EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA
OLEH YOGI H14103055
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation Targeting di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA) Krisis yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa pengaruh negatif yang signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia. Krisis ini telah menyebabkan nilai tukar rupiah semakin terdepresiasi dan terkurasnya cadangan devisa Indonesia. Menghadapi tekanan terhadap rupiah yang kian besar dan kebutuhan mengamankan cadangan devisa, maka pada tanggal 14 Agustus 1997, pemerintah melakukan pergantian sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang. Namun di balik pergantian sistem nilai tukar ini, Indonesia mencapai puncak krisis pada tahun 1998, dimana krisis yang bermula dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis multidimensi. Kondisi ini telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi sempat terhenti bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif, dimana Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,70 persen menjadi -13,13 persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari 11,10 persen menjadi 77,63 persen, serta nilai tukar rupiah pada bulan Juni 1998 mencapai Rp 14.900 per dollar AS. Pemerintah terus berusaha memulihkan kondisi perekonomian akibat krisis. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penataan kembali kelembagaan di bidang moneter. Pemberlakuan Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia merupakan tindak lanjut upaya pemerintah. Berdasarkan UU tersebut, Bank Indonesia menjadi lebih independent dalam mencapai tujuan dan melaksanakan tugasnya, dimana kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation targeting). Pemilihan sasaran operasional penting dalam pelaksanaan inflation targeting, dimana pemilihan sasaran operasional ini tergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengontrol dan eratnya hubungan antara sasaran operasional tersebut dengan aktivitas perekonomian dan inflasi. Dalam hal ini terdapat dua opsi, jika bank sentral menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan Taylor rule. Sedangkan jika menggunakan base money sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan McCallum rule (Khan, 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini melalui analisis hubungan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam inflation targeting dengan variabel output gap dan inflasi dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter Bank Indonesia saat ini mengikuti aturan kebijakan sederhana yang ditawarkan oleh Taylor. Kemudian tujuan yang kedua adalah menganalisis apakah Bank Indonesia selama ini dapat
dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating) melalui analisis guncangan Fear of Floating variable yang terdiri dari variabel nilai tukar rupiah, cadangan devisa, dan suku bunga terhadap inflasi di Indonesia. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model taylor rule yang disarankan oleh Orphanides (2001) dan metode analisis yang digunakan adalah metode Vector Autoregression (VAR) melalui uji Impulse Response Function (IRF) dengan menggunakan data time series dari tahun 1991:1 hingga 2006:12. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan mengasumsikan kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan sederhana Taylor rule, maka berdasarkan hasil uji IRF yang telah dilakukan diketahui bahwa fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia konsisten dengan aturan kebijakan sederhana yang ditawarkan oleh Taylor. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukan bahwa variabel suku bunga cenderung memiliki hubungan yang searah dengan variabel inflasi dan variabel output gap. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan apa yang dikenal dengan prinsip Taylor yang menyatakan bahwa variabel suku bunga akan memiliki hubungan yang searah dengan variabel inflasi dan variabel output gap. Kemudian dari hasil penelitian berikutnya diketahui bahwa berdasarkan hasil uji IRF fear of floating, maka dapat diketahui bahwa sebenarnya selama periode penelitian Bank Indonesia dapat dikatakan menganut fear of floating atau pentargetan nilai tukar dengan menggunakan instrumen utama suku bunga. Hal ini didasarkan pada hasil uji IRF yang menunjukan bahwa guncangan yang terjadi pada FF variable (suku bunga, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah) memberikan dampak yang kecil terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama periode penelitian. Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis dengan melihat hasil dari penelitian ini adalah perlunya peningkatan transparansi dari Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi di Indonesia dalam melaksanakan dan mencapai tujuan kebijakan moneternya agar kredibilitasnya lebih dapat dipercaya oleh masyarakat. Hal ini disadari karena dampak kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia sangat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia selepas krisis tahun 1997. Di samping itu, diperlukan juga adanya usaha peningkatan komitmen dari Bank Indonesia sendiri dalam melaksanakan pentargetan inflasi di Indonesia seperti diamanatkan dalam UU No. 23/1999 dan merencanakan serta melakukan langkah-langkah yang bijaksana dan tidak terlepas dari apa yang telah diamanatkan kepada Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter tertinggi di Indonesia. Hal ini disadari karena pelaksanaan pentargetan inflasi di Indonesia sebenarnya adalah usaha untuk meningkatkan kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi Bank Indonesia itu sendiri. Kemudian penulis menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai evaluasi penerapan inflation targeting di Indonesia dengan menggunakan model pendekatan yang lain seperti model New Keynesian ataupun model-model lainnya dan dilakukan perbandingan dengan negara-negara lain yang telah berhasil melakukan pentargetan inflasi.
EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA
Oleh YOGI H14103055
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
: Yogi
Nomor Registrasi Pokok
: H14103055
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Evaluasi Penerapan Inflation Targeting di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2008
Yogi H14103055
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yogi lahir pada tanggal 22 Juni 1985 di Bogor, sebuah kota besar yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak ke dua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Iwan dan Ibu Titing. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Semplak 2 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM IPB. Penulis juga sempat memperoleh prestasi sebagai finalis Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tingkat IPB pada tahun 2006. Penulis juga merupakan satu dari lima mahasiswa IPB yang menerima beasiswa PT. Unilever Tbk dan penulis pernah bekerja sebagai Management Trainee pada anak perusahaan PT. Astra Internasional Tbk yaitu pada PT. Astra Sedaya Finance Tbk Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Evaluasi Penerapan Inflation Targeting di Indonesia” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Semua saran beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kaih kepada Jaenal Efendi, M.A. selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Penulis juga sangat terbantu oleh semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus, maha guru besar penulis dan kepada kedua orang tua penulis serta seluruh saudara-saudara penulis. Inspirasi dan motivasi mereka sangat besar artinya bagi hidup penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2008
Yogi H14103055
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vi............................................................................................................................ I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 ............................................................................................................................... 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8 2.1. Fear Of Floating .................................................................................... 8 2.2. Kebijakan Moneter................................................................................. 9 2.2.1. Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia ................................ 10 2.2.2. Inflation Targeting ....................................................................... 11 2.2.2.1. Persyaratan Utama dalam Pentargetan Inflasi................. 12 2.2.2.2. Perumusan Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting .......................................................... 13 2.2.3. Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter ........................................................................................ 15 2.3. Evolusi Teori.......................................................................................... 17 2.3.1. Teori Klasik dan teori Keynes ..................................................... 18 2.3.2. Teori Klasik Modern dan Teori Keynes....................................... 18 2.3.3. Teori Kuantitas dan Teori Keynes ............................................... 18 2.3.4. Teori Rational Expectation .......................................................... 19 2.3.5. Teori Moneter Modern................................................................. 19 2.4. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 20 2.4.1. Penelitian Mengenai Inflation Targeting atau Fear of
Floating di Meksiko.................................................................... 20 2.4.2. Penelitian yang Berhubungan dengan Pentargetan Inflasi di Indonesia...................................................................... 21 2.5. Kerangka Pemikiran.............................................................................. 23 III. METODOLOGI PENELITIAN.................................................................... 25 3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 25 3.2. Model Penelitian ................................................................................... 25 3.2.1. Model Taylor Rule ..................................................................... 25 3.3. Metode Analisis Data ........................................................................... 28 3.3.1. Vector Autoregression (VAR).................................................... 28 3.3.2. Model Umum VAR.................................................................... 29 3.3.3. Pengujian Model ........................................................................ 29 3.3.3.1. Uji Non-Stasioner ........................................................ 29 3.3.3.2. Penetapan Lag Optimal ................................................ 30 3.3.3.3. Impulse Response Function (IRF)................................ 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 32 4.1. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas......................................................... 32 4.2. Penetapan Lag Optimal .......................................................................... 33 4.3. Impulse Response Function (IRF).......................................................... 34 4.3.1. Impulse Response Function (IRF) Taylor Rule .......................... 35 4.3.2. Impulse Response Function (IRF) Fear Of Floating .................. 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 43 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 43 5.2. Saran....................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45 LAMPIRAN ......................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data.................................................................... 25 4.1. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Pada Tingkat level................................. 32 4.2. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Pada Tingkat First Difference................33 4.3. Hasil Penetapan Lag Optimal........................................................................ 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Pertumbuhan Posisi Cadangan Devisa, Nilai Tukar Nominal Rupiah, Suku Bunga, dan Tingkat Inflasi Periode 1991:1-2006:12........................... 5 2.1. Mekanisme Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional ........... 16 2.2. Kerangka Pemikiran...................................................................................... 24 4.1. Respon Suku Bunga (R) Terhadap Guncangan Inflasi (PDN) dan Guncangan Output Gap (YGAP) .................................................................. 35 4.2 Respon Suku Bunga (R) dan Respon Cadangan Devisa (IR) Terhadap Guncangan Inflasi (PDN) dan Guncangan Nilai Tukar Rupiah (NER)........ 38 4.3. Respon Inflasi (PDN) Terhadap Guncangan FF Variable (Suku Bunga (R), Nilai Tukar Rupiah (NER), dan Cadangan Devisa (IR)) ............................. 40
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Matriks Korelasi............................................................................................... 47 2. Uji Non-Stasioneritas Pada Tingkat Level....................................................... 47 ............................................................................................................................... 3. Uji Non-Stasioneritas Pada Tingkat First Difference ...................................... 48 4. Uji Kestabilan VAR ......................................................................................... 49 5. Penentuan Lag Optimal.................................................................................... 51 ............................................................................................................................... 6. Estimasi VAR .................................................................................................. 52 7. Grafik IRF ........................................................................................................ 53 8. Tabel IRF ......................................................................................................... 54 ...............................................................................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Ketika Indonesia terkena dampak krisis pada pertengahan tahun 1997,
Indonesia tengah menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali. Krisis ini telah menyebabkan semakin terdepresiasinya nilai tukar rupiah dan menguras cadangan devisa Indonesia. Menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap nilai tukar rupiah dan kebutuhan mengamankan cadangan devisa, maka pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah Indonesia melakukan pergantian sistem nilai tukar yang dianut dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang. Akan tetapi dibalik pergantian sistem nilai tukar ini, krisis mencapai puncaknya pada tahun 1998, dimana krisis yang bermula dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik, dan akhirnya menjadi krisis multidimensi. Dampak krisis ini telah membawa konsekuensi yang luar biasa terhadap kestabilan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sempat terhenti bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif, dimana Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,70 persen menjadi -13,13 persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari 11,10 persen menjadi 77,63 persen, serta nilai tukar rupiah pada bulan Juni tahun 1998 mencapai Rp 14.900 per dollar AS (Bank Indonesia, 2000). Pemerintah terus melakukan upaya pemulihan kondisi di dalam negeri akibat krisis. Upaya pemerintah selanjutnya adalah memberlakukan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia lebih independent dalam melaksanakan tugas dan tujuannya, dimana kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation targeting). Pemberlakuan inflation targeting di Indonesia merupakan salah satu langkah yang dterapkan di Indonesia untuk memulihkan keadaan perekonomian di dalam negeri akibat krisis. Langkah tersebut diharapkan mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemulihan kondisi perekonomian di dalam negeri. Oleh karena itu, penelitian yang berhubungan dengan penerapan inflation targeting penting untuk dilakukan di Indonesia.
1.2.
Perumusan Masalah Dalam pelaksanaan inflation targeting, pemilihan sasaran operasional
merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan, dimana pemilihan sasaran operasional ini tergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengontrol dan eratnya hubungan antara sasaran operasional tersebut dengan aktivitas perekonomian dan inflasi. Dalam hal ini terdapat dua opsi, jika bank sentral menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan Taylor rule. Sedangkan jika menggunakan base money sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan McCallum rule (Khan, 2003).
Bank Indonesia menggunakan sasaran jumlah uang beredar untuk mengendalikan inflasi pada periode sebelum krisis dan setelah krisis meggunakan sasaran suku bunga dan jumlah uang beredar. Pengendalian jumlah uang beredar pasca krisis ekonomi tahun 1997 cukup sulit dilakukan karena adanya pergantian sistem nilai tukar rupiah yang menyebabkan perputaran uang lebih tinggi. Oleh karena itu, perubahan tersebut membuat Bank Indonesia menarik kesimpulan bahwa peranan suku bunga lebih penting dari pada jumlah uang beredar dalam mempengaruhi inflasi. Hal ini juga didukung dalam lingkungan pasar keuangan sekarang ini, dimana suku bunga menjadi variabel yang sangat dicermati oleh para pelaku pasar dan rumah tangga, sehingga target inflasi akan lebih efektif dicapai melalui suku bunga sebagai sasaran operasional. Dari sisi operasional kebijakan moneter, pertimbangan pragmatis dari digunakannya suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter adalah karena pasar uang lebih mudah menangkap sinyal kebijakan moneter melalui suku bunga dibandingkan melalui uang primer. Untuk itu, diperlukan adanya perubahan kerangka kerja kebijakan moneter (monetary policy framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut menjadi framework baru yang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia yaitu Inflation Targeting Framework (ITF) yang secara resmi diberlakukan pada bulan Juli 2005. Untuk saat ini, Taylor rule dianggap metode yang efisien untuk mengestimasi reaction function suatu kebijakan moneter, dimana kebijakan akan berubah sebagai respon terhadap perubahan pada variabel utama yaitu inflasi dan tingkat produksi (output). Efisiensi di sini diartikan sebagai semakin rendahnya
fluktuasi tingkat inflasi dan ouput gap. Untuk itu, penentuan suku bunga nominal yang baik sebagai sasaran operasional kebijakan moneter antara lain haruslah memperhatikan sasaran laju inflasi dan juga output gap karena output gap diyakini sebagai penyebab dari munculnya inflasi. Dapat dinyatakan bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, penggunaan Taylor rule di beberapa negara antara lain Amerika Serikat (Taylor, 1993, 1994), Inggris (Stuart, 1996), Jerman dan Jepang (Davies, et al., 1996) telah menunjukan hasil yang efisien. Penelitian ini akan terfokus pada analisis mengenai fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan sederhana yang ditawarkan oleh Taylor dan menganalisis apakah Bank Indonesia selama ini telah benar-benar melakukan pentargetan inflasi ataukah melakukan pentargetan nilai tukar. Dalam penelitian ini, analisis mengenai pentargetan nilai tukar diistilahkan dengan sebutan fear of floating analysis (FF analysis) dan variabel-variabel yang mempengaruhinya seperti variabel cadangan devisa, nilai tukar rupiah, dan suku bunga diistilahkan dengan sebutan FF variable. Selanjutnya, variabel-variabel yang mempengaruhi inflation targeting di Indonesia seperti variabel inflasi, cadangan devisa dan suku bunga akan distilahkan dalam penelitian ini sebagai IT variable (Calvo dan Reinhart, 2000). Pemilihan variabel-variabel tersebut dilatarbelakangi oleh adanya korelasi yang kuat antara pertumbuhan variabel-variabel tersebut yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat dari satu variabel terhadap variabel yang lainnya
dalam hubungannya dengan pentargetan nilai tukar dan inflation targeting. Adapun Korelasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1. 45000
16000
40000
14000
35000
12000
30000
10000
25000
8000
20000
6000
15000
4000
10000
2000
5000
0 92
94
96
98
00
02
04
06
92
94
International reserves Indonesia (Milyar US$)
96
98
00
02
04
06
Nilai tukar nominal (Rp/$)
80
100
70
80
60
60 50
40
40 30
20
20
0
10
-20
0 92
94
96
98
00
02
Interest Rate (persen)
04
06
92
94
96
98
00
02
04
06
Inflation rate (persen)
Sumber: Bank Indonesia, 2006.
Gambar 1.1. Pertumbuhan Posisi Cadangan Devisa, Nilai Tukar Nominal Rupiah, Suku Bunga, dan Tingkat Inflasi Periode 1991:1-2006:12 Dalam Gambar 1.1. terlihat bahwa saat krisis terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan mencapai puncaknya di tahun 1998, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah membawa pengaruh yang sangat signifikan terhadap laju pertumbuhan cadangan devisa Indonesia, dimana posisi cadangan devisa Indonesia pun mengalami kemerosotan yang cukup tajam dan tingkat suku bunga di dalam
negeri meningkat sangat tinggi. Penurunan cadangan devisa dan tingkat suku bunga yang meningkat dengan tajamnya di periode-periode awal terjadinya krisis di Indonesia dikarenakan terjadinya peningkatan inflasi yang sangat tinggi di dalam negeri. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka terlihat adanya korelasi yang kuat antara variabel-variabel yang mempengaruhi inflation targeting dan pentargetan nilai tukar atau fear of floating. Oleh karena itu, berdasarkan deskripsi di atas, maka inti permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini secara garis besar diantaranya adalah: 1. Dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan kebijakan sederhana Taylor rule, apakah fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini sesuai dengan prinsip Taylor? 2. Apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating)?
1.3.
Tujuan Penelitian Untuk menjawab permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini melalui analisis hubungan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam inflation targeting dengan variabel output gap dan inflasi. 2. Menganalisis apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat
dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating) melalui analisis guncangan FF variable terhadap inflasi di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil
kebijakan khususnya Bank Indonesia dalam mencermati pemberlakuan inflation targeting di Indonesia. Penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut Bagi Penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ekonomi yang selama ini telah diperoleh dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Fear Of Floating Sejak berakhirnya sistem nilai tukar tetap Bretton Woods di awal tahun
1970-an, sejumlah negara mengklaim akan menjalankan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system). Kebanyakan negara tersebut terlihat secara aktif membatasi fluktuasi kondisi moneter internasionalnya dari pengaruh nilai-nilai eksternal. Calvo dan Reinhart (2002) mengistilahkan dengan sebutan fear of floating dan menyatakan bahwa situasi atau kejadian ini muncul pada negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah yang memiliki akses pada pasar keuangan global, atau dikenal dengan sebutan negara yang tergolong dalam emerging markets. Menurut Calvo dan Reinhart (2002), ketika guncangan fear of floating variable yang terdiri dari variabel nilai tukar, posisi cadangan devisa, dan suku bunga domestik memberikan dampak yang kecil terhadap tingkat inflasi di suatu negara, maka negara tersebut dapat dikategorikan sebagai negara yang menganut fear of floating. Akan tetapi jika guncangan yang terjadi pada fear of floating variable memberikan dampak yang besar terhadap tingkat inflasi di suatu negara, maka negara tersebut hanya dapat dikatakan sebagai negara yang menganut inflation targeting regime.
2.2.
Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau
otoritas moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar dan suku bunga. Jumlah uang beredar dan suku bunga merupakan peubah yang dapat dikendalikan oleh bank sentral dalam mempengaruhi permintaan agregat guna mengurangi ketidakstabilan perekonomian akibat adanya suatu guncangan (Nanga, 2001). Dalam merespon guncangan yang terjadi pada perekonomian, terdapat dua alternatif kebijakan moneter yang dapat dilakukan. Pertama, kebijakan moneter berdasarkan pola rules dan kedua, kebijakan moneter berdasarkan pola discretion. Rules adalah strategi kebijakan moneter yang otomatis, dimana bank sentral dalam mengeluarkan kebijakannya hanya membutuhkan sedikit atau bahkan tanpa analisa atau alasan makroekonomi. Misalnya saja kebijakan pertumbuhan uang yang konstan (constant-money-growth) pada setiap periode tertentu oleh bank sentral. Kebijakan seperti ini ditetapkan terbebas dari apapun kondisi makroekonomi yang sedang terjadi. Pendukung rules beralasan bahwa dengan strategi kebijakan moneter seperti ini, hal ini berarti menunjukkan adanya kedisiplinan dan kredibilitas bank sentral terhadap kebijakan moneter yang harus diikuti komitmen masyarakat mengikuti kebijakan tersebut. Sedangkan pihak yang mengkritik kebijakan ini beranggapan bahwa kedisiplinan bank sentral tersebut tentu akan membutuhkan biaya yang tinggi bila ingin secara konsisten dilaksanakan.
Lain halnya dengan strategi rules, maka bank sentral yang menerapkan strategi kebijakan moneter discretion tidak menuntut adanya komitmen dari masyarakat, dalam arti tidak ada kewajiban bagi masyarakat mengikuti kebijakan yang ditentukan bank sentral, kecuali dalam kondisi tertentu. Dengan strategi ini, kebijakan moneter diatur secara berkala, misalnya bulan perbulan atau minggu perminggu, disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang berlaku. Pendukung stategi kebijakan moneter discretion berargumen bahwa dengan strategi kebijakan seperti ini, maka kebijakan moneter yang diterapkan akan lebih fleksibel. Bank sentral pun dimungkinkan bisa merespon informasi baru atau perkembanganperkembangan mutakhir dalam perekonomian.
2.2.1. Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Peran Bank Indonesia dalam konteks pengelolaan perekonomian secara makro lebih difokuskan pada menjaga kestabilan harga. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, tugas Bank Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan moneter. Dalam UU tersebut, terdapat perubahan paradigma mengenai tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU sebelumya, yaitu menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Menurut Abdullah (2003), paling tidak ada tiga landasan intelektual yang mendasari perubahan paradigma tersebut. Pertama, secara teoritis maupun empiris, dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya berpengaruh pada inflasi. Kedua, kebijakan moneter yang secara aktif digunakan untuk mendorong
pertumbuhan seringkali justru berdampak pada ketidakstabilan, dan ketiga adalah kebijakan moneter tanpa tujuan yang jelas pada kestabilan harga seringkali menjadi tidak kredibel.
2.2.2. Inflation Targeting Inflation targeting (target tunggal kebijakan moneter) merupakan strategi kerangka kebijakan moneter yang bersifat forward looking, artinya bahwa kebijakan moneter yang ditempuh saat ini sebagai langkah antisipatif untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan untuk masa yang akan datang. Kebijakan moneter yang dilakukan berorientasi masa depan karena fakta empiris menunjukan bahwa terdapat tenggang waktu dari pengaruh perkembangan suatu variabel ekonomi terhadap variabel ekonomi lain. Menurut Bank Indonesia (2000), penerapan inflation targeting merupakan kerangka kerja kebijakan moneter dimana target inflasi diumumkan kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan sedemikian rupa agar target tercapai dalam kurun waktu tertentu. Apabila inflation targeting berhasil tercapai maka akan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian yaitu tercipta kestabilan harga-harga. Dengan demikian, inflation targeting sebagai sebuah kerangka kebijakan moneter paling tidak dicirikan oleh tiga hal. Pertama, kebijakan moneter diarahkan secara eksplisit pada pencapaian target inflasi yang diumumkan secara eksplisit kepada publik. Kedua, dalam framework ini, kebijakan moneter dilakukan dengan merespon perkembangan inflasi ke depan (forward looking).
Ketiga, kebijakan moneter dilakukan secara transparan dengan akuntabilitas yang terukur. Inflation targeting yang disertai transparansi memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian serta pasar keuangan pada umumnya. Umumnya inflation targeting dilakukan bagi negara-negara yang mengalami krisis dengan tujuan agar dapat mendorong terfokusnya pengendalian moneter sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dalam menanggulangi inflasi yang merupakan kebijakan alternatif dari kebijakankebijakan sebelumnya yang kurang berhasil dan sebagai upaya dalam pemulihan ekonomi.
2.2.2.1. Persyaratan Utama dalam Pentargetan Inflasi Menurut Debelle, et al. (1998), ada tiga persyaratan utama dalam pentargetan inflasi sebagai strategi kebijakan moneter. Pertama, bank sentral harus independen baik secara kelembagaan maupun dalam instrumen moneternya. Kedua, menghindarkan penggunaan nominal anchor atau landasan lainnya seperti money supply atau nilai tukar bersamaan dengan penerapan pentargetan inflasi. Dan ketiga, inflation targeting hendaknya tidak ditetapkan pada nilai tukar secara kaku tetapi fleksibel. Menurut Taylor (2000), pentargetan inflasi mengharuskan nilai tukar pada kondisi fleksibel, artinya kebijakan moneter domestik ditujukan untuk perekonomian domestik yang biasanya dengan menjaga inflasi tetap rendah dan stabil. Kebijakan nilai tukar fleksibel bukan berarti nilai tukar tidak penting dalam keputusan tingkat suku bunga atau kebijakan moneter, tetapi berada dalam
kerangka pentargetan inflasi dengan membuat kisaran selang nilai tukar yang lebih longgar.
2.2.2.2. Perumusan Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting Strategi kebijakan moneter tidak hanya terbatas pada mentargetkan sasaran antara yang berupa besaran moneter, tetapi juga memperhatikan perkembangan indikator-indikator lain seperti suku bunga dan nilai tukar. Dengan demikian
dalam
merumuskan
kebijakan
moneter
perlu
memperhatikan
perkembangan variabel-variabel tersebut. Sistem nilai tukar mengambang yang dianut saat ini menyebabkan nilai tukar terus berfluktuasi sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing. Bank Indonesia tidak mentargetkan perkembangan nilai tukar rupiah pada tingkat tertentu dan sasaran tetap terarah pada pencapaian sasaran inflasi. Intervensi yang dilakukan selama ini hanyalah untuk mengantisipasi dampak depresiasi nilai tukar yang sangat tajam yaitu melalui pembelian ataupun panjualan dollar di pasar valuta asing. Adapun pertimbangan Bank Indonesia menetapkan langkah-langkah untuk menstabilkan nilai rupiah dikarenakan oleh dua hal. Pertama, kestabilan nilai rupiah diperlukan untuk memberikan kepastian dalam perekonomian. Kedua, nilai tukar yang bergejolak dan terdepresiasi tajam akan menyulitkan Bank Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang diterapkan. Selama ini sesuai dengan tujuan kebijakan moneter untuk mencapai target inflasi, pendekatan yang digunakan oleh Bank Indonesia adalah pendekatan harga.
Kebijakan moneter dalam konsep pendekatan harga dirancang untuk mencapai sasaran tunggal inflasi melalui pendekatan operasional suku bunga. Suku bunga dapat menterjemahkan inflasi dan nilai tukar melalui mekanisme yang jelas. Pengaruh suku bunga terhadap inflasi dapat dijelaskan bahwa apabila tingkat suku bunga riil konstan, peningkatan pada jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi karena ekspektasi masyarakat terhadap inflasi sama dengan inflasi yang terjadi. Namun, apabila suku bunga nominal dapat mempengaruhi suku bunga riil, efek tersebut terhadap inflasi terjadi secara tidak langsung yaitu melalui perubahan biaya modal yang menyebabkan berubahnya pola konsumsi dan investasi dan pada akhirnya berdampak pada perubahan permintaan secara agregat kemudian terhadap inflasi. Konsep dasar kebijakan moneter dalam pentargetan inflasi meliputi sasaran inflasi, kebijakan moneter yang forward looking, transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas. Dalam penetapannya, sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro terutama kerugian sosial yang diakibatkan oleh adanya trade off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi merupakan dasar bagi pelaksanaan kebijakan moneter dan penetapannya tidak hanya dilakukan dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka menengah dan panjang. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan merupakan langkah untuk mengantisipasi inflasi yang akan terjadi atau dinamakan forward looking akibat pengaruh kebijakan moneter terhadap kestabilan harga. Transparansi menjelaskan secara kualitatif mengenai mekanisme kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral dengan pendekatan yang digunakan
yaitu harga. Kredibilitas menunjukan keberhasilan bank sentral dalam mencapai sasaran inflasi. Apabila sasaran inflasi tercapai, maka kredibilitas akan meningkat. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, pentargetan inflasi pada dasarnya adalah untuk memperbaiki akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas dari kebijakan moneter.
2.2.3. Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia menggunakan empat instrumen pokok, yaitu penentuan rasio cadangan wajib bank terhadap dana pihak ketiga (reserve requirement), Operasi Pasar Terbuka (OPT), fasilitas diskonto, dan himbauan (moral suasion). Dari keempat kebijakan tersebut yang paling fleksibel untuk digunakan pada situasi normal adalah OPT. Pada saat ini, instrumen OPT yang dipakai oleh Bank Indonesia adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Gambaran mekanisme pengendalian moneter melalui suku bunga sebagai sasaran operasional yang diterapkan di Indonesia tersaji dalam Gambar 2.1. Dalam Gambar 2.1. terlihat bahwa untuk mencapai sasaran akhir berupa pengendalian laju inflasi, Bank Indonesia menggunakan suku bunga jangka pendek, yaitu suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank) sebagai sasaran operasional. Untuk mengendalikan suku bunga PUAB, instrumen utama yang dapat digunakan adalah Operasi Pasar Terbuka (OPT) melalui kegiatan menjual atau membeli SBI atau SBPU. Perubahan suku bunga SBI/SBPU akan ditransmisikan ke suku bunga PUAB untuk selanjutnya diteruskan ke suku bunga
deposito dan nilai tukar. Nilai tukar rupiah akan dipengaruhi oleh suku bunga PUAB
dengan
asumsi
Indonesia
mempertahankan
sistem
nilai
tukar
mengambang. Kedua variabel tersebut selanjutnya akan ditransmisikan ke sektor riil melalui pengaruhnya terhadap tingkat output nasional. Perbedaan antara output aktual dengan output potensial inilah yang akan mempengaruhi laju inflasi. SBI-SBPU Rate
Excess reserve
Suku bunga PUAB
Suku bunga deposito dan nilai tukar
GDP
GDP aktual > GDP Potensial
Inflasi Sumber: Bank Indonesia
Gambar 2.1. Mekanisme Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Apabila suku bunga dijadikan sebagai sasaran operasional dalam pengendalian moneter, maka suku bunga nominal akan diarahkan sedemikian rupa sehingga tercapai suku bunga netral. Suku bunga netral adalah suatu tingkat suku bunga dimana variabel-variabel utama seperti inflasi dan tingkat produksi berada pada tingkat yang diinginkan. Untuk itu ada beberapa simple rule untuk menentukan sasaran operasional suku bunga, dimana salah satunya adalah Taylor rule. Simple rule merupakan reaction function dimana kebijakan akan berubah sebagai respon terhadap
perubahan pada variabel utama yaitu inflasi dan tingkat produksi (output). Dalam metode ini, penentuan suku bunga lebih diarahkan sebagai pegangan pengambil kebijakan dalam mengimplementasikan suku bunga sebagai sasaran operasional. Untuk saat ini, Taylor rule dianggap metode yang efisien. Efisiensi disini diartikan sebagai sebagai semakin rendahnya fluktuasi tingkat inflasi dan output gap. Untuk itu, penentuan suku bunga nominal yang baik antara lain dilakukan dengan memperhatikan sasaran laju inflasi dan juga output gap (Brower dan Regan, 1997). Menurut Clarida, et al (2000), ada semacam benchmark strategi kebijakan moneter yang dapat diturunkan dari Taylor rule. Pertama, suku bunga riil harus merespon jika inflasi ke depan melebihi target inflasi yang telah ditetapkan. Artinya suku bunga nominal harus dinaikkan lebih besar dari deviasi inflasi terhadap targetnya. Kedua, suku bunga harus merespon perubahan tingkat penggunaan kapasitas atau yang sering disebut sebagai output gap. Meningkatnya output gap atau meningkatnya agregat permintaan di atas agregat penawaran merupakan indikasi tekanan inflasi ke depan. Ketiga, untuk menghindari gejolak di pasar keuangan, perubahan suku bunga kebijakan moneter harus dilakukan secara bertahap melalui smoothing process.
2.3.
Evolusi Teori Konsep target inflasi merupakan produk dari evolusi teori moneter dan
akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern.
2.3.1. Teori Klasik dan Teori Keynes. Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil. Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat harga umum (inflasi), dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi.
2.3.2. Teori klasik modern dan Teori Keynes. Salah
satu
penganut
teori
klasik
modern,
Milton
Friedman,
mengemukakan bahwa kebijakan rules lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori Keynes. Kemudian untuk menentukan pilihan atas rules versus discretion, target inflasi menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis yang disebut dengan constrained discretion. Hal ini dikarenakan pada dasarnya dalam praktik kebijakan moneter tidak ada yang murni rules ataupun murni discretion.
2.3.3. Teori Kuantitas dan Teori Keynes Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap informasi. Guna menghindarkan polemik
ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang relevan tidak harus tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.
2.3.4. Teori rational expectations Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi
terhadap
suatu
kebijakan.
Kebijakan
moneter
hanya
dapat
mempengaruhi output dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.
2.3.5. Teori moneter modern. Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya menjadi sasaran utama.
Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan.
2.4.
Penelitian Terdahulu
2.4.1. Penelitian Mengenai Inflation Targeting atau Fear of Floating Di Mexico Penelitian mengenai inflation targeting atau fear of floating telah dilakukan oleh Ball dan Reyes (2004) pada Negara Meksiko. Model Penelitian ini menggunakan model Taylor Rule sebagai acuan dalam melihat bagaimana hubungan variabel ouput gap dan inflation gap terhadap suku bunga di Meksiko. Tujuan penelitian lainnya yaitu untuk melihat variabel yang paling berpengaruh sebagai instrumen dalam inflation targeting atau sistem nilai tukar mengambang. Namun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah apakah Negara Meksiko selama ini menganut fear of floating ataukah hanya menganut inflation targeting. Penelitian ini menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR) melalui uji Impulse Response Function (IRF). Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar peso per dollar, output gap, inflation gap, International reserve Meksiko, tingkat suku bunga Meksiko, dan tingkat inflasi di Meksiko. Hasil dari penelitian ini adalah, pertama, bahwa suku bunga memiliki hubungan yang searah dengan variabel inflation gap serta output gap. Sehingga dapat diketahui bahwa kondisi tersebut telah dapat dikatakan konsisten mengikuti apa yang dinyatakan oleh Taylor.
Hasil penelitian kedua menunjukan bahwa international reserve merupakan instrument utama dalam penerapan sistem nilai tukar mengambang di Meksiko, sedangakan variabel tingkat suku bunga domestik merupakan variabel yang berpengaruh dalam inflation targeting. Hasil akhir penelitian ini menunjukan bahwa Negara Meksiko adalah negara yang menganut fear of floating. Hal ini ditunjukan dari hasil analisis respon inflasi terhadap guncangan FF variabel, dimana guncangan FF variabel memberikan dampak yang kecil terhadap inflasi di Meksiko.
2.4.2. Penelitian yang Berhubungan Pentargetan Inflasi di Indonesia. Penelitian mengenai pelaksanaan pentargetan inflasi di Indonesia salah satunya pernah dilakukan oleh Nuryati (2004). Dalam penelitian tersebut dikaji aspek kelembagaan Bank Indonesia saat melaksanakan kebijakan moneter dalam kerangka inflation targeting, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi UU No. 23/1999 dilaksanakan atau tidak dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, serta menganalisis implikasi dari pelaksanaan UU No. 23/1999 terhadap pencapaian inflasi dan nilai tukar. Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan model VAR dengan data time series dari tahun 1998:1 hingga 2003:6, dimana data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai ekspor, base money, suku bunga SBI 1 bulan, dan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kelembagaan Bank Indonesia belum efektif walaupun penyempurnaan telah dilakukan melalui UU No. 23/1999 dimana kebijakan moneter sepenuhnya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ketidakefektifan ini ditunjukan oleh fungsi, tujuan, dan wewenang yang belum terkoordinasi dengan baik sehingga tujuan kebijakan moneter belum tercapai. Di sisi lain secara aktual pengaruh dalam perekonomian belum terasa. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan UU No. 23/1999 dalam pentargertan inflasi terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup kesiapan otoritas moneter dan satuan-satuan kerjanya masih terbatas dalam menggunakan instrumen yang ada, koordinasi antar direktorat dalam menjalankan misi dan visi kebijakan moneter masih lemah, sosialisasi kebijakan moneter belum sepenuhnya transparan, kelembagaan yang belum efektif dan belum adanya aturan hukum yang jelas. Kemudian faktor eksternal mencakup kondisi sosial politik yang belum stabil dan supremasi hukum yang belum tegas dan sempurna setelah Indonesia baru beranjak dari krisis. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini yang menggunakan metode VAR menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil fungsi impulse response, guncangan suku bunga terhadap harga memiliki lag sekitar 6 bulan. Respon nilai tukar terhadap guncangan suku bunga relatif singkat dan fluktuasi nilai tukar lebih disebabkan oleh ekspor dan guncangannya sendiri. Perubahan output nasional selama krisis lebih disebabkan oleh guncangan dari nilai tukar dan ekspor. Guncangan base money secara ekstrim direspon oleh PDB, nilai tukar, dan ekspor. Namun respon suku bunga dan tingkat harga relatif lebih singkat.
Dengan demikian, dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia melalui guncangan suku bunga lebih efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka penedek, tetapi terhadap tujuan target inflasi tidak demikian. Sedangkan guncangan dari sisi permintaan uang lebih efektif dalam mencapai sasaran inflasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
2.5.
Kerangka Pemikiran Penelitian ini berawal dari sebuah pemikiran tentang bagaimana
penerapan inflation targeting di Indonesia dan apakah Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia benar-benar telah dapat dikatakan mengadopsi inflation targeting atau apakah Bank Indonesia melakukan pengelolaan nilai tukar atau dengan sebutan lain melakukan pentargetan nilai tukar. Dalam penelitian ini akan dianalisis variabel-variabel yang memiliki korelasi terhadap pemberlakuan kedua pentargetan tersebut. Adapun metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VAR berdasarkan uji Impulse Response Function (IRF). Secara garis besar, kerangka pemikiran dari penelitian ini tersaji dalam Gambar 2.2.
Dampak Krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997
Perubahan paradigma kebijakan moneter Bank Indonesia
Inflation Targeting
Taylor rule
Inflation targeting atau fear of floating
Permasalahan penelitian: 1. Dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan kebijakan sederhana Taylor rule, Apakah fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini sesuai dengan prinsip Taylor? 2. Apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating)?
Tujuan Penelitian: 1. Menganalisis hubungan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam inflation targeting dengan variabel output gap dan inflasi. 2. Menganalisis guncangan FF variable terhadap inflasi di Indonesia.
Data Penelitian
Pengolahan Data
Uji Non-Stasioneritas VAR Uji Kestabilan Model
Hasil Penelitian
Penentuan Lag Optimal Estimasi VAR
IRF Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Kesimpulan dan Saran
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan. Data time series yang digunakan adalah data bulanan dengan sampel waktu dari tahun 1991:1 sampai 2006:12. Penggunaan data pada periode tersebut (192 observasi) diharapkan dapat menjawab permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini tersaji dalam Tabel 3.1. sebagai berikut: Tabel 3.1.
Data, Simbol, dan Sumber Data
Variabel Suku bunga SBI 1 bulan Nilai tukar rupiah Laju inflasi Output gap Posisi cadangan devisa
3.2.
Satuan Persen (%) Rp/$ Persen (%) Milyar rupiah Milyar US $
Simbol R NER PDN YGAP IR
Sumber Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia, data diolah Bank Indonesia
Model Penelitian
3.2.1. Model Taylor Rule Saat ini beberapa penelitian telah membahas isu kunci mengenai ketidaklengkapan informasi yang tersedia pada bank sentral ketika membuat suatu kebijakan moneter. Analisis dalam penelitian ini didasarkan pada asumsi sederhana bank sentral yang mengikuti aturan kebijakan moneter sederhana ala Taylor.
Pada penelitian ini akan dimulai dengan aturan Taylor yang disarankan oleh Orphanides (2001) yang menggunakan interest rate smoothing dan dapat diformulasikan sebagai berikut:
it = (1 – ρ) α + (1 – ρ) βπt + (1 – ρ) γ (yt – ý) ρit-1 + εt
(3.1)
dimana it
= policy rate bank sentral,
πt
= tingkat inflasi, dan
(yt – ý)
= output gap. Spesifikasi dari aturan Taylor yang mengandung interest rate smoothing
dapat dijustifikasi bahwa pada dasarnya bank sentral akan menyesuaikan tingkat suku bunga secara gradual dan hal ini berlawanan atau bertentangan dengan fluktuasi suku bunga yang besar. Kemudian secara perlahan mengarahkan suku bunga pada level target atau besaran yang diharapkan. Proses interest rate smoothing ini didasarkan pada hipotesis bahwa suku bunga saat ini dipengaruhi atau dideterminasi dengan pembobotan target suku bunga aturan Taylor dan lag interest rate yang dapat diformulasikan sebagai berikut:
it = ρit-1 + (1 – ρ) it* + εt
(3.2)
dimana target suku bunga diderivasi dari aturan Taylor standar sebagai berikut:
it* = α + βπt + γ (yt – ý)
(3.3)
dimana ρ merepresentasikan parameter smoothing. Dengan mengganti it* pada persamaan (3.2), persamaan (3.1) dapat dengan mudah dijelaskan. Harus dicatat bahwa dengan parameter inflasi β > 1, aturan Taylor mengindikasikan bahwa suku
bunga riil dapat meningkat ketika inflasi meningkat, dan ini diusahakan untuk memberikan dampak terhadap inflasi (hal ini disebut dalam literatur sebagai prinsip Taylor). Penggunaan spesifikasi sederhana dalam penelitian ini dapat dibandingkan secara langsung dengan hasil yang dikemukakan oleh Orphanides, yang menganggap bahwa spesifikasi yang telah digunakan memungkinkan bank sentral untuk bereaksi terhadap variabel ekonomi lainnya yang tidak terkandung dalam spesifikasi yang diutarakan oleh Taylor. Bersamaan dengan itu, dengan tujuan untuk mengecek kekuatan dari hasil yang didapatkan oleh spesifikasi pada persamaan (3.1), maka kita juga dapat sedikit memodifikasi spesifikasi alternatif. Hal ini didasarkan kepada bank sentral yang dapat mempengaruhi inflasi dengan beberapa lag. Sebuah spesifikasi yang berorientasi ke depan (forward looking) dapat dirumuskan sebagai berikut:
it = (1 – ρ) α + (1 – ρ) βEt πt+n + (1 – ρ) γ (yt – ý) ρit-1 + εt
(3.4)
dimana πt+n merepresentasikan peramalan tingkat inflasi (E merujuk kepada nilai yang diharapkan atau expected value) pada saat (t + n) yang diperoleh dari informasi pada saat sekarang (t). Lebih lagi, aturan sederhana tanpa interest rate smoothing seperti yang dikemukakan oleh Taylor juga dapat digunakan dengan persamaan sebagai berikut:
it = α + βπt + γ (yt – ý) ρit-1 + μt
(3.5)
3.3.
Metode Analisis Data
3.3.1. Vector Auto Regression (VAR) Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah metode Vector Auto regression (VAR) yang pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980. Metode VAR merupakan salah satu bentuk model ekonometrika yang sering digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan fluktuasi variabel makroekonomi. VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. VAR merupakan pendekatan yang terfokus pada data, jika pola data telah disimpulkan maka data akan berbicara. Dengan demikian, dari data dasar maupun data tersaring, spesifikasi model dapat dilakukan. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk menganalisis suatu kebijakan . Dalam VAR tidak hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan model yang digunakan dalam merespon adanya suatu guncangan dalam perekonomian, tetapi membiarkan hal ini bekerja melalui model teoritik dan dapat melihat respon jangka panjang berdasarkan data historisnya. Di dalam metode analisis VAR, hanya ada variabel endogen yang berarti bahwa pembuat kebijakan dapat membuat keputusan secara rasional berdasarkan pengalaman sebelumnya dan keputusan yang akan diambil akan berbeda untuk setiap sistem yang berbeda.
3.3.2. Model Umum VAR VAR dengan ordo p dan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut:
Yt = Ao + A1Yt-1 + A2Yt-2 + ....... + ApYt-p + εt
(3.6)
Dimana:
3.3.3.
Yt
: Vektor peubah tak bebas (Y1 t, Y2 t, Y n t) berukuran n x 1
Ao
: Vektor intercept berukuran n x 1
Ai
: Matrik parameter berukuran n x 1
εt
: Vektor sisaan (ε1t, ε2t, ................, εnt) berukuran n x 1
Pengujian Model
3.3.3.1. Uji Non-Stasioner Hal penting yang berkaitan dengan penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Pengujian ini sangat penting agar tidak terjadi regresi yang semu apabila data tersebut tidak stasioner. Data time series dikatakan stasioner jika data tersebut menunjukan pola yang konstan dari waktu ke waktu, artinya tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Salah satu cara untuk mengukur keberadaan stasioneritas adalah dengan Augmented Dicky – Fuller (ADF) Test. Jika nilai ADF statistik lebih kecil dari critical value maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar, sementara series yang tidak stasioner harus dilanjutkan pada tahap pengujian selanjutnya yaitu pada ordo satu dan akan berimplikasi pada penggunaan VECM.
3.3.3.2. Penetapan Lag optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam model VAR, hal ini dikarenakan suatu variabel juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, selain dipengaruhi oleh variabel lain. Sebelum menentukan lag optimal, perlu dilakukan pengujian lag maksimal. Lag maksimal didapat jika roots memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle, sehingga didapat persamaan VAR yang stabil. Pengujian lag optimal dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara lain Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Pengujian lag yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji SIC.
3.3.3.3. Impuls Response Function (IRF) VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara jelas. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF dapat juga mengidentifikasikan suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel mempengaruhi variabel lainnya sepanjang waktu. Dengan demikian, IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari
variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF tersebut sangat sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky dilakukan dengan catatan variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap varaibel lain diletakkan di depan berdampingan satu sama lain sedangkan variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, kemudian variabel lainnya diletakkan diantara kedua variabel tersebut berdasarkan nilai matriks korelasi yang menyatakan tingkat korelasi paling besar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengujian Non-stasioneritas Pengujian non-stasioneritas sangat penting dalam analisa runtut waktu
(time series), dimana pengujian ini bertujuan untuk menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Jika stasioner maka tidak ada akar-akar unit, sebaliknya jika tidak stasioner maka ada akar-akar unit. Data yang dipergunakan dalam penelitian harus bersifat stasioner, memiliki ragam yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Pengujian
non-stasioneritas
pada
penelitian
ini
didasarkan
pada
Augmented Dickey Fuller (ADF) test dengan menggunakan taraf nyata 5% atau dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil pengujian non-stasioneritas dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Pada Tingkat Level Variabel
Nilai ADF
R Pdn Ygap NER IR
-1.841254 -1.649612 -4.390275 -0.180256 2.512662
Sumber Keterangan
Nilai Kritis Mc Kinnon 1% 5% 10% -2.577190 -1.942508 -1.615589 -2.578092 -1.942634 -1.615508 -2.577190 -1.942508 -1.615589 -2.577125 -1.942499 -1.615594 -2.577125 -1.942499 -1.615594
Keterangan Tidak stasioner Tidak stasioner Stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner
: data diolah : dalam taraf nyata 5%
Tabel 4.1. menunjukan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian tidak stasioner pada tingkat level, kecuali output gap (YGAP). Hal ini dikarenakan nilai ADF variabel-variabel tersebut lebih besar dibanding dengan
nilai Kritis Mac Kinnon pada taraf nyata 5%. Oleh karena itu, pengujian nonstasioneritas perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Pada Tingkat First Difference Variabel
Nilai ADF
R Pdn Ygap NER IR
-7.498221 -5.094237 -10.22172 -11.17557 -5.270420
Sumber Keterangan
Nilai Kritis Mc Kinnon 1% 5% 10% -2.577190 -1.942508 -1.615589 -2.578092 -1.942634 -1.615508 -2.577190 -1.942508 -1.615589 -2.577255 -1.942517 -1.615583 -2.577387 -1.942536 -1.615571
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
: data diolah : dalam taraf nyata 5%
Tabel 4.2. menunjukan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini telah stasioner pada tingkat first difference atau pada derajat satu I (0). Hal ini dikarenakan nilai ADF semua variabel lebih kecil dibanding nilai kritis Mac Kinnon pada taraf nyata 5%.
4.2.
Penetapan Lag Optimal Penetapan lag optimal penting dilakukan, karena dalam metode VAR lag
optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Nilai lag optimal diperoleh dengan melakukan estimasi VAR terlebih dahulu. Sebelum melakukan penentuan lag optimal maka dilihat dahulu apakah model VAR tersebut stabil atau tidak. Berdasarkan hasil uji kestabilan yang telah dilakukan ditunjukan bahwa model VAR dalam penelitian ini telah stabil (Lampiran 4), yang diperlihatkan dengan semua nilai modulusnya tidak lebih dari satu. Setelah dipastikan bahwa hasil estimasi VAR berada dalam kondisi stabil, maka langkah selanjutnya
dilakukan penetapan lag optimal. lag optimal dihitung dengan menggunakan Schwarz Information Criterion (SIC) dengan mengambil nilai SIC yang paling kecil. Hasil penetapan lag optimal dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3.
Hasil Penetapan Lag Optimal Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
SIC 53.89893 52.41020 51.32941* 51.55405 51.80679 51.42993 51.87647 52.20687 51.80147 51.98056 51.94637 52.03675 52.27273 52.56762 52.87787 53.06479 53.53100
Sumber: Data diolah
Tabel 4.3. memperlihatkan bahwa dari 16 lag (bulanan), lag yang bertanda * terdapat pada lag ke 2, hal ini menandakan bahwa lag optimal yang dipilih berdasarkan kriteria SIC terdapat pada lag ke 2.
4.3.
Impulse Response Function (IRF) Penggunaan IRF memungkinkan peneliti dapat menelusuri time path dari
suatu guncangan (inovasi) terhadap suatu variabel dalam sistem VAR atau VECM. IRF melihat dampak guncangan satu standar deviasi terhadap variabel lain dan variabel itu sendiri pada periode pertama, kedua, dan seterusnya. IRF
dapat menunjukan pula tanda dari multiplier dinamis, tetapi tidak menunjukan ukuran dan besarnya. Analisis IRF merupakan cara yang paling baik untuk menunjukan respon dari model terhadap shock. Hal ini karena koefisien hasil estimasi VAR sulit untuk diartikan dan kurang bisa diandalkan. Akan tetapi analisis IRF mempunyai keterbatasan dalam menginterpretasikan ukuran dan besarnya pengaruh perubahan dalam sistem.
4.3.1. Impulse Response Function (IRF) Taylor Rule Dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia saat ini mengikuti aturan kebijakan sederhana ala Taylor, pada bagian ini akan dilakukan analisis mengenai fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia melalui analisis respon suku bunga (R) terhadap guncangan variabel output gap (YGAP) dan variabel inflasi (PDN) untuk mengetahui bagaimana hubungan antara ketiga variabel tersebut di Indonesia. Adapun hasil uji IRF Taylor rule tersaji pada Gambar 4.1. sebagai berikut:
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(R) to D(PDN)
Response of D(R) to D(YGAP)
2.5
2.5
2.0
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
0.5
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-1.0
-1.0 10
20
30
40
50
60
70
10
20
30
40
50
60
Gambar 4.1. Respon Suku Bunga (R) Terhadap Guncangan Inflasi (PDN) dan Guncangan Output Gap (YGAP)
70
Gambar 4.1. memperlihatkan bagaimana respon variabel suku bunga (R) terhadap guncangan variabel output gap (YGAP) dan variabel inflasi (PDN) selama periode penelitian. Pada periode awal penelitian, guncangan yang terjadi pada variabel output gap tidak direspon oleh suku bunga. Pada periode ke 3 dan periode ke 4, guncangan yang terjadi pada output gap direspon secara negatif oleh suku bunga. Mulai pada periode selanjutnya hingga periode ke 12, guncangan yang terjadi pada variabel output gap direspon secara positif oleh variabel suku bunga, dan kejadian ini kembali terulang pada periode ke 15 hingga periode ke 20. Pada periode ke 21 hingga periode ke 24, guncangan yang terjadi pada variabel output gap direspon secara negatif oleh variabel suku bunga, dan kejadian ini kembali terulang pada periode ke 30 hingga periode ke 33. Pada periode ke 34 hingga periode ke 38, guncangan yang terjadi pada variabel output gap direspon secara positif oleh variabel suku bunga. Kemudian pada periode ke 43 hingga periode ke 46, dan pada periode ke 52 hingga periode ke 55, guncangan yang terjadi pada variabel output gap direspon secara positif oleh variabel suku bunga, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 70 hingga periode ke 73. Akan tetapi pada periode ke 74 hingga periode ke 75, guncangan yang terjadi pada variabel output gap direspon secara negatif oleh suku bunga. Di lain sisi, guncangan yang terjadi pada variabel inflasi pada periode awal penelitian tidak direspon oleh suku bunga. Pada periode ke 2 hingga periode ke 4, guncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon secara negatif oleh suku bunga dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 10 hingga periode ke 13. Pada periode ke 19 hingga periode ke 22, guncangan yang terjadi pada variabel
inflasi kembali direspon secara negatif oleh suku bunga dan kejadian ini kembali terulang pada periode ke 28 hingga periode ke 31. Pada periode ke 32 hingga periode ke 36, guncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon secara positif oleh suku bunga, dan kemudian pada ke 41 hingga periode ke 45 kejadian ini kembali terulang. Pada periode ke 50 hingga periode ke 54, gunncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon secara positif kembali oleh suku bunga. Akan tetapi pada periode ke 55 hingga periode ke 58, guncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon secara negatif oleh suku bunga, dan kejadian ini kembali terulang pada periode ke 64 hingga periode ke 67. Pada periode ke 68 hingga periode ke 72, guncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon secara positif oleh suku bunga. Kemudian pada periode ke 73 hingga periode ke 75, guncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon secara negatif oleh suku bunga. Berdasarkan hasil estimasi IRF Taylor rule tersebut dapat diketahui bahwa guncangan yang terjadi pada variabel output gap dan inflasi secara dominan direspon secara positif oleh variabel suku bunga selama periode penelitian. Kondisi ini menunjukan bahwa variabel suku bunga memiliki hubungan yang searah dengan variabel output gap dan inflasi, dimana ketika terjadi peningkatan pada variabel output gap dan inflasi maka variabel suku bunga pun akan meningkat. Kondisi ini membuktikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia saat ini dapat dikatakan telah konsisten dengan prinsip Taylor yang menyatakan bahwa variabel suku bunga akan memiliki hubungan yang searah dengan variabel output gap dan inflasi.
4.3.2. Impulse Response Function (IRF) Fear Of Floating Uji IRF selanjutnya dalam penelitian ini digunakan untuk melihat apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating). Pada bagian ini, analisis akan dimulai dengan mengidentifikasi instrumen utama dalam pentargetan nilai tukar dan inflation targeting di Indonesia, yaitu dengan mengestimasi variabel yang tergolong dalam FF variable dan IT variable melalui bagaimana respon suku bunga dan respon cadangan devisa terhadap guncangan nilai tukar rupiah dan inflasi di Indonesia. Adapun hasil uji IRF tersaji pada Gambar 4.2. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(R) to D(PDN)
Response of D(R) to D(NER)
2.5
2.5
2.0
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
0.5
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-1.0
-1.0 10
20
30
40
50
60
70
10
20
30
40
50
60
70
Response of D(IR) to D(NER)
Response of D(IR) to D(PDN) 1000
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
0
-200
-200 -400
-400 10
20
30
40
50
60
70
10
20
30
40
50
60
70
Gambar 4.2. Respon Suku Bunga (R) dan Respon Cadangan Devisa (IR) Terhadap Guncangan Inflasi (PDN) dan Guncangan Nilai Tukar Rupiah (NER)
Gambar 4.2. menunjukan bagaimana respon suku bunga (R) dan respon cadangan devisa (IR) terhadap guncangan inflasi (PDN) dan guncangan nilai tukar rupiah (NER). Berdasarkan hasil uji IRF yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar rupiah lebih besar direspon oleh suku bunga dibandingkan respon cadangan devisa akibat guncangan nilai tukar rupiah. Kemudian guncangan yang terjadi pada variabel inflasi direspon lebih besar oleh variabel suku bunga dibandingkan respon cadangan devisa akibat guncangan inflasi. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa variabel suku bunga merupakan variabel yang dapat dijadikan instrumen utama dalam pentargetan nilai tukar dan juga dapat dijadikan instrumen utama dalam pentargetan inflasi. Walaupun hasil analisis tersebut menunjukan hal yang sesuai dengan kondisi kebijakan moneter Bank Indonesia saat ini yang menjadikan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam strategi pentargetan inflasi, akan tetapi kondisi ini belum dapat sepenuhnya menunjukan apakah Bank Indonesia benar-benar menganut inflation targeting atau menganut fear of floating. Oleh karena itu, maka untuk melihat hal tersebut, penelitian ini harus dilanjutkan dengan melihat bagaimana sebenarnya guncangan FF variable terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama periode penelitian. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat bagaimana respon inflasi terhadap guncangan FF variable yaitu respon inflasi terhadap guncangan suku bunga, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah. Analisis ini didasarkan pada hipotesis dimana jika guncangan FF variable memberikan dampak yang kecil terhadap inflasi di Indonesia, maka Bank Indonesia dapat
dikatakan menganut fear of floating. Akan tetapi jika guncangan FF variable memberikan dampak yang besar terhadap Inflasi di Indonesia, maka Bank Indonesia hanya dapat dikatakan menganut inflation targeting (Calvo dan Reinhart, 2002). Adapun hasil uji IRF fear of floating tersaji pada Gambar 4.3. sebagai berikut: Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(PDN) to D(R)
Response of D(PDN) to D(NER)
2.0
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
0.5
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-1.0
-1.0 10
20
30
40
50
60
70
10
20
30
40
50
60
70
Response of D(PDN) to D(IR) 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 10
20
30
40
50
60
70
Gambar 4.3. Respon Inflasi (PDN) Terhadap Guncangan FF Variable (Suku Bunga (R), Nilai Tukar Rupiah (NER), dan Cadangan Devisa (IR)). Gambar 4.3. menunjukan bagaimana respon inflasi (PDN) terhadap guncangan FF variable yang terdiri dari variabel suku bunga (R), cadangan devisa (IR), dan nilai tukar rupiah (NER). Pada periode pertama hingga periode ke 7, guncangan yang terjadi pada variabel suku bunga direspon secara positif oleh
variabel inflasi, kemudian pada periode ke 12 hingga periode ke 16, kejadian ini terulang kembali. Pada periode ke 17 hingga periode ke 20, guncangan yang terjadi pada suku bunga direspon secara negatif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 26 hingga periode ke 29. Pada periode ke 30 hingga periode ke 34, guncangan yang terjadi pada variabel suku bunga direspon secara positif oleh inflasi, kemudian pada periode ke 39 hingga periode ke 43 kejadian ini terulang kembali. Pada periode ke 44 hinga periode ke 47, guncangan yang terjadi pada variabel suku bunga direspon secara negatif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 52 hingga periode ke 56 dan pada periode ke 61 hingga periode ke 65. Pada periode selanjutnya guncangan yang terjadi pada variabel suku bunga direspon secara positif oleh inflasi dan pada periode ke 70 hingga periode ke 75, guncangan yang terjadi pada variabel suku bunga direspon secara negatif oleh inflasi. Di lain sisi, guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar rupiah pada periode pertama penelitian tidak direspon oleh inflasi. Pada periode ke 3 hingga periode ke 8 guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar rupiah direspon secara positif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 13 hingga periode ke 17 dan pada periode ke 22 hingga periode ke 26. Pada periode ke 27 hingga periode ke 30, guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar rupiah direspon secara negatif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 36 hingga periode ke 39 dan pada periode ke 44 hingga periode ke 48. Pada periode ke 49 hingga periode ke 52, guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar rupiah direspon secara positif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang
kembali pada periode ke 58 hingga periode ke 61 dan pada periode ke 67 hingga periode ke 70. Pada periode selanjutnya hingga periode ke 75, guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar rupiah direspon secara negatif oleh inflasi. Guncangan yang terjadi pada variabel cadangan devisa tidak direspon oleh variabel inflasi pada awal periode penelitian. Pada periode ke 2 hingga periode ke 8, guncangan yang terjadi pada variabel cadangan devisa direspon secara negatif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 13 hingga periode ke 17 dan pada periode ke 22 hingga periode ke 26. Selanjutnya pada pariode ke 27 hingga periode ke 30, guncangan yang terjadi pada variabel cadangan devisa direspon secara positif oleh inflasi dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 36 hingga periode ke 39 dan pada periode ke 44 hingga periode ke 48. Pada periode ke 49 hingga periode ke 52, guncangan yang terjadi pada variabel cadangan devisa direspon secara negatif oleh inflasi, dan kejadian ini terulang kembali pada periode ke 58 hingga periode ke 61 dan pada periode ke 67 hingga periode ke 70. Pada periode selanjutnya hingga periode ke 75, guncangan yang terjadi pada variabel cadangan devisa direspon secara positif oleh inflasi. Berdasarkan hasil uji IRF yang telah dilakukan, secara garis besar dapat diketahui bahwa guncangan yang terjadi pada FF variable (suku bunga, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah) secara dominan memberikan dampak yang kecil terhadap tingkat inflasi di Indonesia Hasil analisis ini menunjukan bahwa sebenarnya Bank Indonesia selama periode penelitian dapat dikatakan menganut fear of floating atau dengan kata lain melakukan pentargetan nilai tukar dengan menggunakan instrumen utama suku bunga dalam pentargetan nilai tukar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B. 2003. Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan Moneter. Bank Indonesia, Jakarta. Andriani, F. 2004. Analisis Inflation Targeting di Indonesia dan Faktor-Faktor Penentu Inflasi [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Bank Indonesia, Jakarta. Calvo, G., dan Reinhart, C. 2002. Fear of Floating. Quarterly Journal of Economies, 117: 379-408. Christoper, P. B. dan Javier, R. 2004. Inflation Targeting or Fear of Floating In Disguise: The Case of Mexico. International Journal of Finance and Economics, 49: 69-94. Clarida, et al. 2000. The Science of Monetary policy: A New Keynesian Perspective. Journal of Economic Literature, 37: 1661-1707. Krugman, P.R dan Maurice, O. 1991. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Harpercollins Publisher, New York. Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mishkin, F. 2001. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Columbia University, New York. Mishkin, F. 1992. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Harpercollins Publisher, New York. Nanga, M. 2001. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Rajawali Press. Jakarta. Nuryati, Y. 2004. Pelaksanaan Kebijakan Pentargetan Inflasi di Indonesia [tesis]. Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sangad, W. 2004. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Nilai Tukar Rupiah (terhadap Dollar) di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tim Litbang Kompas. 2002. Indonesia Dalam Krisis 1997-2002. Kompas Media Nusantara, Jakarta. Verawati, D. 2007. Penentuan Sasaran Antara Dalam Kebijakan Pentargetan Inflasi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN 1 MATRIK KORELASI R NER YGAP PDN IR
R 1.000000 0.209330 -0.206811 0.785212 -0.185702
NER 0.209330 1.000000 -0.018437 0.380185 0.838734
YGAP -0.206811 -0.018437 1.000000 -0.203256 -0.029696
PDN 0.785212 0.380185 -0.203256 1.000000 0.087425
LAMPIRAN 2 UJI NON-STASIONERITAS PADA TINGKAT LEVEL * suku bunga (R)Æ tidak stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -1.841254 -2.577190 -1.942508 -1.615589
Prob.* 0.0626
* nilai tukar rupiah (NER)Æ tidak stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -0.180256 -2.577125 -1.942499 -1.615594
Prob.* 0.6201
t-Statistic 2.512662 -2.577125 -1.942499 -1.615594
Prob.* 0.9972
t-Statistic -4.390275 -2.577190 -1.942508 -1.615589
Prob.* 0.0000
t-Statistic -1.649612 -2.578092 -1.942634 -1.615508
Prob.* 0.0935
* cadangan devisa (IR)Æ tidak stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
* output gap (YGAP)Æ stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
* inflasi (PDN)Æ tidak stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
IR -0.185702 0.838734 -0.029696 0.087425 1.000000
LAMPIRAN 3 UJI NON-STASIONERITAS PADA TINGKAT FIRST DIFFERENCE * suku bungaÆ stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -7.498221 -2.577190 -1.942508 -1.615589
Prob.* 0.0000
t-Statistic -11.17557 -2.577255 -1.942517 -1.615583
Prob.* 0.0000
t-Statistic -5.270420 -2.577387 -1.942536 -1.615571
Prob.* 0.0000
t-Statistic -10.22172 -2.577190 -1.942508 -1.615589
Prob.* 0.0000
t-Statistic -5.094237 -2.578092 -1.942634 -1.615508
Prob.* 0.0000
* nilai tukar rupiah (NER) Æ stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
* cadangan devisa (IR) Æ stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
* output gap (YGAP) Æ stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
* inflasi (PDN) Æ stasioner Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LAMPIRAN 4 KESTABILAN VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(R) D(PDN) D(NER) D(YGAP) D(IR) Exogenous variables: C Lag specification: 1 16 Date: 11/05/07 Time: 21:30 Root 0.864499 + 0.492858i 0.864499 - 0.492858i -0.962950 + 0.250410i -0.962950 - 0.250410i 0.970170 + 0.163846i 0.970170 - 0.163846i 0.882535 - 0.431560i 0.882535 + 0.431560i -0.221648 + 0.953714i -0.221648 - 0.953714i 0.417110 + 0.885253i 0.417110 - 0.885253i 0.524167 + 0.825862i 0.524167 - 0.825862i 0.925751 - 0.297401i 0.925751 + 0.297401i 0.966945 - 0.095553i 0.966945 + 0.095553i -0.492398 - 0.836775i -0.492398 + 0.836775i -0.842674 + 0.480222i -0.842674 - 0.480222i 0.483892 - 0.838473i 0.483892 + 0.838473i 0.266091 + 0.930731i 0.266091 - 0.930731i -0.777801 + 0.575179i -0.777801 - 0.575179i -0.956537 - 0.128542i -0.956537 + 0.128542i 0.175731 + 0.946620i 0.175731 - 0.946620i -0.959690 -0.072292 + 0.954753i -0.072292 - 0.954753i 0.598419 - 0.745462i 0.598419 + 0.745462i 0.709438 + 0.639276i 0.709438 - 0.639276i 0.761953 + 0.568529i 0.761953 - 0.568529i 0.067040 + 0.947534i 0.067040 - 0.947534i 0.797586 + 0.515910i 0.797586 - 0.515910i
Modulus 0.995122 0.995122 0.994976 0.994976 0.983908 0.983908 0.982401 0.982401 0.979131 0.979131 0.978597 0.978597 0.978161 0.978161 0.972349 0.972349 0.971655 0.971655 0.970900 0.970900 0.969904 0.969904 0.968085 0.968085 0.968021 0.968021 0.967370 0.967370 0.965135 0.965135 0.962793 0.962793 0.959690 0.957486 0.957486 0.955939 0.955939 0.954975 0.954975 0.950682 0.950682 0.949902 0.949902 0.949898 0.949898
-0.591664 + 0.735227i -0.591664 - 0.735227i -0.685810 - 0.644516i -0.685810 + 0.644516i -0.851495 + 0.395093i -0.851495 - 0.395093i -0.327790 + 0.869506i -0.327790 - 0.869506i -0.177357 + 0.894407i -0.177357 - 0.894407i -0.833549 - 0.318870i -0.833549 + 0.318870i -0.061127 - 0.883606i -0.061127 + 0.883606i 0.876220 -0.618196 + 0.615181i -0.618196 - 0.615181i 0.569021 + 0.650670i 0.569021 - 0.650670i 0.149031 + 0.826304i 0.149031 - 0.826304i 0.319741 + 0.762483i 0.319741 - 0.762483i 0.741038 - 0.352885i 0.741038 + 0.352885i -0.394066 - 0.714567i -0.394066 + 0.714567i -0.709559 + 0.221509i -0.709559 - 0.221509i -0.722838 0.614407 0.434752 + 0.379432i 0.434752 - 0.379432i -0.528843 + 0.113592i -0.528843 - 0.113592i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
0.943729 0.943729 0.941135 0.941135 0.938692 0.938692 0.929240 0.929240 0.911822 0.911822 0.892458 0.892458 0.885718 0.885718 0.876220 0.872132 0.872132 0.864382 0.864382 0.839636 0.839636 0.826809 0.826809 0.820771 0.820771 0.816023 0.816023 0.743330 0.743330 0.722838 0.614407 0.577042 0.577042 0.540904 0.540904
LAMPIRAN 5 PENENTUAN LAG OPTIMAL VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(R) D(PDN) D(NER) D(YGAP) D(IR) Exogenous variables: C Date: 11/05/07 Time: 21:32 Sample: 1991:01 2006:12 Included observations: 175 Lag LogL LR FPE AIC 0 -4703.244 NA 1.61E+17 53.80850 1 -4508.421 376.2869 2.31E+16 51.86767 2 -4349.292 298.2529 4.99E+15 50.33477 3 -4304.388 81.59749 3.98E+15 50.10729 4 -4261.943 74.70359 3.27E+15 49.90792 5 -4164.408 166.0882 1.44E+15 49.07894 6 -4138.920 41.94461 1.44E+15 49.07338 7 -4103.271 56.63213 1.29E+15 48.95167 8 -4003.238 153.1931 5.55E+14 48.09415 9 -3954.348 72.07709 4.30E+14 47.82112 10 -3886.797 95.73009 2.71E+14 47.33482 11 -3830.146 77.04570 1.94E+14 46.97309 12 -3786.234 57.21093 1.62E+14 46.75696 13 -3747.477 48.27939 1.45E+14 46.59974 14 -3710.064 44.46882 1.32E+14 46.45787 15 -3661.860 54.53899* 1.08E+14* 46.19269* 16 -3638.093 25.53238 1.18E+14 46.20678 * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
SC 53.89893 52.41020 51.32941* 51.55405 51.80679 51.42993 51.87647 52.20687 51.80147 51.98056 51.94637 52.03675 52.27273 52.56762 52.87787 53.06479 53.53100
HQ 53.84518 52.08774 50.73822 50.69414 50.67815 50.03257 50.21039 50.27207 49.59794 49.50831 49.20540 49.02706 48.99431 49.02048 49.06200 48.98021* 49.17769
LAMPIRAN 6 ESTIMASI VAR Vector Autoregression Estimates Date: 01/21/08 Time: 14:07 Sample(adjusted): 1991:04 2006:12 Included observations: 189 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(R) D(PDN) D(NER) D(R(-1)) 0.448013 0.140085 77.29083 (0.07033) (0.03042) (24.5236) [ 6.37019] [ 4.60435] [ 3.15169]
D(YGAP) -3.090396 (1.79140) [-1.72513]
D(IR) -11.16385 (29.7219) [-0.37561]
D(R(-2))
0.098124 (0.07777) [ 1.26175]
0.220464 (0.03364) [ 6.55314]
20.68539 (27.1176) [ 0.76280]
1.654323 (1.98088) [ 0.83514]
24.20962 (32.8657) [ 0.73662]
D(PDN(-1))
-0.211066 (0.08356)
1.357401 (0.03615)
-67.21078 (29.1376)
-1.803056 (2.12844)
-22.50458 (35.3140)
[-2.52587]
[ 37.5505]
[-2.30667]
[-0.84712]
[-0.63727]
D(PDN(-2))
0.222531 (0.07811) [ 2.84891]
-0.692475 (0.03379) [-20.4931]
57.58353 (27.2368) [ 2.11418]
0.426392 (1.98960) [ 0.21431]
14.10249 (33.0103) [ 0.42722]
D(NER(-1))
0.000677 (0.00021) [ 3.25394]
-3.49E-05 (9.0E-05) [-0.38763]
0.037262 (0.07253) [ 0.51375]
0.000645 (0.00530) [ 0.12172]
-0.266102 (0.08790) [-3.02724]
D(NER(-2))
0.000583 (0.00021) [ 2.72164]
0.000256 (9.3E-05) [ 2.76596]
-0.266727 (0.07469) [-3.57091]
0.001089 (0.00546) [ 0.19964]
-0.099682 (0.09053) [-1.10112]
D(YGAP(-1))
0.001729 (0.00294) [ 0.58798]
0.003410 (0.00127) [ 2.68114]
-0.023843 (1.02515) [-0.02326]
0.304762 (0.07489) [ 4.06972]
-1.448777 (1.24246) [-1.16606]
D(YGAP(-2))
-0.004095 (0.00295) [-1.38785]
0.000505 (0.00128) [ 0.39564]
0.933945 (1.02886) [ 0.90775]
-0.115182 (0.07516) [-1.53258]
-2.484978 (1.24695) [-1.99285]
D(IR(-1))
-0.000282 (0.00018) [-1.60459]
-2.17E-05 (7.6E-05) [-0.28526]
-0.101390 (0.06129) [-1.65416]
-0.001617 (0.00448) [-0.36109]
-0.040127 (0.07429) [-0.54016]
D(IR(-2))
-0.000392 (0.00017) [-2.25718]
-0.000173 (7.5E-05) [-2.31192]
0.061367 (0.06048) [ 1.01458]
0.005114 (0.00442) [ 1.15755]
0.018041 (0.07331) [ 0.24611]
0.017145 (0.15374) [ 0.11152] R-squared 0.435880 Adj. R-squared 0.404188 Sum sq. resids 726.6326 S.E. equation 2.020447 F-statistic 13.75359 Log likelihood -395.4401 Akaike AIC 4.300953 Schwarz SC 4.489626 Mean dependent -0.073016 S.D. dependent 2.617538 Determinant Residual Covariance Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
0.047839 (0.06651) [ 0.71931] 0.950524 0.947745 135.9828 0.874041 341.9710 -237.0682 2.625061 2.813734 0.029101 3.823544 2.73E+15
56.99554 (53.6073) [ 1.06320] 0.145541 0.097537 88349991 704.5199 3.031887 -1501.883 16.00935 16.19802 37.50265 741.6152
-1.045845 (3.91590) [-0.26708] 0.126867 0.077815 471435.8 51.46373 2.586360 -1007.339 10.77607 10.96474 -0.356720 53.59104
195.1897 (64.9705) [ 3.00428] 0.094724 0.043866 1.30E+08 853.8582 1.862516 -1538.218 16.39385 16.58252 173.8889 873.2254
C
-4699.847 50.31584 51.25921
LAMPIRAN 7 GRAFIK IRF Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(R) to D(R)
Response of D(R) to D(PDN)
Response of D(R) to D(NER)
Response of D(R) to D(YGAP)
Response of D(R) to D(IR)
2.5
2.5
2.5
2.5
2.5
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-1.0
-1.0 10
20
30
40
50
60
70
-1.0 10
Response of D(PDN) to D(R)
20
30
40
50
60
70
-1.0 10
Response of D(PDN) to D(PDN)
20
30
40
50
60
70
-1.0 10
Response of D(PDN) to D(NER)
20
30
40
50
60
70
10
Response of D(PDN) to D(YGAP)
2.0
2.0
2.0
2.0
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-0.5
-1.0 10
20
30
40
50
60
70
-1.0 10
Response of D(NER) to D(R)
20
30
40
50
60
70
-1.0 10
Response of D(NER) to D(PDN)
20
30
40
50
60
70
20
30
40
50
60
70
10
Response of D(NER) to D(YGAP)
800
800
800
800
600
600
600
600
600
400
400
400
400
400
200
200
200
200
200
0
0
0
0
0
-200
-200
-200
-200
-200
-400 10
20
30
40
50
60
70
-400 10
Response of D(YGAP) to D(R)
20
30
40
50
60
70
-400 10
Response of D(YGAP) to D(PDN)
20
30
40
50
60
70
20
30
40
50
60
70
10
Response of D(YGAP) to D(YGAP)
60
60
60
60
50
50
50
50
50
40
40
40
40
40
30
30
30
30
30
20
20
20
20
20
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
-10
-10
-10
-10
-10
-20 10
20
30
40
50
60
70
-20 10
Response of D(IR) to D(R)
20
30
40
50
60
70
-20 10
Response of D(IR) to D(PDN)
20
30
40
50
60
70
20
30
40
50
60
70
10
Response of D(IR) to D(YGAP)
1000
1000
1000
1000
800
800
800
800
800
600
600
600
600
600
400
400
400
400
400
200
200
200
200
200
0
0
0
0
0
-200
-200
-200
-200
-200
-400 10
20
30
40
50
60
70
-400 10
20
30
40
50
60
70
-400 10
20
30
40
50
60
70
30
40
50
60
70
20
30
40
50
60
70
20
30
40
50
60
70
Response of D(IR) to D(IR)
1000
-400
20
-20 10
Response of D(IR) to D(NER)
70
Response of D(YGAP) to D(IR)
60
-20
60
-400 10
Response of D(YGAP) to D(NER)
50
Response of D(NER) to D(IR)
800
-400
40
-1.0 10
Response of D(NER) to D(NER)
30
Response of D(PDN) to D(IR)
2.0
-1.0
20
-400 10
20
30
40
50
60
70
10
20
30
40
50
60
70
LAMPIRAN 8 TABEL IRF Response of D(R): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
D(R) 2.020447 (0.10392) 0.826583 (0.15449) 0.528746 (0.15030) 0.380170 (0.13102) 0.218335 (0.12406) 0.149608 (0.11700) 0.191591 (0.11348) 0.257992 (0.11063) 0.282309 (0.10596) 0.251295 (0.09802) 0.179024 (0.08781) 0.091764 (0.07709) 0.020346 (0.06722) -0.014220 (0.05946) -0.010171 (0.05459) 0.017921 (0.05178) 0.049095 (0.04883) 0.066132 (0.04420) 0.061956 (0.03817) 0.040561 (0.03224) 0.013005 (0.02765) -0.008888 (0.02447) -0.017876 (0.02226) -0.013557
D(PDN) 0.000000 (0.00000) -0.218181 (0.08295) -0.259139 (0.10440) -0.130361 (0.09562) 0.037414 (0.08851) 0.147482 (0.07979) 0.181733 (0.06921) 0.141205 (0.05586) 0.052756 (0.04567) -0.037137 (0.04431) -0.088947 (0.04749) -0.088620 (0.04840) -0.047731 (0.04604) 0.007416 (0.04297) 0.049818 (0.04028) 0.063376 (0.03680) 0.047763 (0.03228) 0.015431 (0.02870) -0.016401 (0.02743) -0.034179 (0.02693) -0.033142 (0.02549) -0.017614 (0.02338) 0.002695 (0.02169) 0.017974
D(NER) 0.000000 (0.00000) 0.476207 (0.14864) 0.711419 (0.16495) 0.333289 (0.11211) 0.110401 (0.09302) 0.082933 (0.07206) 0.083308 (0.06678) 0.092779 (0.06401) 0.127363 (0.06436) 0.151757 (0.06309) 0.138452 (0.05854) 0.095781 (0.05145) 0.045396 (0.04338) 0.005359 (0.03624) -0.013577 (0.03163) -0.010202 (0.02956) 0.007307 (0.02872) 0.026465 (0.02764) 0.037000 (0.02549) 0.034834 (0.02236) 0.022437 (0.01895) 0.006389 (0.01604) -0.006310 (0.01401) -0.011385
D(YGAP) 0.000000 (0.00000) 0.114417 (0.15075) -0.105954 (0.16837) -0.031883 (0.13688) 0.082080 (0.10740) 0.070587 (0.07079) 0.063816 (0.04607) 0.075238 (0.03963) 0.071931 (0.04049) 0.049926 (0.04151) 0.023932 (0.04030) 0.004238 (0.03637) -0.005414 (0.02985) -0.004518 (0.02234) 0.003659 (0.01678) 0.013090 (0.01471) 0.018457 (0.01418) 0.017586 (0.01335) 0.011604 (0.01231) 0.003683 (0.01150) -0.002725 (0.01060) -0.005437 (0.00919) -0.004256 (0.00763) -0.000667
D(IR) 0.000000 (0.00000) -0.238226 (0.14897) -0.484311 (0.16362) -0.212896 (0.10910) -0.126201 (0.09598) -0.077626 (0.06071) -0.059448 (0.04893) -0.069600 (0.04816) -0.090249 (0.04903) -0.100723 (0.04844) -0.090384 (0.04560) -0.063757 (0.04030) -0.032299 (0.03323) -0.007079 (0.02630) 0.005027 (0.02179) 0.003469 (0.02016) -0.006626 (0.01964) -0.017741 (0.01875) -0.023717 (0.01720) -0.022097 (0.01521) -0.014375 (0.01303) -0.004522 (0.01091) 0.003251 (0.00924) 0.006389
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
(0.02093) -0.001199 (0.02019) 0.011646 (0.01922) 0.018849 (0.01742) 0.018049 (0.01503) 0.010897 (0.01290) 0.001521 (0.01151) -0.005771 (0.01058) -0.008406 (0.00974) -0.006312 (0.00904) -0.001456 (0.00859) 0.003417 (0.00814) 0.006124 (0.00741) 0.005872 (0.00649) 0.003323 (0.00571) 4.42E-06 (0.00522) -0.002520 (0.00485) -0.003343 (0.00442) -0.002469 (0.00402) -0.000636 (0.00375) 0.001158 (0.00352) 0.002132 (0.00321) 0.002023 (0.00283) 0.001088 (0.00252) -0.000106 (0.00232) -0.000995 (0.00216) -0.001259 (0.00195)
(0.02045) 0.022578 (0.01882) 0.016628 (0.01676) 0.004799 (0.01510) -0.006625 (0.01424) -0.012799 (0.01351) -0.012122 (0.01241) -0.006281 (0.01120) 0.001144 (0.01035) 0.006612 (0.00972) 0.008143 (0.00891) 0.005861 (0.00795) 0.001520 (0.00718) -0.002590 (0.00672) -0.004738 (0.00628) -0.004393 (0.00568) -0.002207 (0.00510) 0.000500 (0.00470) 0.002450 (0.00439) 0.002950 (0.00400) 0.002076 (0.00356) 0.000481 (0.00322) -0.000998 (0.00300) -0.001745 (0.00278) -0.001585 (0.00250) -0.000769 (0.00223) 0.000216 (0.00205)
(0.01278) -0.008619 (0.01213) -0.001152 (0.01176) 0.006544 (0.01124) 0.010856 (0.01028) 0.010406 (0.00900) 0.006196 (0.00778) 0.000681 (0.00691) -0.003590 (0.00631) -0.005099 (0.00581) -0.003816 (0.00541) -0.000913 (0.00512) 0.001984 (0.00484) 0.003586 (0.00442) 0.003433 (0.00390) 0.001921 (0.00345) -3.92E-05 (0.00314) -0.001524 (0.00290) -0.001998 (0.00265) -0.001470 (0.00242) -0.000378 (0.00224) 0.000685 (0.00210) 0.001259 (0.00191) 0.001190 (0.00170) 0.000634 (0.00152) -7.24E-05 (0.00139) -0.000596 (0.00129)
(0.00664) 0.003137 (0.00628) 0.005340 (0.00591) 0.005213 (0.00526) 0.003198 (0.00460) 0.000482 (0.00422) -0.001670 (0.00395) -0.002483 (0.00356) -0.001910 (0.00311) -0.000506 (0.00282) 0.000930 (0.00268) 0.001752 (0.00249) 0.001713 (0.00219) 0.000991 (0.00191) 2.69E-05 (0.00175) -0.000721 (0.00164) -0.000979 (0.00149) -0.000740 (0.00132) -0.000210 (0.00120) 0.000318 (0.00113) 0.000613 (0.00104) 0.000593 (0.00092) 0.000328 (0.00081) -2.00E-05 (0.00074) -0.000284 (0.00069) -0.000368 (0.00063) -0.000272 (0.00056)
(0.00829) 0.004784 (0.00793) 0.000344 (0.00768) -0.004229 (0.00724) -0.006761 (0.00654) -0.006431 (0.00572) -0.003849 (0.00496) -0.000497 (0.00437) 0.002089 (0.00394) 0.003004 (0.00362) 0.002233 (0.00340) 0.000490 (0.00322) -0.001245 (0.00302) -0.002197 (0.00273) -0.002091 (0.00241) -0.001170 (0.00213) 1.54E-05 (0.00193) 0.000910 (0.00178) 0.001194 (0.00162) 0.000874 (0.00149) 0.000216 (0.00138) -0.000422 (0.00129) -0.000765 (0.00117) -0.000720 (0.00104) -0.000383 (0.00093) 4.41E-05 (0.00085) 0.000359 (0.00078)
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 Response of D(PDN): Period
-0.000912 (0.00175) -0.000230 (0.00161) 0.000422 (0.00150) 0.000766 (0.00137) 0.000715 (0.00121) 0.000369 (0.00108) -6.41E-05 (0.00100) -0.000379 (0.00093) -0.000464 (0.00083) -0.000329 (0.00074) -7.76E-05 (0.00068) 0.000158 (0.00063) 0.000279 (0.00057) 0.000255 (0.00051) 0.000127 (0.00046) -3.05E-05 (0.00042) -0.000142 (0.00039) -0.000170 (0.00035) -0.000118 (0.00031) -2.51E-05 (0.00028) 5.99E-05 (0.00026) 0.000102 (0.00024) 9.15E-05 (0.00021) 4.37E-05 (0.00019) -1.34E-05 (0.00017)
0.000910 (0.00191) 0.001071 (0.00173) 0.000736 (0.00154) 0.000150 (0.00139) -0.000382 (0.00129) -0.000641 (0.00119) -0.000571 (0.00106) -0.000267 (0.00095) 9.13E-05 (0.00087) 0.000338 (0.00081) 0.000389 (0.00073) 0.000261 (0.00065) 4.60E-05 (0.00059) -0.000145 (0.00054) -0.000235 (0.00050) -0.000205 (0.00044) -9.22E-05 (0.00040) 3.79E-05 (0.00036) 0.000125 (0.00034) 0.000141 (0.00030) 9.24E-05 (0.00027) 1.36E-05 (0.00024) -5.52E-05 (0.00022) -8.62E-05 (0.00021) -7.36E-05 (0.00018)
-0.000748 (0.00117) -0.000540 (0.00105) -0.000135 (0.00096) 0.000251 (0.00090) 0.000454 (0.00082) 0.000422 (0.00073) 0.000216 (0.00065) -4.06E-05 (0.00060) -0.000226 (0.00055) -0.000275 (0.00050) -0.000194 (0.00044) -4.49E-05 (0.00041) 9.45E-05 (0.00038) 0.000165 (0.00034) 0.000151 (0.00030) 7.41E-05 (0.00027) -1.89E-05 (0.00025) -8.48E-05 (0.00023) -0.000101 (0.00021) -6.94E-05 (0.00018) -1.44E-05 (0.00017) 3.58E-05 (0.00016) 6.05E-05 (0.00014) 5.41E-05 (0.00013) 2.56E-05 (0.00011)
-7.55E-05 (0.00050) 0.000117 (0.00047) 0.000221 (0.00043) 0.000210 (0.00038) 0.000112 (0.00034) -1.45E-05 (0.00031) -0.000108 (0.00029) -0.000136 (0.00026) -9.83E-05 (0.00023) -2.55E-05 (0.00021) 4.39E-05 (0.00019) 8.06E-05 (0.00018) 7.52E-05 (0.00016) 3.85E-05 (0.00014) -7.34E-06 (0.00013) -4.07E-05 (0.00012) -4.96E-05 (0.00011) -3.51E-05 (9.5E-05) -8.36E-06 (8.6E-05) 1.67E-05 (8.0E-05) 2.95E-05 (7.3E-05) 2.70E-05 (6.4E-05) 1.33E-05 (5.7E-05) -3.34E-06 (5.3E-05) -1.52E-05 (4.8E-05)
0.000450 (0.00071) 0.000323 (0.00064) 7.83E-05 (0.00059) -0.000154 (0.00055) -0.000275 (0.00050) -0.000254 (0.00044) -0.000129 (0.00040) 2.51E-05 (0.00036) 0.000137 (0.00034) 0.000166 (0.00030) 0.000117 (0.00027) 2.63E-05 (0.00025) -5.76E-05 (0.00023) -1.00E-04 (0.00021) -9.08E-05 (0.00018) -4.44E-05 (0.00017) 1.17E-05 (0.00015) 5.13E-05 (0.00014) 6.05E-05 (0.00013) 4.16E-05 (0.00011) 8.43E-06 (0.00010) -2.18E-05 (9.4E-05) -3.65E-05 (8.5E-05) -3.25E-05 (7.6E-05) -1.53E-05 (6.8E-05)
D(R)
D(PDN)
D(NER)
D(YGAP)
D(IR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
0.159995 (0.06304) 0.503557 (0.11020) 1.085719 (0.13867) 1.407361 (0.16752) 1.348781 (0.19562) 0.959885 (0.21264) 0.422699 (0.21368) -0.037055 (0.20353) -0.263198 (0.18958) -0.228670 (0.17607) -0.020735 (0.16253) 0.220093 (0.14778) 0.370481 (0.13336) 0.373334 (0.12219) 0.248862 (0.11500) 0.069961 (0.10962) -0.080322 (0.10405) -0.147050 (0.09847) -0.121706 (0.09374) -0.036672 (0.08927) 0.056892 (0.08338) 0.114888 (0.07561) 0.117859 (0.06759) 0.074384 (0.06145) 0.011658 (0.05741) -0.040081 (0.05401) -0.061294
0.859273 (0.04420) 1.191794 (0.06999) 0.982507 (0.08872) 0.404428 (0.11073) -0.217954 (0.13469) -0.606029 (0.15104) -0.641338 (0.15419) -0.382698 (0.14567) -0.002891 (0.13460) 0.307934 (0.12873) 0.427794 (0.12572) 0.342261 (0.12050) 0.129027 (0.11496) -0.094452 (0.11356) -0.229861 (0.11429) -0.236732 (0.11161) -0.138320 (0.10470) 0.001280 (0.09750) 0.113106 (0.09235) 0.154162 (0.08734) 0.120794 (0.08081) 0.042333 (0.07450) -0.038253 (0.07039) -0.085719 (0.06732) -0.086247 (0.06310) -0.049119 (0.05792) 0.001963
0.000000 (0.00000) -0.028833 (0.06420) 0.212625 (0.11535) 0.557408 (0.14512) 0.780447 (0.16408) 0.755081 (0.17247) 0.525723 (0.16165) 0.214553 (0.13872) -0.049188 (0.11739) -0.177033 (0.10655) -0.151891 (0.10263) -0.024809 (0.09815) 0.120511 (0.09198) 0.211081 (0.08640) 0.213702 (0.08136) 0.140834 (0.07517) 0.035861 (0.06802) -0.052009 (0.06212) -0.090360 (0.05874) -0.074340 (0.05668) -0.023282 (0.05414) 0.032486 (0.05058) 0.066929 (0.04641) 0.068671 (0.04222) 0.042934 (0.03843) 0.005902 (0.03526) -0.024518
0.000000 (0.00000) 0.176009 (0.06538) 0.351609 (0.11978) 0.382533 (0.16221) 0.277718 (0.18633) 0.119676 (0.19706) -0.013747 (0.18953) -0.081698 (0.15970) -0.073984 (0.11592) -0.013562 (0.07892) 0.058111 (0.06679) 0.104062 (0.06752) 0.107020 (0.06495) 0.072300 (0.06126) 0.020741 (0.06081) -0.023384 (0.05948) -0.043611 (0.05278) -0.036925 (0.04271) -0.012403 (0.03549) 0.015131 (0.03341) 0.032656 (0.03201) 0.034202 (0.02864) 0.021996 (0.02521) 0.003834 (0.02376) -0.011432 (0.02296) -0.017947 (0.02088) -0.014791
0.000000 (0.00000) -0.018321 (0.06423) -0.205700 (0.11405) -0.389905 (0.14663) -0.509974 (0.16770) -0.484074 (0.17675) -0.340243 (0.16963) -0.147910 (0.14180) 0.014856 (0.10441) 0.094172 (0.07943) 0.080721 (0.07533) 0.005845 (0.07501) -0.080040 (0.06921) -0.133026 (0.06316) -0.133181 (0.06101) -0.088135 (0.05854) -0.024107 (0.05202) 0.029283 (0.04400) 0.052620 (0.03955) 0.043121 (0.03869) 0.012537 (0.03731) -0.020813 (0.03392) -0.041263 (0.03020) -0.042018 (0.02767) -0.026282 (0.02573) -0.003838 (0.02341) 0.014531
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
(0.05042) -0.049472 (0.04714) -0.016815 (0.04448) 0.017994 (0.04168) 0.039173 (0.03807) 0.040074 (0.03412) 0.024212 (0.03091) 0.001686 (0.02871) -0.016527 (0.02677) -0.023505 (0.02460) -0.018571 (0.02253) -0.006323 (0.02094) 0.006410 (0.01954) 0.013976 (0.01786) 0.014107 (0.01602) 0.008218 (0.01449) 4.99E-05 (0.01341) -0.006419 (0.01243) -0.008744 (0.01131) -0.006766 (0.01023) -0.002217 (0.00941) 0.002407 (0.00874) 0.005083 (0.00799) 0.005040 (0.00715) 0.002840 (0.00645) -0.000132 (0.00596) -0.002437 (0.00550)
(0.05351) 0.042035 (0.05023) 0.055942 (0.04677) 0.042912 (0.04266) 0.014001 (0.03892) -0.015088 (0.03630) -0.031735 (0.03404) -0.031248 (0.03130) -0.017299 (0.02839) 0.001354 (0.02610) 0.015682 (0.02434) 0.020348 (0.02244) 0.015277 (0.02029) 0.004624 (0.01842) -0.005876 (0.01708) -0.011708 (0.01586) -0.011290 (0.01443) -0.006063 (0.01300) 0.000739 (0.01192) 0.005854 (0.01107) 0.007405 (0.01013) 0.005440 (0.00911) 0.001517 (0.00825) -0.002271 (0.00762) -0.004311 (0.00703) -0.004073 (0.00635) -0.002118 (0.00570)
(0.03268) -0.036812 (0.03054) -0.029573 (0.02869) -0.010086 (0.02696) 0.010571 (0.02513) 0.023079 (0.02303) 0.023552 (0.02083) 0.014118 (0.01892) 0.000786 (0.01742) -0.009947 (0.01613) -0.014005 (0.01485) -0.011016 (0.01364) -0.003725 (0.01264) 0.003817 (0.01173) 0.008275 (0.01073) 0.008322 (0.00968) 0.004814 (0.00877) -2.51E-05 (0.00807) -0.003840 (0.00745) -0.005194 (0.00679) -0.004001 (0.00616) -0.001296 (0.00566) 0.001441 (0.00523) 0.003015 (0.00478) 0.002977 (0.00430) 0.001667 (0.00388) -9.47E-05 (0.00357)
(0.01797) -0.005393 (0.01593) 0.004830 (0.01511) 0.011212 (0.01419) 0.011705 (0.01258) 0.007233 (0.01102) 0.000696 (0.01021) -0.004693 (0.00971) -0.006856 (0.00886) -0.005527 (0.00778) -0.002003 (0.00701) 0.001735 (0.00660) 0.004015 (0.00613) 0.004134 (0.00545) 0.002469 (0.00480) 9.54E-05 (0.00443) -0.001822 (0.00416) -0.002548 (0.00378) -0.002011 (0.00334) -0.000702 (0.00302) 0.000656 (0.00282) 0.001463 (0.00261) 0.001480 (0.00232) 0.000857 (0.00206) -8.23E-06 (0.00189) -0.000692 (0.00176) -0.000936 (0.00160)
(0.02101) 0.021925 (0.01938) 0.017541 (0.01845) 0.005803 (0.01744) -0.006602 (0.01598) -0.014069 (0.01439) -0.014280 (0.01305) -0.008541 (0.01197) -0.000483 (0.01098) 0.005980 (0.01002) 0.008405 (0.00919) 0.006584 (0.00851) 0.002184 (0.00791) -0.002352 (0.00727) -0.005018 (0.00660) -0.005025 (0.00596) -0.002895 (0.00542) 2.55E-05 (0.00498) 0.002320 (0.00457) 0.003126 (0.00416) 0.002398 (0.00379) 0.000765 (0.00348) -0.000882 (0.00321) -0.001824 (0.00292) -0.001794 (0.00262) -0.001000 (0.00238) 6.29E-05 (0.00218)
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 Response of D(IR): Period 1 2 3
-0.003213 (0.00498) -0.002435 (0.00447) -0.000753 (0.00409) 0.000921 (0.00379) 0.001862 (0.00345) 0.001811 (0.00308) 0.000988 (0.00278) -9.45E-05 (0.00256) -0.000916 (0.00235) -0.001175 (0.00212) -0.000871 (0.00190) -0.000251 (0.00173) 0.000354 (0.00160) 0.000684 (0.00145) 0.000652 (0.00130) 0.000344 (0.00117) -5.00E-05 (0.00107) -0.000343 (0.00098) -0.000428 (0.00089) -0.000311 (0.00079) -8.22E-05 (0.00072) 0.000136 (0.00066)
0.000360 (0.00522) 0.002184 (0.00483) 0.002694 (0.00440) 0.001936 (0.00394) 0.000492 (0.00356) -0.000873 (0.00328) -0.001585 (0.00302) -0.001467 (0.00271) -0.000738 (0.00243) 0.000164 (0.00222) 0.000814 (0.00205) 0.000980 (0.00186) 0.000688 (0.00166) 0.000158 (0.00150) -0.000334 (0.00138) -0.000582 (0.00126) -0.000528 (0.00113) -0.000256 (0.00101) 7.19E-05 (0.00092) 0.000303 (0.00085) 0.000356 (0.00077) 0.000244 (0.00068)
-0.001455 (0.00329) -0.001906 (0.00298) -0.001438 (0.00268) -0.000438 (0.00245) 0.000552 (0.00226) 0.001105 (0.00206) 0.001070 (0.00185) 0.000580 (0.00166) -6.15E-05 (0.00153) -0.000546 (0.00141) -0.000696 (0.00127) -0.000514 (0.00114) -0.000145 (0.00103) 0.000212 (0.00095) 0.000406 (0.00087) 0.000385 (0.00078) 0.000202 (0.00070) -3.15E-05 (0.00064) -0.000204 (0.00059) -0.000254 (0.00053) -0.000183 (0.00047) -4.75E-05 (0.00043)
-0.000724 (0.00141) -0.000239 (0.00128) 0.000253 (0.00119) 0.000537 (0.00109) 0.000532 (0.00097) 0.000299 (0.00086) -1.64E-05 (0.00079) -0.000261 (0.00073) -0.000342 (0.00066) -0.000259 (0.00059) -8.02E-05 (0.00053) 9.75E-05 (0.00049) 0.000197 (0.00045) 0.000192 (0.00040) 0.000104 (0.00036) -1.05E-05 (0.00033) -9.77E-05 (0.00030) -0.000125 (0.00027) -9.25E-05 (0.00024) -2.66E-05 (0.00022) 3.76E-05 (0.00020) 7.26E-05 (0.00018)
0.000880 (0.00200) 0.001148 (0.00181) 0.000863 (0.00164) 0.000259 (0.00149) -0.000337 (0.00138) -0.000668 (0.00125) -0.000645 (0.00112) -0.000347 (0.00101) 3.95E-05 (0.00093) 0.000331 (0.00085) 0.000420 (0.00077) 0.000309 (0.00069) 8.59E-05 (0.00063) -0.000129 (0.00058) -0.000245 (0.00053) -0.000232 (0.00047) -0.000121 (0.00042) 1.99E-05 (0.00039) 0.000124 (0.00036) 0.000153 (0.00032) 0.000110 (0.00029) 2.80E-05 (0.00026)
D(R) 77.54260 (61.9809) -21.08499 (61.8478) 6.751633 (54.2577)
D(PDN) -25.65253 (61.8383) -5.953705 (33.6985) -5.465890 (27.9321)
D(NER) -20.27213 (61.8155) -183.0618 (62.4002) -71.32869 (62.0350)
D(YGAP) -92.93805 (61.6215) -70.19483 (63.3900) -155.8255 (62.8736)
D(IR) 844.6032 (43.4417) -33.89098 (62.7670) 44.43543 (63.0149)
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
-26.98147 (33.0918) -3.468753 (29.3536) 11.37064 (26.5810) 7.509670 (25.3983) 4.380195 (23.6229) 0.899833 (20.1478) -4.097579 (15.9376) -7.163849 (12.3577) -6.530831 (10.1248) -3.392030 (8.85744) 0.237301 (7.98902) 2.813839 (7.51608) 3.526752 (7.33868) 2.445094 (6.97276) 0.409151 (6.14142) -1.478179 (5.06733) -2.410078 (4.20543) -2.165543 (3.72355) -1.077907 (3.37982) 0.221366 (3.00973) 1.134115 (2.71209) 1.348313 (2.55884) 0.916453 (2.41773) 0.159439 (2.16343) -0.526482 (1.84280) -0.856293 (1.59191) -0.757035
6.166968 (24.5589) 10.81802 (22.9816) 7.694277 (21.4227) -0.907334 (18.4310) -7.730229 (16.0062) -8.939358 (14.5251) -5.924926 (13.3613) -1.151708 (11.8774) 3.144376 (10.3539) 5.241527 (9.36250) 4.619214 (8.73177) 2.093230 (7.92671) -0.836334 (6.88970) -2.816355 (6.00508) -3.185226 (5.47597) -2.106915 (5.05101) -0.337405 (4.50050) 1.218531 (3.92759) 1.930427 (3.53228) 1.660731 (3.27800) 0.724594 (2.98414) -0.338032 (2.61652) -1.041321 (2.29659) -1.152950 (2.09460) -0.743633 (1.93164) -0.095443 (1.72866) 0.462940
30.18644 (29.8946) 10.49274 (23.9751) -7.671580 (17.3986) 2.383330 (15.2774) 7.904399 (14.5102) 3.673752 (13.2909) -0.609547 (11.3672) -2.662901 (9.02199) -3.833834 (7.12047) -3.726201 (5.97152) -2.036633 (5.27117) 0.187580 (4.71826) 1.738626 (4.39035) 2.116534 (4.26704) 1.453260 (4.05222) 0.249516 (3.57365) -0.867018 (2.96768) -1.419077 (2.49688) -1.271431 (2.23487) -0.624921 (2.02876) 0.143331 (1.79625) 0.679997 (1.61021) 0.802412 (1.51546) 0.543183 (1.42935) 0.093229 (1.27762) -0.312671 (1.09110) -0.506439
-45.49900 (28.7486) -4.154318 (22.0359) 12.90166 (12.1293) 10.50035 (9.25552) 0.823845 (6.73737) -2.099722 (5.31035) -2.035925 (3.98457) -1.928767 (3.21706) -1.199856 (2.76744) 0.004046 (2.50787) 0.868564 (2.36554) 1.059623 (2.26320) 0.727212 (2.09561) 0.144683 (1.83762) -0.406136 (1.55851) -0.693806 (1.33369) -0.636611 (1.17500) -0.325509 (1.04782) 0.053834 (0.93812) 0.325272 (0.85748) 0.395127 (0.79954) 0.274927 (0.73649) 0.055796 (0.65532) -0.146653 (0.57062) -0.247447 (0.50256) -0.222932 (0.45222) -0.108581
-2.518051 (25.3461) -18.04955 (20.0926) -0.127003 (11.6273) -2.335584 (10.3570) -3.340446 (9.44602) -1.398825 (8.60987) 0.227242 (7.31040) 1.608336 (5.75003) 2.444921 (4.45850) 2.275208 (3.68409) 1.215276 (3.24755) -0.097074 (2.92607) -1.022732 (2.73113) -1.258959 (2.65675) -0.861085 (2.53074) -0.134085 (2.23536) 0.536052 (1.84320) 0.863529 (1.52642) 0.770325 (1.35489) 0.378215 (1.23526) -0.085660 (1.09939) -0.408564 (0.98532) -0.481113 (0.92744) -0.323920 (0.87852) -0.052637 (0.78767) 0.191217 (0.66974) 0.306735
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
(1.44948) -0.356592 (1.32868) 0.112211 (1.17928) 0.433633 (1.04349) 0.499030 (0.96193) 0.332352 (0.90059) 0.053078 (0.81226) -0.194745 (0.70463) -0.309799 (0.61894) -0.268739 (0.56727) -0.120575 (0.52136) 0.049144 (0.46383) 0.162740 (0.40863) 0.182460 (0.37205) 0.118785 (0.34573) 0.016172 (0.31317) -0.073039 (0.27464) -0.112868 (0.24285) -0.095980 (0.22239) -0.041084 (0.20442) 0.020420 (0.18258) 0.060592 (0.16097) 0.066356 (0.14554) 0.042165 (0.13446) 0.004543 (0.12212) -0.027506 (0.10786) -0.041219 (0.09563)
(1.51545) 0.707944 (1.35973) 0.596719 (1.25559) 0.249279 (1.14455) -0.136288 (1.01099) -0.385313 (0.89191) -0.417458 (0.81169) -0.262487 (0.74704) -0.025187 (0.67118) 0.175121 (0.59157) 0.259176 (0.53015) 0.214025 (0.48711) 0.085265 (0.44419) -0.054495 (0.39478) -0.142520 (0.34964) -0.151117 (0.31722) -0.092568 (0.29112) -0.005751 (0.26240) 0.066048 (0.23245) 0.094771 (0.20815) 0.076664 (0.19034) 0.029007 (0.17352) -0.021610 (0.15499) -0.052673 (0.13769) -0.054673 (0.12452) -0.032599 (0.11392) -0.000862 (0.10294)
(0.94927) -0.445974 (0.86844) -0.207915 (0.79498) 0.069510 (0.70311) 0.258761 (0.62123) 0.296077 (0.57278) 0.196258 (0.53560) 0.030431 (0.48213) -0.116082 (0.41848) -0.183558 (0.36907) -0.158567 (0.33915) -0.070448 (0.31121) 0.030017 (0.27618) 0.096916 (0.24330) 0.108109 (0.22182) 0.070027 (0.20599) 0.009128 (0.18620) -0.043587 (0.16325) -0.066918 (0.14474) -0.056663 (0.13278) -0.024014 (0.12187) 0.012394 (0.10863) 0.036050 (0.09581) 0.039291 (0.08678) 0.024836 (0.08015) 0.002514 (0.07264) -0.016417 (0.06412)
(0.40725) 0.028328 (0.36346) 0.124241 (0.32694) 0.146109 (0.29967) 0.099561 (0.27459) 0.018682 (0.24617) -0.054474 (0.21721) -0.089696 (0.19337) -0.079302 (0.17510) -0.036926 (0.15843) 0.012690 (0.14162) 0.046642 (0.12667) 0.053420 (0.11503) 0.035591 (0.10502) 0.005856 (0.09458) -0.020495 (0.08405) -0.032720 (0.07509) -0.028362 (0.06804) -0.012640 (0.06171) 0.005355 (0.05533) 0.017380 (0.04942) 0.019436 (0.04463) 0.012646 (0.04064) 0.001735 (0.03671) -0.007738 (0.03277) -0.011961 (0.02930) -0.010161 (0.02651)
(0.57692) 0.269079 (0.52607) 0.124865 (0.48371) -0.042441 (0.42912) -0.156109 (0.37829) -0.178028 (0.34825) -0.117436 (0.32678) -0.017390 (0.29510) 0.070684 (0.25548) 0.110939 (0.22386) 0.095480 (0.20540) 0.042146 (0.18919) -0.018405 (0.16822) -0.058554 (0.14779) -0.065074 (0.13445) -0.041954 (0.12517) -0.005207 (0.11347) 0.026488 (0.09933) 0.040405 (0.08767) 0.034087 (0.08035) 0.014336 (0.07397) -0.007600 (0.06603) -0.021791 (0.05809) -0.023659 (0.05250) -0.014884 (0.04857) -0.001416 (0.04413) 0.009966 (0.03892)
57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 Cholesky Ordering: D(R) D(PDN) D(NER) D(YGAP) D(IR) Standard Errors: Analytic
-0.034348 (0.08729) -0.014011 (0.08017) 0.008276 (0.07188) 0.022474 (0.06351) 0.024069 (0.05717) 0.014911 (0.05257) 0.001136 (0.04782) -0.010361 (0.04246) -0.015060 (0.03768) -0.012295 (0.03427) -0.004767 (0.03143) 0.003305 (0.02827) 0.008318 (0.02504) 0.008717 (0.02247) 0.005260 (0.02058) 0.000221 (0.01874) -0.003899 (0.01670) -0.005501 (0.01483) -0.004399 (0.01344)
0.024851 (0.09158) 0.034621 (0.08195) 0.027430 (0.07461) 0.009811 (0.06798) -0.008506 (0.06097) -0.019449 (0.05428) -0.019766 (0.04894) -0.011461 (0.04464) 0.000132 (0.04042) 0.009331 (0.03608) 0.012636 (0.03226) 0.009804 (0.02926) 0.003297 (0.02665) -0.003326 (0.02397) -0.007174 (0.02138) -0.007141 (0.01922) -0.004022 (0.01749) 0.000209 (0.01585) 0.003497 (0.01419)
-0.024442 (0.05697) -0.020280 (0.05207) -0.008187 (0.04776) 0.005005 (0.04275) 0.013364 (0.03779) 0.014247 (0.03407) 0.008778 (0.03133) 0.000607 (0.02845) -0.006183 (0.02524) -0.008930 (0.02244) -0.007259 (0.02043) -0.002783 (0.01872) 0.001994 (0.01681) 0.004945 (0.01489) 0.005158 (0.01338) 0.003095 (0.01226) 0.000107 (0.01115) -0.002326 (0.00993) -0.003262 (0.00882)
-0.004330 (0.02407) 0.002196 (0.02165) 0.006452 (0.01934) 0.007054 (0.01740) 0.004478 (0.01581) 0.000480 (0.01432) -0.002922 (0.01282) -0.004374 (0.01145) -0.003641 (0.01035) -0.001480 (0.00940) 0.000886 (0.00847) 0.002390 (0.00757) 0.002556 (0.00680) 0.001582 (0.00616) 0.000118 (0.00559) -0.001102 (0.00501) -0.001599 (0.00448) -0.001304 (0.00404) -0.000504 (0.00367)
0.014751 (0.03446) 0.012194 (0.03148) 0.004880 (0.02894) -0.003066 (0.02594) -0.008079 (0.02288) -0.008579 (0.02059) -0.005261 (0.01895) -0.000331 (0.01725) 0.003751 (0.01529) 0.005388 (0.01356) 0.004363 (0.01234) 0.001657 (0.01132) -0.001220 (0.01018) -0.002989 (0.00901) -0.003106 (0.00808) -0.001854 (0.00741) -5.17E-05 (0.00675) 0.001410 (0.00601) 0.001967 (0.00533)