Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358
EVALUASI KUALITAS FEEDBACK GURU PADA SISWA PADA PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH MENENGAH
Moh Arsyad Arrafii1 & Kasyfurrahman2 1&2 Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS IKIP Mataram E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini melibatkan empat guru bahasa Inggris yang mengajar di sebuah sekolah menengah negeri di kabupaten Lombok Tengah. Interview dengan keempat guru untuk menyelidiki pemahaman teoritis mereka tentang feedback dilakukan dan observasi kelas dilakukan untuk melihat dan mengevaluasi praktek feedback yang dilakukan guru. Hasil analisis menemukan pemahaman teoritis guru tentang feedback dan tipologinya masih sangat terbatas. Guru masih bingung merumuskan definisi konseptual maupun operational yang bisa dipakai sebagai rujukan untuk melakukan feedback. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa kemampuan guru untuk melakukan feedback masih belum maksimal. Hal ini ditandai dengan sifat feedback yang diberikan masih sangat umum, tanpa ada deskripsi yang rinci tentang pencapaian siswa yang bisa dijadikan rujukan oleh siswa untuk memperbaiki performanya. Kualitas feedback guru terhadap siswa juga masih dianggap normative berupa pujian-pujian dalam bentuk verbal, gambar, dan ekspresi persetujuan. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan konsultasi individual dan dialog dua arah dengan siswa, upaya tersebut tidak maksimal dan cenderung mengabaikan siswa lainnya karena guru focus kepada siswa yang diajak berdialog. Temuan-temuan ini sejalan dengan beberapa temuan pada penelitian-penelitian terdahulu. Kata Kunci: Feedback, Evaluasi, Kualitas, Bahasa Inggris. PENDAHULUAN Feedback, yang bisa didefiniskan sebagai segala jenis dialog yang terjadi antara guru dan murid yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, baik yang dilakukan secara formal maupun informal (Askew dan Lodge, 2000), merupakan kegiatan penting dalam proses belajar dan mengejar di dalam kelas. Dengan mendapat feedback dari guru, siswa dapat mengetahui di area mana mereka telah mencapai target pembelajaran dan di area mana mereka perlu memperbaiki capaian pembelajarannya. Agar dapat memberikan feedback yang berkualitas terhadap siswa, idealnya guru memahami secara sempurna hakekat feedback dan mekanisme atau prosedur penyampaian feedback yang baik agar tujuan feedback untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat tercapai. Feedback dikatakan baik bila memenuhi beberapa sifat seperti bisa dimengerti dan diakses oleh siswa sehingga feedback tersebut dapat menginformasikan mereka apa yang harus dilakukan agar target pembelajaran dapat dicapai. Agar dapat mencapai memenuhi karakteristik seperti ini, Boud dan Associates (2010) mengatakan bahwa feedback seharusnya bersifat informatif dan suportif agar dapat memotivasi siswa belajar, diberikan pada saat yang tepat, dan
diberikan secara berulang-ulang dan spesifik agar bisa dijadikan panduan bagi siswa untuk memperbaiki belajar mereka. Bagi sebagian guru, feedback masih dipahami sebatas pengoreksian terhadap kesalahan siswa atau sekedar pemberian nilai yang bersifat evaluatif dan sumatif terhadap hasil kerja siswa. Padahal feedback merupakan sebuak konstruk yang kompleks yang memiliki komponen-koponen yang mesti dipahami secara baik oleh para guru agar mereka bisa menerapkannya secara maksimal. Sejauh ini, belum ada penelitian pendahuluan yang meneliti tentang pemahaman guru tentang feedback, proses dan evaluasi feedback yang diberikan guru terhadap siswa. Mengingat pentingnya peran feedback dalam meningkatkan kualitas pembelajaran siswa, penelitian yang berusaha untuk mengetahui pemahaman guru tentang feedback dan mengevaluasi kualitas feedback yang diberikan guru terhadap siswa sangat diperlukan. Untuk itulah penelitian ini dilakukan. KAJIAN PUSTAKA Di dalam literature, terdapat beragam definisi feedback. Askew dan Lodge (2000) mendefinisikan feedback sebagai segala jenis dialog yang terjadi antara guru dan murid yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
482
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram pembelajaran, baik yang dilakukan secara formal maupun informal. Berbeda dengan Askew dan Lodge, Ramaprasad seperti yang dikutip oleh Knight (2003) mengajukan sebuah definisi feedback yang belakangan banyak digunakan dalam literature. Ramaprasad menyatakan „feedback is information about the gap between the actual level and the reference level of a system parameter which is used to alter the gap in some ways‟. Dengan demikian feedback memiliki unsur penilaian terhadap apa yang telah diperoleh siswa dan sejauh mana mereka berada dari target pencapain yang telah ditentukan. Sejalan dengan ini, feedback diartikan sebagai semua informasi yang diberikan guru terhadap murid dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan membantu murid mencapai tujuan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien. Feedback dan prestasi siswa Penelitian yang berusaha mengungkapkan pengaruh feedback terhadap prestasi belajar siswa mengindikasikan bahwa feedback memiliki dampak positif terhadap prestasi siswa Hanya saja, pengaruh positif feedback terhadap prestasi belajar siswa sangat bergantung kepada kualitas dan karakteristik dari feedback itu sendiri. Hattie dan Temperley (2007) menyatakan bahwa pengaruh positif dari feedback dapat muncul apabila siswa mendapat feedback yang informatif dan berisi saran agar dapat menyelesaikan tugas-tugas sekolah secara lebih efektif dan efisien. Selain itu, feedback dikatakan effektif apabila feedback tidak berisi input yang dapat mengurangi kepercayaan diri siswa. Lebih jauh, Hattie dan Temperley (2007) juga menemukan bahwa pujian, penghargaan dan hukuman yang diberikan guru terhadap siswa sebagai feedback memiliki pengaruh negatif terhadap prestasi belajar siswa. Semakin banyak pujian guru terhadap kerja siswa, ada kecendrungan prestasi siswa akan menurun. Meskipun sebagian besar penelitian telah menunjukkan pengaruh positif feedback terhadap prestasi siswa, pada umumnya siswa dan bahkan guru seringkali kecewa terhadap proses memberi dan menerima feedback. Duncan (2007) melaporkan banyak siswa tidak membaca feedback yang diberikan guru. Hal ini bisa saja terjadi karena kemampuan guru untuk menyampaikan feedback yang berkualitas tidak memadai. Dengan demikian keterampilan guru untuk memberikan feedback yang proporsional dan objektif
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 serta dapat meningkatkan kualitas belajar siswa sangat dibutuhkan dalam memberikan feedback. Hal tersebut tidak akan bisa dicapai bila informasi awal tentang kemampuan guru dalam memberikan feedback belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan pemahaman guru dalam memberikan feedback merupakan topic penelitian yang menarik dan sangat penting. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada pengajaran bahasa Inggris di sekolah menengah atas, khususnya di SMAN 1 Praya Barat. Alasan penggunaan study kasus pada penelitian evaluasi ini adalah karena sifat dari study kasus yang fleksibel dan dapat digunakan untuk tujuan yang beragam. Shaw (1999) mengemukakan bahwa study kasus bisa berbentuk kajian deskriptif yang mengeksplorasi dan meberikan gambaran yang lengkap dari sebuah permasalahan yang belum banyak diketahui publik yang mungkin tidak bisa dijangkau oleh jenis instrument penelitian yang lain seperti kuisioner. Study kasus juga memiliki keistimewaan yaitu bisa menjadi alat yang sangat selektif dalam menjaring data menyangkut bagaimana proses penelitian berlangsung sehingga beragam perspektif tentang data itu bisa dikemukakan. Penelitian ini melibatkan 4 orang guru yang bertugas di SMAN 1 Praya. Dari keempat guru tersebut, 3 berjenis kelamin laki-laki dan 1 perempuan. Dua dari guru yang dipilih merupakan guru senior dengan masa mengajar lebih dari 10 tahun dan merupakan guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik. Sementara 2 guru lainnya merupakan guru honorer yang masa mengajarnya paling lama 5 tahun dan belum mendapatkan sertifikat pendidik. Dilihat dari segi pendidikan, semua guru yang terlibat dalam penelitian ini adalah lulusan S1 pendidikan bahasa Inggris. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik interview, observasi kelas yang ikuti oleh diskusi dengan guru, dan analisis dokumen. Jenis dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa lembar kerja siswa yang di dalamnya terdapat feedback dari guru, catatan guru, dan rencana pembelajaran. Sebanyak 12 observasi kelas akan dilakukan dan dilakukan seminggu sekali. Artinya proses belajar mengajar selama 3 bulan akan diobservasi. Informasi tentang persepsi dan pemahaman siswa dan guru tentang
483
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram feedback yang berkualitas akan diperoleh melalui interview.. Interview akan berlangsung selama 40-60 menit. Analysis data pada penelitian ini sangat bergantung kepada jenis data yang dikumpulkan. Untuk data yang diperoleh dengan interview, Grounded Theory akan digunakan untuk menganalisis data yang berhubungan dengan perspepsi dan pemahaman siswa dan guru tentang feedback yang berkualitas. Secara lebih khusus, analisis data interview akan dilakukan dengan cara thematic analisis induktif, mengikuti panduan yang disarankan oleh Braun dan Clarke (2006). Analysis tematik secara induktif adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan melaporkan pola-pola yang diperoleh dalam sebuah data set. Dengan demikian metode ini dapat menghasilkan kode-kode yang ditarik dari data mentah (transkrip interview). Kode-kode ini bersifat saling berhubungan sehingga pada akhirnya akan melahirkan tema-tema besar yang menjadi ide pokok dari interview. Method ini dipakai karena merupakan metode yang paling tepat untuk data set yang besar, seperti data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini. Selain itu, secara teoritis metode ini dianggap metode paling fleksibel (Braun & Clarke, 2006) yang mana fleksibilitas merupakan ciri utama penelitian kualitatif. Untuk menerapkan tematik analisis secara induktif, ada tiga tahapan. Pertama-tama membuat kode terbuka (open coding) yang memanfaatkan kata-kata dari teks transkripsi interview agar dapat diperoleh kode yang secara akurat mencerminkan data. Selanjutnya, peneliti hendaknya membuat kode axial (axial coding) yang memuat isu-isu yang memiliki persamaan dan atau perbedaan. Pengkodean ini bertujuan untuk mencari tema-tema global dan pola-pola umum dari open coding. Axial coding kemudian menghubungkan konsep/tema-tema yang saling berhubungan tersebut dan dipresentasikan melalui diagram. Diagram ini mengandung informasi tentang kesalingterkaitan antara konsep shingga sebuah model eksplanasi dapat terbentuk. Selanjutnya peneliti akan membuat kode selektif (selective) yang akan digunakan untuk mengintegrasikan konsep-konsep dalam axial coding untuk mengidentifikasi variable-variable inti (Saldaña, 2009). Pada tahapan ini, tema-tema yang muncul akan di analysis dan disempurnakan kemudian data akan dikelopokkan dengan tema-tema utama yang ada.
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 Mengingat jumlah data yang akan terkumpul (4 transkrip interview), program NVivo akan digunakan untuk mengorganisir tema-tema yang muncul sekaligus untuk menguji tema-tema yang dihasilkan dari proses pengkodean. Dipakainya software computer untuk analisis data pada penelitian ini berdasarkan anggapan bahwa NVivo dianggap software yang terpercaya untuk menfasilitasiaspek-aspek dari proses menggunakan grounded teori (Hutchison, Johnston, & Breckon, 2010). Untuk menjamin validitas dari transkripsi, open, axial, dan selective coding, transkripsi, kode dan tema-tema yang dihasilkan akan dilakukan dicek dan cross cek oleh tim peneliti dan divalidasi oleh validator external dan tim ahli yang berasal dari luar kampus IKIP Mataram Untuk data obsevasi kelas, transkripsi kata demi-kata dari dialog yang terjadi antara siswa dan guru selama proses pengajaran berlangsung akan dilakukan. Pada diskusi dengan guru dan siswa yang dilakukan setelah observasi kelas, peneliti akan meminta responden untuk mengeluarkan pendapat tentang hal-hal yang berhubungan dengan feedback yang berkualitas. Transkripsi dari hasil observasi kelas dan diskusi dengan guru dan siswa setelah observasi akan dianalysis dengan menggunakan tipologi feedback dari Tunstall dan Gipp (1996, hal.395-401). Menurut tipologi ini, feedback dapat dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu: 1. Rewarding Feedback jenis ini bersifat evaluatif positif. Contoh feedback jenis ini adalah stiker, tanda bintang dan gambar ekspresi wajah yang tersenyum 2. Approving Feedback jenis ini biasanya bersifat evaluative dan positive sekaligus mendeskripsikan persetujuan guru dengan pekerjaan siswa. Feedbackini bisa berupa ekspresi wajah, penggunaan tanda tik, dan pujian umum 3. Specifying attainment Feedback jenis ini bersifat deskriptif dan menunjukkan aspek-aspek khusus tentang pencapaian siswa yang ditunjukkan dengan pujian yang khusus semisal “pekerjaan ini sangat baik karena…” 4. Construction achievement Dengan feedback seperti ini, terdapat komunikasi antara guru dan siswa tentang proses belajar siswa 5. Punishing Feedback jenis ini bersifat evaluative namun negative berupa komentar negative
484
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram dan hukuman terhadap siswa dalam bentuk pelarangan masuk kelas dan sebagainya 6. Disapproving Feedback yang besifat negative dan cenderung mengandung kekecewaan terhadap hasilkerja siswa contohnya seperti perkataan „saya kecewa dengan pekerjaanmu hari ini‟ dan sebagainya 7. Specifying improvement Feedback jenis ini memberikan koreksi terhadap kesalahan pekerjaan siswa yang bertujuan untuk mengoreksi kesalahan tersebut. Kesalahan yang dituju lebih kepada pencapain bukan pada atribut personal siswa 8. Constructing the way forward Feedback jenis ini focus terhadap kritik membangun terhadap pekerjaan siswa dan komunikasi dua arah guru-siswa yang bisa mengartikulasi kemungkinankemungkinan yang bisa dijadikan cara untuk memperbaiki proses belajar. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pemahaman guru tentang feedback Guru mata pelajaran bahasa Inggris di SMAN 1 Praya barat memiliki pengatahuan yang terbatas tentang feedback. Pemahaman mereka tentang feedback hanya terbatas pada pemahaman definisi leksikal saja yang diambil dari makna dasar konstruksi kata feedback. Para guru tidak memiliki kesamaan pemahaman tentang definisi feedback dan cendrung memberikan definisi feedback secara umum. Bahkan beberapa guru terlihat kebingungan ketika diminta untuk menjelaskan pemahaman mereka tentang feedback. Feedback dipahami sebatas komentarkomentar tertulis guru pada lembarlembar pekerjaan siswa, terutama pada lembar-lembar hasil ujian sumatif seperti ujian harian, mid dan semester. feedback merupakan umpan balik yang kita berikan kepada siswa atas hasil ulangan yang mereka peroleh. Itu [umpan balik] bisa positif bisa juga negative, tergantung hasil yang diperoleh (L, 26 tahun) Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa feedback dipahami sebagai alat evaluasi tentang kualitas kerja siswa. Ketika pekerjaan siswa baik, maka
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 feedback yang diberikan cendrung positif, demikian juga sebaliknya. Pemahaman tentang feedback yang seperti ini juga sepertinya dimiliki oleh guru senior. Namun, meskipun para guru senior masih juga beranggapan bahwa feedback bersifat evaluative, mereka masih dapat melihat feedback sebagai salah satu upaya perbaikan kualitas prestasi murid. Para guru senior berpendapat bahwa dengan adanya feedback yang diberikan guru pada nilai ujian akhir atau ujian semester, itu akan membuat siswa mengetahui di mana mereka bisa dan di bagian mana mereka perlu melakukan perbaikan. Saya yakin siswa bisa membaca apakah mereka lulus ujian atau tidak dengan nilai yang diberikan guru. Kalau nilainya rendah, maka mereka bisa belajar lagi pada pelajaran yang mereka kurang. Kalau nilainya tinggi maka itu artinya mereka lulus. Saya yakin feedback bisa membuat mereka lebih semangat belajar dan bisa saja membuat mereka patah semngat belajarnya [tersenyum]…(H, 45 tahun) Selain itu pemahaman guru tentang feedback sebatas pengetahuan dasar. Mereka memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang feedback dan tipologinya. Ketika peneliti menanyakan tipe-tipe feedback, seluruh guru responden tidak bisa memberikan definisi teoritis maupun operational tentang tipe-tipe feedback. Pemahaman mereka hanya sebatas memberikan nilai pada lembar kerja siswa. Patut dicurigai bahwa pengetahuan mereka tentang fungsi feedback sebagai sarana untuk memperbaiki proses pembelajaran sangat minim. Dari seluruh transkrip interview, tidak satupun guru yang menyinggung feedback sebagai sarana memperbaiki proses belajar dan mengajar dalam kelas 2. Praktek guru dalam berfeedback Berdasarkan hasil observasi kelas sebanyak 12 kali observasi, praktek feedback yang dilakukan oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris di SMAN 1
485
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Praya Barat bersifat evaluative dan korektif. Hal ini tercermin dari cara, strategi dan tujuan memberikan feedback. Dari segi cara, banyak feedback dilakukan dalam bentuk tulisan, seperti pemberian tanda tangan pada lembar kerja siswa untuk jawaban yang benar, member silang pada jawaban yang salah. Feedback juga diberikan secara lisan, namun umum. Dari sisi strategi feedback, para guru responden lebih cendrung memberikan feedback langsung (direct feedback) baik ketika terjadi kesalahan ataupun ketika siswa bisa menjawab pertanyaan guru. Pada proses belajar mengajar, feedback tidak langsung diberikan ketika guru merasa jawaban seorang siswa tidak terlalu tepat, kemudian guru melempar atau menyuruh siswa lain untuk mencari jawaban yang lebih tepat. Ketika jawaban yang memuaskan telah diperoleh, guru memberikan umpan balik (feedback) secara umum, menggunakan kata-kata normative dan pujian seperti ”that’s nice, good, excellent”. Tidak terdapat upaya elaborasi atau pemberian informasi yang lebih detail yang bisa menjadi referensi bagi siswa untuk memperbaiki kualitas pekerjaan mereka. Pada waktu-waktu tertentu, mekanisme feedback diserahkan kepada siswa dengan menyuruh siswa lain mencari jawaban yang lebih tepat. 3. Kualitas feedback guru Hasil observasi kelas juga mendokumenasikan bukti fisik dari praktek feedback guru berupa lembar kerja siswa yang telah dikomentari, dinilai, diperiksa guru. Dari dokumen yang dikumpulkan, kualitas feedback yang diberikan guru pada siswa dapat dijelaskan. Typology feedback yang diprakarsai oleh Tunstall dan Gipp (1996) menjadi pisau analisis untuk membedah tipologi feedback guru bahasa Inggris di SMAN 1 Praya barat. Analisis terhadap feedback guru terhadap siswa menggunakan typology feedback Tunstall dan Gipp (1996) mendapatkan bahwa kualitas feedback guru SMAN 1 Praya Barat termasuk memadai karena menawarkan deskripsi tentang pencapaian siswa dalam belajar. Namun deskripsi dalam feedback itu masih jauh dari detail. Dari delapan jenis feedback yang disarankan Tunstall
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 dan Gipp, guru bahasa Inggris di SMAN 1 Praya Barat mampu mengimplementasikan feedback positif kepada siswa. Tipe-tipe feedback positif yang diberikan guru berupa yaitu rewarding, yaitu feedback yang bersifat evaluatif positif. Contoh feedback jenis ini adalah pemberian stiker, tanda bintang dan gambar ekspresi wajah yang tersenyum; approving, yaitu feedback yang biasanya bersifat evaluative dan positive sekaligus mendeskripsikan persetujuan guru dengan pekerjaan siswa. Feedback ini bisa berupa ekspresi wajah, penggunaan tanda rumput, dan pujian umum. Selain itu, para guru juga bisa melakukan feedback yang bertujuan specifying attainment. Feedback jenis ini bersifat deskriptif dan menunjukkan aspek-aspek khusus tentang pencapaian siswa yang ditunjukkan dengan pujian yang khusus semisal “pekerjaan ini sangat baik karena…”. Feedback positif yang lain yang diberikan guru berupa feedback yang terfokus pada upaya untuk meningkatkan prestasi siswa (Construction achievement). Dengan feedback seperti ini, terdapat komunikasi antara guru dan siswa tentang proses belajar siswa. Lebih jauh lagi, meskipun tidak semua guru melakukannya, seorang guru bisa memberikan feedback yang sangat rinci tentang kemampuan siswa (specifying improvement). Feedback jenis ini memberikan koreksi terhadap kesalahan pekerjaan siswa yang bertujuan untuk mengoreksi dan memberikan jalan keluar terhadap kesalahan tersebut. Kesalahan yang dituju lebih kepada pencapain bukan pada atribut personal siswa. Menarik untuk dicatat, ada kecendrungan para guru untuk memberikan feedback secara personal berupa konsultasi individual yang melahirkan feedback yang bersifat anticipative terhadap kesalahan yang akan datang (constructing the way forward). Feedback jenis ini focus terhadap kritik membangun terhadap pekerjaan siswa dan komunikasi dua arah guru-siswa yang bisa mengartikulasi kemungkinankemungkinan yang bisa dijadikan cara untuk memperbaiki proses belajar. Penggunaan feedback seperti penyanggahan (disapproving) dan
486
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 hukuman (punishing) adalah dua tipe Salah satu tipe feedback yang tidak feedback yang dihindari oleh para guru, dilakukan oleh guru-guru bahasa Inggris meskipun sesekali waktu mereka SMAN 1 Praya Barat adalah tipe memberikan feedback tersebut. Kedua punishing (memberikan hukuman). feedback ini besifat negative dan Feedback jenis ini bersifat evaluative cenderung mengandung kekecewaan namun negative berupa komentar terhadap hasil kerja siswa contohnya negative dan hukuman terhadap siswa seperti perkataan „saya kecewa dengan dalam bentuk pelarangan masuk kelas pekerjaanmu hari ini‟ dan sebagainya. dan sebagainya. Tabel 1. Analisis hasil observasi feedback menggunakan model typology feedback Tunstall dan Gipps‟ (1996) Teac Less Types of Feedback her on Possitive Negative Evaluative Descriptive Evaluative Descriptive positive achievement negative achievement Rewar Appro Specif Constru Punis Disappr Specifyi Constru ding ving ying cting hing oving ng cting attaim achivem achieve the way ent ent ment forward Teac 1 X X her 1 2 X X 3 X X Teac 4 X X her 2 5 X X X X X X 6 X X Teac 7 X X her 3 8 X X X X 9 X X X X Teac 10 X X her 4 11 X X X 12 X X B. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman teoritis guru bahasa Inggris di SMAN 1 Praya Barat tentang feedback sekaligus mendeskripsikan bagaimana guru melakukan feedback di dalam kelas. Penelitian ini juga berupaya untuk mengevaluasi kualitas feedback guru ditinjau dari tipologi feedback yang diajukan oleh Tunstall dan Gipp (1996). Hasil analisis menunjukkan bahwa pemahan teoritis guru tentang feedback masih sangat rendah, namun aplikasi feedback yang diberikan terhadap pekerjaan siswa bisa dikatakan baik. Para guru tidak memiliki kesamaan pemahaman tentang definisi feedback dan cendrung memberikan definisi feedback secara umum. Temuan ini sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Askew dan Lodge (2000). Senada dengan ini, Hill dan Hawk (2000b) menemukan dalam penelitian
mereka bahwa tidak semua guru-guru sekolah menegah memiliki pemahaman yang baik tentang feedback. Bahkan beberapa guru terlihat kebingungan ketika diminta untuk menjelaskan pemahaman mereka tentang feedback. temuan penelitian ini, yang didukung oleh penelitian sebelumnya, dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa dalam literature yang berhubungan dengan penilaian (assessment) lebih spesifik lagi tentang feedback, sampai saat ini belum ada consensus yang menyepakati definisi yang diterima semua kalangan. Oleh beberapa ahli dan peneliti, feedback diartikan sebagai segala kejadian di dalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung (Askew dan Lodge, 2000). Kelemahan definisi ini terletak pada kesimpang siuran makna antara feedback dengan pembelajaran (instruction). Di sisi lain, definisi feedback yang diajukan oleh Ramaprasad‟s (1983) focus pada upaya
487
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram perbaikan yang menjembatani apa yang sudah didapat dengan standar capaian yang telah ditetapkan. Sementara itu, definisi yang diberikan Tunstall and Gipps (1996) berada pada titik tengah antara feedback negative dan feedback positif sekaligus antara fungsi feedback sebagai evaluasi dan deskripsi kemampuan siswa. Dengan adanya beragam definisi feedback dalam literature tersebut, sangat wajar apabila guru-guru merasa kebingungan dalam mendefinisikan dan memiliki pengetahuan teritis yang sangat terbatas tentang feedback dan aspek-aspek serta tipologinya. Keadaan ini juga menjadikan guru bingung untuk membedakan feedback dengan instruction. Oleh karena itu, definisi feedback yang menitikberatkan pada proses „closing the gap‟ ala Sadler (1989) and Hattie (2002b) menawarkan definisi feedback yang lebih efektif dan lebih praktis bagi para guru yang bisa mengurangi kebingungan guru dalam membedakan definisi feedback dengan instruksi. Dari perspektif ini, feedback didefiniskan proses yang melibatkan persepsi tentang ketimpangan antara hasil pembelajaran dengan tindakan auatu pemahaman yang diperoleh oleh siswa untuk menutupi ketimpangan tersebut sehingga mereka bisa mencapai tujuan pembelajaran. Secaralebih sederhana, feedback seharusnya menjadi ajang diskusi antara guru dan murid tentang apa yang sudah dicapai dan bagaimana seharusnya pembelajaran dilakukan ke depannya. Hill and Hawk (2000b) menamakan hal ini dengan istilah „feed forward‟ dan menyatakan bahwa proses pembelajaran seharusnya dibangun berdasarkan feedback yang diberikan guru dan hasil diskusi antara guru murid. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa secara praktis para guru menganggap bahwa tidak terdapat permasalahan bagi mereka untuk melakukan feedback dan mengangap feedback bersifat otomatatis dan intuitif. Hal ini didukung oleh kemampuan mereka, dalam level-level terentu, untuk melakukan feedback yang evaluative. Akan tetapi, kemampuan berfeedback yang evaluative saja tidak cukup, para guru juga perlu melakukan feedback deskriptif. Tunstall dan Gipps (1996) menyatakan bahwa kemampuan melakukan feedback yang evaluative dan deskriftif membawa pengaruh yang sangat besar bagi pembelajaran dan feedback akan menjadi
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 sangat efektif apabila ia difokuskan untuk tujuan perbaikan dan peningkatan prestasi belajar. Penelitian ini menemukan tidak ada bukti yang kuat tentang kemampuan guru memberikan feedback yang bagus karena siswa menerima feedback yang tidak rinci dan deskriftif. Gipps et al. (2000) and Hattie (2002a) juga mengindikasikan temuan yang hampir sama. Feedback seharusnya menjadi rujukan terhadap kualitas pembelajaran dan bagaimana memperbaikinya. Kenyataan bahwa feedback guru lebih banyak terfokus pada tujuan evaluative tinimbang diskusi yang ebih dalam tentang kualitas pengajaran dan pembelajaran merupakan sebuah isu yang sangat menarik untuk dicermati. Torrance dan Pryor (1998) mengemukakan bahwa salah satu alasannya adalah kecendrungan para guru untuk mengatur kelakuan siswa dengan cara mengedepankan “budaya pujian” yang dilakukan untuk membuat dialog tentang prestasi siswa. Budaya pujian ini merupakan pendekatan yang dipakai guru sebagai instrument sosialisasi dalam kelas. Dengan memberikan pujian, guru bisa mengatur perilaku siswa dan secara verbal memberikan penguatan terhadap proses pembelajaran (Knight, 2003). Kemampuan guru untuk mengatur perilaku siswa merupakan prasyarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan proses pembelajaran yang baik. SIMPULAN Penelitian dilakukan di SMAN 1 Praya barat dengan melibatkan empat guru bahasa Inggris. Interview dengan keempat guru untuk menyelidiki pemahaman teoritis mereka tentang feedback dilakukan dan observasi kelas dilakukan untuk melihat dan mengevaluasi praktek feedback yang dilakukan guru. Hasil analisis menemukan pemahaman teoritis guru tentang feedback dan tipologinya masih sangat terbatas. Guru masih bingung merumuskan definesi konseptual maupun operational yang bisa dipakai sebagai rujukan untuk melakukan feedback. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa kemampuan guru untuk melakukan feedback masih belum maksimal. Hal ini ditandai dengan sifat feedback yang diberikan masih sangat umum, tanpa ada deskripsi yang rinci tentang pencapaian siswa yang bisa dijadikan rujukan oleh siswa untuk memperbaiki performanya. Kualitas feedback guru terhadap siswa juga masih dianggap normative berupa pujian-pujian dalam bentuk
488
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram verbal, gambar, dan ekspresi persetujuan. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan konsultasi individual dan dialog dua arah dengan siswa, upaya tersebut tidak maksimal dan cenderung mengabaikan siswa lainnya karena guru focus kepada siswa yang diajak berdialog. Temuan-temuan ini sejalan dengan beberapa temuan pada penelitian-penelitian terdahulu . SARAN Mengingat pengetahuan, kemampuan, dan kualitas feedback guru yang ditemukan dalam penelitian ini masih sangat terbatas. Penelitian ini menyarankan beberapa hal: 1. Diperlukan adanya pelatihan tentang konsep dan aplikasi feedback dalam kelas bagi para guru. Dalam skala yang lebih luas, guru memerlukan pelatihan bagaimana memberikan penilaian mengingat feedback merupakan salah satu bentuk penilaian. Kemampuan guru melakukan feedback akan sangat menunjang dan membantu siswa untuk mencapai tujuan dan target pembelajaran 2. Pelatihan-pelatihan metode pengajaran bahasa Inggris seharusnya tidak menganaktirikan penilaian. Selama ini, ada kecenderungan dalam pelatihan metode pengajaran, isu-isu tentang feedback tidak terlalu diperhatikan. Padahal feedback merupakan „kunci‟ keberhasilan proses pembelajaran 3. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kualitas feedback terhadap siswa bisa ditingkatkan bila guru lebih mengetahui strategi dan teknik feedback yang membangun dan deskriftif. Hal ini akan membantu guru dalam memahami gaya pembelajaran siswa sehingga guru bisa mencocokkan jenis feedback yang diberikan DAFTAR RUJUKAN Askew, S. & Logde, C. (2000). Gifts, pingpong and loops-linking feedback and learning. In Askew, S. (Ed.), Feedback for Learning. (pp.1-17). London: Routhledge Boud, D., & Associates. (2010). Assessment 2020: Seven propositions for assessment reform in higher education. Sydney: Australian Learning and Teaching Council. Retrieved from http://www.iml.uts.edu.au/assessmentfutures/Assessment2020_propositions_final.pdf
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358 Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77-101 Charmaz, K. (2001). Qualitative interviewing and grounded theory analysis. In J. Gubrium & J. Holstein (Eds.), Handbook of interview research: Context and method (pp. 675-694). Thousand Oaks, CA: Sage. Duncan, N. (2007). “Feed-forward‟: improving students‟ use of tutor comments, Assessment & Evaluation in Higher Education, 32 (3), 271 -283. Gipps, C., McCallum, B., & Hargreaves, E. (2000). What makes a good primary school teacher? London: Routledge Falmer Hattie, J. (Speaker). (2002b). The power of feedback. (Casette recording No. PF8) Recorded by Auckland Recording Service Ltd. A keynote address presented at the New Zealand Principals‟ Federation Conference, Wellington, June 2002. Hattie, J. & Timperley. H. (2007). The Power of feedback. Review of Educational Research, 77, 81-112. Hill, J. & Hawk, K. (2000b). Four Conceptual Clues to Motivating Students: learning from the practice of effective teachers in low-decile, multi-cultural schools. A paper presented to the NZARE Conference, Waikato. November 2000 Knight, P. (2003). An evaluation of the quality of teacher feedback to students: A study of numeracy teaching in the primary education sector. Paper presented at the AARE/NZARE conference, Auckland, NZ Liamputtong, P., & Ezzy, D. (2005). “Rigour, Ethics and Sampling”, in qualitative research methods: A health focus (2 ed.). Melbourne:: OUP Saldaña, J. (2009). The Coding Manual for Qualitative Researchers. London: SAGE Publications Ltd Ramaprasad, A. (1983) On the definition of feedback. Behavioural Science. 28, 413. Sadler, R. (1989). Formative assessment and the design of instructional systems. Instructional Science. 18, 119-144. Sadler, R. (1998). Formative assessment: revisiting the territory. Assessment and Education. 5(1), 77-84. Shaw, I (1999). Qualitative evaluation. London: SAGE
489
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Tunstall, P. & Gipps, C. (1996) Teacher feedback to young children in formative assessment: a typology. British Educational Rsearch, 22 (4), 389-404
Vol. 2. No.2 ISSN:2355-6358
490