EFEK LOKAL OBAT A. Percobaan I Judul Percobaan
: Efek obat pada membrane dan kulit mukosa
Tujuan Percobaan
:
1. Memperkirakan efek local dari berbagai obat terhadap kulit dan membrane mukosa berdasarkan cara kerja masing – masing obat serta dapat mengajukan penerapan efek ini dalam praktis. 2. Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membrane mukosa dari berbagai obat yang bekerja di local. 3. Mengemukakan kegunaan pelarut terhadap intensitas kerja fenol dan dapat mengajukan kemungkinan pemanfaatan, situasi praktis dalam peranan ini. 4. Menyimpulkan persyratan – persyaratan farmakologi untuk obat – obat yang dipakai secara farmakologi. Prinsip percobaan
:
1. Zat – zat yang dapat mengugurkan bulu bekerja dengan cara memecahkan ikatan S – S pada keratin kulit, sehingga bulu mudah rusak dan gugur. 2. Zat – zat korosif bekerja dengan cara mengendapkan protein kulit, sehingga kulit/ membrane mukosa akan rusak. 3. Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek local yang berbeda pula, karena koefisien partisi yang brbeda – beda dalam berbagai pelarut dan juga karena permeabilitas kulit akan mempengaruhi penetrasi fenol ke dalam jaringan. 4. Zat – zat yang bersifat adstringen bekrja dengan cara mengkoagulasi protein, sehingga permeabilitas sel – sel pada kulit/ membrane mukosa yang dikenainya menjadi turun, dengan akibat menurunnya sensititivitas di bagian tersebut.
Teori
Efek obat yang akan timbul pada membrane dan kulit mukosa tergantung pada jumlah obat yang dapat diserap pada permukaan kulit dan membrane serta kelarutan obat dalam lemak karena pada epidermis kulit merupakan sawar lemak. Pada kulit yang terkelupas/ luka maka absorpsi jauh lebih mudah. Obat yang digunakan di sini dapat memberikan efek menggugurkan bulu korosif. Fenol serta adstrigen obat tersebut obat tersebut dapat memberikan efek local pada membrane dan kulit mukosa.
Fenol ( C6H5OH ) Fenol mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % C6H5OH dihitung terhadap zat anhidrat dapat mengandung stabilisator
yang sesuai. Fenol
merupakan suatu hablur bentuk jarum/ massa hablur, tidak berwarna/ putih/ merah jambu, bau khas, mencair dengan penghangatan dan dengan penambahan 10 % air. Mendidih pada lebih 182 0 C, uapnya mudah membakar pada konsentrasi 0,5 – 1 % dalam larutan digunkan sebagai anestetik local. Larutan 5 % digunkan sebagai desinfektan.
Veet cream Komposisi : water, glearil alcohol, potassium, thioglikolate, calcium hidrixide, sodium magnesium silicate, fragrance, PPG – 15, steryl ether, Mg trisilicate, titanium dioxide, propylene glikol, capolymer, mineral oil, sweet almond oil, sodium glikonate, pigmen red 5.
AgNO3 AgNO3 di samping bekerja bakterisid juga mempunyai sifat adstrigen dan korosif. Larutan AgNO3 1 % digunakan untuk perlindungan terhadap blenorea pada bayi yang baru lahir ( profilaksis Lrede ). Larutan AgNO3 P / batang AgNO3 digunakan sebagai korosif. Lama kerja serta dalamnya penetrasi dibatasi oleh ion klorida jaringan, yang dengan AgNO3 membentuk endapol mengandung tian AgCl. Garam peram sulfonamide, sulfadiazine, sulfadiazine perak, Flamazine, terutama digunakan untuk luka baker, senyawa perak protein asetilanat ( targesin ) dalam betuk tetes mata berfungsi pada penanganan konjungtivitas.
Tanin Tanin memberikan efek adstringen dimana dapat diserap melalui mukosa serta memiliki sifat dapat menimbulkan presipitasi proten pada permukaan sel dengan daya penetrasi
yang
sehingga hanya permeabilitas membrane sel yang dipengaruhi. Tanin dapat
menimbulkan nekrosis hati.
Etanol Etanol mengandung tidak kurang dari 92.3% b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% dan tidak lebih dari 96,0% v/v C6H5OH pd suhu 15,56o. Cairan mudah menguap, jernih dan tidak berwarna. Bau khas dan menyebabkan seperti rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o, mudah terbakar.
Glyserin Glyserin mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih 101% C3H8O3. Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam/tidak enak), higroskopis, netral terhadap lakmus. Dapat bercampur bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut CHCl3 dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap.
Adstringen Adalah senyawa yang dengan protein dalam larutan netral atau asam lemah akan membentuk endapan yang tidak larut, terasa kesat jika di berikan. Pada mukosa akan bekerja menciutkan. Zat ini akan menyebabkan perapatan dan penciutan lapisan sel terluar sel juga sekresi jaringan yang meradang akan dihambat. Jika selalu adstrigensia, terutama garam logam yang bekerja adstrigensia digunakan dalam konsentrasi terlalu tinggi, maka zat ini dapat menembus lapisan sel teratas dan juga menyerang lapisan bawahnya. Efek local obat terjadi akibat penggabungan langsung antara molekul obat dengan
reseptor, sehingga akan terobservasi timbulnya perubahan dari fungsi organ tergantung pada daerah lokasi. Oleh karena itu, timbullah suatu efek obat. Adapun factor – factor yang mempengaruhi efek local obat ini diketahui jika efek terapi telah diketahui dan dicapai. Mukosa yang tervaskularisasi baik, yaitu rongga mulut dan rongga tenggorokan ( rute local, sublingual ), memilliki sifat absorpsi yang baik untuk senyawa yang tidak terionisasi lipofil.
Yang menguntungkan pada bentuk pemakaian ini ialah munculnya kerja yang cepat, di samping tak ada kerja cairan pencernaan dari saluran cerna dan bahan obat tidak harus melewati hati segera setelah diabsorpsi. Karena permukaan absorpsi yang relative kecil, rute bukal/ sublingual hanya mungkin untuk senyawa yang dapat diabsorpsi dengan mudah dan selain itu tidak mudah rasa tidak enak. Indikasi penting ialah pengobatan serangan angina pectoris dengan nitrogliserol dalam kapsul kunyah/ sebagai aerosol. Pada pecobaan efek obat pada membrane mukosa ini digunakan berbagai reagen yang dibuat seperti H2SO4(p), HCL (p), NAOH, Tanin, AgNO3, Fenol 5 % dalam gliserin, Fenol 5 % dalam minyak lemak dan veet cream.
H2SO4 pekat Asam sulfat mengandung tidak kurang dari 95,0 %, dan tidak lebih dari 98 % b/b H2SO4. Asam sulfat merupakan suatu cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat tajam dan korosif. Asam sulfat jika bercampur dengan air dapat menimbulkan panas yang berlebih.
HCL pekat Asam klorida merupakan cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang. Asam klorida mengandung tidak kurang dari 36,5 % bdak b/b dan tidak lebih dari 38,0 % b/b HCL.
NaOH NaOH merupakan suatu serpihan/ batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur, berwarna putih/ praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet. NaOH bersifat basa kuat dan korosif. NaOH mengandung tidak kurang dar 95,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % alkali jumlah dihitung sebagai NaOH mengandung Na2CO3 tidak lebih 30 %. Bila dibiarkan di udara akan cepat menguap karbon dioksida dan lembab. Hati – hati dalam pemakaian NaOH karma merusak jaringan dengan cepat.
Bahan dan Alat
Bahan : Untuk efek
Menggunakan bulu : Kulit tikus Korosif : Usus dan kulit tikus Fenol dalam berbagai pelarut : Jari – jari tangan Adstrigen : Mukosa mulut
Alat
Alat-alat bedah Batang pengaduk Kertas saring Wadah kaca Pipet tetes
Obat Untuk Efek
Obat
Menggunakan labu
Larutan Natrium hidroksida 20 %, larutan Natrium sulfida 20 %, veet cream
Korosif
Larutan raksa ( II ) klorida 5 %, larutan fenol 5 %, larutan Natrium hidroksida 10 %, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, tintura iod, larutan perak nitrat 1 %,
Fenol dalam berbagai pelarut
Larutan fenol 5 % dalam air, larutan fenol 5 % dalam etanol, larutan fenol 5 % dalam gliserin 25 %, larutan fenol 5 % dalm minyak lemak.
Adstrigen
Larutan tannin 1 %
Prosedur 1. Efek menggugurkankan bulu : a) Tikus siang sudah dikorbankan, diambil kulitnya, kemudian potongan masing – masing 2,5 x 2,5 cm dan diletakkan di atas kertas saring. b) Ke atas potongan-potongan kulit ini diteteskan larutan – larutan obat yang digunakan ( veet cream cukup dioleskan ).
c) Setelah beberapa menit, dengan batang pengaduk, dilihat apakah ada bulu yang gugur. 2. Efek korosif : a) Usus tikus diambil, dipotong – potong sepanjang 5 cm, letakkan di atas kertas saring, yang lembab, kemudian diteteskan cairan –cairan obat. b) Setelah 15 menit, cairan yang berlebihan pada potongan usus diserap dengan kertas saring. c) Potongan – potongan kulit tersebut kemudian dibilas dengan air dan cairan yang berlebihan diserap dengn kertas saring. 3. Efek lokal fenol : a) Beaker gelas telah disiapkan diisi dengan larutan-larutan fenol. b) Serentak dicelupkan empat jari tangan selama 5 menit, ke dalam wadah kaca tersebut. c) Bila jari terasa nyeri sebelum 5 menit, segera jari diangkat dan dibilas dengan etanol. 4. Efek astringen : Mulut dibilas atau dikumur dengan larutan tanin 1%. Pengamatan 1. Efek menggugurkan bulu : a) Catat bau asli dari zat-zat yang digunakan. b) Perhatikan bau, sifat kaustik dan efek menghilangkan bulu serta efek lain (kalau ada) dari zat-zat tersebut pada jaringan yang digunakan. Catat saat terjadi efek setelah pemberian. c) Tabelkan hasil-hasil pengamatan.
Percobaan
Gugur Bulu
Bahan Percobaan
Kulit Tikus
Larutan Obat di Berikan pada Kulit
Efek di amati Bau awal
Kaustik/gugur bulu (...menit)
Efek lainnya
Larutan NaOH 20%
amis
7 menit (15:00-15:07)
Rontok, kulit lembek ( bau tidak amis )
Larutan Natrium Sulfida 20%
-
-
-
amis
7 menit (15:00-15:07)
Rontok, kulit kenyal ( bau tidak amis )
Veet Cream
2. Efek korosif : a) Amati sifat korosif dari obat-obat yang digunakan. b) Perhatikan sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan. c) Catat sebaik mungkin hasil-hasil yang diamati.
Percobaan
Korosif
Bahan Percobaan
Usus Tikus
Larutan Obat diberikan pada Usus
Pengamatan Sifat korosif
Kerusakan pada jaringan
Larutan raksa (II) klorida 5%;
Putih pucat
Agak keras, sedikit rapuh
Larutan fenol 5%
Merah muda pucat
Lunak
Larutan Natrium Hidroksida 20%
Merah muda kecoklatan
Sangat lunak sampai hancur, bintik – bintik hitam
Asam sulfat pekat
Pucat
Agak keras
Asam klorida pekat
Sedikit pucat
Agak keras, hampir lunak
Tingtura iod
Tidak berubah warna
Lunak (kenyal)
Larutan Perak nitrat 1%
Pucat
Lunak, warna gelap
3. Efek lokal fenol : a) Rasakan sensasi yang dialami jari-jari tangan; misalnya : rasa tebal, dingin, panas dan sebagainya. b) Tabelkan jenis sensasi yang terjadi dan saat terjadinya.
Pengamatan
Percobaan
Fenol dalam berbagai pelarut
Bahan Percobaan
Jari tangan
Jari tangan dicelupkan pada beaker gelas yang telah di isi
Rasa sensasi jari-jari tangan timbul 5 menit (misalnya, rasa tebal, dingin, panas dan sebagainya)
Larutan fenol 5% dalam air
Dingin
Larutan fenol 5% dalam etanol
Dingin
Larutan fenol 5% dalam gliserin 25%
Kebal
Larutan fenol 5% dalam minyak lemak
Tidak ada sensasi
4. Efek astringen a) Rasakan jenis sensasi yang dialami di mulut. b) Catat apa yang dirasakan. Percobaan
Bahan Percobaan
Larutan Obat di Kumur pada mulut
Pengamatan
Efek astringen
Mulut untuk kumur
Tannin 1%
Sepet di lidah seperti listerin
Pembahasan: Pada percobaan efek menggugurkan bulu pada kulit tikus dengan larutan NaOH 20% dan veet cream diperoleh bahwa dalam waktu yang relatif sama .Namun efek lainnya terlihat bahwa kulit tikus yang diberi larutan NaOH 20% menjadi lebih lembek. Namun yang diberi veet cream menjadi kenyal. Dikarenakan perbedaan pH pada kedua bahan obat yang diberikan pada kulit sehingga mempengaruhi tektur kulit tikus yang diamati. Pada percobaan efek korosif pada usus tikus dengan larutan raksa (II) klorida 5%, larutan fenol 5%, larutan natrium hidroksida 20%, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, tingtura
iod, dan larutan perak nitrat 1% menunjukkan sifat korosif yang berbeda sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan yang berbeda Pada percobaan efek lokal fenol 5% dalam berbagai pelarut (air, etanol, gliserin 25%, dan minyak lemak) pada jari tangan menimbulkan efek berbeda.Dikarenakan perbedaan reaksi yang terjadi dengan berbagai pelarut tersebut sehingga timbul efek yang berbeda pada jari tangan terasa menjadi nyeri. Pada percobaan efek astringen pada mulut ketika tanin 1% di kumur menimbulkan rasa sepat di lidah seperti listerin. Kesimpulan : Pada percobaan praktek tersebut disimpulkan bahwa dari percobaan efek obat pada kulit mukosa dan membrane menimbulkan efek berlainan yang dipengaruhi oleh bahan obat pada larutan obat yang diberikan pada setiap bahan percobaan. Jadi efek yang di timbulkan bermacam-macam. Pertanyaan 1. Apakah ada perbedaan bau dari obat-obat menggugurkan bulu sebelum dan sesudah digunakan? Jawab : Ada, pada saat obat sebelum diberikan berbau amis tetapi sesudah diberikan obat tidak berbau amis bahkan bulu sampai rontok dan kulit ada yang kenyal saat diberikan obat veet cream sedangkan kulit ada yang lembek saat diberikan obat larutan NaOH 20%. 2. Mungkinkah suatu obat bekerja korosif tanpa menggugurkan bulu dan sebaliknya? Jawab : Mungkin saja suatu obat dapat bekerja korosif tanpa menggugurkan bulu yaitu dengan menggunakan kadar obat yang rendah. Hal tersebut terjadi sebaliknya, akan tetapi harus memperhatikan farmakokinetika dari obat yang digunakan. 3. Sebutkan obat-obat lain yang dapat menyebabkan gugur bulu? Senyawa kimia lain yang dapat menyebabkan korosif. Jawab : Antasida, Demulsen, Sklerosan, Protective 4. Sebutkan menurut saudara beberapa persyaratan yang sebaiknya dipenuhi obat atau sediaan farmasi untuk dapat digunakan sebagai oabat berefek lokal agar menjamin keamanan pemakaiannya. Jawab :
Dosis yang digunakan harus sesuai dengan pemakai (mencit) dan sifat obat yang
diberikan. Obat yang digunakan harus diperhatikan senergisme dan antagonismenya.
Daftar pustaka : 1. Mutschler E., Dinamika obat, Buku ajar Farmakologi dan Toksikologi, ITB : Bandung 2. Katzung.G.Bertram, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. 2002 3. Siregar. Tahoma, Penuntun Praktikum Farmakologi, ISTN, Jakarta
B. Percobaan II
Judul percobaan
: Efek anestetika lokal
Tujuan percobaan
:
1. Mengenal tiga teknik ( anestetika permukaan/ Metode regnier, konduksi ) 2. Memahami factor – factor yang melandasi perbedaan – perbedaaan dalam sifat dan potensi anestetik local. 3. Mengenal berbagai factor yang mempengaruhi kerja anestetik local 4. Dapat menghubungkan potensi kerja anestetik local dengan manifestasi gejala toksisistasnya serta pendekatan rasional unutk mengatasi toksisitas anestetika. Prinsip percobaan
:
A. Anestesi konduksi Memutuskan efek rangsang pada tempat yang diputuskan. Teori : Anestetika local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila di kenakan secara locamumnyal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetik local menghilangkan keterangan dari organ akhir yang menghantarkan nyeri dan menghilangkan kemungkinan penghantaran dari serabut saraf sensible secara bolak-balik pada tempat tertentu sebagai akibat dari rasa sensasi nyeri hilang untuk sementara hilang. Kerja anastetik local pada ujung saraf sensorik tidak spesifik. Hanya kepekaan berbagai struktur yang di rangsang berbeda. Misalnya, fungsi motorik tidak terhenti dengan dosis umum untuk anastetik local teruma karena serabut saraf motorik mempunyai diameteryang lebih besar dari serabut sensorik. Oleh karena itu efek anastetik local menurun dengan kenaikan yang lebih besar maka mula-mula serabut saraf sensorik di hambatdan baru pada dosis yang lebih besar serabut saraf motorik di hambat. Pemberian anastetik local pada pada batang saraf menyebabkan paralysis sensorik didaerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat yang dapat mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanent pada sel saraf.. Paralisis saraf oleh anastetik local bersifat refersibel, tanpa merusak serabut atau sel saraf.
Anastetik local yang pertama kali ditemukan adalah kokain, yaitu suatu alkaloid. Sifatsifat dari anastetik local yang ideal yaitu :
Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara permanen Toksisitas sistemisnya rendah Efektif pada penyuntikan dan penggunan local Mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu yang lama Larut dalam air dengan menghasilkan larutan yang stabil dan tahan pemanasan (proses srerilisasi.
Mekanisme Kerja Mekanisme kerja anastetik local yang terkenal ialah bahwa obat ini menurunkan ketelapan membaran terhadap kation, khususnya ion natrium. Menurunnya ketelapan membrane mempunyai arti yang sama dengan suatu penurunan keterangsangan termasuk juga pada konsentrasi anastetik local yang tinggitidak dapat terangsang sama sekali dan serabut saraf, karena suatu rangsang hanya dapat terjadi atau dapat dihantarkan jika terjadi gangguan potensial istirahat mebran akibat suatu kenaikan mendadak dari ketelapan terhadap natrium. Blokade saluran ion, khususnya saluran natrium akibat anastetik local terjadi menurut mekanisme berikut : semua anastetik local tersimpan dalam membrane sel karena sifat lipofilnya dan melalui espansi membrane yang tak spesifik menutup saluran natrium, reaksi dengan reseptor terjadi pada sisi dalam membrane. Untuk memperpanjang daya kerjanya ditambahkan fase kontriktor yang dapat mencairkan pembuluh darah sehingga absorbsi diperlambat, toksisitas berkurang, mula kerja di percepat dengan khasiat yang lebih ampuh dan lokasi pembedahan praktis tidak berdarah. Cara pemakaian Menurut cara pemakaian anastetik local dibedakan:
Anastetik permukaan, digunakan pada mukosa atau permukaan luka kemudian berdifusi
ke organ akhir dan percabangan saraf terminal. Anastesi infiltrasi, anestesi local di suntikan ke dalam jaringan. Anastesi konduksi (hantaran), anastetika local disekitar saraf tertentu yang ditujukan dan hantaran rangsang pada tempat ini diputuskan.
Anastesi regional intravena dalam daerah anggota badan. Karena anastetika local terpenting yang digunakan sekarang ini mengandung gugus
amino tersier (sekunder) alifatik atau alisiklik dan dalam larutan berir terdapat dalam kesetimbangan antara bentuk berproton lipofil, yang selain bergantung juga pada besarnya ph lingkungan juga bergantungan pada besarnya anastesi local, maka keadaan dari kesetimbangan ini sangat berarti bagi daya tembus anastesi local. Walaupun demikian kerja pada tempat kerjanya merupakan dari bentuk berproton. Penghambatan lewatnya ion natrium dan kalium diakibatkan oleh kenaikan jumlah positif akibat anestetik local. Ketergantungan kerja pada besarnya pH jaringan normal karena glikolisis anaerob dan dengan demikian pembentukan asam laktat meningkat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya oksigen akibat membesarnya jalan difusi yang terjadi pada pembentukkan udem. Anestetik local pada daerah yang meradang demikian kurang berkhasiat, karena kesemtimbangan antara bentuk berproton dan tidak berproton bergeser ke arah bagian berproton dan ini menurnkan kemampuan penembusan. Cara pemakaian Menurut cara pemakaian anestetik local dapat dibedakan atas : a) Anestetik permukaan Pada anestetik permukaan, anestetik local pada mukosa atau permukaan luka dari sana berdifusi ke organ akhir sensorik dan kepercabangan saraf terminal. Pada epidermis yang utuh ( tidak terluka ) maka anestetik local hamper tidak mampu menembus lapisan tanduk. b) Metoda regnier Pada anestesi metoda regular, refleks okuler timbul setelah beberapa kali kornea disentuh, sebanding dengan kekuatan kerja anestetik dan besarnya sentuhan yang diberikan. c) Anestetika konduksi Pada anestetika konduksi, anestetik local disuntikan di sekitar saraf tertentu yang dituju dan hantaran rangsang pada tempat ini diputuskan. Bentuk khusus dari anestesi konduksi ini adalah anestesi spinal; anestesi peridural, dan lain – lain.
d) Anestesi infiltrasi Pada anestesi infiltrasi, anestetik local disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam jaringan. Dengan demikian selain organ sensorik, juga batang – batang saraf kecil dihambat. Contoh – contoh obat anesteik local :
Lidokain Merupakan anestesi local yang bekerja cepat dan bertahan lama dengan kekuatan
kerja
kira – kira 4 kali prokain, tetapi toksisitas hanya 2 kali prokain. Berlawanan dengan anestesi local jenis ester maka lidokain tidak diuraikan oleh hidrolase melainkan dibiotransformasi secara oksidatif ( antara lain dealkilasi pada nitrogen ). Senyawa yang dapat dipakai sebagai anestetika infiltrasi dan anestetika konduksi ini digunakan dalam larutan dengan konsentrasi 0,2 – 1 ( -2 ) %. Perlu ditekankan bahwa pemakaian simpatomimetika sebgaian besar dapat dihindarkan. Selanjutnya lidokain telah digunakan sebagai aritmia antinya/ anti aritmia.
Prokain Prokain HCL , yang sebagai hidroklorida mudah larut dalam air karena penambahan gugus dietil amino pada eloform, masih terlalu termasuk dalam anestetika local yang sering digunakan karena sifat diterima dengan baik. Obat ini dalam organisme akan cepat disabunkan oleh esterase menjadi dietilaminoetanol dan asam p-amino benzoate yang bekerja melebarkan pembuluh darah. Yang umum dalam perdagangan 0,5 % unutk anestesi infiltrasi dan 1-2 % untuk anestesi konduksi. Pemberian tunggal terbesar secara sub cutan sebesar 0.6 gram.
Kokain Merupakan suatu alkaloid ester dari daun Eritroxylon coca merupakan anestetika local yang tertua. Obat ini tidak digunakan lagi karena toksisitasnya yang tinggi, dan kerja yang menyebabkan ketergantungan. Tapi karena obat ini berfungsi sebagai senyawa model pada perkembangan anestesi local sintetik, maka obat ini masih menarik dari segi
suatu kelompok obat. Selain itu, obat ini merupakan satu-satunya anestetika local yang bekerja vasokonstriksi melalui penghambatannya pada pengambilan kembali nor adrenalin ke dalam akson. Bahan dan alat Hewan : Mencit jantan 20-30 gram bb. Obat
: Prokain HCL 0,2% dosis ),5 mg/kg bb dilarutkan dalam NaCl fisiologis.
Alat : Alat suntik 1 ml, klem/pinset ekor, silinder khusus untuk mencit, timbangan untuk mencit.
Prosedur dan pengamatan : 1) Semua mencit dicoba dulu respon haffner ( lihat respon antagonis morfin ) dan hanya dipilih hewan – hewan yang memberikan respon negative. 2) Hewan –hewan di kelompokan dan ditimbang dan diberikan tanda pengenalnya masingmasing. 3) Untuk percoban, mencit dimasukkan ke dalam silinder dan hanya ekornya dikeluarkan. Jumlah silinder disesuaikan dengan jumlah mencit dari satu kelompok. 4) Ekor mencit kemudian dijepit pada jarak 0,5 cm dari pangkal ekor. Manifestasi rasa nyeri ditunjukkan dengan reflek gerakan tubuh mencit atau dengan suara kesakitan. Respon demikian dicatat sebagai Hffner negative. 5) Pada waktu t = 0 masing-masing dari kelompok yang sama disuntik prokain HCl di vena ekor kelompok control hanya di suntik larutan pembawanya dengan cara yang sama. 6) Setelah waktu t = 10 menit masing-masing mencit diperiksa respon Hffner dan selanjutnya dilakukan hal yang sama pada t = 15 dan 20 menit. 7) Hasil pengamatan dicatat dalam sebuah table Pengamatan :
Hewan Mencit
Resfon Hafner pada waktu (t= menit)
Obat/ kelompok
Cara Pemberian
0
10
15
20
Prokain
IV
Normal
Mulai tenang
Tenang
Lebih tenang
Kontrol negatif
IV
Normal
Normal
Normal
Normal
Lidokain
IV
Normal
Mati
-
Perhitungan :
Prokain HCl (2mg/ ml) Bobot mencit : 29,5 g Manusia – mencit (20 g) = 0,026 2mg/ ml x 0,026 = 0,052 29,5 g x0.052 0,0767 20 g 0,0767 x1ml 0,03835 x10 0,3835 0,4ml 2mg
Lidokain 2% = 0,5 ml
Kontrol Negatif (Aqua Pro Injeksi) = 0,5 ml
Pembahasan : Pada percobaan anestetika lokal bagian anestesi konduksi dengan menggunakan larutan prokain HCl, lidokain dan kontrol negatif (aqua pro injeksi) pada mencit yang berbeda diperoleh data bahwa pada mencit yang diberi prokain HCl dapat diamati terjadi efek sedatif yang berkelanjutan hingga akhirnya terjadi anestesi. Pada kontrol negatif tidak terjadi perubahan efek karena memang hanya berisi aqua pro injeksi sehingga selalu dalam keadaan normal. Pada pemberian lidokain mencit langsung mati setelah di suntik. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi karena pada percobaan hanya akan menimbulkan efek anestesi lokal yang diinginkan bukan kematian. Hal tersebut dikarenakan adanya kesalahan perlakuan pada saat penyuntikan dan stres yang dialami mencit juga ikut mempengaruhi terjadinya kematian pada mencit. Kesimpulan :
-
Pada percobaan tersebut dapat disimpulkan anestetika lokal pada anestesi konduksi dapat disimpulkan bahwa obat anestesi dapat menimbulkan efek sedatif yang berkelanjutan hingga pada akhirnya menimbulkan efek anestesi pada hewan coba. Daftar Pustaka : 1. Mutschler E., Dinamika obat, Buku ajar Farmakologi dan Toksikologi, ITB : Bandung 2. Katzung.G.Bertram, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. 2002 3. Siregar. Tahoma, Penuntun Praktikum Farmakologi, ISTN, Jakarta.
C. Percobaan III Judul percobaan
: Toksisitas Anestetika lokal
Tujuan percobaan
:
1. Menjelaskan factor yang mempengaruhi toksisisitas obat anestetika local 2. Mengetahui gejala – gejala anestetika local 3. Dengan mengetahui gejal –gejala toksisitas diharapkan akan mengatasi apabila terjadi toksisitas anestesi local. Prinsip percobaan
:
Setiap zat kimia pada dasarnya bersfat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian dasar penilaian toksikologis adalah menentukan apabila zat kimia adalah racun ( sola vacid venenum ). Teori : Sebelum melakukan suatu pembedahan, pada umumnya pasien dibius terlebih dahulu dengan anestetik umum, sehingga tercapai stadium pembedahan. Namun tidak menggunakan anestetika local saja. Misalnya pada tindakan pencabutan gigi, sunat, pengangkatan kista da lain – lain. Anestetik local ini digunakan untuk menghilangkan persepsi nyeri setempat dan menekan refleksi dari suatu badan tertentu sehingga dapat dilakukan pembedahan pada tempat tersebut. Selain serabut sensorik, serabut saraf motoris dapat dihambat oleh obat anestetik local. Penilaian keamanan suatu obat/ zat kimia merupakan bagian penting dari toksikologi karena setiap zat kimia yang baru disintesis dan akan dipergunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. a. Prokain Prokain dikenal dengan nama Novokain.
Farmakodinamik Analgesia sistemik pada penyuntikan prokain sub cutan dengan dosis 100 – 800 mg, terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Eafek maksimal berlangsung 10 – 20 menit dan menghilang sesudah 60 menit.
Farmakokinetik Absorpsi berlangsung cepat di tempat suntikan dan unutk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vazokontriktor. Setelah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietil amino etanol. PABA diekskresi di dalam urin, kira – kira 80 % dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi.
Intoksifikasi Toksisistas prokain hanya ¼ dari toksisitas kokain pada pemberian IV maupun SK. Prokain lebih cepat dirusak dalam badan dari pada kokain. Absorpsi prokain diperlambat
dengan vasokontriktor sehingga toksisistasnya menjadi lebih ringan. Hasil hidrolisis prokain tidak toksik. b. Tetrakain Tetrakain adalah derivate asam amino benzoat. Pada pemberian IV zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik dari pada prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam anestesia. Untuk pemakaian topical pada mata digunakan larutan tetrakain 0,5 % untuk hidung dan tenggorokan larutan 2 %. Pada anestesia spinal dosis total 10 – 20 mg. Komplikasi yang berbahaya dan terapinya. Pada percobaan anesthesia local dapat terjadi komplikasi berat bahkan membahayakan jiwa sebagai berikut :
Kadar dalam darah dari anestesia local/ simpatomimetika yang ditambahkan sebagai
vasokontriktor yang terlalu tinggi dan juga Reaksi alergi
Kadar darah yang terlalu tinggi akibat penyuntikan intravasal yang tak disengaja, terlalu cepat absorpsinya/ konsentrasi anestetik local yang terlalu tinggi menyebabkan gangguan saraf pusat dan gangguan kardium. Gejala – gejala keracunan saraf pusat, yang pada fase awal terjadi penghambatan neuron inhibisi ( oleh sebab itu terjadi gejala terangsang ) dan selanjutnya. Pada keracunan yang lebih parah terjadi kelumpuhan bagian yang lebih besar dari system saraf pusat. Pada kasus ringan berupa tidak tenang, tremor, keadaan takut dan delirium. Pada kasus berat berupa kejang kronik dan kelumpuhan pernafasan. Seperti halnya pada serabut saraf, penghantaran rangsang pada jantung dihambat, karena itu dapat terjadi bradikardia yang akhirnya terjadi blockade atrioventrikular dan sebagai akibatnya jantung berhenti dan kejang andisia. Pada keracunan adrenalin terjadi pucat dan intensif keringat dingin, takhikardia dan kenaikan tekanan yang besar dalam kasus jarang terjadi gejala aritmia dan polimer ventrikel sedang pada kelebihan dosis nor adrenalin terjadi bradikardia. Reaksi alergi dapat tidak merugikan atau yang berat ( misal brokhospasmus, syok anafilaktik ).
Toksisitas suatu anestetika local sebagian tergantung dari kesetimbangan antara kecepatan absorpsinya dan kecepatan destruksinya. Kecepatan absorpsinya dapat diperlambat oleh vasokonstriktor, maka kecepatan destruksinya yang berbeda – beda merupakan factor utama yang menentukan aman/ tidaknya suatu anestetika local. Sebagian besar anestetika local maupun eter dan biasanya toksisitasnya hilang setelah mengalami hidrolisis di hati dan plasma. Anestetika golongan amida misalnya lidokain akan mengalami destruksi dalm reticulum endoplasma hati, mula – mula terjadi proses N- dealkilasi yang disusul dengan hidrolisis. Sebaliknya prokain mula –mula mengalami hidrolisis / menghasilkan metabolit o – toludin yang dapat menyebabkan methemoglobinemia. Bahan dan alat : Hewan : Tikus putih jantan, bobot ± 150 gram, enam ekor. Obat
: Larutan prokain HCL 1,25%, Lidokain 1,25%, Tetrakain HCl 1,25%.
Dosis
: Untuk masing-masing obat 125 mg/kg bb.
Rute
: Intraperitonel dan Subkutan.
Alat
: Tiga wadah kaca bertutup untuk pengamatan; spuit 1 ml dengan jarum yang sesuai untuk pemberian IP dan SK; timbangan tikus.
Prosedur Amati kelakuan, karakteristik tikus sebelum pemberian obat ( sikap, pernafasan, bola mata, pupil mata ). Kepada masing – masing tikus berikan obat – obat menurut bagian berikut : Pengamatan 1. Amati karakteristik tikus selama 10 menit (sikap, kelakuan, kejang-kejang kalau ada, bola mata, pupil mata dan gejala-gejala lain. 2. Catat waktu gejala yang muncul dan kematian jika ada. Tabel Pengamatan Tikus
Obat diberikan
Rute Pemberian
Karakteristik Tikus sebelum Diberi
Gejala yang timbul setelah pemberian
1
2
3
4
5
6
Prokain HCl
Tetrakain HCl
Lidokain HCl
Prokain HCl
Tetrakain HCl
Lidokain HCl
Perhitungan : Prokain (IP) : 2 mg/ml Tikus I = 361g Manusia-Tikus (200g) = 0,018 0,018 x 2 mg/ml = 0,036 mg/ml
obat
obat
IP
Aktif, garuk-garuk badan, mata merah, tidak pucat
Tenang
IP
Aktif, garuk-garuk badan, mata merah, tidak pucat
Gigit tangan, tenang bola mata dan pupil mata sayup, tidur
IP
Aktif, garuk-garuk badan, mata merah, tidak pucat
Garuk-garuk, gigit tangan tenang, bola dan pupil mata sayup
SC
Lebih tenang, pernapasan normal
Tidur lebih cepat, kedip-kedip mata dan mata sayup
SC
Hiperaktif, pernapasan normal, bola mata merah besar
Napas memendek, mata sayup-sayup kemudian menutup dan lebih tenang hingga tidur
Hiperaktif, pernapasan normal, bola mata besar
Lebih tenang ( dalam waktu 10 menit), kemudian tertidur dengan napas yang memendek
SC
361,5 g x0,036mg / ml 0,065mg / ml 200 g 0,065mg / ml x1ml 0,0325mlx10 0,325ml 0,3ml 2mg
Tetrakain HCl (IP) : 5 mg/ml Tikus II = 282 g Manusia-Tikus (200g) = 0,018 0,018 x 5 mg/ml = 0,09 mg/ml 282 g x0,09mg / ml 0,1269mg / ml 200 g 0,1269mg / ml x1ml 0,025mlx10 0,25ml 0,3ml 5mg
Lidokain HCl (IP) : 20 mg/ml Tikus III = 215,4g Manusia-Tikus (200g) = 0,018 0,018 x 20 mg/ml = 0,36 mg/ml 215,4 g x 0,36mg / ml 0,38772mg / ml 200 g 0,38772mg / ml x1ml 0,019386mlx10 0,19386ml 0,2ml 20mg
Prokain HCl (SC) : 2 mg/ml Tikus I = 196,5 g Manusia-Tikus (200g) = 0,018
196,5 g x0,118 x125mg 2,210625mg 200 g 2,210625mg x1ml 1,105ml 1ml 2mg
Tetrakain HCl : 5 mg/ml Tikus II = 230 g Manusia-Tikus (200g) = 0,018 230 g x0,018 x125mg 2,5875mg 200 g 2,5875mg x1ml 0,5175ml 0,5ml 5mg
Lidokain HCl : 20 mg/ml Tikus III = 190 g Manusia-Tikus (200g) = 0,018 190 g x125mg 23,75mg 1000 g 23,75mg x1ml 0,5175ml 0,5ml 20mg
Pembahasan :
Pada percobaan praktek toksisitas anastetika lokal dan pemberian obat melalui jalur intra peritoneal, obat yang digunakan prokain HCL, Tetrakain HCL, Lidokain HCL. Sebelum obat tersebut di suntikan pada tikus kelakuan pada tikus sangat aktif dan pada bola mata
terlihat segar. Tikus pertama di berikan obat prokain HCL, kemudian setelah beberapa menit menimbulkan efek menjadi lebih tenang dan tidak tidur.
Tikus kedua di berikan obat Tetrakain HCL, kemudian tikus menjadi tenang tetapi dia masih bereaksi yaitu badan dan pipinya mulai di garuk-garuk tetapi pada bola mata
sudah terlihat pucat dan sayup-sayup dan belum menimbulkan efek tidur. Tikus ketiga di berikan obat Lidokain HCL, kemudian tikus menjadi tenang dan pada bola mata terlihat sayup dan badan tikus mulai lemas dan belum menimbulkan efek tidur pada tikus.
Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa pengaruh pada dosis dan jenis obat yang di berikan pada tikus mempengaruhi tingkah laku dan reaksi yang ditimbulkan. Semakin banyak dosis yang di gunakan maka makin cepat pula reaksi yang di terima tikus, tikus pun menjadi lemas lebih cepat di bandingkan , tikus yang di beri dosis obat lebih rendah di banding tikus sebelumnya. Tikus yang diberikan dosis rendah lebih lama rekasinya, dan efek menjadi lemas dan pucat pada tikus juga lama.
Pertanyaan 1) Urutkan kekuatan toksisitas Anetetika lokal yang dicoba? Terangkan alasannya. Jawab : Tetrakain HCL dan Lidokain HCL lebih cepat bereaksi pada tikus, tikus lebih cepat lemas dan pada mata terlihat sayup. Dan pada obat prokain HCL tikus terlihat tenang saja tetapi efek yang di timbulkan lama. 2) Jelaskan cara penanganan keracunan anestetika lokal yang dicoba dan mekanisme kerjanya! Jawab : Penanganan keracunan :
Pada anestesi sendiri dapatdibagi menjadi tiga fase: induksi, pemeliharaan, dan sadar kembali. Pengertianya sebagai berikut : Induksi didefinisikan sebagai suatu periode waktu dari mulai pemerian anastesi sampai pada anastesi pembedahan yang efektif pada penderita. Induksi anastesi tergantung dari seberapa cepatnya konsentrasi efektif obat anastesi yang mencapai otak. Selama fase
induksi adalah perlu untuk mencegah fase eksitatori (Stadium II delirium) yang ditandai oleh beberapa anastesi kerja lambat. Jadi anastesi umum secara normal diinduksi dengan suatu anastesi intravena seperti thiopental, keadaan tidak sadar dicapai setelah disuntik 25 menit. mekanisme kerja anestetik lokal :
Dijelaskan dengan interaksi langsung menggunakan kanal natrium (teori modulator reseptor).Anestetik lokal amin yang biasa digunakan terdapat dalam keadaan ekuilibrium bebassebagai bentuk netral yang larut lemak dan hidrofilik, bentuk bermuata tergantung pKa dan pH lingkungan. Meskipun bentuk netral bisa menggunakan aksi anestetik seperti dijabarkan sebelumnya, spesies kation secara jelas merupakan bentuk yang paling poten . Anestetik lokal amine tersier ini juga menunjukkan blokade kanal natrium yang lebih besar jika membran saraf didepolarisasi secara berulang (1 hingga 100 Hz), sedangkan anestetik lokal netral memperlihatkan sedikit perubahan aktivitas dengan peningkatan frekuensi stimulasi (usedependent block).Peningkatan frekuensi stimulus meningkatkan probabilitas bahwa kanal natrium akanterdapat dalam bentuk membuka dan inaktif jika dibandingkan dengan keadaan tanpastimulasi. Dengan demikian, perbedaan aktivitas anestetik lokal amine tertier antara u s e dependent block (stimulasi berulang) dan tonic block (tidak terstimulasi)dijelaskan dengan baik oleh ad an y a re se p tor an e ste ti k l okal tunggal dalam kanal
natrium yang memiliki afinitas berbeda selama konformasi channel yang berbeda(istirahat, membuka, inkatif). Secara spesifik, afinitas lebih tinggi yang terjadi selamafase membuka dan inaktif. Untuk mendukung teori ini, jika afinitas kanal yang inaktif t e r h a d a p a n e s t e t i k l o k a l t u r u n m e l a l u i m a n i p u l a s i g e n e t i k , u s e d e p e n d e n t b l o c k dikurangi 3) Jika jantung tikus berhenti, apa yang mula-mula dilakukan untuk menyelamatkan, dan jika ini tidak berhasil apa lagi yang dapat dilakukan agar tikus tidak mati. Jawab : Dengan cara menggerakan badan tikus yang sudah mulai lemas kemudian tikus tersebut di beri minum dan makan agar tikus tidak kehilangan tenaga. Dan tikus bisa pulih seperti semula. Kalau tidak berhasil maka tikus tersebut di beri suntikan vitamin agar kondisi tubuhnya pulih seperti biasanya.
Daftar pustaka
1. Mutschler E., Dinamika obat, Buku ajar Farmakologi dan Toksikologi, ITB : Bandung 2. Katzung.G.Bertram, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. 2002 3. Siregar. Tahoma, Penuntun Praktikum Farmakologi, ISTN, Jakarta.
FARMAKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM “BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT DAN EFEK LOKAL OBAT”
Disusun oleh : PUTRI WULANDARI ( 10330001 )
JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL 2012