EVALUASI INTERNAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA PENGELOLA SEKOLAH
OLEH A.A. ISTRI N. MARHAENI
Disampaikan Pada Pelatihan Para Kepala Sekolah Yang Diselenggarakan Oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan, Tanggal 13 Juli 2006
IKIP NEGERI SINGARAJA 2006
EVALUASI INTERNAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA PENGELOLA SEKOLAH1
1. PENDAHULUAN Evaluasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu program, utamanya program pendidikan, baik program dalam skala besar seperti block Grant dan BOS, maupun maupun program dalam lingkup sekolah misalnya program pengembangan karya ilmiah remaja di suatu SMA. Evaluasi dilakukan baik terhadap program-program yang sifatnya temporal maupun rutin. Pada hakikatnya, evaluasi dibedakan menjadi evaluasi belajar dan evaluasi program. Evaluasi belajar mencakup proses dan hasil belajar siswa, seperti yang rutin kita lakukan, baik dalam skala sekolah (formatif dan sumatif), maupun nasional (misalnya UN). Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat efektivitas suatu program. Dilihat dari sejarahnya, evaluasi (program) pertamakali dilakukan di jaman kerajaan Babylonia. Pada waktu raja Nadbuscher berkuasa, Babylonia berhasil menaklukkan Israel. Seperti kita ketahui, orang Yahudi terkenal pintar-pintar. Maka raja Nadbuscher memilih pemuda-pemuda berbakat Israel untuk dididik di Balylonia. Mereka diberi fasilitas setara dengan keluarga raja, seperti makanan, perumahan dan sebagainya. Pada suatu hari, seorang diantara para pemuda itu yang bernama Daniel melakukan perlawanan dengan tidak mau makan makanan kelas raja, seperti daging dan anggur. Raja menjadi bingung, takut Daniel sakit, tapi yang bersangkutan tetap menolak. Daniel hanya mau makan kacang-kacangan dan air, dan mengatakan makanannya itu jauh lebih sehat. Akhirnya raja memutuskan memberi waktu 10 hari bagai Daniel dan tiga kawannya makan kacang-kacangan dan air saja. Pada hari kesebelas, kondisi mereka diperiksa. Ternyata, kondisi Daniel dan kawan-kawannya lebih sehat dan kulit mereka lebih bersih dibandingkan pemuda lainnya yang mengkonsumsi daging dan anggur. Sejak saat itu, berkembang ilmu evaluasi.
1
A. A. Istri N. Marhaeni, disampaikan dalam Pelatihan Bagi Para Kepala Sekolah yang Diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan, 13 Juli 2006
Kenapa evaluasi perlu dilakukan? Evaluasi semakin penting artinya dalam dunia pendidikan ketika timbul ketidakpuasan pada pendidikan (Salvia dan Ysseldyke, 1994). Sebagai contoh pernah terjadi di Amerika Serikat dimana masyarakat tidak percaya lagi terhadap sekolah. Seperti diketahui, bangsa Amerika tidak pernah mau menjadi bangsa kelas dua. Ketika Sovyet berhasil meluncurkan satelit buatannya yang bernama Sputnik sementara Amerika belum, maka masyarakat mulai mempertanyakan kualitas pendidikan di Amerika. Mereka rame-rame mendesak pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap praktek persekolahan. Sebagai akibat dari ini dibentuk badan evaluasi nasional yang disebut Joint Committee on Standards of Evaluation. Tugas dari badan tersebut adalah memantau dan membuat laporan tentang kinerja pendidikan Amerika. Dari badan itulah lahir standar baku evaluasi program yang sekarang luas digunakan sebagai pedoman melakukan evaluasi. Di Indonesia, evaluasi terhadap program-program pendidikan sebenarnya telah lama dilakukan. Tetapi, hasil analisis dari Bank Dunia yang menyediakan pinjaman untuk projek PGSM (dimulai tahun 2007) melihat bahwa pengawasan terhadap programprogram di Indonesia belum efektif. Karena itu, Bank Dunia meminta agar sebagian dana pinjaman tersebut dialokasikan untuk melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) terhadap pelaksanaan program-program dalam projek PGSM. Kini, hampir semua program menetapkan skema Monev. Dan menjadi suatu trend dimana semua instansi pendidikan mengembangkan pola evaluasi internal. Oleh karena itu sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah, perlu mengembangkan wawasan tentang evalasui program dan dapat mengembangkan pola di sekolah masing-masing.
2. TERMINOLOGI DALAM KHASANAH EVALUASI Dalam konteks pendidikan, dewasa ini istilah asesmen lebih banyak digunakan dibandingkan dengan pada masa-masa yang lalu. Penggunaan istilah asesmen di samping kata-kata evaluasi dan pengukuran seringkali menyebabkan perdebatan. Menurut Popham (1975), pengertian pengukuran dan evaluasi berbeda. Pengukuran adalah suatu tindakan menentukan sejauhmana (the degree to which) seseorang memiliki suatu atribut tertentu. Evaluasi adalah keseluruhan proses untuk menilai sesuatu baik atau tidak, bermanfaat
atau tidak, dan seterusnya. Jadi, pengukuran adalah status determination, sedangkan evaluasi adalah worth determination. Dalam kaitannya dengan asesmen, Popham mengatakan bahwa asesmen seringkali dimaksudkan sama dengan evaluasi. Kata asesmen dianggap lebih ‘ramah’ dibandingkan dengan evaluasi. Setelah dua puluh tahun, Popham (1995) lebih menekankan lagi bahwa pada hakikatnya kata asesmen maupun evaluasi secara prinsip tidaklah berbeda, dan menggunakannya dengan makna yang sama. Menurut
Salvia
dan
Ysseldike
(1994)
asesmen
adalah
suatu
proses
mengumpulkan data dengan tujuan agar dapat dilakukan keputusan mengenai suatu objek. Popham (1975) mengatakan bahwa asesmen adalah suatu upaya formal untuk menentukan status objek dalam berbagai aspek yang dinilai. Nitko (1996) mengatakan bahwa asesmen merupakan suatu proses
mendapatkan data yang digunakan untuk
pengambilan keputusan mengenai pebelajar, program pendidikan, dan kebijakan pendidikan. Jika dikatakan ’mengases kompetensi pebelajar’, maka itu berarti pengumpulan informasi untuk dapat ditentukan sejauhmana seorang pebelajar telah mencapai suatu target belajar. Dari ketiga pendapat di atas, jelas bahwa asesmen diartikan sama dengan evaluasi; dan daripadanya dapat dilihat beberapa unsur pokok yang ada dalam pengertian asesmen, yaitu: (1) Asesmen bersifat formal, artinya adanya suatu upaya sengaja untuk menentukan status suatu objek dalam variabel-variabel yang menjadi fokus. (2) Asesmen terfokus pada variabel-variabel tertentu sesuai dengan tujuan evaluasi. (3) Dalam asesmen ada keputusan mengenai status, yaitu sejauhmana suatu objek telah menunjukkan perkembangan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan perlu tidaknya dilakukan program khusus. Spesifik
untuk
evaluasi
program,
Komite
Standar
Evaluasi
Amerika
mendefiniskan evaluasi sebagai the systematic investigation of the worth and merit of an object. Cronbach (Fernandes, 1984) menekankan bahwa dalam evaluasi program, seorang evaluator tidak bertindak sebagai pengambil keputusan (judge), apakah suatu program bermanfaat, dan apakah perlu dilakukan upaya atau tindakan tertentu (menghentikan, melanjutkan, atau merevisi program). Tugas seorang evaluator adalah
menyediakan informasi dan masukan (saran, rekomendasi). Keputusan terletak pada pengambil keputusan (decision maker).
3. FUNGSI EVALUASI Michael Scriven, salah seorang evaluator terkemuka, adalah orang pertama yang membedakan tujuan evaluasi menjadi tujuan formatif dan sumatif (Fernandes, 1984). Dalam fungsi formatifnya, evaluasi digunakan untuk untuk pengembangan dan peningkatan (improvement) suatu program. Dalam fungsi sumatifnya, evaluasi digunakan untuk akuntabilitas (pertanggungjawaban), seleksi, dan sertifikasi. Model evaluasi CIPP (Stufflebeam dan (Shienkfield, 1985) adalah contoh evaluasi berbasis improvementoriented approach, sedangkan objective-based evaluation yang diajukan oleh Tyler adalah contoh evaluasi sumatif.
4. STANDAR EVALUASI Joint Committee on Standards of Evaluation (1981) menetapkan empat ukuran baku (standar) evaluasi program pendidikan, yaitu standar kegunaan (utility), standar kelayakan (feasibility), standar kesesuaian dengan norma (propriety), dan standar keseksamaan/ketelitian (accuracy). Standar kegunaan mencakup hal-hal sejauhmana evaluasi yang dilakukan berguna dan dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan, dan sejauhmana kredibilitas dari orang yang melakukan evaluasi itu (evaluator). Standar kelayakan (feasibility) terkait dengan pertimbangan sejauhmana sebuah evaluasi layak dilakukan. Kelayakan ini dilihat dari tiga unsure, yaitu prosedur evaluasi yang praktis, kemandirian politis, dan efektivitas biaya. Standar kesesuaian dengan norma (propriety) mencakup pertimbangan terhadap hubungan antar manusia, hak-hak serta kewajiban baik pihak masyarakat maupun sumber data, dan tanggungjawab keuangan. Standar keseksamaan/ketelitian (accuracy) mencakup ketepatan tujuan evaluasi, ketepatan prosedur evaluasi, pemilihan sumber informasi yang tepat, dan pengumpulan data yang sahih.
5. PROSEDUR EVALUASI Evaluasi dilakukan secara sistematis meliputi perencanaan, pelaksanaan, analisis, dan tindak lanjut. Evaluasi terhadap program-program internal sekolah perlu dilakukan. Bagian ini akan membahas mengenai dua prosedur evaluasi yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam rangka memantau kinerja program-programnya. Segi kepraktisan dan kemampuan sekolah untuk melakukannya, merupakan dua pertimbangan pokok dalam mengembangkan kedua prosedur di atas. Model evaluasi yang akan digunakan adalah berdasarkan pada prinsip-prinsip asesmen otentik. Dua prosedur evaluasi yang digunakan adalah asesmen kinerja dan evaluasi diri. Kedua cara ini dilengkapi dengan portofolio, yaitu kumpulan bahan dan data dari program yang dievaluasi.
a. Asesmen Kinerja Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut. Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program tersebut. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi
terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
b. Evaluasi Diri Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri dapat dilihat kelebihan maupun kekurangan dari suatu program, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, pelaksana program lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan programnya. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan program tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya. Evaluasi diri selain sebagai alat untuk melihat efektivitas suatu program, juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan program tersebut. Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi evaluasi diri dalam suatu program. Model evaluasi diri mereka menekankan bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, kegiatan ini mendorong pelaksana program untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, siswa harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’ Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam model di atas. Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar semua pelaksana program berlatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1)
libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua pelaksana tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerja programnya, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerjanya. Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Para pelaksana program dikumpulkan untuk menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan program dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri dikembangkan berdasarkan hakikat program tersebut dan bagaimana mencapainya.
c. Portofolio dan Manfaatnya dalam Evaluasi Program Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas. Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu.
6. PENUTUP Mengingat pentingnya melakukan evaluasi program, setiap sekolah perlu merencanakan mekanisme evaluasi internal secara sistematis dan terencana. Seperti telah diulas di depan, evaluasi program lebih ditujukan kepada upaya untuk meningkatkan kinerja atau performansi suatu program, sehingga dapat dicapai efektivitas yang tinggi. Tampaknya perlu dikembangkan budaya untuk mau dan berani menilai diri sendiri dalam rangka peningkatan kinerja tersebut. Untuk itu kebiasaan menyalahkan dan saling menyalahkan yang sering terjadi di beberapa instansi dan institusi dapat ditekan seminimal mungkin. Justru budaya korporasi ( kesediaan untuk bekerjasama dan berbagi) perlu kita pupuk bersama demi peningkatan kinerja kita, yang pada akhirnya secara pelahan tapi pasti kita akan mampu meningkatkan kualitas Pendidikan. Cara-cara evaluasi yang ditampilkan disini adalah cara yang sederhana, tetapi sangat bermanfaat bagi Kepala Sekolah dan staff untuk melakukan evaluasi internal atas program-program sekolahnya. Semoga dapat bermanfaat.
“As gold that he doesn’t spend cannot make man rich, knowledge that he doesn’t share cannot make people wise” (Sebagaimana emas yang apabila tidak digunakan tidak dapat membuat kita kaya, pengetahuan yang tidak dibagi tidak akan dapat membuat manusia lebih bijaksana)
Samuel Johnson, pengarang Inggris
REFERENSI
Brinkerhoff, R. O.; Brethower, D. M. ; & Nowakowski, J. R. (1983). Program Evaluation A Practitioner’s Guide for Trainers and Educators. Boston: KluwerNijhoff Publishing. Fernandes, H. J. X. (1984). Evaluation of Educational Programs. Jakarta: Bagian Pengembangan Kurikulum Balitbang Diknas. Joint Committee on Standards of Evaluation.(1981). Standards for Evaluations of Educational Programs, Projects, and Materials. New York: McGraw-Hill Company. Nitko, A.J. (1996). Educational Assessment of Students. 2nd Edition. New Jersey: Merrill. Popham, W.J. (1975). Educational Evaluation. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon. Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. (1996). Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Rolheiser, C. & Ross, J. A. (2005) Student Self-Evaluation: What Research Says and What Practice Shows. Internet download. Stufflebeam, D. L. & Shienkfield, A. J. (1985). Systematic Evaluation. Boston: KluwerNijhoff Publishing.
CONTOH PELAKSANAAN ASESMEN KINERJA TERHADAP SUATU PROGRAM SEKOLAH
1. Nama Program : Debat Bahasa Inggris 2. Tujuan Program : Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan Kompetensi Bahasa Inggris siswa untuk menghadapi era global. Secara rinci, tujuan di atas dijabarkan sebagai berikut: a. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam bahasa Inggris b. Melatih logika dan nalar siswa c. Meningkatkan kemampuan berargumentasi d. Menyiapkan siswa mengikuti lomba debat
3. Tujuan Evaluasi Program Debat Bahasa Inggris: Untuk mengetahui kinerja program dalam rangka meningkatkan efektivitasnya
4. Tugas Performansi (Performance Task) : Menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi Bahasa Inggris yang tinggi melalui Program Debat Bahasa Inggris.
5. Rubrik Performansi (Performance Rubrics) :
Rubrik Penilaian Program Ekstrakurikuler Debat Bahasa Inggris No. 1.
Dimensi Perencanaan Kegiatan
Bobot 2
Skor 4 3
Deskriptor
2 1 Kegiatan dijadwalkan sesuai dengan
kalender
menunjukkan
sekolah,
perencanaan
setiap kegiatan secara detail, materi
kegiatan
bagus
dan
inovatif, tujuan program jelas
dan rinci 2.
Pengorganisasian
1
4 3 2 1 Tim
dibentuk
dengan
memperhitungkan kewenangan,
tugas,
dan
kemampuan;
mekanisme
rekrutmen
dan
tepat
mekanisme
jelas;
komunikasi
ada
dan jelas. 3.
Pelaksanaan Kegiatan
3
4 3 2 1 Sesuai dengan jadwal, mulai dan
berakhir
menunjukkan
tepat
waktu,
kesungguhan
dalam mencapai tujuan 4.
Pendanaan
1
4 3 2 1 Mekanisme
pendanaan
(perolehan dan penggunaan) jelas dan rinci 5.
Hasil yang Dicapai
3
4 3 2 1 Mengikuti
lomba
memenangkan lomba
Pemandu Penilaian (Scoring Guide) : 1. Setiap dimensi harus dilengkapi dengan portofolio 2. Setiap dimensi diberi satu skor, yang merentang antara 1 sampai 4 3. Skor maksimal 40, minimal 10. Kategori : 10 - 17 : Kurang 18 – 25 : Cukup 26 – 33 : Baik 34 – 40 : Sangat Baik
dan
CONTOH CEKLIS EVALUASI DIRI
Ceklis Evaluasi Diri Program Ekstrakurikuler Debat Bahasa Inggris No.
Dimensi
Deskriptor
Cek Ya
1.
Perencanaan
a.
Jadwal
kegiatan
sesuai
dengan
kalender sekolah b. Rencana setiap kegiatan jelas dan detail c. Materi kegiatan bagus dan inovatif d. Tujuan program jelas dan rinci 2.
Pengorganisasian a.
Susunan
tim
memperhitungkan
kewenangan, tugas, dan kemampuan b. Mekanisme rekrutmen anggota tepat dan jelas c. Mekanisme komunikasi antar tim dan dengan anggota ada dan jelas 3.
Pelaksanaan
a. Kesesuaian dengan jadwal yang
Kegiatan
ditetapkan dalam perencanaan program b.
Ketepatan
pemanfaatan
waktu
kegiatan/latihan c. Kesungguhan dalam kegiatan/latihan untuk mencapai tujuan secara optimal 4.
Pendanaan
a. Mekanisme perolehan dana jelas dan rinci b. Mekanisme penggunaan dana jelas dan rinci
Tidak
Tentang Pembicara: Dr. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, M. A., adalah dosen pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja sejak tahun 1990. Lulus S1 bidang Pendidikan Bahasa Inggris dari FKIP UNUD Singaraja tahun 1989; S2 bidang Pendidikan Dasar dengan spesialisasi Pengajaran Bahasa dari Ohio State University, Ohio Amerika Serikat tahun 1996; dan S3 bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta tahun 2005. Mengajar pada Program D2 PGSD, S1 Pendidikan Bahasa Inggris, dan S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan IKIP Negeri Singaraja. Meneliti dan menulis artikel ilmiah bidang pendidikan, serta menjadi pembicara dalam seminar dan workshop bidang Pembelajaran, Metodologi Penelitian, dan Evaluasi Pendidikan. Saat ini menjadi anggota tim Standar Penilaian pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Bertempat tinggal di Perumahan Puri Asri Blok C No. 3 Desa Kerobokan, Singaraja 81171; Tlp. 0362-7000162, Hp. 0817567427.