perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang akan dicapai. Penelitian Inoue, Toyoshima dan Hamori (2012) menyatakan bahwa penerapan ITF di Thailand dan Korea relatif berhasil dibandingkan dengan Indonesia dan Philipina. Penelitian ini mendukung hasil Vega dan Winkelried (2005), kemudian Siregar dan Goo (2009). Akan tetapi, menurut Ball dan Sheridan (2003), tidak ditemukan bukti penargetan inflasi dapat meningkatkan kinerja perekonomian negara. Hasil ini juga pernah diungkapkan dalam penelitian Masson, Savastano, dan Sharma (1997). Berdasarkan riset gap ini, penelitian akan mengeksplorasi pengaruh variabel-variabel makroekonomi dalam penerapan inflation targeting di Indonesia dan Thailand. Alasan pemilihan objek adalah penerapan ITF di Thailand dan Indonesia sama – sama dicanangkan sejak tahun 2000 dan sebagai negara berkembang, kedua negara ini sempat mengalami keterpurukan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya inflasi besar-besaran. Penggunaan variabel yang sama dan metode analisis yang sama akan terlihat seberapa besar pengaruh. Siregar dan Goo (2009) mengungkapkan bahwa semenjak menggunakan ITF, tingkat inflasi di Indonesia dan Thailand turun. Selain itu dalam studi ini, juga menjelaskan bahwa penerapan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ITF dapat dipercaya dalam keadaan perekoanomian di kedua negara dalam kondisi yang stabil maupun bergejolak sesuai dengan variabel makroekonominya. Variabel makroekonomi tidak terlepas dalam kebijakan Inflation Targeting. Vega dan Winkelried (2005) berpendapat bahwa Inflation Targeting Framework mudah dipahami dan secara signifikan mengurangi tingkat inflasi di negara berkembang, sehingga penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi lebih jauh dalam evaluasi penargetan inflasi dan keuntungan pada berbagai indikator makro. Argumentasi ini diperkuat dengan penelitian Hebbel (2009) yang beranggapan bahwa dalam satu dekade, indikator makroekonomi memberikan efek potensial bagi penargetan inflasi. Faktor makroekonomi yang mempengaruhi ITF antara lain: siklus bisnis, suku bunga, nilai tukar, dan inflasi. Hal ini terutama pada volatilitas nilai tukar dan tingkat persistensi inflasi. Menurut Mishkin dan Savastano (2001) menyatakan bahwa untuk negara berkembang nilai tukar adalah faktor penting bagi penargetan inflasi. Studi lain yang dilakukan oleh Anita Mishra dan Vinod Mishra (2010) juga menguatkan argumentasi sebelumnya bahwa inflation targeting memberikan respon yang baik dari suku bunga yang resistant dan penguatan nilai tukar di India. Kebijakan ini diilhami oleh keberhasilan yang menekan laju inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output oleh negara–negara industri maju seperti New Zealand (1990), Israel (1991), Kanada (1991), United Kingdom (1992), Swedia (1993), Australia (1993), Switzerland dan beberapa negara berkembang seperti Republik Czech, Polandia, Hungaria, dengan menerapkan kebijakan target inflasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian yang berkembang, terjadi pro dan kontra terhadap penerapan ITF sebagai mekanisme kebijakan moneter. Perbedaan pendapat ini terlihat dalam penelitian Ball dan Sheridan (2003) menyatakan bahwa tidak ditemukan bukti penargetan inflasi dapat meningkatkan kinerja perekonomian negara. Selain itu, dalam studinya ditemukan fakta bahwa inflation targeting lebih mengarah ke politik daripada moneter. Disamping itu, Mishkin (2001) juga menguraikan kelemahan penargetan inflasi yaitu tidak dapat mencegah dominasi fiskal. Selanjutnya, fleksibelitas nilai tukar yang dibutuhkan oleh penargetan inflasi bisa mengakibatkan ketidakstabilan keuangan. Sementara itu, pendapat yang mendukung Inflation Targeting framework mengemukakan bahwa memang penargetan inflasi bukan merupakan kebijakan yang rigid, namun keuntungannya adalah pembuatan kebijakan secara transparan dan meningkatkan akuntabilitas (Bernanke dan Mishkin, 1997). Hal ini senada dengan penelitian Hebbel dan Werner (2002) yang meneliti penerapan penargetan inflasi di Chili,Meksiko,dan Brazil. Hasil penelitiannya adalah ketiga negara tersebut telah berhasil memenuhi target inflasinya.. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dalam penelitian ini akan mencoba untuk melengkapi penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah penyederhanaan model dan variabel makroekonomi yang digunakan. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan dengan menggunakan pendekatan time series VAR yang terekstrisi menjadi Vector Error Correction Model (VECM). Sehingga hasil penelitian ini dapat terlihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel terhadap kebijakan ITF. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penggunaan metode VAR yang ditemukan oleh Sims (1980) dalam analisis ITF didukung oleh Minella et al (2003), Mishra dan Mishra (2010), Siregar dan Goo (2010), dan Odior (2012) . Beberapa penelitian yang mendukung penggunaan VECM dalam estimasi model Inflation Targeting Framework yaitu, Charoenseang dan Manakit (2006), Poon dan Tong (2009), dan Waluyo dan Ulfah (2010),. Metode ini dilakukan karena mampu memberikan alternatif metode analisis yang relatif sederhana, mampu melihat hubungan dinamis antar variabel, dapat menghindari kesalahan variabel, dan mampu melihat tingkat perubahan tertentu dan respon yang diberikan terhadap guncangan variabel lainnya lewat analisis IRF dan FEDV. Kondisi inflasi aktual dan target inflasi pada negara Indonesia dan Thailand dapat ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
Sumber : Jurnal Inoue, Toyoshima, Hamori (2012)
Gambar 1.1 Actual Inflation dan Inflation Targeting di Indonesia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber : Jurnal Inoue, Toyoshima, Hamori (2012)
Gambar 1.2 Actual Inflation dan Inflation Targeting di Thailand Thailand adalah salah satu negara di dunia yang mempunyai kinerja inflation targeting dinilai paling berhasil diantara negara-negara inflation targeting lainnya. Upaya ini tidak terlepas dari peran Bank of Thailand (BOT) dalam mengambil kebijakan moneter yang dibutuhkan. Bagi Thailand keadaan terbaik yang dapat diusahakan oleh bank sentral bagi perekonomian adalah jumlah output yang tinggi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan kestabilan harga yang terjaga yang tidak terlepas dari peran nilai tukar yang mendukung kebijakan moneter. Hal ini terlihat ketika terjadi krisis Asia 1997, Thailand mendapat bantuan dari IMF yang berupa program-program finasial. Selain itu BOT mengadopsi penargetan monetary base, yaitu melakukan penargetan atas jumlah uang beredar yang dapat mencapai tingkat inflasi yang diinginkan. Setelah program IMF berakhir, BOT meninjau kembali monetary base target tersebut, dan hasilnya metode tersebut kurang efektif apabila dibanding dengan inflantion targeting. Hal ini didasar pada penemuan commit to user yang menjelaskan adanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketidakstabilan hubungan antara jumlah uang beredar dengan pertumbuhan oautput, khususnya pada pertumbuhan masa krisis, dan akhirnya BOT mengumumkan pengadopsian inflantion targeting pada Mei tahun 2000. Charoenseang dan Manakit (2006) meneliti tentang transmisi kebijakan moneter Thailand dalam era pentargetan inflasi menemukan bahwa kebijakan moneter secara signifikan mempengaruhi pembiayaan bank komersial dalam jangka pendek. Dan juga bank komersil masih memainkan peranan penting dalam pasar finansial Thai sebagai sumber utama dalam masaah pendanaan. Hubungan yang kuat antara pembiayaan bank dan aktifitas ekonomi mengindikasikan bahwa masih ada peminjam tanggungan bank yang memiliki kesempatan terbatas untuk menggantikan kredit dari makelar keuangan lain kecuali bank. Di samping itu, masih ada hubungan signifikan antara pembiayaan tarif bank komersial dan aktifitas ekonomi. Menurut Laporan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (2010), ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia berdampak pada perbedaan respons kebijakan moneter yang ditempuh, yaitu dengan adanya kebijakan akomodatif pada Bank sentral negara maju yang berdampak pada peningkatan likuiditas global. Sementara itu, bank sentral negara emerging markets melakukan normalisasi kebijakan untuk menahan tekanan inflasi yang meningkat seiring akselerasi pemulihan ekonominya. Kondisi ini berdampak pada penguatan nilai tukar sejumlah negara emerging markets, termasuk Indonesia, yang kemudian direspons dengan menggunakan berbagai kombinasi instrumen kebijakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara efektif pada tahun 2005 Indonesia telah menerapkan inflation targeting, meskipun sebenarnya sudah mulai menerapkan pada tahun 2000, dan penerapan ini sejalan dengan Undang-Undang No 23 tahun 1999 dan amandemennya Undang-Undang No 3 tahun 2004. Undang-Undang No. 23 tahun 1999 disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan sistem mengambang yang dianut saat ini yang berarti pergerakan nilai tukar rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar dan stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia bukan untuk mematok rupiah pada tingkat atau kisaran tertentu tetapi untuk menghindari dan meredam gejolak yang tidak diinginkan dan meminimalkan pengaruh nilai tukar rupiah pada laju inflasi. Pada tahun pertama penerapan inflation targeting di Indonesia target inflasi yang ditetapkan belum berhasil mencapai dengan baik. Inflasi aktual sebesar 9,35% dan 12,55% berada diatas kisaran target sebesar 5-7%, relatif tingginya inflasi aktual dikarenakan adanya kebijakan peningkatan harga pada barang-barang yang harganya ditentukan oleh pemerintah (administered price) seperti pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan kebaikan harga BBM, depresiasi nilai rupiah yang lebih besar dari yang diprediksi yang dipergunakan dalam menetukan target inflasi, tingginya ekspektasi inflasi yang dimiliki oleh produsen dan konsumen terkait dengan kebijakan harga yang dilakukan oleh pemerintah serta depresiasi rupiah yang terjadi dan adanya peningkatan agregat akibat proses pemulihan ekonomi yang terjadi. Peningkatan tersebut tidak disertai dengan peningkatan di sisi penawaran sehingga mengakibatkan meningkatnya commit to user inflasi aktual dibanding inflasi target.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan fakta dari beberapa sumber jurnal di atas, perlu meneliti lebih lanjut mengenai cakupan masalah inflation targeting framework di Indonesia dan Thailand sebagai variabel dependen. Kemudian, menganalisis peran empat variabel makroekonomi, yaitu JUB, tingkat suku bunga, dan nilai tukar dari tiaptiap negara sebagai variabel independen karena diduga memiliki pengaruh terhadap penerapan penargetan inflasi. Adapun judul penelitian ini adalah “Perbandingan Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Inflation Targeting Framework Indonesia dan Thailand Periode 2007 – 2011”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan untuk memberikan arah penelitian yang jelas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.2.1. Bagaimana hubungan kausalitas antar variabel makroekonomi dan variabel inflasi di Indonesia dan Thailand ? 1.2.2. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.2.3. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.2.4. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.2.5. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.2.6. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.2.7. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.2.8. Bagaimana respon variabel inflasi yang diakibatkan dari goncangan variabel makroekonomi ? 1.2.9. Bagaimana prediksi kontribusi tiap – tiap variabel karena adanya perubahan variabel yang lain ? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel makroekonomi dan variabel inflasi di Indonesia dan Thailand ? 1.3.2. Untuk mengetahui pengaruh jangka panjang variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh jangka pendek variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.3.4. Untuk mengetahui pengaruh jangka panjang variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.3.5. Untuk mengetahui pengaruh jangka pendek variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.3.6. Untuk mengetahui pengaruh jangka panjang variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.3.7. Untuk mengetahui pengaruh jangka pendek variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand ? 1.3.8. Untuk melihat respon variabel inflasi yang diakibatkan dari goncangan variabel makroekonomi ? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.3.9. Untuk
digilib.uns.ac.id
memprediksi kontribusi tiap – tiap variabel karena adanya
perubahan variabel yang lain ? 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan khususnya Bank Indonesia dan Bank of Thailand dalam mencermati pemberlakuan inflation targeting di Indonesia dan Thailand. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang pengaruh variabel makro ekonomi yang mempengaruhi inflation targeting di Indonesia dan Thailand. Penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut Bagi Penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ekonomi yang selama ini telah diperoleh dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user