perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ETNIS TIONGHOA, TAHU DAN KOTA (Terbangunnya Identitas Kota Kediri)
Skripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Program Studi Sosiologi
oleh :
WIDA AYU PUSPITOSARI NIM. D0308009
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commitito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Wida Ayu Puspitosari, Etnis Tionghoa, Tahu dan Kota (Terbanggunnya Identitas Kota Kediri). Skripsi, Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012. Dalam penelitian ini, penulis hendak mentautkan etnis Tionghoa, Tahu dan Kota sebagai suatu perjalanan identitas kota yang mengandung sejarah. Tujuan dari penelitian ini adalah untu mendapatkan (1) sebuah gambaran meneganai proses srukturasi melalui transformasi tradisi makan tahu keluarga Tionghoa menjadi komoditas, (2) deskripsi kontribusi etnis Tionghoa dalam mebentuk identitas kota dan (3) gambaran akan relevansi teori yang digunakan dalam peneltian ini. Penelitian in menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini yaitu; (1) informan atau narasumber, yaitu etnis Tionghoa yang mendirikan perusahaan Tahu, pekerja dan tokoh masyrakat, (2) berbagai dokumen terkait. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara (interviewing) dan observasi secara langsung. Sedangkan untuk data sekunder menggunakan teknik kepustakaan dan literatur terkait. Teknik analisis data yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. Adapun teknik pengembangan pen validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi data (trianggulasi sumber), trianggulasi metode dan review informan.
Bedasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Tradisi makan Tahu keluraga Tionghoa di Kediri merupakan kebudayaan yang mampu ditransformasikan menjadi komoditas dengan dukungan dari keterlibatan masyarakat yang dirangkum dalam interaksi intens dalam kajian ruang dan waktu. Karena ruang dan waktu akan memungkinkan seorang agen (Bah Kacung, etnis Tionghoa yang mengakomodir tradisi kuliner Tahu) memberikan pengaruh bagi tatanan sosial yang ada disekitar lingkungan mereka. Kajian ruang dan waktu merupakan pengaruh daripada upaya pelanggengan diri yang dibingkai dalam karakteristik yang khas sehingga praktek-praktek sosial secara sadar diterima oleh lingkungan di sekitar Bah Kacug dan (2) tradisi makan Tahu yang telah ditransformasikan agen (etnis Tionghoa) sebagai komoditas menjadi bagian dari perjalanan peradaban kota Kediri yang tidak bisa dipisahkan. Ini merupakan politik identitas yang diproyeksikan oleh etnis Tionghoa sebagai pengaktualisasian sumber daya yang dimilikinya. Sehingga, alokasi sumber daya yang dimiliki mampu membangun suatu tatanan ruang sosial yang khas, tak terkecuali dengan ruang kota Kediri yang dikenal sebagai kota Tahu.
v commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Wida Ayu Puspitosari, Chinese, Tofu and the City (The Construction of Kediri’s Identity). Thesis, Surakarta: Faculty of Social and Political Sciences. Sebelas Maret University, Surakarta 2012. In this study, the author wants to make a linkage of Chinese, Tofu and the City as a escapade of the city's identity contains very deep history. The objective of this study is to get (1) an overview of structuration process through the transformation of Chinese family tradition of Tofu into a commodity, (2) description of the contribution of Chinese for city's identity and (3) an overview of the relevance of theory used in this research. This study uses a qualitative method with phenomenology approach. Sources of data in this study are: (1) informants, the Chinese who founded Tofu company, employees and the community leaders, (2) a variety of related documents. Primary data collection technique used in this study is interviewing and direct observation. As for the secondary data using the techniques of related literature. Data analysis techniques used in this study is an interactive analytical model that includes four components, namely data collection, data reduction, data presentation (display) and the inference and verification. As for the technical development of validity of the data used in this study is the triangulation of data (source triangulation), triangulation of methods and informants review. Based on the research results can be concluded: (1) The tradition of eating Tofu of Chinese family is a culture that can be transformed into a commodity with the support of community involvement are summarized in intense interaction in the study of space and time. Due to space and time will allow an agent (Bah Kacung, Chinese that accommodate Tofu as culinary traditions) gives effect to the existing social order around their neighborhood. Time and space study is the effect of self attempt framed in a distinctive characteristic of social practices that consciously accepted by the environment around Bah Kacug and (2) the tradition of eating Tofu that has been transformed by agents (Chinese) as a commodity to be part of Kediri’s civilization, can not be separated. This is an identity politics that is projected by the Chinese as actualizing their resources. Thus, the allocation of applicable resources is able to establish an order of a typical social space, no exception Kediri space as the City of Tofu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
I am enough of an artist to draw freely upon my imagination (Albert Einstein)
vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: lelaki, perempuan dan anak-anak kampung Pandean
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Perkotaan di Indonesia saat ini tengah menjadi ruang publik yang mengalami transformasi luar biasa. Transformasi ini tak hanya menyandarkan kiprahnya dalam praktek-praktek hegemoni, kekuasaan serta negara saja. Bila diumpamakan, ruang kota merupakan suatu reinkarnasi baik kultural, politik, sosial dan ekonomi berlangsung tanpa disengaja. Di mana praktek-praktek sosial yang dibingkai dalam rutinitas sehari-hari mengontruksi sebuah konsensus hidup yang menciptakan kesadaran kolektif. Kediri sebagai gambaran sebuah kota juga tak luput mengalami riwayatnya. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mentautkan antara etnis Tionghoa, Tahu dan kota dalam kontribusinya sebagai pembentuk identitas kota Kediri yang dibingkai dalam sejarah panjang, sehingga kini melegenda sebagai produk kota. Sebagaimana yang telah disadur di atas, kota menjadi bagian utama dalam kajian transformasi baik kultural, politik, ekonomi serta kekuasaan. Yang mana, dalam penelitian ini peneliti menyandarkan pemaparannya melalui pemikiran para penganut pasca strukturalisme. Untuk itu, seusai penelitian ini penulis mengucap beribu terimakasih kepada Yang Maha Kasih untuk segala curahan cintanya. Terimakasih saya haturkan pula kepada bapak dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof. Pawito, Ph. D, bapak Dr. Bagus Haryono, M. Si selaku kepala jurusan Sosiologi, bapak Drs. Jefta Leibo, SU, ibu Dra. Sri Hilmi Pujihartati, M.Si selaku penguji yang banyak memberikan ilmunya, serta staf pengajar jurusan Sosiologi yang telah banyak membantu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tak lupa, penulis mengarahkan terimakasihnya pada bapak Prof. Dr. RB. Soemanto, MA selaku pembimbing akademik, bapak Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si selaku pembimbing yang sangat mengarahkan dan mendukung minat penulis, teman-teman Sosiologi 2008 atas semangatnya, kepala Kelurahan Setono Pande, Jagalan dan Kauman, Segenap informan yang membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini dan yang terakhir untuk ayah, ibu dan adik atas doanya. Demikian penulis mengharapkan kritik serta saran untuk kebaikan penelitian ini. Penulis berharap pula agar penelitian ini bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Juli, 2012 Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... HALAMAN ABSTRAK ...............................................................................
v
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I PENDAHULUAN . ....................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................
9
A. Definisi Konsep .. .................................................................................
9
1. Etnisitas ..............................................................................................
9
2. Kota ....................................................................................................
15
B. Penelitian Terkait ........................................................................
18
1. Strukturasi ..............................................................................
18
Landasan Teori ............................................................................
20
1. Mengklarifikasi ranah Agen, Agensi .....................................
24
2. Struktur, Strukturasi ...............................................................
30
3. Dualitas Struktur ................................................................ ....
41
4. Identitas Diri Sebagai Proyek ............................................ ....
44
5. Identitas Sosial ................................................................... .... commit to user
45
C.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Subjek Sosiologis ............................................................... ....
36
Kerangka Berpikir .......................................................................
47
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................
49
A. Jenis Penelitian ..............................................................................
49
D.
1. Seputar Fenomenologi .............................................................
52
B. Deskripsi lokasi penelitian ...........................................................
56
C. Informan Penelitian .......................................................................
58
D. Alasan memilih lokasi penelitian ..................................................
59
E. Teknik Pemilihan Informan .........................................................
60
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
63
G. Teknik Analisis Data .....................................................................
67
H. Validitas dan Keabsahan Data.......................................................
70
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................
72
A. Etnis Tionghoa Kota Kediri dalam Kajian Budaya .......................
72
1. Sejarah Kebudayaan Tionghoa .................................................
73
2. Migrasi Masal etnis Tionghoa di Kota Kediri .........................
85
3. Pola Pemukiman etnis Tionghoa di Kota Kediri .....................
89
4. Etnis Tionghoa dan Tradisi Makan Tahu ................................
99
B. Mereka Yang Menaruh Legitimasi; Menelisik Teori Strukturasi .
103
1. Bah Kacung; Representasi Agen...............................................
103
2. Kuasa atas Sumber Daya; Menembus Struktur .......................
106
3. Reproduksi Sosial; Mereka yang Turut Memproduksi Tahu....
113
Perusahaan Tahu Kao Loung ..........................................
114
Perusahaan Tahu Liem ....................................................
115
4. Ruang dan Waktu ....................................................................
116
C. Industrialisasi Masal Tahu oleh Etnis Tionghoa di Kota Kediri...
121
Mereka Yang Melihat Pasar .................................................
121
Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri dalam Melihat Karakteristik Pasar ........................................................
commit to user
Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri dalam Membangun
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jaringan .........................................................................
124
D. Politik Identitas Keetnisan untuk Ruang Kota ... ..........................
131
Identitas Etnis Sebagai Proyek; Isu di Kediri .......................
133
Kota Kediri yang Terbangun Identitasnya ...........................
136
E. Menalar Teori Stukturasi Giddens ....................................................
137
Agen dan Struktur .........................................................................
138
Ruang dan Waktu ..........................................................................
139
Matriks Hasil Penelitian .................................................................
142
Kerangka Hasil Penelitian ....................................................
151
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................
152
A. Kesimpulan ..................................................................................
152
B. Implikasi ........................................................................................
153
C. Saran ..............................................................................................
154
4.
BAB commit to Iuser
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu bangsa yang terkomposisi atas berbagai etnis, ras dan budaya yang tersebar di berbagai pulau di seluruh nusantara. Keberagaman etnis dan adat-istiadat tersebut membuat bangsa Indonesia sangat kaya akan kebudayaannya. Dengan latar belakang keberagaman yang dimiliki di atas cenderung menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang terbuka terhadap pendatang dan perubahan. Mulai dari rintisan inilah politik jati diri atau identitas bangsa sangat kental mewarnai dinamika kehidupan berbangsa. Masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok tanah air terdiri atas masyarakat primubumi yang telah menghuni ribuan tahun sampai pada akhirnya datanglah masyarakat imigran yang disebut dengan masyarakat timur asing yaitu keturunan Arab dan keturunan Tionghoa atau Cina. Masyarakat Tionghoa dianggap sebagai imigran karena mereka mulai mendatangi kepulauan nusantara diperkirakan pada awal abad ke 9 Masehi. Etnis Tionghoa yang hadir di Indonesia dianggap sebagai pembawa perubahan terutama pada sistem teknologi pertanian dan perdagangan. Hal ini disebabkan karena peradaban Tionghoa merupakan peradaban yang tinggi dan salah satu peradaban tertua di dunia yang penuh dengan jati diri yang arif. Etnis Tionghoa hidup dan berkembang sebagaimana etnis pribumi lainnya di nusantara. Tidak ada daerah Indonesia yang tidak dihuni etnis Tionghoa. Mereka mula-mula commit to user menduduki teritori yang berada dekat dearah pesisir, karena pada saat iru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
transportasi klasik utamanya ialah perahu atau kapal. Sehingga kemudian mereka bemigrasi atau menduduki tempat-tempat lainnya di bumi nusantara. Hidup dan berkembangnya etnis serta kebudayaan Tinghoa di Indonesia tidak terlepas dari falsafah hidup mereka yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan sekitarnya tanpa melupakan identitas mereka. Interaksi antar etnis pribumi dengan etnis pendatang Tionghoa berlangsung harmonis sekaligus walaupun pada situasi lainnya tak jarang terjadi konflik yang tidak diperkirakan sebelumya (Usman, 2009:1). Masyrakat Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang asal dari satu dearah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu Fukien dan Kwangtung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya sendiri-sendiri bersama dengan perbedaan bahasanya. Ada empat bahasa Cina di Indonesia ialah bahasa Hokkien, teo-Chiu, Hakka dan Kanton yang demikian besar perbedaannya, sehingga pembicara dari bahasa yang satu tak dapat dimengerti pembicara yang lain (Koentjaraningrat, 1993:353). Etnis Tionghoa merupakan masyrakat yang dikenal suka merantau. Kebiasaan merantau ini disebabkan oleh latar belakang kehidupan ekonomi yang sulit di negeri leluhurnya. Orang Tionghoa paling banyak berhijrah ke Asia Tenggara dan Indonesia meruapakan salah satu tujuan dari persinggahan Tionghoa Daratan. Orang Tionghoa datanag ke Indonesia secara besar-besaran commit to user sekitar abad 25 Masehi. Salah satu bahariwan dan pendakwah terkenal ialah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ceng Ho. Pada tahun 1415 armada Ceng Ho melakukan kunjungan muhibah ke Aceh yaitu Samudra Pasai (Yuanzhi, 2009:97). Interaksi antara orang Indonesia dengan orang Tiongha terlihat jelas sejak lancarnya transportasi laut pada awal peradaban dan perkembangn kebudayaan di Indonesia. Kontak budaya anatara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia sudah berlangsung ratusan tahun sehingga kehadiran etnis Tionghoa di nusantara berpengaruh pada peradaban Indonesia itu sendiri, terutama di bidang ekonomi. Ranah ekonomi merupakan latar menarik yang bisa dikaji dari Etnis Tionghoa. Orang-orang Tionghoa pada umunya ialah pekerja keras, rajin dan hemat sehingga mereka cepat berhasil dan berkembang terutama di bidang bisnis dan perdagangan. Keberhasilan mereka dimotivasi oleh sistem kepercayaan dan budaya Cina yang disebut dengan konfusianisme. Dengan prinsip saling percaya ini mengarahkan mereka kepada aktualisasi diri melalui pasar dengan proses-proses konsensus ekonomi yang bisa diterima satu sama lain. Setelah mereka berhasil, kebiasaan hidup mereka berkelompok dan berinteraksi mampu digunakan sebagai pemertahan budayanya sendiri di tengah-tengah penduduk pribumi dengan menjadi ikon perubahan dalam bidang perekonomian. Tak jarang juga taraf hidup mereka bisa dikatakan lebih mumpuni bila dibandingkan dengan orang-orang pribumi. Budaya yang disebut di atas berupa aspek-aspek yang kompleks yang mampu mereka maintain dengan sangat baik dan tidak menghilangkan sifatcommit to user sifat khasnya. Etnis Tionghoa memang paling arif dalam membawa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
identitasnya. Kekayaan jati diri tak pernah pudar walau akulturasi yang melibatkan adaptasi lintas budaya seperti halnya di ranah politik, ekonomi, bahasa dan sosial dengan warga di mana mereka berimigrasi. Demikian halnya dengan kebudayaan makan Tahunya. Etnis Tionghoa dan Tahu merupakan suatu bagian yang integral yang mencerminkan bagaimana salah satu ranah ekonomi ditilik, yaitu mengenai pola konsumsi yang khas. Lalu siapa dari kita yang tidak kenal Tahu? Makanan yang bercita rasa khas ini tanpa kita sadari merupakan bentuk fisik proses akulturasi dua budaya di Indonesia yang tentu saja melalui proses-proses penerimaan yang tidak sebentar. Bermula dari tradisi keluarga yang kemudian bisa diadopsi oleh masyarakat pribumi Indonesia secara luas dan tak jarang juga menjadi politik identitas sebuah kota yang sebelumnya dibawa oleh agen, yakni etnis Tionghoa itu sendiri melalui berbagai macam kegiatan kebudayaan. Dalam proses kebudayaan, sistem pewarisan dan interaksi manusia dengan lingkungan itu selalu saling berhadapan. Keduanya bertemu dalam proses dialektika secara terus menerus. Proses seperti itu tidak pernah berhenti dan berlangsung terus dalam kehidupan masyarakat. Gagasan-gagasan baru yang muncul sebagai hasil dialektika itulah yang kemudian menjadi milik masyarakat, dan hal inilah yang kemudian menjadi pengarah dan pedoman bagi sikap dan perilaku warga masyarakat pendukung kebudayaan itu (Sairin, 2002:6). commit to user Tak menutup kemungkinan bilamana dalam proses kebudayaan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
suatu ruang mampu menciptakan sebuah tatanan yang ciri khas, tak terkecuali dengan gejala peradaban ruang kota. Gejala peradaban merupakan jalinan berbagai aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Hanya dengan cara mengintegrasikan semuanya itu kita dapat memahaminya secara kompleks dan lengkap. Di samping itu, peradaban juga merupakan suatu gejala yang universal sehingga masalah yang rumit akan dihadapi bila subjek yang sangat luas ini dipilih sebagai sasaran kajian. Tidak terkecuali memahami bagaimana peradaban sebuah kota melangkah. Dalam memaknai sebuah peradaban struktur kota di Indonesia sedikit banyak akan ditemukan berbagai karakteristik masing-masing yang mewarnai beberapa wilayah tertentu. Kendati demikian kota sendiri merupakan gambaran di mana reinkarnasi interaksi sosial di dalamnya tercermin lewat berbagai macam produk kota yang bertemakan struktur khas penduduknya. Hal ini merupakan suatu keniscayaan dari sebuah legenda yang dikemas secara utuh dalam bingkai konstruksi wajah-wajah kota yang berjalan seiring dengan jamannya dengan membentuk identitas yang bercirikhas. Demikan halnya dengan kota Kediri, propinsi Jawa Timur yang terletak sekitar 40 kilometer dari kota Blitar. Kota Kediri sangat terkenal dengan makanan khasnya yaitu Tahu-Takwa. Dan berita semacam ini sudah tidak asing lagi di telinga kita semua. Tahu, seperti halnya yang telah dijelaskan di atas merupakan makanan khas etnis Tionghoa yang kemudian mampu diterima oleh warga Indonesaia melalui proses-proses tertentu. Pusat oleh-oleh kota commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kediri, Tahu terletak di sepanjang jalan Pattimura yang kemudian dibatasakhiri dengan palang rel kereta api di sisi timurnya. Dan pada umumnya para penjual oleh-oleh ini ialah etnis Tiongoa keturunan. Bisnis tahu yang diperkitakan dirintis pada tahun 1900an ini merupakan hasil dari tradisi salah satu keluarga yang melihat wilayah Pandean (yang masih termasuk Jalan Pattimura) sebagai pasar. Berbagai pertanyaan mengenai alasan mereka melakukan ini memang patut kita sandarkan. Tahu dan takwa memang telah bertahun-tahun lamanya menjadi ikon kota Kediri yang tentu saja hal ini tidak terlepas dari turut campurnya etnis Tionghoa dalam mengakomodirnya. Tak berhenti sampai di situ, pengenalan perjalanan kudapan Tahu yang melegenda sebagai produk khas dari kota Kediri ini dirasa kurang dekat dengan masyarakat kota Kediri yang menganggapnya biasa-biasa saja. Dari sinilah minat peneliti untuk meneliti dengan menggunakan tema etnisitas sebagai grand theme-nya. Sehingga peneliti memfokuskan kajian penelitiannya pada bagaimana transformasi tradisi makan tahu salah satu keluarga etnis Tionghoa (agen) menjadi komersil atau komoditas yang kemudian melihat pasar serta bagaimana komoditas tersebut mampu menjadi citra identitas kota Kediri sehingga membentuk sebuah struktur ruang kota yang baru yang kaya akan identitas.
B. Rumusan Masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Bedasarkan
digilib.uns.ac.id
latar
belakang
penulis
merumuskan
permasalahan
sebabagai berikut : 1. Bagaimanakah proses strukturasi melalui tradisi makan Tahu keluarga Tionghoa Kediri ditransformasikan sebagai komoditas? 2. Bagaimakah kemudian, komoditas tersebut mampu membentuk identitas kota Kediri? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memenuhi tujuan akan: 1. Sebuah gambaran mengenai transformasi tradisi makan Tahu keluarga Tionghoa Kediri menjadi komoditas. 2. Deskripsi kontribusi etnis Tionghoa dalam mebentuk identitas kota Kediri. 3. Gambaran akan relevansi teori yang digunakan dalam peneltian ini. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Untuk memberikan pemahaman atas proses strukturasi melalui transformasi tradisi keluarga yang berkontribusi sebagai pembentuk identitas kota dengan kajian pustaka dan metode penelitian yang sesuai.
2. Manfaat Praktis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Diharapkan bisa digunakan sebagai acuan untuk melakukan studi etnisitas lanjut baik itu mengenai Etnis Tionghoa yang khas dengan karakteristiknya hingga etnis-etnis lain beserta aspek-aspek universal yang menyertainya.
BAB II commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN PUSTAKA
Sebagai suatu pribadi kita tidak akan terlepas dari proses-proses sosial yang menciptakan kita sebagai subjek untuk diri kita dan orang lain. Konsepsi yang kita yakini tentang identitas dapat kita sebut tentang gambaran diri, sementara itu harapan dan pendapat orang lain membentuk identitas sosial. Keduanya merupakan gabungan yang menyerupai cerita. Identitas merupakan produk kultural yang spesifik dan tidak abadi. Jadi identitas sepenuhnya merupakan konstruksi sosial dan tidak mungkin representatif di luar bayang-bayang kultural dan akulturasi. Tidak ada suatu kebudayaan yang tidak memiliki konsepsi mengenai identitas. Membicarakan identitas tak luput dari perhatian Giddens atas teori strukturasi dengan berbagai aspek yang melengkapinya. Berikut penulis sajikan kajian teori selengkapnya . A. Definisi Konsep 1. Etnisitas Pembicaraan tentang etnisitas tidak terlepas dari pembicaraan tentang identitas-identitas yang telah berkembang dan saling berhubungan satu sama lain. Kata etnisitas sering terdengar pada tahun 1990-an terutama di Bosnia, Albania dan akhir-akhir ini di Indonesia. Istilah etnis telah menjadi populer di media cetak ataupun media elektronik. Istilah etnis biasanya dimunculkan oleh media massa setelah adanya konflik seperti di Bosnia dan Albania serta Kalimantan. Etnis merupakan suatu kelompok commit to user masyarakat yang membedakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
anatara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Etnis ditandai dengan kriteria, bahasa, organisasi politik, teritorial tempat tinggal. Diantara unsurunsur yang membedakan tersebut tidak persis sama, hal ini sangat tergantung pada para ahli yang memberi batasan tentang etnis, Misalnya, secara kultural dua kelompok berbudaya sama, tetapi secara ras mungkin sangat berbeda. Adanya etnisitas tentunya telah mempunyai saling keterkaitan atara satu kelompok dengan kelompok yang berlainan saling berhubungan (Usman, 2009:50). Menurut Yelvington (Yelvington, 1991), etnisitas adalah satu aspek hubungan sosial di antara agen-agen yang masing-masing menganggap dirinya berbeda dari anggota kelompok lainnya dengan siapa mereka memiliki interaksi minimun secara teratur. Oleh karena itu, juga dapat didefinisikan sebagai suatu identitas sosial (bedasarkan perbedaan antara satu sama lainnya) yang ditandai dengan persaudaraan metaphorik atau fiktif (Eriksen, 1993:12). Apabila
ada
perbedaan
budaya
secara
reguler
sekaligus
menimbulkan suatu perbedaan dalam interaksi diantara anggota kelompok, maka hubungan sosial tersebut akan memiliki suatu unsur etnis. Etnisitas menunjukkan pada aspek untung atau rugi, namun bisa juga positif atau negatif dalam berinteraksi, dan juga menunjukkan pada aspek makna penciptaan identitas. Dengan kata lain, etnisitas memiliki unsur politik, organisasi dan aspek simbolis. Identitas etnis ditandai dengan simbol-simbol budaya, bahasa, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
organisasi serta ideologi. Setiap etnis memiliki identitas yang harus dipatuhi oleh masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Kekhasan etnis secara kultural membuat manusia unik dalam berkomunikasi sekaligus menjadi kajian tersendiri dari para intelektual. Di balik itu semua, kekhasan etnisitas dalam masyarakat jika tidak saling memahami ideologi, simbol dan bahasa tertentu dimungkinkan akan terjadi kesalahpahaman. Simbol etnis menentukan apabila seseorang yang ingin berinteraksi dengan etnisnya sendiri maupun dengan etnis yang lainnya. Menurut Eriksen (1993), etnis terdiri atas: a.
Etnis Urban Minoritas (Urban Ethnic Minorities). Etnis Urban Minoritas adalah etnis yang bermigrasi pada suatu negara. Etnis ini mencakup para imigran non-Eropa di kota-kota Eropa dan Hispanik di Amerika Serikat, dan juga para imigran kota-kota idustri di Afrika dan di negara-negara lain. Umumnya Etnis Urban Minoritas mempunyai kepentingan politik namun jarang menuntut kemerdekaan politik. Mereka dituntut berintegrasi dengan sistem kapitalis.
b.
Orang Pribumi (Indigenous People). Perkataan ini merupakan suatau istilah yang mencakup seluruh penghuni (penduduk) Aboriginal dari suatu teritorial yang secara politis relatif tidak berdaya dan hanya secara persial terintegrasi dengan nationstate yang dominan. Orang-orang pribumi terasosiasi dengan model produksi nonindustri dan sistem politik tanpa negara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(stateless). Orang-orang Basque dari Bay of Biscay dan Welsh dari Inggris Raya tidak dianggap sebagai penduduk pribumi, walaupun jika kita berbicara secara teknis jelas mereka adalah pribumi, sama halnya dengan Sami di kawasan Skandinavia atau Jivaro dari Amazon Basin. c.
Proto-Nations juga diesbut sebagai gerakan ethonationalist. Kelompok-kelompok ini meliputi suku Kurdi, Sikh, Palestina dan Tamil dari Sri Lanka. Kelompok ini memiliki pemimpin politik yang mengklaim bahwa mereka berhak atas negarabangsa mereka dan tidak boleh diperintah orang lain. Etnis ini selain
tidak
memiliki
negara-bangsa
tetapi
memiliki
karakteristik yang lebih substansial mirip dengan bangsabangsa. Dibandingkan dengan minoritas urban atau orang pribumi, kelompok ini mungkin sebagai bangsa tanpa negara. d.
Kelompok-kelompok etnis dalam masyarakat plural (ethnic group in plural societies). Istilah masyarakat plural biasanya menunjukkan negara-negara yang diciptakan oleh kolonial dengan penduduk yang heterogen secara kultural (Furnivall, 1948; M. G. Smith, 1965).
Masyarakat yang khas adalah
Kenya, Indonesia dan Jamaika. Kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat plural, walaupun didorong untuk berpartisipasi dalam sistem ekonomi dan politik, biasanya dianggap sangat berbeda satu sama lain. Dalam masyarakat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
plural, masing-masing etnis cenderung diartikulasikan sebagai persaingan kelompok (Eriksen, 1993:13-14). Melihat kelompok-kelompok etnis tersebut di atas sangat berbeda satu sama lain, maka seseorang intelektual tentunya dimungkinkan untuk mengkaji aspek-aspek tertentu guna kelancaran analisisnya. Misalnya saja urban minoritas, umunya mereka tidak berpengaruh pada politik kelompok dominan. Di lain pihak, sebagai etnis mereka juga membutuhkan pengembangan keunikannya dan kekhasannya masing-masing. Di samping itu, orang-orang pribumi yang minoritas sering tidak diperhatikan oleh elite penguasa sekaligus sering dianggap sangat ketinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketertinggalan mereka dalam pembangunan boleh jadi disebabkan dipaksakan oleh kelompok yang dominan. Secara politik mereka memang tidak berdaya, namun mereka berhak mendapatkan kesempatan apapun sesuai dengan kemampuan mereka. Sebagaimana kita lihat kelompok-kelompok pribumi ini di Kalimantan, orang Dayak, mereka kadang-kadang dicemooh oleh sebagian pendatang dan menganggap mereka kampungan dan tidak berdaya (Petebang, Sutrisno, 2000:38). Demikian juga dengan kelompok Proto-nations, mereka adalah suatu kelompok yang mempunyai pemimpin yang kharismatik sekaligus mempunyai ideologi , tetapi mereka tidak mempunyai negara namun mengklaim mempunyai wilaya serta berhak mengatur diri sendiri. Kelompok ini juga memerlukan perhatian khusus terutama dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjembatani antara kelompok yang dominan atau penguasa dengan para pemimpin etnis pinggiran. Etnis tersebut membutuhkan perhatian para intelektual guna menganalisis keberadaan mereka (Usman, 2009:52). Terakhir merupakan masyarakat plural. Masyarakat plural adalah masyarakat majemuk yang terdiri atas berbagai etnis dan subetnis dalam suatu negara-bangsa. Masyarakat plural disatukan dengan bahasa nasional dan ideologi politik yang baku. Perbedaan pandangan bukan lagi hal yang aneh dalam masyarakay plural dengan keanekaragamannya. Namun keanekaragaman budaya, bahasa daerah dan asal-usul mereka membuat masyarakat itu berbeda pandangan dan cara bertindak dalam masyarakat. Dengan demikian, para pemimpin negara harus secara srif melaksanakan kebijakan publik ataupun negara. Jelas bahwa etnisitas memiliki identitas, yang di dalam masyarakat mungkin dianggap sangat penting. Akan tetapi perbedaan etnis di suatu masyarakat majemuk menjadi kajian yang sangat menarik bagi para intelektual yang tertarik dengan tema etnisitas. Kenyataan tersebut dalam masyarakat multibudaya masing-masing etnis saling menjaga eksistensinya. Disamping itu etnis yang dominan menjadi penentu dalam kebijakan dan strategi pembangunan, sehingga pihak minoritas dirugikan secara kultural. Etnisitas merupakan suatu kelompok masyarakat yang hidup bersama masyarakat lainnya, tetapi mereka berbeda secara budaya, bahasa dan ras serta sistem organisasi (Usman, 2009:53). 2. Kota
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kompleksitas pertanyaan “apa itu kota?” dalam bahasa Indonesia telah disarankan sejakan di tingkat semantik. Hal ini disebabkan karena khasanah bahasa Indonesia hanya mengenal dikotomi desa dan kota. Dalam bahasa Inggris pengertian kota lebih jelas. Mereka mempunyai tiga kata menunjukkan pada pengertian kota yaitu town, city dan urban. Town dan city menunjukkan batasan teritorial yang bercirikan kota sedangkan urban menunjuk pada ciri dan cara hidup yang khas memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern dapat disebut sebagai perkotaan. Town dan city dibedakan atas dasar besarannya, di mana city (kota besar) lebih besar dari town (kota kecil). Sedangkan urban menunjuk pada ciri dan cara hidup yang khas memiliki suasana keidupan dan penghidupan modern dapat disebut daerah perkotaan (Kartono, 2010:1.3). Kota Jakarta dianggap sebagai kota metropolitan masih sering disebut sebagai the big village karena lalu lintas yang tidak teratur dan dibalik bangunan megah masih tampak pemukiman kumuh yang menyerupai suatu perkampungan yang besar. Akan tetapi, suatu kota kecil yang lalu lintasnya teratur dengan beberapa pusat industrinya dapat disebut sebagai the small city. Penyebutan the big village dan the small city tampak menurut pada masalah lingkungan (sosial, alam dan fisik) suatu kota sehingga sulitlah memberikan definisi kota secara tepat (Hariyono, 2007:15). Namun, kota dan ciri yang tampak (tangible) ditandai oleh jumlah penduduk yang tidak boleh kurang dari 2.500 (menurut patokan resmi) di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Amerika Serikat). Northam (1975) secara lebih detail menyajikan kriteria jumlah penduduk kota sebagai berikut: a. Kota kecil
: 2.500-25.000 penduduk
b. Kota medium : 25.000-100.000 penduduk c. Kota besar
: 100.000-800.000 penduduk
d. Metropolis
: 800.000 penduduk lebih
e. Megapolis
: sekurang-kurangnya beberapa juta
f. Ecumenopolis : sekurang-kurangnya beberapa puluh juta Ciri tampak (tangible) lain dari kota adalah dilihat dari penampilan fungsinya. Penampilan fungsi ini dapat dibedakan seperti halnya kota untuk fungsi politik di mana terlihat berpusatnya gedung-gedung pemerintahan (negara), seperti kota di Indonesia (di mana ada Kantor Kecamatan disebut kota Kecamatan dan di mana ada kantor Kabupaten disebut kota Kabupaten dan sebagainya) atau kota-kota kuno zaman kerajaan yang dibatasi tembok untuk memisahkan dengan wilayah luar kota raya. Fungsi lain dari kota adalah ekonomi seperti kota pelabuhan yang ditandai dengan keberadaan pelabuhan untuk persinggahan kapal besar yang melakukan transportasi perdagangan. Di samping itu, kota perdagangan karena di sana ada tempat berupa pasar dan sebagaimana. Ciri fungsi ekonomi yang bukan menunjukkan kota biasanya dikaitkan dengan keberadaan usaha sektor pertanian (Kartono, 2010:1.5). Ciri tidak tampak (intangible) dari kota atau city adalah kekhasan cara-cara hidupnya. Cara hidup ini dapat berupa cara mengatur tempat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tinggal, cara mengatur interaksi sosial, cara mengatur gaya hidup dan sebagainya. Dalam istilah Bardo (1982) disebut sebagai ciri organisasi sosialnya. Contoh kota dalam pandangan ini adalah analisa L. Wirth (1938) yang melihat kota sebagai cara hidup (Urban as Way of Life). Di mana jumlah penduduk, kepadatan dan heterogenitas kota menyebabkan cara hidup orang kota yang nonpribadi, datar, sepintas lalu, segregatif (terkotakkotak) atau yang dalam istilah Tonnies disebut dengan ciri gesselschaft. Ciri-ciri tak tampak yang berupa cara hidup urban ini tidak saja membedakan kota dengan desa, tetapi satu kota dengan kota lain. Hal ini dapat terjadi karena pola urbanisme di satu kota dengan kota lain dapat berbeda. Di New York misalnya, hubungan sosial masih banyak didasarkan oleh pencampuran antara hubungan pekerjaan dan kedaerahan. Bedasarkan contoh tersebut, maka dua kota yang menurut ciri tampak (misalnya dari jumlah penduduknya) dapat dikategorikan sama namun dari ciri tak tampak selalu akan menunjukkan perbedaan (Kartono, 2010:1.6). Lebih lanjut, Max Weber melihat kota adalah kumpulan tempat tinggal yang terpisah namun dalam satu pemukiman yang tertutup. Dalam ruang yang tertutup inilah, tercampur aspek kekuasaan besenjata atau militeristik sebuah kota (kota sebagai benteng) dan aspek pasar di mana berbagai komoditas dipertukarkan. Ruang kota memiliki sejarah dengan proses pembentukannya yang dapat dilacak dan dianalisa secara jelas. Ruang-ruang dalam kota inilah yang mempengaruhi keberadaan kota karena karena memiliki makna yang terbentuk dari proses sosial yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berubah dari masa ke masa. Hal ini dapat mencerminkan adanya perbedaan dan penentu bentuk relasi sosial antar warga kota (Kartono, 2010:1.21). Sejalan dengan itu Liou Cao dan Hugo Priemus menyisipkan pemaknaan kota dalam jurnalnya sebagai, As the European Union becomes more of an economic reality
and
major
global
cities
engage
in
economic
restructuring, the Netherlands finds itself in a turbulent transition on many fronts, not least its housing markets. For a long time the Dutch housing market has been known for stringent and effective state regulation, mainly through the housing and spatial planning policy (Cao dan Priemus, 2007:362, European Urban and Regional Studies). Dalam paparan di atas dijelaskan bahwa salah satu ruang yang penting dalam perkembangan kota adalah pasar yang berfungsi untuk mengembangkan ekonomi warga kota. Lebih lanjut, Weber menekankan bahwa karakteristik yang menonjol pada suatu kota adalah aktivitas pasarnya. Dalam kaitan ini, masyarakat kota umumnya hidup dari perdagangan da perusahaan. Fungsi pasar dalam suatu kota sangat menonjol dan menjadi barometer perkembangan kota. Frekuensi arus barang dan komoditas yang masuk dan keluar dari pasar, kelompok sosial yang terlibat dan sebagainya menggambarkan kondisi riil dari aktivitas masyarakat kota. Oleh karena itu, kegiatan dan kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi karena adanya pasar (Kartono, 2010:1.21). B. Penelitian Terkait 1. Strukturasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam kajian mengenai teori strukturasi, banyak ditemukan penelitianpenelitian yang mengaplikasikan teori ini di berbagai kasus. Sunarto (2009) dalam penelitiannya berjudul Televisi, Kekerasan dan Perempuan mengidentifikasikan strukturasi sebagai proses di mana struktur terbentuk dengan agen manusia.struktur juga dibentuk oleh agen yang pada saat bersamaan struktur tersebut juga bertindak sebagai medium yang membentuk agen tersebut. Hasil dari strukturasi ialah serangkaian relasi sosial dan proses kekuasaan yang diorganisasikan di sekitar kelas gender, ras dan gerakan sosial yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Kemudian ketika ekonomi-politik memberi perhatian pada agensi, proses dan praktek sosial ia cenderung memfokuskan perhatian pada kelas sosial. Terdapat alasan baik untuk mempertimbangkan strukturasi kelas menjadi pusat jalan masuk untuk menangani kehidupan sosial. Akan tetapi terdapat dimensi lain dari strukturasi yang melengkapi dan bertentangan dengan gender, ras dan gerakan sosial yang didasarkan pada persoalanpersoalan
publik
semacam
lingkungan
yang
bersama-sama
kelas
membentuk banyak dari relasi sosial dari komunikasi. Sehingga Sunarto (2009) menyimpulkan bahwa dari pemikiran semacam itu, masyarakat bisa dipahami dari serangkaian penstrukturan tindakan-tindakan yang dimulai oleh agen-agen secara bersama-sama membentuk relasi-relasi kelas, gender, ras dan gerakan sosial. Fokus pada relasi-relasi kelas, gender, ras dan gerakan sosial tidak dimaksudkan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyarankan bahwa hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang lebih esensial disbanding yang lainnya. Akan tetapi formlasi semacam itu merupakan pintu masuk penting bagi analisis strukturasi. Proses strukturasi ini kian menjadi penting ketika mempunyai pengaruh signifikan pada terbentuknya hegemoni. Hegemoni dalam hal ini didefinsikan sebagai cara berfikir yang dinaturalisasikan, masuk akal dan diterima sebagai suatu yang diberi (given) mengenai dunia yang termasuk di dalamnya segala sesuatu, mulai dari kosmologi melalui etika serta praktik sosial yang dilekatkan dan dipertanggung
jawabkan
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Hegemoni
merupakan sebuah jaringan yang dilekatkan serta dihidupkan dari pembentukan makna dan nilai yang bersama-sama dialami sebagai praktik dan sebagai pembenar. Bagaimanapun juga satu karakteristik penting dari teori strukturasi ialah melihat perubahan sosial sebagai sebuah proses yang ada di manamana yang bagaimana struktur diproduksi dan direproduksi oleh agen manusia yang bertindak melalui struktur itu sendiri. Agensi sebagai sebuah konsep sosial mendasar yang digunakan sebagai teori srukturisasi, menurut Mosco (1996: 215), agensi mengacu pada individu-individu sebagai aktor-aktor sosial yang perilakunya dibentuk oleh matriks dari relasi dan posisi sosial yang melibatkan kelas, ras dan gender. Akan tetapi, meskipun strukturasi mengarahkan agen-agen sebagai sosial, bukan individual (aktor-aktor), teori ini mengakui arti penting proses sosial dari individuasi (social process of individuation). Karenanya, strukturasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadi jalan masuk untuk meneliti pemebentukan struktur dan agensi secara bersama-sama dalam ekonomi-politik. B. Landasan Teori Teori
strukturasi
merupakan
teori
yang
menepis
dualisme
(pertentangan) dan mencoba mencari likage atau pertautan setelah terjadi pertentangan tajam antara struktur fungsional dengan konstruksionismefenomenologis. Giddens tidak puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, yang menurutnya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan naturalistik mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah dipandang secara mekanis, dan bukan suatu produk kontengensi dari aktivitas
agen.
Tetapi
Giddens
juga
tidak
sependapat
dengan
konstruksionisme-fenomenologis, yang baginya disebut sebagai berakhir pada imperalisme subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut. Giddens menyelesaikan debat antara dua teori yang menyatakan atau berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan eksternal dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia Menurut Giddens, struktur bukan bersifat eksternal bagi individu-individu melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat internal. Terkait dengan aspek internal ini Giddens menyandarkan pemaparannya pada diri seorang subjek yang memiliki sifatnya yang otonom serta memiliki andil untuk mengontrol struktur itu sendiri. commit to user Giddens (2011) memaparkan, struktur tidak disamakan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
kekangan
(constraint)
digilib.uns.ac.id
namun
selalu
mengekang
(constraining)
dan
membebaskan (enabling). Hal ini tidak mencegah sifat-sifat struktur sistem sosial untuk melebar masuk kedalam ruang dan waktu diluar kendali aktoraktor individu, dan tidak ada kompromi terhadap kemungkinan bahwa teoriteori sistem sosial para aktor yang dibantu ditetapkan kembali dalam aktivitasativitasnya bisa merealisasikan sistem-sistem itu. Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan tujuan-tujuan mereka, pada saat yang sama, tindakan manusia memiliki unintended consequences (konsekuensi yang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan manusia selanjutnya. Manusia menurut teori ini yaitu agen pelaku bertujuan yang memiliki alasan-alasan atas aktivitas-aktivitasnya dan mampu menguraikan alasan itu secara berulangulang. Tidak menutup kemungkinan alasan yang diuraikan oleh manusia secara berulang-ulang tersebut memiliki tujuan-tujuan yang didasarkan atas apa yang hendak ia perlukan pada dimensi ruang dan waktu yang berbedabeda. Bisa dikatakan tindakan dari seorang agen tak jarang pula untuk mempengaruhi struktur di mana mereka tengah menjalankan kiprahnya. Aktivitas-aktivitas sosial manusia ini bersifat rekursif dengan tujuan agar aktivitas-aktivitas sosial itu tidak dilaksanakan oleh pelaku-pelaku sosial tetapi diciptakan untuk mengekspresikan dirinya sebagai aktor atau pelaku secara terus menerus dengan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang dimilikinya. Pada dan melalui akivitas-aktivitasnya, agen-agen mereproduksi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kondisi-kondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas-aktivitas itu. Tindakan manusia diibaratkan sebagai suatu arus perilaku yang terus menerus seperti kognisi, mendukung atau bahkan mematahkan selama akal masih dianugerahkan padanya (Giddens, 2011:4). Menurut Barker (2011) Strukturasi mengandung tiga dimensi, yaitu sebagai berikut: Pertama, pemahaman (interpretation / understanding), yaitu menyatakan cara agen memahami sesuatu. Kedua, moralitas atau arahan yang tepat, yaitu menyatakan cara bagaimana seharusnya sesuatu itu dilakukan. Ketiga, Kekuasaan dalam bertindak, yaitu menyatakan cara agen mencapai suatu keinginan. Kasus yang mendukung konsepsi subjek sebagai agen aktif dan mengetahui banyak hal secara konsisten telah dikemukakan Giddens, yang merupakan serang kritikus Foucault yang paling lantang karena ia menghapus agen dari dari retetan sejarah. Giddens mengambil pandangan Garfinkel (1967), berpendapat bahwa tatanan sosial dibangun di dalam dan melalui aktivitas-aktivitas sehari-hari dan memberikan penjelasan (dalam bahasa) tentang aktor atau anggota masyarakat yang ahli dan berpengalaman. Sumber daya yang diambil oleh sang aktor, dan dibangun olehnya adalah karaker sosial, dan memang struktur sosial (atau pola aktivitas teratur) menyebarkan sumber daya dan kompetensi secara sosial, yang berbeda dengan menjadi subjek aksi dengan segala macam individu, beroperasi untuk menstrukturkan apa itu aktor. Sebagai contoh, pola-pola harapan tentang apa yang dimaksud dengan menjadi key person, dan praktik yang terkait dengan etnisitas, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengkonstuksi seaorang key person sebgai subjek yang sepenuhnya berbeda. Subjektivitas
yang
dititik
beratkan
pada
etnisitas
pada
gilirannnya
memberdayakan kita untuk bertindak bedasarkan fakta sosial tertentu. Sejalan dengan itu, masalah-masalah mengenai bagaimana seorang aktor bisa memperngaruhi keadaan atau bahkan kualitas lingkungan tak pelak turut menjadi kajian kotemporer yang juga bisa dikaji secara mikro kemudian menjadi makro. Sekadar untuk menekankan saja bahwa teori strukturasi terpusat pada cara agen memproduksi dan mereproduksi struktur sosial melalui tindakan mereka sendiri. Aktivitas-aktivitas manusia yang teratur tidak diwujudkan oleh aktor-aktor individual, melainkan terus-menerus diciptakan dan diulang oleh mereka melalui cara mereka mengekspresikan diri sebagai aktor. Jadi, di dalam dan
melalui
aktivitas,
agen
mereproduksi
sejumlah
kondisi
yang
memungkinkan aktivitas-aktivitas semacam itu. Setelah dibentuk sebagai seorang key person oleh sejumlah harapan dan praktik yang dipadukan dengan kesadaran bersama, setelah belajar dan menginternalisasikan nilai serta aturan, maka kita bertindak sesuai dengan aturan-aturan itu, mereproduksi aturan itu lagi. Di mana aturan yang mengikat tersebut kembali menjadikan masyarakat di sekitarnya turut melembagakan kekangan walaupun pada akhirnya munculnya kuasa mampu menembus peraturan yang mereka buat sendiri. 1. Mengklarifikasi Ranah Agen, Agensi Konsep agensi umunya diasosiasikan dengan kebebasan, kehendak to user bebas, tindakan kreativitas, commit orisinilitas dan kemungkinan perubahan melalui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
aksi agen bebas. Bagaimanapun juga kita perlu membedakan antara istilah metafisis atau mistis agensi bebas di mana agen membentuk dirinya sendiri (yaitu mewujudkan dirinya sendiri dari ketiadaan) dengan konsep agensi sebagai sesuatu yang diproduksi secara sosial dan diberdayakan oleh sumber daya sosial yang disebarkan secara bervariasi, yang memunculkan berbagai tingkat kemampuan untuk bertindak pada ruang-ruang tertentu. Sebagai contoh, identitas suatu kaum terikat dengan struktur yang mewarnainya yang didahului oleh hasil nilai dan diskursus sosial yang memungkinkannya melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sebagai seorang agen. Kemudian ada perbedaan antara konsepsi di mana tindakan diciptakan oleh agen yang bebas karena tidak ditentukan dengan agensi sebagai suatu kapasitas untuk bertindak yang dibentuk secara sosial. Kebebasan yang mengarah pada kekuaasan subjektif dikaji secara khas. Pandangan bahwa agen itu bebas dalam arti tidak ditentukan tidak dapat dipertahankan akrena dua alasan: a. Terdiri dari apa saja tindakan manusia yang tidak ditentukan atau tidak dipengaruhi? Tindakan seperti ini ialah sesuatu yang diciptakan secara spontan dari ketiadaan suatu bentuk metafisis dan mistis ciptaan orisinal. b. Subjek ditentukan, dipengaruhi dan diproduksi, oleh kekuatan sosial yang ada di luar dirinya sendiri sebagai individu. Giddens menyebutnya sebagai Dualitas Struktur (Barker, 2011: 191). Hambar rasanya bila menjadi seorang agen tidak memiliki pantauan commit to user
Kondisi tindakan yang tidak dinyatakan
Rasionalisasi tindakan Monitoring refleksif tindakan
Konsekuensi atas tindakan yang tak diinginkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan suatu lingkungan yang didasarkan akan sifatnya yang aktif. Untuk menunjangnya Giddens mencoba memaparkan Model straitifikasi agen atau pelaku yang digambarkan pada skema berikut (Giddens, 2011:6)
Motivasi tindakan
Monitoring refleksif aktivitas merupakan ciri terus menrus tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku tidak hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Intinya, aktor-aktor tidak hanya senantiasa memonitor arus aktivitas-aktivitas dan mengharapkan orang lain berbuat sama dengan aktivitasnya sendiri; mereka juga secara rutin memonitor aspek-aspek, baik sosial maupun fisik konteks tenpat bergerak dirinya sendiri. Yang dimaksudkan dengan rasionalisasi tindakan ialah bahwa para aktor juga secara rutin dan kebanyakan tanpa banyak percekcokan memperthankan suatu “pemahaman teoritis” yang terus-menerus atas dasardasar aktivitasnya. Pemahaman seperti ini hendaknya tidak disamakan dengan pemberian alasan-alasan secara diskursif atas butir-butir perilaku tertentu, maupun tidak disamakan dengan kemampuan melakukan spesifikasi terhadap alasan-alasan seperti itu secara diskursif. Namun demikian, agen-agen lain yang cakap mengharapkan dan merupakan kriteria kompetensi yang diterapkan dalam perilaku sehari-hari bahwa aktor biasanya akan mampu menjelaskan sebagian besar atas apa yang mereka lakukan, jika memang maksud-maksud dan alasan-alasan yang menurut para pengamat normalnya commit hanya to diberikan oleh aktor-aktor awam baik user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketika beberapa perilaku tertentu itu membingungkan atau bila mengalami kesesatan atau fraktur dalam kompetensi yang kenyataannya mungkin memang kompetensi yang diinginkan. Jadi kita biasanya tidak akan menanyai orang lain mengapa ia melakukan aktivitas yang sifatnya konvensional pada kelompok atau budaya yang ia sendiri menjadi anggotanya. Kita biasanya juga tidak meminta penjelasan bila terjadi kesesatan yang nampak mustahil bisa dipertanggungjawabkan oleh agen bersangkutan. Namun jika Freud memang benar, fenomena seperti itu mungkin memiliki dasar pemikiran tertentu, kendati jarang disadari baik oleh pelaku seperti itu atau orang lain yang menyaksikannya (Giddens, 2011:7). Pembedaan antara monitoring refleksif dan rasionalisasi tindakan dengan motivasinya. Jika alasan-alasan mengacu pada keinginan-keinginan yang mengarahkannya. Akan tetapi, motivasi tidaklah secara langsung dibatasi oleh kesinambungan tidakan-tindakan seperti halnya rasionalisasi atau monitoring refleksifnya. Motivasi mengacu pada potensi tindakan bukan pada model pelaksanaan tindakan secara terus menerus oleh agen yang bersangkutan. Motif-motif cenderung memiliki perolehan langsung atas tindakan hanya dalam keadaan-keadaan yang relatif tak biasa, situasisituasi yang dalam beberapa sisi terputus dari rutinitas. Kebanyakan motifmotif memasok seluruh rencana atau program ‘proyek-proyek’ dalam istilah Schutz, tempat dilakukannya gugusan perilaku. Kebanyakan perilaku sehari-hari tidak dimotivasi secara langsung (Giddens, 2011: 7). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menginduksi pernyataan di atas dapat ditarik benang merah bahwa sifat-sifat khusus agen ialah sebagai berikut: a. Agen tidak hanya memonitor terus menerus aliran dan aktivitasaktivitas mereka dan mengharapkan pihak lain bertindak sepert dirinya. Mereka juga secara rutin memonitor aspek-aspek fisik dan sosial dari konteks tempat mereka bergerak. b. Dengan rasionaliasi tindakan secara rutin dan berlalu tanpa tumpang tindih, maka hal itu mengukuhkan pemahaman teoritis secara terus menerus dari landasan aktiitas mereka. Aktor selalu mampu menjelaskan banyak hal dari apa yang mereka lakukan, jika mereka bertanya. c. Pertanyaan sering menjadi tujuan dan alasan filosof yang biasanya untuk membantu menjelaskan bagi aktor awam yang tengah menghadapi beberapa situasi yang membingungkan atau ketika ada semacam perubahan atau keretakan kompetensi yang mungkin secara nyata menjadi sesuatu yang diharapkan. d. Monitoring
refleksif
dan
rasionalisai
tindakan
dibedakan
bedasarkan motivasi (Susilo, 2008: 415-416). Guna memfokuskan klarifikasi mengenai agensi, perlulah sekiranya dibuat batasan mengenai agensi manusia yang diluruskan di bawah ini: a. Agensi manusia menekankan hubungan antara aktor dan kekuasaan. Tindakan bergantung pada kemampuan individu untuk membuat sebuah perbedaan dari kondisi peristiwa atau tingkatancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tingkatan kejadian sebelumnua. Seorang agen akan berhenti menjadi agen jika ia kehilangan kemampuan untuk membuat sebuah perbedaan dalam melatih beberapa jenis kekuasaan. Banyak kasus yang menarik dari analisis sosial yang terfokus pada margin yang dapat kita artikan sebagai tindakan, yaitu saat kekuasaan individu dibatasi oleh jarak keadaan-keadaan khusus. Tetapi ini menjadi kepentingan pertama untuk mengenali keadaankeadaan pengekangan sosial yang membuat individu tidak memiliki pilihan yang tidak sama dengan disintegrasi tindakan. Tidak memiliki pilihan bukan berarti bahwa tindakan telah digantikan oleh reaksi (yang membuat seseorang mengambik taktik ketika gerakan teratur dibuat di depan mata sendiri). b. Sebagian aliran teori sosial terkemuka tidak mengenal pembedaan, utamanya yang berhubungan dengan objektivitisme dan structural. Mereka menyatakan bahwa kekangan beroperasi seperti kekuatan alam, seolah-olah tidak memiliki pilihan yang sama dengan yang digerakkan tanpa perlawanan dan tidak mampu dipahami oleh tekanan-tekanan mekanis. c. Agen tidak bebas untuk memilih bagaimana membentuk dunia sosial, tetapi dibarasi oleh pengekangan posisi historis yang mereka tidak pilih. d. Baik tindakan aktor maupun struktur akan melibatkan tiga aspek yakni makna, norma dan kekuasaan (Susilo, 2008: 416). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lagi, kata Giddens setiap manusia merupakan agen yang betujuan (purposive
agent)
kencenderungan,
karena yakni
sebagai
memiliki
individu, alasan-alasan
ia
memiliki untuk
dua
tindakan-
tindakannya dan kemudian mengelaborasi alasan-alasan ini secara terus menerus sebagai bertujuan, bermaksud dan bermotif (Susilo, 2008: 413). Sedangkan gensi mengacu pada perbuatan, kemampuan atau tindakan otonom untuk melakukan apa pun.
2. Struktur, Strukturasi Apa yang hendak kita bahas dalam sub bab ini ialah inti dari teori strukturasi yakni konsep-konsep struktur, sistem dan dualitas struktur. Gagasan strukturasi (atau ‘struktur sosial’) tentu saja sangat penting dalam tulisan-tulisan kebanyakan penulis fungsionalis dan telah memberikan andilnya pada tradisi strukturalisme, namun tampaknya tidak ada konsep yang paling cocok dengan tuntunan-tuntunan teori sosial. Para penulis fungsionalisme dan para pengkritiknya telah memberikan memberikan perhatian besar pada gagasan fungsi dibandingkan dengan gagasan struktur, dan dengan demikian struktur lebih cenderung digunakan sebagai gagasan yang diterima begitu saja. Namun tak diragukan lagi terdapat gagasan tentang bagaimana struktur biasanya dipahami oleh kaum fungsionalis dan bahkan oleh mayoritas analis sosial-sebagao suatu ‘pemolaan’ hubungan atau fenomena-fenomena sosial. Kondisi ini kerap dianggap sebagai pencitraan visual, yang sama dengan kerangka atau commit to user morfo-logis organisme atau penyangga suatu bangunan. Konsepsi-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsepsi seperti itu berhubungan denga dualisme subjek dan objek sosial. Di sini struktur ternyata sebagai sesuatu yang bersifat eksternal bagi tindakan manusia, sebagai sumber yang mengekang kekuasaan subjek yang disusun secara mandiri. Sebagaimana yang dikonseptualisasikan dalam pemikiran strukturalis dan post-strukturalis, gagasan struktur ternyata lebih menarik. Dalam hal ini struktur secara khas dianggap bukan sebagai pembuat pola kehadiran seorang melainkan sebagai titik simpang antara kehadiran dan ketidakhadiran. Kode-kode dasar harus disimpulkan dari manifestasi-manifestasi yang merekat (Giddens, 2011: 20). Sehingga batas-batas antara keduanya bisa diidentifikasi dengan jelas pada pembahasan selanjutnya. Dua ide tentang struktur tersebut sekilas tampak tidak ada kaitannya satu sama lain, namun nyatanya masing-masing berhubungan dengan aspek-aspek penting dari struktur hubungan-hubungan sosial, aspek-aspek yang dalam teori strukturasi dapat dipahami dengan menganalisis perbedaan antara konsep struktur dengan sistem. Dalam menganalisis hubungan-hubungan sosial, kita harus mengakui dimensi sintagmatig, suatu pola hubungan sosial dalam ruang dan waktu yang melibatkan urutan sebenarnya dari mode-mode pengembangan struktur yang secara reikursif diimplikasikan dalam proses-proses reproduksi. Dalam tradisi strukturalis, biasanya terdapat ketaksaan (ambiguity) perihal apakah struktur mengacu secara terbuka pada suatu matriks transformasi di dalam seperangkat aturan-aturan transformasi yang menentukan matriks tersebut. Paling tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari makna dasarnya, saya mempeelakukan matriks sebagai sesuatu yang mengacu pada aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya seperti itu. Hanya saja tidak tepat bila menyebutnya sebagai aturan-aturan yang tertransformasi, sebab semua aturan bersifat transformative. Oleh karena itu, struktur dalam analis sosial lebih mengacu pada sifat-sifat struktur yang membuka kemungkinan pemberian batas-batas ruang dan waktu dalam sistem-sistem sosial, sifat-sifat demikian memberi kemungkinan munculnya praktek-praktek sosial serupa dalam berbagai rentang ruang dan waktu serta memberinya suatu bentuk ‘sistematik’. Menyatakan bahwa struktur merupakan urutan sesungguhnya dari suatu hubungan tranformatif berarti bahwa sistem sosial, sebagai praktek sosial yang dereproduksi tidak memiliki struktur namun memperlihatkan sifat-sifat struktual. Ia menunjukkan bahwa struktur itu ada, sebagaimana keberadaan ruang dan waktu. Sifat-sifat struktural ini hanya muncul di dalam berbagai tindakan isntan serta menjadi jejak-jejak memori yang memberi petunjuk akan perilaku agen-agen manusia yang telah banyak memiliki pengetahuan. Pada gilirannya , kita bisa saja menganggap bahwa sifat-sifat struktural tersebut sebagai sesuatu yang secara hirarki diorganisasikan
bedasarkan
luasnya
ruang
dan
waktu
tempat
pengorganisasian tindakan-tindakan tersebut secara rekursif. Sifat-sifat struktural yang muncul dalam sebuah totalitas reproduksi sosial demikian menurut Giddens disebut sebagai
prinsip-prinsip struktural. Dengan
praktek-praktek sosial yang memiliki perluasan ruang waktu terbesar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam totalitas seperti itu bisa diacu sebagai institusi. Anggap saja aturan-aturan kehidupan sosial sebagai teknik-teknik atau prosedur-prosedur yang bisa digeneralisasikan yang diterapkan dalam pembuatan atau reproduksi praktek-praktek sosial. Aturan-aturan yang dirumuskan yang diberi ekspresi verbal sebagai kanon hukum, aturanaturan birokratis, aturan-aturan permainan dan sebagainya merupakan kodifikasi intepretasi atas aturan-aturan bukannya aturan-aturan itu sendiri. Aturan-aturan tersebut hendaknya tidak dianggap sebagai sebuah penggambaran umum melainkan sebagai jenis-jenis khusus yang dirumuskan, bedasarkan formulasi lahirnya, yang terwujud dalamm berbagai kualitas khusus (Giddens, 2011: 27). Sejauh ini pertimbangan-pertimbangan tersebut hanya menawarkan pendekatan awal pada persoalan itu. Bagaimana kaitan rumus dengan praktek-praktek yang dijakankan aktor-aktor sosial dan jenis rumus apa yang paling menyedot perhatian kta dalam mencapai tujuan-tujuan umum analisis sosial? Tentang pertanyaan di atas kita bisa mengatakan bahwa kesadaran atas aturan-aturan sosial yang diungkapkan dulu dan paling banyak dalam kesadaran praktis, merupakan inti ‘jangkauan pengetahuan’ (knowledge ability) yang terutama memberikan karakter pada agen-agen manusia. Sebagai aktor-aktor sosial, seluruh manusia telah banyak dipelajari berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki diterapkannya dalam memproduksi dan mereproduksi perjumpaan-perjumpaan sosial sehari-hari. Kumpulan pengetahuan seperti itu sifatnya praktis bukannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
teoritis. Pengetahuan tentang prosedur atau penguasaan teknik-teknik melakukan aktivitas sosial dengan demikian bersifat metodologis. Maksudnya pengetahuan seperti itu tidak menetapkan seluruh situasi yang mungkin ditemui seoang aktor dan juga tidak bisa dilakukan olehnya. Namun pengetahuan memnerikan kapasitas umum untuk menanggapi dan mempengaruhi garis kontinum yang tak terhingga dari keadaan-keadaan sosial. Jenis-jenis aturan yang paling penting bagi teori sosial terkunci dalam reproduksi praktek-praktek yang dilembagakan, yakni praktekpraktek yang paling dalam mengendap dalam ruang dan waktu. karakteristik utama aturan-aturan yang relevan dengan pertanyaanpertanyaan umum analisis sosial bisa diuraikan sebagai berikut (Giddens, 2011: 28) : Intensif
tak diucapkan :
Dangkal
Dengan
informal
dengan sangsi ringan
: diskursif
menggunakan
: diformalkan
aturan-aturan
dengan sanksi berat
yang
bersifat
intensif,
digunakanlah rumus yang biasa digunakan sehari hari, yang masuk dalam pembangunan bentuk kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan bahasa memiliki sifat seperti ini. Begitu juga misalnya prosedur-prosedur yang dimanfaatkan oleh aktor dalam mengorganisasikan giliran bicara dalam percakapan atau interaksi. Prosedur-prosedur itu bisa diperbandingkan commit to user dengan aturan-aturan yang lebih abstrak yakni hukum yang dikodifikasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
paling berpengaruh untuk menata aktivitas sosial. Namun kebanyakan prosedur yang tampak remeh dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap generalitas perilaku sosial. Kategori lainnya kurang lebih bersifat pemaparan diri. Kebanyakan aturan yang diimplikasikan dalam produksi dan reproduksi ialah praktek-praktek sosial hanya secara diam-diam dipahami oleh aktor-aktor, mereka mengetahui cara terus melakukan sesuatu. Rumusan diskursif suatu aturan merupakan intepretasi atas aturan itu, dan sebagaimana yang telah dikemukakan mungkin dengan sendirinya mengubah bentuk penerapannya. Diantara aturan-aturan yang tidak dirumuskan secara diskursif namun di komodifikasi secara formal, jenis kasusnya ialah kasus hukum. Hukum tentu saja mrupakan salah satu jenis aturan sosial yang disertai kuat dan dalam masyarakat modern secara formal telah ditetapkan tingkatantingkatan retribusinya (Giddens, 2011: 29-30). Aturan yang muncul dalam interaksi sosial menjadi pedoman yang digunakan agen-agen atau pelaku-pelaku untuk melakukan reproduksi hubungan-hubungan sosial yang melintasi batasan waktu dan ruang. Aturan muncul dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Aturan sering dipikirkan dalam hubungan dengan permainan (games) atau sebgai konsep yang diformalkan. Bahkan ia dikidifikasijan sebagai bentuk hukum yang secara karakteristik menjadi pokok persoalan dari sebuah keragaman tentang permohonan yang sunguh-sungguh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Aturan sering diperlakukan tunggal, seolah-olah ia dapat dihubungkan dengan contoh-contoh khusus atau bagian dari tindakan. Tetapi menjadi tidak benar jika dikenalkan dengan analogi pada beroperasinya kehidupan sosial, yang makna praktikpraktik dilanggengkan dalam kebersatuan dengan kerangka yang terorganisasi secara longgar. c. Aturan tidak dapat dikonsepkan lepas dari sumber daya, yang menunjukkan cara dengan jalan mana hubungan transformative benar-benar bergabung dengan reproduksi dan produksi praktikpraktik sosial. Kemudian, sifat-sifat struktural menggambarkan bentuk dominasi dan kekuasaan. d. Aturan secara tidak langsung menjadi prosedur metodis interaksi sosial, seperti yang telah dibuta oleh Grafinkel. Secara tipikal, aturan
silang-menyilang
dengan
praktik-praktik
dalam
kontekstualisasi pertemuan terkondisikan. Pertimbangan untuk tujuan khuss yang Grafinkel identifikasi secara kronis dilibatkan dengan bukti terwakili dari aturan. Ia penting untuk membentuk aturan-aturan itu. Harus ditambahkan bahwa setiap agen sosial yang kompeten merupakan ahli teori sosial pada tingkatan kesadaran diskursif dan ahli metodologis pada tingkatan kesadaran diskursif dan prakits. e. Ada dua aspek aturan dan penting membedakannya secara konseptual,
sejak sejumlah penulis commit to user
filosofis
cenderung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengganggapnya sama. Pada satu sisi, aturan berhubungan dengan aturan makna dan pada sisi lain pemberian sanksi cara bertingkah laku sosial (Giddens, 1984:18). Kemudian, pembedaan struktur sebagai istilah umum dengan struktur dalam pengertian jamak ialah keduanya berasal dari sifat struktural sistem sosial. Struktur mengacu tidak hanya pada aturan-aturan yang disiratkan dalam produksi dan reproduksi sistem-sitem sosial namun juga pada sumberdaya-sumberdaya. Ketika Giddens menjelaskan sumber daya, ia menyatakan bahwa individu menciptakan masyarakat dengan tidak sekadar melakukan garukan melalui cara yang sederhana, tetapi lebih dahulu menggambarkan sumber-sumber yang telah ada sebelumnnya. Adapun tiga jenis sumber daya yang dmaksudkan ialah: a. Makna-makna (sesuatu yang diketahui, stok pengetahuan b. Moral (sistem nilai) c. Kekuasaan (pola-pola dominasi dan pembagian kepentingan. Sumber daya juga terdiri atas dua hal yakni sumber daya autoritatif dan sumber daya alokatif. Sumber daya autoritatif diturunkan dari koordinasi aktivitas agen. Sumber daya alokatif merupakan lingkaran control produk material atau tentang aspek dari dunia material. Sebagaimana yang biasa digunakan dalm ilmu sosial, struktur cenderung digunakan bersama aspek yang lebih mantap pada sistem sosial. Aspek paling penting dari struktur ialah aturan dan sumberdaya yang secara rekursif dilibatkan dalam institusi-institusi.ditilik dari definisinya, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
institusi-institusi merupakan ciri yang lebih mantab pda kehidupan sosial. Yang dimaksud dalam sifat-sifat struktural ialah aspek kelembagaannya, dengan memberikan soliditas sepanjang ruang dan waktu. Kasus yang selalu muncul ialah bahwa ruang dan waktu memiliki identitasnya yang berbeda. Arti penting dalam pengertian struktur ialah bisa dikatakan sebagai pelengkap penjelasan mengenai agen. Menurut Giddens struktur terkait dengan hal-hal berikut: a. Struktur merupakan sifat-sifat terstuktur yang mengikat ruang dan waktu dalam sistem sosial. Sifat-sifat ini mungkin menjadi praktik sosial yang sama terlihat berlangsung melebihi rentang ruang-waktu yang meminjamkan kepadanya dalam bentuk sistemik. b. Struktur merupakan keteraturan yang sebenarnya dari hubungan transformative, yang berarti sistem sosial karena praktik-prakitk sosial yang tereproduksi tidak memiliki strukutur, tetapi lebih menunjukkan sifat-sifat struktural dan keberadaan struktur itu sebagai kehadiran ruang dan waktu, hanya dalam penggambarannya seperti pada prakitk-prakitk sosial dan sebagai memori yang menemukan arah pada perilaku agen manusia yang dapat dikenali (Susilo, 2008: 417). Kita juga bisa memahami sifat-sifat struktural sebagai organisasi secara hirarkis dalam kerangka pengembangan ruang waktu dari praktikprakitk yang mereka atur secara berulang-ulang. Sifat struktural yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangat dalam dan melekat berhubungan secara tidak langsung dengan reproduksi totalitas masyarakat. Giddens menyebutnya sebagai prinsipprinsip struktural. Praktik-praktik ini memiliki pengembangan ruangwaktu yang sangat besar. Bisa disimpulkan bahwa struktur didefinisikan sebagai sifat-sifat yang terstruktur (aturan dan sumber daya). Sifat-sifat yang memungkinkan praktik sosial serupa dapat dijelaskan untuk berlangsung di sepanjang ruang dan waktu dan kedua proses ini membuat bentuk-bentuk hubungan menjadi sistemik. Jadi, struktur hanya akan terwujud bila ada aturan dan sumber daya. Keduanya sangat penting untuk mereproduksi sistem sosial. Karena itu struktur menjelma dalam ingatan orang yang memiliki banyak pengetahuan (Waters dan Jary, dalam Susilo, 2009: 418). Giddens menyatakan bahwa ada tiga gugus besar struktur. Pertama struktur penandaan atau signifikansi yang menyangkut sekamata simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi yang mencakup skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang atau hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran (legitimasi) yang menyangkut skemata peraturan normative yang terungkap dalam tata hukum. Kita mudah memahami bahwa hidup di dalam masyarakat menuntut banyak banyak hal agar diakui keberadaannya. Kita hidup di lingkungan sosial, tempat keputusan dan hal-hal yang terjadi juga ditentukan pihakpihak lain. Kita tidak bisa hidup sendirian, sebab banyak ha yang akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membantu kita dan sekaligus banyak hal pula yang membatasi langkahlangkah kita. Kita tentunya bangga jika disebut orang yang produktif atau sebagai tokoh yang berhasil atau singkatnya sebagai orang yang berkuasa. Prestis kita akan naik jika semua rang memberikan penghargaan dan pengakuan. Demikian pula ketika ita bisa menguasai sejumlah orang, memasukka ide-ide pada mereka sehingga kebaagiaan kita pun akan semakin bertambah. Menjadi pimpinan, berarti melekat pula fasilitas, kewenangan, legitimasi dan kemudahan-kemudahan lain. Demikian pula menjadi bawahan tentunya akan menanggung resiko yang jauh lebih tidak nikmat. Bawahan tidak mengerti aturan main, bahkan sering menjadi koran dari permainan aturan main tersebut. Dalam hal itu, seperti yang dijelaskan berulang-ulang, Giddens menawarkan pandangan dunia sosial yang besar merupakan pola-pola interaksi, tetapi mereka juga dipandang sebagai struktur. Struktur di sini bersifat sistematis, teratur, permanen, sepanjang agen mereproduksinya di masa depan. Struktur memiliki kapasitas ganda, baik mengekang maupun mendorong (menyediakan sumberdaya) agensi manusia. Struktur bisa menjadi alat (media) dan menjadi konsekuensi tindakan manusia (Susilo, 2008:419). Menurut teori strukturasi, saat agen memuliki kuasa untuk memproduksi tindakan juga berarti saat melakukan reproduksi dalam konteks menjalani kehidupan sosial sehari-hari. Salah satu proposisi utama teori strukturasi adalah bahwa aturan dan sumberdaya yang digunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam produksi dan reproduksi tindakan sosial sekaligus merupakan alat reproduksi sistem (dualitas struktur). 3. Dualitas Struktur Struktur
Sistem
Strukturasi
Aturan dan sumberdaya atau seprangkat hubungan transformasi yang diorganisasikan sebagai sifat-sifat sistem sosial.
Hubungan yang direproduksi antara agen atau kolektivitas yang diorganisasikan sebagai praktek sosial regular.
Kondisi yang menentukan kesinambunagn atau transmutasi struktur dan dengan demikian reproduksi sistem sosial
(Giddens, 2011: 31) Struktur
sebagai
perangkat
aturan
dan
sumberdaya
yang
diorganisasikan secara rekursif, berada diluar ruang dan waktu, disimpan dalam koordinasi dan kesegeraanna sebagai jejak-jejak memori yang ditandai oleh ketiadaan subjek. Sebaliknya sistem sosial tempat disiratkannya secara rekursif struktur terdiri dari aktivitas-aktivitas agen manusia daam situasi tertentu yang direproduksi dalam ruang dan waktu. Menganalisis struktur sistem sosial berarti mengkaji mode-mode tempat diproduksi dan direproduksinya sistem-sistem seperti itu dalam interaksi yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas utama agen-agen di temapat tertentu yang menggunakan aturan-aturan dan sumberdaya-sumberdaya dalam konteks tindakan yang beraneka ragam. Yang paling penting dalam gagasanstrukturasi ialah dualitas struktur yang secara logis disiratkan to user dalam argument-argumen commit yang dikemukakan di atas. Pembentukan agen-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
agen dan struktur-struktur bukanlah dua gugus fenomena tertentu yang terpisah, yakni dualism, melainkan menggambarkan suatu bentuk dualitas. Menurut gagasan dualitas struktur sifat-sifat struktual sistem sosial keduanya merupakan media dan hasil praktek-praktek yang mereka organisasikan secara rekursif. Struktur tidaklah bersifat eksternal bagi individu-iddividu, sebagai jejak-jejak memori dan seperi yang diwujudkan dalam praktek-praktek sosial, namun dalam pengertian tertentu ia lebih bersifat ‘internal’ bukannya eksternal bagi aktivitas-aktivitasnya dalam pengertian Durkheim dengan fakta sosial. Struktur tidak disamakan dengan kekangan namun selalu mengekang dan membebaskan. Tentu saja hal ini tidak mencegah sifat-sifat terstruktur sistem sosial untuk melebar mauk ke dalam ruang dan waktu di luar kendali aktor-aktor individu, juga tidak ada kompromi terhadap kemungkinan-kemungkinan bahwa teori sistem sosial para aktor dibantu ditetapkan kemabali dalam aktivitasaktivitasnya bisa merealisasikan sistem-sistem itu. Reifikasi hubunganhubungan sosial atau naturalisasi diskursif keadaan-keadaan yang bergantung secara historis pada produk-produk tindakan manusia merupakan salah satu dimensi utama ideology dalam kehidupan sosial (Giddens, 2011: 32). Dualitas struktur selalu merupakan dasar utama kesinambungan dalam reproduksi sosial dalam ruang dan waktu. Pada gilirannya hal ini mensyaratkan monitoring refleksif agen-agen dan sebagimana yang ada di dalam duree aktivitas sosial sehari-hari. Namun jangkauan pegetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
manusia itu selalu terbatas. Arus suatu tindakan senantiasa mengahasilkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan oleh aktor-aktor dan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan itu mungkin juga membentuk kondisi-kondisi tindakan yang tak diakui dalam suatu umpan balik. Meski sejarah manusia diciptakan oleh aktivitas-aktivitas yang disengaja, namun ia bukanlah suatu proyek yang diinginkan, sejarah manusia senantiasa menghindarkan usaha-usaha untuk menggiringnya agar tetap berada di jalur kesadaran. Namun usaha-usaha semacam itu trus menerus dilakukan manusia, yang bekerja di bawah ancaman dari janji bahwa mereka adalah satu-satunya makhluk yang membuat sejarahnya dengan memperhatikan fakta di atas. Sedikit banyak dualitas struktur telah memebri keterangan kita tentang bagaimana agen dan struktur berintegrasi dan membangun identitasnya yang baru yang juga didukung oleh pengetahuan latar, ruang dan waktu yang memiliki karakteristiknya tertentu. Tak berhenti sampai di situ, konsepsi mengenai legitimasi sangat patut kita turut campurkan dalam bersatunya agen dan struktur yang mebangun identitasnya yang baru. Legitimasi sangat terkait dengan penerimaan dan kesadaran. Di mana komunikasi intensif daripada agen dan struktur secara langgeng disadari dan pada akhirnya mereproduksi kententuan-ketentuan, nilai serta normanorma yang baru. Gagasan ini memang lebih dirasa rasional ketika perjumpaan sosial dan sumberdaya menjadi peluang untuk mengontrol keadan sosial dikendaki untuk berubah bedasar atas agen-agen yang pintar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam melihat situasi.
4. Identitas Diri Sebagai Proyek Bagi Giddens (1991) identitas terbentuk oleh kemampuan untuk melanggenggkan narasi tentang diri, sehingga membentuk suatu perasaan terus-menerus tentang kontinuitas biografis. Cerita mengenai identitas berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis. Individu atau agen berusaha mengkonstruksi suatu narasi identitas koheren di mana siri membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan (Giddens, 1991:75). Jadi, identitas diri bukanlah sifat distingtif, atau bahkan kumpulan sifat-sifat, yang dimiliki oleh individu. Identitas diri ialah bagaimana yang dipahami secara rfleksif oleh orang dalam konteks biografinya (Giddens, 1991:53). Opini Giddens sesuai dengan pandangan awam kita tentang identitas, karena ia mengatakan bahwa identitas diri ialah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi. Selain itu, dia juga berpendapat bahwa identitas bukanlah kumpulan sifat-sifat yang kita miliki; identitas bukanlah sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau benda yang bisa kita tunjuk. Agaknya identitas adalah cara berfikir tentang diri kita. Namun yang kita piker tentang diri kita berubah dari situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktunya, itulah sebabnya Giddens menyebut identitas sebagai proyek. Yang dia maksud adalah bahwa identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak commit to user berangkat ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kita piker tentang diri kita saat ini dari sudur situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita piker kita inginkan, lintasan harapan kita ke depan.
5. Identitas Sosial Meski identitas-diri bisa dipahami sebagai proyek kita, kita telah menjadi truismesosiologis bahwa kita lahir di dunia yang mendahului kita. Kita belajar menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum kita datang dan kita menjalani hidup kita dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain. Singkatnya, kita terbentuk sebagai individu dalam proses sosial dengan menggunakan materi-materi yang dimiliki bersama secara sosial. Biasanya ini dipahami sebagai sosialisasi atau atkulturasi. Tanpa akulturasi kita tidak akan menjadi orang sebagaimana yang telah kita pahami dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa, konsep kedirian dan identitas akan dapat kita mengerti. Tidak ada elemen transedental atau historis terkait dengan bagaimana seharusnya menjadi seseorang. Identitas sepenuhnya bersifat sosial dan kultural, karena alasan-alasan berikut: a. Pandangan tentang bagaimana seharusnya menjadi seseorang adalah pertanyaan kulutral. Sebagai contoh, individualism adalah ciri khas masyarakat modern. b. Sumber daya yang membentuk materi bagi proyek identitas, yaitu bahasa dan praktik kultural, berkarakter sosial. Semuanya itu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibentuk secara berbeda pada konteks-konteks kultural yang berbeda pula.
6. Subjek Sosiologis Kita telah mencatat bahwa identitas tidak membangun dirinya sendiri atau berada dalam diri melainkan aspek yang seluruhnya kultural karena terbangun melalui proses akulturasi. Diri yang disosialisasikan inilah yang disebut Hall sebagai subjek sosiologis di mana. Inti dari subjek tidak bersifat otonom maupun berdiri sendiri, melainkan dibentuk dlam kaitannya dengan orang lain yang berpengaruh (signifikan others), yang jadi perantara subjek dengan nilai dan simbol-kebudayaan dalam dunia tempat ia hidup (Hall, 1992b:275 dalam Barker, 2011:177). Orang lain yang berpengaruh pertama pada kita nampaknya ialah anggota keluarga kita, yang dari mereka kita belajar melalui pujian, hukuman, peniruan dan bahasa, bagaimana menjalani hidup di dalam kehidupan sosial. Jadi asumsi dasar pandangan sosiologi tentang subjek ialah bahwa manusia adalah makhluk sosial di amana aspek sosial dan individu saling membentuk satu sama lain. Kendati demikian
diri
dipahami memiliki inti –dalam yang padu, ia dibentuk secara interaktif antara dunia dalam dengan dunia sosial yang ada di luar. Memang, internalisasi nilai dan peran sosial menstabilkan individu dan commit to user memastikan agar seorang individu cocok dengan struktur sosial dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjalin diri atau merangkai diri ke dalamnya. Berikut kerangka teoritik yang dapat penulis jelaskan:
Agen & Agensi
Dualitas Struktur
Agen (memiliki sifat yang otonom serta mampu memberikan pengaruh pada lingkungannya) dan agensi ialah tindakan yang memungkinkan seorang agen melakukan praktek-praktek sosial atau rutinisasi
(integrasi agen ke dalam struktur yang melekatkan legitimasinya)
Strukurasi (proses transmutasi struktur dan reproduksi sosial (nilai, aturan, norma) di mana di dalamnya tertaut suatu kesadaran sosial)
C. Kerangka Berpikir Bedasarkan pandangan peneliti Etnis Tionghoa mampu dikatakan sebagai agen, yaitu aktor yang memiliki tradisi khasnya dan yang paling bisa bertahan dengan kondisi tersebut walau dimensi ruang dan waktu memiliki zamannya commit to user sendiri. Sebab ruang dan waktu lah yang menentukan pelanggengan identitas
Etnis Tionghoa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seorang agen dalam kaitannya praktek-praktek sosial yang dijalaninya. Dan berikut kerangka berfikir peneliti yang didasarkan pada kajian teoritik di atas
Tradisi Makan Tahu
Tradisi Transformasi keluarga menjadi komersil atau komoditas
Tindakan monitoring refleksif “memaknai pasar”
Industrialisasi Tahu
Teori yang digunakan: Agen, Agensi dan Struktur, Dualitas Struktur serta Strukturasi dari Anthony Giddens
BAB III
Fenomena yang diteliti: Tionghoa dan tradisi makan tahu, transformasi tradisi keluarga Tionghoa, Strukturisasi di kompleks Pecinan Kediri, komoditasi Tahu
Konstruksi Citra atau identitas Kota Kediri
METODE PENELITIAN
Berbicara mengenai metode berarti berbicara mengenai hukum, aturan dan tata cara dalam melakasanakan atau menyelenggarakan sesuatu.Karena metode commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diartikan sebagai hukum dan aturan, tentunya di dalamnya mengandung hal-hal yang diatur secara sistematis.Hal-hal yang diwajibkan, dianjurkan dan atau dilarang.Sama seperti hukum dan aturan lainnya, metode diciptakan dengan tujuan untuk dijadikan pedoman yang dapat menuntun dan mempermudah individu yang melaksanakannya.
A. Jenis Penelitian Dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, manusia menjadi subjek sekaligus objeknya.
Manusia
mempelajari
manusia
lainnya,
bahkan
manusia
memperlajari dirinya sendiri.Sudah lebih dari berabad-abad lamanya, manusia serta keunikan dan kekhasannya menjadi suatu yang dibahas dan dikupas melalui ilmu pengetahuan yang menyikap tabir rahasia ras yang bernama manusia hingga ke inti yang terdalam.Pernyataan di atas sangat terkait sekali dengan istilah yang Weber sebut sebagai verstehen, yakni memahami. Dan inilah yang menjadi esensi dari penelitian kualitatif yang hendak peneliti gunakan untuk memahami fenomena yang hendak diteliti, karena dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan mampu memahami pola pikir dan sudut pandang orang lain serta sekelompok komunitas tertentu dalam setting ilmiah. Menurut Denzin dan Lincoln (1994) definisi penelitian kualitatif itu sendiri dikatakan sebagai berikut: Qualitative research is multi-method in focus, involving an interpretive naturalistic approach to its subject matter. This means that qualitative researches study things in their natural commit to user setting, attempting to make sense of or interpret phenomenon in
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials-case study, personal experience introspective, life story, interview, observational, historical, interactional and visual text that describe routine and problematic moments and meaning in individual lives. Bila kita mengartikan definisi di atas bahwa penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi.Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan penjelasan tersirat mengenai struktur, tatanan dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu kelompok partisipan. Penelitian kualitatif juga disebut field research atau penelitian kancah. Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai kelompok manusia dalam ruang atau latar sosial. Lebih lanjut, Denzin dan Lincoln menegaskan bahwa penelitian kualitatif ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendasar melalui pengalaman first-hand dari peneliti yang langsung berproses dan melebur menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dengan subjek dan latar yang akan diteliti berupa laporan yang sebenar-benarnya, apa adanya dan catatan-catatan lapangan yang aktual. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana para subjek penelitian mengambil makna dari lingkungan sekitar dan bagaimana makna-makna tersebut mempengaruhi perilaku subjek sendiri. Karena merupakan first-hand, maka dalam melakukan penelitian kualitatif harus terjun langsung dan mengenal subjek penelitian yang bersangkutan secara personal dan tanpa perantara.Semaksimal mungkin commit to user pemisah (gap) atau topeng antara peneliti dengan subjek yang diteliti harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dihilangkan atau diminimalisasi agar peneliti dengan subjek yang dapat diteliti benar-benar memahami sudut pandang dan perasaan subjek penelitian dengan optimal dan secara mendalam.Ini pula yang menjadi ciri khas dari penelitian kualitatif. Sejalan dengan Denzin dan Lincoln, Moleong (2005) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Masih banyak lagi definisi mengenai penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli metodologi penelitian kualitatif yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini, namun terdapat kesamaan pola dan adanya benang merah dari setiap definisi yang dikemukakan. Bedasarkan serangkaian karakteristik, pendekatan masalah, dan paradigma yang mengkonstruksikan penelitian kualitatif maka peneliti mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut: Penelitian kualitatif ialah suatu bentuk penelitian ilmiah yang mempunyai tujuan untuk memahami suatu gejala dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi serta komunikasi yang mendaam anatara peneliti dengan gejala yang diteliti dan kemudian menarik kesimpulan bedasarkan prinsipprinsip umum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penelitian kualitatif yang hendak dilakukan oleh peneliti kali ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi digolongkan ke dalam pendekatan penelitian kualitatif untuk membedakannya dari penelitian kuantitatif. Perbedaan lainnya terletak pada paradigma yang dipergunakan dalam melihat realita atau sesuatu yang menjadi obyek studi. Paragidma itu sendiri tidak lain adalah representasi konseptualisasi tentang sesuatu, atau pandangan terhdap sesuatu. Dengan kata lain paradigma merupakan suatu cara memahami realita. Dalam penelitian, hal ini mencakup keyakinan terhadap sifat dasar dari realitas (yang diamati), hubungan antara orang yang mencoba mengetahui sesuatu (peneliti) dan hal yang mereka coba ketahui (yang diteliti), peranan atau pengaruh dari nilai-nilai (yang dianut peneliti) dan variabel-variabel lainnya yang serupa itu. 1. Seputar Fenomenologi fenomenologi (phenomenology) merupakan suatu model penelitian kualitatif yang dikembangkan oleh ilmuan Eropa bernama Edmund Husserl pada awal ke-20 (sekitar tahun 1935-an). Model ini berkaitan dengan suatu fenomena. Pada awalnya Husserl melihat adanya titik temu antara ilmu filsafat dengan ilmu sosial terapan, seperti psikologi, antropologi dan sosiologi. Menurut Husserl dalam setiap hal, manusia memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap setiap fenomena yang dilaluinya
dan
pemahaman
dan
penghayatannya
tersebut
sangat
berpengaruh terhadap perilakunya (Giorgi dan Giorgi dalam Smith, 2003). commit to user Dalam pengembangan model fenomenologi, Husserl memulainya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan suatu pertanyaan, ”bagaimana suatu objek dan suatu kejadian muncul bersamaan dan mempengaruhi kesadaran manusia, dan apakah suatu fenomena yang terjadi dapat dipisahkan dari kesadaran manusia?”. Itulah pertanyaan pertama yang menggelitik Husserl untuk meneliti dan mengembangkan fenomenologi (Herdiansyah, 2010:66). Model fenonemologi lebih ditunjukkan untuk mendapatkan kejelasan dari fenomena dalam situasi natural yang dialami oleh individu setiap harinya daripada melakukan reduksi suatu fenomena dengan mencari keterkaitan atau hubungan sebab akibat dari variabel. Fenomenologi berusaha untuk mengungkap dan mempelajari serta memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami
oleh
individu
hingga
tataran
keyakinan
indivdu
yang
bersangkutan. Dengan demikian, dalam mempelajari dan memahaminya, haruslah bedasarkan sdudut pandang paradigma dan keyakinan langsusng dari individu yang bersangkutan sebagai subjek yang mengalami langsung (first-hand experiences) (Herdiansyah, 2010). Dengan kata lain, penelitian fenomenologi berusaha untuk mencari arti secara sosiologis dari suatu pengalaman individu terhadap suatu fenomena melalui penelitian yang mendalam dalam konteks kehidupan sehari-hari subjek yang diteliti. Disamping itu, dalam memahami dan mempelajarinya haruslah didukung oleh persiapan yang matang dan komprehensif dari peneliti untuk mendapatkan kepercayaan penuh dari subjek yang diteliti, sehingga keterdekatan dapat diperoleh dan dapat mendukung penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara sederhana, fenomenologi lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan
dengan
suatu
fenomena
tertentu.
Polkinghorne
(1989)
mendefinisikan fenomenologi sebagai sebuah studi untuk memberikan gambaran tentang arti dari pengalaman-pengalaman beberapa individu mengenai suatu konsep tertentu. Dengan penjelasan yang telah diberikan, kita dapat melihat bahwa suatu fenomena tertentu dapat mempengaruhi dan memberikan suatu pengalaman yang unik, baik bagi seorang individu maupun sekelompok individu. Pengalaman seseorang yang luar biasa dan fenomenal secara umum akan terjadi suatu perubahan sikap, sudut pandang ataupun perilaku pada orang yang mengalami pengalaman tersebut. Terjadinya perubahan perilaku, sikap dan sudut pandang yang diakibatkan oleh suatu peristiwa yang tidak biasa atau fenomena tersebut menggelitik peneliti kualitatif untuk mengangkatnya sebagai bahasan dalam penelitian kualitatif dengan model fenomenologi. Pengalaman yang disebut di atas bukan sekadar pengalaman yang biasa, namun pengalaman yang terjadi tersebut berkaitan dengan ruang dan waktu yang mempengaruhi kesadaran individu secara langsung
maupun
memfokuskan
pada
tak
langsung.
pengalaman
Karena pribadi
model
individu,
fenomenologi maka
subjek
penelitiannya adalah orang yang mengalami langsung kejadian atau fenomena yang terjadi, bukan individu yang hanya mengeahui suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fenomena secara tak langsung atau melalui media tertentu yang meliputinya. Creswell (1998) mengemukakan beberapa prosedur dalam melakukan studi fenomenologi: a.
Prosedur pertama, peneliti harus memahami perspektif dan filosofi yang ada di belakang pendekatan yang digunakan, khususnya mengenai konsep studi bagaimana individu mengalami suatu fenomena yang terjadi. Konsep epoche 1 merupakan inti ketika peneliti mulai menggali dan mengumpulkan ide-ide mereka mengenai fenomena dan mencoba memahami fenomena yang terjadi menurut sudut pandang subjek yang bersangkutan.
b.
Prosedur kedua, peneliti membuat pertanyaan penelitian yang mengeksplorasi serta menggali arti pengalaman subjek dan meminta subjek untuk menjelaskan pengalamannya tersebut.
c.
Prosedur selanjutnya adalah peneliti mencari, menggali dan mengumpulkan data dari subjek yang terlibat secara langsung dengan fenomena yang terjadi.
d.
Setelah data terkumpul, peneliti mulai melakukan analisis data yang terdiri atas tahapan-tahapan analisis.
e.
Prosedur yang terakhir, laporan penelitian fenomenologi diakhiri dengan diperolehnya pemahaman yang lebih esensial denga
1 Epoche
ialah mengesampingkan atau menghilangkan semua prasangka peneliti pada suatu
fenomena.Artinya sudut pandang yang digunakan benar-benar bukan merupakan sudut pandang
commit to user
peneliti, melainkan murni sudut pandang dari subjek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
struktur yang invariant dari suatu pengalaman individu, mengenali setiap unit kecil dari arti yang diperolehya bedasarkan pengalaman individu tersebut.
B. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian yang hendak dilakukan berlokasi di salah satu kompleks Pecinan (Kampung Cina) atau China Town (dalam bahasa Inggris) di kota Kediri, yakni di sepanjang jalan Pattimura yang merupakan bagian dari wilayah administrasi kelurahan Jagalan dan Setono Pande, jalan Yos Sudarso dan jalan Trunojoyo yang menjadi wilayah admisnistratif kelurahan Pakelan. Di mana bila kita amati, akan didapati toko sembako dan pusat oleh-oleh khas kota Kediri yaitu Tahu yang dibatas-akhiri dengan palang kereta api apabila kita hendak melanjutkan perjalanan kearah pasar Setono Betek. Jalan Pattimura, jalan Yos Sudarso serta jalan Trunojoyo itu sendiri tidak memiliki jarak yang relatif jauh, sekitar 5 kilometer panjangnya. Wilayah tersebut memiliki batas sebelah barat berbatasan dengan sungai Brantas, sebelah timur berbatasan dengan kampung Paggora, sebelah selatan berbatasan dengan kampung Pandean serta sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Kemasan. Pada penelitian kali ini peneliti juga hendak memperdalam unit analisisnya pada batas sebelah selatan kompleks pecinan itu sendiri, yaitu Pandean. Secara administratif Pandean juga merupakan wilayah naungan Kelurahan Setono Pande sama seperti halnya kompleks Pecinan. Pandean berjarak sekitar 500 meter dari alun-alun kota Kediri dan kini banyak dihuni commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendatang yang pada umumnya dari Bandung.Kampung di mana pada umumnya
berpenduduk
yang
memeluk
agama
Kristen-Protestan
ini
berkharakeristikkan lingkungan yang padat penduduk dan bisa digolongkan sebagai slum area atau pemukiman kumuh. Di sisi yang sama, mata pencaharian laki-laki pandean ialah sebagai kuli panggul atau manol (dalam bahasa Kediren) di toko-toko sembako Cina dan yang perempuan kebanyakan hanya membuka warung makanan. Jarak antara rumah satu dengan rumah yang lain tidak jauh, sekitar 0,5 meter saja. Sebelah barat Pandean berbatasan dengan Kelurahan Kauman, sebelah timurnya berbatasan dengan kampung Paggora, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kampung Dalem serta sebelah utara berbatasan dengan kompleks Pecinan seperti yang telah disadur di atas.
C. Informan Penelitian Informan penelitian yang dimaksud di sini ialah etnis Tionghoa yang berdomisili di kompleks Pecinan Jalan Pattimura, jalan Yos Sudarso dan jalan Trunojoyo kota Kediri. Pemilihan informan dalam wilayah tersebut selain banyaknya masyarakat Tionghoa yang mendirikan perusahaan Tahu sekaligus mereka juga memiliki keterikatan sejarah politik dan ekonomi. Data yang diperoleh dari informan dikumpulkan dan dihubungkan, kemudian data tersebut dikelompokkan bedasarkan aspek-aspek yang mencuat. Sehingga penelitian ini bersifat induktif. Informan yang dipilih ialah etnis Tionghoa yang hidup, telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beralkulturasi dan juga beradabtasi dengan masyarakat sekitar secara khusunya. Demikian juga dengan etnis Tionghoa pemilik pusat oleh-oleh khas kota Kediri yaitu tahu bernama Bah Kacung. Hal ini dikarenakan toko Tahu Bah Kacung lah yang menjadi toko Tahu pertama yang dibuka. Jadi sudah bisa dibayangkan seberapa tua usianya. Dan keluarga dari perusahaan Tahu Bah Kacung lah yang menjadi subjek vital dalam penelitian ini. Di perusahaan Tahu Bah Kacung telah mampu mewabahi etnis Tionghoa yang tinggal di dekatnya turut membuka pusat oleh-oleh kota Kediri dan dengan menginduksikan berbagai macam data darinya penelitian ini bisa bergulir. Selain perusahaan Tahu Bah Kacung, penulis juga akan menjadikan keluarga yang menjadi bagian dari perusahaan Tahu Kao Loung dan LYM. Untuk melengkapi data penulis ingin menambahkan informan tokoh masyarakat di sekitar lingkungan misalnya pemerhati kelurahan baik Jagalan, Setono Pande dan Pakelan. Karena, mereka dianggap sangat tahu tentang warganya dan banyak sekali berhubungan atau berurusan dengan kemasyarakatan. Yang terakhir, peneliti juga akan memilih informan para Toke yang memperkerjakan orang dari kelurahan Setono Pande sebagai kuli panggul (manol, dalam bahasa Kediren) atau buruh yang berkerja untuk mereka. Informasi juga hendak diambil dari etnis Tionghoa yang dianggap telah hidup berpuluh-puluh tahun yang dapat mengalami beberapa zaman misalnya sebelum mereka merdeka, setelah merdeka dan Orde Lama, Orde Baru serta masa Reformasi. commit to user D. Alasan Memilih Lokasi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tempat yang memiliki keunikan selalu merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Dari gejala itulah peneliti sangat bersemangat melakukan penelitian ini. Pertama ialah kompleks Pecinan, selain relevan dengan objek yang hendak diteliti serta minat peneliti atas etnisitas khususnya Tionghoa, kompleks Pecinan Jalan Pattimura Kediri merupakan pusat atau induk sembako untuk kebutuhan kota. Di mana di sisi barat jalan tersebut akan ditemukan banyak toko-toko besar atau grosir yang menjual sembako. Berlanjut menengok ke timur dan ke barat arah jalan Yos Sudarso serta jalan Trunojoyo seperti yang sudah disinggung di atas akan kita temui beberapa pusat oleh-oleh kota Kediri, yaitu Tahu. Secara sadar atau tidak, pemandangan khas sangat nampak di sini. Jalananan yang selalu sibuk dengan aktivitas ekonomi seolah menanamkan tunas keiingintahuan peneliti tentang asal muasal atau bagaimana kolaborasi antara kompleks Pecinan dan lingkungan sekitar mampu menghasilkan gejala seperti semacam ini. Di lain sisi, alasan akses terhadap lokasi penelitian kali ini merupakan alasan kedua bagi peneliti untuk memperdalam studi tentang etnisitas. Dahulu kompleks sebelah selatan jalan Pattimura merupakan tempat di mana peneliti lahir dan hidup di sana selama 11 tahun. Seluk beluk serta gambaran struktur sosial di sana sedikit banyak dapatdiketahui oleh peneliti termasuk gejala yang ada di kompleks Pecinan yang telah melembaga dengan Pandean itu sendiri. Apalagi hubungan peneliti dengan penduduk Pandean sudah sangat dekat dan pada umumnya mereka ialah orang-orang yang ramah.Sehingga, hal tersebut merupakan titik kemudahan tersendiri bagi peneliti untuk menentukan unit commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
analisis. Yang terakhir, lokasi kediaman peneliti sekarang tidak berjarak jauh dari kompleks Pecinan dan Pandean, sekitar 3 kilometer saja.Hanya dengan berjalan kaki melintasi masjid Agung kota Kediri kemudian berlanjut di Kelurahan Kauman, menyeberang jalan, sampailah peneliti di kompleks Pecinan dan Pandean.
E. Teknik Pemilihan Informan Dengan masyarakat kompleks Pecinan Jalan Pattimura dan masyarakat Pandean sebagai populasinya secara keseluruhan makadalam menentukan teknik pemilihan informan (sampel) peneliti menggunakan pendekatan purposive sampling. Teknik semacam ini menyandarkan analisinya bedasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Di mana peneliti akan memilih subjek penelitian dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk mempelajari atau untuk memahami permasalahan pokok yang akan diteliti. Subjek penelitian dan lokasi penelitian yang dipilih dengan teknik ini biasanya disesuaikan dengan tujuan penelitian. Tak berhenti sampai di situ, selanjutnya peneliti juga menggunakan teknik confirming dan disconfirming sampling. Dimana seringkali dalam penelitian kualitatif memerlukan prosedur cross-check hasil temuan atapun data yang diperoleh dari sumber atau subjek penelitian. Untuk itu diperlukan subjek ataupun informan yang berfungsi sebagai individu yang memperkuat commit to user atau justru memperlemah temuan atau data yang diperoleh sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan menggunakan teknik semacam ini akan mudah untuk melakukan kepentingan cross-check data yang telah diperoleh sbelumnya. Dalam penelitian kualitatif seperti yang hendak peneliti lakukan biasanya tindakan cross-check dilakukan dengan bantuan informan dari subjek penelitian yang dipilih. Informan yang dipilih haruslah memiliki syarat bahwa ia merupakab orang yang mengenal subjek dengan baik dan mengetahui karakteristik yang diteliti dari subjek penelitian (Herdiansyah, 2010: 111). Untuk melengkapi teknik pemilihan informan, peneliti juga akan menggunakan teknik snow ball dalam penelitian ini. Alasan rasional peneliti menggunakan teknik tersebut ialah terkadang fenomena yang hendak diteliti dapat berkembang lebih dalam dan lebih luas dari yang ditentukan sebelumnya.Pada situasi tertentu, jumlah subjek penelitian yang terlihat menjadi bertambah karena subjek penelitian yang telah ditentukan sebelumnya kurang memberikan informasi yang mendalam atau pada situasi-situasi tertentu tidak memungkinkan peneliti untuk mendapatkan akses kepada sumber, lokasi atau subjek yang tengah diteliti.Dalam situasi-situasi yang demikian diperlukan penelusuran lebih lanjut menuju sasaran yang hendak diteliti.Penelusuran ini biasanya bersifat sambung-menyambung hingga sampai kepada sasaran. Hal inilah yang disinggung dalam teknik snow ball sampling. Teknik ini juga merupakan strategi yang dilakukan setelah pengambilan sampel selesai dilakukan. Berikut ialah skema teknik pemilihan informanketika serta pasca peneliti mendapatkan data (Herdiansyah, 2010: 109) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Waktu pengambilan sampel
Pada saat pengambilan data
Setelah pengambilan data
Tujuan sampling Untuk memenuhi kebutuhan data tertentu yang terdapat pada karakteristik subjek yang diteliti
Purposive sampling
Gambar IV
Tujuan sampling Untuk memperlemah atau menguatkan data sebelumnya Confirming atau Disconfirming sampling
Untuk menggambarkan suatu kasus secara mendalam dengan subjek yang representatif
F. Teknik Pengumpulan Data Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui
Snow ball sampling
suatu metode pengumpulan data yang hendak diolah lalu dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapat menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu. Berikut teknik pengumpulan data yang hendak digunakan dalam penelitian ini. 1. Data Primer a. Wawancara Mendalam Menurut Moleong (2005), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
commit to user mengajukan (interviewer) yang
pertanyaan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tesebut.Definisi wawancara berikutnya dikemukakan oleh Steward and Cash (2008) yang mendefinisikannya sebagai berikut. An interview is interactional because there is an exchanging or sharing of roles, responsibilities, feeling, beliefs, motives and information. If one person does all of the talking and the other all of the listening, a speech to an audience of one, not an interview, is taking place. Bedasarkan definisi menurut Steward and Cash wawancara diartikan sebagai sebuah interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif dan informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan kondisi satu orang melakukan atau memulai pembicaraan sementara yang lain hanya mendengaran. Dan hal ini tergantung di mana wawancara bertempat. Sejalan dengan definisi wawancara secara garis besar di atas, kegiatan wawancara mendalam (in depth-interview) dengan informan yang ada di lapangan pun sangat diperlukan dan berperan sebgai pengumpul data yang utama, terutama berkaitan dengan berbagai pemahaman subjek terhadap gejala yang ada di sekitarnya. Karena pada ranah subjeklah (yang menjadi informan) kita dapat berpartisipasi dengan masyarakat secara langsung. b. Observasi. Metode observasi ialah metode pengumpulan data yang paling lama digunakan dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. useryang berarti memperhatikan dan Observasi berasal dari commit bahasa to latin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
megikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam artian mengamati denga teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju (Banister, 1994). Cartwright dan Cartwright mendefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati dan mencermati serta merekam perilaku secara sitematik utnuk sutau tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpula atau diagnosis. Inti dari observasi ialah adanya perilaku yang nampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai.Perilaku yang nampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung serta dapat diukur.Karena mensyaratkan perilaku yang nampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi atau intensi atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobeservasi. Langkah berikutnya adalah membuat panduan observasi, Herdiansyah
(2009)
memberikan
panduan
observasi
untuk
mempermudah peneliti memberikan patokan atau batasan dari observasi yang dilakukan agar observasi yang dilakukan tatap pada tujuannya. Panduan observasi secara sederhana dapat dilihat pada keterangan berikut:
Contoh pertanyaan Panduan Observasi a. Siapa yang mengobservasi? b. Siapa atau apa yang diobservasi? commit to user c. Di mana lokasinya (bisa lebih dari 1 lokasi)? d. Kapan observasi dilakukan (time setting)? e. Motode observasi yang digunakan?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar V
Yang terakhir, metode observasi yang hendak dilakukan oleh peneliti ialah model Anecdotal Record. Di mana metode observasi yang satu ini digunakan peneliti untuk melakukan observasi dengan hanya membawa kertas kosong untuk mencatat perilaku yang khas, unik dan penting yang dilakukan subjek penelitian.Bisanya perilaku yang dicatat dalam model Anecdotal Record merupakan perilaku yang memiliki keunikan tersendriri serta hanya muncul sekali saja.Dalam model anecdotal record, peneliti yang mengobservasi mencatat dengan teliti dan merekam perilaku-perilaku yang dianggap penting dan bermakna sesegera mungkin setelah perilaku tersebut muncul. Catatan tersebut harus sedetail dan selengkap mungkin sesuai dengan kejadian yang sebenarnya tanpa mengubah kronologisnya.Dan kesemuanya itu harus dijelaskan ke bentuk yang koheren.Dalam model anecdotal record peneliti juga dapat menafsirkan makna dari perilau yang muncul, menurut pendapat dan sudut pandang peneliti sepanjang penafsiran dan makna menurut peneliti berfungsi sebagai pendukung dari makna yang sebenarnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Alasan peneliti memilih metode observasi anecdotal recorddi atas ialah sebagai berikut: a. Ketika peneliti memilih metode anecdotal record, pemahaman yang lebih tepat dan akurat dari tingkah laku unik dan spesifik lebih mudah didapatkan. Latar belakang munculnya perilaku unik, khas dan spesifik dapat dengan mudah diperoleh dan dijelaskan. b. Dengan diperolehnya latar belakang munculnya perilaku unik dank has tersebut akan memudahkan peneliti dalam menarik tema-tema dan kesimpulan umum dari perilaku yang muncul.
2. Data Sekunder a. Kepustakaan Studi kepustakaan adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalis dokumen-dokumen yang ditemukan serta memiliki relevansi dengan kajian yang hendak diteliti.Adapun dokumen-dokumen yang hendak digunakan sebgai data sekunder oleh peneliti ialah. b. Berbagai Literatur Terkait Literatur terkait ialah berbagai kumpulan buku-buku yang relevan dengan subjek kajian yang hendak diteliti oleh peneliti. Di samping bukubuku tersebut sebelumnya, peneliti juga akan menggunakan penelitian terdahulu untuk memberikan kelengkapan atas penelitiannya. Dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
demikian kemungkinan tercipatanya tumpang tindih (over lay) tak ada. c. Dokumen Resmi Dokumen resmi dapat dibagi menjadi dua katergoti, yaitu dokumen internal dan dokumen eksternal.Dokumen internal dapat berupa catatan, seperti memo, pengumuman, instruksi aturan yang melembaga.Dokumen eksternal dapat berupa bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga seperti majalah, koran, buletin, jurnal dan lain sebagainya.
G. Teknik Analisis Data Analisis data pada umumnya adalah sebuah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatau pola, kategori dan satuan uraian yang bertujuan memberi penjelasan. Dalam bahasa lain, dijelaskan sebagai prose yang memberikan rincian usaha secara formal untuk menentukan tema sesuai dengan apa yang digambarkan oleh data yang diperoleh. Dengan tahap ini data diolah sedemikian rupa dengan tujuan untuk menggambarkan suatu gejala yang jelas dan tepat (Moleong, 1999:103). Berdasarkan model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive model of analysis). Empat komponen analisis (Pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan verifikasi data), aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus. Berikut rincian modelnya:
1. Pengumpulan Data(Data Collection) Peneliti pengumpulkan mencatat semua data secara objektif commitserta to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan apa adanya sesuai denganhasil observasi dan wawancara di lapangan yang dituliskan di dalam log book peneliti serta rekaman saat wawancara tersebut dilakukan. 2. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data adalah memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yangmenggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu danmengorganisasikan data-data yang telah direduksi memberikan gambaranyang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.Reduksi
data
merupakan
yang
komponen
pertama
dalam
analisis
data
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting.
3. Penyajian Data(Data Display) Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam penelitian
bentuk
dapat dilakukan.
narasi
yang
Secara
memungkinkan
singkat
dapat
simpulan
berarti
cerita
sistematis dan logis supaya makna peristiwanya menjadi lebih mudah dipahami. 4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi(Conclusion Drawing and Verifying) commit to user Dalam awal pengumpulan data peneliti
sudah harus mulai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengerti apa arti dari hal-hal yang pencatatan peraturan-peraturan,
ia
temui dengan melakukan
pola-pola,
pernyataan-pernyataan,
konfigurasi yang mungkin arahan sebab akibat, dan berbagai proporsi sehingga
memudahkan
dalampenarikan
kesimpulan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam proses analisisnya, ketiga komponen tersebut akan beraktivitas secara interaktif dengan proses pengumpulan data dalam sebuah siklus. Data yang digali dan dikumpulkan di lapangan dianalisis berdasarkan dimensi context, input, process, dan product untuk selanjutnya dianalisis keterkaitannya antara satu dimensi dengan dimensi
lainnya.
Analisis terhadap
dengan
memperhatikan
dampak
keterkaitan secara
program
dipaparkan
menyeluruh
terhadap
dimensi konteks, input, serta dimensi proses dari program(Slamet, 2006 : 140-142 ).
Model interactive model of analysis Miles & Huberman:
Gambar VI commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Validitas atau Keabsahan Data Dalam penelitian ini peneliti hendak melakukan validitas atau keabsahan data dengan menggunakan teknik trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan data denganmemanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan
kembaliatau
sebagai
pembanding
data-data
tersebut.Trianggulasi yang digunakan adalah pemeriksaan melalui data lain yaitudengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan sesuaiinformasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metodekualitatif (Patton dalam Moleong, 2000: 178). Teknik pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan jalan: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan yang dikatakan di depan umum dengan yang dikatakansecara pribadi. 3. Membandingkan yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apayang dilakukan sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan pandangan seperti masyarakat biasa, orangyang berpendidikan menengah atau tinggi dan orang pemerintah. 5. Membandingkan hasil wawancara hasil dengan suatu dokumen yang berkaitan(Moleong, 2000: 178).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PEMBAHASAN
A. Etnis TionghoaKota Kediri Dalam Kajian Budaya Berbicara mengenai etnis Tionghoa Kediri tentu tidak bisa terlepas dari sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Fenomena tersebut dianggap sebagai suatu realitas sejarah yang panjang bagi beberapa derah di Indonesia pada umumnya atau kota Kediri pada khususnya. Hubungan antar etnis di Indonesia terutama dengan etnis Tionghoa mampu dikatakan sebagai hubungan yang tak dapat user saling membutuhkan terutama dihindari, karena antara keduacommit etnis to tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam bisnis dan iiplomasi berlatarkan budaya Asia, berupa hubungan sosial yang dibangun oleh etnis Tionghoa di Indonesia adalah bersifat khas. Etnis Tionghoa telah hidup dan berkembang di Indonesia selama ratusan bahkan ribuan tahun. Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia sendiri erat kaitannya dengan sejarah politik, sosial-ekonomi di negeri Tiongkok. Etnis Tionghoa yang datang ke Nusantara memiliki latar belakang subetnis dari suku yang berbeda. Keberagaman suku dan etnis mereka dari negara Tiongkok membuat mereka terkonstruksi dengan tatanan, kebiasaan dan bahasa asal sehingga menciptakan suatu sistem kebudayaan nenek moyang mereka di perantauan. Kebiasaan dan tradisi etnis Tionghoa yang ada di Indonesia saling berbeda seperti suku Hok Kian, Kong Hu dan Khek. Selain berbeda suku, mereka juga terdiri atas marga seperti marga Li, Liem dan Chen (Usman, 2009:164). Bangsa Tiongkok berikut perangkat kebudayaannya merupakan bangsa yang besar dan menyimpan peradaban yang sangat tinggi, sehingga mereka sanggup mempertahankan kekhasan budaya mereka walaupun hidup di perantauan, termasuk di Indonesia itu sendiri. Namun demikian terjadi perubahan-perubahan yang mengikuti dinamika lingkungan kebudayaan Tionghoa itu hidup dan berkembang. Peradaban etnis Tionghoa di Tiongkok telah ada terhitung sejak 2943 Sebelum Masehi. Kebudayaan Tiongkok lahir dari suatu proses yang cukup panjang dan mengalami tantangan internal yang hebat terutama karena Sungai Kuning sering banjir sehingga membuat bangsa commit to user Tiongkok mencoba menghalangi banjir yang muncul setiap tahun dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadikannya sangat kreatif dalam membuat tanggul di tepi sungai. Akan tetapi setiap tahun tanggul yang mereka bangun juga roboh. Adanya tantangan tersebut akhirnya bangsa Tiongkok membentuk suatu karakter budaya yang defensif terhadap tantangan dari dunia luar.sejarah lahir dan berkembangnya kebudayaan Tiongkok bercermin agraris dan diilhami oleh sungai Kuning (Usman, 2009: 164).
1. Sejarah Kebudayaan Tionghoa Sejarah dan peradaban Tiongkok dilahirkan dari suatu proses yang panjang mengikuti perkembangan zaman. Pada awalnya sejarah peradaban dan kebudayaan Tionghoa dilatarbelakangi oleh Sungai Kuning dan mata pencaharian utama masyarakatnya adalah agraris. Peradaban Tiongkok telah berkembang ribuan tahun Sebelum Masehi tersebut sulit ditelusuri secara pasti karena banyaknya simbol, mitos dan legenda. Dalam Chouw disebutkan bahwa sejarah Tiongkok Kuno yang sudah ada sejak 2943 SM, adalah bukti arkeologi yang menunjukkan bahwa peradabaan Tiongkok baru dimulai sekitar tahun 1400 SM (Chouw, 2008:83). Peradaban Tionghoa merupakan salah satu peradaban tertua di dunia. Peradaban Tionghoa yang terkenal dengan teknologi dan ilmu commit to user pengetahuan mempunyai riwayat yang sangat panjang dan penuh legenda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta misteri sehingga sangat sulit untuk ditelusuri. Di samping itu kebudayaan dan peradaban Tiongkok selain dipengaruhi oleh legenda juga mereka sangat percaya akan simbol-simbol astrologi Cina, Pakua dan Fengsui. Simbol-simbol kebudayaan tersebut masih dipraktikan oleh etnis Tionghoa rantauan. Adanya simbol-simbol tersebut mencerminkan bahwa peradaban Tionghoa selain sudah berumur ribuan tahun sekaligus masih mempetahankan dan mempercayainya. Dalam Chouw disebutkan ada hubungan dengan peradaban Timur Tengah (Mesopotamia) dengan peradaban Tiongkok. Secara historis sejarah suku Cina mempunyai hubungan dengan peradaban Timur Tengah seperti Mesir dan Mesopotamia. Dalam Jimat Pakua, Chouw menjelaskannya sebagai berikut: Peradaban urban mulai menyebar ke lembah Indus di India pada 2350 SM sampai 1750 SM, kemudian ke Tiongkok di awal pemenrintahan Dinasti Shang pada tahun 1400-1122 SM. Ada teori yang menyebutkan bahwa orang Tionghoa bermigrasi melalui Khotan (Turkestan Timur di Asia Tengah) dan Akkadaia di Mesopotamia. Rute ini adalah jalan darat rute perdagangan sutra antara Tiongkok dan Barat (Chouw, 2003: 83-84). Keterkaitan
antara
peradaban
Tiongkok
dengan
peradaban
Mesopotamia dan Timur Tengah lainnya karena adanya hubungan darat dan laut pada awal peradaban manusia dimulai. Kemungkinan zaman perunggu tersebut menunjukkan keterkaitan pada peninggalan kuno. Pada zaman perunggu manusia-manusia bermigrasi melalui jalan darat.Demikian halnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketangguhan nenek moyang mereka bermigrasi melalui Asia Tengah. Hubungan sejarah antara Timur Tengah dengan bangsa Tiongkok ditelusuri dengan adanya hubungan perdagangan pada awal perkembangan peradaban manusia. Sehubungan dengan keterkaitan antara peradaban Tiongkok dengan peradaban Timur Tengah. Disebutkan Wang dan Nelsen sebagai berikut, gulungan Kitab Kuno di Laut Mati yang ditemukan pada tahun 1947, termasuk kitab Yesaya, membuktikan sekali lagi bahwa yang sekarang ini adalah Alkitab yang akurat dan dapat dipercaya. Ayat ini di dalam kitab Yesaya diperkirakan menyebutkan Tiongkok: Lihat, ada yang datang dari jauh, ada dari utara dan dari barat juga dari tanah Sinim (Yesaya 49: 12 dalam Wang dan Nelsen, 2003: 4). Dalam kutipan Wang dan Nelsen timbulah pertanyaan arti kata "Sinim". Di manakah kata Sinim yang disebutkan Yesaya sebelum pelayaran berakhir pada tahun 680 SM? Menurut Konkordasi Srtong, Sinim adalah suatu daerah Oriental, Konkordasi Young menyatakan bahwa Sinim adalah orang-orang di Timur Jauh, orang Tiongkok (Wang dan Nelsen, 2003: 4). Dengan demikian Sinim disebutkan Wang dan Nelsen adalah suatu negara yang telah berdiri dan berkembang pada zaman Yesaya. Bangsa Tiongkok sejak awal Masehi telah berambisi mengadakan perjalanan dan perdagangan terutama Sutra. Dengan kata lain, telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengadakan kontak budaya dengan bangsa lain terutama bangsa yang maju seperti Timur Tengah. Demikian halnya bagi umat Islam, Tiongkok merupakan negeri yang tidak asing lagi, terutama daerah Xinjiang. Dalam Setiawan dan Wardani disebutkan sebagai berikut: negeri Tiongkok bagi umat Islam bukanlah nama yang asing lagi. Eksistensi negeri Tirai Bambu ini tercatat dalam sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW yang amat terkenal, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina (Tiongkok)". Jelas, Muhammad SAW tak keliru. Pada zaman awal peradaban Islam, Tiongkok adalah super power, pemilik semua teknologi dan ilmu pengetahuan, peradaban tinggi, serta wilayah yang maha luas (Setiawan dan Wardani, 2003: 89). Negeri Tiongkok dan peradaban masyarakatnya sangat maju dan terkenal sehingga pada awal kelahiran Islam, Rasul Muhammad menganjurkan untuk menuntut ilmu sampai negeri Cina (Tiongkok). Pada awal Masehi di negeri Tiongkok telah terkenal akan ilmu pengetahuan terutama percetakan dan ilmu kedokterannya. Pada abad ke 7 Masehi di Tiongkok telah ditemukan mesin cetak yang dibuat dari kulit. Jika dianalisis lebih jauh, Hadist tersebut menunjukkan bahwa negeri Tiongkok sangat maju sehingga ilmu penegtahuan yang mereka punyai tidak dikembangkan ke negara lain. Oleh karena itu, strategi dan konsep pengembangan ilmu hanya diperuntukkan bagi orang Tiongkok sendiri. Selain ilmu pengetahuan yang tinggi, bangsa Tiongkok juga sangat lihai bernegosiasi dan berbisnis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga rasul Muhammad menganjurkan untuk mencari ilmu sampai ke negeri Cina (Tiongkok) walaupun sulit menembus jaringan rahasia mereka. Sejak sebelum Masehi hubungan antara Timur Tengaj dan negeri Tiongkok sudah mulai ada dan sudah terkenal. Hubungan negara Tiongkok dengan negara-negara yang telah maju terutama dengan Timur Tengah adalah pada awal abad ke 2 SM, yakni pada masa dinasti Han, para pedagang Tiongkok sudah menjali hubungan dagang dengan separuh bagian dunia. Sejak itu hingga awal abad ke 19, tidak dapat disangkal bahwa Tiongkok telah menjadi negara dagang yang besar. Ekspansi Tiongkok yang pertama dan paling dinamis dimulai pada zaman Dinasti Tang (618-907 M). Ketika itu para saudagar telah membuka hubungan daganag antarnegara di sepanjang rute yang dikenal sebagai Jalan Sutra. Jalan Sutra berawal di Xi-An, ibukota Tiongkok selama Dinasti Tang berkuasa (sekarang masih menjadi ibukota provinsi Shan Xi). Rute itu kemudian berbelok ke barat, meninggalkan Tiongkok di dekat Ka-Shi (sekarang provinsi Xinjiang), terus melalui Rusi, India Utara, Afganistan, Persia dan berakhir di kota pelabuhan Tyre yang terletak di Lebanon sekarang (Wang, et.al., 2000: 10). Pada abad ke 2 Masehi bangsa Cina telah menjalin hubungan dengan dunia luar dengan luasnya. Sebagaimana yang telah mereka gambarkan bahwa sudah 2000 tahu yang lalu berambisi mengadakan hubunganhubungan dengan bangsa luar melalui jalur berdagang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sejalan dengan itu Wibowo menyebutkan: udah sejak awal Masehi, Tiongkok mengalami "globalisasi pertama" yaitu hubungan perdagangan sutra dengan kekaisaran Roma. Hubungan ini sungguh menakjubkan jika diingat sarana transportasi pada zaman itu (Wibowo, 2004:11). Budaya Tiongkok sebagai salah satu budaya tertua di dunia sangat rumit teruatama karena tulisn Ganzhi bangsa ini. Akan tetapi karena sulitnya dan uniknya peradaban tersebut membuat budaya dan peradaban Tiongkok sangat tangguh dalam mempertahankan arus perubahan dari dunia luar. Kekhasan dan keutuhan budaya bangsa Tiongkok membuat etnisnya sangat menyanjungi serta taat kepada ketentuan budaya mereka. Di samping dalam budaya Tiongkok terdapat banyak mitos dan legenda. Demikian halnya kehidupan dan kepercayaan bangsa Tiongkok tidak terlepas dari alam di sekitarnya. Alam bagi bangsa Tiongkok memiliki mitos dan percaya kepada roh leluhur. Sebagai mitos yang terkenal disebutkan Willy Berlian sebagai berikut bangsa Tionghoa dilahirkan dan dibesarkan oleh Sungai Kuning yang bemuara di daerah pegunungan Ba Ya Ka La sebelah Tiongkok. Sungai ini sangat terkenal dengan keragaman fenomena perubahan sepanjang alirannya menuju bagian timur negeri itu. Terutama pada lintasan di daerah Central Uplandsryang kaya lumpur, menyebabkan air sungai menjadi lumpur kuning dan sering meluap mendatangkan bencana besar bagi kehidupan sekelilingnya. Sungai Kuning inilah, menurut catatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejarah Tiongkok, menaungi lahirnya budaya bangsa Tionghoa. Entah apa kaitannya Sungai Kuning dengan bangsa yang berwarna kulit kuning dan apa pula hubungan kedahsyatan lumpur kuning dengan nenek moyang mereka yang bernama Kaisar Kuning (Tan, 2004: 181). Sungai Kuning bagi bangsa Tiongkok merupakan inspirasi lahirnya kebudayaan dan peradaban Tiongkok. Sungai Kuning dikenal ganas dan gersang sehingga membuat masyarakat yang tinggal di sekelilingnya sangat hati-hati jika memanfaatkan sungai tersebut. Meskipun demikian Sungai Kuning membawa rejeki karena setiap kali banjir membawa lumpur kuning yang sangat subur untuk ditanami sayuran dan tanaman pangan lainnya. Dengan kata lain keganasan dan keberkahan Sungai Kuning membentuk karakter masyarakat yang tinggal di sekitarnya memiliki etos kerja yang sangat kuat dalam mempertahankan prinsip kebudayaan mereka. Setiap tahun Sungai Kuning tersebut mengalami banjir, sehingga orang Tiongkok mempersiapkan bendungan guna menahan banjir itu. Akan tetapi benteng tersebut setiap bajir tiba akan mengalami kehancuran atau roboh. Rancang-bangun bendungan itu setiap tahun berganti sehingga dari generasi ke generasi mereka harus berpikir bagaimana menanggulangi keadaan tersebut. Fenomena Sungai Kuning dapat mengilhami ketangkasan dan kecerdasan bangsa Tiongkok dalam menahan tantangan yang datang dari dalam negara sendiri maupun dari negara luar (Usman, 2009: 168). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika dianalisis secara budaya, bangsa Tiongkok yang sangat kreatif mempertahankan kebudayaannya tersebut mencerminkan bahwa mereka sibuk mempertahankan negara berikut peradabannya serta membentengi agar musuh dan koloni tidak masuk ke dalam negara Tiongkok. Secara historis bangsa Tiongkok tidak pernah membentuk kolonisasi terhadap negara lain. Dengan kata lain, simbol mempertahankan kebudyaan tersebut diawali dengan perilaku mempertahankan atau membuat bendungan Sungai Kuning. Lagipula perbedaan-perbedaan di dalam kebudayaan Tiongkok pada awal lahirnya peradaban sangat kentara sehingga bangsa Tiongkok sibuk membentuk kebudayaan dan memperbaiki aspek sosial, ekonomi dan kebudayaan ke negara luar. Inspirasi dari Sungai Kuning secara simbolis mencerminkan kebudayaan mereka serba kuning. Dalam Tan disebutkan sebagai berikut: kuning, boleh jadi telah menjadi warna simbolis bangsa yang mendiami negeri yang mempunyai tanah air Huang Tu Di (tanah kuning) seluas hampir 10.000.000 km2. Nenek moyang bangsa Tiongkok dikenal dengan nama Huang Di (Kaisar Kuning) yang menurut para sejarawan, berasal dari istilah "Huang Di" (Tanah Kuning). Demikianlah asal usul bangsa dan tanah air yang mewarisi sebuah budaya kuno selama ribuan tahun. Tanah Kuning sebagai simbol bangsa yang telah dihayati selama berabad-abad melalui perilaku kehidupan agraris. Keharuan terhadap tanah kuning inipun dibuktikan melalui perilaku religiusnya.Bisa jadi bangsa Tiongkok adalah satu-satunya bangsa yang commit to user menyembah Tu Di Gong (Dewa Bumi). Begitu mendalamnya pengahayatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap bumi di dalam budaya dan jiwa bangsa Tionghoa, sehingga tak berlebihan rasanya bila bumi dikatakan sebagai satu-satunya faktor penentu nasib bangsa besar di muka bumi ini.Bagi orang awam yang tidak mendalami Sinologi, penjiwaan budaya "Tanah Kuning" oleh bangsa Tiongkok masih jelas tampak beda pada istilah-istilah bahasa Mandarin, yang memadukan "kuning" untuk mempertegas arti kata seperti tanah kuning, kulit kuning, beras kuning, kacang kuning, sungai kuning, jubbah kuning (jubbah kerajaan), jalan kuning, istana kuning, perempuan bermuka kuning, bahkan alam baka pun disebut sebagai alam kuning (Willy Berlian dalam Tan, 2004: 82). Secara simbolis bangsa Tiongkok diilhami oleh Sungai Kuning yang dapat membawa rahmat sekalian masyarakat Tiongkok itu sendiri. Sungai Kuning mencerminkan kehidupan mereka yang agraris dan berjiwa kreatif serta nenek moyang mereka dari keturunan Raja Kuning yang berasal dari Tanah Kuning. Warna kuning bisa dikatakan sebagai simbol dari Sungai Kuning yang dapat membawa berkah bagi masyarakat. Demikian halnya bangsa Tiongkok sebagai bangsa penyembah dewa Bumi atau yang disebut dengan Tu Di Gong. Dengan kata lain, bumi atau alam merupakan inspirasi dan penentu nasib bagi mereka di dunia ini. Sungai Kuning bagai bangsa Tiongkok juga merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan sekaligus sebagai tantangan yang harus dihadapi dengan ilmu pengetahuan dan kecerdaan serta etos kerja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sekitar 5000 tahun yang lalu, nenek moyang bangsa Tionghoa menetap di lembah Sungai Kuning. Mereka menanam padi-padian dan bijibijian dari generasi ke generasi di tanah endapan yang terbawa oleh sungai. Inilah yang menandai dimulainya sejarah panjang bangsa Tionghoa. Sungai Kuning sebagai fondasi peradaban Tionghoa, tapi arusnya yang deras kepa kali menghancurkan tepiannya hingga menimbulkan banjir hebat. Mengendalikan air merupakan tugas yang sangat sulitSejak jaman dahulu, orang Tionghoa terus-menerus mencoba mengalahkan sungai yang bergejolak ini dengan keberanian, keteguhan serta akal mereka (Xiaoxiang, 2003:29). Sungai Kuning bagi bangsa Tiongkok ditempatkan sebagai landasan kehidupan mereka. Pada awal kehidupannya Sungai Kuning dimanfaatkan sebagai media untuk melahirkan inspirasi bagi kehidupan mereka. Sejarah peradaban ini merupakan suatu liku-liku yang panjang serta memiliki proses perkembangan yang sangat unik, sehingga mampu membuat kisah di setiap lembarnya
muncul
suatu
karakter
budaya
Asia
yang
bercirikan.
Ketangguhan dan kegemilangan budaya Tiongkok memang sudah diperlhatkan sebelum masehi. Demikian halnya pada awal abad ke 7 Masehi, mereka mampu melahirkan teknologi dan ilmu pengetahuan.Pada saat bangsa Barat dan Eropa lainnya masih gelap, bangsa Tiongkok dengan Timur Tengah serta India telah mengundang perhatian dunia. Demikian pula kini peradaban Cina masih sangat tangguh di tengah-tengah budaya commit to user Barat yang kian mendominasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sejalan dengan hal di atas, terdapat pula sebuah cerita kuno negeri Tiongkok yang bermuara menjadi legenda masyarakat sekitar mengenai Sungai Kuning. Tatkala itu, sungai dihiasi pelangi berwarna-warni, keindahan mempesona ini terlihat oleh nenek moyang bangsa Tiongkok dalam bentuk ular berkepala dua yang sedang asyik menghirup air sungai, disambut dengan sambaran kilat langit yang dahsyat. Makhluk rakasasa itupun
mulai
menari
memamerkan
kebesaran
dan
kemuliaannya.
Penglihatan unik ini akhirnya mampu menghidupkan memori yang tak terhapuskan. Selanjutnya, mereka membuat ini menjadi benar-benar hidup. Sehingga, lahirlah naga di dalam kehidupan dengan tampilan megah yang memunculkan segala mimpi besar bangsa Cina. Naga merupakan simbol kebanggan, keperkasaan, inspirasi, kesucian serta kemuliaan. Kita semua tahu, simbol naga dikonstruksikan dengan nama sasmita yang keluar dari Sungai Kuning, sungai yang bagi masyarakat Tiongkok dianggap sebagai fajar peradaban tinggi atas realitas sejarah yang membentuk gugusan mozaik kebudayaan mereka. Selama berabad-abad suku bangsa Cina berbaur dan berinteraksi denga suku yang lain di Tiongkok sehingga membentuk suatu kebudayaan yang terintegrasi. Mereka memang merupakan rangkaian sejarah yang berasal cerita dari Sungai Kuning. Negeri Tiongkok memang memiliki banyak suku dan etnis, mereka saling berinteraksi, bersatu serta beradaptasi sehingga mampu menciptakan suatu kebudyaan yang universal. Bangsa commit to user mereka disebut Han. Dewasa ini di Tiongkok terdapat 56 etnis yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbeda. Selain bangsa Han di Tiongkok terdapat juga bangsa Tibet, Bai, Mongol, Kazakh, Uighur. Kazakh dan Uighur pada umumnya menganut kepercayaan Islam. Kesemua bangsa tersebut membentuk suatu bangsa yang besar dan peradaban yang sangat tinggi. Suku bangsa yang hidup dan berkembang di Tiongkok dapat membentuk suatu komunitas ras yang besar dan termasyur ke seluruh pelosok dunia. Keberagaman dan kekhasan suku yang bercokol di Tiongkok juga berkembang pada etnis Tionghoa perantauan, terutama di Asia Tenggara. Hal ini diteruskan dari generasi ke generasi di perantauan mereka, tempat mereka hidup dan berkembang terutama bahasa daerah merka masingmasing seperti bahasa Hok Kian dan Khek.Walau berbeda-beda daerah asal, mereka tetap bersatu dalam ideologi, politik dan budaya, yaitu Cina (Usman, 2009: 173). 2. Migrasi Massal Etnis Tionghoa di Kota Kediri Etnis Tionghoa yang hidup dan berintegrasi di Kota Kediri pada umumnya adalah suku Khek atau Hakka yang berasal dari provinsi Kwangtung (Canton). Etnis Tionghoa yang berdomisili di Kota Kediri khususnya ialah orang-orang migrasi dari negeri Tiongkok yang telah hidup selama 4 hingga 5 generasi. Dengan kata lain, etnis Tionghoa yang tinggal di Kota Kediri merupakancommit Tionghoa asli yang hidup dan berkembang to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimana asal-usul akarnya belum begitu banyak yang telah bercampur dengan etnis lain seperti suku Hok Kian, Hai Nan dan Kong Hu. Namun demikian, secara budaya mereka sama-sama dari Tiongkok.Etnis Tionghoa dari suku Khek di Kota Kediri lebih banyak daripada suku Hok Kian, Hai Nan, Kong Hu dan suku Tionhoa lainnya. Mereka memiliki nenek moyang yang sama namun berbeda etnis , bahasa daerah dan dialek. Etnsi Tionghoa di Kota Kediri hidup dan berkembang sebagaimana masyarakat
Nusantara
yang
lainnya.
Hidup
dan
kehidupannya
berkecimpung dalam dunia bisnis. Sejarah kedatangan, kehidupan dan hubungan etnis Tionghoa dengan masyarakat yang ada di Kota Kediri dapat dilihat dan ditelusuri dari asal muasal bagaimana mereka melakukan kontak dengan orang Kediri, hubungan atau diplomasi politik, dagang maupun hubungan keijanya. Sebenarnya hubungan etais Tionghoa dengan etnis Jawa, khususnya Kediri telah terjadi sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun, di sini penulis akan menjelaskan bagaimana gambaran mengenai migrasi besar-besaran etnis Tionghoa di Kediri saat pemerintahan Kolonial Belanda kala itu. Alasan pennulis menitik beratkan kedatangan masal etnis Tionghoa di Kediri ialah untuk mempertajam kajian yang hendak di bahas pada bab-bab selanjutnya. Migrasi besar-besaran etnis Tionghoa ke Kediri didorong oleh adanya pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1600-an. Penduduk Tionghoa di Kediri meningkat beberapa ribu jiwa setelah adanya berita commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai hubungan politik dagang pemerintah kolonial yang dianggap menguntungkan. Seperti yang telah kita ketahui pemerintah Kolonial Belanda menerapkan politik dagang yang melibatkan etnis Tionghoa, Jawa dan mereka sendiri di seluruh pelosok negeri ini. Seperti halnya yang ada di Kediri, politik dagang yang menempatkan etnis Tionghoa sebagai distributor barang-barang produksi dan orang Jawa sebagai produktornya seakan mampu untuk mewabahi etnis Tionghoa negeri Tiongkok yang masih bertalian darah dengan etnis Tionghoa perantauan Kediri untuk turut berpartisipasi dalam hubungan keija yang menguntungkan ini, namun dengan persetujuan Kolonial Belanda. Konon, tatkala berperan sebagai distributor barang-barang yang diproduksi oleh warga lokal kepada pemerintahan kolonial, mereka tak ragu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Selain itu, kedatangan etnis Tionghoa di Kediri pada masa kolonial sangat mendukung pemrintahan Hindia Belanda terutama dalam membantu ekspedisi dan kelancaran hubungan dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemeritahan dan ketentaraan kolonial Hindia Belanda. Banyaknya pekerja yang berasal dari etnis Tionghoa yang datang dan dimotori oleh Belanda tatkala itu sangat membantu pemerintah terutama sebagai mitra dagang daun tembakau serta hasil perkebunan yang lainnya di sekitar Kota Kediri.Hubungan Tiongkok dengan Kediri sebenarnya telah dimulai pada abad ke 9, akan tetapi secara besar-besaran kedatangan etnis Tionghoa ke commit to user Indonesia khsusnya di Kediri teijadi pada abad ke 19.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Abad ke 19 merupakan arus masuk yang deras dari sejumlah besar buruh imigran Tiongkok ke Hindia Timur Belanda untuk bekerja di pertambangan-pertambangan
dan
perkebunan-perkebunan,
suatau
penyimpangan dari aktivitas tradisional mereka yang komersial. Orang Tionghoa telah memainkan peran ekonomi kunci di koloni Belanda ini sebagai orang-orang perantara yang mengumpulkan hasil bumi, ekspor; sebagai pedagang eceran; dan sebafai operator berijin untuk garam, candu serta monopoli-monopoli lain yang mendatangkan penghasilan. Tetapi posisi ekonomi mere walaupun penting, namun tidak mencegah mereka dari kebinasaan, sebagimana yang sebenarnya teijadi pada tahun 1740 ketika sejumlah besar Tionghoa di Jawa dibantai oleh Kolonialis Belanda (Wong, 1987:51). Sejak awal Masehi sudah ada orang Tionghoa yang datang ke Indonesia umumnya dan Kediri pada khususnya. Akan tetapi kedatangan mereka secara individu dan tidak terorganisir. Namun setelah adanya hubungan diplomasi dengan pemerintah yang ada di Nusantara, maka etnis Tionghoa banyak yang berdatangan. Bahkan setelah kedatangan kolonial Hindia Belanda, imigran Tiongkok didatangkan secara besar-besaran sehingga banyak yang dipekeijakan, terutama yang terampil di bidang ekonomi maupun pertambangan serta perkebunan. Di samping itu, mereka juga menjadi pedagang eceran kelas menengah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pola Pemukiman Etnis Tionghoa Di Kota Kediri Selepas kedatangan etnis Tionghoa ke Kota Kediri secara berombongan yang diakomodir oleh Hindia Belanda, teijadilah suatu jaringan di antara etnis Tionghoa di Kota Kediri itu sendiri. Pada awalnya, etnis Tionghoa berdatangan ke Nusantara hanya untuk berdagang. Sebagaimana di belahan Nusantara lainnya, di Kediri etnis Tionghoa sudah ada sejak adanya interaksi manusia di Nusantara dengan etnis lainnya. Kedatangan etnis Cina ke Kediri sebagai teman dalam berbisnis dan saling menjaga satu sama lain. Teijadinya hubungan diplomatik yang dirintis sejak jaman dahulu kala membuat banyak berdatangan etnis Tionghoa ke Kediri sebagai pedagang sehingga dalam ungkapan filosofi kehidupan orang Kediri disebut Cina Toke atau Cina sebagai Towfe.Artinya, etnis Tionghoa yang senang berdagang dan merantau tersebut tidak dibenci dan juga tidak dimusuhi karena mereka adalah saudagar.Dengan adanya Toke, masyarakat dapat bekeija pada mereka. Toke dalam artian selain dapat membeli barang-barang hasil dari kerajinan sekaligus sejak dahulu etnis Tionghoa memang sudah menjalin keijasama dengan etnis Jawa (Kediri), entah itu dalam hubungan kerja dalam bidang perdagangan dimana biasanya Toke Cina memiliki usaha sembako dan bahan pangan lainnya. Sehubungan dengan hai tersebut, terciptalah suatu pemukiman yang terletak di tengah-tengah kota. Berkaitan dengan commit to user pembentukan pola pemukiman di atas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Coppel menyebutkannya sebagai berikut: banyak orang, baik orang luar maupun orang Indonesia sendiri, menggambarkan orang Tionghoa sebagai kelompok daerah kota yang paling menonjol. Berbicara tentang Indonesia secara keseluruhan, barangkali akan lebih tepat mengatakan bahwa golongan pribumi Indonesia lebih banyak terpusat di daerah pedesaan dan golongan penduduk Tionghoa tampaknya merupakan penduduk kota daripada yang sebenarnya. Namun tahun 1930 bukanlah tahun yang khas. Sejak pemukiman paling awal dari pedagang Tionghoa di kota-kota pelabuhan yang terletak di pantai utara itu, orang Tionghoa di Jawa selalu cenderung berkumpul dan berkelompok sendiri di kota-kota. Bagi orang Tionghoa hal ini tidaklah aneh (Coppel, 1994: 27-28). Kasus yang teijadi di Kota Kediri bisa dibilang sama dengan apa yang telah diulas di atas. Tatanan kota pada tahun 1900-1930an terletak di Pecinan Kediri bagian barat yang kini bernamakan jalan Yos Sudarso dimana bisa kita temukan Kelenteng di sana. Menurut wawancara yang saya lakukan dengan pak Slamet Riyanto seorang pensiunan BUMN yang pernah tinggal di sekitar daerah "kota" tersebut dipaparkan sebagai berikut: "Kalau dulu sebelum Agresi yang disebut kota itu ya situ mbak, Pecinan yang ada Kelentengnya (sambil menunjuk ke arah jalan Yos Sudarso). Mereka memang suka hidup bergerombol dan di belakang rumahnya sudah berbatasan dengan bantaran Sungai Brantas." (Wawancara tanggal 3 Marct 2012 pukui 16.42).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Banyak etnis Tionghoa yang memilih tinggal di pusat kota atau di tempat yang banyak orang. Disamping itu sebelum kemerdekaan banyak etnis Tionghoa yang tinggal di pelabuhan-pelabuhan karena lebih mudah mencari informasi dan pelabuhan merupakan tempat untuk melakukan transaksi perdagangan sehingga memudahkan mereka dalam berbisnis. Kebutuhan untuk berdagang dan tuntutan menghasilkan uang sebanyakbanyaknya membuat etnis Tionghoa cenderung bertempat tinggal dengan kelompoknya sekaligus dapat dengan leluasa membuka usahanya. Demikian halnya ketika kita memandang sebuah tatanan kota yang pernah ada di Kediri, disebutkan bahwa struktur pusat kota memang dahulu terletak pada suatu daerah yang terdapat banyak kegiatan ekonomi terutama transaksi bahan-bahan pangan. Sejalan dengan itu, tipe-tipe pemukiman etnis Tionghoa memang banyak ditemukan di daerah pinggir pelabuhan dan bantaran sungai. Ada dua alasan yang bisa penulis sajikan untuk menganalisis mengapa mereka lebih memilih untuk bermukim di daerah seperti di atas. Pertama, filosofi dari negeri moyang mereka yang pernah tinggal di bantaran Sungai Kuning, dimana sebuah realitas sejarah akan peijuangan, kehidupan untuk menuju peradaban dibangun. Realitas ini tertaruh pada sendi-sendi kehidupan mereka hingga arti tentang aliran air yang membawa keberuntungan dan berkah melekat pada budaya mereka di manapun mereka membawanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kedua yaitu mengenai faktor di luar etnis Tionghoa itu sendiri, misalnya adanya ketentuan pemerintah Kolonial Belanda pada saat itu untuk mengatur etnis Tionghoa guna memudahkan pemerintah dalam mengatur dan mengorganisir etnis Tionghoa sendiri di Nusantara. Perbedaan etnis antara Tionghoa dan pribumi merupakan salag satu sebab terpisahnya kelompok etais Tionghoa. Namun tidak kalah pentingnya adalah kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda, misalnya sistem Opsir (Kapitan Cina), sistem pemukiman dan pas jalan yang membuat orang Tionghoa tidak membaur (Suryadinata, 2002: 73). Pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, etnis Tionghoa yang didatangkan dari daratan Tiongkok dikoordinir oleh seorang Ketua Cina (Kapten Cina), sehingga mereka mudah untuk diakomodir dan dikontrol. Demikian halnya jika etnis Tionghoa bepergian diharuskan memiliki pas jalan. Adanya kebijakan tersebut membuat etnis Tionghoa berbeda dengan etnis yang lainnya di Nusantara. Di samping itu, etnis Tionghoa dijadikan pedagang eceran sekaligus dimasukkan dalam strata menengah seperti etnis Arab, sedangkan kelas bawah adalah bangsa Pribumi.Sebaliknya bangsa Eropa dimasukkan dalam strata kelas tinggi (Usman, 2009: 248). Adanya strata dalam masyarakat sehingga terjadinya spesifikasi dan terjadinya kesenjangan dan akhirnya muncul persepsi bahwa bangsa Eropa commit to user dianggap sebagai masyarakat berbudaya tinggi. Fenomena strata tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda agar masyarakat lainnya merasa rendah diri, sedangkan bangsa Eropa lah yang dianggap ada dalam kebudayaan yang tinggi. Kelas menengah sebagai pedagang tidak boleh berpartisipasi dalam politik. Jika bangsa Timur Asing seperti Arab, India dan Cina berbaur dan tidak dibedakan dengan pribumi, maka akan dikhawatirkan akan menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Sehingga, kebijakan pemerintah yang dibuat oleh rezim Hindia Belanda bisa dikatakan menjadi kekuatan besar yang berpotensi untuk menentang mereka sendiri. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap etnis Tionghoa sifatnya berbentuk Opsir, yakni sistem pemukiman dan Pas Jalan yang disebutkan dalam Suryadinata di bawah ini. Pertama, kebijakan ini memudahkan secara administratif. Orang Tionghoa di Jawa cenderung memilih hidup dengan kelompoknya sendiri. Karena itu memudahkan bagi pemerintah Hindia Belanda untuk menunjuk kepada
kelompok
ras
itu
sendiri.
Kedua,
kebijakan
ini
dirasa
menguntungkan secara ekonomis, sebab hai tersebut akan menjamin stabilitas sosial yang ada. Di bawah sistem ini, nonpribumi digambarkan berdomisili di perkotaan, sedangkan bagi mereka kaum pribumi hidup di pedesaan. Dilarangnya nonpribumi tinggal di pedesaan diharapkan agar mereka tidak akan mempengaruhi penduduk desa sehingga menghindarkan kemungkinan terjadinya kogoncangan sosial bisa diminimalisir. Ketiga, kebijakan ini diinginkan secara politis, bahwasannya pemerintah Hindia commit to user Belanda percaya akan suatu kejadian bilamana etnis Tionghoa dan Jawa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bergabung untuk melawan mereka. Karena politik pemisahan ini dirasa signifikan, maka penting untuk diperiksa dengan teliti (Suryadinata, 2002: 73). Sistem Opsir adalah suatu cara untuk mengatur orang Tionghoa supaya berpisah dengan bangsa pribumi, sehingga untuk memudahkan bangsa Belanda mengatur maka diangkatlah seseorang untuk mengurus mereka terutama yang berhubungan dengan pemerintah sipil. Namun kegiatan yang bersifat keamanan masih diatur oleh pemerintah Hindia Belanda. Artinya, pemerintah Belanda akan dibantu oleh Opsir Tionghoa tersebut, sehingga urusan yang berkaitan dengan sipil telah diambil alih sedikitnya olehnya sendiri. Sistem ini juga membuat etnis Tionghoa memiliki perbedaan perlakuan dengan orang pribumi lainnya. Sejak saat itu pemerintah Hindia Belanda menanamkan suatu bibit perebedaan kepada masyarakat Tionghoa di Jawa. Pada tahun 1619, Souw Beng Kong dipilih oleh JP Coen dari 400 penduduk Tionghoa di Batavia serta diberi kuasa memerintah rasnya sendiri dalam urusan sipil. Namun untuk hal-hal yang penting harus masih diserahkan kepada penguasa Hindia Belanda. Sistem pemukiman (Wijken Stelsel) berhubungan erat dengan sistem Opsir dalam arti bahwa orang Tionghoa diurus oleh kepala kelompok ras mereka dan diwajibkan tinggal di daerah tertentu jauh dari ras lain. Setelah itu, pemukiman ini mula-mula diterapkan pada tahun 1835 di pulau Jawa. Di mana peraturannya berbunyi: "Orang Timur Asing penduduk Hindia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Belanda, sadapat mungkin dikumpulkan di daerah-daerah terpisah di bawah pimpinan kepala mereka masing-masing (Suryadinata, 2002: 75). Dengan adanya sistem seperti ini etnis Tionghoa terpisah dengan etnis pribumi sehingga mereka tidak dapat lagi dengan sembrangan dan sesuka hati berinteraksi dengan orang lain di lingkungan mereka. Dengan kata lain, etnis Tionghoa telah ditempatkan dalam satu kelompok tertentu yaitu dengan hidup di kompleks-kompleks dimana komposisi penduduk didominasi oleh mereka sendiri. Adanya sistem pemukiman yang terstruktur tersebut membuat etnis Tionghoa bergauk, berteman dan bermain dengan etnisnya sehingga dengan sistem pemukiman tersebut membuat mereka semaki terpisah dengan pribumi lainnya. Keterpisahan lingkungan hidup dengan masyarakat Nusantara liannya ini seakan membentuk suatu gagasan ekslusif atas realitas sosial yang mendukung saudagar dan kelas menengah ini menganggap dirinya sebagai orang yang gila hormat bila dibandingkan dengan penduduk Nusantara yang lainnya. Dengan demikian terbatasnya interaksi dengan lingkungan di luar etnisnya membentuk mereka hidup di lingkungan yang terisolasi dengan masyarakat pribumi. Sejalan dengan itu, jarak sosial dan budaya etnis Tionghoa dalam masyarakat Indonesia juga dibarengi dengan adanya surat jalan jika hendak keluar dari komunitasnya. Sistem pemukiman mewajibkan orang Tionghoa bermukim dalam sebuah daerah, baru boleh meninggalkan tempat tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bilamana terdapat kartu "pas jalan". Suryadinata (2002) memaparkan, sistem pas jalan (Passen Stelsel) ini secara resmi dilaksanakan pada tahun 1863. Penduduk Timur Asing yang tinggal di Jawa dan Madura diharuskan memperoleh pas jalan yang berlaku selama setahun.Seorang penulis berpendapat bahwa sistem tersebut sudah dilaksanakan pada tahun 1816.Pada tahun ini ada sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal yang mirip dengan sistem pas jalan. Sistem pas jalan ini dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah untuk kepentingan perdagangan, industri dan usaha lainnya. Pas jalan ini digunakan untuk kepentingan bisnis dan jika tidak diperlukan lagi akan segera dicabut. Oleh karena itu, pas jalan ini merupakan simbol identitas etnis Tionghoa dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan pemerintah Hindia Belanda maupun dengan bangsa pribumi. Untuk memaksimumkan eksploitasi mereka terhadap Indonesia, Belanda melaksanakan suatu kebijakan kolonial yang disebut Kultur Stelsel. Pada dasarnya, orang Tionghoa ditempatkan dalam posisi antara di bawah seluruh struktur kasta kolonial, yang terpisah dari elite penguasa maupun penduduk pribumi. Sementara orang Tionghoa dilarang memasuki aktivitas sector modern seperti perkebunan, pertambangan, keuangan dan perdagangan ekspor yang dikuasai oleh Belanda, mereka juga dilarang memiliki dan menanami tanah. Lowongan yang tinggal terbuka bagi orang Tionghoa adalah pedagang eceran, peminjaman uang (money lending) dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
uasha-usaha lain yang tidak mendekatkan mereka kemudian kepada nasionalis Indonesia. Dengan cara ini alienasi ekonomis dan sosial dari penduduk lokal membuat kaum Tionghoa ini politis rawan dan membuat mereka tampak di mata pribumi sebagai orang asing pemeras atau kaki tangan Belanda. Sejalan dengan hai tersebut, lama sebelum Indonesia merdeka, kebijakan kolonial Belanda telah menanamkan bibit-bibit pertentangan antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi (Wong, 1987: 51-52). Pemisahan pemukiman, penempatan kasta, posisi di bawah struktur belanda dan pembatasan-pembatasan kiprah dalam perdaganagn membuat etnis Tionghoa di Indonesia menjadi berbeda serta terpisah secara psikologis ekonomi maupun secara hukum. Adanya perlakuan dan kebijakan Belanda terhadap etnis Tionghoa yang akhirnya membentuk karakter etnis Tionghoa yang senag hidup berkelompok dan membuat mereka benar-benar menjaga jarak dengan pribumi. Demikian juga terbatasnya kegiatan ekonomi membuat mereka juga menjadi tertekan karena etnis Tionghoa tidak dibenarkn masuk ke dalam wilayah pertambangan dan ekspor-impor. Padahal secara ekonomi etnis Tionghoa di Nusantara sangat menguasai sistem pasar yang berlaku, di Nusantara maupun
perdagangan
internasional.Adanya
kebijakan
tersebut
dari
pemerintah Hindia Belanda menimbulkan kesan bahwa etnis Tionghoa ialah kaum pemeras. Wong menyebutkannya sebagai berikut: terpisahnya commit to user etnis Tionghoa secara politis dan sosial di Indonesia sebagaimana di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagian-bagiann lain di Asia Tenggara adalah juga disebabkan oleh sikap tradisional mereka sendiri yang terlalu taat pada kebijaksanaan pada umumnya yang mereka kenakan sendiri (self-imposed) untuk tidak terlibat (non-involvement) dalam gerakan-gerakan politik lokal dan berusaha mempertahankan dengan kuat identitas kebudayaan mereka (Wong, 1987: 52). Pola pemukiman etnis Tionghoa yang telah berbentuk ratusan tahun itu secara generasi diturunkan kepada anak-anak dan cucu-cucu mereka. Etnis tionghoa yang telah terbiasa hidup dengan budayanya sendiri membentuk
suatu
kesenjangan
budaya
dengan
masyarakat
lainnya.Demikian juga pola pemukiman yang telah teorganisir sedemikian rupa oleh kelompoknya membuat etnis Tionghoa enggan tinggal terpisah dengan etnisnya. Di samping itu, kesamaan budaya serta kesamaan rasnya membentuk suatu msyarakat yang teralienasi dengan masyarakat lainnya. Kebisaan tinggal sesama kelompok etnis selain dapat mempertahankan identitas etnisnya sekaligus identitas budaya mereka juga dapat terpelihara. Sehubungan dengan etnis Tionghoa di kota Kediri yang telah hidup ratusan tahun, mereka terbiasa tinggal di daerah yang mayoritas beragama Islam. Akan tetapi kehidupan etnis Tionghoa berlangsung sebagaimana di daerah lainnya. Dengan kata lain, pola pemukiman yang telah biasa hidup berkelompok tersebut terkonsentrasi di Jalan Yos Sudarso hingga lanjut kea rah Timur di Jalan Pattimura, Kelurahan Pakelan dan Setono Pande, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kecamatan Kota, Kota Kediri. Pola pemukiman yang terkonstrasi di tempat keramaian dan tempat orang-orang berbisnis, terutama dalam bidang pangan dan oleh-oleh khas Kota Kediri.Jalan Yos Sudarso lanjut ke timur Jalan Pattimura merupakan perkampungan etnis Tionghoa. Di sepanjang jalan Yos Sudarso dan Pattimura bisa dikatakan sebagai pusat transaksi bisnis yang sudah berdiri sejak pemerintahan Hindia Belanda dan hampir semua pertokoannya dimiliki oleh etnis Tionghoa itu sendiri.
4. Etnis Tionghoa Dan Tradisi Makan Tahu Berdiri di negeri orang bukan berarti harus melupakan identitas muasal yang menjadi akar budaya mereka. Bukan hanya sekedar mencari ruang untuk terlibat dalam kehidupan sosialnya namun juga sebagai pegangan ketika ruang sosial yang mereka hadapi tidak memiliki kesesuaian dengan tradisi mereka. Ya, makan tahu, inilah yang merupakan tradisi kuliner warga Tionghoa yang telah mengalami akulturasi dengan ruangruang yang ada di Indonesia. Siapa yang tidak kenal tahu? Tahu telah berabad-abad menjadi salah satu makanan pokok di negeri ini. Bahan dasarnya yang berasal dari kedelai membuat makanan ini sangat dekat sekali dengan penduduk Indonesia yang pada umumyasangat mengenai salah satu tanaman pangan ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Etnis Tionghoa memang dekat dengan bahan-bahan makanan yang berasal dari kedelai, sepeti halnya tahu. Tradisi makan tahu sendiri merupakan sebuah pola yang teijaga sejak Etnis Tionghoa masuk ke Indonesia.Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian, tauhu (Hanzi: MIS, hanyu pinyin.doufu) yang secara harfiah berarti kedelai yang
difermentasi. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun yang lalu. Pen emunya adalah Liu An (Hanzi: 0!/^) yang merupakan seorang bangsawan,cucu Kaisar Han Gaozu, Liu Bang, yang mendirikan Dinasti Han.Liu An adalah ilmuwan dan filosof, penguasa dan ahli politik. Ia tertarik pada ilmu kimia dan Meditasi Tadiom. Para ahli sejarah berpendapat bahwa kemungklinan besar Liu An melakukan pengenalan makanan non daging melalui tahu. Kemungkinan besar Liu An memadatkan tahu dengan nigari atau air lant dan menjadi kental seperti tahu saat ini (Shutlett dan Aoyagi, 2011:291). Menurut opini para pakar sejarah, sebenarnya tidak dokumen resmi yang memungkinkan pada tahun berapakah Tahu pertama kali tersebar di Nusantara. Mau tak mau kita hendaknya berpijak pada cerita mulut ke mulut yang diwabahi olehwarga kota Kediri yang menyatakan bahwa Tahu pertama kali datang ke kota mereka yang dibawa oleh pasukan Kublai Khan tahun 1292 Masehi. Sebagaimana yang telah dikonfirmasi oleh riwayat sejarah bahwa cerita ini bermula tatkala Kublai Khan menuntut upeti dari raja Kertanegara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari Singosari, namun sang raja menolak untuk memenuhi permintaan seorang Kublai Khan. Sementara utusan Kublai Khan yang dikirim ke Jawa pada tahun 1289 Masehi, merasa terhina oleh Kertanegara yang kemudian dicacati rautnya. Hal ini membuat Kublai Khan geram dan serta merta mengirim pasukan yang terdiri dari dua puluh ribu tentara untuk memberi pelajaran pada sang raja. Bersamaan dengan itu, Jayakatwang, raja kerajaan Kediri telah menguasai Singosari dan membunuh Kertanegara (DuBois, Tan dan Mintz, 2008:197). Raden Wijaya, menantu Kertanegara menyerukan perang dendam atas kekalahan ayah mertuanya tersebut. Bukanlah hai yang kebetulan jika kapal ekspedisi Mongol berlabuh di Surabaya yang bernama Jong Biru dipertemukan oleh raden Wijaya memiliki visi yang sama untuk menuntut balas. Dengan melintasi arah selatan daerah aliran sungai Brantas mereka berlabuh di anjungan dan memimpin pasukan dalam sebuah peperangan hebat, dan mendirikan kerajaan Majapahit yang termasyur. Tempat kapal Mongol berlabuh di Kediri disebut Jong Biru yang kini diadopsi menjadi nama derah di Kelurahan Semampir, kota Kediri. Kapal Kublai Khan memiliki dapur di dalamnya; ini nampaknya merupakan asumsi yang masuk akal bahwa ada beberapa alat-alat yang digunakan untuk membuat Tahu (DuBois, Tan dan Mintz, 2008:198). Hal semacam ini tak semata berhenti begitu saja, waktu yang kian menjawab pertanyaan atas ruang dan waktu lambat laun membawa sebuah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peradaban baru yang bermula dari peperangan di atas.Tentu kita mengenai tahun-tahun di mana kepedihan yang dalam mendera bangsa selama kurang lebih tiga setengah abad yang mengatasnamakan ruangnya Kerajaan Hindia Belanda. Karena berdagang, tak sedikit pula yang menyiakan kesempatan ini termasuk etnis Tionghoa yang kemudian berbondong-bondong bermigrasi di Nusantara termasuk Kediri untuk turut terlibat di dalamnya. Bukan juga kebetulan yang melatarbelakangi mereka untuk melakukan akulturasi dengan lingkungan yang memiliki identitas berbeda. Termasuk pula Tahu yang menyimpan legenda kuliner besar yang tidak sebentar menjalani prosesnya agar diterima di masyarakat. Semenjak itulah Tahu mulai melembaga dalam kehidupan masyarakat Kediri setelah melalui proses akulturasinya yang banyak membawa identitas peperangan dan permusuhan di kelas elit. Walau tak banyak orang Kediri yang tahu muasal dari mana makanan khas kota mereka,
tak
begitu
saja
membuat
mereka
ragu
untuk
tetap
mengkonsumsinya. Tahu banyak ditemukan di gerai-gerai di berbagai tempat di Kediri, tahu yang paling terkenal di kota Macan Putih ini adalah tahu takwa, tahu yang berwarna kuning dan padat.
B. Mereka Yang Menaruh Legitimasi; Menelisik commit to user Teori Strukturasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk memasuki tuntutan dari penulisan ini adalah bagaimana peneliti mencoba untuk mendeskripsikan uraian atau sintesis mengenai intisari penerapan teori strukturasi dalam penelitian ini. 1. Bah Kacung; Representasi Agen Berbicara mengenai agen tentu kita akan begitu saja melepaskan kajian ini dengan aktivitas-aktivitas sosial yang dijalankan olehnya secara terus menerus. Pada dan melalui aktivitasnya, agen memproduksi kondisikondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas-aktivitasnya itu.Pada umunya agen tidak hanya mampu melibatkan tindakannya sehari-hari namun juga melibatkan perilaku orang lain. Intinya agen-agen tidak hanya senantiasa memonitor arus aktivitas-aktivitas dan mengharapkan orang lain berbuat sama dengan aktivitasnya sendiri. Sejalan dengan pernyataan di atas, orang Kediri menyebutnya Bah Kacung, ia adalah seorang Cina keturunan yang sudah lama tinggal di Kediri. Nama aslinya Lauw Soe Hoek. Bah Kacung dikenal sebagai orang pertama yang membuka gerai Tahu di Kediri sejak tahun 1912. Tokonya dulu terletak di sepanjang jalan Pattimura yang merupakan pusat kegiatan ekonomi serta kompleks pecinan yang ramai. Dalam kelangsungannya berdagang tahu, tentu ia tak semata berdiri sendiri untuk membuat usahanya beijalan. Seperti yang dijelaskan oleh generasi ke tiga (Cik Han) yang kini melanjutkan usahanya pada peneliti: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
"Perusahaan Tahu Bah Kacung ini berdiri pada tahun 1912 mbak, ini adalah toko Tahu pertama yang buka di Kediri.Ya ini kan sudah tahun 2012, jadi kami di sini ya sudah sekitar satu abad. Dan sekarang sudah generasi yang ke tiga." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33)
Bila dihitung usaha yang telah digeluti oleh generasi ke tiga Bah Kacung ini telah mencapai satu abad atau seratus tahun. Tautan yang sesuai untuk mengkorelasikan isu-isu aktivitas yang direproduksi di atas ialah dengan memantau konsep agen maupun agensi dimana diidentitas ruang dan waktu yang tidak bisa dilepaskan dari perspektif Giddens. Menjadi agen berarti mampu melakukan campur tangan di dunia, atau menarik intervensi itu, dengan efek mempengaruhi proses atau keadaan khusus. Ada dugaan bahwa menjadi agen berarti harus mampu menggunakan gugusan kausal, termasuk mempengaruhi kekuasaankekuasaan yang disebarkan oleh orang lain. Gidden menyebutnya sebagai monitoring refleksif yang mengacu pada sifat bertujuan atau intensional perilaku manusia, yang dipertimbangkan dalam arus aktivitas agen; tindakan bukanlah serangkaian aksi yang diskrit, yang melibatkan agregat maksud-maksud namun merupakan suatu proses yang berkesinambungan, satu aliran, di mana monitoring refleksif yang dipertahankan individu itu merupakan dasar bagi pengendalian tubuh yang biasanya diteruskan oleh aktor-aktor itu dalam kehidupan sehari-hari. (Giddens, 2011:11-18).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemudian batas-batas ruang memberikan keterlibatannya bagaimana tubuh dan perjumpaan sosial terintegrasi dengan adanya dukungan sang aktu yang dinamakan sebagai kesalinghadiran. Isu diatas merupakan gambaran atas realitas yang mampu dibentuk oleh si agen dalam hal ini Bah Kacung dalam menerapkan monitoring refleksif yang ditafsirkan sebagai kontrol atas lingkungannya. Wawancara dengan Cik Han di bawah ini ialah gambarannya: "Sebagai toko Tahu pertama yang ada di sini, kakek (Bah Kacung) hanya berbekal resep asli yang berasal dari negeri nenek moyang kami, Tiongkok.Yaitu masih menggunakan teknologi tradisional yang berasal dari bebatuan yang dirangkai semacam mesin.Pada waktu itu ndak ada mbak yang jualan Tahu, tapi kok katanya tahu yang dibuat kakek enak sekali dan membuat toko setiap harinya semakin ramai.Kami sangat kualahan dalam melayaninya.Terutama dalam melayani cina-cina di sini dan orang Jawa." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33).
Kontrol atas lingkungan di dalam identitas ruang dan waktu yang didukung dengan peijumpaan sosial serta internalisasi yang kemudian bersinambung sebagai operasi ruang aktivitas tubuh dalam alur perilaku sehari-hari.Bah Kacung adalah agen, ia melakukan kontrol atas lingkungan yang membentuk realitas sejarah miliknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Kuasa Atas Sumber Daya; Menembus Struktur Dalam upaya merepresentasikan struktur sebagai aspek yang menempatkan keterbatasan dan hambatan terhadap aktivitas pelaku, ialah dengan menemukan titik peijumpaan antara berakhirnya determinisme struktural dan berawalnya kekuasaan, namun tak mampu secara man tap menjabarkan struktur seperti yang muncul dalam relasi kekuasaan serta relasi kekuasaan yang muncul di dalam struktur. Struktur
sebagai
perangkat
aturan
dan
sumberdaya
yang
diorganisasikan secara rekursif, berada di luar ruang dan waktu. Yang paling penting dalam gagasan strukturasi adalah teorema dualitas stukur, yang secara logis disiratkan dalam pembentukan agen-agen dan strukturstruktur bukanlah dua gugus fenomena yang saling terpisah, yakni dualisme.Yakni mencoba menyatukan antara agen dengan struktur.Dualitas struktur selalu merupakan dasa utama kesinambungan dalam reproduksi sosial dalam ruang waktu. Saat mereproduksi tindakan juga berarti saat melakukan reproduksi dalam konteks menjalani kehidupan sosial seharihari. Di Kediri, nama Bah Kacung yang telah melegenda selama satu abad. Bermula dari toko Tahu yang ia buka di jalan Pattimura yang mana disebut oleh sejarah kota Kediri sebagai pusat kegiatan ekonomi yang sangat ramai dan padat. Struktur masyarakat yang ada di lokasi ini memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sifat yang homogen, dimana dijelaskan oleh wawancara dengan bu Parmi di bawah ini: "Dulu kan rumah saya di Pandean, dekat sekali dengan jalan Pattimura itu mbak. Di sini banyak orang cinanya, orangnya banyak yang berjualan sembako, dulu toko Tahu ya cuma puny a Bah Kacung itu sejak saya masih perawan. Tapi kan sekarang mereka pindah di Pakelan (Jalan Trunojoyo)." (Wawancara tanggal 2 Maret 2012 jam 14.22)
Bah Kacung, yang kita anggap sebagai agen tinggal di suatu struktur yang menuntut dirinya untuk melakukan prosedur-prosedur tindakan, aspekaspek praksis serta digeneralisasikan dalm pembuatan reproduksi praktekpraktek sosial. Walau prosedur itu tidak tertulis, ini merupakan gagasan umum yang ditujukan pada seorang agen untuk bertindak bedasarkan posedur yang disepakati bersama yang berwujud struktur. Dalam gagasan Giddens tentang dualitas strukturnya, ia memberikan konsepsi-konsepsi hubungan antara objek dan subjek sosial: di sini stuktur ternyata dianggap sebagai sesuatu yang bersifat eksternal bagi tindakan manusia, bagi sumber yang mengekang (constrain) prakarsa bebas subjek yang disusun mandiri, namun sebenarnya juga membebaskan (enabling). Tentu saja ini tak akan mencegah sifat-sifat terstruktur sistem sosial untuk melebar untuk melebar masuk ke dalam ruang dan waktu di luar kendali agen individu. Tak mungkin pembebasan dalam struktur itu mampu dilalui oleh agen yang sama sekali tak menggunakan praktik monitoring refleksif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam menerapkan kesadaran diskursifnya. Monitoring refleksif merupakan representasi dari pemahaman struktur yang mengacu pada sumber daya. Bah Kacung dalam hal ini disebut sebagai agen yang memiliki sumber daya yang mana akanmembantunya untuk menaruh pengaruh dan kekuasaannya di dalam kondisi struktur yang homogen. Tak pelak, hal ini hanya akan dicapai jika sudah diakui bahwa kekuasaan harus disikapi dalam konteks dualitas struktur: jikalau sumber daya yang dirujuk oleh eksistensi dominasi dan dijadikan pijakan oleh pelakasanaan kekuasaan pada saat yang sama dilihat sebagai komponen struktural sistem sosial. Sumberdaya menurut Giddens dibagi menjadi dua bagian yaitu sumber daya alokatif yang merupakan sumber daya non material yang terlibat dalam pembangkitan daya atau memungkinkan dominasi manusia atas dunia materialmisalnya bahan mentah, peralatan produksi, teknologi, hasil-hasil produksi. Sedangkan yang disebut dengan sumber daya autoritatif merupakan sumberdaya non materialyang terlibat dalam pembangkitan kekuatan yang berasal dari kemampuan memanfaatkan aktivitas-aktivitas manusia. Sumber daya otoritatif ini seperti misalnya pengorganisasian ruang-waktu, organisasi dan relasi manusia dalam asosiasi timbal
balik,
pengorganisasian
kemungkinan
kehidupan,
ketika
menggunakan dua sumber daya tersebut (Karnaji Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik, Volume 22, Nomor 4: 286-298). Hal di atas dapat digambarkan bedasarkan wawancara bersama Cik Han di bawah ini: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
"Sebagai toko Tahu yang pertama kali buka, kakek saya tidak langsung ramai kayak begini mba. Apalagi waktu itu masih terhitung baru. Kita awalnya hanya bermodalkan sedikit, tapi lama-lama lidah orang sini kok merasa cocok. Banyak orang yang datang kemari dan karena di sini banyak orang cinanya jadi ya mereka ikut- ikutan beli itu. Apalagi tahu buatan kami kan masih dibuat dengan cara-cara yang tradisional dengan resep asli Tiongkok mbak. Oh ya, dulu kakek saya juga menceritakan sama saya, tiap kali buruhburuh parbrik Gudang Garam itu bayaran (gajian) nggak sedikit juga lho yang mampir cuma buat beli tahu di sini.Walau beda, bisa dibilang toko Tahu kami adalah toko teramai diantara toko-toko sembako di jalan Pattimura ini (sambil tertawa)." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33).
Bedasarakan hasil wawancara di atas bila dikaitkan dalam pandangan Giddens ketika individu menggunakan kekuasaan dalam struktur di dalamnya terdapat apa yang disebut sebagai aturan dan baik pada sumber daya alokatif maupun sumber daya otoritatif. Sumberdaya merupakan media kekuasaan pada tataran praktis dan sekaligus media struktur dominasi yang direproduksikan. Karenanya Giddens melihat peran sumberdaya merupakan faktor vital bagi individu dalam mewujudkan kekuasaan.Sumberdaya
inilah
yang
memampukan
individu
untuk
melakukan dominasi dengan pihak lain. Di dalamnya tentu ada proses yang tidak serta merta dilepaskan dari konsepsi atas ruang dan waktu yang memberikan keterlibatannya dalam praktek sosial si agen. Atau dengan kata lain dengan sumberdaya individu telah menciptakan struktur dominasi seperti yang dijelaskan pada gambar di bawah ini. Dominasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber Daya Kemampuan Transformatif (Sumber: Giddens, 200:163) Gagasan tentang sumber daya, sebagai komponen struktural sistem sosial, muncul sebagai gagasan utama dalam menyikapi kekuasaan di dalam teori strukturasi.Konsep kekuasaan sebagai kemampuan transformatif (pandangan
khas
yang
dipegang
teguh
oleh
orang-orang
yang
memperlakukan kekuasaan dalam istilah perilaku pelaku) sekaligus dominasi bergantung pada pemanfaatan sumberdaya. Sumber dayanya berupa media yang berfungsi untuk menjalankan kemampuan transformatif sebagai kekuasaan di dalam peijalanan rutin interaksi sosial; namun pada saat yang sama media tersebut menjadi unsur-unsur struktural dalam sistem sosial sebagai sistem, yang ditegakkan ulang melalui pemanfaatannya dalam interaksi sosial. Kekuasaan hadir secara konseptual antara gagasan tentang kemampuan transformatif yang lebih luas pada satu sisi gagasan tentang dominasi pada sisi lain: kekuasaan merupakan konsep relasional, namun hanya berfungsi demikian melalui pendayagunaan kemampuan transformatif seperti yang dicontohkan oleh struktur dominasi (Giddens, 2009:162-163). Meskipun dalam pengertian kemampuan transformatif, kekuasaan masuk di dalam gagasan aksi, kekuasaan menurut Giddens merujuk pada interaksi ketika kemampuan transformatif dikerahkan menuju upaya-upaya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
aktor untuk membuat atau memaksa orang lain agar memenuhi keinginannya. Kekuasaan, dalam pengertian relasional ini, berkaitan dengan kemampuan para agen untuk mewujudkan hasil- hasil perwujudannya bergantung pada kineija dan ketundukan orang- orang lain. Dengan demikian, penggunaan kekuasaan dalam interaksi dapat dipahami dalam istilah fasilitas yang dimanfaatkan dan didayagunakan oleh para partisipan sebagai unsur bagi produksi interaksi tersebut, sehingga mempengaruhi kineijanya (Giddens, 2009:165). Sistem sosial diciptakan sebagai praktik yang teratur: dengan demikian kekuasaan di dalam sistem sosial dapat disikapi sebagai aspek yang melibatkan relasi antara otonomi dengan ketergantunga hasil reproduksi di dalam interaksi sosial. Dengan demikian, relasi kekuasaan selalu bersifat dua arah, bahkan seandainya kekuasaan seorang pelaku atau pihak dalam suatu relasi sosial sangat sedikit dibandingkan dengan kekuasaan orang atau pihak lain. Relasi kekuasaan merupakan relasi otonomi dan ketergantungan, bahkan pelaku yang paling otonom sekalipun tetap tergantung dalam kadar tertentu, sedangkan aktor atau pihak yang paling bergantung dalam suatu hubungan sekalipun tetap mempertahankan otonomi tertentu. Cik Han menungkapkan: "Orang-orang yang menjadi konsumen kami itu kan tidak mau juga tho mbak kalau dapat barang yang ndak commit to user berkualitas. Kami memang memberikan yang terbaik bagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsumen, karena mereka adalah yang memberi kita makan.Kita sebagai orang Tionghoa, apalagi saya Kong Hu Cu itu diajari soal ajaran Konfusianisme mbaktentang bagaimana bermoral baik." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33).
Bah Kacung ialah representasi agen yang bersumberdayakan ajaran luluhur di samping produksi materialnya. Kuasa miliknya diaplikasikan secara apik serta melekat sekali dengan isu sensitif yang bernama identitas.Identitas walau tak perlu sedalam maknanya mampu memberikan sumbangsihnya pada anak manusia untuk digunakan sebagai sumber daya yang arif, yang mampu membawa harga diri manusia berada sebagai yang dipatuhi atau bahkan dianut. Sumber daya menempatkan kehidupan sehari-hari yang terjadi sebagai aliran tindakan yang sengaja. Bah Kacung memilikinya, ia melakukan monitoring refleksif secara sadar, ia juga mengerti bagaimana resikonya. Dalam melakukan monitoring refleksif ia memahami bagaimana aturan dalam struktur yang mengarahkannya untuk berperilaku dan tentang bagaimana ia mampu menerapkan sumber daya yang ia miliki untuk memberi pengaruh besar di tatanan masyarakat Tionghoa dan kota. Lagi, atas nama identitas ia berani menembus struktur sekaligus peradaban kota untuk kemudian diakui keberadaannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Reproduksi Sosial; Mereka Yang Turut Memproduksi Tahu Seperti yang kita ketahui di atas, Bah Kacung telah dikukuhkan sebagai agen yang memiliki kuasa atas sumber dayanya untuk menembus struktur melalui monitoring refleksif yang disebut Giddens sebagai agensi yang berurusan dengan peristiwa-peristiwa yang pelakunya seseorang, maksudnya bahwa indovidu itu merupakan dasar dari pengendalian tubuh yang biasanya diteruskan oleh aktor-aktor itu dalam kehidupan sehari-hari. Kaitan pernyataan di atas dalam hal ini ialah mengenai bagaimana ketika Bah Kacung sebagai orang pertama yang mcmbuka pcrusahaan Tahu, menjadi pusat perhatian masyarakat kota Kediri dalam sepanjang legenda kuliner yang telah melembaga di dalamya, memberikan pengaruh yang signifikan pada tatanan struktur masyarakat yang homogen yakni pecinan itu sendiri. Pengaruh yang dibawa oleh agen dalam hal ini Bah Kacung ialah pengaruh yang berasal dari alokasi sumber daya yang dimilikinya berupa materi nampak yakni produksi Tahu. Ada beberpa warga Tionghoa lainnya yang merasa tertarik untuk turut memproduksi Tahu ketika perusahaan Bah Kacung memberikan gambaran keramaian serta animo masyarakat yang kian menggemari Tahu dengan buatan resep Tiongkok asli. Beberapa perusahaan yang akan dipaparkan di bawah hanya akan commit to user dipaparkan beberapa saja karena kesangkut-pautan dengan Bah Kacung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangatlah kental. Bisa dibilang mereka berasal dari ikatan kekerabatan yang sama. a. Perusahaan Tahu Kau Long Perusahaan tahu Kau Long merupakan perusahaan Tahu kedua di Kediri setelah perusahan Tahu Bah Kacung berjalan selama 17 tahun yakni dirintis pada 1949.Kau Long diambil dari nama keluarga. Perusahan Tahu Kau Long merupakan substitusi dari perusahaan Tahu Bah Kacung di jalan Pattimura tatkala Bah Kacung memilih pindah dari jalan Pattimura ke jalan Trunojoyo dengan alas an kemandirian. Sehingga rumah yang kini dihuni oleh keluarga Kau Long ialah rumah yang sebelumnya ditempati oleh Bah Kacung yang kemudian di jual dan dibeli oleh keluarga tersebut.Paparan diatas bisa didukung dengan wawancara bersama Cik Hwa pemilik perusahaan Tahu Kau Long berikut: "Kalau saya tidak salah, ini perusahaan mulai berdiri di sini setelah agresi ya.Sekitar tahun 1949.Perintisnya adalah mendiang bapak saya yang bernama Kau Long. Sebelumnya memang ini rumah punya kita adalah bekas perusahaan Tahu Bah Kacung itu, mbak tahu tho? Mereka pindah ke Pakelan (jalan Trunojoyo) dan kami membelinya." (Wawancara tanggal 14 Maret 2012 jam 11.21)
Cerita dari Cik Hwa sebagai generasi ke dua pemilik perusahaan Tahu Kau Long sedikit banyak telah memberikan informasi atau bukti commit to user akurat bahwa efek kekuasaan yang direpresentasikan oleh sumber
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daya-sumber daya yang dimiliki orang seorang agen mampu dijalankan dengan apik. b. Perusahaan Tahu LYM Perusahaan tahu LYM merupakn perusahaan Tahu ke tiga setelah perusahaan Tahu Kau Long.Perusahaan ini berdiri tepatnya pada tahun 1950. Bila keluarga Kau Long memilih jalan Pattimura sebagai lahan usahanya, berbeda dengan keluarga Liem yang lebih memilih
jalan
Yos
Sudarso
untuk
melanggengkan
usaha
tahunya.Selain jalan Pattimura, jalan Yos Sudarso merupakan kompleks pecinan yang dekat dengan rumah ibadah mereka, yaitu Kelenteng. Di sini juga tak sedikit warga Tionghoa yang bermukim. Jarak antara jalan Pattimura dan jalan Yos Sudarso tidaklah jauh, sekitar 50 meter saja. Tujuan keluarga Liem mendirikan perusahaan Tahu di sini ialah untuk memberikan pelayanan kuliner di tempat yang berbeda, tentu hal ini masih terkait dengan entiment orang bahwa hanya di jalan Pattimura dan keluarga Liem ingin merubah itu. Wawancara dengan Cik Tan dibawah sebagai paparannya: "Waktu mendirikan perusahan Tahu, keluarga Liem berpikir bahwa memang tahu sudah mulai digemari warga Kediri mbak, jadi kalau di Pattimura kan sudah ada Kao Loung itu, dan di jalan Yos Sudarso dekat kelenteng ini bagi saya merupakan peluang untuk menciptakan usaha Tahu yang bisa melayani pelanggan yang lain." (Wawacara tanggal 2 April 2012 jam 10.07). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perusahaaan Tahu LYM bisa dikatakan sebagai reaksi lain daripada proses kekuasaan yang terlegitimasi oleh sokongan sumber daya. Tidak menutup kemungkinan kebedaraan ruang dan waktu juga menjadi dukungan atas pelanggengan pengaruh yang mampu membentuk pola praktek-praktek sosial yang rekursif sehingga terciptalah suatu proses reproduksi sosial. 4. Ruang dan Waktu Giddens (1991) dalam teori strukturasi, memaparkan bilamana ruang dan waktu memungkinkan perjumpaan sosial yang memungkinkan kesinambungan reproduksi sosial. Dalam teori strukturasi, individu bukanlah ditempatkan pada posisi titik pusat (decentred subject) tetapi juga bukan subyek dalam lingkup semesta kosong tanda-tanda. Dalam kaitan ini Giddens melihat adanya titik temu antara kegiatan sosial mencekeram ruang dan waktu dengan
akar
pembentukan
dari
subyek
maupun
obyek
(Giddens,1984:22). Seluruh kehidupan sosial terjadi dalam dan dibentuk oleh persimpangan kehadiran dan ketidakhadiran dalam waktu dan ruang. Karenanya kehidupan sosial dikontekstualitaskan dengan ruang dan waktu. Dalam kontekstualitas ruang dan waktu manusia dipandang sebagai suatu proses yang terus menerus bukan sebagai kumpulan tindakan atau tindakan yang terpisah-pisah. Konsep-konsep seperti commit to user maksud, alasan, sebab dan rasionalisasi dalam pandangan Giddens dilihat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai suatu proses bukan keadaan (Giddens, 1984:3). Tindakan manusia tak dapat dipisahkan dari tubuh dengan penempatannya dalam dimensi waktu dan ruang. Dengan kata lain interaksi sosial atau kehidupan sosial harus dipelajari dalam kehadiran bersama (Dalam Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor 4: 286-298). Giddens membedakan tiga dimensi waktu, yaitu pengalaman sehari-hari, jangka hidup individual dan lembaga-lembaga (Gidens, 1984:35). Dimensi pengalaman berkaitan dengan waktu yang terbentuk dalam kegiatan atau pengalaman sehari-hari yang dapat dibalik. Dimensi jangka hidup individual berkaitan dengan rentang waktu kehidupan individu yang tidak dapat dibalik atau disebut sebagai waktu tubuh. Dimensi lembaga-lembaga berkaitan dengan waktu keberlangsungan jangka panjang dan dapat dibalik dari lembaga. Dimensi waktu yang berkaitan dengan lembaga ini merupakan waktu kelembagaan yang merupakan baik syarat (condition) maupun hasil (outcome) kegiatankegiatan yang terpola dalam keberlangsungan hidup sehari-hari. Dalam konteks ini maka sejarah dipahami sebagai pengertian temporalitas kegiatan- kegiatan manusia yang terjadi dalam keterkaitan tiga dimensi waktu (Dalam Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor 4: 286-298).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Konsep
digilib.uns.ac.id
lain
dalam
teori
strukturasi
adalah
rutinisasi
(routinization). Sesuatu yang rutin inilah yang menjadi elemen dasar kegiatan sosial hari per hari. Apa yang rutin ini menunjukkan adanya keterulangan kegiatan sosial dalam lintas waktu-ruang. Menurut Giddens apa yang rutin dari suatu kehidupan sosial ini yang menjadi bahan dasar bagi apa yang disebutnya sebagai hakekat keterulangan kehidupan sosial (Giddens, 1984:xxiii). Dari keterulangan ini maka sifat-sifat terstruktur dari kegiatan sosial yang terus menerus diciptakan kembali dari sumbersumber daya yang dibentuknya (Dalam Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor 4: 286-298). Sementara itu untuk memahami ruang maka penting menyadari posisi tubuh. Dalam kerangka pemikiran Giddens, tubuh dipandang sebagai sebagai tempat kedudukan diri yang aktif (the locus of the active self) (Giddens, 1984:36).
Dalam kehidupan sehari-hari individu-individu bertemu dengan individu-individu lainnya yang hadir bersama secara fisik dan interaksi yang terikat pada konteks situasi. Ciri khas sosial adalah kehadiran yang berakar pada spasialitas tubuh yang terarah pada diri sendiri maupun kepada orang lain. Giddens melihat pada posisi tubuh manusia ketika hadir dalam interaksi tidak menempati ruang dan waktu seperti halnya benda-benda material dalam ruang dan waktu. Tetapi spasialitas tubuh manusia merujuk pada situasi aktif yang terarah pada tugas- tugasnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(Giddens, 1984:65). Karenanya posisi tubuh menurut Giddens harus dipahami sebagai pengambilan posisi dalam kehadiran bersama (Dalam Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor 4: 286-298). Dalam penelitian ini, ruang dan waktu digambarakan sebagai upaya pelanggengan diri. Sebagaimana yang telah disadur di atas, momentum pemerintah Kolonial Hindia Belanda saat menerapkan sistem Opsir misalnya, memberikan pengaruh yang besar terhadap praktekpraktek baik sosial maupun ekonomi etnis Tionghoa yang ada di Kediri. Sebab, sistem Opsir yang menaruh etnis Tionghoa sebagai mitra keija pemerintah kolonial sekaligus sebagai kelas menengah di atas pribumi memberikan kontribusi yang positif terhadap jalan berkehidupan mereka. Ruang dalam sistem Opsir memberikan pengaruh terbesar terutama dalam
budang
ekonomi.
Pemerintah
Kolonial
Hindia
Belanda
menempatkan etnis Tionghoa sebagai penyalur barang-barang untuk kehidupan terutama pangan yang dihasilkan dari masyarakat pribumi Kediri. Hal ini terus berlanjut dan tereproduksi. Namun demikian, saat proses menuju penjajahan Jepang dan kemerdekaan sehingga kekuasaan pemerintah kolonial mulai menghilang justru memberikan sumbangsih positif terhadap etnis Tionghoa yang telah selama 3,5 abad memiliki posisi menengah yang telah menginternalisasi kegiatan ekonomi di Nusantara. Begitu juga di Kediri, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pasca hengkangnya pemerintahan kolonial etnis Tionghoa bergerak menuju situasi- situasi yang membuat semakin langgengnya identitas mereka. Melalui kudapan Tahu yang dirintis oleh Bah Kacung dan disusul oleh perusahaan Tahu yang lain seperti halnya Lym yang didirikan oleh Liem Ga Moy dan Kau Long, serta merta kudapan tersebut digemari semakin menempatkan mereka sebagai kelas atas yang mengontrol sumber daya-sumber daya yang ada. Di mana dalam kajian selanjutnya perajalan kuliner Tahu mampu memberikan kontribusi sejarah kuliner kota Kediri yang melegenda.
C. Industrialisasi Masai Tahu Oleh Etnis Tionghoa Di Kota Kediri Sejak tahun 1912 ketika Bah Kacung mulai merintis usahanya dalam bidang industri kuliner serta merta memberikan pengaruh yang besar atas perannya sebagai agen di Kota Kediri. Seperti yang pernah diungkap Giddens (1984) bahwa agen dan agensi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam strukturasi. Agen dan agensi mengacu pada pemusatan tindakan yang di dalamnya terdapat kekuasaan non normatif. Sumber daya yang dimiliki agen merupakan gambaran bagaimana kekuasaan dijalankan dengan dukungan ruang dan waktu yang membangun pengaruh makro terhadap struktur yang sifatnya mengekang tapi se'oenarnya commit tojuga usermembebaskan. Perusahaan Tahu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kao Loung dan LYM ialah realitas konkrit atas strukturasi yang digagas oleh seorang Giddens. Hal ihwal ruang dan waktu memang tidak bisa dilepaskan dalam hal ini. Ada kekuasaan atas alokasi sumber daya ada juga pengaruhnya, seperti dimulainya industrialisasi Tahu Etnis Tionghoa Kediri di bawah ini. 1. Mereka Yang Melihat "Pasar" Sejak perusahaan Tahu Bah Kacung, Kao Loung dan Liem mulai dikenal luas warga Kediri dan sekitarnya, pengaruh besar atas tindakan mereka direalisasikan ketika kemudian banyak orang-orang Tionghoa yang tinggal di sekitar mereka turut memberikan sokongan atas pengaruh yang mereka sebarkan sendiri, yakni mendirikan perusahaan Tahu. Kini, di kota Kediri ada sekitar dua puluh lima dengan lebih anak cabang perusahan Tahu dengan yang berdiri guna melengkapi kebutuhan pasar akan animo cindera mata para wisatawan baik luar kota maupun luar negeri. Seperti halnya yang dikenal di Kediri selain tiga perusahaan Tahu di atas ialah perusahaan Tahu POO, Mikimos, LTT, LTH, Soponyono, LKK, MING dan lain sebagainya. Tak satu pun para pengusaha Tahu etnis Tionghoa di kota ini yang tidak melihat apa itu "pasar". Dalam melihat pasar tentu mereka tidak sembarangan dalam mengidentifikasinya.Ada beberapa indikasi yang hendak saya jelaskan di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri Daiam Melihat Karakteristik Pasar Etnis Tionghoa perantauan di mana pun berada lebih tertarik berbisnis guna menghidupi keluarganya daripada bekeija sebagai pegawai swasta atau pegawai pemerintah.Demikian juga banyak negara di mana etnis Tionghoa tinggal dianggap sebagai perantau sehingga tidak berpeluang masuk dalam suatu sistem masyarakat atau institusi pemerintahan.Di samping itu, di Asia Tenggara sebelum abad ke 20, negara-negara Melayu masih didominasi oleh pemerintah kolonial Belanda maupun Inggris. Fenomena tersebut menunjukka bahwa selama masa pemerintahan kolonial, pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia mengganggap etnis Tionghoa sebagai kelas menengah, sehingga dalam masyarakat dapat membentuk suatu kasta dan masyarakat menjadi terpisah antara etnis Tionghoa, kaum pribumi maupun bangsa Eropa sebagai penjajah (Usman, 2009:229). Sejalan dengan hal di atas, dalam mengidentifikasi pasar, etnis Tionghoa yang mendirikan perusahaan l'ahu di kota Kediri memiliki tradisi sendiri besadarkan kebudayaan mereka yang terkenal dengan berdagangnya. Bagi mereka pasar merupakan hubungan kausalitas antara output maupun input yang harus ditentukan dalam berdagang. Umumnya konsentrasi perdagangan etnis Tionghoa yang commit to user terutama mendirikan perusahaan Tahu ialah dalam lingkungan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sarna, Hal ini tentu saja akan terkait dengan bagaimana mereka mambangun jaringan dan juga melakukan tindakan lobbying pada sesama peneusaha Tahu maupun pekeijanya. Realitas sejarah mengenai pola pemukiman yang digambarkan oleh peneliti di atas merupakan salali satu alasan yang bisa dibilang akurat dalam mcnelisik akar permasalahan mengapa etnis Tionghoa Kediri dalam berdagang berkonsentrasi pada struktur masyarakat yang sama dengan mereka. Seperti simakan wawancara di bawah ini bersama Cik Liu: "Dari dulu hingga sekarang memang kita tidak pernah pindah dari sini mbak, karena sudah dari dulu kakek semenjak agresi memang bermukim di sini dan saya kira orang Tionghoa yang ada di sini juga memang sudah dari dulu ada." (Wawancara tanggal 31 Maretjam 14.58)
Menurut catatan sejarah pola perekonomian etnis Tionghoa yang diungkap oleh Rani Usman (2009) ialah mereka juga lebih cenderung merekrut pegawai yang rumah tinggalnya tidak berada jauh dengan kompleks mereka.Menurutnya hal ini juga terkait masalah kepercayaan dan ongkos produksi yang harus ditekan.
b. Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri Dalam Membangun Jaringan Etnis Tionghoa yang telah membudaya dengan aktivitas dagang commit to user membuat mereka cepat berkembang dan maju terutama dalam bidang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bisnis.Bisnis etnis Tionghoa di perantauan sangat berhasil, karena pada umumnya mereka ulet, rajin, lihai sekaligus dapat membentuk jaringanjaringan bisnis yang sangat sulit ditembus oleh bisnis etnis yang lain. Jaringan bisnis mereka terbentuk ratusan tahun uan bahkan ribuan tahun sehingga sampai abad ke 21 ini etnis Tionghoa perantauan masih sangat ungguk dalam percaturan politik dagangnya (Usman, 2009:230). Kao Cheng-Shu menyebutkan bahwa beberapa ilmuan telah memperhatikan aspek ekonomi mikro dan sistem sosial mikro tersebut (Greenhalgh, 1988; Hamilton dan kao, 1987, 1990; Lam, 1989; Lin, 1998; Numazaki, 1987; Peng, 1989). Mereka menunjukkan pentingnya peran keluarga dan jaringan hubungan antarpribadi merupakan kelembagaan sosial yang menjadi dasar bisnis di Taiwan (Hamilton, 1996:11). Para pebisnis etnis Tionghoa di Taiwan menurut penelitian para ilmuan seperti Hamilton dan Numazaki menyebutkan bahwa jaringan keluarga merupakan faktor penentu dalam suatu bisnis skala menengah maupun skala kecil.Jaringan keluarga dibentuk atas dasar kepercayaan. Demikian halnya kepercayaan pribadi juga sesuatu hal yang sangat menentukan dalam organisasi bisnis.Jaringan-jaringan pribadi dalam berbisnis sebagai suatu hal yang tidak tertulis namun terbentuk dengan sendirinya dalam percaturan ekonomi etnis Tionghoa. Sebagaimana penelitian Kao dan Numazaki, walaupun Taiwan sebagai negara berkembang dan etnis Tionghoa sebagai penentu ekonomi, juga masih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berlaku hubungan keluarga dan hubungan pribadi dalam membangun suatu sistem ekonomi. Demikian juga jaringan antarpribadi sebagai penentu keberhasilan etnis Cina. Jaringan pribadi yang dibarengi dengan kepercayaan pribadi dibentuk atas dasar hubungan- hubungan dan relasi sosial yang berlangsung sangat lama.Hubungan pribadi tersebut teijadi atas dasar kepercayaan. Kepercayaan-kepercayaan terbentuk setelah adanya relasi dan kontak sosial yang telah terseleksi dan teruji diakibatkannya kontak sosial yang panjang, sekaligus membutuhkan jangka waktu yang tidak ditentukan. Jaringan keluarga dan jaringan pribadi terbentuk, sebagai budaya Tionghoa yang sangat menghargai keluarga keluarga sebagao induk dari pembentukan budayanya. Fenomena menunjukkan bahwa etnis Tionghoa sebagai bangsa Asia sangat maju dibentuk oleh jaringan marga. Dalam suatu masyarakat yang memakai nama marga menunjukkan hubungan kekerabatan sesama keluarga menjadi suatu keluarga besar. Dalam kepemimpinannya pun keluarga adalah sebagai penentuk kebijakan, terutama dalam berbisnis. Keluarga, terutama ayah adalah ujung tombak yang membawa suatu perusahaan itu berhasil dan berkembang. Di samping itu etnis Tionghoa yang dikenal senang merantau dan berbisnis dapat membentuk suatu jaringa perusahaan yang bertalian atau suatu kelompok bisnis yang disebut guanxiqiye. Numazaki menyebutkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
istilah di atas mengacu pada sebuah kelompok perusahaan yang memiliki sesuatu yang sama. sesuatu ini biasanya berupa kelompok kecil pemilik manajer yang terikat erat oleh hubungan kekerabatan, pernikahan dan ikatan-ikatan sosial lainnya. Guanxiqiye merupakan kelompok perusahaan yang diikat oleh jaringan berbagai guanxi atau relasi dan koneksi (Hamilton, 1996:24). Numazaki seorang peneliti di Taiwan menyebutkan bahwa hubungan Guanxiqiye sebagai penentu dalam pembentukan perusahaan dan pengembangan organisasi ekonomi. Hubungan dan koneksi tersebut dibentuk bedasarkan modal kelarga, politik, relasi sosial maupun jaringan sosial lainnya. Hubungan modal yang dibentuk oleh guanxiqiye diikat oleh kontrak dan atas peijanjian serta kepercayaan pribadi. Hubungan modal misalnya, dalam suatu perusahaan dianggap sudah mapan, maka perusahaan tersebut mengembangkan dan membentuk cabang di daerah untuk ekspansi perusahaan. Relasi dan koneksi tersebut bukan saja terdiri atas peijanjian semata, tetapi mempunyai hubungan khas seperti hubungan antara ayah dan anak, atau hubungan keija yang sudah berlangsung lama. Bentuk standar usaha bisnis yang besar di kalangan orang Tionghoa perantauan adalah konglomerat. Cushman (1986) menyebutkan bahwa konglomerat ini sebagai kelompok perusahaan Tionghoa yang didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan multicompany (terdiri atas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
banyak anak perushaan) yang berada di bawah kendali kewiraswastaan dan keuangan yang sama, dengan modal dan manajer-manajer tingkat tingginya diambil dari sumber- sumber yang tidak terbatas dalam suatu keluarga. Kegiatan- kegiatan (kelompok ini) sering diintegrasikan secara vertical dan modalnya disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan sendiri (Ch'ng, 1995:5-6). Sehubungan dengan perilaku bisnis (membangun jaringan) etnis Tionghoa di Kediri yang berkonsentrasi di jalan Pattimura dan Yos Sudarso terdiri atas banyak bidang yang digelutinya. Etnis Tionghoa yang berkembang di Kediri sejak awalnya sebagai pengrajin dan berbisnis.Etnis Tionghoa di Kediri bergerak di bidang bisnis kuliner yang pada umumnya adalah Tahu, masakan oriental yang mengandung lemak babi, alat-alat listrik dan lain-lain. Etnis Tionghoa yang berbisnis di kota Kediri umumnya adalah bisnis keluarga. Keluarga dalam bisnis etnis Tionghoa merupakan sesuatu yang mutlak penting. setiap pertokoan atau bisnis etnis Tionghoa, tokoh ayah bagi mereka merupakan manajer dan sosok ibu sebagai wakil. Ayah sebagai tonggak bisnis etnis Tionghoa di Kediri. Fenomena tersebut sangat dapat diamati pada seluruh politik bisnis Tionghoa di Kediri. Realitas tersebut seperti terlihat pada perusahaan Tahu Soponyono. Sebagai salah satu perusahaan Tahu yang terkenal dan laris di Kediri dalam mekanisme penjalanan usahanya dikelola oleh ayah sebagai bos commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan sang ibu mengawasi perilaku anak buah. Peneliti sering mengamati perusahaan tahu Soponyono, bahwa setelah ayah dan ibunya, anaknya berperan dalam mengawasi kinerja anak buah yang pada umumnya pribumi agar dapat bekeija dengan baik. Ayah sebagai bos dan ibu sebagai wakil serta anak- anaknya selain berlatih bekerja sekaligus dapat menjaga kelancaran organisasi bisnis keluarganya. Fenomena tersebut membuktikan bahwa keluarga adalah segalagalanya. Dengan kata lain, perilaku dalam membangun jaringan ini memang berorientasi pada budaya Tionghoa yang sangat cinta pada leluhurnya. Bisnis etnis tionghoa yang berkembang di Kediri bernuansa keluarga. Artinya keluarga, ayah sebagai kunci dari kebijakan perusahaan, dan istrinya sebagai waki kemudian disusul anaknya sebagai yang juga berkecimpung di dunia bisnis itu. Semua bisnis Tionghoa yang ada di kota Kediri berkembang adalah keluarga. Akan tetapi istri yang berperan sebagai wakil juga memiliki peran dalam menentukan kebijakan perusahaan. Bisnis etnis Tionghoa yang ada di kota Kediri berkembang bedasarkan relasi keluarga. Biasanya setelah anak-anak mereka telah cukup pengalaman bekerja dengan orang tua masing-masing, suatu saat mereka akan membuka dan mengembangkan bisnis leluhur mereka yang bergulat dalam dunia kuliner, khususnya Tahu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut pengamatan kedua, peneliti mencoba untuk mengamati perusahaan Tahu LTH juga menunjukkan hal yang sama. Ayah sebagai manajer yang setiap saat ada di toko dan istrinya sebagai wakil juga samasama mengawasi perusahaannya. Di perusahaan Tahu LTH, 90% memperkerjakan etnis Jawa sebagai karyawan dan buruh.Perilaku bisnis dalam membangun jaringan ini menunjukkan relasi bisnis terutama dengan karyawannya adalah dengan merekrut sebanyak-banyaknya etnis Jawa yang tinggal tidak jauh dari kompleks pecinan tersebut untuk melancarkan bisnis mereka sebagai teman bisnisnya maupun demi keamanan. Seperti wawancara yang dilakukan oleh pak Jarwo di bawah ini: "Saya ikut LTH itu sudah 17 tahun mbak, rumah saya kan di Pandean, jadi ya dekat kalau bekeija, tinggal jalan kaki saja. Dan saat pertama kali saya masih bujang bekerja di sana dulu diajak oleh Pak Dhe. Pak Dhe memang sudah lama ikut sama cina LTH itu." (Wawancara tanggal 27 Maret jam 19.10)
Begitulah masyarakat etnis Tionghoa Kediri yang membentuk jaringan bisnisnya bedasarkan ikatan keluarga yang kuat. Iklim perbisnisan ini jugalah yang nantinya akan bertujuan arif untuk mempertahankan kelanggengan identitas keetnisan yang menunjang entah dalam aspek ekonomi, sosial, politik maupun jati diri. Bagi mereka, keluarga adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
segalanya.Keluarga dalam keyakinan etnis Tionghoa Kediri merupakan bentuk identitas yang langgeng.
D. Politik Identitas KcctnisanUntuk Ruang Kota Giddens
(1991)
identitas
terbentuk
oleh
kemampuan
untuk
melanggengkan narasi tentang diri, sehingga membentuk suatu perasaan terusmenerus tentang kontinuitas biografis. Cerita mengenai identitas berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis. Individu berusaha mengkonstruksi suatu narasi identitas koheren di mana siri membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan (Giddens, 1991:75). Pendapat Giddens sesuai dengan perspektif awam kita tentang identitas, sebab ia memaparkan bahwa identitas diri ialah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai individu. Selain itu, dia juga berpendapat bahwa identitas bukan merupakan kumpulan sifat-sifat yang kita miliki; identitas bukanlah sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau bendayang bisa kita tunjuk. Agaknya identitas adalah cara berflkir tentang diri kita. Namun yang kita pikir tentang diri kita berubah dari situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktunya, itulah sebabnya Giddens menyebut identitas sebagai proyek. Yang dia maksud adalah bahwa identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak berangkat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita pikir kita inginkan, lintasan harapan kita ke depan. Meski identitas-diri bisa dipahami sebagai proyek atas diri kita, kita telah memahami bahwa kita lahir di dunia yang mendahului kita. Kita belajar menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum kita datang dan kita menjalani hidup kita dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain. Singkatnya, kita terbentuk sebagai individu dalam proses sosial dengan menggunakan materi-materi yang dimiliki bersama secara sosial. Biasanya ini dipahami sebagai sosialisasi atau atkulturasi. Tanpa akulturasi kita tidak akan menjadi orang sebagaimana yang telah kita pahami dalam kehidupan seharihari. Sedikit menelisik lebih dalam tentang singgungan anatara politik identitas dengan konstruksi ruang kota, bahwasannya ruang kota yang kita pahami sekarang tak serta merta merupakan suatau tatanan yang langsung ada. Politik identitas merupakan sumber daya yang bisa dialokasikan guna membangun strukturkota mikro yang kemudian berkembang bedasarkan dukungan ruang dan waktu. Ruang kota ialah representasi atas akulturasi yang melibatkan relasi sosial, politik peran, identitas serta alam. Saat itulah struktur kota yang mikro bersinergi dengan akulturasi yang melibatkan aspek-aspek relasi sosial yang universal yang selanjutnya mampu digambarkan sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tatanan ruang kota yang bercirikhas. Di bawah ini akan peneliti sajikan beberapa paparan tentang identitas keetnisan dalam hal ini etnis Tionghoa di Kediri sebagai alokator sumber daya dalam membentuk ruang kota yang bercitrakan. 1. Identitas Etnis Sebagai Proyek; Isu Di Kediri Berbicara mengenai identitas sungguhlah menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.Identitas menurut Giddens (1991) merupakan manifestasi daripada pelanggengan diri yang telah diartikulasikan dalam kenyataan sosial.Setiap individu pastilah memiliki identitas.Identitas cenderung berperan sebagai penggerak yang mengarahkan individuindividu membangun kesadaran kolektif budaya dan sosialnya.Identitas juga menjadi wadah di mana proyeksi atas sumber daya dan kekuasaan berkibar.Di bawah ini akan peneliti jabarkan mengenai identitas etnis yang dijadikan proyek dalam kasus yang ada di kota Kediri. Bila kita melangkahkan sejenak kaki ini untuk mengembara di kota Kediri, maka nuansa yang akan kita rasakan sebagai awam ialah suatu gambaran kota kecil yang tak terlalu ramai tapi memiliki budaya kuliner yang cukup kental, yakni Tahu. Dan dari sepanjang kita melakukan pengamatan, toko-toko yang menjual Tahu pasti didominasi oleh etnis Tionghoa.Gambaran di atas menunjukkan bahwa dalam pencitraan identitas suatu etnis ternyata terdapat kekuatan politik dan ekonomi yang dirangkum dalam
sumber
daya
commit to user tidak menutup
kemungkinanterlibat
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengkonstruksian citra dalam suatu tatanankota. Sentimen awam tentang kota Kediri yang dikenal sebagai kota Tahu muncul atas uraian di atas. Uraian berikut ini akan memaparkan fenomena budaya yang sekarang ini berkembang yang berkaitan dengan konstruksi identitas etnis, yakni persoalan proyek politik identitas. Bila kita membicarakan masalah identitas diri sebagai proyek, tentu kita ingat tentang gagasan Giddens (1991) yang mengangkat mengenai lintasan pembentuk mengenai apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita. Tak semata-mata proyek tentang pribadi itu beijalan dengan selonggarnya, ia adalah stimulus dari ruang dan waktu. Karena ruang dan waktulah yang membentuk jati diri, peluang untuk menciptakan potensi dan legitimasi. Di Kediri, etnis Tionghoa dan budaya yang mereka usung adalah rintisan dari sebuah peijalanan kota. Budaya yang dimaksud di sini yaitumengarah pada kuliner Tahu yang telah melembaga dalam kehidupan mereka selama beribu-ribu tahun.Proses universal yang menyangkut akulturasi relasi sosial, politik peran dan alokasi sumber daya baik fisik maupun non fisik menjadikan mereka mampu bertahan di atas suatu tatanan masyarakat yang memiliki kebudayaan yang beda sama sekali. Namun inilah adanya identitas, bagi masyarakat Tionghoa Kediri mereka adalah kharisma agung yang dilanggengkan melalui penganan yang commit to user umat manusia sebut sebagai Tahu.Semua orang mengenai tahu dan banyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang di pelosok negeri ini yang menggemarinya termasuk orang Kediri.Dari saat pertama kali seorang Bah Kacung yang seorang etnis Tionghoa perantauan membuka perusahaan tah, memungkinkan adanya suatu perubahan struktur sosial yang memberikan praktek-praktek baik sosial maupun ekonomi yang sifatnya rekursif. Politik identitas keetnisan mula-mula muncul dan digambarkan dengan tindakan mereka setiap harinya. Politik identitas keetnisan memberikan mereka ruang-ruang untuk bergerak dalam struktur kota yang lambat laun menata citra, di mana kemudianhal tersebut dibangun oleh publik yang di dasarkan atas aktualisasi politik jati diri yang sangat kental dengan identitas. 2. Kota Kediri Yang Terbangun Identitasnya Kota Kediri kini tengah beijaya dengan citranya sebagai kota Tahu. Pemaparan luas di atas secara rinci memberikan gambaran detail bagaimana representasi seorang agen yang aktif memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya dalam hal ini kudapan Tahu dan membentuk alur pikir masyarakat yang mencintai Tahu. Dari satu agenmenjadi beberapa agen yang turut mencurahkan segenap sumber dayanya telah membuka kemungkinan pembaharuan serta pembebasan struktur yang selalu mengekang. Di Kediri, etnis Tionghoa menjadi tonggak peijuangancommit lika-liku kota. to pencitraan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mulanya, Tahu menjadi kudapan masyarakat yang tinggal di sekitar Bah Kacung saja, namun ketika Bah Kacung telah sukses menunjang bisnis dengan alokasi sumber daya yang arif kini banyak ditemukan etnis Tionghoa lainnya yang turut membuka perusahaan Tahu di Kediri. Masyarakat yang dibangun cita rasanya melalui penganan Tahu melampaui beberapa proses yang tak beijalan sebentar. Animo atau keturutsertaan masyarakat Kediri adalah bagian yang tak terpisahkan atas pelanggengan identitas yang di dalamnya mengaitkan alur kehidupan perkotaan yang bercirikhas. Masyarakat yang menjadi bagian dari kota adalah suatu gejala yang tak dapat dipisahkan dari pola interaksinya. Maksud dari pernyataan di atas bahwasannya pola interaksi manusia yang hidup di dalamnya akan menghasilkan produk khas kota yang sifatnya universal. Interaksi mengikat orang-orang yang terlibat di dalamnya kian membentuk sebuah tatanan yang arif dalam aktualisasinya. Demikan halnya di Kota Kediri, interaksi yang dibangun oleh warga lokal dengan etnis Tionghoa melalui berbagai macam eara termasuk dengan pendekatan budaya dalam hal ini kuliner Tahu merupakan titik awal peijalan kota dengan produk budaya yang khas dan dikenal oleh masyarakat luas. Inilah Kedriri, inilah kota Tahu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Menalar Teori Strukturasi Giddens Kita akan memahami teori Giddens dengan setidaknya mempelajari pandangan-pandangannya untuk kedua teori yang sudah disampaikan sebelumnya, yakni fungsionalisme dan strukturalisme. Yang paling inti dalam memahami strukturasi Giddens adalah kritik kerasnya atas gejala dualisme yang melekat dalam berbagai teori khususnya dua teori di atas. Ia tidak setuju dengan dualisme struktur dan pelaku, namun ia lebih menekankan apa yang ia sebut dengan dualitas. Atas fakta struktur dan pelaku bukanlah sesuatu yang saling
menegasikan
atau
bertentangan,
tapi
keduanya
saling
mengandaikan.Dalam memahami pemikiran Giddens, minimal kita bisa berangkat dari dua pokok pembicaraan. Pertama, ialah agen (agent)dan struktur (structur), kedua ialah ruang (space) dan waktu (time) (Arif dalam Jelajah
Budaya, 2010). 1. Agen dan Struktur Inilah kritik paling menonjol dalam gagasan strukturasi Giddens.Ia mengritik keras gagasan tentang hubungan keduanya yang selalu dilekati dengan dualisme sebagai pokok analisis sosiologi dalam berbagai teori.Baginya, analisis sosial semestinya menekankan pada aspek dualitas keduanya, bukan dualisme.Bahwa pelaku dan struktur berhubungan memanglah tak disangkal.Tapi keduanya berkaitan dalam commitbagaimana to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbagai perilaku sosial, itulah yang harus dipersoalkan.Apakah pelaku dan struktur berhubungan dengan mengedepankan perbedaan (tegangan atau pertentangan) atau dualitas (timbal balik)? Ilmu sosial, menurut Giddens, selama ini dikuasai pandangan dualisme vis a vis. Ia menolak itu dan mengenalkan hubungan keduanya dalam gagasan dualitas. Pelaku dan struktur berhubungan timbal balik atau saling mengandaikan. Pelaku adalah orang-orang yang kongkrit dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa di dunia. Struktur dalam pengertian Giddens bukanlah totalitas gejala, bukan 'kode tersembunyi' khas strukturalisme, cara produksi marxis serta bukan sebagian dari totalitas gejala khas fungsionalisme.Struktur adalah aturan {rules) dan sumberdaya {resource) yang terbentuk (dan membentuk) dari perulangan praktik sosial.Dualitas struktur dan pelaku merupakan hasil sekaligus sarana suatu praktik sosial (Priyono, 2002).Praktik sosial yang seperti inilah yang seharusnya menjadi pokok pembahasan dalam analisis sosial.Dari pengertian seperti inilah teori stukturasi dibangun. Teori strukturasi sendiri mengandaikan sebuah proses yang teijadi dan memungkinkan teijadinya perulangan untuk membentuk perilaku sosial. Dalam hal ini Giddens menyebutnya sebagai reproduksi sosial yang di dalamnya tanpa memisahkan struktur dan sistem. Reproduksi merupakan hasil dalam proses stukturasi. Perilaku sosial inilah yang semestinya menjadi obyek utama kajian ilmu sosial, bukan struktur atau pelaku secara terpisah.Praktik sosial di atas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bisa direfleksikan dalam negosiasi agen dalam hal ini Bah Kacung dan lingkungan sekitar dengan berbagai macam norma- normanya.Dualitas yang dimaksud terletak pada struktur yang menuntun pelaku sebagai sarana (medium dan resources) dan menjadi pedoman praktik sosial di berbagai tempat. Sesuatu yang mirip 'pedoman' atau prinsip-prinsip 'aturan' itu merupakan sarana dalam melakukan proses perulangan tindakan sosial masyarakat. Giddens menyebut hal itu sebagai strukturasi. 2. Ruang dan Waktu Ruang dan waktu adalah pokok sentral lain dalam teori strukturasi. Tidak ada tindakan perilaku sosial tanpa ruang dan waktu.Ruang dan waktu menentukan bagaimana suatu perilaku sosial teijadi.Mereka bukan sematamata arena atau panggung suatu tindakan teijadi sebagaimana dipahami dalam teori-teori sosial sebelumnya. Mereka adalah unsur konstitutif dalam proses tindakan itu sendiri. Dengan mengadaptasi filsafat waktu Martin Heidegger, Giddens menegasikan bahwa ruang dan waktu semestinya menjadi bagian integral dalam ilmu sosial (Arif dalam Jelajah Budaya, 2010). Tidak mungkin bila struktur memberikan peluang bagi agen untuk mengalokasikan sumber dayanya tanpa iringan dari ruang dan waktu.Ruang dan waktu merupakan andil bagi pelanggengan identitas seorang agen dalam mengaktualisasikan dominasi dan legitimasinya guna mengubah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
struktur melalui praktek-praktek sosialnya sehingga reproduksi sosial tercipta. Penelitian yang telah penulis lakukan selama hampir empat bulan memberikan relevansi teori stukturasi Giddens yang signifikan.Bila Giddens hanya berpaku pada pendiriannya soal praktek-praktek sosial, konformitas
dengan
Baudrillard
mungkin
mampu
memunculkan
kompleksitas yang menarik untuk ditelisik. Dalam kritiknya terhadap Marx, ia menegaskan bahwa bukanlah produksi, namun konsumsi lah yang merupakan basis suatu tatanan sosial. Bilamana teori strukturasi Giddens yang berkutat dengan definisidefinisi sosialnya, tak demikian halnya dengan pendapat penulis yang menyatakan bahwa teori strukturasi ternyata juga dapat diaktualisasikan dalam tindakan-tindakan ekonomi.Hal ini dirfleksikan melalui bagaimana etnis Tionghoa di Kediri yang mendirikan perusahaan Tahu dalam membangun jaringannya.Di mana mereka lebih mengutamakan jaringan keluarga dalam menyelaskan tindakan ekonominya. Kemudian pendapat Baudrillad diaktualisasikan ketika konsumsi Tahu yang mulai menarik perhatian warga Kediri memunculkan basis tatanan sosial yang baru serta memiliki ciri khas yang sangat kuat, yang mana dukungan ruang dan waktu menjadi pelanggeng proses penciptaan tatanan sosial, tak hanya domestik keluarga namun juga sumbangsih untuk kota Kediri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yang terakhir peneliti hendak sekali lagi menegaskan bahwa politik jati diri tak akan mampu ditularkan dominasi dan legitimasinya bilamana penyelarasan praktek-praktek sosial tidak diiringi oleh dukungan ruang dan waktu yang bisa dikatakan deterministik.
commit to user