TESIS
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
I GUSTI KETUT ARMIATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
I GUSTI KETUT ARMIATI NIM 1290761008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis miller) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI KETUT ARMIATI NIM : 1290761008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa,M.Repro NIP. 196404171996011001
Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF
NIP. 195012311980031015
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001 Tesis Ini Telah Diuji Pada tanggal
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 6 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor : 402/UN14.4/HK/2015, Tanggal 3 Pebruari 2015
Ketua
: Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro
Anggota
: 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF 2. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK
2. Dr.dr. I D Made Sukrama, M.Si.,Sp.MK(K) Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
3. Dr. dr. I
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang Maha Esa karena seijin dan berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Ekstrak Etanol Kulit Daun Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis miller) konsentrasi 100% Dapat Menurunkan Akumulasi Plak Gigi dan Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus Mutans. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar. Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada pembimbing satu yaitu, Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, yang telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan,saran,serta waktunya kepada penulis selama tesis ini dibuat sampai dengan selesai. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF, selaku
pembimbing
kedua
yang
di
dalam
berbagai
kesibukannya
dapat
menyempatkan diri untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan untuk pembuatan tesis ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada: 1.
Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.Pd
(KEMD) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikaan Program Magister di Universitas Udayana. 2.
Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp. S (K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang
diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.
3.
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And., FAACS atas bimbingan dan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar. 4.
Seluruh penguji yaitu, Prof. dr. IGM Aman, Sp.FK., Dr. dr. I Dewa Made
Sukrama, Msi., Sp.MK(K) dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas masukan dan kritiknya kepada penulis sehinga dalam penulisannya tesis ini dapat menjadi lebih baik. 5. Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen Bagian Farmakologi yang telah mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan 6.
Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas
Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan labnya selama penelitian ini dilakukan. 7.
Teman-teman di FKG Universitas Mahasaraswati, khususnya Bagian
Konservasi yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada saat menempuh pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan 2012 khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan. 8. Kepada dr. I G N Susila M,Kes dan Prof. Dr. Ni Ketut Niti Susila Sp.M, yang telah penuh kasih membesarkan, mendidik saya seperti anaknya sendiri, mendoakan
dan membantu memenuhi kebutuhan selama pendidikan sehingga mengantarkan penulis menerima semua karunia Tuhan dengan penuh rasa syukur. 9.
Kedua orang tua I Gst Md Oka dan I Gst Ayu Rai ., mertua I Wayan Sueca
dan NI Nengah Selamat., serta seluruh keluarga tersayang yang telah mendukung baik moril dan materiil pada saat menempuh pendidikan. 10. Kepada suami tercinta dan terkasih I Nengah Ardika Adinata SE., yang telah berkorban dan menemani semenjak awal sampai ahir perkuliahan sudah menjadi teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini 11.
Kepada putri-putri kecilku yang tersayang dan terkasih Ni Putu Ayu Devikha
Putri Adinata dan Ni Kadek Ayu Devinha Putri Adinata dengan kelucuan dan kepolosannya telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. 12. Serta semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai terselesaikannya tesis ini. Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik untuk perbaikan kearah yang lebih baik untuk tesisi ini sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para individu yang bergerak dalam bidang kedokteran gigi. Denpasar, Januari 2015
Penulis ABSTRAK
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN
AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Plak gigi merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi. Bakteri Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, dan bakteri berbentuk filament merupakan mikroorganisme yang sering dapat diisolasi dari lesi karies dan peradangan mukosa mulut. Chlorhexidine gluconate merupakan salah satu zat antimikroba yang menjadi gold standard dalam kedokteran gigi untuk pencegahan plak gigi. Namun, obat kumur ini memiliki sejumlah efek samping. Ekstrak lidah buaya mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe vera barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. Penelitian eksperimental dengan menggunakan Randomized pretest-posttest control group design, melibatkan 30 orang pasien remaja dan dewasa dengan umur 15-40 tahun yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif yang berkumur aquadest, kelompok kontrol positif yang berkumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%, dan kelompok perlakuan yang berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Data dianalisis dengan uji One Way Anova menggunakan Program SPSS. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan rerata plak gigi pada kedua kelompok (p<0,05). Terjadi penurunan jumlah koloni bakteri S.mutans pada kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan sesudah dilakukan perlakuan. Sedangkan pada kelompok kontrol negatif tidak terjadi penurunan yang signifikan. Simpulan dari penelitian ini adalah berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100% menurunkan akumulasi plak gigi sebesar 24,85%, menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans sebesar 55,57%. Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan zat aktif mana yang memiliki efek antibakteri yang paling besar pada ekstrak kulit daun lidah buaya. Kata kunci: ekstrak lidah buaya, plak gigi, bakteri Streptococcus mutans
ABSTRACT
ETHANOL EXTRACT OF ALOE VERA SKIN LEAF (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) CAN REDUCE ACCUMULATION OF DENTAL
PLAQUE AND DECREASE STREPTOCOCCUS MUTANS BACTERIA COLONY
Dental plaque is a soft deposit which is firmly attached to the tooth surface. Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, and filaments form bacteria are microorganisms that can often be isolated from caries lesions and inflammation of the oral mucosa. Chlorhexidine gluconate is one of the antimicrobial agents become the gold standard in dentistry for the prevention of dental plaque. However, mouthwash has a number of side effects. Aloe vera extract contains active ingredients that can inhibit the growth of bacteria. The aims of this study is to determine the effectiveness of rinsing with aloe vera skin leaf extract (Aloe vera barbadensis miller) in reducing the accumulation of dental plaque and decrease the number of Streptococcus mutans in the oral cavity. Experimental studies with randomized pretest-posttest control group design, involving 30 patients, adolescents and adults 15-40 years, were divided into three (3) groups: the negative control group were rinsed with distilled water, the positive control group were rinsed with chlorhexidine gluconate 0.2%, and the treatment group were rinsed with 100% aloe vera leaves extract. Data were analyzed by One Way ANOVA using SPSS program. After treatment, it was found that there were differences between the mean of dental plaque in both groups (p <0.05). Decrease the number of S. mutans bacteria colonies in the positive control group and the treatment group after treatment is done. While the negative control group did not decrease significantly. The conclusions of this study is rinsing with 100% aloe vera skin leaf extract decrease the accumulation of dental plaque by 24.85% and decrease the number of Streptococcus mutans bacteria colonies by 55.57%. There is no difference between the decrease in of dental plaque accumulation after rinsing with 100% aloe vera skin leaf extract and 0.2% chlorhexidine gluconate rinsing with and no difference of decrease in Streptococcus mutans bacterial colonies in the oral cavity between 100% aloe vera skin leaf extract rinse and 0.2% Chlorhexidine gluconate rinse. It is recommended to rinse with aloe vera skin leaf extract precisely to reduce the accumulation of dental plaque and the number of Streptococcus mutans bacteria colonies. Key words: aloe vera skin leaf extract, dental plaque, Streptococcus mutans bakteria DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ..................................................................................
i
LEMBAR PERSYARATAN GELAR ....................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ………………………...
v
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................
vi
ABSTRAK ..............................................................................................
ix
ABSTRACT ...........................................................................................
x
DAFTAR ISI ............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ...........................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xix
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1
1.1 Latar Belakang.............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................
7
1.3.1 Tujuan umum........................................................................
7
1.3.2 Tujuan khusus......................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................
7
1.4.1 Manfaat ilmiah..................................................................
7
1.4.2 Manfaat praktis...................................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................
10
2.1 Plak Gigi......................................................................................
10
2.1.1 Komposisi plak gigi..........................................................
12
2.1.2 Mekanisme pembentukan dental plak..............................
13
2.1.3 Penatalaksanaan plak gigi.................................................
15
2.2 Streptococcus Mutans..................................................................
16
2.2.1 Klasifikasi ilmiah Streptococcus mutans...........................
16
2.2.2 Efek patologis dari Streptococcus mutans.........................
17
2.3 Karies Gigi..................................................................................
18
2.3.1 Etiologi karies gigi .........................................................
19
2.3.1.1 Invironment (substrat)..........................................
20
2.3.1.2 Agent (Mikroorganisme)......................................
21
2.3.1.3 Host (Gigi & Saliva) ............................................
21
2.3.1.4 Waktu...................................................................
22
2.3.2 Pencegahan Karies Gigi....................................................
22
2.3.2.1 Health promotion..................................................
22
2.3.2.2 Specific protection................................................
22
2.3.2.3 Early diagnosis and prompt treatmen..................
22
2.3.2.4 Disability limitation............................................
23
2.3.2.5 Rehabilitation........................................................
23
2.3.3 Penanggulangan karies......................................................
23
2.4 Lidah Buaya (Aloe vera).....................................................................
24
2.4.1 Morfologi lidah buaya..........................................................
27
2.4.2 Kandungan lidah buaya........................................................
29
2.4.3 Efek farmologis lidah buaya................................................
34
2.5 Chlorhexidine......................................................................................
36
2.5.1 Farmakologi chlorhexidine 0,12% ...................................
36
2.5.2 Indikasi penggunaan chlorhexidine 0,12%.......................
37
2.5.3 Efek samping chlorhexidine 0,12%................................... 2.5.4 Ekstraksi.............................................................................
BAB III
38 38
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN........................................................................................... 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian........................................................
40 40
3.2 Konsep Penelitian.......................................................................... 42 3.3 Hipotesis Penelitian......................................................................
42
BAB IV METODE PENELITIAN.......................................................
44
4.1 Rancangan Penelitian..................................................................
44
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................
45
4.2.1 Lokasi penelitian...............................................................
45
4.2.2 Waktu penelitian...............................................................
45
4.3 Penentuan Sumber Data..............................................................
45
4.3.1 Sampel penelitian................................................................
45
4.3.2 Besar sampel .....................................................................
46
4.3.3 Teknik pengambilan sampel................................................. 47 4.4 Variabel Penelitian.......................................................................
48
4.4.1 Klasifikasi variabel............................................................
48
4.4.2 Hubungan Antar Variabel..................................................
49
4.5 Definisi Operasional Variabel......................................................
49
4.6 Bahan Penelitian..........................................................................
51
4.7 Instrumen Penelitian.....................................................................
52
4.7.1 Metode pemeriksaan penelitian...........................................
52
4.7.2 Alat penelitian......................................................................
53
4.8 Prosedur Penelitian......................................................................
55
4.8.1 Tahap persiapan penelitian...................................................
55
4.8.2 Tahapan pembuatan ekstrak kulit daun lidah buaya.........
55
4.8.3 Pembuatan konsentrasi ekstrak daun lidah buaya.............
56
4.8.4 Pembuatan media..............................................................
56
4.8.5 Tahap pemilihan dan penentuan sampel penelitian................ 60 4.8.6 Tahap pelaksanaan penelitian................................................. 60 4.8.7 Pembiakan bakteri.................................................................. 62 4.9 Alur Penelitian................................................................................ 66 4.10 Analisis Data................................................................................ 67
BAB V HASIL PENELITIAN..................................................................
68
5.1 Uji Normalitas Data........................................................................ 68 5.2 Uji Homogenitas Data...................................................................
69
5.3 Akumulasi Plak Gigi.....................................................................
69
5.3.1 Uji komparabilitas.............................................................
69
5.3.2 Analisis efek perlakuan.....................................................
70
5.4 Bakteri Streptococcus Mutans..................................................
72
5.4.1 Uji komparabilitas............................................................
72
5.4.2 Analisis efek perlakuan...................................................
73
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN.................................
76
6.1 Subyek Penelitian......................................................................
76
6.2 Distribusi Dan Homogenitas Data Hasil Penelitian...................
76
6.3 Pengaruh Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya Terhadap Akumulasi Plak Gigi Dan Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus Mutans....................................................................................
77
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN.................................................
85
7.1 Simpulan........................................................................................ 85 7.2 Saran.............................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
87
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................
92
DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Spesies Bakteri Yang Ditemukan Di Plak Gigi.................................
11
2.2 Kandungan Kimia Lidah Buaya......................................................
30
2.3 Komponen Lidah Buaya Berdasarkan Manfaatnya.......................
31
2.4 Kandungan Nutrisi Lidah Buaya....................................................
32
5.1 Uji Normalitas Data Plak Gigi Dan Bakteri Steptococcus Mutans.........................................................................................
68
5.2 Homogenitas Data Plak Gigi Dan Bakteri Streptococcus Mutans Antar Kelompok Sebelum Dan Sesudah Perlakuan.................................. 69 5.3 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%.......................... 69 5.4 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%......................... 70 5.5 Beda Nyata Terkecil Akumulasi Plak Gigi Sesudah Perlakuan Antar Kelompok.................................................................................
.....
71
5.6 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%........................ 72 5.7 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sesudah Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%......................... 73 5.8 Beda Nyata Terkecil Bakteri Streptococcus Mutas Sesudah Perlakuan Antar Kelompok..........................................................
74
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Strain Streptococcus Mutans Dalam Kultur Thioglycollate Broth …… 16 2.2 Lidah Buaya ........................................................................................ 27 2.5 Struktur Kimia Chlorhexidine Gluconate............................................... 36 3.1 Konsep Penelitian................................................................................
42
4.1 Rancangan Penelitian..........................................................................
44
4.2 Hunbungan Antar Variabel................................................................... 49 4.4 Alur Penelitian.....................................................................................
DAFTAR SINGKATAN
66
SKRT-Surkesnas
=
Survei Kesehatan Rumah Tangga – Survei Kesehatan
DSS
=
Dextran Sodium Sulfate
DMF-T
=
Decay Missing Filling-Teeth
SPSS
=
Statistical For the Social Sciences
SD
=
Standar Deviasi
NaCl
=
Natrium Chlorida
CFU
=
Colony Forming Unit
VP
=
Voges Proskauer
HIV
=
Human Immunodeficiency Virus
pH
=
Power of Hidrogen (derajat keasaman)
Nasional
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Keterangan Laik Etik .............................................................
92
Lampiran 2. Penjelasan Yang Disampaikan Kepada Penderita Sebelum Menandatangani Formulir Persetujuan Ikiu Serta Dalam Penelitian ..................................................................
93
Lampiran 3. Informed Consent ............................................................
100
Lampiran 4. Hasil Uji Fitokimia Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis ....................................................................
101
Lampiran 5. Dokumentasi Hasil Penelitian ..........................................
107
Lampiran 6. Hasil Perhitungan SPSS Data Hasil Penelitian ...................
111
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut mempunyai peranan penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh secara umum. Ada banyak penyakit yang berawal dari gigi dan mulut karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam tubuh, menjaga kesehatan mulut berarti menjaga kesehatan seluruh badan. Kesehatan gigi dan mulut juga mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang untuk fungsi bicara, pengunyahan dan rasa percaya diri. Gangguan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun pada jaringan pendukung gigi
akan berdampak pada produktivitas
seseorang. Sebagian besar masyarakat masih mengesampingkan upaya pencegahan bahkan juga pengobatan dari penyakit gigi dan mulut yang dideritanya. Di Indonesia penyakit gigi dan mulut terutama karies dan peradangan mukosa mulut masih banyak diderita baik oleh anak – anak maupun orang dewasa. Penyakit gigi dikeluhkan 60% penduduk Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga survei kesehatan nasional (SKRT-Surkesnas, 2004), Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit keempat yang paling mahal biaya penyembuhannya di banyak negara (Suhartono, 2008). Hasil survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menyatakan prevalensi karies gigi di Indonesia adalah 90,05 %. Penelitian Tri Astoeti (2010) menyatakan bahwa di Jakarta 90% anak mengalami masalah gigi berlubang dan 80% menderita penyakit gusi (Zatnika, 2010). Kejadian gigi berlubang diduga akan lebih parah lagi di daerah, serta anak-anak dari golongan
ekonomi menengah ke bawah. Terjadinya karies dan kelainan jaringan penyangga gigi diawali dengan terbentuknya plak gigi. Plak gigi merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik intraseluler apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut (Forest, 1995). Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva mempunyai potensi yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) maupun jaringan pendukungnya (periodontitis). Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri di dalam plak tergantung dari umur dan ketebalan plak (yang akan mempengaruhi pH, komposisi organik dan anorganik serta macam dan jumlah bakteri), jenis makanan dalam diet dan banyaknya aliran saliva (Megananda dkk., 2009). Plak gigi relatif tidak kasat mata. Beberapa zat kimia atau zat pewarna digunakan untuk membuat plak terlihat oleh mata. Zat yang digunakan disebut disclosing agent gel. Beberapa zat yang digunakan antara lain adalah Erythrosin, Fluorescein Dye, Two Tones Dyes, dan Iodine (Sharma, 2010). Penggunaan dari disclosing agent gelada beberapa cara diantaranya dengan langsung mengoleskan pada permukaan gigi dengan kapas, berkumur, atau kalau berbentuk tablet bisa langsung dikunyah.
Bakteri sangat berperan pada proses terjadinya karies gigi dan peradangan mukosa mulut. Banyaknya mikroorganisme tergantung pada kesehatan dan
kebersihan mulut seseorang, sedangkan jenis bakterinya berbeda pada berbagai tempat dalam rongga mulut. Bakteri Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, dan bakteri bentuk filament merupakan mikroorganisme yang sering dapat diisolasi dari lesi karies dan peradangan mukosa mulut. Di antara kelompok bakteri ini ternyata streptococcus dan Staphilococcus paling sering ditemukan, sehingga dikatakan bahwa bakteri ini sangat berperan pada karies gigi dan peradangan mukosa mulut. Streptococcus yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus mutans (Samaranayake, 2006). Streptococcus mutans adalah suatu bakteri Gram positif, bersifat, fakultatif anaerob berbentuk coccus (bulat), tersusun seperti rantai, umumnya didapatkan di dalam rongga mulut dan termasuk flora normal serta berperan penting dalam proses terjadinya karies. Bakteri ini termasuk phylum dari Firmicutes dan merupakan kelompok bakteri yang menghasilkan asam laktat dan pertama kali ditemukan pada tahun 1924 oleh J. Kilian Clarke (Vinogradov dkk., 2004; Biswas, 2011) Streptococcus mutans merupakan bakteri yang memulai terjadinya pertumbuhan plak pada permukaan gigi. Terjadinya hal itu disebabkan karena kemampuan spesifik yang dimiliki oleh bakteri tersebut menggunakan sukrosa untuk menghasilkan suatu produk ekstraseluler yang lengket yang disebut dextran yang berbasis polisakarida dengan perantaraan enzim dextransucrase (hexocyltransferase) yang memungkinkan bakteri-bakteri tersebut membentuk plak, sedangkan untuk menghasilkan
asam
laktat,
Streptococcus
mutans
bersama-sama
dengan
Streptococcus sabrinus dan Lactobacillus, memainkan peran yang sangat penting
melalui enzim glucansucrase yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut. Asam yang dihasilkan terus-menerus melalui pemecahan substrat yang selalu tersedia, akan merubah lingkungan rongga mulut menjadi lebih asam (pH 5,2 – 5,5), maka email mulai mengalami proses demineralisasi sehingga terjadilah karies (Vinogradof dkk., 2004; Argimȏn dan Caufiled, 2011). Berbagai tindakan dilakukan untuk menjaga kesehatan rongga mulut. Tindakan yang utama dan sering dilakukan adalah sikat gigi. Obat kumur yang digunakan sebelum atau sesudah menyikat gigi dapat dipertimbangkan sebagai tindakan tambahan untuk kesehatan rongga mulut dan mengurangi jumlah mikroba dan perlekatan bakteri dalam rongga mulut. Untuk menambah efektivitas dari obat kumur, zat-zat anti mikroba ditambahkan ke dalam obat kumur. Obat kumur yang mengandung zat anti mikroba dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang zat aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan yang berbahan dasar Chlorhexidine (Suryo, 1992). Chlorhexidine gluconate merupakan salah satu zat antimikroba yang menjadi gold standard dalam kedokteran gigi untuk pencegahan plak gigi (Parwani dkk.,2013). Konsentrasi minimum yang efektif untuk Chlorhexidine gluconate adalah 0,2%. Konsentrasi yang lebih rendah tidak efektif untuk mengurangi mikroba dalam rongga mulut. Chlorhexidine tersedia sebagai asetat, glukonat dan garam hidroklorida. Chlorhexidine memiliki berbagai aktivitas terhadap kedua bakteri gram positif dan gram negatif (Groppo dkk., 2008). Namun, obat kumur ini telah dilaporkan memiliki sejumlah efek samping lokal. Pada penggunaan jangka panjang
seperti warna coklat gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah, rasa gangguan; ulserasi mukosa mulut dan paresthesia, pembengkakan parotis yang unilateral atau bilateral, dan peningkatan pembentukan kalkulus supra gingiva. Disamping mahal harganya, tidak semua masyarakat dapat dengan mudah memperolehnya, oleh karena itu bahan tradisional menarik untuk dijadikan pilihan, salah satu daun yang memiliki zat antibakteri yaitu salah satu diantaranya adalah kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller).
Kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) menjadi salah satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan bahan anti bakteri. Tanaman ini bersifat antibakteri, antiimflamasi, dapat meredam rasa sakit,tidak tosik, dan sampai saat ini merupakan salah satu dari 10 tanaman terlaris didunia yang berpontensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat (Furnawanthi, 2002). Menurut Kathuria dkk. (2011), zat-zat aktif yang terdapat dalam lidah buaya meliputi monosakarida, polisakarida, asam aminoesensial, dan non-esensial, antrakuinon, enzim, mineral, vitamin, protein, lignin, asam salisilat, saponin, sterol, tanin, magnesium laktat dan senyawa antiprostaglandin. Zat yang bersifat antibakteri adalah antrakuinon, saponin dan tannin. Secara spesifik dilaporkan bahwa ekstrak lidah buaya (aloe vera) mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Maka dapat dikatakan bahwa lidah buaya sensitif sebagai antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli. Penelitian yang dilakukan oleh Isabela (2009), menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya mampu menghambat pertumbuhan pseudomonas aeruginosa secara in vitro. Sedangkan penelitian Ariyanthi dkk. (2012)
menyatakan bahwa ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) mampu menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922. Penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan secara in vitro pada ekstrak kulit daun lidah buaya dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap bakteri streptococcus mutans terdapat zona hambat pada konsentrasi 50%, 75% dan 100%. Pada konsentrasi 50% terdapat zona hambat dengan rata-rata diameter 11 mm, pada konsentrasi 75% terdapat zona hambat dengan diameter ratarata 14 mm dan 100% terdapat zona hambat dengan diameter rata-rata 15 mm. Ratarata diameter zona hambat untuk Clorhexidin 0,2% sebesar 17 mm. Memperhatikan kandungan zat antibakteri yang terdapat pada kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) peneliti tertarik untuk meneliti efek daya hambat dari ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller)
terhadap
pertumbuhan plak gigi dan Streptococcus mutans, dimana Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram positif sebagai penyebab karies gigi.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat disusun suatu rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1.
Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi.
2.
Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut?
3.
Apakah ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
4.
Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk membuktikan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi. 2. Untuk membuktikan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 3. Untuk membuktikan ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%.
4. Untuk membuktikan ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi imformasi dalam upaya pencegahan karies gigi melalui pengaturan akumulasi plak gigi dan penurunan jumblah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data mengenai pengaruh berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya terhadap penurunan akumulasi plak gigi dan penurunan bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman lebih mendalam mengenai ektrak kulit daun lidah buaya dalam upaya pencegahan karies dalam rongga mulut. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Bagi masyarakat dapat mengetahui efektivitas ekstrak kulit daun lidah buaya dapat dimanfaatkan untuk menurunkan akumulasi plak gigi pada rongga mulut. 2. Bagi masyarakat dapat mengetahui efektivitas ekstrak kulit daun lidah buaya dapat dimanfaatkan untuk menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans pada rongga mulut. 3. Dapat dijadikan masukan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Plak Gigi
Plak gigi merupakan suatu agregat mikroba sejenis maupun berbeda jenis yang melekat pada permukaan substrat biologis maupun non biologis, dimana satu sel dengan sel yang lainnya saling terikat dan melekat pada substrat dengan perantaraan suatu matriks extracellular polymeric substance (EPS) atau disebut juga exopolysaccharide (Thomas, 2011). Plak gigi merupakan salah satu contoh dari hubungan kompleks antara berbagai mikroba yang seringkali berasal dari spesies yang berbeda biasanya melekat pada permukaan gigi (oklusal gigi) dan pada gigi palsu (dental implants). Para ilmuwan memperkirakan bahwa biofilm merupakan habitat mikroba yang alami. Biofilm berkembang dari suatu matriks ekstraselular yang terdiri atas DNA, protein, dan serabut polisakarida dari glikokaliks sel. Matriks melekat satu sel dengan yang lain dan juga pada permukaan substrat (Thomas, 2011). Plak pada gigi adalah suatu bentuk biofilm yang mengarah pada kerusakan gigi seperti gigi berlubang (karies). Pembentukan dimulai dari kolonisasi Streptococcus mutans pada gigi. Bakteri ini menguraikan karbohidrat terutama sukrosa (gula tebu) sebagai sumber nutrien dan untuk pembentukan glikokaliks. Sukrosa diuraikan menjadi monosakarida sebagai sumber energi sel, dengan bantuan enzim alpha amylase. Enzim kedua yang dikeluarkan oleh sel berupa rantai polisakarida yang tidak larut untuk menguraikan fruktosa, yang disebut sebagai molekul glukan (seperti matriks glikokaliks yang mengelilingi sel). Adanya glukan ini akan melekatkan Streptococcus mutanspada gigi, menyediakan tempat bagi spesies bakteri mulut lain dan menjerat partikel nutrien. Suatu biofilm kini telah terbentuk (Eliasson dkk., 2006).
Plak pada gigi terdiri dari suatu komunitas mikroba yang kompleks dengan lebih dari 1010 bakteri per miligram dan diperkirakan sebanyak 400 spesies bakteri yang berbeda dapat ditemukan. Bakteri tersebut dikelilingi oleh interselular matriks. Koloni bakteri yang pertama kali muncul disebut primary colonizers dan tidak bersifat patogen sedangkan koloni berikutnya disebut secondary colonizers yang akan dapat menyebabkan karies, chronic gingivitis, dan periodontitis. Penebalan plak gigi yang terjadi akan mengurangi difusi oksigen yang ditoleransikan sehingga organisme yang hidup di dasar plak gigi adalah fakultatif dan obligat anaerobik (Sumawinata, 1992). Tabel 2.1 Spesies bakteri yang ditemukan di plak gigi GramPositive GramNegative
Fakultatif Streptococcus mutans Streptococcus sanguis Actinomyces viscosus Actinobacillusactinomycetemcomitans Capnocytophypa species Eikenella corrodens
Spirochetes Sumber : Sumawinata, 1992
Anaerobik
Porphyromonas gingivalis Fusobacterium nucleatum Prevotella intermedia Bacteroides forsythus Campylobacter rectus Treponema denticola
Bakteri non motil seperti Streptococcus dan Actinomyces akan bersentuhan dengan gigi secara acak, sedangkan bakteri motil seperti Spirochetes akan ditarik oleh faktor kemotaksis seperti nutrien. Bakteri gram negatif seperti Actinobacillus, Phorphyromonas, Prevotella,dan Fusobacterium banyak terdapat di subgingiva plak
gigi pada fase akhir pembentukan plak gigi tetapi terkadang muncul pada fase awal. Proporsi bakteri di dalam plak gigi mulut yang sehat berbeda dengan bakteri dalam plak gigi yang berkaitan dengan karies. Secara mikroskopik, permukaan plak gigi akan terlihat seperti gundukan berwarna putih (Sumawinata, 1992). Berbagai penelitian telah membuktikan, plak gigi adalah faktor yang paling berpotensi menimbulkan penyakit periodontal. Hal ini dapat disebabkan oleh produkproduk yang dihasilkan oleh bakteri yang terkandung dalam plak gigiseperti enzim, endotoksin, eksotoksin ataupun unsur-unsur sampingan dari metabolisme bakteri. Produk-produk ini akan dapat meningkatkan virulensi bakteri sehingga mengiritasi jaringan di sekitarnya dan timbul suatu keadaan patologis. Selain itu, plak gigi akan merangsang suatu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel-sel imun yang memonitor agresi bakteri, namun sel imun itu sendiri juga menghancurkan atau merusak jaringan bersangkutan (Gurenlian, 2007). 2.1.1 Komposisi Plak Gigi Komposisi yang membentuk akumulasi plak gigi yaitu mikroorganisme dan matriks interselular yang terdiri dari komponen organik dan komponen anorganik. Komposisi plak gigi yang terbesar adalah mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut berada diantara matriks interselular yang juga mengandung sedikit jaringan seperti sel-sel epitel, makrofag, dan leukosit (Caranza, 2006). Bakteri yang dominan dalam semua akumulasi plak pada gigi adalah jenis kokus terutama Streptococcus yang dapat menghasilkan asam dengan cepat dari hasil metabolism karbohidrat. Mikroorganisme tersebut selain mampu membentuk asam
(acidogenic) juga tahan asam (acidurik). Matriks interselular merupakan 20-30% massa dari plak gigi yang mengandung bahan organik dan bahan anorganik. Komponen organik terdiri dari bahan organik yang mencakup polisakarida, protein, glikoprotein, dan lemak. Komponen anorganik yang ditemukan terutama kalsium dan fosfor yang terutama berasal dari saliva. Kandungan organik semakin meningkat seiring dengan pembentukan karang gigi (kalkulus) (Lingstorm dkk., 2000). 2.1.2 Mekanisme pembentukan dental plak Mekanisme pembentukan plak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembentukan lapisan acquired pelicle dan tahap proliferasi bakteri. Acquired pelicle merupakan deposit selapis tipis dari protein saliva terdiri
dari glikoprotein yang terbentuk
beberapa detik setelah menyikat gigi. Setelah pembentukan acquired pellicle, bakteri mulai berproliferasi disertai dengan pembentukan matriks inter bakterial yang terdiri dari polisakarida ekstraseluler. Polisakarida ini terdiri dari levan, dextran, protein saliva dan hanya bakteri pembentuk polisakarida ekstraseluler yang dapat tumbuh, yakni Streptococcus mutans, Streptococcus bovis, Streptococcus sanguis dan Streptococcus salivarius, sehingga pada 24 jam pertama terbentuklah lapisan tipis yang terdiri dari jenis coccus. Bakteri tidak membentuk suatu lapisan yang kontinyu diatas permukaan aquirec pelikel melainkan suatu kelompok – kelompok kecil yang terpisah, suasana lingkungan pada lapisan plak masih bersifat aerob sehingga hanya mikroorganisma aerobi dan fakultatif yang dapat tumbuh dan berkembang biak (Thomas, 2011).
Pada awal ploriferasi bakteri yang tumbuh adalah jenis coccus dan bacillus fakultatif (Neisseria, Nocardia dan Streptococcus), dari keseluruhan populasi 50% terdiri dari Streptococcus mutans (Thomas, 2011). Dengan adanya perkembangbiakan bakteri maka lapisan plak bertambah tebal karena adanya hasil metabolisme dan adesi bakteri pada permukaan luar plak, lingkungan dibagian dalam plak berubah menjadi anaerob. Setelah kolonisasi pertama oleh Streptococcus mutans berbagai jenis mikroorganisma lain memasuki plak, hal ini dinamakan “Phenomena of succession”, pada keadaan ini dengan bertambahnya umur plak, terjadi pergeseran bakteri di dalam plak (Semaranayake, 2006). Pada tahap kedua, dihari kedua sampai keempat apabila kebersihan mulut diabaikan, coccus gram negatif dan bacillus bertambah jumlahnya (dari 7% menjadi 30%) dimana 15% diantaranya terdiri dari bacillus yang bersifat anaerob. Pada hari kelima Fusobacterium, Actinomyces dan Veillonella yang aerob bertambah jumlahnya. Pada saat plak matang dihari ketujuh ditandai dengan munculnya bakteri jenis Spirochaeta, Vibrio dan jenis filamen terus bertambah, dimana peningkatan paling menonjol pada Actinomyces naeslundi. Pada hari ke-28 dan ke-29 jumlah Streptococcus terus berkurang (Semaranayake, 2006 ; Gurenlian, 2007 ; Megananda dkk., 2009).
2.1.3
Penatalaksanaan Plak Gigi
Banyak faktor yang mempengaruhi retensi plak gigi antara lain orthodontic appliances, partial dentures, maloklusi, faulty restorations, kalkulus, poket yang dalam, mouth breathing, tobacco use, certain medications,dan kebiasaan buruk. Pengendalian plak gigi melalui berbagai cara telah dilakukan yaitu dengan cara mekanis, kimia, dan pemberian flouride. Cara mekanis dapat dilakukan dengan teknik penyikatan gigi yang memenuhi persyaratan ideal. Penyikatan gigi dapat dilakukan dengan teknik roll dan teknik bass. Kontrol kimia dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu dengan menekan flora mulut, menghambat kolonisasi bakteri pada permukaan gigi, menghalangi faktor pembentuk plak gigi misalnya pengikatan karbohidrat seperti dekstran, melarutkan biofilm yang sudah terbentuk, dan mencegah mineralisasi. Pemberian fluoride dengan kandungan 90-350 ppm dapat digunakan sebagai obat kumur untuk mengurangi plak gigi (Megananda dkk., 2009). Kontrol plak gigi adalah pengambilan dari mikrobial dan pencegahan akumulasinya pada permukaan gigi serta pada permukaan gusi (gingiva) di sekitarnya yang bertujuan untuk mengurangi terbentuknya kalkulus. Pengambilan dari mikrobial akan diikuti oleh meredanya keradangan pada gingiva dari stadium sebelumnya. Dengan demikian kontrol plak gigi adalah suatu cara yang efektif untuk penanganan dan pencegahan terjadinya gingivitis sehingga dapat pula dicegah terjadinya kelainan yang lebih lanjut yaitu penyakit periodontal (Megananda dkk.,2009).
2.2 Streptococcus mutans 2.2.1 Klasifikasi ilmiah Streptococcus mutans
Streptococcus mutans adalah suatu bakteri yang bersifat facultatively anaerobic, Gram positif, berbentuk coccus (bulat), tersusun seperti rantai, umumnya didapatkan di dalam rongga mulut dan termasuk flora normal serta berperan penting dalam proses terjadinya karies. Bakteri ini termasuk phylum dari Firmicutes dan merupakan kelompok bakteri yang menghasilkan asam laktat dan pertama kali ditemukan pada tahun 1924 oleh J. Kilian Clarke (Vinogradov dkk., 2004; Biswas, 2011). Struktur dinding sel bakteri ini terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang tebal dan kaku (20-80µm) sehingga membedakannya dari dinding sel bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri ini mengandung berbagai polisakarida juga mengandung substansi dinding sel yang disebut dengan asam teikoat (teichoic acid) yang diperkirakan berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel. Bakteri ini juga mempunyai
sifat
antigen
spesifik
sehingga
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengidentifikasi spesies bakteri tersebut secara serologi (Radji, 2010).
Gambar 2.1 Strain Streptococcus mutans dalam kultur Thioglycollate broth (Clarke, 1924)
Klasifikasi ilmiah dari Streptococcus mutans adalah sebagai berikut (Clarke, 1924): Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Lactobacillales
Family
: Streptococcaceae
Genus
: Streptococcus
Species
: Streptococcus mutans
2.2.2 Efek patologis dari Streptococcus mutans Streptococcus mutans bersama-sama dengan Streptococcus sabrinus serta Lactobacillus memainkan peran yang sangat penting melalui enzim glucansucrase yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut untuk menghasilkan asam laktat. Asam yang dihasilkan terus menerus melalui pemecahan substrat yang selalu tersedia, akan merubah lingkungan rongga mulut menjadi lebih asam (pH 5,2 – 5,5), maka email mulai mengalami proses demineralisasi sehingga terjadilah karies (Vinogradof dkk., 2004; Argimȏn dan Caufiled, 2011). Streptococcus mutans merupakan koloni bakteri pertama yang dijumpai pada permukaan gigi segera setelah gigi pertama erupsi dan merupakan bakteri yang memulai terjadinya pertumbuhan plak pada permukaan gigi. Terjadinya hal tersebut disebabkan karena kemampuan spesifik yang dimiliki oleh bakteri tersebut
menggunakan sukrosa untuk menghasilkan suatu produk ekstraseluler yang lengket yang disebut dextran yang berbasis polisakarida dengan perantaraan enzim dextransucrase (hexocyltransferase). Produk bakteri berupa gel ekstraseluler yang lengket tersebut memungkinkan bakteri-bakteri yang lain ikut menempel pada permukaan
gigi
sehingga
terbentuklah
plak.
Plak
terdiri
dari
berbagai
mikroorganisme yang selain menyebabkan karies gigi dapat juga menyebabkan terjadinya gingivitis, periodontitis, abses dan halitosis. (Vinogradof dkk., 2004; Argimȏn dan Caufiled, 2011). Streptococcus mutans selain menyebabkan karies gigi juga terimplikasi sebagai patogenesis dari penyakit cardiovaskuler tertentu. Bakteri ini merupakan spesies terbanyak yang terdeteksi dari hasil ekstirpasi jaringan klep jantung yaitu sebanyak 68,6% dan dari atheromathous plaque didapatkan 74,1% bakteri (Nakano dkk., 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh Kojima dkk. (2012), menunjukkan bahwa Streptococcus mutans strain on dextran sodium sulfate (DSS) menyebabkan ulcerative colitis pada tikus percobaan. Sedangkan strain TW 295 akan memperparah ulcerative colitis dan dalam penelitian yang sama strain Streptococcus mutans ini ditemukan juga pada sel-sel hati (hepatocytes) yang mengindikasikan bahwa sel-sel hatipun menjadi target organ dari strain tersebut.
2.3 Karies Gigi
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan
nyeri.
Penyakit
ini
menyerang
permukaan
gigi-geligi
yang
mengakibatkan kerusakan mahkota gigi dan apabila tidak dilakukan perawatan akan meluas ke pulpa dan dapat merusak seluruh mahkota gigi. Hal ini kemudian akan menimbulkan rasa sakit, terganggunya fungsi mastikasi, terjadi inflamasi jaringan gingiva dan pembentukan abses pada jaringan sekitar gigi (Rosenberg, 2010). 2.3.1 Etiologi Karies Gigi Karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi. sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) dalam waktu 1-3 menit. Hal ini menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun dimulai dari permukaan gigi (pit, fisura dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa (Kidd, 2005). Beberapa faktor yang lain yang turut berperan dalam terjadinya karies adalah oral hygiene perorangan, usia, jenis kelamin, perubahan hormonal, keadaan xerostomia, pola makan, faktor ekonomi dan sosial budaya, tingkat pendidikan serta
keadaan geografis. Xerostomia adalah suatu keadaan dimana produksi saliva sangat sedikit sehingga mulut terasa kering. Keadaan ini dapat meningkatkan frekuensi karies karena fungsi saliva sebagai buffer dalam rongga mulut menjadi berkurang (Kustiawan, 2002; Rosenberg, 2010). Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Faktor tersebut sangat bervariasi dan berbeda diantara individu.
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya
karies gigi adalah host (gigi dan saliva), Invironment (substrat), agent (mikroorganisme) dan waktu (Kidd, 2005). Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor tersebut, yaitu : 2.3.1.1 Invironment (substrat) Substrat adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi dan terlihat menempel pada permukaan gigi. Karbohidrat dari makanan seperti sukrosa dan glukosa akan membantu pembuatan asam bagi bakteri dan sintesis polisakarida ekstra sel. Karbohidrat dengan berat molekul seperti gula akan segera menyerap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Maka itu makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email (Seminario dkk., 2005). Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies (Seminario dkk., 2005). 2.3.1.2 Agent (mikroorganisme) Terdapat sejumlah organisme asidogenik yang dapat ditetapkan melalui kemampuan berkoloni pada gigi untuk menurunkan pH sampai 4,1. Adanya lingkungan gula yang menguntungkan Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, Lactobacillus acidophilus, Caser dan Actinomyces viscosus hampir memenuhi kriteria ini. Streptococcus mutans merupakan kuman kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat, karena fermentasi kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi (Bratthall, 2004). 2.3.1.3 Host (gigi dan saliva) Daerah pit dan fisura pada permukaan oklusal gigi sulung dan gigi permanen merupakan daerah yang paling sering terkena karies. Hal ini disebabkan oleh sisa-sisa makanan, mikroorganisme yang tertinggal didaerah pit dan fisura yang dalam serta bulu sikat gigi yang tidak mampu untuk mencapai fisura gigi yang dalam (Rosenberg,2010). Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses
terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi (Kidd, 2005). 2.3.1.4 Waktu Proses terjadinya karies perlu waktu tertentu, karena bakteri kariogenik butuh waktu lama dalam memfermentasikan karbohidrat menjadi asam yang akan melarutkan email (Kustiawan,2002).
2.3.2 Pencegahan Karies Gigi Putri dkk. (2011), menyatakan bahwa langkah-langkah tindakan pencegahan dalam bidang kedokteran gigi menurut Leavel dan Clark terdiri dari lima tingkatan pencegahan (five level of preventive) dalam melakukan pendidikan kesehatan, sebagai berikut: 2.3.2.1 Health promotion Tahap
ini
diantaranya pendidikan
dapat
diterapkan
kesehatan
gigi
pada
pencegahan
(dental health education),
karies
gigi,
pendidikan
mengenai gizi, yaitu tuntunan pemberian kualitas makanan yang baik selama pembentukan dan perkembangan gigi. 2.3.2.2 Specific protection Tahap
ini
adalah aplikasi topikal fluor di daerah yang tidak
terjangkau fluoridasi air minum, penutupan fisura, serta kemungkinan dilakukan imunisasi aktif. 2.3.2.3 Early diagnosis and prompt treatment
Dilakukan untuk mendeteksi karies gigi dan penyakit mulut lainnya yang bersamaan
dengan
program kesehatan gigi. Program ini sebaiknya
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. 2.3.2.4 Disability limitation Pada tahap ini misalnya kegagalan dalam mendeteksi dini suatu penyakit atau
dalam tahap lanjut yang telah mengenai pulpa sehingga harus
dilakukan perawatan saluran akar atau pencabutan gigi. 2.3.2.5 Rehabilitation Pada tahap terakhir ini dapat dilakukan
penggantian gigi serta
penempatan gigi pada posisi yang tetap, sesuai dengan bentuk dan anatomi gigi yang hilang.
2.3.3 Penanggulangan karies Diagnosa dan rencana perawatan karies bertujuan untuk mengembalikan bentuk dan fungsi gigi serta mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut. Struktur gigi yang telah rusak tidak dapat sembuh sempurna meskipun pada karies tahap awal masih terjadi proses remineralisasi. Perawatan karies pada tahap awal yaitu karies yang baru mencapai email dan dentin dapat dilakukan dengan cara membuang struktur gigi yang sudah rusak menggunakan high speed drill, kemudian mengembalikan bentuk anatomi gigi dengan menggunakan bahan restorasi yang sesuai. Kerusakan yang sudah mencapai pulpa akan menyebabkan terjadinya kematian pada pulpa sehingga diperlukan perawatan saraf gigi terlebih dahulu dan
selanjutnya gigi direstorasi dengan bahan tambal yang sesuai (Ritter, 2004; Rosenberg, 2010). Pencegahan karies dapat dilakukan dengan banyak cara diantaranya yang paling murah dan mudah adalah menjaga personal oral hygiene dengan cara menyikat gigi secara benar dengan waktu yang tepat yakni segera setelah makan menggunakan pasti gigi yang mengandung fluor, penggunaan dental floss untuk menghilangkan food debris dan food impacted di antara gigi serta mengatur pola makan. Disarankan juga untuk memeriksakan kesehatan gigi secara rutin ke fasilitas pelayanan kesehatan gigi untuk deteksi dini karies, kontrol plak, penutupan fissure gigi yang dalam (fissure sealant), topical application dengan larutan fluor serta penggunaan obat kumur yang mengandung antiseptik baik yang kimiawi maupun yang berasal dari ekstrak tanaman obat untuk mengurangi jumlah plak (Rosenberg 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Carson dkk. (2006), menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau dan tea tree oil apabila digunakan sebagai obat kumur dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan membunuh bakteri yang lain dalam plak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yanti dkk. (2008), menunjukkan bahwa zat Macelignan yang terdapat dalam daging buah pala dapat mengurangi biofilm level dari Streptococcus mutans.
2.4 Lidah Buaya (Aloe vera)
Lidah buaya (Aloe vera) adalah tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun silam dan digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan untuk perawatan kulit. Tumbuhan ini dapat ditemukan dengan mudah di kawasan kering di Afrika dan Asia. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan tanaman lidah buaya semakin berkembang sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetika, serta sebagai bahan makanan dan minuman kesehatan (Nurmalina, 2012). Di Indonesia lidah buaya dikenal karena kegunaannya sebagai tanaman obat untuk aneka penyakit. Belakangan tanaman ini menjadi semakin populer karena manfaatnya yang semakin luas (Hartawan, 2012). Lidah buaya merupakan tanaman asli Ethiopia dan berkembang di beberapa pegunungan di Afrika. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi tergantung dari negara atau wilayah tempat tumbuh yaitu ghikumar (India), kumari (Sanskrit), laloi (Haiti), lohoi (Vietnam), luhui (China), nohwa (Korea), rokai (Jepang), sabilla (Kuba), subr (Arab), crocodiles tongues (inggris), jadam (Malaysia), sa’villa (Spanyol) dan natau (Filipina). Tanaman lidah buaya diduga berasal dari kepulauan Canary di sebelah barat Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan kosmetika sejak berabad-abad silam. Hal ini tercatat dalam Egyptian Book of Remedies. Di dalam buku itu dikisahkan bahwa pada zaman Cleopatra (Furnawathi, 2002). Lidah buaya sudah digunakan oleh bangsa Samaria sekitar tahun 1875 SM. Sedangkan bangsa Mesir kuno sudah mengenal khasiat lidah buaya sebagai obat sekitar tahun 1500 SM. Seorang peracik obat-obatan traditional berkebangsaan
Yunani bernama Dioscordes, menyebutkan bahwa lidah buaya dapat mengobati berbagai penyakit, misalnya, bisul, kulit memar, pecah-pecah, lecet, rambut rontok, wasir, dan radang tenggorokan. Bangsa-bangsa lainnya yang telah sejak lama menggunakan lidah buaya untuk kesehatan antara lain bangsa Arab, Yunani, Romawi, India, dan China (Nurmalina, 2012). Beberapa sumber menyatakan bahwa lidah buaya masuk ke Indonesia dibawa petani keturunan China pada abad ke-17. Pemanfaatan tanaman ini di Indonesia masih sedikit, terbatas sebagai tanaman hias pekarangan rumah dan digunakan sebagai penyubur rambut. Pada tahun 1990 petani di Kalimantan Barat mulai mengusahakan tanaman lidah buaya secara komersial yang diolah menjadi minuman lidah buaya (Furnawathi, 2002). Tanaman ini termasuk keluarga Lilicaea yang memiliki 4.000 jenis dan terbagi ke dalam 240 marga dan 12 anak suku. Berikut ini penggolongan klasifikasi lidah buaya. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Liliflorae
Suku
: Liliceae
Genus
: Aloe
Spesies
: Aloe vera
Gambar 2.2 Tumbuhan Lidah Buaya 2.4.1 Morfologi lidah buaya 1.
Akar Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan
akar serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40 cm dan berada pada permukaan tanah. Akibatnya tanaman mudah tumbang karena akar tidak cukup kuat menahan beban daun lidah buaya yang cukup berat (Nurmalina, 2012). 2.
Batang Tanaman lidah buaya merupakan tanaman yang berbatang pendek.
Batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam di dalam tanah. Melalui batang akan muncul tunas-tunas yang kemudian akan menjadi cabang anak lidah buaya (bibit). Lidah buaya yang bertangkai panjang juga muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun(Nurmalina, 2012). Beberapa spesies lidah buaya ada juga yang berbentuk pohon dengan ketinggian 3-5 m. spesies semacam ini dapat dijumpai di gurun-gurun di Afrika Utara
dan Amerika. Melalui batang inilah tumbuh tunas yang akan menjadi anakan (Nurmalina, 2012). 3.
Daun Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang.
Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, dan mempunyai lapisan lilin di permukaan, serta bersifat sukulen yakni mengandung air, getah, atau lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat cekung (Furnawathi, 2002). Daun lidah buaya memiliki panjang mencapai 50-75 cm dengan berat 0,5-1 kg. daun melingkar rapat disekeliling batang dengan duri lemas di bagian tepi. Getah atau lendir (gel) berwarna kuning dan ujung meruncing(Nurmalina, 2012). Pada daun lidah buaya muda, terdapat bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya beranjak dewasa. Namun tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun juga berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Hartawan, 2012) 4.
Bunga Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3
cm berwarna kuning-oranye. Tersusun sedikit berjuntai melingkari ujung tangkai yang menjulang ke atas sepanjang sekitar 50-100 cm (Furnawathi, 2002). Bunga lidah buaya ada juga yang berwarna kemerahan, berupa pipa yang mengumpul, keluar
dari ketiak daun, berukuran kecil, tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan, panjangnya bisa mencapai 1 m (Furnawathi, 2002) .
5.
Biji Biji dihasilkan dari bunga yang telah mengalami penyerbukan. Penyerbukan
biasanya dilakukan oleh burung atau serangga lainnya. Namun, jenis Aloe barbadensis dan Aloe chinensis tidak membentuk biji atau tidak mengalami penyerbukan. Kegagalan ini diduga disebabkan oleh serbuk sari steril (pollen sterility) dan ketidaksesuaian diri (self incompatibility). Karena itu, kedua jenis tanaman ini berkembang biak secara vegetatif melalui anakan (Jatnika dan Saptoningsih, 2009). 2.4.2 Kandungan lidah buaya Lidah buaya tersusun oleh 99,5% air dan dengan total padatan terlarut hanya 0,49% selebihnya mengandung lemak, karbohidrat, protein dan vitamin (Kathuria dkk, 2011). Lidah buaya mengandung berbagai senyawa biologis aktif, seperti mannans asetat, polymanannans, antrakuinon, dan berbagai lektin. Lidah buaya juga mengandung sekitar 75 jenis zat yang telah dikenal bermanfaat dan lebih dari 200 senyawa lain yang membuatnya layak digunakan dalam pengobatan herbal. Daun lidah buaya sebagian besar berisi daging daun yang mengandung getah bening dan lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil (Nurmalina, 2012).
Adapun nutrien yang terkandung dalam lidah buaya terdiri atas karbohidrat, vitamin dan kalsium. Selain itu vitamin dalam lidah buaya larut dalam lemak, terdapat pula asam folat dan kholin dalam jumlah kecil. Berikut ini tabel mengenai bahan-bahan aktif yang terdapat dalam setiap 100 gram bahan lidah buaya. Tabel 2.2 Kandungan kimia lidah buaya (Hartawan, 2012) No 1 2
Komponen Air Total padatan terlarut Terdiri atas : a. Lemak b. Karbohidrat c. Protein d. Vitamin A e. Vitamin C
Nilai 95,51% 0,049% 0,067% 0,043% 0,038% 4.594 IU 3.476 mg
Cairan lidah buaya mengandung unsur utama, yaitu aloin, emoidin, gum, dan unsur lain seperti minyak atsiri. Aloin merupakan bahan aktif yang bersifat sebagai antiseptik dan antibiotik. Kandungan aloin pada lidah buaya sebesar 18-25%. Senyawa tersebut bermanfaat untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti demam, sakit mata, tumor, penyakit kulit, dan obat pencahar. Beberapa unsur vitamin dan mineral di dalam lidah buaya dapat berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami, seperti vitamin C, vitamin E, vitamin A, magnesium, dan Zinc. Antioksidan ini berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan berbagai penyakit
degeneratif (Hartawan, 2012). Berikut merupakan komponen yang terkandung dalam lidah buaya berdasarkan manfaatnya.
Tabel 2.3 Komponen lidah buaya berdasarkan manfaatnya (Hartawan, 2012) Zat Lignin
Manfaat Mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi sehingga memudahkan peresapan gel ke dalam kulit
Saponin
Mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat antiseptik, serta dapat menjadi bahan pencuci yang baik
Complex Antrakuinone
Sebagai bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi racun, dan antibakteri
Antibiotik Acemannan
Sebagai antivirus, antibakteri, antijamur, dapat menghancurkan sel tumor, serta meningkatkan daya tahan tubuh
Enzim Bradykinase,
Mengurangi inflamasi, antialergi, dan dapat
Karbiksipeptidase
mengurangi rasa sakit
Glukomannan,
Memberi efek imonomodulasi
Mukopolysakarida Tennin, Aloctin A
Sebagai anti inflamasi
Salisilat
Menghilangkan rasa sakit dan antiinflamasi
Asam Amino
Bahan untuk pertumbuhan dan perbaikan serta sebagai sumber energi. Lidah buara menyediakan 20 dari 22 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh
Mineral
Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit dan
berinteraksi dengan vitamin untuk melancarkan fungsi tubuh Vitamin A,B1,B2, B6,
Bahan penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara
B12, C, E, dan Asam Folat
normal dan sehat
Lidah buaya mempunyai kandungan zat gizi yang diperlukan tubuh dengan cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E,choline, inositol, dan asam folat. Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari kalsium, sodium, besi, Zinc, dan kromium (Hartawan, 2012). Kandungan enzim-enzimnya, antara lain amylase, catalase, cellulose, carboxypeptidase, carboxyhelolase, dan brandykinase yang semuanya penting bagi metabolisme tubuh. Kandungan asam aminonya, yakni argine, asparagin, asparatic acid, analine, serine, valine, glutamat, threonine, glycine, lycine, yrozine, proline, histidine, leucine, dan isoliucine (Nurmalina, 2012). Berikut kandungan nutrisi lidah buaya secara lengkap.
Tabel 2.4 Kandungan nutrisi lidah buaya (Hartawan, 2012) Bahan
Nutrisi
Vitamin
A,B1, B2, B12, C, dan E
Mineral
Kolin, Inositol, Asam folat, Kalsium, Magnesium, Potasium, Sodium, Manganase, Cooper, Chloride, Iron, Zinc dan Chromium
Enzym
Amylase, Catalase, Cellulose, Carboxypedidas, dan Carboxyphelolase
Asam
Amino,
Arginine,
Asparagin,
Asam
Aspartat,
Analine, Serine, Glutamic, Theorine, Valine, Glycine, Lycine, Tyroszine, Phenylalanine, Proline, Histidine, Leucine, dan Isoleucine
Zat-zat yang bersifat antibakteri dari lidah buaya adalah Antrakuinon, Saponin, Tanin, Flavonoid, dan Fenolat. Antrakuinon dalam lidah buaya memiliki fungsi sebagai
bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi racun dan
antibakteri (Hartawan, 2012). Antrakuinon merupakan suatu antimikroba yang berspektrum luas.
Lidah
buaya mengandung
beberapa
glikosida antrakuinon
(aloin, aloe-emodin, dan barbaloin). Aloe-emodin bersifat bakterisidal terhadap Staphilococcus sp. Salah satu mekanismenya adalah dengan menghambat transfer elektron pada rantai pernapasan mitokondria (Rahardja, 2010). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005). Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu
stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme
kerja
saponin
termasuk
dalam
kelompok
antibakteri
yang
mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012). Tanin merupakan salah satu zat aktif pada tumbuhan yang memiliki sifat antimikroba khususnya pada lidah buaya. Mekanisme tanin sebagai antibakteri adalah cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Bachtiar, 2012). Flavonoid pada lidah buaya memiliki sifat sebagai antioksidan kuat, Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat pada tumbuhan yang larut dalam air dan dapat di ekstraksi dengan menggunakan etanol. Mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom (Sabir, 2005). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005). 2.4.3 Efek farmakologis lidah buaya
Lidah buaya berkhasiat sebagai antiinflamasi, antijamur, antibakteri, dan membantu proses regenerasi sel. Lidah buaya juga dapat mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung penyakit kanker HIV/AIDS (Nurmalina, 2012). Drug and Cosmetic Journal menyatakan bahwa rahasia keampuhan lidah buaya
terletak
pada
kandungan
nutrisinya,
yakni
polisakarida
(terutama
glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase, dan lipase terutama enzim-enzim pemecah protein (protease). Enzim yang terakhir ini membantu memecahkan jaringan kulit yang sakit sebagai akibat kerusakan tertentu dan membantu memecah bakteri, sehingga gel lidah buaya bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit. Sementara itu, asam amino berfungsi menyusun protein pengganti sel yang rusak (Furnawanthi, 2006). Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir lidah buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap kedalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Sehingga kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda. Lidah buaya dapat mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga dapat membantu mengatasi sembelit atau susah buang air besar karena lendirnya bersifat pahit dan mengandung laktasit, sehingga merupakan pencahar yang baik (Hartawan, 2012). Lidah buaya memiliki zat acetylated mannose meupakan imunostimulan yang kuat dan berfungsi meningkatkan sistem imun. Kandungan aloin dan aloe-
emodin memiliki efek antipiretik atau dapat mengatasi demam. Lidah buaya mengandung saponin yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga dapat mengatasi luka yang terbuka dan berfungsi sebagai pembersih. Adanya zat aloecin B yang terdapat dalam lendir lidah buaya mampu mengatasi eksim, luka bakar, sekaligus memberikan lapisan pelindung pada bagian yang rusak sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan (Hartawan, 2012). Etanol adalah senyawa dengan sifat polar dan semi polar maksudnya adalah dapat berfungsi sebagai pelarut air dan minyak. Penambahan air pada etanol akan mengurangi daya larut minyak di dalam etanol. Kebanyakan senyawa yang molekulnya menghasilkan rasa misalnya manis, pahit atau asam biasanya bersifat polar sedangkan senyawa yang molekulnya menghasilkan aroma biasanya bersifat non polar. Etanol dapat mengekstraksi senyawa-senyawa aktif dalam jumlah kecil yang terdapat dalam sediaan bahan alam (Lersch, 2008). 2.5 Chlorhexidine Salah satu cara untuk mengobati halitosis adalah menggunakan obat kumur yang bertujuan untuk mengurangi dental plak dan bakteri yang hidup dalam rongga mulut. Obat kumur yang biasa digunakan adalah Chlorhexidine gluconate 0,2% yang mengandung: 1.1’-hexamethylene bis [5-(p-chlorophenyl) biguanide] di-D-gluconate) dalam basis yang mengandung air, alkohol 11,6%, glycerine, PEG-40 sorbitan diisostearate, flavour, sodium saccharine dan FD&C Blue No.1. Chlorhexidine diproduksi dengan pH antara 5-7 berupa suatu garam chlorhexidine dan gluconic
acid. Struktur kimianya terlihat pada gambar dibawah ini (Kuyyakanond & Quenel, 1992):
Gambar 2.5 Struktur Kimia Chlorhexidine gluconate 2.5.1 Farmakologi chlorhexidine 0,2% Obat
kumur Chlorhexidine mempunyai
aktivitas
antibakteri
selama
penggunaannya sebagai oral rinsing. Kemampuannya untuk mengurangi bakteri baik aerobic maupun anaerobic mencapai 54 – 97%. Obat kumur ini efektif terhadap bakteri Gram positif dan Grram negatif meskipun terhadap beberapa bakteri Gram negatif kurang efektif (Shahani & Reddy, 2011). Mekanisme kerja chlorhexidine dahulu diduga bersifat bakterisid dengan cara menginaktifkan ATPase bakteri namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa chlorhexidine bersifat bakterisid kemudian menjadi bakteriostatik dengan cara merusak dinding sel bakteri, menghambat sistem enzimatik bakteri, mengeluarkan lipopolisakarida bakteri sehingga menyebabkan kematian sel bakteri (Kuyyakanond & Quenel, 1992; Mandel, 1994). Penelitian-penelitian
terhadap
farmakokinetik
chlorhexidine
gluconate
menunjukkan bahwa 30% bahan aktif obat kumur ini akan tetap berada dalam rongga
mulut setelah dilakukan kumur-kumur. Bahan aktif yang tertinggal ini selanjutnya akan dilepaskan perlahan-lahan ke dalam cairan rongga mulut. Chlorhexidine gluconate sangat sedikit diabsorbsi dalam saluran cerna. Setelah 30 menit seseorang menelan chlorhexidine gluconate dengan dosis 300 mg maka rata-rata kadar puncak dalam plasma mencapai 0.206 mikrogram/L dan setelah 12 jam kadar obat dalam plasma tidak terdeteksi lagi. Kurang lebih 90% chlorhexidine gluconate diekskresi lewat feses dan sisanya diekskresi lewat urine (Kolahi & Soolari, 2006). 2.5.2 Indikasi penggunaan chlorhexidine 0,12% Chlorhexidine gluconate diindikasikan sebagai obat kumur untuk mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut pada pasien yang menderita gingivitis, periodontitis, dental trauma, kista rongga mulut dan setelah pencabutan gigi. Obat kumur ini digunakan dua kali sehari (Kolahi & Soolari, 2006).
2.5.3 Efek samping chlorhexidine 0,12% Efek samping penggunaan chlorhexidine gluconate sebagai obat kumur telah banyak dilaporkan. Efek samping yang umum dialami oleh pasien yaitu: 1) terjadinya staining pada permukaan gigi, restorasi, gigi tiruan dan bagian dorsum lidah. Efek staining ini akan lebih parah pada pengguna obat kumur yang juga perokok atau punya kebiasaan mengkonsumsi teh dan kopi; 2) gangguan rasa pengecapan yang bersifat reversibel; 3) ulcerasi dan deskuamasi pada mukosa; 4) rasa kering dalam mulut; 5) paresthesia; 6) geographic tongue dengan angka kejadian ± 1% (Menegon dkk., 2011; Peterson, 2011) .
2.5.4 Ekstraksi Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dalam pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan – bahan yang akan diekstrak dan senyawa – senyawa yang akan diisolasi (Harbone, 1996). Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah “ like dissolved like ” artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam metode, tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi, 2009). Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa – senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Plak gigi mempunyai potensi yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit pada jaringan keras gigi (karies) maupun jaringan pendukungnya (periodontitis). Pada awal terbentuknya dental plak, sebagian besar bakteri adalah Streptococcus mutans yang merupakan bakteri Gram positif. Untuk mencegah terbentuknya plak gigi dapat dilakukan dengan plak kontrol, salah satunya dengan kumur-kumur menggunakan Chlorhexidine gluconate 0,12% sebagai gold standart obat kumur dalam kedokteran gigi dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terbentuknya biofilm dan menghambat terjadinya akumulasi plak gigi. Hanya saja memiliki efek samping seperti warna cokelat pada gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah,
gangguan rasa, ulserasi mukosa mulut dan paresthesia, unilateral atau bilateral pembengkakan parotis dan peningkatan pembentukan kalkulus supragingiva dalam jangka waktu pemakaian yang lama. Kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) merupakan bahan alternatif tradisional yang mengandung zat antibakteri dan tidak memiliki efek samping. Zat antibakteri pada daun lidah buaya memiliki daya hambat kuat terhadap bakteri Gram positif. Flavonoid salah satu zat antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun lidah buaya sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif karena bersifat polar, sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan pada dinding bakteri Gram positif yang juga bersifat polar. Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri. Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak. Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel
bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan
keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida.
3.2 Konsep Penelitian
-
Ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%.
Faktor Internal:
Faktor Eksternal:
-
- Lingkungan rongga mulut - Suhu - Media - Makanan
-
- jumblah bakteri Streptococcus mutans - Akumulasi plak gigi
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
Kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam rongga mulut Usia Mikroorganisme Berkumur
3.3 Hipotesis Penelitian 5.
Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi.
6.
Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat
menurunkan
jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 7.
Tidak ada perbedaan penurunan akumulasi plak gigi antara berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%.
8.
Tidak ada perbedaan penurunan jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut antara berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Plak gigi mempunyai potensi yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit pada jaringan keras gigi (karies) maupun jaringan pendukungnya (periodontitis). Pada awal terbentuknya dental plak, sebagian besar bakteri adalah Streptococcus mutans yang merupakan bakteri Gram positif. Untuk mencegah terbentuknya plak gigi dapat dilakukan dengan plak kontrol, salah satunya dengan kumur-kumur menggunakan Chlorhexidine gluconate 0,12% sebagai gold standart obat kumur dalam kedokteran gigi dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terbentuknya biofilm dan menghambat terjadinya akumulasi plak gigi. Hanya saja memiliki efek samping seperti warna cokelat pada gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah, gangguan rasa, ulserasi mukosa mulut dan paresthesia, unilateral atau bilateral
pembengkakan parotis dan peningkatan pembentukan kalkulus supragingiva dalam jangka waktu pemakaian yang lama. Kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) merupakan bahan alternatif tradisional yang mengandung zat antibakteri dan tidak memiliki efek samping. Zat antibakteri pada daun lidah buaya memiliki daya hambat kuat terhadap bakteri Gram positif. Flavonoid salah satu zat antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun lidah buaya sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif karena bersifat polar, sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan pada dinding bakteri Gram positif yang juga bersifat polar. Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri. Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak. Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel
bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan
keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida.
3.2 Konsep Penelitian
-
Ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%.
Faktor Eksternal:
Faktor Internal:
- Lingkungan rongga mulut - Suhu - Media - Makanan
-
- jumblah bakteri Streptococcus mutans - Akumulasi plak gigi
-
Kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam rongga mulut Usia Mikroorganisme Berkumur
Gambar 3.1 Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian 1.
Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi.
2.
Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%
dapat
menurunkan jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 3.
Tidak ada perbedaan penurunan akumulasi plak gigi antara berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%.
4.
Tidak ada perbedaan penurunan jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut antara berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah penelitian eksperimental Randomized pretest-posttest control group design (Pocock, 2008). O1 R P
S
R.A
O3 O5
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian. Keterangan : P R
= =
Populasi Random
K(-) K(+)
P
O2
O4 O6
S = Sampel Ra = Random alokasi K (-) = Kontrol dengan aquadest K (+) = Kelompok kontrol berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% P = Kelompok perlakuan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100% O1 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans sebelum berkumur aquadest O2 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur aquadest O3 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans sebelum berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% O4 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% O5 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans sebelum berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% O6 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Pengumpulan data dilakukan di Bagian Universitas
Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG
Mahasaraswati dan analisa sampel dilakukan di
Laboratorium
Mikrobiologi FK Universitas Udayana Denpasar. 4.2.2 Waktu penelitian Bulan Februari sampai Desember 2014. 4.3 Penentuan Sumber Data Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien remaja dan dewasa dengan umur 15 sampai dengan 40 tahun. Populasi terjangkau adalah pasien datang
memeriksakan giginya di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar. 4.3.1 Sampel Penelitian Sampel penelitian yang dipilih dari anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria sampel yang diterapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai berikut: a. Kriteria inklusi Kriteria sampel inklusi adalah: 1. Usia 15 – 40 tahun 2. Berbadan sehat 3. Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi rongga mulut 4. Bersedia sebagai subyek penelitian dari awal sampai selesai dengan menandatangani informed consent. b. Kriteria Eksklusi Kriteria ekslusi adalah: 1. Memakai kawat gigi 2. Memakai gigi palsu c. Kritiria drop out Kritiria drop out adalah : 1. Menarik diri dari subjek penelitian 2. Tidak hadir dua kali berturut-turut saat pemeriksaan
3. Subyek sakit dan cedera sampai tidak bisa membuka mulut sehingga tidak bisa mengikuti pemeriksaan
4.3.2 Besar sampel Besarnya sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini berdasarkan asumsi yang diperoleh dari penelitian pendahuluan terhadap empat orang. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus (Pocock, 2008) sebagai berikut :
Keterangan : σ μ1 μ2
n = jumlah sampel untuk satu kelompok = nilai standar deviasi outcome variabel = rerata outcome variabel sebelum perlakuan = rerata outcome variabel yang diharapkan setelah perlakuan α = tingkat kesalahan tipe I (0,05) β = tingkat kesalahan tipe II (0,1) f (α,β) = nilai yang ada pada tabel (10,5)
Perhitungan sampel dengan data rereta penurunan indek plak gigi sebesar 0,72 dan standar deviasi 0,19 diperoleh hasil besar sampel 1,46 dibulatkan menjadi 2 sampel. Perhitungan sampel dengan data rerata jumlah koloni bakteri streptococcus mutans sebesar 68,00 dan standar deviasi 42,71 diperoleh hasil besar sampel 8,28 dibulatkan menjadi 9 sampel. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel di atas maka jumlah sampel yang digunakan adalah 9 sampel ditambahkan 10% menjadi 10 sampel setiap kelompok, sehingga jumlah total sampel secara keseluruhan menjadi 30 sampel.
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.
Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi berdasarkan kriteria inklusi.
2.
Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.
3.
Mengadakan pemilihan besar sampel secara acak sederhana dari subjek yang terpilih tersebut.
4.
Melakukan pembagian kelompok sebanyak dua kelompok dengan cara random alokasi, kelompok 1 akan menerima perlakuan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%. Kelompok 2 akan menerima perlakuan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%.
4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Klasifikasi variabel Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok variabel, yaitu : 1. Variabel bebas: kumur-kumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2% dan ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%. 2. Variabel tergantung : a. Akumulasi plak gigi b. jumlah bakteri Streptococcus mutans
3. Variabel terkendali : a. Usia. b. Suhu dan waktu pengeraman bakteri. c. Volume Chlorhexidine gluconate 0,2%. d. Volume ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. e. Sterilisasi alat dan bahan. 4. Variabel rambang : a.
Pola makan/minum subjek.
b.
Kebiasaan subjek.
c.
Kebersihan mulut.
4.4.2 Hubungan Antar Variabel Variabel bebas 1. Ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. 2. Chlorhexidine gluconate
Variabel terkendali 1. Usia 2. Suhu dan waktu pengeraman bakteri 3. Volume Chlorhexidine gluconate 0,2% 4. Volume ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 5. Sterilisasi alat dan bahan
Variabel Rambang 1. 2. 3.
Pola makan/ minum subjek Kebiasaan subjek Kebersihan mulut
Variabel tergantung 1. Akumulasi plak gigi 2. Jumlah bakteri Streptococcus mutans
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel 4.5 Definisi Operasional Variabel 1.
Ekstrak kulit daun lidah buaya (aloe barbadensis miller)
konsentrasi, 100%
adalah sediaan pekat yang didapat dengan mengektraksi zat aktif dari kulit daun lidah buaya (aloe barbadensis miller) dengan menggunakan pelarut etanol. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak kulit daun lidah buaya 100% diperoleh dengan melarutkan 100 gram ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. Subjek berkumur tanpa menelan selama 60 detik lalu hasil berkumur tersebut dibuang. 2.
Berkumur
Chlorhexidine
gluconate
0,2%
adalah
aktivitas
berkumur
Chlorhexidine gluconate 0,2% sebanyak 10 ml. Subjek berkumur tanpa menelan selama 60 detik lalu hasil berkumur tersebut dibuang. Chlorhexidine gluconate 0,2% yang digunakan adalah Minosep. 3.
Akumulasi plak gigi adalah banyaknya kumpulan suatu agregat mikroba sejenis
maupun berbeda jenis yang menumpuk dan melekat pada permukaan gigi dan pada benda lain yang berada dalam rongga mulut dan hanya dapat diketahui dengan cara mengoleskan disclosing agen gel pada permukaan gigi. Permukaan gigi berubah menjadi warna merah muda, menunjukkan adanya akumulasi plak gigi.
4.
Disclosing Agent Gel adalah zat kimia atau zat pewarna digunakan untuk
membuat plak terlihat oleh mata.Zat yang digunakan adalah Erythrosin. Penggunaan dengan langsung mengoleskan pada permukaan gigi dengan kapas. 5.
Pertumbuhan bakteri adalah selisih jumlah bakteri sebelum perlakuan dengan
setelah perlakuan, dengan cara menghitung jumlah bakteri sesungguhnya dengan mengalikan jumlah pertumbuhan bakteri yang ada di dalam cawan petri dengan faktor pengenceran. Satuan pengukuran jumlah pertumbuhan koloni Streptococcus mutans adalah Colon Forming Unit per milliliter (CFU/ml). 6.
Media pengeraman adalah media yang dipakai untuk menumbuhkan bakteri
dalam hal ini berbentuk agar, yang dipakai adalah agar Mueller-Hinton ditambah 5% darah kambing. 7.
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia sampel adalah umur 15-40 tahun yang keadaan gigi geliginya sudah tumbuh sempurna. 8.
Sterilisasi alat dan bahan adalah suatu usaha untuk membebaskan alat
dan
bahan–bahan dari segala macam kehidupan terutama kehidupan mikroorganisme. 9.
Pola makan/minum adalah pola makan/minum yang biasa mereka terapkan
sehari-hari dan diatur sendiri oleh subjek. 10. Kebiasaan subjek adalah suatu perbuatan yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama, baik disadari maupun tidak disadari.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang dipakai adalah: 1. Ekstrak kulit daun lidah buaya (aloe barbadensis miller)
konsentrasi, 100%
adalah sediaan pekat yang didapat dengan mengektraksi zat aktif dari kulit daun lidah buaya (aloe barbadensis miller) dengan menggunakan pelarut etanol. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak kulit daun lidah buaya 100% diperoleh dengan melarutkan 100 gram ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. 2. Chlorhexidine gluconate 0,2 % : menggunakan minosep obat kumur dengan berat 30 ml. 3. Disclosing agent gel: menggunakan dental disclosing gel GC dengan berat 5 gram. 4. Media Mueller Hinton Agar (MHA) 5. Air putih : menggunakan Aqua dengan isi bersih 240 ml. 6. Alkohol : menggunakan alkohol 70% One Med dengan berat 300 ml. 4.7 Instrumen Penelitian 4.7.1
Metode Pemeriksaan Penelitian
Dalam penelitian ini untuk mengukur skor indeks menggunakan tes Plaque Index (Index Plaque Personal Hygiene Performance) oleh Martens dan Meskin dengan prosedur sebagai berikut (Chandra, 2002) : Indeks plak PHP adalah angka yang menunjukkan jumlah total skor plak gigi yang diperiksa dibagi jumlah seluruh permukaan gigi yang diperiksa. Cara pemeriksaan
klinis pada plak yang ditentukan berdasarkan indeks plak PHP adalah sebagai berikut: Pemeriksaan dilakukan pada permukaan mahkota gigi bagian labial dan lingual dengan membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi lima subdivisi, yaitu: D (distal), G (1/3 tengah gingiva), M (mesial),
C (1/3 tengah), I/O (1/3
tengah insisal/oklusal). Pemeriksaan dilakukkan secara sistematis pada: 1. Permukaan labial gigi insisif pertama kanan atas. 2. Permukaan labial gigi insisif pertama kiri bawah. 3. Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas. 4. Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas. 5. Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah. 6. Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah. Cara pengukuran untuk menentukan indeks plak PHP yaitu dengan rumus: Jumlah total skor plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa IP = Jumlah gigi yang diperiksa Cara penilaian plak adalah Nilai 0 = tidak ada plak, Nilai 1 = ada plak. Kriteria penilaian indeks plak PHP, yaitu : sangat baik (0), baik buruk (3,5-5).
4.7.2
Alat penelitian
4.6.2.1 instrumen untuk perlakuan pada pasien
(0,1-0,7), sedang (1,8-3,4),
1.
Satu set alat diagnostik : neerbecken, kaca mulut, pinset anatomis, sonde lurus, sonde bengkok merk Medesey dipersiapkan sebanyak 5 set alat diagnostik.
2.
Handscone : menggunakan handscone satu kotak merk Sensi Gloves.
3.
Masker : menggunakan masker satu kotak merk Evo med isi 25 buah.
4.
Lap dada : dipersiapkan sebanyak 50 buah.
5.
Gelas kumur : menggunakan gelas aqua sebanyak 50 buah.
6.
Cotton buds: menggunakan merk Johnson sebanyak 50 buah.
7.
Stop watch: menggunakan merk Casio.
8.
Alat tulis : pensil merk Faber Castell, pulpen merk Faster, penghapus merk Faber Castell, correction pen merk Pentel.
9.
Kamera : menggunakan kamera merk Nikon.
10. Form penelitian : data subjek penelitian. 11. Informed consent : persetujuan pasien. 4.6.2.2 Instrumen yang digunakan pada pembuatan media 1. Kompor gas 2. Labu erlenmeyer 3. Batang pengaduk 4. Neraca digital 5. Beaker glass 6. Autoclave 7. Petridisk 8. Tabung reaksi kecil dan rak tabung
9. Sumbat kapas 4.6.2.3 Instrumen yang digunakan pada penanaman bakteri 1. Pipet ukur 2. Mikropipet dan tip 3. Spectrofotometer 4. Tabung reaksi 5. Lampu spiritus 6. Petridisk steril 7. Sengkelit/ose 8. Jarum penanam
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Tahap persiapan penelitian Tahap persiapan penelitian adalah : 1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian. 2. Mengurus surat-surat penelitian. 3. Membuat informed consent. 4. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian. 5. Melakukan penentuan sampel secara acak alokasi dengan cara undian berdasarkan metode yang telah ditentukan.
6. Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara ilmiah.
4.8.2 Tahapan pembuatan ekstrak kulit daun lidah buaya Ekstrak kulit daun lidah buaya dibuat dengan metode maserasi. Lidah buaya yang dipetik dari Desa Besakih Karangasem yang dipakai adalah kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) yang tua yaitu daun yang terletak paling bawah. Sebanyak
± 1kg kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) dicuci bersih
kemudian ditiriskan dan dipotong – potong tipis. Potongan daun lidah buaya selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari, dengan naungan kain hitam. Penjemuran dilakukan beberapa hari, sampai potongan daun lidah buaya benar – benar kering, mudah dipatahkan dengan tangan. Potongan daun lidah buaya yang sudah kering, selanjutnya dibuat serbuk (simplisia) dengan cara dihancurkan dengan blender, simplisia yang dihasilkan ± 325 gram. Simplisia siap dimaserasi dengan merendam ke dalam pelarut etanol 96% sampai terendam seluruhnya selama ± 24 jam, kemudian disaring dengan kertas penyaring. Residu kembali dimaserasi lagi dengan cara yang sama, sampai tiga kali. Ekstrak atau filtrat hasil maserasi ditampung menjadi satu dan diuapkan untuk memisahkan pelarutnya. Penguapan dilakukan dengan menggunakan alat Rotary evaporator pada suhu 45 - 50ºC, sampai pelarut habis menguap, sehingga didapatkan ekstrak kental daun lidah buaya (Dewi, 2010). 4.8.3 Pembuatan konsentrasi ekstrak kulit daun lidah buaya
Pembuatan ekstrak kulit daun lidah buaya menggunakan etanol 95% sehingga diperoleh ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi.Ekstrak kulit daun lidah buaya 100% diperoleh dengan melarutkan 100 gram ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. (Anief, 2000).
4.8.4 Pembuatan media 4.8.4.1 Pembuatan media agar Mueller-Hinton 1. Ditimbang 41gr dalam erlenmeyer
bubuk
agar
Mueller-Hinton
dimasukkan
ke
yang berisi 1500ml akuades steril (75 petri) dan
dilarutkan. 2. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit. 3. Didinginkan dengan
waterbath
hingga
suhu 50ºC, ditambahkan
75ml darah kambing dan dihomogenkan. 4. Setelah
itu
dituang
ke dalam
cawan
petri
dan
didinginkan.
5. Ambil 5% dari jumlah total petri yang berisi media dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. 6. Keesokan
harinya
dicek sterilitas
dari
pada media, kalau steril
bias dipakai untuk media penanaman Streptococcus mutans.
4.8.4.2 Pembuatan media Tryptone Soya Broth
1. Ditimbang
3gr bubuk
dalam erlenmeyer
Tryptone
yang berisi
Soya
100ml
Broth
akuades
dimasukkan (50 tabung)
ke dan
dilarutkan. 2. Dituang media tersebut ke dalam tabung dengan volume 2ml ke masing-masing tabung. 3. Diautoclave
dengan tekanan
121 Atm
selama
15 menit,
setelah
itudidinginkan. 4. Ambil 5% dari jumlah total tabung yang berisi media dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. 5. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih langsungbisa dipakai.
4.8.4.3 Pembuatan NaCl 0,9% 1. Ditimbang
6,3gr
Kristal
NaCl
dimasukkan
ke
dalam
erlenmeyer yang berisi 700ml akuades (78 tabung) dan dilarutkan. 2. Dituang NaCl 0,9% tersebut ke dalam tabung dengan volume 9 ml ke masing-masing tabung. 3. Diautoclave
dengan
tekanan 121 Atm selama
15 menit, setela
itu didinginkan. 4. Ambil
5% dari jumlah
total tabung yang berisi NaCl 0,9%
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC.
dan
5. Keesokan
harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih
langsung bisa dipakai.
4.8.4.4 Pembuatan media Mannitol Broth 1. Ditimbang 3gr Mannitol Broth dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 150ml akuades (75 tabung) dan dilarutkan. 2. Dituang Mannitol Broth tersebut ke dalam tabung dengan volume 2ml ke masing-masing tabung. 3. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah itu didinginkan. 4.
5% dari
jumlah
total
tabung
yang berisi Mannitol Broth dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. 5. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih langsung bisa dipakai. 4.8.4.5 Pembuatan media Sorbitol Broth 1. Ditimbang
2,6gr Nutrien Broth dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang berisi 200ml akuades (100 tabung) dan dilarutkan. 2. Ditambahkan
2gr Sorbitol extra
pure
for microbiology
(1%)
dan ditambahkan 0,1gr methyl red sebagai indikator. 3. Dituang Sorbitol Broth
tersebut
ke
volume 2ml ke masing-masing tabung.
dalam
tabung
dengan
4. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah itu didinginkan. 5. Ambil 5% dari
jumlah total tabung yang berisi Sorbitol Broth
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. 6. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih langsung bias dipakai. 4.8.4.6 Pembuatan media Voges Proskauer 1. Ditimbang
2,55gr
Voges
Proskauer
dimasukkan
ke
dalam
Erlenmeyer yang berisi 150ml akuades (75 tabung) dan dilarutkan. 2. Dituang Voges Proskauer tersebut ke dalam tabung dengan volume 2ml ke masing-masing tabung. 3. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah itu didinginkan. 4. Ambil 5% dari
jumlah total tabung yang berisi Voges Proskauer
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. 5. Keesokan
harinya dicek
sterilitas
dari pada
media
kalau
jernih
langsung bisa dipakai.
4.8.5
Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel Penelitian
Prosedur pemilihan dan penentuan sampel penelitian adalah : 1. Semua orang yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel diberikan nomor urut yang berbeda.
2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak alokasi dengan menggunakan teknik undian. Jumlahnya sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan penelitian pendahuluan. 3. Melakukan pembagian Kelompok Perlakuan secara acak sederhana, dengan teknik undian sebanyak tiga kelompok.
4.8.6 Tahap pelaksanaan penelitian Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Sebelum pelaksanaan penelitian, subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana penelitian, hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian dan bagaimana cara berkumur. 2. Subjek datang ke tempat penelitian, lalu diberikan informed consent. Setelah subjek setuju untuk diteliti lalu dicatat data-data dari subjek. Setelah itu subjek mulai diperiksa, subjek diminta menyikat gigi dengan teknik roll dengan alat dan bahan yang sudah disediakan. 3. Setelah 5 menit pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah ( kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB. 4. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat
ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek . 5. Setelah pemeriksaan akumulasi plak gigi; pada Kelompok Perlakuan, subjek berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dan pada Kelompok Kontrol, subjek berkumur aquadest dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Berkumur selama 30 detik dan yang digunakan untuk berkumur sebanyak 10 ml. 6. Setelah berkumur, sampel tidak makan dan minum selama pengambilan sampel. Setelah 15 menit, Pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah ( kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB. 7. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek . 8. Hasil swab dalam media TSB segera dibawa ke laboratorium mikrobiology Unud untuk diproses lebih lanjut.
4.8.7 Pembiakan bakteri Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah dengan pengenceran:
1.
Dibuat seri pengenceran 10-1 - 10-3 untuk menghitung jumlah bakteri dengan menggunakan media agar Mueler-Hinton untuk nutrisi pertumbuhan bakteri.
ditambahkan 5% darah kambing
Pengenceran dilakukan dengan cara
mengambil 1 ml pada media TSB menggunakan menggunakan mikro pipet steril dimasukkan ke dalam tabung 9 ml NaCl seri pengenceran 10-1. Setelah sampel masuk lalu dihomogenkan dengan menarik dan melepaskan pipet tersebut secara berulang –ulang. Diambil lagi sebanyak 1 ml dari tabung 10-1 dan dipindahkan ke tabung 10-2
secara asepsis dan dihomogenkan kembali
dengan cara menarik dan melepas pipet tersebut. Hal terebut terus dilakukan sampai pada pengenceran 10-3. Setiap tingkat pengenceran digunakan pipet yang baru sehingga hasil benar-benar akurat.kemudian ditanam pada media. Diinkubasi pada suhu 37◦C, hasil pembiakan dilihat 2x 24jam. 2.
Penghitungan jumlah bakteri dihitung secara manual dari koloni bakteri yang tumbuh. Beri tanda pada dasar petri dan dihitung jumlah koloni dengan mengalikan faktor pengenceran. Jumlah yang terbaik adalah 30 sampai 300 koloni. Cara penghitungan jumlah bakteri Streptococcus viridans sesungguhnya dengan mengalikan jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri dengan faktor pengenceran (Fardiaz, 1992).
3.
Koloni
yang
tumbuh
diidentifikasi
dengan
pewarnaan
Gram
untuk
memastikan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus viridans. Tahap-tahap pewarnaan Gram :
a.
Koloni Streptococcus diambil
dengan
ose steril diratakan satu
ulasan saja dan disebarkan supaya sel merata di atas kaca objek yang telah diberi tersebut
setetes
akuades
steril.
Keringkan
ulasan
sambil memfiksasinya kemudian didiamkan diatas api
Bunsen.Setelah
benar-benar dan tersebar selanjutnya ke tahap
berikutnya. b. Preparat di tetesi dengan larutan Karbol Gentian Violet dan didiamkan selama 1-3 menit yang selanjutnya disiram dengan air yang mengalir. c.
Ditetesi lagi dengan larutan Lugol/Iodine dan di diamkan selama – 1 menit, disiram dengan air yang mengalir.
d. Selanjutnya ditetesi dengan alkohol 96% di diamkan selama - menit, disiram dengan air yang mengalir. e.
Terakhir dengan air Fuchsin didiamkan 1-3 menit disiram dengan air mengalir.
4.
Dengan ose steril koloni dipindahkan ke agar darah untuk mendapatkan bakteri Streptococcus yang murni, dimasukkan ke incubator selama 24 jam pada suhu 37ºC. Gram positip ( + ) akan terlihat bakteri berwarna ungu, bentuk jelas (kokus).
5.
Uji
Optochin discs
dilakukan
dengan
cara :
dibuat
suspense
Streptococcus mutans dibuat dari koloni yang tumbuh pada media MHB. Dari koloni tersebut diambil 1-2 koloni dimasukkan ke dalam media NaCl
0,9%, dibuat kekeruhan setara dengan 0,5 Mac-Farland (108 CFU/ml). Lidi kapas steril dicelupkan ke dalam suspensi tersebut di atas dan diperas pada
dinding tabung supaya cairan yang
Kemudian dioleskansecara
merata
diambil tidak berlebihan.
3 radian pada media MHB dan
ditempelkan Optochin discs dimasukkan ke inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC. Keesokan mm)
harinya
dilihat
adanya
zona
berarti Streptococcus pneumonia (S) dan kalau tidak
bening
(5
ada zona
bening berarti Streptococcus viridans (R). 6.
Uji biokimia (Mannitol,
Sorbitol
dan
Streptococcus
diambil
dengan
viridans
Voges ose
proskauer) Koloni steril
2-3
koloni
dimasukkan kedalam media Mannitol, Sorbitol dan Voges proskauer, diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Keesokannya dilihat
adanya perubahan warna dari merah menjadi kuning berarti positif pada media Mannitol dan sorbitol. Media VP ditambahkan reagen kova`c dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37ºC. Hasil positif menunjukkan warna merah anggur. Berdasarkan reaksi biokimia di atas menunjukkan bahwa koloni Streptococcus viridans merupakan Streptococcus mutans.
4.9 Alur Penelitian POPULASI KRITERIA INKLUSI
KRITERIA EKSKLUSI
PENGAMBILAN SAMPEL
RANDOM ALOKASI
KONTROL (-)
KONTROL(+)
PERLAKUAN
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
Berkumur
Berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%
Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
aquadest
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
ANALISIS DATA
Gambar 4.4 Alur penelitian
4.10 Analisis Data Untuk menganalisis data hasil penelitian,dipakai : 1. Analisis deskriptif : analisis data untuk memberikan gambaran tentang karakteristik data yang didapatkan dari hasil penelitian 2. Uji Normalitas dan Homogenitas a. Uji Normalitas dengan uji Shapiro-Wilk (SW) karena sampelnya < 30 b. Uji Homogenitas dengan Levene’s test 3. Uji efek perlakuan /analisis komparasi Bagi data yang berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan uji statistic parametric yaitu: Uji One Way Anova untuk membandingkan post –test masing-masing kelompok
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized pretest-posttest control group design, melibatkan 30 orang pasien remaja dan dewasa dengan umur 15-40 tahun di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif yang berkumur aquadest, kelompok kontrol positif yang berkumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%, dan kelompok perlakuan yang berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data Data akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans sebelum dan sesudah perlakuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya
menunjukkan bahwa data plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans berdistribusi normal (p>0,05), hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Uji Normalitas Data Plak Gigi dan Bakteri Streptococcus Mutans Kelompok Subjek
n
p
Ket.
Plak gigi kontrol negatif pre Plak gigi kontrol positif pre Plak gigi perlakuan pre Plak gigi kontrol negatif post Plak gigi kontrol positif post Plak gigi perlakuan post Bakteri Streptococcus mutans kontrol negatif pre Bakteri Streptococcus mutans kontrol positif pre Bakteri Streptococcus mutans perlakuan pre Bakteri Streptococcus mutans kontrol negatif post Bakteri Streptococcus mutans kontrol positif post Bakteri Streptococcus mutans perlakuan post
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
0,110 0,058 0,083 0,560 0,281 0,374 0,060 0,073 0,573 0,548 0,084 0,121
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
5.2 Uji Homogenitas Data Data akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans sebelum dan sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Homogenitas Data Plak Gigi dan Bakteri Streptococcus Mutans antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan Variabel
F
P
Keterangan
Plak gigi pre
1,055
0,362
Homogen
Plak gigi kontrol post
2,256
0,124
Homogen
Bakteri Streptococcus mutans pre
1,235
0,307
Homogen
Bakteri Streptococcus mutans post
1,702
0,268
Homogen
5.3 Akumulasi Plak Gigi 5.3.1 Uji Komparabilitas Uji komparabilitas dianalisis berdasarkan rerata akumulasi plak gigi antar kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kontrol Negatif
10
Rerata Akumulasi Plak Gigi 2,15
Kontrol Positif
10
1,92
0,60
Perlakuan
10
2,08
0,49
Kelompok Subjek
n
SB 0,37
F
P
0,565
0,575
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol negatif adalah 2,15±0,37, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah 1,92±0,60, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 2,08±0,49. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,565 dan nilai p = 0,575. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara (p>0,05).
5.3.2 Analisis Efek Perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata akumulasi plak gigi antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kontrol Negatif
10
Rerata Akumulasi Plak Gigi 1,61
Kontrol Positif
10
1,04
0,39
Perlakuan
10
1,21
0,44
Kelompok Subjek
n
SB 0,20
F
P
6,64
0,005
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol
negatif adalah 1,61±0,20, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah 1,04±0,39, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 1,21±0,44. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 6,64 dan nilai p = 0,005. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Akumulasi Plak Gigi Sebelum dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.5 di bawah ini. Tabel 5.5 Beda Nyata Terkecil Akumulasi Plak Gigi Sesudah Perlakuan antar Kelompok Kelompok
Beda Rerata
P
Interpretasi
Kontrol Negatif dan Kontrol Positif Kontrol Negatif dan Perlakuan Kontrol Positif dan Perlakuan
0,57 0,40 0,17
0,001 0,019 0,299
Berbeda Bermakna Berbeda Bermakna Tidak Berbeda
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan hasil sebagai berikut. 1. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok kontrol positif (rerata kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol positif). 2. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok perlakuan (rerata kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok perlakuan). 3. Rerata kelompok kontrol positif tidak berbeda dengan kelompok perlakuan (rerata kelompok kontrol positif lebih rendah daripada rerata kelompok perlakuan).
5.4 Bakteri Streptococcus Mutans 5.4.1 Uji Komparabilitas Uji komparabilitas dianalisis berdasarkan rerata bakteri Streptococcus mutans antar kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Perbedaan Rerata Bakteri Streptococcus Mutans Antar Kelompok Sebelum Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kontrol Negatif
10
Rerata Bakteri Streptococcus Mutans 6114,80
Kontrol Positif
10
6062,67
2179,54
Perlakuan
10
5760,80
2297,79
Kelompok Subjek
n
SB 2733,93
F
P
0,063
0,939
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol negatif adalah
6114,80±2733,93, rerata bakteri Streptococcus mutans
kelompok kontrol positif adalah 6062,67±2179,54, dan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok perlakuan adalah 5760,80±2297,79. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,063 dan nilai p = 0,939. Hal ini berarti bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara (p>0,05).
5.4.2 Analisis Efek Perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata bakteri Streptococcus mutans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Perbedaan Rerata Bakteri Streptococcus Mutans Antar Kelompok SeSudah Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kontrol Negatif
10
Rerata Bakteri Streptococcus Mutans 3683,34
Kontrol Positif
10
1751,67
803,87
Perlakuan
10
1636,67
923,05
Kelompok Subjek
n
SB 921,63
F
P
7,64
0,002
Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol negatif adalah
3683,34±921,63, rerata bakteri Streptococcus mutans
kelompok kontrol positif adalah 1751,67±803,87, dan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok perlakuan adalah 1636,67±923,05. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 7,64 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Bakteri Streptococcus Mutans Sebelum dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.8 di bawah ini.
Tabel 5.8 Beda Nyata Terkecil Bakteri Streptococcus Mutans Sesudah Perlakuan antar Kelompok Kelompok
Beda Rerata
P
Interpretasi
Kontrol Negatif dan Kontrol Positif Kontrol Negatif dan Perlakuan Kontrol Positif dan Perlakuan
1931,67 2046,67 115,00
0,001 0,019 0,299
Berbeda Bermakna Berbeda Bermakna Tidak Berbeda
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan hasil sebagai berikut. 1. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok kontrol positif (rerata kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol positif). 2. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok perlakuan (rerata kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok perlakuan). 3. Rerata kelompok kontrol positif tidak berbeda dengan kelompok perlakuan (rerata kelompok kontrol positif lebih tinggi daripada rerata kelompok perlakuan).
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subyek Penelitian Untuk menguji efek berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya terhadap penurunan akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans, maka dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized pretest-posttest control group design, melibatkan 30 orang pasien remaja dan dewasa dengan umur 15-40 tahun di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif yang berkumur aquadest, kelompok kontrol positif yang berkumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%, dan kelompok perlakuan yang berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. 6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).
6.3
Pengaruh
Berkumur
Terhadap Akumulasi Plak
Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 75
Gigi dan Jumlah Koloni Bakteri
Strptococcus Mutans Sebelum perlakuan rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol negatif adalah 2,15±0,37, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah 1,92±0,60, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 2,08±0,49. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,565 dan nilai p = 0,575. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol negatif adalah
1,61±0,20, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah
1,04±0,39, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 1,21±0,44. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 6,64
dan nilai p = 0,005. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Sebelum perlakuan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol negatif adalah
6114,80±2733,93, rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol
positif adalah 6062,67±2179,54, dan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok perlakuan adalah 5760,80±2297,79. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,063 dan nilai p = 0,939. Hal ini berarti bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara (p>0,05).
Setelah perlakuan, rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol negatif adalah
3683,34±921,63, rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol
positif adalah 1751,67±803,87, dan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok perlakuan adalah 1636,67±923,05. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 7,64 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian pada penelitian ini ddapatkan bahwa berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi sebesar 24,85% dan menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut sebesar 55,57% dibandingkan berkumur dengan aquadest. Lebih
lanjut didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan akumulasi plak gigi dan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut dibandingkan berkumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Hal ini disebabkan karena kulit daun lidah buaya bersifat antibakteri, antiimflamasi, dapat meredam rasa sakit,tidak tosik, dan sampai saat ini merupakan salah satu dari 10 tanaman terlaris didunia yang berpontensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat (Furnawanthi, 2002). Untuk membuktikan bahwa adanya senyawa aktif di dalam lidah buaya yang mengandung senyawa antibakteri, maka dilakukan uji identifikasi fitokimia terhadap ekstrak kulit daun lidah buaya. Senyawa antibakteri yang di uji identifikasi fitokimia antara lain flavonoid, saponin, tanin, antrakuinon, dan fenolat. Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat pada tumbuhan yang larut dalam air dan dapat di ekstraksi dengan menggunakan etanol. Mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom (Sabir, 2005). Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja
saponin
termasuk
dalam
kelompok
antibakteri
yang mengganggu
permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012).
Antrakuinon merupakan suatu antimikroba yang berspektrum luas. Lidah buaya mengandung beberapa glikosida antrakuinon (aloin, aloe-emodin, dan barbaloin). Aloe-emodin
bersifat bakterisidal
terhadap
Sreptococcus mutans. Salah satu
mekanismenya adalah dengan menghambat transfer elektron pada rantai pernapasan mitokondria (Rahardja, 2010). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005). Tanin merupakan salah satu zat aktif pada tumbuhan yang memiliki sifat antimikroba khususnya pada lidah buaya. Mekanisme tanin sebagai antibakteri
adalah cara
mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Bachtiar, 2012). Menurut Kathuria N dkk. (2011), zat-zat aktif yang terdapat dalam lidah buaya meliputi monosakarida, polisakarida, asam aminoesensial, dan non-esensial, antrakuinon, enzim, mineral, vitamin, protein, lignin, asam salisilat, saponin, sterol, tanin, magnesium laktat dan senyawa antiprostaglandin. Zat yang bersifat antibakteri adalah antrakuinon, saponin dan tannin. Secara spesifik dilaporkan bahwa ekstrak lidah buaya (aloe vera) mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Maka dapat dikatakan bahwa lidah buaya
sensitif sebagai antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli. Penelitian yang dilakukan oleh Isabela (2009), menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya mampu menghambat pertumbuhan pseudomonas aeruginosa secara in vitro. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanthi dkk. (2012) menemukan bahwa ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) mampu menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti secara in vitro pada ekstrak kulit daun lidah buaya dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap bakteri streptococcus mutans terdapat zona hambat pada konsentrasi 50%, 75% dan 100%. Pada konsentrasi 50% terdapat zona hambat dengan rata-rata diameter 11 mm, pada konsentrasi 75% terdapat zona hambat dengan diameter ratarata 14 mm dan 100% terdapat zona hambat dengan diameter rata-rata 15 mm. Ratarata diameter zona hambat untuk Clorhexidin 0,2% sebesar 17 mm. Lebih lanjut diketahui bahwa lidah buaya mengandung berbagai senyawa biologis aktif, seperti mannans asetat, polymanannans, antrakuinon, dan berbagai lektin. Lidah buaya juga mengandung sekitar 75 jenis zat yang telah dikenal bermanfaat dan lebih dari 200 senyawa lain yang membuatnya layak digunakan dalam pengobatan herbal. Daun lidah buaya sebagian besar berisi daging daun yang mengandung getah bening dan lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil (Nurmalina, 2012). Di samping itu, lidah buaya mempunyai kandungan zat gizi yang diperlukan tubuh dengan cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E,choline, inositol, dan asam folat. Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari kalsium,
sodium, besi, Zinc, dan kromium (Hartawan, 2012). Kandungan enzim-enzimnya, antara lain amylase, catalase, cellulose, carboxypeptidase, carboxyhelolase, dan brandykinase yang semuanya penting bagi metabolisme tubuh. Kandungan asam aminonya, yakni argine, asparagin, asparatic acid, analine, serine, valine, glutamat, threonine, glycine, lycine, yrozine, proline, histidine, leucine, dan isoliucine (Nurmalina, 2012). Zat yang bersifat antibakteri dari lidah buaya adalah Antrakuinon, Saponin, Tanin, Flavonoid, dan Fenolat. Antrakuinon dalam lidah buaya memiliki fungsi sebagai
bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi racun dan antibakteri
(Hartawan, 2012). Antrakuinon merupakan suatu antimikroba yang berspektrum luas. Lidah buaya mengandung beberapa glikosida antrakuinon (aloin, aloeemodin,
dan barbaloin).
Aloe-emodin
bersifat bakterisidal
terhadap
Staphilococcus sp. Salah satu mekanismenya adalah dengan menghambat transfer elektron pada rantai pernapasan mitokondria (Rahardja, 2010). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005). Demikian juga saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi
mekanisme
kerja
saponin
termasuk
dalam
kelompok
antibakteri
yang
mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012). Sedangkan tanin merupakan salah satu zat aktif pada tumbuhan yang memiliki sifat antimikroba khususnya pada lidah buaya. Mekanisme tanin sebagai antibakteri
adalah cara
mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Bachtiar, 2012). Selanjutnya flavonoid pada lidah buaya memiliki sifat sebagai antioksidan kuat, Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat pada tumbuhan yang larut dalam air dan dapat di ekstraksi dengan menggunakan etanol. Mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom (Sabir, 2005). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005). Karena lidah buaya berkhasiat sebagai antiinflamasi, antijamur, antibakteri, maka lidah buaya mampu membantu proses regenerasi sel. Lidah buaya juga dapat
mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung penyakit kanker HIV/AIDS (Nurmalina, 2012). Drug and Cosmetic Journal menyatakan bahwa rahasia keampuhan lidah buaya
terletak
pada
kandungan
nutrisinya,
yakni
polisakarida
(terutama
glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase, dan lipase terutama enzim-enzim pemecah protein (protease). Enzim yang terakhir ini membantu memecahkan jaringan kulit yang sakit sebagai akibat kerusakan tertentu dan membantu memecah bakteri, sehingga gel lidah buaya bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit. Sementara itu, asam amino berfungsi menyusun protein pengganti sel yang rusak (Furnawanthi, 2006). Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir lidah buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap kedalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Sehingga kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda. Lidah buaya dapat mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga dapat membantu mengatasi sembelit atau susah buang air besar karena lendirnya bersifat pahit dan mengandung laktasit, sehingga merupakan pencahar yang baik (Hartawan, 2012). Zat acetylated mannose yang dimilikinya meupakan imunostimulan yang kuat dan berfungsi meningkatkan sistem imun. Kandungan aloin dan aloe-emodin memiliki efek antipiretik atau dapat mengatasi demam. Lidah buaya mengandung saponin yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga dapat mengatasi luka yang
terbuka dan berfungsi sebagai pembersih. Adanya zat aloecin B yang terdapat dalam lendir lidah buaya mampu mengatasi eksim, luka bakar, sekaligus memberikan lapisan pelindung pada bagian yang rusak sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan (Hartawan, 2012). Etanol adalah senyawa dengan sifat polar dan semi polar maksudnya adalah dapat berfungsi sebagai pelarut air dan minyak. Penambahan air pada etanol akan mengurangi daya larut minyak di dalam etanol. Kebanyakan senyawa yang molekulnya
menghasilkan rasa misalnya manis, pahit atau asam
biasanya bersifat polar sedangkan senyawa yang molekulnya menghasilkan aroma biasanya bersifat non polar. Etanol dapat mengekstraksi senyawa-senyawa aktif dalam jumlah kecil yang terdapat dalam sediaan bahan alam (Lersch, 2008). Untuk memperoleh daya hambat antibakteri yang optimal perlu dilakukan identifikasi senyawa flavonoid yang merupakan zat antibakteri utama pada kulit daun lidah buaya. Dalam suatu penelitian untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid pada lidah buaya dilakukan dengan cara berikut: Senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak etanol 96% diisolasi dengan menggunakan metode Charaux – Paris. Dilakukan fraksinasi ekstrak etanol 96% menggunakan pelarut chloroform, etilasetat dan tiga kali dengan n-butanol, kemudian dari fraksi n-butanol ini dilakukan isolasi flavonoid memakai kromatografi kertas preparatif dan diidentifikasi dengan spektrofotometer Ultra Violet (UV) dan infrared, enam senyawa flavonoid berhasil diisolasi (Wijono, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, D. W. 2005, Perbedaan khasiat antibakteri bahan irigasi antara hydrogen peroksida 3% dan infusum daun sirih 20% terhadap bakteri mix, Majalah Kedokteran Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1. Hal 45–7. Anief. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. p. 25. Anonim, 2014. Survei Kesehatan Nasional. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbangkes. 3:18-20 Argimõn, S., and Caufiled, P.W. 2011. Distribution of Putative Virulence genes in Streptococcus mutans Strain does not Correlate with Caries Experience. Journal of Clinical Microbiology. 49(3): 984-92 Astoeti, T. E. 2010. Lakukan Perawatan Gigi Menyeluruh. Available from : http://www.pdgi-online.com (Acces 23 Desember 2010). Bachtiar, S. Y., Tjahjaningsih, W., dan Sianita, N. 2012, Pengaruh ekstrak alga cokelat (Sargassum sp) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Journal of Marine and Coastal Science, Vol. 1 No. 1, Hal 53 – 60. Biswas, S., dan Biswas, I. 2011. Role of VitAB, an ABC Transporter Complex in Viologen Tolerance in Streptococcus mutans. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 55(4): 1460-9 Bratthall, D. 2004. Dental caries. Faculty of Sweden.Int Dent J 2005 ;50:378–84.
Odontology Malmo University,
Carranza FA. 2006. Clinical Periodontology. St. Louis, Missouri : Saunders Elsevier, Inc. 9. p. 24. Carson, C.F., Hammer, K.A., and Riley, T.V. 2006. Melaleuca Alternifolia (Tea Tree) Oil: A Review of Antimicrobial and Other Medicine Properties. Clinical Microbiology Review. 19(1): 50-62. Chandra, S. 2002 Textbook of Community Dentistry. India : Jaypee Brothers Medical Publishers. Clarke, J.K. 1924. On the Bacterial Factor in the Etiology of Dental Caries. British Journal of Experimental Pathology. 5: 141-7. Darsana, I. G. O., Besung, I. N. K., dan Mahatmi, H. 2012, Potensi Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli secara In Vitro, Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 1 No. 3, Hal 337 – 51. Dewi F. K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Daun lidah buaya (aloe vera) (Morinda Citrifolia, Linnaeus) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Surakarta : Jurusan Biologi MIPA, Univ. Sebelas Maret. Eliasson, L., Carlen A., Almstahl, A. (2006). Dental plaque pH and micro-organisms during hyposalivation. Journal of dental research. 85, pp. 334-8. Furnawanthi, I. 2002, Khasiat dan manfaat lidah buaya, Jakarta, Agromedia Pustaka, Hal 1-50. Furnawanthi. I.2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Agro Media Pustaka. Jakarta. Hal 1-21 gel. Internet J Microbiol 2011; 9(2). Groppo, F. C., Bergamaschi, CC. and Cogo, K. 2008. Use of phytotheraphy in dentistry. Phytoteraphy Research, 22, pp. 993-8. Gurenlian, J. A. R. 2007. The Role of Dental Plaque Biofilm in Oral Health: J of Dent. Hyg. 4 – 5. Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. (Diterjemahkan oleh : K. Padmawinata dan i. Soediro). Bandung : Penerbit ITB. Hartawan, E. Y. 2012, Sejuta Khasiat Lidah buaya, Ed ke-1, Jakarta, Pustaka Diantara. Hal 11-7.
Hidayaningtias, P. 2008, Perbandingan efek air seduhan daun sirih (Piper betle Linn) terhadap Streptococcus mutans pada waktu kontak dan konsentrasi yang berbeda, Artikel karya tulis ilmiah, Artikel karya tulis ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Isabela,A. 2009. Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya (aloe vera) terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada Pasien Osteomielitis Bangsal Cempaka Rumah sakit Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta In Vitro [Abstrak]. UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Solo. Jatnika, A. dan Saptoningsih. 2009. Meraup Laba dari Lidah Buaya. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal 1-26. Kathuria N, Gupta N, Manisha, Prasad R, Nikita. 2011. Biologic effects of Aloe vera
Kidd, E. A. M. 2005. Essentials of dental caries The disease and its management. Third edition. Oxford University Press Great Clarendon Street, Oxford OX2 6DP. 1.Introduction. p. 1-19. Kojima, A., Nakano, K., Wada, K., Takahashi, H., Katayama, K., Yoneda, M., Higurashi, T., Nomura, R., Hokamura, K., Muranaka, Y., & Matshusashi, N., et al., 2012. Infection of Specific Strains os Streptococcus mutans. Kolahi, J., and Soolari, A. 2006. Rinsing with Chlorhexidine Gluconate Solution after Brushing and Flossing Teeth: a Systematic Review of Effectiveness. Quintessence Int. 37(8): 605-12. Kustiawan, W. 2002. Lubang Gigi (Karies) dan Perawatannya. Artikel. (Serial Online) (Cited 2005 Oktober 25). Available from: http://www. pikiranrakyat.com. Kuyyakanond, T., and Quenel, L.B. 1992. The Mechanism of Action of Chlorhexidine. FEMS Microbiol Lett. 79(1-3): 211-5. Lersch, M. 2008. Wonders of Extractions: Ethanol. Article. (Serial Online) (Cited 2011 Des 28). Available from: http://blog.khymos.org/2008/06/08/wonders-ofextractions-ethanol/ Lingstorm, P., Van Ruyven, FO. and Kent, R. 2000. The pH of dental plaque in its relation to early enamel caries and dental plaque flora in humans.Journal of Dental Research. 79, pp. 770-7. Mandel, I.D. 1994. Antimicrobial Mouth Rinses: Overview and Update. J Am Dent Assoc. 125(25): 2S -10S
Megananda, H.P., Herijulianti, E., Nurjanah, N. 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Bandung : JKG Poltekkes Depkes. p. 57 – 80 : 111 – 4. Menegon, R.F., Blau, L., Janzantti, N.S., Pizzolitto, A.C., Corrêa, M.A., Monteriro, M., and Chung, M.C. 2011. A Nonstaining and Tasteless Hydrophobic Salt of Chlorhexidine. Article. (Serial Online) (Cited 2011 August 8). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21344413 Nakano, K., Ianaba, H., Nomura, R., Nemoto, H., Takeda, M., Yoshioka, H., Matsue, H., and Takahashi, T. 2006. Detection of Cariogenic Streptococcus mutans in Extirpated Heart Valve and Atheromatous Plaque Specimens. Journal of Clinical Microbiology. 44(9): 3313-7. Nurmalina, R. 2012, Herbal Legendaris Untuk Kesehatan Anda, Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kompas Jakarta. Hal 389-99. Parwani, S., Rajkumar N., Himasnhu. 2013. Comparative Evaluation of Anti-Plaque Efficacy of Herbal and 0,2% Chlorhexidine Gluconate Mouthwash in a 4-day Plaque Re-Growth Study. Journal of Indian Society of Periodontology-Vol 17, Issue 1, JanFeb 2013. Peterson, D. 2011. Family Gentle Dental Care. Article. (Serial Online). (cited 2011, Agustus 8). Available from: http://www.dentalgentlecare.com/periguard.htm Pocock , S. J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. England : Jhon Wiley and Sons Ltd. The Atrium, South Gate, Chichester, West Sussex. Pratiwi, I. 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalypha indica terhadap Bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium. Surakarta : Jurusan Biologi FMIPA UNS. Pratiwi, R. 2005. Perbedaan Daya Hambat Terhadap Streptococcus mutans dari Beberapa Pasta Gigi yang Mengandung Herbal. Vol. 38 No. 2 April – Juni : Maj. Ked. Gigi: 64 - 7. Putri, M.H., Herijulianti E., Nurjannah N. 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Cetakan 2011. Preventive Dentistry. p. 1-7. Radji, M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi. Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC. p. 11-5.
Rahardja, F., Puradisastra, S., dan Angelin, A. 2010, Aktivitas Antimikroba Gel Lidah Buaya (Aloe Vera L.) pada Acne Vulgaris yang Terinfeksi Staphylococcus sp. Secara In Vitro, JKM, Vol.10 No.1, Hal. 30-6. Ritter, A.V. 2004. Dental Caries. Talking with Patients. Article. Journal of Esthetic and Restorative Dentistry. p. 76. Rosenberg, J.D. 2010. Dental Cavities. Article. (Serial Online) (Cited 2012 April 29). Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/oo1055.htm. Sabir, A. 2005, Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro), Majalah Kedokteran Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3 Hal 135–41. Samaranayake, L. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. Churchill Livingstone : Elsevier Limited. p. 255 – 84. Seminario, A., Broukal, Z., Ivancakova, R. 2005. Mutans Streptococci and the Development of Dental Plaque. Prague Medical Report. 106: 349-58. Shahani, M.N., dan Reddy, V.V.S. 2011. Comparison of Antimicrobial Substantivity of Root Canal Irrigants in Instrumented Root Canals up to 72 Hours: An Invitro Study. Journal of Indian Soc. Pedod. Prev. Dent. 29: 28-33. Sharma, S. 2010. Plaque Disclosing Agent – A Review. J Adv Dental Research; October 2010; II, 1. Suhartono. 2008. Perhatikan Gigi Kita dan Gigi Siswa Siswi Kita. Available from : http://www.suarakarya.com (Acces 23 Desember 2010). Sumawinata, N. 1992. Dasar-Dasar Karies. Jakarta : EGC Suryo, S. 1992. Patologi Gigi-Geligi : Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Thomas, J. G. 2011. Managing The Complexity of A Dynamic Biofilm. Journal of American Dental Association.142(4):415-26 Vinogradov, A.M., Winston, M., Rupp, C.J., and Stoodley, P. 2004. Rheology of Biofilms Formed from the Dental Plaque Pathogen Streptococcus mutans. Biofilm 1: 49-56.
Yanti, Rukayadi, Y., Kim, K.H., and Hwang, J.K. 2008. In vitro Anti-biofilm Activity of Macelignan Isolated from Myristica fragrans Houtt Against Oral Primary Colonizer Bacteria. Phytotherapy Research. 22(3): 308-12. Zatnika Iis. 2010. 89% Anak Derita Penyakit Gigi dan Mulut. Available from : http://www.pdgi-online.com. (Acces tgl 25 Oktober 2010).
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik
Lampiran 2.
PENJELASAN YANG DISAMPAIKAN KEPADA PENDERITA SEBELUM MENANDATANGANI FORMULIR PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (Informed consent) Pendahuluan Informed consent pada dasarnya untuk menghargai hak – hak individu guna memperoleh penjelasan yang penuh dan tepat yang berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan sebelum membuat keputusan yang benar. Informed consent hendaknya mengandung hal – hal yang penting sebagai berikut : 1. Penjelasan terperinci serta pemakaian bahasa yang mudah dimengerti yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2. Adanya jaminan bahwa penderita mendapat kebebasan untuk memutuskan apakah akan ikut serta atau menolak, sebab secara moral dan legal penderita memiliki hak untuk itu.
Penelitian ini berjudul : EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis miller) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut mempunyai peranan penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh secara umum. Ada banyak penyakit yang berawal dari gigi dan mulut karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam tubuh, menjaga kesehatan mulut berarti menjaga kesehatan seluruh badan.
Plak gigi
merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik intraseluler apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva mempunyai potensi yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) maupun jaringan pendukungnya (periodontitis). Plak gigi merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik intraseluler. Bakteri Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, dan bakteri bentuk filament merupakan mikroorganisme yang sering dapat diisolasi dari lesi karies dan peradangan mukosa mulut. Chlorhexidine gluconate merupakan salah satu zat antimikroba yang menjadi gold standard dalam kedokteran gigi untuk pencegahan plak gigi. Namun, obat kumur ini memiliki sejumlah efek samping, pada penggunaan jangka panjang seperti warna coklat gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah, rasa gangguan; ulserasi mukosa mulut dan paresthesia. Ekstrak lidah buaya mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya
(Aloe barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah: 9.
Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi.
10. Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut? 11. Apakah ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ? 12. Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
Tujuan Khusus
5. Untuk mengetahui berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak gigi. 6. Untuk mengetahui berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. 7. Untuk mengetahui ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%. 8. Untuk mengetahui ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%.
Tatalaksana Penelitian Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah : 9. Sebelum pelaksanaan penelitian, subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana penelitian, hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian dan bagaimana cara berkumur. 10. Subjek datang ke tempat penelitian, lalu diberikan informed consent. Setelah subjek setuju untuk diteliti lalu dicatat data-data dari subjek. Setelah itu subjek mulai diperiksa, subjek diminta menyikat gigi dengan teknik roll dengan alat dan bahan yang sudah disediakan.
11. Setelah 5 menit pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah ( kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB. 12. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek . 13. Setelah pemeriksaan akumulasi plak gigi; pada Kelompok Perlakuan, subjek berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dan pada Kelompok Kontrol, subjek berkumur aquadest dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Berkumur selama 30 detik dan yang digunakan untuk berkumur sebanyak 10 ml. 14. Setelah berkumur, sampel tidak makan dan minum selama pengambilan sampel. Setelah 15 menit, Pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah ( kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB. 15. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek .
16. Hasil swab dalam media TSB segera dibawa ke laboratorium mikrobiology Unud untuk diproses lebih lanjut.
Risiko penelitian dan cara penanggulangan Akibat langsung dari penelitian ini adalah pada saat pengolesan bahan disclocing agent gel pada gigi terdapat warna kemerahan dan akan melekat dalan jangka waktu paling lama sehari. Bahan tidak berbahaya dan khusus untuk digunakan dalam rongga mulut. Bila terjadi reaksi alergi terhadap bahan – bahan yang diaplikasikan hubungi operator atas nama I Gusti Ketut Armiati di nomer Hp 087861270002.
Hal – hal yang juga perlu mendapat perhatian : 1. Bahwa penelitian ini bersifat sukarela. 2. Walaupun prosedur penelitian telah dijalankan secara cermat, apabila terjadi risiko atau ketidaknyamanan selama penelitian maka akan dirundingkan bersama. 3. Karena penelitian ini bersifat sukarela maka peserta penelitian dapat mengundurkan diri jika menemukan hal – hal yang dirasa merugikan. 4. Hasil penelitian akan sepenuhnya dipergunakan untuk keperluan keilmuan, tidak untuk kepentingan publikasi (media masa). 5. Penjelasan ini serta surat persetujuan dibuat rangkap dua, satu untuk peneliti dan satu untuk peserta penelitian. Penutup
Untuk dapat terselenggaranya penelitian ini dengan baik, maka mutlak diperlukan kerjasama yang baik antara peserta penelitian dan peneliti.
Lampiran 3. Informed Consent Kode:
INFORMED CONSENT Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: ……………………………………………………………………..
Umur
: ……………………………………………………………………..
Jenis Kelamin : …………………………………………………………………….. Alamat
: …………………………………………………………………….
No. KTP
: …………………………………………………………………….
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta memahami dan menyadari manfaat dan risiko penelitian yang berjudul : EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis miller) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian diatas serta mematuhi segala ketentuan – ketentuan penelitian yang sudah saya pahami, dengan catatan apabila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.
Mengetahui Penanggung jawab penelitian
( I Gusti Ketut Armiati )
Denpasar, ……………….2013 Yang menyetujui Peserta penelitian
(…………………………….)
ampiran 4. Hasil Uji Fitokimia Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Lampiran Alat dan Bahan
Lampiran Subjek Penelitian
Sikat gigi sebelum perlakuan
Swab sebelum kumur ekstrak
Berkumur
Swab setelah berkumur
Pemeriksaan Plak (Disclosing Agent Gel)
Sesudah Berkumur
Berkumur
Lampiran Alat dan bahan
LAMPIRAN GAMBAR PERTUMBUHAN KOLONI STREPTOCOCCUS
Koloni kecil-kecil, lembut berwarna bening pada media Mueller-Hinton Blood Agar menunjukkan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus
Hasil Uji Manitol
Streptococcus mutans Pembesaran1000X
Lampiran 6. Uji Normalitas Data Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Streptoco Aquadest cus_muta Chlorhexidine gluconate 0,2% ns_pre ekstrak kulit daun lidah buaya 100% Streptoco Aquadest cus_muta Chlorhexidine gluconate 0,2% ns_post ekstrak kulit daun lidah buaya 100% Plak_gigi Aquadest _pre Chlorhexidine gluconate 0,2% ekstrak kulit daun lidah buaya 100% Plak_gigi Aquadest _post Chlorhexidine gluconate 0,2% ekstrak kulit daun lidah buaya 100% a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
.255
10
.065
.826
10
.060
.231
10
.140
.830
10
.073
10
*
.942
10
.573
*
.151
.200
.215
10
.200
.940
10
.548
.254 .215
10 10
.067 .200*
.864 .813
10 10
.084 .121
.258
10
.058
.873
10
.110
.253 .205
10 10
.069 .200*
.850 .863
10 10
.058 .083
.193
10
.200*
.941
10
.560
.259
10
.056
.910
10
.281
10
*
.922
10
.374
.210
.200
Uji One Way Anova Descriptives 95% Confidence Interval for Mean N Streptococ Aquadest us_mutans Chlorhexidine _pre gluconate 0,2%
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minim Maxi um mum
10
6114.7980 2733.933 864.545 4159.059 8070.536 2233.3 9300.0
10
6062.6660 2179.539 689.230 4503.517 7621.814 3166.6 8263.3
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
10
5760.7990 2297.793 726.626 4117.056 7404.541 2233.3 8846.6
Total
30
5979.4210 2336.164 426.523 5107.082 6851.759 2233.3 9300.0
10
3683.3350
10
1751.6670 803.8667 254.205 1176.615 2326.718 833.33 2883.3
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
10
1636.6690 923.0526 291.894 976.3569 2296.981 833.33 3816.6
Total
30
2357.2237 1588.348 289.991 1764.124 2950.322 833.33 5750.0
Streptococ Aquadest us_mutans Chlorhexidine _post gluconate 0,2%
Plak_gigi_ Aquadest pre Chlorhexidine gluconate 0,2%
921.629 607.672 2308.684 5057.985 1166.6 5750.0
10
2.1500
.36893
.11667
1.8861
2.4139
1.60
2.60
10
1.9200
.60148
.19020
1.4897
2.3503
.80
2.50
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
10
2.0800
.48944
.15478
1.7299
2.4301
1.30
2.60
Total
30
2.0500
.48831
.08915
1.8677
2.2323
.80
2.60
10
1.6100
.20248
.06403
1.4652
1.7548
1.20
1.90
10
1.0400
.38644
.12220
.7636
1.3164
.30
1.60
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
10
1.2100
.44335
.14020
.8928
1.5272
.50
1.80
Total
30
1.2867
.42323
.07727
1.1286
1.4447
.30
1.90
Plak_gigi_ Aquadest post Chlorhexidine gluconate 0,2%
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Streptococus_mutans_pre
1.235
2
27
.307
Streptococus_mutans_post
1.702
2
27
.268
Plak_gigi_pre
1.055
2
27
.362
Plak_gigi_post
2.256
2
27
.124
ANOVA Sum of Squares Streptococus_mutans_p Between re Groups
730522.410
Plak_gigi_post
Mean Square 2
365261.205
Within Groups
1.575E8
27 5834880.481
Total
1.583E8
29
2.644E7
2
Streptococus_mutans_p Between ost Groups
Plak_gigi_pre
df
1.322E7
Within Groups
4.672E7
27 1730295.475
Total
7.316E7
29
.278
2
.139
Within Groups
6.637
27
.246
Total
6.915
29
Between Groups
1.713
2
.856
Within Groups
3.482
27
.129
Total
5.195
29
Between Groups
F
Sig.
.063
.939
7.642
.002
.565
.575
6.640
.005
Post Hoc Tests Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok Streptococ Aquadest us_mutans _post
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Chlorhexidine gluconate 0,2% 1931.6680 588.26788
.003 724.6420 3138.694
ekstrak kulit daun lidah buaya 2046.6660 588.26788 100%
.002 839.6400 3253.692
Chlorhexidine Aquadest -1931.668 588.26788 gluconate ekstrak kulit daun lidah buaya 114.99800 588.26788 0,2% 100%
.003 -3138.694 -724.6420
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
-2046.666 588.26788
.002 -3253.692 -839.6400
Chlorhexidine gluconate 0,2% -114.9980 588.26788
.846 -1322.024 1092.028
Plak_gigi_ Aquadest post
Aquadest
.846 -1092.028 1322.024
Chlorhexidine gluconate 0,2%
.57000*
.16060
.001
.2405
.8995
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
.40000*
.16060
.019
.0705
.7295
-.57000*
.16060
.001
-.8995
-.2405
Chlorhexidine Aquadest
gluconate 0,2%
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
Aquadest Chlorhexidine gluconate 0,2%
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
-.17000
.16060
.299
-.4995
.1595
-.40000*
.16060
.019
-.7295
-.0705
.17000
.16060
.299
-.1595
.4995