DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-15.
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN : STUDI PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOOD INDUSTRY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2010 Rizqi Zulmiati, Wahyu Meiranto1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto, SH Tembalang, Semarang 50239, Phone +622476486851
ABSTRACT The purpose of this study is to provide empirical evidence about the effects of intellectual capital, identified using an input-process-output concept of human, customer, innovative and process capitals, on company performances. From a resource-based and intellectual capital perspective, the structural path model is applied to financial data to analyze the relationships among the four components of intellectual capital, as well as the causal effects of intellectual capital on company performance. Data used in this study is secondary, financial reporting 2005-2010 from IDX. The population of this study are companies consumer goods industry listed in indonesian stock exchange (IDX) from 2005-2010. The sample of this study are 9 companies, in 6 years, total are 54 companies. The sample drawn by purposive sampling and fulfill sample selection criterion. The results of this research show that not all of intellectual capital component have significant effect to performance. Innovation capital have positve and significant effect to customer capital and human capital. Process capital have positive but not significant relationship to customer capital. Human capital have positive and significant relationship to costumer capital and company performance. Customer capital have positif and significant relationship to company performance. Keywords : intellectual capital, business performance
PENDAHULUAN Persaingan antar pelaku bisnis yang meningkat serta bertambahnya tuntutan pelanggan kepada produsen yang semakin banyak mendorong pelaku bisnis untuk memperbaiki diri dengan meningkatkan kinerja manajerial. Untuk menang, setiap organisasi harus memiliki competitive advantage tertentu dibandingkan dengan organisasi lainnya yang dapat dibentuk melalui berbagai cara, seperti menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi modern, desain organisasi, serta menggunakan sumberdaya yang ada dengan efektif, efisien serta ekonomis yang mengharuskan pelaku bisnis untuk mengembangkan knowledge based economy sebagai pijakan dalam proses produksi. Secara historis, pembedaan antara aset tidak berwujud dengan intellectual capital tidak jelas, karena disebut sebagai "goodwill" (Tan et al., 2007). Hal ini dapat ditelusuri kembali ke awal 1980-an ketika pendapat umum nilai aset tak berwujud, yang sering disebut sebagai goodwill, mulai muncul di bidang akuntansi dan praktik bisnis (International Federation of Accountants, 1998 dalam Tan et al., 2007).Namun, praktik akuntansi tradisional tidak menyediakan identifikasi dan pengukuran aset tidak berwujud ini pada organisasi, terutama organisasi berbasis pengetahuan (International Federation of Accountants, 1998 dalam Tan et al., 2007). Intangible asset yang baru seperti kompetensi staf, hubungan pelanggan, model simulasi, sistem administrasi dan
1
Rizqi Zulmiati, Wahyu Meiranto
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 2
komputer tidak mendapatkan pengakuan dalam model keuangan tradisional dan pelaporan manajemen (Stewart, 1997 dalam Tan et al., 2007). Wang dan Chang (2005) mengungkapkan beberapa peneliti mengakui bahwa intellectual capital yang mana mengandung pengukuran non finansial dan informasi yang berkaitan lainnya merupakan penggerak nilai perusahaan (Amir dan Lev, 1996; Edvinsson dan Malone, 1997; Ittner et al., 1997; Stewart, 1997; Bontis, 1999, 2001). Mereka juga mengklaim bahwa intellectual capital membantu perusahaan dalam mempromosikan persaingan dalam keunggulan dan nilai. Selain itu, di pasar saat ini terjadi gap antara nilai pasar perusahaan dan book value (Cheng et al., 2010). Menurut Lev dikutip dari Cheng et al., (2010), di antara tahun 1977 dan 2001 rasio nilai pasar terhadap nilai buku dari Standard dan Poors (S & P) 500 perusahaan meningkat dari sedikit di atas satu sampai lebih dari lima, menyiratkan bahwa perusahaan laporan keuangan tidak dapat mewakili nilai sebenarnya mereka. Menurut Fornell (dikutip dari Cheng et al., 2010) gap tersebut menunjukkan adanya suatu intangible asset yang terdiri atas Intelectual Capital (IC), dianggap sinonim untuk "aset tak berwujud", sering tidak dilaporkan pada laporan keuangan, namun mereka dianggap sangat penting dan mungkin merupakan 80 persen dari nilai pasar organisasi. Firer dan Williams (2003) melakukan dengan menggunakan metode VAICTM dengan hasilnya adalah sumberdaya fisik merupakan faktor yang paling berpengaruh pada perusahaan di Afrika Selatan dibandingkan sumberdaya lainnya. Selain itu, Chen et al., (2005) juga melakukan penelitian dengan metode VAICTM yang hasilnya adalah intellectual capital berpengaruh positif dengan kinerja perusahaan. Ulum (2008) dengan metode VAIC TM, melakukan penelitian dengan hasil intellectual capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sekarang dan masa yang akan datang, dan tingkat pertumbuhan intellectual capital tidak berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Kuryanto dan Syafruddin (2008) juga melakukan penelitian dengan metode VAICTM. Hasil penelitian ini adalah semua aspek hubungan mempunyai korelasi yang negatif serta setiap industri mempunyai kontribusi intellectual capital yang berbeda terhadap kinerja perusahaannya. Penelitian terdahulu sebagian besar menggunakan metode VAIC TM yang dikembangkan oleh Pulic (1997) memiliki beberapa keterbatasan yaitu berfokus pada value added serta mengukur intellectual capital perusahaan sebagai efisiensi value added yang ada sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan. Model VAICTM memiliki kekurangan yaitu ukuran VAICTM untuk structural capital (SCVA) mungkin tidak menjadi ukuran lengkap dari structural capital karena mengabaikan modal inovasi perusahaan (Chen et al., 2005). Metode ini tidak menghitung dengan spesifik komponen structural capital yang dimiliki oleh perusahaan serta tidak memperhitungkan bentuk innovative capital dan relational capital/customer capital yang dimiliki oleh
perusahaan. Penelitian ini memperluas lingkup hubungan antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan dengan menggunakan model penelitian yang dikembangkan oleh Cheng et al., (2010) yang menggabungkan perspektif intellectual capital dengan proses value creation berdasar pada resources based theory dan konsep input – process – output serta menggunakan empat komponen intellectual capital, yaitu human capital, process capital, innovation capital serta customer capital yang masing – masing komponen diproksikan sebagai sumberdaya manusia yang bernilai tambah, proses operasi yang efisien, kapasitas inovasi dan hubungan pelanggan yang baik. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1.
The Resource-Based Theory Resource-Based Theory (RBT) telah muncul sebagai kerangka kerja baru yang menjanjikan untuk menganalisis sumber dan keberlanjutan keunggulan kompetitif (Barney, 1991; Dierickx dan Cool, 1989; Peteraf, 1993 dalam Smith et al., 1996). Astuti dan Sabeni (2005) menjelaskan Resource-Based Theory yang dipelopori oleh Penrose (1959), mengemukakan bahwa sumberdaya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumberdaya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap - tiap perusahaan.
2
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 3
Cheng et al., (2010) menjelaskan teori ini, untuk mengembangkan keunggulan kompetitif, perusahaan harus memiliki sumberdaya dan kemampuan yang superior dan melebihi para kompetitornya yang diperoleh dari kemampuan perusahaan untuk merakit dan memanfaatkan kombinasi sumberdaya yang tepat. Grant (1991) menjelaskan empat karateristik dari sumberdaya dan kemampuan perusahaan, yang pada saat yang sama menjadi penentu keunggulan kompetitif perusahaan yang berkelanjutan. Karateristik tersebut adalah: a. Daya tahan, walaupun faktor ini bervariasi tergantung pada sumberdaya masing-masing, fakta bahwa kemajuan teknologi yang semakin canggih mengurangi umur efektif dari hampir semua sumberdaya yang ada. Akan tetapi reputasi lebih bertahan lama apabila perusahaan dapat menciptakan kesan yang baik. b. Transparansi, kemampuan perusahaan untuk mempertahankan keunggulan kompetitif sangat bergantung pada kecepatan perusahaan lain untuk meniru strategi perusahaan, kemampuan tertentu yang dimiliki perusahaan yang rumit dan membutuhkan banyak sumberdaya tertentu akan lebih sulit untuk dipahami dan ditiru oleh perusahaan lain dibandingkan dengan kemampuan perusahaan yang hanya membutuhkan satu sumberdaya yang dominan, sehingga kepemilikan atas sumberdaya unik yang menjadi sumber keunggulan kompetitif perusahaan dapat dipertahankan. c. Kemampuan transfer, apabila sebuah perusahaan dapat mendapatkan sumberdaya atau kemampuan untuk meniru keunggulan kompetitif dari pesaing yang lebih unggul, sehingga mengakibatkan keunggulan kompetitif pesaing tersebut lalu menghilang karena telah dapat ditiru. Terkadang transferability / perpindahan keunggulan kompetitif ini hanya bisa didapat dari akuisisi atau penguasaan atas perusahaan lain. Replikabilitas, transferability yang tidak sempurna pada kemampuan dan sumberdaya membatasi kemampuan perusahaan untuk membeli dengan maksud meniru kesuksesan. Cara kedua perusahaan dapat menakuisisi sumberdaya atau capabilitas adalah dengan investasi internal. Beberapa sumberdaya dan kapabilitas dapat dengan mudah ditiru melalui replikasi. Dengan investasi internal, keunggulan kompetitif dapat dipertahankan dari upaya peniruan oleh pesaing. 2.2.
Kerangka Kerja Intellectual capital Aset tidak berwujud pada umumnya merupakan properti intelektual perusahaan (seperti paten, trademark, hak cipta dan lainnya), goodwill serta pengakuan merek. Stewart (1997) mendefinisikan intellectual capital (dalam Ulum, 2009) sebagai berikut : “The sum of everyhing everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material - knowledge information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth” Ulum (2009) mendefinisikan intellectual capital secara umum sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dengan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Roos et al., (dalam Ulum, 2009) mencoba untuk memisahkan intellectual capital menjadi 3 komponen utama, yaitu human capital, structural capital serta customer capital. Pemisahaan ini mendorong ke arah munculnya kesepakatan yang lebih luas pada pendefinisian empat kategori yang tidak berkaitan yang mana terdiri atas human capital, process capital, innovation capital serta customer capital (Evidson dan Malone, 1997; Bontis et al., 1999; Buren, 1999; Joia, 2000; Bontis, 2002; Choo dan Bontis, 2002 dalam Wang dan Chang et al., 2005). Tan et al., (2007) mengelompokkan metode pengukuran intellectual capital ke dalam dua kategori : Model yang menggunakan pengukuran non monetary adalah : 1. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992); 2. Brooking’s (1996) Technology Broker method; 3. Skandia IC Report method dikembangkan oleh Edvinssion and Malone (1997); 4. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al., (1997); 5. The Ernst & Young Model dikembangkan oleh Barsky dan Marchant, (2000). Sedangkan model yang menggunakan pengukuran monetary antara lain: 1. The EVA and MVA model dikembangkan oleh Bontis et al., (1999) 2. The Market-to-Book Value model dikembangkan oleh berbagai penulis; 3. Tobin’s q method dikembangkan oleh Luthy (1998);
3
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 4
4. Pulic’s VAICTM Model (1998, 2000); 2.3.
Hubungan antara Resource-Based Perspective dengan Intellectual Capital Dasar pemikiran ketetapan RBT bahwa kapabilitas penciptaan nilai oleh sebuah perusahaan tidak berkaitan dengan dinamika industri dimana perusahaan bersaing, akan tetapi lebih ke proses akumulasi sumberdaya serta penyebaran apa yang melekat pada organisasi (Cheng et al., 2010). Resource-Based Theory menguji konsep pengukuran statis, seperti asal dan jumlah sumberdaya yang tersebar, tidak bisa menjelaskan proses penciptaan nilai dan tidak menyajikan kerangka yang menjelaskan bagaimana sumberdaya yang masuk berubah menjadi output selama proses penciptaan nilai. Perspektif intellectual capital muncul sebagai kerangka yang berguna untuk mendeskripsikan sumberdaya perusahaan serta penciptaan nilai. Peppard dan Rylander (2001) menyebutkan bahwa perspektif intellectual capital menawarkan sebuah penghubung antara kerangka pikir berbasis Resources-Based Theory dan pendekatan praktis yang dapat diadopsi oleh manajer perusahaan. Penelitian ini mengaplikasikan perspektif intellectual capital dimana komponen intellectual capital diidentifikasikan dalam konsep proses input – process – output, hal ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan antara sumberdaya dan nilai dalam sebuah proses penciptaan nilai yang dinamis seperti yang ada pada gambar 2.1. Invested resources adalah semua sumberdaya yang telah di investasikan perusahaan untuk kemudian diolah menjadi produk. Competitive advantage adalah keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan untuk mengolah sumberdaya mentah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Output dari proses ini adalah produk akhir yang akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Gambar 2.1 Konsep Input-Proses-Output dan Model konseptual
Sumber : Cheng et al., (2010) Invested resources adalah semua sumberdaya yang telah di investasikan perusahaan untuk kemudian diolah menjadi produk. Competitive advantage adalah keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan untuk mengolah sumberdaya mentah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Output dari proses ini adalah produk akhir yang akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan. 2.4.
Kerangka Pemikiran
Gambar dibawah merupakan kerangka pemikiran penelitian ini. Kerangka pemikiran ini merupakan model penelitian yang dikembangkan oleh Cheng et al., (2010) mengenai pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan.
4
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 5
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber : Cheng et al., (2010) Variabel independen dalam penelitian ini adalah semua komponen intellectual capital yaitu kapasitas inovasi, proses operasi yang efisien, hubungan pelanggan yang terjaga serta sumberdaya manusia yang bernilai tambah. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan. 2.5.
Hipotesis Intellectual capital digolongkan sebagai aset tak berwujud yang berperan penting dalam perusahaan. Menurut Belkaoui (2003), intellectual capital adalah adalah pengetahuan perusahaan yang spesifik dan berharga karena mempengaruhi kinerja perusahaan. Kemudian dengan menggunakan konsep input – process – output, perspektif intellectual capital dimasukkan dalam masing-masing proses produksi untuk mengukur penciptaan nilai yang terjadi selama proses produksi terjadi. Jika intellectual capital merupakan sumberdaya yang dapat diukur untuk peningkatan competitive advantages, maka akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Semakin tinggi intellectual capital yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi pula kinerja keuangannya. 2.5.1 Pengaruh Kapasitas Inovasi Terhadap Biaya Penjagaan Hubungan Konsumen Cheng et al., (2010) menyatakan bahwa kapasitas inovasi mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan produk baru untuk memenuhi permintaan pelanggan, mendesain proses operasi yang lebih efisien dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Sejalan dengan Resources-Based Theory, inovasi dapat meningkatkan keunggulan kompetitif yang mana hal tersebut akan meningkatkan hubungan konsumen yang terjaga. Semakin tinggi kapasitas inovasi perusahaan, semakin tinggi pula biaya hubungan konsumen yang terjaga. H1 : Kapasitas inovasi memiliki hubungan positif dengan biaya penjagaan hubungan konsumen 2.5.2 Pengaruh Kapasitas Inovasi Terhadap Sumberdaya Manusia yang Bernilai Tambah Inovasi juga dapat dapat diwujudkan dengan peningkatan kualitas karyawan perusahaan. Peningkatan kualitas ini dapat berupa pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Marimuthu et al., 2009 (dalam Rahardian, 2010) menyebutkan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian karyawan untuk melakukan aktivitas yang bernilai ekonomis bagi perusahaan. Sesuai dengan Resources-Based Theory, pelatihan yang diberikan kepada karyawan akan meningkatkan keunggulan kompetitif sumberdaya manusia. Makin tinggi pelatihan yang diberikan perusahaan, nilai tambah karyawan akan meningkat. Dengan demikian, semakin tinggi kapasitas inovasi perusahaan, maka semakin tinggi pula sumberdaya manusia yang bernilai tambah. H2 : Kapasitas inovasi memiliki hubungan positif dengan sumberdaya manusia yang bernilai tambah
5
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 6
2.5.3 Pengaruh Proses Operasi yang Efisien Terhadap Hubungan Konsumen yang Terjaga Operasi yang efisien sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang ingin memperoleh kinerja yang baik. Perusahaan dapat meningkatkan hubungan dengan pelanggan, dengan memperpendek waktu siklus dari proses operasinya dan mengembangkan proses internal yang berkualitas tinggi. Zeithaml (1988) dalam Wang dan Chang (2005) menyatakan bahwa kualitas yang diterima oleh pelanggan merupakan faktor kunci kepuasan pelanggan. Dengan melakukan operasi bisnis yang efisien, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan sekaligus menurunkan biaya. Menurut perspektif Resources-Based Theory, proses operasi yang efisien merupakan keunggulan kompetitif perusahaan. Seggie et al., (2006) dalam Cheng et al., (2010) menunjukkan bahwa penggunaan rantai suplai produk yang baik dapat meningkatkan hubungan baik dengan pelanggan. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi proses operasi yang efisien, maka biaya penjagaan terhadap konsumen akan menurun. H3 : Proses operasi yang efisien memiliki hubungan yang negatif dengan biaya penjagaan hubungan dengan konsumen 2.5.4 Pengaruh Sumberdaya Manusia yang Bernilai Tambah Terhadap Hubungan Konsumen yang Terjaga Human capital adalah faktor utama bagi perusahaan dan memiliki hubungan positif dengan kinerja (Kamath, 2007; Yalama dan Coskun, 2007; Ting dan Lean, 2009 dalam Cheng et al., 2010). Kemudian, Cheng et al., (2010) menyatakan bahwa sumberdaya manusia yang bernilai tambah adalah variabel penengah antara innovation capital dan kinerja perusahaan. Sesuai dengan Resources-Based Theory, sumberdaya manusia yang bernilai tambah merupakan keunggulan kompetitif yang dapat diciptakan dengan pelatihan. Keahlian dan kecakapan karyawan cenderung lebih disukai pelanggan. Semakin tinggi sumberdaya yang bernilai tambah, maka akan semakin tinggi pula hubungan konsumen yang terjaga. H4 : Sumberdaya manusia yang bernilai tambah memiliki hubungan yang positif dengan hubungan konsumen yang terjaga. 2.5.5 Pengaruh Biaya Penjagaan Hubungan Konsumen Terhadap Kinerja Bontis,1998 (dalam Cheng et al., 2010) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai jalur pemasaran dan hubungan dengan pelanggan memegang peran penting dalam customer capital, dan pengetahuan tersebut didapat dari hubungan perusahaan dengan pihak eksternal. Dalam konsep Resources-Based Theory, biaya penjagaan hubungan pelanggan merupakan suatu biaya yang diinvestasikan perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi biaya penjagaan hubungan pelanggan, semakin tinggi pula kinerja perusahaan. H5 : Biaya penjagaan hubungan konsumen memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan 2.5.6 Pengaruh Sumberdaya Manusia yang Bernilai Tambah Terhadap Kinerja Wang dan Chang (2005) menyatakan bahwa human capital memiliki dampak tidak langsung terhadap kinerja, namun dapat mempengaruhi innovation capital dan process capital yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Human capital dan customer capital memainkan peran yang sangat penting dalam kinerja bisnis atau dalam ketahanan bisnis (Pfeffer, 1994; Uzzi, 1996 dalam Wang dan Chang, 2005). Resources-Based Theory menyebutkan performance merupakan produk dari competitif advantage yang dalam penelitian ini merupakan human value added. Semakin tinggi sumberdaya manusia yang bernilai tambah, semakin tinggi pula kinerja perusahaan. H6 : Sumberdaya manusia yang bernilai tambah memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan.
6
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 7
METODE PENELITIAN 3.1
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah komponen-komponen Intellectual capital yaitu human capital, innovation capital, process capital dan customer capital yang diproksikan menjadi sumberdaya manusia yang bernilai tambah, kapasitas inovasi, proses operasi yang efisien dan hubungan pelanggan yang terjaga. 3.1.1 Kapasitas Inovasi Kapasitas inovasi dalam penelitian ini diukur berdasarkan teknologi dan produk baru yang dihasilkan oleh perusahaan (Chen et al., 2004). Wang dan Chang (2005) menggunakan pengeluaran penelitian dan pengembangan (R&D) yang dikeluarkan perusahaan untuk mengukur kemampuan inovasi perusahaan. Dalam penelitian ini variabel kapasitas inovasi terdiri dari empat indikator yaitu kepadatan R&D tahun sekarang, kepadatan tahun kemarin, intensitas R&D, serta laba per beban R&D. Keempat indikator ini mengacu pada penelitian Wang dan Chang (2005). 3.1.2 Proses Operasi yang Efisien Proses operasi merupakan proses aktivitas bisnis terutama yang menguntungkan bagi perusahaan, investasi R&D, waktu pesanan, serta proses administrasi ekonomi dan produktivitas proses operasi menjadi efisien ketika siklus proses tersebut menjadi lebih pendek serta hasil yang diharapkan maksimal. Untuk mengukur operasi yang efisien, empat indikator yang didapat dari penelitian Cheng et al., (2010) serta Wang dan Chang (2005) yaitu perputaran aset lancar, perputaran piutang perputaran aset tetap serta perputaran total aset. 3.1.3 Hubungan Konsumen yang Terjaga Hubungan pelanggan yang terjaga merupakan salah satu komponen penghitungan intellectual capital pada customer capital atau relational capital. Cheng et al., (2010) mengklasifikasikan customer capital menjadi intensitas pemasaran dan kemampuan pemasaran, yang kemudian digunakan untuk mendeskripsikan hubungan perusahaan dengan para stakeholder. Mengacu pada penelitian Wang dan Chang (2005), hubungan pelanggan yang terjaga diukur dari empat indikator utama yaitu tingkat pertumbuhan pendapatan, rasio biaya penjualan dan administratif umum terhadap total biaya dan rasio biaya penjualan dan umum administratif perusahaan terhadap pendapatan serta beban iklan. 3.1.4 Sumberdaya Manusia yang Bernilai Tambah Cheng et al., (2010) mengukur human capital tidak menggunakan konsep informasi latar belakang mengenai human capital dan menggunakan konsep output sebagai proksi dari sumberdaya berbasis pengetahuan di laporan keuangan perusahaan. Untuk mengukur efisiensi dari sumberdaya manusia yang bernilai tambah, penelitian ini menggunakan enam indikator yang diadopsi dari penelitian Wang dan Chang (2005) dan Cheng et al., (2010), yaitu produktivitas karyawan, produktivitas per gaji rata – rata direktur, laba operasi per karyawan, laba operasi per gaji rata – rata direktur, nilai tambah per karyawan, serta nilai tambah per gaji rata – rata direktur. 3.2
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA), Return of Equity (ROE), Operating Income Ratio (OIR) dan Price to Book Ratio (PER). Proksi variabel ini berdasar penghitungan yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Bontis et al., (2000), Chen et al., (2005) serta Wang dan Chang (2005). 3.3
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah 36 perusahaan consumer goods industry yang listed dan go public di BEI. Metode purposive sampling digunakan untuk penentuan sampel dalam penelitian ini : a. Perusahaan consumer good industry listing di BEI tahun 2005-2010 b. Perusahaan consumer good industry tidak delisting pada tahun 2005-2010 c. Perusahaan consumer good industry tidak listing setelah tahun 2005
7
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 8
d.
dan perusahaan consumer good industry mempunyai beban penelitian dan pengembangan pada tahun 2005-2010. maka diperoleh 9 sampel untuk tahun 2005-2010 yang akan digunakan dalam penelitian. 3.4
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diperoleh dari financial report perusahaan yang terdaftar di BEI yang dimulai dari tahun 2005 sampai tahun 2010 pada semua perusahaan consumer good industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3.5
Metode Pengumpulan Data Data sekunder yang dibutuhkan berupa financial report yang diterbitkan perusahaan yang telah go public dan listed didapat dengan dokumentasi data yang diperoleh dari Pojok BEI FEB Universitas Diponegoro, kemudian didapat data kuantitatif. 3.6
Metode Analisis Penelitian ini menggunakan metode Partial Least Square (PLS) sebagai alat analisis. Kinerja perusahaan dan komponen-komponen intellectual capital diperlakukan sebagai variabel laten dengan masing-masing indikatornya. PLS merupakan salah satu metode untuk melaksanakan model Structural Equation Modelling (SEM). Untuk tujuan penelitian ini metode ini dirasa lebih baik dibandingkan software SEM yang lain, misalnya AMOS dan LISREL. Model PLS ini digunakan pada saat dasar teori perancangan model lemah dan indikator pengukuran tidak memenuhi model pengukuran yang ideal (Ghozali,2006). Gambar 2.3 Model Konseptual Penelitian dengan PLS
Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari 2 model, yaitu inner model dan outer model. 3.6.1
Inner Model Inner model menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-GeisserQ-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural (Ghozali, 2006). 3.6.2
Outer Model Pengujian outer model dengan menggunakan tiga pengujian, yaitu convergent validity, discriminant validity serta realiblitas konstruk (Ghozali, 2006). Convergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS. Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Composite reability yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency dan Cronbach’s Alpha (Ghozali, 2006).
8
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 9
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Deskripsi Objek Penelitian Populasi penelitian merupakan perusahaan consumer goods industry yang terdaftar BEI. Dari 36 perusahaan terdapat 9 perusahaan yang sesuai dengan kriteria purposive sampling. Perusahaan yang dapat dianalisis terdiri dari 2 perusahaan food and beverages, 1 perusahaan tobacco manufacture, 4 perusahaan pharmaceuticals, 2 perusahaan cosmetic and household. Data yang digunakan sebanyak 54 laporan keuangan perusahaan terdaftar di BEI tahun 2005-2010. 4.2
Statistik Deskriptif Analisis Deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi atas variabel variabel penelitian. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, median, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum. Tabel 4.2 Descriptive Statistics Indikator
N
Minimum
Maximum
Mean
Median
Std. Deviasi
CUS1
54
0,116
0,895
0,3755
0,343
0,1770
CUS2
54
0,791
0,999
0,9349
0,954
0,0551
CUS3
54
0,118
0,599
0,3556
0,37
0,1527
CUS4
54
7,42E+09
1,99E+12
3,32E+11
1,04E+11
4,86E+11
HUM1
54
7,92E+07
4,71E+09
8,93E+08
5,02E+08
1,19E+09
HUM2
54
314
8.610
3.635
3.631
2.778
HUM3
54
1,94E+06
1,08E+09
1,40E+08
3,91E+07
2,78E+08
HUM4
54
7
1.782
366
222
460
HUM5
54
543.387
1,21E+09
1,48E+08
2,45E+07
3,00E+08
HUM6
54
19
2.018
373
151
514
INN1
54
0,0011
0,0093
0,0041
0,0035
0,0022
INN2
54
0,0011
0,0087
0,0035
0,0031
0,0016
INN3
54
0,0013
0,0129
0,0042
0,0034
0,0027
INN4
54
1
1.184
61,556
14,5
184,4
PER1
54
0,003
0,557
0,103
0,064
0,119
PER2
54
0,004
1,124
0,171
0,082
0,240
PER3
54
0,002
0,231
0,100
0,077
0,063
PER4
54
0,45
1.650
103,739
2,8
308,749
PRO1
54
1
9
3,611
3
1,764
PRO2
54
2
21
8,556
8
5,200
PRO3
54
0,697
9
4,288
4
2,233
PRO4
54
0,518
3
1,198
1
0,528
Sumber : data sekunder yang diolah (2012) 4.3
Analisis Data Teknik pengolahan data dengan menggunakan berbasis Partial Least Square (PLS) memerlukan 2 tahap untuk menilai Fit Model dari sebuah model penelitian (Ghozali, 2006). 4.3.1 Menilai Outer Model atau Measurement Model Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara component score yang diestimasi dengan Software PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang diukur untuk penelitian tahap awal dari pengembangan nilai loading 0,50 dianggap cukup memadai. Dapat dilihat pada table 4.3 bahwa semua indikator memenuhi convergent validity.
9
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 10
Tabel 4.3 Nilai Discriminant Validity (Cross Loading) customer
human
innovation
operation
performance
CUS1
0,5778
0,2265
0,7673
0,4672
0,3045
CUS2
0,6299
0,3029
0,3753
0,4225
0,3905
CUS3
0,5489
0,1084
0,4678
-0,0729
0,3455
CUS4
0,8419
0,8584
0,5914
0,6234
0,8994
HUM1
0,6904
0,9778
0,4522
0,6679
0,913
HUM2
0,1374
0,5595
0,1651
0,5816
0,3239
HUM3
0,7254
0,9757
0,4689
0,6205
0,9492
HUM4
0,6772
0,9541
0,4865
0,6223
0,8759
HUM5
0,6934
0,9754
0,4424
0,5972
0,933
HUM6
0,6235
0,4426
0,5832
0,8546
INN1
0,7357
0,9478 0,3549
0,9362
0,4136
0,4591
INN2
0,5649
0,0164
0,78
0,2212
0,1651
INN3
0,5478
0,0533
0,7904
0,383
0,1384
INN4
0,5771
0,7152
0,5235
0,5192
0,7891
PER1
0,8254
0,8999
0,6417
0,6588
0,9822
PER2
0,8015
0,9401
0,6022
0,6628
0,9862
PER3
0,7516
0,7134
0,531
0,3776
0,8327
PER4
0,7082
0,8927
0,4697
0,617
0,9327
PRO1
0,5007
0,6922
0,4693
0,8455
0,6278
PRO2
0,3474
0,4844
0,3477
0,6595
0,3868
PRO3
0,595
0,299
0,5579
0,7788
0,4344
PRO4
0,4548
0,6311
0,2757
0,8412
0,5097
Sumber : data sekunder yang diolah (2012) Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua nilai loading factor untuk setiap indikator dari masing-masing variabel laten beberapa memiliki nilai loading factor yang tidak lebih besar dibanding nilai loading jika dihubungkan dengan variabel laten lainnya. Tabel 4.4 Over View AVE
Composite Reliability
R Square
Cronbachs Alpha
Communality
Redundancy
customer
0,4352
0,7493
0,8017
0,5873
0,4352
0,1448
human
0,8302
0,9661
0,2193
0,9551
0,8302
0,1781
innovatio
0,5959
0,8503
0
0,766
0,5959
0
operatio
0,616
0,8641
0
0,7921
0,616
0
perform
0,8751
0,9654
0,9219
0,9509
0,8751
0,4018
Sumber : data sekunder yang diolah (2012) Disamping uji validitas konstruk, dilakukan juga uji realibilitas konstruk yang diukur dengan dua kriteria yaitu composite realibility dan cronbach alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite realibility maupun cronbach alpha diatas 0.60. Dapat dilihat bahwa konstruk customer tidak reliable karena mempunyai nilai Cronbach’s Alpha kurang dari 0.60 sedangkan konstruk yang lain mempunyai realibilitas yang baik.
10
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 11
4.3.2 Pengujian Model Struktural (Inner Model) Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Pada prinsipnya penelitian ini menggunakan 5 buah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya yaitu variabel maintainable customer relationship yang dipengaruhi oleh variable innovative capacity, efficient operation process serta human value added, variabel human value added yang dipengaruhi oleh variable innovative capacity serta variable performance yang dipengaruhi oleh variable maintanable customer relationship dan human value added. Tabel 4.4 menunjukkan nilai R-square untuk variabel maintainable customer relationship diperoleh sebesar 0,8017, untuk variabel human value added diperoleh sebesar 0,2193 dan untuk variabel performance diperoleh sebesar 0,9219. Nilai R-square 80,17% variabel maintainable customer relationship dapat dipengaruhi oleh variable innovative capacity, efficient operation process serta human value added, 21,93% variabel human value added dipengaruhi oleh variable innovative capacity dan 92,19% variabel performance dipengaruhi oleh variable maintanable customer relationship dan human value added. 4.3.3 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis menggunakan hasil pengolahan data dengan bootstrapping. Untuk melakukan pengujian hipotesis, dapat dilihat pada tabel 4.5 yang memberikan output estimasi untuk pengujian model struktural. Tabel 4.5 Path Coefficients Original Sample
Standard Deviation
Standard Error
T Statistics (|O/STERR|)
customer -> performance
0,3545
0,04
0,04
8,8596
human -> customer
0,3707
0,0828
0,0828
4,4791
human -> performance
0,6804
0,0391
0,0391
17,3858
innovation -> customer
0,633
0,0837
0,0837
7,5623
innovation -> human
0,4683
0,0756
0,0756
6,1988
operation -> customer
0,0362
0,0695
0,0695
0,5216
Sumber : data sekunder yang diolah (2012) 4.3.3.1 Pengujian Hipotesis 1 (Kapasitas inovasi memiliki hubungan yang positif dengan biaya penjagaan hubungan konsumen) Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa hubungan variabel kapasitas inovasi dengan biaya penjagaan hubungan konsumen menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,633 dengan nilai t sebesar 7,5623 . Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960). Hasil ini berarti bahwa kapasitas inovasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap biaya penjagaan hubungan konsumen. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kapasitas inovasi perusahaan, semakin tinggi pula biaya hubungan konsumen yang terjaga. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Chang (2005) yang menyebutkan bahwa inovasi tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap pelanggan. Tetapi mempunyai pengaruh langsung terhadap proses operasi perusahaan. Akan tetapi penelitian ini konsisten dengan penenelitian yang dilakukan oleh Tseng dan Goo (2005) dan Cheng et al., (2010). Sejalan dengan resources based theory yang mengkombinasikan sumberdaya perusahaan yang tepat untuk dirakit menjadi suatu keunggulan kompetitif, kapasitas inovasi perusahaan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan yang berkaitan dengan penjagaan hubungan konsumen. Kapasitas inovasi akan menghasilkan inovasi produk baik barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan konsumen, sehingga hubungan antara perusahaan dan konsumenpun akan terjaga secara berkelanjutan. Dengan demikian, kapasitas inovasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya biaya penjagaan hubungan dengan konsumen.
11
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 12
4.3.3.2 Pengujian Hipotesis 2 (Kapasitas inovasi memiliki hubungan yang positif dengan sumber daya manusia yang bernilai tambah) Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hubungan variabel kapasitas inovasi dengan sumber daya manusia yang bernilai tambah menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,4683 dengan nilai t sebesar 6,1988. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960). Hasil ini berarti bahwa kapasitas inovasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap sumber daya manusia yang bernilai tambah. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima. Dengan demikian, semakin tinggi kapasitas inovasi perusahaan, maka semakin tinggi pula sumberdaya manusia yang bernilai tambah. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al., (2010) yang menyebutkan bahwa kapasitas inovasi yang mempunyai hubungan yang positif dengan sumberdaya manusia yang bernilai tambah akan tetapi tidak konsisten dalam signifikansi. Hasil penelitian yang dilakukan Cheng et al., (2010) menyebutkan bahwa hubungan antara kapasitas inovasi dan sumberdaya manusia yang bernilai tambah sedikit signifikan. Sejalan dengan resources based theory yang menyatakan bahwa keunggulan kompetitif perusahaan diperoleh dari kemampuan perusahaan untuk merakit dan mengkombunasikan sumberdaya yang tepat. Kapasitas inovasi dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui sumberdaya manusia yang bernilai tambah. Inovasi yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah sumberdaya manusia dapat berupa pelatihan yang diberikan kepada karyawan yang dapat meningkatkan kemampuan dan keahliannya untuk melakukan aktivitas yang bernilai ekonomis bagi perusahaan. Sehingga semakin tinggi kapasitas inovasi perusahaan dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian karyawan, maka akan semakin tinggi pula sumberdaya manusia yang bernilai tambah. 4.3.3.3 Pengujian Hipotesis 3 (Proses operasi yang efisien memiliki hubungan yang negatif dengan biaya penjagaan hubungan konsumen) Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa hubungan variabel kapasitas inovasi dengan biaya penjagaan hubungan konsumen menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,0362 dengan nilai t sebesar 0,5216. Nilai tersebut lebih kecil dari t tabel (1,960). Hasil ini berarti bahwa proses operasi yang efisien memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap biaya penjagaan hubungan konsumen. Hal ini berarti Hipotesis 3 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel proses operasi yang efisien mempunyai hubungan yang positif dan tetapi tidak signifikan terhadap hubungan konsumen yang terjaga. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al., (2010). Menurut perspektif Resources-based theory, proses operasi yang efisien merupakan keunggulan kompetitif yang didapat oleh perusahaan dari merakit dan mengkombinasikan sumberdaya yang dimiliki. Kombinasi yang meningkatkan efisiensi suatu proses produksi akan menurunkan biaya penjagaan hubungan pelanggan yang akan dibebankan karena proses operasi yang tidak efisien. Sesuai dengan Kaplan dan Norton dalam Cheng et al., (2010) yang menyatakan bahwa berdasarkan perspektif balance score card, perusahaan menunjukkan proses operasi yang efisien dengan pengurangan siklus dan kualitas pelayanan yang meningkat dapat menciptakan kesetiaan pelanggan. Alasan penolakan hipotesis ini diduga karena penerapan peoses operasi yang efisien baru dilakukan oleh beberapa perusahaan baru-baru ini. Penerapan proses operasi yang efisien oleh perusahaan pada awalnya akan memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam pembuatan sistem ataupun penyesuaian sistem tersebut di perusahaan. Penerapan proses operasi yang efisien belum dapat dirasakan dampaknya dan akan dirasakan dampaknya pada pengurangan biaya penjagaan konsumen pada tahun-tahun berikutnya sehingga biaya penjagaan hubungan konsumen akan tetap ada sehingga hipotesis ini ditolak. 4.3.3.4 Pengujian Hipotesis 4 (Sumber daya manusia yang bernilai tambah memiliki hubungan yang positif dengan hubungan konsumen yang terjaga) Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa hubungan variabel sumber daya manusia yang bernilai tambah dengan hubungan konsumen yang terjaga menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,3707 dengan nilai t sebesar 4,4791. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960). Hasil ini berarti bahwa sumber daya manusia yang bernilai tambah memiliki hubungan
12
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 13
positif dan sangat signifikan terhadap hubungan konsumen yang terjaga. Hal ini berarti Hipotesis 4 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi sumberdaya yang bernilai tambah, maka akan semakin tinggi pula hubungan konsumen yang terjaga. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Bontis (2000), Chen et al., (2004), Astuti dan Sabeni (2005), Wang dan Chang (2005), Ulum (2009), dan Cheng et al., (2010) Sesuai dengan resources-based theory, sumberdaya manusia yang bernilai tambah merupakan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing karena terbentuk dari proses penciptaan, pengembangan, serta kombinasi dari sumberdaya manusia yang ada dengan kemampuan yang dapat diciptakan dengan pelatihan. Keahlian dan kecakapan karyawan dapat meningkatkan hubungan baik perusahaan dengan pelanggan dan dapat membantu perolehan pelanggan baru karena karyawan yang terampil dan ahli cenderung lebih disukai oleh pelanggan. Oleh karena itu hubungan konsumen yang terjaga akan meningkat seiring dengan meningkatnya sumberdaya manusia yang bernilai tambah. 4.3.3.5 Pengujian Hipotesis 5 (Biaya penjagaan hubungan konsumen memiliki hubungan yang positif dengan kinerja perusahaan) Hasil pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa hubungan variabel biaya penjagaan hubungan konsumen dengan kinerja perusahaan menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,3545 dengan nilai t sebesar 8,8596. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960). Hasil ini berarti bahwa biaya penjagaan hubungan konsumen memiliki hubungan positif dan sangat signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini berarti Hipotesis 5 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi biaya penjagaan hubungan konsumen, semakin tinggi pula kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Chang (2005) dan Ulum (2009) akan tetapi tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al., (2010) yang menyebutkan bahwa hubungan konsumen yang terjaga hanya mempunyai dampak yang kecil bagi kierja perusahaan. Dalam konsep resources-based theory, biaya penjagaan hubungan konsumen merupakan biaya yang diinvestasikan perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang keunggulan tersebut dapat meningkatkan kinerja perusahaan sebagai produk dari keunggulan kompetitif. Kualitas pelayanan yang diterima pelanggan adalah faktor terpenting dalam kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan cenderung lebih loyal pada perusahaan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa biaya yang dibebankan untuk menjaga hubungan dengan pelanggan akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja akan meningkat seiring dengan meningkatnya biaya penjagaan hubungan konsumen. 4.3.3.6 Pengujian Hipotesis 6 (Sumber daya manusia yang bernilai tambah memiliki hubungan yang positif dengan kinerja perusahaan) Hasil pengujian hipotesis keenam menunjukkan bahwa hubungan variabel sumber daya manusia yang bernilai tambah dengan kinerja perusahaan menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,6804 dengan nilai t sebesar 17,3858. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel (1,960). Hasil ini berarti bahwa sumber daya manusia yang bernilai tambah memiliki hubungan yang positif dan sangat signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini berarti Hipotesis 6 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi sumberdaya manusia yang bernilai tambah, semakin tinggi pula kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Chang (2005) yang menyebutkan bahwa human capital tidak mempunyai hubungan langsung dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen et al., (2005) dan Cheng et al., (2010). Sesuai resources-based theory menyebutkan performance sebagai produk dari competitif advantage yang dalam hal ini salah satunya adalah sumberdaya manusia yang bernilai tambah. Karyawan yang mempunyai kemampuan dan keahlian yang baik akan memberikan imbalan yang bersifat jangka panjang bagi perusahaan dalam bentuk produktivitas yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.
13
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 14
KESIMPULAN 5.1
Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh intellectual capital pada kinerja perusahaan. Setelah dilakukan penelitian pada 9 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lima dari enam hipotesis diterima dan semua hubungan menunjukkan hubungan yang positif. Ini mengindikasikan bahwa lima jalur penciptaan nilai dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui intellectual capital manajemen. 5.2
Keterbatasan dan Saran Pelaksanaan penelitian masih memiliki beberapa keterbatasan yaitu hanya mengukur pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan sampai pada tahun yang sama dan tidak melihat dampak pada tahun berikutnya serta setiap indikator dari masing-masing variabel laten dalam penelitian ini masih memiliki nilai loading factor yang tidak paling besar dibanding nilai loading factor jika dihubungkan dengan variabel laten lain. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk meneliti pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan sampai tahun berikutnya. Serta peneliti selanjutnya dapat menggunakan indikator yang dapt memproksikan variable laten lebih baik lagi sehingga dapat memenuhi discriminant validity yaitu mempunyai nilai loading factor lebih tinggi daripada variabel laten lainnya. REFERENSI Astuti, Partiwi Dwi dan Arifin Sabeni. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance dengan Diamond Specification : Sebuah Perspektif Akuntansi”. Proceeding SNA VIII. Solo. Bontis, N., W.W.C. Keow, S. Richardson. 2000. “Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 41-60. Chen,J., Zhu, Z. and Xie, H. Y. 2004. “Measuring intellectual capital: a new model and empirical study”. Journal of Intellectual capital. Vol. 5 No. 1. pp. 192-212. Chen, M.C., Cheng, S.J. and Hwang, Y.C. 2005. “An Empirical Investigation of the Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 No. 2. pp. 159-176. Cheng, Meng-Yung., Lin, Jer-Yan., Hsiao, Tzy-Yih., and Lin, Thomas., 2010. “Invested resource, competitive intellectual capital, and corporate performance”. Journal of Intellectual capital. Vol. 11, No. 4. pp. 443-450. Chu, P.Y., Hsiung, H.H., Huang, C.H., and Yang, C.Y. 2008. “Determinant of the Valuation of Intangible Assets – A Contrast Between Taiwanese and American IC Design House”. International Journal of Technology Management, Vol. 41 Nos 3/4. pp. 336-358. Firer, S., and S.M. Williams. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348-360. Galabova, Lidia, and Guy Ahonen. 2011.”Is intellectual capital-based strategy market-based or resource-based? : On sustainable strategy in a knowledge-based economy”. Journal of Human Resource Costing & Accounting. Vol. 15 No. 4 pp. 313 – 327 Ghozali, Imam. 2005. ”Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS”. Badan penerbit UNDIP : Semarang. Grant, Robert M. 1991. “The Resource-Based Theory of Competitive Advantage: Implication for Strategy Formulation”. California Management Review. Kuryanto, Benny dan M. Syafruddin. 2008. “Pengaruh Modal Intelektual terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”. Proceeding SNA XI. Pontianak.
14
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 15
Murti, Anugraheni Cahyaning. 2010. “Analisis Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan”. Skripsi tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro. Pramelasari, Yosi Metta. 2010. “Pengaruh Intellectual Capital dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Perusahaan”. Skripsi tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro. Rahardian, Ariawan Aji. 2011. “Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan ; Suatu Analisis dengan Pendekatan Partial Least Square”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro. Riahi – Belkaoui, A. 2003. “Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms: A Study of the Resources-Based dan Stakeholder Views”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 2 pp. 215-226. Smith, Ken A., Satish P. Vasudevan, and Mohan R. Tanniru. 1996. “Organizational Learning and Resource-Based Theory: An Integrative Model”. Journal of Organizational Change. Vol. 9. No. 6. pp. 41-53. Tan, Hong P., David Plowman., and Phil Hancock. 2007. “Intellectual Capital and Financial Return of Company”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8. No. 1 pp. 76-95. Ulum, Ihyaul. 2009. “Intellectual capital : Konsep dan Kajian Empiris”. Yogyakarta : Graha Ilmu Wahdikodirin, Ayu. 2010. “Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro. Wang, W. Y. and Chang, C. F. 2005. “Intellectual capital and performance in causal modelsevidence from the information technology industry in Taiwan”. Journal of Intellectual capital. Vol. 6 No. 2. pp. 222-236. Yogidanarinto, Adriant Prabani. 2011. “Analisis Nilai Tambah sebagai Indikator Modal Intelektual dan Pengaruhnya pada Kinerja Perusahaan Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Diponegoro.
15