Dinamika Variasi Pengetahuan Petani Klub Pengukur Curah Hujan Indramayu dalam Mengantisipasi Kondisi Cuaca pada Musim Rendheng 2013—2014 Ubaidillah Pratama Rovihansyah Program Studi Sarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
[email protected]
Abstrak Artikel ini mengaji tentang dinamika yang terjadi dalam variasi pengetahuan petani anggota Klub Pengukur Curah Hujan Indramayu (KPCHI) dalam menghadapi fenomena cuaca pada musim rendheng 2013—2014.Variasi merupakan realitas fundamental dalam kehidupan masyarakat. Pembelajaran agrometeorologi yang dialami oleh petani KCPHI secara bersama-sama dan individual memungkinkan terjadinya dinamika pengetahuan ketika petani menghadapi kondisi cuaca yang berbeda setiap bulannya. Petani mengombinasikan berbagai unsur pengetahuannya untuk mengantisipasi kondisi cuaca pada musim hujan 2013—2014. Kombinasi yang terbentuk ternyata bervariasi dalam setiap individu anggota KPCHI. Sejauhmanakah variasi tersebut memengaruhi antisipasi yang dilakukan oleh petani? Tulisan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menunjukkan cara petani merespon dan mengantisipasi perubahan iklim. Kata kunci: dinamika, variasi, pengetahuan, kombinasi, respons, antisipasi Dynamics of Knowledge Variation in Indramayu Rainfall-Observer Club Members in Anticipating Weather Condition In Rainy Season 2013—2014 Abstract This article examines the dynamics of knowledge variation in Indramayu Rainfall-Observer Club Members in facing weather phenomena during rainy season of 2013—2014. Variation is a fundamental reality in a society. The agrometeorological learning experienced by KCPHI farmers jointly and individually is able to create variations which is influenced by knowledge and experience of each individual, as well as ecosystem condition. The dynamics of knowledge occur because farmers face diverse weather conditions throughout rainy season 2013—2014. Farmers combine various elements of knowledge to anticipate weather conditions. The combination in farmer’s schema also diverse. To what extent those variations affect anticipation by farmers? It is interesting to study combined knowledge of individual will reveal how farmers respond to and anticipate the climate change. Keywords: dynamics, variation, knowledge, respons, anticipation
1 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Pada musim rendheng 2013—2014, petani menghadapi fenomena iklim yang tidak lazim dan tidak diduga, seperti : keterlambatan musim penghujan, “hujan besar”, hingga penurunan curah hujan menjelang berlangsungnya musim kemarau. Kondisi itu menyebabkan petani Klub Pengukur Curah Hujan Indramayu (KPCHI) mempertanyakan kembali pengetahuan lokal yang tidak dapat dirujuk dalam menjelaskan fenomena tersebut. Mereka menyebut fenomena itu sebagai bagian dari perubahan iklim yang menjadikan ekosistem sawah mereka semakin rentan karena terganggunya pertumbuhan padi. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim memengaruhi perilaku petani dalam bercocok tanam. Petani adalah subjek yang rentan terhadap konsekuensi perubahan iklim. Stigter dan Winarto (2013) menyebutkan tiga isu yang menimbulkan konsekuensi serius bagi petani akibat perubahan iklim : (1) pemanasan global; (2) meningkatnya variabilitas iklim; dan (3) munculnya peristiwa-peristiwa meteorologi/klimatologi ekstrim yang lebih banyak dan lebih parah (lihat Winarto dan Stiger, 2013:370; Stigter dkk, 2013). Kajian sebelumnya telah mengangkat pembelajaran agrometeorologi pada petani KPCHI dalam merespons perubahan iklim pada kurun waktu 2012—2013 yang telah dibahas oleh Wicaksono (2013). Dalam tulisan tersebut, Wicaksono, (2013: 6) memfokuskan kajiannya pada cara petani menggunakan pembelajaran agrometeorologi dalam membentuk persepsi atas “kerentanan” dengan memperhitungkan keragaman kondisi musim dan lanskap ekosistem saat mengambil keputusan bercocok tanam. Kegiatan pembelajaran yang berfokus pada komponen meteorologi dan curah hujan dalam skema pengetahuan petani, juga menjadi fokus Hapsari (2010) dan Ratri (2010). Ratri (2010) berfokus pada dinamika proses belajar kolektif, pengayaan pengetahuan dan strategi dalam menghadapi kondisi cuaca pada rentang waktu 2009—2010. Kegiatan belajar tersebut masih belum mantap karena masih dalam tahap awal, sehingga masih sering dijumpai kesalahan dalam melakukan pengukuran curah hujan dan pendokumentasian data. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, proses belajar tersebut dapat memperkaya pengetahuan dan mempertajam kemampuan petani dalam beradaptasi terhadap kondisi cuaca pada musim rendheng 2009—2010. Sementara itu, Hapsari (2010) menunjukkan sejauhmana kegiatan pembelajaran itu menjadi milik bersama dalam kelompok tani setempat. Ia melihat pengetahuan perubahan iklim hanya dimiliki oleh beberapa individu. Kedua penelitian di atas dilakukan pada tahap awal pembelajaran agrometeorologi yang belum termantabkan. Penelitian 2 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
yang saya lakukan ini terjadi ketika pembelajaran agrometeorologi sudah termantabkan. Hal itu terbukti dengan terjadinya keberlangsungan produksi pengetahuan yang dihasilkan lewat kerja sama dua ranah pengetahuan ilmiah dan lokal (melalui dialog dalam pembelajaran agrometeorologi1 (lihat Stigter dan Winarto 2011; lihat juga Wicaksono, 2013; Dwisatrio, 2010; Winarto dkk 2013b). Berangkat dari temuan-temuan itu, saya belum melihat isu variasi
dalam skema
pengetahuan petani yang terbentuk melalui proses pembelajaran agroemeterorologi (yang sudah termantabkan) sebagai dasar antisipasi. Dengan menggambarkan cara petani menggunakan unsur pengetahuan dari proses pembelajaran agrometeorologi
yang dikombinasikan dengan unsur
pengetahuan lokal sebagai dasar untuk menetapkan pilihan rasionalnya, saya dapat menunjukkan sejauhmanakah variasi terbentuk dalam pengombinasian pengetahuan tersebut. Pembelajaran agrometeorologi menjadi pintu gerbang untuk menjelaskan skema pengetahuan petani, karena dalam pembelajaran tersebut, petani mendapatkan asupan pengetahuan untuk dapat dimanfaatkan dalam menanggapi konsekuensi perubahan iklim. Asupan pengetahuan itu terdiri dari kegiatan mengukur curah hujan, mengamati agroekosistem, diskusi dalam pertemuan bulanan dan skenario musiman dari agrometeorolog (lihat Wicaksono, 2013; lihat juga Winarto dan Stigter, 2013; Winarto dkk, 2013). Tulisan ini berfokus pada dinamika variasi pengetahuan petani dalam musim rendheng 2013—2014, karena dalam penelitian pendahuluan saya menemukan pengaktifan unsur-unsur pengetahuan lokal petani dalam merespons kondisi cuaca musim hujan 2013—2014. Variasi interpretasi dan antisipasi pun muncul dalam kognisi masing-masing petani ketika mereka mengaktifkan pengetahuan lokalnya. Pembelajaran agrometeorologi yang diintroduksikan melalui WIL (Warung Ilmiah Lapangan) merupakan upaya Prof. Kees Stigter (agrometeorolog) dan Prof. Yunita T. Winarto (antropolog) dalam memfasilitasi petani untuk memperkaya pengetahuan dan mengantisipasi risiko perubahan iklim (Winarto, dkk, 2013b). Perubahan iklim dan konsekuensinya merupakan hal yang berada di luar ranah pengetahuan dan pemahaman petani (lihat Winarto dkk, 2013a: 331). Petani memerlukan informasi tambahan yang dapat digunakan untuk memahami konsekuensi perubahan iklim. Kegiatan pembelajaran agrometeorologi adalah sebuah langkah 1
Prof. Kees Stiger, (2010: 4) mendefinisikan agrometeorologi sebagai “agricultural meteorology basically deals with water, heat, air and related biomass development, above and below ground in the agricultural production environment,”
3 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
untuk memperkaya skema pengetahuan petani melalui
WIL. WIL telah
menjadi arena
pembelajaran yang dapat menyajikan jasa-jasa layanan agrometeorologi pada petani (lihat Winarto 2010,389; Stiger dan Winarto, 2011; Winarto dkk, 2011a; Giller, 2013; Wicaksono, 2013). Winarto dan Stigter (2013: 371) menekankan bahwa dalam WIL, petani tidak mendapat “informasi” meteorologi/klimatologi yang bersifat pasif dan tidak menerima informasi dengan rekomendasi saja tentang cara menggunakannya atau yang mereka sebut dengan “nasihatnasihat/saran-saran”.
Winarto
dan
Stigter
(2013:370-371)
menyebut
pembelajaran
agrometerorologi dalam WIL dengan “jasa layanan” atau “servis” sebagai bentuk pemantaban dengan adanya dialog antara petani dan penyuluh2dalam memanfaatkan jasa itu (Winarto dan Stigter, 2013:371). Sebelum memperoleh jasa layanan itu, sebagian petani KPCHI juga memiliki unsur pengetahuan baru tentang agroekosistem yang diperoleh dari Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). SLPHT merupakan “sekolah” lapangan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk menindaklanjuti Inpres No.3/1986, yang bertujuan untuk melibatkan petani dalam pengendalian hama dengan cara mengamati kondisi agroekosistem di lahannya masingmasing. SLPHT lahir atas dasar prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) karena, paradigma lama dengan pestisida kimia telah gagal dalam mengendalian hama (lihat Winarto, 2004:20). SLPHT memiliki empat tujuan utama, yakni: (1) membudidaya tanaman sehat, (2) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (3) pengamatan agroekosistem secara mingguan untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan agar tanaman bisa menghasilkan keuntungan,dan (4) petani petani menjadi ahli di sawahnya sendiri (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2007: Winarto, 2004: 377). Perbedaan latar belakang pengetahuan dan pengalaman bercocok tanam juga akan mempengaruhi skema pengetahuan petani. Saya membagi kategori petani berdasarkan latar belakang pengetahuan agar memudahkan pembaca dalam memahami dinamika variasi pengetahuandalam setiap kategori petani. Pertama, petani yang memiliki pengetahuan kosmologi lokal pranata mangsa, dan pernah mengikuti pembelajaran SLPHT; kedua, petani yang tidak memiliki pengetahuan pranata mangsa, dan pernah mengikuti pembelajaran SLPHT; ketiga, petani yang tidak memiliki pengetahuan pranata mangsa dan tidak pernah mengikuti SLPHT. Bagaimanakah
petani
mengombinasikan
unsur-unsur
pengetahuan
dari
pembelajaran
2
Penyuluh atau petani pemandu dipilih dari petni-petani itu sendiri
4 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
agrometeorologi dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya (sebelum mendapat jasa layanan iklim)? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, saya mengajukan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana petani mengombinasikan asupan-asupan pengetahuan untuk merespons kondisi cuaca musim rendheng 2013—2014? 2. Kesamaan dan variasi apa yang muncul dalam merespons kondisi cuaca musim rendheng 2013—2014? Tinjauan Teoritis Untuk menjelaskan dinamika dalam variasi pengetahuan, saya menggunakan pendekatan connectionism yang digagas oleh Strauss dan Quinn, (1997). Pandangan connectionism diinspirasi oleh D’Andrade (1992) yang melihat skema sebagai struktur konseptual yang memungkinkan manusia untuk dapat mengenali objek dan peristiwa. Dalam pendekatan connectionism, asupan-asupan (input) pengetahuan dari berbagai sumber diolah secara bersamaan dalam skema pengetahuan petani. Pendekatan tersebut dapat membantu saya memahami cara pengetahuan lokal dan pengetahuan dari pembelajaran agrometeorologi diproses secara bersamaan. Pendekatan connectionism menggunakan susunan sistem-sistem syaraf untuk mensimulasikan pengetahuan, pembelajaran, dan tindakan manusia (lihat Strauss dan Quinn,1997; Choesin,2002). Kombinasi pengetahuan melalui pendekatan connectionism akan bervariasi pada tiap individu. Variasi tersebut mengalami dinamika dari waktu ke waktu selama musim rendheng 2013—2014. Petani melakukan antisipasi dengan mengaktifkan unsur-unsur pengetahuan yang dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Dalam memahami antisipasi, Bennett (1980: 254) mengemukakan perlunya memahami pilihan rasional (rational choice). Pilihan rasional terjadi dengan membedakan jalan yang akan dipilih, yakni memperoleh keuntungan di masa depan atau menghindari kerugian. Proses pilihan rasional tersebut terjadi dengan memerhatikan risiko dan ketidakpastian yang akan dihadapi oleh petani sebagai pengambil keputusan (lihat Bennett, 1980: 260-262). Bennett menyebut proses pilihan rasional dalam dimensi waktu tertentu, sebagai antisipasi. “The human endows rational choice with temporal dimension called ‘anticipation’” (Bennett: 1980: 254). Lebih lanjut, Bennett (1980) menjelaskan bahwa proses pilihan rasional merupakan salah satu alat untuk menganalisis komponen-komponen perilaku dalam penggunaan dan penyalahgunaan sumber daya. 5 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengamatan terlibat
(partisipant observation) dan
wawancara mendalam (in-depth interview). Saya melakukan fieldwork di dua desa yakni Desa Amis dan Desa Sumbon. Kedua desa itu dipilih karena terdapat anggota KPCHI yang memeiliki variasi pengetahuan dalam bercocok tanam. Selain itu, faktor perbedaan kondisi agroekosistem antara dua desa dan jarak antara desa yang tidak terlalu jauh (sekitar 15 km) juga menjadi pertimbangan agar kedua wilayah ini bisa dijangkau. Hal itu memudahkan saya dalam mengikuti setiap kejadian yang berlangsung hampir bersamaan. Sumber Pengetahuan Petani KPCHI Dalam melakukan kegiatan pertanian, petani memiliki pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber. Sumber pengetahuan tersebut memberi asupan bagi skema kognisi petani. Dengan mengetahui sumber pengetahuan petani KPCHI, penjelasan dinamika pengetahuan dalam hal mengombinasikan berbagai unsur pengetahuan saya harapkan dapat lebih mudah dipahami o;leh pembaca. Apa sajakah sumber pengetahuan petani KPCHI ? Pranata mangsa Pranata mangsa atau penanda masa merupakan kosmologi lokal yang dimiliki oleh petani di Jawa selama bertahun-tahun. Indrowuryanto (1999:17) menyebutkan
bahwa pranata mangsa
adalah sistem kalender pertanian yang ditemukan di Jawa dan sudah dipraktikkan sejak zaman Kerajaan Mataram. Kalender tersebut dibuat berdasarkan posisi bumi yang dikaitkan dengan matahari dan bintang-bintang. Lebih lanjut, Indrowuryanto (1999) menjelaskan bahwa dalam sistem itu membagi setiap tahun menjadi sembilan atau sepuluh periode. Dalam kaitannya, dengan siklus
pertanian, pranata mangsa juga merupakan petunjuk untuk mengolah dan
mengkonservasi lahan dan pengairan (lihat Indrowuryanto, 1999). Secara etimologis, pranata mangsa
berarti penanda masa yang memberikan panduan
dalam bercocok tanam. Pranata mangsa memiliki beberapa aliran; pertama, Bantal Jemur, yang berisi klasifikasi alam berdasarkan tahun Jawa, seperti tahun kambing, tikus, kerbau dan lain-lain; kedua, Mujarobat, berisikan klasifikasi kondisi alam berdasarkan penanggalan Jawa Islam seperi hijriah, muharram; ketiga, Aboge (alif rebo wage), yang dianut oleh dua orang anggota KPCHI.
6 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Tidak semua anggota KPCHI memiliki pengetahuan pranata mangsa. Beberapa di antara mereka hanya memiliki sebagian kecil pengetahuan dari pranata mangsa.
Skenario Musiman untuk Anggota KPCHI Skenario musiman adalah salah satu jasa layanan iklim yang diberikan oleh agrometeorolog Prof. Kees Stigter. Jasa layanan iklim adalah semua pengetahuan dan informasi agrometeorologi dan agroklimatologi (termasuk teknologi lokal yang sesuai) yang bisa diaplikasikan secara langsung untuk meningkatakan dan/atau melindungi mata pencaharian petani (Stigter dan Winarto, 2013. Pemberian informasi iklim yang berasal dari domain ilmiah dan ditransmisikan oleh ilmuwan ini pernah dilakukan oleh Roncoli (2003) di Burkina Faso. Skenario ini disebarkan kepada petani melalu pesan pendek SMS (Short Message Service) pada telepon genggam yang dimiliki setiap anggota KPCHI. Skenario ini dikirimkan oleh Winarto dari pesan elektronik Stigter yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih sederhana. Pada kasus ini, Winarto sebagai antropolog berperan sebagai ‘penerjemah budaya’ yang mengkomunikasikan dua domain pengetahuan, yakni pengetahuan ilmiah dan pengetahuan lokal. (lihat Winarto dkk, 2013; Wicaksono, 2013). Setelah itu, skenario
ini diteruskan kepada beberapa koordinator
wilayah(korwil) KPCHI. Setelah itu disebarkan ke masing-masing anggota sesuai dengan wilayah koordinasi masing-masing korwil. Sumber informasi skenario musiman berasal dari data NOAA (The National Oceanic and Atmospheric Administration) yang dianalisis dan diolah oleh agrometeorolog ke dalam skenario musiman. Isi skenario musiman tersebut menjelaskan tentang karakteristik kondisi hujan selama tiga bulan ke depan dan yang diperbaharui setiap bulan (lihat Wicaksono, 2013:57). Bulan/Tahun
Skenario Musiman
November 2013
08/11/2013 : Musim hujan diharapkan akan berlangsung secara normal setelah awal musim hujan yang diprakirakan akan 7
Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
mulai pada minggu kedua bulan November 2013. Dikirim oleh Yunita UI. Desember 2013
09/12/13: Musim hujan akan terus berlangsung pada bagian yang lebih basah dari kondisi normal.Dikirim oleh Yunita UI
Januari 2014
11/01/2014 : Tetap berlangsung kondisi normal pada bagian yang basah dari rentang curah hujan normal. Sementara ini musim hujan juga normal tetapi dengan kemungkinan awal musim kemarau yang relatif terlambat. Dikirim oleh Yunita UI.
Tabel 2.2. Skenario musiman. Sumber: Tim PUSKA-UI
November 2013: Sudah “ber-beran”, tapi kok hujan nggak turun-turun? Pada bulan November 2014, petani sudah bersiap-siap untuk memulai semai, sejumlah petani di Desa Sumbon bahkan sudah siap tanam. Namun mereka menghadapi fenomena “Hujan Telat” atau keterlambatan hujan. Petani menganggap demikian karena berdasarkan weather lore yang mereka miliki, bulan November 2014 seharusnya sudah masuk dalam ber-beran yang artinya curah hujan sudah mulai meningkat. Petani menganggap fenomena tersebut sebagai kondisi cuaca yang tidak lazim. Kondisi cuaca yang tidak lazim tersebut menjadi rangsangan terjadinya kombinasi unsur-unsur pengetahuan yang mereka miliki.Variasi pun muncul dalam pengombinasian pengetahuan tersebut. Petani KPCHI Kategori Pertama3: Sudah “ber-beran”, tapi belum “rendhengan” Dalam menerima skenario musiman bulan November 2013, petani kategori ini mengaitkan dengan unsur pengetahuan pranata mangsa. Kedua unsur tersebut (skenario musiman dan pranata mangsa) diolah secara bersamaan dalam skema pengetahuan petani untuk memahami rangsangan berupa kondisi cuaca bulan November 2013. Meski demikian, variasi individu dalam menginterpretasi kondisi cuaca tetap suatu realita yang diperlihatkan oleh Aryo dan Kar. “Pada waktu itu saya baca bahwa di awal November akan ada hujan, itu kalau kata pak Kees, ilmuwan .Tapi kalau kata saya orang Jawa mah, kalau ber-ber an begini kecuali September ya pasti akan ada hujan, mudah-mudahan ‘ramalannya’(baca: skenario musima) pak Kees (Stigter) benar,” ujar Aryo. (Catatan lapangan Rovihansyah, 6 Desember 2014) 3
Petani KPCHI kategori pertama adalah petani yang memiliki pengalaman mengikuti pembelajaran di Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), memiliki pranata mangsa (lihat bab 2)
8 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Dalam kutipan di atas, Aryo mengaitkan isi skenario musiman dengan weather lore berberan (bulan yang fonemnya berakhiran ber, lihat awal subbab 3.1). Kecocokan antara skenario musiman November 2014 dengan
weather lore tersebut semakin meyakinkan Aryo bahwa
‘ramalan’ skenario musiman sesuai dengan kenyataaan. Namun, setelah melewati pertengahan November 2013, Aryo mengganggap bahwa saat itu belum masuk ber-beran. Menurutnya, hujan yang turun November 2013 sifatnya masih lokal. Ia beranggapan demikian karena hingga awal Desember 2014, air hujan masih belum cukup untuk mengairi sawahnya untuk mulai menanam4. Meskipun November 2014 sudah masuk ber-beran, Aryo menganggap hujannya kurang. Ia menyadari bahwa weather lore tidak sesuai dengan kondisi empiris. Aryo menggali pengetahuan lokal pranata mangsa untuk memahami fenomena tersebut. Ia menemukan bahwa menurut pranata mangsa hujan di dalam tahun Alip5 berkurang. Aryo mengantisipasi kondisi itu dengan berencana untuk pergi ke dukun dan ziarah makam leluhur di Cirebon untuk mendatangkan hujan pada tanggal 12 Desember 2014. Menurut pengalamannya, cara ini manjur karena ia pernah membuktikan sendiri pada bulan Mei dan Juni 2013. Berbeda dengan Aryo, Kar juga mengaitkan data curah hujan bulan Oktober 2013 dengan skenario musiman. Setelah menerima skenario musiman, Kar mengaitkannya dengan data curah hujan pada bulan Oktober 2013 yang sudah ia tandai yakni pada tanggal 12, 20, 30, dan 31. Kar mengingat jumlah curah hujan pada masing-masing tanggal tersebut. Pada tanggal 12 ada 0,5 mm, tanggal 20 ada 27 mm, pada 30 ada 37 mm dan pada tanggal 31 ada 32 mm. Pada tanggal 30 dan 31 terjadi hujan yang besar, Kar menyimpulkan bahwa skenario musiman tersebut memang tepat yakni akan ada hujan di akhir Oktober 2013. Petani KPCHI Kategori Kedua6: November 2013, Hujan Belum “normal” Serupa dengan Aryo dan Kar, Pur juga menginterpretasikan skenario musiman bulan November 2013, sebagai kondisi hujan “telat” karena menurutnya hujan belum normal. Namun, ada yang berbeda dari kedua petani sebelumnya, yang mengaitkan skenario musiman dengan weather lore. 4
Aryo memiliki banyak sawah di beberapa blok. Sawah yang dijadikan pengamatan curah hujan ada di belakang rumahnya sudah ditanami padi. Menurutya hal itu bisa terjadi karena sawah tersebut mendapatkan irigasi yang lebih baik daripada sawah di blok lain. Sawah yang belum terairi adalah sawahnya yang ada titisara(sawah aset milik desa) yang tadah hujan. 5 Tahun alip adalah tahun pertama dalam siklus kalender pranata mangsa. Musim hujan 2013—2014masuk dalam tahun alip (lihat Bab 2) 6 Petani kategori kedua adalah petani yang tidak memiliki pranata mangsa, tetapi memiliki pengalaman SLPHT.
9 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Pur mengombinasikan skenario musiman bulan November 2013 dengan data curah hujan. Kombinasi tersebut menjadi dasar bagi Pur untuk menentukan tanggal semai yang tepat. Unsur pengetahuan skenario musiman mengaktifkan unsur pengetahuan data curah hujan, sehingga menghasilkan interpretasi berupa pola tanggal turunnya hujan. Interpretasi tersebut menjadi dasar bagi Pur untuk melakukan antisipasi berupa penentuan tanggal tanam. Saya melihat penentuan tanggal tanam yang dilakukan oleh Pur sejalan dengan Nuttal (2010:23-24) yang menjelaskan bahwa membayangkan (imagining) kejadian di masa yang akan datang (future events) merupakan sebuah antisipasi. Petani KCPHI Kategori Ketiga7: “November 2013, Belum Masuk Musim “hujan beneran” Skenario musiman November 2013 direspons Dir dengan keyakinan bahwa hujan akan turun pada pertengahan November 2013. Ia mengantisipasi hal itu dengan berencana memilih semai kering (ngipuk)8, agar memiliki cukup air ketika hujan turun. Metode semai kering dipilih sebagai karena irigasi hanya setengah teknis dan cukup berisiko jika memilih semai basah. Semai kering merupakan pilihan rasional (disebut juga dengan antisipasi) yang dipilih Dir untuk menghindari
risiko
kekurangan
air
(lihat
Bennett,
1980;252).
Sementara
itu,
Rad
membandingkan kondisi curah hujan tahun 2013 saat ini dengan tahun 2012 berdasarkan pengamatan dengan panca inderanya secara kualitatif, tanpa melihat data curah hujan. Menurutnya, tahun 2013 hujannya “kecil-kecil” tetapi sering sekali turun. Rad juga menggunakan skenario musiman November 2013 sebagai dasar untuk melakukan antisipasi dengan melakukan persiapan semai. Antisipasi tersebut dilakukan setelah ia melihat tinggi rendahnya curah hujan. Jika curah hujan tinggi ia
melakukan semai basah. Namun pada
kenyataannya curah hujan rendah, sehingga ia memilih semai kering. Januari 2014: Menghadapi Fenomena ‘Hujan Besar’ “Hujan besar” merupakan ujaran yang dilontarkan petani untuk menggambarkan fenomena cuaca pada bulan Januari 2014, setelah mengalami fenomena “hujan telat” pada November 2013. Pengukuran curah hujan yang mereka lakukan menunjukkan bahwa curah hujan memang sangat tinggi hingga mencapai 172 mm (data ch milik Rad), bahkan tertinggi sejak mereka bergabung 7
Petani KPCHI kategori ketiga adalah petani yang tidak memiliki pranata mangsa dan tidak pernah mengikuti SLPHT. 8 Ngipuk atau semai kering sudah menjadi bagian dari tradisi semai petani, yang dilakukan ketika air tidak mencukupi untuk semai basah
10 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
dengan KPCHI. Semua informan semakin yakin bahwa fenomena tersebut merupakan “hujan besar”. Meskipun demikian beragam interpretasi muncul dalam setiap kognisi petani. Pranata mangsa yang menyatakan bahwa tahun Alip jarang hujan membuat petani mempertanyakan kembali pengetahuan tersebut. Petani KPCHI Kategori Pertama9: Fenomena ‘Hujan Besar’ , Peluang atau Ancaman? Dalam memahami fenomena “hujan besar” kedua petani dalam kategori ini mengaktifkan unsur pranata mangsa yang dikaitkan dengan
skenario musiman. Kesamaan kombinasi itu tidak
menjamin adanya kesamaan antisipasi yang dilakukan. Berbeda dengan bulan November 2013, pada bulan Januari 2014 , variasi individu dalam menginterpretasi kondisi cuaca tidak muncul. Aryo menyebut kondisi hujan pada bulan Januari 2014 sebagai ‘hujan besar’. “Tanggal 18 Januari hujan sebanyak 120 mm, dan pada tanggal 19 Januari 2014 saya mendapat 105 mm, ini merupakan curah hujan terbesar selama saya mengukur, ini memang benar-benar ‘hujan besar’ “, ujar Aryo. Ia menambahkan bahwa kondisi tersebut bagus untuk sawah gleduk cengkuk (tadah hujan)10 seperti di Desa Sumbon. Aryo menambahkan bahwa “hujan besar” belum memberikan dampak buruk bagi tanaman padinya, meskipun sempat menimbulkan banjir. Namun, hal itu tidak menjadi ancaman yang berarti karena hanya berdampak penampilan (performance) padi yang terlihat lesu karena ada lumpur yang melekat di daun. Serupa dengan Aryo, Kar juga menanggapi skenario musiman Januari 2014, dengan rasa tenang. Menurutnya, curah hujan yang berlimpah akan membuatnya tidak perlu menggunakan bor pantèk untuk mengairi sawahnya, sehingga biaya operasional bisa ditekan. Kar juga mengacu pada pranata mangsa yang menyatakan meski tahun Alip yang katanya jarang hujan,tetapi hewannya kerbau yang suka air, berarti banyak hujan. Sebelum memasuki Januari 2014, Kar menganggap bahwa tahun Alip curah hujan akan berkurang, tetapi setelah memasuki Januari 2014, ia mendapati bahwa curah hujan sangat berlimpah. Kar menyadari ketidakcocokan pranata mangsa dengan kondisi cuaca Januari 2014. Hal itu mendorong Kar untuk menggabungkan data curah hujan dan pranata mangsa.
9
Kategori pertama: petani yang memiliki pengetahuan pranata mangsa dan PHT (lihat bab 2) Meskipun sawahnya termasuk setengah teknis, petani sering menganggap bahwa sawah tersebut termasuk gleduk cengkuk(tadah hujan). (Lihat bab 2) 10
11 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Petani KPCHI Kategori Kedua11 : Hujan ‘Normal’, Pranata mangsa Tidak Tepat Petani dalam kategori ini (Pur) mengaitkan prediksi pranata mangsa yang ia dapat dari percakapan dengan teman-teman petaninya. Ia memvalidasi kebenaran prediksi pranata mangsa tersebut dengan skenario musiman, sehingga ia menarik kesimpulan bahwa pranata mangsa tidak tepat. Pur melihat ‘hujan besar’ Januari 2014 sebagai peluang. Hal itu diperkuat dengan skenario musiman Januari 2014. Ia berharap curah hujan tinggi bisa berlanjut hingga musim tanam gaduh, sehingga ia bisa mengurangi biaya penggunaan bor pantèk . Ia mengaku tidak memiliki pranata mangsa dan lebih percaya dengan skenario musiman, karena sesuai dengan kenyataan. Meski demikian,ia mendapat asupan pengetahuan tersebut dari percakapan temanteman petaninya. Pada kasus tersebut, semua unit pengetahuan yang dimiliki Pur diproses secara bersamaan dan menghasilkan interpretasi bahwa memang benar hujan bulan Januari 2014 normal dan tidak benar bahwa
di tahun Alip hujannya kurang (lihat Strauss dan Quinn,
1994).Interpretasi tersebut membuat Pur berharap (expect) curah hujan normal masih ada hingga musim gaduh, sehingga ia tidak perlu menggunakan bor pantèk . Petani KPCHI Kategori Ketiga12: ‘Hujan Besar’, Peluang Menyewa Lahan “Hujan besar” Januari 2014 merupakan pengalaman baru bagi Rad. Sebelumnya ia tidak pernah mengalami curah hujan sebesar itu. Rad merespons kondisi cuaca tersebut dengan mengaitkan skenario musiman Januari 2014 dan data curah hujan yang diamatinya. Menurutnya, bulan Januari 2014 merupakan curah hujan tertinggi (172 mm) selama ia melakukan kegiatan pengukuran di KPCHI. Kombinasi antara unsur pengetahuan skenario musiman dan data curah hujan diolah secara bersaamaan dalam kognisi Rad (lihat Strauss dan Quinn, 1997: Choesin, 2002), sehingga menghasilkan interpretasi berupa keterlambatan musim kemarau. Keterlambatan tersebut dilihat Rad sebagai peluang untuk meningkatkan keuntungan (future gains). Rad menjatuhkan pilihan rasional (disebut juga antisipasi) dengan berencana menyewa lahan garapan agar bisa meningkatkan keuntungan di musim panen gaduh (lihat, Bennetth, 1980: 252). Selain itu, Rad juga melihat “hujan besar” Januari 2014 sebagai ancaman. Berdasarkan pengalamannya, kondisi tersebut membuat Rad khawatir dengan serangan WBC. Namun, setelah ia melakukan pengamatan agroekosistem tidak ditemukan serangan WBC. Hal itu membuatnya tidak lagi 11
Petani KPCHI kategori kedua adalah petani yang tidak memiliki pengetahuan pranata mangsa, tetapi memiliki pengetahuan SLPHT(lihat bab 2) 12 Petani KPCHI kategori ketiga adalah petani yang tidak memiliki pengetahuan pranata mangsa dan SLPHT
12 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
khawatir terhadap serangan wereng. Berbeda dengan Rad, Dir mengaitkan kondisi “hujan besar” dengan pranata mangsa yang mengatakan hujan akan jarang. Menurutnya ada pergeseran pranata mangsa, sehingga prediksi pranata mangsa tidak sesuai. Skenario musiman semakin memperkuat hasil pengamatan curah hujan yang memvalidasi “hujan besar”. Asupan pengetahuan dari pranata mangsa, skenario musiman, kegiatan pengukuran curah hujan menghasilkan interpretasi berupa validasi terhadap kondisi ‘hujan besar’ yang terjadi pada Januari 2014. Setelah mengetahui hal tersebut, Dir menggaku ketakutan terhadap kemungkinan munculnya penyakit hamablast. Ketakutan (fearful) tersebut merupakan sebuah antisipasi terhadap kondisi cuaca ‘hujan besar’ (lihat Nuttal, 2010: 23). Februari 2014 :“Hujan mulai Kurang, Panas mulai datang,” Fenomena hujan besar pada pertengahan Januari mulai berubah pada bulan Februari. Kondisi cuaca bulan Februari berbeda dengan bulan Januari 2014 yang selalu diselimuti mendung dan hujan hampir setiap hari. Petani menganggap perubahan cuaca itu bukan sebagai masalah karena skenario musiman Februari masih mengatakan bahwa dalam bulan Februari 2014 curah hujan masih tinggi. Petani KPCHI Desa Amis, Kar, mendapatkan 5 mm ketika ia mengukur curah hujan pada tanggal 17 Februari 2014. Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan bulan Januari. Kar mendapatkan curah hujan hingga 112 mm pada tanggal 19 januari 2014. Namun, skenario musiman Februari mengatakan bahwa curah hujan masih tinggi, membuat Kar tetap yakin bahwa curah hujan masih tinggi. Kondisi serupa juga ditemui pada petani KPCHI Desa Sumbon. Petani KPCHI Kategori Pertama: Tahun Alip Banyak Hujan? Petani kategori ini mempertanyakan kembali prediksi tahun Alip yang sebelumnya mengatakan bahwa hujan akan berkurang, karena fakta empiris yang mereka temukan justru curah hujan yang tinggi. Skenario musiman juga mengatakan bahwa hujan berlangsung normal pada bagian yang basah. Setelah mencari lebih dalam pada primbon pranata mangsa dan bertanya pada petani yang lebih menguasai pranata mangsa, mereka menemukan bahwa tahun Alip merupakan tahun kerbau, yang artinya akan banyak hujan. Meski demikian, kedua petani dalam kategori ini memiliki perbedaan dalam mengaitkan kondisi curah hujan pada bulan Februari 2014 dan
13 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
datangnya penelang mangsa kasanga (kesembilan)13. Kar menginterpretasikan kondisi curah hujan pada bulan Februari 2014 dengan mengaitkan mangsa (masa) itu ke dalam penelang mangsa kasanga, yaitu kondisi jeda (terang, tidak ada hujan) di antara musim hujan. Menurutnya, berkurangnya curah hujan hingga 5 mm dengan kondisi terang dan panas adalah penanda datanya penelang mangsa kasanga (kesembilan) dalam penanggalan pranata mangsa. Penelang akan berlangsung selama kurang lebih seminggu. Namun, setelah seminggu, Kar meyakini bahwa curah hujan masih banyak. Keyakinan Kar didukung dengan skenario musiman bulan Februari 2014 yang menyatakan bahwa hujan masih banyak seperti Januari 2014. Berbeda dengan Kar, Aryo menganggap bahwa pada mangsa kasanga tidak terjadi penelang. “Menjelang mangsa kasanga biasanya ada penelang, tapi sekarang tidak ada penelangnya. Biasanya kurang lebih dua puluh hari dan saat ini penelangnya hanya 1-2 hari”ujar Aryo. Dalam pengukuran curah hujan yang dilakukan Aryo pada bulan Februari 2014, ia menemukan bahwa hujan terus turun dan tidak ada jeda. Kar melakukan antisipasi dengan membayangkan seandainya ia menggarap sawahnya yang berada di wilayah tadah hujan, ia akan mendapat keuntungan lebih pada saat panen nanti. Berbeda dengan Kar, Aryo justru bersyukur terhadap kondisi curah hujan tinggi. Menurutnya, tingginya curah hujan merupakan harapan bagi masyarakat desa Sumbon untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Kombinasi pengetahuan antara skenario musiman, kegiatan pengukuran curah hujan, dan pranata mangsa menyebabkan Aryo untuk berharap selama musim tanam rendheng 2014, sawahnya tidak akan kekurangan air. Harapan untuk mendapatkan hasil panen lebih baik dengan kondisi curah hujan berlimpah seperti bulan Januari-Februari 2014 merupakan bentuk antisipasi. Petani KPCHI Kategori Kedua: Banyak Hujan,Banyak Hama Serupa
dengan
Petani
KPCHI
kategori
pertama,
petani
pada
kategori
ini
juga
menginterpretasikan kondisi cuaca bulan Februari 2014 sebagai kondisi yang banyak hujan. Akan tetapi, petani ini tidak mengaitkannya dengan pranata mangsa, ia justru mengaitkan kondisi banyak hujan dengan kemunculan hama. Pengetahuan tersebut ia dapat dari pengalaman selama bercocok tanam. Pengetahuan PHT juga turut berkontribusi dalam antisipasinya itu
.
Pur merespons kondisi cuaca pada bulan Februari 2014 dengan mengacu pada 13
Mangsa kasanga merupakan urutan kesembilan pada pembagian masa(mangsa) dalam satu tahun.
14 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
pengalamannya selama bercocok tanam dan skenario musiman. Menurut pengalamannya, kondisi curah hujan tinggi pada bulan Februari
2014 berpotensi mendatangkan hama. Berdasarkan
pengalaman selama bercocok tanam, Pur mengatakan bahwa kondisi banyak hujan akan meningkatkan serangan hama sundep beberapa bulan setelah tanam. Kondisi cuaca banyak hujan tersebut juga membuat Pur khawatir dan membayangkan akan ada serangan hama WBC. Skenario musiman memperkuat kekhawatiran Pur tersebut.
Unsur-unsur pengetahuan dari
pengalaman bercocok tanam dan skenario musiman diproses secara bersamaan dalam kognisi Pur sehingga menghasilkan interpretasi (lihat Strauss dan Quinn, 1997; 53). Untuk menanggulangi bayangan dan kekhawatirannya, ia berencana untuk “sering ke sawah” dan membawa ‘obat’ pestisida kimia untuk membasmi hama WBC. Meskipun pengukuran curah hujan dan pengamatan agroekosistem dilakukan setiap hari, Pur masih menggunakan istilah “sering ke sawah” untuk merujuk pada kegiatan pengamatan hama. Hal itu masih dilakukan karena Pur masih terikat dengan paradigma SLPHT yang kegiatan pengamatannya hanya seminggu sekali, sehingga ketika ia menghadapi kondisi cuaca tersebut ia berpikir untuk meningkatkan intensitas pengamatan di sawahnya. Antisipasi dilakukan untuk menghindari resiko ledakan hama yang akan menurunkan hasil panen. Membawa ‘obat’ WBC merupakan pilihan rasional yang diambil Pur untuk menghadapi serangan WBC dalam kondisi cuaca yang banyak hujan. Petani KPCHI Kategori Ketiga: Hujan Masih Banyak, Khawatir Ledakan Wereng Rad mengatakan bahwa sebentar lagi teman-teman petaninya akan sibuk menyemprot pestisida karena takut ledakan WBC. Rad memilih untuk tidak mengikuti kebiasaan teman-teman petaninya karena saat mengamati agroekosistem ia tidak menemukan hama WBC di sawahnya. Ia mengacu pada saran dari ilmuwan Winarto. Wereng batang coklat (WBC, Nilaparvata lugens) adalah hama endemis di Indramayu yang akan meningkat populasinya saat kelembaban di sawah naik oleh meningkatnya intensitas curah hujan (lihat Winarto dan Stigter, 2013; lihat juga Winarto, 2004; Wicaksono, 2013). Menurut Rad, Winarto menyarankan bahwa penyemprotan pestisida tidak perlu dilakukan jika tidak ada hama. Berikut ini adalah kutipan ujaran Rad: Saya ingat omongannya bu Yunita (baca: Winarto), kalau nggakada penyakit ya nggak usahdisemprot. Sekarang ini kan sawah saya masih bersih dan bagus, belum ada WBC yang muncul. (Catatan lapangan Rovihansyah, 12 Februari 2014)
15 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Pengetahuan dari ilmuwan (Winarto) dijadikan sebagai dasar antisipasi untuk tidak menyemprot pestisida. Dalam pertemuan evaluasi bulanan, ilmuwan Winarto seringkali mengingatkan petani untuk tidak melakukan penyemprotan pestisida jika tidak ada hama. Hal tersebut juga sering diulangi oleh petani pemandu dalam setiap evaluasi bulanan. Hampir
sama
dengan Rad, Dir juga mengkhawatirkan (fearful) perkembangan hama WBC. Ia membaca artikel yang dimuat oleh harian Kompas yang diberikan oleh Winarto dalam pertemuan evaluasi bulanan tentang serangan WBC yang mengancam sawah petani. Dalam menginterpretasi kondisi cuaca bulan Februari 2014, Dir juga mengacu pada prediksi pranata mangsa tentang tahun Alip, seperti yang dilakukan pda bulan November 2013 (lihat bab 3) Nggak ngerti saya mah, tapi semua yang “punya”pranata mangsa mengatakan bahwa hujan di tahun Alip ini pasti jarang, padahal kankenyataannya hujan banyak. Ini berarti nggak cocok. Nggak tahu, sekarang ini perputaran(siklusnya) sepertinya berubah (sambil mengernyitkan dahi). (Catatan lapangan Rovihansyah, 18 Februari 2014) Dir menjelaskan bahwa saat ini (musim tanam rendheng 2013—2014) sudah memasuki tahun Alip, yang artinya hujan akan jarang turun. Namun, pada kenyataanya, curah hujan begitu melimpah pada bulan Januari hingga Februari 2014. Kondisi tersebut ditambah dengan skenario musiman bulan Februari 2014 yang mengatakan bahwa hujan akan terus berlangsung di atas rentang curah hujan normal (lihat tabel skenario musiman Bab 2). Dir menyimpulkan bahwa pranata mangsa udah tidak sesuai dengan kenyataan. Dir memberikan pernyataan ini sembari mengernyitkan dahi, menandakan keraguan (doubtful) dan ketidakpahamannya atas fenomena tersebut. Maret 2014, Kemarau datang Lebih Cepat : Beragam Antisipasi Setelah melewati fenomena ‘hujan besar’ pada bulan Januari 2014 (lihat Bab 3), petani semakin percaya pada skenario musiman karena isinya sesuai dengan kondisi cuaca. Memasuki bulan Februari 2014 hujan masih berlangsung meski jumlah curah hujannya berkurang, namun skenario musiman tetap mengatakan hujan masih akan berada di atas normal dan sama dengan bulan Januari (lihat subbab 4.1). Hal tersebut membuat petani tetap yakin bahwa masih ada hujan untuk beberapa bulan ke depan. Petani sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi, seperti menyiapkan dana untuk menyewa sawah, memilih varietas, hingga menentukan jadwal tanam (lihat Bab 3). Namun, apa yang terjadi jika isi skenario musiman bulan Maret berubah? 16 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Bagaimana petani menginterpretasikan skenario musiman tersebut? Bagaimana dinamika pengetahuan dalam kognisi setiap kategori petani? Petani KPCHI Kategori Pertama14: Musim kemarau telat, Mempertanyakan Kembali Skenario Musiman Perbedaan isi skenario musiman bulan Maret 2014 diinterpretasi oleh petani KPCHI kategori pertama dengan mempertanyakan kembali skenario musiman. Mereka mengaitkan hal itu dengan pranata mangsa dan weather lore. Dalam mengaitkan kedua ranah pengetahuan tersebut muncul variasi interpretasi di antara kedua petani dalam kategori ini. Apa saja variasi yang muncul? Apakah variasi itu memengaruhi antisipasi yang mereka lakukan? Aryo merespons skenario musiman bulan Maret 2014 dengan rasa bingung. Ia merasa kesulitan menginterpretasikan skenario musiman tersebut, karena isinya sangat bertolak belakang dengan skenario musiman bulan Januari dan Februari 2014. Aryo tidak mengatakan bahwa skenario musiman itu salah, ia hanya mempertanyakan isinya. “Ketika Februrari dan Januari kan katanya hujan akan normal, terus sekarang ada ‘himbauan’ lagi akan turun ke bawah normal. Jadi, menurut saya belum bisa menjawab anu...anu... anu...dalam satu tahun hujannya. Kalau primbon pranata mangsa mah bisa. Kalau kata pranata mangsa sekarang ini kan tahun kerbau yang suka air, jadi banyak hujan. Kalau begini susah menganalisanya, bingung saya”. (Catatan lapangan Rovihansyah, 26 Maret 2014) Aryo juga membandingkan skenario musiman bulan Maret 2014 dengan pranata mangsa. “Anu… anu,..anu” yang dimaksud Aryo adalah keterangan tentang kondisi hujan yang bisa ditentukan dalam setahun. Ia mengacu pada pengetahuan pranata mangsa yang bisa memberikan prakiraan kondisi cuaca hingga satu tahun, tidak seperti skenario musiman yang berubah-ubah tiap bulannya. Pranata mangsa dilihat sebagai sebuah siklus penanggalan yang berulang, sehingga fenomena iklim yang “diramalkan” juga akan berulang. Kosmologi petani Jawa yang terkandung dalam pranata mangsa memang berbanding terbalik dengan pendapat ahli agrometeorologi. Menurut ahli agrometeorologi, sekali alam berubah, seterusnya dan tidak akan kembali lagi ke keadaan semula (Lihat Winarto dkk, 2010; lihat juga Apsari, 2013). Hal itu membuat Aryo bingung dalam memahami skenario musiman, karena pranata mangsa diciptakan dalam kondisi iklim masih ‘normal’ atau sebelum terjadinya variabilitas dan perubahan iklim 14
Petani Kategori Pertama adalah petani yang memiliki pengetahuan pranata mangsa dan SLPHT
17 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
yang intens seperti masa kini (lihat Apsari, 2013). Meskipun bingung, Aryo akhirnya menyebarkan skenario musiman pada warganya. Posisi Aryo sebagai Kepala Desa Sumbon membuatnya merasa bertanggung jawab untuk membagikan pengetahuan yang berasal dari skenario musiman. Aryo tidak menginginkan petani di desanya mengalami kerugian akibat kondisi cuaca. Ia menghimbau agar warga desanya menyiapkan strategi menghadapi kondisi itu seperti pemilihan varietas berumur pendek dan semai lebih cepat (sistem culik). Sebelum Januari 2014 Kar masih menganggap bahwa tahun Alip akan jarang hujan. Namun, setelah memasuki bulan Januari 2014, Kar mulai ragu tentang pernyataan tahun Alip, karena pada bulan Januari 2014 curah hujan sangat tinggi. Meningkatnya curah hujan pada bulan Januari 2014 menambah rasa keingintahuan Kar tentang kebenaran prediksi pranata mangsa. Ketidakpastian keterangan cuaca dari pranata mangsa membuat Kar berinisiatif untuk menggabungkan
pengetahuan
pranata
mangsa
dan
pengetahuan
dari
pembelajaran
agrometeorologi. Maka dari itu, saya ada keinginan untuk menggakurkan(menggabungkan) pengetahuan ini(pranata mangsa) dengan pengamatan yang saya lakukan( baca pembelajaran agrometeorologi melalui pengukuran curah hujan dan pengamatan agroekosistem) (Catatan Lapangan Rovihansyah, Maret 2014) Kar menuliskan pengetahuan pranata mangsa ini dalam buku catatan curah hujannya. Ia menuliskan keterangan tentang penanggalan Jawa dan mangsa (masa). Namun, hingga saat ini ia hanya menuliskannya saja dan belum menggunakannya untuk panduan melakukan tindakan dalam bercocok tanam. Kar menambahkan bahwa ia membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun untuk mengumpulkan data tersebut agar bisa digunakan. Kar menganggap bahwa data yang ia kumpulkan dari penanggalan pranata mangsa dan pembelajaran agrometeorologi bisa digunakan sebagai pedoman untuk menghadapi kondisi ketidakpastian iklim di masa depan. Kar berencana menggunakan pedoman tersebut agar bisa terhindar dari kerugian (losses) yang akan ia derita akibat ketidakpastian iklim. Petani KPCHI Kategori Kedua: “Curah Hujan Tinggi, Hasil Panen Meningkat?” Pur merespons skenario musiman bulan Maret 2014 dengan sikap yang tenang, karena memang bulan Maret 2014 dan seterusnya termasuk musim gaduh, sehingga sudah terbiasa kekurangan air. Selain itu, Pur juga sudah memanen padinya sehingga ia tidak terlalu memikirkan dampak 18 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
kondisi cuaca pada tanamanya. Ia justru mempertanyakan penurunan hasil panen pada musim tanam rendheng 2014. Ia menduga hal itu dipengaruhi oleh perubahan iklim. Saat musim rendheng kali ini, ia mendapat
6720 kg per hektare, sedangkan musim rendheng 2013 ia
mendapat 7910 kg per hektar Pur masih tidak yakin dengan penyebab menurunnya hasil panen. Ia menduga perubahan iklim sebagai penyebab penurunan hasil panen. Menurut pengalamannya, curah hujan yang melimpah harusnya bisa membuat tanah semakin subur, sehingga hasil panen lebih baik. Namun, hasil panen justru menurun. Curah hujan yang melimpah divalidasi Pur dengan membandingkan data curah hujan yang ia miliki. Ia membandingkan curah hujan bulan Januari 2013 dan Januari 2014 merupakan jumlah curah hujan yang tertinggi hingga mencapai 804 mm. Pur juga mengungkapkan kemungkinan penurunan hasil panen terjadi karena ia memberikan pupuk yang lebih sedikit daripada musim tanam tahun 2013. Namun, ia tetap tidak yakin dengan hal tersebut. Ketidakyakinan Pur terhadap analisa hasil panen membuatnya tidak percaya diri untuk melaporkan hal tersebut pada pertemuan evaluasi bulanan. Pur merasa tidak yakin (unsure) dengan hasil analisisnya. Dalam skema pengetahuannya, Pur mempertanyakan kembali pengetahuannya tentang “curah hujan tinggi, hasil panen meningkat”, karena pada kenyataanya hasil panen menurun. Petani KPCHI Kategori Ketiga: Hujan di Bawah Normal, Rencana Menyewa Lahan Batal Rad menginterpretasi skenario musiman bulan Maret ini dengan kondisi cuaca yang menunjukkan penurunan curah hujan. Curah hujan yang terus menurun juga membuat Rad semakin yakin bahwa akan berkurang pada musim tanam gaduh. Hal itu diperkuat dengan data curah ujan yang ia miliki. Atas dasar itu, Rad berkeinginan membatalkan rencana itu merupakan pilihan rasional untuk menghindari kerugian di masa depan. Kerugian muncul dari biaya yang harus dikeluarkan untuk mengairi sawah dengan menggunakan bor pantèk. Rad menghindari penggunaan bor pantèk ,karena menelan biaya. Berbeda dengan Rad, Dir tidak tergolong anggota KPCHI yang memiliki pengetahuan pranata mangsa, namun ia tetap mengacu pada pranata mangsa ketika mendapatkan skenario musiman. Dir berkonsultasi lagi pada Kar. Mereka berdua sering berkumpul bersama untuk sekadar berbagi pengalaman tentang kondisi tanaman mereka. Pembicaraan tentang pranata mangsa sering terjadi diantara mereka. Dir banyak belajar pranata mangsa dari Kar. Meski 19 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
demikian, Dir tidak mengetahui pranata mangsa secara menyeluruh, ia hanya mengetahui sebagian kecil dari pranata mangsa. Menurut Dir, prediksi tentang tahun Alip yang jarang hujan dalam pranata mangsa tetap terjadi meski waktunya mengalami kemunduran. Skenario musiman yang mengatakan hujan akan kurang membuat Dir memvalidasi pernyataan tentang tahun Alip yang jarang hujan. Dalam menanggapi kondisi tersebut, Dir melihat kembali data curah hujan yang ia miliki untuk menentukan tanggal tanam yang tepat pada musim kemarau. Ia membandingkan data curah hujan dari tahun ke tahun di bulan yang sama, untuk mengetahui pada dasarian mana hujan akan turun. Misalnya, April 2011, 2012,2013 kita liat kapan hujannya turun, apakah di dasa harian pertama, dasa harian kedua atau dasa harian ketiga. Nah kalau di awal, ya kita ntar mulai tanam di dasa harian pertama. Tapi keputusan tanggal semainya tergantung kelompok petani yang ada di hamparan. (Catatan lapangan Rovihanysah, 21 Maret 2014 ) Meskipun Dir dapat menentukan jadwal tanam, namun pengambilan keputusan tanggal persemaian tetap mengikuti keputusan kelompok petani yang ada di ham-paran sawahnya. Jika air dari hujan kurang untuk mengairi sawahnya, Dir meng-gunakan bor pantèk seperti petani lain di desanya. Kesimpulan Fenomena keterlambatan datangnya hujan pada November 2013 memengaruhi praktik bercocok tanam petani seperti kemunduran jadwal tanam dan kekhawatiran petani terhadap ledakan hama. Fenomena-fenomena cuaca tersebut menjadi tanda tanya dalam benak petani, karena pengetahuan lokal mereka tidak bisa memberikan penjelasan atas kondisi tersebut. Fenomena cuaca merupakan hal yang berada di luar ranah pengetahuan dan pemahaman petani (lihat Winarto dkk, 2013: 331). Kegiatan pembelajaran agrometeorologi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan antisipasi dan respons petani agar tanggap pada konsekuensi perubahan iklim (lihat Winarto dkk, 2011b: 223;lihat juga Winarto dan Stigter, 2013; Stigter, 2010, 2011). Pembelajaran agrometeorologi berlangsung melalui kolaborasi petani dan ilmuwan dengan jasa layananan agrometeorologi, pengetahuan, dan masalah-masalah pertanian yang terkait dengan iklim. Pembelajaran agrometerologi dilaksanakan secara partisipatoris melalui Klub Pengukur Curah
Hujan
Indramayu,
sehingga
memungkinkan
terbentuknya
jasa-jasa
layanan
agrometeorologi bagi, oleh dan dengan petani (lihat Winarto dan Stiger, 2013). Asupan 20 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
pengetahuan agroemeterologi berupa data curah hujan dan skenario musiman dikombinasikan dengan unsur-unsur pengetahuan lain, seperti pengetahuan lokal dan PHT. Kombinasi pengetahuan antara unsur pengetahuan agrometeorologi dengan pengetahuan lokal bervariasi, tergantung latar belakang pengetahuan, perbedaan pengamalan historis, kondisi cuaca dan lingkungan di sekitar petani. Kombinasi yang muncul dalam skema pengetahuan petani antara lain; Pertama,skenario musiman dikombinasikan dengan weather lore. Setelah menerima skenario musiman, petani mengaitkan dengan weather lore seperti ber-beran dan angin dari arah barat yang dianggap membawa hujan, sehingga mereka sudah bisa mulai tanam, namun kenyataannya hujan belum “normal”. Petani membayangkan bahwa mereka akan kekurangan air hujan untuk mengairi sawah, sehingga mereka memutuskan untuk menunda jadwal tanam. Kedua, petani mengaitkan data curah hujan, skenario musiman, dan pranata mangsa. Data curah hujan yang menunjukkan jumlah curah hujan secara numerik memvalidasi skenario musiman. Kedua hal itu (data curah hujan dan skenario) juga dikaitkan dengan“ramalan” pranata mangsa, sehingga menghasilkan interpretasi mengenai kondisi cuaca di bulan tertentu. Interpretasi tersebut menjadi dasar untuk melakukan antisipasi dengan membayangkan kondisi kurangnya hujan, sehingga mereka dapat berencana memper- siapkan tindakan yangakan dilakukan, seperti bor pantèk ataupun menggunakan padi gènjah. Ketiga, skenario musiman dikombinasikan dengan pengalaman bercocok tanam. Berdasarkan pengalamannya, petani menganggap bahwa kondisi banyak hujan akan mendatangkan hama WBC. Skenario musiman yang mengatakan hujan normal, memperkuat pengalaman tersebut sehingga mereka membayangkan serangan WBC akan datang. Untuk menanggulangi hal itu, petani mengaktifkan unsur pengetahuan PHT dengan melakukan pengamatan agroekosistem dengan lebih cermat.
Keempat, skenario musiman memvalidasi
“ramalan” pranata mangsa. Tahun alip dalam pranata mangsa “diramalkan” hujan akan sedikit, tetapi ketika skenario musiman bulan Januari 2014 mengatakan hujan berlangsung normal pada bagian yang basah, petani mempertanyakan “ramalan” pranata mangsa tersebut. Kondisi empiris melimpahnya hujan pada Januari 2014, juga menambah keraguan petani terhadap pranata mangsa. Hal itu menyebabkan petani termotivasi untuk menggabungkan pranata mangsa dengan komponen pembelajaran agrometeorologi. Kombinasi pengetahuan dapat berubah selama musim rendheng 2013—2014 bergantung pada kondisi cuaca dan lingkungan di sekitar petani. Mereka tidak selalu mengaktifkan unsur-unsur pengetahuan yang sama dari waktu ke waktu. Petani 21 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
mengaitkan skenario musiman dengan weather lore pada bulan November 2013, tetapi pada bulan Januari 2014, mereka mengombinasikannya dengan pranata mangsa.
Daftar Pustaka Apsari, A. 2013.
Barth, F. 1987. Bennett, J.W 1980.
Reinterpretasi Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Cuaca dan Kosmologi Pada Kelompok Tani Mulya Desa Segeran Kidul, Kabupatan Indramayu. Skripsi tidak diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia. Cosmologies in the Making.New York : Cambridge University Press. Human Ecology as Human Behaviour: A Normative Anthropology of Resource Use and Abuse. Altman. New York: Plenum Press hlm 243-278
Borofsky, R.
1994.
Making History: Pukapukan and Anthropological constructions Of Knowledge. Cambridge University Press.
Crate, S. A., dan M. Nuttal (peny.) 2009. Anthropology and Climate Change: From Encounters to Action. Walnut Creek, California: Left Coast Press, Inc. Crate, A. dan M Nuttal 2009. Introduction: Anthropology and Climate Change, dalam Anthropology and Climate Change, Walnut Creek,California: Left Coast Press, Inc. Hlm 9-38. Cruikshank, J. 2005. Do Glaciers Listen? Local Knowledge, Colonial Encounters and Social Imagination. Vancouver, Toronto: UBC Press. Crump, T. 1990.
The Anthropology of Numbers.Cambridge: Press Syndicate of the University of Cambridge.
Danandjaja, J. 1991. Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti D’Andrade R., dan C. Strauss (Peny) 1992. Human Motives and Cultural Models. Cambridge, UK: Cambridge University Press. 22 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Dwisatrio, B. 2010. Dinamika Kolaborasi Ilmuwan dan Petani dalam ProgramPenelitian Pengukuran Curah Hujan. Skripsi Sarjana Strata Satu, Tidak Diterbitkan. Depok: DepartemenAntropologi FISIP Universitas Indonesia. Geertz, C. 1963 Giddens, A. 2003. Giller, O. 2013.
Agricultural Involution: The Prosesses of Ecological Change in Indonesia. Berkeley, Los Angeles, and London: University of California Press. Runaway World : Bagaimana Globalisasi Membentuk Kehidupan Kota. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Science Field Shops: The First Step In Creating An Improved Extension Service In Indonesia, Centred Around Agrometeorological Learning.Wageningen University and Reseach Centre. Tesis tidak diterbitkan.
Hidayat, B. 2011 The Sky and The Agro-Bio-Climatology of Java: Need Critical reevaluation due to environmental changes,dalam T Nakamura, W.Orchiston, M Soma, and R. Strom (peny.), Proceedings of the Seventh International Conference on Oriental Astronomy. National Astronomical Observatory of Japan, Tokyo. Hlm 43-46. Hapsari,Y. 2010.
Mengukur Curah Hujan dan Respons Terhadap Perubahan Iklim: Keragaman dan Keseragaman.SkripsiSarjana Strata Satu, tidak diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.
Indrowuryanto. 2009. Kesadaran Hubungan Manusia Dengan Alamnya dalam K. Adimihardja (peny.) Petani Merajut Tradisi Era Globalisasi: Pendayagunaan Sistem Pengetahuan Lokal Dalam Pembangunan. Hutama Utama Press, Bandung. Kallstrom dan Ljung. Social Sustainability and Collaborative Learning. Royal Studies of Sciences.
2005.
Maarif, S., I. M.Pirous, I. Ardhianto, Y. T. Winarto, 2011. Dari Sub-ordinasi menuju Bisa Dèwèk :Penguatan dan Reposisi Identitas Petani IPPHTI Indramayu. Dalam Bisa Dèwèk: Kisah Perjuangan Petani Pemulia Tanaman di Indramayu. 23 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
Prahara, H., Y. T. Winarto, Kristiyanto. 2011 Joint Production of Knowledge: Its Dinamics dalam Agrometeorological Learning:
coping better with Climate change.DudweilerLandstr:LAP LAMBERT Academic Publishing. Ratri, D. S. 2010
Dinamika Kolektivitas Petani dalam Belajar Memahami Perubahan Iklim: Kisah Petani Pengukur Curah Hujan di Desa Nunuk, Indramayu. Skripsi Sarjana Strata Satu. Tidak Diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.
Reissig, W. H, Heinichs EA, Litsinger JA, Moody K, Fiedler L, Mew TW, Barrion AT. 1986 Illustrated guide to integrated pest management in rice tropical Asia. Manila (Philipines): International Rice Institute. Roncoli, C., T. Crane,.dan B.Orlove. 2009. Fielding climate change in cultural anthropology.Dalam S.A Crate& M Nuttal (Peny.) Anthropology and climate change: From encounters to actions. California: Walnut Creek. Hlm 87-115 Stigter, K., dan Y. T. Winarto. 2011a How to Generate and Support a Rural Response to Climate Change dalam Winarto dan Stigter (Peny)Agrometeorological Learning: Coping Better with Climate Change.Germany: LAB LAMBERT academic publishing. Strauss, C dan N. Quinn. 1994. A Cognitive/ Cultural Anthropology dalamR.Borofsky (peny), Assesing Cultural Anthropology. New York: Mc Graw Hill. Hlm.284-300 1997. A Cognitive Theory of Cultural Meaning.Cambridge University Press. Wicaksono, M. T. 2013 Mengantisipasi Risiko Perubahan Iklim: Dinamika dan Variasi Respons Anggota Klub Pengukur Curah Hujan Indramayu di tahun 2012—2013. Skripsi Sarjana Strata Satu tidak diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia. Winarto, Y. T. 2004 Seed Of Knowldege: The Beginning Of Integrated Pest Management In Java. New Heaven: Yale University Southeast Asia Studies.
Winarto, Y. T. dan K.Stigter. 2013. Penyuluhan Agrometeorologi Sebagai Jawaban Operasional Bagi Realita yang Dihadapi Petani: Pertanian Yang Tanggap Pada Perubahan Iklim dan Konsekuensinya.dalam Politik Pembangunan Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian:IAARD Press. Winarto, Y. T., M.T. Wicaksono, dan U.Pratama
24 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
2013
Strauss, S. 2003.
Vayda, A.P. 1983. 1994.
Dinamika Pengetahuan Lokal dalam Perubahan Iklim: Belajar dari Masa Lalu dan Masa Depandalam Politik Pembangunan Pertanian. Menghadapai Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian:IAARD Press. Weather Wise: Speaking Folklore to Science in Leukerbad. Dalam S. Strauss dan Orlove (Peny), Weather, Climate, Culture (hlm,39-60). Oxford dan New York: Berg Progressive Contextulization: Methods for Research in Human Ecology. Human Ecology 11(3). Hlm 265-281. Actions, Variations, and Change: The Emerging Anti-Essensialist View in Anthropology dalam R. Borofsky (peny),Assesing Cultural Anthroplogy, New York: Mac Graw- Hill. Hlm 320-330.
Jurnal Ilmiah
Choesin, E. M. 2002 Connectionism: Alternatif dalam Memahami Dinamika Pengetahuan Lokal dalam Globalisasi.Antropologi Indonesia, dalam Vol.21, No.69. Hlm 1-9. Nuttal, M. 2010 Roncoli, C 2006.
Anticipation, Climate Change, and Movement in Greenland. Etudes/Inuit/ Studies, Diunduh dari www.erudit.org/apropos/utilisation. html.vol34, 2010,. Hlm 20-37. Ethnographic and Participatory Approach to Research on Farmers Respos to Climate prediction..Vol. 33 Hlm 81-89.
Stigter, K. dan Y.T. Winarto 2011b Science Field Shops may precede climate field schools but simple adaptation to climate should be validated as part of both. Diunduh dari www.agrometeorology.org/topics/educational aspects of agrometeorology 2013 Science Field Shops in Indonesia, A start of Improved that Fits: A Rural Response to Climate Change. Journal of Agricultural Science and Applications (JASA).
Stigter, K., Y. T. Winarto, E. Ofori, G. Zuma-Netshiukhwi, D. Nanja, S. Walker. 2013. Extension Agrometeorology as the Answer to Stakeholder Realities: Response Farming and the Consequences of Climate Change.Atmosphere 2013,4, 237-253. www.mdpi.com/journal/atmosphere Winarto, Y. T., K Stigter, H. Prahara, E. Ananta dan Kristiyanto. 25 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
2010
We ll continue with our observations: Agrometeorogical learning in Indonesia. Artikel dalam Farming Matters. Desember 2010. 2011a Collaborating on Establising an Agro-meteorological Learning Situation among Farmers in Java’. Anthropogical Forum,Vol. 21.,No 2. Hlm 175-197 2011b Rural Response to Climate Change: A Lessons-learnedfrom Indonesia. Diakses dari http://iasc2011.fes.org.in/papers/docs/804/submission/original/804.pdf Winarto, Y.T , K.Stigter, B. Dwisatrio, M. Nurhaga, dan A. Bowolaksono. 2013 Agrometeorological Learning Increasing Farmers’ Knowledge in Coping with Climate Change and Unusual Risks. Dalam Southeast Asian Studies, Vol. 2, No. 2, Agustus 2013. Hlm 323-349. Internet
http://www.indramayukab.go.id/profile/49-kondisi-wilayah.html diakses pada 11 April 2014 pukul 07.19 WIB http://www.pikiran-rakyat.com/node/284421 diakses pada 14 desember 2014 pukul 08.00 WIB (http://tanamanpangan.pertanian.go.id/ditlintp/berita-150-perkembangan-serangan-penyakit-blaspyricularia-grisea-sacc-pada-tanaman-padi-di-indonesia.html, diakses pada 16/11/1014 pada pukul 20.49 WIB) http://www3.syngenta.com/country/ie/en/Product_Guide/Insecticides/Pages/Plenum.aspx diakses pada 11 November 2014 pukul 01.07 WIB) http://www.kalenderjawa.com/mvc/page/title/sistem-penanggalan-kalender-jawa, diakses pada 8 januari 2015 pukul 17.07 WIB
26 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014
27 Dinamika variasi..., Ubaidillah Pratama Rovihansyah, FISIP UI, 2014