ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL MONETER DI INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN KEBIJAKAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK (ITF) PERIODE (1991.1-2010.4)
Dhaniar Aji Anggoro Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk meneliti hubungan variabel moneter di Indonesia sebelum dan sesudah penerapan inflation targeting framework (ITF) yang terbagi dalam dua periode yaitu 1991.1-2000.4 dan 2001.1-2010.4. Tulisan ini secara khusus meneliti hubungan masing-masing variabel yaitu nilai tukar, tingkat suku bunga dan M2 terhadap inflasi pada kedua periode dengan menggunakan model vector error correction model (VECM), hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya respon yang berbeda oleh inflasi terhadap masingmasing variabel sebelum dan sesudah penerapan ITF dimana respon terhadap nilai tukar cenderung positif sebelum penerapan ITF dan memiliki kontribusi shock yang besar berbeda dengan sesudah penerapan ITF dimana kontribusi shock terhadap inflasi jauh lebih kecil,sedangkan pada variabel tingkat suku bunga respon inflasi cenderung berfluktuasi sebelum penerapan ITF dan cenderung negatif setelah penerapan ITF dan kontribusi shock terhadap inflasi jauh lebih besar dibandingkan dengan variabel yang lain. Kata kunci:Kebijakan Moneter Indonesia, Inflation Targeting Framework (ITF), Vector Error Correction Model (VECM),M2,Tingkat Suka Bunga, Nilai Tukar. moneter
1.PENDAHULUAN
merupakan
“kebijakan
bank
Kebijakan ekonomi terdiri dari
sentral dalam bentuk pengendalian besaran
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter,
moneter untuk mencapai perkembangan
dimana masing-masing kebijakan tersebut
kegiatan perekonomian yang diinginkan”
berusaha mencapai tujuan ekonomi di
(Warjiyo
bidang yang berbeda, kebijakan fiskal
Pengendalian besaran moneter antara lain
merupakan kebijakan yang ditetapkan
jumlah
pemerintah menggunakan instrumen pajak
kredit perbankan memiliki tujuan yaitu
dan
dalam
menekan laju inflasi, peningkatan output
mencapai kegiatan perekonomian yang
riil, dan meningkatnya lapangan kerja
diinginkan.
sehingga mengurangi pengangguran.
pengeluaran
pemerintah
dan
uang
Solikin,
beredar,uang
2004:2).
primer,dan
Dilain pihak kebijakan ekonomi
Tekanan yang luar biasa terhadap
yang digunakan dalam bidang keuangan
nilai tukar dan cadangan devisa di awal
adalah
krisis 1997 memaksa Bank Indonesia dan
kebijakan
moneter.
Kebijakan 1
pemerintah melepas band intervensi dan
dari sistem
menganut sistem nilai tukar mengambang
terkendali menjadi sistem nilai tukar
bebas. Akibatnya nilai tukar tak lagi
mengambang.
menjadi
kebijakan
pergantian sistem nilai tukar ini, krisis
moneter. Depresiasi nilai rupiah yang
mencapai puncaknya pada tahun 1998,
teramat tajam dan suku bunga yang tinggi
dimana krisis yang bermula dari krisis
membuat sektor riil dan sektor perbankan
moneter telah berubah cepat menjadi krisis
semakin terpuruk. Perbankan kehilangan
ekonomi, krisis sosial, budaya, krisis
kepercayaan publik. Kegiatan usaha tidak
politik,
bergerak produksi merosot dan jumlah
multidimensi.
jangkar
pengangguran
nominal
melonjak
sehingga
nilai
dan
tukar mengambang
Akan
akhirnya
tetapi
dibalik
menjadi
krisis
Pemerintah terus melakukan upaya
Indonesia mengalami krisis.
pemulihan kondisi di dalam negeri akibat
Krisis moneter yang terjadi di
krisis.
Upaya
pemerintah
selanjutnya
Indonesia sejak tahun 1997 memberi
adalah memberlakukan Undang-Undang
banyak pemikiran dan masalah yang
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
mengakibatkan adanya banyak perubahan,
Indonesia (BI), dimana Bank Indonesia
salah satu diantaranya adalah perubahan
lebih independent dalam melaksanakan
dalam perumusan kebijakan ekonomi.
tugas dan tujuannya, dimana kebijakan
Krisis ini telah menyebabkan penurunan
moneter
kepercayaan masyarakat terhadap sektor
Indonesia
perbankan sehingga terjadi penarikan dana
sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation
besar-besaran
targeting).
oleh
masyarakat
dan
yang
ditempuh
diarahkan
oleh
untuk
Bank
mencapai
menyebabkan kelangkaan dana pada sektor
Inflation targeting sebagai sebuah
perbankan hal ini diperparah dengan
kerangka kebijakan moneter baru yang
semakin terdepresiasinya nilai tukar rupiah
diharapkan
sehingga
kredibilitas BI sebagai otoritas moneter,
menguras
cadangan
devisa
Indonesia.
dapat
meningkatkan
tetapi sejak dimulainya kerangka inflation
Menghadapi tekanan yang begitu
targeting
di
Indonesia
beberapa
besar terhadap nilai tukar rupiah dan
permasalahan mulai muncul yaitu tidak
kebutuhan mengamankan cadangan devisa,
tercapainya tingkat inflasi yang dijadikan
maka pada tanggal 14 Agustus 1997
sebagai
pemerintah
tingkat inflasi yang semakin meningkat.
Indonesia
melakukan
pergantian sistem nilai tukar yang dianut 2
target
dan juga peningkatan
ITF juga berbeda dengan kebijakan moneter
lain
yang
diterapkan
2010 ) menggunakan fungsi reaksi umum
sebelumnya. Dalam ITF yang diungkapkan
untuk Bank Sentral Republik Turki (
adalah sasaran akhir (final target) yaitu
CBRT ) dan berpendapat bahwa penerapan
inflasi,
kebijakan
rezim IT telah meningkatkan kredibilitas
ditonjolkan
CBRT . hal ini dapat disimpulkan bahwa
adalah sasaran antara (intermediate target)
target Inflasi yang kredibel dapat menjadi
yaitu jumlah uang beredar (money supply),
jangkar dalam mempengaruhi ekspektasi
nilai tukar (exchange rates) dan tingkat
inflasi.
sedangkan
penargetan
lainnya
telah
negara . Civcir dan AKC ¸ aglayan (
pada yang
suku bunga (interest rate), oleh sebab itu
Goncalves dan Salles ( 2008)
ITF diharapkan dapat lebih baik daripada
menggunakan
model-model lainnya karena memiliki
berkembang ( yang 13 adalah IT ) selama
tujuan utama yaitu tingkat inflasi yang
periode
1980-2005
rendah.
bahwa
negara-negara
Svensson
(
1997),
data
untuk
36
dan
negara
menunjukkan
IT
mengalami
mengklaim
pengendalian lebih besar dalam inflasi dan
bahwa rezim membantu dalam mengurangi
volatilitas tingkat pertumbuhan GDP .
variabilitas inflasi dan berpendapat bahwa
Hasil
jika rezim yang fleksibel , dapat membantu
bahwa rezim IT mungkin memiliki efek
dalam menstabilkan Output juga.
yang lebih signifikan terhadap kinerja
penelitian
ekonomi
Bernanke , Laubach , Mishkin
mereka
makro
negara-negara
dan Posen ( 1999) menguraikan peran
berkembang dibandingkan
rezim
menerapkan.
IT
sebagai
mempengaruhi
kebijakan
ekspektasi
yang
Meskipun
inflasi
menyiratkan
yang tidak
demikian,
“tingkat
masyarakat , mengklaim bahwa rezim
inflasi yang rendah dan stabil masih
menyediakan rencana eksplisit dan arah
menjadi kontroversi dan besarnya tingkat
untuk pembuat kebijakan moneter . Hal ini
inflasi
pada
dikatakan sama”(Schmidt-Hebbel,2002).
akhirnya
,
membantu
dalam
menstabilkan inflasi
di
setiap
Beberapa
negara
sulit
penelitian
untuk
lain
Neumann dan von Hagen ( 2002)
meragukan efektifitas penerapan inflation
berpendapat bahwa rezim IT membantu
targeting dapat benar-benar berpengaruh
negara-negara dengan ekonomi rendah
terhadap tingkat penurunan inflasi salah
dapat mengejar ketinggalan , karena
satunya
belajar dari penerapan kebijakan
Sheridan (2005)
antar 3
adalah
penelitian
Ball
dan
menunjukkan bahwa
tingkat inflasi juga menurun di
negara-
kebijakan moneter oleh sebab itu dalam
negara NT , serta negara-negara IT . Oleh
menjalankan kebijakan inflation targeting
karena itu , mereka menyimpulkan bahwa
otoritas moneter perlu melihat seberapa
alasan untuk penurunan tingkat inflasi
besar variabel-variabel tersebut dalam
bukanlah penerapan rezim IT , tapi
mempengaruhi inflasi dan juga shock dari
tergantung keadaan ekonomi.
variabel-variabel
tersebut
dalam
Lin Ye ( 2007) berpendapat bahwa
mempengaruhi tingkat inflasi sehingga
rezim IT tidak memiliki efek signifikan
otoritas moneter dapat menentukan target
pada tingkat inflasi atau volatilitas . Sims
inflasi yang sesuai dengan perekonomian.
(2005) menunjukkan bahwa rezim IT mungkin
lebih
berbahaya
daripada
2.KAJIAN PUSTAKA
bermanfaat, jika bank sentral tidak akan
Kebijakan moneter di Indonesia
mampu mengendalikan jalur inflasi yang ditetapkan
maka
bank
sentral
dikontrol oleh Bank Indonesia sebagai
akan
otoritas moneter, kebijakan moneter yang
kehilangan kredibilitas .
digunakan oleh Bank Indonesia dalam
Hasil penelitian empiris tersebut menunjukkan
bahwa
mewujudkan stabilitas ekonomi makro
masing-masing
terdiri
negara memiliki tingkat kestabilan inflasi
kredibilitas
pada
bank
Kerangka
sentral
kebijakan
suatu tingkat inflasi yang sesuai dengan
tersebut
maka
mempengaruhi
variabel-variabel
dilihat
seperti
dalam
suatu
perluasan
moneter terdiri dari instrumen, sasaran-
uang
operasional,
dan
sasaran-antara
yang
digunakan untuk mencapai sasaran akhir.
memiliki peran terhadap tingkat inflasi negara
dan
Kerangka operasional kebijakan
beredar, nilai tukar dan suku bunga juga
suatu
ekonomi,
harga,
dan Solikin, 2004).
bahwa
jumlah
(stabilitas
implicit but not explicit anchor) (Warjiyo
penelitian-penelitian
dapat
umumnya
monetary targeting, Inflation targeting,
ekspektasi masyarakat di masa depan. Berdasarkan
strategis
mencapainya (exchange Rate targeting,
sesuai dengan target sangatlah penting akan
dan
kesempatan kerja) serta strategi untuk
sentral dalam menjaga tingkat inflasi
ini
moneter
pertumbuhan
perekonomian, selain itu kredibilitas bank
hal
strategis
terkait dengan pencapaian tujuan akhir
masing-masing negara untuk menargetkan
karena
kerangka
kerangka operasional.
yang berbeda oleh karena itu dibutuhkan suatu
dari
Sasaran-antara diperlukan karena adanya
transmisi 4
time lag antara pelaksanaan kebijakan
bagaimana
moneter dengan hasil pencapaian sasaran
ditempuh bank sentral mempengaruhi
akhir,
berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan
sehingga
keefektifan
suatu
untuk
meninjau
kebijakan,
kebijakan
moneter
yang
maka
sehingga pada akhirnya dapat mencapai
diperlukan adanya kebijakan yang dapat
tujuan akhir yang ditetapkan (Warjiyo
dilihat dengan segera (Pohan,2008:38).
dalam Hirawan, 2007). Pada dasarnya
Seperti yang tercantum dalam UU
praktik pelaksanaan transmisi kebijakan
No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
moneter masing-masing negara berbeda
pasal 1 ayat (10), “Kebijakan moneter
antara satu negara dengan negara lainnya.
adalah kebijakan yang ditetapkan dan
Perbedaan
dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk
perbedaan
mencapai dan memelihara kestabilan nilai
perkembangan pasar keuangan dan sistem
rupiah yang dilakukan antara lain melalui
nilai tukar yang dianut oleh negara yang
pengendalian jumlah uang beredar dan
bersangkutan.
suku bunga”. Kebijakan moneter memiliki
Inflasi
ini
disebabkan
struktur
adanya
perekonomian,
merupakan
salah
satu
target akhir yang ingin dicapai, yakni
varibel makro yang memiliki hubungan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
yang erat dengan kebijakan moneter, serta
pembangunan,
memiliki dampak yang besar terhadap
kesempatan
kerja,
kestabilan harga, keseimbangan neraca
perekonomian
suatu
negara,
hal
ini
pembayaran (Pohan, 2008: 26).
dikarenakan inflasi dapat mempengaruhi
Untuk mencapai sasaran akhir ini,
hampir segala aspek kegiatan ekonomi
diperlukan adanya sasaran operasional
oleh karena itu diperlukan perhatian yang
agar proses transmisi dapat berjalan sesuai
khusus.
rencana. Kerangka operasional kebijakan
Dalam ekonomi, inflasi memiliki
moneter merupakan rangkaian langkah-
pengertian suatu proses meningkatnya
langkah bank sentral dari penentuan dan
harga-harga secara umum dan secara terus-
prakiraan
pemantauan
menerus (Nopirin,1987:25). Dapat juga
variabel-variabel ekonomi yang dijadikan
dikatakan bahwa kenaikan harga barang
dasar
moneter
yang hanya sementara tidak dapat diakatan
hingga pelaksanaan pengendalian di pasar
sebagai sebuah penyebab terjadinya suatu
uang untuk mencapai sasaran akhir.
inflasi. Literatur yang lain menyatakan
sasaran
perumusan
akhir,
kebijakan
kebijakan
bahwa inflasi merupakan “condition of
moneter pada dasarnya menggambarkan
continually rising price level so a nation is
Mekanisme
transmisi
5
called face the inflation if inflation rate is
ciri utama adanya pernyataan resmi dari
extremely high for sustained period of
bank
time, its rate of money supply extremely
undang-undang bahwa tujuan akhir dari
high” (Mishkin,2004:632)
kebijakan moneter adalah mencapai dan
Pada dasarnya inflasi memiliki beberapa
pengertian
Mankiw
sentral
dan
dikuatkan
dengan
menjaga tingkat inflasi yang rendah, dan
(2006)
mengumumkan
menyatakan ”Economist use the term
target
inflasi
kepada
publik.
inflation to describe a situation in which
Pengumuman
tersebut
the economy’s overall price level is
mengandung arti bahwa bank sentral
rising”. Oleh karena itu, dapat dikatakan
memberikan
bahwa
barang
kepada publik bahwa setiap kebijakannya
tidaklah harus pada presentase yang sama
selalu mengacu pada pencapaian target
tapi secara keseluruhan ada peningkatan
tersebut,
pada level harga tertentu bahkan mungkin
mempertanggung jawabkan kebijakannya
kenaikan harga pada kelompok barang dan
apabila target tersebut tidak tercapai.
jasa tersebut tidak terjadi secara bersamaan
Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi
(Pohan,2008).
yang rendah dan stabil merupakan tujuan
kenaikan
harga-harga
Diperlukan adanya suatu kebijakan
komitmen
dan
dan
bank
jaminan
sentral
utama dari kebijakan moneter.
yang bisa mengontrol tingkat inflasi yang
Dalam penelitian ini ada beberapa
terjadi dalam perekonomian sehingga efek-
variabel moneter yang biasa digunakan
efek negatif yang ditimbulkan oleh inflasi
untuk mengkaji suatu kebijakan moneter.
tidak menghambat pertumbuhan ekonomi
Variabel pertama yang digunakan adalah
suatu negara. Oleh sebab itu bank sentral
variabel suku bunga, dalam penelitian ini
harus membuat suatu kebjakan yang
suku bunga yang digunakan adalah tingkat
khusus mengatasi permasalahan inflasi,
suku bunga yang digunakan sebagai acuan
bank sentral pada beberapa negara telah
kebijakan moneter yaitu suku bunga Bank
menerapkan sebuah pemikiran terbaru
Indonesia untuk negara Indonesia.
dalam bidang kebijakan moneter yang
Tingkat bunga memiliki peranan
disebut Inflation Targeting Framework
penting dalam suatu kebijakan moneter
(ITF).
aktifitas Inflation
Targeting
Framework
menaikkan
dan
menurunkan
tingkat suku bunga oleh otoritas moneter
(ITF) merupakan suatu kerangka kerja
dapat
kebijakan moneter yang mempunyai ciri-
Menurut teori klasik, tabungan merupakan 6
mempengaruhi
perekonomian.
fungsi dari tingkat bunga, semakin tinggi
pendekatan lain yang digunakan untuk
tingkat bunga maka semakin tinggi pula
mengukur tingkat harga adalah dengan
keinginan masyarakat untuk menabung,
menggunakan perubahan indeks harga
dengan kata lain tingkat bunga yang tinggi
perdagangan besar (IHPB), IHPB sama
masyarakat akan lebih terdorong untuk
halnya dengan IHK tapi dalam IHPB
mengurangi pengeluaran untuk konsumsi
dipisahkan
guna menambah tabungannya. Tingkat
ekonomi, ekspor dan impor, baik secara
suku bunga juga dapat digunakan oleh
total keseluruhan maupun tanpa migas.
otoritas moneter dalam mempengaruhi
berdasarkan
Variabel
yang
sektor-sektor
terakhir
yang
jumlah uang beredar salah satu jenis uang
digunakan dalam penelitian ini adalah nilai
beredar yang dapat dipengaruhi yaitu M2.
tukar (exchange rate). Nilai tukar atau kurs
Variabel kedua yang digunakan
didefinisikan sebagai nilai suatu mata uang
dalam penelitian ini adalah variabel M2
terhadap mata uang lain (Mishkin, 2008).
yaitu Uang beredar adalah meliputi uang
Sementara
dalam peredaran, uang giral, dan uang
menjelaskan nilai tukar sebagai harga
kuasi. Uang kuasi terdiri dari deposito
sebuah mata uang yang diukur atau
berjangka,
dinyatakan dalam mata uang lain.
tabungan,
dan
rekening
itu
Krugman
(2000)
(tabungan) valuta asing milik swasta domestik.
seperti yang telah diketahui
3. METODOLOGI PENELITIAN
oleh masyarakat bahwa uang adalah alat
Metode
yang
digunakan
pada
yang digunakan untuk pembayaran barang
penelitian ini adalah metode Vector Error
dan jasa . Jenis uang beredar dalam
Correction
masyarakat terdiri dari beberapa jenis yaitu
merupakan bentuk VAR yang terestriksi.
M1,
dan
Restriksi tambahan ini harus diberikan
untuk
karena keberadaan bentuk data yang tidak
mempermudah pengukuran total jumlah
stasioner namun terkointegrasi. VECM
uang beredar dalam JUB.
kemudian
M2,
klasifikasi
dan
M3,
tersebut
pemisahan bertujuan
Variabel ketiga yang digunakan
restriksi
Model
(VECM).
memanfaatkan kointegrasi
tersebut
kedalam
spesifikasinya.
yang diukur dalam IHK atau indeks harga
sering disebut sebagai desain VAR bagi
konsumen, variabel ini sangat penting
series
digunakan untuk mengukur tingkat inflasi
hubungan kointegrasi.
7
nonstasioner
itulah
informasi
dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi
suatu negara pada waktu tertentu, beberapa
Karena
VECM
yang
VECM
memiliki
VECM
merupakan
model
non
Data
time
stasioner
yang dapat digunakan untuk mengetahui
mengandung akar unit (unit root) dimana
hubungan suatu variabel terhadap jangka
mean, variance dan covariance konstan
panjangnya akibat adanya shocks yang
sepanjang waktu. Sebaliknya apabila data
permanen. Pada dasarnya Analisis VECM
time
bisa disamakan dengan suatu model
mengandung akar-akar unit, dimana mean,
persamaan simultan, oleh karena dalam
variance dan covariance tersebut tidak
analisis VECM kita mempertimbangkan
konstan. (Thomas,1997:374)
variabel
bersama-sama
series
endogen
secara
Uji
suatu
model.
dilakukan
dalam
data
dikatakan
struktural dalam analisis ekonometrika
beberapa
jika
series
tidak
tersebut
stasioner
stastioneritas dengan
tidak
maka
data
dapat
menggunakan
Perbedaannya dengan model persamaan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada
simultan
dalam
derajat yang sama (level atau different)
Analisis VECM masing-masing variabel
hingga memperoleh data yang stasioner,
selain diterangkan oleh nilainya di masa
yaitu data yang variansnya tidak terlalu
lampau, juga dipengaruhi oleh nilai masa
besar dan
lalu dari semua variabel endogen lainnya
mendekati
dalam model yang diamati. Di samping
1995).
biasa
adalah
bahwa
itu, dalam analisis VECM biasanya tidak
mempunyai nilai
kecenderungan
rata-ratanya
(Enders:
Salah satu yang paling penting
ada variabel eksogen.
dalam uji stasioneritas adalah penentuan
Uji stasioneritas data digunakan
lag optimal. Harris (1995:65) menjelaskan
untuk mengidentifikasi apakah suatu data
bahwa jika lag yang digunakan dalam uji
stasioner atau tidak. Uji stasioner sangatlah
stasioneritas terlalu sedikit, maka residual
diperlukan
yang
dari regresi tidak akan menampilkan
menggunakan data time series, Apabila
proses white noise sehingga model tidak
data time series tidak stasioner akan
dapat mengestimasi actual error secara
mengakibatkan terjadinya regresi lancung
tepat. Dalam menentukan lag optimal kita
atau sporious regression yang berarti
pilih
regresi tersebut adalah palsu dan tidak
prediction error correction (FPE) yang
dapat
dari
merupakan penjumlahan dari AIC, SIC,
permasalahan tersebut menyebabkan hasil
dan HQ yang paling kecil dari semua lag
regresi yang dihasilkan tidak memiliki arti
yang diajukan.
dalam
diestimasi,
pengujian
implikasi
secara ekonomi. (Widarjono, 2005: 365). 8
kriteria
yang
memiliki
final
Langkah
selanjutnya
dalam
Untuk mengetahui pengaruh shock
mengestimasi persamaan VECM adalah
dalam perekonomian maka digunakan
melakukan
Konsep
metode impulse respon function. Sims
kointegrasi adalah kerangka formal untuk
(1980) menjelaskan bahwa fungsi impulse
menguji
respon
uji
dan
kointegrasi.
mengestimasi
hubungan
menggambarkan ekspektasi
k-
jangka panjang di antara variabel ekonomi
periode ke depan dari kesalahan prediksi
yang
merupakan
suatu variabel akibat inovasi dari variabel
kombinasi hubungan linear dari variabel-
yang lain. Sehingga dapat dilihat lamanya
variabel yang nonstasioner dan semua
pengaruh
variabel tersebut harus terintegrasi pada
terhadap variabel lain sampai pengaruhnya
orde
hilang atau kembali ke titik keseimbangan.
diteliti.
atau
Kointegrasi
derajat
yang
sama
Uji
kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji
dari
shock
Variance
suatu
variabel
Decompositions
atau
stasioneritas dan derajat integrasi. Pada
disebut juga forecast error variance
saat dilakukan uji stasioneritas, apabila
decomposition merupakan perangkat pada
suatu variabel
model
tidak
stasioner dalam
VAR/VECM
yang
akan
tingkat level, maka harus dilakukan uji
memisahkan variasi dari sejumlah variabel
integrasi.
yang
Dalam penelitian ini, pengujian kointegrasi Johansen’s
menggunakan Multivariate
diestimasi
menjadi
komponen-
komponen shock atau menjadi variabel
metode
innovation,
Cointegration
dengan
asumsi
bahwa
variabel-variabel innovation tidak saling
Test. Prosedur pengujian residual ini
berkorelasi.
hampir
decomposition akan memberikan informasi
sama
dengan
pengujian
Kemudian,
stasioneritas pada variabel-variabel dalam
mengenai
model. Hasil estimasi nilai statistik ADF
pengaruh shock pada sebuah variabel
kemudian
terhadap shock variabel yang lain pada
dibandingkan
dengan
nilai
kritisnya. Jika nilai statistiknya lebih besar
proporsi
dari
variance
pergerakan
periode ini dan periode yang akan datang.
dari nilai kritisnya, maka variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau
4.PEMBAHASAN
mempunyai hubungan jangka panjang.
Berdasarkan
Sebaliknya, apabila nilai statistiknya lebih
impulse
kecil dari nilai kritisnya, maka variabel
response
hasil dan
penelitian variance
decomposition di Indonesia sebelum dan
yang diamati tidak terkointegrasi dan tidak
sesudah
memiliki hubungan jangka panjang. 9
penerapan
inflation
targeting
framework maka dapat diketahui bahwa
Pada variabel kedua yaitu tingkat
masing-masing nilai tukar (ER), tingkat
suku bunga (IR) respon inflasi sebelum
suku bunga (IR) dan variabel jumlah uang
penerapan inflation targeting framework
beredar (M2) memiliki hubungan terhadap
(ITF). Pada periode awal hingga periode
tingkat inflasi ini dapat dilihat dari adanya
ketiga respon inflasi masih mengalami
respon inflasi terhadap perubahan shock
fluktuasi dan mengalami peningkatan pada
masing-masing variabel tersebut.
periode keempat dan selanjutnya terjadi
Pada variabel pertama nilai tukar
penurunan respon inflasi sampai periode
(ER) respon inflasi sebelum penerapan
kesepuluh sedangkan kontribusi shock
inflation targeting framework (ITF) ).
cenderung mengalami fluktuasi hingga
Pada awal periode, adanya shock pada ER
pada
direspon positif oleh inflasi hingga periode
9.787261%.
periode
kesepuluh
mencapai
ketiga, yaitu mencapai titik tertinggi.
Selanjutnya respon inflasi pada
Setelah periode keempat mulai bergerak
tingkat suku bunga (IR) sesudah penerapan
turun
dan
inflation targeting framework (ITF). Pada
selanjutnya kembali mengalami kenaikan
periode awal sampai periode kedua shock
kembali
pada IR direspon
hingga
periode
hingga
kelima
periode
kedelapan
sedangkan kontribusi shock cenderung
ketiga
mengalami penurunan hingga periode
kenaikan
satu
kesepuluh hingga mencapai 42.62536%.
direspon
dengan
nilai
terjadi
positif, pada periode penurunan
persen
sehingga
tingkat
penurunan
sedangkan
tukar
mengalami peningkatan hingga mencapai
sesudah
penerapan
inflation targeting framework (ITF). Pada
shock
inflasi
Selanjutnya respon inflasi pada (ER)
kontribusi
bunga
terus
10.39968% pada periode kesepuluh.
awal periode, adanya shock pada ER
Pada variabel yang terakhir yaitu
direspon positif oleh inflasi hingga periode
jumlah uang beredar (M2) respon inflasi
kedua, yaitu mencapai titik tertinggi.
sebelum penerapan inflation targeting
Setelah periode keempat respon inflasi
framework (ITF). Pada periode pertama
mulai
garis
sampai periode kedua terjadi penurunan
keseimbangan sedangkan kontribusi shock
dan mengalami peningkatan pada periode
cenderung mengalami fluktuasi hingga
ketiga hingga keempat dan selanjutnya
pada
mengalami penurunan pada periode kelima
bergerak
periode
menghimpit
kesepuluh
mencapai
4.441346%.
dan selanjutnya inflasi direspon positif pada periode terakhir sedangkan kontribusi 10
shock cenderung mengalami peningkatan
tahun
hingga mencapai 10.24901% pada periode
mengalami kemerosotan akibat kriris yang
kesepuluh.
berkepanjangan. Sehingga pada tahun
Selanjutnya respon inflasi pada
1997
perekonomian
1998, pertumbuhan
Indonesia
perekonomian
tingkat suku bunga (IR) sesudah penerapan
Indonesia mengalami penurunan drastis
inflation targeting framework (ITF). Pada
yaitu sebesar -13,13 %. Dengan jumlah
periode pertama sampai periode kedua
suku bunga yang jauh melambung tinggi.
terjadi
mengalami
Saat tahun 1996 suku bunga hanya bekisar
peningkatan pada periode ketiga hingga
12,8 % lalu naik pada tahun 1997 sebesar
keempat danselanjutnya respon inflasi
20 %, dan memuncak pada tahun 1998
mengalami
sebesar 35,52 %.
penurunan
dan
peningkatan
dan
bergerak
menghimpit garis keseimbangan hingga
Pada saat itu pemerintah Indonesia
periode ke sepuluh sedangkan kontribusi
mengalami krisis yang sulit, saat krisis
shock cenderung mengalami peningkatan
tingkat inflasi di Indonesia meningkat
hingga mencapai 4.118642% pada periode
tajam, dan pernah mencapai 82,40 persen
terakhir.
pada September 1998. Tingkat inflasi yang
Hasil
penelitian
pada
masing-
tinggi
pada
saat
itu
mencerminkan
masing variabel menunjukkan bahwa ada
ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja
perbedaan
masing-masing
mengurangi daya beli masyarakat. Ketika
variabel nilai tukar, tingkat suku bunga
inflasi terjadi jumlah uang yang beredar
dan jumlah uang beredar terhadap inflasi
meningkat hal ini akan berdampak pada
sebelum dan sesudah penerapan inflation
terdepresiasinya nilai tukar.
hubungan
targeting sehingga dalam menetapkan
Nilai
tukar
Rupiah
selalu
suatu kebijakan di Indonesia maka perlu
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun,
mempertimbangkan pengaruh shock pada
pada saat sebelum krisis yaitu dari tahun
variabel-variabel
1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada
dalam
mempengaruhi
target inflasi yang akan berpengaruh pada
kisaran 2.110–2.383
Rupiah per US
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dollar. Ketika terjadi krisis ekonomi yang
Dari tahun 1990 hingga tahun
melanda kawasan Asia pada pertengahan
1996,
pertumbuhan
Domestik
1997 perekonomian Indonesia terkena
bruto
(PDB)
mengalami
dampak negatifnya. Krisis mata uang yang
Produk
Indonesia
kenaikan dan penurunan yang tidak begitu
melanda
besar perbedaannya. Sampai lah pada 11
Indonesia
ditandai
dengan
melemahnya mata uang Rupiah terhadap
kerangka
kebijakan
moneter
tersebut,
Dollar pada pertengahan tahun 1997.
Bank Indonesia pada periode awal krisis
Rupiah yang bernilai 2.450 Rupiah
ekonomi, terutama selama tahun 1998,
per US Dollar pada bulan Juni 1997
menerapkan kebijakan moneter ketat untuk
mengalami depresiasi secara terus menerus
mengembalikan stabilitas moneter.
hingga pada akhir tahun 1997 mencapai
Kebijakan moneter ketat tersebut
4.650 Rupiah per US Dollar Untuk
tercermin
menahan laju nilai tukar Rupiah, pada
sasaran indikatif uang beredar yang terus
tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah
ditekan dari level tertinggi 30,13% pada
melepas
mengambang
tahun 2000 menjadi 9,58% pada tahun
terkendali (managed floating system) dan
2001. Kebijakan moneter ketat terpaksa
menerapkan sistem kurs mengambang
dilakukan
bebas (free floating system). Namun
ekspektasi inflasi di tengah masyarakat
memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar
sangat tinggi dan jumlah uang beredar
Rupiah semakin parah dan puncaknya
meningkat sangat pesat.
sistem
kurs
mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar
pertumbuhan
karena
dalam
tahunan
periode
itu
Di tengah tingginya ekspektasi
pada Juni 1998.
inflasi dan tingkat risiko memegang
Langkah kebijakan yang diambil selama
pada
krisis
ini
terfokus
rupiah,
kepada
upaya
pertumbuhan
memperlambat uang
beredar
laju telah
mengembalikan kestabilan makroekonomi
mendorong kenaikan suku bunga domestik
dan membangun kembali infrastruktur
secara tajam. Suku bunga yang tinggi
ekonomi, khususnya di sektor perbankan
diperlukan
dan dunia usaha. di bidang moneter,
memegang
ditempuh kebijakan moneter ketat untuk
membelanjakannya untuk hal-hal yang
mengurangi laju inflasi dan penurunan
tidak
atau depresiasi nilai mata uang.
menggunakannya untuk membeli valuta
Penerapan moneter
kerangka
tersebut
kebijakan
masyarakat
rupiah
mendesak
dan
serta
mau tidak
tidak
asing..
pada
Suku bunga SBI bulan yang selama
pengendalian jumlah uang beredar. Di
ini menjadi patokan (benchmark) bagi
dalam kerangka tersebut Bank Indonesia
bank-bank
berupaya
uang
tertinggi 35,52% pada tahun 1998 menjadi
operasional
7,43% pada akhir April 2004.Penurunan
kebijakan moneter. Dengan menggunakan
suku bunga SBI yang cukup tajam itu
primer sebagai
didasarkan
agar
mengendalikan sasaran
12
terus
menurun
dari
level
diikuti oleh suku bunga pasar uang
Pada Tahun 2002 inflasi berada tidak jauh
antarbank
simpanan
dari kisaran target inflasi sebesar 9-10%,
perbankan dengan laju penurunan yang
terjadinya penurunan inflasi dari dua tahun
hampir sama.
sebelumnya disebabkan menguatnya nilai
(PUAB)
dan
Suku bunga kredit (kredit modal kerja)
pun
meskipun
mengalami
tidak suku
perbankan.
Penurunan
penguatan
penurunan
secepat
penurunan
nilai
dan
bunga
Namun
kebijakan
harga
dan
pendapatan yang dilakukan pemerintah
sebesar
tetap mengakibatkan terjadinya inflasi
simpanan
sehingga mengakibatkan inflasi aktual
laju
tukar
rupiah.
inflasi,
rupiah,
masih berada pada tingkat yang tinggi.
dan
Pada tahun 2003 inflasi aktual
penurunan suku bunga membentuk suatu
Indonesia sebesar 5% berada dibawah
lingkaran
yang
target yang ditetapkan yaitu sebesar 8-
sehingga
membuka
saling
memperkuat
peluang
bagi
10%.
pemulihan ekonomi. Sejak
tahun
Hal
ini
dikarenakan
semakin
menguatnya nilai rupiah dan menurunnya 2000,
dengan
tingkat inflasi akibat kebijakan harga dan
diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999
pendapatan yang dilakukan pemerintah.
BI telah menentukan dan mengumumkan
Akhirnya pada tahun 2004 Indonesia
sasaran inflasi sebagai sasaran akhir
berhasil mencapai target yang ditatapkan
kebijakan moneter. Dengan amandemen
yaitu sebesar 4,5%-6,5% dengan inflasi
UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004,
aktual sebesar 6,4%.
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan
Inflasi
2005
mencapai
17,11
Bank Indonesia telah menetapkan dan
persen, jauh di atas inflasi tahun 2004 yang
mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk
mencapai
tahun 2005, 2006, dan 2007. BI telah
merupakan inflasi tertinggi sejak pasca
menempuh
dalam
krisis. Tingginya laju inflasi disebabkan
memperkuat persyaratan untuk penerapan
kenaikan administered price khususnya
Inflation Targeting Framework (ITF).
harga BBM pada bulan Maret dan Oktober
sejumlah
langkah
6,4%
inflasi
tahun
2005
Pada dua tahun pertama penerapan
2005 dan administered prices lainnya
inflation targeting, target inflasi yang
seperti tarif angkutan, elpiji, cukai rokok,
ditetapkan belum berhasil tercapai dengan
dan tarif tol. Inflasi administered prices
baik. Pada tahun 2000 dan 2001 inflasi
hingga Desember 2005 tercatat sebesar
aktual sebesar 9.35% dan 12.55% berada
42,01 persen year on year (yoy). Laju
diatas kisaran target yaitu sebesar 5-7%.
inflasi juga disebabkan adanya gangguan 13
pasokan
dan
menyebabkan
distribusi tingginya
sehingga
harga
Sedangkan pada tahun 2006 inflasi
bahan
aktual mengalami
penurunan menjadi
makanan (volatile foods) sebesar 15,18
sebesar 6.6% hal ini dikarenakan kebijakan
persen, adanya peningkatan ekpektasi
moneter yang diterapkan Bank Indonesia
inflasi yang didorong oleh kenaikan harga
mampu
BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah
masyarakat
(Sitorus 2006).
menjadi lebih baik.. Pada tahun 2007
menahan
ekspektasi
sehingga
inflasi
perekonomian
Ketidakstabilan mata uang Rupiah
inflasi dapat sesuai target yaitu sebesar
mulai terjadi sejak bulan Januari 2004.
6.59% dengan target yang ditetapkan
Sejak bulan itu Rupiah terdepresiasi tidak
adalah sebesar 6-7%.
hanya dengan mata uang Dollar, tetapi
Adanya krisis global pada tahun
juga dengan mata uang Euro dan Yen. Ini
2008 menjadi suatu tantangan yang berat
mengindikasikan pengaruh internal lebih
bagi perekonomian Indonesia hal ini
menentukan
dengan
mengakibatkan tingkat inflasi kembali naik
pengaruh eksternal. Dengan kata lain
menjadi sebesar 11.06% barada diatas
kondisi Indonesialah yang membuat mata
target yang ditetapkan yaitu sebesar 5-6%
uang Rupiah menjadi melemah.
hal ini memperlihatkan bahwa kondisi
dibandingkan
Ketika Bank Indonesia merespon
eksternal belum menunjukkan kondisi
dengan meningkatkan suku bunga dalam
yang
negeri untuk disesuaikan dengan suku
kecenderungan
bunga internasional, langkah penyesuaian
internasional,
yang diambil sudah terlambat. Terjadinya
dunia, dan masih tingginya inflasi dunia.
peningkatan
Kondisi-kondisi tersebut tentu saja harus
suku
bunga
domestik
kondusif,
seperti
kenaikan kenaikan
harga
bunga minyak
merupakan respon atas meningkatnya suku
dipertimbangkan
bunga
mengalami
kebijakan untuk memperbaiki kondisi
pembalikan trend sejak the Fed menaikkan
perekonomian.tetapi tingkat pertumbuhan
suku bunganya di pertengahan 2004.
sebesar 5% menandakan Indonesia tidak
Kenaikan suku bunga SBI, segera akan
terlalu berpengaruh terhadap krisis global
diikuti
(Adiputra,2009).
internasional
oleh
yang
kenaikan
suku
bunga
dalam
suku
adanya
menentukan
simpanan dan kredit. Kenaikan yang
Sedangkan pada tahun 2009 inflasi
terlalu cepat ini tentu akan menyulitkan
mengalami penurunan menjadi sebesar
perbankan dan sektor riil (Sugema, et al.,
2.78% dibawah target yang ditetapkan
2006).
yaitu sebesar 4,5%-5,5% dan kemudian 14
variabel
pada tahun 2010 terjadinya peningkatan ekspektasi
masyarakat
mengakibatkan
tingkat suku bunga,
jumlah uang beredar (M2), dan
tingkat inflasi naik menjadi 6.96% sedikit nilai tukar terhadap inflasi di
berada diatas target yang ditetapkan Bank
Indonesia sebelum dan sesudah
Indonesia yaitu sebesar 5-6%. Bagi masyarakat secara umum,
penerapan
ITF,
maka
dapat
kestabilan harga merupakan sesuatu yang diketahui bahwa masing-masing
sangat penting khususnya bagi golongan
nilai tukar (ER), tingkat suku
masyarakat berpendapatan tetap karena sangat berpengaruh pada penurunan daya
bunga (IR) dan variabel jumlah
beli masyarakat. Bagi kalangan dunia uang
usaha, inflasi yang tinggi akan sangat
beredar
(M2)
memiliki
hubungan terhadap tingkat inflasi
menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan demikian akan berdampak
ini dapat dilihat dari adanya respon
buruk bagi aktivitas perekonomian dalam inflasi terhadap perubahan shock
jangka panjang. Bagi banyak ekonom, telah terbentuk
semacam
masing-masing variabel tersebut.
kesepakatan
bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak
2. Adanya respon yang berbeda oleh
buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi inflasi
dalam jangka panjang.
terhadap
variabel 5.KESIMPULAN Berdasarkan
penerapan uraian
dari
masing-masing
sebelum
dan
sesudah
ITF
dimana
respon
bab terhadap nilai tukar cenderung
sebelumnya
dan
analisis
dengan positif sebelum penerapan ITF dan
menggunakan data empiris yang telah memiliki kontribusi shock yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan besar berbeda dengan
sesudah
untuk menjawab permasalahan sebagai penerapan ITF dimana kontribusi berikut : shock terhadap inflasi jauh lebih 1. Penelitian ini melihat bagaimana kecil,selanjutnya
pada
variabel
hubungan antara masing-masing tingkat suku bunga respon inflasi 15
cenderung
berfluktuasi
sebelum
Berdasarkan seluruh hasil tersebut
penerapan
ITF
cenderung
maka dapat dilihat bahwa penerapan ITF
negatif setelah penerapan ITF dan
di Indonesia telah menyebabkan perubahan
kontribusi shock terhadap inflasi
pada
jauh
Indonesia, hal ini dikarenakan adanya
lebih
dan
besar
dengan
dibandingkan
variabel
lain,sedangkan
yang
untuk
respon
kebijakan
moneter
di
mekanisme transmisi kebijakan moneter
variabel
yang
menggambarkan
tindakan
bank
jumlah uang beredar (M2) respon
Indonesia melalui perubahan-perubahan
inflasi
cenderung
instrumen
periode
sebelum
positif
dan
target
operasionalnya
sesudah
mempengaruhi berbagai variabel moneter
penerapan ITF tetapi kontribusi
sebelum akhirnya berpengaruh pada tujuan
shock
kecil
akhir yaitu inflasi, Untuk mencapai tujuan
periode
itu Bank Indonesia menetapkan suku
jauh
dan
pada
lebih
dibandingkan
pada
sebelum penerapan ITF.
bunga
3. Berdasarkan uji kointegrasi tingkat
kebijakan
instrumen
BI
kebijakan
Rate utama
untuk
inflasi (INF), nilai tukar (ER), suku
mempengaruhi
bunga (IR), jumlah uang beredar
perekonomian
(M2)
hubungan
bahwa pada periode penerapan ITF tingkat
masing
suku bunga memiliki kontribusi shock
setiap
yang lebih besar dibandingkan variabel
memiliki
kointegrasi masing
sehingga
variabel
dalam
jangka pendek cenderung saling berhubungan menyesuaikan keseimbangan
aktivitas
sebagai
sehingga
dapat
kegiatan dilihat
yang lain
dan
saling
Dari temuan penelitian juga dapat
untuk
mencapai
disimpulkan bahwa penerapan ITF di
masing-masing
Indonesia lebih bersifat diskresi daripada
dalam jangka panjang.
sebuah rule dalam menentukan suku bunga 16
acuan, hal tersebut ditunjukkan dengan
transmisi kebijakan moneter di Indonesia
parameter respon inflasi yang berfluktuasi
berdasarkan penelitian ini terbukti efektif
sepanjang
dan
periode
penerapan
ITF.
efisien
dalam
jangka
panjang.
Sementara apabila dilakukan pendekatan
Fenomena ini dapat dijelaskan, karena
yang lebih bersifat rule maka akan
selama
menghasilkan sebuah target acuan yang
intermediasi perbankan masih belum pulih
konstan dari waktu ke waktu.
sehingga perlu waktu yang lebih lama
Penerapan
kebijakan
Inflation
periode
penelitian
fungsi
untuk mempengaruhi ekspektasi inflasi
Targeting Framework dalam mekanisme
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia, 2008. Indonesia Financial Statistic. BI. Jakarta. Sims, C.1980. Macroeconomics and reality. Econometrica. Vol 48.1980.pp: 1-48 Harris, Richard (1995), Cointegration Analysis in Econometric Modeling. Prentice Hall. New York. Hebbel, Klauss Schmidt, and Matias Tapia (2002). Inflation Trageting In Chile. North American Journal Of Economics And Finance. Vol.13 : 125-146 Hubbard, R. Glenn, 2002. Economic Growth And Reform: Lessons From The United States And Japan. EIJS Working Paper Series 163. The European Institute of Japanese Studies, revised 12 Jan 2004. Civcir irfan, Anıl Akc¸a˘glayan (2010). Inflation targeting and the exchange rate: Does it matter in Turkey? Journal of Policy Modeling 32 (2010) 339–354. Lin, Shu & Ye, Haichun, 2009. Does inflation targeting make a difference in developing countries?.Journal of Development Economics, Elsevier, vol. 89(1), pages 118-123, May. Mankiw. 2006. Macroeconomics. 6th Edition. Adison Avenue. New York. Mc Eachern, William. 2000. Ekonomi Makro. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter Dan Implementasinya Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 17
Thomas, Lloyd B.1997. Money, Banking, and Financial Markets. New York: McGraw-Hill. Warjiyo & Solikin 2004. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: PPSK BI. Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Ekonisia Fak.Ekonomi UII.
18