TESIS
EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK UREA DALAM KOMBINASINYA DENGAN PUPUK ORGANIK ALAMI DAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN JERAMI JAGUNG MANIS
I GEDE SUTAPA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK UREA DALAM KOMBINASINYA DENGAN PUPUK ORGANIK ALAMI DAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN JERAMI JAGUNG MANIS
I GEDE SUTAPA NIM 0113096129
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK UREA DALAM KOMBINASINYA DENGAN PUPUK ORGANIK ALAMI DAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN JERAMI JAGUNG MANIS
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GEDE SUTAPA NIM 0113096129
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 29 JANUARI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Gede Wijana, MS NIP. 19610707 198603 1 001
Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS NIP. 19590519 198601 1 001
Mengetahui Ketua Program Studi Magister Pertanian Lahan Kering Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. Ir. Ni Luh Kartini, MS NIP. 19620421 198803 2 001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 29 Januari 2015
Panitia Penguji Tesis, Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 246/UN14.4/HK/2015 Tanggal 26 Januari 2015
Ketua
: Dr. Ir. Gede Wijana, M.S.
Angota
: 1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarma, M.S. 2. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S. 3. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S. 4. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: I Gede Sutapa
NIM
: 0113096129
Program Studi
: Magister Pertanian Lahan Kering
Judul Tesis
: Efisiensi
Penggunaan
Pupuk
Urea
Dalam
Kombinasinya Dengan Pupuk Organik Alami dan Buatan Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Jerami Jagung Manis.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 29 Januari 2015 Yang Membuat Pernyataan,
I Gede Sutapa
v
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya/rahmat-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister di Program Studi Magister Pertanian Lahan Kering, Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Dr. Ir. Gede Wijana, MS. sebagai pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah memberi bimbingan, bantuan, saran, semangat dan dorongan yang terus menerus sebelum dan selama penulis melaksanakan percobaan sampai penyelesaian penulisan tesis ini. Terimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS., selaku pembimbing II yang juga dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, saran dan semangat kepada penulis. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana, Ketua Program Studi Magister Pertanian Lahan Kering beserta seluruh staf pengajar dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan serta dukungan / dorongan selama menempuh pendidikan di Program Magister ini. Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada Koordinator Kopertis Wilayah VIII Denpasar, Rektor Universitas Warmadewa, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa yang telah memberikan ijin, kesempatan dan dorongan untuk mengikuti pendidikan Program Magister. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Karangasem atas ijin yang diberikan untuk menggunakan lahan di UPTD Balai Benih Singakerta – Rendang sebagai tempat percobaan. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Bapak Wayan Suradnya (Kepala UPTD) beserta seluruh staf UPTD Balai Benih Singakerta yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan percobaan di lapangan.
vi
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri tercinta (Ni Ketut Hera Astiwindari) dan anak-anak tersayang (Abitha dan Dinda) beserta seluruh keluarga yang telah dengan setia, sabar dan penuh pengorbanan memberikan dukungan moril dan materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Akhirnya tidak pula pula penulis sampaikan terima kasih kepada rekanrekan sesama mahasiswa atas perhatian, bantuan dan kerjasama yang sangat baik selama mengikuti pendidikan ini. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik di lapangan, maupun di laboratorium sampai tersusunnya tesis ini, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Besar harapan penulis semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi masyarakat ilmiah maupun masyarakat umumnya, khususnya petani jagung manis.
Denpasar, 29 Januari 2015 Penulis
vii
ABSTRAK EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK UREA DALAM KOMBINASINYA DENGAN PUPUK ORGANIK ALAMI DAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN JERAMI JAGUNG MANIS Nitrogen merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan produksi jagung. Penggunaan pupuk an organik secara berlebihan dan terus-menerus akan menyebabkan produktivitas lahan menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penggunaan pupuk organik dan kombinasi pupuk organik dengan pupuk urea yang lebih efisien tanpa menurunkan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis di lahan kering. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 12 kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk urea yang diulang sebanyak 3 kali. Penelitian dilaksanakan di Balai Benih Singakerta Rendang Karangasem dengan ketinggian 586 meter dpl. Perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk urea menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis kecuali pada diameter tongkol komersial, C organik dan N total tanah pada akhir penelitian, kadar gula biji, protein kasar dan serat kasar. Penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dapat mengefisienkan penggunaan pupuk urea sebesar 33,33-100%, tetapi penambahan pupuk urea diatas 225 kg ha-1 pada ketiga perlakuan pupuk organik masih berpotensi meningkatkan produksi. Pupuk organik, agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 mempunyai potensi yang sama terhadap pertumbuhan, hasil dan jerami tanaman jagung manis dan penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih efisien dan menguntungkan, dimana B/C rationya sangat nyata lebih tinggi sebesar 67,06% dan 614,73% dibandingkan dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1. Perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 menunjukan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis yang terbaik dengan B/C rationya tertinggi diantara perlakuan lainnya, tetapi antara keduanya tidak berbeda nyata. Penambahan dosis pupuk urea masih dapat meningkatkan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis, sehingga dirasakan perlu dilakukan penelitian. Perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dianjurkan sebagai dosis pemupukan jagung manis di daerah tersebut. Penggunaan pupuk organik agrodyke dapat digunakan sebagai pengganti pupuk organik kotoran sapi. Perlu dilakukan penelitian di lahan kering dengan kondisi tanah yang padat, keras dan liat serta kandungan C organiknya rendah. Kata kunci: jagung manis, pupuk organik, pupuk urea
viii
ABSTRACT THE USE OF UREA FERTILIZER EFFICIENCY IN COMBINATIONS BETWEEN NATURAL ORGANIC FERTIZER AND ARTIFICIAL TO THE GROWNTH, YIELD AND SWEET CORN STRAW Nitrogen is a key element for increasing of corn production. The use of an organic fertilizer excessively and constantly will cause declining land productivity. This study aimed to obtain the use of organic fertilizers and organic fertilizers with urea combination more efficiently without lowering the growth, yield and sweet corn straw on dry land. This study used a randomized block design (RBD), with 12 combination of organic fertilizers and urea treatments were repeated 3 times. The experiment was conducted in Breeding Center Singakerta Rendang Karangasem with altitude 586 meters above sea level. The treatment combination of organic fertilizers and urea showed a very real difference to the growth, yield, and sweet corn straw except on commercial cob diameter, total organic C and N soil at the end of the study, sugar grains, crude protein and crude fiber. The use of organic fertilizer agrodyke 20 kg ha-1 could make efficient use of urea 33,33-100%, but the addition of urea above 225 kg ha-1 in the third treatment of organic fertilizer was still potential to increase production. Organic fertilizers, agrodyke 10 kg ha-1 and organic fertilizer cow manure 10 t ha-1 had the same potential for growth, yield and sweet corn crop straw and the use of organic fertilizers agrodyke 20 kg ha-1 more efficiently and profitably, where B/C ratio was very noticeable higher by 67.06% and 614.73% as compared with organic fertilizer agrodyke 10 kg ha-1 and organic fertilizer cow manure 10 t ha-1. The treatment of organic fertilizer agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 and 225 kg ha-1 showed the growth, yield and the best sweet corn straw with B/C ratio was the highest among other treatments, but not significantly different between the two. The addition of urea fertilizer could still improve the growth, yield and sweet corn straw, so that the perceived needed to do research. The treatment of organic fertilizer agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 was recommended as the dose of fertilizer sweet corn in the area. Agrodyke used of organic fertilizers could be used as a substitute for cow manure organic fertilizer. The research needed to be done on dry land with dense soil conditions, hard, tough and low organic C content. Keywords: sweet corn, organic fertilizer, urea
ix
RINGKASAN
Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang di lahan kering dataran rendah dan tinggi serta sangat responsif terhadap unsur hara. Jagung manis sangat disukai oleh konsumen dan permintaannya sangat
tinggi namun tidak diimbangi dengan tingginya
produktifitas jagung manis. Rendahnya produksi jagung manis disebabkan oleh produktivitas lahan atau tingkat kesuburan tanahnya rendah akibat penggunaan pupuk anorganik (urea) yang dilakukan secara turun menurun dan berlebihan tanpa diimbangi dengan penggunaan bahan organik berupa pupuk organik. Penambahan pupuk organik akan dapat mengikat unsur hara yang mudah hilang seperti pupuk urea, memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah serta membantu penyediaan unsur hara tanah sehingga efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pupuk organik yang paling efisien dalam penggunaan nitrogen (pupuk urea) dan kombinasi perlakuan pupuk organik dan urea yang memberikan pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis yang terbaik. Penelitian dilaksanakan di Balai Balai Perbenihan Palawija dan Holtikultura Singakerta Rendang Karangasem dengan ketinggian 586 meter dpl, terkstur tanah lempung, pH tanah 5,65 dan C organik rendah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari 12 perlakuan kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali, meliputi : A = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, B = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 75 kg ha-1, C = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 150 kg ha-1, D = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 225 kg ha-1, E = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1, F = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 75 kg ha-1, G = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1, H = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 225kg ha-1, I = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1, J = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 75 kg ha-1, K = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1, L = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1.
x
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan paket perlakuan pupuk organik dan urea mempengaruhi secara sangat nyata (P < 0,01) terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah daun, indeks luas daun, berat segar tongkol dengan kelobot, berat segar dan kering oven tongkol total tanpa kelobot, jumlah tongkol komersial, panjang tongkol komersial, berat segar dan kering oven tongkol komersial, berat segar dan kering oven jerami, pH dan total mikroorganisme tanah pada akhir penelitian, dan B/C ratio, tetapi terhadap variabel diameter tongkol komersial, C organik dan N total tanah pada akhir penelitian, kadar gula biji, protein kasar dan serat kasar menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05). Penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dapat mengefisienkan penggunaan pupuk urea sebesar 33,33-100%, tetapi penambahan pupuk urea diatas 225 kg ha-1 pada ketiga perlakuan pupuk organik masih berpotensi meningkatkan produksi. Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 mempunyai potensi yang sama terhadap pertumbuhan, hasil dan jerami tanaman jagung manis dan penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih efisien dan menguntungkan, dimana B/C rationya sangat nyata lebih tinggi sebesar 67,06% dan 614,73% dibandingkan dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1. Perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 menunjukan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis yang terbaik dengan B/C rationya tertinggi diantara perlakuan lainnya, tetapi antara keduanya tidak berbeda nyata. Penambahan dosis pupuk urea masih dapat meningkatkan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis, sehingga dirasakan perlu dilakukan penelitian. Perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dianjurkan sebagai dosis pemupukan jagung manis di daerah tersebut. Penggunaan pupuk organik agrodyke dapat digunakan sebagai pengganti pupuk organik kotoran sapi. Perlu dilakukan penelitian di lahan kering dengan kondisi tanah yang padat, keras dan liat serta kandungan C organiknya rendah.
xi
DAFTAR ISI
Prasyarat Gelar .............................................................................................
ii
Lembar Pengesahan .....................................................................................
iii
Penetapan Panitia Penguji ............................................................................
iv
Surat Pernyataan Bebas Plagiat .....................................................................
v
Ucapan Terima kasih ...................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
ABSTRACT ................................................................................................
ix
RINGKASAN ..............................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................
4
II. KAJIAN PUSTAKA .............................................................................
5
2.1 Diskripsi Tanaman Jagung Manis ...................................................
5
2.2 Potensi Jerami Jagung Manis ..........................................................
6
2.3 Pemupukan Nitrogen ......................................................................
7
2.4 Pemupukan Organik .......................................................................
10
2.5 Pemupukan Organik dan Nitrogen ..................................................
13
xii
III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
15
3.1 Kerangka Berpikir ..........................................................................
15
3.2 Kerangka Konsep ...........................................................................
18
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................
19
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................
20
4.1 Rancangan Percobaan .....................................................................
20
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................
21
4.3 Bahan dan Alat ...............................................................................
21
4.4 Pelaksanaan Percobaan ...................................................................
21
4.4.1 Persiapan lahan ...................................................................
21
4.4.2 Penanaman ..........................................................................
23
4.4.3 Pemupukan .........................................................................
25
4.4.4 Pemeliharaan tanaman ........................................................
25
4.5 Panen ..............................................................................................
26
4.6 Pengamatan dan Pengumpulan Data ...............................................
26
4.7 Analisis Data ..................................................................................
31
V. HASIL PENELITIAN ..........................................................................
32
5.1 Pengamatan Lingkungan .................................................................
32
5.2 Pengamatan Variabel yang Diamati ................................................
32
5.3 Pengamatan Pertumbuhan dan Hasil ...............................................
34
5.3.1 Tinggi tanaman 21, 35, 49, dan 53 hst .................................
34
5.3.2 Jumlah daun 21, 35, 49, dan 53 hst.......................................
36
5.3.3 Indeks luas daun 53 hst .......................................................
39
xiii
5.3.4 Berat segar tongkol dengan kelobot......................................
40
5.3.5 Berat segar tongkol tanpa kelobot ........................................
42
5.3.6 Jumlah tongkol komersial ....................................................
44
5.3.7 Panjang tongkol komersial ...................................................
45
5.3.8 Diameter tongkol komersial .................................................
46
5.3.9 Berat segar tongkol komersial ..............................................
47
5.3.10 Berat kering oven tongkol komersial ....................................
49
5.3.11 Berat kering oven tongkol total ............................................
51
5.4 Pengamatan Produksi Jerami Jagung dan Indeks Panen ...................
53
5.4.1 Berat segar jerami jagung .....................................................
53
5.4.2 Berat kering oven jerami jagung ..........................................
55
5.4.3 Indeks Panen .......................................................................
56
5.5 Pengamatan Tanah pada Akhir Penelitian .......................................
58
5.5.1 Kadar C-organik dan N-total ................................................
58
5.5.2 pH tanah ..............................................................................
58
5.5.3 Total mikroorganisme tanah .................................................
59
5.6 Pengamatan Aspek Nutrisi ..............................................................
61
5.6.1 Kadar gula biji .....................................................................
61
5.6.2 Kandungan protein kasar dan serat kasar ..............................
62
5.7 Pengamatan Aspek Ekonomi ..........................................................
63
5.8 Hasil Analisis Regresi .....................................................................
65
xiv
VI. PEMBAHASAN ....................................................................................
68
VII. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
85
7.1 Simpulan .......................................................................................
85
7.2 Saran .............................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Nomor 5.1
Uraian
Halaman
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Variabel yang Diamati akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Pupuk Nitrogen (N) ...........
32
Rata-rata Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Urea pada Berbagai Umur ...........................................................................
35
Rata-rata Jumlah Daun pada Berbagai Umur dan ILD 53 hst akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea...................................
39
Rata-rata Berat Segar Tongkol dengan Kelobot dan Berat Segar Tongkol Tanpa Kelobot akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea ..............................................................................................
42
Rata-rata Jumlah Tongkol Komersial, Panjang dan Diameter Tongkol Komersial akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea .......
45
Rata-rata Berat Segar dan Berat Kering Oven Tongkol Komersial dan Tongkol Total akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea .
49
Rata-rata Berat Segar dan Kering Oven Jerami Jagung, Indeks Panen akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea ........................
53
Rata-rata Kadar C-organik, N-total, pH dan Total Mikroorganisme Tanah pada Akhir Penelitian akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea .................................................................................
61
Rata-rata Kadar Protein Kasar, Serat Kasar dan Kadar Gula Biji akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea...................................
62
5.10 Rata-rata Nilai Keuntungan Usaha Tani Jagung Manis dan B/C ratio akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea ........................
65
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor Uraian Halaman 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 18 4.1 Denah Petak Percobaan di Lapangan .....................................................
22
4.2 Tata Letak Tanaman Dalam Petak Percobaan.........................................
24
5.1 Hubungan antara dosis pupuk urea dengan berat segar tongkol total pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 ..............................................
65
5.2 Hubungan antara dosis pupuk urea dengan berat segar tongkol total pada pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 ................................................
65
5.3 Hubungan antara dosis pupuk urea dengan berat segar tongkol total pada pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 ................................................
66
6.1 Hasil Pengamatan Jumlah Tongkol Komersial, Berat Segar Tongkol Komersial, dan Berat Segar Tongkol Total Akibat Perlakuan Kombinasi Pupuk Organik dan Urea .....................................................
72
6.2 Hasil Pengamatan Jumlah Mikroorganisme, pH, dan Berat Segar Tongkol Total Akibat Perlakuan Kombinasi Pupuk Organik dan Urea ..
76
6.3 Hasil Pengamatan Indeks Luas Daun, Berat Segar Jerami, Berat Segar Tongkol Total Akibat Perlakuan Kombinasi Pupuk Organik dan Urea ..
80
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Uraian Halaman 1. Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan ................................................ 90 2. Diskripsi Tanaman Jagung Manis ...........................................................
90
3. Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Kotoran Sapi .............................
91
4. Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Agrodyke .................................
91
5. Data Curah Hujan Selama Penelitian ......................................................
91
6. Data Curah Hujan Daerah Rendang 2004 – 2013 ....................................
92
7. Data Kelebaban Tahun 2009 – 2013 .......................................................
92
8. Data Suhu Rata-rata 2009 – 2013 ...........................................................
92
9. Data Suhu Maksimum dan Minimum 2009 – 2013 .................................
93
10. Analisis Usaha Tani Jagung Manis .........................................................
94
11. Contoh Analisis Statistik Tinggi Tanaman Jagung Manis Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Nitrogen pada Umur 21 hst ....................
95
12. Contoh Analisi Regresi antara Pupuk Urea dengan Berat Segar Tongkol Total pada Pupuk Organik Agrodyke 20 kg ha-1 .....................................
98
13. Pertumbuhan jagung manis pada perlakuan A, B, C dan D .....................
99
14. Pertumbuhan jagung manis pada perlakuan E, F, G dan H ...................... 100 15. Pertumbuhan jagung manis pada perlakuan I, J, K dan L ........................ 101 16. Tongkol jagung manis dengan kelobot dan tanpa kelobot pada perlakuan A, B, C dan D ......................................................................................... 102 17. Tongkol jagung manis dengan kelobot dan tanpa kelobot pada perlakuan E, F, G dan H ......................................................................................... 103 18. Tongkol jagung manis dengan kelobot dan tanpa kelobot pada perlakuan I, J, K dan L ........................................................................................... 104
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Jagung manis merupakan tanaman pangan yang kebanyakan digunakan
untuk sayur, jagung rebus atau jagung bakar dan sangat disukai konsumen, karena rasanya lebih manis dibandingkan jagung biasa. Selain itu, jerami jagung manis bermanfaat sebagai hijauan makanan ternak karena disukai ternak dengan kualitas yang cukup baik bila dipakai pada umur muda. Budidaya jagung manis sering dilakukan dilahan kering, sudah berkembang dan mempunyai pasar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Permintaan pasar jagung manis terus meningkat seiring dengan semakin banyaknya pasar swalayan (Palungkun dan Budiarti, 2000). Daerah Bali yang merupakan daerah tujuan wisata dan semakin banyaknya berkembang pasar-pasar modern, sangat membutuhkan jagung manis, namun sampai saat ini mengenai data yang pasti tentang produksi dan kebutuhan jagung manis belum dimiliki oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (Suratmini; 2004). Hasil wawacara dengan 30 orang pengepul/saudagar jagung manis di kota Denpasar yang dilakukan pada bulan September 2014 menyatakan bahwa rata-rata mereka menyalurkan 1-2 ton jagung manis per hari per orang. Artinya setiap hari sekitar 30-60 ton jagung manis didistribusikan ke pasar-pasar tradisional, modern, pedagang-pedagang kecil, dan pedagang jagung rebus/bakar. Tingginya permintaan terhadap jagung manis, tidak diimbangi dengan tingginya produktivitas jagung manis di tingkat petani yang rata-rata 1
produktivitasnya masih rendah. Salahsatu penyebabnya adalah karena rendahnya kesuburan tanah atau produktivitasnya menurun, hal ini disebabkan oleh karena penerapan pemupukannya masih konvensional seperti apa yang dilakukan oleh petani di Desa Menanga, Kecamatan Rendang, Kab. Karangasem, melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang sapi tanpa diketahui takarannya dan ada juga dengan menggunakan pupuk anorganik (urea) rata-rata 225 kg ha1
setiap kali menanam dengan hasil yang diperoleh hanya mencapai 4-6 t ha-1, serta
dengan tanpa menggunakan pupuk yang hanya menghasilkan 3-4 t ha-1 (hasil wawancara langsung dengan petani di lokasi sekitar penelitian). Hal ini diduga karena produktivitas lahan menurun atau kesuburan tanah menurun. Usaha untuk meningkatkan produktivitas lahan atau kesuburan tanah pertanian secara berkelanjutan adalah dengan pemberian bahan organik atau pupuk organik. Penambahan bahan organik atau pupuk organik sangat membantu dalam memperbaiki tanah yang terdegradasi karena pemakaian pupuk organik dapat mengikat unsur hara yang mudah hilang serta membantu penyediaan unsur hara tanah sehingga efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi. Selanjutnya pendapat Rukmana (1995) bahwa untuk mencapai produksi yang maksimal adalah dengan pemakaian pupuk organik yang diimbangi dengan pupuk buatan / pupuk an-organik supaya keduanya salingmelengkapi. Salah satu pupuk buatan yang digunakan adalah urea yangmengandung N tinggi (46% N). Penelitian yang menggunakan bahan organik atau pupuk organik kompos dari kotoran sapi dengan dosis 5–30 t ha-1 dengan diimbangi nitrogen dosis urea 50-450 kg ha-1 telah banyak dilakukan. Menurut Kresnatita (2009) penggunaan
2
kombinasi pupuk organik kompos dari kotoran sapi dosis 10 t ha-1 dengan diimbangi urea 150 kg ha-1 dianjurkan sebagai dosis pemupukan jagung manis, sedangkan Suratmini (2004) menganjurkan penggunaan pupuk organik kompos dari kotoran sapi dosis 10 t ha-1dengan diimbangi urea 314,46 kg ha-1. Masalah yang dihadapi petani dalam penggunaan pupuk organik dalam usaha meningkatkan produktivitas lahan memerlukan takaran pupuk yang cukup tinggi (Kuntyastuti dan Rahmiana, 2001), sehingga hal ini menjadi faktor pembatas dalam penyediaannya dan untuk aplikasi dalam sekala luas mengalami kesulitan serta biaya yang cukup tinggi. Upaya mengatasi faktor pembatas tersebut dan guna meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk perlu adanya penelitian tentang efisiensi penggunaan nitrogen dengan pemupukan berbasis pupuk organik terhadap pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis, dengan maksud untuk mengetahui penggunaan dosis nitrogen maupun pupuk organik yang lebih efisien tanpa menurunkan pertumbuhan, hasi, dan jerami jagung manis.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah terjadi efisiensi penggunaan pupuk urea dengan pemupukan pupuk organik terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis? 2. Pupuk organik mana yang lebih efisien dan dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk urea tanpa menurunkan pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis?
3
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan efisiensi penggunaan pupuk urea dengan pemupukan pupuk organik terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis. 2. Untuk
mengetahui
pupuk
organik
yang
lebih
efisien
dan
dapat
mengefisiensikan penggunaan pupuk urea terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan untuk pembangunan pertanian khususnya tentang efisiensi penggunaan pupuk urea dengan pemupukkan pupuk organik terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis serta bermanfaat bagi petani pengguna sebagai acuan di dalam usaha tani budidaya tanaman jagung manis di lahan kering yang diharapkan lebih praktis dan efisien.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Diskripsi Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk keluarga graminae yang pada awalnya
berkembang dari jagung tipe dent dan flint (mutiara). Tanaman jagung tidak berbeda dengan jagung biasa, namun tingginya sedikit lebih pendek. Sifat manis pada jagung manis disebabkan adanya gen su-1 (sugary), bt-2 (brittle) atau sh-2 (shrunken). Gen ini dapat mencegah pengubahan gula menjadi zat pati pada endosperm sehingga jumlah gula yang ada kira kira dua kali lipat lebih banyak dibandingkan jagung biasa (Koswara, 1986). Penampakan jagung manis tidak berbeda jauh dengan jagung biasa yaitu berbatang massif, mempunyai buku, berakar serabut, dan pada pangkal batang tumbuh akar tunjang, helaian daun berbentuk pita dengan tulang daun sejajar. Perbedaan umum antara jagung biasa dengan jagung manis adalah pada warna bunga jantan dan biji, dimana bunga jantan,pada jagung biasa berwarna kuning kecoklatan sedangkan bunga jantan jagung manis berwarna putih. Biji kering jagung manis keriput sedangkan jagung biasa tidak (Koswara, 1989). Jagung manis (sweet corn) umumnya dikonsumsi sebagai jagung rebus atau jagung khusus (steam), terutama bagi masyarakat dikota kota besar. Jagung ini dikonsumsi dalam bentuk jagung muda, mempunyai rasa manis dan enak karena kandungan gulanya tinggi. Jagung manis mempunyai biji biji endosperm manis, mengkilap, tembus pandang sebelum dan berkerut bilah kering (M. Asrai et al. 2009).
5
Tanaman jagung manis dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis dengan iklim sedang. Jagung manis sangat cocok ditanam di daerah yang sejuk dan cukup dingin. Tanaman ini tumbuh baik mulai dari 50° LU sampai 40° LS, dengan ketinggian tempat sampai 3000 m dpl. (Palungkun dan Budiarti, 2000). Faktor iklim yang paling mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah curah hujan dan suhu. Secara umum jagung manis memerlukan air sebanyak 200-300 mm/bulan, sedangkan selama pertumbuhannya sebanyak 300-660 mm (Lubach, 1980). Suhu yang baik untuk pertumbuhan jagung manis adalah 21-30°C. Jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah asalkan drainasenya baik serta persediaan humus dan pupuk tercukupi, dengan pH tanah antara 5,5-7,0 (Palungkun dan Budiarti, 2000).
2.2
Potensi Jerami Jagung Manis Jerami tanaman jagung merupakan salah satu hasil limbah pertanian yang
dapat menopang kekurangan hijauan makanan ternak, karena jagung merupakan tanaman dengan luas areal pertanaman kedua setelah padi, sehingga perannya sebagai makanan ternak sangat besar. Jerami jagung sudah dipakai sebagai makanan ternak meski belum dimanfaatkan secara maksimal oleh peternak kecil di Indonesia. Penggunaan lebih lanjut akan membutuhkan teknologi baru seperti pengolahan dan pengawetan. Potensi jerami jagung untuk makanan ternak di Indonesia sangat besar. Perkiraan produksinya untuk Pulau Jawa, Madura dan Bali sebesar 645.000 ton dengan luas areal tanam 1.913.260 ha. Melihat potensi jerami tanaman jagung
6
sebagai makanan ternak, pertimbangan kuantitas harus dibarengi dengan kualitas nilai gizinya seperti kandungan protein, serat kasar, kecernaan bahankering dan bahan organik. Perkiraan produksi gizi jerami jagung adalah total protein 122.400 ton, total bahan kering 809.400 ton, dan total bahan organik 735.800 dari total jerami jagung 1.645.400 ton (Dohi, 1998). Umumnya nilai gizi dari limbah pcrtanian akan menentukan perannya dalam menunjang pctcrnakan. Limbah pertanian biasanya merupakan sisa tanaman setelah hasil utamanya dipanen untuk kepentingan manusia atau lainnya. Nilai gizi di dalam tanaman bervariasi dari bagian yang mudah dicerna dengan kandungan protrein yang tinggi pada daun muda sampai yang proteinnya rendah dan sukar dicerna terutama pada batang tanaman. Nilai gizi dari limbah jagung berkorelasi dengan jumlah daun yang terdapat dalam total biomassa dari limbah tersebut. Jerami jagung yang daunnya dipetik pada saat buah jagung belum dipanen akan meninggalkan limbah dengan nilai gizi yang rendah setelah dipanen. Pemanenan jagung muda baik untuk dimasak maupun untuk dibakar, jeraminya mempunyai daun muda lebih banyak sehingga nilai gizinya untuk ternak akan lebih tinggi (Subandi et al., 1988). 2.3
Pemupukan Nitrogen Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang menjadi pembatas
utama produksi tanaman baik didaerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang (Sirappa, 2002). Hal ini didukung oleh Subandi et al. (1988) menyatakan bahwa pupuk nitrogen merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan produksi jagung. Absorbsi N oleh tanaman jagung berlangsung selama pertumbuhannya. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka unsur hara nitrogen 7
dalam tanah harus cukup tersedia selama fase pertumbuhan tersebut. Selanjutnya Soepartini et a1., (1994) menjelaskan bahwa pemberian pupuk yang berlebihan selain merupakan pemborosan dan juga mengganggu keseimbangan hara dalam tanah, menurunkan efisiensi pemupukan dan menimbulkan polusi yang berbahaya bagi lingkungan. Sedangkan pemupukan yang terlalu sedikit tidak dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk mencapai tingkat produksi yang optimal. Menurut Fontes et. al., (1997) juga menyatakan bahwa pemupukan nitrogen penting artinya ditinjau dari segi hasil dan kualitas tanaman serta polusi lingkungan yang ditimbulkan oleh karena itu, penggunaan pupuk nitrogen yang efisien dan sesuai kebutuhan tanaman yang akurat adalah sangat penting. Selanjutnya Edmeades et.al. (1994), sekitar 90% pertanaman jagung di daerah tropis pada lahan kering dan sawah tadah hujan, hasilnya dapat meningkat dengan pemberian pupuk nitrogen. Hat ini disebabkan karena nitrogen merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis (Black, 1976; Jones et al., 1991; Jones, 1998) serta bahan penyusun komponen inti sel. Hasil penelitian Koswara (1992) terhadap jagung manis varietas seleksi Dermaga 2 pada tanah latosol coklat kemerahan daerah Bogor, menunjukan bahwa pemupukan dengan dosis 400 kg N ha-1 masih menunjukan peningkatan pada berat tongkol yang dapat dipasarkan, sedangkan tanpa pemupukan N banyak tongkol yang tidak berisi dan banyak tanaman yang tidak bertongkol. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Anggraeni (1985), dimana pemberian nitrogen dengan dosis tinggi (400 kg N ha-1) sangat nyata meningkatkan bobot
8
tongkol total dan bobot tongkol komersial jagung manis varietas Florida Stay Sweet. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syawal (1998) menunjukan hasil maksimum (tongkol dengan kelobot) tanaman jagung manis sebesar 12,8 t ha-1 dengan pemberian pupuk 300 kg N ha-1, sedangkan pada pemberian pupuk 400 kg N ha-1 hasil mulai menurun. Pada penelitian yang lain pada dosis yang lebih rendah dari 340 kg N ha-1 menunjukan hasil yang mulai menurun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irdiana dkk. (2002) menunjukan rata-rata berat segar (tongkol tanpa kelobot) jagung manis varietas Bisi Sweet meningkat dari 6,86 t ha1
(tanpa pemupukan nitrogen) menjadi 9,85 t ha-1 (pada pemupukan 92 kg N ha-1)
dan 9,91 t ha-1 (pada pemupukan 138 kg N ha-1) kemudian menurun menjadi 7,22 t ha-1 (pada pemupukan 184 kg N ha-1). Hal yang sama juga ditunjukan oleh hasil penelitian Hastuti (2001), dimana rata-rata berat tongkol segar tanpa kelobot meningkat dari 170,69 g tan-1 (pemupukan 150 kg N ha-1) menjadi 198,48 g tan-1 (pemupukan 200 kg N ha-1) dan menurun menjadi 183,76 g tan-1 (pemupukan 250 kg ha-1). Pemberian nitrogen yang semakin meningkat, selain dapat rneningkatkan hasil juga dapat mempercepat umur saat muncul bunga jantan (saat tasseling) dan bunga betina {saat silking}. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Koswara (1992) menunjukkan bahwa pemberian nitrogen yang semakin meningkat dapat mempercepat saat tasseling dan saat silking jagung manis. Umur saat tasseling dipercepat dari 60 hst (tanpa pupuk N), menjadi 53,8 hst (pemupukan 300 kg N ha-1) dan menjadi 51,8 hst (pemupukan 400 kg N ha-1). Sedangkan umur saat
9
silking dipercepat dari 70,8 hst (tanpa N) menjadi. 57,8 hst (pemupukan 300 kg N ha-1) dan 55,2 hst (400 kg N ha-1). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riffin (1991); Swastika (1992); Widawati (1997) dan Irdiana dkk. (2002). Berat segar dan kadar protein berangkasan jagung manis juga sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen. Menurut Riffin (1991), berat segar berangkasan meningkat dari 9,87 t ha-1 (tanpa pupuk N) menjadi 21,83 t ha-1 (pemupukan 90 kg N ha-1) dan 23,30 t ha-1 (135 kg N ha-1). Kadar protein kasar berangkasan meningkat dari 5,23% (tanpa pupuk N) menjadi 6,83% (pemupukan 90 kg N ha-1). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suratmini (2004).
2.4
Pemupukan Organik Pemupukan organik pada tanarnan menggunakan pupuk organik yang dapat
berasal dari : 1) Pupuk organik alami adalah pupuk organik yang bahan bakunya benar-benar alami tanpa penambahan unsur hara lain untuk melengkapi atau meningkatkan kandungan unsur haranya, seperti pupuk kandang dari kotoran sapi, kompos dari kotoran sapi, humus, pupuk hijau, kascing dan pupuk guano dari kotoran kelelawar; 2) Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang dalam proses pembuatannya telah banyak tersentuh teknologi modern, biasanya diproduksi dalam skala pabrikan dan kandungan unsur haranya juga tidak lagi bergantung pada bahan bakunya yang digunakan melainkan disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan bentuknya ada yang padat seperti green word, pupuk
10
organik mineral dan agrodyke sedangkan yang bentuk cair seperti biopro, agroking 2000, biofertilizer pro, biosa, super bionik dan banyak lagi yang beredar di pasaran (Purwa, 2007). Pemupukan organik mempunyai arti penting bagi tanah pertanian, hal ini dapat dilihat dari peranannya yang mampu memperbaikai sifat fisik, kimia dan biologi tanah, rneningkatkan daya ikat air tanah, dapat mengikat unsur hara tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, dapat rnemberikan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan akar dan dapat membantu meningkatkan efisiensi pemupukan (Hegde dan Dwivedi, 1993 ; Hairiah et a1., 2000). Karama (1990) mengatakan bahwa fungsi pupuk organik di dalam tanah antara lain: secara fisik memperbaiki agregasi, granulasi dan permeabilitas tanah. Secara kimia sebagai suplai hara bagi tanaman, meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara tanaman terutama N dan meningkatkan efisiensi penyerapan fosfat. Secara biologis pupuk organik sebagai sumber utama energi bagi aktifitas jasad renik tanah untuk merombak bahan organik menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Keunggulan pupuk organik dibandingkan dengan pupuk an-organik adalah dapat meningkatkan bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah memegang air, dan penyedia unsur hara yang lebih lengkap seperti nitrogen, fosfat, kalium, sulfur dan unsur mikro (Arsyad, 1992). Kelemahan dari pupuk organik adalah kandungan unsur haranya lebih rendah dan tersedianya bagi tanaman secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, sehingga peningkatan produksi tanaman lebih rendah dibanding dengan pemakaian pupuk kimia (Setyamidjaya, 1986). 11
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyamto (1990) dengan takaran pupuk kandang yang dicoba (0, 5, 10 dan 15 t ha-1), ternyata takaran pupuk kandang yang terbaik adalah 10 t ha-1 dengan peningkatan hasil jagung sebesar 11%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sakunab (2004) yang menemukan bahwa berat biji pipilan kering oven jagung/ha meningkat dari 4,14 ton (tanpa pupuk kandang) menjadi 6,39 t ha-1 (pemberian pupuk kandang 10 t ha1
). Peningkatan dosis pupuk kandang sampai 30 t ha-1 memberikan peningkatan
yang tidak berbeda nyata. Menurut Srilaba (2001), pemberian pupuk organik kascing dapat meningkatkan berat basah tongkol tanaman jagung manis (varietas Honey Jean fl) dari 13,909 t ha-1 (tanpa pupuk kascing) menjadi 14,522 t ha-1 (pupuk kascing dosis 5 t ha-1). Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigunasih dan Sari (1998) menunjukan bahwa pemberian pupuk kandang ayam sebanyak 5 t ha- 1 mampu memberikan hasil tongkol kering oven jagung manis sebesar 5,315 t ha-1 atau meningkat 38,02% dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian pupuk kandang ayam). Sementara itu hasil penelitian Pribadi dan Astuti (1999) menunjukan bahwa jenis pupuk kandang yang berbeda baik pupuk kandang sapi, ayam maupun kambing dengan dosis 10 t ha-1, tidak memberikan perbedaan yang nyata pada hasil jagung manis. Berat tongkol tanpa kelobot pada pemupukan dengan pupuk kandang sapi (14,14 t ha-1) tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk kandang kambing (14,09 t ha-1) maupun dengan pupuk kandang ayam (14,07 t ha-1), demikian juga hasil penelitian ajang (2011) bahwa berat tongkol tanpa kelobot tan-1 dengan menggunakan pupuk kandang sapi, kambing, dan ayam dosis 5 t ha-1 hasilnya tidak berbeda nyata yang besarnya berturut-turut adalah 155,8 g tan-1, 147,0 g tan-1, dan 162,4 g tan-1. Dosis pupuk kandang yang 12
dianjurkan untuk tanaman jagung manis adalah 10 t ha-1 yang diberikan sebagai pupuk dasar (Palungkun dan Budiarti, 2002; Suratmini, 2004).
2.5
Pemupukan Nitrogen dan Organik Menurut Rukmana (1995), bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal,
pemakaian pupuk organik hendaknya diimbangi dengan pupuk an-organik salah satunya yang mengandung N tinggi (urea = 46% N) supaya keduanya saling melengkapi. Sehingga pemberian pupuk organik yang diimbangi dengan pemberian N dapat membantu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kresnatita (2009) dengan perlakuan kombinasi pupuk organik dari kotoran sapi dosis 10 t ha-1 menunjukan hasil bahwa perlakuan kombinasi pupuk organik dan urea 150 kg ha-1 dan 200 kg ha-1 mempunyai pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan menggunakan urea 50 kg ha-1 dan 100 kg ha-1. Hal ini karena kondisi tanah yang mendukung bagi perkembangan perakaran maupun proses penyerapannya, selain itu juga kebutuhan tanaman akan unsur hara tercukupi selama pertumbuhannya, baik yang berasal dari pupuk organik maupun an-organik (urea). Adanya bahan organik menyebabkan sifat pupuk urea yang mudah hilang akan diperkecil karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara dan menyediakannya sesuai kebutuhan tanaman sehingga efektivitas dan efisiensi pupuk urea menjadi lebih tinggi. Adapun peningkatan produksi yang dicapai pada perlakuan kombinasi pupuk organik + urea 150 kg ha-1 sebesar 38,98% dibandingkan perlakuan kombinasi pupuk organik + urea 100 kg ha-1 sedangkan dengan perlakuan.kombinasi pupuk organik + urea 50 kg ha-1 terjadi peningkatan 78,07%, jika dibandingkan dengan perlakuan kombinasi pupuk organik + urea 13
200 kg ha-1 hanya terjadi peningkatan 2,82%. Pemakaian pupuk organik dari kotoran sapi dapat menurunkan pemakaian pupuk an-organik atau urea sebanyak 50 kg ha-1 tampak pada pemakaian urea 150 kg ha-1 hasilnya tidak berbeda nyata dengan 200 kg ha-1 walaupun dosis pupuk urea optimum belum didapatkan sampai dengan pemberian 200 kg ha-1. Hal ini terbukti bahwa pemberian pupuk organik mampu memperbaiki kondisi fisik, biologi, dan kimia di lahan kering tempat penelitian berlangsung, sehingga pupuk urea dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman, selain itu juga pelepasan hara yang dikandung pupuk organik mampu menyumbangkan nutrisi bagi tanaman sehingga pemberian urea 150 kg ha-1 merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan. Penelitian Askari (2012) dengan menggunakan pupuk kandang sapi 50 g/polybag ditambah dosis urea 0-125 g/polybag menunjukan hasil yang berbeda nyata pada produksi hijauan segar dan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk kandang sapi yang ditambahkan urea 125 g/polybag hal ini terkait dengan peran pupuk urea yang mengandung nitrogen sebagaimana yang dinyatakan Handayunik (2008) bahwa nitrogen merupakan salah satu unsur hara utama yang diperlukan tanaman jagung dalam jumlah relatif besar. Apabila unsur nitrogen yang tersedia tinggi, klorofil yang terbentuk akan meningkat. Klorofil mempunyai fungsi esensial dalam proses fotosintesis yaitu berfungsi menyerap energi sinar matahari
dan
kemudian
mentranslokasikan
keseluruh
bagian
tanaman.
Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat menyebabkan pembentukan biomassa tanaman meningkat sehingga menghasilkan berat kering tanaman jagung yang tinggi.
14
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir Produktivitas jagung manis di tingkat petani rata-rata masih sangat rendah
yang salah satu disebabkan karena produktivitas lahan atau tingkat kesuburan tanah rendah.
Alternatif usaha
untuk
memperbaiki dan
meningkatkan
produktivitas dan kesuburan tanah pertanian secara berkelanjutan adalah dengan pemberian bahan organik baik itu yang berasal dari pupuk organik alami dan buatan. Pemakaian pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang menyebabkan tanah berstruktur remah dengan aerasi tanah menjadi lebih baik yang berkaitan dengan kandungan air, gas O2, N2, dan CO2 di dalam tanah yang sangat berpengaruh terhadap pH dan kehidupan mikroorganisme tanah lebih baik. Pupuk organik juga membantu dalam penyediaan unsur hara dan dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mengurangi kehilangan unsur hara sehingga efisiensi pemupukan organik lebih tinggi. Penggunaan pupuk organik alami yang berasal dari kotoran sapi memiliki kelemahan antara lain kandungan haranya rendah dan tersedianya bagi tanaman bersifat slow release sehingga pemberiannya dalam jumlah yang banyak sehingga terkesan relative mahal, kurang praktis, dan pertumbuhan awal tanaman kurang baik. Hal ini yang menjadi faktor pembatas bagi petani tidak banyak yang menggunakannya, tetapi penggunaan pupuk organik buatan seperti agrodyke yang
15
memiliki kemampuan menetralisir pH tanah, apabila pH tanah <6,5 (agak masam) akan dinetralisir oleh Ca dan Mg dan apabila pH tanah >7,0 (basa) akan dinetralisir oleh Al, Fe, Mn, dan Cu. Unsur Ca, Mg, Al, Fe, Mn, dan Cu juga mengikat P agar tidak mudah terlarut. Agrodyke juga
memiliki kemampuan
mengaktifkan mikroorganisme sehingga dengan ketiga kemampuan pupuk ogranik agrodyke tersebut maka proses perbaikan fisik, biologi, dan kimia tanah dalam meluluhkan mineral liat dan melepaskan ikatan ion-ion unsur hara melalui mekanisme
biometabolisme
mikroorganisme
dan
bakteri
tertentu
akan
menghasilkan dan meningkatkan unsur-unsur hara yang tersedia bagi tanaman sehingga penyuburan tanah bukan karena sedikit tambahan hara dari pupuk organik agrodyke melainkan kemampuannya mengcovery unsur hara dari dalam tanah itu sendiri. Kondisi tanah yang demikian akan menyebabkan perkembangan akar lebih baik dalam menyerap unsur hara yang tersedia dan akhirnya pertumbuhan tanaman dan hasil akan lebih baik. Penambahan pupuk organik saja belum cukup menjamin kecukupan unsur hara bagi tanaman untuk mencapai hasil yang maksimal, sehingga pemakaian pupuk organik hendaknya diimbangi dengan pupuk anorganik sehingga keduanya saling melengkapi. Salah satu pupuk anorganik yang mengandung nitrogen tinggi adalah pupuk urea (46% N). Nitrogen adalah unsur hara utama bagi pertumbuhan organ-organ tanaman karena merupakan penyusun asam amino, protein, dan klorofil yang merupakan unsur penting dalam proses fotosintesis dan bagi pembelahan sel. Pembelahan sel yang berlangsung baik akan menunjang pertumbuhan tanaman karena pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran, volume,
16
bobot, dan jumlah sel. Selain itu unsur hara nitrogen berfungsi dalam meningkatkan jumlah daun / klorofil dan luas daun sehingga apabila nitrogen tersedia cukup akan meningkatkan laju fotosintesis dan pada akhirnya fotosintat yang terbentuk akan banyak. Seiring dengan fotosintat yang banyak maka produk biomsa tanaman yang berupa jerami yang dihasilkan juga tinggi. Produk fotosintesis yang tinggi yang sebagian besar untuk pertumbuhan biji dan pembesaran tongkol sehingga hal ini berkaitan dengan hasil berupa berat tongkol akan lebih tinggi. Kombinasi pupuk organik dan urea menyebabkan kondisi tanah yang sangat mendukung bagi perkembangan perakaran maupun proses penyerapannya dan juga kebutuhan tanaman akan unsur hara tercukupi selama pertumbuhannya baik yang berasal dari pupuk organik maupun urea. Adanya pupuk organik maka sifat pupuk urea yang mudah hilang akan dikurangi karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara dan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhannya sehingga efektivitas dan efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi, sehingga proses pertumbuhan, pembentukan dan pengisian biji akan berlangsung dengan baik, akibatnya produksi tongkol akan lebih baik dengan kondisi tongkol terisi biji penuh.
17
3.2
Kerangka Konsep
Lahan Penelitian : Lempung C organik 2,93% (sedang) N total 0,29% (rendah) pH 5,65 (agak masam)
Tanaman jagung manis responsif terhadap unsur hara untuk pertumbuhan, hasil, dan jerami.
Pertumbuhan lambat dan hasil rendah.
Diaplikasikan dengan penambahan dosis dan jumlah pupuk organik dan nitrogen.
Pupuk organik : kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1, agrodyke 20 kg ha-1
Nitrogen : pupuk urea dosis 0, 75, 150, dan 225 kg ha-1.
Nitrogen mudah hilang tersedia dalam bentuk Nitrat (NO3) dan Amonium (NH4) untuk pembentukan klorofil dan asam amino / protein.
Memperbaiki sifat fisik, keseimbangan biologi, dan kesuburan kimia tanah.
Perbaikan sifat fisik tanah dan aerasi tanah lebih baik, keseimbangan biologi tanah dengan kondisi pH netral dan meningkatnya jumlah mikroorganisme tanah yang bermanfaat, kesuburan kimia tanah dengan tersedianya hara yang siap diserap untuk pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung.
Diperoleh penggunaan pupuk organik yang paling efisien dan praktis serta yang efisien terhadap penggunaan nitrogen. Mendapatkan paket pupuk organik dan urea yang memberikan pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis tertinggi dan secara ekonomis menguntungkan. Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian 18
3.3
Hipotesis Penelitian
1. Pemupukan berbasis pupuk oganik dapat mengefisienkan penggunaan pupuk urea terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis. 2. Pupuk organik agrodyke dosis 20 kg ha-1 menunjukkan hasil yang lebih efisien dalam penggunaan pupuk urea dan penambahan pupuk urea 225 kg ha-1 memberikan pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis yang tertinggi.
19
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Percobaan Percobaan lapangan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK), yang terdiri atas 12 kombinasi pupuk organik dan pupuk urea. A = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 0 kg ha-1 B
= Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 75 kg ha-1
C
= Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 150 kg ha-1
D = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 225 kg ha-1 E
= Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1
F
= Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 75 kg ha-1
G = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 150 kg ha-1 H = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 225kg ha-1 I
= Pupuk organik agrodyke 20kg ha-1+ Urea 0 kg ha-1
J
= Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1+ Urea 75 kg ha-1
K
= Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1
L
= Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1+ Urea 225 kg ha-1
Masing-masing perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 36 petak percobaan. Masing-masing petak ini dibuat ubinan untuk pengambilan sampel produksi tanaman.
20
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Percobaan lapangan dilakukan pada lahan di Balai Perbenihan Palawija
dan Hortikultura Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem dengan ketinggian tempat 586 m dpl dan curah hujan 2000 mm/tahun. Penelitian dilakukan selama 3 bulan. Analisis tanah dilokasi dilakukan sebelum percobaan (Lampiran 1). Percobaan dilakukan dari bulan April - Juli 2014 selama 70 hari.
4.3
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih jagung
manis yaitu Varietas Bonanza F1 (Lampiran 2). Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik kompos kotoran sapi (Lampiran 3), pupuk organik agrodyke (Lampiran 4) dan urea. Insektisida yang digunakan adalah Indovin 85SP dan fungisida yang digunakan adalah Ridomil. Alat yang digunakan adalah alat-alat umum yang digunakan untuk pengolahan lahan, rol meter, pisau, ember, hand sprayer, oven, timbangan, pH meter, dan hand refractometer.
4.4
Pelaksanaan Percobaan
4.4.1 Persiapan Lahan Tanah diolah sebanyak 2 kali dengan cangkul kemudian diratakan, selanjutnya dibuat petak dengan ukuran 3,2 m x 3,2 m. Jarak antar petak perlakuan 0,5 m, jarak antar ulangan 1,0 M dan petak percobaan disajikan pada Gambar 4.1.
21
3,2 m
3,2 m
U
H
A
J
E
K
F
I
D
B
C
G
L
J
E
A
F
L
C
B
I
D
G
K
H
L
F
B
G
J
E
H
C
K
A
D
I
I
1m
II
1m
Keterangan Gambar : A = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 0 kg ha-1 B = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 75 kg ha-1 C = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 150 kg ha-1 D = Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 225 kg ha-1 E = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1 F = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 75 kg ha-1 G = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1 H = Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 225 kg ha-1 I = Pupuk organik agrodyke 20kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1 J = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 75 kg ha-1 K = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1 L = Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 225 kg ha-1
III 0,5 m
0,5 m
0,5 m
Gambar 4.1 Denah Petak Percobaan di Lapangan 22
4.4.2 Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara tugal dengan 2 benih per lubang. Sebelum ditanam, benih direndam dengan air selama ± 12 jam, kemudian ditiriskan dan benih siap ditanam. Mencegah semut dan ulat tanah, sebelum benih ditanam masukkan 4 g regent ke dalam lubang tanaman. Setelah umur 14 hari tanaman diperjarang dan dipertahankan tumbuh 1 tanaman per lubang. Jarak tanaman jagung 40 cm x 40 cm berarti populasi tanaman jagung per hektar adalah 10.000/0,16 = 62.500 tanaman. Penyulaman dilakukan yaitu dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru yang telah disiapkan. Tata letak tanaman disajikan pada Gambar 4.2
23
3,2 m
X
X
X
X
X
X
X
40 cm
X 40 cm
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
20 cm
Keterangan ukuran petak 3,2 m x 3,2 m X
: Sampel tanaman yang diamati : Ubian dengan ukuran 1,6 m x 1,6 m
Gambar 4.2 Tata Letak Tanaman dengan jarak 40 cm x 40 cm
24
20 cm
3,2 m
4.4.3 Pemupukan Pemupukan dengan jenis pupuk organik alami kompos kotoran sapi sesuai dosis perlakuan 10 t ha-1 atau 10,24 kg petak-1, dilakukan 1 kali dengan cara ditebar pada saat pengolahan lahan 1 minggu sebelum tanam. Pemupukan dengan jenis pupuk organik buatan agrodyke sesuai dosis 10 kg ha-1 atau 10,24 g petak-1 dan dosis 20 kg ha-1 atau 20,48 g petak-1, dilakukan 2 kali yaitu pada saat umur 7 hst dengan 3/5 dosis dan 40 hst dengan 2/5 dosis. Dilakukan dengan ditebar di sekitar dekat tanaman. Pemupukan dengan nitrogen menggunakan pupuk an-organik urea dengan kandungan N 46% sesuai dosis perlakuan (225 kg urea ha-1 atau 230 g petak-1; 150 kg urea ha-1atau 153,6 g petak-1; 75 kg urea ha-1 atau 76,8 g petak-1. Dilakukan 2 kali yaitu pada saat umur 7 hst dengan 2/3 dosis dan 40 hst dengan 1/3 dosis, dengan cara ditebar di sekitar dekat tanaman.
4.4.4 Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan gulma, pembubunan dan pengendalian hama penyakit. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada umur 20 hst dan 40 hst. Pembubunan dilakukan pada umur 40 hst. Pengendalian hama ulat daun dilakukan dengan
menyemprot
tanaman dengan Indovin dengan
konsenterasi 3 g liter-1 air, sedangkan untuk pengendalian penyakit tanaman disemprot dengan larutan Ridomil dengan konsentrasi 2,5 g liter-1 air.
25
4.5
Panen Panen jagung dilakukan pada stadia jagung masak susu (biji yang bila
ditekan keluar cairan seperti susu) atau rambut tongkol sudah berwarna hitam atau kurang lebih pada umur 70 hst. Panen dilakukan terhadap tanaman dalam ubinan.
4.6
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Variabel yang diamati meliputi: 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi yang ditegakkan. Tinggi tanaman diamati mulai umur 3 minggu dan pengamatan dilakukan tiap 2 minggu sampai tanaman mencapai tinggi maksimum (keluar bunga jantan) pada empat tanaman sampel diluar ubinan 2. Jumlah daun tanaman (helai) Daun yang dihitung yaitu daun yang telah membuka penuh dan minimal 50% masih berwarna hijau, Pengamatan dilakukan setiap minggu pada tanaman sampel. 3. Indek Luas Daun (ILD) Pengukuran indeks luas daun dilakukan terhadap empat tanaman sampel jagung utama yang dipilih secara acak ketika tanaman mulai fase berbunga dengan menggunakan persamaan penduga total luas daun hasil penelitian Sutoro (1985) yaitu :
26
YT
= 4,1844 (PL)5, untuk tanaman yang berdaun 8 helai
YT
= 5,0390 (PL)5, untuk tanaman yang berdaun 9 helai
YT
= 5,4416 (PL)6, untuk tanaman yang berdaun 10 helai
YT
= 6,3911 (PL)7, untuk tanaman yang berdaun 11 helai
YT
= 6,7134 (PL)7, untuk tanaman yang berdaun 12 helai
YT
= 6,7892 (PL)8, untuk tanaman yang berdaun 13 helai
YT
= 7,1198(PL)9, untuk tanaman yang berdaun 14 helai
YT
= 7,7282 (PL)9, untuk tanaman yang berdaun 15 helai Jika tanaman berdaun lebh dari 15 helai, maka digunakan persamaan
penduga untuk satu helai daun yaitu :YT = 0,7641 (PL)1 YT
= nilai penduga total luas daun
(PL)1
= panjang x lebar maksimum daun pada posisi ke-i
YT ILD = ––––––––––––– Jarak tanam
4. Berat segar tongkol total dengan kelobot/tanaman (g) Perhitungan berat segar tongkol total dengan kelobot tanaman dengan menimbang semua tongkol dengan kelobot pada ubinan dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. 5. Berat segar tongkol total dengan kelobot/tanaman (t) Berat segar tongkol total dengan kelobot/tanaman dihitung berdasarkan berat segar tongkol dalam ubinan kemudian di konversi ke hektar. Berat segar tongkol total/hektar = 10.000/2,56 x berat segar tongkol total/ubinan.
27
6. Berat segar tongkol total tanpa kelobot/tanaman (g). Berat segar tongkol total tanamandihitung dengan menimbang semua tongkol dalam ubinan dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. 7. Berat segar tongkol total tanpa kelobot/hektar (t). Dihitung dengan menimbang berat segar tongkol total ubinan kemudian dikonversi ke hektar.Berat segar tongkol total/ha = 10000/2,56 x berat segar tongkol total ubinan. 8. Berat kering tongkol total tanpa kelobot/tanaman (g). dihitung dengan menjumlahkan berat kering tongkol komersial/tanaman dengan berat kering tongkol non komersial/tanaman. 9. Berat kering tongkol total tanpa kelobot/hektar (t). Dihitung dengan menjumlahkan berat kering tongkol komersial tanpa kelobot/hektar dengan berat kering tongkol non komersial tanpa kelobot/hektar. 10. Jumlah tongkol komersial/tanaman (buah) Tongkol komersial adalah tongkol yang minimal 90 % berisi biji, biji-biji berkembang penuh, panjang tongkol > 12 cm dan tidak terserang hama penyakit. Jumlah tongkol komersial tanaman dihitung dengan menghitung semua tongkol komersial dalam ubinan dibagi dengan dengan jumlah tanaman dalam ubinan. 11. Jumlah tongkol komersial/hektar (buah) dihitung berdasarkan jumlah tongkol komersial dalam ubinan kemudian dikonversi ke hektar. 12. Panjang tongkol komersial/tongkol (cm) Dihitung dengan mengukur panjang tongkol komersial dalam ubinan, selanjutnya dirata-ratakan.
28
13. Diameter tongkol komersial/tongkol (cm) Dihitung dengan mengukur diameter tongkol komersial pada bagian tengah tongkol dengan jangka sorong semua tongkol komersial dalam ubinan, selanjutnya dirata-ratakan. 14. Berat
segar
tongkol
komersial/tanaman
(g).
Berat
segar
tongkol
komersial/tanaman dihitung dengan menimbang semua tongkol komersial dalam ubinan dibagi dengan jumlah tanaman dalam ubinan. 15. Berat segar tongkol komersial/hektar (t). Dihitung dengan menimbang berat segar tongkol komersial/ubinan, kemudian dikonversi ke hektar. 16. Berat kering oven tongkol komersial/tanaman (g) dihitung dengan membagi berat kering tongkol komersial/ubinan dengan jumlah tongkol komersial dalam ubinan 17. Berat kering oven tongkol komersial/hektar (t). Dihitung dengan menimbang berat segar tongkol komersial/ubinan sebesar 300 g sebagai sub sampel dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 - 70o C sampai beratnya konstan. Berat kering tongkol komersial/ubinan dihitung dengan membagi berat berat segar/ubinan dengan berat segar sub sampel dikalikan dengan berat kering sub sampel. Kemudian berat kering tongkol komersial/ubinan dikonversi ke hektar. 18. Berat segar jerami jagung (daun dan batang)/hektar (t). Dihitung dengan mengkonversi berat segar ubinan ke hektar. 19. Berat kering
jerami jagung/hektar (t). Dihitung dengan menimbang berat
segar jerami jagung ubinan sebesar 300 g (sebagai sub sampel). Sub sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 60-70o C sampai beratnya konstan.
29
Berat kering jerami jagung ubinan dihitung dengan membagi berat segar ubinan dengan berat segar sub sampel kemudian dikalikan berat kering sub sampel. Berat kering jerami jagung ubinan kemudian di konversi ke hektar. 20. Indeks panen. Dihitung dengan membagi hasil ekonomis (berat kering oven tongkol komersial/hektar dengan hasil biologis (hasil ekonomi ditambah dengan berat kering oven jerami/hektar kemudian dikalikan 100%. BKO tongkol komersial/ha Indeks panen = –––––––––––––––––––––––––––––––––––––– BKO tongkol komersial/ha + BKO jerami/ha
x 100%
dimana : BKO = berat kering oven 21. Kadar protein kasar (%) dan serat kasar (%) jerami jagung manis. Analisis dilakukan di laboratorium Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Analisis dilakukan dengan metode Kjeldahl dan sampel diambil pada saat panen. Kadar protein kasar dihitung dengan mengalikan kadar N dengan bilangan 6,25. Sedangkan untuk serat kasar menggunakan metode Weende. 22. Kadar gula dari biji jagung (% brix). Analisis kadar gula dilakukan di lapangan pada waktu panen. Kadar gula yang diamati adalah total padatan terlarut dengan alat Hand Refractometer. 23. Total mikroorganisme tanah (cfu/g). Dilakukan pada akhir percobaan dengan mengambil sampel tanah pada setiap petak percobaan kemudian dihitung dengan metode Total Plate Count. 24. Kadar N total tanah (%), C organik tanah (%), pH tanah pada akhir percobaan. Dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada setiap petak percobaan kemudian dianalisis di Laboratorium Tanah Universitas Udayana. 30
25. Evaluasi ekonomi.Dihitung untuk melihat keuntungan ekonomi yang diperoleh dari setiap paket perlakuan. Perhitungan dilakukan berdasarkan hasil penerimaan dan biaya produksi jagung. Selanjutnya dihitung : Total Penerimaan B/C = –––––––––––––––––––– Total Biaya
untuk menentukan efisiensi terhadap budidaya tanaman jagung manis. 4.7
Analisis Data Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistika menggunakan analisis
varian (sidik ragam) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Analisis regresi dilakukan untuk memperoleh dosis pupk urea optimum pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1 dan agrodyke 20 kg ha-1 dengan berat segar tongkol total tanpa kelobot (Gomez dan Gomez, 1984).
31
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Pengamatan Lingkungan Percobaan lapangan ini dilaksanakan pada lahan dengan lempung dan pH
5,65 (agak masam) serta mengandung C organik 2,93% (sedang), N total 0,29% (rendah), P tersedia 55,67 ppm (sangat tinggi) dan K tersedia 69,4 ppm (tinggi). Analisis tanah yang lebih terinci disajikan pada Lampiran 1. Intensitas curah hujan selama percobaan mencapai 524 mm dan lamanya curah hujan selama 36 hari (Lampiran 5) dan total curah hujan dan hari hujan dari tahun 2004-2013 disajikan pada Lampiran 6. Data rata-rata kelembaban, suhu rata-rata, suhu maksimum dan minimum berturut-turut adalah 57,25%; 27,77oC; 29,46oC; dan 15,8 oC per hari dengan data terinci dari tahun 2009-2013 tertera pada Lampiran 7, 8, dan 9. Selama percobaan, tanaman tidak ada yang mengalami serangan hama penyakit dan gangguan lainnya.
5.2
Pengamatan Variabel yang Diamati Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukan bahwa pemberian pupuk
organik dan pupuk nitrogen (urea) berpengaruh sangat nyata ( P < 0,01 ) terhadap sebagian besar variabel yang diamati kecuali pada C organik dan N total tanah akhir penelitian serta kadar gula biji tidak berpengaruh nyata ( P > 0,05 ) akibat pemberian pupuk organik dan pupuk nitrogen (urea).
32
Tabel 5.1 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Variabel yang Diamati akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea.
No
Variabel
1.
Tinggi tanaman pada umur 21 hst 35 hst 49 hst 53 hst Jumlah daun pada umur 21 hst 35 hst 49 hst 53 hst Indeks luas daun pada umur 53 hst. Berat segar tongkol dengan kelobot per tanaman dan hektar Berat segar dan kering oven tongkol tanpa kelobot per tanaman dan hektar Jumlah tongkol komersial per tanaman dan hektar Panjang tongkol komersial Diameter tongkol komersial Berat segar dan kering oven tongkol komersial per tanaman dan hektar Berat segar dan kering oven jerami per tanaman dan hektar Kadar C organik tanah akhir penelitian Kadar N total tanah akhir penelitian pH tanah akhir penelitian Total mikroorganisme tanah akhir penelitian Kadar protein kasar jerami Kadar serat kasar jerami Kadar gula biji jagung B/C ratio
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Paket Pupuk Oraganik dan N
33
** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ns ** ** ns ns ** ** ns ns ns **
5.3
Pengamatan Pertumbuhan dan Hasil
5.3.1 Tinggi tanaman 21, 35, 49, dan 53 hst Pemupukan dengan pupuk organik agrodyke 20 kg
(I) sangat nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pupuk organik kotoran sapi 10 t (A) dan pupuk organik agrodyke 10 kg
(E) terhadap tinggi tanaman
pada umur 21, 35, 49 dan 53 hst. Tinggi tanaman tertinggi dicapai oleh perlakuan I (82,525 cm; 115,225 cm; 183,800 cm; dan 199,417cm) dan terendah pada perlakuan A (54,233 cm; 88,042 cm; 144,125 cm; dan 145,983 cm). Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa dengan penambahan pupuk nitrogen dosis urea 75 kg, 150 kg dan 225 kg pada pupuk organik kotoran sapi 10 t
terjadi peningkatan yang sangat nyata
terhadap tinggi tanaman umur 21, 49 dan 53 hst., sedangkan pada umur 35 hst terjadi peningkatan tinggi tanaman secara sangat nyata setelah ditambahkan pupuk nitrogen dosis urea 150 kg
dan 225 kg
tetapi antara keduanya tidak
berbeda nyata. Hal yang sama juga terjadi pada tinggi tanaman yang diberikan pupuk organik agrodyke 10 kg kg, 150 kg dan 225 kg
dan 20 kg
dengan penambahan urea 75
mengalami peningkatan yang sangat nyata pada umur
tanaman 21, 49 dan 53 hst., sedangkan tinggi tanaman umur 35 hst. pada perlakuan pupuk organik 10 kg
dan 20 kg
secara nyata setelah ditambahkan urea 150 kg ditambahkan urea 225 kg
mengalami peningkatan dan sangat nyata setelah
tetapi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Pada Tabel 5.2 terlihat bahwa tinggi tanaman tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk organik dengan penambahan pupuk nitrogen dosis urea 225 kg
34
pada berbagai umur pengamatan secara berturut-turut pada perlakuan D (71,308 cm; 104, 250 cm; 174,350 cm; dan 189,283 cm), perlakuan H (76,425 cm; 104,217 cm; 175,183 cm; dan 189,142 cm), dan perlakuan L (82,525 cm; 115,225 cm; 183,800 cm; dan 199,417 cm). Pemberian pupuk urea dengan dosis yang sama pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t
, agrodyke 10 kg
dan agrodyke 20 kg
berdasarkan uji lanjut menggunakan uji Dumcan menunjukan bahwa antara pelakuan B, F dan J dan antara perlakuan C, G dan K serta antara perlakuan D, H dan L terjadi perbedaan yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 21, 49, 53 hst., tetapi antara perlakuan D dengan H tidak berbeda nyata. Sedangkan pada tinggi tanaman umur 35 hst. menunjukan bahwa antara perlakuan B dan F, C dan G, D dan H tidak ada perbedaan yang nyata tetapi antara perlakuan B dan F dengan J, C dan G, dengan K, D dan H dengan L terlihat berbeda sangat nyata (Tabel 5.2).
35
Tabel 5.2 Rata-rata Tinggi Tanaman akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea pada Berbagai Umur Tinggi Tanaman (cm) 21 hst 35 hst 49 hst 53 hst l j l A 54.233 88.042 144.125 145.983l B 66.092j 90.817hij 167.325i 180.333i i efg f C 68.075 102.233 172.375 186.167g D 71.308f 104.250bcdefg 174.350e 189.283de kl ij kl E 54.450 90.258 144.733 145.575kl F 68.550hi 98.108ghi 168.192h 182.017h e defg de G 74.625 102.500 174.383 187.158f c cdefg cde H 76.425 104.217 175.183 189.142e I 69.242g 101.433fg 163.100j 179.483j d abcef g J 75.275 108.233 171.358 193.358c K 79.925b 113.408a 182.542b 198.258b a a a L 82.525 115.225 183.800 199.417a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbedatidak nyata pada uji Duncan 5%. Perlakuan
5.3.2 Jumlah daun 21, 35, 49, dan 53 hst Hasil analisis sidik ragam ( Tabel 5.1 ) menunjukan bahwa jumlah daum pada umur 21, 35, 49 dan 53 hst yang diberikan pupuk organik dan urea berpengaruh sangat nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa pada perlakuan yang diberikan pupuk organik kotoran sapi 10 t kg
(E) dan agrodyke 20 kg
(A) agrodyke 10
(I) dimana antara perlakuan A dengan I
menunjukan perbedaan yang sangat nyata tetapi antara perlakuan A dengan E dan E dengan I tidak ada perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun pada umur 21, 35, 49, dan 53 hst. Jumlah daun yang terbanyak diperoleh perlakuan I yang secara berturut-turut sesuai umur pengamatan yaitu 8,083; 10,417; 12,250; dan 14,583 helai. Penambahan pupuk nitrogen dengan urea pada pupuk organik kotoran sapi
36
10 t
, agrodyke 10 kg
dan agrodyke 20 kg
mengakibatkan
terjadi peningkatan jumlah daun secara sangat nyata. Pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t
terjadi peningkatan
secara sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 21 hst setelah penambahan pupuk nitrogen dosis urea 75 kg, 150 kg, dan 225 kg
tetapi penambahan
ketiganya tidak berbeda nyata namun terhadap jumlah daun pada umur 35, 49 dan 53 hst terjadi peningkatan jumlah daun setelah ada penambahan urea 150 kg dan 225 kg
penambahan 150 kg dan 225 kg ha-1 tidak berbeda nyata. Jumlah
daun terbanyak diperoleh perlakuan D yang secara berturut-turut sesuai umur pengamatan adalah 7,333; 9,583; 11,667; dan 14,083 helai. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg
terjadi peningkatan
secara sangat nyata terhadap jumlah daun umur 21 dan 49 hst setelah penambahan tetapi dengan penambahan urea 150 kg ha-1 tidak berbeda
dosis 225 kg
nyata. Tetapi pada umur 35 dan 53 hst, terjadi peningkatan jumlah daun secara nyata setelah penambahan dosis urea 150 kg dan 225 kg agrodyke 10 kg
pada pupuk organik
tetapi penambahan antara keduanya tidak berbeda nyata.
Jumlah daun terbanyak diperoleh perlakuan H yang secara berturut-turut sesuai umur pengamatan adalah 7,583; 9,667; 11,833; dan 14,167 helai. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg
tidak ada perbedaan
yang nyata terhadap jumlah daun umur 21, 35, 49, dan 53 hst dengan penambahan urea 75 kg
, tetapi terjadi peningkatan yang nyata terhadap jumlah daun pada
umur 21, 49, dan 53 hst dan sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 35 hst dengan penambahan urea 150 kg
.
37
Pemberian pupuk urea dengan dosis yang sama pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t
, agrodyke 10 kg
dan agrodyke 20 kg
terhadap jumlah daun terlihat bahwa antara perlakuan B, F dan J; C, G dan K; D, H dan L tidak ada perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun pada umur 21 hst. Pada umur tanaman 35 hst tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan B, F dan J; C, G dan K terhadap jumlah daunnya tetapi antara D dengan H tidak ada perbedaan namun keduanya menunjukan perbedaan yang sangat nyata dengan L. Jumlah daun pada umur tanaman 49 hst menunjukan perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan B, F dan J; C, G dan K; D dengan H dan H dengan L tetapi antara perlakuan D dengan L ada perbedaan yang nyata. Pada umur tanaman 53 hst terlihat perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan B dengan F dan D dengan J tetapi B dengan J berbeda sangat nyata, antara perlakuan C dengan G dan G dengan K tidak berbeda nyata tetapi antara perlakuan C dengan K berbeda sangat nyata, antara perlakuan D dengan H tidak berbeda nyata tetapi keduanya dengan perlakuan L menunjukan perbedaan yang sangat nyata terhadap jumlah daun umur 53 hst (Tabel 5.3).
38
Tabel 5.3 Rata-rata Jumlah Daun pada Berbagai Umur dan ILD 53 hst akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea Jumlah Daun (helai) ILD 53 hst 21 hst 35 hst 49 hst 53 hst A 5.833i 7.750l 10.417k 13.333g 3.077j B 6.833defgh 8.333 jkl 10.917ijk 13.583efg 3.288fghij efgh fghijk efghi cde C 6.833 8.917 11.250 13.833 3.296efghij D 7.333abcdefg 9.583defg 11.667cdefg 14.083bcd 3.419cdefghij hi kl jk fg E 6.250 8.167 10.583 13.417 3.123ij F 6.667fgh 8.833ghijk 11.167ghi 13.750cdef 3.258ghij cdefgh efghij defghi G 6.917 9.000 11.250 13.917bcde 3.398defghij abcde bcde abc H 7.583 9.667 11.833 14.167bc 3.538abcdefgh I 6.583gh 8.500ijk 10.917hijk 13.750def 3.210hi bcdefgh hijk fghi bcd J 6.917 8.833 11.250 14.000 3.430bcdefghij K 7.667abce 9.583cdefg 11.583bcdef 14.250b 3.588abcdefg a a a a L 8.083 10.417 12.250 14.583 3.811a Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji Duncan 5%. Perlakuan
5.3.3 Indeks luas daun 53 hst Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa perbedaan yang sangat nyata terhadap Indeks Luas Daun 53 hst. akibat pemberian pupuk organik dan urea. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa antara perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t kg
, dan pupuk organik agrodyke 10
mempunyai rataan indeks luas daun yang tidak berbeda nyata tetapi
dengan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 sangat berbeda nyata. Rata-rata Indeks Luas Daun tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg (I) sebesar 3,210 dan terendah pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t
(A) 3,077. Penambahan pupuk nitrogen dengan dosis urea 75 kg, 150 kg
dan 225 kg
pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t
39
tidak
mengakibatkan peningkatan secara nyata terhadap Indeks Luas Daun sedangkan penambahan urea sampai 225 kg ha-1 pada agrodyke 10 kg
mengakibatkan
peningkatan secara nyata terhadap indeks luas daun tetapi penambahan urea 150 kg dan 225 kg
pada perlakuan agrodyke 20 kg
menyebabkan terjadinya
peningkatan secara nyata terhadap indeks luas daun 53 hst. Pada perlakuan pupuk organik kotorasn sapi 10 t dan agrodyke 20 kg
, agrodyke 10 kg
yang ditambahkan dosis urea yang sama terlihat
bahwa antara perlakuan B, F dan J; C, G dan K; D dengan H dan H dengan L tidak menunjukan perbedaan yang nyata tetapi antara perlakuan D dengan L berbeda sangat nyata (Tabel 5.3).
5.3.4 Berat segar tongkol dengan kelobot Hasil analisi sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa pemberian pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1 dan agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan pupuk nitrogen dengan dosis urea 75 kg, 150 kg, dan 225 kg ha-1 menunjukan perbedaan yang sangat nyata terhadap berat segar tongkol dengan kelobot per tanaman dan hektar. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa penggunaan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E) tidak ada perbedaan yang nyata tetapi perlakuan A dan E sangat nyata lebih rendah dari perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) terhadap berat segar tongkol dengan kelobot tan-1 dan ha-1. Rata-rata berat segar tongkol dengan kelobot per tanaman dan hektar dari perlakuan I adalah 227,708 g
40
dan 14,232 t sangat nyata lebih tinggi 33,46% dan 30,12% tan-1 dan 33,46 % dan 30,14% ha-1 dibandingkan perlakuan A dan E. Penambahan pupuk nitrogen dosis urea 150 kg dan 225 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 meningkatkan secara sangat nyata terhadap berat segar tongkol dengan kelobot tan-1 dan ha-1 dengan berat tertinggi pada perlakuan D (249,167 g tan-1 dan 15,573 t ha-1). Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 yang diberikan tambahan pupuk urea 225 kg ha-1 mampu meningkatkan secara sangat nyata berat segar tongkol dengan kelobot tan-1 dan ha-1 sebesar 59,88%, tetapi penambahan pupuk urea 75 kg dan 150 kg ha-1 tidak berpengaruh nyata. Pemberian tambahan pupuk urea 225 kg ha-1 pada pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 mampu meningkatkan secara sangat nyata berat segar tongkol dengan kelobot tan-1 dan ha-1 sebesar 39,07% tetapi penambahan pupuk urea 75 kg dan 150 kg tidak berpengaruh nyata. Pada pemberian pupuk nitrogen dengan dosis urea yang sama pada pupuk organik menunjukan bahwa antara perlakuan B dengan F dan F dengan J tidak berbeda nyata tetapi perlakuan J sangat nyata lebih tinggi 26,85% dibandingkan perlakuan B. Demikian juga dengan perlakuan C dengan G dan G dengan K tidak berbeda nyata tetapi perlakuan K sangat nyata lebih tinggi 25,78% dibandingkan perlakuan C sedangkan antara perlakuan D dengan H dan H dengan L juga tidak berbeda nyata tetapi perlakuan L sangat nyata lebih tinggi 27,09% dibanding pelakuan D (Tabel 5.4).
41
Tabel 5.4 Rata-rata Berat Segar Tongkol dengan Kelobot, Berat Segar Tongkol Total tanpa Kelobot akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea Berat Segar Tongkol Berat Segar Tongkol Tanpa dengan Kelobot Kelobot Perlakuan -1 -1 -1 (g tan ) (t ha ) (g tan ) (t ha-1) k k k A 170.625 10.664 118.333 7.396kl B 197.083ijk 12.318ijk 140.208ijk 8.763ij hi hi ghi C 219.792 13.735 151.667 9.479ghij D 249.167efgh 15.573efgh 168.958efgh 10.560efgh jk jk jk E 175.000 10.937 119.500 7.448jkl fgh fghi hi F 239.583 14.794 146.458 9.153hij G 261.833cdefgh 16.302cdefgh 173.542defg 10.847defgh abcdef abcdef cd H 279.792 17.487 197.500 12.344cd I 227.708ghi 14.232ghi 157.708fghi 9.857fghi defgh defgh bc J 250.000 15.625 213.104 13.307bc K 269.167bcdefg 16.823bcdefg 220.417abc 13.796abc a a a L 316.667 19.791 241.250 15.001a Keterangan : Angka yang diikuti hurufyang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% 5.3.5 Berat segar tongkol tanpa kelobot Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa pemberian pupuk organik dan urea memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap berat segar tongkol tanpa kelobot per tanaman dan hektar. Hasil rata-rata tertinggi berat segar tongkol tanpa kelobot adalah pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1 (L) sebesar 241,250 g tan-1 dan 15,001 t ha-1 dan terendah pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) sebesar 118,333 g tan-1 dan 7,396 t ha-1. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa berat segar tongkol tanpa kelobot per tanaman dan hektar yang diberikan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 sangat nyata lebih tinggi 33,27% dan 33,27% dibandingkan
42
dengan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A), 31,97% dan 32,34% dibandingkan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E). Pemberian tambahan pupuk urea 150 kg dan 225 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi10 t ha-1 (A) terjadi peningkatan yang sanyat nyata terhadap berat segar tongkol tanpa kelobot tan-1 dan ha-1 tetapi antara penambahan pupuk urea 75 kg, 150 kg dan 225 kg tidak menyebabkan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke dengan dosis 10 kg ha-1 dan 20 kg ha-1 yang diberi tambahan pupuk urea 150 kg dan 225 kg ha-1 memberikan peningkatan yang sangat nyata dibandingkan perlakuan tanpa pupuk urea terhadap berat segar tongkol tanpa kelobot tan-1 dan ha-1. Penambahan dosis pupuk urea yang sama pada masing-masing perlakuan pupuk organik menunjukan bahwa antara perlakuan B dengan F dan F dengan J tidak ada perbedaan yang nyata tetapi perlakuan J sangat nyata lebih tinggi 51,99 % dan 51,85% dibandingkan perlakuan B terhadap berat segar tongkol tanpa kelobot tan-1 dan ha-1. Sedangkan antara perlakuan C dengan G dan G dengan K juga tidak ada perbedaan yang nyata tetapi perlakuan K sangat nyata lebih tinggi 45,33% dan 45,54% dibandingkan perlakuan C terhadap berat segar tongkol tanpa kelobot tan-1 dan ha-1. Demikian juga antara perlakuan L sangat nyata lebih tinggi 42,79% dan 42,05% dibandingakan perlakuan D tetapi antara perlakuan D dengan H dan H dengan L tidak berbeda nyata terhadap berat segar tongkol tanpa kelobot tan-1 dan ha-1 (Tabel 5.4).
43
5.3.6 Jumlah tongkol komersial Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa perlakuan pupuk organik dan urea berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tongkol komersial tan-1 dan ha-1. Hasil rata-rata tertinggi pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1 (L) sebesar 0,896 buah tan-1 dan 55.755,25 buah ha-1 dan terendah pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 tanpa urea (A) sebesar 0,313 buah tan-1 dan 19.531,250 buah ha-1. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa jumlah rataan tongkol komersial tan-1 dan ha-1 dari perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) sangat nyata lebihtinggi dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) dan agrodyke 10 kg ha-1 (E) tetapi antara A dengan E tidak berbeda nyata. Penambahan dosis pupuk urea 150 kg dan 225 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 meningkatkan secara nyata dan sangat nyata terhadap jumlah tongkol komersial per tanaman dan hektar. Demikian juga terjadi peningkatan yang sangat nyata akibat penambahan dosis pupuk urea 150 kg dan 225 kg ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 tetapi penambahan dosis pupuk urea 75 kg, 150 kg dan 225 kg ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 tidak mengalami peningkatan secara nyata terhadap jumlah tongkol komersial per tanaman dan hektar. Jumlah rata-rata tongkol komersial per tanaman dan hektar pada perlakuan pupuk organik yang ditambahkan dosis pupuk urea yang sama memperlihatkan bahwa antara perlakuan B, F dan J menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata, sedangkan antara perlakuak C dengan G dan G dengan K juga tidak
44
berbeda nyata tetapi antara perlakuan C dengan K berbeda nyata. Demikian juga halnya antara perlakuan D dengan H dan H dengan L tidak Berbeda nyata tetapi antara perlakuan D dengan L berbeda nyata (Tabel 5.5). Tabel 5.5 Rata-rata Jumlah Tongkol Komersial, Panjang dan Diameter Tongkol Komersial akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea Jumlah Tongkol Komersial Panjang Diameter -1 -1 (buah tan ) (buah ha ) (cm) (cm) A 0.313i 19531,250i 17.617h 4.257a B 0.500defghi 31250,000 defghi 16.450fgh 4.450a C 0.542cdefgh 34187,500cdefgh 17.198efgh 4.497a bcdefg bcdefg cdefgh D 0.625 38929,167 17.208 4.523a E 0.334hi 22135,417hi 16.358gh 4.393a defghi defghi bcdefgh F 0.500 31250,000 17.250 4.500a G 0.729abcd 45572.917abcd 17.783abcdefg 4.587a abc abc H 0.750 46,875,000 18.308abcdef 4.670a I 0.667abcdef 41666,667abcdef 17.192defgh 4.597a abcde abcde abcdefg J 0.729 45572,750 17.675 4.640a ab ab abcdefg K 0.854 53368,750 18.242 4.667a L 0.896a 55755,250a 19.417a 4.900a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbedatidak nyata pada uji Duncan 5%. Perlakuan
5.3.7 Panjang tongkol komersial Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa penjang tongkol komersial dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Ratarata panjang tongkol komersial tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk organik agodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1 (L) sebesar 19,417 cm kemudian diikuti secara berturut-turut oleh perlakuan H, K, G, J, F, D, I, C, B, E dan terendah perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) sebesar 15,617 cm. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa antara perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I), agrodyke 10 kg ha-1(E) dan
45
pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) tidak ada perbedaan yang nyata pada panjang tongkol komersial. Penambahan dosis pupuk urea 75 kg, 150 kg dan 225 kg ha-1 pada pupuk organik kotorasn sapi 10 t ha-1 belum mampu secara nyata meningkatkan panjang tongkol komersial. Perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dengan penambahan sampai dosis urea 150 kg ha-1 belum terlihat adanya perbedaan yang nyata tetapi dengan penambahan dosis urea 225 kg ha-1 mampu secara nyata meningkatkan panjang tongkol kemersial. Peningkatan pemberian pupuk nitrogen dosis urea 75 kg dan 150 kg ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata pada panjang tongkol komersial tetapi secara nyata dengan penambahan dosis urea 225 kg ha-1 dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 tanpa urea. Pada perlakuan pupuk organik yang ditambahkan dosis pupuk urea yang sama antara perlakuan B, F dan J; C, G dan K tidak ada perbedaan yang nyata pada panjang tongkol komersial tetapi antara perlakuan D dengan L ada perbedaan yang nyata namun antara perlakuan D dengan H dan H dengan L tidak ada perbedaan secara nyata (Tabel 5.5).
5.3.8 Diameter tongkol komersial Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa diameter tongkol komersial tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata besarnya diameter tongkol komersial pada perlakuan pupuk organik dan urea adalah 4,557 cm (Tabel 5.5).
46
5.3.9 Berat segar tongkol komersial Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa berat segar tongkol komersial per tanaman dan hektar dipengaruhi sanyat nyata oleh pemberian pupuk organik dan urea. Rata-rata berat segar tongkol komersial tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dengan dosis urea 225 kg ha-1 (L) sebesar 221,250 g tan-1 dan 13,828 t ha-1 dan terendah perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) sebesar 55,208 g tan-1 dan 3,450 t ha-1. Berdasarakan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa berat segar tongkol komersial pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) sangat nyata lebih tinggi sebesar 104,91% tan-1 dan 104,35% ha-1 dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) dan dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E) sangat nyata lebih tinggi sebesar 104,13% dan 102,41%. Pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) terjadi peningkatan berat segar tongkol komersial sangat nyata setelah ada penambahan pupuk urea 225 kg ha-1 (D). Rata-rata besarnya peningkatannya adalah 113,59% tan-1 dan 113,25% ha-1 dibandingkan perlakuan A, tetapi dengan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 yang ditambahkan dosis pupuk urea 75 kg ha-1 (B) dan 150 kg ha-1 (C) tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pemberian tambahan pupuk urea 150 kg ha-1 (G) dan 225 kg ha-1 (H) pada pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 menunjukan peningkatan secara sangat nyata terhadap berat segar tongkol komersial tan-1 dan ha-1 dibandingkan dengan tanpa pupuk urea tetapi antara perlakuan G dan H tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) terjadi peningkatan yang sangat 47
nyata setelah penambahan pupuk urea 75 kg (J), 150 kg (K) dan 225 kg ha-1 (L). Rata-rata berat segar tongkol komersial yang tertinggi diperoleh pada perlakuan L (221,250 g tan-1 dan 13,828 t ha-1) yang nyata lebih tinggi sebesar 95,58% tan-1 dan 96,14 % ha-1 dibandingkan perlakuan I dan dengan perlakuan J sebesar 25,99% tan-1 dan 26,13% ha-1, tetapi antara perlakuan K dan L tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Penambahan dosis pupuk urea yang sama pada perlakuan pupuk organik mempengaruhi sangat nyata terhadap berat segar tongkol komersial tan-1 dan ha-1. Pada penambahan dosis pupuk urea 75 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (B), pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (F) dan agrodyke 20 kg ha-1 (J) terlihat bahwa antara perlakuan B dengn F tidak berbeda secara nyata namun keduanya menunjukan perbedaan yang sangat nyata dengan perlakuan J. pada penambahan dosis pupuk urea 150 kg ha-1 (C, G, dan K) dan 225 kg ha-1 (D, H, dan L) menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan C dengan G dengan K dan perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan D dengan H dengan L terhadap berat segar tongkol komersial tan-1 dan ha-1 (Tabel 5.6).
48
Tabel 5.6 Rata-rata Berat Segar dan Berat Kering Oven Tongkol Komersial dan Tongkol Total akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea
Perlakuan A B C D E F G H I J K L
Berat Segar Tongkol Komersial (g tan-1) (t ha-1) k 55.208 3.450k 87.292ijk 5.456ijk ghijk 92.917 5.807ghijk efghi 117.917 7.357efghi jk 55.417 3.483jk hijk 87.708 5.481hijk def 136.042 8.502def 157.917cd 9.870cd fghi 113.125 7.050fghi bc 175.604 10.963bc ab 195.208 12.201ab a 221.250 13.828a
Berat Kering Oven Tongkol Komersial (g tan-1) (t ha-1) k 9.625 0.602k 16.736ijk 1.045ijk ghi 19.200 1.200ghi efghi 24.386 1.525efghi jk 8.662 0.608jk hi 18.161 1.143hi def 29.308 1.665def 34.158cd 2.135cd fghi 22.760 1.423fghi bc 36.382 2.274bc ab 42.601 2.663ab a 48.274 3.017a
Berat Kering Oven Tongkol Total (g tan-1) (t ha-1) k 22.631 1.415k 27.119ijk 1.694ijk hij 28.905 1.742hij efghi 32.326 2.021efghi jk 23.783 1.493jk ghijk 29.495 1.843ghijk def 37.092 2.169def 41.368cd 2.585cd fghij 31.285 1.955fghi bc 43.075 2.695bc abc 47.447 2.968abc a 52.472 3.279a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji Duncan 5%
5.3.10 Berat kering oven tongkol komersial Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa berat kering oven tongkol komersial per tanaman dan hektar dipengaruhi sangat nyata oleh memberian pupuk organik dan urea. Rata-rata berat kering oven tongkol komersial tertinggi dicapai oleh perlakuan L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + pupuk urea 225 kg ha-1) sebesar 48,274 g tan-1 dan 3,017 t ha-1 dan terendah pada perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1) sebesar 9,625 g tan-1 dan 0,602 t ha-1. Berdasarkan hasil uji menggunakan uji Duncan terlihat bahwa berat kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 antara penggunaan pupuk organik maka pada penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) sangat nyata lebih tinggi sebesar 136,47% dan 136,48% dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik 49
kotoran sapi 10 t ha-1 (A) dan dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha1
(E) sangat nyata lebih tinggi 135,50% dan 134,05%. Pada perlakuan pupuk
organik kotoran sapi 10 t ha-1 terjadi peningkatan berat kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 secara sangat nyata dengan penambahan urea 150 kg ha-1 (C) dan 225 kg ha-1 (D) tetapi antara perlakuan C dengan D tidak berbeda nyata. Rata-rata besarnya peningkatannya adalah 99,34% tan-1 dan 153,32% ha-1. Pemberian tambahan pupuk urea 150 kg ha-1 (G) dan 225 kg ha-1 (H) pada pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 menunjukan peningkatan secara sangat nyata terhadap berat kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 dibandingkan dengan tanpa pupuk urea tetapi antara perlakuan G dan H tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) terjadi peningkatan yang sangat nyata setelah penambahan pupuk urea 75 kg (J), 150 kg (K) dan 225 kg ha-1 (L). Rata-rata berat kering oven tongkol komersial yang tertinggi diperoleh pada perlakuan L (221,250 tan-1 dan 13,828 t ha-1) yang nyata lebih tinggi sebesar 112,10% tan-1 dan 112,02 % ha-1 dibandingkan perlakuan I dan dengan perlakuan J sebesar 32,69% tan-1 dan 32,67% ha-1, tetapi antara perlakuan K dan L tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Penambahan dosis pupuk urea yang sama pada perlakuan pupuk organik mempengaruhi sangat nyata terhadap berat kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1. Pada penambahan dosis pupuk urea 75 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (B), pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (F) dan agrodyke 20 kg ha-1 (J) terlihat bahwa antara perlakuan B dengn F tidak berbeda secara nyata namun keduanya menunjukan perbedaan yang sangat nyata dengan perlakuan J. Pada penambahan dosis pupuk urea 150 kg ha-1 (C, G dan K) dan 225 kg ha-1 (D,
50
H dan L) menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan C dengan G dengan K dan perbedaan yang sangat nyata antara D dengan H dengan L terhadap berat kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 (Tabel 5.6).
5.3.11 Berat kering oven tongkol total Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukan bahwa berat kering oventongkol total per tanaman dan hektar dipengaruhi sanyat nyata oleh pemberian pupuk organik dan urea. Rata-rata berat kering oventongkol total tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dengan dosis urea 225 kg ha-1 (L) sebesar 52,742 g tan-1 dan 3,279 t ha-1 dan terendah pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) sebesar 22,631 g tan-1 dan 1,415 t ha-1. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa berat kering oventongkol total pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) sangat nyata lebih tinggi sebesar 38,24% tan-1 dan 38,16% ha-1 dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) tetapi dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E) tidak berbeda nyata sedangkan antara perlakuan A dan E juga tidak berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) terjadi peningkatan berat kering oven tongkol total sangat nyata setelah ada penambahan pupuk urea 225 kg ha-1 (D). Rata-rata besarnya peningkatannya adalah 113,59% tan-1 dan 113,25% ha-1 dibandingkan perlakuan A, tetapi dengan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 yang ditambahkan pupuk urea 75 kg ha-1 (B) dan 150 kg ha-1 (C) tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pemberian tambahan pupuk urea 150 kg ha-1 (G) dan 225 kg ha-1 (H) pada pupuk 51
organik agrodyke 10 kg ha-1 menunjukan peningkatan secara sangat nyata terhadap berat kering oventongkol total tan-1 dan ha-1 dibandingkan dengan tanpa pupuk urea tetapi antara perlakuan G dan H tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) terjadi peningkatan yang sangat nyata setelah penambahan pupuk urea 75 kg (J), 150 kg (K) dan 225 kg ha-1 (L). Rata-rata berat kering oven tongkol total yang tertinggi diperoleh pada perlakuan L(52,472 g tan-1 dan 3,279 t ha-1) yang nyata lebih tinggi sebesar 68,59% tan-1 dan 67,72 % ha-1 dibandingkan perlakuan I dan dengan perlakuan J sebesar 22,42% tan-1 dan 21,67% ha-1, tetapi antara perlakuan K dan L tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Penambahan dosis pupuk urea yang sama pada perlakuan pupuk organik mempengaruhi sangat nyata terhadap berat kering oven tongkol total tan-1 dan ha1
. Pada penambahan dosis pupuk urea 75 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi
10 t ha-1 (B), pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (F) dan agrodyke 20 kg ha-1 (J) terlihat bahwa antara perlakuan B dengn F tidak berbeda secara nyata namun keduanya menunjukan perbedaan yang sangat nyata dengan perlakuan J. pada penambahan dosis pupuk urea 150 kg ha-1 (C, G dan K) dan 225 kg ha-1 (D, H dan L) menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan C dengan G dengan K dan perbedaan yang sangat nyata antara D dengan H dengan L terhadap berat kering oven tongkol total tan-1 dan ha-1 (Tabel 5.6).
5.4 Pengamatan Produksi Jerami Jagung dan Indeks Panen 5.4.1 Berat segar jerami jagung
52
Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa berat segar jerami jagung per tanaman dan hektar dipengaruhi secara sangat nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata berat segar jerami jagung tertinggi dicapai pada perlakuan L (dosis pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1) sebesar 301,250 g tan-1 dan 18,828 t ha-1 kemudian diikuti secara berurutan oleh perlakuan H, K, J. G, D, I, C, F, B, E dan terendah perlakuan A (157,083 g tan-1 dan 9,818 t ha-1). Tabel 5.7 Rata-rata Berat Segar dan Kering Oven Jerami Jagung, Indeks Panen akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea Perlakuan A B C D E F G H I J K L
Berat Segar Jerami (g tan-1) (t ha-1) l 157.083 9.818l jkl 176.667 11.042jkl hijkl 197.167 12.448hijkl fghij 214.917 13.411fghij kl 167.292 10.456kl ijkl 191.667 11.979ijkl efghi 230.917 14.427efghi bcdef 257.500 16.094bcdef ghijk 210.917 13.177ghijk defghi 237.500 14.922defgh cdefg 245.833 15.365cdefg a 301.250 18.828a
Berat Kering Oven Jerami (g tan-1) (t ha-1) k 43.842 2.740k ijk 51.015 3.198ijk ghijk 57.506 3.594ghijk efghijk 62.686 3.917efghijk jk 46.739 2.921jk hijk 52.316 3.270hijk defghij 67.560 4.223defghij abcdefg 77.916 4.870abcdefg fghijk 61.366 3.835fghijk cdefghi 70.843 4.428cdefghi bcdefg 74.376 4.648bcdefg a 95.475 5.967a
Indeks panen % 18.433de 23.957cde 25.063bcde 27.634abcde 18.273e 28.353abcde 28.287abcde 33.873abc 27.510abcde 34.023abc 36,310abc 34,147a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji Duncan 5%.
Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji Duncan terlihat bahwa berat segar jerami jagung tan-1 ha-1 pada perlakuan I (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1) berbeda nyata dengan A (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1) dan tidak berbeda nyata dengan E (pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1), sedangkan antara A dengan E tidak berbeda nyata.
53
Pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi yang ditambahkan urea 75 kg ha-1 (B) dan 150 kgha-1 (C) terlihat tidak berbeda nyata tetapi penambahan urea 225 kg ha-1 (D) berbeda nyata, sedangkan antara perlakuan B, C dan D tidak berbeda nyata terhadap berat segar jerami jagung tan-1 dan ha-1. Penambahan urea 225 kg ha-1 pada pupuk organik agrodyke 10 kgha-1 (H), terlihat berbeda sangat nyata dengan perlakuan F yang ditambahkan urea 75 ha-1 dan E tanpa penambahan urea, tetapi H dengan G yang tidak berbeda nyata. Sedangkan antara perlakuan G dengan E berbeda sangat nyata tetapi antara perlakuan G dan F dengan E tidak berbeda nyata terhadap berat segar jerami tan-1 dan ha-1. Berat segar jerami jagung tan-1 dan ha-1 pada perlakuan L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan urea 225 kg ha-1) berbeda nyata dengan perlakuan K (penambahan urea 150 kg ha-1) dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan J (penambahan urea 75 kg ha-1) dan I (tanpa penambahan urea) tetapi antara perlakuan I, J dan K terlihat tidak berbeda nyata. Hasil berat segar jerami jagung tan-1 dan ha-1 pada masing-masing perlakuan pupuk organik dengan penambahan dosis urea yang sama, menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan B (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 75 kg ha-1) dengan J (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 75 kg ha-1) tetapi dengan F (pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1) tidak berbeda nyata, sedangkan antara F dan J tidak berbeda nyata. Perlakuan C (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 150 kg ha-1) dengan K (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1) menunjukan perbedaan yang nyata tetapi keduanya
54
dengan perlakuan G (pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1) tidak berbeda nyata. Perlakuan L(pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha1
) dengan D (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 225 kg ha-1) dan H
(pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1) terlihat berbeda sangat nyata tetapi antara perlakuan D dengan H tidak berbeda nyata (Tabel 5.7).
5.4.2 Berat kering oven jerami jagung Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa berat kering oven jerami jagung per tanaman dan hektar dipengaruhi secara sangat nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata berat kering oven tertinggi dicapai pada perlakuan L (95,475 g tan-1 dan 5,967 tha-1) kemudian diikuti secara berturut-turut oleh perlakuan H, K, J, G, D, I, C, F, B, E dan terendah perlakuan A (43,842 g tan-1 dan 2,740 t ha-1). Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa berat kering oven jerami jagung tan-1 dan ha-1 pada perlakuan pupuk organik tanpa urea antara perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1), E (pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1) dan I (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1) tidak berbeda nyata. Penambahan urea dari 75 kg ha-1 sampai 225 kg ha-1 terhadap pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (perlakuan B, C, D) tidak ada perbedaan yang nyata dibandingkan perlakuan A. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1 (H) terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata dengan
55
perlakuan E, berbeda nyata dengan perlakuan F tetapi dengan perlakuan G tidak berbeda nyata. Sedangkan antara perlakuan E, F, dan G terlihat tidak berbeda nyata. Penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan urea sampai dosis 150 kg ha-1 (perlakuan I, J, dan K) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap berat kering oven jagung tan-1 dan ha-1, tetapi dengan penambahan urea 225 kg ha-1 (perlakuan L) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan J dan K sedangkan dengan perlakuan I berbeda sangat nyata. Hasil berat kering oven jerami jagung tan-1 dan ha-1 pada masing-masing perlakuan pupuk organik dengan penambahan dosis urea yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan B, F, dan J. demikian juga antara perlakuan C, G, dan K tidak berbeda nyata, tetapi antara perlakuan D dengan L berbeda sangat nyata sedangkan antara perlakuan D dengan H dan H dengan L terlihat tidak berbeda nyata (Tabel 5.7).
5.4.3 Indeks Panen Hasil sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukan bahwa, indeks panen dipengaruhi sangat nyata oleh pemberian pupuk organik dan urea. Rata-rata indeks panen tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan dosis urea 150 kg ha-1 (K) sebesar 36,310% dan terendah pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E) sebesar 18,273% dan perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1) sebesar 18,433%.
56
Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa indeks panen diantara perlakuan pupuk organik tanpa penambahan urea menunjukan pada pemberian pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 sangat nyata lebih tinggi sebesar 98,71% dan 96,98% dibandingkan perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1) tetapi antara perlakuan A dengan E tidak berbeda nyata. Penambahan pupuk urea sampai dengan 225 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 menunjukan tidak adanya perbedaan secara nyata terhadap indeks panen, tetapi ada kecenderungan terjadi peningkatan, sedangkan pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 penambahan pupuk urea 225 kg ha-1 menunjukan peningkatan secara sangat nyata sebesar 85,37% tetapi antara penambahan pupuk urea 75 kg, 150 kg, dan 225 kg ha-1 (F, G, dan H) tidak berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk organik yang diberikan penambahan pupuk urea yang sama menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan B, F, dan J; C, G, dan K; D, H, dan L tetapi ada kecenderungan indeks panen tertinggi pertama terlihat pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan urea 75 kg, 150 kg, dan 225 kg ha-1 (J, K, dan L = 34,023%, 36,310%, dan 34,147%). Selanjutnya tertinggi kedua pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 yang ditambahkan urea 75 kg, 150 kg, dan 225 kg ha1
(F, G, dan H = 28,353%, 28,287%, dan 33,873%) dan terendah pada perlakuan
pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 yang ditambahkan urea 75 kg, 150 kg, dan 225 kg ha-1 (B, C, dan D = 23,957%, 25,063%, dan 27,634%) (Tabel 5.7).
57
5.5 Pengamatan Tanah pada Akhir Penelitian 5.5.1 Kadar C-organik dan N-total Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa kadar C organik tanah pada akhir penelitian tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata kadar C-organik tanah pada perlakuan pupuk organik dan urea adalah sebesar 1,774. Demikian juga yang terlihat pada kadar N-total tanah akhir penelitian bahwa perlakuan pupuk organik dan pupuk nitrogen tidak mempengaruhi secara nyata. Rata-rata kadar N-total tanah pada perlakuan pupuk organik dan urea adalah sebesar 0,268% (Tabel 5.8)
5.5.2 pH tanah Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa pH tanah pada akhir penelitian dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata pH tanah tertinggi dicapai pada perlakuan L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1) sebesar 6,953 (netral) kemudian diikuti secara berturut-turut oleh perlakuan K, I, J, G, H, F, G, A, C, B dan terendah pada perlakuan D (6,303) yang termasuk katagori pH agak masam. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi dan dengan yang ditambahkan
dosis
pupuk urea sampai 225 kg ha-1 (perlakuan A, B, C dan D) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dan pH tanahnya termasuk dalam katagori agak masam, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan E, F, G, H, I, J, K dan L.
58
Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dengan yang ditambahkan dosis pupuk urea sampai 225 kg ha-1 (perlakuan E, F, G dan H) dan perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dengan yang ditambahkan nitrogen sampai dosis urea 75 kg ha-1 (perlakuan I dan J) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dan pH tanahnya termasuk dalam katagori netral, tetapi perlakuan E, F, G, H, I dan J terlihat berbeda sangat nyata dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan dengan dosis pupuk urea 150 kg ha-1 (K) dan 225 kg ha-1 (L). Namun antara perlakuan K dan L tidak berbeda nyata dengan pH tanahnya yang juga termasuk katagori netral (Tabel 5.8)
5.5.3 Total mikroorganisme tanah Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa total mikroorganisme tanah pada akhir penelitian dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata total mikroorganisme tanah terbanyak pada perlakuan L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha1
) sebesar 3,417 x 106 cfu g-1 kemudian diikuti secara berturut-turut oleh
perlakuan K, J, I, H, G, F, E, D, C, B dan terendah pada perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi tanpa nitrogen) sebesar 0,213 x 106 cfu g-1. Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji Duncan terlihat bahwa pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A) dan dengan ditambahkan dosis pupuk urea sampai 225 kgha-1 (B, C dan D) tidak berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kgha-1 (E) dan dengan yang ditambahkan pupuk nitrogen sampai dosis urea 225 kg ha-1 (F, G dan H) juga tidak berbeda
59
nyata, sedangkan antara perlakuan I (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1) dengan J dan K (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 yang ditambahkan urea 75 kg dan 150 kg ha-1) dengan L yang ditambahkan urea 225 kg ha-1 berbeda nyata tetapi antara perlakuan J, K dan L tidak berbeda nyata. Perbedaan yang sangat nyata juga terlihat antara perlakuan A, B, C, D (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan dengan yang ditambahkan dosis urea sampai 225 kg ha-1) dengan perlakuan E, F, G, H (pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan dengan ditambahkan dosis urea sampai 225 kg ha-1) dan perlakuan I, J, K, L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dan dengan ditambahkan dosis urea sampai 225 kg ha-1). Demikian juga antara perlakuan E, F, G, H dengan I, J, K, L menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.
60
Tabel 5.8 Rata-rata Kadar C Organik, N Total, pH dan Total Mikroorganisme Tanah pada Akhir Penelitian akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea C Organik Perlakuan A B C D E F G H I J K L
N Total
% a
1.577 1.637a 1.710a 1.760a 1.577a 1.703a 1.773a 1.790a 1.650a 1.837a 2.107a 2.170a
pH
% a
6.310hijk 6.307jk 6.307ijk 6.303k 6.550g 6.560fg 6.567defg 6.563efg 6.683bcdefg 6.667cdefg 6.943a 6.953a
0.233 0.247a 0.253a 0.260a 0.253a 0.267a 0.273a 0.277a 0.273a 0.277a 0.280a 0.317a
Total Mikroorganisme (x 106 cfu g-1) 0.213k 0.220jk 0.247ijk 0.250hijk 1.220f 1.330ef 1.490def 1.667cdef 2.637b 2.737ab 2.827ab 3.417a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbedatidak nyata pada uji Duncan 5%.
5.6
Pengamatan Aspek Nutrisi
5.6.1 Kadar gula biji Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa kadar gula biji pada jagung manis tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata kadar gula biji pada perlakuan pupuk organik dan pupuk nitrogen adalah sebesar 15,099% brix (Tabel 5.9).
61
Tabel 5.9 Rata-rata Kadar Kadar Gula Biji,Protein Kasar, dan Serat Kasar akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea Kadar Gula Biji Protein Kasar Serat Kasar (% brix) (%) (%) A 15.034a 8.300a 30.213a B 15.084a 8.647a 29.257a C 14.937a 8.820a 29.203a a a D 15.046 9.357 29.010a E 14.941a 8.960a 29.673a a a F 15.074 9.243 29.483a a a G 15.087 9.640 29.297a H 15.123a 10.420a 29.233a a a I 15.130 9.390 29.787a J 15.138a 9.410a 29.470a a a K 15.155 10.330 29.007a L 15.164a 10.703a 29.070a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbedatidak nyata pada uji Duncan 5%. Perlakuan
5.6.2 Kandungan protein kasar dan serat kasar Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa kadar protein kasar tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk organik dan urea. Rata-rata kadar protein kasar pada perlakuan pupuk organik dan urea adalah sebesar 9,435%. Demikian juga yang terlihat pada kadar serat kasar bahwa perlakuan pupuk organik dan urea tidak mempengaruhi secara nyata. Rata-rataa kadar serat kasar pada perlakuan pupuk organik dan urea adalah sebesar 29,392% (Tabel 5.9).
62
5.7
Pengamatan Aspek Ekonomi Pengamatan terhadap aspek ekonomi dengan menggambarkan nilai
keuntungan usaha tani jagung manis dan menghitung B/C rationya. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 5.1) terhadap B/C ratio jagung berdasarkan hasil penjualan tongkol komersial, tongkol non komersial dan jerami jagung menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik dan urea berpengaruh sangat nyata. Rata-rata B/C ratio tertinggi dicapai oleh perlakuan L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1) sebesar 8,139 kemudian diikuti secara berturut-turut oleh perlakuan K, H, J, G, I, F, E, D, C, B dan terendah pada perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi 10t ha-1). Berdasarkan hasil uji menggunakan uji Duncan bahwa B/C ratio pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan dengan yang ditambahkan dosis pupuk urea sampai 225 kg ha-1 (perlakuan A, B, C dan D) terlihat antara perlakuan A, B dan C tidak berbeda nyata dan antara perlakuan B, C dan D juga tidak berbeda nyata tetapi antara perlakuan A dengan D berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan dengan yang ditambahkan dosis pupuk urea sampai 225 kg ha-1 (perlakuan E, F, G dan H) terlihat bahwa antara perlakuan E dengan F dan G dengan H tidak berbeda nyata, tetapi antara perlakuan E dan F dengan G dan H berbeda sangat nyata. Pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dan dengan yang ditambahkan dosis pupuk urea sampai 225 kg ha-1 (perlakuan I, J, K dan L) terlihat bahwa antara perlakuan I dengan J, K dan L berbeda sangat nyata, antara perlakuan J dengan L juga berbeda sangat nyata tetapi antaraJ dengan K dan K dengan L tidak 63
menunjukan perbedaan yang nyata terhadap B/C ratio. Perbedaan yang sangat nyata juga terlihat pada B/C ratio dengan perlakuan pupuk organik tanpa urea yaitu antara perlakuan A (pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1) dengan perlakuan E (pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1) dengan perlakuan L (pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1) dan antara perlakuan E dengan L. Berdasarkan hasil jagung tongkol komersial seharga Rp 4000 kg-1, tongkol non komersial seharga Rp 1000 kg-1 dan jerami jagung seharga Rp 200 kg-1 maka dapat dihitung besarnya nilai hasil produksi. Biaya produksi diperhitungkan berdasarkan harga bahan dan upah pekerja saat penelitian yang diperlihatkan pada lampiran 10 secara singkat besarnya keuntungan yang diperoleh dari masingmasing perlakuan dapat dilihat pada tabel 10. Rata-rata nilai keuntungan tertinggi pada perlakuan pupuk organik tanpa urea dicapai oleh perlakuan L (Rp.53.788.167)
kemudian
diikuti
secara
berurutan
pada
perlakuan
E
(Rp.14.422.433) dan terendah pada perlakuan A (Rp.7.495.833). Pemberian tambahan pupuk nitrogen dosis urea yang semakin tinggi pada masing-masing perlakuan pupuk organik terlihat adanya kecenderungan peningkatan nilai keuntungan usaha tani jagung manis. Pada perlakuan A, B, C dan D terlihat perlakuan D menghasilkan keuntungan tertinggi sebesar Rp 21.201.767. Pada perlakuan E, F, G dan H terlihat pada perlakuan H nilai keuntungannya tertinggi sebesar Rp 39.318.900. Pada perlakuan I, J, K dan L menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi diperoleh perlakuan L sebesar Rp 53.738.167 (Tabel 5.10).
64
Tabel 5.10 Rata-rata Nilai Keuntungan Usaha Tani Jagung Manis dan B/C ratio Akibat Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Urea Perolehan
Biaya Produksi (Rp)
Total Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
B/C Ratio
A
12.265.000
19.760.900
7.495.833
0,611 k
B
12.378.000
27.703.300
15.325.300
1,238 j k
C
12.490.000
29.026.300
16.536.267
1,324ijk
D
12.603.000
33.804.800
21.201.767
1,684hij
E
5.515.000
19.937.500
14.422.433
2,615gh
F
5.628.000
27.988.400
22.360.367
3,973fg
G
5.740.000
39.485.700
33.745.733
5,879d
H
5.853.000
45.171.900
39.318.900
6,718bcd
I
6.265.000
33.616.400
27.351.367
4,367e
J
6.378.000
49.181.000
42.803.900
6,712cd
K
6.490.000
53.450.900
46.960.933
7,236abc
L
6.603.000
60.342.200
53.738.167
8,139a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%
5.8
Hasil Analisis Regresi Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan regresi
yang diperoleh bersifat linier yang ditunjukan pada Gambar 5.1 , 5.2 , dan 5.3 yang dapat diartikan bahwa peningkatan dosis pupuk urea menunjukan produksi yang terus meningkat yang berarti dengan pemberian dosis urea sampai 225 kg ha1
baik untuk pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, pupuk organik agrodyke 10 kg
ha-1 dan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 masih belum dicapai titik optimum.
65
12000 —1
Berat segar tongkol total (kg ha )
y = 0,0136x + 7,5186
10000 8000 6000 4000 2000 0 0
50
100
150
Dosis pupuk urea (kg ha-1)
200
250
Gambar 5.1 Hubungan antara dosis pupuk urea dengan berat segar tongkol total pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1
—1
Berat segar tongkol total (kg ha )
14000
y = 0,0218x + 7,4243
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0
50
100
150
Dosis pupuk urea (kg ha-1)
200
250
Gambar 5.2 Hubungan antara dosis pupuk urea dengan berat segar tongkol total pada pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 66
—1
Berat segar tongkol total (kg ha )
18000
y = 0,0216x + 10,582
16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0
50
100
150
200
250
Dosis pupuk urea (kg ha-1)
Gambar 5.3 Hubungan antara dosis pupuk urea dengan berat segar tongkol total pada pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1
67
BAB VI PEMBAHASAN
Pemberian pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 menunjukan hasil yang lebih tinggi secara sangat nyata pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis dibandingkan dengan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1, hal ini terlihat pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks luas daun, berat segar tongkol dengan kelobot, berat segar dan kering oven tongkol total tanpa kelobot, jumlah tongkol komersial, panjang tongkol komersial, berat segar dan kering oven tongkol komersial, berat segar dan kering oven jerami, dan indeks panen. Penggamatan pada tanah akhir penelitian juga terlihat bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata pada pH dan total mikroorganisme tanah serta dari aspek ekonomisnya yaitu B/C ratio, tetapi antara penggunaan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 menunjukan respon yang tidak berbeda nyata terhadap perumbuhan dan hasil kecuali pada variabel pH dan total mikroorganisme tanah pada akhir penelitian serta B/C ratio. Berat segar dan kering oven tongkol total tan-1 dan ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 sebesar 33,27% dan 33,27% dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 sebesar 31,97% dan 32,34% tetapi antara penggunaan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Berat segar dan kering oven tongkol total tan-1
68
dan ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih tinggi dibandingkan pupuk organik lainnya disebabkan oleh lebih tingginya berat segar dan kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 sebesar 104,91% dan 104,34%; 136,47% dan 136,37% dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan sebesar 104,13% dan 102,41%; 162,76% dan 134,05% dibandingkan dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Berat segar dan kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih tinggi dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan agrodyke 10 kg ha-1 berkaitan dengan jumlah tongkol komersial tan-1 dan ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih banyak sebesar 113,10% dan 113,33%; 99,70% dan 92,75% dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Penambahan dosis pupuk urea 75 kg – 225 kg ha-1 pada pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1, dan agrodyke 20 kg ha-1 menunjukkan hasil yang lebih baik pada pertumbuhan dan hasil jagung manis, tetapi penambahan dosis pupuk urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 (C, D, G, H, K, dan L) pada ketiga perlakuan pupuk organik mempunyai pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis paling baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk organik tanpa urea, dan yang terbaik adalah penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dengan dosis pupuk urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 (K dan L) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena kondisi tanah yang sangat mendukung bagi perkembangan perakaran maupun proses penyerapannya. Selain itu juga kebutuhan tanaman akan unsur hara tercukupi selama pertumbuhannya, baik yang
69
berasal dari pupuk organik maupun urea. Dengan penambahan bahan organik maka sifat pupuk urea yang mudah hilang akan diperkecil karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara dan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhannya, sehingga dengan adanya pupuk organik efektifitas dan efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi. Adapun peningkatan bobot kering tongkol komersial ha-1 yang dicapai pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha1
dan 225 kg ha-1 (K dan L) meningkat sebesar 99,58%, 367,11%, dan 371,76%
dibandingkan secara berturut-turut dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 (I) pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E), dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (A), tetapi jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 (G dan H) dan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 (C dan D) lebih tinggi sebesar 49,47%, dan 131,84%. Penambahan dosis urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 (C dan D) dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (G dan H) meningkatkan berat kering oven tongkol komersial. Peningkatan berat segar dan kering oven tongkol total disebabkan juga karena meningkatnya jumlah tongkol komersial, berat segar dan kering oven tongkol komersial. Peningkatan dosis urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 pada pupuk organik mengakibatkan terjadinya peningkatan terhadap jumlah tongkol komersial tan-1 dan ha-1 , berat segar dan kering oven tongkol komersial tan-1 dan ha-1 dibandingkan perlakuan pupuk organik + urea 0 kg ha-1 dan 75 kg ha-1. Hal ini disebabkan karena tercukupinya kebutuhan nitrogen oleh tanaman selama pembentukan tongkol dan pengisian biji. Sesuai dengan pendapat Koswara 70
(1992), yang menyatakan bahwa nitrogen berperan dalam penyempurnaan pollen dan tongkol jagung manis, selanjutnya Nugroho dkk., (1999) menyatakan bahwa peningkatan berat tongkol pada tanaman jagung manis seiring dengan meningkatnya efisiensi proses fotosintesis maupun lajunya translokasi fotosintat ke bagian tongkol ditambah dengan tersedianya nitrogen dalam jumlah yang cukup akan mempercepat proses pengubahan karbohidrat menghasilkan energi untuk pembesaran tongkol dan pengisian biji, hal ini terlihat pada perlakuan B dan C lebih banyak jumlah tongkol komersial tan-1 dan ha-1, berat segar dan kering oven komersial dan tongkol total tan-1 dan ha-1 dibandingkan perlakuan A dan B, demikian juga antara perlakuan G dan H dengan E dan F dan antara perlakuan K dan L dengan I dan J (Gambar 6.1). Berat segar tongkol total pada perlakuan I (agrodyke 20 kg ha-1 + urea 0 kg ha-1) berbeda tidak nyata dengan perlakuan F dan G (agrodyke 10 kg + urea 75 kg dan 150 kg ha-1) dan perlakuan C dan D (kotoran sapi 10 t + urea 150 dan 225 kg ha-1), sedangkan perlakuan J dan K (agrodyke 20 kg + urea 75 kg dan 150 kg ha-1) dengan H (agrodyke 10 kg + urea 225 kg ha-1), artinya pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 mampu mengefisiensikan penggunaan urea 33,33-100% dibandingkan kedua pupuk organik lainnya. Perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E) mengefisiensikan penggunaan urea sebesar 50-100% dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, hal ini terlihat pada perlakuan E tidak berbeda nyata dengan perlakuan B dan C (kotoran sapi 10 t + urea 75 kg dan 150 kg ha-1), dan perlakuan F dan G (agrodyke 10 kg + urea 75 kg + 150 kg ha-1) dengan perlakuan C dan D (kotoran sapi 10 t + urea 150 kg dan 225 kg ha-1) terhadap berat segar tongkol total. 71
60000 55755 53368
50000
46875
45572
45572 41666
38929
40000 34187 31250
31250
30000 22135
20000
A
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 0 kg ha-1
B
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 75 kg ha-1
C
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 150 kg ha-1
D
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 225 kg ha-1
E
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1
F
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 75 kg ha-1
G
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1
H
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 225kg ha-1
I
=
Pupuk organik agrodyke 20kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1
J
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 75 kg ha-1
K
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1
L
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 225 kg ha-1
19531
13307
12344
10000
9479
8763
7396
10847
10560 9153 7448
7357 5456
5807
9870
9857
10963
13796 12201
15001 13828
8502 7050
5481 3483
3450
0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Perlakuan Pupuk Organik + Urea = Jumlah tongkol komersial (buah ha-1)
= Berat segar tongkol komersial (kg ha-1)
= Berat segar tongkol total (kg ha-1)
Gambar 6.1 Hasil Pengamatan Jumlah Tongkol Komersial, Berat Segar Tongkol Komersial, dan Berat Segar Tongkol Total Akibat Perlakuan Paket Pupuk Organik dan Urea
72
Pemberian pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 mengakibatkan pertumbuhan dan hasil berat segar tongkol total jagung manis lebih tinggi dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan agrodyke 10 kg ha-1, hal ini disebabkan oleh ketersediaan hara pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih banyak dibandingkan perlakuan pupuk organik lainnya. Ketersediaan hara yang lebih banyak berkaitan dengan pH dan jumlah mikroorganisme tanah. Pada kondisi pH yang netral akan berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme tanah dalam menyediakan unsur hara tanah dan perkembangan akar, hal ini terlihat pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 mampu meningkatkan nilai pH tanah pada akhir penelitian dari 5,65 (agak masam) menjadi 6,683 (netral) tetapi pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 sebesar 6,310 (agak masam) dan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 sebesar 6,550 (netral) dan total mikroorganisme tanah pada akhir penelitian sangat nyata lebih tinggi sebesar 1138,03% dan 116,48% dari perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Besarnya total mikroorganisme tanah pada akhir penelitian dari perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1 dan agrodyke 20 kg ha-1 berturut-turut adalah 0,213 x 106 cfu g-1 ; 1,220 x 106 cfu g-1; dan 2,637 x 106 cfu g-1. Sesuai pendapat Anon., (2013) menyatakan bahwa kondisi tanah dengan pH 6,5 – 7,5 (netral) dan total mikroorganisme tanah >1,0 x 106 cfu g-1 akan menyebabkan akar berkembang dengan baik dan terjadi peningkatan ketersediaan unsur phosphat, kalium dan unsur mikro Fe, Mg, Zn, Mn, dan Cu melalui peningkatan pelarutan sekresi mikroba. Pupuk agrodyke baik yang dosis 10 kg ha-1 dan 20 kg ha-1 dapat
73
meningkatkan pH tanah dan total mikroorganisme tanah >1,0 x 106 cfu g-1, hal ini didukung dengan pendapat Anon., (2012) bahwa substrat pupuk organik agrodyke selain mengandung hara yang cukup tersedia bagi tanaman juga mampu menetralisir pH tanah dan meningkatkan atau mengaktifkan mikroorganisme yang melepaskan ikatan ion-ion yang selama bertahun-tahun terikat oleh mineral-liat. Selanjutnya dinyatakan bahwa penyuburan tanah atau terjadinya unsur hara didalam tanah bukan karena dari pupuk organik agrodyke yang jumlahnya sedikit melainkan lebih karena peran agrodyke mengcovery unsur hara yang ada didalam tanah sesuai kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan dan hasil. Perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan 20 kg ha-1 mampu meningkatkan mutu kimia dan biologi tanah yg berkaitan dengan pH dan jumlah mikroorganisme tanah. hal ini terlihat pada kemampuan pupuk organik agrodyke baik itu dosis 10 kg ha-1 dan 20 kg ha-1 + pupuk urea meningkatkan pH tanah akhir penelitian menjadi 6,56 dan 6,81 (netral) dibandingkan tanah sebelum penelitian 5,56 (agak masam) tetapi perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha1
+ pupuk urea meningkat hasilnya sampai menjadi 6,31 (agak masam) dan
jumlah mikroorganisme pada perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan 20 kg ha-1 + pupuk urea (1,427 dan 2,905 x 106 cfu g-1) lebih tinggi sebesar 512,44% dan 1146,57% dibandingkan perlakuan pupuk orgnik kotoran sapi 10 t ha-1 + pupuk urea (0,233 x 106 cfu g-1), sesuai pendapat Yunus (1991), bahwa bahan organik yang dikandung oleh pupuk organik mampu bersatu dan membalut partikel-partikel tanah menjadi butiran-butiran yang lebih besar yang mampu menyimpan unsur hara an-organik dan menyediakan pada saat tanaman
74
memerlukannya. Selain itu pupuk organik yang diberikan dapat membuat keseimbangan hara didalam tanah dan meningkatkan mutu fisik, kimia (pH), dan biologi tanah (jumlah mikroorganisme). Kondisi pH tanah yang netral dan jumlah mikroorganisme yang lebih banyak akan menyebabkan ketersediaan hara akan lebih banyak sehingga perkembangan akar dan akhirnya pertumbuhan tanaman akan lebih baik, yang menurut Anon., (2013) bahwa pH 6,5 - 7,5 (netral) menyebabkan akar berkembang dengan baik akibatnya pertumbuhan yang normal, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, serapan hara yang tinggi dan potensi peningkatan hasil sebesar 60 - 80 % (Gambar 6.2).
75
16
15,001 13,796
14
13,307 12,344
12
10,847
10,56
10
9,857
9,479
9,153
8,763
8
7,448
7,396 6,31
6,307
6,307
6,55
6,303
6,56
6,567
6,563
6,683
6,667
6,943
6,953
6 4
3,417
2 0,213
0,247
0,22
1,667
1,49
1,33
1,22
2,827
2,737
2,637
A
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 0 kg ha-1
B
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 75 kg ha-1
C
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 150 kg ha-1
D
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 225 kg ha-1
E
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1
F
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 75 kg ha-1
G
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 150 kg ha-1
H
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 225kg ha-1
I
=
Pupuk organik agrodyke 20kg ha-1+ Urea 0 kg ha-1
J
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1+ Urea 75 kg ha-1
K
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1
L
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1+ Urea 225 kg ha-1
0,25
0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Perlakuan Pupuk Organik + Urea = Jumlah mikroorganisme (106 cfu g-1)
= Berat segar tongkol total (t ha-1)
= pH tanah
Gambar 6.2 Hasil Pengamatan Jumlah Mikroorganisme, pH, dan Berat Segar Tongkol Total Akibat Perlakuan Paket Pupuk Organik dan Urea
76
Ketersediaan unsur hara tanah yang lebih banyak menyebabkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan indeks luas daun lebih besar dibandingkan dengan tanah yang haranya sedikit. Pemupukan dengan pupuk organik agrodyke baik itu dengan dosis 10 kg ha-1 dan 20 kg ha-1, ILD nya akan meningkat pada umur 21, 35, 49, dan 53 hst dibandingkan dengan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Indeks luas daun (ILD) tanaman yang semakin meningkat disebabkan oleh meningkatnya jumlah daun pada umur 21, 35, 49, dan 53 hst dan disamping itu disebabkan pula oleh total luas daun tan-1 yang meningkat sehingga permukaan daun yang aktif melakukan fotosintesis juga semakin besar. Hal ini berkaitan dengan hasil fotosintesis yang semakin tinggi akibat pemberian pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 akan ditranslokasikan ke tongkol maupun pada jerami sehingga mengakibatkan berat kering oven tongkol komersial ha-1 dan berat kering oven jerami ha-1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Sesuai dengan pendapat Gardner et.al., (1985) bahwa meningkatnya ILD sampai batas tertentu akan meningkatkan aktivitas fotosintesis tanaman, kemudian diikuti oleh akumulasi bahan kering yang lebih besar dan hasil fotosintat ditranslokasikan ke pertumbuhan tanaman dan tongkol. Hal ini didukung pendapat Arnon, (1975) bahwa hasil tanaman jagung sangat ditentukan oleh produksi bahan segar dan kering total tanaman per satuan luas. Jumlah bahan segar dan kering total yang dihasilkan oleh tanaman bergantung pada keefektivan fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman yaitu efisiensi dan luasnya daerah asimilasi. Daun merupakan organ tanaman yang
77
dapat melakukan proses fotosintesis, dan peningkatan luas daun tanaman akan mendukung dalam pencapaian produksi yang optimal. Penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 memperoleh berat segar dan kering oven jerami ha-1 dan berat segar dan kering oven tongkol komersial ha1
sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik kotoran sapi 10 t
ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Nilai berat kering oven jerami ha-1 dan berat kering oven tongkol komersial ha-1 lebih tinggi diakibatkan oleh berat segar jerami ha-1 dan berat segar tongkol komersial ha-1 pada perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih besar berturut-turut 34,21% dan 104,35% dibandingkan dengan pemupukan organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan lebih besar 26,02% dan 102,41% dibandingkan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1. Sedangkan berat kering oven jerami ha-1 dan berat kering oven tongkol komersial ha-1 antara perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan antara pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dengan 20 kg ha-1 tidak menyebabkan perbedaan yang nyata, hal ini disebabkan oleh karena berat segar jerami dan tongkol komersial ha-1 tidak berbeda secara nyata. Peningkatan berat segar tongkol total pada perlakuan pemberian pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 (K dan L) mempunyai indeks luas daun paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Demikian juga halnya pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 (C, D, G, dan H) mempunyai indeks luas daun lebih tinggi dengan perlakuan pupuk organik tanpa urea (perlakuan A dan E). Indeks luas daun yang lebih tinggi yang didukung
78
dengan jumlah daunnya lebih banyak dan luas daunnya juga lebih tinggi sehingga laju fotosintesis dan fotosintat yang dihasilkan juga akan lebih banyak maka produk biomasa yang dihasilkan juga tinggi. Hal ini terlihat pada perlakuan K dan L, G dan H, serta C dan D mempunyai berat segar dan kering oven jerami serta berat segar dan kering tongkol total tan-1 dan ha-1 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 6.3). Berat segar jerami pada perlakuan I (agrodyke 20 kg ha-1 + urea 0 kg ha-1) berbeda tidak nyata dengan perlakuan F dan G (agrodyke 10 kg + urea 75 kg dan 150 kg ha-1) dan perlakuan C dan D (kotoran sapi 10 t + urea 150 dan 225 kg ha1
), sedangkan perlakuan J dan K (agrodyke 20 kg + urea 75 kg dan 150 kg ha-1)
dengan D (kotoran sapi 10 t + urea 225 kg ha-1), G, dan H (agrodyke 10 kg + urea + 150 kg dan 225 kg ha-1), artinya pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 mampu mengefisiensikan penggunaan urea 33,33 – 100% dibandingkan kedua pupuk organik lainnya. Perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 (E) mengefisiensikan penggunaan urea sebesar 50 – 100% dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, hal ini terlihat pada perlakuan E tidak berbeda nyata dengan perlakuan B dan C (kotoran sapi 10 t + urea 75 kg dan 150 kg ha-1), dan perlakuan F dengan perlakuan C dan D (kotoran sapi 10 t + urea 150 kg dan 225 kg ha-1) terhadap berat segar jerami.
79
20
18,828
18 16,094
16
14,922
14,427
14
13,411
12 10
11,042
10,56
9,857 9,153
8,763 7,448
7,396
6 4
3,288
3,077
3,416
3,296
3,538
3,398
3,258
3,123
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 + Urea 0 kg ha-1
B
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 75 kg ha-1
C
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 150 kg ha-1
D
=
Pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1+ Urea 225 kg ha-1
E
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 + Urea 0 kg ha-1
F
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 75 kg ha-1
G
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 150 kg ha-1
H
=
Pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1+ Urea 225kg ha-1
I
=
Pupuk organik agrodyke 20kg ha-1+ Urea 0 kg ha-1
J
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 75 kg ha-1
K
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + Urea 150 kg ha-1
L
=
Pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1+ Urea 225 kg ha-1
10,847
10,456
9,879
9,818
8
12,344
11,979
=
15,001
13,796
13,307
13,177
12,448
15,365
A
3,43
3,21
3,811
3,588
2 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Perlakuan Pupuk Organik + Urea
= Indeks luas daun
= Berat segar jerami (t ha-1)
= Berat segar tongkol total (t ha-1)
Gambar 6.3 Hasil Pengamatan Indek Luas Daun, Berat Segar Jerami, dan Berat Segar Tongkol Total Akibat Perlakuan Paket Pupuk Organik dan Urea
80
Pada penelitian ini menunjukan bahwa kadar gula pada jagung manis tidak berbeda nyata antar pelakuan, hal ini antara lain berkaitan dengan sifat gen Su-1 (Sugary), bt-2 (brittle) ataupun sh-2 (shrunken) yang stabil sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh perlakuan yang dicobakan. Rata-rata kadar gula biji dari penelitian ini sebesar 15,099 yang hasilnya tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kresnatita (2009) sebesar 15,597 dengan perlakuan pupuk kompos dari rami dan kotoran sapi 10 t ha-1 + dosis urea 0, 50, 100, 150, dan 200 kg ha-1. Kadar protein kasar dan serat kasar menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Rata-rata protein kasar dan serat kasar yang diperoleh sebesar 9,435% dan 29,395%. Kadar protein kasar hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suratmini (2004) dengan perlakuan pupuk kotoran sapi 10 t ha-1 diperoleh 9,70% (lebih tinggi 2,8%) tetapi hasil serat kasar lebih tinggi sebesar 4,5% (30,72%). Kadar C organik dan N total tanah pada akhir penelitian menunjukan tidak adanya perbedaan secara nyata, hal ini disebabkan karena tanaman jagung manis berumur pendek dan sangat responsif terhadap pemupukan sehingga hara
C
organik dan N terserap sangat tinggi untuk pertumbuhan dan hasil, selain itu juga sebagian hara C dan N tercuci karena pada saat penelitian terjadi 36 hari hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu 524 mm. Namun ada kecenderungan C organik dan N total tanah pada akhir penelitian perlakuan pupuk organik agrodyke 20 ha-1 lebih tinggi dibandingkan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 sehingga unsur hara C organik dan N total yang lebih tinggi ini juga memberikan kontribusi terhadap lebih tingginya berat
81
segar tongkol total. Rata-rata hasil penelitian C organik dan N total tanah pada akhir penelitian sebesar 1,774% dan 0,268% lebih tinggi dari pada hasil penelitian Suratmini (2004) sebesar 1,23% dan 0,17% dengan perlakuan pupuk kandang sapi 10 t ha-1. Nilai ekonomis tanaman jagung manis adalah berupa tongkol. Penggunaan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1 dan agrodyke 20 kg ha-1 yang menghasilkan berat segar tongkol komersial ha-1 berturut-turut sebesar 3,450 t ha-1, 3,483 t ha-1 dan 7,050 t ha-1. Penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha1
mampu meningkatkan berat segar tongkol komersial secara sangat nyata sebesar
104,35% dan 102,41% dibandingkan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 tetapi antara keduanya tidak berbeda nyata, namun keuntungan yang diperoleh dari perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 sebesar Rp 14.422.433,- ( biaya produksi Rp 5.515.000,- ) lebih tinggi 92,41% dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 sebesar Rp 7.422.433,- ( biaya produksi Rp 12.265.000,-) sedangkan keuntungan dari penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 sebesar Rp 27.351.367 ( biaya produksi Rp 6.265.000,-) lebih tinggi secara berturut-turut sebesar 264,89% dan 89,64% dibandingkan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1, hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap B/C ratio dari penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 sebesar 8,139, pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 sebesar 2,614, dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 sebesar 0,611 artinya penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 paling praktis dan efisien dibandingkan dengan
82
pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 sedangkan perlakuan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 lebih praktis dan efisien dibandingkan dengan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 dalam usaha budidaya jagung manis varietas Bonanza F1. Berdasarkan pengamatan secara umum terhadap perumbuhan dan hasil tanaman jagung manis, menunjukan bahwa pemakaian pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1, agrodyke 10 kg ha-1, dan agrodyke 20 kg ha-1 dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk urea (nitrogen) sebanyak 75 kg ha-1, hal ini terlihat pada penggunaan dosis urea 150 kg ha-1 tidak berbeda nyata dengan dosis 225 kg ha-1, demikian juga dari aspek ekonomisnya, bahwa B/C rationya juga tidak berbeda nyata antara perlakuan C denga D, G dengan H, dan K dengan L tetapi yang paling efisien adalah penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 225 kg ha-1 (B/C ratio 8,139 dengan nilai keuntungannya sebesar Rp 53.738.167,-) dan kemudian yang kedua adalah penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 (B/C ratio 7,236 dengan nilai keuntungannya sebesar Rp 46.960.933,-) artinya dalam melakukan usaha tani jagung manis, setiap mengeluarkan modal sebesar Rp 1.000,- akan memberi keuntungan sebesar Rp 8.139,- dan Rp 7.236,- (Tabel 5.10). Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan ketiga pupuk organik tersebut mampu berperan sebagai penyedia bahan organik untuk memberikan pertumbuhan tanaman yang baik. Hal ini didukung oleh pendapat Kresnatita (2009), bahwa penambahan bahan organik sangat membantu dalam memperbaiki tanah yang terdegradasi, dapat mengikat unsur hara yang hilang, dapat
83
memberikan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan akar sehingga penyerapan unsur hara optimal. Ditambahkan oleh Hairiah et al., (2000). Bahwa bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mengurangi kehilangan unsur hara sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan organik. Penggunaan pupuk organik juga mampu mengefisienkan penggunaan pupuk urea sampai 75 kg ha-1 hal ini ditunjukan pada penggunaan pupuk urea 150 kg dan 225 kg ha-1 pada masing-masing perlakuan pupuk organik terlihat tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis, tetapi penambahan pupuk urea diatas 225 kg ha-1 masih memberikan potensi peningkatan produksi berat segar tongkol total ha-1 yang ditunjukan dari persamaan regresi antara pupuk urea dengan berat segar tongkol total ha-1 yang bersifat linier artinya penambahan urea pada masing-masing perlakuan pupuk organik masih berpotensi meningkatkan produksi. Pada penelitian ini berat segar tongkol total ha-1 paling tinggi sebesar 15,001 t ha-1 dari perlakuan penggunaan pupuk urea 225 kg ha-1 pada pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 sedangkan potensi produksi berat segar tongkol total ha-1 varietas Bonanza F1 sebesar 14-18 t ha-1 (Lampiran 2).
84
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan 1. Perlakuan kombinasi pupuk organik dan urea menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan, hasil, dan jerami jagung manis kecuali pada diameter tongkol komersial, C organik dan N total tanah pada akhir penelitian, kadar gula biji, protein kasar dan serat kasar. 2. Penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 dapat mengefisienkan penggunaan pupuk urea sebesar 33,33-100%, tetapi penambahan pupuk urea diatas 225 kg ha-1 pada ketiga perlakuan pupuk organik masih berpotensi meningkatkan produksi. 3. Pupuk organik, agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1 mempunyai potensi yang sama terhadap pertumbuhan, hasil dan jerami tanaman jagung manis dan penggunaan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 lebih efisien dan menguntungkan, dimana B/C rationya sangat nyata lebih tinggi sebesar 67,06% dan 614,73% dibandingkan dengan pupuk organik agrodyke 10 kg ha-1 dan pupuk organik kotoran sapi 10 t ha-1. 4. Perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dan 225 kg ha-1 menunjukan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis yang terbaik dengan B/C rationya tertinggi diantara perlakuan lainnya, tetapi antara keduanya tidak berbeda nyata.
85
7.2
Saran
1. Penambahan dosis pupuk urea masih dapat meningkatkan pertumbuhan, hasil dan jerami jagung manis, sehingga dirasakan perlu dilakukan penelitian. 2. Perlakuan pupuk organik agrodyke 20 kg ha-1 + urea 150 kg ha-1 dianjurkan sebagai dosis pemupukan jagung manis di daerah tersebut. 3. Penggunaan pupuk organik agrodyke dapat digunakan sebagai pengganti pupuk organik kotoran sapi. 4. Perlu dilakukan penelitian di lahan kering dengan kondisi tanah yang padat, keras dan liat serta kandungan C organiknya rendah.
86
DAFTAR PUSTAKA
Ajang, M. 2011. Pengaruh Jarak Tanah dan Jenis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung Manis. Seminar Nasional Serealia. Anggraeni, R.D. 1985. Pengaruh Tingkat dan Waktu Pemberian Hara Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis. Karya Ilmiah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Anonimus. 2012. Prinsip Kerja Pupuk Organik Agrodyke. PT Dahlia Duta Utama Indonesia. Anonimus. 2013. Teknologi Pembugaran Tanah. Jakarta. Sentra Tani Makmur. Arnon,I. 1975. Mineral Nutrition of Maize. Int. Postash. Ints. Worbloufen. Bern Switzerland. Arsyad, A.R. 1992. Usaha Perbaikan Sifat Fisik Tanah Ultisol dengan Kapur dan Bahan Organik dalam Hubungannya dengan Pengikisan Tanah dan Produksi Tanaman Kacang Tanah. (tesis). Padang: Universitas Andalas. Askari, Z. M. 2012. Pengaruh Dosis Pemupukan Urea Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Serta Kecernaan Hijauan Jagung. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Black, C.A. 1976. Soil Plant Relationships. John Wiley & Sons,
New York.
Dohi, M. 1998. Pengaruh Varietas dan Kepadatan Awal Tanah terhadap Produksi Jagung Rebus dan Hijauan Jagung Sebagai Makanan Ternak. (tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Edmeades, G.,H.R Lafitte, J. Balanos, S. Chapman, M. Banziger, andJ.Dentsch. 1994. Developing Maize that Tolerates Drought or Laws Nitrogen Condition. Maize Program Special Report, CIIVIIMYT. D.F.Mexico. Fontes, P.C.R., P.R.G. Pereira and R.M. Conde. 1997. Critical Chlorophyl Total Nitrogen, and Nitrat Nitrogen Leaves Associated to Maximum Lettuce Yield. J. Plant Nutr. 20 (9). Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. Gomes. A.K. dan A.A. Gomes, 1984. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
87
Hairiah, K., H. Widianto, S.R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S.M. Sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M.Van Noordwijk dan G. Candisch, 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor. Handayunik, W. 2008. Pengaruh Pemberian Kompis Limbah Padat Tempe Terhadap Sifat Fisik, Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays) serta Efisiensi Terhadap Pupuk Urea pada Entisol Wajak-Malang. Skripsi Universitas Brawijaya. Malang. Hastuti, P.B. 2001. Pengaruh Dosis Pupuk N dan Populasi Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Buletin Ilmiah. Yogyakarta, Instiper 8 (1) : 15-24. Hegde, D.M. and B.S. Dwivedi. 1993. Integrated Nutrient Supply and Management as a Strategy To Meet Nutrient Demand in : Fert News. 38:4959 Irdiana, L., A. Sugito., dan Soegianto. 2002. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair dan Dosis Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis Varietas Bisi Sweet. Agrivita. Jurnal tentang Ilmu-ilmu Pertanian. Vol. 20 No. 1 Hal. 15-24. Jones, J.B. 1998. Plant Nutrient Manual. CRC Press, Boca Raton, New York. Jones, J.B., B. Wolf, and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis HandbookA Pratical Sampling Preparation, Analysis, and Interpretation Guide. Micro-Macro Publishing, Inc. Karama, A.S. 1990. Penggunaan Pupuk Organik dalam Produksi Pertanian. Makalah Seminar. Bogor: Puslitbangtan. Koswara, J. 1986. Budidaya Jagung Manis (Zea mavs saccharata). Bahan Kursus Budidaya Jagung Manis. Fakultas Pertanian ITB, Bogor. Koswara, J. 1989. Budidaya Jagung Manis. Makalah dalam Kursus Singkat Hortikultura. Universitas Lampung. 11 Hal. Koswara, J. 1992. Penguruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk Nitrogen dan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis Seleksi Dermaga 2. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 2 (1):l-6 Kresnatita, S. 2009. Aplikasi Pupuk Organik dan Nitrogen pada Jagung Manis : Agritek. 17 (6):7-22 Kuntyastuti, H. dan A.A. Rahrnania. 2001. Pemanfaatan Pupuk Organik Alternatif dan Anorganik Pada Kedelai Di Lahan Sawah.Proseding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Optimalisasi Potensi Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Universitas Udayana.
88
Lubach, GW. 1980. Growing Sweet Corn for Processing. Queens Land Agric. J. 106 (3) : 218-230. M. Asrai, Made J. Mejaya, dan M. Jasin HG, 2009. Pemuliaan Jagung Khusus. Balisereralia.http/balisereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/tujuh/pdf.diaks es pada tanggal 5 Januari 2015. Nugroho, A., N.Basuki dan M.A. Nasution. 1999. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan Kalium Terhadap Kualitas Jagung Manis Pada Lahan Kering. Habitat 10 (105). P. 33-38. Palungkun, R., dan A.Budiarti. 2000. Sweat Corn, Baby Corn, Peluang Bisnis Pembudidayaan dan Penanganan Pasca Panen. Jakarta : PT. Penebar Swadaya. Purwa. 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta. : Agromedia Pustaka. Pribadi, D.U. dan Astuti, J. 1999. Peranan Konsentras EM-4 dan Macam Pupuk Kandang Pada Hasil Tanaman Jagung Manis. Majalah Ilmiah Pembangunan. Jawa Timur. Universitas Pembangunan Nasional. Vol. VIII No. 20 : 54-58. Riffin, A. 1991. Pemupukan N, P dan K pada Jagung Manis. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Pangan. Rukmana, R 1995. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Sukunab, S. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Pupuk Nitrogen Terhadap Sifat Fisik, Kimia Tanah dan Hasil Jagung (Zea Mays L) di Lahan Kering. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana. Setyamidjaja, S. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bogor : CV. Simplex B. Sirappa, M.P. 2002. Penentuan Batas Kritis dan Dosis Pemupukan N untuk Tanaman Jagung di Lahan Kering pada Tanah Typic Usthorthents. Jurnal: Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 3 (2):25-37 Soepartini, M, A.Nurjaya, S. Kasno, Ardjakusumah, S. Moersidi,dan J. Sri Adiningsih. 1994. Status Hara P dan K scrta Sifat-sifat Tanah sebagai Penduga Kebutuhan Pupuk Padi Sawah di Pulau Lombok. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 12: 23-34. Srilaba, N. 2001. Pengaruh Dosis Pupuk Kascing dan Dosis Pupuk Fosfat terhadap Hasil Jagung Manis (Zea mays saccaharata) di Lahan Kering Andisol Candikuning. (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
89
Subandi, M. Syam dan A. Widjono, 1988. Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Suratmini, 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Hasil Kudar Gula Biji dan Kadar Protein Kasar Berangkasan Jagung Manis (zea mays saccharata). (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana. Suyamto, H. 1990. Pemupukan Organik dan Anorganik Serta Pengaruh Residunya Pada Pola Tanam Setahun di Tanah Vertisol. Penelitian Palawija Malang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Pangan 5 (1) : 12-33. Swastika, K.K. 1992. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen dan Tingkat Populasi Tanaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. (skripsi). Denpasar: Universitas Udayana. Syawal, Y. 1998. Pergeseran Komposisi dan Karekterisasi Gulma Lainnya serta Hasil Tanaman Jagung Manis pada Andisols dengan Pemupukan Nitrogen dan Penyiangan Gulma dalam Periode Kritis Tanaman. Publikasi Berkala Penelitian Pascasarjana. Bandung: Universitas PajajaranVol. 9 No. 2 Hal. 18-33. Trigunasih, M. dan D.S. Sari. 1998. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Mulsa terhadap Sifat Fisik Tanah dan Hasil Jagung Manis pada Inceptisol. Majalah Ilmiah. Denpasar: Fakultas Pertanian, UNUD. No. 32(XVII): 3439. Widawati, C.LD.S. 1997. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen dan Jumlah Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis. (skripsi). Denpasar: Universitas Udayana. Yunus, M. 1991. Pengelolaan Limbah Peternakan. Jurusan Produksi Ternak LUW-Universitas Breawijaya. Animal Husbandry Project. P.117.
90
Lampiran 1 Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan Jenis Analisis Nilai Keterangan pH(H2O) 5,65 Agak masam DHL (mmhos/cm) 1,58 Rendah C. Organik (%) 2,93 Sedang N. Total (%) 0,29 Rendah P. Tersedia (ppm) 55,67 Sangat tinggi K. Tersedia (ppm) 694 Tinggi Kadar air (%) KU 7,50 KL 19,75 Tekstur Pasir (%) 49,90 Debu (%) 37,12 Lempung Liat (%) 12,98 Keterangan : C-Organik = Metode Walkley & Black N-total = Metode Kjldhail P dan K = Metode Bray-1 KU dan KL = Metode Gravimetri Tekstur = Metode Pipet Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2011)
Lampiran 2 Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza F1 (KEPMEN No. 2071/Kpts/SR.120/5/2009) No Deskripsi 1 Asal 3 Umur panen 5 Warna batang 6 Tinggi tanaman 7 Daun 8 Malai 9 Warna malai 10 Keragaman 11 Tongkol 12 Warna daun 13 Warna biji 14 Warna janggel IS Kelobot 16 Kedudukan tongkol 17 Perakaran 18 Jumlah baris 19 Hasil tanpa kelobot 20 Populasi 21 Ketahanan penyakit Sumber : PT. Aswed Indonesia
Keterangan Introduksi dari Thailand 70-85 hst Hijau ± 200 cm Panjang, terkulai, cukup lebar Kebanyakan membuka Kuning Cukup seragam Besar dan berbentuk silindris Hijau Kuning Putih Menutup tongkol cukup baik Di tengah-tengah tinggi batang Baik 12 - 16 baris 14-18 t ha-1 62.500 tan ha-1 Tahan terhadap penyakit karat daun
91
Lampiran 3 Kandungan unsur hara pupuk organik kotoran sapi yang digunakan dalam penelitian dari Simantri 096 Jenis analisis Nilai 7,5 pH ( ) 18,91 C Organik (%) N Total (%) 1,28 P Tersedia (ppm) 484,70 1394,70 K Tersedia (ppm) Sumber: laboratorium Ilmu Tanah Universitas Udayana 2013.
Keterangan Netral Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi
Lampiran 4 Kandungan unsur hara pupuk organik Agrodyke Unsur hara C Organik Nitrogen P2O5 K2O Fe Mn Bo Cu Zn Mo
Nilai 18,12% 0,75% 2,65% 0,86% 2694 ppm 193 ppm 129 ppm 48 ppm 25 ppm 3,7 ppm
Sumber: PT Dahlia Duta Utama Indonesia. Lampiran 5 Data curah hujan selama penelitian Bulan Maret-Juli tahun 2014. Bulan Jumlah curah Hujan (mm) Maret 113 April 64 Mei 109 Juni 45 Juli 193 Sumber: Stasiun Balai Benih Singakerta - Rendang - Karangasem.
92
Hari hujan 6 10 6 4 10
Lampiran 6 Data curah hujan daerah Rendang dari tahun 2004-2013. Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jan 241 428 609 144 116 688 447 453 611 433
Peb Mar Apr 295 270 245 337 340 215 459 283 432 380 333 256 866 1139 523 517 198 253 433 230 417 336 446 393 368 413 120 293 190 114
Total curah hujan Mei Jun Jul Ags 183 3 21 131 3 50 49 204 178 262 52 2 34 164 41 140 130 120 40 64 248 4 125 20 489 212 193 292 145 109 100 8 115 9 54 9 153 100 179 77
Sep 164 198 32 55 364 280 367 52 5 19
Okt 51 269 74 14 438 531 241 267 170 19
Nop 286 158 75 687 897 169 174 260 253 200
Des 306 442 354 655 421 379 429 495 589 406
Total 2196 2693 2812 2903 5118 3412 3924 3064 2716 2183
Total hari hujan 125 150 138 129 168 145 275 198 144 172
Sumber: Stasiun Balai Benih Singakerta - Rendang - Karangasem. Lampiran 7 Data Kelembaban (%) dari Tahun 2009-2013. Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags 2009 44,43 45,56 61,55 77,79 59,19 82,54 66,98 66,66 2010 50,51 51,06 59,35 44,48 42,90 52,84 51,57 62,71 2011 32,38 34,27 42,40 44,14 60,32 60,91 67,82 63,66 2012 31,00 55,85 38,83 69,93 58,63 58,88 41,04 62,90 2013 33,52 53,88 58,96 53,08 50,75 51,65 53,63 68,15 Sumber: Stasiun Balai Benih Singakerta - Rendang - Karangasem.
Sep 57,07 51,58 60,38 94,23 66,00
Okt 67,83 68,06 43,43 82,87 86,70
Nop 81,93 57,88 51,25 65,96 53,25
Des 40,52 37,74 41,53 39,10 32,94
Okt 22,91 24,21 22,54 22,48 22,81
Nop 23,83 24,38 23,23 23,21 22,82
Des 24,27 24,53 24,05 22,95 23,45
Lampiran 8 Data suhu rata-rata dari Tahun 2009-2013 Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags 2009 23,19 23,76 26,63 23,87 23,60 21,89 21,20 21,30 2010 25,89 24,26 23,40 24,16 24,61 23,15 22,93 25,81 2011 24,34 24,10 22,84 22,91 22,60 20,81 20,44 20,22 2012 23,75 23,05 22,31 22,31 28,13 21,07 20,36 20,12 2013 23,45 23,08 22,93 22,98 22,50 23,11 21,59 20,73 Sumber: Stasiun Balai Benih Singakerta - Rendang - Karangasem.
93
Sep 22,47 23,22 21,44 21,09 21,14
Lampiran 9. Data suhu maksimum dan minimum dari Tahun 2009-2013. Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Jan max 24,51 28,54 28,60 28,31 29,97
min 12,81 16,69 18,61 19,06 17,08
Jul
Feb max 26,88 28,61 25,35 28,87 30,06
min 14,71 19,26 17,12 18,83 9,76
Ags
Mar max 28,22 27,95 26,14 28,73 30,21
Apr
min 16,37 17,78 14,23 18,25 9,81
Sep
max 28,31 28,65 27,23 29,25 31,95
min 16,53 16,55 13,19 11,42 10,41
Okt
max min max min max min max 2009 25,71 14,55 25,74 13,52 26,13 12,61 27,25 2010 26,14 16,79 27,11 15,72 26,95 16,80 27,82 2011 27,01 12,64 27,01 12,08 26,55 11,38 28,12 2012 20,70 16,28 29,81 12,95 29,69 12,95 32,17 2013 32,55 12,59 32,65 11,95 34,76 13,62 30,76 Sumber: Stasiun Balai Benih Singakerta - Rendang - Karangasem
94
min 12,16 17,16 12,51 19,19 10,32
Mei max 27,60 28,64 27,00 29,39 33,49
min 16,19 18,32 11,71 13,97 12,28
Nop max 22,88 28,37 28,59 32,57 31,11
min 12,17 21,67 18,42 23,07 10,91
Jun max 27,19 26,92 24,90 29,41 32,21
min 15,68 16,85 13,44 16,68 12,74
Des max 27,59 28,16 28,90 38,47 32,79
min 18,35 15,47 17,09 15,94 12,91
Lampiran 10. Analisis usaha tani jagung manis Biaya Produksi / Pengeluaran (RP 000) Perlakuan
Benih
KCL
TSP
Urea
Kompos
Agrodyke
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1 G2 G3 H1 H2 H3 I1 I2 I3 J1 J2 J3 K1 K2 K3 L1 L2 L3
1 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425 1,425
2 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
3 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
4 112.5 112.5 112.5 225 225 225 337.5 337.5 337.5 112.5 112.5 112.5 225 225 225 337.5 337.5 337.5 112.5 112.5 112.5 225 225 225 337.5 337.5 337.5
5 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 -
6 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500
Pendapatan (RP 000) T. Kerja 7 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790 2,790
Keuntungan
B/C
Keuntungan
B/C
Total
Komersial
Non-komersial
Jerami
Total
(12-8)
(13/8)
rata-rata
rata-rata
8 12,265 12,265 12,265 12,378 12,378 12,378 12,490 12,490 12,490 12,603 12,603 12,603 5,515 5,515 5,515 5,628 5,628 5,628 5,740 5,740 5,740 5,853 5,853 5,853 6,265 6,265 6,265 6,378 6,378 6,378 6,490 6,490 6,490 6,603 6,603 6,603
9 12,344 16,556 12,500 12,968 25,156 27,344 14,064 26,092 29,532 17,188 33,280 33,718 10,860 13,752 17,188 18,280 21,786 25,616 33,592 35,000 33,436 38,592 47,344 32,500 31,252 31,720 21,612 45,624 45,312 40,624 46,408 48,436 51,564 57,500 55,624 52,812
10 2,734 4,961 4,297 4,492 4,102 2,422 3,203 3,789 2,930 4,375 2,930 1,875 3,848 3,594 4,297 3,164 4,102 3,828 2,539 2,500 2,734 2,734 1,172 3,516 2,109 2,734 3,516 1,172 2,578 3,281 1,289 2,734 703 703 2,109 977
11 1,922.0 1,914.0 2,054.6 2,445.4 1,968.0 2,211.0 2,250.0 2,828.2 2,390.6 2,781.2 2,859.4 2,406.2 2,406.2 1,937.6 1,929.6 2,078.2 2,781.2 2,328.2 2,828.2 2,671.8 3,156.2 3,421.8 3,031.2 3,203.2 2,781.2 2,359.4 2,765.6 3,093.8 3,046.8 2,812.6 3,109.4 3,203.2 2,906.2 4,578.2 3,531.2 3,187.6
12 17,000.0 23,431.0 18,851.6 19,905.4 31,226.0 31,977.0 19,517.0 32,709.2 34,852.6 24,344.2 39,069.4 37,999.2 17,114.2 19,283.6 23,414.6 23,522.2 28,669.2 31,772.2 38,959.2 40,171.8 39,326.2 44,747.8 51,547.2 39,219.2 36,142.2 36,813.4 27,893.6 49,889.8 50,936.8 46,717.6 50,806.4 54,373.2 55,173.2 62,781.2 61,264.2 56,976.6
13 4,735.0 11,166.0 6,586.6 7,527.9 18,848.5 19,599.5 7,027.0 20,219.2 22,362.6 11,741.7 26,466.9 25,396.7 11,599.2 13,768.6 17,899.6 17,894.7 23,041.7 26,144.7 33,219.2 34,431.8 33,586.2 38,895.3 45,694.7 33,366.7 29,877.2 30,548.4 21,628.6 43,512.3 44,559.3 40,340.1 44,316.4 47,883.2 48,683.2 56,178.7 54,661.7 50,374.1
14 0.386 0.910 0.537 0.608 1.523 1.583 0.563 1.619 1.790 0.932 2.100 2.015 2.103 2.497 3.246 3.180 4.094 4.646 5.787 5.999 5.851 6.646 7.808 5.701 4.769 4.876 3.452 6.823 6.987 6.325 6.828 7.378 7.501 8.509 8.279 7.630
15
16
7,495.9
0.611
15,325.3
1.238
16,536.3
1.324
21,201.8
1.682
14,422.5
2.615
22,360.4
3.973
33,745.7
5.879
39,318.9
6.718
27,351.4
4.366
42,803.9
6.712
46,960.9
7.236
53,738.2
8.139
Pada B/C rasio ini sudah memperhitungkan seluruh komponen hasil jagung (tongkol komersial, tongkol non-komersial dan jerami jagung).
95
Lampiran 11. Contoh Analisis Statistik Tinggi Tanaman Jagung Manis Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Nitrogen pada Umur 21 hst (cm) Data Perlakuan
Kelompok
Jumlah
Rataan
54,275
162,700
54,233
65,850
66,150
198,275
66,092
68,225
67,925
68,075
204,225
68,075
D
71,350
70,850
71,725
213,925
71,308
E
55,325
53,825
54,200
163,350
54,450
F
69,050
68,050
68,550
205,650
68,550
G
74,950
73,950
74,975
223,875
74,625
H
76,650
75,650
76,975
229,275
76,425
I
69,225
68,825
69,675
207,725
69,242
J
75,500
74,200
76,125
225,825
75,275
K
80,275
78,975
80,525
239,775
79,925
L
82,825
82,175
82,575
247,575
82,525
Jumlah
844,225
834,125
843,825
2522,175
840,725
Rataan
70,352
69,510
70,319
210,181
70,060
I
II
III
A
54,575
53,850
B
66,275
C
Perhitungan Faktor Koreksi = 2522,1752 / 12 = 176704,631 JK Total = (54,5752 + … + 82,575 2) - FK = 2586,822 JK Kelompok = (844,2252 + ... + 843,8252) / 3 – FK = 5,452 JK Perlakuan = (162,7002 + … + 247,5752) / 12 = 2578,784 JK Galat = 2586,822 - 5,452 - 2578,784 = 2,586
96
Tabel Analisis Sidik Ragam SK
db
JK
KT
Fhit
F tab0,05
Ftab0,01
Perlakuan
11
2578,784
234,435
1994,226**
2,259
3,184
Kelompok
2
5,452
2,726
23,187
3,443
5,719
Galat
22
2,586
0,118
Total
35
2586,822
Keterangan : **
) = Berpengaruh SangatNyata (P<0,01)
KT Perlakuan = JK/db = 2578,784 / 11 = 234,435 Fhit = KTPerl/KTGalat = 234,435 / 0,118 = 1994,226 dbKlp= (Klp-1) = 3 – 1 = 2 dbPerl= (Perl-1) = 12 – 1 = 11
Uji Jarak Berganda Duncan P
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
SSR0,05 SSR0,01
2,93 3,99
3,08 4,17
3,17 4,28
3,24 4,36
3,29 4,42
3,32 4,48
3,35 4,53
3,37 4,57
3,39 4,6
3,42 4,65
LSR0,05 LSR0,01
0,58
0,61
0,63
0,64
0,65
0,66
0,66
0,67
0,67
0,68
0,79
0,83
0,85
0,86
0,87
0,89
0,90
0,90
0,91
0,92
LSR = SSRxSEM SEM = 0,198 SEM =
97
Daftar Beda Perlakuan Rataan L K H J G D I F C B E A
82,525 79,925 76,425 75,275 74,625 71,308 69,242 68,550 68,075 66,092 54,450 54,233
Selisih 2,600** 6,100** 7,250** 7,900** 11,217** 13,283** 13,975** 14,450** 16,433** 28,075** 28,292**
3,500** ** 4,650 1,150** ** ** 5,300 1,800 0,650* ** ** ** 8,617 5,117 3,967 3,317** ** ** ** ** 10,683 7,183 6,033 5,383 2,067** ** ** ** ** ** 11,375 7,875 6,725 6,075 2,758 0,692* ** ** ** ** ** ** 11,850 8,350 7,200 6,550 3,233 1,167 0,475ns ** ** ** ** ** ** ** 13,833 10,333 9,183 8,533 5,217 3,150 2,458 1,983** ** ** ** ** ** ** ** ** 25,475 21,975 20,825 20,175 16,858 14,792 14,100 13,625 11,642** ** ** ** ** ** ** ** ** ** 25,692 22,192 21,042 20,392 17,075 15,008 14,317 13,842 11,858 0,217ns
Keterangan : ns) = Berbeda tidak nyata (P>0,05) *) = Berbeda nyata (P<0,05) **) = Berbeda sangat nyata (P<0,01) SSR = Significant Studentized Ranges LSR = Least Significant Ranges SEM= Standard Error of Treatment Mean
98
Notasi a b c d e f g hi i j kl l
Lampiran 12 Contoh Analisis Regresi Antara Pupuk Urea dengan Berat Segar Tongkol Total ha -1 pada Pupuk Organik Agrodyke 20 kg ha-1
1. – Analisis Korelasi n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 xy x y x2 (x)2 y2 (y)2
x
y
xy
x2
y2
0 0 0 75 75 75 150 150 150 225 225 225 1350 19379.7 1350 156.092 236250 1822500 2081.203 24364.71
9.922 10.664 8.984 12.578 13.906 13.437 12.891 14.843 13.594 15.078 16.015 14.180 156.092
0 0 0 943.35 1042.95 1007.775 1933.65 2226.45 2039.1 3392.55 3603.375 3190.5 19379.7
0 0 0 5625 5625 5625 22500 22500 22500 50625 50625 50625 236250
98.45 113.72 80.71 158.21 193.38 180.55 166.18 220.31 184.80 227.35 256.48 201.07 2081.203
R= R= R= R = 0.87868 - Koefisien Determinasi R2 = R x R = 0.87868 x 087868 = 0.772085 2. Persamaan Regresi Y = a + bx
b= b= b= b = 0.021563
a= a= a=
99
a = 10.58187 Persamaan Regresinya : Y = 10,581 + 0,0215 X
100
101
102
Lampiran 16 Tongkol jagung manis dengan kelobot dan tanpa kelobot pada perlakuan A, B, C dan D.
A
B
C
D
103
Lampiran 17 Tongkol jagung manis dengan kelobot dan tanpa kelobot pada perlakuan E, F, G dan H.
E
F
G
H
104
Lampiran 18 Tongkol jagung manis dengan kelobot dan tanpa kelobot pada perlakuan I, J, K dan L.
I
J
K
L
105