Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
91
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto Sri Utami Setyowati, Ir., MT ABSTRAK Tujuan efisiensi struktur rangka atap baja pada proyek pembangunan rumah susun Siwalankerto di Surabaya adalah untuk mengetahui besarnya efisiensi bahan (baja) dan biaya yang terjadi pada komponen struktur atap. Untuk analisa perhitungan struktur, digunakan program bantuan SAP 2000. Dari hasil analisa dilakukan dimensi profil serta mengaplikasikannya dalam bentuk gambar. Setelah dilakukan analisa ulang, didapatkan pengurangan dari data awal dengan data hasil analisa terhadap dimensi struktur atap. Pada data awal, untuk struktur atap baja dengan luas bangunan 15 x 45 m, menggunakan WF 250x125x5x8 pada rafternya dan kolom pendeknya menggunakan WF 250x250x8x13. Sedangkan untuk gordingnya menggunakan C 150x65x20x2,3 dan balok girdernya menggunakan WF 400x200x8x13. Dari hasil analisa terdapat efisiensi untuk dimensi profil baja. Pada rafter menggunakan WF 200x100x5,5x8, sedangkan untuk gordingnya menggunakan C 125x50x20x3,2, sedangkan kolom pendek menggunakan WF 250x175x7x11 dan balok girdernya menggunakan WF 300x150x6,5x9. Dari hasil Analisa biaya, biaya pada data awal sebesar Rp 281,843,100 sedangkan pada data analisa yaitu sebesar Rp 181,760,426, sehingga terjadi efisiensi biaya sekitar 35,51 %. Kata Kunci
: Efisiensi, Atap baja, SAP 2000, Biaya
PENDAHULUAN Latar Belakang : Baja dan besi sampai saat ini menduduki peringkat pertama logam yang paling banyak penggunaannya. Besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbonlah yang membedakan besi dan baja, penggunaan besi dan baja dewasa ini sangat luas mulai dari perencanaan struktur seperti jembatan, gedung, rangka atap, sampai dengan peralatan yang sepele seperti jarum, peniti sampai dengan alat-alat dan mesin berat. Sifat struktur baja adalah tidak tahan terhadap korosi, tidak tahan terhadap kebakaran, kuat tarik besar dan pelaksanaan cepat. Profil baja wf banyak digunakan sebagai konstruksi rangka atap. misalnya, pada gudang, ruko, pabrik, gedung, dsb. Dengan penawaran harga yang bersaing dari setiap produsen produksi baja. Dari data awal rumah susun Siwalankerto menggunakan profil rangka atap baja wf dengan model rangka atap perisai. Dari data tersebut dicoba menganalisa desain profil baja wf dengan profil yang lebih ekonomis dan efisien pada desain kuda-kuda dan jarak yang masih sesuai dengan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI 1984). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Baja High Strength Low Alloy Steel ( HSLS ) Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat diatas maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti : tembaga (Cu), Nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
92
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
Baja Perkakas ( Tool Steel ) Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam, atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet. Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang diberikan antara lain: a. Later Hardening atau Carbon Tool Steel ( ditandai dengan tipe W oleh AISI ), Shock Resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu, dan pisau. b. Cool Work Tool Steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan D didinginkan di udara. c. Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 - 500)ºC dan didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung Tungsten dan Molybdenum sehingga sifatnya keras. d. High Speed Steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan Tungsten dan Molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas tetapi tidak tahan kejut. e. Campuran Carbon - Tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi. Sifat - Sifat Bahan dan Tegangan- Tegangan Dasar Sifat-Sifat Bahan Untuk baja bangunan, hendaknya dipakai konstanta-konstanta sebagai berikut: Modulus elastisitas : E = 2,10 × 10 6 kg / cm 2 . Modulus gelincir : G = 0,81 × 10 6 kg / cm 2 . Angka pembanding Poisson : = 0,30. Koefisien pemuaian Linier : t = 12 × 10 6 per c . Tegangan- Tegangan Baja ( 1 ) Tegangan-tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-macam baja bangunan. Apabila titik lelehnya tidak jelas, maka tegangan leleh tersebut didefinisikan sebagai tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0,2 % (lihat gambar 1, D = titik leleh ) σ
B
0
D
0,002
CD//OB
0,004 0,006
Gambar 1: Tegangan Leleh Baja
0
C
( 2 ) Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diizinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari persamaan :
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
93
........................................ ( 1a ) = : 1,5 ( 3 ) Besarnya tegangan-tegangan dan tegangan dasar untuk mutu baja tertentu dalam tabe l 1. Tabel 1 : Harga Tegangan Dasar Tegangan leleh
1
Macam baja Bj 34 Bj 37 Bj 41 Bj 44 Bj 50 Bj 52
Tegangan dasar
Kg / cm 2100 2400 2500 2800 2900 3600
2
mPa 210 240 250 280 290 360
Kg / cm 1400 1600 1666 1867 1933 2400
2
mPa 140 160 166,6 186,7 193,3 240
Mpa = mega Pascal-satuan sistem Internasional. 1 Mpa = 10 kg / cm 2 . ( 4 ) Harga-harga yang tercantum pada tabel 1 ini adalah untuk elemen-elemen yang tebalnya kurang dari 40 mm. Untuk elemen-elemen yang tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada tabel 1 harus dikurangi 10 %. ( 5 ) Tegangan normal yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan tegangan dasar. ( 6 ) Tegangan geser yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan 0,58 kali tegangan dasar. = 0,58 .................................................... ( 1b ) ( 7 ) Untuk elemen baja yang mengalami kombinasi tegangan normal dan tegangan geser, maka tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar. 1 ≤ ................................................. ( 1c ) ( 8 ) Untuk pembebanan sementara akibat berat sendiri, beban berguna, dan gaya gempa atau gaya angin, maka besarnya tegangan dasar boleh dinaikkan sebesar 30 %. ( 1d ) sem = 1,30 × ..................................... Perhitungan Penampang-Penampang Penampang-Penampang Utuh ( 1 ) Jika suatu penampang berada dalam keadaan tegangan garis, tegangan normal utamanya tidak boleh melebihi tegangan dasar. ( 2 ) Jika suatu penampang berada dalam keadaan tegangan bidang atau tegangan ruang, tegangan idiilnya tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar. ( 3 ) Untuk keadaan tegangan ruang, tegangan idiilnya dihitung dengan persamaan :
1 = x2 y2 z2 x y y z z x 3 xy2 3 yz2 3 zx2 .. ( 2 ) ( 4 ) Untuk keadaan tegangan bidang, tegangan idiilnya dihitung dengan persamaan : 1 = x2 y2 x y 3 xy2 Apabila : y = 0 maka,
............................................ ( 3a )
94
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
1 = x2 3 xy2 .................................................................... ( 3b ) Apabila : x 0 dan y 0 maka,
1 =
3 xy2
Dalam pemakaian rumus-rumus di atas tegangan tarik dianggap sebagai tegangan positif. ( 5 ) Pada badan dari elemen konstruksi yang menahan lentur dimana terjadi tegangan bidang maka tegangan normalnya tidak boleh lebih dari tegangan dasar, tegangan gesernya tidak boleh lebih besar dari 0,58 kali tegangan dasar, dan tegangan idiilnya tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar. Penampang-Penampang Melalui Lubang ( 1 ) Tegangan rata-rata pada suatu penampang yang melalui lubang dari suatu batang tarik, tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar. ( 2 ) Tegangan rata-rata tersebut dihitung dengan persamaan : N r .................................................... (4) An Dimana : N = gaya normal tarik pada batang tersebut. A n = luas penampang bersih terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3. r = tegangan rata-rata. .......................................... ( 5a ) Potongan 1-3 : A n = A - nd 1 t
1 N
N u
3 u S2 Gambar 2: Gaya Normal pada Batang Tarik s 2t Potongan 1-2-3 : A n = A - nd 1 t + 2 .............................. ( 5b ) 4u Dimana : A = luas penampang batang utuh. t = tebal penampang. d 1 = diameter lubang. n = banyaknya lubang dalam garis potongan. s 2 = jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu batang. u = jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu batang. ( 3 ) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh lebih besar dari 15 % luas penampang utuh.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
95
Batang-Batang Tarik ( 1 ) Tegangan rata-rata pada batang tarik didapat dari gaya tarik yang bekerja dibagi dengan luas penampang bersih. Tegangan tersebut harus tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar untuk penampang tidak berlubang, dan tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar untuk penampang berlubang. ( 2 ) Kelangsingan batang tarik baja profil untuk konstruksi utama harus lebih kecil dari 240, untuk konstruksi sekunder harus lebih kecil dari 300. ( 3 ) Adanya eksentrisitas gaya yang bekerja pada baja profil harus dipertimbangkan, terutama jika pengaruhnya cukup besar. ( 4 ) Batang tarik yang dibuat dari baja bulat dianjurkan untuk memakai wartel mur yang sesuai dengan ukuran baja tersebut. Sebaiknya wartel mur tidak dipasang pada bagian konstruksi yang mudah dijangkau orang. Diameter batang harus lebih 1 besar dari panjang batang. 500 Sambungan-Sambungan o Sambungan-sambungan harus direncanakan sesuai dengan beban-beban kerja pada batang-batang yang disambung. o Pada prinsipnya sambungan direncanakan hanya memakai satu macam alat penyambung. o Pada sambungan-sambungan yang menghubungkan batang-batang utama, jumlah minimum paku keling, baut atau baut mutu tinggi adalah dua buah, atau bila menggunakan sambungan las gaya minimum yang direncanakan dalam sambungan tersebut adalah 3 ton. o Letak pusat titik berat pada sekelompok paku keling, baut, baut mutu tinggi atau las yang memikul gaya aksial harus diusahakan berimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila titik berat tersebut diatas tidak berimpit dengan garis berat profil maka perencanaan sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas. o Apabila bekerja tiga atau lebih gaya aksial yang sebidang pada sambungan yang sama, maka garis kerja gaya-gaya aksial harus bertemu pada satu titik. Bila garis kerja gaya-gaya aksial tersebut tidak bertemu dalam satu titik, maka sambungan tersebut sebaiknya diperhitungkan terhadap momen akibat eksentrisitas. o Apabila profil siku atau kanal disambung hanya pada satu sisi dengan pelat penyambung maka pada perencanaan sambungan sebaiknya diperhitungkan juga terhadap momen akibat eksentrisitas. o Pada sambungan yang memakai paku keling atau baut dengan menggunakan pelat pengisi yang tebalnya 6 mm atau lebih, maka jumlah baut atau paku keling harus ditambah terhadap jumlah paku keling atau baut yang dibutuhkan. Untuk ini diperlukan perpanjangan dari pelat pengisi. Jumlah penambahan baut, atau paku keling dihitung dengan rumus n ≥ N Ap N A + Ap Keterangan : n = jumlah penambahan baut atau paku keling. N = gaya yang bekerja pada sambungan. N = gaya izin pada sebuah paku keling atau baut. Ap = luas penampang pelat pengisi. Apabila pelat pengisi ada pada kedua sisi pelat yang disambung, maka Ap = luas penampang pelat pengisi yang tertebal.
96
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
A = luas penampang pelat yang disambung.
o o o
o o
pelat pengisi
perpanjangan pelat pengisi Gambar 3: Perpanjangan Pelat Pengisi Ketentuan pada ( 7 ) tidak berlaku apabila sambungan menggunakan baut mutu tinggi. Dalam satu sambungan, pelat pengisi tidak lebih dari 4 lapis. Pada sambungan las yang menggunakan pelat pengisi dengan tebal 6 mm atau lebih perlu ada perpanjangan pelat pengisi terhadap tepi pelat penyambung, sehingga sambungan las antara pelat yang disambung dengan pelat pengisi tidak bersatu dengan sambungan las antara pelat pengisi dengan pelat penyambung. Ukuran maximum dari diameter lubang paku keling atau lubang baut sama dengan diameter paku keling atau diameter baut ditambah 1 mm. Untuk baut mutu tinggi sama dengan diameter batang baut ditambah 2 mm. 12. Tebal pelat pada sambungan yang memakai paku keling atau baut tidak boleh lebih besar dari 5 kali diameter paku keling atau baut. Apabila panjang lekat baut atau paku keling lebih dari 5 kali dimeter baut atau paku keling maka jumlah baut atau paku keling yang diperlukan harus ditambah dengan ketentuan setiap kelebihan tebal 6 mm ditambah 4 %. Dimana penambahan paku keling atau baut paling sedikit satu buah. Untuk panjang lekat yang mempunyai kelebihan tebal lebih kecil dari 6 mm, maka jumlah baut atau paku keling tidak bertambah.
Sambungan-Sambungan Dengan Baut 1. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah sebagai berikut. Tegangan geser yang diizinkan : = 0,6 ................................ ( 6a ) Tegangan tarik yang diizinkan : ta = 0,7 ................................ ( 6b ) Kombinasi tegangan geser dan tegangan tarik yang diizinkan :
1 = 1,56 2 ≤ .................................( 6c ) Tegangan tumpu yang diizinkan : tu = 1,5 untuk s1 ≥ 2 a ................................( 6d )
tu = 1,2 untuk 1,5 d ≤ s1 < 2 d .................( 1e ) Dimana : s1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung. d = diameter baut. = tegangan dasar, di mana persamaan ( 6a ), ( 6b ), ( 6c ) menggunakan tegangan dasar dari bahan baut, sedangkan persamaan ( 6d ) dan ( 6e ) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
S1
S
97
S1
Gambar 4: Sambungan Baja dengan Baut 2. Banyaknya baut yang dipasang pada satu garis yang sejajar arah gaya, tidak boleh lebih dari 5 buah. 3. Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3 d atau 6 t (gambar 5) di mana t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan. 4. Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t . 5. Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang tidak berseling (gambar 6), maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t. min 1,2 d max 3 d atau 6 t min 1,2 d max 3 d atau 6 t
Gambar 5: Jarak Antara Sumbu Baut
S1 u u
s1 s
s
s
s1
u S1
Gambar 6: Sambungan Lebih dari Satu Baris Baut yang Tidak Berseling 6. Jika sambungan terdiri dari satu baris baut yang dipasang berseling ( gambar 7), jarak antara baris-baris baut ( u ) tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya ( s2 ) tidak boleh lebih besar dari 7 d – 0,5 u atau 14 t – 0,5 u. Sambungan-Sambungan Dengan Paku Keling 1. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan paku keling adalah: Tegangan geser yang diizinkan :
98
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
= 0,8
........................................................ ( 7a ) u u
2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t s2 ≥ 7 d - 0,5 u atau 14 t - 0,5 u
s2
s2 s2 s2
s
s
Gambar 7: Sambungan Terdiri Dari Satu Baris Baut Yang Dipasang Berseling Tegangan tarik yang diizinkan : ........................................................ ( 7b ) ta = 0,8 Kombinasi tegangan geser dan tegangan tarik yang diizinkan :
i =
2 3 2 ≤ ............................................ ( 7c ) Tegangan tumpu yang diizinkan : tu = 2 untuk s1 > 2 d ................................. ( 7d ) tu = 1,6 ........................................................ ( 7e ) Untuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2 d Dimana : s1 = jarak dari paku keling yang paling luar ke tepi bagian yang disambung. d = diameter paku keling. = tegangan dasar, dimana persamaan ( 7a ), ( 7b ), ( 7c ) menggunakan tegangan dasar paku keling, sedangkan persamaan ( 7d ) dan ( 7e ) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung. Baut Mutu Tinggi 1. Baut mutu tinggi tipe geser. o Kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung dengan persamaan : Ng =
F
. n . No
............................................................
( 8a )
o Kekuatan sebuah baut terhadap gaya axial tarik dihitung dengan persamaan : Untuk beban statis : Nt = 0,6 No............................... ( 8b ) Untuk beban bolak-balik : Nt = 0,5 No ............................. ( 8c ) o Apabila terdapat kombinasi pembebanan tarik dan geser, maka : Ng =
F
. n . ( No – 1,7 T
)
......................................
Dimana : F = faktor geser permukaan . = faktor keamanan = 1,4. No = Pembebanan tarik awal ( proof load ). n = jumlah bidang geser. T = gaya axial tarik yang bekerja.
( 8d )
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
99
Tabel 2 : Harga faktor Geser Permukaan Keadaan permukaan F Bersih Digalbani Dicat Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan Disemprot pasir ( Saud blasted )
0,35 0,16 ─ 0,26 0,07 ─ 0,10 0,45 ─ 0,70 0,40 ─ 0,70
2. Baut mutu tinggi tipe tumpu. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah : o Tegangan geser yang diizinkan : ( 9a ) = 0,6 ................................................... o Tegangan tarik yang diizinkan : ta = 0,7 ....................................... ( 9b ) o Tegangan tumpu yang diizinkan : Untuk s 1 ≥ 2 d, ( 9c ) tu = 1,5 ............. Untuk 1,5 ≤ s 1 < s 2 , tu = 1,2 ............. ( 9d ) Persamaan ( 9a ) dan ( 9b ) memakai tegangan dasar bahan baut. Persamaan ( 9c ) dan ( 9d ) memakai tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. 3. Ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur. Sambungan-Sambungan Dengan Las o Mengelas dalam sikap-sikap yang sukar, sedapat mungkin harus dihindarkan. o Bertemunya kampuh-kampuh las sedapat mungkin harus dihindarkan. o Gambar-gambar harus dilengkapi dengan keterangan / simbol-simbol mengenai bentuk dan ukuran las. Ukuran yang dicantumkan untuk panjang las adalah ukuran brutto. o Untuk mengelas harus dipergunakan las listrik sesuai dengan peraturanperaturan yang berlaku. Las Tumpul o Pada suatu pelaksanaan yang baik, dimana penampang las sesuai dengan penampang batang, tegangan pada las sama dengan tegangan pada batang, sehingga apabila batang itu telah cukup kuat, maka las itu tidak perlu dihitung lagi. Las Sudut o Panjang netto las adalah : ........................................... ( 10 ) Ln = L brutto - 3 a Dimana : a = tebal las ( gambar 8 )
Kepundan Las
Kepala Las s
s Las Datar
s Las Cekung Las Cembung Gambar 8: Sambungan dengan Las
L
100
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
o Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8a 10 kali tebal teras batang las. o Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Apabila ternyata diperlukan panjang netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang terputus-putus ( las terputus ). o Untuk las terputus pada batang tekan, jarak antara bagian-bagian las itu tidak boleh melebihi 16 t atau 30 cm, sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh melebihi 24 t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang dilas. o Las terputus tidak diperkenankan jika dikhawatirkan terjadi pengkaratan pada permukaan bidang kontak dibagian yang tidak ada lasnya, atau pada elemen yang dipengaruhi gaya getar. o Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ t 2 , dimana t adalah tebal terkecil pelat yang dilas. o Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las, tegangan miring yang diizinkan adalah : = c .......................................... ( 11a ) 1 .................. ( 11b ) C = sin 2 3 cos 2 Dimana : = tegangan dasar P Pr Py α Bidang retak las
Gambar 9: Bidang Retak Las Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan : P = ............................................ ( 11c ) A Dan tidak boleh lebih besar dari pada tegangan miring yang diizinkan, dimana : P = gaya yang ditahan oleh las. A = luas bidang retak las. Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan :
i =
2 3 2
................................ ( 11d )
Atau
i =
c
............................................ ( 11e )
Dimana : = tegangan normal pada bidang retak las. = tegangan geser pada bidang retak las. Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar. Apabila terdapat lebih dari satu komponen tegangan geser, pada persamaan ( 11d ) harus dipakai harga resultante tegangan-tegangan geser itu.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
101
Stabilitas Batang-Batang Tegang Umum 1. Batang-batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya ( tidak ada bahaya tekuk ), hal ini harus diperlihatkan dengan menggunakan persamaan : N ≤ A Dimana : N = gaya tekan pada batang tersebut. A = luas penampang batang. = tegangan dasar. = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( ) dari macam bajanya. Harga dapat juga ditentukan dengan persamaan : E g 0,7. . s g Untuk : s 0,183 maka 1 Untuk : 0,183 s 1 maka Untuk : s 1 maka 2,381 2s 2. Kelangsingan pada batang-batang tunggal dicari dengan persamaan : L k i Dimana : Lk panjang tekuk batang tersebut. I = jari-jari kelembaman batang itu. Karena batang-batang mempunyai dua jari-jari kelembaman, umumnya akan terdapat dua harga . Yang menentukan adalah harga yang terbesar. Apab ila dapat dipastikan bahwa bahaya tekuk hanya ada pada satu arah, maka diambil harga untuk arah itu. Stabilitas Balok-Balok yang Dibebani Lentur ( KIP ) Balok-balok yang Penampangnya Tidak Berubah Bentuk. 1. Yang dimaksud dengan balok-balok yang penampangnya tidak berubah bentuk, adalah balok-balok yang memenuhi syarat-syarat : h L b 75 Dan 1,25 tb hb ts Dimana : H = tinggi balok. b = lebar sayap. t b = tebal badan. L = jarak antara dua titik dimana tepi tertekan dari balok itu ditahan terhadap kemungkinan terjadinya lendutan ke samping. 2. Tegangan tekan yang terjadi adalah tegangan tekan pada tengah bentang L, dimana L tidak boleh lebih besar dari tegangan kip yang diizinkan.
102
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
3. Pada balok-balok statis tertentu dimana pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung dari : Jika c 1 ≤ 250 ; maka :
kip Jika 250 c 1 c 2 ; maka : c 250 kip 1 0,3 c 2 250 Jika c 1 ≥ c 2 ; maka : c kip 2 0,7 c1 Dimana : Lh c1 bt s E c 2 0,63 tegangan dasar 4. Jika pada balok statis tertentu dimana pada perletakan, pelat badan balok tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah kip terkecil dan harus memenuhi : t kip 0,042 .c 1 .c 2 [ b ]3 h 5. Pada balok-balok statis tak tentu, dimana pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung dari : Jika c 1 ≤ 250; maka : kip Jika 250 < c 1 < c 3 ; maka : c 250 kip 1 0,3 c3 250 Jadi c 1 c3 ; maka : c3 0,7 c1 Dimana :
kip
E )(3-2 ) c 3 = 0,21 ( 1 + M ki M ka 2 M jep = M ki dan M ka adalah momen pada ujung-ujung bagian balok antara pelat-pelat kopel yang jaraknya L. M jep = momen pada ujung-ujung balok antara pelat-pelat kopel yang jaraknya L dengan anggapan bahwa ujung-ujung itu terjepit.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
103
6. Jika pada balok statis tak tentu dimana pada perletakan, pelat badan tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah kip terkecil dan harus memenuhi : t kip 0,042.c1 .c 2 .[ b ]3 h Pembebanan Struktur bangunan gedung diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, beban gempa dan beban angin serta kombinasi dari ketiga jenis beban yang menentukan. Beban Mati { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (1) } Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Dalam menentukan beban mati struktur bangunan sebagai berikut : Beban mati pada konstruksi atap, terdiri dari : - Berat penutup atap - Berat gording - Berat sendiri Rafter - Berat alat penyambung. Beban Hidup pada atap gedung 1. Beban hidup, pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur tudung ( canopy ) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg / m² bidang datar. 2. Beban hidup pada atap dan atau bagian yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua macam beban berikut : a. Beban terbagi rata per m² bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar ( 40 0,8 ) kg / m². Dimana adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg / m² dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50º. b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg. 3. Pada balok tepi atau dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg. 4. Beban hidup pada atap gedung tinggi yang diperlengkapi dengan landasan helikopter ( helipad ) harus diambil sebesar minimum 200 kg / m² diluar daerah landasan, sedangkan pada daerah landasannya harus diambil beban yang berasal dari helikopter sewaktu mendarat dan mengangkasa dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Umum Struktur landasan beserta struktur pemikulnya harus direncanakan terhadap beban-beban yang berasal dari helikopter yang paling menentukan, yaitu apabila terjadi pendaratan yang keras karena mesin mati sewaktu melandas ( hovering ). Beban-beban helikopter tersebut dikerjakan pada landasan melalui tumpuan-tumpuan pendarat. Helikopter-helikopter ukuran kecil sampai sedang pada umumnya mempunyai tumpuan pendarat jenis palang ( skid type ) atau jenis bantalan ( float type ), sedangkan yang ukuran besar mempunyai tumpuan pendarat jenis roda. Tumpuan-tumpuan pendarat
104
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
dapat terdiri dari dua buah tumpuan utama disamping sebuah tumpuan belakang atau sebuah tumpuan depan. b. Pembagian beban Masing-masing tumpuan pendarat meneruskan bagian tertentu dari berat bruto helikopter, bergantung pada jenis helikopter dan jenis tumpuan pendaratnya. Pada jenisjenis helikopter yang mempunyai tumpuan-tumpuan pendarat utama, masing-masing tumpuan pendarat tersebut pada umumnya meneruskan 40 sampai 45 persen dari berat bruto helikopter. c. Beban rencana Untuk memperhitungkan beban kejut pada pendaratan yang keras akibat mesin mati, maka sebagai beban rencana yang diteruskan oleh tumpuan pendarat harus diambil beban menurut b diatas dikalikan dengan koefisien kejut sebesar 1,5. d. Bidang kontak Untuk perencanaan lantai landasan, beban rencana menurut c diatas yang berupa beban terpusat dapat dianggap disebar terbagi rata didalam bidang kontak tumpuan pendarat. Luas bidang kontak ini bergantung pada jenis helikopter dan jenis tumpuan pendaratnya. Untuk tumpuan pendarat dari jenis roda, dimana masing-masing terdiri dari beberapa roda, nilai-nilai luas bidang kontak yang diberikan adalah jumlah dari luas bidang kontak masing-masing roda, sedangkan untuk tumpuan pendarat dari jenis palang luas bidang kontak tersebut adalah luas bidang palang yang berada langsung sekitar batang penumpu. Pada umunya, lantai landasan dapat dianggap kuat apabila direncanakan terhadap beban terpusat sebesar 50 persen dari berat bruto helikopter yang terbagi rata dalam bidang kontak seluas 600 cm². Beban Angin { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (3) } Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan tekanan negatip ( isapan ), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positip dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam kg / m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan kemudian dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan pula. 1. Tekanan tiup. a. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( a ),( c ), dan ( d ). b. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( c ) dan ( d ). c. Untuk daerah-daerah didekat laut dan daerah-daerah lain tertentu, dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat-ayat ( a ) dan ( b ), tekanan tiup ( p ) harus dihitung dengan rumus : V2 P= (kg / m 2 ) 16 Dimana V adalah kecepatan angin dalam m / det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. d. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg / m² harus ditentukan dengan rumus ( 42,5 + 0,6 h ), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
105
e. Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedung-gedung lain, hutan-hutan pelindung atau penghalang-penghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayatayat ( a ) s/d ( d ) dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5. 2. Koefisien angin. 1. Gedung tertutup Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin ( + berarti tekanan dan - berarti isapan ), adalah sebagai berikut : a. Dinding vertikal : di pihak angin +0,9 di belakang angin -0,4 sejajar dengan arah angin -0,4 b. Atap segi tiga dengan sudut kemiringan : -0,4 ) Di pihak angin : 65º ( 0,02 +0,9 65º 90º -0,4 Dibelakang angin, untuk semua c. Atap lengkung dengan sudut pangkal β : β 22º : untuk bidang lengkung di pihak angin : pada seperempat busur pertama 0,6 pada seperempat busur kedua -0,7 untuk bidang lengkung dibelakang angin : pada seperempat busur pertama -0,5 pada seperempat busur kedua -0,2 β > 22º : untuk bidang lengkung di pihak angin : pada seperempat busur pertama -0,5 pada seperempat b usur kedua -0,6 untuk bidang lengkung di belakang angin : pada seperempat busur pertama -0,4 pada seperempat busur terakhir -0,2 Catatan : Sudut pangkal adalah sudut antara garis penghubung titik pangkal dengan titik puncak dan garis horisontal. d. Atap segitiga majemuk : Untuk bidang-bidang atap di pihak angin : 65º ( 0,2 - 0,4 ) 65º 90º +0,9 Untuk semua bidang atap di belakang angin, kecuali yang vertikal menghadap angin, untuk semua -0,4 Untuk semua bidang atap vertikal di belakang angin yang menghadap angina +0,4 2. Gudang terbuka sebelah Untuk bidang luar, koefisien angin yang ditentukan dalam ayat ( a ) tetap berlaku, sedangkan pada waktu yang bersamaan didalam gedung dianggap bekerja suatu tekanan positip dengan koefisien angin +0,6 apabila bidang yang terbuka terletak di pihak angin dan suatu tekanan negatip dengan koefisien angin -0,3 apabila bidang yang terbuka terletak di belakang angin.
106
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
ANALISA DAN PEMBAHASAN Perhitungan Konstruksi Baja Atap Data-data perhitungan kuda-kuda Bahan Kuda-kuda : Baja Wf 200 x 100 x 5,5 x 8. Bahan Gording : Light Channel C 125 x 50 x 20 x 3,2. Mutu baja : Bj 37 ( = 1600 kg / cm² ). Jenis bangunan : Konstruksi tertutup. Bahan penutup atap : Genteng tegola. Berat penutup atap : 8,5 kg / m². Bentang Kuda-kuda : 15 m ; Panjang rafter 1 sisi = 9,1549 m. Jarak Kuda-kuda : 4m. Jenis atap : Perisai. Jarak antar Gording : 1,5 m. Beban angin : 40 kg / m². Kemiringan atap ( ) : 35 º. : Sin = 0,57 ; Cos = 0,82. Perhitungan Gording Dicoba Lip Channel C 125 x 50 x 20 x 3,2. Dengan data – data sbb : Berat : 6,31 kg/m. Ix : 181 cm4 Wx : 29 cm3 Iy : 26,6 cm4 Wy : 8,02 cm3 Lx : 300 cm Ly : 150 cm Pembebanan akibat beban mati Berat sendiri gording = 6,31 kg/m Berat atap ( 1,5 x 8,5 ) = 12,75 kg/m Usuk reng ( 1,5 x 32,5 ) = 48,75 kg/m Beban air hujan ( 1,5 x 20 ) = 30 kg/m Berat trekstang = 0,98 kg/m = 98,79 kg/m = 99 kg/m Pembebanan akibat beban hidup Beban terpusat ( P ) = 100 kg/m Pembebanan akibat beban angin Koefisien angin kanan = 0,02 x ( 35 ) – 0,4 = 0,3 ( Tekan ) Koefisien angin kiri = - 0,4 ( Isap ) q angin kanan = 0,2 ( 40 ) ( 1,5 ) = 12 kg/m ( Tekan ) q angin kiri = -0,4 ( 40 ) ( 1,5 ) = - 24 kg/m ( Isap ) Momen pada gording qx = q cos α = 99 x 0.82 = 81,18 kg/m qy = q sin α = 99 x 0.57 = 56,43 kg/m Akibat beban mati ( Mx ) = 1/8 ( 81,18 ) ( 4 )2
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
= 162,36 kgm ( My ) = 1/8 ( 56,43 ) ( 1,5 )2 = 15,87 kgm Akibat beban hidup ( Mx ) = 1/4( 100 cos 35 ) 4 = 82 kgm ( My ) = 1/4 (100 sin 35 )1,5 = 21,5 kgm Akibat beban angin ( Mx ) = 1/8 (12 ) ( 4 )2 = 24 kgm ( Tekan ) ( Mx ) = 1/8 (-24 ) ( 4 )2 = -48 kgm ( Isap ) Kombinasi Pembebanan Mx tot = 162,36 + 82 + 24 My tot = 15,87 + 21,5 Kontrol tegangan Tegangan yang terjadi : Mx My Wx Wy 268,37 37,37 = 29 8,02 = 925,41 + 4,66 = 930,07 kg/cm2 < 1600 Kg / cm2 .................( OK ) Kontrol lendutan Lendutan yang terjadi : 5 (q cos ) L4 1 P cos L3 x 384 E I x 48 E I x 5 (81,18 / 100)(400) 4 1 100 0,82(400) 3 384 2,1.10 6 181 48 2,1.10 6 181 = 0,98 cm 5 (q sin ) L4 1 P sin L3 y 384 E I y 48 E I y
x
5 (56,43 / 100)(150) 4 1 100 0.57(150) 3 384 2,1.10 6 26,6 48 2,1.10 6 26,6 = 0.134 cm
y
tot x 2 y 2 = 0,98 2 0,134 2 = 0,99 cm. 1 ijin L 360 1 = (400) 360 = 1,111 cm > 0,99 cm………………..( OK )
= 268,36 kgm = 37,37 kgm
107
108
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
Perhitungan Kuda-Kuda Dicoba WF 200 x 100 x 5,5 x 8 Dengan data – data sbb : Berat : 21,3 kg/m A : 27,16 cm2 Ix : 1840 cm4 Iy : 134 cm4 Wx : 184 cm3 Wy : 26,8 cm3 ix : 8,24 cm iy : 2,22 cm Pembebanan akibat beban mati o Berat gording ( 3 x 14 x 6,31 ) o Berat atap ( 3 x 8,5 x 14,4 ) o Usuk + reng ( 3 x 32,5 x 14,4 ) o Beban air hujan ( 3 x 20 x 14,4 ) o Berat kuda-kuda o Berat alat penyambung ( 10%) Berat per m1
= 265,02 kg = 367,2 kg = 1404 kg = 864 kg = Input SAP = 60 kg = 2960,22 kg.
= 2960,22 / 14,4 = 205,57 kg / m1. Beban dalam arah vertikal = 205,57 / cos 350 = 250,86 kg / m1. Pembebanan akibat beban hidup Beban terpusat ( P ) = 100 kg / m Pembebanan akibat beban angin q angin tekan = 0.2 ( 40 ) ( 4 ) = 32 kg / m. q angin isap = -0.4 ( 40 ) ( 4 ) = - 64 kg / m. Kontrol Kestabilan kuda-kuda Dari Output SAP diketahui : N : 997,13 Kg M : 975,45 Kgm D : 318,5 Kg Stabilitas batang tekan Lk = 9,1549 m = 915,49 cm. L 915,49 λ k 111,1cm ~ 111 cm ix 8,24 ω 2,375 { Tabel 3 PPBBI 1984 } Stabilitas terhadap KIP ( Lateral Torsional Buckling ) 200 h ≤ 75 = 36,36 ≤ 75 tb 5,5 L b 10 915,49 ≥ 1,25 = 45,77 >1,25 = 15,625 20 h ts 0,8 Penampang tidak berubah bentuk.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
C1
Lxh 915,49 x 20 2288,73 bxt s 10 x0,8
C 2 0.63
E
0.63
2,1x10 6 826,875 1600
dasar C1 > C2 maka : C 826.875 kip 2 0,7 0,7 1600 2288,73 C1 = 404,6 kg / cm2 3
tb kipp 0,042 C1 C 2 dasar h 3 0,55 = 0,042 2288,73 826,875 1600 20 = 2644,8 Kg / cm2 > 404,6 Kg / cm2 ……….(OK) Kontrol terhadap tegangan N 997,13 Kg σ ω 2,375 A 27,16 Cm 2 = 87,19 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2.....( OK )
Perhitungan Kolom Pendek Dicoba WF 250 x 175 x 7 x 11. Dengan data – data sbb : Berat : 44,1 kg/m. A : 56,24 cm2. Ix : 6120 cm4. Iy : 984 cm4. Wx : 502 cm3. Wy : 113 cm3. ix : 10,4 cm. iy : 4,18 cm. Kontrol Kestabilan Kolom Pendek Dari Output SAP diketahui : N : 905,3 Kg M : 626,9 Kgm D : 322,23 Kg Stabilitas batang tekan Lk = 150 mm = 15 cm. L 15 λ k 3,59 cm ~ 31 cm i min 4,18 ω 1,073 { Tabel 3 PPBBI 1984 }. Kontrol terhadap tegangan N 905,3 Kg σ ω 1,073 A 56,24 Cm 2 = 17,27 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2.....( OK )
109
110
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
Perhitungan Balok Girder Dicoba WF 300 x 150 x 6,5 x 9. Dengan data – data sbb : Berat : 36,7 kg / m. A : 46,78 cm2. Ix : 7210 cm4. Iy : 508 cm4. Wx : 481 cm3. Wy : 67,7 cm3. ix : 12,4 cm. iy : 3,29 cm. Kontrol Kestabilan Balok Girder ( Balok terlentur ) Dari Output SAP diketahui : N : 916 Kg M : 260,4 Kgm D : 694,4 Kg Kontrol terhadap tegangan M 26040 KgCm σ max Wx 481Cm 3 = 54,14 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2 ( OK ) Kontrol terhadap lendutan L f ijin 360 400 = 1,111 cm 360 f max 1,00 Cm ( Output SAP frame 771 ) = 1,00 Cm < 1,111 Cm...................( OK ) Kontrol tegangan geser
τ max τ ijin 0,58 σ ijin max τ max =
Dmax dimana d h'
d = tebal badan h’ = Tinggi profil – tebal sayap
694,4 0,58 1600 0,65 29,1 = 36,71 Kg / cm2 < 928 Kg/ cm2….( OK )
τ max =
ANALISA BIAYA Dalam menganalisa biaya suatu struktur atap, diperlukan volume dan analisa harga satuan suatu pekerjaan. Kebutuhan tiap-tiap item pekerjaan dianalisa berdasarkan koefisien dan harga satuan yang berlaku, sehingga bisa didapatkan suatu bentuk harga satuan yang sesuai. Kemudian membandingkan efisiensi biaya dari data awal dengan data hasil analisa sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan perbandingan tersebut.
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
111
Perhitungan Anggaran Biaya Konstruksi Baja 1.00 Kg Konstruksi Baja Atap Koef Uraian H.satuan Upah Bahan Jumlah 1,1 Kg Profil baja 9,150 10,065 0,08 Kg Meni besi 12,650 1,012 0,006 Kg Pekerja 30,000 180 0,060 Kg Tukang besi 38,000 2280 0,006 Kg Kep.Tukang 41,500 249 0,0003 Kg Mandor 47,000 14,1 2723,1 11,077 13,800 Analisa Biaya Konstruksi Baja (Data Awal Perencanaan) Tabel 3: Analisa biaya konstruksi baja (data awal perencanaan). PANJANG BERAT NO URAIAN JUMLAH VOLUME (M) ( Kg/m ) I 1 2 3 4 5 6 7
A. Kuda-kuda WF 250x125x5x8 WF 250x125x5x8 WF 250x125x5x8 WF 250x125x5x8 WF 250x125x5x8 WF 250x125x5x8 WF 250x125x5x8
12,1578 9,5688 4,7844 4,5775 9,1549 7,5 5,493
8 4 6 8 8 4 8
25,7 25,7 25,7 25,7 25,7 25,7 25,7 TOTAL 1
II 8
B. Kolom pendek WF 250x250x8x13
0,15
16
66,5 TOTAL 2
159,6 159,6
III 9
C. Gording C 150x65x20x2,3
210,0
5,5 TOTAL 3
1155 1155
IV 10 11 12 13 14 15
D. Balok girder WF 400x200x8x13 WF 400x200x8x13 WF 400x200x8x13 WF 400x200x8x13 WF 400x200x8x13 WF 400x200x8x13
4 3,75 6 7,5 1,5 3
V
Biaya pekerjaan konstruksi baja
20423,41304x 20423,41304x
2499,64368 983,67264 737,75448 941,134 1882,24744 771 1129,3608 8944,81304
16 8 2 2 2 10
66 4224 66 1980 66 792 66 990 66 198 66 1980 TOTAL 4 10164 TOTAL 1+2+3+4 20423,41304 HrgSatuan 13800 281843100 Rp
Dari kedua tabel (Tabel 3 dan Tabel 4) analisa biaya diatas, kita dapat membandingkan efisiensi biaya struktur pada pekerjaan konstruksi atap baja. Pada konstruksi awal, biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi atap baja adalah sebesar Rp 281,843,100, sedangkan setelah dilakukan analisa struktur terhadap konstruksi atap baja, biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi atap baja adalah sebesar Rp 181,760,426 . Pada pekerjaan konstruksi atap baja terjadi efisiensi biaya ( pengurangan ) biaya struktur dari data awal dibandingkan dengan hasil analisa yaitu sebesar 35,51 %.
112
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113
Analisa Biaya Konstruksi Baja (data analisa) Tabel 4: Analisa Biaya Konstruksi Baja (data analisa). BERAT ( PANJANG NO URAIAN JUMLAH Kg/m ) (M)
VOLUME
I 1 2 3 4 5 6 7
A. Kuda-kuda WF 200x100x5,5x8 WF 200x100x5,5x8 WF 200x100x5,5x8 WF 200x100x5,5x8 WF 200x100x5,5x8 WF 200x100x5,5x8 WF 200x100x5,5x8
12,1578 9,5688 4,7844 4,5775 9,1549 7,5 5,493
8 4 6 8 8 4 8
21,3 21,3 21,3 21,3 21,3 21,3 21,3 TOTAL 1
2071,68912 815,26176 611,44632 780,006 1559,99496 639 936,0072 7413,40536
II 8
B. Kolom pendek WF 250x175x7x11
0,15
16
44,1 TOTAL 2
105,84 105,84
III 9
C. Gording C 125x50x20x3,2
210 TOTAL 3
0 0
IV 10 11 12 13 14 15
V
D. Balok girder WF 300x150x6,5x9 WF 300x150x6,5x9 WF 300x150x6,5x9 WF 300x150x6,5x9 WF 300x150x6,5x9 WF 300x150x6,5x9
Biaya pekerjaan konstruksi baja
4 3,75 6 7,5 1,5 3
13171,04536x 13171,04536x
16 8 2 2 2 10
36,7 2348,8 36,7 1101 36,7 440,4 36,7 550,5 36,7 110,1 36,7 1101 TOTAL 4 5651,8 TOTAL 1+2+3+4 13171,04536 HrgSatuan 13800 Rp 181760426
KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Dalam penyusunan penelitian ini, dapat dibuat sebuah kesimpulan tentang analisa kekuatan disain struktur baja dan efisiensi dari dimensi struktur baja tersebut. Analisa struktur berguna untuk mengaplikasikan profil maupun dimensi struktur yang sesuai dengan kapasitas kegunaan profil baja pada suatu bangunan gedung. Dari hasil akhir analisa efisiensi struktur rangka atap baja pada proyek pembangunan rumah susun Siwalankerto, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pada pekerjaan konstruksi baja dengan luas 15x45 m, terjadi pengefisienan dimensi profil baja untuk kuda-kuda. Pada data awal, dimensi profil untuk kuda-kuda baja menggunakan WF 250x125x5x8. Setelah dilakukan analisa ulang, dimensi profil untuk kuda-kuda baja dengan menggunakan WF 200x100x5,5x8. pengefisienan dimensi profil berlaku juga untuk profil gording, kolom pendek dan balok girder. Berdasarkan analisa teknis, WF 200x100x5,5x8 masih cukup aman untuk digunakan yaitu tegangan yang terjadi kurang dari tegangan ijin ( σactual = 36,71 kg / cm2 < σijin
Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto
113
= 1600 kg / cm2 ). Pengefisienan / pengurangan dimensi profil berakibat pada besarnya biaya yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. 2. Ditinjau dari segi teknis dimensi pada data awal ( data konsultan ) lebih besar dibandingkan dengan data hasil analisa sehingga kekuatan profil baja pada data awal lebih menjamin dibanding dengan data hasil analisa. Namun demikian data hasil analisa masih aman untuk bisa menanggung beban yang dipikul. Tabel 5: Perbandingan Efisiensi Profil Struktur Baja DATA HASIL NO STRUKTUR DATA AWAL ANALISA I 1 2
KONSTRUKSI ATAP WF250x125x5x8 WF200x100x5,5x8 KUDA-KUDA WF250x250x8x13 WF250x175x7x11 KOLOM PENDEK BALOK GIRDER ( WF400x200x8x13 WF300x150x6,5x9 3 PENGAKU ) C150x65x20x2,3 C125x50x20x3,2 4 GORDING 3. Ditinjau dari segi efisiensi biaya Pada konstruksi awal perencanaan, biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi atap baja adalah sebesar Rp 281,843,100, sedangkan setelah dilakukan analisa struktur terhadap konstruksi atap baja, biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi atap baja adalah sebesar Rp 181,760,426 . Pada pekerjaan konstruksi atap baja terjadi efisiensi biaya ( pengurangan ) biaya struktur dari data awal dibandingkan dengan hasil analisa yaitu sebesar 35,51 %. Jadi data analisa lebih efisien dari data awal perencanaan. Saran Dalam merencanakan suatu konstruksi atap baja tidak harus menggunakan dimensi yang besar, selama dimensi struktur yang dirancang sudah memenuhi syarat dan mampu untuk memikul beban maka hal itu bisa diwujudkan. Dalam era yang serba kompetitif seperti sekarang ini, sebagai perencana suatu gedung dituntut untuk bisa mendimensi struktur gedung seefisien mungkin. Hal-hal yang mungkin dapat berakibat pada pemborosan suatu gedung haruslah sebisa mungkin dihindarkan. Struktur baja harus didesain seefisien mungkin tetapi tetap mengacu pada kaidah-kaidah yang berlaku untuk konstrusi atap seperti angka-angka koefisien yang harus diberikan pada analisa struktur dengan harus tetap mengacu pada peraturan-peraturan baja yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum, Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983), Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan Departemen Pekerjaan Umum, Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1984 (PPBBI 1984), Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Handi Pramono, Struktur 2D & 3D dengan SAP 2000. Ir. Hardi Santoso, Tabel Profil Konstruksi Baja.