC (biaya variabel)
Rp60.000.000,00
FC (biaya tetap)
Rp40.000.000,00
TC (biaya total) TR (total pendapatan)
Rp20.000.000,00 Rp0,00 0
10
20
30
40
50
60
70
Jumlah Unit Tersewa Gambar 3.2. Break Even Chart dengan pengembalian biaya investasi
Rp30.000.000,00 Rp 26.914.435,46 Rp25.000.000,00
71; Rp 26.914.435,46
Harga Sewa
Rp20.000.000,00 Rp15.000.000,00
VC (Biaya Variabel) Biaya Tetap
Rp10.000.000,00
Total Biaya Total Pendapatan titik impas
Rp5.000.000,00 Rp0,00 0
10
20
30 40 50 60 Jumlah unit tersewa Gambar 3.3. Break Even Chart tanpa pengembalian biaya investasi
70
F-55 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3.10 Analisa Sensitivitas 3.10.1. Analisa Sensitivitas terhadap Tingkat Hunian Rp3.000.000,00
Harga Sewa
Rp2.500.000,00 Rp2.000.000,00
pengembalian investasi
Rp1.500.000,00 operasional dan pengelolaan
Rp1.000.000,00 Rp500.000,00 Rp40%
50%
60% 70% 80% Occupancy Rate
90%
100%
3.10.2. Analisa Sensitivitas terhadap Perubahan Biaya Pengelolaan Rp1.400.000,00 Rp1.200.000,00
Harga Sewa
Rp1.000.000,00
pengembalian investasi
Rp800.000,00
operasional dan pengelolaan
Rp600.000,00 Rp400.000,00 Rp200.000,00 Rp0,00 0%
10%
20%
30%
40%
50%
Subsidi
4. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisa data yang telah dilakukan, antara lain : 1. Kebutuhan untuk biaya tetap dan variabel pengelolaan Rusunawa UNLAM, dapat digambarkan kedalam suatu persamaan total biaya sebagai berikut : a. Dengan pertimbangan pengembalian biaya investasi TC = Rp 90.321.586,42 + (Rp. 82.940,56 x unit tersewa) b. Tanpa pertimbangan pengembalian biaya investasi TC = Rp 21.025.655,88 + ( Rp 82.940,56 x unit tersewa ) 2. Harga sewa berdasarkan biaya dengan pertimbangan pengembalian biaya investasi didapatkan sebesar Rp 677.537,79/orang/bulan dan tanpa pengembalian biaya investasi didapatkan sebesar Rp 189.538,28/orang/bulan.
F-56 ISBN : 978-979-18342-2-3
4.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penetapan harga sewa berdasarkan metode perbandingan harga pasar dan metode Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) sebagai faktor eksternal Rusunawa sebagai pembanding. Referensi Altaf, A. Jamal dan Whittington (1992), Willingness to Pay for Water in Rural Punjab- Pakistan, UNDPWorld Bank Water and Sanitation Program, Washington D.C., USA Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003), Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana (Modul C-57), Jakarta. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004), Pedoman Umum Penyelenggaraan Rusunawa Tahun 2004 tentang Badan Pengelola dengan Pola UPTD, Tata Laksana Pengelolaan dan Tata Laksana Penghunian Rusunawa, Jakarta. Fabrycky, W.J. dan Benyamin S Blanchchard (1991), Life Cycle Cost and Economic Analysis, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Gushandini, Artha, (2008), Penetapan Harga Sewa Ruang Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) ITS Surabaya, Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil – ITS Surabaya, Surabaya Hidayanti, Indar. (2007), Analisa Penetapan Harga Sewa Rumah Susun Sederhana Sewa (Studi Kasus Rusunawa Tambak Sawah), Thesis Program Pasca Sarjana Progrm Studi Teknik Sipil & Perencanaan Jurusan Manajemen Aset-ITS. Surabaya. Kotler, P. (2002), Manajemen Pemasaran, PT. Prenhallindo, Jakarta. Lamb, C.W. Hair J.F. dan Mc Daniel C, (2001), Manajemen Pemasaran, PT. Salemba Empat, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia, (1998), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun Rheingans, Richard D. (2004), Willingness to Pay for Prevention and Treatment of Lymhatic Filariasis in Leogane, Haiti, Filaria Journal, Atlanta, USA. Siregar, D.D. (1996), Manajemen Properti, Satyata Graha Tara, Jakarta. Soeharto, I. (1997), Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional, Erlangga, Jakarta. Sullivan, William G.E.P. DeGarmo, J.A. Bontadelli and Ellin M. Wicks, (1997), Engineering Economics, Engelwood Cliffs. N.J. , Prentice Hall, Inc. Supriyanto, (1999), Rekayasa Penilaian Indonesia, MAPPI Jakarta, Indonesia The Appraisal Institute, 2001, The Appraisal of Real Estate, eleventh edition, Chicago, Illnois.
F-57 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Halaman ini sengaja dikosongkan
F-58 ISBN : 978-979-18342-2-3
ANALISIS CLUSTER DALAM PENILAIAN HARGA TANAH (Studi Kasus: Pengadaan Tanah Jalan Lintas Utara Kabupaten Bekasi Tahap II) Andu Nusantara Mahasiswa Manajemen Aset Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS
[email protected]
ABSTRAK Sulitnya penilaian harga, dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, disebabkan oleh besarnya jumlah persil (obyek) tanah yang akan dibebaskan. Besarnya jumlah persil tanah, yang akan dinilai, membutuhkan adanya pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan hierarchial cluster analysis (HCA) berdasarkan variabel nilai tanah. Selanjutnya kelompok yang terbentuk dilakukan profilisasi. Setiap profil kelompok perlu diketahui besarnya harga berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan masyarakat. NJOP berdasarkan pada nilai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai pasar menggunakan metoda pendekatan perbandingan data pasar (sales comparison). Dan harga permintaan masyarakat berdasarkan hasil survei. Dari 100 persil tanah masyarakat, berdasarkan 7 variabel nilai tanah, dengan menggunakan HCA diperoleh 19 cluster. Profil setiap cluster yang terbentuk didasarkan pada atribut-atribut dari ketujuh variabel yang dimiliki. Harga tanah per meter persegi berdasarkan NJOP, berkisar antara Rp. 20.000,-- sampai dengan Rp. 48.000,-- yang diperoleh dari rata-rata NJOP dari setiap cluster. Harga tanah per meter persegi berdasarkan nilai pasar berkisar antara Rp.36.690,-- sampai dengan Rp. 125.590,-- yang diperoleh dengan cara perbandingan data transaksi/penawaran. Sedangkan berdasarkan permintaan masyarakat berkisar antara Rp. 55.000,-- sampai dengan Rp. 150.000,--, yang diperoleh dari rata-rata permintaan dari setiap cluster. Untuk pelepasan hak 100 persil tanah, taksiran harga tanah berdasarkan NJOP adalah sebesar Rp. 2.185.072.610,-- (taksiran bawah). Sedangkan taksiran harga tanah berdasakan nilai pasar adalah sebesar Rp. 4.660.874.696,-- (taksiran atas). Sedangkan perkiraan lonjakan harga terhadap nilai pasar sebesar 22,69 persen yang diperoleh dari rata-rata selisih nilai pasar dengan harga permintaan. Kata kunci:
Analisis cluster, penilaian, harga tanah, pengadaan tanah, kepentingan umum.
Pendahuluan Dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, pada umumnya, didapat dari pelepasan hak atas tanah dari beberapa persil tanah dalam jumlah yang besar (secara massal). Untuk mendapatkan tanah yang sesuai dengan trase jalan yang telah direncanakan, maka dilakukan pelepasan hak atas tanah pada persil-persil tanah yang dilintasi. Persil-persil tanah tersebut dapat memiliki nilai tanah yang sama atau berbeda. Kondisi ini akan menyulitkan dalam penilaian harga tanah untuk masing-masing persil tanah. Karena penilaian dilakukan secara massal untuk seluruh tanah yang terkena pembebasan. Salah satu cara dalam penilaian tanah secara massal adalah dilakukan pengelompokkan persil tanah yang memiliki nilai tanah yang sama. Pengelompokkan tersebut didasarkan pada kemiripan karakteristik dari persil tanah. Karakteristik persil tanah tersebut diukur berdasarkan variabel-variabel yang menentukan nilai tanah. Dimana persil tanah yang mengelompok memiliki ukuran variabel yang hampir sama. Dengan demikian, obyek yang sekelompok memiliki nilai yang hampir sama. Selanjutnya setiap kelompok persil tanah yang terbentuk dinilai harga tanahnya. Penilaian harga tanah didasarkan pada NJOP, nilai pasar dan harga permintaan masyarakat. Penilaian harga tanah berdasarkan NJOP untuk setiap kelompok didasarkan nilai rata-rata dari NJOP tiap persil tanah yang menjadi anggota kelompok. Penilaian harga tanah berdasarkan nilai pasar diperoleh dengan menggunakan pendekatan perbandingan penjualan (sales comparison) untuk tiap-tiap cluster dalam penelitian ini nilai pasar dianggap sebagai nilai nyata (Peraturan Kepala BPN RI 03/2007 pasal 28 ayat 2). Selanjutnya harga permintaan masyarakat digunakan sebagai pembanding untuk memperkirakan lonjakan harga yang terjadi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kelompok persil tanah yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel nilai tanah pada pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lintas utara di Kabupaten Bekasi tahap II. 2. Berapa harga tanah berdasarkan NJOP, nilai pasar, dan harga permintaan masyarakat yang wajar pada setiap kelompok.
F-59 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3.
Berapa penilaian (taksiran) harga tanah untuk tiap kelompok persil tanah yang terbentuk berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan . Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui jumlah dan profil kelompok persil tanah yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel nilai tanah pada pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lintas utara di Kabupaten Bekasi tahap II. 2. Mengetahui harga tanah berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan masyarakat yang wajar dari setiap kelompok yang terbentuk. 3. Mengetahui taksiran harga tanah untuk tiap kelompok persil tanah yang terbentuk berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran analisis penilaian harga tanah dalam kegiatan pengadaan tanah dengan mengelompokkan persil tanah berdasarkan variabel-varibel nilai harga tanah. Metodologi Untuk mencapai tujuan penelitian, maka kerangka kerja penelitian dituangkan dalam tahapantahapan proses penelitian (Gambar 1), yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Merumuskan latar belakang dilakukannya penelitian sebagai dasar untuk menentukan tujuan penelitian. Secara singkat latar belakang dari penelitian ini perlunya penilaian harga tanah berdasarkan kesamaan karakteristik tanah dalam penilaian tanah secara massal. 2. Identifikasi permasalahan, dilakukan untuk mengumpulkan permasalahan- permasalahan yang mendukung untuk dilakukan penelitian. 3. Merumuskan tujuan penelitian, yang berkaitan dengan metode analisis yang harus digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. 4. Studi literatur, dilakukan untuk memahami secara baik, peraturan-peraturan serta teori dasar tentang bagaimana menentukan nilai tanah dan teknik analisa cluster. 5. Mengumpulkan data baik data sekunder maupun data primer yang diperlukan dalam penelitian. 6. Melakukan pengolahan data dan analisa yang merupakan bagian pokok dalam penelitian dengan menggunakan analisis cluster, metoda perbandingan data pasar dan statistik deskriptip. 7. Merumuskan penilaian harga tanah berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan dari kelompok obyek tanah yang terbentuk. 8. Membuat kesimpulan dan saran dalam penilaian harga tanah Berdasarkan tujuan dari penelitian, dalam mengelompokkan persil tanah berdasarkan variabelvariabel untuk penentuan harga tanah, maka metode analisis yang dilakukan adalah; analisis cluster, analisis harga berdasarkan NJOP, analisis harga berdasarkan nilai pasar dan analisis harga berdasarkan permintaan. Tujuan analisis cluster dalam penelitian ini adalah untuk mengelompokkan obyek-obyek persil tanah yang memiliki kesamaan berdasarkan variabel-variabel penentu nilai tanah. Variabel tersebut adalah lokasi, letak, kondisi fisik, surat tanah, peruntukan, sarana dan prasarana. Analisis yang digunakan adalah Hierarchial Clustering Analysis (HCA). Hierarchial Clustering Analysis (HCA) berfungsi untuk mengelompokkan kasus-kasus berdasarkan kemiripan karakteristik. HCA menganggap kasus sebagai titk dalam ruang multidimensi dengan atribut kasus dianggap sebagai ordinat titk. Sebuah titik dalam ruang N dimensi dapat dituliskan sebagai P (d1, d2, d3, d4, ...., dN) sehingga sebuah ruang dalam N dimensi juga dapat digambarkan sebagai Ruang (atribut1, atribut2, ...., atributN) (Purnomo, 2009: 87) Analisis harga berdasarkan NJOP ditujukan untuk mengetahui harga tanah berdasarkan NJOP dari setiap cluster yang terbentuk. Harga berdasarkan NJOP diperoleh dengan melakukan analisis rata-rata NJOP dari persil tanah sebagai anggota cluster tersebut. Selain berdasarkan rata-rata NJOP penetapan harga berdasarkan NJOP juga dengan menggunakan pertimbangan rentang nilai yang ada. Tujuan analisis harga berdasarkan nilai pasar adalah untuk mengetahui harga tanah per meter persegi berdasarkan nilai pasar untuk tiap cluster. Harga tanah beradasarkan nilai pasar diperoleh dengan metode perbandingan penjualan (sales comparison). Nilai pasar adalah gambaran nilai tukar yang mungkin disetujui, jika tanah (properti) ditawarkan di pasar terbuka pada tanggal penilaian dan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan. Untuk memperkirakan nilai pasar, berprinsip pada penggunaan yang terbaik dan tertinggi. Dalam mengestimasi nilai pasar metoda pendekatan yang digunakan adalah “Pendekatan perbandingan data pasar”. Dan tujuan analisis harga permintaan ini adalah untuk mengetahui harga berdasarkan permintaan masyarakat per cluster. Dari data harga permintaan masyarakat yang dikumpulkan dalam survei wawancara, dimasukan kedalam cluster yang terbentuk. Dari harga permintaan yang ada selanjutnya dilakukan analisis rata-rata dan rentang untuk harga berdasarkan permintaan.
F-60 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 1 Bagan Alir Penelitian Analisis Cluster dalam Penilaian Harga Tanah Hasil Dari peta rincikan bidang tanah rencana pembangunan jalan lintas utara diperoleh obyek sebanyak 115 obyek persil tanah. Dimana 100 bidang tanah merupakan tanah milik masyarakat dan 15 bidang tanah merupakan tanah negara. Selanjutnya dari peta tersebut dilakukan pendataan dan pengecekan variabelvariabel lokasi, letak, kondisi fisik, surat, peruntukkan, ketersedian sarana dan ketersediaan prasarana. Obyek persil tanah yang didata sebanyak 100 obyek dari 115 obyek yang terletak dalam satu hamparan tanah yang terkena pembebasan jalan. Hamparan tanah ini terletak di KM + 6.500 sampai KM + 9.000 rencana ruas jalan
F-61 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
lintas utara Kabupaten Bekasi. Yang berada di Desa Pantai Hurip, Kecamatan Babelan dan Desa Sukatenang, Kecamatan Sukawangi Kabupaten Bekasi. Berdasarkan variabel: lokasi, letak, kondisi fisik, dokumen tanah, peruntukkan, ketersediaan sarana dan prasarana untuk menganalisa kesamaan nilai obyek persil tanah. Denagn metode cluster yang digunakan adalah HCA dengan prinsip jarak minimum (single linkage/nearest neighbor methods). Pengukuran jarak untuk menentukan kesamaan menggunakan euclidean distance. Dari 100 obyek pengamatan dengan analisis cluster diperoleh 19 cluster. Dimana setiap cluster terdiri dari obyek-obyek yang memiliki karakteristik yang sama. Pengelompokkan obyek tersebut dapat diperlihatkan dalam dendogram pada gambar 2.
Gambar 2
1. 2 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dendogram Pengelompokkan Obyek Persil Tanah dalam Pengadaan Tanah Jalan Lintas Utara Kabupaten Bekasi Tahap II
Cluster yang terbentuk masing-masing memiliki obyek sebagai berikut: Cluster 1 memiliki 9 obyek, yakni; 1, 2, 11, 13, 15, 17, 21, 25, dan 27 Cluster 2 memiliki 25 obyek, yakni; 3, 4, 5, 6, 7, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan 37. Cluster 3 memiliki 3 obyek, yakni; 8, 9, dan 10. Cluster 4 memiliki 1 obyek, yakni; 38. Cluster 5 memiliki 1 obyek, yakni; 39. Cluster 6 memiliki 1 obyek, yakni; 40. Cluster 7 memiliki 12 obyek, yakni; 41, 42, 43, 46, 48, 49, 50, 51, 52, 54, 59 dan 60. Cluster 8 memiliki 7 obyek, yakni; 44, 45, 47, 53, 62, 68, dan 70.
F-62 ISBN : 978-979-18342-2-3
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Cluster 9 memiliki 1 obyek, yakni; 55. Cluster 10 memiliki 3 obyek, yakni; 56, 57 dan 58. Cluster 11 memiliki 5 obyek, yakni; 61, 64, 65, 66 dan 67. Cluster 12 memiliki 1 obyek, yakni; 63. Cluster 13 memiliki 3 obyek, yakni; 69, 71 dan 72. Cluster 14 memiliki 1 obyek, yakni; 73. Cluster 15 memiliki 2 obyek, yakni; 74 dan 75. Cluster 16 memiliki 4 obyek, yakni; 76, 77, 78 dan 79. Cluster 17 memiliki 1 obyek, yakni; 80. Cluster 18 memiliki 19 obyek, yakni; 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 97, 98, 99 dan 100. 19. Cluster 19 memiliki 1 obyek, yakni; 96. Terdapat sembilanbelas cluster yang terbentuk dalam HCA, selanjutnya dilakukan profilisasi setiap cluster berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing cluster. Profil dari tiap cluster secara keseluruhan adalah seperti pada tabel 1. Dari cluster yang terbentuk dilakukan analisis harga tanah berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan masyarakat. Dalam penilaian harga tanah terhadap 100 persil tanah pada pengadaan tanah tahap II untuk pembangunan jalan lintas utara Kabupaten Bekasi, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengelompokkan persil tanah dengan analisis HCA berdasarkan pada variabel; lokasi, letak, kondisi fisik, bentuk surat tanah, peruntukan, ketersediaan sarana dan ketersediaan prasarana menghasilkan 19 cluster. 2. Analisis harga berdasarkan NJOP berkisar antara Rp. 20.000,-- sampai dengan Rp. 48.000,-3. Analisis harga berdasarkan nilai pasar berkisar antara Rp. 36.690,-- sampai dengan Rp. 125.000,-4. Analisis harga berdasarkan harga permintaan masyarakat berkisar antara Rp. 55.000,-- sampai dengan Rp. 150.000,--. Secara rinci harga tanah berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan untuk tiap cluster seperti terlihat pada tabel 2. Pada gambar 3 terlihat fluktuasi perbedaan antara harga berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan. Terlihat dari gambar bahwa harga berdasarkan NJOP berada paling bawah dan harga berdasarkan permintaan masyarakat berada di atas. Sedangkan garis harga berdasarkan nilai pasar berada ditengah. Garis-garis tersebut terlihat tanpa ada perpotongan. Perbedaan antara harga berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan bervariasi. Dalam penilaian harga tanah berpedoman pada, Peraturan Kepala BPN RI No: 3 Tahun 2007 pasal 28 ayat 2. Disebutkan bahwa penilaian harga tanah berdasarkan pada NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan. Dalam penelitian ini, nilai nyata/sebenarnya didasarkan pada nilai pasar. Berdasarkan hal tersebut, indikasi harga tanah per meter persegi terendah adalah sebesar Rp. 20.000,-- berdasarkan NJOP dan harga tanah tertinggi adalah Rp. 125.590,-- berdasarkan nilai pasar. Setiap cluster memiliki rentang harga yang beragam. Rentang harga terendah adalah Rp. 13.690,-- dan yang terbesar adalah Rp. 77.590,--. Pada gambar 4 area yang berwarna hijau memperlihatkan besarnya harga yang dimungkinkan untuk tiap-tiap cluster. Secara sepintas dapat dilihat bahwa indikasi harga Rp. 48.000,-sampai dengan Rp. 50.000,-- merupakan area untuk cluster 1 sampai 16. Sedangkan cluster 17 sampai 19 indikasi harga yang masuk adalah Rp. 20.000,-- sampai dengan Rp. 36.000,--. Dari grafik juga terlihat rentang harga tanah terkecil pada cluster 4 dan rentang harga tertinggi pada cluster 13.
F-63 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 1
Profil tiap-tiap Cluster Obyek Persil Tanah dalam Pengadaan Tanah Jalan Lintas Utara Kabupaten Bekasi Tahap II
Sumber: hasil analisis
F-64 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 2
Harga Tanah berdasarkan NJOP, Nilai Pasar dan Harga Permintaan Masyarakat untuk tiap Cluster
Sumber: hasil analisis
Gambar 3
Grafik Perbandingan Harga berdasarkan NJOP, Nilai Pasar dan Permintaan setiap Cluster
F-65 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 4
Area Harga Tanah yang Dimungkinkan Tiap Cluster berdasarkan NJOP dan Nilai Pasar
Tanah masyarakat yang akan dibebaskan seluas 75.483,94 m2 yang terbagi menjadi 100 (seratus) persil tanah. Dengan menggunakan hierarchial clustering analysis (HCA) dikelompokkan berdasarkan kesamaan nilai variabel; lokasi, letak, kondisi fisik, surat kepemilikkan, peruntukkan tata ruang, ketersediaan sarana dan ketersediaan prasarana. Dari analisis tersebut dihasilkan 19 (sembilan belas) cluster yang peta penyebarannya seperti pada gambar 5. Cluster yang memiliki luas paling kecil adalah cluster 14 dengan luas tanah 27 m2, sedangkan cluster paling luas adalah cluster 18 dengan luas tanah 27.503,36 m2. Perkiraan lonjakan harga merupakan hal yang sering terjadi dalam pengadaan tanah, hal ini didasarkan pada hukum pasar dimana terjadi kenaikan permintaan sementara penawaran tetap. Dalam memperkirakan lonjakan harga didasarkan pada besarnya persentase selisih harga permintaan terhadap nilai pasar. Dari tiap-tiap cluster memperlihatkan persentase selisih harga permintaan seperti pada tabel 3. Rata-rata selisih peresentase sebesar 22,69%. Dengan demikian diperkirakan akan terjadi lonjakan harga sebesar Rp. 4.660.874.696 dikalikan 22,69% atau sebesar Rp. 1.057.552.468,--
F-66 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 3.
Peta Penyebaran Cluster Persil Tanah yang Terkena Pembebasan di Desa Pantaihurip dan Desa Sukatenang
F-67 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 3
Persentase Selisih antara Harga Permintaan dengan Nilai Pasar
sumber: hasil analisis
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lintas utara di Kabupaten Bekasi tahap II, terdapat 115 persil tanah yang akan terkena pelepasan hak (pembebasan). 100 persil tanah merupakan milik masyarakat dan 15 persil tanah milik negara. Dari 100 persil tanah masyarakat, berdasarkan 7 variabel nilai tanah; lokasi, letak, kondisi fisik, surat tanah, peruntukan, sarana dan prasarana, dengan menggunakan hierarchial clustering analysis (HCA) menghasilkan 19 (sembilan belas) cluster. Profil setiap cluster didasarkan pada atribut-atribut dari ketujuh variabel nilai tanah yang dimiliki. Profil setiap cluster seperti pada tabel 1. 2. Harga tanah per meter persegi berdasarkan NJOP, berkisar antara Rp. 20.000,-- sampai dengan Rp. 48.000,-- yang diperoleh dari rata-rata NJOP dari setiap cluster. Harga tanah per meter persegi berdasarkan nilai pasar berkisar antara Rp.36.690,-- sampai dengan Rp. 125.590,-- yang diperoleh dengan cara perbandingan data transaksi/penawaran. Sedangkan berdasarkan harga permintaan masyarakat berkisar antara Rp. 55.000,-- sampai dengan Rp. 150.000,--, yang diperoleh dari rata-rata permintaan dari setiap cluster. Harga tanah per meter persegi berdasarkan NJOP, nilai pasar dan harga permintaan untuk setiap cluster seperti pada tabel 2 dan gambar 3. 3. Untuk pelepasan hak 100 persil tanah, taksiran harga tanah berdasarkan NJOP adalah sebesar Rp. 2.185.072.610,-- (taksiran bawah). Sedangkan taksiran harga tanah berdasakan nilai pasar adalah sebesar Rp. 4.660.874.696,-- (taksiran atas). Sedangkan perkiraan lonjakan harga terhadap nilai pasar sebesar 22,69 persen yang diperoleh dari rata-rata selisih nilai pasar dengan harga permintaan.
Referensi Appraisal Institute (2008), The Appraisal of Real Estate 13th Edition, Appraisal Institute 2008, Chicago Ashworth, Allan, (2008), Pre-contract Studies: Development Economics, Tendering and Estimating, Third Edition, Blackwell Publishing, Oxford. Dillon, Wiliam R dan Goldstein Matthew, (1984), Multivariate Analysis Methods and Applications, John Wiley & Sons, Inc, New York.
F-68 ISBN : 978-979-18342-2-3
Hidayati, W. dan Budi Harjanto, (2001). Konsep Dasar Penilaian Properti, BPFE. Yogyakarta. Komite Penyusun SPI. (2007), Standar Penilaian Indonesia 2007. Komite Penyusun SPI 2007, Jakarta. Nurharjadmo, Wahyu (2006). Evaluasi Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Penarikan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Klaten, Spirit Publik, Jakarta. Peraturan Presiden No: 65, (2006), Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No: 36, (2005), Kepentingan Umum.
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Peraturan Kepala BPN – RI No: 3, (2007), Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Prawoto, Agus, (2003). Teori dan Praktek Penilaian Properti, BPFE , Yogyakarta. Purnomo, Agus B, (2009). Teknik Kuantitatif untuk Arsitektur dan Perancangan Kota, Rajawali Pers, Jakarta. Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, cetakan ke 8, Alfabeta, Bandung. Supriyanto, B. Rekayasa Penilaian. Masyarakat Profesi Penilai Indonesia. Sutawijaya, Adrian (2004). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah sebagai Dasar Penilaian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB di Kota Semarang, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Jakarta.
F-69 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Halaman ini sengaja dikosongkan
F-70 ISBN : 978-979-18342-2-3
KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN JEMBATAN MALO TERHADAP INTERAKSI WILAYAH UTARA DAN SELATAN KABUPATEN BOJONEGORO David Yudha Prasetya *), Ir.Putu Artama Wiguna, MT,Ph.D**).,dan Anak Agung Gde Kartika, ST,MSc.**) Program Magister Teknik Bidang Keahlian Manajemen Aset FTSP – ITS e-mail :
[email protected] Aksesibilitas sebuah wilayah merupakan salah satu faktor penting dalam subuah interaksi antar wilayah. Kabupaten Bojonegoro dalam hal aksesibilitas antar wilayah, mempunyai kendala yang cukup besar. Ini disebabkan adanya sungai Bengawan Solo yang membentang sepanjang wilayah Kabupaten Bojonegoro. Sehingga secara geografis maka terdapat wilayah utara sungai bengawan solo (terdiri dari empat Kecamatan) dan wilayah selatan sungai bengawan solo (terdiri dari dua puluh tiga Kecamatan). Pembangunan jembatan Malo merupakan sarana akses dalam membuka wilayah utara dan wilayah selatan di Kabupaten Bojonegoro, dengan terbangunnya jembatan aksesibilitas antara wilayah utara dan selatan akan semakin besar. Penelitian ini akan mengamati 1).Wilayah Kecamatan yang mempunyai pergerakan/sebaran tertinggi dengan adanya jembatan malo 2).Bagaimana interaksi yang terjadi wilayah tersebut dengan terbangunnya jembatan malo sebagai sarana akses jalan antara wilayah utara dan selatan, 3).Apakah terjadi perbedaan pola interaksi di wilayah tersebut antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan variable ukur a).Jarak tempuh, b).Pergerakan penduduk/Orang, c).Pergerakan barang. 4).Hubungan antara jarak dan jumlah pergerakan, Metode pengambilan data berupa survey dan questioner, metode analisis menggunakan 1).Matrik Asal Tujuan (MAT) untuk mengetahu pola pergerakan/sebaran penduduk/orang dan barang, 2).Metode Rangking untuk menentukan wilayah dengan pergerakan tertinggi, 3).One Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk melakkukan uji normalitas data 4)Paired Sample T-Test untuk mengukur tingkat perbedaan 5).Regression untuk mengukur hubungan antar variabel Hasil penelitian menunjukkan 1).wilayah Kecamatan dengan interaksi tertinggi adalah Kecamatan Malo, 2).Jumlah total pergerakan/sebaran 810 pergerakan 3). Setelah dibangunnya Jembatan Malo terjadi peningkatan pergerakan penduduk/orang yang signifikan di Kecamatan Malo baik pergerakan yang berasal dari Kecamatan Malo maupun pergerakan yang menuju Kecamatan Malo, untuk pergerakan barang terjadi perbedaan antara supply dan distribution, pada pergerakan supply barang tidak terjadi perbedaan yang signifikan sedangkan untuk distribution terjadi peningkatan yang signifikan. 4).Terjadi hubungan yang linear antara jarak tempuh dan jumlah pergerakan dengan model persamaan linear Y = 196,79 – 5.138X Kata Kunci : Jembatan, Interaksi. PENDAHULUAN Sebuah wilayah tertentu mempunyai ketergantungan pada wilayah lain. Demikian juga wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan. Pada tahun 2006 yang lalu Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro telah membangun sebuah jalan akses wilayah utara menuju wilayah selatan, yang diberi nama jembatan Malo,, dimana akses jalan tersebut dapat menghubungkan wilayah utara sugai bengawan solo dengan wilaya-wilayah yang berada disebelah selatan sungai bengawan solo. Sebelumnya untuk prasarana transportasi roda dua harus melewati sungai dengan cara diangkut dengan perahu atau yang lebih sering dikenal oleh masyarakat sekitar dengan jalur tambangan, kapasitas angkut dari kapal sangat terbatas, dalam sekali jalan hanya maksimal 8-10 unit kendaraan roda dua dan memerlukan waktu kurang lebih 10 menit untuk menyebrang dan terkadang harus menunggu penumpang yang lain, terlebih lagi bila musim penghujan datang dan air sungai bengawan solo meluap maka jasa angkut kapal berhenti total dan untuk pengendara dengan sarana transportasi roda empat harus memutar sangat jauh agar bisa menuju wilayah selatan atau sebaliknya, Hal ini menjadi hambatan bagi Kecamatan Malo dalam berinteraksi dengan wilayah-wilayah yang berada di sebelah selatan sungai. Sesuai dengan tujuan pembangunan jembatan malo tersebut adalah solusi untuk membuka wilayah utara yang selama ini terpisahkan oleh sungai bengawan Solo dengan harapan dapat memperpendek jarak tempuh serta menggali potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang masih terisolasi, yang kesemuanya itu akan *) **)
Mahasiswa Pascasarjana FTSP ITS – Surabaya Dosen FTSP ITS – Surabaya
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
F-71
dapat memberikan efek ganda (multiplier effect) seperti memberikan peluang dan kesempatan kerja, peningkataan aktivitas jasa dan kegiatan ekonomi, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan di wilayah utara Kabupaten Bojonegoro. Dengan adanya sarana transportasi yang telah dibangun ini dapat membuka jalan komunikasi antar wilayah sehingga terjadi aliran barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang. Sarana dan prasarana transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik. Sepeti yang tercatat dalam Bojonegoro dalam angka mulai tahun 2005/2006,2007,2008 sampai dengan 2009 pertumbuhan penduduk di wilayah utara mengalami perkembangan cukup pesat. Tabel. 1. Data Jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro No
Kecamatan
Jumlah penduduk 2000
2005
2008
1
Trucuk
34373
34356
34906
2
Malo
28419
30891
32982
3
Kasiman
37882
26772
27322
4
Kedewan
*
12517
12559
5
Bojonegoro
75346
76702
83549
6
Kalitidu
57364
59080
65604
7
Purwosari
26808
28329
28455
8 Padangan 39169 40260 41946 * Kecamatan Kedewan belum terbentuk Sumber : Bojonegoro dalam angka (2005/2006,2007,2008 dan 2009)
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk tentunya suatu wilayah akan bertambah aktifitas guna mencukupi kebutuhan yang semakin beragam. Maka dengan adanya kemudahan akses wilayah utara dan selatan berupa pemendekan jarak, dan prasarana yang tidak terganggu oleh musim serta dapat manfaatkan baik siang maupun malam hari, maka pembangunan jembatan ini akan dikaji lebih dalam tentang bagaimana pola interaksi yang terjadi antara wilayah utara dan wilayah selatan, dengan jembatan malo sebagai center point penelitian. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Wilayah Kecamatan yang mempunyai pergerakan/sebaran tertinggi dengan adanya jembatan malo 2. Bagaimana interaksi yang terja dengan terbangunnya jembatan malo sebagai sarana akses jalan antara wilayah utara dan selatan 3. pakah terjadi perbedaan pola interaksi antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, 4. Bagaimana hubungan antara jarak tempuh dan jumlah pergerakan setelah dibangun jembatan malo METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka obyek jembatan malo adalah sebagai center point dalam penelitian ini. 1. Studi kepustakaan yang dilakukan meliputi pengumpulan teori, dan informasi yang akan dijadikan pedoman untuk menentukan variabel/indikator atau aspek penelitian, serta menjadi dasar dalam membuat kuisioner yang akan diajukan kepada responden. 2. Melakukan pra survey pada lokasi jembatan malo untuk mengetahui keadaan lapangan dan memudahkan dalam data primer yang diperlukan. Dari pengamatan pra-survey ini ditentukan pergerakan per-hari dalam satu minggu kendaraan kendaraan yang melintas pada jembatan malo. 3. Pengumpulan data sekunder dan primer dilakukan dengan studi literatur, metode survey, pengamatan langsung, dokumentasi, wawancara/asistensi dengan pengguna jembatan malo untuk mendapatkan informasi asal dan tujuan pergerakan, serta terhadap pedagang untuk mendapatkan informasi pergerakan barang.
F-72 ISBN : 978-979-18342-2-3
Data primer didapatkan dengan cara survey langsung di lapangan. Cara yang dilakukan dalam pengambilan data di lapangan pada penelitian ini yaitu: 1. Pencatatan langsung terhadap jumlah kendaraan yang melewati jembatan malo Tabel. 2. Jumlah Kendaraan No
Hari
1
Senin
2
Selas a
3
Rabu
4
Kamis
5
Jum'at
6
Sabtu
7
Minggu
Tanggal
Kendaraan
Jam
Roda Dua
Roda Empat
Jumlah Jumlah rata-rata
Sumber : hasil survey 2.
Wawancara terbuka dengan pengguna jembatan malo, dilakukan untuk mendapatkan data pendukung penelitian
Tabel. 3. Rekapitulasi kuesioner Terhadap Pengguna Jembatan Malo Lokas i Survey
:
Tanggal
:
Jam
:
Kondis i cuaca
:
No Res ponden
Alamat
Perjalanan As al
Frek uens i Perjalanan
Tujuan
S ebelum
s at
Ses udah
S arana Trans portas i
s at
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : hasil wawancara 3.
Wawancara terbuka dengan pedagang, dilakukan untuk mendapatkan data pendukung penelitian
Tabel. 4. Rekapitulasi kuisioner terhadap pedagang Lokasi Survey : : Tanggal Jam
:
Kondisi cuaca
:
No Responden
Alamat
Pendapatan Sebelum
Sesudah
Asal Suplai Sat
Sebelum
%
Sesudah
Pelanggan %
Sebelum
%
Sesudah
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : hasil wawancara
F-73 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
4.
Setelah data-data terpenuhi, selanjutnya dikelompokkan menjadi data sebelum dan sesudah waktu pembangunan jembatan malo. 5. Untuk mendapatkan pola pergerakan yang terjadi maka data diolah dan kemudian disusun dalam bentuk Matrik Asal-Tujuan (MAT) 6. Untuk mendapatkan wilayah degan pergerakan tertinggi data berdasarkan MAT dirutkan melai tertinggi sampai terendah. 7. Untuk mendapatkan pergerakan pada wilayah interaksi terpilih di lakukan rekapitulasi pergeran berdasarkan MAT 8. Pengujian terhadap normalitas data dilakukan dengan metode .One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. 9. Paired Sample T-Test dilakukan untuk mengukur tingkat perbedaan antar sebelum dan sesudah pembangunan jembatan 10. Dengan menggunkan Regression untuk mengukur hubungan antar variabel jarak tempuh sebagai variabel X dan jumlah perjalanan sebai variabel Y HASIL DAN DISKUSI Berdarkan data-data yang telah terkumpul dilakukan analisa sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di jembatan malo dan wawancara terhadap pengguna jembatan malo diperoleh : 1.1. Jumlah kendaraan yang melintas dalam kurun waktu satu minggu, 6581 unit dan untuk roda empat sebanyak 496 unit sehingga jumlah total kendaraan yang melintas 7077 unit selama satu minggum maka rata-rata jumlah kendaraan yang melewati jembatan malo per-hari sebanyak 1011unit, seperti pada Tabel 5. Pada Gambar 2-a menunjukkan pergerkan roda dua pada hari senin sebanyak 1047 perjalanan atau 16% dari total pergerakan, pada hari selasa persentase menunjukkan penurunan dengan nilai 837 perjalanan atau menjadi 13%, penurunan berlanjut sampai pada hari jum’at dengan nilai 649 perjalanan atau 12% dari total perjalanan, untuk hari sabtu naik menjadi 1208 perjalanan atau 18% dan pada hari minggu mencapai 1205 perjalanan atau 18%. Sedangkan grafik pergerakan roda empat dapat dilihat pada Gambar 2-b menunjukkan pergerkan roda 4 pada hari senin sebanyak 69 perjalanan atau 14% dari total pergerakan, pada hari selasa persentase menunjukkan penurunan dengan nilai 61 perjalanan atau menjadi 12%,, kemudian pada hari jum’at terjadi kenaikan kembali dengan nilai 73 perjalanan atau 15% dari total perjalanan, untuk hari sabtu naik menjadi 78 perjalanan atau 16% dan pada hari minggu mencapai 125 perjalanan atau 25%. Untuk pergerakan secara keseluruhan antara roda dua dan dan roda empat digambarkan secara grafik pada Gambar 2-c Tabel. 5.
Rekapitulasi Jumlah Kendaraan yang melintas (unit) No
Hari
Tanggal
Waktu 06.00 s /d 09.00
1
Senin
Selas a
Rabu
475
37
1047 496
69 27
13.00 s /d 16.00
341
34
Jumlah
837 485
61 29
13.00 s /d 16.00
349
15
Jumlah
834 487
44 31
06.00 s /d 09.03 4
Kamis
13.00 s /d 16.00
314
15
Jumlah
801 325
46 20
06.00 s /d 09.04 5
Jum'at
13.00 s /d 16.00
324
53
Jumlah
649 662
73 28
06.00 s /d 09.05 6
Sabtu
13.00 s /d 16.00
546
50
Jumlah
1208 642
78 46
06.00 s /d 09.06 7
Minggu
32
Jumlah
06.00 s /d 09.02 3
Roda 4
572
13.00 s /d 16.00 06.00 s /d 09.01
2
Jenis Kendaraan Roda 2
13.00 s /d 16.00
563
79
Jumlah
1205
125
Jumlah
1116
898
878
847
722
1286
1330
Sumber : data diolah
F-74 ISBN : 978-979-18342-2-3
1400
140
1208
1200
1205
125
120
1047
1000
100
837
800
834
801
80
649
600 400
40
200
20
0
78
73
69
60
61 46
44
0
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum'at
Sabtu
Minggu
Senin
a. Intensitas Kendaraan Roda Dua
Selasa
Rabu
Kamis
Jum'at
Sabtu
Minggu
b. Intensitas Kendaraan Roda Empat
1400
1330
1286
1200 1116 1000 898
878
800
847 722
600 400 200 0 Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum'at
Sabtu
Minggu
c.Intesitas Keseluruhan Kendaraan Sumber : Data Diolah Gambar.1 Intensitas Kendaraan yang melewati jembatan malo
1.2. Pembuatan Matrik Asal Tujuan (MAT) berdasarkan hasil wawancara terhadap pengguna jembatan, seperti tabel dibwah ini Tabel. 6. Matrik Asal Tujuan (MAT) pergerakan penduduk/orang per-minggu (unit) O-D
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Oi
1
0
2
58
2
6
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
71
2
3
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
11
3
93
0
0
1
0
238
8
7
16
2
2
1
3
6
2
11
0
3
1
4
2
1
0
0
2
403
4
7
0
0
0
0
6
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
0
0
0
18
5
5
0
1
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
1
0
0
0
0
0
13
6
1
8
225
7
23
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
279
7
0
1
47
3
4
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
58
8
0
0
15
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
17
9
0
5
17
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
23
10
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
11
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
12
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
13
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
14
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
15
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
17
16
0
0
7
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
17
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
18
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
19
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
20
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
21
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
22
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
23
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4
24
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
25
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
Dj
110
18
407
13
37
271
11
7
17
2
2
1
3
6
22
17
1
3
1
6
2
1
3
0
2
963
Sumber : Data Diolah
F-75 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Dari matrik asal-tujuan diatas dapat diketahui bahwa Jembatan Malo digunakan sebagai sarana pergerakan wilayah utara sungai bengawan solo dan wilayah-wilayah selatan sungai bengawan solo, selain digunakan oleh masyarakat dalam pergerakan berada wilayah Kabupaten Bojonegoro juga pergerkan diluar wilayah Kabupaten di Bojonegoro, seperti Kabupaten Rembang, Kabupaten Cepu, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Purwokerto. Dengan jumlah pergerakan yang beragam. 2.
Analisa Wilayah Interaksi 2.1. Variabel pergerakan penduduk Berdasarkan hasil survey asal-tujuan perjalan pengguna Jembatan Malo yang dituliskan dalam bentuk Matrik Asal Tujuan, selanjutnya untuk menentukan kajian wilayah interaksi akan dibuat rangking wilayah dengan pergerakan tertinggi, dengan membuat rata-rata pergerakan sebagai wilayah asal dan sebagai wilayah tujuan. Untuk pergerakan menggunkan sarana roda dua mempunyai rata-rata sebesar 286pergerakan dan untuk pergerakan dengan roda empat mempunyai rata-rata sebesar 119pergerakan. Berikut adalah Tabel rangking pergerakan dora dua (Tabel 7) dan roda empat (Tabel 8), dan jarak tempuh (Tabel 9) maka dari hasil rangking tersebut ditentukan wilayah yang menjadi obyek penelitian interaksi adalah Kecamatan Malo
Tabel. 7. Rangking wilayah dengan pergerakan menggunkan sarana roda dua No
Kecamatan/ Kabupaten
Roda 2 As al (O)
Tujuan (D)
Rata-Rata
Ranking
1
K.Malo
283
289
286
1
2
K.Kalitidu
213
197
205
2
3
K.Ngasem
45
5
25
4
4
Bojonegoro
36
71
53.5
3
5
K.Padangan
17
12
14.5
6
6
K.Purwosari
13
4
8.5
8
7
K.Kedewan
9
26
17.5
5
8
K.Kasiman
8
11
9.5
7
9
K.Dander
5
0
2.5
12
10
Lamongan
5
0
2.5
12
Sumber : data diolah Tabel. 8. Rangking wilayah dengan pergerakan menggunkan sarana roda empat
No
Kecamatan/ Kabupaten
Roda 4 Asal (O)
Tujuan (D)
Rata-Rata
Ranking
1
K.Malo
120
118
119
1
2
K.Kalitidu
66
74
70
2
3
K.Ngasem
13
6
9.5
5
4
Bojonegoro
35
39
37
3
5
K.Padangan
6
5
5.5
9
6
K.Purwosari
4
3
3.5
12
7
K.Kedewan
4
11
7.5
6
8
K.Kasiman
10
2
6
8
9
K.Dander
2
2
2
17
10
Lamongan
2
3
2.5
16
Sumber : data diolah
F-76 ISBN : 978-979-18342-2-3
2.2. Variabel Jarak Tempuh Interaksi sebuah wilayah sangat dipengaruhi oleh jarak antar wilayah tersebut, dengan terbangunnya Jembatan Malo tersebut maka terdapat perubahan jarak tempuh jalur darat antar Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro dalam area layanan Jembatan Malo, (Tabel 8) Tabel. 9. Jarak tempuh antar wilayah Kecamatan area layanan jembatan malo Jarak Tempuh (km)
No
Asal
Tujuan
Sebelum
Sesudah
1
K.Trucuk
Bojonegoro
12
12
2
K.Trucuk
K.Kalitidu
25
23
3
K.Trucuk
K.Ngasem
37
35
4
K.Trucuk
K.Purwosari
47
33
5
K.Trucuk
K.Padangan
45
43
6
K.Trucuk
K.Dander
24
24
7
K.Trucuk
K.Temayang
36
36
8
K.Trucuk
K.Kanor
42
42
9
K.Trucuk
K.Kapas
17
17
10
K.Trucuk
K.Balen
24
24
11
K.Malo
Bojonegoro
29
19
12
K.Malo
K.Kalitidu
42
6
13
K.Malo
K.Ngasem
54
18
14
K.Malo
K.Purwosari
33
16
15
K.Malo
K.Padangan
23
26
16
K.Malo
K.Dander
41
28
17
K.Malo
K.Temayang
53
40
18
K.Malo
K.Kanor
59
51
19
K.Malo
K.Kapas
34
24
20
K.Malo
K.Balen
41
31
Sumber : data diolah Uji perbedaan tabel diatas jarak tempuh sebelum dan sesudah dibangun jembatan dengan menggunkan alat analisis Paired Sample T-Test. Tabel. 10. Hasil Uji T dua sampel berpasangan
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1 Sebelum - Sesudah
Std. Std. Error Mean Deviation Mean 6.30000 12.69605 2.00742
Lower 2.23961
Sig. t df (2-tailed) 10.36039 3.138 39 .003 Upper
Sumber data diolah
F-77 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Keterangan : a. Paired Samples Statistics Pada tabel ini menyatakan bahwa nilai tes sebelum dan sesudah pembangunan jembatan dengan parameter, rata-rata, jumlah sampel, standar deviasi dan standar rata-rata error b. Paired Samples Correlations Dengan hipotesis : Ho : tidak ada hubungan antara sesudah dan sebelum H1 : ada hubungan antara sebelum dan sesudah Karena nilai sig (0.000) < α (0.05), Ho ditolak, ada hubungan antara hasil sesudah dan sebelum dengan tingkat hubungan/korelasi sebesar 0.69 c. Paired Samples Test Dengan hipotesis : Ho : Tidak ada perbedaan jarak tempuh sebelum dan sesudah dibanggun Jembatan Malo H1 : Ada efisiensi jarak tempuh setelah dibangun Jembatan Malo Dan dengan menggunakan level signivikasi (α) 5% Dari hasil perhitungan tersebut diatas dapat dilihat bahwa : nilai t hitung (3.318) dibandingkan dengan t tabel (39,005) = 2.022 hasilnya adalah t hitung > t tabel maka Ho ditolak atau nilai sig (2-tailled) 0.003 < α (0.05), maka Ho ditolak Jadi ada perbedaan nilai rata-rata jarak sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain ada jembatan malo berpengaruh terhadap jarak tempuh. 3. Analisa Perubahan Interaksi Kecamatan Malo 3.1. Pergerakan Penduduk/Orang Perubahan interaksi ditinjau dari tingkat frekuensi perjalanan yang berasal dari Kecamatan Malo dan yang menuju Kecamatan Malo dengan menggunkan sarana kendaraan roda dua dan roda empat. a. Pergerakan berasal dari Kecamatan Malo Berdasarkan hasil survey lapangan diperoleh jumlah pergerakan yang berasal dari Kecamatan Malo sebanyak 403 pergerakan dalam satu mingu dengan tingkat frekuensi yang beragam. Maka dengan menggunakan paired sample T Test akan diuji apakah terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo. Contoh potongan data tabel hasil survey dapat dilihat pada tabel dibawah ini. ( roda dua Tabel 11 dan roda empat Tabel 12) Tabel. 11. Data hasil survey frekuensi asal pergerakan Kecamatan Malo. (roda dua) No 1
Perjalanan Asal
Tujuan
K.Malo Bojonegoro
Roda 2 Jml R
R
62
1
F - Sesudah F - Sebelum 0.29
0.14
2
0.14
0.07
3
0.71
0.71
4
0.71
0.71
5
0.14
0.03
6
0.71
0.71
Sumber : hasil survey
Tabel. 12. Data hasil survey frekuensi asal pergerakan Kecamatan Malo. (roda empat) No 1
Perjalanan
Roda Empat
Asal
Tujuan
Jml R
K.Malo
Bojonegoro
31
R
F - Sesudah
F - Sebelum
1
0.29
0.14
2
0.29
0.14
3
0.71
0.71
4
0.71
0.71
5
0.29
0.14
6
0.71
0.71
Sumber : hasil survey
F-78 ISBN : 978-979-18342-2-3
Pengujian beda rata-rata frekuensi pada Tabel 11 Perumusan hipotesis : Ho : Tidak ada perbedaan frekwensi perjalanan sebelum dan sesudah dibanggun Jembatan Malo H1 : Ada perbedaan frekwensi perjalanan setelah dibangun Jembatan Malo Dan dengan menggunakan level signivikasi (α) 5%
Tabel. 13. Uji Perbedaan Dengan Metode Paired Sample T-Test (roda dua)
Paired Samples Test
Std. Deviation
Mean
Pair 1
Fsebelum - Fsesudah
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Error Difference Mean Lower Upper
-.56057
.66735
t
df
Sig. (2tailed)
.03967 -.63865 -.48248 -14.131 282
.000
Sumber data diolah
Dari hasil perhitungan tersebut diatas dapat dilihat bahwa nilai Sig (2-tai)l = 0.00 < dari (α) 0.05 maka Ho ditolak, atau trima H1 = Ada perbedaan frekwensi pergerakan setelah adanya pembangunan Jembatan Malo. Jadi ada perbedaan nilai rata-rata frekwensi sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain, jembatan malo berpengaruh terhadap frekuensi perjalanan yang berasal dari Kecamatan Malo dengan sarana roda dua. Selanjutnya analisa dilakukan terhadap pergerakan yang berasal dari Kecamatan Malo yang menggunakan sarana roda empat dengan data Tabel 12 diperoleh. Perumusan hipotesis : Ho : Tidak ada perbedaan frekwensi perjalanan sebelum dan sesudah dibanggun Jembatan Malo H1 : Ada perbedaan frekwensi perjalanan setelah dibangun Jembatan Malo Dan dengan menggunakan level signivikasi (α) 5% Tabel. 14. Hasil Uji Perbedaan Dengan Metode Paired Sample T-Test
Lanjutan Tabel 13 Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
Fsebelum - Fsesudah
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
-.30850
.48687
.04444
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-.39650
-.22050
t
df
-6.941 119
Sig. (2tailed) .000
Sumber : data diolah
F-79 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Dari hasil perhitungan tersebut diatas dapat dilihat bahwa nilai Sig (2-tai)l = 0.00 < dari (α) 0.05 maka Ho ditolak, yang artinya terima H1 = Ada perbedaan frekwensi pergerakan setelah adanya pembangunan Jembatan Malo. Jadi ada perbedaan nilai rata-rata frekwensi sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain, jembatan malo berpengaruh terhadap frekwensi perjalanan yang berasal dari Kecamatan Malo dengan sarana roda empat. b. Pergerakan menuju Kecamatan Malo Berdasarkan hasil survey lapangan diperoleh jumlah pergerakan yang berasal dari Kecamatan Malo sebanyak 407 pergerakan dalam satu mingu dengan tingkat frekuensi yang beragam. Maka dengan menggunakan paired sample T Test akan diuji apakah terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo. Contoh potongan data tabel hasil survey dapat dilihat pada tabel dibawah ini. ( roda dua Tabel 15 dan roda empat Tabel 16) Tabel. 15. Data hasil survey frekuensi menuju pergerakan Kecamatan Malo. (roda dua) Perjalanan
No 1
Asal
Tujuan
Bojonegoro
K.Malo
Roda Dua Jml R R 32
F - Sesudah
F - Sebelum
1
0.43
0.14
2
0.86
0.14
3
0.71
0.29
4
0.71
0.71
5
0.71
0.14
Sumber : hasil survey Tabel. 16. Data hasil survey frekuensi menuju pergerakan Kecamatan Malo. (roda empat) Perjalanan
No 1
Asal
Tujuan
Bojonegoro
K.Malo
Roda Empat Jml R R 26
F - Sesudah
F - Sebelum
1
0.71
0.71
2
0.71
0.71
3
0.29
0.14
4
0.43
0.14
5
0.86
0.14
Sumber : hasil survey Pengujian beda rata-rata frekuensi pada Tabel 15 Perumusan hipotesis : Ho : Tidak ada perbedaan frekwensi perjalanan sebelum dan sesudah dibanggun Jembatan Malo H1 : Ada perbedaan frekwensi perjalanan setelah dibangun Jembatan Malo Dan dengan menggunakan level signivikasi (α) 5% Tabel. 17. Uji Perbedaan Dengan Metode Paired Sample T-Test
Paired Samples Test Paired 95% Differences Confidence Interval of the Difference
Pair 1
Fsebelum - Fsesudah
Mean -.47104
Std. Std. Error Lower Upper Deviation Mean .56198 .03306 -.53610 -.40597
t df -14.249 288
Sig. (2tailed) .000
Sumber : data diolah
F-80 ISBN : 978-979-18342-2-3
Dari hasil perhitungan tersebut diatas dapat dilihat bahwa nilai Sig (2-tailed) = 0.00 < dari (α) 0.05 maka Ho ditolak, yang artinya terima H1 = Ada perbedaan frekuensi pergerakan setelah adanya pembangunan Jembatan Malo. Jadi ada perbedaan nilai rata-rata frekwensi sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain ada jembatan malo berpengaruh terhadap frekwensi perjalanan yang menuju Kecamatan Malo dengan sarana roda dua Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan frekuensi perjalanan yang menuju ke Kecamatan Malo antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo dengan sarana transportasi roda empat, diperlukan uji test perbedaan dengan metode Paired Sample T-Test. Pada Tabel 16. dengan ketentuan sebagai berikut Perumusan hipotesis : Ho : Tidak ada perbedaan frekwensi perjalanan sebelum dan sesudah dibanggun Jembatan Malo H1 : Ada perbedaan frekwensi perjalanan setelah dibangun Jembatan Malo Dan dengan menggunakan level signivikasi (α) 5% Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut Tabel. 18. Uji Perbedaan Dengan Metode Paired Sample T-Test
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 1
Std. Std. Error Mean Mean Deviation -.084237 .137595 .012667
FSebelum - FSesudah
Lower -.109323
Upper -.059152
t -6.650
df 117
Sig. (2tailed) .000
Sumber : data diolah Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Sig (2-tailed) = 0.00 < dari (α) 0.05 maka Ho ditolak, yang artinya terima H1 = Ada perbedaan frekuensi pergerakan setelah adanya pembangunan Jembatan Malo. Jadi ada perbedaan nilai rata-rata frekwensi sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain ada jembatan malo berpengaruh terhadap frekwensi perjalanan yang menuju Kecamatan Malo dengan sarana roda empat 3.2. Pergerakan Barang Tinjauan interaksi berdasarkan pergerakan barang yang terjadi di Kecamatan Malo adalah sebai berikut, Tabel. 19. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang sebelum dibangun Jembatan Malo (kg) O-D
Bojonegoro
Trucuk
Malo
Kasiman
Kedewan
Kalitidu
Bojonegoro
0
0
2347.430
0
0
0
Trucuk
Ngasem Padangan 0
0
Cepu
Tuban
Oi
0
0
2347.430
0
0
138.452
0
0
0
0
0
0
0
138.452
1.089
189.337
4809.931
542.559
176.932
113.545
1.089
1.089
13.614
21.254
5870.439
Kasiman
0
0
25
0
0
0
0
0
0
0
25
Kedewan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kalitidu
0
0
608.430
0
0
0
0
0
0
0
608.430
Ngasem
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Padangan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Cepu
0
0
225.390
0
0
0
0
0
0
0
225.390
Malo
Tuban Dj
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.089
189.337
8155.105
542.559
176.932
113.545
1.089
1.089
13.614
21.254
9215.613
Sumber : data diolah
F-81 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel. 20. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang setelah dibangun Jembatan Malo (kg) O-D
Bojonegoro
Trucuk
Malo
Kasiman
Kedewan
Kalitidu
Bojonegoro
0
0
3327.037
0
0
0
Trucuk
Ngasem Padangan 0
0
Cepu
Tuban
Oi
0
0
3327.037
0
0
117.391
0
0
0
0
0
0
0
117.391
24.356
366.781
5399.622
799.044
311.894
179.990
10.000
1.089
13.614
66.092
7172.483
Kasiman
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kedewan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kalitidu
0
0
662.780
0
0
0
0
0
0
0
662.780
Ngasem
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Padangan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Cepu
0
0
275.764
0
0
0
0
0
0
0
275.764
Malo
Tuban Dj
0
0
36.957
0
0
0
0
0
0
0
36.957
24.356
366.781
9819.551
799.044
311.894
179.990
10.000
1.089
13.614
66.092
11592.412
Sumber : data diolah Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pergerakan barang di Kecamatan Malo antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo , diperlukan uji test perbedaan dengan metode Paired Sample T-Test. Pada Tabel 5.23 dan Tabel 5.24. dengan ketentuan sebagai berikut Perumusan hipotesis : Ho : Tidak ada perbedaan supplay barang sebelum dan sesudah dibanggun Jembatan Malo H1 : Ada perbedaan supplay barang setelah dibangun Jembatan Malo Dan dengan menggunakan level signivikasi (α) 5% Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut Tabel. 21. Uji Perbedaan Dengan Metode Paired Sample T-Test
Paired Samples Test Paired95% Differences Confidence Interval of the Difference
Pair 1
S.sebelum - S.sesudah
Mean -169.771
Std. Deviation 360.263
Std. Error Mean 136.167
Lower -502.959
Upper 163.417
t -1.247
df 6
Sig. (2-tailed) .259
Sumber : data diolah Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pengujian terhadap supplay barang tidak menunjukkan adanya beda yang signifikan, ini ditunjukkan dengan nilai sig (2-tailled) 0.25 > 0.05 yang berarti terima Ho. Jadi tidak perbedaan nilai rata-rata supplay sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain ada jembatan malo tidak berpengaruh terhadap supplay barang di Kecamatan Malo Selanjunya dilakukan uji perbedaan terhadap distribusi barang di Kecamatan Malo antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo
Tabel. 22. Uji Perbedaan Dengan Metode Paired Sample T-Test
F-82 ISBN : 978-979-18342-2-3
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
D.sebelum - D.sesudah
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
118.840
151.995
48.065
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 10.109
227.571
t
2.472
df Sig. (2-tailed)
9
.035
Sumber : data diolah Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pengujian terhadap distribusi diperoleh nilai Sig (2-tailled) = 0.035 < 0.05 (α), artinya tolak Ho, yang berarti terima H1 = Ada perbedaan distribusi antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan, dengan kata lain bahwa pembangunan jembatan berpengaruh terhadap distribusi barang di Kecamatan Malo. 4.
Hubungan Antara Jarak tempuh dengan jumlah perjalanan Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara jarak tempuh dengan jumlah perjalan dilakukan dengan metode regresi linear satu variable Independen dengan nilai jarak tempuh sebagai variable X dan jumlah perjalanan sebagai variable Y. data antara jarak dan jumlah perjalanan seperti pada tabel dibawah ini : Tabel. 23. Data Jarak dan jumlah perjalanan No
Rute
Jarak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
K.Trucuk - Bojonegoro K.Trucuk - K.Kalitidu K.Trucuk - K.Ngasem K.Trucuk - K.Padangan K.Malo - Bojonegoro K.Malo - K.Kalitidu K.Malo - K.Ngasem K.Malo - K.Purwosari K.Malo - K.Padangan K.Malo - K.Dander K.Malo - K.Temayang K.Malo - K.Kanor K.Malo - K.Kapas K.Malo - K.Balen K.Kasiman - Bojonegoro K.Kasiman - K.Kalitidu K.Kasiman - K.Ngasem K.Kedewan - Bojonegoro K.Kedewan - K.Kalitidu K.Kedewan - K.Ngasem K.Kedewan - K.Purwosari K.Kedewan - K.Temayang
36 23 35 43 19 6 18 16 26 28 40 51 24 31 36 26 35 36 23 35 33 57
Jumlah perjalanan 5 14 1 5 151 463 55 22 33 9 3 3 8 7 9 13 4 11 25 6 1 1
Sumber : data diolah Berdasarkan tabel diatas maka dilakukan analisa regresi linear satu variable independen, seperti pada tabel bawah ini :
Tabel. 24. Regresi Linear Satu Variabel Independen jarak tempuh dan jumlah perjalanan
F-83 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Sumber : data diolah Pada Tabel Tabel 23 Model Summary menunjukkan bahwa koeffisien korelasi pearson sebesar 0,595, yang menunjukkan bahwa tingkat hubungan yang substansional antara variable jarak dan variabel jumlah perjalanan, Sedangkan pada Tabel 23 Annova memaparkan uji kelinearan, dengan hipotesis : Ho : tidak terjadi hubungan linear antara variabel jarak tempuh dan variabel variabel jumlah perjalanan H1 : terjadi hubungan linear antara variabel jarak tempuh dan variabel variabel jumlah perjalanan Dengan melihat nilai F hitung (10.979) > F tabel (1,20,005) 4.351 atau Sig (0.003) < α (0.05), maka Ho ditolak. Jadi ada hubungan linear antara variabel jarak tempuh dan variabel jumlah perjalanan, sedangkan untuk Tabel 23 Coefficients memaparkan tentang uji koefisien. Dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : koefisien regresi tidak signifikan H1 : koefisien regresi signifikan Dengan melihat nilai t hitung (3.868) > t tabel (20,0.05) 2.085 atau nilai sig (0.003) < α (0.05), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi signifikan, maka model persamaan regresi linear yang terbentuk : Y = 196,79 – 5.138X KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dampak pembangunan jembatan malo terhadap interaksi yang terjadi antara wilayah utara dan wilayah selatan setelah pembangunan dapat dilihat sebagai berikut : 1. Jumlah Kendaraan Melintas Di Jembatan Malo Dari hasil analisa yang telah dilakukan jumlah rata-rata kendaraan yang melintas per-hari untuk roda dua 940 unit dan untuk roda empat 70 unit. 2. Jarak Tempuh Antar Kecamatan Dari hasil analisa yang telah dilakukan terdapat perbedaan nilai rata-rata jarak sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo, dengan kata lain ada jembatan malo berpengaruh terhadap jarak tempuh. 3. Wilayah yang mempunyai interaksi tertinggi Dari hasil analisa terhadap keseluruhan wilayah yang termasuk dalam area layanan jembatan malo, yang mempunyai interaksi tertinggi adalah Kecamatan Malo 4. Interaksi Kecamatan Malo Ditinjau dari pergerakan penduduk, frekwensi pergerakan yang Kecamatan Malo menggunakan sarana roda dua dan roda empat terjadi peningkatan, dengan kata lain bahwa jembatan malo mempengaruhi peningkatan frekwensi pergerakan penduduk Ditinjau dari pergerakan barang, rata-rata supplay barang di Kecamatan Malo tidak terdapat perbedaan yang signifikan sedangkan rata-rata distribusi pergerakan barang yang terjadi di Kecamatan Malo terdapat perbedaan yang signifikan, antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo Ditinjau dari penghasilan yang diperoleh para pedagang di pasar Kecamatan Malo, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pembangunan jembatan malo
F-84 ISBN : 978-979-18342-2-3
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum, (2005), Feasibility Study Jalan dan Jembatan Kalitidu-Malo, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Bojonegoro Badan Pusat Statistik, (2005/2006), Bojonegoro Dalam Angka, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Bojonegoro. Badan Pusat Statistik, (2007), Bojonegoro Dalam Angka, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Bojonegoro. Badan Pusat Statistik, (2008), Bojonegoro Dalam Angka, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Bojonegoro. Pemerintah Kabupaten Bojongoro, Kondisi Geografis Kabupaten Bojonegoro, From,www.bojonegorokab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=49&Itemid=5 5, 20 Januari 2010. Robinson, (2008), Perencanaan Pembangunan Wilayah Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Tamin (2000), Perencanaan dan Permodelan Transportasi, Edisi kedua, Perbit ITB, Bandung Widodo, (2006), Perencanaan Pembangunan, Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Sukirno (2007), Ekonomi Pembangunan, Penerbit KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Jakarta. Ashry dkk (2007), Transportasi Dan Perkembangan Wilayah, UGM, Yogyakarta
F-85 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Halaman ini sengaja dikosongkan
F-86 ISBN : 978-979-18342-2-3
KAJIAN POTENSI LABORATORIUM LINGKUNGAN MILIK PEMERINTAH PROPINSI JAWA BARAT Rudy Molandi Tonda 1*, Joni Hermana 2, I. D. A. A. Warmadewanthi 3 Manajemen Aset, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia1*
[email protected] Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia2 Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia3
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah melakukan identifikasi dan permasalahan yang dihadapi pengelolaan laboratorium sebagai aset daerah, melakukan asesmen kesesuaian pengoperasian laboratorium dengan SNI 17025:2008 dan Permenlh nomor 6 tahun 2009 dan melakukan kajian potensi yang dimiliki dalam kaitan penggabungan laboratorium,. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan kuisoner terhadap pemangku kepentingan laboratorium lingkungan.. Evaluasi potensi dilakukan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, keinginan pelanggan dan pengambil keputusan dalam rangka pengoperasian dalam kondisi maksimal. Evaluasi potensi dilakukan dengan analisa SWOT. Hasil identifikasi dan asesmen 4 laboratorium lingkungan milik Pemerintah Propinsi Jawa Barat menunjukkan hasil berupa beberapa kondisi yang mempengaruhi pengelolaan laboratorium lingkungan sebagai aset daerah yang harus ditindak lanjuti. Peningkatan kondisi akomodasi, kondisi lingkungan, akreditasi parameter uji, pelatihan keselamatan kerja dan sarana pengelolaan limbah harus dilakukan untuk menjaga kehandalan kinerja laboratorium. Dualisme kelembagaan harus dihilangkan dan perubahan pengelolaan keuangan dilakukan agar bisa melakukan pembiayaan mandiri (self financing). Hasil identifikasi dan asesmen menunjukkan penggabungan akan melengkapi potensi 4 laboratorium lingkungan milik Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Hasil evaluasi potensi penggabungan menunjukkan indikator potensi kekuatan adalah personil berkompetensi, kondisi akomodasi dan lingkungan sesuai persyaratan, metode pengujian tervalidasi, pelaksanaan sistem mutu dan kelengkapan peralatan. Indikator potensi kelemahannya adalah pelayanan pelanggan, kemampuan pembiayaan operasional pemeliharaan dan pelatihan, realisasi pendapatan, rasio biaya-pendapatan dan pengelolaan keuangan. Hasil penelitian mengenai kesesuaian antara keinginan pelanggan terhadap penggabungan laboratorium diketahui bahwa banyaknya parameter uji terakreditasi dan biaya murah menjadi pertimbangan pelanggan. Pelanggan tidak mempertimbangkan jarak antara lokasi laboratorium dengan domisilinya. Pelanggan setuju penggabungan laboratorium dan lokasinya tetap di Bandung. Adapun para pengambil keputusan setuju bila bertambahnya parameter uji terakreditasi, pemaksimalan potensi, peningkatan efisiensi dan efektifitas menjadi pertimbangan penggabungan laboratorium lingkungan secara manajemen dan fisik. Para pengambil ekputusan setuju bila penggabungan semata untuk biaya pengujian yang murah. Kata Kunci : Laboratorium, Identfikasi, Asesmen, Evaluasi Potensi, Penggabungan 1.
Pendahuluan Munculnya berbagai macam industri membuat kemajuan dan berbagai kemudahan bagi kehidupan manusia. Kemajuan industri tersebut selain menghasilkan produk berupa kain juga menghasilkan limbah berupa limbah cair dari proses pewarnaan, limbah emisi udara dari proses pembakaran energinya dan limbah bahan berbahaya beracun (B3) dari lumpurnya serta dari sisa pembakaran jika menggunakan batu bara. baku mutu yang ditetapkan pemerintah melalui peraturan perundangan. Adapun penetapan baku mutu dilakukan agar buangan limbah dalam batas toleransi kemampuan alam untuk mengurai limbah tersebut. Industri tidak dapat melakukan sendiri dalam monitoring atau pengawasan pemenuhan baku mutu limbahnya. Ketentuan pemenuhan baku mutu tersebut dimonitoring oleh lembaga pemerintah yang ditunjuk dalam peraturan perundangan selain juga dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat. Lembaga yang ditunjuk oleh peraturan perundangan untuk melakukan pengawasan adalah instansi lingkungan hidup dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota dan dibantu oleh laboratorium lingkungan
F-87 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
sebagai lembaga yang berhak melakukan uji parameter lingkungan. Ketentuan tentang laboratorium lingkungan diatur dalam SNI 17205, Keputusan Kepala (Kepka) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) nomor 113 tahun 2000 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permenlh) nomor 6 tahun 2009 serta peraturan yang terkait lainnya. Permenlh nomor 6 tahun 2009 mengatur tentang pemberian kewenangan ijin operasional oleh gubernur dan akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. Terdapat 4 laboratorium milik Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang melakukan uji parameter lingkungan dan memiliki ijin operasional dari Gubernur Jawa Barat atau karena kewenangan yang melekat. Keempat laboratorium lingkungan milik pemerintah Propinsi Jawa Barat tersebut yaitu laboratorium Kebumian Dinas Pertambangan dan Energi, laboratorium BPMKL Dinas Permukiman dan Perumahan, laboratorium BTKL Dinas Kesehatan dan laboratorium BPLHD. Keempat laboratorium lingkungan tersebut berada di kota Bandung. Laboratorium lingkungan merupakan salah satu aset daerah yang melayani kepentingan umum. Laboratorium lingkungan dalam perjalanannya sebagai suatu aset, saat ini berada dalam tahap ketiga yaitu tahap operasional/pemeliharaan (Leong, 2004). Pengoperasian dan pengembangan laboratorium lingkungan pada kenyataannya terdapat banyak masalah. Permasalahan yang dihadapi dapat dibagi menjadi permasalahan teknis, keuangan, dan kelembagaan atau manajemen. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi laboratorium dan permasalahan yang dihadapi oleh pengelola laboratorium lingkungan milik Pemerintah Propinsi Jawa Barat tersebut. Pemecahan permasalahan yang dihadapi sesuai dengan potensi yang dimilikinya maka kajian potensi laboratorium lingkungan sangat penting dilakukan. Data identifikasi dan kajian potensi menjadi bahan pertimbangan dalam mengkaji kemungkinan penggabungan laboratorium lingkungan sebagai bentuk pemecahan permasalahan yang dihadapi dan
sebagai langkah efisiensi dan efektifitas pengelolaan laboratorium lingkungan di Jawa Barat. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh laboratorium lingkungan milik Pemerintah Propinsi Jawa Barat. 2. Mengkaji kesesuaian pengoperasian laboratorium lingkungan dengan SNI 19:17025 dan Permenlh nomor 6 tahun 2009. 3. Mengkaji konsep penggabungan laboratorium dan kesesuaiannya dengan kebutuhan permintaan uji dan sebaran lokasi para pelanggan. 4. Limbah yang dihasilkan oleh industri harus melalui pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan sekitarnya. Pengolahan limbah Mengevaluasi potensi yang dimiliki laboratorium lingkungan milik Pemerintah Propinsi jawa Barat.
2.
Metodologi Berdasarkan latar belakang dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode analisis survei, SWOT dan penelitian deskriptif. Dengan pengumpulan data melalui: 1. Studi literatur yang bersumber dari norma, standar, prosedur dan manual (NSPM) SNI 19 – 17025 : 2008, Permenlh nomor 6 tahun 2009, pedoman mutu laboratorium dll) dan dari Text Books tentang laboratorium dan manajemen (, aset dan keuangan, dll); dan 2. Observasi langsung ke lokasi dan wawancara terstuktur dengan Penelitian ini meninjau 3 aspek pada laboratorium yaitu aspek teknis, kelembagaan/manajemen dan keuangan. Hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Identifikasi laboratorium dan permasalahannya Metode yang dipakai dalam analisis ini dilakukan tabulasi terhadap kondisi sarana, aset, metode dan sistem yang digunakan. Dari tabulasi tersebut akan diketahui kondisi eksisting dari 4 laboratorium berikut permasalahan yang dihadapinya. 2. Asesmen pengelolaan laboratorium Kondisi eksisting tersebut kemudian diasesmen dengan membandingkannya dengan standar. Standar yang digunakan untuk asesmen teknis dan kelembagaan adalah SNI 19-17025:2008, Permenlh nomor 6 tahun 2009 dan OSHAS 18000. Standar yang digunakan untuk mengasesmen aspek keuangan dengan rasio pembiayaan dan pendapatan. 3. Evaluasi potensi Metode yang digunakan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan adalah dengan analisis SWOT. Kesesuaian antara keinginan pelanggan, kebutuhan uji dan konsep penggabungan dianalisis dengan metode survai. Metode survai diterapkan pula untuk mengetahui persepsi para pengambil keputusan terhadap konsep penggabungan.
F-88 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.
Hasil Penelitian dan Diskusi 1. Identifikasi dan asesmen laboratorium Pengelolaan laboratorium akan maksimal bila operasionalisasinya telah berdasarkan standar dan panduan mutu yang telah ditetapkan. Standar operasional laboratorium yang menjadi acuan di dunia adalah ISO/IEC 17025 dan telah diadopsi menjadi SNI 19 – 17025. Standar yang paling mutakhir adalah SNI 19 – 17025 : 2008. Kemudian untuk mensinergikannya dengan ketentuan lingkungan hidup yang berlaku maka Kementrian Negara Lingkungan Hidup mengadopsi SNI 19 – 17025 dan menerbitkan PermenLH nomor 6 tahun 2009. Adapun hal – hal yang ditinjau adalah persyaratan teknis dan persyaratan manajemen. Persyaratan teknis diantaranya terdiri dari personil, kondisi akomodasi, kondisi lingkungan, metode pengujian, peralatan pengujian, ketertelusuran pengujian, keselamatan kerja dan lindungan lingkungan. Persyaratan manajemen diantaranya terdiri dari organisasi, sistem mutu, pengadaan barang jasa, pelayanan kepada pelanggan, pengendalian pengujian dan ,engendalian dokumen. Adapun hasil identifikasi dan asesmennya sebagai berikut a. Aspek teknis 1) Personil Salah satu kriteria yang berpengaruh pada pengoerasian laboratorium berdasrakan SNI adalah personil. Jumlah personil, status personil, strata pendidikan dan pelatihan yang diikuti merupakan indikator kompetensi personil. Sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1 bahwa 4 laboratorium milik Pemerintah Provinsi yang ditinjau memiliki tingkatan strata pendidikan beragam. Tingkatan pendidikan yang paling rendah adalah SMA/SMK Kimia atau sederajat dan tingkatan pendidikan paling tinggi adalah S3. Tabel 1. Identifikasi strata pendidikan Jenjang Pendidikan Pendidikan S3 Pendidikan S2 Pendidikan S1 Pendidikan D3 Pendidikan SMA
Jumlah Personil Lab. Lab. Kebumian BPMKL 2 2 7 2 1 1 2 12
Lab. Kesda BKL 3 6 12
Lab. BPLHD 1 2 3 -
Catatan : tanda (-) menunjukkan tidak ada Sumber : Data diolah 2010 Tingkatan strata pendidikan ini terkait dengan kualifikasi untuk jabatan personil. Jabatan personil laboratorium lingkungan hidup persyaratannya telah diatur dalam PERMENLH nomor 6 tahun 2009. Adapun kualifikasi jabatan untuk personil sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kualifikasi jabatan personil Jabatan Manajer Puncak Manajer mutu Manajer teknik Manajer admin Penyelia Analis PPC
Standar PERMENLH No. 6/2009 Tidak bersyarat Min. D3 teknik Min. D3 teknik Tidak bersyarat SLTA SLTA SLTA
Lab. Kebumian
Lab. BPMKL
Lab. Kesda BKL
Lab. BPLHD
D3 S1 S1 S2 S1 SLTA SLTA
D3 S1 S1 S2 S1 SLTA SLTA
S2 S1 S1 S1 S1 SLTA SLTA
S3 S2 S2 S1 S1 S1
Catatan : tanda (-) menunjukkan belum definitif Sumber : Data diolah 2010 Berdasarkan hasil asesmen terhadap kualifikasi jabatan personil pada Tabel 2 diketahui 4 laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah memenuhi kualifikasi personil sesuai PERMENLH nomor 6 tahun 2009. Terdapat 3 satus personil 4 laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu personil tetap, personil kontrak dan personil magang. Personil tetap merupakan pegawai negeri sipil (PNS). Personil kontrak merupakan outsourcing yang dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu karena kebutuhan personil. Personil yang ditugaskan oleh
F-89 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
institusi (SMA/SMK atau perguruan tinggi) melakukan kerja praktek.
yang terdapat jalinan kerja sama untuk
Tabel 3. Status kepegawaian personil Status Personil Personil tetap Personil kontrak
Personil magang
Jumlah Personil Lab. Lab. Kebumian BPMKL 14 6 1 4 6 6
Lab. Kesda BKL 18 6
Lab. BPLHD 8 1 -
Catatan : tanda (-) menunjukkan tidak ada Sumber : Data diolah 2010 Keberadaan personil kontrak dan magang sangat membantu laboratorium dalam mengatasi kekurangan personil analis dan mengurangi beban kerja. Penugasan personil dalam laboratorium lingkungan berdasarkan kompetensi. Penugasan personil tetap, kontrak dan magang tetap memeperhatikan kompetensi. Kompetensi dihasilkan dari proses pelatihan dan dibuktikan dengan sertifikasi. Pelatihan dapat dilakukan secara eksternal maupun internal (penyeliaan) Sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 3 diketahui jumlah personil yang telah mengikuti pelatihan dan atau tersertifikasi. Tabel 4. Kompetensi personil Status Kompetensi Terlatih uji air Tersertifikat uji air
Terlatih uji udara Tersertifikat uji udara Terlatih pendokumentasi an Tersertifikat pendokumentasi an
Jumlah Personil Lab. Lab. Kebumian BPMKL 3 6 2 2
Lab. Kesda BKL 12 12
Lab. BPLHD 3 1
1
-
12
-
1
-
12
3
2
-
3
-
-
1
3
1
Catatan : tanda (-) menunjukkan tidak ada Sumber : Data diolah 2010 Dari Tabel 4 diketahui bahwa pelatihan dan sertifikasi terhadap personil telah dilakukan oleh 4 laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Laboratorium Kesda BKL telah melakukan pelatihan dan sertifikasi terhadap semua personil analis dan PPC serta kompetensi personilnya berimbang untuk uji air maupun uji udara. Berdasarkan hasil asesmen kriteria personil telah sesuai dengan SNI 19 – 17025 : 2008 2)
Kondisi akomodasi dan lingkungan Kondisi akomodasi dan lingkungan merupakan kriteria yang perlu diasesmen karena masuk persyaratan SNI. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Tabel 4 kondisi akomodasi 4 laboratorium telah memenuhi syarat kecuali area kerja laboratorium yang hanya 30 m2 dan ruangannya terbatas 2 saja. Perlu dilakukan tindak lanjut untuk perluasan area kerja dan penambahan ruang.
F-90 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 5. Kondisi akomodasi Jenis Akomodasi Sumber energi Sumber air Area kerja Ruangan
Standar Kep. Ka. BAPEDAL. No 113/2000 40 kVA 2 m2/hari Min 40 m2 Min 4
Kondisi Lab. Kebumian 40 kVA >2 m2/hari 300 m2 >4
Lab. BPMKL 40 kVA >2 m2/hari 280 m2 >4
Lab. Kesda BKL 40 kVA >2 m2/hari 300 m2 >4
Lab. BPLHD 40 kVA >2 m2/hari 30 m2 2
Sumber : Data diolah 2010 Kondisi lingkungan 4 laboratorium telah sesuai standar kecuali laboratorium BPLHD. Tindak lanjut yang dilakukan adalah perlu dipasang pendingin ruangan untuk kontrol kelembaban. Tabel 6. Kondisi lingkungan Jenis Akomodasi Intensitas cahaya Penghawaan ruangan Kelembaban
Standar Kep. Ka. BAPEDAL. No 113/2000 5 – 70 watt/m2
Kondisi Lab. Kebumian 60 watt/m2
Lab. BPMKL 60 watt/m2
Lab. Kesda BKL 50 watt/m2
Lab. BPLHD 60 watt/m2
> 0.05 PK/m2
0.08 PK/m2
0.07 PK/m2
0.1 PK/m2
-
45 – 65 %
50 – 65 %
50 – 65 %
45 – 65 %
> 65 %
Catatan : tanda (-) menunjukkan tidak dikontrol Sumber : Data diolah 2010 3)
Peralatan pengujian Peralatan pengujian merupakan aset riil dari laboratorium lingkungan. Aset peralatan laboratorium menjadi bahan pertimbangan bagi penerapan metode pengujian. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7 bahwa laboratorium BPLHD memiliki aset peralatan pengujian air yang paling sedikit. Kecuali laboratorium BPLHD, laboratorium lainnya telah memenuhi ketentuan PERMENLH nomor 6 tahun 2009. Tabel 7. Peralatan pengujian yang dimilik labortorium dan peruntukan untuk pengujiannya Peralatan Uji Jenis Pengujian Fisika
Kimia anorganik
Kimia organik
Lab. Kebumian
Lab. BPMKL
- termometer - oven - timbangan analitik - pH meter - SSA – nyala - spektrofotometer - fotometri - selektif ion - refluks tertutup - iodometri - spektrofotometer - selektif ion
- termometer - oven - timbangan analitik - pH meter - SSA – nyala - spektrofotometer - fotometri - selektif ion - refluks tertutup - elektrokimia - selektif ion
Lab. Kesda BKL - termometer - oven - timbangan analitik - pH meter - SSA – nyala - spektrofotometer - fotometri - selektif ion - refluks tertutup - iodometri - spektrofotometer - selektif ion
Lab. BPLHD - termometer
- pH meter
- refluks tertutup - ielektrokimia - spektrofotometer
Sumber : Data diolah 2010 4) Metode pengujian Telah disebutkan pada peralatan pengujian bahwa metode yang dipergunakan mempertimbangkan aset peralatan laboratorium. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 8 diketahui metode yang dipergunakan. te yang dimiliki terkait dengan metode
F-91 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 8. Metode pengujian yang diterapkan laboratorium Metode Uji Jenis Pengujian
Fisika
Kimia anorganik
Kimia organik
Lab. Kebumian
Lab. BPMKL
- termometer - gravimetri - perbandingan visual
- termometer - gravimetri perbandingan visual - pH meter - SSA – nyala - spektrofotometri - fotometer - selektif ion
- pH meter - SSA – nyala - spektrofotometri - fotometer - selektif ion - refluks tertutup - iodometri - spektrofotometer - selektif ion
- refluks tertutup - elektrokimia - selektif ion
Lab. Kesda BKL
Lab. BPLHD
- termometer - gravimetri - perbandingan visual
- termometer
- pH meter - SSA – nyala - SSA – tungku karbon - spektrofotomter - fotometer - elektroda selektif ion - refluks tertutup - iodometri - spektrofotometer - selektif ion
- pH meter
- refluks tertutup - ielektrokimia - spektrofotometer
Sumber : Data diolah 2010 5) Ketertelusuran pengujian dan data Ketertelusuran pengujian dilakukan dengan melakukan kalibrasi dan mengikuti uji profisiensi Hasil asesmennya sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 9.. Kecuali laboratorium BPLHD, 3 laboratorium lain telah mengikuti uji profisiensi dan hasilnya wajar tidak outlier. Tabel 9. Hasil asesmen ketertelusuran pengujian dan data Indikator Uji profisiensi Hasil uji profisiensi Panduan mutu Prosedur kerja Instruksi kerja Dokumen dan pendukung
formulir
Hasil asesmen Lab. Kebumian 2 kali/th wajar ada kurang tersedia ada kurang tersedia ada tersedia
Lab. BPMKL 2 kali/th wajar ada kurang tersedia ada kurang tersedia ada tersedia
Lab. Kesda BKL 2 kali/th wajar
ada lengkap
ada lengkap
ada lengkap
Lab. BPLHD belum -
ada tersedia
-
ada tersedia
ada
ada tersedia
blm ada ada lengkap
tdk
Sumber : Data diolah 2010 6) Keselamatan kerja dan lindungan lingkungan Sistem keselamatan kerja di laboratorium mengacu pada standar OSHAS 18000. Sistem keselamatan kerja di laboratorium lingkungan terdiri dari pencegahan, penanganan dan rehabilitasi. Penanganan kecelakaan kerja dilakukan sesuai prosedur keselamatan kerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan risk assesment yang dilakukan maka ditetapkan prosedur dan sarana yang dibutuhkan. Hasil asesmen sebagaimana ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10 Sarana keselamatan kerja Jenis Sarana Prosedur keselamatan Label Tanda bahaya Kotak P3K Bak cuci Safety shower Eye wash Appar Hidran
Peralatan Uji Lab. Kebumian ada ada ada 1 2 buah/meja 1 1 1 buah/lantai 1 buah/lantai
Lab. BPMKL ada ada ada 1 1 buah/meja 1 1 1 buah/lantai 1 buah/lantai
Lab. Kesda BKL ada ada ada 4 2 buah/meja 2 2 2 buah/lantai 1 buah/lantai
Lab. BPLHD ada ada ada 1 1 buah/meja 1 buah/lantai 1 buah/lantai
Sumber : Data diolah 2010
F-92 ISBN : 978-979-18342-2-3
Sarana keselamatan kerja laboratorium telah sesuai kebutuhan dan standar OSHAS kecuali laboratorium BPLHD. Perlu ditmbahkan safety shower dan eye wash sarana laboratorium BPLHD. Tabel 11 Alat perlindungan diri yang dimiliki Jenis Alat Pelindung Diri (APD) Jas lab Sarung tangan Kacamata Masker Safety shoes
Peralatan Uji Lab. Kebumian 14 10 6 14 4
Lab. BPMKL 12 4 4 12 2
Lab. Kesda BKL 20 > 20 10 > 20 20
Lab. BPLHD 2 1 2 6 1
Sumber : Data diolah 2010 Sebagaimana telah ditampilkan dalam Tabel 11 item alat perlindungan diri (APD) seperti jas lab, kacamata, kaos tangan, google, dan safety shoes telah dimiliki oleh masing – masing laboratorium lingkungan. Manajamen laboratorium lingkungan telah menyadari bahwa pekerjaan di laboratorium pengujian adalah pekerjaan dengan resiko tinggi. Berdasarkan asesmen sarana keselamatan kerja dan APD laboratorium telah sesuai OSHAS 18000 tetapi pelaksanaan prosedurnya masih belum disiplin contoh sarung tangan sering kali tidak digunakan saat bekerja dengan bahan kimia asam pekat. Selain memberikan rasa nyaman dan aman dalam pengelolaan aset laboratorium perlu memberikan perlindungan terhadap lingkungan. Prosedur lindungan lingkungan merupakan langkah pencegahan agar laboratorium lingkungan sebagai pengawas dan penguji parameter lingkungan tidak menjadi sumber pencemar bagi lingkungan. Perlindungan terhadap lingkungan dilakukan dengan penyediaan sarananya. Tabel 12 Sarana lindungan lingkungan Jenis Sarana
Peralatan Uji Lab. Kebumian
Lab. BPMKL
Lab. Kesda BKL
Lab. BPLHD
Penampungan air limbah
ada
ada
ada
ada
Sistem IPAL
tidak ada
ada
ada
tidak ada
Jenis pengolahan limbah
kimia
fisika
Manifes B3
ada
ada
ada
ada
Penampungan B3
ada
ada
ada
tidak ada
kimia/fisik a
tidak ada
Sumber : Data diolah 2010 Belum semua laboratorium lingkungan memiliki sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sistem IPAL dimaksudkan agar limbah laboratorium lingkungan sebelum dibuang diolah sehingga memenuhi baku mutu lingkungan. Melalui proses tersebut laboratorium lingkungan sebagai penguji mutu lingkungan tidak mencemari lingkungan. Laboratorium Kesda BKL melakukan pengolahan secara kimia dan fisika. Sedangkan laboratorium BPMKL melakukan proses pengolahan limbahnya secara fisika dengan penyaringan lambat. Laboratorium BPMKL menggunakan karbon aktif, zeolit dan pasir untuk mengabsorp bahan kimianya sebelum limbah dibuang. Laboratorium lingkungan yang belum memiliki IPAL maka limbah laboratoriumnya dimasukkan ke suatu penampungan. Seperti pada laboratorium Kebumian limbah cair ditampung dimasukkan ke dalam bak kemudian dilakukan penetralan, flokulasi dan koagulasi. Setelah netral kemudian padatan dan cairan dipisahkan.
F-93 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
b. Aspek kelembagaan Persyaratan kelembagaan yang diatur SNI 19 – 17025 : 2008 diantaranya berkaitan dengan organisasi laboratorium, sistem mutu, pembelian jasa dan perbekalan, pelayanan kepada pengguna, pengendalian dokumen, pengedalian pengujian dan audit internal. Identifikasi kelembagaan dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting dan asesmen dilakukan untuk mengetahui pemenuhan persyaratan terhadap standard . 1) Organisasi Pembentukan laboratorium lingkungan pada awalnya didasari oleh kebutuhan organisasi induknya. Laboratorium Kebumian, BPMKL dan Kesda BKL awalnya merupakan laboratorium milik pemerintah pusat dibawah Departemen Pertambangan dan Energi, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Cipta Karya. Tabel 13
Data
Hasil asesmen Lab Lab Kebumian BPMKL
Regulasi awal
SK.Mentamben. no.153/1999
SK.MenPU 102/1990
no.
SK Menkes 783/1986
Kewenangan lama (sebelum PP 38/2007)
Pengujian air bawah tanah
Pengujian permukaan
air
Pengujian sumber baku air minum
Regulasi terbaru
Pergub no.113/2009 Telah dilimpahkan ke kab/kota
Pergub no.113/2009 Telah dilimpahkan ke kab/kota
Pergub no.113/2009 Telah dilimpahkan ke kab/kota
Perda no.5 tahun 2002 Pengujian air sumber, air limbah industri, danau, waduk dan sungai Pergub no.113/2009 Telah dilimpahkan ke kab/kota
Fungsional
Fungsional
Fungsional
Fungsional
Kewenangan terbaru Sususnan organisasi acuan SNI
Lab Kesda Lab BPLHD BKL no.
Sumber : Data diolah 2010 Struktur organisasi laboratorium yang bersifat fungsional tersebut merupakan jalan keluar untuk memenuhi ketentuan SNI 19 – 17025 : 2008. Pada kenyataanya di lapangan sering kali menjadi hambatan karena bersifat fungsional garis perintah dan kewenangannya tidak sekuat struktural. Dualisme susunan organisasi juga memicu kerancuan garis perintah dan sering kali bersinggungan antara susunan struktural dan fungsional. Tindak lanjut yang memungkinan dari permasalahan struktur kelembagaan tersebut diantaranya adalah mengarahkan bentuknya menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dan BUMD. Bentuk kelembagaan BLU dan BUMD akan menghilangkan dualisme struktural dan memudahkan laboratorium dalam pengelolaan keuangan sesuai kebutuhan tanpa mengabaikan aspek layanan kepada masyarakat serta tetap memberikan kontribusi terhadap PAD 2) Sistem mutu Untuk laboratorium Kebumian, BPMKL dan Kesda BKL yang telah terakreditasi, sistem mutu telah ada dan dilaksanakan secara konsisten. Laboratorium Kebumian, BPMKL dan Kesda BKL telah memimiliki dokumen pernyataan kebijakan mutu, panduan mutu, manajemen proses, prosedur kerja dan instruksi kerja. Tiap personil telah memahami dan menerapkan sistem mutu. Pernyataan kebijakan mutu merupakan maksud dan arahan secara menyeluruh dari manajemen/lembaga yang terkait dengan mutu seperti dinyatakan secara resmi oleh pimpinan puncak.
F-94 ISBN : 978-979-18342-2-3
3) Pengadaan barang dan jasa Hasil asesmen mengenai pengadaan barang dan jasa adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 10. Hasil Asesmen Ketentuan Standar
Perencanaan pengadaan Status rekanan Verifikasi terhadap rekanan Pengawasan rekanan Spesifikasi teknik
Lab. Kebumian
Lab. BPMKL
Lab. Kesda BKL
bagian bina bagian umum program mandiri Dinas Dinas akreditasi akreditasi akreditasi
Lab. BPLHD
mandiri akreditasi dilakukan oleh panitia
dilakukan oleh panitia
ada
ada
ada
ada
ada
ada
dilakukan laboratoriu m
dilakukan bag. umum
ada
ada
ada
oleh lab.
oleh lab.
oleh panitia
dilakukan dilakukan bag. bina laboratoriu program m
Pakta integritas ada rekanan Pemeriksaan oleh panitia barang Sumber : Data diolah 2010
Berdasarkan observasi dan wawancara diketahui salah satu permasalahan yang terjadi di laboratorium lingkungan adalah pada proses pengadaan barang dan jasa. Bila pengadaan barang dan jasa tidak dilakukan secara mandiri tetapi dilakukan dibagian lain dari induk organisasi (seperti pada laboratorium Kebumian dan BPLHD) maka seringkali terjadi antara barang yang dibutuhkan dan hasil pengadaan terjadi ketidak sesuaian. Masalah lain yang dihadapi adalah waktu proses pengadaan barang dan jasanya tidak sesuai dengan kebutuhan. Contohnya yang paling sering terjadi adalah terjadi kerusakan peralatan yang tidak diperkirakan ketika order contoh uji banyak (kejadian terjadi di 4 laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat). 4) Pelayanan kepada pelanggan Berdasarkan observasi laboratorium Kebumian, Kesda BKL dan BPMKL belum memiliki layanan pelanggan secara sistem elektronik bahkan media brosur pun sangat terbatas. Laboratorium BPLHD lebih baik dalam hal penyediaan layanan sistem informasi elektronik. Penyediaan fasilitas layanan penerimaan contoh uji laboratorium Kesda BKL yang terbaik dengan fasilitas ruangan tunggu nyaman dengan fasilitas pendingin ruangan, televisi, banner, tempat duduk yang baik dan pelayanan oleh personil yang ramah. Sedangkan laboratorium Kebumian dan BPMKL ruang penerimaannya tidak sebaik laboratorium Kesda BKL karena tempat duduknya kurang baik dan tempat yang tepat berada di akses jalan masuk. Perbaikan fasilitas sistim informasi di laboratorium Kebumian, Kesda BKL dan BPMKL sangatlah penting. Pengendalian pengujian 5) Pengendalian dokumen Dokumen merupakan bukti bagi laboratorium lingkungan bahwa laboratorium telah melakukan kegiatan pengujian. Pengendalian dokumen sangatlah penting bagi laboratorium lingkungan. Pengendalian dokumentasi meliputi identifikasi, pengumpulan, pemindahan, akses, pengarsipan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan. Prosedur pengendalian dokumen adalah salah satu bagian penting sistem mutu. Prosedur pengendalian dokumen harus tercantum dalam panduan mutu. Pelaksanaan sistem mutu merupakan kegiatan pelaksanaan dari semua dokumen dan semua kegiatan pelaksanaan di dokumentasikan. Laboratorium Kebumian, Kesda BKL dan BPMKL yang telah terakreditasi telah mencantumkan pengendalian dokumennya di dalam panduan mutu masing – masing laboratorium.
F-95 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
c. Aspek keuangan 1) Pembiayaan dan pendapatan Potensi pendapatan dapat diperhitungkan dari potensi pengguna dengan banyaknya parameter yang wajib uji dan tarif yang dikenakan. Adapun hasil identifikasi dan asesmen laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagaimana ditampilakan pada Tabel 16. Data
Potensi besaran pendapatan Realisasi pendapatan Persentase realisasi terhadap potensi Pembiayaan operasional dan pemeliharaan Pembiayaan kalibrasi Pembiayaan pelatihan Pembiayaan akreditasi per 3 tahun
Hasil Asesmen Lab. Kebumian
Lab. BPMKL
Lab. Kesda BKL
Lab. BPLHD
Rp 15.939.424.000
Rp 12.613.351.000
Rp 8.228.879.000
Rp 12.613.351.000
Rp
Rp
Rp 300.000.000
Rp 0
0.7 %
0.7 %
425.000.000
3.7 %
90.000.000
2.7 %
Rp.
200.000.000
Rp.
30.000.000
Rp. 150.000.000
Rp.
25.000.000
Rp. Rp.
30.000.000 50.000.000
Rp. Rp.
20.000.000 10.000.000
Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000
Rp. Rp.
10.000.000 10.000.000
Rp.
105.000.000
Rp. 105.000.000
Rp. 105.000.000
Rp.
105.000.000
Sumber : Data diolah 2010 Potensi pendapatan laboratorium Kesda BKL didapatkan dari perhitungan potensi pengguna sektor pariwisata (potensi uji hanya memperhitungkan hotel bintang 6 sampai bintang 3). Potensi pendapatan laboratorium Kebumian hasil dari perhitungan potensi pengguna sektor pertambangan. Sedangkan potensi pendapatan laboratorium BPMKL dan BPLHD diperhitungkan dari sektor uji air industri dan air permukaan. Bila diperhatikan realisasi pendapatan dibandingkan potensi yang ada sangatlah kecil sehingga masih terbuka peluang untuk meraih pelanggan. Potensi tersebut tentu berbagi dengan laboratorium departemen, swasta dan kabupaten/kota. Jumlah laboratorium departemen, swasta dan kabupaten/kota yang telah terakreditasi masih sangat sedikit sehingga pemanfaatan peningkatan pendapatan masih memungkinkan. Besaran biaya akreditasi adalah sesuai PNBP tetapi pada kenyataanya laboratorium lingkungan sulit memasukkan kedalam anggaran belanja sesuai DPA. Biaya yang tercantum merupakan biaya yang diasumsikan oleh masing – masing laboratorium. Kesulitanya adalah memperhitungkan biaya asesmen untuk auditor KAN tidak dapat dipastikan serta rapat – rapat teknis perbaikan dan tindak lanjut bila terdapat temuan. 2) Rasio pendapatan terhadap pembiayaan Hasil perhitungan aspek pembiayaan dari laboratorium Kebumian Rp 280.000.000,dengan pendapatan Rp 425.000.000,- . Untuk laboratorium BPMKL aspek pembiayaan Rp 60.000.000,- dengan pendapatan Rp 90.000.000,-. Labortaorium Kesda BKL aspek pembiayaan Rp 200.000.000,- dengan pendapatan Rp 300.000.000,- . Sedangkan laboratorium BPLHD aspek pembiayaan Rp 50.000.000,- tanpa ada pendapatan karena belum ada ketentuan hukum (perda) yang memayunginya. Dari hasil perhitungan besaran biaya dan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa rasio pendapatan terhadap pembiayaannya positif. Laboratorium Kebumian, Kesda BKL dan BPMKL dapat dikatan mampu untuk membiayai dirinya (self financing) tapi perhitungan tersebut belum memasukkan unsur gaji personil, pembiayaan barang modal (seperti investasi gedung, kendaraan dan peralatan laboratorium) dan pembiayaan dinas lainnya yang ditanggung pemerintah daerah. 3) Nilai aset Peralatan laboratorium merupakan aset yang perlu diperhitungkan nilai reinvestasinya untuk keberlanjutan keberadaan laboratorium lingkunga. Tetapi dari hasil wawancara hampir semua laboratorium lingkungan tidak memiliki dokumen pengadaan barang dari peralatan yang dimiliki. Sehingga untuk memperhitungkan nilai aset peralatan digunakan nilai pengganti baru dikurangi depresiasi/penyusutan nilai aset. Dari nilai pengganti baru dan asumsi penyusutan peralatan dapat dihitung nilai dari aset peralatan laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dari hasil perhitungan nilai aset peralatan terbesar dimiliki oleh laboratorium Kesda BKL dengan nilai Rp 2.470.350.000,-. Kontribusi terbesar nilai aset peralatan adalah dari mobil lab dan peralatan analisis udara ambien didalamnya.
F-96 ISBN : 978-979-18342-2-3
2. Evaluasi Potensi Evaluasi potensi dimaksudkan untuk mengetahui potensi laboratorium kaitannya dengan penggabungan 4 laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penggabungan dapat berupa penggabungan manajemen dan atau fisiknya dalam suatu wadah baru (berupa kantor, BLU atau BUMD) sehingga dapat memaksimalkan potensi aset dari laboratorium lingkungan. Evaluasi potensi dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan laboratorium lingkungan, kesesuaian antara keinginan pelanggan terhadap konsep penggabungan dan pendapat para pengambil keputusan terhadap konsep penggabungan. Penelitian melakukan penyebaran kuisoner bentuk pertanyaan dengan jawaban alternatif tertentu (fixed alternatif item) yaitu jenis pertanyaan yang memberi responden suatu pilihan dari dua atau beberapa jawaban alternatif. a. Kekuatan dan kelemahan laboratorium lingkungan Dari hasil penelitian diketahui indikator yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi penggabungan laboratorium. Potensi kekuatan laboratorium adalah personil, kondisi akomodasi, kondisi lingkungan, metode pengujian tervalidasi, aset peralatan, pelaksanaan sistem mutu, dan pengendalian pengujian. Potensi kelemahan laboratorium adalah organisasi laboratorium,pembelian jasa b. Kesesuaian antara keinginan pelanggan terhadap konsep penggabungan Dari hasil penelitian diketahui kriteria yang menjadi pertimbangan bagi pelanggan untuk menggunakan jasa laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penelitian terhadap pelanggan masing – masing laboratorium dilakukan untuk mengetahui kriteria sebagai pertimbangan. 1) Persepsi pelanggan laboratorium Kebumian Kriteria – kriteria pelanggan yang menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya penggabungan ditunjukkan dalam Tabel 10 . Pertimbangan bertambahnya parameter uji terakreditasi disetujui oleh 81,4 % pelanggan. Pertimbangan biaya pengujian yang murah disetujui oleh 80,4 % pelanggan. Pertimbangan lokasi laboratorium tetap di Bandung disetujui oleh 94,8 % pelanggan. Pertimbangan penggabungan dilakukan secara manajemen dan fisikdisetujui oleh 81,4 % pelanggan laboratorium kebumian. Sedangkan jarak dari lokasi pelanggan ke laboratorium tidak menjadi bahan pertimbangan Tabel 10 Kriteria yang menjadi pertimbangan pelanggan laboratorium Kebumian Persepsi Pelanggan (%) Kriteria Pelanggan Setuju Tidak Bertambahnya parameter uji terakreditasi Biaya murah Jarak lokasi – lab. Lokasi di Bandung Penggabungan secara manajemen dan fisik
81.4 80.4 39.2 94.8 81.4
18.6 19.6 60.8 5.15 18.6
Sumber : Data diolah 2010 Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1 sebanyak 91.8 % pelanggan laboratorium Kebumian akan tetap menggunakan jasa bila laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat setelah dilakukan penggabungan.
Lab Kebumian 8,25 Ya 91,8
Tidak
Gambar 1. Pelanggan laboratorium yang akan tetap menggunakan jasa laboratorium setelah dilakukan penggabungan laboratorium
F-97 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
2) Persepsi pelanggan laboratorium BPMKL Kriteria – kriteria pelanggan yang menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya penggabungan ditunjukkan dalam Tabel 10 . Pertimbangan bertambahnya parameter uji terakreditasi disetujui oleh 79,8% pelanggan. Pertimbangan biaya pengujian yang murah disetujui oleh 92,1 % pelanggan. Pertimbangan lokasi laboratorium tetap di Bandung disetujui oleh 78,7 % pelanggan. Sedangkan jarak dari lokasi pelanggan ke laboratorium dan penggabungan secara manajemen dan organisasi tidak menjadi bahan pertimbangan. Tabel 10 Kriteria yang menjadi pertimbangan pelanggan laboratorium BPMKL Persepsi Pelanggan (%) Kriteria Pelanggan Setuju Tidak Bertambahnya parameteruji terakreditasi Biaya murah Jarak lokasi – lab. Lokasi di Bandung Penggabungan secara manajemen dan fisik
79.8 92.1 39.3 78.7 43.8
20.2 7.9 60.7 21.3 56.2
Sumber : Data diolah 2010 Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 2 sebanyak 91.8 % pelanggan laboratorium Kebumian akan tetap menggunakan jasa bila laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat setelah dilakukan penggabungan. 6,74 Lab BPMKL Ya 93,3
Tidak
Gambar 2. Pelanggan laboratorium BPMKL yang akan tetap menggunakan jasa laboratorium setelah dilakukan penggabungan 3) Persepsi pelanggan laboratorium Kesda BKL Kriteria – kriteria pelanggan yang menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya penggabungan ditunjukkan dalam Tabel 10 . Pertimbangan bertambahnya parameter uji terakreditasi disetujui oleh 81,7% pelanggan. Pertimbangan biaya pengujian yang murah disetujui oleh 89,2 % pelanggan. Pertimbangan lokasi laboratorium tetap di Bandung disetujui oleh 80,6 % pelanggan. Pertimbangan penggabungan dilakukan secara manajemen dan fisik disetujui oleh 79,6 % pelanggan laboratorium Kesda BKL Tabel 10 Kriteria yang menjadi pertimbangan pelanggan laboratorium Kesda BKL Persepsi Pelanggan (%) Kriteria Pelanggan Setuju Tidak Bertambahnya parameter uji terakreditasi Biaya murah Jarak lokasi – lab. Lokasi di Bandung Penggabungan secara manajemen dan fisik
81.7 89.2 30.1 80.6 79.6
18.2 10.8 69.9 19.4 20.4
Sumber : Data diolah 2010 Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 3 sebanyak 93.5 % pelanggan laboratorium Kebumian akan tetap menggunakan jasa bila laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat setelah dilakukan penggabungan. 6,45Lab Kesda BKL Ya 93,5
Tidak
Gambar 3. Pelanggan laboratorium Kesda BKL yang akan tetap menggunakan jasa laboratorium setelah dilakukan penggabungan
F-98 ISBN : 978-979-18342-2-3
4) Persepsi pelanggan laboratorium BPLHD Kriteria – kriteria pelanggan yang menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya penggabungan ditunjukkan dalam Tabel 10 . Pertimbangan bertambahnya parameter uji terakreditasi disetujui oleh 81,7% pelanggan. Pertimbangan biaya pengujian yang murah disetujui oleh 89,2 % pelanggan. Pertimbangan lokasi laboratorium tetap di Bandung disetujui oleh 80,6 % pelanggan. Pertimbangan penggabungan dilakukan secara manajemen dan fisik disetujui oleh 79,6 % pelanggan laboratorium Kesda BKL Tabel 10 Kriteria yang menjadi pertimbangan pelanggan laboratorium Kesda BKL Kriteria Pelanggan Bertambahnya parameter uji terakreditasi Biaya murah Jarak lokasi – lab. Lokasi di Bandung Penggabungan secara manajemen dan fisik
Persepsi Pelanggan (%) Setuju Tidak 88.2 11.8 88.2 11.8 35.3 64.7 76.5 23.5 88.2 11.8
Sumber : Data diolah 2010 Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 3 sebanyak 93.5 % pelanggan laboratorium Kebumian akan tetap menggunakan jasa bila laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat setelah dilakukan penggabungan.
17,65
Lab BPLHD Ya Tidak 82,4
Gambar 4. Pelanggan laboratorium Kesda BKL yang akan tetap menggunakan jasa laboratorium setelah dilakukan penggabungan c. Pendapat para pengambil keputusan Kriteria yang menjadi bahan pertimbangan dilakukannya laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 10. Pertimbangan bertambahnya parameter uji terakreditasi disetujui oleh 87,5% para pengambil keputusan. Pertimbangan efektifitas dan efisiensi disetujui oleh 83,3 % para pengambil keputusan. Pertimbangan biaya murah disetujui oleh 58,1 % % para pengambil keputusan. Pertimbangan lokasi laboratorium setelah penggabungan di Bandung disetujui oleh 91,7 % % para pengambil keputusan. Pertimbangan pemaksimalan potensi aset laboratorium disetujui oleh 70,8 % % para pengambil keputusan. . Tabel 10 Kriteria penggabungan menurut para pengambil keputusan Persepsi Pengambil Keputusan (%) Kriteria Penggabungan Setuju Tidak Bertambahnya parameter uji terakreditasi 87.5 12.5 Peningkatan efektifitas dan efisiensi 83.3 16.7 Biaya murah 58.1 41.9 Peraturan menghambat 16.7 83.3 Lokasi di Bandung 91.7 8.3 Pemaksimalan potensi 70.8 29.2 Sumber : Data diolah 2010
F-99 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 3 sebanyak 79.2 % para pengambil keputusan setuju dilakukan penggabungan laboratorium milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara manajemen dan fisik. Konsep Penggabungan 20,83
Ya Tidak 79,2
Gambar 5. Pelanggan laboratorium Kesda BKL yang akan tetap menggunakan jasa laboratorium setelah dilakukan penggabungan
4.
Kesimpulan 1. Terdapat kondisi Kekuatan Dalam identifikasi dan asesmen laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah didapatkan hasil berupa beberapa kondisi yang mempengaruhi operasionalisasi laboratorium lingkungan yang harus dindak lanjuti pengelola laboratorium lingkungan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu: - Kondisi akomodasi dan lingkungan perlu ditingkatkan; - Banyak metode pengujian yang telah diaplikasikan tetapi belum diakreditasi; - Adanya potensi peralatan yang belum dimaksimalkan; - Perlunya pelatihan keselamatan kerja di laboratorium; - Dualisme kelembagaan struktural – fungsional yang menghambat pemaksimalan aset; - Pengelolaan keuangan yang belum sesuai kebutuhan dan belum mampun melakakuan pembiayaan mandiri (self financing). 2. Dari hasil penelitian mengenai keseuaian antara keinginan pelanggan terhadap wacana penggabungan diketahui bahwa banyaknya parameter uji yang terakreditasi dan biaya yang murah menjadi pertimbangan pengguna. Adapun jarak antara lokasi laboratorium dengan domisili pelanggan tidak menjadi keberatan bagi pelanggan. Pelanggan setuju akan konsep penggabungan dan lokasi laboratoriumnya tetap di Bandung 3. Dari pendapat para pengambil keputusan terhadap wacana penggabungan diketahui bahwa bertambahnya parameter uji yang terakreditasi, pemaksimalan potensi, peningkatan efisiensi dan efektifitas menjadi pertimbangan penggabungan laboratorium lingkungan secara manajemen dan fisik tetapi tidak setuju bila semata untuk biaya pengujian yang murah.
5.
Referensi
Depdagri, (2006), Peraturan Pemerintah No.38., Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.Departemen Dalam Negeri. KLH, (2009), Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 tentang Laboratorium Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Bapedal, (2000), Kep. Ka. Bapedal No. 113 Tentang Pedoman Umum Dan Pedoman Teknis Laboratorium Lingkungan. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Serpong, Tangerang. BSN, (2008), SNI 17025:2008 Tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, Badan Standardisasi Nasional. David, F. R., (2004) Manajemen Strategis, Indeks, Klaten. Hadi, A., (2007), Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC 17025:2005 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hadi, A.., (2000), Sistem Manajemen Mutu Laboratorium, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Leong, K. C., (2004), The Essence of Aset Management, UNDP-TUGI Kuala Lumpur. Mahsun, M., (2006), Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Rangkuti, F., (2005), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Riduwan, M., (2008), Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta, Bandung. Silalahi, G. A., (2003), Metode Penelitian dan Studi Kasus, Citramedia, Sidoarjo. Siregar, D. D., (2004), Manajemen Aset, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.\
F-100 ISBN : 978-979-18342-2-3
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN UMUM DAERAH DI KABUPATEN TANAH LAUT Tedy Mulyana *), Retno Indryani **) Program Magister Teknik Bidang Keahlian Manajemen Aset FTSP – ITS E-mail :
[email protected] ABSTRAK Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Laut memiliki sebuah perpustakaan daerah yang cukup dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat sekitar akan buku. Namun dalam menjalankan program layanan, perpustakaan tersebut terkendala dengan kondisi luasan daerah yang cukup luas serta demografi masyarakat yang menyebar. Sebuah konsep pengembangan perpustakaan daerah sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala tersebut. Penelitian ini direncanakan untuk menganalisa konsep pengembangan perpustakaan daerah kabupaten Tanah Laut. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi yang berupa survey instansional, wawancara terhadap pengelola perpustakaan untuk dapat mengevaluasi kondisi perpustakaan sehingga didapat kebutuhan gedung perpustakaan yang telah ada. Penyebaran kuesioner terhadap reponden pengguna perpustakaan dilakukan ditiap kecamatan dengan metoda stratified random sampling kepada 294 responden yang terdiri dari 100 orang siswa, 98 orang guru dan 96 orang PNS Non Guru untuk mengetahui minat masyarakat terhadap perpustakaan daerah. Dari hasil evaluasi perpustakaan yang ada diketahui perpustakaan daerah kabupaten Tanah Laut masih jauh dari standar perpustakaan umum kabupaten/kota yang dikeluarkan PNRI selaku pengayom. Kebutuhan yang paling utama dari perpustakaan daerah kabupaten Tanah Laut berupa sebuah bangunan baru dengan luasan lahan yang dapat dikembangkan dengan luas minimal bangunan 200m2 dan luas minimal lahan 2.000m2. Tingkat minat masyarakat terhadap perpustakaan daerah sebesar 67,35 % atau 198 responden . Alasan utama responden berminat adalah perpustakaan daerah adalah sarana dalam menambah ilmu sebesar 59,60% atau 118 responden. Alasan tidak berminat karena tempatnya jauh dari tempat tinggal sebesar 78,13% atau 75 responden. Perlu pengembangan perpustakaan ketingkat kecamatan dengan pembangunan perpustakaan di Wilayah Pembangunan II (Utara) dan Wilayah Pembangunan III (Timur). Dan peningkatan luas layanan dengan meningkatkan layanan perpustakaan keliling. Kata Kunci :
Kondisi Eksisting Perpustakaan, Kebutuhan Perpustakaan, Minat Masyarakat, Konsep Pengembangan Perpustakaan Daerah Kabupaten Tanah Laut.
PENDAHULUAN Perpustakaan Umum mempunyai peran sangat strategis dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional, serta merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa, hal ini sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 yaitu sebagai wahana mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain amanat sebagaimana tertuang dalam Undang-undang 1945, Perpustakaan Umum juga mempunyai beberapa fungsi strategis dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat : Pertama, fungsi Perpustakaan Umum sebagai tempat pembelajaran seumur hidup (life-long learning). Perpustakaan Umumlah tempat dimana semua lapisan masyarakat dari segala umur, dari balita sampai usia lanjut bisa terus belajar tan**)pa dibatasi usia dan ruang-ruang kelas. Banyak program pemerintah, seperti pemberantasan buta huruf dan wajib belajar, akan jauh lebih berhasil seandainya terintegrasi dengan Perpustakaan Umum. Bila di sekolah orang diajar agar tidak buta huruf dan memahami apa yang dibaca. Maka di Perpustakaan Umum, orang diajak untuk terbuka wawasannya, mampu berpikir kritis, mampu mencermati berbagai masalah bersama dan kemudian bersama-sama dengan anggota komunitas yang lain mencarikan solusinya. Tugas Perpustakaan Umum membangun lingkungan pembelajaran (learning environment) dimana anggota komunitas pemakainya termotivasi untuk terus belajar dan terdorong untuk berbagi pengetahuan. Dalam konsep manajemen modern, hal ini disebut dengan Knowledge Management. *)
Mahasiswa Pascasarjana FTSP – ITS Surabaya Dosen Teknik Sipil FTSP – ITS Surabaya
**)
F-101 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Kedua, fungsi Perpustakaan Umum sebagai katalisator perubahan budaya. Perubahan perilaku masyarakat pada hakikatnya adalah perubahan budaya masyarakat. Perpustakaan Umum merupakan tempat strategis untuk mempromosikan segala perilaku yang meningkatkan produktifitas masyarakat. Individu komunitas yang berpengetahuan akan membentuk kelompok komunitas berpengatahuan. Perubahan pada tingkat individu akan membawa perubahan pada tingkat masyarakat. Komunitas yang berbudaya adalah komunitas yang berpengetahuan dan produktif. Komunitas yang produktif mampu melakukan perubahan dan meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik. Ketiga, fungsi Perpustakaan Umum sebagai agen perubahan sosial. Idealnya, Perpustakaan Umum adalah tempat dimana segala lapisan masyarakat bisa bertemu dan berdiskusi tanpa dibatasi prasangka agama, ras, kepangkatan, strata, kesukuan, golongan, dan lain-lain. Perpustakaan Umum sangat strategis dijadikan tempat anggota komunitas berkumpul dan mendiskusikan beragam masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Disini, perpustakaan tidak hanya menyediakan ruang baca, tetapi juga menyediakan ruang publik bagi komunitasnya untuk melepas unek-uneknya dan kemudian berdiskusi bersama-sama mencari solusi yang terbaik. Tugas pustakawanlah untuk mendokumentasikan semua pengetahuan publik yang dihasilkan dan menyebarluaskan ke anggota komunitas yang lain. Seorang pustakawan dituntut tidak hanya mampu mengolah informasi, tetapi juga harus punya kepekaan sosial yang tinggi dan skill berkomunikasi yang baik. Keempat, fungsi Perpustakaan Umum sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dari semua pengetahuan komunitas yang didokumentasikan di Perpustakaan Umum, fungsi perpustakaan berikutnya adalah melakukan kemas ulang informasi, kemudian memberikan kepada para pengambil keputusan sebagai masukan dari masyarakat. Dengan begini masyarakat akan punya posisi tawar yang lebih baik dalam memberikan masukan-masukan dalam pengambilan kebijakan publik. Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsi di atas perpustakaan umum tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada dukungan dari berbagai pihak, baik masyarakat umum maupun pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Laut, berkomitmen yang mana tertuang dalam arah kebijakan umum daerah pada bidang pendidikan yang memiliki salah satu sasarannya adalah untuk mengembangkan budaya baca guna menciptakan masyarakat belajar, berbudaya maju dan mandiri. Perpustakaan Daerah Kabupaten Tanah Laut adalah salah satu aset yang dapat memberikan pelayanan terhadap masyarakat dibidang pendidikan terutama dalam penyediaan buku bacaan. Perpustakaan daerah mempunyai kontribusi cukup besar terhadap perkembangan sumber daya manusia daerahnya. Dengan adanya perpustakaan umum diharapkan masyarakat dapat lebih mandiri dan mau belajar dalam mengolah berbagai hasil alam yang ada di daerah, yang mana selama ini masyarakat hanya bisa mengambil langsung hasil alam tersebut tanpa bisa mengolahnya dan menjadikan satu nilai tambah dalam perekonomian mereka. Ada berbagai macam koleksi bacaan yang dapat di baca oleh masyarakat umum dalam meningkatkan pengetahuannya, baik di bidang ekonomi, sosial,politik, budaya, ilmu terapan dan lainnya. Hal inilah kiranya yang dapat mendorong perlunya pemikiran oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk dikembangkan, agar perpustakaan umum daerah berkembang sesuai dengan Standar Nasional Perpustakaan, yang akhirnya Perpustakaan Umum dapat berkiprah sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat yang mampu mengembangkan potensi masyarakat serta mampu sebagai pusat pelestarian kekayaan budaya bangsa. Menindaklanjuti amanat undang-undang no.43 tahun 2007, Pemda Kabupaten Tanah Laut telah mempunyai sebuah perpustakaan daerah disebuah lahan yang cukup strategis. Kondisi bangunan yang kecil dan luasan lahan yang tidak memadai untuk dilakukan pengembangan, namun cukup ramai dikunjungi masyarakat, baik itu masyarakat disekitar maupun masyarakat dari kecamatan lain. Dengan kondisi luas wilayah kabupaten yang cukup luas, perpustakaan daerah tidak mampu memberikan layanan yang baik terhadap semua pengguna perpustakaan di seluruh kabupaten. Sehingga diperlukan sebuah konsep pengembangan perpustakaan umum daerah di kabupaten Tanah Laut. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi gedung perpustakaan yang telah ada. 2. Mengevaluasi kebutuhan gedung perpustakaan. 3. Mengetahui minat masyarakat terhadap gedung perpustakaan. 4. Menganalisa konsep pengembangan gedung perpustakaan didaerah Kabupaten Tanah Laut.
F-102 ISBN : 978-979-18342-2-3
METODELOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan metoda dan prosedur untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang diperlukan. Rancangan penelitian dapat dijelaskan sebagaimana pada Tabel 1 berikut : Tabel.1. Matrik Penelitian Tujuan Penelitian
Data Yang Diperlukan a.
Teknik Pengumpulan Data Survey Instansional dan Wawancara
Metode Analisa
Hasil
Analisa Deskripsi
Kondisi Eksisting Perpustakaan
Mengevaluasi gedung perpustakaan yang telah ada
Fisik Gedung - Luas Tanah dan Bangunan - Jumlah Ruangan b. Perabotan dan Perlengkapan - Sesuai dengan Pedoman perabotan perpustakaan umum yang diterbitkan c. Koleksi - Jumlah koleksi Buku - Jenis koleksi - Bentuk Koleksi d. Layanan - Jenis Layanan e. Publikasi - Jenis publikasi f. Promosi - Bentuk Promosi
Mengetahui Kebutuhan Perpustakaan Mengetahui minat masyarakat terhadap gedung perpustakaan Menganalisa konsep pengembangan perpustakaan daerah di kabupaten Tanah Laut
Hasil Evaluasi Perpustakaan
Survey Instansional dan wawancara
Analisa Deskriptif
Kebutuhan gedung perpustakaan
Minat masyarakat terhadap gedung perpustakaan
Kuesioner
Analisa Deskripsi
Tingkat kebutuhan gedung perpustakaan daerah di kabupaten Tanah Laut
Kuesioner
Analisa Deskripsi
Tingkat Animo masyarakat terhadap gedung perpustakaan Pengembangan perpustakaan di Kabupaten Tanah Laut
Sumber : Hasil Olahan Sendiri Lokasi penelitian adalah 9 kecamatan di Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan, yaitu : 1. Kecamatan Pelaihari 2. Kecamatan Takisung 3. Kecamatan Panyipatan 4. Kecamatan Tambang Ulang 5. Kecamatan Kurau 6. Kecamatan Bati-Bati 7. Kecamatan Batu Ampar 8. Kecamatan Jorong 9. Kecamatan Kintap Tahapan dalam penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Studi kepustakaan yang dilakukan meliputi pengumpulan teori, dan informasi yang akan dijadikan pedoman untuk menentukan variabel/indicator atau aspek penelitian, serta menjadi dasar dalam membuat kuesioner yang akan diajukan kepada responden. 2. Selanjutnya dilakukan kajian terhadap beberapa NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan Manual) berkaitan dengan perumusan masalah untuk mendapatkan pedoman yang sesuai dengan objek dan tujuan penelitian. 3. Pengumpulan data penelitian perpustakaan daerah dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap I, dilaksanakan dengan survai instansional, wawancara dan studi literatur. Data sekunder ini berupa Perundangan tentang Perpustakaan, Norma, Standar, Pedoman dan Manual tentang Perpustakan yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Kondisi eksisting perpustakaan daerah yang telah ada. Tahap II, dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada 294 orang responden,
F-103 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
terdiri dari 100 orang responden siswa, 98 orang responden guru dan 96 orang responden PNS Non guru di 9 (Sembilan) kecamatan di kabupaten Tanah Laut. Untuk menentukan ukuran sampel dari suatu populasi yang diketahui jumlahnya dapat digunakan rumus Slovin sebagai berikut (Sevilla, 1993) : =
.
dengan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = % batas ketelitian yang diinginkan Sedangkan untuk pengambilan sampel bertingkat (berstrata) dapat dilakukan secara proporsional random sampling dengan menggunakan rumus alokasi proporsional dari Sugiyono (2003), yaitu : =
.
dengan : ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi 4. Setelah data sekunder dan data primer diperoleh dilakukan evaluasi terhadap perpustakaan yang telah ada sehingga mendapatkan kebutuhan perpustakaan yang telah ada. Kemudian menganalisa hasil penyebaran kuesioner responden untuk diuji validitas dan reliabilitas intrumen. Uji validitas digunakan untuk mengukur apakah item pertanyaan dapat dipahami oleh responden. Ukuran validitas diperoleh dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi momen produk yang diformulasikan sebagai berikut : =
) (
.( (
{ .
).(
) }.{ .
) (
) }
dengan : rhitung = koefisien korelasi item pertanyaan terhadap total n = jumlah responden ∑Xi = jumlah skor item pertanyaan ∑Yi = jumlah skor total Setelah semua nilai korelasi untuk tiap-tiap pertanyaan dengan skor total diperoleh selanjutnya dihitung dengan menggunakan uji t dengan rumus : √
Dimana : t = Nilai t hitung r = Koefisien Korelasi hasil r hitung n = Jumlah responden Jika nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel pada taraf signifikan yang telah ditetapkan maka pertanyaan tersebut valid. Hal ini berlaku untuk tiap pertanyaan yang diukur validitasnya Kemudian menggunakan ujia reliabilitasTeknik statistik untuk menghitung reliabilitas dapat menggunakan koefisien rumus perkiraan “Alpha Method” di bawah ini : =
1−
F-104 ISBN : 978-979-18342-2-3
dengan : r = reliabilitas instrumen 11
k = banyaknya butir pertanyaan t = varians total Σσi = jumlah varians butir Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik (reliabel), jika memiliki Nilai Cronbach’s lpha (α) ≥ 0,60. 5. Dari hasil evaluasi perpustakaan yang telah adan serta hasil minat responden terhadap perpustakaan dapat dianalisa konsep pengembangan perpustakaan daerah di kabupaten Tanah Laut. HASIL DAN DISKUSI 1. Evaluasi Perpustakaan Berdasarkan hasil evaluasi perpustakaan daerah kabuapten Tanah Laut dapat diketahui kondisi eksistingnya dan dapat dibandingkan dengan standar perpustakaan umum daerah kabupaten/kota. Adapun hasilnya dapat dilihat pada table 2 dibawah ini. Tabel. 2. No 1
2
3
Matrik Perbandingan Standar Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota dengan Kondisi Eksisiting Perpustakaan Umum Kabupaten Tanah Laut Elemen Standar Identifikasi Judgement Perpustakaan Faktor Variabel Teknis - Luas Tanah - Min. 2.000 m2 - 1.522 m2 - Kurang dari standar - Luas Bangunan - Min. 200 m2 - 92 m2 - Kurang dari Standar - Lokasi - Ibukota - Ibukota - Sesuai Kabupaten Kabupaten Standar Sarana dan - Kapasitas - Mininmal 30 - Kapasitas 8 - Kurang dari Prasarana Ruangan Baca orang s.d 12 orang Standar Orang Dewasa - Kapasitas Ruang - Minimal 30 - Bergabung - Kurang dari Baca Remaja orang dengan ruang Standar baca dewasa - Kapasitas Ruang - Kapasitas 5 - Kurang dari Baca Anak-Anak - Minimal 20 s.d 8 orang Standar - Kapasitas Ruang orang Rujukan - Bergabung - Minimal 20 dengan ruang - Kurang dari - Kapasitas Ruang Orang baca dewasa Standar Pandang Dengar - Tidak Ada - Kapasitas Ruang - Minimal 20 - Kurang dari Pertemuan Orang - Tidak Ada Standar - Kapasitas Lahan - Minimal 100 - Kurang dari Parkir Orang - Tidak Ada Standar - Kapasitas Garasi - Min. untuk 20 Lahan Parkir - Kurang dari Mobil Pusling mobil Standar - Jumlah Mobil - Min. untuk 4 - Kapasitas 2 - Kurang dari Perpustakaan s.d 8 mobil Mobil Standar Keliling - Minimal 4 Pusling - Kurang dari Buah Mobil - 1 Buah Mobil Standar Perpustakaan Keliling Koleksi - Jumlah Koleksi - Min 40.000 - 7.894 - Kurang dari ekspemplar Eksemplar Standar - Bentuk Jenis dan - Buku bacaan - Bacaan biasa, - Sesuai Koleksi biasa, buku Buku Standar rujukan, rujukan, VCD/CD/DVD VCD/CD
F-105 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
4
Layanan
-
-
Layanan Sirkulasi Layanan Perpustakaan Keliling Layanan Rujukan Layanan Bahan Pandang Dengar Layanan Bercerita pada Anak-anak
-
, Lukisan Setiap kerja
hari
-
-
-
-
Min 4 kali dalam seminggu Min 4 kali dalam seminggu Min 1 kali dalam sebulan
-
Setiap kerja Senin Kamis
hari
-
s.d
-
9 kali dalam setahun Tidak Ada
-
2 kali dalam sebulan
-
-
Sesuai Standar Sesuai Standar Kurang Standar Kurang Standar Kurang Standar
dari dari
dari
Min 1 kali dalam sebulan
5
Sumber - Jumlah - Min 3 orang - 1 orang - Kurang dari Daya Pustakawan Standar Manusia (Sumber :Hasil Pengolahan Data) Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa Perpustakaan Daerah Kabupaten Tanah banyak aspek yang tidak terpenuhi. Sehingga berdasarkan pada NSPM Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota, Perpustakaan Daerah Kabupaten Tanah Laut masih dalam standar Perpustakaan Kecamatan. Sehingga banyak aspek yang harus dipenuhi untuk menjadikan Perpustakaan Daerah tersebut berstandar Perpustakaan Kabupaten. 2. Kebutuhan Perpustakaan Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Tanah Laut berfungsi sebagai Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota. Namun setelah dievaluasi kondisi eksisting perpustakaannya diketahui bahwa perpustakaan tersebut masih jauh dari standar minimal yang telah dikeluarkan oleh PNRI sebagai pengayom perpustakaan di seluruh Indonesia. Dari evaluasi diatas maka dapat diketahui, kebutuhan dasar apa saja yang diperlukan Perpustakaan Daerah Kabupaten Tanah Laut, seperti pada table.3 dibawah ini. Tabel. 3.
Kebutuhan Perpustakaan Kabupaten Tanah Laut
No 1
Teknis
Faktor
2
Sarana dan Prasarana
3
Koleksi
4
Layanan
Sumber Daya Manusia 5 (sumber : Hasil Pengolahan Data)
-
Kebutuhan Gedung Baru dengan luasan minimal 200 m2. Lahan dengan Luasan Minimal 2.000 m2. Ruangan yang lebih luas sehingga nyaman untuk ditempati Mobil Perpustakaan Keliling Jumlah koleksi yang perlu ditambah jenisnya. Bahan Pandang Dengar yang perlu ditambah Layanan Perpustakaan Keliling yang perlu ditingkatkan Pustakawan perlu ditambah
3. Analisa Minat Responden Terhadap Perpustakaan Hasil analisa minat responden terhadap perpustakaan dapat dicari tingkat minat dengan menganalisa profil responden baik yang berminat maupun yang tidak berminat. Diharapkan nantinya hasil ini mampu menggambarkan tingkat minat responden terhadap perpustakaan daerah berdasarkan animo hasil survai dan karakteristik. Hasil analisa minat terhadap perpustakaan dapat dilihat pada table 5.17 dibawah ini.
F-106 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel.5.17. Hasil Analisa Minat Terhadap Perpustakaan No 1
Uraian Minat Responden Terhadap Perpustakaan
2
Alasan Berminat dan tidak berminat terhadap perpustakaan daerah
3
Jenis Perpustakaan yang diinginkan responden
Minat Terhadap Perpustakaan a. Prosentase animo terhadap perpustakaan sebesar 67,35% dengan rincian: - Siswa : 55 orang (55,00 %) - Guru : 78 orang (79,59 %) - PNS : 65 orang ( 67,71 %) b. Prosentase yang tidak berminat terhadap perpustakaan sebesar 32,65 % dengan rincian : - Siswa : 45 orang (45,00 %) - Guru : 20 orang (20.41 %) - PNS : 31 orang ( 32,29 %) a. alasan yang berminat : 1. Menambah Ilmu : 118 orang ( 59,60%) 2. Suka Membaca Buku : 42 orang (21,21 %) 3. Hiburan Alternatif : 34 orang ( 17,17%) b. Alasan tidak berminat 1. Tempatnya Jauh dari Tempat Tinggal : 75 orang (78,13 %) 2. Tidak Suka Membaca Buku : 8 orang (8,33 %) 3. Tempatnya Sempit atau Kumuh : 13 orang (13,54%) Jenis Perpustakaan : 1. Perpustakaan Umum Tingkat Kabupaten : 143 orang (74,87 %) 2. Perpustakaan Umum Tingkat Kecamatan : 38 orang (19,90 %) 3. Perpustakaan Umum Tingkat Desa : 10 orang (5,24 %)
(sumber : Hasil Analisa dan Pengolahan Data) Berdasarkan jawaban responden yang berjumlah 294 otang yang berasal dari 100 orang siswa, 98 orang guru dan 96 orang PNS Non Guru maka dapat dianalisis sebagai berikut : 1. Tingkat Animo Tingkat animo responden yang berminat terhadap perpustakaan sebesar 67,35 %. Artinya sebanyak 67,35% responden atau 198 orang berminat terhadap perpustakaan daerah. Komposisi yang berminat adalah dari kalangan siswa sebanyak 55 orang dari 100 orang responden atau sebesar 55% responden siswa. Dari kalangan guru sebanyak 68 orang dari 98 orang yang berminat atau 79,59 % responden. Sedangkan dari kalangan PNS Non Guru yang berminat terhadap perpustakaan daerah sebesar 65 orang dari 96 orang responden atau sebesar 67,71% responden. Besarnya responden yang tidak berminat terhadap perpustakaan daerah sebesar 32,65 %. Artinya sebanyak 32,65 % responden atau 96 orang yang tidak berminat terhadap perpustakaan daerah. Komposisi yang tidak berminat adalah dari kalangan siswa sebanyak 45 orang responden dari 100 orang yang tidak berminat atau sebesar 45% responden. Dari kalangan guru tercatat sebanyak 20 orang responden yang menyatakan tidak berminat dari 98 orang responden yang disurvai, atau sebesar 20,41 % responden. Sedangkan dari kalangan PNS Non Guru adalah sejumlah 31 orang dari 96 orang responden. Atau sebesar 32,29 % responden yang tidak berminat terhadap perpustakaan daerah. 2. Alasan Motivasi utama reponden berminat terhadap perpustakaan adalah karena factor perpustakaan merupakan sarana untuk menambah ilmu pengetahuan sebesar 59,60 % atau setara dengan 118 orang responden dari 198 orang responden yang berminat terhadap perpustakaan daerah. Dengan komposisi, reponden siswa sebanyak 40 orang responden atau sebesar 72,73% responden. Dari responden guru sejumlah 53 orang atau sebesar 54,08% responden yang memilih perpustakaan adalah salah satu wadah yang dapat menambah ilmu pengetahuan. Sedangkan dari responden PNS Non guru sebesar 25 orang atau sebesar 38,46% responden. Prosentase alasan berminat terhadap perpustakaan yang kedua adalah kesukaan responden dalam membaca buku yang berjumlah 42 orang dari 198 orang responden yang berminat atau sebesar 21,21% responden. Dengan komposisi dari responden siswa sebanyak 9,09% atau sejumlah 5 orang responden. Sementara dari responden guru sebesar 21,43% atau sejumlah 21 orang responden. Sedangkan dari responden PNS non guru sebesar 24,62% atau sejumlah 16 orang responden yang menjadikan kesukaan dalam membaca buku sebagai salah satu alasan berminat terhadap perpustakaan daerah. Prosentase ketiga, alasan berminat terhadap perpustakaan adalah perpustakaan adalah salah satu hiburan alternatif yang mendidik yang dimiliki pemkab Tanah Laut sebesar 17, 17% atau sejumlah 34
F-107 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
orang responden dari 198 orang responden yang berminat terhadap perpustakaan daerah. Dengan komposisi terbesar dari responden PNS Non Guru sebesar 36,92% atau sejumlah 24 orang responden. Kemudian prosentase terbesar kedua dari responden siswa sebesar 10,91% atau sejumlah 6 orang responden. Sedangkan prosentase terkecil ada pada responden guru sebesar 4,08 % atau sejumlah 4 orang responden yang menjadikan hiburan alternative sebagai alasan berminat terhadap perpustakaan daerah kabupaten Tanah Laut. Alasan tidak berminat terhadap perpustakaan daerah yang tertinggi adalah tempatnya yang jauh dari tempat tinggal responden. Alasan ini sebesar 78,13% atau setara dengan 75 orang responden dari 96 orang responden yang menyatakan tidak berminat terhadap perpustakaan daerah kabupaten Tanah Laut. Komposisi terbesar ada pada responden guru sebesar 100% atau sama dengan 20 orang responden. Kemudian dari responden PNS non guru sebesar 80,85% atau setara dengan 25 orang responden. Dan dari responden siswa sebesar 66,67 % orang atau setara dengan 30 orang responden siswa. Alasan tidak berminatnya responden terhadap perpustakaan tertinggi kedua adalah tempatnya yang terlalu sempit atau terkesan kumuh. Alasan ini sebesar 13,54% orang responden atau setara dengan 13 orang responden dengan komposisi terbesar berada pada responden siswa sebesar 22,22% atau sejumlah 10 orang responden, dan kemudian dari responden PNS non guru sejumlah 9,68% atau sejumlah 3 orang responden. Alasan tidak berminatnya responden terhadap perpustakaan tertinggi ketiga adalah responden tidak suka membaca buku. Alasan ini sebesar 9,68% orang responden atau setara dengan 8 orang responden dengan komposisi terbesar berada pada responden siswa sebesar 11,11% atau sejumlah 5 orang responden, dan kemudian dari responden PNS non guru sejumlah 9,68% atau sejumlah 3 orang responden 3. Jenis Perpustakaan Jenis perpustakaan yang banyak dipilih oleh responden yang berminat adalah jenis perpustakaan umum kabupaten sebesar 74,87 % setara dengan 143 orang responden. Dengan komposisi sebesar 67,27% atau 37 orang dari responden siswa. Responden guru sebesar 73,08 % atau sejumlah 57 orang responden, dan dari responden PNS non guru sebesar 84,48% atau sejumlah 49 orang responden. Jenis perpustakaan tingkat kecamatan merupakan pilihan kedua terbanyak yang dipilih dari 198 orang responden yang berminat terhadap perpustakaan daerah sebesar19,90% atau setara dengan 38 orang responden. Dengan komposisi dari responden siswa sebesar 23,67% atau sejumlah 13 orang responden. Dari responden guru memilih perpustakaan tingkat kecamatan sebesar 24,36% atau sejumlah 19 orang responden. Sedangkan untuk responden PNS non guru sebesar 10, 34% atau sejumlah 6 orang responden. Jenis perpustakaan tingkat desa merupakan pilihan terkecil yang dipilih oleh responden sebesar 5,24% atau setara dengan 10 orang responden. Komposisi terbesar pada responden siswa, kemudian PNS non guru dan terakhir pada responden guru masing-masing sebesar 9.09% , 5,17% dan 2,56% orang responden. 4. Analisis Konsep Pengembangan Perpustakaan Konsep pengembangan Perpustakaan Daerah dianalisa dari hasil evaluasi perpustakaan yang telah ada, kebutuhan perpustakaan yang telah ada serta minat masyarakat terhadap perpustakaan daerah tersebut. Dari hasil evaluasi perpustakaan yang telah ada maka yang perlu dikembangkan adalah peningkatan perpustakaan yang ada sehingga perpustakaan dapat memenuhi standar minimal perpustakaan umum daerah kabupaten/kota seperti : Peningkatan Fisik, Bangunan dan Lahan Penambahan Jenis Koleksi Buku Peningkatan Layanan Perpustakaan Keliling Penambahan Personil Peningkatan Jangkauan Pelayanan Sehingga pelayanan dapat lebih ditingkatkan. Dari hasil evaluasi dan survai masyarakat maka ada 2 konsep pengembangan perpustakaan yang dapat dilakukan di kabupaten Tanah Laut. 1. Peningkatan Layanan Perpustakaan Keliling Dari hasil evaluasi perpustakaan daerah yang telah ada diketahui bahwa perpustakaan daerah hanya memiliki sebuah mobil perpustakaan keliling. Seharusnya minimal 4 buah mobil perpustakaan keliling yang ada di perpustakaan daerah. Peningkatan layanan perpustakaan keliling ini akan menambah luas daerah
F-108 ISBN : 978-979-18342-2-3
layanan perpustakaan. Karena dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang selama ini tidak terpenuhi. Ada pun jenis perpustakan keliling yang dapat digunakan, seperti : a. Perpustakaan Keliling Darat - Kendaraan roda dua - Kendaraan roda empat - Gerobak b. Perpustakaan Keliling Terapung 2. Pembangunan Perpustakaan Tingkat Kecamatan di WP II dan WP III Pengembangan perpustakaan diwilayah Kabupaten Tanah Laut bila dilihat dari Rencana Strategis Kabuapten Tanah Laut dan RTRW Kabupaten Tanah Laut maka diperlukan pembangunan perpustakaan umum tingkat kecamatan di daerah WP II dan WP III, yakni pada kecamatan Bati-Bati (WP II) dan Kecamatan Jorong (WP II). Penentuan hirarki kota (pusat permukiman) dalam konteks pengembangan wilayah ini mutlak diperlukan, karena tingkatan hirarki ini merupakan indikasi tingkat perkembangan masing-masing kota. Susunan hirarki kota di Kabupaten Tanah Laut adalah sebagai berikut : 1. Hirarki - I : Kota Pelaihari. 2. Hirarki - II : Kota Bati-Bati, Takisung dan Jorong. 3. Hirarki - III : Kota Kintap dan Kurau. 4. Hirarki - IV : Kota Panyipatan, Tambang Ulang dan Batu Ampar. Kota Pelaihari sebagai kota hirarki - I (kota utama kabupaten) akan berperan sebagai pusat pelayanan regional Kabupaten Tanah Laut (Ibukota kabupaten). Kota-kota yang memiliki hirarki II akan berperan sebagai pusat pelayanan sub-regional. Kota Takisung walaupun memiliki Hirarki II, tetapi karena berdekatan dengan Kota Pelaihari maka Kota Takisung termasuk dalam sistem kota Pelaihari sehingga tidak berperan sebagai pusat sub-regional. Dengan demikian kota yang akan dikembangkan sebagai pusat pelayanan sub-regional adalah Kota Bati-Bati dan Kota Jorong. Kota-kota yang memiliki tingkat hirarki III dan IV merupakan kota dengan skala pelayanan lokal dan berperan sebagai pusat pelayanan bagi wilayah kecamatannya masing-masing. Untuk dimasa yang akan datang, tingkatan hirarki kota di Kabupaten Tanah Laut diarahkan hanya memiliki 3 tingkatan hirarki yaitu hirarki I, II dan III. Dengan demikian kota-kota yang memiliki hirarki IV akan terus dikembangkan sehingga menjadi kota hirarki III. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1. Dari hasil evaluasi perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut didapatkan : a. Faktor Teknis Luas tanah dan luas gedung perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut masih dibawah standar perpustakaan umum daerah kabupaten/kota dengan luas minimal tanah sebesar. 2.000m2 dan luas minimal gedung sebesar 200m2. Namun dari jenis desain bangunan yang mencerminkan budaya setempat telah sesuai dengan pedoman standar perpustakaan. Desain gedung perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut memakai desain rumah adat banjar. b. Faktor Sarana dan Prasarana Karena luasan bangunan yang tidak memenuhi standar minimal, maka dapat dipastikan banyak sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standar. Seperti tergabungnya ruang baca dewasa dan remaja, ruang baca anak-anak yang terlalu kecil, tidak ada ruang audio visual, tidak adanya ruang referens, tidak ada tempat parkir, tidak ada ruang pertemuan serta kurangnya sarana mobil perpustakaan keliling. c. Faktor Koleksi berdasarkan besaran koleksi, perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut masuk kedalam tipe perpustakaan jenis A. Hal ini dikarenakan jumlah judul koleksi buku disbanding dengan jumlah penduduk yang dilayani masih diatas 2% dari rasio penduduk. Perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut memiliki rasio sebesar 2,07 %. Namun bila dilihat dari jenis koleksi, maka perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut masih belum memenuhi standar dengan minimal 7 macam koleksi, sedangkan perpustakaan daerah hanya memiliki 3 jenis koleksi. d. Faktor Layanan Dari segi layanan, perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut hampir memenuhi standar minimal pelayanan. Yang belum memenuhi standar layanan adalah di layanan pandang dengar, karena perpustakaan umum Tanah Laut belum memiliki ruangan audio visual.
F-109 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
e.
2.
3.
4.
Faktor SDM Dari faktor sumber daya manusia, perpustakaan daerah masih kurang dalam hal pustakawan. Namun dalam hal ini perpustakaan telah memiliki seorang pustakawan dan sedang mentraining dua orang staf yang akan dijadikan pustakawan. Kebutuhan utama perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut adalah memiliki sebuah gedung yang refresentatif yang nyaman dan mampu untuk mengakomodir pelayanan terhadap masyarakat pengguna perpustakaan tersebut. Karena saat ini perpustakaan daerah masih belum memenuhi standar minimal gedung dan tanah. Selain gedung dan tanah, perpustakaan juga membutuhkan sarana dan prasarana seperti kendaraan perpustakaan keliling untuk dapat memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat. Berdasarkan analisa minat masyarakat terhadap perpustakaan didapat hasil sebagai berikut : a. Prosentase animo terhadap perpustakaan sebesar 67,35% sedangkan prosentase responden yang tidak berminat terhadap perpustakaan umum sebesar 32,65 % . b. Alasan responden berminat terhadap perpustakaan umum daerah adalah Menambah Ilmu sebesar 59,60%. Sedanngkan alasan tidak berminat terhadap perpustakaan umum daerah adalah tempatnya jauh dari tempat tinggal sebesar 78,13 %. c. Jenis Perpustakaan yang diinginkan responden adalah jenis perpustakaan umum tingkat kabupaten sebesar 50,31 % dan tingkat kecamatan sebesar 39,90 %. Konsep pengembangan perpustakaan umum daerah kabupaten Tanah Laut adalah dengan membangun perpustakaan baru sesusai dengan standar minimal perpustakaan umum kabupaten/kota. Kemudian bila memiliki dana cukup dapat meningkatkan layanan perpustakaan keliling sehingga cakupan layanan perpustakaan dapat sampai ke pelosok terpencil. Bila pemerintah daerah memiliki dana yang lebih besar lagi diiringi keinginan berinvestasi pada pendidikan maka dapat membangun perpustakaan setingkat kecamatan di Wilayah Pembangunan II (WPII) di Kecamatan Bati-Bati dan di Wilayah Pembangunan III (WP III) di Kecamatan Jorong.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut, (2008), Tanah Laut Dalam Angka Tahun 2008, Pelaihari. Farida Yusuf Tayibnapis, DR. M.Pd, (2008), Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi Untuk Program Pendidikan dan Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta Leong, K, C., (2004), The Essence of Asset Management, Published by UNDP, Kuala Lumpur. Pemerintah Republik Indonesia, (2002), Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia,(2004), Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, Jakarta Pemerintah Republik Indonesia,(2007), Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, Jakarta Pemerintah Republik Indonesia, (2005), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia, (2007), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Jakarta Perpustakaan Nasional R.I, (2000), Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum, Jakarta Perpustakaan Nasional R.I, (2002), Standar Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota, Jakarta Rahardjo Adisasmita, Prof. DR, M.Sc (2008), Pengembangan Wilayah Konsep Dan Teori, Graha Ilmu, Jakarta Riduwan, Drs. M.B.A, (2009), Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta, Jakarta Sevilla C, (1993), Pengantar Metoda Penelitian, Universitas Indonesia, Jakarta Siregar, D. D., (2004), Manajemen Aset, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutarno NS, (2006), Perpustakaan dan Masyarakat, CV. Sagung Seto, Jakarta Sugiarto (2003), Teknik Sampling, Gramedia, Jakarta Sugiyono (2003), Statistika Untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung Suharsimi Arikunto, Prof. Dr. (1997), Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta , (1995) , Seri Pengembangan Perpustakaan, Mempertanyakan Keberadaan Perpustakaan Kita, Soegijapranata Catholic University Press, Semarang.
F-110 ISBN : 978-979-18342-2-3