EVALUASI EFEKTIVITAS SANITASI PADA AREA PENDINGINAN DAN PENGEMASAN PADA PRODUKSI MI INSTAN DI PT. X CIAWI-BOGOR
SKRIPSI
RICKY GUNAWAN MANURUNG F24070085
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
THE EVALUATION OF SANITATION EFFECTIVENESS ON COOLING AND PACKAGING AREAS IN PT. X CIAWI-BOGOR Ricky Gunawan Manurung1 , Sri Laksmi Suryaatmadja1, and Yus Elidawati Nasution2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia 2 PT. X, Ciawi, Bogor Phone: +6281375514408, E-mail:
[email protected] 1
ABSTRACT The research objectives were to evaluate the sources of recontamination product on cooling and packaging areas, the effectiveness of sanitation programs and personnel hygiene implemented in the cooling and packaging areas. The study was conducted at PT. X Ciawi, Bogor, from August through October 2011. The results of application of the basic requirements or CPMB indicated 5 deviations, ie, 4 minor nonconformances and 1 major nonconformance in the category rating of A (excellent). Employee understanding of hygiene and sanitation was good, showed by the questioners distributed to all employees. Microbiological recontamination sources of cooling area were found in the equipments such as conveyors, fans, and chains of cooling chamber unit. However the average number of TPC and mold were still under the internal standard (1.0 X 102 CFU/ml/cm2) established by the company. Contamination of yeast, E.coli and coliform were not found. On packaging area at the part of a tool such as conveyors, seasoning buckets and seal machine, the microbial contamination (TPC) was also found under the internal standard (1.0 X 102 CFU/ml/cm2). However other microbial contaminants such as mold, yeast, E.coli and coliform were negatives. Based on these findings, it can be concluded that the application of sanitation programs on the equipments of cooling and packaging areas were quite effective. Observation of air microbiological quality in the areas of cooling and packaging showed that contamination of TPC, molds and yeasts were under the internal standard (1.0 X 102 CFU/ml/cm2). Similar results were obtained from the cooling and packaging areas where the density of TPC, molds and yeasts were found, the values were under the internal standard (1.0 X 102 CFU / 15 minutes / 100cm2). The implementation of personnel hygine around cooling and packaging areas were effective shown by the data of equalize staphylococcus aureus and coliform were all negatives. The average amount of TPC contamination on the hands of employees were under the internal standard (1.0 CFU/ml/cm2 X 102), which indicated that personnel hygiene programs that had been implemented by the company were effective. In general it can be concluded that the implementation of GMP on particular areas of cooling and packaging at least as a basic requirements of the food industry had been met by PT. X
Keyword : evaluation , effectiveness, sanitation, instant noodle production
Ricky Gunawan Manurung F24070085. Evaluasi Efektivitas Sanitasi pada Area Pendinginan dan Pengemasan pada Produksi Mi Instan di PT. X Ciawi-Bogor Di bawah bimbingan Sri Laksmi Suryaatmadja dan Ir. Yus Elidawati Nasution, 2011 RINGKASAN Industri pangan, khususnya industri mi instan, sanitasi yang baik menjadi hal yang sangat penting. Sanitasi yang tidak baik dapat memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap produk pangan mi instan. Oleh karena itu, pelaksanaan sanitasi yang baik seharusnya menjadi perhatian utama dalam industri pangan. Sanitasi pada industri pangan umumnya meliputi sanitasi peralatan atau mesin, higiene pekerja, dan sanitasi lingkungan. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi sumber-sumber rekontaminasi produk khususnya pada area pendinginan dan pengemasan, serta mengevaluasi efektivitas sanitasi mesin dan peralatan, udara (ruangan) dan higiene karyawan pada kedua area tersebut. Penelitian dilakukan di PT X pada bulan Agustus sampai Oktober 2011. Untuk mengetahui ketersediaan fasilitas GMP dan SSOP dilakukan dengan metode pengumpulan informasi. Untuk mengetahui pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi dilakukan dengan metode wawancara. Sumber-sumber yang memungkinkan terjadinya rekontaminasi ditetapkan dengan metode swab test pada mesin pendinginan dan pengemasan. Efektivitas sanitasi ruangan dievaluasi dengan metode penangkapan udara di area pendinginan dan pengemasan. Evaluasi efektivitas penerapan higiene karyawan dalam lingkungan pendinginan dan pengemasan dilakukan dengan metode swab test. Hasil penelitian menunjukkan kondisi fasilitas GMP dan SSOP sudah cukup tersedia, namun dalam penerapan GMP masih terdapat 5 penyimpangan; yaitu: 4 penyimpangan minor dan 1 penyimpangan mayor yang mencakup pertemuan antara lantai dan dinding tidak mudah dibersihkan, pertemuan antara dinding dan dinding tidak mudah dibersihkan, konstruksi tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene (tidak rata, tidak kuat, retak atau licin), sistem pembuangan limbah cair/saluran disekitar lingkungan pabrik kurang baik, pencegahan serangga, burung, tikus, dan binatang lain tidak efektif, sedangkan pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi sudah baik. Sumber rekontaminasi dari peralatan mesin pendingin pada bagian alat seperti; konveyor, kipas, chamber dan rantai ulir, ditemukan cemaran TPC dan kapang. Jumlah rata-rata cemaran TPC dan kapang dibawah standar 102 CFU/ml/cm2. Cemaran mikroba khamir, E.coli dan koliform tidak ditemukan. Sedangkan mesin pengemasan pada bagian alat ; konveyor, keranjang bumbu dan seal machine, ditemukan cemaran TPC. Jumlah rata-rata cemaran TPC dibawah standar internal (1,0x102 CFU/ml/cm2). Cemaran mikroba kapang, khamir, E.coli dan koliform tidak ditemukan. Sanitasi mesin pendinginan dan pengemasan sudah efektif. Sanitasi ruangan pada area pendinginan dan pengemasan ditemukan densitas TPC, kapang dan khamir, namun jumlah rata-rata densitas mikroba dibawah standar internal (1,0x102 CFU/ 15 menit /100cm2). Sanitasi ruangan yang telah dilakukan perusahaan pada area pendinginan dan pengemasan sudah efektif. Higiene karyawan dalam lingkungan pendinginan dan pengemasan ditemukan cemaran TPC, sedangkan cemaran E.coli, Staphylococcus aureus dan koliform tidak ditemukan. Jumlah rata-rata cemaran TPC dibawah standar 1,0x102 CFU/ml/cm2. Secara umum implementasi sanitasi baik peralatan maupun ruangan dan higiene karyawan yang telah dilakukan perusahaan sudah efektif. Untuk meminimalisasi rekontaminasi, perlu mengimplementasikan sistem manajemen keamanan pangan yang konsisten dan berkelanjutan. Perhatian terhadap sanitasi lingkungan pabrik perlu ditingkatkan terutama bagian pembuangan limbah cair. Sanitasi mesin dan peralatan perlu dilakukan secara rutin dengan frekuensi lebih sering dan terprogram. Perlu dilakukan pelatihan dan diberikan seminar tentang prinsip higiene dan sanitasi dengan benar secara berkala dan berkesinambungan serta melaksanakan SOP higiene dan sanitasi secara konsisten.
EVALUASI EFEKTIVITAS SANITASI PADA AREA PENDINGINAN DAN PENGEMASAN PADA PRODUKSI MI INSTAN DI PT. X CIAWI-BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RICKY GUNAWAN MANURUNG F24070085
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Evaluasi Efektivitas Sanitasi pada Area Pendinginan dan Pengemasan Pada Produksi Mi Instan di PT. X Ciawi –Bogor : Ricky Gunawan Manurung : F24070085
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof.Dr.Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MSc.) NIP.19480319-1974122001
(Ir.Yus Elidawati Nasution)
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr.Ir.Feri Kusnandar,M.Sc) NIP. 19680526.199303.1.004
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Evaluasi Efektivitas Sanitasi pada Area Pendinginan dan Pengemasan pada Produksi Mi Instan di PT. X Ciawi-Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, Supervisor Magang, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor, April 2012 Yang membuat pernyataan
Ricky Gunawan Manurung F24070085
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Medan, 18 Februari 1989 dari pasangan Ayah Drs. Djamidin Manurung, Apt,MM dan Ibu Lely Sulastry Sitanggang, Spd sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan mulai dari jenjang Play group Tadika Puri Medan (1993), TK di TK Fajar Medan (1995), jenjang SD di SD. ST. Antonius III Medan (2001), jenjang SMP di SMP ST. Thomas I Medan (2004), jenjang SMA di SMA ST. Thomas II Medan (2007). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007 dan terdaftar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain Persatuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK IPB) (2008), dan staf divisi humas dalam kepanitiaan Lomba Essay Nasional (2009). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan Praktik Magang di PT. X dengan judul skripsi “Evaluasi Efektivitas Sanitasi pada Area Pendinginan dan Pengemasan pada Produksi Mi Instan di PT. X Ciawi-Bogor”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME, karena dengan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang diharapkan. Penelitian dengan judul Evaluasi Efektivitas Sanitasi pada Area Pendingininan dan Pengemasan pada Produksi Mi Instan di PT X Ciawi-Bogor Pembuatan skripsi ini adalah suatu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini telah banyak pihak yang turut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof. Dr.Ir.Sri Laksmi Suryaatmadja, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan, bantuan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Ibu Ir.Yus Elidawati Nasution, selaku QA/QC Manajer PT. X yang telah membimbing penulis di lapangan selama melakukan praktek kerja magang.
3.
Ibu Siti Nurjanah, STP, Msi bersedia sebagai dosen penguji penulis sewaktu sidang skripsi.
4 . Ayahanda dan ibunda yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun material. 5.
Bapak Wawan, Bapak Arifin, Bapak Bambang, selaku staf QC yang membantu memberikan informasi data pembuatan skripsi ini.
6.
Kakak Nina, Kakak Erna, dan juga kepada Feby yang turut mendukung penulis dalam menyusun laporan praktek magang.
7.
Dan seluruh staf PT. X yang telah membantu memberi informasi sebagai data pembuatan skripsi ini.
8.
Sahabat-sahabatku Sindhu, Kenny, Eddy Kurniawan, Poniman atas semua kebersamaan dan sukaduka yang telah dilalui bersama.
9. Teman-temanku ITP 44 yang juga telah turut mendukung ataupun membantu penulis membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 10. Opung Boru, Abang, Adik dan Tulang, Nantulang, Amangboru, Namboru, Inang tua serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan ataupun saran dalam membantu penulis untuk mengerjakan skripsi ini. Akhirnya penulis kembalikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang Keamanan Pangan.
Bogor, April 2012
Ricky Gunawan Manurung
i
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
1
Syarat Mutu Mi Instan menurut SNI 01.2974-1992 ...................................................
8
Tabel.
2
Kriteria Penilaian CPMB ............................................................................................
14
Tabel.
3
Area Proses dan Jenis Alat yang di Evaluasi Setelah Sanitasi Peralatan Pendinginan dan Pengemasan .....................................................................................
17
Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian dalam Penerapan CPMB di PT X tahun 2011 ...............................................................................................................
21
Tabel.
4
Tabel.
5
Pemahaman Karyawan tentang Sanitasi dan Higiene ................................................
22
Tabel
6
Persentase Pemahaman Karyawan tentang Sanitase dan Higiene .............................
24
Tabel
7
Jumlah Rata-rata Khamir, E.coli, Koliform pada Mesin Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 ......................................................................................
27
Jumlah Rata-rata Kapang, Khamir, E.coli, Koliform pada Mesin Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 .........................................................................
28
Jumlah Rata-rata Densitas Khamir pada Area Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 ................................................................................................
28
10 Jumlah Rata-rata Densitas Khamir pada Area Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 ................................................................................................
29
11 Jumlah Rata-rata Cemaran E.coli, Staphylococcus aureus dan Koliform pada Karyawan pada Area Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 ................
30
Tabel Tabel Tabel Tabel
8 9
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Area Penelitian Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Instan di PT X ...........................
16
Gambar 2 Skema titik Pengambilan Sampel di PT. X pada Area Pendinginan dan Pengemasan....................................................................................................................
17
Gambar 3 Jumlah Rata-rata TPC pada Mesin Pendinginan Selama Bulan Augustus-Oktober 2011 ................................................................................................................................
25
Gambar 4 Jumlah Rata-rata Kapang pada Mesin Pendinginan Selama Bulan AugustusOktober 2011 .................................................................................................................
26
Gambar 5 Jumlah Rata-rata TPC pada Mesin Pengemasan Selama Bulan Augustus-Oktober 2011 ................................................................................................................................
27
Gambar 6 Jumlah Rata-rata Densitas Mikroba TPC dan Kapang pada Area Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 ...........................................................................
29
Gambar 7 Jumlah Rata-rata Densitas TPC dan Kapang pada Area Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 ...................................................................................................
30
Gambar 8 Jumlah Rata-rata TPC pada Higiene Karyawan............................................................
31
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Data Swab Sanitasi Mesin Pendinginan Bulan Agustus-Oktober 2011 ..................
36
Lampiran 2
Data Swab Sanitasi Mesin Pengemasan Bulan Agustus-Oktober 2011 ..................
37
Lampiran 3
Data Densitas Mikroba Sanitasi Ruangan pada Area Pendinginan Bulan Agustus-Oktober 2011 ...............................................................................................
38
Data Densitas Mikroba Sanitasi Ruangan pada Area Pengemasan Bulan Agustus-Oktober 2011.............................................................................................
39
Lampiran 5
Data Swab Higiene Karyawan Bulan Agustus-Oktober 2011 ..................................
40
Lampiran 6
Peraturan Higiene Personal........................................................................................
41
Lampiran 7
Checklist CPMB.........................................................................................................
42
Lampiran 8
Pemeriksaan CPMB Sarana Produksi Pangan .....................................................
43
Lampiran 9
Pemahaman Karyawan tentang Higiene dan Sanitasi ...............................................
64
Lampiran 10 Struktur Organisasi ....................................................................................................
66
Lampiran 11 Layout Pabrik .............................................................................................................
67
Lampiran 4
iv
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... I. PENDAHULUAN................................................................................................................. 1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1.2 TUJUAN ........................................................................................................................ 1.3 MANFAAT .................................................................................................................... II. PROFIL PERUSAHAAN ..................................................................................................... 2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ............................................. 2.1.1 Sejarah perusahaan ............................................................................................... 2.1.2 Visi dan Misi ........................................................................................................ 2.1.3 Lokasi Perusahaan................................................................................................ 2.1.4 Struktur Organisasi ............................................................................................. 2.2 RUANG LINGKUP USAHA........................................................................................ 2.3 PROSES PRODUKSI .................................................................................................... III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3.1 MI INSTAN ................................................................................................................... 3.2 CEMARAN PADA PRODUK MI INSTAN ................................................................ 3.2.1 Cemaran Mikrobiologis ....................................................................................... 3.2.2 Cemaran Kimia ..................................................................................................... 3.2.3 Cemaran Fisik ...................................................................................................... 3.3 SANITASI PERALATAN ............................................................................................ 3.4 HIGIENE PEKERJA .................................................................................................... 3.5 GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) ....................................................... 3.6 SSOP (SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES) ............................ IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................................... 4.1 BAHAN DAN ALAT .................................................................................................... 4.2 METODE PENELITIAN .............................................................................................. 4.2.1 Evaluasi penerapan GMP (CPMB) ..................................................................... 4.2.2 Evaluasi sumber-sumber rekontaminasi di area mesin pendinginan dan pengemasan produksi mi instan ........................................................................... 4.2.3 Evaluasi efektivitas sanitasi ruangan pada area pendinginan dan pengemasan primer ................................................................................................................... 4.2.4 Evaluasi efektivitas higiene karyawan ................................................................. 4.2.5 Analisis TPC, kapang dan khamir, E.coli, koliform, Staphylococcus aureus ..
v
i ii iii iv v 1 1 2 2 3 3 3 3 3 4 5 5 7 7 8 8 9 10 10 11 12 12 14 14 14 14 15 15 18 18
V
VI VII
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ 5.1 EVALUASI PENERAPAN CPMB .............................................................................. 5.1.1 Kondisi Bangunan ............................................................................................... 5.1.2 Pemahaman Karyawan tentang Sanitasi dan Higiene ......................................... 5.2 EVALUASI SUMBER-SUMBER REKONTAMINASI DARI PERALATAN ......... 5.2.1 Mesin Pendinginan .............................................................................................. 5.2.2 Mesin Pengemasan ............................................................................................. 5.3 EVALUASI EFEKTIVITAS SANITASI RUANGAN PADA AREA PENDINGINAN DAN PENGEMASAN PRIMER ..................................................... 5.3.1 Area pendinginan ................................................................................................. 5.3.2 Area pengemasan ................................................................................................. 5.4 EVALUASI EFEKTIVITAS HIGIENE KARYAWAN .............................................. SIMPULAN ......................................................................................................................... REKOMENDASI .................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... LAMPIRAN ..........................................................................................................................
vi
21 21 21 22 25 25 27 28 28 29 30 32 33 34 36
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Mi instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang luas penyebarannya (Haryadi, 1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik dan daya tahan yang cukup tinggi (Harper,et al,1979). Hal ini didukung juga oleh perilaku masyarakat yang cenderung menginginkan hal yang lebih praktis dalam mendukung kegiatan seharihari. Salah satu produsen mi instan di Indonesia adalah PT. X. PT. X pada divisi mi telah beroperasi selama 18 tahun. Selama ini produk PT. X sudah memenuhi standar GMP (Good Manufacturing Practice) dan HACCP (Hazards Analysis and Critical Control Points) dan sudah menerapkan sistem ISO 22000 dan dalam implementasinya sudah mendapat sertifikasi dari badan sertifikasi HACCP tahun 2006 dari Lembaga Terpadu IPB dan ISO 22000 tahun 2009. Meskipun demikian berdasarkan data dari QC (Quality Control) diperoleh informasi bahwa produk mi PT. X masih pernah ditemukan cemaran mikroba, namun masih sesuai standar SNI. Salah satu penyebab terjadinya cemaran mikroba pada produk mi adalah perilaku dari para karyawan yang dalam penerapan GMP dan HACCP seringkali masih kurang konsisten dalam pelaksanaannya, khususnya dalam masalah higiene dan sanitasi, sehingga permasalahan ini perlu dikaji ulang agar penerapan sanitasi lebih efektif dari yang ada sekarang. Dalam industri pangan, khususnya industri mi instan, sanitasi yang baik menjadi hal yang sangat penting. Sanitasi yang tidak baik dapat memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap produk pangan, dalam hal ini mi instan. Sanitasi juga berkaitan dengan masa simpan produk. Oleh karena itu, pelaksanaan sanitasi yang baik seyogianya menjadi perhatian utama dalam industri pangan. Sanitasi di industri pangan umumnya meliputi sanitasi peralatan atau mesin, sanitasi pekerja, dan sanitasi lingkungan. Pada industri mi instan, aplikasi sanitasi terutama pada tahap setelah proses penggorengan perlu dikendalikan dengan lebih baik mengingat produk sudah selesai diproses untuk mencegah terjadinya rekontaminasi pada produk. Rekontaminasi pasca proses pengolahan mie instan berpotensi terjadi pada tahap-tahap pendinginan dan pengemasan. Oleh karena itu, sanitasi fasilitas pendinginan dan pengemasan mi instan, lingkungan area dan penanganan (handling) oleh karyawan perlu dikendalikan dengan ketat agar tidak terjadi kontaminasi pada produk. Evaluasi hasil pencucian dan sanitasi alat maupun mesin, higiene karyawan dan lingkungan merupakan hal yang menentukan terhadap kontrol kualitas dan keamanan mikrobiologi pada produk akhir. Oleh karena itu evaluasi efektivitas sanitasi pada alat dan mesin, higiene karyawan dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting dilakukan secara periodik.
1.2 TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengevaluasi sumber-sumber rekontaminasi produk pada area pendinginan dan pengemasan, (2) Mengevaluasi efektivitas sanitasi mesin dan peralatan serta ruangan pada area pendinginan dan pengemasan,
(3) Mengevaluasi efektivitas higiene karyawan dalam lingkungan penndinginan dan pengemasan,
1.3
MANFAAT 1)
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis kepada calon sarjana teknologi pangan tentang sanitasi dan higiene pada titik-titik kritis 2) Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dan memberi rekomendasi dalam penerapan higiene dan sanitasi yang efektif, khususnya setelah penggorengan pada area dimana produk telah selesai diproses (area pendinginan dan pengemasan) agar tidak terjadi rekontaminasi.
2
II. PROFIL PERUSAHAAN
2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN
2.1.1 Sejarah perusahaan PT. X didirikan pada tahun 1983, merupakan salah satu dari tujuh anak perusahaan Wicaksana Grup yang bergerak dalam usaha distributor. Pada tahun 1988, PT X dialihkan ke produksi mi instan. Pabrik PT X didirikan di Ciawi, Bogor diatas tanah seluas 6 ha pada bulan Desember 1992. Pabrik mulai beroperasi pada bulan Juni 1993 dan dipasarkan di daerah JABODETABEK. Pada awal produksi, hanya diluncurkan lima flavour, yaitu dua flavour untuk mi kuah (Kari Masalla dan Sup Ayam Paris) dan tiga flavour untuk mi goreng (Manalagi, Goreng Jawa, Masalla). Saat ini PT X telah mengembangkan beberapa produk seperti mi cup dalam berbagai rasa, mi kering (mi telur), saus, kecap, dan produk yang terbaru adalah sosis siap makan. Pabrik PT X juga didirikan di Tanjung Morawa, Medan, dan Surabaya tetapi hanya memproduksi tepung terigu dan mi instan saja, sedangkan bumbunya di pasok dari pabrik di Ciawi, Bogor. Selain untuk konsumsi dalam negeri, produk mi instan dari PT X juga diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Rusia, Belanda, Swedia, Singapura, Australia, dan Arab Saudi. Sampai saat ini, PT X telah semakin berkembang dengan didirikannya pabrik di Beijing, Kuala Lumpur, dan Seoul. Selain itu diproduksi pula snack, chilli sauce, terasi, dan juga sarden kaleng. PT. X memiliki tujuan organisasi yang tertuang dalam kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Dalam menjalankan usahanya, PT. X memiliki visi, yaitu menjadi salah satu “Food Marketing Company” terkemuka di Asia, pada tahun 2015. Misi dari PT. X untuk mencapai visi tersebut antara lain: (a) membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) secara berkesinambungan dan menghasilkan produk yang bermutu sesuai kebutuhan perusahaan, (b) mengembangkan jenis-jenis produk yang bermutu sesuai kebutuhan pasar dan (c) meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara optimal.
2.1.2 Visi dan Misi Visi dan misi tersebut didukung pula dengan komitmen perusahaan, yakni PT. X tidak akan menggunakan bahan yang haram/tidak jelas kehalalannya serta tidak akan memproduksi makanan dan minuman yang haram menurut syariat Islam. Perusahaan senantiasa akan mengikuti ketentuanketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam memproduksi makanan dan minuman yang baik dan halal, dimana dalam implementasinya perusahaan telah mendapatkan sistem jaminan keamanan pangan dan sistem HACCP.
2.1.3 Lokasi Perusahaan PT. X, yang berlokasi di Bogor terletak di Jl. Raya Ciawi-Sukabumi Km 2,5 Ciawi, dengan luas areal perusahaan sekitar 6 Ha dan luas bangunan pabrik 2,2 Ha serta sisanya adalah untuk
lapangan olahraga, pengolahan limbah, power house, mushola dan lain-lain. Ruang lingkup usaha PT. X adalah memproduksi mi instan dan bumbu untuk mi instan. PT. X Ciawi, Bogor dalam menjalankan usahanya memiliki lokasi yang cukup strategis, karena tidak terlalu jauh dari jalan Tol Jagorawi dan terdapat sarana transportasi yang cukup memadai, sehingga mempermudah distribusi. Selain itu, lokasi pabrik berada di daerah yang cukup sejuk, sehingga hawa panas dari proses produksi tidak begitu terasa dan masih tersedia sumber air tanah dengan kualitas yang baik sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneia Nomor 907/ MENKES/ VIII/2002 mencakup persyaratan/paramater fisik, kimiawi, mikrobiologi dan kimia anorganik. Bangunan pabrik terdiri dari pos satpam, musholla, koperasi, kantor, gudang material, gudang terigu, gudang karton, gudang barang jadi, produksi mi, produksi bumbu, kantin, poliklinik, power house, workshop, serta areal limbah. Denah pabrik dapat dilihat pada (Lampiran 11).
2.1.4 Struktur Organisasi Pimpinan tertinggi PT. X adalah direktur. Direktur membawahi semua departemen yang ada. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manajer untuk bertanggung jawab langsung kepada direktur. Tugas dan wewenang dari masing-masing bagian dari struktur organisasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Direktur a) Memimpin kegiatan operasional perusahaan. b) Menetapkan dan menjalankan operasional perusahaan. c) Memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pada setiap bidang berdasarkan instruksi dari direktur. d) Mengkoordinasi para kepala bagian pada bidang terkait untuk memimpin pelaksanaan tugas secara operasional. e) Menerima laporan pelaksanaan tugas dari masing-masing manajer. f) Menetapkan dan menjalankan fungsi manajemen perusahaan baik kedalam maupun keluar. 2. Manager a). Purchasing and Traffic Manager i Bertanggung jawab atas kelancaran lalu lintas barang antar seksi, serta pembelian bahan baku dari perusahaan lain. ii Mengontrol dan memonitor serta menyediakan sarana untuk kelancaran produksi dan jalannya perusahaan. b). HRM (Human Relation Manager) Bertanggung jawab terhadap manajemen perusahaan dan hubungannya dengan masyarakat. c). FAM (Finance Accounting Manager) Bertanggung jawab dalam mengatur manajemen keuangan (mengontrol pemasukan dan pengeluaran uang) d). MGM (Manufacturing General Manager) Menjaga kelancaran proses produksi agar tercapai tingkat efisiensi yang tinggi. e). R&DM (Research and Development Manager) i. Bertanggung jawab atas perkembangan produk serta pengawasan mutu. ii. Mencari dan meneliti formula agar diterima masyarakat. f). GMM (General Marketing Manager)
4
i. Bertanggung jawab atas riset pasar, promosi dan penjualan produk secara umum ii. Mengendalikan dan memonitor pemasaran produk agar produk dapat laku dipasaran. g). FMMM (Factory Maintenance Machine Manager) Bertanggung jawab atas penanganan dan pengembangan mesin serta ketersediaan suku cadang untuk kelangsungan proses produksi. 3. Kepala Bagian a) Memimpin dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas operasional masingmasing pada bagian yang lebih spesifik. b) Memberi masukan pada manajer tentang penilaian terhadap hasil kerja para karyawan pabrik yang berada pada bagian masing-masing. 4. Supervisor a) Bertanggung jawab atas kelangsungan dan kelancaran kegiatan produksi pada seksi produksinya b) Bersama-sama dengan operator lainnya menjamin kesinambungan dan kemantapan kerja seksi produksinya
2.2 RUANG LINGKUP USAHA PT. X merupakan industri yang telah menghasilkan berbagai macam produk makanan antara lain mi instan dengan 52 jenis dimana 32 jenis rasa untuk pasar domestik dan 20 jenis rasa untuk pasar ekspor, 2 jenis mi telor, 5 jenis saos/sambal, 7 jenis makanan kaleng, 2 jenis kecap, dan 1 jenis untuk sosis siap makan. Adapun variasi rasa untuk mi instan antara lain rasa soto, ayam bawang, kari, goreng spesial, goreng ekstra pedas, kaldu ayam, soto cabe rawit, goreng jawa asli, goreng extra pedas exclusive, soto cup rasa baso malang, soto cup rasa sup ayam, soto cup rasa sup jagung, soto cup rasa sup ayam susu, rasa assorted seafood, rasa black paper beef, rasa fried onion chicken, rasa curry, rasa ayam bawang pedas, rasa ayam lada hitam, rasa goreng ayam lada hitam, rasa soto cabe hijau, rasa goreng ayam panggang, mi soun rasa sup ayam jagung, mi soun rasa goreng sapi panggang, mi soun rasa goreng asam manis, rasa kaldu ayam. Sedangkan mi telor telor mempunyai variasi warna kuning dan warna merah
2.3 PROSES PRODUKSI Proses produksi pembuatan mi instan (Syifa,1997) baik bentuk pillow maupun cup dapat dibagi menjadi delapan tahap, yaitu : pencampuran (mixing), pengepresan (pressing), pencetakan (slitting), pengukusan (steaming), pemotongan (cutting), penggorengan (frying), pendinginan (cooling), dan pengemasan (packing). Proses produksi yang terjadi dalam setiap tahap adalah sebagai berikut : 1. Pencampuran Proses ini merupakan proses awal pembuatan mi instan, dimana bahan baku utama yaitu tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan tertentu kemudian dicampur dengan larutan alkali. Larutan alkali merupakan campuran garam, natrium karbonat, natrium tripolifosfat, guar gum, tartrazin, dan air. Pencampuran tepung terigu, tepung tapioka dan larutan alkali dilakukan untuk menghasilkan adonan yang homogen. Adonan yang telah homogen selanjutnya akan masuk ke proses pengepresan.
5
2. Pengepresan Proses pengepresan adalah proses untuk membentuk adonan menjadi lembaran dengan melewatkan adonan pada beberapa roll press sampai mencapai ketebalan yang diinginkan dan siap untuk dicetak menjadi untaian mi. Pada akhir proses pengepresan akan terbentuk lembaran adonan yang halus, homogen, dan tidak terputus. Pembentukan lembaran yang baik juga ditunjang oleh panas yang timbul akibat pengepresan yang dilakukan.. 3. Pencetakan Pencetakan adalah suatu proses pemotongan lembaran adonan menjadi untaian mi kemudian siap dibentuk menjadi gelombang mi. Mi yang berbentuk gelombang akan mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya kondisi dan sirkulasi yang panas dari minyak didalamnya. 4. Pengukusan Pada waktu pengukusan terjadi proses gelatinisasi pati dan koagulasi gluten dengan dehidrasi air yang akan menyebabkan kekenyalan mi dan ikatan menjadi keras dan kuat. Gelatinisasi pada saat pengukusan akan menyebabkan pati meliputi untaian mi. Fungsinya sebagai pelindung pada waktu penggorengan sehingga mi tidak menyerap minyak terlalu banyak serta dapat memberikan kelembutan mi. Tujuan lain dari pengukusan adalah agar mi tidak rapuh selama penggorengan. Dengan gelatinisasi yang sempurna akan diperoleh tekstur mi yang baik yaitu lembut, lunak, dan elastis. 5. Pemotongan Pemotongan mi adalah pemotongan gelombang mi menjadi berbentuk mi balok untuk mi pillow ataupun mi silinder untuk mi cup. Tujuan dari pemotongan adalah agar menyesuaikan bentuk mi (pillow maupun cup) dengan cetakan yang diinginkan. 6. Penggorengan Tujuan dari penggorengan ini adalah untuk pemantapan dari pati tergelatinisasi dan untuk mengeringkan mi sehingga produk kerluar dengan kadar air sekitar 5%, mi menjadi matang, kaku, dan awet. 7. Pendinginan Proses pendinginan adalah proses pengangkutan mi panas setelah proses penggorengan ke dalam ruangan pendinginan mi. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan mi dan minyak yang terserap akan menempel kuat pada mi. Mi yang telah melalui mesin pendingin diharapkan telah mengalami pendinginan yang sempurna. Apabila pendinginan tidak sempurna maka uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada permukaan mi yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. 8. Pengemasan Pengemasan adalah pembungkusan mi bersama saus, minyak atau sayur-sayuran dan yang lainnya dengan menggunakan etiket yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan-kemungkinan tercemar atau rusak, sehingga mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai ke konsumen.
6
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 MI INSTAN Mi instan atau mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 5 menit (Ubaidillah, 2000). Mi Instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang luas penyebarannya (Haryadi,1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik dan daya tahan yang cukup tinggi (Harper et al,1979). Serta tren gaya hidup masyarakat yang cenderung makin praktis. Bahan baku pembuatan mi instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pembuatan mi instan adalah garam alkali, yaitu Na2CO3 dan K2CO3 yang umum disebut senyawa kansui. Berdasarkan proses pengeringan, mi dibedakan menjadi dua yaitu mi instan dan mi kering (mi telur). Pengeringan mi instan dengan mengunakan minyak goreng sebagai media pengeringan (instan atau fried noodle), sedangkan mi kering pengeringannya dengan menggunakan udara panas (dried noodle). Mi instan mampu menyerap minyak hingga 20% selama penggorengan, sehingga mi instan memiliki keunggulan rasa dibanding mi jenis lain. Namun demikian, mi instan disyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak yang terlepas ke dalam air dan hasilnya mi harus cukup kompak dan permukaannya tidak lengket (Astawan, 2006). Tepung terigu yang digunakan untuk memproduksi mi kering adalah tepung terigu dengan kadar gluten 10-12%. Tepung terigu ini tergolong dalam medium hard fluor. Tepung terigu ini berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama dari tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten adalah suatu jenis protein yang terdiri dari dari 36% gliadin, 20% glutenin, 17% mesonin dan 7% campuran albumin dan globulin (Darmawan, 1994). Apabila ke dalam tepung terigu ditambah air, glutenin akan mengembang. Selama proses pengembangan, glutenin akan menyerap gliadin, mesonin dan sebagian protein yang dapat larut dalam air sehingga membentuk suatu massa yang kenyal dan elastis (Ridwan dan Wiriarno,1990) sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mi yang dihasilkan. Menurut Ruiter (1987), karakteristik elastisitas gluten dianggap berasal dari fraksi glutenin, sedangkan karakteristik liat dan melekat diperoleh dari fraksi prolamin. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01.3551-2000 mi instan didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang dibuat dari tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan makanan lainnya yang diizinkan. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang relatif lama (Astawan, 2006). Dalam melindungi masyarakat dari mi instan yang tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba, pemerintah menetapkan SNI 01.35512000, revisi SNI 01-3551-1996 "Mi Instan" seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Mi Instan menurut SNI 01.3551-2000 No Kriteria Uji 1 Keadaan 1.1 Tekstur 1.2 Aroma 1.3 Rasa 1.4 Warna 2 Benda asing 3 Keutuhan 4 Kadar air 4.1 Proses penggorengan 4.2 Proses pengeringan 5 Kadar protein 5.1 Mi dari terigu 5.2 Mi bukan dari terigu 6 Bilangan asam 7 Cemaran logam 7.1 Timbal (Pb) 7.2 Raksa (Hg) 8 Arsen (As) 9 Cemaran mikroba : 9.1 Angka lempeng total 9.2 E. coli 9.3 Salmonella 9.4 Kapang (*) Sumber : Badan Standarisasi Nasional
Satuan
Persyaratan
% (b/b)
Normal/dapat diterima Normal/dapat diterima Normal/dapat diterima Normal/dapat diterima Tidak boleh ada Minimum 90
% (b/b) % (b/b)
Minimum 8.0 Minimum 4.0
% (b/b) % (b/b) Mg KOH/g minyak
Minimum 8.0 Minimum 4.0 Maksimum 2.0
mg/kg mg/kg mg/kg
Maksimum 2.0 Maksimum 0/05 Maksimum 0,5
Koloni/g APM/g Koloni/g
Maksimum 1,0x106 <3 Negatif per 25g Maksimum 1,0x103
3.2 CEMARAN PADA PRODUK MI INSTAN Cemaran pada produk mi instan kemungkinan dapat berupa cemaran mikrobiologis, cemaran kimia dan cemaran fisik. Cemaran-cemaran tersebut dapat berasal dari bahan baku utama, bahan baku pembantu lain dan bahan tambahan pangan (BTP), udara, karyawan, mesin dan peralatan.
3.2.1 Cemaran Mikrobiologis Mi instan merupakan produk mi yang telah dikukus dan dikeringkan terlebih dahulu dan memiliki kadar air sekitar 8-10%. Mi instan memiliki aw sekitar 0,80 dan pH sebesar 8,7 (Yustiareni, 2000). Menurut Fardiaz (1992) dan Buckle et. al. (2007), pangan dengan kadar air yang rendah dan pH relatif tinggi (pH > 8,5) dikelompokkan sebagai pangan yang tidak mudah rusak. Dengan demikian, kadar air yang rendah dan aw yang rendah menyebabkan mi instan tidak riskan jika disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, bukan berarti produk mi instan tersebut tidak bebas dari adanya kemungkinan pencemaran atau kontaminasi baik adanya cemaran mikroba/biologis, kimia maupun fisik Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, cemaran mikroba yang mungkin terdapat pada mi instan dapat berupa bakteri E. coli, Salmonella, kapang dan angka lempeng total. Oleh karena itu, cemaran mikroba tersebut di dalam SNI ditetapkan batasnya. Menurut Jay (2000), mikroba perusak yang mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa jenis kapang.
8
Fardiaz (1992) menyatakan bahwa jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme pembentuk asam misalnya, ditandai dengan terdeteksinya bau asam pada mi basah yang telah rusak. Pada bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase mungkin tumbuh pada kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan hasil olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukan miselia dan spora. Kapang yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya spora berwarna hitam (Jay, 2000). Selain cemaran bakteri dan kapang tersebut, mi instan kemungkinan dapat tercemar oleh bakteri jenis Salmonella dan Staphylococcus yang berasal dari bahan tepung telur serta E. coli dan koliform yang berasal dari bahan air yang digunakan dalam proses pencampuran. Menurut ICMSF (1998), produk yang ingrediennya mengandung tepung telur atau telur kering seperti custard, cream cakes, angel cake dan mi instan dapat terkontaminasi oleh Salmonella dan Staphylococcus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mafic et al. (1990) dan Narvaiz et al. (1992) menunjukkan bahwa Salmonella yang terdapat pada tepung telur dapat diinaktifkan dengan cara irradiasi melalui sinar gama pada dosis 0,8 kGy untuk jenis bakteri S. Enteritidis, S. Typhimurium dan S. Lille, sedangkan untuk mereduksi sebanyak 103 bakteri diperlukan dosis 2,4 kGy. Produk tepung telur yang telah diirradiasi ini tahan disimpan selama 4 minggu. Untuk mengendalikan produk kering seperti halnya mi kering yang mengandung bahan ingredien tepung telur disarankan oleh ICMSF (1998) sebaiknya melindungi produk itu dari kemungkinan terjadinya kondensasi air ke dalam produk kering tersebut. Oleh karena itu, produk mi kering yang telah dikemas dalam plastik diharapkan tidak ada yang bocor dan terkena kondensasi oleh air dari luar. Cemaran bakteri pada air, kemungkinan dapat berupa bakteri patogen seperti E. coli, Campylobacter jejuni, Salmonella sp, Shigella, Vibrio cholerae, Yersinia enterolita dan Aeromonas hydrophila; (Jones dan Watkins, 1989). Dengan demikian, air yang digunakan untuk produksi mi instan pada saat proses pencampuran harus memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut PerMenKes No. 907/MENKES/SK/VIII/2002 tanggal 29 Juli 2002, yaitu harus bebas dari E. coli dan koliform. Hal ini disebabkan karena bakteri E. coli dan koliform digunakan sebagai indikator tercemarnya air tersebut oleh adanya cemaran yang berasal dari buangan air besar manusia ataupun kotoran hewan. Lebih lanjut Havelar (1994) menyarankan bahwa seyogianya air diolah terlebih dahulu untuk menghasilkan air yang aman untuk dikonsumsi.
3.2.2 Cemaran Kimia Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 (Tabel 1) untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran kimia yang perlu dibatasi keberadaannya pada mi instan berupa logam-logam berat seperti timbal (Pb), raksa/merkuri (Hg) dan arsen (As). Cemaran kimia logamlogam berat ini diduga berasal dari bahan baku tepung terigu, garam dan air yang digunakan dalam proses produksi mi instan. Sumber cemaran kimia logam-logam berat seperti Pb, Hg, dan As dapat berasal dari lingkungan dan tanah tempat tumbuh asal tanaman terigu yang terkontaminasi oleh polusi asap kendaraaan bermotor dan hasil buangan limbah industri yang mengandung logam-logam berat; selain itu dari bahan baku garam yang tercemar oleh logam-logam berat di tempat asalnya.
9
3.2.3 Cemaran Fisik Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran fisik yang mungkin terdapat pada produk mi instan berupa benda-benda asing lainnya. Cemaran fisik benda-benda asing ini dapat berupa rambut, kotoran (pasir, tanah), kelupasan cat, karat, debu, potongan kertas dan tali plastik. Sumber cemaran fisik tersebut dapat berasal dari pekerja/karyawan yang menangani produk, pallet kayu, peralatan dan tali plastik yang digunakan untuk pengemasan. Oleh karena itu, cemaran fisik benda-benda asing pada produk mi instan tersebut oleh SNI 01.3551-2000 ditetapkan harus negatif.
3.3 SANITASI PERALATAN Sanitasi berasal dari kata Latin, yaitu sanitas yang memiliki arti sehat (Marriot dan Norman, 1992). Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Sumber kontaminasi dalam industri pangan adalah pekerja, hewan dan lingkungan (Jenie, 2007). Sanitasi harus dilakukan pada semua jalur industri dari bahan mentah hingga produk akhir (Soekarto, 1990). Pengolahan pangan pada umumnya berisiko akan kontaminasi karena penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung (Jenie, 2007). Sanitasi peralatan umumnya menggunakan bahan-bahan kimia untuk menimimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol. Sanitasi pangan merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman dan bangunan yang dapat merusak kualitas pangan dan membahayakan kesehatan manusia (Marriot dan Norman, 1992). Sanitasi untuk bahan pangan merupakan suatu proses untuk menciptakan keadaan bebas dari bahan yang dapat menyebabkan penyakit dari bagian atau sentuhan serangga (Stewart dan Amerine, 1973). Program sanitasi sarana pengolahan pangan melibatkan pengendalian terpadu kondisi lingkungan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, persiapan, penyajian dan konsumsi makanan atau minuman. Pengendalian tersebut bertujuan untuk mencegah kontaminasi produk oleh mikroorganisme, serangga, tikus, binatang pes, benda asing dan bahan kimia yang berbahaya. Oleh karena itu program higiene dan sanitasi ini berlangsung sejak bahan baku diproduksi sampai dengan siap dikonsumsi. Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengendalian mutu mentah, penyiapan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada seluruh tahap selama pengolahan dari peralatan, personalia, terhadap hama serta pengemasan dan penggudangan produk akhir (Jenie, 1998). Mesin/peralatan pengolahan yang memenuhi persyaratan sanitasi adalah mesin/peralatan yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan tidak berpengaruh negatif terhadap produk serta tahan terhadap bahan-bahan pembersih (Longree, 1972). Pembersihan peralatan industri pangan perlu dilakukan secara rutin dengan prosedur dan sistem uji kebersihan yang baku. Cara pembersihan juga disesuaikan dengan jenis pengotor dan jenis makanan yang diolah. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan dapat menjadi sumber
10
pencemaran, karenanya harus dipilih yang mudah dibersihkan, terbuat dari bahan yang tahan karat, dan tidak mempunyai sambungan sehingga kotoran tidak ada yang tertahan pada sambungan tersebut. Pengawasan terhadap mikroorganisme ini penting untuk menjamin suatu produk yang aman dan utuh dengan masa simpan yang cukup. Cemaran yang tertinggal akibat pembersihan peralatan yang kurang baik, akan menyediakan suatu medium yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme (Jenie, 2007). Pembersihan peralatan yang kurang baik diaplikasikan sanitizer untuk mengurangi mikroba patogen dan pembusuk yang terdapat pada peralatan dan fasilitas pangan. Zat pengotor harus terlebih dahulu dibersihkan agar sanitizer dapat bekerja dengan baik. Jenis-jenis sanitizer dibagi menjadi tiga bagian, yaitu jenis termal, radiasi, dan kimia. Sanitizer jenis kimia sering digunakan dalam teknik sanitasi, sedangkan jenis termal dan radiasi lebih sedikit digunakan (Marriott, 1992). Aplikasi kebersihan dalam sanitasi meliputi pemrosesan, penyiapan, dan penanganan pangan. Aplikasi sanitasi merujuk pada praktek higienitas yang didesain untuk mempertahankan suatu lingkungan yang bersih dan sehat untuk produksi, persiapan, dan penyimpanan pangan (Marriot, 1992). Umumnya, sanitizer kimia yang lebih pekat konsentrasinya akan lebih cepat bekerja dan lebih efektif untuk sanitasi peralatan. Karakteristik dari setiap sanitizer kimia harus diketahui dan dimengerti, sehingga tepat dalam memilih. Efektivitas sanitizer ini dipengaruhi oleh waktu exposure, suhu, konsentrasi, pH, kesadahan air, dan kebersihan peralatan. Sanitizer kimia yang sering digunakan antara lain senyawa klorin, senyawa iodine, senyawa bromin, quats, sanitizer asam, sanitizer anionik asam, sanitizer acid-quat, hidrogen peroksida, ozon, glutaraldehid, dan mikrobisida (Marriott, 1992).
3.4 HIGIENE PEKERJA Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja agar mendukung higiene pekerja adalah kesehatan yang baik dan pengetahuan mengenai sanitasi (Minarni, 1995). Higiene adalah kebiasaan seseorang untuk menjaga kebersihan diri sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyakit baik pada dirinya atau orang lain (Troller, 1983). Menurut Mariot (1992), higiene pekerja penting untuk dilaksanakan karena bagian-bagian tubuh seperti tangan, rambut, hidung, dan mulut merupakan jalan masuk mikroba untuk mencemari pangan selama proses penyiapan, pengolahan, sampai penyajian melalui sentuhan, pernapasan, batuk, dan bersin. Penerapan higiene pekerja yang baik dapat memutuskan rantai infeksi terhadap makanan (Hobbs, 1989). Kontaminasi makanan dari pekerja dapat terjadi melalui kontak kulit, mulut dan rambut, serta dari pakaian dan perhiasan yang digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan usaha pencegahan untuk mengurangi kontaminasi. Salah satu cara untuk mengurangi kontaminasi adalah penerapan kebiasaan mencuci tangan. Menurut Jenie (2007), karyawan harus mencuci tangan dengan sabun pada waktu: (1) sebelum mulai kerja, (2) sebelum dan sesudah makan, (3) setelah keluar dari kamar kecil, (4) ketika meninggalkan atau kembali ke ruang pengolahan, (5) ketika berpindah kerja dalam satu ruang pengolahan dan (6) ketika tangan menyentuh kotoran atau bahan terkontaminasi lainnya seperti makanan dan peralatan pengolahan. Fasilitas pencucian tangan hendaknya harus tersedia di ruang ganti, kamar kecil dan daerah pengolahan makanan, yang berupa air pencuci, sabun aseptik, serta handuk saniter atau alat pengering tangan atau lap sekali pakai. Selain itu pekerja yang luka dan berpenyakit kulit tidak diperkenankan menangani, menyentuh produk selama berada di pabrik, dalam ruangan produksi tidak diperkenankan
11
mengenakan perhiasan agar mencegah perhiasan terjatuh ke proses pengolahan dan mengkontaminasi produk. Rambut dari kepala, kotoran dari muka dan hidung dapat menjadi sumber kontaminan bagi produk yang akan dihasilkan, oleh karena itu pengenaan tutup kepala dan masker harus dikenakan sebelum bekerja dan bukan di daerah pengolahan pangan (Troller,1983).
3.5 GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) GMP (good manufacturing practices) merupakan pedoman cara memproduksi makanan yang baik pada seluruh rantai makanan, mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir dan menekankan higiene pada setiap tahap pengolahan. Thaheer (2005) menyebutkan bahwa GMP merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai dengan keamanan pangan dan tuntutan konsumen. Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut Menteri Kesehatan No.23/MEN.KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi. Pada dasarnya, program persyaratan kelayakan dasar terdiri dari dua bagian, yaitu cara produksi makanan yang baik (CPMB) atau good manufacturing practice (GMP) dan standard prosedur operasional sanitasi atau SSOP (sanitation standard operating procedure). Di Indonesia, sesuai dengan peraturan yang ada di Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan yang sekarang berubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB) atau GMP. Pedoman penerapan GMP ini disusun berdasarkan pedoman umum higiene pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang pangan, terutama yang mengatur mengenai produksi pangan. Pedoman penerapan GMP ini berguna bagi pemerintah sebagai dasar untuk mendorong dan menganjurkan industri pangan untuk menerapkan cara produksi makanan yang baik dalam rangka : (1) Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh pangan yang tidak memenuhi persyaratan, (2) Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang layak, (3) Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan terhadap pangan yang diperdagangkan secara internasional, dan (4) Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan di bidang pangan kepada industri dan konsumen. Pedoman penerapan GMP bagi industri pangan sebagai acuan dalam menerapkan praktek cara produksi pangan yang baik dalam rangka : (1) Memproduksi dan menyediakan pangan yang aman dan layak bagi konsumen; (2) Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat, misalnya dengan pelabelan dan pemberian petunjuk mengenai cara penyimpanan dan penyediaannya, sehingga masyarakat dapat melindungi pangan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi dan kerusakan pangan, yaitu dengan cara penyimpanan, penanganan dan penyiapan yang baik; dan (3) Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap pangan yang diproduksinya (Ditjen POM, 1996).
3.6 SSOP (SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES) Undang-Undang Pangan RI No. 7 tahun 1996 menjelaskan bahwa sanitasi pangan merupakan upaya pencegahan terhadap berbagai kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik
12
pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan kesehatan manusia. SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisikan tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu : 1) keamanan air proses produksi; 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; 3) pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter; 4) kebersihan pekerja; 5) pencegahan atau perlindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama.
13
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan untuk mengetahui kondisi sanitasi fasilitas mesin peralatan, antara lain media Plate Count Agar (PCA), media Acidified Potato Dextrose Agar (APDA), media Lactose Soy Tryptic Broth (LSTB), media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), Escherichia Coli Broth (ECB), media Baird Parker Agar + Egg yolk Tellurit (BPA, EY), Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Buffered Pepton Water (BPW), Trypticase Soy Agar (TSA), Egg yolk Tellurit (5% emulsi kuning telur dalam NaCl 1:1 + 1% Kalium Tellurit), Plasma kelinci, larutan pengencer, soda kostik (NaOH), alkohol 70%, air panas, sanitizer A (Na2CO3), sanitizer B (Linear Alkylbenzene Sulfonate), sabun cuci (Trichlorohydroxy Diphenyl, Triclocarban) , larutan buffer fosfat steril. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri steril, tabung reaksi steril, pinset steril, bunsen, gelas ukur, lidi swab, pipet steril, jarum inokulasi, pipet milimeter, kertas steril, pengaduk, dan inkubator.
4.2 METODE PENELITIAN
4.2.1 Evaluasi penerapan GMP (CPMB) PT X telah menerapkan kelayakan minimal dari suatu industri pangan sesuai dengan panduan dari BPOM (2002). (a) Penerapan CPMB di perusahaan dievaluasi meliputi aspek pimpinan, sanitasi lokasi dan lingkungan fisik, sanitasi pembuangan limbah, sanitasi lingkungan dari investasi burung, serangga atau binatang lain, kondisi umum pabrik, pabrik dalam ruangan pengolahan, fasilitas pabrik, pembuangan limbah di pabrik, operasional sanitasi di pabrik, binatang pengganggu dalam pabrik, peralatan produksi, pasokan air, sanitasi dan higiene karyawan, gudang biasa (kering), gudang kemasan produk, tindakan pengawasan, bahan mentah dan produk akhir, hasil uji, tindakan pengawasan, sarana pengolahan, penggunaan bahan kimia, bahan penanganan dan pengolahan. Evaluasi dilaksanakan dengan menganalisis hasil penerapan CPMB yang telah dilaksanakan selama 2 tahun terakhir. Untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan (deficiency/defect) yang ada dengan menggunakan standar BPOM (2002), dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Kriteria Penilaian CPMB Tingkat (Rating)
MN (Minor) A (Baik Sekali) 0-6 B (Baik) <7 atau tb C (Kurang) tb D (Jelek) tb Keterangan : tb = tidak berlaku
Jumlah Penyimpangan MJ (Major) SR (Serius) 0-5 0 6 - 10 1-2 0 11 3-4 11 tb 5
KT (Kritis) 0 0 0 0 1
(b) Pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi meliputi pengalaman training, pendidikan terakhir, pemakaian fasilitas kebersihan di pabrik (sarung tangan, masker, hairnet/penutup kepala), pengetahuan penggunaan pembersih tangan dan benda-benda yang tidak boleh di bawa kedalam pabrik serta ketentuan apabila terkena penyakit yang mengganggu kinerja perusahaan. Evaluasi kesesuaian penerapan CPMB oleh karyawan akan dianalisis dari hasil penyebaran kuesioner sebanyak 40 buah dan semua pertanyaan disusun dibawah bimbingan supervisor magang (Lampiran 8).
4.2.2 Evaluasi sumber-sumber rekontaminasi di area mesin pendinginan dan pengemasan produksi mi instan Evaluasi ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sanitasi pada peralatan mesin pendinginan maupun mesin pengemasan yang dapat menjamin mutu dan keamanan produk akhir yang dihasilkan. Standar maksimal mikroorganisme yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk mikroba TPC, kapang, khamir adalah 1,0x102CFU/ml/cm2 sedangkan untuk E.coli, dan koliform adalah <3 APM/ml, standar internal ini ditetapkan berdasarkan pengalaman perusahaan (data historis) dalam memproduksi mi instan. Titik-titik swab yang dilakukan pada area pendinginan dan pengemasan dapat dilihat pada Gambar 2. dan Tabel 3. Pada area mesin pendinginan terdapat bagian alat; chamber, konveyor, rantai ulir dan kipas. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 9,50 m, lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 6 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak antar lubang 0,3 cm. Tujuan dari proses ini adalah agar mi yang baru keluar dari proses pengeringan dapat diturunkan suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 32oC sebelum dikemas. Pendinginan berlangsung selama 2-3 menit sehingga mi menjadi lebih keras. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode swab test pada 2 line produksi mi instan masing-masing menggunakan 1 kali pengulangan. Pada area mesin pengemasan terdapat bagian alat; konveyor, seal machine, rantai ulir, keranjang bumbu. Spesifikasi alat conveyor ini adalah : panjang 7,5 m, lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, lebar silender seal 12 mm, jumlah keranjang bumbu 4 buah. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode swab test pada 2 line produksi mi instan masing-masing menggunakan 1 kali pengulangan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan meliputi TPC (PCA), kapang dan khamir (APDA), koliform (LSTB dan BGLBB, dimana LSTB digunakan sebagai media pendugaan sedangkan BGLBB digunakan sebagai media peneguhan), dan E.coli (LSTB dan ECB, dimana LSTB digunakan sebagai media pendugaan sedangkan ECB digunakan sebagai media peneguhan).
4.2.3 Evaluasi efektivitas sanitasi ruangan pada area pendinginan dan pengemasan primer Evaluasi ini bertujuan untuk melihat apakah pelaksanaan sanitasi yang selama ini dilakukan perusahaan dalam membersihkan ruangan pengemasan dan pendinginan dapat memenuhi batas maksimal jumlah mikroorganisme yang tidak diinginkan oleh perusahaan, yang dimana standar tersebut sebelumnya telah ditetapkan berdasarkan pengalaman perusahaan dalam memproduksi mi instan dan kesepakatan antara semua karyawan divisi QC/QA. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan metode densitas mikroba ruangan dan media yang digunakan adalah Acidified Potato Dextrose Agar (APDA) untuk menganalisis kapang dan khamir dan PCA (Plate Count Agar) untuk menganalisis TPC, media yang telah tersedia akan
15
ditempatkan masing-masing 1 pasang APDA dan PCA pada ruangan pendinginan tidak terlalu dekat dengan jarak 0,5 m dari mesin pendinginan dan pengemasan. Titik-titik swab yang dilakukan pada area pendinginan dan pengemasan dapat dilihat pada Gambar 2. dan Tabel 3. Evaluasi efektivitas sanitasi di area pendinginan dan pengemasan seperti terlihat pada Gambar 1. Penerimaan Bahan baku
Bahan baku (tepung terigu)
Bahan tambahan (Air, garam, Ingrediens)
Pengadukan
Pengepresan Pencetakan Pengukusan (1000C) Pemotongan Penggorengan (1250C) Pendinginan Penambahan bumbu minyak
Area yang diteliti
Pengemasan Primer (etiket)
Pengemasan sekunder (karton)
Penggudangan
Gambar 1. Area Penelitian Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Instan di PT. X
16
Skematik titik pengambilan sampel di area pendinginan dan pengemasan seperti terlihat pada Gambar 2.
A 0,5 m
B ---------------7,5 m---------------
--------------------9,5 m--------------------0,5 m Gambar 2. Skema titik Pengambilan Sampel di PT. X pada Area Pendinginan dan Pengemasan Keterangan gambar : A
: Area Pendinginan
B
: Area Pengemasan : Kipas : Konveyor : Sekat antara ruangan : Mesin pengemas : Keranjang bumbu : Peletakan cawan evaluasi sanitasi ruangan pendinginan :
: Peletakan cawan evaluasi sanitasi ruangan pengemasan : Dilakukan Swab Tahap penelitian sanitasi peralatan pendinginan dan pengemasan sebagai berikut:
Tabel 3. Area Proses dan Jenis Alat yang di Evaluasi Setelah Sanitasi Peralatan Pendinginan dan Pengemasan Area proses dan Jenis Alat Pendinginan (kipas, chamber, rantai ulir, konveyor) Udara Pengemasan (konveyor, seal machine, rantai ulir, keranjang bumbu) Udara
Metode Sanitasi Alat Pencucian dengan air kemudian dicuci dengan deterjen dan diseka alkohol 70% pencucian dengan air kemudian diseka dengan alkohol 70%
Mikroorganisme yang diamati TPC, kapang-khamir, coliform E-coli TPC, kapang-khamir, coliform E-coli
17
4.2.4 Evaluasi efektivitas higiene karyawan Evaluasi ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sanitasi pada kebersihan karyawan yang dapat menjamin mutu dan keamanan produk akhir yang dihasilkan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan metode swab, sebelum metoda swab dilakukan, tangan pekerja dibersihkan dengan sabun cuci tangan (dibilas sela-sela jari tangan), kemudian tangan dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering, dan tangan yang sudah kering disemprot dengan alkohol 70%, selanjutnya dari tangan karyawan yang akan dianalisis adalah TPC, E.coli, koliform dan Staphylococcus aureus. Standar maksimal mikroorganisme yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk TPC, adalah 1,0x102CFU/ml/cm2 sedangkan untuk E.coli, dan koliform adalah <3 APM/ml, standar internal ini ditetapkan berdasarkan pengalaman perusahaan (data historis) dalam memproduksi mi instan. Sedangkan Staphylococcus aureus pada karyawan diwajibkan 0 (nol) pada saat memasuki area produksi.
4.2.5
Analisis aureus
TPC, kapang dan khamir, E.coli, koliform, Staphylococcus
a. Analisis TPC Pengujian TPC akan dilakukan pengenceran 10-1, pertama-tama luas permukaan yang akan dianalisis diswab (5x5 cm) dengan menggunakan kapas yang dikaitkan pada lidi yang telah disterilkan sebelumnya, kemudian lidi di masukkan kedalam 10 ml larutan pengencer, kemudian 1 ml dari larutan pengencer tersebut dituangkan ke petridish steril yang kemudian dituangi 20 ml media PCA (untuk TPC) digoyang-goyang secara merata. Jarak pemasukan media dengan contoh tidak boleh lebih dari 30 menit. Setelah membeku petridish tersebut dibalik dan disimpan dalam inkubator yang bersuhu 3537oC selama 3 hari ( 3x 24 jam), setelah masa inkubasi maka dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada petridish dengan rumus berikut: Perhitungan jumlah koloni/cm2 : Jumlah koloni dalam cawan petri x 10* x 1/ luas alat yang di swab (cm2) Keterangan: *menunjukkan volume larutan buffer fosfat yang digunakan membasahi swab
b. Analisis kapang dan khamir Pengujian kapang dan khamir akan dilakukan pengenceran 10-1 , pertama-tama luas permukaan yang akan dianalisis diswab (5x5 cm) dengan menggunakan kapas yang dikaitkan pada lidi yang telah disterilkan sebelumnya, kemudian lidi di masukkan kedalam 10 ml larutan pengencer, kemudian 1 ml dari larutan pengencer tersebut dituangkan ke petridish steril yang kemudian dituangi 20 ml media PDA (untuk TPC) dan 1,4 ml asam tartrat per 100 ml kemudian digoyang-goyang secara merata. Jarak pemasukan media dengan contoh tidak boleh lebih dari 30 menit. Setelah membeku petridish tersebut dibalik dan disimpan dalam inkubator yang bersuhu 35-37oC selama 3 hari ( 3x 24 jam), setelah masa inkubasi maka dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada petridish dengan rumus berikut:
18
Perhitungan jumlah koloni/cm2 : Jumlah koloni dalam cawan petri x 10* x 1/ luas alat yang di swab (cm2) Keterangan: *menunjukkan volume larutan buffer fosfat yang digunakan membasahi swab
c. Analisis E.coli E.coli akan dilakukan uji dengan seri 3 tabung dan pertama-tama dilakukan uji pendugaan sebagai berikut, luas permukaan yang akan dianalisis diswab (5x5 cm) dengan menggunakan kapas yang dikaitkan pada lidi yang telah disterilkan sebelumnya, kemudian lidi di masukkan kedalam 10 ml larutan pengencer, pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan menggunakan pipet mili kedalam 9 ml larutan pengencer berikutnya sehingga mendapatkan 10-2 dengan cara yang sama dilakukan untuk pengenceran 10-3, pipet masing 1 ml dari setiap pengenceran ke 3 seri tabung LSTB yang berisi tabung durham untuk uji pendugaan, masing-masing tabung LSTB tersebut akan diinkubasikan pada suhu 35oC selama 24 jam sampai 48 jam dengan memperhatikan terbentuknya gas di dalam tabung durham. Apabila selama hari pengamatan tersebut tidak ada yang terbentuk gas maka pengujian tidak perlu dilanjutkan ke tahapan peneguhan, dan apabila yang terjadi sebaliknya ada terbentuk gas pada tabung durham maka dilanjutkan ke uji peneguhan sebagai berikut. Dari tabung LSTB yang positif (terbentuk gas) masing-masing pengenceran diinokulasikan dengan menggunakan jarum inokulasi kedalam 10 ml tabung ECB (untuk E.coli) dan diinkubasikan pada suhu 45,5oC selama 24 jam, jika hasilnya masih ditemukan negatif, diinkubasikan kembali selama 48 jam. perhatikan adanya gas yang terbentuk selanjutnya nilai MPN dihitung berdasarkan jumlah tabung ECB yang positif dengan rumus sebagai berikut : MPN contoh = (Nilai MPN tabel / 100) x Faktor pengenceran yang ditengah
d. Analisis koliform Koliform akan dilakukan uji dengan seri 3 tabung dan pertama-tama dilakukan uji pendugaan sebagai berikut, luas permukaan yang akan dianalisis diswab (5x5 cm) dengan menggunakan kapas yang dikaitkan pada lidi yang telah disterilkan sebelumnya, kemudian lidi di masukkan kedalam 10 ml larutan pengencer, pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan menggunakan pipet mili kedalam 9 ml larutan pengencer berikutnya sehingga mendapatkan 10-2 dengan cara yang sama dilakukan untuk pengenceran 10-3, pipet masing 1 ml dari setiap pengenceran ke 3 seri tabung LSTB yang berisi tabung durham untuk uji pendugaan, masing-masing tabung LSTB tersebut akan diinkubasikan pada suhu 35oC selama 24 jam sampai 48 jam dengan memperhatikan terbentuknya gas di dalam tabung durham. Apabila selama hari pengamatan tersebut tidak ada yang terbentuk gas maka pengujian tidak perlu dilanjutkan ke tahapan peneguhan, dan apabila yang terjadi sebaliknya ada terbentuk gas pada tabung durham maka dilanjutkan ke uji peneguhan sebagai berikut. Dari tabung LSTB yang positif (terbentuk gas) masing-masing pengenceran diinokulasikan dengan menggunakan jarum inokulasi
19
kedalam 10 ml tabung BGLBB (untuk koliform) dan diinkubasikan pada suhu 35oC selama 48 jam perhatikan adanya gas yang terbentuk selanjutnya nilai MPN dihitung berdasarkan jumlah tabung BGLBB yang positif dengan rumus sebagai berikut : MPN contoh = (Nilai MPN tabel / 100) x Faktor pengenceran yang ditengah
e. Staphylococcus aureus Pengujian staphylococcus aureus dianalisa dengan cara petugas menswab tangan kiri dan kanan mulaidari pergelangan tangan sampai dengan jari dan kuku dengan kapas steril. Kapas lidi yang telah diswab dimasukkan kedalam tabung yang berisi Brain Heart Infusion Broth (BHIB) diambil 10 ml dari sampel dan dimasukkan kedalam kantong stomacher kemudian ditambahkan 90 ml BPW (1:10), selanjutnya dihomogenkan, sehingga diperoleh 10-1. Siapkan 2 tabung berisi 9 ml BPW, kemudian di pipet 1ml dari pengenceran 10-1 sebelumnya ke dalam tabung hingga diperoleh pengenceran 10-2 dengan cara yang sama dilakukan untuk mendapatkan pengenceran 10-3. Dari hasil masing-masing pengenceran di pipet 0,3 ml, 0,3 ml, dan 0,4 ml ke dalam lempeng media BPA,EY (triplo). Sebar ratakan dengan batang bengkok diamkan sampai menyerap kemudian cawan diinkubasikan dalam posisi terbalik pada suhu 350C, selama 48 jam. Kemudian diamati apakah ada pertumbuhan staphylococcus aureus dengan ciri-ciri bulat, halus, lembab diameter 2-3 mm, warna abu-abu kehitaman, memucat ditepi koloni dan apabila dicuplik dengan ose koloni tampak seperti mentega lengket.
20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 EVALUASI PENERAPAN CPMB
5.1.1 Kondisi Bangunan CPMB merupakan suatu persyaratan dasar dan program umum bagi industri pangan untuk menghasilkan produk yang bermutu, layak dan aman secara konsisten. Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) dan wawancara yang dilakukan di lapangan tentang penerapan CPMB di PT. X dibandingkan dengan standar (berdasarkan kriteria penilaian yang digunakan BPOM tahun 2002) melalui Checklist CPMB ditemukan 5 penyimpangan; yaitu: 4 penyimpangan minor dan 1 penyimpangan mayor. Oleh karena itu, berdasarkan standar tingkat (rating) kelayakan sarana produksi dari BPOM tersebut, tingkat (rating) CPMB di PT. X masuk dalam tingkat (rating) A, yaitu baik sekali (Lampiran 6). Hasil identifikasi terhadap 5 penyimpangan tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian dalam Penerapan CPMB di PT X tahun 2011 No Aspek yang Dinilai 1 Bangunan
2
Sanitasi lingkungan
3
Pengendalian Hama
Penyimpangan a. Pertemuan antara lantai dan dinding tidak mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan) b. Pertemuan antara dinding dan dinding tidak mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan) c. Konstruksi tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene (tidak rata, tidak kuat, retak atau licin) Sistem pembuangan limbah cair/saluran disekitar lingkungan pabrik kurang baik Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif.
Kategori Minor Minor Minor Minor Mayor
Penyimpangan minor pertama sampai dengan keempat, adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan bangunan serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh lingkungan pabrik yang kurang baik. Menurut Kepmenkes RI, No.23,1978, sebaiknya permukaan bangunan harus halus berwarna terang, tahan lama dan tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2 m dari lantai harus rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya. Pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding dan lantai tidak boleh membentuk sudut mati dan harus melengkung, harus halus, rata, tidak mudah mengelupas serta rapat air. Terkait dengan sanitasi lingkungan, bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang buangan
padat, cair dan/atau gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan khususnya daerah pembuangan limbah cair. Penyimpangan kelima, berhubungan dengan aspek CPMB pemeliharaan sarana pengendalian hama, yaitu di gudang tempat penyimpanan produk mi yang dapat dimasukin oleh burung yang dapat sebagai agen pencemar ke produk. Menurut Kepmenkes RI, No.23,1978, untuk mencegah masuknya hama kedalam pabrik perlu dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut : a. Bangunan pabrik harus terjaga dalam keadaan bersih dan terawat b. Menutup lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan hama masuk. c. Memasang kawat kasa pada jendela, pintu dan ventilasi.
5.1.2 Pemahaman Karyawan tentang Sanitasi dan Higiene Mengetahui pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi dilakukan menggunakan media angket sebanyak 40 buah. Jumlah angket yang kembali sebanyak 36 buah. Hasil pengisian angket disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pemahaman Karyawan tentang Sanitasi dan Higiene No
Pertanyaan
1
Mengikuti latihan atau training mengenai sanitasi a. Tidak pernah b. Pernah Jumlah Pendidikan terakhir a. SD b. SLTP c. SLTA d. Sarjana Jumlah Pengetahuan tentang sanitasi a. Hal-hal yang bersifat bersih membersihkan b. Hal-hal yang berkaitan dengan kotoran c. Mencegah dan memelihara area dari kotoran d. Mencegah, memelihara dan membersihkan semua bagian dari kotoran Jumlah Pendapat tentang pemakaian sarung tangan a. Tidak perlu cukup dengan membersihkan tangan saja b. Tidak perlu, karena mengganggu kelancaran bekerja c. Tidak perlu karena membuat tangan bau dan berkeringat d. Perlu untuk keseragaman pekerja e. Perlu bagi pekerja yang tangannya kotor f. Perlu agar produk mi yang kontak tidak kotor Jumlah Pengetahuan mengenai hairnet/topi/kerudung a. Tidak perlu jika rambutnya pendek b. Tidak perlu jika rambutnya sudah dicuci c. Perlu agar seragam d. Perlu agar rambut yang rontok atau cemaran rambut tidak mengenai bahan Jumlah
2
3
4
5
Jumlah (orang)
(%)
21 15 36
58.3 41.7 100.0
0 6 30 0 36
0.0 16.7 83.3 0.0 100.0
3 0 33 0 36
8.3 0.0 91.7 0.0 100.0
0 0 0 0 0 36 36
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 100.0
0 0 0
0.0 0.0 0.0
36 36
100.0 100.0
22
Tabel 5. (Lanjutan) No
Pertanyaan
6
Pengetahuan mengenai penggunaan masker selama bekerja a. Tidak perlu, karena pemakaiannya kurang nyaman b. Perlu agar tidak ditegur pengawas c. Perlu, agar cemaran-cemaran yang bersal dari hidung maupun mulut tidak mengenai bahan Jumlah Pengetahuan tentang perlunya mencuci tangan dengan sabun setelah dari toilet a. Perlu agar mentaati peraturan dari perusahaan b. Perlu agar mentaati peraturan dari QC/QA c. Perlu, agar tidak terkena teguran dari atasan d. Perlu agar produk yang keluar dari perusahaan tetap terjamin Jumlah Pendapat tentang peraturan yang melarang pemakaian perhiasan bagi pekerja
7
8
a. b. c. d. e. 9
10
11
Jumlah (orang)
(%)
0 0 36
0.0 0.0 100.0
36
100.0
0 0 0 36 36
0.0 0.0 0.0 100.0 100.0
Tidak perlu, karena tidak ada kaitannya dengan produksi Tidak perlu, kalau yakin perhiasannya tidak jatuh Tidak perlu, jika perhiasannya bersih Perlu, agar tidak terjadi kesenjangan sosial Perlu, agar perhiasan tidak mengotori bahan atau produk Jumlah Apa yang dilakukan jika mengalami penyakit kulit, atau flu selama berada di pabrik a. Berobat ke dokter dan mengobati flu
0 0 0 0 36 36
0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 100.0
10
27.8
b. Berobat ke dokter dan istirahat
26
72.2
Jumlah Pendapat tentang pelaksanaan sanitasi pabrik, baik untuk pekerja, peralatan dan ruangan a. Sangat buruk b. Buruk c. Sedang-sedang saja d. Baik e. Baik sekali Jumlah
36
100.0
0 11 7 17 1 36
0.0 30.6 19.4 47.2 2.8 100.0
Salah satu cara agar semua pekerja memahami pentingnya sanitasi a. Peraturan yang tegas b. Pemberian hukuman jika melanggar c. Diberikan pendidikan,/pelatihan terhadap sanitasi d. Contoh dari pengawas Jumlah
1 0 35 0 36
2.8 0.0 97.2 0.0 100.0
Hasil evaluasi pemahaman karyawan tentang sanitasi dan higiene menunjukkan bahwa karyawan yang pernah mengikuti pelatihan tentang sanitasi dan higiene lebih sedikit, yaitu sebanyak 41,7% dibandingkan dengan yang tidak pernah mengikuti pelatihan, yaitu sebanyak 58,3%. Pelatihan dilaksanakan di lingkungan kantor pabrik dengan intensitas waktu 2-3 jam. Pelatihan tentang sanitasi dan higiene diikuti oleh karyawan (dari tingkat line operator, supervisor/kepala regu, kepala bagian) dan manajemen perusahaan dan dilakukan dengan cara inhouse training di PT X Ciawi, Bogor 6 bulan sekali. Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini terdiri dari 3
23
(tiga) topik, yaitu pengantar sistem pengendalian keamanan pangan, sanitasi dan higiene dalam industri pangan dan prinsip-prinsip CPMB. Pelaksanaan inhouse training dilaksanakan secara periodik oleh pihak HRD dengan mengundang narasumber dari IPB. Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan perusahaan tingkat pengertian dan pemahaman peserta setelah mengikuti pelatihan menunjukkan tingkat pengertian dan pemahamannya sangat baik. Dengan demikian dapat dikatakan ada dampak positif terhadap sumber daya manusia pada perusahaan di PT X Ciawi, Bogor. Hal ini mendukung hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Manning (1994) dan Howes et al. (1996) yang menyatakan bahwa salah satu dampak positif adanya pelatihan sistem keamanan pangan adalah meningkatnya tingkat pengetahuan, pengertian dan pemahaman SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan. Sebagian besar responden dengan latarbelakang pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 83,3% dan SLTP sebanyak 16,7%. Sebanyak 83,3%, menyatakan memiliki tanggung jawab terhadap sanitasi di Pabrik secara keseluruhan meliputi; Pekerja, Mandor, Pengawas, Kepala Pabrik, Bagian QC/QA, Bagian kebersihan, Pengawas dan Kepala Pabrik. Sebanyak 91,7%, menyatakan pengertian sanitasi adalah mencegah dan memelihara bagian dari kotoran. Seluruh responden menyatakan pemakaian sarung perlu, agar produk mi yang kontak tidak kotor begitu juga dengan penggunaan hairnet/topi/kerudung menurut responden perlu, agar rambut yang rontok atau cemaran rambut tidak mengenai bahan. Seluruh responden menyatakan; (a) mengetahui penggunaan masker selama bekerja perlu, agar cemaran-cemaran yang berasal dari hidung maupun mulut tidak mengenai produk, (b) mengetahui perlunya mencuci tangan dengan sabun setelah dari toilet, agar produk yang keluar dari perusahaan tetap terjamin, dan (c) mengetahui peraturan yang melarang pemakaian perhiasan bagi pekerja, agar perhiasan tidak mengotori bahan atau produk. Sebanyak 72,2% menyatakan jika mengalami penyakit kulit, atau flu selama berada di pabrik maka yang dilakukan berobat ke dokter dan istirahat. Sebanyak 47,3% menyatakan tentang pelaksanaan sanitasi pabrik, baik untuk pekerja, peralatan dan ruangan pada kategori baik serta sebanyak 97,2% menyatakan agar semua pekerja memahami pentingnya sanitasi dan higiene maka perlu diberikan pendidikan,/pelatihan tentang sanitasi dan higiene. Hasil wawancara berdasarkan persentase pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Pemahaman Karyawan tentang Sanitase dan Higiene No
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pelatihan tentang sanitasi dan higiene Bertanggung jawab terhadap sanitasi di Pabrik Memahami manfaat sanitasi Mengetahui perlunya pemakaian sarung tangan Mengetahui penggunaan hairnet/topi/kerudung, penggunaan masker selama bekerja, perlunya mencuci tangan dengan sabun, mengetahui peraturan yang melarang pemakaian perhiasan, dan Pencegahan yang dilakukan bila mengalami penyakit serta pentingnya memahami sanitasi dan hygiene
6
Persentase ≥ 50% < 50% √ √ √ √ √ √
Secara umum pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi sebagian besar sudah baik, hal ini terkait dengan tingkat pendidikan karyawan, yaitu sebanyak 83,3% dengan latar belakang pendidikan SLTA, sehingga tingkat kesadaran dan perilaku dalam bekerja untuk memahami
24
pentingnya higiene dan sanitasi sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan, namun belum semuanya karyawan mengikuti pelatihan higiene dan sanitasi. Menurut Minarni (1995) higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja agar mendukung higiene pekerja adalah kesehatan yang baik dan pengetahuan mengenai sanitasi. Hasil penelitian Sudibyo (2008) mengungkapkan terjadinya kontaminasi pada produksi mi kering salah satu bersumber dari karyawan. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor berikut: (a) tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi pencucian tangan sebelum masuk ke ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet, (b) fasilitas klinik tidak digunakan untuk check up rutin seluruh karyawan, khususnya di bagian produksi, (c) manajemen unit pengolahan tidak memiliki tindakan efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk, (d) kebersihan karyawan tidak terjaga dengan baik dan kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (misalnya pakaian seragam celemek ada yang kotor, dan kebiasaan minum di ruang produksi). Karyawan atau personel yang langsung menangani pengolahan pangan dapat mencemari bahan pangan atau pangan tersebut, baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis. Oleh karena itu, higiene karyawan merupakan salah satu hal yang penting yang harus diperhatikan oleh industri pangan agar produk panganya bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Upaya yang dapat dilakukan adalah memupuk kebiasaan karyawan yang baik dan melatih karyawan untuk meninggalkan kebiasaan yang buruk (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2009).
5.2
EVALUASI PERALATAN
SUMBER-SUMBER
REKONTAMINASI
DARI
5.2.1 Mesin Pendinginan Hasil evaluasi efektivitas sanitasi terhadap total TPC dan kapang dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Data yang disajikan merupakan rata-rata hasil swab dari line I dan line II.
CFU /ml /cm2
60 50 40 30 20
55
50
Kipas 25
30
Chamber 20 20 5
10
10
Rantai ulir 5
5
Konveyor
0 Agustus
September
Oktober
Bulan
Gambar 3. Jumlah Rata-rata TPC pada Mesin Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011
25
CFU /ml /cm2
20 15
15
Chamber
10 5
Kipas
5
5
5
5
Rantai ulir Konveyor
0 Agustus
September
Oktober
Bulan
Gambar 4. Jumlah Rata-rata Kapang pada Mesin Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 Hasil evaluasi efektivitas sanitasi data peralatan mesin pendinginan berdasarkan hasil swab test selama 3 (tiga) bulan dapat dilihat pada (Lampiran 1). Jumlah rata-rata TPC pada konveyor ditemukan bulan Oktober dan pada rantai ulir lebih tinggi bulan September dibandingkan Oktober, sedangkan pada chamber dan kipas lebih tinggi bulan Agustus dibandingkan Oktober (Gambar 3). Hal ini terjadi karena karyawan yang melakukan sanitasi konsisten terhadap sanitasi harian maupun bulanan. Khamir, E.coli dan koliform tidak ditemukan dapat dilihat pada (Tabel 7). Jumlah rata-rata TPC cenderung menurun dan dibawah standar 102 CFU/ml/cm2. Jumlah rata-rata kapang pada konveyor tidak ditemukan dan pada rantai ulir lebih tinggi bulan Oktober dibandingkan Agustus, sedangkan pada kipas ditemukan bulan September dan chamber Oktober (Gambar 4). Cemaran mikroba kapang yang tinggi pada rantai ulir dan chamber, hal ini terjadi mungkin karena karyawan yang melakukan sanitasi kurang teliti terutama pada lubang di antara rantai ulir demikian juga pada chamber. Jumlah rata-rata kapang menurun dan dibawah standar 1,0x102 CFU/ml/cm2. Rantai ulir, chamber dan kipas dibersihkan sekali dalam 3 bulan, menggunakan deterjen, permukaan digosok, dibilas dan dikeringkan. Khusus konveyor dilakukan sanitasi harian secara konsisten setiap pergantian shift dan sanitasi total (sekali dalam 3 bulan). Sanitasi harian dilakukan dengan cara dibersihkan menggunakan lap hangat, kemudian dikeringkan dengan semprotan udara kering dan selanjutnya disemprot dengan alkohol 70% yang dapat membunuh mikroba dan kapang, sedangkan sanitasi total dilakukan dengan cara mengangkat lembaran konveyor, digosok dengan detergen yang mengandung bahan aktif LAS (Linear Alkylbenzene Sulfonate) kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan.
26
Tabel 7. Jumlah Rata-rata Khamir, E.coli, Koliform pada Mesin Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 Bulan/ Bagian Alat
No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Standar Internal APM/ml CFU /ml/ cm2 (TPC, Kapang, (E.coli, Koliform) Khamir)
Jumlah Cemaran Mikroba CFU /ml/ cm2 APM/ml Khamir
E.coli
Koliform
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x102 1,0x102 1,0x102 1,0x102
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x102 1,0x102 1,0x102 1,0x102
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x102 1,0x102 1,0x102 1,0x102
Agustus Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor September Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor Oktober Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor
5.2.2 Mesin Pengemasan Hasil evaluasi efektivitas sanitasi terhadap total TPC dapat dilihat pada Gambar 5. Data yang disajikan merupakan rata-rata hasil swab dari line I dan line II.
CFU /ml /cm2
50 35
40 30
30
30
35
Konveyor
20
20 10
40
20 10
5
Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu
0 Agustus
September
Oktober
Bulan
Gambar 5. Jumlah Rata-rata TPC pada Mesin Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 Hasil evaluasi efektivitas sanitasi peralatan mesin pengemasan berdasarkan hasil swab test selama 3 (tiga) bulan dapat dilihat pada (Lampiran 2). Jumlah rata-rata TPC pada konveyor, keranjang bumbu dan seal machine ditemukan bulan Agustus dan September, sedangkan pada rantai ulir lebih tinggi bulan Agustus dan September dibandingkan Oktober (Gambar 5). Hal ini terjadi mungkin karena karyawan yang melakukan sanitasi kurang teliti dan tidak konsisten terhadap sanitasi harian
27
maupun bulanan. Mikroba kapang, khamir, E.coli dan koliform tidak ditemukan, hal ini disebabkan lingkungan mesin pengemasan tidak mendukung pertumbuhan mikroba tersebut dapat dilihat pada (Tabel 8). Jumlah rata-rata TPC menurun dan dibawah standar 102 CFU/ml/cm2. Sanitasi pada rantai ulir, seal machine, keranjang bumbu dan konveyor dilakukan sekali dalam 3 bulan, menggunakan deterjen, permukaan digosok, dibilas dan dikeringkan. Khusus konveyor dilakukan sanitasi harian secara konsisten setiap pergantian shift. Sanitasi harian dilakukan dengan cara dibersihkan menggunakan lap hangat, kemudian dikeringkan dengan semprotan udara kering dan selanjutnya disemprot dengan alkohol 70%, sedangkan pada waktu sanitasi bulanan dengan cara mengangkat lembaran konveyor, digosok dengan detergen yang mengandung bahan aktif LAS (Linear Alkylbenzene Sulfonate) kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan.
Tabel 8. Jumlah Rata-rata Kapang, Khamir, E.coli, Koliform pada Mesin Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011
No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
5.3
Bulan/ Bagian Alat
Jumlah Cemaran Mikroba CFU /ml/ cm2 APM/ml Kapang
Khamir
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x102 1,0x102 1,0x102 1,0x102
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x102 1,0x102 1,0x102 1,0x102
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x102 1,0x102 1,0x102 1,0x102
Agustus Konveyor Seal machine Rantai ulir Keranjang bumbu September Konveyor Seal machine Rantai ulir Keranjang bumbu Oktober Konveyor Seal machine Rantai ulir Keranjang bumbu
E.coli
Koliform
Standar Internal APM/ml CFU /ml/ cm2 (E.coli, (TPC, Kapang, Koliform) Khamir)
EVALUASI EFEKTIVITAS SANITASI RUANGAN PADA AREA PENDINGINAN DAN PENGEMASAN PRIMER
5.3.1 Area pendinginan
Tabel 9. Jumlah Rata-rata Densitas Khamir pada Area Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011
No 1 2 3
Area pendinginan Agustus September Oktober
Jumlah Densitas Mikroba CFU/ 15 menit /100cm2 Khamir 0 0 0
Standar Internal (TPC,Kapang, Khamir) CFU/ 15 menit /100cm2 1,0x102 1,0x102 1,0x102
28
102 CFU/ 15 menit /100cm2
Hasil evaluasi efektivitas sanitasi ruangan pada area pendinginan selama 3 bulan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 3. Jumlah rata-rata densitas mikroba TPC tertinggi bulan September dan terendah Agustus, sedangkan kapang tertinggi bulan September dan terendah Oktober. Jumlah ratarata densitas mikroba TPC dan kapang serta khamir dibawah standar 1,0x102 CFU/ 15 menit /100cm2 dan cenderung menurun (Tabel 9 dan Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa SSOP untuk sanitasi ruangan yang telah dilakukan perusahaan efektif. Sanitasi harian dengan cara lantai dipel dan sanitasi bulanan dilakukan dengan cara lantai disikat menggunakan deterjen khusus yang mengandung bahan aktif LAS (Linear Alkylbenzene Sulfonate) untuk menghilangkan kotoran minyak.
70 60 50 40 30 20 10 0
65
TPC
30
25
Kapang
15
5
0 Agustus
September
Oktober
Bulan
Gambar 6. Jumlah Rata-rata Densitas Mikroba TPC dan Kapang pada Area Pendinginan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 5.3.2 Area pengemasan Tabel 10. Jumlah Rata-rata Densitas Khamir pada Area Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 No 1 2 3
Area pengemasan Agustus September Oktober
Jumlah Densitas Mikroba CFU/ 15 menit /100cm2 Khamir 0 0 0
Standar Internal (TPC,Kapang, Khamir) CFU/ 15 menit /100cm2 1,0x102 1,0x102 1,0x102
Hasil evaluasi efektivitas sanitasi ruangan pada area pengemasan selama 3 bulan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 3. Jumlah rata-rata densitas mikroba TPC tertinggi bulan Agustus dan terendah Oktober, sedangkan kapang ditemukan bulan Agustus dan September. Jumlah rata-rata densitas mikroba TPC dan kapang serta khamir dibawah standar 1,0x102 CFU/ 15 menit /100cm2 dan cenderung menurun (Tabel 10 dan Gambar 7). Hal ini juga menunjukkan bahwa SSOP untuk sanitasi ruangan di area pengemasan mi yang telah dilakukan perusahaan efektif. Sanitasi harian dengan cara lantai dipel dan sanitasi bulanan dilakukan dengan cara lantai disikat menggunakan deterjen khusus yang mengandung bahan aktif LAS (Linear Alkylbenzene Sulfonate) untuk menghilangkan kotoran minyak.
29
102 CFU/ 15 menit /100cm2
50
50
45
40 30 20 10
TPC
20 5
Kapang
5
0 Agustus
September
Oktober
Bulan
Gambar 7. Jumlah Rata-rata Densitas TPC dan Kapang pada Area Pengemasan Selama Bulan Agustus-Oktober 2011 Keberadaan cemaran mikroba TPC dan kapang pada area pengemasan dan pendinginan cenderung menurun, namun demikian cemaran ini merupakan sumber rekontaminasi. Cemaran ini diduga berasal dari udara sekitar lingkungan pabrik, karyawan yang tidak higienis dan penggunaan alat bantu lainnya yang kurang bersih serta aliran udara yang kurang tertata dengan baik pada ruang pengemasan dan pendinginan menyebabkan kualitas sanitasi ruangan tidak baik dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya rekontaminasi. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini dapat menggunakan atau memasang peralatan positive air pada area pengemasan dan kontrol harus ketat mengingat produk sudah selesai diproses. Disarankan untuk perusahaan menetapkan area dengan prinsip “Zoning”, yaitu mencegah masuknya patogen kedaerah yang dijaga kebersihannya. Untuk menerapkan CPMB dalam industri pangan, tahap pertama yang harus dilakukan oleh setiap industri pangan adalah perlu adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan perusahaan industri pangan dengan fokus keamananan pangan serta pemenuhan terhadap persyaratan keamanan pangan. Adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan dari perusahaan industri pangan berarti dari pihak manajemen puncak hingga seluruh karyawan/staf yang terlibat, dalam proses produksi pangan harus mendukung dan melaksanakan program keamanan pangan yang dicanangkan dalam kebijakan perusahaannya. Tanpa adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan yang baik, program tersebut tidak akan berhasil dilaksanakan.
5.4 EVALUASI EFEKTIVITAS HIGIENE KARYAWAN Tabel 11. Jumlah Rata-rata Cemaran E.coli, Staphylococcus aureus dan Koliform pada Karyawan pada Area Pengemasan Selama Bulan AgustusOktober 2011 Jumlah Cemaran Mikroba No
Bulan
1 Agustus 2 September 3 Oktober
(E.coli, Staphylococcus E.coli Koliform Koliform) aureus APM/ml APM/ml APM/ml CFU/ml <3 <3 <3
0 0 0
<3 <3 <3
<3 <3 <3
Standar Internal Staphylococcus (TPC, aureus Kapang, CFU/ml Khamir) CFU /ml/ cm2 0 1,0x 102 0 1,0x 102 0 1,0x 102
30
Hasil evaluasi efektivitas higiene karyawan selama 3 bulan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 4. Jumlah rata-rata cemaran TPC pada tangan karyawan tertinggi bulan Agustus dan terendah Oktober, sedangkan cemaran E.coli, Staphylococcus aureus dan koliform tidak ditemukan. Pengujian Staphylococcus aureus dilakukan secara eksternal karena perusahaan tidak memiliki fasilitas untuk mendeteksi Staphylococcus aureus. Jumlah rata-rata TPC dibawah standar 1,0x102 CFU/ml/cm2 dan cenderung turun (Tabel 11 dan Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa SSOP untuk higiene karyawan yang telah dilakukan perusahaan efektif karena perusahaan menyediakan sabun antiseptik yang mengandung senyawa triklosan.
CFU /ml/ cm2
50
50
45
40
30 T PC
30 20 10 Agustus
September
Oktober
Bulan
Gambar 8. Jumlah Rata-rata TPC pada Higiene Karyawan Terdapatnya bakteri pada tangan mungkin saat tangan menyentuh peralatan lain yang tidak bersih, pakaian atau tubuh lainnya. Karyawan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme dapat menyebabkan rekontaminasi produk, sehingga membuka peluang timbulnya penyakit bagi yang mengkonsumsinya. Kontaminasi ini dapat dihindari bila karyawan dilatih untuk tidak menangani makanan dengan tangan yang belum dibersihkan dengan baik. Penggunaan sanitaiser dalam proses pencucian tangan sangat membantu terwujudnya tangan pekerja yang higienis, karena pada prinsipnya ada beberapa bahan pangan atau kotoran yang melekat di tangan sulit dibersihkan kecuali melibatkan penggunaan sanitaiser. Menurut Jenie (1998), untuk pencucian tangan karyawan/pekerja di bagian produksi dapat menggunakan sabun antiseptik yang mengandung senyawa triklosan (trikloro-hidroksi-difenil-eter), atau mengandung senyawa hipoklorit (klorin) 50 part per million (ppm), senyawa yodofor (yodium), amonium kwartener dan alkohol 70%; selanjutnya dibilas dengan air akan menghilangkan banyak mikroba patogen yang berasal dari makanan, kemudian setelah itu ditambahkan dengan penggunaan air hangat dengan kisaran antara 4050 oC atau larutan pembersih lainnya. Manusia merupakan salah satu sumber utama kontaminasi makanan. Karyawan dapat membawa bakteri patogen melalui tangan, rambut, keringat, pernafasan manusia. Penerapan higiene sangat dibutuhkan, karena dengan diaplikasikannya prinsip-prinsip sanitasi maka kondisi yang sehat akan diperoleh. Higiene perorangan mengacu pada kebersihan tubuh manusia. Kesehatan karyawan yang baik merupakan salah satu upaya dalam mencegah terjadinya penyakit akibat makanan (Marriott, 1992). Apabila dijumpai ada karyawan yang mempunyai luka dan penyakit kulit (luka terbuka), maka karyawan/pekerja tersebut bisa dikeluarkan dari ruang di bagian produksi dan dari pekerjaan penanganan kritis lainnya. Pekerja/karyawan di bagian produksi harus melapor pada penyelia (supervisor) pabrik atau petugas pemeriksa kesehatan di klinik apabila menderita penyakit-penyakit, seperti : hepatitis (sakit kuning), tifus, infeksi Salmonella, disentri, dan infeksi Staphylococcus (termasuk noda, bisul, dan luka terbuka di tangan serta kudis dan eksim yang luas terutama di muka, jari, dan tangan (Jenie, 2007).
31
VI. SIMPULAN
Hasil evaluasi efektivitas terhadap penerapan persyaratan kelayakan dasar atau CPMB di PT X Ciawi, Bogor berpedoman pada penerapan CPMB badan POM tahun 2002, menunjukkan bahwa kondisi persyaratan kelayakan dasar di perusahaan tersebut terdapat 5 penyimpangan dan hasil penilaian termasuk rating A, baik sekali. Kelima penyimpangan tersebut terdiri dari 2 kategori, yaitu : 1 kategori mayor, dan 4 kategori minor. Ditinjau dari aspek CPMB terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu aspek bangunan 3 (tiga) kategori minor, aspek sanitasi lingkungan 1 (satu) kategori minor dan aspek pengendalian hama 1 (satu) kategori mayor (pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain ). Secara umum pemahaman karyawan tentang higiene dan sanitasi sebagian besar sudah baik, seperti; (a) bertanggung jawab terhadap sanitasi di pabrik, (b) memahami manfaat dan pentingnya sanitasi dan higiene, (c) mengetahui perlunya pemakaian sarung tangan, (d) mengetahui penggunaan hairnet/topi/kerudung, penggunaan masker selama bekerja, perlunya mencuci tangan dengan sabun, dan peraturan yang melarang pemakaian perhiasan, dan (e) pencegahan yang dilakukan bila mengalami penyakit, namun belum seluruh karyawan mengikuti pelatihan higiene dan sanitasi. Sumber rekontaminasi dari peralatan mesin pendingin pada bagian alat seperti; konveyor, kipas, chamber dan rantai ulir, ditemukan cemaran mikroba (TPC) dan kapang. Jumlah rata-rata TPC dan kapang dibawah standar 1x 102 CFU/ml/cm2. Cemaran mikroba khamir, E.coli dan koliform tidak ditemukan. Sedangkan mesin pengemasan pada bagian alat seperti ; konveyor, keranjang bumbu, rantai ulir dan seal machine, ditemukan cemaran mikroba (TPC). Jumlah rata-rata cemaran TPC dibawah standar 102 CFU/ml/cm2. Cemaran mikroba kapang, khamir, E.coli dan koliform tidak ditemukan. Sanitasi peralatan pada mesin pendinginan dan pengemasan efektif. Sanitasi ruangan pada area pendinginan dan pengemasan ditemukan cemaran TPC, kapang dan khamir, namun jumlah rata-rata densitas mikroba dibawah standar CFU/ 15 menit /100 cm2. Sanitasi ruangan yang telah dilakukan perusahaan pada area pendinginan dan pengemasan efektif. Higiene karyawan dalam lingkungan pendinginan dan pengemasan ditemukan cemaran mikroba TPC, sedangkan cemaran E.coli, Staphylococcus aureus dan koliform tidak ditemukan. Jumlah rata-rata cemaran mikroba TPC dibawah standar 1 x 102 CFU/ml/cm2. Higiene karyawan yang telah dilakukan perusahaan efektif.
VII. REKOMENDASI
Dalam rangka menghadapi pasar yang semakin kompetitif terhadap produk yang sejenis dan isu keamanan pangan yang semakin kompleks serta meningkatnya kemajuan teknologi dibidang pangan, sehingga bahaya keamanan pangan akan mudah dilacak/ditelusuri, maka disarankan perusahaan untuk mengimplementasikan sistem manajemen keamanan pangan yang konsisten dan berkelanjutan. Perhatian terhadap sanitasi lingkungan pabrik perlu ditingkatkan terutama bagian pembuangan limbah cair. Sanitasi mesin dan peralatan perlu dilakukan secara rutin dengan frekuensi lebih sering dan terprogram. Disarankan pula untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang higiene dan sanitasi melalui program pelatihan dan seminar tentang prinsip higiene dan sanitasi dengan baik dan benar secara berkala dan berkesinambungan serta melaksanakan SOP higiene dan sanitasi secara konsisten. Hendaknya juga perusahaan menyediakan fasilitas untuk menganalisa mikroba Staphylococcus aureus, karena mikroba ini merupakan salah satu indikator higiene karyawan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta; Penebar Swadaya. Buckle, KA , Edwards, RA, Fleet, GH dan Wotton, M. 2007. Ilmu Pangan, cetakan 2007. (Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono). Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia. Darmawan, L. 1994. Proses Pembuatan Mi Instan Sarimi di PT Indofood Sukses Makmur, Tangerang, Jawa Barat. (Laporan Kerja Praktek Lapang). Serpong : Jurusan Teknologi Industri Pertanian, ITI. Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Pedoman Umum HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta : Ditjen POM, Departemen Kesehatan. Fardiaz, D. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor : IPB Press. [FDA] Food and Drug Administration. 2001. A State of-the-art Approach to Food Safety . [bghaccp.htm}. http://www.cfsan.fda.gov/Ird/bghaccp.htm. [2 Okt. 2010]. Gaspersz, V. 1998. Statistical Process Control, Penerapan Teknik-Teknik Statistical dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Harper, L. J., B. J. Deaton, J. A. Driskel, 1985. Pangan Gizi dan Pertanian. Penerjemah Suharjo. UIPress, Jakarta. Haryadi, 1992. Laporan Penelitian Mie Kering dari Berbagai Pati, TP-UGM, Yogyakarta. Havelar, AH. 1994. Application of HACCP to Drinking Water Supply. Food Control, 5 : 145-152. Hoyle, D. 2001. ISO 9000 Quality System Handbook Fourth Edition. Oxford: ButterworthHeinemann. [ICMSF] International Commission on Microbiological Safety of Foods. 1998. Microorganism in Foods, Book 6 : Microbial Ecology of Food Commodities. London : Blackie Academic & Professional. Jay, JM. 2000. Modern Food Microbiology, 6th ed. New York : Chapman and Hall. Jenie, BSL. 1998. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas, IPB. _____, 2007. Sanitasi Dalam Penanganan Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka. Jones, F. And Watkins, J. 1985. The Water Cycle as Source of Pathogens. J. Appl. Bacteriology (Symp. Supplement), 14 : s.27-36. Juran, J. M. 1988. Juran’s Quality Control Handbook Fourth Edition. McGraw-Hill Company. Kuswanti, Y, 2002. Studi kondisi sanitasi kantin, Fateta IPB. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertnian Bogor. Longree, Karla., Gertruade, G. Blaker. 1972. Sanitary Techniques in Food Service. John Wiley & Sons Inc. New York. Sydney. Mafic, S., Mihokovic, V., Kotusin, RB and Razem, D. 1990. The Eradication of Salmonella in egg powder by gamma irradiation. J. Food Protect., 53 : 111-114. Marriot NG. And Gravani RB. 2006. Principles of Food Sanitation, 5th ed. Springer Science + Business Media.New York. Montgomery, D.C. 1996. Introduction to Statistical Quality Control, Third Edition. New York: John Willey and Son, Inc.
Narvaiz, P., Lescano, G. and Kairiyama, E. 1992. Physio-chemical and sensory analysis on egg powder irradiated to inactivate Salmonella and reduce microbial load. J. Food Safety, 12 : 263 -282. Kepmenkes RI No.23/Men.Kes/SK/-1978. Pedoman Cara Produksi yang Baik Untuk Makanan, Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Ridwan, IN dan Wiriano, H. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Teknis Standar Industri Indonesia Untuk Mie Kering. Bogor : Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP). Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut PertanianBogor Press, Bogor Stewart dan Amerine, 1973. Introduction to food science and technology. New York, Academic Press. Sudibyo, 2008. Penyiapan Kelayakan Persyaratan Dasar dan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Untuk Produksi Mi Kering Pada Pt Kuala Pangan di Citeureup, Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Sudibyo, A, Rahayu, SE, Rohaman, MM, Ridwan, IN, Sirait, SD, Aprianita, N dan Sutrisniati, D. 2001. Pengembangan dan Penerapan Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pada Industri Pangan di Indonesia. Warta IHP vol. 18 No. 1-2 : 7 – 18. Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta : PT Bumi Aksara. Troller, J.A. 1983. Sanitation in Food Processing. Academic Press, New York. Ubaidillah, M., 2000. Penambahan Pengental pada Mie. Karya Ilmiah, F-MIPA, USU, Medan. Yustiareni, E. 2000. Kajian Substitusi Tepung Terigu oleh Tepung Garut dan Penambahan Tepung Kedelai dalam Pembuatan Mi Kering. (Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
35
Lampiran 1. Data Swab Sanitasi Mesin Pendinginan Bulan Agustus-Oktober 2011 Mesin Pendinginan Line I
No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Bulan/ Bagian Alat Agustus Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor September Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor Oktober Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor
Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba CFU /ml/ cm TPC
2
Standar Internal
APM/ml
APM/ml (E.coli, Kapang Khamir E.coli Coliform Coliform)
CFU /ml/ cm2 (TPC, Kapang, Khamir)
3.0 x 101 0 5.0 x 101 0 7.0 x 1011. 0 x 101 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
4.0 x 101 1.0 x 101 3.0 x 101 0 7.0 x 101 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
1.0 x 101 0 1.0 x 101 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
0 0 0 0
Mesin Pendinginan Line II
No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Bulan/ Bagian Alat Agustus Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor September Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor Oktober Kipas Chamber Rantai ulir Konveyor
Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba 2
APM/ml
(CFU /ml /cm ) TPC 2.0 x 101 1.0 x 101 3.0 x 101 0
Kapang Khamir E.coli Coliform
Standar Internal APM/ml (E.coli, Coliform)
(CFU /ml/ cm2) (TPC, Kapang, Khamir)
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
0 0 1.0 x 101 0 4.0 x 101 1.0 x 101 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
0 0 2.0 x 101 1.0 x101 0 3.0 x101 1 1.0 x 10 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
0 0 0 0
Lampiran 2. Data Swab Sanitasi Mesin Pengemasan Bulan Agustus - Oktober 2011 Mesin Pengemasan Line I Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Bulan/ Bagian Alat Agustus Konveyor Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu September Konveyor Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu Oktober Konveyor Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu
Standar Internal
APM/ml (CFU /ml /cm2) (E.coli, (TPC, Kapang, TPC Kapang Khamir E.coli Coliform Coliform) Khamir) 2
APM/ml
CFU /ml /cm
0 1.0 x 101 2.0 x 101 3.0 x 101
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
6.0 x 101 4.0 x 101 3.0 x 101 1.0 x 101
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
0 0 1.0 x 101 0
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
Pengemasan Line II Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba No
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Bulan/ Bagian Alat
Agustus Konveyor Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu September Konveyor Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu Oktober Konveyor Seal Machine Rantai ulir Keranjang bumbu
CFU /ml /cm2
APM/ml
Standar Internal APM/ml
(E.coli, TPC Kapang Khamir E.coli Coliform Coliform)
(CFU /ml cm2) (TPC, Kapang, Khamir)
1.0 x 101 3.0 x 101 5.0 x 101 3.0 x 101
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
2.0 x 101 2.0 x 101 4.0 x 101 1.0 x 101
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
0 0 3.0 x 101 0
0 0 0 0
0 0 0 0
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
<3 <3 <3 <3
1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
37
Lampiran 3. Data Densitas Mikroba Sanitasi Ruangan pada Area Pendinginan Bulan Agustus-Oktober 2011
No
Area Pendinginan
Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba CFU/ 15 menit /100cm2 TPC
1
Agustus
2
September
3
Oktober
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
1
3.0 x 10 2.0 x 10 1 5.0 x 101 8.0 x 101 2.0 x 101 4.0 x 101
Kapang
Khamir
0 0 0 3.0 x 101 1.0x 101 0
0 0 0 0 0 0
Standar internal (TPC,Kapang, Khamir) CFU/ 15 menit /100cm2 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
38
Lampiran 4. Data Densitas Mikroba Sanitasi Ruangan pada Area Penngemasan Bulan Agustus-Oktober 2011
No
Area Pengemasan
Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba CFU/ 15 menit /100cm2 TPC
1
Agustus
2
September
3
Oktober
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
Kapang 1
6.0 x 10 4.0 x 101 2.0 x 101 7.0 x 101 1.0 x 101 3.0 x 101
1
1.0 x 10 0 0 1.0 x 101 0 0
Khamir 0 0 0 0 0 0
Standar internal (TPC,Kapang, Khamir) CFU/ 15 menit /100cm2 1,0x 102 1,0x 102 1,0x 102
39
Lampiran 5. Data Swab Higiene Karyawan Bulan Agustus-Oktober 2011
No
Bulan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 2 September Ulangan 2 Ulangan 1 3 Oktober Ulangan 2 1 Agustus
Jenis dan Jumlah Cemaran Mikroba CFU /ml/ APM/ml CFU/ml APM/ml cm2 S. aureus (E.coli, TPC E.coli coliform coliform) <3 <3 6.0 x 101 < 3 <3 4.0 x 101 < 3 <3 <3 1 <3 <3 <3 3.0 x 10 <3 6.0 x 101 < 3 <3 <3 <3 <3 3.0 x 101 < 3 <3 3.0 x 101 < 3 <3 <3
Standar Internal CFU/ml
CFU /ml/ cm2
S. aureus
(TPC, Kapang, Khamir)
0
1,0x 102
0
1,0x 102
0
1,0x 102
40
Lampiran 6. Peraturan Higiene Personal
1. 2.
3.
4.
5. 6. 7.
8. 9. 10.
11. 12. 13. 14.
Semua Karyawan Yang berada dan bekerja di PT. X harus : Menjaga kebersihan diri sendiri Mencuci tangan setiap kali akan memulai bekerja, setelah selesai dari toilet, setelah memegang uang, setelah memegang peralatan/benda yang kotor, sebelum dan setelah makan, setelah mencuci peralatan. Dilarang menggunakan perhiasan seperti cincin, gelang, kalung, anting, jam tangan, dan aksesoris seperti mute, bros, jarum, dan benda lain yang dapat menjadi sumber kontaminan diruang produksi. Dilarang merokok disembarang tempat kecuali dikantin pada saat jam istirahat, meludah di sembarang tempat, mengunyah permen karet serta makan dan minum di area produksi dan gudang. Kuku jari tangan harus dipotong pendek dan selalu bersih Dilarang menggunakan parfum (minyak wangi) diruang QC, R&D dan produksi. Setiap karyawan harus mengenakan seragam kerja yang telah disediakan seperti pakaian kerja, masker, sarung tangan dan penutup kepala atau topi, sesuai dengan aturan pemakaian yang benar dan dalam kondisi bersih Berambut pendek dan rapi, tidak berkumis, tidak berjambang dan berjenggot bagi karyawan lakilaki. Memakai kerudung/jilbab (bagi karyawati yang menggunakannya) sesuai dengan standart. Karyawan produksi yang menderita penyakit menular diharuskan melapor kepada supervisor produksi. Jika kondisi penyakit dapat mengkontaminasi produk, karyawan tersebut dipulangkan atau dipindahkan kebagian lain yang tidak kontak langsung dengan produk. Karyawan produksi yang mempunyai luka terbuka harus melapor kepada Supervisor Produksi dan kembali bekerja setelah luka ditutup. Tidak membuang sampah diarea kerja, kecuali sampah produksi yang dibuang ditempat yang telah disediakan Membersihkan baju dan sepatu setiap kali memasuki ruang produksi dan gudang sesuai dengan fasilitas yang ada. Karyawan produksi dilarang membawa benda apapun ke area Produksi selain Ball Point, kertas dan yang berkaitan dengan pekerjaan. Untuk peralatan Sholat disimpan ditempat yang ditentukan.
41
Lampiran 7. Checklist CPMB (BPOM, 2002) PETUNJUK PENILAIAN CARA PRODUKSI MAKANAN YANG BAIK (CPMB)
1. Lembar Data Umum dan Data Khusus diisi dengan jelas. 2. Pada Kelompok A mengenai Data Umum, agar diisi oleh Perusahaan. Apabila ada aspek yang ditanyakan tidak berlaku di perusahaan tersebut, maka agar diberi keterangan ‘tidak berlaku’.
3. Pada Kelompok B, mengenai Data Khusus perlu diisi oleh Perusahaan. 4. Pada kelompok C, Daftar Pengecekan CPMB (Kelayakan Dasar) Sarana Produksi Pangan yang terdiri dari Sub-kelompok mengenai 4.1) sikap dan wawasan Pimpinan Perusahaan mengenai Sistem Pengawasan Mutu, 4.2) Kondisi sanitasi dan higiene Bangunan, Fasilitas dan Sanitasi, 4.3) sanitasi dan kesehatan serta tindak-tanduk karyawan, serta 4.4) cara penanganan dan pengolahan bahan pangan (GMP), yang semua aspek tersebut diatas apabila tidak memenuhi syarat (sesuai dengan pertanyaan negatif/defect/deficiency), maka lingkarilah tanda ‘X’ yang tersedia pada kolom MN (Minor), MJ (Major), SR (Serius) atau KT (Kritis) apabila kenyataan yang ada di lapangan sesuai dengan pernyataan negatif pada kolom ‘aspek yang dinilai’ dan diberi tanda ‘’ (tick) pada kolom OK (Okey) apabila kenyataan yang ada di lapangan dilakukan dengan benar berlawanan dengan pernyataan negatif pada kolom ‘aspek yang dinilai’. Apabila pada kenyataanya ada aspek pertanyaan yang tidak diberlakukan maka diberi tanda ‘tb’(tidak diberlakukan), pada kolom Keterangan, dan aspek tersebut tidak dikenakan penilaian. Apabila ada dua pilihan tanda ‘X’ dalam setiap nomor aspek yang dinilai, maka lingkarilah yang sebelah kiri jika penyimpangannnya dinilai ringan dan lingkarilah yang sebelah kanan bila penyimpangannya dinilai berat.
5. Kelompok D mengenai Hasil Penilaian, digunakan untuk menentukan Tingkat (rating) Kelayakan Sarana Produksi Pangan berdasarkan penyimpangan (deficiency/defect) yang ada dengan menggunakan standar sebagai berikut :
Tingkat (Rating)
MN (Minor) A (Baik Sekali) 0-6 B (Baik) <7 atau tb C (Kurang) tb D (Jelek) tb Keterangan : tb = tidak berlaku
Jumlah Penyimpangan MJ (Major) SR (Serius) 0-5 0 6 - 10 1-2 0 11 3-4 11 tb 5
KT (Kritis) 0 0 0 0 1
6. Kelompok E adalah Lembar Saran-saran, baik Saran Administratif, Saran Fisik maupun Saran Operasional.
7. Daftar Pengecekan CPMB (Kelayakan Dasar) ini harus ditandatangani oleh petugas penilai dari Instansi yang berwenang dan pimpinan Unit Pengolahan atau Petugas lain yang ditunjuk.
42
Lampiran 8. Pemeriksaan CPMB Sarana Produksi Pangan NO. URUT/TAHUN:…………… NO. DOKUMEN: …………………….. Dasar Pemeriksaan: ……………… No. Surat:…………………………………… Tujuan Pemeriksaan: Tick () yang dimaksud.
Rutin Registrasi Sertifikasi
Prasyarat HACCP Labelisasi Halal Tindak Lanjut
Kasus Dan lain-lain (sebutkan) …………….
A. DATA UMUM
1) 2)
a. b. a.
A. Nama Perusahaan b. Nama Pemilik/Pimpinan Alamat : a. Kantor Pusat b.Unit Pengolahan
b.
3)
a. b. c. d. e.
4)
a. Nomor-nomor Registrasi b. Terdaftar (MD) c. No. SP
5)
a. Tahun Unit Pengolahan Didirikan b. Mulai Operasi Kapasitas Unit Pengolahan Produksi Rata-rata Per Hari Jenis Produk Pangan
6) 7) 8)
9)
Ijin Perusahaan Jenis Perusahaan Golongan Pabrik Jumlah Karyawan Nama pangan/makanan
Pemasaran Hasil Ke
a. b. c. d. a b. c. a. b. ton/hari ton/hari a. b. c. g.
d. e. f. h. Jenis Produk
Negara
%
a) Luar Negeri
Jenis Produk
b) Dalam Negeri
10) 11)
Merk Produk Jumlah Karyawan
a)
b) Laki-laki Pengolahan Administrasi
%
c)
d) Perempuan Pengolahan Administrasi
a) Tenaga Tetap b) Tenaga Harian c) Tenaga Borongan
43
12)
Penanggung Jawab: Unit Pengolahan/Pabrik Produksi Mutu Sanitasi dan Higiene
(Ada/Tidak) * (Ada/Tidak) *. (Ada/Tidak) * (Ada/Tidak) *
Asal Bahan Baku
a)
a) b) c) d) 13)
Nama: Nama: Nama: Nama:
Hasil pemanenan dari perusahaan sendiri/anak perusahaan Nama anak perusahaan : 1) …………………… 2) …………………… 3) …………………… 4) …………………… Jenis/Species bahan baku : 1) …………………… 2) ………………….. 3) ………………….. Alamat : ………………………………………. ……………………………………….
b)
Hasil pembelian dari perusahaan lain; Nama perusahaan …………………………………... Jenis/Species bahan baku : 1) ……………………. 2) …………………….. 3) ……………………. Alamat ……………………………………………….
14) Es berasal dari (jika proses produksi menggunakan es)
15) Kebutuhan es rata-rata per hari (kalau ada)
:
:
………………………………………………. c) Hasil pembelian dari pemasok/supplier; Nama supplier : ………………………………………. ……………………………………. Jenis/Spesies bahan baku : 1) .………………….. 2) …………………… 3) …………………… Alamat : ……………………………………………….. …………………………………………….. a) Produksi sendiri dengan kapasitas :……………… ton/hari b) Pembelian dari : ……………………………………… c) Bentuk es : (balok, curai, tube, dan lain-lain) ………………… ton/hari.
44
16) Suplai air berasal dari
a) Air tanah yang diproduksi/dibor sendiri Kapasitas : …………………… m3/hari Perlakuan : pengendapan, penyaringan makro, penyaringan gradual/mikro, sterilisasi: khlorin, UV, ozon dll. b)
16) Bahan Tambahan digunakan
yang
17) Sistem pengawetan
a) b) c) d) e) a) b) c) d) e)
Air ledeng (dari Perusahaan Air Minum) Kapasitas : ………………….. m3/hari Perlakuan : pengendapan, penyaringan makro, penyaringan gradual/mikro, sterilisasi: khlorin, UV, ozon, dll.
Pembekuan Pendinginan Pengalengan Pengeringan Pengolahan lain:
(ya / tidak)*: (ya / tidak)*: (ya / tidak)*: (ya / tidak)*: (ya / tidak)*:
Keterangan : *) Coret yang tidak perlu.
45
B. DATA KHUSUS 1) Apakah Unit Pengolahan sudah mempunyai buku Panduan Mutu/HACCP (HACCP Plan) 2)
3)
Apakah Unit Pengolahan sudah menerapkan Sistem HACCP ? a. Jika sudah, bagian/departemen apa saja yang terlibat ? b. Jika belum, apa alasannya ? Formulir-formulir apa saja yang dibuat untuk record keeping ? Sebutkan!
Tindakan apa yang dilakukan jika terjadi penyimpangan ? a) Terhadap bahan baku ? b) Produk yang sedang diolah ? c) Produk akhir ? 5) Kesulitan apa yang dihadapi dalam penerapan sistem HACCP ? 6) Bimbingan apa yang diperlukan dalam penerapan sistem HACCP ? 7) Selama ini apakah sudah mendapatkan pelatihan tentang sistem HACCP ? a) Jika sudah, siapa penyelenggaranya dan kapan dilaksanakannya ?
(Sudah / Belum)* (Sudah / Belum)*
4)
b)
Siapa dan dari mana tenaga pelatihnya ?
c)
Berapa orang dan bagian apa saja yang terlibat dalam pelatihan?
(Sudah / Belum)*
Keterangan : *) Coret yang tidak perlu.
46
Hasil Checklist CPMB
ASPEK YANG DINILAI
MN
a.
Pimpinan
1.
Pimpinan tidak mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (HACCP) dan tidak melaksanakannya dengan baik Tidak berkeinginan bekerja sama dengan Inspektur: a.l. tidak menerima X Pengawas dengan sepenuh hati dan tidak mau menunjukkan data yang diperlukan oleh Inspektur. Sanitasi Lokasi dan Lingkungan : Fisik
2.
b. 3. 4.
5.
6.
7.
8.
Lingkungan tidak bebas dari semak belukar/rumput liar. Lingkungan tidak bebas dari sampah, dan barang-barang tak berguna diareal pabrik maupun di luarnya Tidak ada tempat sampah disekitar lingkungan pabrik atau tempat sampah ada tetapi tdk dirawat dgn baik Bangunan yang digunakan untuk menaruh perlengkapan tidak teratur, tidak terawat dan tidak mudah dibersihkan. Ada tempat pemeliharaan hewan yang memungkinkan menjadi sumber kontaminasi Terdapat debu, asap, bau yang berlebihan di jalanan, tempat parkir atau disekeliling pabrik.
MJ
SR
KT
X
X
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
X X
X
X
X
X
X
c. Sanitasi Lingkungan: Pembuangan/Limbah Saluran Air/Air hujan: 9.
10.
Sistem pembuangan limbah cair/saluran disekitar lingkungan pabrik kurang baik: Kapasitas saluran di lingkungan pabrik tidak mencukupi.
X
47
ASPEK YANG DINILAI
MN
MJ
SR
KT
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
Pembuangan Limbah:Cair. Padat, Sampah disekitar lingkungan pabrik. 11.
12.
13.
d. 14.
15.
Limbah cair disekitar lingkungan tidak ditangani dengan baik
X
Konstruksi tempat pembuangan limbah tidak selayaknya.
X
Tempat/wadah sampah tidak ada penutupnya.
X
Sanitasi Lingkungan: Investasi Burung, Serangga atau binatang lain Tidak ada pengendalian untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya dilingkungan pabrik. Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif
X
X
X
X
e. Pabrik – Umum 16.
17.
18.
Rancang bangun, bahan-bahan atau konstruksinya menghambat program sanitasi. Rancang bangun tidak sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi
X
Luas pabrik tidak sesuai dengan kapasitas produksi
X
19.
Bangunan terawat
20.
Tidak ada fasilitas atau usaha lain untuk mencegah binatang atau serangga masuk kedalam pabrik (Kisi-kisi, kasa penutup lubang angin, tirai udara-air curtain, tirai plastik atau tirai air-water curtain), kalaupun ada tidak efektif
21.
22.
X
dalam
keadaan
tidak
Tata ruang tidak sesuai alur proses produsi Tidak ada ruang istirahat, jika ada tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
X
X
X
X
X
X
X
48
ASPEK YANG DINILAI f.
MN
Pabrik – Ruang Pengolahan pengolahan berhubungan langsung/terbuka dengan tempat tinggal, garasi dan bengkel.
MJ
SR
KT
OK KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
23. Ruang
X
Lantai: 24. Terbuat dari bahan yang tidak mudah
diperbaiki/dicuci atau rusak tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene (tidak rata,tidak kuat, retak atau licin) 26. Pertemuan antara lantai dan dinding tidak mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan).
X
X
25. Konstruksi
27.
Kemiringan tidak sesuai.
28.
Tidak kedap air
X
X
X
X
X X
Dinding: 29. Dinding tidak kedap air sampai pada
ketinggian minimal 1,70 m.
X
X
X
X
30. Terbuat dari bahan yang tidak mudah
diperbaiki/dicuci 31. Konstruksi
tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene (tidak halus, tidak kuat, retak, cat mudah mengelupas)
X
X
32. Pertemuan antara dinding dan dinding
tidak mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan).
X
Langit-langit: 33.
34.
35.
36.
Tidak ada langit-langit atau plavon di tempat tertentu yang diperlukan. Langit langit / plavon tidak bebas dari kemungkinan catnya mengelupas / rontok atau ada kondensasi
X
X
X
X
Tidak kedap air dan tidak mudah dibersihkan.
X
Tidak rata, retak,bocor , berlubang .
X
X
49
37.
g.
ASPEK YANG DINILAI
MN
Ketinggian kurang dari 2,40 m
X
40. 41.
42.
46. 47.
48. 49.
KT
X
X
X
X
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
Tempat cuci tangan dan bak cuci kaki tidak mudah dijangkau atau tidak ditempatkan secara layak. Fasilitas pencucian tidak disediakan (sabun, pengering, dan lain-lain). Tidak ada peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah ke toilet. Peralatan pencucian tangan tidak cukup/tidak lengkap.
X X
X
X
Toilet /Urinoir Karyawan 43. Tidak ada fasilitas/bahan untuk pencucian seperti tisue, sabun (cair) dan pengering atau tidak ada peringatan agar karyawan mencuci tangan mereka setelah menggunakan toilet. 44. 45.
SR
Fasilitas Pabrik
Fasilitas cuci tangan dan kaki 38. Tidak ada tempat cuci tangan, maupun bak cuci kaki, kalau ada tidak mencukupi. 39.
MJ
Peralatan toilet tidak lengkap. Jumlah toilet tidak mencukupi sebagaimana yang dipersyaratkan.
Pintu toilet berhubungan langsung dengan ruang pengolahan. Konstruksi toilet tidak layak (lantai, dinding, langit-langit, pintu, ventilasi, dll.). Tidak dilengkapi dengan saluran pembuangan. Toilet tidak terawat atau digunakan untuk keperluan lain.
1 – 9 orang: 1 toilet, 10- 25 orang: 2 toilet, 26- 50 orang: 3 toilet, 50-100 orang: 4 toilet. Setiap kelebihan 50 orang ditambah 1 toilet.
X
X X
X X
50
ASPEK YANG DINILAI
MN
Penerangan: 50. Intensitas cahaya penerangan tidak cukup, atau menyilaukan.
51.
MJ
SR
X
X
Lampu di ruang pengolahan, penyimpanan material dan pengemasan tidak aman (tanpa pelindung).
Ventilasi 52. Terjadi akumulasi kondensasi di atas ruang pengolahan, pengemasan dan penyimpanan bahan . 53. Terdapat kapang (mold), asap dan bau yang mengganggu di ruang pengolahan.
X
X X
KT
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN Ruang pengolahan: 20 fc (220 flux) Tempat pemeriksaan: 50fc (540 flux) Tempat lain: 10 fc (110 flux)
X
X
X
PPPK/Klinik/Fasilitas Keamanan Kerja 54.
Tak tersedia PPPK atau fasilitas keamanan/kesehatan kerja (klinik) yang memadai
55.
Fasilitas klinik pabrik tidak digunakan untuk cek up rutin seluruh karyawan khususnya di bagian produksi.
h.
Pembuangan Limbah di Pabrik
X
X
Sistem Pembuangan Limbah dalam pabrik (cair, sisa produk, pada/kering) 56. Limbah cair tidak ditangani dengan X X baik 57. Limbah produksi atau sisa-sisa X X produksi tidak dikumpulkan dan tidak ditangani dengan baik. 58. Limbah kering/padat tidak ditangani dan dikumpulkan pada wadah yang X X baik dan mencukupi jumlahnya untuk seluruh pabrik. Tempat sampah dalam pabrik: 59. 60.
Konstruksi tempat pembuangan limbah tidak selayaknya. Tempat/wadah sampah tidak ada penutupnya.
X X
51
ASPEK YANG DINILAI Saluran/Pembuangan dalam pabrik: 61. Sistem pembuangan limbah cair/saluran dalam pabrik kurang baik: 62.
63.
64.
65.
MN
MJ
Saluran pembuangan tidak tertutup dan tidak dilengkapi bak kontrol dan alirannya terhambat oleh kotoran fisik .
X
X
Tidak dilengkapi dengan alat yang mempunyai katup untuk mencegah masuknya air ke dalam pabrik.
68.
69.
70.
71.
72.
Kontrol sanitasi tidak efektif melindungi produk dari kontaminasi.
X
X
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
X
X
Operasional Sanitasi di pabrik Program sanitasi 66. Tidak ada program sanitasi yang efektif di unit pengolahan. 67.
KT
X
Kapasitas saluran dalam pabrik tidak mencukupi. Dinding saluran air tidak halus dan tidak kedap air.
SR
X
X
X
Peralatan dan wadah tidak dicuci dan disanitasi sebelum digunakan.
X
X
Metode pembersihan/pencucian tidak mencegah kontaminasi terhadap produk.
X
Binatang pengganggu/Serangga dalam pabrik Ruang dan tempat yang digunakan untuk penerimaan, pengolahan dan penyimpanan bahan baku/produk X akhir tidak dipelihara kebersihan dan sanitasinya. Tidak ada pengendalian untuk mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya di dalam pabrik. Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif didalam pabrik.
X
X
X
X
52
ASPEK YANG DINILAI 73.
74.
MN
Binatang peliharaan tidak dicegah masuk kedalam pabrik. Penggunaan obat pembasmi serangga, tikus, binatang pengerat lain, serta kapang tidak efektif (pestisida, insektisida, fungisida , bahan repellent). k.
MJ
SR
X
X
X
X
KT
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
Peralatan Produksi
Sanitasi 75. Permukaan peralatan, wadah dan alatalat lain yang kontak dengan produk tidak dibuat dari bahan yang sesuai seperti halus, tahan karat, tahan air dan tahan terhadap bahan kimia. Bahan yang terbuat dari kayu tidak dilapisi dengan bahan yang tidak berbahaya dan/atau kedap air. Desain 77. Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah tidak menjamin sanitasi dan tidak dapat dibersihkan secara efektif.
X
X
X
X
X
X
76.
78.
Peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan baik.
Peralatan tidak dipakai lagi: 79. Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan.
X
X
Kecukupan: 80. Peralatan kebersihan tidak sesuai kapasitas produksi atau tidak cukup tersedia. Penyuci hamaan peralatam: 81. Tidak dilakukan penyucihamaan peralatan secara efektif. l.
X
X
X
X
Pasokan Air
Sumber Air 82. Pasokan air panas atau dingin tidak cukup.
X
53
ASPEK YANG DINILAI
83.
84.
Air tidak dijangkau/disediakan
MN
MJ
SR
89.
90.
m.
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
Air dapat terkontaminasi, misalnya hubungan silang antara air kotor dengan air bersih, sanitasi lingkungan.
X
X
Air tidak mendapat persetujuan dari pihak berwenang untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan (tidak ada hasil uji)
X
Es (apabila digunakan) 87. Tidak terbuat dari air yang memenuhi persyaratan (potable). 88.
OK
mudah
‘Treatment’ air 85. Air baku tidak layak digunakan (potable), tidak dilakukan pengujian secara berkala. 86.
KT
X
Tidak dibuat dari air yang telah diijinkan.
X
Tidak dibuat, ditangani dan digunakan sesuai persyaratan sanitasi.
X
Digunakan kembali untuk bahan baku yang diproses berikutnya.
X
Sanitasi dan Higiene Karyawan
Pembinaan Karyawan 91. Manajemen unit pengolahan tidak memiliki tidakan-tindakan efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui menghidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk (luka, TBC, Hepatitis, Tipus dsb.). 92. Pelatihan pekerja dalam hal sanitasi dan higiene tidak cukup Perilaku Karyawan: 93. Kebersihan karyawan tidak dijaga dengan baik dan tidak memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (seperti pakaian kurang lengkap dan kotor, meludah di ruang pengolahan, merokok dan lain-lain).
X
X
X
54
ASPEK YANG DINILAI
94.
MN
Tindak-tanduk karyawan tidak mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi baik dari mikroba maupun benda asing lainnya.
MJ
KT
X
X
X
X
Tidak ada pengawasan dalam sanitasi, pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet.
Sumber infeksi: 97. Karyawan tidak bebas dari penyakit kulit, atau penyakit menular lainnya. n. Gudang biasa (kering) Kontrol sanitasi: 98. Tidak menggunakan tempat penyimpanan seperti pallet, lemari, kabinet rak dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mencegah kontaminasi. 99.
100.
101.
Metode penyimpanan bahan berpeluang terjadinya kontaminasi.
X
X
X
X
Pencegahan serangga, tikus, dan binatang lain 102. Tidak ada pengendalian untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya digudang.
X
X
X
Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif
X
X
Ventilasi 104. Ventilasi tidak berfungsi dengan baik
X
X
103.
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
Fasilitas penyimpanan tidak bersih, tidak saniter dan tidak dirawat dengan baik ; Penempatan barang tidak teratur dan tidak dipisah-pisahkan (Penyimpanan bahan pengemas dan bahan-bahan lain: kimia, bahan berbahaya dll)).
OK
X
Sanitasi Karyawan 95. Pakain kerja tidak dipakai dengan benar dan tidak bersih. 96.
SR
55
ASPEK YANG DINILAI o.
107.
Fasilitas penyimpanan tidak bersih, saniter dan tidak dirawat dengan baik
112.
113.
p.
Tidak ada pemisahan barang secara teratur.
X
Pencegahan serangga, tidak efektif
Ruang penyimpanan tidak dilengkapi dengan kontrol suhu
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
X X
X X
X
X
Ada bahan yang mengandung zat logam disimpan dengan produk.
X
Ruang penyimpanan produk tidak dioperasikan pada suhu yang dipersyaratkan
X
Gudang kemasan produk
Kontrol sanitasi: 114. Tidak menggunakan tempat penyimpanan seperti pallet atau rak dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mencegah kontaminasi. 115.
KT
X
Kontrol suhu 110. Produk beku tidak terlindung dari peningkatan suhu. 111.
SR
X
Pencegahan serangga, tikus, dan binatang lain 108. Tidak ada pengendalian untuk mencegah serangga, digudang. 109.
MJ
Gudang Beku, Dingin (apabila digunakan)
Kontrol sanitasi: 105. Metode penyimpanan bahan-bahan berpeluang terjadinya kontaminasi. 106.
MN
Metode penyimpanan bahan-bahan berpeluang terjadinya kontaminasi.
116.
Fasilitas penyimpanan tidak bersih, tidak saniter dan tidak dirawat dengan baik .
117.
Wadah atau pengemas tidak disimpan pada tempat yang bersih, rapi dan terlindung dari kontaminasi
X
X X
X
56
ASPEK YANG DINILAI
MJ
SR
X
X
Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif
X
X
Ventilasi 121. Ventilasi tidak berfungsi dengan baik
X
X
118.
MN
Tidak terpisah pada tempat khusus.
q.
124.
125.
126.
127.
128.
r.
Campuran bahan baku disesuaikan spesifikasi.
X
tidak X
Bahan Tambahan Pangan tidak sesuai dengan peraturan Proses Produksi tidak pengawasan setiap tahap.
X
X
X
dilakukan X
X
Produk akhir tidak dilakukan pengujian mutu sebelum diedarkan.
X
X
Penyimpanan bahan baku produk akhir tidak dipisahkan.
X
X
X
X
dan
Penyimpanan dan penyerahan tidak dilakukan secara FIFO Bahan mentah dan Produk Akhir
Kontaminasi: 129. Terindikasi adanya kontaminan setelah dilakukan pengujian bahan mentah atau produk akhir. 130.
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
Tindakan Pengawasan
Bahan baku/mentah: 122. Tidak dilakukan pengujian mutu sebelum diolah 123.
OK
X
Pencegahan serangga, tikus, dan binatang lain 119. Tidak ada pengendalian untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya digudang. 120.
KT
Teridikasi adanya kemunduran mutu/deteriorasi/dekomposisi setelah dilakukan pengujian bahan mentah dan produk akhir.
X
X
X
X
57
ASPEK YANG DINILAI 131.
Terindikasi adanya pencemaran fisik benda-benda asing setelah dilakukan pengujian bahan mentah dan produk akhir
MN
MJ
SR
X
X
Penanganan, Pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan tidak dilakukan secara higienis s. Hasil Uji Pengujian bahan baku dan produk akhir 133. Tidak dilakukan pengujian
KT
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
132.
134.
135.
X
X
X
X
Tidak memiliki laboratorium yang sekurang-kurangnya dilengkapi dengan peralatan dan media untuk pengujian organoleptik dan mikrobiologi
X
Jumlah tenaga laboratorium tidak mencukupi dan atau kualifikasi tenaganya tidak memadai.
X
Tidak aktif melaksanakan monitoring terhadap bahan baku, bahan pembantu, kebersihan peralatan dan produk akhir. Hasil Uji tidak memenuhi persyaratan: 137. Angka Lempeng Total (ALT) 136.
X
X
X
138.
Staphyloccocci
X
X
139.
M.P.N. Coliform
X
X
140.
Faecal Streptococci
X
X
t. Tindakan Pengawasan Jaminan Mutu 141. Tidak dilakukan sistem jaminan mutu pada keseluruhan proses (in-process)
X
X
Prosedur Pelacakan & Penarikan (Recall Procedure) 142. Tidak dilakukan dengan baik, teratur dan kontinu. X
X
u.
Sarana Pengolahan/Pengawetan
Pendinginan, Pembekuan, Pengalengan, Pengeringan dan Pengolahan lainnya. 143. Sarana pengolahan/pengawetan tidak mencukupi. X X 144. Suhu dan waktu pengolahan/ pengawetan tidak sesuai persyaratan. X X
58
ASPEK YANG DINILAI
MN
MJ
SR
KT
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
v. Penggunaan bahan kimia
Insektisida/Rodentisida/peptisida 145.
Insektisida/rodentisida tidak sesuai persyaratan.
X
Bahan kimia/sanitizer/deterjen dll. 146.
147.
148.
Bahan kimia tidak digunakan sesuai metode yang dipersyaratkan.
X
Bahan kimia, sanitizer dan bahan tambahan tidak diberi label dan disimpan dengan baik.
X
Penggunaan bahan kimia yang tidak diijinkan.
X
w. Bahan, Penanganan dan Pengolahan Bahan Baku 149.
Tidak sesuai dengan standar sehingga membahayakan kesehatan manusia.
X
X
X
X
Bahan Tambahan 150.
Tidak sesuai dengan standar dan pemakaiannya tidak sesuai dengan persyaratan.
Penanganan bahan baku 151.
152.
153.
Penerimaan bahan baku dilakukan dengan baik, dan terlindung dari kontaminan pengaruh lingkungan yang sehat.
tidak tidak atau tidak
X
Suhu produk yang diolah di dalam ruang pengolahan tidak sesuai syarat. Bahan baku yang datang terlebih dahulu tidak diproses lebih dahulu (Sistem FIFO).
X
X
59
ASPEK YANG DINILAI
154.
155.
MN
Penanganan bahan baku ataupun produk dari tahap satu ke tahap berikutnya tidak dilakukan secara hati-hati, higienes dan saniter.
MJ
SR
X
X
Penanganan produk yang sedang menunggu giliran untuk diproses tidak disimpan/dikumpulkan di tempat yang saniter.
158.
Produk akhir tidak mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur.
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
X
Sistem pemberian etiket atau kodekode tidak dilakukan pada waktu memproses bahan baku yang dapat membantu identifikasi produk.
Pewadahan dan atau Pengemasan 159. Produk akhir tidak dikemas dan atau diwadahi dengan cepat, tepat dan saniter 160. Produk akhir tidak diberi label yang memuat : jenis produk, nama perusahaan pembuat, ukuran, tipe, grade (tingkatan mutu), tanggal kadaluwarsa, berat bersih, nama bahan tambahan makanan yang dipakai, kode produksi atau persyaratan lain. Penyimpanan 161. Produk akhir yang disimpan dalam gudang tidak dipisah dengan barang lain 162. Susunan produk akhir tidak memungkinkan mempengaruhi kondisi masing-masing kemasan dan tidak memungkinkan produk akhir yang lebih lama disimpan dikeluarkan terlebih dahulu (tidak mengikuti FIFO). Penyimpanan bahan berbahaya. 163. Tidak tersendiri dan dapat terhindar dari hal-hal yang dapat membahayakan. 164. Tidak ada tanda peringatan.
OK
X
Pengolahan 156. Proses pengolahan/pengawetan dilakukan tidak sesuai dengan jenis produk dan suhu serta waktunya tidak sesuai dengan persyaratan. 157.
KT
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
60
ASPEK YANG DINILAI
MN
MJ
Pengangkutan dan Distribusi 165. Kendaraan (kontainer) yang dipakai untuk mengangkut produk akhir tidak mampu mempertahankan kondisi/ keawetan yang dipersyaratkan. Pembongkaran tidak dilakukan dengan cepat, cermat dan terhindar dari pengaruh yang menyebabkan kemunduran mutu
166.
SR
KT
OK
KETERANGAN/ TANGGAL PERBAIKAN
X
X
X
Keterangan : MN MJ SR KT OK
D.
= = = = =
Penyimpangan Minor Penyimpangan Major Penyimpangan Serius Penyimpangan Kritis Tidak Ada Penyimpangan
HASIL DAN PENILAIAN
1. Penyimpangan (Deficiency) a) b) c) d)
2. Tingkat (Rating) Unit Pengolahan
E.
………4…….. ………1…….. ……………… ………………
Penyimpangan Minor Penyimpangan Mayor Penyimpangan Serius Penyimpangan Kritis
Penyimpangan Penyimpangan Penyimpangan Penyimpangan
1)
A (Baik Sekali )
2)
B ( Baik )
3)
C ( Kurang )
4)
D ( Jelek )
V
TEMUAN PENYIMPANGAN .
1. Penyimpangan Administratif :
61
2.
Penyimpangan Fisik
:
62
3.
Penyimpangan Operasional
:
…… ……, ………………. Pimpinan Unit Pengolahan, …………………………..
Petugas Penilai, 1. ………..…………. …………. 2.……………….
…………..
63
Lampiran 9. Pemahaman Karyawan tentang Higiene dan Sanitasi ANGKET Berilah tanda silang ( X ) pada huruf yang anda anggap benar dan Jawaban bisa lebih dari satu 1. Pernahkah anda mengikuti latihan atau training mengenai sanitasi ? a. pernah b. berlum Jika pernah dimana dan berapa lama............................................................................. 2. Pendidikan terakhir anda a. SD b. SMP c. SMA d.Sarjana 3. Saat ini anda bekerja pada bagian a. Penerimaan RM b. Mixing adonan c. Steaming d. Frying e. Cooling f. Packaging g. Inspeksi h. QC/QA 4. Menurut anda siapakah yang bertanggung jawab terhadap masalah sanitasi di pabrik ini ? a. Pekerja b. Mandor c. Pengawas d. Kepala pabrik e. Bagian QC/QA f. Bagian kebersihan g. c dan d benar h. a dan b benar i. a,b,c benar h. semua jawaban benar 5. Apa yang anda ketahui mengenai sanitasi ? a. Hal-hal yang bersifat bersih membersihkan b. Hal-hal yang berkaitan dengan kotoran c. Mencegah dan memelihara kotoran d. Mencegah, memelihara dan membersihkan semua bagian dari kotoran e. ……………………………………………………………………………………………… 6. Apa pendapat anda terhadap pemakaian sarung tangan ? a. Tidak perlu cukup dengan membersihkan tangan saja b. Tidak perlu karena mengganggu kelancaran bekerja c. Tidak perlu karena membuat tangan bau dan berkeringat d. Perlu untuk keseragaman pekerja e. Perlu bagi pekerja yang tangannya kotor f. Perlu agar produk mie yang kontak tidak kotor g. ………………………………………………………………………………………………… 7. Apa yang anda ketahui mengenai penggunaan hairnet/topi/kerudung ? a. Tidak perlu jika rambutnya pendek b. Tidak perlu jika rambutnya sudah dicuci c. Perlu agar seragam d. Perlu agar rambut yang rontok ataupun cemaran dari rambut tidak mengenai bahan e. ………………………………………………………………………………………………………… 8. Apa yang anda ketahui mengenai penggunaan masker selama bekerja ? a. Tidak perlu, karena pemakaiannya kurang nyaman b. Perlu agar tidak ditegur pengawas c. Perlu agar cemaran cemaran yang berasal dari hidung ataupun mulut tidak mengenai bahan 9. Apa yang anda ketahui tentang perlunya mencuci tangan dengan sabun setelah dari toilet ? a. Perlu agar mentaati peraturan dari perusahaan b. Perlu agar mentaati perintah dari QC/QA c. Perlu agar tidak terkena teguran dari atasan d. Perlu agar produk yang akan keluar dari perusahaan tetap terjamin kualitasnya e. ……………………………………………………………………………………………………… 10. Apa pendapat anda terhadap peraturan yang melarang pemakaian perhiasan (cincin, gelang, anting, kalung, dll) bagi pekerja ? a. Tidak perlu karena tidak ada kaitannya dengan produksi b. Tidak perlu kalau yakin perhiasannya tidak terjatuh c. Tidak perlu jika perhiasannya bersih d. Perlu agar tidak terjadi kesenjangan social e. Perlu agar perhiasan tidak mengotori bahan ataupun produk f. ……………………………………………………………………………………………………………………
64
11.
Apa yang anda lakukan jika anda mengalami penyakit kulit, atau flu selama berada di pabrik ? …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………
12.
13.
Menurut anda bagaimana pelaksanaan sanitasi dipabrik ini baik untuk pekerja, peralatan atau ruangan. a. Sangat buruk b. buruk c. sedang-sedang saja d. baik e. baik sekali Sanitasi sangat berhubungan erat dengan pekerja pabrik. Menurut pendapat anda bagaimana caranya agar semua bagian atau pekerja memahami pentingnya sanitasi ? a. Peraturan yang tegas b. Pemberian hukuman jika melanggar c. Diberikan pendidikan/pelatihan atau pemahaman terhadap sanitasi d. contoh dari pengawas
* bagi pilihan jawaban yang diberi (..) silahkan anda memberikan pendapat anda jika pendapat anda ada yang berbeda ataupun mendukung dengan pilihan diatasnya ** Terima Kasih karena telah meluangkan waktu bapak/ibu, quisioner ini bertujuan untuk meningkatkan tekat kita bahwa sanitasi pribadi itu penting .
65
Lampiran 10. Struktur Organisasi Presiden Director
Operational Dierector
Assist Operational Director
Noodle Factory Manager
Medan
Ciawi
Seasoning Chilli kecthup Factory Manager
Seasoning
PPIC Manager
R&D Manager
HRD Manager
QA/QC Manager
Workshop & Utility manager
Warehouse
Chilli Ketchup
66
Lampiran 11. Layout Pabrik
LAY OUT FACTORY PT. X
67