DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-15
ANALISIS NILAI TAMBAH SEBAGAI INDIKATOR MODAL INTELEKTUAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN NILAI PASAR PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Ariati Suryaningsih, Indira Januarti 1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851 ABSTRACT This study aims to analyze empirically the role of Value Added in particular intellectual capital and capital employed as an indicator of Intellectual Capital (VAIC ™) and ensure that value added models in assessing the impact on performance and market value of companies listed on the Stock Exchange Indonesia in 2006 through 2010. By using the model as a method of quantification Pulic, this study examined the effect of the value added of intellectual capital coefficient (VAIN) and value added capital employed coefficient (VACA) to productivity (OI / S), profitability (ROA), earnings growth (GR) and market value (MB) of the company. Data from this study were obtained from financial statements and annual reports of manufacturing firms drawn from the Indonesia Stock Exchange and the Indonesian Capital Market Directory. The population of this study is manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the years 2006-2010 for 290 companies. Determination of the sample using purposive sampling method. The type of data used are secondary data in the form of annual reports by the media manufacturing companies. Data analysis tools that use the Partial Least Square (PLS) with the help of a computer program PLS version 2.0. The results of this study indicate there is a possitive association between the value added of intellectual capital (VAIN) and productivity (OI / S), profitability (ROA), earnings growth (GR) and market value (MB) of manufacturing companies in Indonesia. The results also show that the value-added capital employed (VACA) has a positive association on productivity (OI / S), profitability (ROA) and market value (MB) of the company. But the value added capital employed (VACA) have no association on the growth of revenue (GR) manufacturing companies in Indonesia. Keywords: Value Added, Intellectual Capital, and Partial Least Square.
PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini, banyak perusahaan yang mengubah sistemnya dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labour-based business), menjadi bisnis yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge-based-business), sehingga karakteristik perusahaannya menjadi perusahaan berbasis ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert, 1998 dalam Sawarjuwono, 2003). Para pelaku bisnis mulai menyadari pentingnya inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia karena kemampuan bersaing saat ini tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva berjuwud. Oleh Karena itu, organisasi bisnis semakin menitik beratkan akan pentingnya knowledge asset (aset pengetahuan) sebagai salah satu bentuk aset tak berwujud (Agnes, 2008). Pengetahuan diakui sebagai komponen esensial bisnis dan sumber daya strategis yang lebih suistanible (berkelanjutan) untuk memperoleh dan mempertahankan competitive advantage (Asni, 2007 dalam Solikhah, 2010). Secara ringkas Heng (dikutip dari Sangkala, 2006) mengartikan 1
Ariati Suryaningsih, Indira Januarti
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 2
intellectual capital sebagai aset berbasis pengetahuan dalam perusahaan yang menjadi basis kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan dalam bersaing. Sangkala (2006) mendefinisikan intellectual capital sebagai hasil dari proses tansformasi pengetahuan atau pengetahuan itu sendiri yang ditransformasikan dalam asset yang bernilai bagi perusahaan. Pada kenyataannya pembahasan tentang intellectual capital terus berkembang. Salah satu area yang menarik perhatian akademisi maupun praktisi adalah terkait dengan penggunaan intellectual capital sebagai salah satu alat untuk menentukan nilai perusahaan (Edvinsson dan Malone, 1997) dalam Ullum (2008). Tetapi masalah sebenarnya dengan modal intelektual yaitu terletak pada pengukurannya. Keberadaan IC dalam laporan keuangan perusahaan masih belum jelas. Pengukuran yang tepat terhadap modal intelektual perusahaan belum dapat ditetapkan (Ullum et al, 2008). Fenomena IC di Indonesia baru mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (revisi 2000) tetang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No.19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002). Sulitnya mengukur intellectual capital secara langsung tersebut, kemudian Pulic (1998) mengusulkan pengakuan secara tidak langsung terhadap intellectual capital dengan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient – VAIC™). Konsep nilai tambah adalah indikator objektif secara keseluruhan dari kesuksesan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai dengan memasukkan investasi sumber daya termasuk gaji dan bunga untuk aset keuangan, deviden, pajak serta biaya research and development. Beberapa penelitian tentang intellectual capital telah membuktikan bahwa intellectual capital mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Akan tetapi, penelitian lain mengungkapkan hal yang berbeda. Hasil penelitian Firrer dan William (2003) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh positif antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan. Sedangkan penelitian Chen et al (2005) merupakan pengembangan dari penelitian Firrer dan William (2003), berhasil membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Serupa dengan penelitian Chen et al (2005), Tan et al (2007) berhasil membuktikan bahwa intellectual capital berhubungan secara positif terhadap kinerja keuangan perusahaan maupun kinerja keuangan perusahaan di masa datang. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata menunjukkan hasil yang berbeda mengenai pengaruh IC terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Dikarenakan pada era knowledge based business, pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting. Perbedaan perkembangan dan penggunaan teknologi mungkin dapat mengakibatkan perbedaan dalam implikasi dan penggunaan intellectual capital di tiap-tiap negara. Berpijak dari penelitian yang menunjukkan hasil kontradiktif tersebut, maka menarik untuk dikaji ulang dengan melakukan penelitian mengenai modal intelektual.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Resource Based Teory (RBT) Resource-Based Theory (RBT) adalah suatu pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategik dan keunggulan kompetitif perusahaan yang menyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. Penrose (1959) dalam (Solikhah, 2010) berpendapat bahwa sumber daya yang unggul adalah sumber daya yang langka serta tidak mudah untuk ditiru oleh pesaing. Maka secara umum, sumber daya yang mampu membawa keunggulan kompetitif tersebut adalah kompetensi sumber daya manusia, saling percaya (trust) di dalam perusahaan, budaya organisasi, serta basis data atau pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi melalui teknologi informasi. Madhani (2009) menyatakan bahwa suatu sumber daya yang berharga akan mendorong perusahaan untuk menambah nilai keuangan perusahaan. Suatu sumber daya akan lebih berharga apabila dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Menurut Resource Base Theory, intellectual capital (IC) memenuhi criteria valuable, rare, imperfect imitability dan non subtitution (VRIN).
2
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 3
Intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan apabila dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Nilai tambah tersebut dapat menciptakan suatu keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Stakeholder Teory Teori ini memelihara hubungan stakeholder yang mencakup semua bentuk hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholdernya. Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Istilah stakeholder dari definisi Gray et al (2001) menyatakan bahwa stakeholder adalah:“…..pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan, para stakeholder antara lain masyarakat, karyawan, pemerintah, supplier, pasar modal dan lain-lain.” Dalam konteks untuk menjelaskan hubungan VAIC™ dengan kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan, teori stakeholder dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder (Deegan, 2004 dalam Ulum, 2008). Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Ulum, 2008). Penciptaan nilai (value creation) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added bagi perusahaan (dalam hal ini disebut VAIC™) yang kemudian dapat mendorong meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan menigkatkan pertumbuhan perusahaan sehingga nilai perusahaan dimata seluruh stakeholder akan meningkat.
Intelectual Capital Ada banyak definisi berbeda mengenai modal intelektual. Modal intelektual adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai (Williams, 2001). Modal intelektual dapat dipandang sebagai pengetahuan, dalam pembentukan, kekayaan intelektual dan pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan (Stewart, 1997). Modal intelektual mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Edvinsson dan Malone (1997), mengklasifikasikan IC perusahaan terdiri dari modal manusia (HC) dan modal struktural (SC). HC didefinisikan sebagai kualifikasi pengetahuan, dan ketrampilan karyawan sedangkan SC adalah pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Structural capital mencakup proses produksi, teknologi informasi, hubungan pelanggan, riset dan pengembangan. Menurut Resource Based Theory, Intellectual capital merupakan suatu sumber daya perusahaan. Teori ini menganggap bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan kompetitif dan kinerja keuangan yang lebih baik melalui penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Sedangkan sumber daya yang strategis adalah sumber daya yang memiliki karakteristik VRIN (Madhani, 2009). Maka untuk dapat menghasilkan nilai tambah ( value added ) perusahaan harus dapat mengelola IC dengan efektif dan efisien.
Value Added Intellectual Cofficient (Pulic Model) Saat ini upaya memberikan penilaian terhadap modal intelektual merupakan hal yang penting. Namun terdapat masalah kesulitan dalam pengukuran modal intelektual. Pulic (1998) mengusulkan Koefisien Nilai Tambah Intelektual / Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) untuk menyediakan informasi tentang efisiensi penciptaan nilai dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. VAIC™ adalah sebuah prosedur analitis yang dirancang untuk memungkinkan manajemen, pemegang saham dan pemangku kepentingan lain yang terkait untuk secara efektif
3
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 4
memonitor dan mengevaluasi efisiensi nilai tambah atau Value Added (VA) dengan total sumber daya perusahaan dan masing-masing komponen sumber daya utama. Nilai tambah adalah perbedaan antara pendapatan (OUT) dan beban (IN). Metode ini sangat penting karena memungkinkan kita untuk mengukur kontribusi setiap sumber daya - manusia, struktur, fisik dan keuangan – untuk membuat VA oleh perusahaan (Ze’ghal dan Maaloul, 2010). Pulic (1998) mengembangkan "Value Added Intellectual Coefficient" (VAIC™) untuk mengukur nilai intellectual capital perusahaan secara kuantitatif. Sesuai dengan model Pulic (1998) formulasi perhitungan VAIC™ adalah sebagai berikut: VA = OUT – IN Output (OUT) = Total penjualan dan pendapatan lain. Input (IN) = Beban dan biaya-biaya (selain beban karyawan). Value Added (VA) = Selisih antara Output dan Input. Tahap kedua adalah menilai hubungan antara nilai tambah (VA) dengan human capital (HC). Nilai koefisien nilai tambah dari human capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA yang dihasilkan dari satu satuan moneter yang diinvestasikan pada karyawan. Menurut Pulic (2004), beban karyawan tidak dimasukkan dalam input, hal ini berarti beban karyawan tidak dimasukkan dalam biaya melainkan investasi. VAHU = VA/HC Value added Human Capital (VAHU) Human Capital (HC) = Beban karyawan. Value Added (VA) = Nilai Tambah Langkah ketiga adalah menemukan hubungan antara VA dengan Structural Capital (SC). Structural Capital Value Added (STVA) adalah rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit moneter dari VA. SC diperoleh dari HC dikurangkan dari VA. SC tergantung pada penciptaan VA dan berbanding terbalik dengan HC. SC diperoleh dari HC dikurangkan dari VA. STVA = SC/VA Structural Capital Value Added (STVA) Structural Capital (SC) = Modal struktural. Value Added (VA) = Nilai Tambah Langkah keempat adalah menghitung value added intellectual capital (VAIN). VAIN menunjukkan kontribusi dari IC dalam pembentukan VA. VAIN terdiri dari HC dan SC maka rumusan VAIN menjadi: VAIN = VAHU + STVA VAIN = Value Added Intellectual Capital VAHU = Value added Human Capital STVA = Structural Capital Value Added Langkah kelima adalah menilai VACA (Value added capital employed). VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi. Menurut Pulic (2004) dalam penciptaan nilai IC membutuhkan modal finansial dan fisik. Value added capital employed (VACA) mengungkapkan seberapa besar nilai baru telah dibuat oleh satu unit moneter yang diinvestasikan dalam modal usaha. Dengan demikian, pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan (Tan et al., 2007). VACA = VA/CE VACA = Value Added Capital Employed CE = Capital Employed: dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih) VAIC™ mengukur berapa banyak nilai baru telah dibuat per unit moneter yang diinvestasikan dalam sumber daya masing-masing. Suatu koefisien yang tinggi menunjukkan penciptaan nilai yang lebih tinggi menggunakan sumber daya perusahaan, termasuk IC nya. Dengan demikian, VAIC dihitung sebagai berikut: VAIC™ = VAIN + VACA VAIC™ = Value Added Intellectual Capital Coeficient
4
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 5
Kinerja Perusahaan Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1997). Menurut Horne (2005), kinerja adalah hasil pencapaian dalam periode tertentu. Kinerja perusahaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan perusahaan. Berbagai rasio dapat digunakan, tetapi dalam penelitian ini digunakan empat macam rasio keuangan yang mencerminkan efisiensi perusahaan terhadap total aktiva yaitu didefinisikan sebagai berikut yaitu rasio produktifitas, rasio profitabilitas, nilai pasar dan pertumbuhan perusahaan. Indikator yang digunakan untuk menjelaskan mengenai rasio produktifitas adalah operating income per net sales (OI/S). Sedangkan untuk profitabilitas, nilai pasar, dan pertumbuhan pendapatan perusahaan masing – masing menggunakan ROA, market to book (MB) dan Growth Revenues yaitu GR sebagai indikatornya.
Pengaruh antara Nilai Tambah Modal Intelektual (VAIN) dan Nilai Tambah Modal Usaha (VACA) terhadap Kinerja dan Nilai Pasar Perusahaan Penelitian ini didesain untuk menganalisis secara empiris peranan dari Nilai Tambah (Value Added) sebagai indikator dari Intellectual Capital. Penelitian ini secara khusus meneliti mengenai peranan nilai tambah modal intelektual (VAIN) dan nilai tambah modal usaha (VACA) sebagai komponen pembentuk VAIC™ dan juga berusaha untuk memastikan secara empiris model value added tersebut dalam menilai dampaknya terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan. Pada penelitian ini kinerja perusahaan dilihat dari empat sudut pandang yaitu produktifitas (OI/S), profitabilitas (ROA), pertumbuhan pendapatan (GR) dan nilai pasar (MB). Jika intellectual capital merupakan sumber daya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka intellectual capital akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, Chen at al, Abdolmohammadi dalam Ulum, 2008). Apabila intellectual capital meningkat, maka kinerja keuangan akan semakin meningkat, begitu juga sebaliknya. Hipotesis penelitian ini disusun secara urut berdasarkan logika tersebut. Kinerja keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode/kurun waktu tertentu. Sebagian besar dari hasil–hasil penelitian, seperti misalnya penelitian Tan et al. (2007) dan Chen et al. (2005) menunjukkan bahwa modal intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan yang mampu mengelola sumber daya intelektualnya diyakini mampu menciptakan value added serta mampu menciptakan competitive advantage dengan melakukan inovasi, penelitian dan pengembangan yang akan bermuara terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Hal tersebut senada dengan konsep Resource-Based Theory. Sedangkan dari sudut pandang Stakeholder Theory dinyatakan bahwa manajer korporasi akan berusaha memperoleh value added (nilai tambah) yang selanjutnya akan didistribusikan kembali kepada seluruh stakeholder. Oleh karena itu, para stakeholder akan berperan sebagai kontrol dalam rangka penggunaan dan pengelolaan sumber daya perusahaan termasuk sumber daya intelektual. Penelitian terdahulu mengenai hubungan intellectual capital dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan. Penelitian Chen et al (2005) merupakan pengembangan dari penelitian Firrer dan William (2003), berhasil membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Serupa dengan penelitian Chen et al (2005), Tan et al (2007) berhasil membuktikan bahwa intellectual capital berhubungan secara positif terhadap kinerja keuangan perusahaan maupun kinerja keuangan perusahaan di masa datang. Sedangkan penelitian Ze’ghal dan Maaloul, (2010) membuktikan bahwa VAIN dan VACA memiliki berpengaruh secara positif terhadap kinerja suatu perusahaan. Di Indonesia penelitian mengenai pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan juga telah dilakukan. Penelitian Ulum (2008) menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Namun penelitian Kuryanto (2008) menunjukkan IC tidak memiliki hubungan yang positif dengan kinerja perusahaan. Hasil yang berbeda ini menunjukkan bahwa penelitian mengenai pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan masih dibutuhkan.
5
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 6
Berdasarkan uraian diatas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: H1a: H1b: H2a: H2b: H3a: H3b: H4a: H4b:
Nilai tambah modal intelektual (VAIN) perusahaan berpengaruh positif terhadap produktifitas perusahaan (OI/S). Nilai tambah modal usaha (VACA) berpengaruh positif terhadap produktifitas perusahaan (OI/S). Nilai tambah modal intelektual (VAIN) perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan (ROA). Nilai tambah modal usaha (VACA) berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan (ROA). Nilai tambah modal intelektual (VAIN) perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan (GR). Nilai tambah modal usaha (VACA) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan (GR). Nilai tambah modal intelektual (VAIN) perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan (MB). Nilai tambah modal usaha (VACA) berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan (MB).
METODE PENELITIAN Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah value added intellectual capital (VAIN) yang diciptakan oleh human capital (VAHU) dan structural capital (STVA). Kemudian variabel independen lainnya yaitu value added of capital employee (VACA). Konsep tersebut berdasarkan penelitian Ze’ghal dan Maaloul, (2010). Berdasarkan penelitian tersebut kedua value added telah terformulasi perhitungan masing-masing variabel independen disimbolkan dengan nama VAIC™ yang dikembangkan oleh Pulic (1998; 1999; 2000), yaitu formula masing-masing variabel adalah sebagai berikut. 1. Value added intellectual capital (VAIN). VAIN menunjukkan kontribusi dari IC dalam pembentukan VA (Ze’ghal dan Maaloul, 2010). VAIN terdiri dari HC dan SC maka rumusan VAIN menjadi: VAIN = VAHU + STVA Dimana: VAHU = VA / HC; Value added human capital VA = OUT – IN OUT = Output: total penjualan dan pendapatan lain. IN = Input: beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban karyawan) HC = Employee cost STVA = SC/VA; Value added structural capital SC = VA – HC; Structural capital 2. Value added capital employed (VACA) Menurut Ze’ghal dan Maaloul (2010) value added capital employed coefficient (VACA) mengungkapkan seberapa besar nilai tambah baru yang telah dibuat oleh satu unit moneter yang diinvestasikan dalam modal usaha. VACA = VA / CE Dimana: VA = OUT – IN CE = Capital Employed (ekuitas, laba bersih)
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan. Untuk melakukan analisis yang relevan dalam studi ini, terdapat empat dependen variabel dari rasio pendapatan operasi/penjualan (OI/S), rasio return on asset (ROA), rasio pertumbuhan pendapatan (GR), dan
6
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 7
rasio total kapitalisasi pasar dibagi dengan nilai ekuitas (MB). Variabel ini merupakan kombinasi dari penelitian Daniel Ze´ghal and Anis Maaloul (2010), Chen et al (2005) dan Ulum (2008), yaitu sebagai berikut: (i) OI/S Rasio OI/S mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari kegiatan operasinya. Cara perhitungan rasio OI/S yaitu: OI/S = Laba Operasi / Penjualan Bersih (ii) ROA ROA merupakan indikator keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas total aset yang dimiliki perusahaan. Cara perhitungan ROA yaitu: ROA = Laba Bersih / Aktiva (iii) Growth Revenue (GR) GR digunakan untuk mengukur perubahan pendapatan perusahaan. Penghitungan Growth Revenues yaitu: GR = {(Pendapatan tahun ke-t / Pendapatan tahun ket-1)-1} x 100%. (iv) Market to Book Value Ratio (MB) Rasio nilai pasar terhadap nilai buku (market to book value ratio) memberikan penilaian akhir dan menyeluruh mengenai keadaan pasar saham perusahaan. Perhitungan market to book value ratio adalah: MB = Jumlah lembar saham beredar x Harga saham / Total ekuitas
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006, 2007, 2008, 2009, dan 2010. Sementara itu, sampel merupakan bagian dari populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling ini memiliki kriteria sebagai berikut: tercatat dalam kelompok perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, perusahaan melakukan listing di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2006, yaitu tahun 2005, perusahaan yang memiliki nilai buku ekuitas yang negatif tidak dimasukkan ke dalam sampel penelitian, perusahaan yang rugi tidak dimasukan dalam sampel penelitian, perusahaan dengan data yang tidak lengkap (tidak tersedianya laporan tahunan konsukuensi dari merger, suspen, delisting) tidak dimasukkan kedalam sampel penelitian, perusahaan yang tidak menyajikan laporan keuangan dalam bentuk mata uang rupiah tidak dimasukkan ke dalam sampel penelitian.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Partial Least Square (PLS). Pemilihan metode PLS didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam penelitian ini baik variabel independen (VAIC™) maupun variabel dependen (kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan), keduanya merupakan variabel laten yang dibangun dengan indikator formatif.
Analisis Deskriptif Statistik deskripif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data dilihat dari rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum (Ghozali, 2006). Maksimum dan minimum menunjukkan nilai terbesar dan terkecil. Statistik deskriptif juga bermanfaat untuk mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian ini.
Alat Analisis Alat analisis PLS digunakan untuk menjawab hipotesis satu, dua, tiga, dan empat. Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari 2 model, yaitu inner model dan outer model.
Inner Model Inner model (inner relation, structural model dan substantive theory) menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi
7
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 8
dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen yang intepretasinya sama dengan regresi. Disamping melihat nilai R-square, model PLS juga di uji dengan melihat Q-square prediktif relevansi untuk model konstruktif. Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh model juga estimasi parameternya.
Outer Model Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent validity, discriminant validity, dan composite reability. Sedangkan outer model dengan formatif indikator dievaluasi berdasarkan substantive contentnya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut (Chein, 1998 dalam Ghozali, 2008).
Pengujian Hipotesis Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit dari regresi tersebut. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai signifikansi F, dan nilai signifikansi T (Ghozali, 2008). Hasil dinyatakan signifikan apabila tstatistics lebih besar dari t tabel alfa 5% (1,96) atau t tabel alfa 10% (1,64).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Tabel 1 merupakan gambaran sebaran nilai dari masing-masing variabel. Selanjutnya deskripsi dari masing-masing variabel dijelaskan berikut ini. Tabel 1 Descriptive statistics N
Minimum Maximum Mean Median
VACA 290 0,2162 10,0912 VAIN 290 0,7684 168,7207 OI/S 290 -0,0492 0,4894 ROA 290 0,0000 0,4067 GR 290 -72,4440 430,5099 MB 290 0,0267 35,4468 Valid N 290 (listwise) Sumber : Data sekunder yang diolah
2,0502 1,5741 22,9833 15,0770 0,1181 0,0943 0,0928 0,0669 18,8158 14,8851 2,7246 1,1290
Std. Deviation 1,7242 24,5148 0,0904 0,0878 35,4158 5,0298
Variabel yang diukur dengan VACA rata-rata dari perusahaan sampel selama tahun 2006 hingga 2010 diperoleh sebesar 2,0502. Nilai VACA terkecil adalah sebesar 0,2162, standar deviasi 1,7242, dan nilai VACA tertinggi adalah 10,0912. Rata-rata VACA pada perusahaan manufaktur yang menjadi sampel lebih besar dibanding median, hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai VACA tinggi. Sedangkan untuk standar deviasi yang lebih kecil dari nilai mean-nya, menunjukkan bahwa nilai VACA pada masing-masing perusahaan sampel memiliki besaran yang hampir sama antar masing-masing perusahaan. Ukuran modal intelektual lain adalah VAIN yang merupakan gabungan dari human capital (VAHU) dan structural capital (STVA) dari perusahaan sampel selama tahun 2006 hingga 2010 diperoleh sebesar 22,9833. Nilai VAIN terkecil adalah sebesar 0,7684, standar deviasi 24,5148, dan nilai VAIN tertinggi adalah 168,7207. Rata-rata VAIN pada perusahaan manufaktur yang menjadi sampel lebih besar dibanding median, hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai VAIN tinggi. Sedangkan untuk standar deviasi yang lebih besar dari nilai mean-nya, menunjukkan bahwa nilai VAIN pada masing-masing perusahaan sampel memiliki perbedaan yang besar antar masingmasing perusahaan.
8
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 9
Ukuran kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan operating income per sales (OI/S) dari sampel penelitian selama tahun 2006 – 2010 diperoleh sebesar 0,1181. Rata-rata OI/S pada perusahaan manufaktur yang menjadi sampel lebih besar dibanding median, hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai OI/S tinggi. Sedangkan untuk standar deviasi yang lebih besar dari nilai mean-nya, menunjukkan bahwa nilai OI/S pada masing-masing perusahaan sampel memiliki perbedaan yang besar antar masing-masing perusahaan. Ukuran kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan ROA dari sampel penelitian selama tahun 2006 – 2010 diperoleh sebesar 0,0928. Standar deviasi dari ROA adalah 35,4158, sedangkan nilai ROA terkecil adalah sebesar 0 dan nilai ROA terbesar adalah sebesar 0,4067. Ratarata ROA pada perusahaan manufaktur yang menjadi sampel lebih besar dibanding median, hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai ROA tinggi. Sedangkan untuk standar deviasi yang lebih kecil dari nilai mean-nya, menunjukkan bahwa nilai ROA pada masing-masing perusahaan sampel memiliki besaran yang hampir sama antar masing-masing perusahaan. Ukuran kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan pertumbuhan pendapatan (GR) dari sampel penelitian selama tahun 2006 – 2010 diperoleh sebesar 18,8158. Nilai pertumbuhan pendapatan perusahaan terkecil adalah sebesar -72,4440, nilai pertumbuhan penjualan terbesar adalah sebesar 430,5099, dan standar deviasi sebesar 35,4158. Rata-rata GR pada perusahaan manufaktur yang menjadi sampel lebih besar dibanding median, hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai GR tinggi. Sedangkan untuk standar deviasi yang lebih besar dari nilai mean-nya, menunjukkan bahwa nilai GR pada masing-masing perusahaan sampel memiliki perbedaan yang besar antar masing-masing perusahaan. Ukuran kinerja pasar saham perusahaan yang diukur dengan menggunakan market to book value dari sampel penelitian selama tahun 2006 – 2010 diperoleh sebesar 2,7246. Nilai MB terkecil adalah sebesar 0,0267, nilai MB terbesar adalah sebesar 35,4468, dan nilai standar deviasi sebesar 5,0298. Rata-rata MB pada perusahaan manufaktur yang menjadi sampel lebih besar dibanding median, hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai MB tinggi. Sedangkan untuk standar deviasi yang lebih besar dari nilai mean-nya, menunjukkan bahwa nilai MB pada masing-masing perusahaan sampel memiliki perbedaan yang besar antar masing-masing perusahaan.
Analisis Data Menilai Outer Model Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi, maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif (Ghozali, 2006). Hal ini berbeda dengan indikator refleksif yang menggunakan tiga kriteria untuk menilai outer model, yaitu convergent validity, composite reliability dan discriminant validity. Karena konstruk formatif pada dasarnya merupakan hubungan regresi dari indikator ke konstruk, maka cara menilainya adalah dengan melihat nilai koefisien regresi dan signifikansi dari koefisien regresi tersebut. Tabel 2 Outer Weight (Mean, ST Dev, T values) Original Standard Standard Sample Sample Deviation Error (O) Mean (M) (STDEV) (STERR) GR -> gr 0,0283 0,0292 0,0049 0,0049 MB -> mb 0,1992 0,2038 0,0201 0,0201 OI / S -> oi/s 11,0817 11,0899 0,5185 0,5185 ROA -> roa 11,4036 11,4602 0,5469 0,5469 VACA -> vaca 0,5810 0,5861 0,0384 0,0384 VAIN -> vain 0,0409 0,0415 0,0032 0,0032 Sumber : Data sekunder yang diolah
T Statistics (|O/STERR|) 5,7449 9,8937 21,3707 20,8513 15,1321 12,9486
Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat pada Tabel 4.3 nilai outer model dengan melihat nilai koefisien regresi dan signifikansi dari koefisien regresi tersebut. Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel signifikan pada alfa 5%, maka seluruh variabel tersebut dapat digunakan.
9
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 10
Pengujian Model Struktural (Inner Model) Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Tabel 3 merupakan hasil estimasi R-square dengan menggunakan SmartPLS. Tabel 3 Nilai R-Square R Square Mb 0,1442 Roa 0,1227 oi/s 0,0885 Gr 0,0116 Vain 0 Vaca 0 Sumber : Data sekunder yang diolah
Tabel 3 menunjukkan Nilai koefisien determinasi R2 variabel market to book value (MB) adalah yang paling besar yaitu sebesar 0,144 sedangkan yang paling rendah adalah variabel pertumbuhan perusahaan (GR) yaitu sebesar 0,012. Nilai R-square untuk variabel nilai pasar (MB) diperoleh sebesar 0,1442, untuk variabel profitabilitas (ROA) diperoleh sebesar 0,1227, untuk variabel produktifitas (OI/S) diperoleh sebesar 0,0885 dan untuk variabel pertumbuhan pendapatan (GR) diperoleh sebesar 0,0116. Hasil ini menunjukkan bahwa 14,42% variabel nilai pasar (MB) dipengaruhi oleh VACA dan VAIN, 12,27% variabel profitabilitas (ROA) dipengaruhi oleh modal VACA dan VAIN, 8,85% variabel produktifitas (OI/S) dapat dipengaruhi oleh VACA dan VAIN dan 1,16% variabel pertumbuhan pendapatan (GR) dapat dipengaruhi oleh VACA dan VAIN.
Pengujian Hipotesis Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang sangat berguna mengenai hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dasar yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada output result for inner weight. Tabel 4 memberikan output estimasi untuk pengujian model structural. Tabel 4 Path Coefficients Original Standard Sample Sample Deviation (O) Mean (M) (STDEV) vain -> oi/s 0,2082 0,2082 0,0644 vaca -> oi/s 0,1803 0,1803 0,0697 vain -> roa 0,1735 0,1735 0,0576 vaca -> roa 0,2765 0,2765 0,0654 vain -> gr -0,0946 -0,0946 0,0356 vaca -> gr -0,0381 -0,0381 0,0278 vain -> mb 0,1150 0,1150 0,0536 vaca -> mb 0,3431 0,3431 0,0810 Sumber : Data sekunder yang diolah
Standard Error (STERR) 0,0644 0,0697 0,0576 0,0654 0,0356 0,0292 0,0561 0,0807
T Statistics (|O/STERR|) 3,2347 2,5855 3,0138 4,2306 2,6574 1,3731 2,1472 4,2331
Pengaruh antara Nilai Tambah Modal Intelektual (VAIN) dan Nilai Tambah Modal Usaha (VACA) terhadap Produktifitas Perusahaan (OI/S) Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa konstruk nilai tambah modal intelektual (VAIN) berpengaruh positif terhadap konstruk produktifitas perusahaan (OI/S). Hal ini dapat dilihat dari hasil tabel 4 dengan nilai t-statistic yang lebih besar dari 1,96 yakni
10
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 11
sebesar 3,2347. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal usaha yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi pula produktifitas perusahaan yang dihasilkan. Keadaan tersebut juga terjadi pada konstruk nilai tambah modal usaha (VACA) berpengaruh positif terhadap konstruk produktifitas perusahaan (OI/S). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai t-statistic yang lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 2,5855. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal usaha yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi pula produktifitas perusahaan yang dihasilkan. Penelitian ini dapat memperkuat resource based theory yang menyatakan bahwa intellectual capital dan modal perusahaan merupakan suatu sumber daya. Menurut teori tersebut sumber daya perusahaan apabila dikelola dengan baik maka akan menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. Dengan adanya nilai tambah yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya maka produktifitas perusahaan dapat meningkat. Hasil penelitian ini selaras dengan temuan Ze’ghal dan Maaloul (2010) di Inggris, yang menemukan hubungan positif modal intelektual terhadap produktifitas (OI/S) perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi value added dari modal intelektual dan modal usaha yang dimiliki perusahaan, maka produktifitas perusahaan semakin meningkat. Hal ini berarti perusahaan manufaktur di Indonesia dapat menciptakan dan mengelola value added dengan baik sehingga akan bermuara pada peningkatan produktifitas perusahaan. Diharapkan kedua value added yang dihasilkan perusahaan tersebut berdampak besar pada daya jual perusahaan sehingga menghasilkan laba operasi yang tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas perusahaan.
Pengaruh antara Nilai Tambah Modal Intelektual (VAIN) dan Nilai Tambah Modal Usaha (VACA) terhadap Profitabilitas Perusahaan (ROA) Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa konstruk nilai tambah modal intelektual (VAIN) berpengaruh positif terhadap konstruk profitabilitas perusahaan (ROA). Hal ini dapat dilihat dari nilai t-statistic yang lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 3,0138. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal intelektual yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi pula profitabilitas perusahaan yang dihasilkan. Keadaan tersebut juga terjadi pada konstruk modal usaha (VACA) yang berpengaruh positif terhadap konstruk profitabilitas perusahaan (ROA). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai tstatistic yang lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 4,2306. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal usaha yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi pula profitabilitas perusahaan yang dihasilkan. Dapat disimpulkan bahwa kedua variabel nilai tambah tersebut mempunyai nilai yang signifikan dengan profitabilitas perusahaan (ROA). Ini berarti kedua nilai tambah yang dimiliki perusahaan manufaktur di Indonesia dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian ini memperkuat teori sumber daya yang menyatakan bahwa intellectual capital merupakan salah satu sumber daya perusahaan yang dapat memberi kontribusi terhadap profitabilitas perusahaan. Dengan adanya pengelolaan intellectual capital secara baik dan benar, perusahaan dapat memperoleh nilai tambah yang nantinya menjadi suatu keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan penjualan karena produk yang dihasilkan lebih unggul dibandingkan dengan produk lainnya. Hasil analisis tersebut konsisten dengan hasil analisis Chen et al (2005), Ullum dkk (2008), serta Zeghal dan Maaloul (2010) yang menyatakan bahwa VAIC™ mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Adanya pengelolaan intellectual capital dengan baik dan meningkatkan nilai aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi intellectual capital maka nilai profitabilitas perusahaan akan meningkat pula.
Pengaruh antara Nilai Tambah Modal Intelektual (VAIN) dan Nilai Tambah Modal Usaha (VACA) terhadap Pertumbuhan Perndapatan Perusahaan (GR) Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa konstruk nilai tambah modal intelektual (VAIN) berpengaruh positif terhadap konstruk pertumbuhan pendapatan perusahaan (GR). Tabel 4 menghasilkan nilai t-statistic yang lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 2,6574. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal intelektual yang dimiliki perusahaan, maka akan mengalami pertumbuhan yang terus meningkat. Karena perusahaan yang
11
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 12
dapat mengelola modal intelektualnya dengan maksimal akan memperoleh value added secara teratur dan berkesinambungan sehingga perusahaan mampu untuk tumbuh dan tetap bertahan. Dalam kaitannya dengan teori stakeholder, hal ini senada dengan konteks hubungan modal intelektual terhadap kinerja keuangan. Dimana peran stakeholder adalah mengendalikan manajer korporasi untuk meningkatkan value added secara berkesinambungan sehingga perusahaan tetap tumbuh. Apabila perusahaan memiliki kecenderungan bertumbuh maka kesinambungan usahanya terjamin. Dengan mengoptimalkan modal intelektual yang dimiliki, maka stakeholder berkepentingan agar perusahaan senantiasa memperoleh laba, dengan demikian akan meningkatkan distribusi kesejahteraan kepada mereka. Pemanfaatan penuh atas seluruh sumber daya perusahaan baik sumber daya berwujud maupun tak berwujud akan mendorong keberhasilan pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan (Wernerfelt, 1984). Oleh karena itu, bukti empiris adanya pengaruh positif modal intelektual terhadap pertumbuhan sesuai dengan pandangan Resource Based Teory. Secara umum, hasil pengujian terhadap hipotesis ketiga ini relatif sama dengan Chen et al (2005) yang memberikan bukti empiris bahwa model VAIC™ berpengaruh positif terhadap prtumbuhan (dalam hal ini diukur dengan pertumbuhan penjualan GR). Dengan pengujian secara lebih terperinci, Chen et al. (2005) menemukan bahwa VACA dan VAHU berpengaruh terhadap pertumbuhan penjualan. Sementara dalam penelitian ini hanya indikator VAIN yang mampu memprediksi pertumbuhan penjualan sebagaimana nampak pada tabel 4. Pada konstruk nilai tambah modal usaha (VACA) tidak berpengaruh terhadap konstruk pertumbuhan pendapatan perusahaan (GR). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai t-statistic yang lebih kecil dari 1,96 yakni sebesar 1,3731. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal usaha yang dimiliki perusahaan, tidak mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diperoleh. Hasil ini konsisten dengan penelitian Kuryanto dan Syafruddin (2008) dan Firer dan Williams (2003) yang menunjukkan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Temuan diatas memberikan makna bahwa value added yang mempengaruhi pertumbuhan pendapatan terbesar dihasilkan oleh efesiensi dari VAIN. Artinya, perusahaan manufaktur di Indonesia VACA kurang berperan penting dibandingkan VAIN. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan manufaktur tidak dapat memanfaatkan dana yang tersedia atau CE-nya. Menurut Kuryanto (2008), hal tersebut dikarenakan sektor manufaktur masih menggunakan banyak asset tetap dalam proses operasinya. Nilai tambah modal usaha yang diperoleh tersebut digunakan perusahaan untuk eksapansi dalam betuk asset. Sehingga dari waktu ke waktu asset yang dimiliki perusahaan mengalami peningkatan. Dilihat dari situasi tersebut, industri manufaktur lebih memanfaatkan sumber daya fisiknya hanya untuk produktifitas dan profitabilitas perusahaan dengan memperkecil pengeluaran untuk memperbesar laba pendapatannya. Karena diyakini sumber daya intelektual dapat meningkatkan pendapatan dengan efisien. Padahal faktanya sumber daya fisik juga diperlukan pada sisi penjualan yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan pendapatan. Dikarenakan penjualan bersifat fluktuatif , dipengaruhi oleh berbagai faktor intern dan ekstern. Seharusnya CE dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan dengan cara memperbaiki mutu produk atau memperbaiki pemasaran produk. Seperti mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru; membangun dan memperluas fasilitas produksi; menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global; dan memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat dengan para pelanggan.
Pengaruh antara Nilai Tambah Modal Intelektual (VAIN) dan Nilai Tambah Modal Usaha (VACA) terhadap Nilai Pasar Perusahaan (MB) Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa konstruk nilai tambah modal intelektual (VAIN) berpengaruh positif terhadap konstruk nilai pasar perusahaan (MB). Hal ini dapat dilihat dari nilai t-statistic yang lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 2,1472. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal intelektual yang dimiliki perusahaan, makin tinggi nilai pasar perusahaan. Keadaan tersebut juga terjadi pada konstruk nilai tambah modal usaha (VACA) yang berpengaruh terhadap konstruk nilai pasar perusahaan (MB). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai t-
12
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 13
statistic yang lebih besar dari 1,96 yakni sebesar 4,2331. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai tambah modal usaha yang dimiliki perusahaan, mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Hasil penelitian ini memperkuat teori stakeholder yang menjelaskan bahwa seluruh aktivitas perusahaan bermuara pada penciptaan nilai/value creation. Senada dengan pendapat tersebut, kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan bersaing dan nilai tambah. Investor akan memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan. Dimana hal tersebut sesuai dengan pandangan Resource-Based Theory. Seperti halnya pendapat Ze’ghal dan Maaloul (2010) yang menyatakan bahwa modal intelektual sangat berperan dalam menciptakan nilai bagi stakeholder yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan seluruh stakeholder. Penelitian Chen et al. (2005) juga berhasil membuktikan bahwa investor akan memberikan penilaian yang lebih terhadap perusahaan yang memiliki sumber daya intelektual yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa para investor perusahaan manufaktur di Indonesia tidak merasa ragu untuk memberikan nilai atau harga yang tinggi terhadap perusahaan tersebut, karena mereka mengetahui bahwa perusahaan tersebut sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan return yang lebih tinggi bagi mereka. Semakin tinggi nilai intellectual capital maka penilaian pasar terhadap perusahaan akan semakin tinggi pula.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis secara empiris peranan dari Nilai Tambah (Value Added) khususnya modal intelektual dan modal usaha sebagai indikator dari Intellectual Capital (VAIC™) dan berusaha untuk memastikan secara empiris dalam menilai dampaknya terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan. Kinerja dan nilai perusahaan tersebut diukur dengan produktifitas perusahaan (OI/S), profitabilitas perusahaan (ROA), pertumbuhan pendapatan perusahaan (GR), dan nilai pasar perusahaan (MB). Pengujian variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis PLS. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : nilai tambah modal intelektual (VAIN) berpengaruh positif terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan, khususnya pada kinerja OI/S, ROA, GR dan MB; nilai tambah modal intelektual (VACA) berpengaruh positif terhadap kinerja dan nilai pasar perusahaan yang diukur dengan OI/S, ROA dan MB; nilai tambah modal intelektual (VACA) tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan GR.
Keterbatasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, selanjutnya dapat diperoleh keterbatasan penelitian yaitu variabel dalam penelitian ini hanya terbatas pada empat variabel yang diteliti yang mengakibatkan jumlah R2 masing-masing hanya menunjukkan bahwa 8,85% variabel produktifitas (OI/S), 12,27% variabel profitabilitas (ROA), 1,16% variabel pertumbuhan pendapatan (GR), dan 14,42% variabel nilai pasar (MB) dapat dipengaruhi oleh VACA dan VAIN sehingga apabila dalam penelitian selanjutnya ada penambahan variabel kemungkinan akan membuat variasi hasil pengamatan yang bisa saling melengkapi.
Saran Berdasarkan hasil dan keterbatasan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka akan diberikan saran sebagai berikut : menggunakan konsep yang lebih tepat untuk menentukan beberapa proksi dari variabel penelitian dan penelitian selanjutnya dapat diarahkan pada sampel banyak perusahaan. Dalam hal ini kondisi perusahaan lain dapat dilibatkan dakam penelitian dan dengan sampel yang lebih besar.
13
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 14
REFERENSI Agnes, U. W. 2008. “Sebuah Tinjauan Akuntansi atas Pengukuran dan Pelaporan Knowledge”. Paper disajikan pada The 2nd National Conference UKWMS. Surabaya, 6 September 2008. Chen, M.C., S.J. Cheng, dan Y. Hwang. 2005. “An Empirical investigation of the relationship between intellectual capital and firms’ market value and financial performance”. Journal of Intellectual Capital, Vol. 6, No. 2, pp. 159-176. Edvinsson, L. dan M.S. Malone. 1997. “Intellectual capital – realizing your company’s true value by finding its hidden brainpower”, New York: Harper Business Publisher, 1997. Firer, S. dan S.M. Williams. 2003. “Intellectual capital and traditional measures of corporate performance”. Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No. 3, pp. 348-360. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Badan Penerbit UNDIP: Semarang. Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Badan Penerbit UNDIP: Semarang Gray, R. 2001. ”Thirty Years of Social Accounting, Reporting, and Auditing: what (if anything) have we learnt?” Business Ethics: A European Review, Vol. 10, No.1, pp. 9-15. Horne, Van J.C. dan J.M. Wachowicz. 2005. “Fundamentals of Financial Management (Prinsipprinsip Manajemen Keuangan)”. Prentice-Hall International. Englewood Cliffs. http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/STAKEHOLDERS.3.pdf http://ririsatria40.wordpress.com/2010/04/02/resource-based-theory/ Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Kuryanto, Benny. dan M. Syafruddin. 2008. “Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”. Proceeding SNA XI. Pontianak. Madhani, Pankaj M. “Resource Based View (RBV) of Competitive Advantage: An Overview.” http://ssrn.com/abstract=1578704. Visited Desember 2011. Prawirosentono, Sujadi. 1997. “Manajemen Produksi dan Operasi”. Jakarta: Bumi Aksara. Pulic, A. 1998. Measuring the performance of intellectual potential in knowledge economy. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual Potential. Pulic, A., M. Bornemann dan K.H. Leitner. 1999. Measuring and reporting intellectual capital: the case of a research technology organisation. Singapore. Pulic, A (2004), “Intelectual Capital – does it create or destroy value?”, Journal of Business Performance Management – Measuring intangible assets – the state of the art vol. 8, No.1.2004 Sangkala. 2006. Intellectual Capital Management, Strategi Baru Membangun Daya Saing Perusahaan. Jakarta: Yapensi. Sawarjuwono, T. dan A.K. Prihatin. 2003. “Intellectual capital: perlakuan, pengukuran, dan pelaporan (sebuah library research)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 5, No. 1, pp. 35-57.
14
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 15
Solikhah, Badingatus. 2010. “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan, Pertumbuhan dan Nilai Pasar yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”. Master Thesis, Intellectual Capital. Stewart, T.A. 1997. The New Wealth of Organizations. Doubleday/Currency, New York, NY. Tan, H.P.D. dan P.H. Plowman. 2007. “Intellectual capital and financial returns of companies”. Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 1, pp. 76-95. Ulum, Ihyaul. 2008. “Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 2, November, pp. 77-84. Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta : Graha Ilmu. Williams, S.M. 2001, “Are Intellectual Capital Performance and Disclosure Practice Related?”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 2, No. 3, pp. 192-203. Zeghal, Daniel dan A. Maloul. 2010. “Analysing value added as an indicator of intellectual capital and its consequences on company performance”. Journal of Intellectual Capital, Vol. 11, No. 1, pp. 39-60.
15