DINAMIKA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
ROSA DELIMA
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: Dinamika Sektor Industri Manufaktur Dalam Pembangunan Perekonomian di Provinsi Jawa Timur, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Rosa Delima
Abstract Role of Manufacturing Sectors in the Regional Economy of East Java Province in 2000 – 2004 The objectives of this study are: to study the role of manufacturing sectors in the regional economy in the Province of East Java in terms of output, value added, final demand, relationship among sectors, and labor; and to examine whether deindustrialization occurred in East Java in the period of 2000–2004. The industrial output, value added, final demand, relationship between sectors, and labor were examined by descriptive analysis and input-output analysis. The input-ouput (I-O) table is used by the year 2000 and 2004. Input-output table of the year 2004 which was updated with the method of RAS. To determine whether de-industrialization occurred, five criteria were used, namely, decreased role of manufacturing sectors in the economy (Regional GDP), output, export, reduced number of employment, and inter-sector relationship. The research shows that there was a shift in the economic structure. In 2000 the industrial sectors of food, beverage, and tobacco were the dominant sectors that creating share of output,value added, final demand, and labor after trade, hotels and restaurants sectors. Meanwhile, as for the inter-sector relationship, the manufacturing sectors has a strong forward and backward link although its value is getting less, thus indicating that its effect is weakening. The five de-industrialization criteria show that transport equipment and machinery industry has the stronger indication, and the second is textile, shoes and leather products industry. Therefore, the government must be seriously to take care of manufacturing sectors, especially shoes and leather products industry because this is the prominent sector in East Java Province, moreover this central industry was disturbed by the Sidoarjo Lapindo Mud. keywords: manufacturing sectors, input-output analysis, de-industrialization.
Ringkasan
Provinsi Jawa Timur, adalah salah satu kawasan penting pertumbuhan industri dan perdagangan (bisnis) karena letaknya yang strategis yang menghubungkan kotakota pertumbuhan di wilayah Tengah dan Timur Indonesia, sekaligus jembatan penghubung dengan wilayah Barat Indonesia. Posisi yang strategis tersebut menjadikan sektor industri manufaktur sebagai sektor yang penting bagi Jawa Timur. Peranan sektor industri manufaktur dalam pembangunan memang tidak bisa dipungkiri mampu meningkatkan PDRB, menyerap tenaga kerja, serta keterkaitannya dengan sektor lain. Keterkaitan sektor industri dengan sektor lainnya merupakan salah satu isu regional dalam suatu perencanaan dan pembangunan wilayah. Guncangan perekonomian seperti krisis moneter maupun bencana yang terjadi di Indonesia serta berimbas ke Jawa Timur juga, menjadi ajang ujian alami sektor industri, industri yang memiliki daya saing kuat akan tetap eksis. Oleh karena itu adanya indikasi penurunan peranan sektor industri manufaktur ini harus diwaspadai. Dari masalah tersebut peneliti akan mengkaji bagaimanakah dinamika peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Jawa Timur dilihat dari sisi output, permintaan akhir, nilai tambah, serta tenaga kerja yang akan dianalisis dengan analisis Input-Output (I-O) dan analisis tenaga kerja. Analisis I-O yang dilakukan dengan membandingkan Tabel I-O tahun 2000 dan 2004, Tabel I-O tahun 2004 dibangun dari Tabel I-O tahun 2000 dengan metode RAS. Selain itu peneliti juga mengkaji apakah terjadi deindustrialisasi di Jawa Timur, dan subsektor mana yang memiliki potensi besar deindustrialisasi, dengan menggunakan lima kriteria yaitu penurunan PDRB, output, ekspor, tenaga kerja, dan keterkaitan antar sektor. Hasil penelitian menjelaskan bahwa sektor paling dominan berdasarkan output, permintaan akhir, nilai tambah bruto dan tenaga kerja pada tahun 2000 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan pada tahun 2004 adalah industri makanan, minuman, dan tembakau. Dilihat dari sisi keterkaitan antar sektor, sektor industri manufaktur memiliki pengaruh kedepan dan kebelakang paling kuat akan tetapi nilainya menurun, atau dapat dikatakan bahwa pengaruhnya terhadap perekonomian melemah. Identifikasi deindustrialisasi menunjukkan bahwa Jawa Timur mengalami gejala deindustrialisasi pada periode 2000-2004, dengan subsektor yang mengalami potensi deindustrialisasi paling besar adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, serta industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Oleh karena itu pemerintah harus lebih serius memperhatikan kedua subsektor industri manufaktur ini, khususnya industri barang dari kulit dan alas kaki, karena industri ini merupakan industri andalan di Jawa Timur, apalagi aktivitas industri ini (yang berada di Sidoarjo) mengalami hambatan akibat adanaya luapan “Lumpur Lapindo Sidoarjo”.
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
DINAMIKA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
ROSA DELIMA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Ilmu-ilmu Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Perdesaan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Bambang Juanda, MS.
Halaman Pengesahan
Judul Penelitian
:
Dinamika Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Perekonomian Wilayah Provinsi Jawa Timur
Nama
:
Rosa Delima
NRP
:
A155050051
Program Studi
:
Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. D. S. Priyarsono, Ph.D Ketua
Muhammad Firdaus, M.Si, Ph.D Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi
Dekan Sekretaris Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS.
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 6 Februari 2009
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, tesis ini berhasil diselesaikan pada bulan Februari 2009. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, antara lain: 1. Prof. Isang Goenarsyah yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan ilmunya. 2. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS sebagai Dosen Matakuliah, Dosen Penguji, serta Ketua Program Studi di Ilmu-ilmu Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Perdesaan Program Pascasarjana IPB. 3. Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D, dan Muhammad Firdaus, Ph.D. sebagai Komisi Pembimbing yang tidak hanya memberikan bimbingan, tetapi juga mendidik penulis menuju kepada pendewasaan pemikiran. 4. Seluruh Dosen di PWD, saya haturkan terima kasih yang mendalam akan ilmu yang telah diberikan. 5. Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi PWD. Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua (Achmad RadjaramAstichajah, Muhammad Arifin-Djunainah), kakak dan adik-adikku (Yogi, Sisi, Acid, Reza, Fifi, dan Farhan), suami tercinta Muhammad Ihwan Fahrurrazi dan putra tersayang Haidar Muhammad Ihsan Fahrurrazi, atas doa-doanya dan telah memberikan banyak pengorbanan menanti penulis selesai. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada. Penulis menyadari keterbatasan dalam penulisan ini, sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya membangun. Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi berbagai pihak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bogor, Februari 2009
Rosa Delima
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1980 di Surabaya, dari ayah Achmad Radjaram dan ibu Astichajah. Penulis merupakan anak kedua dari 5 (lima) bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya. Lalu meneruskan ke jenjang Diploma-1 jurusan Tehnik Sipil Institut Tehnologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu meneruskan ke jenjang Sarjana jurusan Pertanian, program studi Agribisnis dan lulus pada Januari 2004. Pada tahun 2004 hingga tahun 2005, penulis dipercaya sebagai analysis staff di Pusat Studi Keberdayaan Rakyat (SPEKTRA) di Surabaya. Pada tahun 2005, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains (S2) di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.
i
DAFTAR ISI
Halaman Daftar Isi …………...…………………………………………………………….. i Daftar Tabel ………………………………………………………………………
iv
Daftar Gambar …………………………………………………………………..
vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……………………………………………………………
1
1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………………..
3
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………………...
5
1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….
5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian …....………………………………………….
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritik 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah ……………………………………
6
2.1.2. Pembangunan Industri ………….……………………………………
8
2.1.3. Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Wilayah ……………..
10
2.1.4. Fenomena Deindustrialisasi ................................................................
14
2.1.5. Keterkaitan Antar Sektor dalam Pembangunan Wilayah ……………
16
2.1.6. Pentingnya Analisis Input-Output dalam Perencanaan Pembangunan
17
2.2. Tinjauan Empirik (Penelitian Terdahulu) .................................................
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Umum Dasar Pemikiran ...........................................................
22
3.1. Kerangka Operasional Penelitian .............................................................
24
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................…………………………………
25
4.2. Sumber Data …………………………………...………………………...
26
4.3. Metode Analisis 26
4.3.1. Dasar-dasar Analisis Input-Output .......................... ........………....... 4.3.2. Membangun Tabel I-O Jawa Timur dengan Metode RAS ........…......
30
4.3.3. Analisis Deskriptif …............………………………..........................
33
4.3.4. Analisis Keterkaitan Antar Sektor ............………………………........
34
4.3.5. Analisis Pengganda ……………..............………………………........
35
4.3.6. Identifikasi Gejala Deindustrialisasi ........... ………………………....
36
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak Geografi ...........................................................................................
38
5.2. Pembagian Administratif............................................................................
39
5.3. Penduduk dan Tenaga Kerja .....................................................................
40
5.4. Perekonomian ...........................................................................................
41
5.5. Sektor Industri Manufaktur ........................................................................
42
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur (Analisis Deskriptif) 6.1.1. Struktur Output .......................... …………………………………….
44
6.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto …………………………………………
50
6.1.3. Struktur Permintaan Akhir ... ………………………………………...
58
6.1.4. Struktur Tenaga Kerja ...........………………………………………..
68
6.2. Analisis Input-Output (Keterkaitan Antar Sektor) .....................................
69
6.2.1. Keterkaitan Ke Depan ............................ ………………………….....
70
6.2.2. Keterkaitan Ke Belakang ..............………………………...……….....
75
6.2.3. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan .............................................
78
6.3. Analisis Pengganda 6.3.1. Pengganda Output .................................................................................
82
6.3.2. Pengganda Pendapatan ............................ ………………………….....
85
6.3.3. Pengganda Tenaga Kerja ..............………………………...………......
87
6.4. Dinamika Perubahan Struktur Ekonomi (Identifikasi Gejala Deindustrialisasi) 6.4.1. Identifikasi Perubahan Nilai Tambah (PDRB) ......................................
88
6.4.2. Identifikasi Perubahan Output ...............................................................
91
6.4.3. Identifikasi Perubahan Nilai Ekspor ......................................................
92
6.4.4. Identifikasi Jumlah Tenaga Kerja .......................................................
92
6.4.5. Identifikasi Perubahan Keterkaitan Antar Sektor ................................
94
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ...............................................................................................
97
7.2. Saran ..........................................................................................................
98
Daftar Pustaka ……………………………………………………........................
99
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Distribusi presentase PDRB ADHK Jawa Timur Tahun 2000-2006 (persen) .. 3 2.
Struktur Dasar Tabel Input-Output ...................................................................
26
3.
Struktur Tabel Input-Output Wilayah ...............................................................
27
4.
Klasifikasi Sektor Perekonomian di Jawa Timur .............................................
30
5.
Struktur Output di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat
44
6.
Nilai, Pangsa, dan Rasio Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................................
46
7.
Struktur Impor di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat ...
47
8.
Nilai, Pangsa, dan Rasio Impor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................................
9.
48
Jumlah Unit Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ..................................................................................................................
10. Struktur NTB di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat ...
49 50
11. Nilai, Pangsa, dan Rasio NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................................
52
12. Komposisi NTB Menurut Komponennya di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ....................................................................................................................
53
13. Nilai, Pangsa, dan Rasio Upah dan Gaji Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................
54
14. Nilai, Pangsa, dan Rasio Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................
56
15. Nilai, Pangsa, dan Rasio Penyusutan Barang Modal Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .............................................
57
16. Nilai, Pangsa, dan Rasio Pajak Tak Langsung Neto Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .............................................
58
17. Struktur PA di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat .......
59
18. Nilai, Pangsa, dan Rasio Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................
61
19. Permintaan Akhir Berdasarkan Komponennya Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .................................................................................................................
62
20. Nilai, Pangsa, dan Rasio Konsumsi Rumah Tangga Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .............................................
63
21. Nilai, Pangsa, dan Rasio Ekspor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................................
66
22. Nilai, dan Rasio Modal dan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................
67
23. Jumlah dan Rasio Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................................
68
24. Nilai, dan Rasio DFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .........................................................................................................
71
25. Nilai DFL dan DIFL Di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 …………………..
73
26. Nilai dan Rasio DIFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .........................................................................................................
74
27. Nilai dan Rasio DBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ........................................................................................................
76
28. Nilai dan Rasio DIBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ........................................................................................................
77
29. Nilai DBL dan DIBL Di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ………………….
78
30. Nilai IDK dan IDP di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 …………………….
79
31. Nilai dan Rasio IDP Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ........................................................................................................
80
32. Nilai dan Rasio IDK Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ........................................................................................................
82
33. Nilai Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ....................................................................................................
83
34. Nilai dan Rasio Pengganda Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur .....................................................................................
84
35. Nilai dan Rasio Pengganda Pendapatan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................
86
36. Nilai dan Rasio Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ............................................................................
88
37. Distribusi PDRB Sektoral Jawa Timur Tahun 2000-2006 (Persen) ..................
89
38. Pangsa PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2005 di Jawa Timur (Persen) ...............................................................................................................
90
39. Nilai dan Rasio PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2005 di Jawa Timur .................................................................................................................
91
40. Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000-2004 ...
93
41. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Kedepan dan Kebelakang Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ...............................
94
42. Subsektor Industri Manufaktur dengan Rasio Output, PDRB, Ekspor, Tenaga Kerja, dan Keterkaitan Antar Sektor Terrendah Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ..................................................................................................................
95
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Pangsa PDRB Tiga Sektor Terbesar di Indonesia Tahun 2003-2005 ................ 2 2.
Pangsa Tenaga Kerja Sembilan Sektor Utama Tahun 2000 dan 2005 di Jawa Timur .................................................................................................................
4
3.
Pangsa Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ..
45
4.
Pangsa NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur .....
51
5.
Struktur Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ..................................................................................................................
6.
Struktur Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur .........................................................................................................
7.
55
60
Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sektor Industri Manufaktur Tahun 20002004 di Jawa Timur ...........................................................................................
62
8.
Struktur Ekspor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur
64
9.
Sektor Dengan DFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa
70
Timur .................................................................................................................. 10. Sektor Dengan DIFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa
74
Timur .................................................................................................................. 11. Sektor Dengan DBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa
75
Timur .................................................................................................................. 12. IDP Sektor Industri Manufaktur Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ................
80
13. IDK Sektor Industri Manufaktur Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ................
81
14. Pengganda Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa
84
Timur .................................................................................................................. 15. Pengganda Pendapatan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa
85
Timur .................................................................................................................. 16. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di
87
Jawa Timur ......................................................................................................... 17. Empat Sektor Dengan Nilai PDRB Terbesar di Jawa Timur Tahun 2000-2005 (Juta Rupiah) ......................................................................................................
89
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dinamika pembangunan perekonomian suatu negara dapat dilihat dari besarnya
sumbangan masing-masing sektor terhadap pendapatan nasional dari waktu ke waktu. Kontribusi masing-masing sektor tersebut, memperlihatkan kenaikan atau penurunan peranan sektor-sektor dalam perekonomian dari tahun ke tahun, maka dapat diketahui bagaimanakah struktur perekonomiannya. Perubahan kontribusi sektor yang terjadi mengakibatkan perubahan struktur ekonomi, yang dapat diartikan pula sebagai perubahan kontribusi berbagai sektor dalam menciptakan produksi, struktur produksi nasional, serta penggunaan tenaga kerja. Susilawati (2003) berpendapat bahwa perubahan struktural yang terjadi di suatu negara merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri manufaktur atau jasa, dimana tiap-tiap perekonomian akan mengalami perubahan/transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri manufaktur. Transformasi struktural yang terjadi di Indonesia mengalami perubahan saat terjadi krisis moneter. Pertumbuhan sektor industri manufaktur meningkat sebelum krisis moneter dan sebaliknya dengan sektor pertanian, tetapi setelah terjadi krisis, sektor industri manufaktur meskipun memegang sektor yang berkontribusi terbesar tetapi pangsa PDRB nya mengalami penurunan (Gambar 1), hal ini mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi. Keadaan ini juga terjadi di wilayah yang dilingkupinya, salah satunya adalah Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur, adalah salah satu kawasan penting pertumbuhan industri dan perdagangan (bisnis) di Indonesia, selain karena Jawa Timur sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua di Indonesia (setelah DKI Jakarta), juga dikarenakan letaknya yang strategis yaitu antara pulau Bali dan Yogyakarta yang menjadi simpul yang menghubungkan kota-kota pertumbuhan di wilayah Tengah dan Timur Indonesia, sekaligus jembatan penghubung dengan wilayah Barat Indonesia.
2
30.00
28.01 28.36
28.10
Pangsa (%)
25.00 20.00 15.00
15.2414.98 14.54
16.36
16.36
16.83
Th. 2003 Th. 2004 Th. 2005
10.00 5.00 0.00 Pertanian
Industri Manufaktur
Perdagangan
Sektor Gambar 1. Pangsa PDRB Tiga Sektor Terbesar di Indonesia Tahun 2003-2005 Posisi Jawa Timur yang strategis menyebabkan pertumbuhan sektor industri manufaktur sebagai sektor yang memiliki kontribusi terbesar, meskipun persentase distribusi sektor industri manufaktur manufaktur terhadap PDRB mengalami penurunan setelah krisis moneter (Tabel 1). Penurunan tersebut dimungkinkan karena saat krisis moneter banyak perusahaan di sektor industri manufaktur yang dicirikan dengan perusahaan padat modal, belum mampu mempertahankan usahanya, dan meskipun saat krisis moneter telah dilewati, sektor industri manufaktur masih belum stabil. Keadaan ini bertambah serius dengan terjadinya bencana luapan “Lumpur Lapindo” yang mengakibatkan jalur transportasi sebagai sarana penunjang sektor industri manufaktur terganggu. Guncangan perekonomian seperti krisis moneter maupun bencana, menjadi ajang ujian alami. Industri yang memiliki daya saing kuat akan tetap eksis, yang tercermin dari nilai ekspor dan kemampuan bersaing dalam negeri, dan jika sektor industri manufaktur berkembang maka diharapkan sektor-sektor lain juga berkembang karena antara sektor satu dengan yang lain akan saling menguatkan (Sastrosoenarto, 2006). Arsyad (2004) berpendapat bahwa pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan baku bagi sektor industri manufaktur. Industrialisasi juga akan mendorong pertumbuhan aktivitas sektor pertanian,
jasa,
perdagangan,
transportasi,
komunikasi,
dan
sektor
lainnya.
Pertumbuhan sektor industri manufaktur bukan hanya akan memperluas peluang kerja
3
tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu peranan sektoral dalam suatu pembangunan wilayah sangat dibutuhkan, mengingat keterkaitan antar sektor yang berperan penting dalam perekonomian wilayah, yang berarti pula berpengaruh pada perencanaan pembangunan. Tabel 1. Distribusi presentase PDRB ADHK Jawa Timur Tahun 2001-2006 (persen) Sektor Pertanian Pertambangan Industri Manufaktur Listrik, Gas, Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa Total
2001 2002 2003 19.29 18.93 18.49 2.04 2.02 1.98 29.43 28.11 28.13 1.26 1.44 1.59 3.90 3.80 3.71 25.45 26.52 27.42 5.01 5.61 5.29 5.01 4.99 4.88 8.60 8.60 8.52 100.00 100.00 100.00
2004 11.80 1.25 18.39 1.14 2.34 18.60 37.80 3.21 5.47 100.00
2005 17.44 1.96 27.55 1.73 3.47 29.08 5.66 4.94 8.17 100.00
2006 13.87 2.27 27.03 1.88 3.15 32.44 5.99 5.21 8.15 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 dan Bank Indonesia, 2007
1.2.
Perumusan Masalah Perkembangan antar sektor merupakan salah satu isu strategis baik secara
nasional maupun regional dalam pembangunan ekonomi wilayah. Terjadinya kesenjangan ekonomi akibat manfaat pertumbuhan ekonomi yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang saja, serta konsentrasi aktifitas ekonomi, dan berkurangnya kesempatan kerja, dapat memperburuk pembangunan di suatu wilayah. Dengan demikian dibutuhkan pengkajian yang holistik mengenai aktiftas ekonomi khususnya bagi sektor yang memiliki kontribusi besar, baik secara sektoral maupun hubungan yang terjadi antarsektoral, apakah sektor tersebut memiliki peranan penting bagi sektor lainnya, ataukah tidak. Salah satu sektor yang diharapkan mampu sebagai leading sector adalah sektor industri manufaktur, karena dengan adanya pembangunan industri maka diharapkan dapat memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian, jasa, dan sektor lainnya, sehingga diharapkan keadaan ini akan menyebabkan meluasnya peluang kerja, mengingat jumlah penggangguran yang semakin meningkat. Gambar 2 memperlihatkan bahwa sektor industri manufaktur merupakan sektor ketiga dengan penyerapan tenaga kerja terbesar di Jawa Timur, dengan kondisi yang stabil pada tahun 2000 dan 2005. Dilihat dari kontribusi PDRB serta penyerapan tenaga
4
kerjanya yang cukup besar maka penurunan peranannya dalam perekonomian perlu diperhatikan, apalagi sektor industri manufaktur di Jawa Timur merupakan sektor prioritas pembangunan. Dengan demikian indikasi deindustrialisasi ini patut dikaji lebih mendalam terutama mengenai peranan sektor industri manufaktur itu sendiri terhadap
Pangsa (%)
sektor-sektor yang lain.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 n h n si n an si t ri nia ang a nd us Bersi str uk an ga orta uan g rta I e n r dag n sp r i o K Pe tamb A K Pe Tra as, Per ,G k i tr Lis Sektor
Th. 2000 Th. 2005
a Jas
Gambar 2. Pangsa Tenaga Kerja Sembilan Sektor Utama Tahun 2000 dan 2005 di Jawa Timur
Mengingat peranan sektor industri manufaktur dalam pembangunan memang tidak bisa dipungkiri mampu meningkatkan PDRB, mampu menyerap tenaga kerja, juga hubungan atau keterkaitan yang terjadi antara sektor industri manufaktur manufaktur dengan sektor lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan aktivitas di masing-masing sektor baik sektor industri manufaktur manufaktur ataupun sektor-sektor lainnya. Keterkaitan sektor industri manufaktur dengan sektor lainnya ini merupakan salah satu hal penting bagi pembangunan suatu wilayah serta perencanaan pembangunan wilayah, oleh karena itu jika sektor industri manufaktur terus menerus mengalami penurunan (deindustrialisasi) hal ini harus diwaspadai. Dari uraian tersebut, penelitian ini menitikberatkan mengenai dinamika sektor industri manufaktur serta peranannya baik terhadap perekonomian, terhadap sektor lain, maupun terhadap penyerapan tenaga kerja, yang diharapkan berguna untuk perencanaan dan penyusunan berbagai alternatif
5
kebijakan dalam pembangunan wilayah, maka perumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Jawa Timur? 2. Apakah terjadi deindustrialisasi di Jawa Timur dan subsektor industri manufaktur yang terindikasi deindustrialisasi paling kuat? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini
adalah : 1. Mengkaji peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Jawa Timur. 2. Mengidentifikasi gejala deindustrialisasi Jawa Timur dan subsektor industri manufaktur yang terindikasi deindustrialisasi paling kuat. 1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi di Jawa Timur yang potensial untuk dikembangkan peranannya dalam pembangunan wilayah. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan memberi wawasan masyarakat luas mengenai peranan sektor industri manufaktur dan keterkaitan antar sektor. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melihat perekonomian di provinsi Jawa Timur.
Analisis yang dilakukan adalah analisis input-output (I-O) dan analisis deskriptif mengenai identifikasi deindustrialisasi. Analisis tersebut mengacu pada tujuan yang diambil dalam penelitian ini. Untuk memudahkan pengidentifikasian sektor-sektor ekonomi di Jawa Timur maka dilakukan pengklasifikasian sektor menjadi 23 sektor. Selain itu juga dilakukan upaya untuk membangun Tabel I-O tahun 2004 dari Tabel I-O tahun 2000 dengan metode RAS.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah Pembangunan adalah suatu konsep normatif yang menyiratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai realisasi potensi manusia. Pembangunan tidak dapat disamakan dengan modernisasi, sebab ada banyak segi pada tradisi yang meningkatkan potensi manusia dan memepertautkan kultur. Pembangunan juga merupakan proses multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat, dan lembaga-lembaga nasional, serta akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan, dan pemberantasan kemiskinan. (Bryant,1989) Menurut Todaro (2003), pembangunan merupakan kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi berbagai proses sosial, ekonomi, dan institusional, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Komponen dari kehidupan yang lebih baik paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan, yang kedua adalah meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar kepada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tapi juga rasa percaya diri sebagai individu maupun bangsa, dan yang ketiga adalah memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa. Menurut Sukirno (1985), pembangunan ekonomi memiliki tiga sifat penting, pertama yaitu pembangunan merupakan suatu proses, yang berarti perubahan yang terus-menerus, kedua adalah pembangunan merupakan usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita, dan ketiga adalah kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Pembangunan juga harus dipandang sebagai hubungan yang saling mempengaruhi antara faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Dalam GBHN dinyatakan secara eksplisit bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan
7
dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Pendapatan nasional per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan dari aspek ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional dengan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama, menjadi ekonomi modern yang didominasi oleh sektor non primer, khususnya sektor industri. (Tambunan, 2001). Rosyidi (1999) berpendapat bahwa apapun sistem ekonomi yang dianut oleh suatu perekonomian, ada dua hal khusus yang pasti dihadapi oleh suatu negara dalam proses pembangunan, yaitu masalah keterbatasan sumber daya (limits of resources), dan masalah kependudukan (population problem). Begitu pula pendapat Kasliwal (1995), bahwa pembangunan suatu negara atau wilayah tidak terlepas dari masalah pertumbuhan ekonominya dan pertumbuhan penduduk. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan sulit untuk dicapai jika pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan perkapita, serta kesempatan kerja. Pembangunan wilayah adalah proses pertumbuhan wilayah dan pola pemukiman yang didalamnya terdapat interaksi satuan-satuan sosial, politik, kelembagaan, dan ekonomi dalam kaitannya dengan lingkungan fisik. Kaitannya dengan hal tersebut suatu negara ataupun wilayah lebih kecil (region) harus mampu merencanakan sumbersumber pembangunan secara tepat dan terarah, agar hasil dari pembangunan dapat dirasakan merata di seluruh wilayah. Hasil dari pembangunan yaitu penawaran dan permintaaan output, sarana-prasarana publik, maupun
kesempatan kerja haruslah
merata dirasakan oleh seluruh masyarakat, yang nantinya diharapkan proses pembangunan wilayah dapat menciptakan keunggulan komparatif baik sumberdaya fisik maupun sumberdaya manusianya. Begitu pula pendapat Tambunan (2002), bahwa pembangunan wilayah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan wilayah diarahkan pada peningkatan perkembangan sektor-sektor yang ada. Peningkatan tersebut disertai dengan peningkatan penguasaan dan kualitas teknologi agar dapat memberi sumbangan yang optimal kepada pertumbuhan produksi, ekspor, serta pemerataan hasil-hasil pembangunan di daerah. Selain itu pembangunan sektor sosial, kependudukan, dan sektor ekonomi dilaksanakan secara terpadu dalam rangka
8
pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah secara keseluruhan diarahkan pada peningkatan
kualitas
masyarakat,
pertumbuhan
dan
pemerataan
hasil-hasil
pembangunan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, kesejahteraan sosial, serta taraf hidup masyarakat. Pertumbuhan menyangkut perkembangan berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. Pertumbuhan berbeda dengan pembangunan ekonomi yang mengandung arti lebih luas dan mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh (Djojohadikusumo,1994). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, suatu wilayah mengalami perkembangan jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian bertambah besar pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, untuk melihat peningkatan jumlah barang yang dihasilkan maka pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan daerah pada berbagai tahun harus dihilangkan. Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah didasarkan atas harga konstan. Laju pertumbuhan ekonomi pada suatu tahun tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini : Gt =
Yrt − Yrt −1 × 100% Yrt −1
Dimana Gt adalah tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang dinyatakan dalam persen, Yrt adalah pendapatan daerah riil pada tahun t, dan Yrt-1 adalah pendapatan daerah riil pada tahun t-1. (Widodo, 1990) 2.1.2. Pembangunan Industri Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi, dan perdagangan antarnegara, yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak negara, dari basis pertanian menjadi basis industri. Perubahan tersebut dikarenakan di banyak negara tidak ada perekonomian yang mampu bertumpu pada sektor-sektor primer (pertanian dan pertambangan) dalam jangka panjang. (Tambunan, 2003)
9
Tambunan (2003) menjelaskan bahwa selain perbedaan kemampuan dalam pengembangan teknologi dan inovasi, serta laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita ada faktor-faktor lain yang menyebabkan intensitas dari proses industrialisasi berbeda antarnegara, faktor-faktor tersebut adalah : (1)
Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Suatu negara yang memiliki industri-industri dasar atau industri-industri primer (hulu) pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan negara-negara yang hanya memiliki industri-industri hilir.
(2)
Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antar jumlah populasi dan tingkat pendapatan nasional per kapita. Pasar dalam negeri yang besar dan tingkat pendapatan yang besar merangsang pertumbuhan kegiatankegiatan ekonomi, termasuk industri (dengan asumsi faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestik kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu-satunya untuk mencapai produksi optimal.
(3)
Ciri
industrialisasi.
Yang
dimaksud
disini
adalah
cara
pelaksanaan
industrialisasi, seperti tahapan dari implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor industri, dan insentif yang diberikan termasuk kepada investor. (4)
Keberadaan sumberdaya alam (SDA). Ada kecenderungan bahwa negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif rendah, dan negara tersebut cenderung tidak atau terlambat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan negaranegara yang kurang SDA.
(5)
Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan, termasuk instrumeninstrumen dari kebijakan (seperti tax holiday, bebas bea masuk terhadap impor bahan baku, pinjaman dengan bunga murah) yang digunakan dan cara implementasinya. Perekonomian negara-negara berkembang pada dekade 1950-an dan 1960-an
masih didominasi oleh sektor-sektor primer, khususnya pertanian, akan tetapi setelah melewati suatu proses pembangunan dan modernisasi ekonomi yang cukup lama sektorsektor sekunder (seperti industri dan bangunan) dan sektor-sektor tersier (jasa),
10
termasuk keuangan menjadi lebih penting dibandingkan sektor primer. Negara-negara di Asia Timur (seperti Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong), dan Asia Tenggara (yaitu Singapura) dapat dianggap sebagai negara-negara berkembang yang berhasil mentransformasikan struktur ekonomi mereka dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama periode yag cukup panjang. (Tambunan, 2001) Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi yang didominasi oleh sektor industri. Dalam Tambunan (2001), Kuznets menjelaskan bahwa perubahan struktur ekonomi dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), produksi dan penggunaan faktor produksi (seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) menjelaskan bahwa kajian mengenai perubahan struktural memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomoian yang lebih modern, perekonomian yang memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor-sektor jasa yang lebih tangguh Penelitian yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari semula yang mengandalkan pertanian (atau sektor pertambangan), menuju sektor industri. Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output agregat atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan produk domestik bruto, atau produk nasional bruto atau pendapatan nasional. (Tambunan, 2001)
2.1.3. Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Wilayah Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan tehnologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan antar negara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara menunjukkan bahwa industrialisasi adalah hal yang perlu karena menjamin
11
pertumbuhan ekonomi, seperti Libya dan Kuwait dari sektor pertambangan minyak. Indonesia sendiri sejak Pelita I pada tahun 1969 sampai terjadinya krisis moneter hingga 1997, melakukan proses industrialisasi sehingga pendapatan masyarakat per kapita meningkat cukup pesat setiap tahunnya, karena jika hanya mengandalkan pertanian dan pertambangan (migas), maka Indonesia tidak pernah mencapai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% dan tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 pada pertengahan tahun 1997. Industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir meskipun penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, melainkan hanya merupakan suatu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita yang tinggi. (Tambunan, 2001) Faried (1992) berpendapat bahwa di hampir semua negara, tingkat pendapatan di sektor industri adalah sekitar dua kali lipat tingkat pendapatan di sektor pertanian oleh karena itu diharapakan dengan menempuh strategi industrialisasi maka taraf hidup akan naik dengan cepat. Strategi industrialisasi yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang hasilnya banyak yang kurang memuaskan, hal tersebut dikarenakan proses infudtrialisasi dilakukan dengan mengorbankan pertanian sebagai sektor yang merupakan penghasil bahan baku bagi sektor industri. Dari uraian tersebut maka dibutuhkan program industrialisasi yang dilakukan dengan terarah dan tidak tergesagesa. Pada dasarnya pembangunan sektor industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, serta meningkatkan mutu perlindungan terhadap tenaga kerja. Sutrisno (1985) menjelaskan pula bahwa pembangunan sektor industri merupakan cara yang telah banyak dipakai oleh semua negara atau wilayah, hal ini dikarenakan telah disadarinya oleh para perencana pembangunan bahwa kesempatan kerja bukanlah hasil samping dari tujuan utama pembangunan (yaitu pertumbuhan pendapatan nasional), akan tetapi merupakan salah satu tujuan utama yang harus dirumuskan secara tepat. Dalam Rustiadi (2005) disebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi adalah salah satu cara untuk mencapai modernisasi ekonomi, atau suatu proses kumulatif memperkuat antara pertumbuhan produksi urban dan peningkatan sistem supply pangan di perdesaan, sehingga dibutuhkan sinkronisasi antara sektor industri dan sektor
12
pertanian. Ditinjau dari aspek lokasinya, menurut Perroux dalam Arsyad (2004), berpendapat bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah tidak merata dan cenderung terjadi proses aglomerasi pada pusat-pusat pertumbuhan, dan pada gilirannya pusatpusat pertumbuhan tersebut akan mempengaruhi daerah-daerah yang lambat perkembangannya. Terjadinya aglomerasi industri memiliki keuntungan tertentu, yaitu keuntungan skala ekonomis (usaha dalam jumlah besar) dan keuntungan penghematan biaya, karena industri-industri pemimpin akan memperluas aktivitasnya dengan memunculkan industri-industri pendukungnya. Dalam skala ekonomis keuntungan tersebut dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : (1)
Keuntungan internal perusahaan Keuntungan ini timbul karena faktor-faktor produksi yang tidak dapat dibagi yang hanya diperoleh dalam jumlah tertentu, dan jika dipakai dalam jumlah banyak maka biaya produksi per unit akan lebih rendah dibandingkan jika dipakai dalam jumlah sedikit.
(2)
Keuntungan lokalisasi (localization economies) Keuntungan ini berhubungan dengan sumber bahan baku atau fasilitas sumber, yaitu dengan menumpuknya industri, maka setipa industri merupakan sumber atau pasar bagi industri yang lain.
(3)
Keuntungan ekstern (keuntungan urbanisasi) Aglomerasi beberapa industri dalam suatu daerah akan mengakibatkan banyak tenaga kerja yang tersedia baik tenaga memiliki kemampuan dan pengetahuan maupun tenaga kasar. Disamping itu aglomerasi juga akan mendorong didirikannya perusahaan jasa pelayanan yang dibutuhkan untuk industri, misalnya, listrik, air minum, perbankan dalam skala yang besar, sehingga pembangunan fasilitas pendukung industri dalam skala besar dapat menekan biaya. Selain itu aglomerasi juga memiliki keuntungan lain yaitu menurunkan biaya transportasi. Karena penumpukan industri pada suatu daerah akan mendorong didirikannya perusahaan jasa angkutan dengan segala fasilitasnya, sehingga industri-industri tersebut tidak perlu mengusahakan jasa angkutan sendiri. Dalam analisa lokasi industri dijelaskan bahwa industri akan memilih lokasi
dengan pertimbangan beban investasi, biaya produksi serta distribusi serendah mungkin,
13
dan proses berbagai pengambilan keputusan secepat mungkin. Faktor-faktor lainnya adalah faktor bahan baku/bahan mentah, mudahnya akses tenaga kerja khususnya tenaga kerja terampil, pengangkutan dan komunikasi, harga tanah, bantuan dan rangsangan dari pemerintah untuk investasi di sektor industri, dan daktor lingkungan seperti iklim, topografi, maupun sifat geografiknya. Industri-industri dengan bobot lokasi (jumlah berat pemindahan bahan mentah dan bahan jadi) tinggi maka indeks materialnya (proporsi berat dari bahan mentah terhadap berat produksi yang dihasilkan) juga tinggi, sehingga lokasi industrinya akan berorientasi kea rah sumber bahan mentah. Industriindustri yang bobot lokasinya rendah akan mengarah kepada pasar, sedangkan bahanbahan murni tidak pernah mengikat produksi kepada lokasi. Oleh karena itu dalam proses industrialisasi dibutuhkan perencanaan yang matang dan strategi yang tepat, agar tujuan-tujuan industrialisasi tercapai, dan tidak mengakibatkan ekternalitas negatif yang merugikan bukan hanya masyarakat dan lingkungan tetapi juga perusahaan industri sendiri. Pada dasarnya pembangunan di sektor industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, serta meningkatkan mutu dan perlindungan terhadap tenaga kerja, dimana proses industrialisasi dan pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatakan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju, maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain bahwa peran sektor industri dalam pembangunan merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan hanya kegiatan yang mandiri yang hanya sekedar mencapai fisik saja. Arsyad (2004) menjelaskan bahwa pertumbuhan industri akan merangsang pertumbuhan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian untuk menyediakan bahan baku, sektor transportasi, komunikasi, listrik, gas, dan air bersih, konstruksi sebagai infrastruktur yang tak kalah pentingnya, juga sektor perdagangan maupun jasa sebagai sektor pendukung. Dapat dikatakan pula dengan berkembangnya sektor industri akan menyebabkan meluasnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa tolak ukur peranan industri dalam suatu perekonomian antara lain: sumbangan sektor industri manufaktur (manufacturing) terhadap Produk Domestik Bruto, jumlah tenaga kerja
14
yang terserap di sektor industri, dan sumbangan komoditi industri terhadap ekspor barang dan jasa. 2.1.4. Fenomena Deindustrialisasi Deindustrialisasi merupakan isu regional, Schnorbus (1998) menerangkan bahwa hal ini dikarenakan setiap wilayah (region) dalam suatu negara memiliki sejarah ekonomi, spesialisasi produk, dan sensitivitas terhadap perekonomian nasional maupun internasional yang berbeda-beda, maka jika suatu negara terindikasi deindustrialisasi, wilayah yang dinaunginya juga terindikasi deindustrialisasi pula. Deindustrialisasi menurut Clingingsmith (2004) ada dua macam, yaitu deindustrialisasi lemah dan deindustrialisasi kuat. Deindustrialisasi lemah jika nilai share sektor industri dalam perekonomian menurun, dan deindustrialisasi kuat jika nilai absolut sektor industri dalam perekonomian menurun. Deindustrialisasi adalah menurunnya peran industri dalam perekonomian secara menyeluruh. Menurunnya peran industri dalam perekonomian ini dapat dilihat dari berbagai sisi, misalnya menurunnya jumlah pekerja di sektor industri, menurunnya hasil produksi, serta menurunnya sektor industri dibandingkan sektor lainnya. Penyebab dari deindustrialisasi dapat dikarenakan hilangnya keunggulan kompetitif dari sektor industri di suatu wilayah/negara, jika keunggulan kompetitif produk industri di suatu negara hilang maka produk negara tersebut akan kalah di pasar internasional. Fenomena deindustrialisasi ini telah terjadi di negara-negara maju, dimana peranannya dalam menciptakan kesempatan kerja dan sumbangannya terhadap Gross Domestic Product menurun. (Kuncoro, 2007) Fenomena deindustrialisasi terjadi di berbagai negara, Lall dan Stewart (1996) dalam Block et al (1998) menjelaskan bahwa sejak awal tahun 1980, Amerika Latin dan Afrika mengalami deindustrialisasi, hal tersebut dikarenakan kebijakan yang tidak mendukung sektor industri sehingga banyak terjadi PHK yang menyebabkan jumlah tenaga kerja yang semakin menurun, yang berarti pula penggangguran semakin meningkat, sehingga korban dari deindustrialisasi adalah masyarakat itu sendiri, dan akhirnya tingkat kemiskinan semakin tinggi di negara tersebut. Dalam penelitian Block et al (1998), dengan melihat pertumbuhan output, dan pertumbuhan tenaga kerja, dijelaskan bahwa di wilayah Amerika Latin, Sub Sahara-Afrika, dan Asia terjadi deindustrialisasi selama periode 1975-1993, akan tetapi deindustrialisasi terlihat jelas di
15
beberapa negara saja, di Afrika yang teridentifikasi deindustrialisasi adalah Sierra Leone, Afrika Selatan, Zambia, dan Zimbabwe, sedangkan di Amerika Latin adalah Brazil, Meksiko, Peru, dan Bolivia, dan Asia adalah Myanmar, Philipina dan India. Menurut Ruky (2008), adanya deindustrialisasi bukan berarti tidak ada industri yang tumbuh, deindustrialisasi juga bukan kinerja sesaat yang mundur akibat suatu kebijakan, misalnya kenaikan BBM. Deindustrialisasi menunjukkan gejala yang menetap dalam beberapa tahun dan konsisten di banyak indikator. Deindustrialisasi juga bisa merupakan bagian dari suatu siklus panjang proses pembangunan ekonomi. Suatu negara, dapat secara sengaja berupaya mengalihkan kegiatannya di sektor lain karena sektor itu, misalnya lebih memberikan prospek yang lebih baik terhadap perekonomian secara keseluruhan. Suatu negara dapat beralih untuk mengembangkan sektor-sektor lain ketika sektor industri telah mapan dan tumbuh, sehingga peran sektor industri dalam PDB menurun, ini juga merupakan salah satu gejala deindustrialisasi, dan jika kondisi ini disertai dengan menurunnya tingkat penggangguran maka disebut deindustrialisasi dalam pengertian positif. Clingingsmith (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa terjadinya deindustrialisasi di India pada tahun 1750-1860 dikarenakan kondisi politik yang tidak kondusif, yaitu adanya perubahan arah pembangunan oleh pemerintah baru yang memprioritaskan sektor pertanian padahal India merupakan pengekspor utama tekstil bagi negara Inggris dan Eropa. Penyebab kedua adalah terjadinya perang antar wilayah di India karena kericuhan pemerintahan. Hal ini mengakibatkan tidak kondusifnya aktivitas perdagangan. Perdagangan dalam negeri yang terganggu mengakibatkan harga barang dan jasa di India saat itu menjadi mahal, begitupula harga hasil-hasil pertanian meskipun peranan pertanian terhadap perekonomian meningkat. Perdagangan luar negeri yang terganggu mengakibatkan aktivitas ekspor turun drastis, khususnya untuk ekspor tekstil. Tidak amannya keadaan dalam negeri mengakibatkan turunnya investasi, dikarenakan jaminan keamanan dan hukum yang tidak stabil. Penyebab lainnya yang menjadikan deindustrialisasi di India berkepanjangan adalah meningkatnya tenaga kerja yang tidak berpendidikan dan berkeahlian, hal ini wajar karena masyarakat lebih memilih menyelamatkan hidup mereka dari “perang antar saudara” dan kelaparan, daripada “menimba ilmu”. Dari kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan kemiskinan semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu dan pulihnya kondisi politik di India, saat
16
ini yang terjadi adalah reindustrialisasi meskipun secara perlahan. Menurut Alagh (2009), saat ini India terus berusaha untuk mengatasi deindustrialisasi, meskipun banyak hambatan, seperti lahan yang semakin sempit, dan upah tenaga kerja yang semakin rendah. Dalam
Ramaswamy
(1997)
dan
David
(2006)
diterangkan
bahwa
deindustrialisasi di negara-negara agraris yaitu Cina, dan Korea pada tahun 1990 dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang terlatih di bidang industri, selain itu perkembangan teknologi yang kurang progresif. Deindustrialisasi di Indonesia berdasarkan Aswicahyono (2004) terlihat sejak tahun 2000, dengan pertumbuhan sektor industri manufaktur periode 2000-2003 sebesar 3.8 persen, sedangkan periode 1993-1997 sebesar 10 persen. Kuncoro (2007) menjelaskan bahwa deindustrialisasi di Indonesia khususnya secara nyata terjadi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah terjadi gempa, dan ditambah dengan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan upah minimum regional, isu formalin-boraks. Menurutnya hal ini wajar karena dengan adanya gempa tektonik berkekuatan 6,3 skala richter bukan hanya rumah yang rusak, tetapi juga pabrik, bahan baku, barang jadi, barang siap ekspor, serta peralatan usaha. 2.1.5. Keterkaitan Antar Sektor dalam Pembangunan Wilayah Pembangunan dalam suatu wilayah tidak hanya bertumpu pada satu sektor saja, meskipun sektor tersebut merupakan sektor andalan di daerah tersebut. Keterkaitan antar sektor yang terjadi justru akan memacu sektor-sektor lainnya untuk berkembang, apalagi jika sektor tersebut merupakan leading sector bagi sektor lainnya. Seperti pendapat Arsyad (2004), bahwa perkembangan leading sector akan merangsang investasi di sektor lainnya, karena sangat dimungkinkan bahwa sektor lain merupakan penyuplai inputnya, ataupun pengguna outputnya, sehingga aktivitas ekonomi di tiap sektor akan semakin berkembang. Arsyad (2004) juga berpendapat bahwa sektor industri dipercaya sebagai leading sector atau sektor pemimpin. Menurut Faried (1992), hal tersebut dikarenakan bahwa di hampir semua negara, tingkat pendapatan di sektor industri adalah sekitar dua kali lipat tingkat pendapatan di sektor pertanian, karena itu diharapakan dengan menempuh strategi industrialisasi maka taraf hidup akan naik dengan cepat. Banyak negara-negara sedang berkembang yang menempuh industrialisasi hasilnya tidak memuaskan,
17
sehingga dibutuhkan program industrialisasi yang dilakukan dengan terarah dan tidak tergesa-gesa. Sektor
industri
merupakan
leading
sector
juga
dikarenakan
dengan
pembangunan sektor industri maka dapat memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, serta meningkatkan mutu perlindungan terhadap tenaga kerja. Sutrisno (1985) menjelaskan bahwa pembangunan sektor industri banyak dipakai oleh semua negara dikarenakan telah disadarinya oleh para perencana pembangunan bahwa kesempatan kerja bukanlah hasil samping dari tujuan utama pembangunan (yaitu pertumbuhan pendapatan nasional), akan tetapi juga merupakan salah satu tujuan utama yang harus dirumuskan secara tepat. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antar sektor sangat penting dalam pembangunan wilayah, karena saat suatu sektor terkait dengan sektor lain maka diindikasikan terjadi peningkatan aktivitas, dan dapat memperluas aktivitas sektor, baik keterkaitan dengan sektor lain, perluasan peluang kerja, serta bertambahnya nilai tambah suatu output, yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan output total wilayah.
2.1. 6. Pentingnya Analisis Input-Output dalam Perencanaan Pembangunan Tabel Input-Output pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi/sektor dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Sebagai suatu model kuantitatif, tabel I-O akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai : (1)
Struktur perekonomian nasional/regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor.
(2)
Struktur input antara, yaitu penggunaan barang dan jasa oleh sektor-sektor produksi.
(3)
Struktur penyediaan barang dan jasa baik merupakan produksi dalam negeri maupun impor.
(4)
Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor-sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi investasi dan ekspor. (BPS, 2000)
18
Rustiadi (2006) menjelaskan bahwa tabel I-O juga dapat memperlihatkan interaksi yang terjadi antar sektoral baik dalam suatu wilayah maupun antar wilayah, dimana terjadi keterkaitan sektoral antar wilayah secara dinamis maka dibutuhkan adanya mekanisme interaksi intra- dan inter- wilayah secara optimal, sehingga keterbatasan sumberdaya serta aktivitas-aktivitas sosial-ekonomi yang tersebar secara tidak merata dan tidak seragam dapat dimanajemen dengan baik. Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional, dan lain-lain), selain itu setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektorsektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, serta aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan (infrastruktur) dan sumberdaya sosial yang ada. Dari uraian tersebut maka dipahami bahwa di setiap wilayah/daerah erdapat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan. Dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak berkembangnya sektor-sektor lainnya, dan secara spasial berdampak secara luas di seluruh wilayah sasaran. Karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral, serta keterkaitan intersektoral dan interregional dalam perekonomian wilayah tersebut, secara teknis dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis Input-Output walaupun dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu. Pada dasarnya Tabel I-O adalah gambaran lebih rinci dari sistem neraca ekonomi wilayah/nasional (neraca konsumsi, neraca akumulasi kapital/investasi, dan neraca eksternal wilayah/luar negeri). Dalam perekonomian wilayah Tabel I-O dapat digunakan untuk: (1)
Memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya (pengeluaran rumahtangga, pengeluaran pemerintah, investasi, dan ekspor) terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah (PDB untuk tingkat nasional, atau PDRB
19
untuk tingkat wilayah/daerah), pendapatan masyarakat, kebutuhan tenaga kerja, pajak (PAD untuk tingkat daerah), dan sebagainya. (2)
Mengetahui komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa sehingga mempermudah
analisis
tentang
kebutuhan
impor
dan
kemungkinan
substitusinya. (3)
Memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis input-output merupakan
analisis yang penting dalam suatu perncanaan pembangunan wilayah, karena dengan analisis input-output maka perencana pembangunan dapat mengetahui sektor-sektor kunci, maupun sektor-sektor yang lemah, sehingga dapat membuat kebijakan atau langkah-langkah untuk merangsang pertumbuhan sektor-sektor yang lemah, maupun meningkatkan kontribusi sektor kunci dalam pembangunan wilayah.
2.2. Tinjauan Empirik (Penelitian Terdahulu Mengenai Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur) Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi jika dibandingkan dengan propinsi lainnya. Pada tahun 1995 dan 1996, tingkat pertumbuhannya sebesar 8,18 persen dan 8,26 persen, sedangkan pada tahun 1997 tingkat pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur mengalami penurunan menjadi sebesar 5,01 persen, dan pada tahun 1998 menurun drastis menjadi sebesar –16,21 persen. Mengecilnya tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut dikarenakan adanya krisis moneter yang berkepanjangan, dan melonjaknya nilai dollar Amerika terhadap rupiah, padahal sebagian input antara sektor-sektor usaha masih harus impor. Mulai tahun 1999 dengan membaiknya kondisi, secara berangsur-angsur pertumbuhan ekonomi Jawa Timur naik menjadi 1,121 persen pada tahun 1999 dan 3,25 persen pada tahun 2000. Pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur menjadi 3,80 persen, dan pada tahun 2004 menjadi 5,83 persen, dengan sektor industri manufaktur yang mendapat prioritas untuk dikembangkan. Garside (2002) juga menjelaskan bahwa struktur perekonomian Propinsi Jawa Timur didominasi oleh sektor industri manufaktur, akan tetapi akibat krisis moneter, kontribusi sektor industri manufaktur secara keseluruhan terhadap struktur permintaan dan penawaran mengalami penurunan, selain itu
20
berdasarkan orientasi pertumbuhan dan keterkaitan selama periode 1994-2000, perekonomian Jawa Timur masih tetap mengandalkan sektor industri manufaktur (manufacture) sebagai sektor kunci, terutama untuk sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Sektor-sektor yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan pada tahun 2002 adalah sektor perdagangan; industri tekstil, pakaian dan kulit; pengangkutan, industri rokok; industri makanan dan tanaman bahan makanan, sedangkan sektor-sektor rawan yang tidak berhasil mencapai sasaran yang diinginkan adalah sektor perikanan; industri minuman; kehutanan; industri barang lainnya; sektor penggalian dan pertambangan non migas serta sektor pertambangan migas dan pengilangan minyak. Handoyo (2005) juga menegaskan dalam penelitiannya bahwa tahun 1996-2000 sektor industri di Jawa Timur memiliki kontribusi yang kuat, dan dengan menggunakan analisa Tabel I-O Jawa Timur tahun 2000, dan simulasi permintaan akhir dengan peningkatan 10 persen, menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki keterkaitan kebelakang (backward lingkages) dan keterkaitan kedepan (forward lingkages) terbesar diantara sektor lainnya, yang dikarenakan dukungan kebijakan dari pemerintah daerah untuk merangsang pertumbuhan sektor industri, khususnya industri pupuk, pestisida, semen, kertas, mesin, peralatan elektronik, dan mesin/industri perkapalan. Hal ini diindikasikan bahwa sektor industri manufaktur mampu meningkatkan pertumbuhan PDRB, dan juga dapat diindikasikan bahwa sektor industri manufaktur mampu menyerap tenaga kerja lebih baik dari pada sektor lainnya, sehingga pemerintah daerah Jawa Timur memberi dukungan kepada sektor industri manufaktur. Sektor yang memiliki kontribusi cukup besar dari tahun ke tahun di Jawa Timur adalah sektor industri manufaktur, apalagi setelah krisis ekonomi sektor ini diharapakan mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain, meskipun setelah tahun 1998, yaitu puncak dari krisis ekonomi, sektor industri manufaktur kembali meningkat akan tetapi sektor ini masih belum pulih. Hal ini dibuktikan dari penelitian Direktorat Bina Produktivitas Depnakertrans (2003), bahwa sebelum masa krisis perekonomian (sebelum tahun 1998), pertumbuhan Produktifitas Total Faktor sektor industri manufaktur lebih tinggi dibandingkan dengan setelah masa krisis (sesudah tahun 1998). Pertumbuhan tertinggi pada masa sebelum krisis sebesar 3,26 persen tahun 1996, dan terendah sebesar 0,45 persen tahun 1997, sedangkan pada masa setelah krisis,
21
pertumbuhan tertinggi dan terendah adalah sebesar 1,00 dan 0,12 persen masing-masing idari 83,40 persen tahun 1993 menjadi 81,43 persen tahun 2002. Dari penelitian Oesman (2006) mengenai kinerja usaha kecil dan menengah di Jawa Timur juga didapatkan bahwa sektor industri memiliki kontribusi besar bagi pembangunan. Sektor perekonomian lainnya yang berkontribusi dalam pembangunan di Jawa Timur adalah sektor perdagangan, dan pertanian dimana memiliki potensi usaha kecil menengah cukup besar antara tahun 2000-2004, dan dari sembilan sektor yang ada jumlah usaha kecil menengah sebanyak 6,63 juta unit usaha kecil menengah. Peranan ini sangat penting untuk diketahui sebagai upaya penyusunan dasar perencanaan pembangunan ekonomi daerah, ditambah jika suatu sektor terus bertambah kontribusinya, hal ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan sektor lainnya. Pada dasarnya pembangunan di Jawa Timur memperlihatkan pertumbuhan yang cukup cepat. Dengan tumbuhnya sektor-sektor kunci diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja, sehingga mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pengentasan kemiskinan. Dalam penelitian Soebeno (2005) tentang analisis pembangunan manusia di Jawa Timur, didapatkan bahwa daerah Gerbangkertosusila sebagai kawasan industri di Jawa Timur memiliki interaksi spasial yang kuat yang mampu menarik daerah penyangganya, akan tetapi meskipun Surabaya memiliki interaksi spasial yang kuat dengan kabupaten Gresik dan Sidoarjo, tetapi belum berhasil menarik Kabupaten Bangkalan untuk berkembang. Hasil penelitian-penelitian tersebut menggambarkan secara umum bahwa pembangunan di Jawa Timur mengalami penurunan pada tahun 1998 dan menunjukkan peningkatan dari tahun 1999-2004. Salah satu sektor kunci dalam pembangunan di Jawa Timur adalah sektor industri manufaktur, baik industri sedang, besar, maupun kecil, sektor lainnya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang peranannya terhadap PDRB semakin meningkat dari semua sektor. Hal ini berkebalikan dengan sektor industri yang peranannya semakin menurun dari semua sektor, sehingga perlunya kajian mengenai sektor industri manufaktur apakah masih mampu berperan sebagai sektor unggulan bagi perekonomian wilayah, mengingat dampak yang ditimbulkan sektor ini cukup luas, seperti menyerap output dari sektor lain, maupun sebagai pendorong aktivitas sektor lainnya.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Umum Dasar Pemikiran Penelitian Perekonomian suatu wilayah yang relatif maju ditandai oleh semakin besarnya peran sektor industri manufaktur dan jasa dalam menopang perekonomian wilayah. Sektor industri manufaktur telah menggantikan peran sektor tradisional (pertanian) dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan wilayah. Begitupula pada perekonomian Indonesia yang berkembang cukup pesat sejak memasuki awal periode pembangunan orde baru, khususnya sektor industri manufaktur sebagai sektor utama yang lambat laun menggantikan peran sektor pertanian. Pada awal tahun 1980-an Indonesia adalah salah satu negara industri penting di antara negara-negara sedang berkembang. Proses industrialisasi di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang cukup berarti dengan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB yang terus meningkat dari di bawah 10 persen pada awal tahun 1970-an sampai mencapai di atas 18 persen pada tahun 1989. Perkembangan industri manufaktur yang pesat di Indonesia ternyata bias ke pulau Jawa. Pada tahun 1999, pulau Jawa menyumbang 81.07 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja dan 81.08 persen terhadap total nilai tambah industri besar dan sedang di Indonesia. Sumbangan sektor manufaktur terhadap PDRB di pulau Jawa sendiri cukup bervariasi antar propinsi, dan provinsi Jawa Timur masih menjadi provinsi yang paling berkembang industrinya di Indonesia sampai tahun 1984, dengan sektor manufaktur menyumbang hampir 15 persen PDRB. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1999 sumbangan Jawa Timur mengalami peningkatan dengan menyumbangkan 27,37 persen terhadap PDRB, walaupun peningkatannya masih di bawah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Perekonomian di Jawa Timur sendiri secara umum didominasi oleh empat sektor dominan utama, yakni sektor industri manufaktur, sektor perdagangan-hotel-restoran, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa, yang sudah menguasai pangsa 77 persen dari total PDRB Jawa Timur. Dibandingkan sebelum krisis (1993-1996) dan sesudah krisis (1997-2001), keempat sektor dominan itu tidak mengalami perubahan yang berarti. Sektor industri manufaktur pengolahan tetap menjadi leading sector ekonomi Jawa
23
Timur dengan pangsa rata-rata sekitar 28 persen, disusul sektor perdagangan-hotelrestoran (21 persen), sektor pertanian (17 persen), dan sektor jasa-jasa (11 persen). Pertumbuhan sektoral ekonomi Jawa Timur terdapat perubahan sumber pertumbuhan antara sebelum dan setelah krisis. Sebelum krisis sumber pertumbuhan dikuasai oleh sektor industri manufaktur, perdagangan, bangunan, angkutan, dan keuangan, yang kelimanya memberikan sumbangan pertumbuhan hingga 90 persen. Setelah krisis, khususnya sejak tahun 2000, sumber pertumbuhan sektoral ekonomi Jawa Timur bergeser ke sektor perdagangan, industri, angkutan, jasa, dan listrik-gas-air, kelima sektor tersebut sudah memberikan sumbangan pertumbuhan sekitar 89 persen. Sektor industri manufaktur terhadap pertumbuhan perekonomian di Jawa Timur telah terbukti memiliki kontribusi yang tidak bisa diremehkan. Sektor industri manufaktur adalah sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian, serta terhadap penyerapan tenaga kerja, selain itu sektor ini mampu mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini dikarenakan pertumbuhan industri manufaktur mampu mendorong investasi di sektor-sektor lain, sehingga antara sektor industri manufaktur dengan sektor-sektor lainnya memiliki keterkaitan (lingkages), baik sektor industri manufaktur manufaktur mampu menjadi pendorong bagi sektor lainnya (forward lingkages) maupun sebagai penyerap/pemakai output dari sektor-sektor lainnya (backward lingkages). Sektor industri manufaktur pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat dan mampu memberikan peluang kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat, ditambah dengan adanya pentumbuhan sektor-sektor lainnya dikarenakan keterkaitan antar sektor yang terjadi. Telah dijelaskan sebelumnya sektor industri manufaktur meskipun memiliki peranan yang cukup besar seiring proses pembangunan peranannya dalam perekonomian mengalami penurunan maka perlu dikaji apakah sektor industri manufaktur masih mampu menjadi sektor kunci dalam perekonomian wilayah Jawa Timur atau terjadi penurunan peranan dan ada gejala deindustrialisasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikaji bagaimanakah peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian di Jawa Timur dan keterkaitan antar sektornya, dan terhadap penyerapan tenaga kerjanya, serta struktur ekonomi.
24
3.2. Kerangka Operasional Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya, fokus penelitian ini adalah pada perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor industri manufaktur. Peneliti akan mengkaji bagaimanakah keterkaitan sektor industri manufaktur dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Jawa Timur dengan menggunakan Analisis Input-Output tahun 2004, Tabel Input-Output tahun 2004 tersebut merupakan hasil updating Tabel InputOutput tahun 2000. Updating Tabel I-O tersebut menggunakan tehnik RAS. Tujuan pertama yaitu peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian di Jawa Timur akan dijawab dengan analisis I-O tahun 2000 dan 2004, dan analisis deskriptif mengenai tenaga kerja. Analisis-analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dari tabel dasar I-O (output, nilai tambah, dan permintaan akhir), serta analisis deskriptif tenaga kerja, analisis keterkaitan kebelakang/kedepan baik secara langsung maupun tidak langsung, Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan, serta analisis pengganda (pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja). Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui apakah terjadi deindustrialisasi di Jawa Timur dan pada subsektor industri manufaktur mana deindustrialisasi paling kuat terindikasi, digunakan lima kriteria yaitu : 1. Menurunnya PDRB sektor industri manufaktur dengan membandingkan PDRB tahun 2000-2005. 2. Menurunnya nilai output sektor industri manufaktur, dengan membandingkan nilai output tahun 2000 dan 2004. 3. Menurunnya nilai ekspor sektor industri manufaktur dengan membandingkan nilai ekspor tahun 2000 dan 2004. 4. Menurunnya pekerja di sektor industri manufaktur dengan membandingkan jumlah tenaga kerja tahun 2000 dan 2004. 5. Menurunnya sektor industri manufaktur dibandingkan dengan sektor lain dengan membandingkan nilai DIBL, DIFL tahun 2000 dan 2004.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jawa Timur yang terdiri dari 37 kabupaten/kota. Pengambilan data dilaksanakan mulai bulan September 2007 sampai Desember 2008. 4.2. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini semaksimal mungkin memanfaatkan data sekunder yang ada di BPS Pusat, BPS Provinsi, dan departemen serta lembaga terkait, seperti Bank Indonesia, dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, serta media massa, karena media massa dianggap mampu memberikan kondisi aktual mengenai topik serta kondisi wilayah penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel I-O Jawa Timur 2000, PDRB Jawa Timur, Data Ketenagakerjaan Jawa Timur serta data lainnya yang mendukung penelitian. Dikarenakan Tabel I-O Jawa Timur yang tersedia pada bulan September 2007 adalah Tabel I-O tahun 2000 maka dilakukan updating, dan berdasarkan data pendukung untuk melakukan updating Tabel I-O, maka dilakukan updating Tabel I-O Jawa Timur ke tahun 2004 dengan menggunakan metode RAS. 4.3. Metode Analisis 4.3.1. Dasar-dasar Analisis Input-Output Model input-output ini dikembangkan oleh Profesor Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Beliau mengembangkan suatu teori umum berdasar produksi pada notion keterkaitan sektor ekonomis dan diterapkan pada sistem perekonomian Amerika yang dikenal sebagai model input-output (I-O). Model yang dikemukakan ini dikenal sebagai model input-output linear Leontief. Isard (1998) menjelaskan bahwa model I-O dapat memberikan gambaran menegnai ekonomi dan keterkaitan antar sektor di suatu wilayah serta memberikan masukan sebagai alternatif kebijakan dan program pembangunan wilayah. Tabel Input-Output merupakan suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan
26
ekonomi. Sebagai metode kuantitatif, Tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang: (1)
Struktur perekonomian negara/wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.
(2)
Struktur input antara berupa transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor produksi.
(3)
Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri (produksi Jawa Timur), maupun barang impor atau yang berasal dari negara/propinsi lain.
(4)
Struktur permintaan barang dan jasa, meliputi permintaan oleh berbagai sektor produksi di Jawa Timur dan permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Secara sederhana struktur tabel I-O terbagi atas empat kuandran, yaitu
intermediate quadrant (Kuadran I), final demand quadrant (Kuadran II), primary input quadrant (Kuadran III) dan primary input to final demand quadrant (Kuadran IV), seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Struktur Dasar Tabel I-O Permintaan Antara
Permintaan Akhir (Y)
Input Antara
Kuadran I (n×n)
Kuadran II (n×m)
Nilai Tambah
Kuadran III (p×n)
Kuadran IV (p×m)
Keterangan: n : banyaknya sektor/agregasi jenis lapangan usaha dalam sistem ekonomi m : banyaknya jenis/agregasi jenis permintaan akhir, yang meliputi: pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi (pembentukan barang modal, dan perubahan stok), dan ekspor. p : banyaknya jenis/agregasi jenis input primer diluar impor, yang meliputi: upah dan gaji, pajak tak langsung, dan surplus usaha. Kuadran I merupakan gambaran transaksi antar sektor dalam proses produksi. Kuadran ini menunjukkan ketergantungan ekonomi antara sektor-sektor produksi dalam suatu perekonomian. Pengetahuan tentang ketergantungan ekonomi atau ‘economic linkages’ ini sangat berguna jika kita ingin mengamati pentingnya suatu sektor terhadap kinerja sektor yang lain.
Suatu bentuk perubahan tingkat output satu sektor akan
27
menyebabkan adanya reaksi ekonomi pada sektor lain yang ada dalam tabel melalui keterkaitan ekonomi. Kuadran II menunjukkan matriks permintaan akhir terhadap output masingmasing sektor. Total permintaan akhir terhadap output suatu sektor sama dengan jumlah dari permintaan konsumsi rumah tangga (household consumption), pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor untuk output sektor yang bersangkutan. Kuadran III menunjukkan matriks nilai tambah (added values) masing-masing sektor faktor produksi (plus impor). Kuadran ini mendaftar input-input ‘awal’ setiap sektor dalam sistem produksi. Input-input awal ini meliputi gaji dan upah, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung neto dan subsidi, dan impor. Nilai tambah bruto (PDB untuk level nasional, atau PDRB untuk level regional) dari suatu sektor merupakan penjumlahan dari input-input tersebut kecuali impor. Kuadran IV merupakan transfer nilai tambah antar institusi yang meliputi: rumah tangga, pemerintah, perusahaan swasta, dan institusi eksternal wilayah atau luar negeri. (Bendavid-Val, 1991)
Tabel 3. Struktur Tabel I-O Wilayah
Input Antara Nilai Tambah
Input Internal Wilayah
1
Input Eksternal Wilayah Total Input
Permintaan Internal Wilayah Permintaan Permintaan Antara Akhir 2 … j … n C G I
Permintaan Eksternal Wilayah E
Total Output
1
x11
…
…
x1j
…
x1n
c1
g1
i1
e1
x1
2 :
x21 …
… …
… …
x2j …
… …
x2n …
c2 …
g2 …
i2 …
e2 …
x2 …
i :
… …
… …
… …
xij …
… …
… …
ci …
gi …
ii …
ei …
xi …
n
xn1
…
…
xnj
…
xnn
cn
gn
in
en
xn
W
w1
…
…
wj
…
wn
cw
gw
iw
ew
w
T
t1
…
…
tj
…
tn
ct
gt
it
et
t
S
s1
…
…
sj
…
sn
cs
gs
is
es
s
M
m1
…
…
mj
…
mn
cm
gm
im
x1
…
…
xj
…
xn
c
g
i
Keterangan: i,j : sektor ekonomi: i=1,2,..,n; j=1,2,..,n xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j xi : total output sektor i; xj : total input sektor j; untuk sektor yang sama (i=j), total output sama dengan total intput (xi=xj) ci : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i
28
gi : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap output sektor i ii : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor i; output sektor i yang menjadi barang modal ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspor/dijual ke luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i (yi=ci+gi+ii+ei) wj : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j tj : pendapatan pemerintah (pajak tak langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh/dibeli dari luar wilayah Tiap kuadran dalam Tabel I-O dinyatakan dalam bentuk matriks, dengan dimensi seperti pada Tabel 2. Susunan dalam bentuk matriks tersebut memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengait antar sektor. Dalam Tabel I-O terdapat suatu patokan yang amat penting, yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya, ilustrasi Tabel I-O seperti pada Tabel 3. Seperti telah disinggung sebelumnya, Tabel I-O merupakan alat analisis untuk melihat struktur keterkaitan (linkages) ekonomi antar sektor dalam suatu perekonomian. Untuk keperluan analisis, parameter yang paling utama adalah koefisien teknologi aij yang secara matematis diformulasikan sebagai berikut:
aij =
xij xj
atau xij = aij . xj
keterangan: aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (=Xij) terhadap total input sektor j (=Xj). Dengan memperhatikan Tabel 3 maka Tabel I-O secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
a11x1 + a12 x2 + … a1jxj …+ a1nxn + y1 = x1 a21x1 + a22x2 + … a2jxj …+ ainxn + y2 = x2 :
:
:
ai1x1 + ai2x2 + … aijxj.… + ainxn + yi = xi :
:
:
an1x1 + an2x2 + … aijxn….. + annxn + yn = xn
29
atau
⎡ a11 ⎢a ⎢ 21 ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢⎣ a n1
a12 a 22
: M
aij an2
a1n ⎤ a 2 n ⎥⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ a nn ⎥⎦
⎡ x1 ⎤ ⎡ y1 ⎤ ⎡ x1 ⎤ ⎢x ⎥ ⎢ y ⎥ ⎢x ⎥ ⎢ 2⎥ ⎢ 2⎥ ⎢ 2⎥ ⎢ ⎥+⎢ ⎥ =⎢ ⎥ ⎢ x ⎥ ⎢ y ⎥ ⎢ xi ⎥ ⎢ i⎥ ⎢ i⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎣ x n ⎥⎦ ⎢⎣ y n ⎥⎦ ⎢⎣ x n ⎥⎦
Dengan notasi matriks dirumuskan sebagai berikut: AX + Y = X Matriks A merupakan matriks koefisien hubungan langsung antar sektor (koefisien teknologi), dengan demikian maka: X – AX = Y (I – A)X= Y X = (I – A)-1.Y Matriks (I–A) dikenal sebagai matriks Leontief, merupakan parameter penting di dalam analisis I-O. Invers matriks tersebut, matriks (I-A)-1 atau B adalah matriks invers Leontief (matriks saling hubungan langsung dan tidak langsung antar sektor). Karena
(I − A)−1 Y = BY , maka peningkatan produksi (X) merupakan akibat tarikan permintaan akhir Y, dan gradien peningkatannya ditentukan oleh elemen-elemen matriks B. Yang perlu diperhatikan dalam analisis I-O adalah, bahwa Tabel I-O disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut: (1)
Prinsip Homogenitas: aktifitas-aktifitas ekonomi yang dikategorikan kedalam suatu sektor tertentu diasumsikan memiliki karakteristik sistem produksi yang homogen yakni struktur input dan output yang homogen dan tidak ada substitusi input antar aktifitas satu dengan aktifitas lainnya.
(2)
Prinsip Linieritas/Proporsionalitas: proporsi input-input suatu sektor bersifat tetap, tidak bergantung pada skala produksi/output (constant return to scale).
(3)
Prinsip Aditivitas: kinerja sistem produksi suatu sektor ditentukan oleh kinerja sistem produksi sektor-sektor lainnya, namun pengaruh dari masing-masing sektor tersebut bersifat sendiri-sendiri tidak bersifat interaktif. (Rustiadi, 2005)
30
4.3.2. Membangun Tabel I-O Jawa Timur dengan Metode RAS Tahap awal dalam proses membangun Tabel I-O adalah mengklasifikasikan sektor yang bertujuan agar memudahkan kegiatan perekonomian yang akan diidentifikasi. Dalam penyusunan Tabel I-O yang merupakan metode kuantitatif maka masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengidentifikasi secara jelas kegiatankegiatan ekonomi yang sangat beragam, maka untuk memudahkan pengidentifikasian dilakukan penyederhanaan dimana seluruh kegiatan perekonomian diklasifikasikan menjadi 23 sektor, seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Sektor Perekonomian di Jawa Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Sektor Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan migas Pertambangan non migas Industri makanan, minuman, dan tembakau Industri textil, barang dari kulit, dan alas kaki Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri kertas, barang dari cetakan dan penerbitan Industri pupuk, kimia, dan barang dari karet Industri semen, dan barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan batu bara Industri logam dasar besi dan baja Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri barang industri manufaktur lainnya Listrik, gas, air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, restoran Transportasi Komunikasi Keuangan,persewaan,jasa perusahaan Jasa-jasa
Inisial PERT PERK PET KHUT PERIK MIG NMIG IMMT ITEX IBKH IKBC IPKK ISGNL ILDB IAMP IML LGA KONS PHR TRAN KOM KEU JS
31
Setelah pengklasifikasian sektor maka tahap selanjutnya dalam analisa data adalah membangun (updating) Tabel I-O, dikarenakan Tabel I-O Jawa Timur yang tersedia adalah Tabel I-O Jawa Timur tahun 2000, maka berdasarkan data-data pendukung yang tersedia, peneliti membangun Tabel I-O Jawa Timur ke tahun 2004, dengan asumsi bahwa kondisi perekonomian di Jawa Timur pada tahun 2000-2004 tidak banyak berubah. Metode yang dilakukan dalam membangun adalah metode RAS. Secara sederhana metode ini memperkirakan matriks koefisien baru dari koefisien input tahun dasar, berdasarkan BPS (2000a) maka metode ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut : (1) Persiapan Tabel I-O dasar yaitu Tabel I-O Jawa Timur tahun 2000, dimana koefisien input tahun 2000 tersebut adalah A(0) = {aij(0)}, i,j = 1,2,…,n, n adalah sektor-sektor yang akan dilihat. (2)
Persiapan Tabel I-O hipotetik yaitu Tabel I-O Jawa Timur tahun 2004, yang nantinya akan diperkirakan dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R adalah matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh substitusi (menunjukkan seberapa jauh komoditi i dapat digantikan oleh komoditi lain dalam proses produksi), dan S adalah matriks diagonal yang elemennya menggambarkan pengaruh fabrikasi (seberapa jauh komoditi j dapat menyerap masukan antar dari total masukan yang tersedia). Pada langkah ini Tabel I-O hipotetik disiapkan dengan melengkapi kuadran II dan kuadran III Tabel I-O tahun 2004, dan kuadran I adalah kuadran yang akan dicari dengan menggunakan matriks A(0).
(3)
Menentukan matriks A(0), yaitu menentukan matriks diagonal output atau input tahun 2004 dengan rumus :
aij =
X ij
, i = j = 1,2,3,..., n Xj keterangan: Xij : jumlah input sektor ke-i sebagai output sektor ke-j tahun 2000 Xj : jumlah output sektor ke-j tahun 2000 (4)
Menentukan matriks A(0)X’, matriks X’ adalah matriks diagonal output sektor j pada tahun 2004.
(5)
Menghitung matriks diagonal pengaruh substitusi (R1), dimana diagonalnya dihitung sebagai berikut :
32
r 1i =
X 'i. , i = 1,2,3,..., n X 1i.
keterangan: X ' i. : jumlah permintaan antara sektor ke-i tahun 2004 X 1i. : jumlah permintaan antara sektor ke-i matriks A(0)X’ (6)
Menentukan matriks R1. A(0)X’.
(7)
Menghitung matriks diagonal pengaruh fabrikasi (S1), dimana diagonalnya dihitung sebagai berikut : S1 j =
X'j X
p
.j
keterangan: X’j : jumlah input antara sektor ke-j tahun 2004 X p.j: jumlah input antara sektor ke-j matriks R1.A(0)X’ p : putaran ke-p Jika pada perhitungan tahap ini nilai R1 dan S1 adalah sama dengan matriks diagonal 1 atau matriks identitas, maka nilai pada kuadran I yang dicari telah ditemukan pada matriks R1. A(0)X’. akan tetapi jika nilai R1 dan S1 belum sama maka dilakukan perhitungan lagi hingga matriks R1 = matriks S1 = matriks identitas. Hasil updating Tabel I-O tahun 2000 ke tahun 2004 ini nantinya berguna untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada perekonomian Jawa Timur pada periode tersebut. Hasil updating ini digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan kedua. Tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu mengkaji seberapa besar peranan sektor industri manufaktur mempengaruhi perekonomian Jawa Timur selain dianalisis dengan analisis input-output juga dianalisis dengan analisis deskriptif jumlah tenaga kerja. Analisis ini dilakukan karena meskipun Tabel I-O dapat menjelaskan mengenai ketenagakerjaan suatu perekonomian, akan tetapi yang disajikan adalah nilai upah dan gaji yang tidak dapat melihat perekonomian dari sisi tenaga kerja (dalam satuan jiwa), sehingga dilakukan analisis deskriptif mengenai tenaga kerja yang dapat menjelaskan jumlah tenaga kerja sektoral di Jawa Timur. Jumlah tenaga kerja juga merupakan data pendukung bagi Tabel I-O untuk dapat dilakukan analisis pengganda tenaga kerja.
33
4.3.3. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yang dilakukan adalah untuk melihat perekonomian dari sisi output (produksi) serta input baik modal maupun ketenagakerjaan. Variabel atau indikator yang dianalisis dalam penelitian ini, adalah: (1) Struktur Output Output merupakan nilai produksi (barang/jasa) yang dihasilkan oleh sektorsektor ekonomi di suatu negara. Dengan menelaah besarnya output masingmasing sektor maka akan dapat diketahui sektor mana yang memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk output secara keseluruhan. (2) Struktur Nilai Tambah Bruto (NTB) Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Besarnya nilai tambah di tiap-tiap sektor ditentukan oleh besarnya output (nilai produksi) yang dihasilkan dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, maka jika suatu sektor memiliki nilai tambah yang besar belum tentu memiliki nilai output yang besar pula. Menganalisis NTB berarti pula menganalisis input yang digunakan sektorsektor dalam perekonomian, karena komponen NTB dalam Tabel I-O sama dengan komponen input primer. Input primer dalam tabel I-O dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. (3) Struktur Permintaan Akhir Barang dan jasa selain digunakan oleh sektor produksi dalam rangka proses produksi (memnuhi permintaan antara), juga digunakan untuk memenuhi permintaan oleh konsumen akhir seperti konsumai rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal, ekspor, dan perubahan stok. (4) Struktur Tenaga Kerja Struktur tenaga kerja sektoral dalam suatu wilayah dapat digunakan untuk mengetahui sektor mana saja yang memiliki penyerapan tenaga kerja paling besar. Saat jumlah tenaga kerja suatu sektor lebih banyak daripada modal yag digunakan dalam proses produksinya maka sektor tersebut disebut sektor padat karya, dan sebaliknya. Suatu sektor menggunakan tenaga kerja yang sedikit dan modal lebih besar maka disebut padat modal.
34
4.3.4. Analisis Keterkaitan Antar Sektor
Analisis keterkaitan antar sektor yang digunakan adalah: (1)
Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (DBL): menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut. n
a* j = ∑ aij i
(2)
Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (DFL): menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut.
ai* = ∑ aij j
(3) Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (direct and indirect backward
linkage) (DIBL):
menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari
kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan seluruh sektor perekonomian, secara matematis diformulasikan sebagai berikut:
b* j = ∑ bij i
(4)
Kaitan langsung dan tak langsung ke depan (direct and indirect forward linkage) (DIFL):
bi* = ∑ bij i
dimana bij adalah elemen-elemen invers matriks Leontief B=(I-A)-1. (5)
Indeks Derajat Kepekaan (IDK) kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir atau indeks daya kepekaan, dimana menunjukkan sumbangan relatif suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian, dengan persamaan sebagai berikut :
IDK =
n∑ α ij i
∑∑ α i
j
ij
35 Jika IDK>1 maka secara relatif permintaan akhir sektor j dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari rata-rata. (6)
Indeks Daya Penyebaran adalah besaran yang menunjukkan dampak dari permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara. Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan kebelakang (backward lingkages) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara, atau menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor
dalam
mendorong
pertumbuhan
produksi
total
seluruh
sektor
perekonomian.
IDP =
n∑ bij i
∑∑ b
ij
i
j
Jika suatu sektor memiliki karakteristik dengan IDP>1 maka sektor tersebut merupakan salah satu sektor unggulan, karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir di atas kemampuan sektor. 4.3.5. Analisis Pengganda
(1)
Pengganda Output Dalam model I-O output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir dan output tersebut. Artinya jumlah output yang dapat diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhirnya. Hubungan output dengan permintaan akhir dalam model I-O dapat dilihat pada pengganda output, yang merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian, dimana pada Tabel I-O hubungan antara output dan permintaan akhir secara matematis adalah sebagai berikut : O
M j = ∑ bij i
keterangan: bij : elemen inverse matriks Leontief (2)
Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan (Income Multiplier), IMj, yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah penelitian.
36 I
Mj =
I
1 vj
∑
I
vi bij
i
keterangan: vi : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka Ivi = Ivj bij : elemen inverse matriks Leontief
I
(3)
Pengganda Tenaga Kerja Pengganda Tenaga Kerja (Employment Multiplier),
E
Mj, adalah dampak
peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total kesempatan kerja di wilayah penelitian, angka pengganda kesempatan kerja atau jumlah tenaga kerja yang terserap yang dipengaruhi oleh permintaan akhir yang digunakan untuk memprediksi tingkat kebutuhan tenaga kerja untuk memenuhi perubahan yang terjadi pada permintaan akhir suatu sektor. Analisis ini memberikan estimasi kebutuhan atau daya serap tenaga kerja sektoral di Jawa Timur, apabila terjadi kenaikan pada output sektoral yang dipengaruhi oleh komponen-komponen permintaan akhir. E
Mj =
E
1 vj
∑
E
vi bij
i
keterangan: vi : rasio jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor i terhadap total output sektor i untuk i=j, maka Evi = Evj bij : elemen inverse matriks Leontief E
4.3.6. Identifikasi Gejala Deindustrialisasi
Clingingsmith (2004) menjelaskan bahwa deindustrialisasi yang dilihat berdasarkan penurunan nilai absolut sektor industri manufaktur disebut dengan deindustrialisasi kuat, akan tetapi jika sektor industri manufaktur mengalami penurunan dilihat dari share-nya terhadap total perekonomian maka perekonomian tersebut disebut mengalami deindustrialisasi lemah. Dari penjelasan Widodo (1990) dan Clingingsmith (2004), suatu wilayah dapat dikatakan mengalami deindustrialisasi jika sektor industri terbukti menguasai suatu perekonomian, hal ini dapat dilihat dari nilai tambahnya terhadap suatu wilayah (PDRB). Jika PDRB sektor industri manufaktur memiliki pangsa yang paling besar dalam perekonomian suatu wilayah, lalu seiring proses pembangunan pangsanya mengalami penurunan, maka wilayah tersebut dapat dikatakan
37 mengalami deindustrialisasi. Identifikasi terjadinya deindustrialisasi dalam penelitian ini digunakan beberapa kriteria, yaitu: (1) Menurunnya PDRB di sektor industri manufaktur. Ramaswamy (1997), dan Block (1998), Clingingsmith (2004), Kuncoro (2007), dan Ruky (2008) menggunakan pertumbuhan PDRB sektor industri manufaktur sebagai salah satu kriteria deindustrialisasi. Dalam penelitian ini PDRB yang dibandingkan adalah PDRB sektor industri manufaktur tahun 2000-2005. (2) Menurunnnya output sektor industri manufaktur. Ramaswamy (1997), dan Block (1998), Kuncoro (2007), dan Ruky (2008) menggunakan pertumbuhan output sektor industri manufaktur sebagai salah satu kriteria deindustrialisasi. Dalam penelitian ini output yang dibandingkan adalah output sektor industri manufaktur pada Tabel I-O tahun 2000 dan 2004. (3) Menurunnya nilai ekspor sektor industri manufaktur. Ramaswamy (1997), dan Block (1998), Clingingsmith (2004), Kuncoro (2007), dan Ruky (2008) menggunakan pertumbuhan output sektor industri manufaktur sebagai salah satu kriteria deindustrialisasi. Dalam penelitian ini nilai ekspor yang dibandingkan adalah nilai ekspor sektor industri manufaktur tahun 2000 dan 2004. (4) Menurunnya pekerja di sektor industri manufaktur. Ramaswamy (1997), dan Block (1998), Clingingsmith (2004), Kuncoro (2007), dan Ruky (2008) menggunakan pertumbuhan tenaga kerja sektor industri manufaktur sebagai salah satu kriteria deindustrialisasi. Dalam penelitian ini jumlah tenaga kerja yang dibandingkan adalah jumlah tenaga kerja sektor industri manufaktur tahun 2000 dan 2004. (5) Menurunnya sektor industri manufaktur dibandingkan dengan sektor lain. Kuncoro (2007) dan Ruky (2008) berpendapat bahwa salah satu kriteria deindustrialisasi adalah menurunnya pengaruh sektor industri manufaktur dalam perekonomian. Dalam penelitian ini pengaruh sektor industri manufaktur dalam perekonomian dikaji dengan membandingkan nilai keterkaitan antar sektor tahun 2000 dan 2004.
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Jawa Timur adalah kawasan penting pertumbuhan industri dan perdagangan (bisnis) di Indonesia. Letaknya yang strategis yaitu antara pulau Bali dan Yogyakarta menjadi simpul penting yang menghubungkan kota-kota pertumbuhan di wilayah Tengah dan Timur Indonesia, sekaligus jembatan penghubung dengan wilayah Barat Indonesia. Secara administrasi Propinsi Jawa Timur terdiri 7 Pembantu Gubernur, 29 Kabupaten Dati II, 8 Kotamadya Dati II, 2 Kota Administratif, 144 Pembantu Bupati, 5 Pembantu Walikota, 615 Kecamatan, 110 Perwakilan Kecamatan, 660 Kelurahan, 7740 Desa.
5.1. Letak Geografi
Propinsi Jawa Timur terletak diantara 111’BT sampai 114.42'BT dan 7.12'LS sampai 8.48'LS. Luas wilayah Jawa Timur 147.130,15 km2, terbagi atas kawasan hutan 12.261,64 km2 (26,02 persen), persawahan seluas 12.286,71 km2 (26,07 persen), pertanian tanah kering mencapai 11.449,15 km2 (24,29 persen), pemukiman/kampung seluas 5.712,15 km2 (12,12 persen), perkebunan seluas 1.581,94 km2 (3,36 persen), tanah tandus/rusak seluas 1.293,78 km2 (2,75 persen), tambak/kolam mencapai 737,71 km2 (1,57 persen), kebun campuran seluas 605,65 km2 (1,29 persen) selebihnya terdiri dari rawa/danau, padang rumput dan lain-lain seluas 1.201,42 km2 (2,55 persen). Berdasarkan morphologinya dua pertiga daratan Jawa Timur terdiri dari daerah pegunungan. Salah satu diantaranya yang tertinggi adalah Gunung Semeru yang mencapai ketinggian 3,676 meter diatas permukaan laut dan Gunung Lamongan merupakan gunung berapi yang terendah dengan tinggi 1.668 m. Propinsi ini terletak diantara 111' sampai 114.42' garis bujur timur dan 7.12' samapai 8.48' garis lintang selatan. Dua pertiga daratan Jawa Timur terdiri dari daerah pegunungan. Jawa Timur memiliki 48 gunung. Salah satu diantaranya yang tertinggi adalah Gunung Semeru yang mencapai ketinggian 3,676 meter diatas permukaan laut dan Gunung Lamongan merupakan gunung berapi yang terendah dengan tinggi 1.668 m. Jawa Timur mempunyai iklim tropis yang terbagi menjadi dua musim, yakni musim hujan yang berlangsung antara bulan Oktober-April dan musim kemarau yang
39
berlangsung selama bulan Mei-Oktober, dengan temperatur berkisar antara 18oC34,20oC. Provinsi yang terdiri dari 37 Kabupaten/Kota ini terletak di ujung timur Pulau Jawa dengan wilayah yang mencakup Pulau Madura dan Bawean. Sesuai letak geografisnya, Jawa Timur memiliki batas-batas sebagai berikut: Sebelah utara
: Provinsi Kalimantan Selatan
Sebelah selatan
: Samudera Indonesia
Sebelah timur
: Pulau Bali
Sebelah barat
: Provinsi Jawa Tengah
5.2. Pembagian Administratif
Secara administratif, Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota, menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah Kabupaten/Kota terbanyak di Indonesia., yaitu : 1. Kabupaten Pacitan 2. Kabupaten Ponorogo 3. Kabupaten Trenggalek 4. Kabupaten Tulungagung 5. Kabupaten Blitar 6. Kabupaten Kediri 7. Kabupaten Malang 8. Kabupaten Lumajang 9. Kabupaten Jember 10. Kabupaten Banyuwangi 11. Kabupaten Bondowoso 12. Kabupaten Situbondo 13. Kabupaten Probolinggo 14. Kabupaten Pasuruan 15. Kabupaten Sidoarjo 16. Kabupaten Mojokerto 17. Kabupaten Jombang 18. Kabupaten Nganjuk
40
19. Kabupaten Madiun 20. Kabupaten Magetan 21. Kabupaten Ngawi 22. Kabupaten Bojonegoro 23. Kabupaten Tuban 24. Kabupaten Lamongan 25. Kabupaten Gresik 26. Kabupaten Bangkalan 27. Kabupaten Sampang 28. Kabupaten Pamekasan 29. Kabupaten Sumenep 30. Kota Kediri 31. Kota Blitar 32. Kota Malang 33. Kota Probolinggo 34. Kota Pasuruan 35. Kota Mojokerto 36. Kota Madiun 37. Kota Surabaya 38. Kota Batu
5.3. Penduduk dan Tenaga Kerja
Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang terpadat penduduknya di Indonesia. Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2006 adalah 37.478.737 jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Malang, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju pertumbuhan penduduk adalah 0,59% per tahun (2004). Dari jumlah penduduk yang bekerja, sebagian besar tertampung di sektor pertanian (46,18 persen), sisanya di sektor industrti (22,32 persen), perdagangan (18,80 persen) dan sektor jasa (12,70 persen). Menurut Dinas Tenaga Kerja angkatan kerja yang pada tahun 1999 tercatat sebanyak 17.554,632 orang, pada tahun 2000 meningkat menjadi 18.920.000 orang. Sementara itu kesempatan kerja yang tersedia adalah
41
17.960.400 orang. Pengangguran meningkat menjadi 720.234 orang pada tahun 1999 menjadi 960.400 orang, termasuk akibat PHK sebanyak 64.684 orang. Jawa Timur juga memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri. Sasaran tenaga kerja Jawa Timur keluar negeri antara lain ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Korea, Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapura dan negara-negara lain. Tahun 2000 Jawa Timur telah mengirim TKI sejumlah 38.465 orang keberbagai negara tersebut.
5.4. Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan Provinsi Jawa Timur tahun 2005 mencapai Rp 256,4 triliun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi penyumbang terbesar bagi provinsi ini yang mencapai 29,1% atau senilai Rp. 74,6 triliun, diikuti sektor industri pengolahan (27,6 persen) dan sektor pertanian (17,4 persen) dengan nilai masing-masing sektor sebesar Rp. 70,6 triliun dan Rp. 44,7 triliun. Besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran di provinsi ini menunjukkan bahwa potensi sektor tersebut sangat menjanjikan dan masih memungkinkan untuk berkembang mengingat jumlah penduduk di Jawa Timur mencapai 37 juta jiwa. Provinsi Jawa Timur memiliki beberapa komoditi unggulan. Sektor pertanian melalui subsektor tanaman pangan, perkebunan dan sub sektor perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian provinsi ini. Komoditi yang dihasilkannya antara lain padi, kelapa, tebu, jambu mente, kopi, cengkeh, tembakau, karet dan kakao. Untuk sub sektor perikanan, terdiri atas perikanan laut, perairan umum dan perikanan budidaya. Adapun volume ekspor provinsi ini sepanjang tahun 2005 mencapai 6,95 juta ton dengan nilai US$ 7,43 miliar. Untuk mendukung roda perekonomian dan kegiatan investasi, di provinsi ini telah menyediakan moda transportasi dengan baik juga infrastruktur yang lainnya yaitu berupa kawasan industri. Telah tersedia 23 (dua puluh tiga) kawasan industri yang tersebar di 8 (delapan) kabupaten dan 2 (dua) kota antara lain di Kabupaten Bondowoso, Gresik, Jombang, Lamongan, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, Kota Madiun dan Kota Surabaya. Moda transportasi baik darat, laut maupun udara di provinsi ini sangat menunjang kegiatan investasi, tersedia 29 (dua puluh sembilan) pelabuhan laut baik besar maupun kecil, dengan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pelabuhan terbesar yang memiliki panjang dermaga 8.644 m, disusul Pelabuhan Gresik (1.115 m)
42
dan Pelabuhan Tanjung Wangi (770 m). Terdapat pula 5 (lima) pelabuhan penyeberangan yang tersebar di 5 ima) kabupatan/kota meliputi : penyeberangan UjungKamal di Kota Surabaya dan Kab. Bangkalan, penyeberangan Jangkar di Kab. Situbondo dan penyeberangan Kalianget di Kab. Kalianget serta kepeberangan Ketapang di Kab. Banyuwangi. Untuk trasportasi udara terdapat 2 (dua) bandar udara yang tersebar di 2 (dua) kabupaten, yaitu Bandara Internasional Juanda yang terletak di Kabupaten Sidoarjo dan Bandara Abdurahman Saleh di Kabupaten Malang.
5.5. Sektor Industri Manufaktur
Provinsi Jawa Timur memiliki kawasan industri yang dikenal dengan Gerbangkertosusila yaitu kepanjangan dari Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, kawasan ini dipersiapkan melalui kebijakan Tata Ruang Provinsi Jatim sebagai kawasan yang padat dan mempunyai laju pertumbuhan ekonomi dan fisik yang cukup tinggi. Kawasan Gerbangkertosusila ini dimaksudkan untuk menjamin laju perkembangan dan pertumbuhan daerah, serta memelihara keseimbangan dan kesinambungan pelaksanaannya secara menyeluruh, terarah dan terpadu di Jatim, dimana kawasan Gerbangkertosusila ini dibagi menjadi empat zona pengembangan, yaitu Zona Surabaya Raya (Surabaya, Gresik, Sidoarjo), Zona Pengaruh Surabaya Raya di Bangkalan, Zona Pengaruh Surabaya Raya di Lamongan, Zona Pengaruh Surabaya Raya di Mojokerto. Satuan Wilayah Pengembangan tersebut secara keseluruhan kegiatan yang dikembangkan meliputi: (1)
Perniagaan/komersial, perdagangan, pemerintahan, permodalan dan penerangan.
(2)
Pelabuhan dalam rangka mendorong penyaluran berbagai macam komoditi, bahan baku industri dan hasil pertanian.
(3)
Industri
manufaktur
baik
yang
bersifat
modern
maupun
tradisional
pengembangannya diupayakan serasi. (4)
Perumahan untuk mengantisipasi pertambahan jumlah penduduk serta berbagai fasilitas rekreasi. Jawa Timur memiliki sejumlah industri besar, diantaranya galangan pembuatan
kapal terbesar di Indonesia PT PAL di Surabaya, industri kereta api PT INKA di Madiun, pabrik kertas (PT Tjiwi Kimia di Tarik-Sidoarjo, PT Leces di Probolinggo),
43
pabrik rokok (Gudang Garam di Kediri, Sampoerna di Surabaya dan Pasuruan, serta Bentoel di Malang), Semen Gresik dan Petrokimia di Gresik. Pemerintah telah menetapkan 12 kawaan industri estate, diantaranya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Surabaya, Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) di Kabupaten Pasuruan, Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto, Kawasan Industri Jabon di Kabupaten Sidoarjo, serta Lamongan Integrated Shorebase (LIS) di Kabupaten Lamongan. Sentra industri kecil tersebar di seluruh kabupaten/kota, dan beberapa diantaranya telah menembus ekspor; industri kerajinan kulit berupa tas dan sepatu di Tanggulangin, Sidoarjo adalah salah satu industri kecil yang sangat terkenal. Kebijakan tata ruang Propinsi Jawa Timur tersebut memperlihatkan bahwa dalam perekonomian wilayah harus dilaksanakan dengan perencanaan pembangunan wilayah yang tepat, apalagi Jawa Timur merupakan pintu gerbang dengan kota-kota di wilayah tengah dan timur Indonesia, sekaligus jembatan penghubung dengan wilayah barat Indonesia, sehingga pertumbuhan perekonomian khususnya sektor industri memiliki peranan penting dalam pembangunan karena selain mampu memberi nilai tambah terhadap perekonomian juga mampu menyerap tenaga kerja sehingga diharapkan mampu memacu pemulihan ekonomi khususnya setelah krisis moneter.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur (Analisis Deskriptif) 6.1.1. Struktur Output
Output mencerminkan besarnya barang dan jasa yang diproduksi, dengan meneliti besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor maka akan diketahui sektor-sektor yang mampu memberikan kontribusi tinggi terhadap pembentukan output secara keseluruhan. Nilai output dalam tabel I-O memperlihatkan nilai permintaan akhir dan impor. Tabel 5. Struktur Output di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat Tahun 2000 Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 2004 Output (%) 21.1 17.05 8.43 6.65 5.59 4.44 4.18 3.46
15
Sektor perdagangan, hotel, restoran makanan, minuman, tembakau pertanian jasa-jasa konstruksi textil, barang dari kulit, alas kaki transportasi kertas, barang dari cetakan alat angkutan, mesin, dan peralatannya perkebunan lembaga keuangan barang dari kayu dan hasil hutan lainnya pupuk, kimia, barang dari karet listrik, gas, air bersih semen dan barang galian bukan logam
16 17
logam dasar besi dan baja perikanan
1.75 1.31
18 19 20
peternakan komunikasi pertambangan migas
1.14 0.91 0.87
9 10 11 12 13 14
21 22 23
Sektor perdagangan, hotel, restoran makanan, minuman, tembakau jasa-jasa pertanian kertas, barang dari cetakan pupuk, kimia, barang dari karet konstruksi transportasi
Output (%) 22.83 18.71 8.33 6.64 5.96 4.74 3.97 3.50
3.04 3.01 2.99
lembaga keuangan peternakan logam dasar besi dan baja
3.27 2.78 2.48
2.97 2.54 2.54
perkebunan textil, barang dari kulit, alas kaki listrik, gas, air bersih
2.19 2.06 2.02
2.28
industri manufaktur lainnya semen dan barang galian bukan logam perikanan barang dari kayu dan hasil hutan lainnya komunikasi pertambangan non migas alat angkutan, mesin, dan peralatannya kehutanan pertambangan migas Total Output
1.99
pertambangan non migas 0.84 industri manufaktur lainnya 0.65 kehutanan 0.31 Total Output 100.00 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
1.68 1.63 1.55 1.28 0.91 0.79 0.43 0.29 100.00
45
Tabel 5 memperlihatkan bahwa penciptaan output terbesar di Jawa Timur pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan pangsa yang meningkat dari 21.10 menjadi 22.83 persen. Pada peringkat kedua pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan persentase yang meningkat pula dari 17.05 menjadi 18.71 persen. Pada peringkat ketiga pada tahun 2000 adalah sektor pertanian dengan pangsa yang menurun sehingga pada tahun 2004 menjadi peringkat empat, dari 8.43 menjadi 6.64 persen. Peringkat empat tahun 2000 adalah sektor jasa yang pangsanya meningkat pada tahun 2004 berada pada peringkat tiga dari 6.65 menjadi 8.33 persen. Dilihat dari pangsanya, sektor-sektor sebagai bahan baku sektor industri manufaktur yaitu sektor pertambangan migas, perkebunan, dan pertanian, mengalami penurunan, akan tetapi dilihat dari nilai absolutnya sektor-sektor tersebut mengalami peningkatan. Sektor lainnya yang merupakan sektor bahan baku industri mengalami peningkatan baik pangsa dan nilai absolutnya, sektor-sektor tersebut adalah peternakan, perikanan, kehutan, dan non migas. Hal ini menunjukkan sektor industri manufaktur di
20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Th. 2000
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
Th. 2004
IMMT
Pangsa (%)
Jawa Timur ditopang dengan sektor pendukung yang semakin menguat.
Sektor
Gambar 3. Pangsa Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Dilihat dari pangsa sektor industri manufaktur sendiri (Gambar 4), ada sektorsektor yang mengalami peningkatan, maupun penurunan. Sektor industri manufaktur sendiri yang mengalami peningkatan adalah sektor makanan, minuman dan tembakau,
46
sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet, sektor kertas dan barang dari cetakan, sektor logam dasar besi dan baja, serta industri manufaktur lainnya. Sektor industri manufaktur yang menurun penciptaan outputnya adalah sektor industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, sektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, sektor semen dan barang galian non logam, sektor alat angkutan, mesin, dan peralatan. Tabel 6. Nilai, Pangsa, dan Rasio Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 48094385 102683725 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 12520139 11289594 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 8381386 8486108 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 9764593 32696532 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 7150768 26017097 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 6441108 9201466 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 4925824 13595616 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 8574837 4322211 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 1838961 10927719 Total Industri Manufaktur 107692001 219220068 Total Seluruh Sektor 282063642 548839690 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
17.05
18.71
2.14
4.44
2.06
0.90
2.97
1.55
1.01
3.46
5.96
3.35
2.54
4.74
3.64
2.28
1.68
1.43
1.75
2.48
2.76
3.04
0.79
0.50
0.65 38.18 100.00
1.99 39.94 100.00
5.94 2.04 1.95
Dilihat dari nilai outputnya, hampir semua subsektor industri manufaktur mengalami peningkatan, kecuali industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dengan rasio output industri alat angkutan, mesin dan peralatannya lebih kecil dari industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, yaitu berturut-turut 0.50 dan 0.90, yang berarti nilai output industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya pada tahun 2004 adalah 0.50 kali dari tahun 2000, sedangkan nilai output industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki pada tahun 2004 0.90 kali dari tahun 2000. Hal ini menunjukkan nilai output kedua sektor tersebut mengalami penurunan, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya mengalami penurunan yang paling drastis.
47
Impor
Transaksi impor untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri dilakukan karena beberapa alasan, antara lain karena barang dan jasa bersangkutan belum dapat dihasilkan didalam negeri, atau karena barang dan jasa yang diimpor memiliki harga lebih rendah dari harga barang dan jasa sejenis yang diproduksi didalam negeri. Tabel 7. Struktur Impor di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat Tahun 2000 Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor makanan, minuman, tembakau alat angkutan, mesin, dan peralatannya pupuk, kimia, barang dari karet industri manufaktur lainnya peternakan logam dasar besi dan baja pertanian kehutanan textil, barang dari kulit, alas kaki transportasi
11 12
perkebunan perikanan
13 14 15
Tahun 2004 Impor (%) 22.57 11.27 11.07 10.21 9.72 8.42 4.76 3.68 3.06 3.02 2.69 2.38
kertas, barang dari cetakan 1.77 pertambangan migas 1.62 jasa-jasa 1.02 barang dari kayu dan hasil hutan 16 lainnya 0.99 17 perdagangan, hotel, restoran 0.77 18 semen&barang galian bukan logam 0.62 19 listrik, gas, air bersih 0.26 20 pertambangan non migas 0.08 21 komunikasi 0.04 22 lembaga keuangan 0.01 23 konstruksi 0.00 Total Output 100.00 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Sektor perdagangan, hotel, restoran pupuk, kimia, barang dari karet makanan, minuman, tembakau kertas, barang dari cetakan transportasi industri manufaktur lainnya textil, barang dari kulit, alas kaki logam dasar besi dan baja konstruksi jasa-jasa barang dari kayu dan hasil hutan lainnya listrik, gas, air bersih alat angkutan, mesin, dan peralatannya semen&barang galian bukan logam lembaga keuangan pertanian perikanan peternakan perkebunan pertambangan migas kehutanan pertambangan non migas komunikasi Total Output
Impor (%) 15.79 14.18 12.68 9.66 8.08 5.24 4.68 4.43 4.42 3.09 2.91 2.58 2.53 2.40 1.69 1.60 1.03 0.84 0.72 0.52 0.50 0.30 0.14 100.00
Impor terbesar pada tahun 2000 adalah pada industri makanan, minuman, dan tembakau, dan terbesar tahun 2004 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan makanan, minuman dan tembakau pangsa impornya menurun menjadi 12.68 persen. Impor terbesar kedua pada tahun 2000 adalah industri alat angkutan, mesin, dan
48
peralatannya dengan pangsa yang menurun dari 11.27 persen menjadi 2.53 persen pada tahun 2004. Terbesar ketiga pada tahun 2000 adalah industri pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan pangsa 11.07 persen meningkat menjadi 14.18 persen pada tahun 2004. Terbesar keempat pada tahun 2000 adalah industri manufaktur lainnya dengan pangsa 10.21 persen menjadi 5.24 persen, sedangkan terbesar keempat pada tahun 2004 adalah industri kertas dan barang dari cetak dengan pangsa yang meningkat 1.77 persen menjadi 9.66 persen. Tabel 8. Nilai, Pangsa, dan Rasio Impor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 26091976 8349090 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 3531390 3084462 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 1141118 1915814 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 2044168 6359572 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 12794968 9335285 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 714420 1577779 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 9729821 2914676 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 13028266 1666791 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 11797025 3449588 Total Industri Manufaktur 80873152 38653057 Total Seluruh Sektor 115587330 65843630 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
22.57
12.68
0.32
3.06
4.68
0.87
0.99
2.91
1.68
1.77
9.66
3.11
11.07
14.18
0.73
0.62
2.40
2.21
8.42
4.43
0.30
11.27
2.53
0.13
10.21 69.97 100.00
5.24 58.70 100.00
0.29 0.48 0.57
Dikaji dari sektor industri manufaktur itu sendiri, nilai impor terbesar pada tahun 2000 adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, dengan pangsa yang menurun dari 22.57 persen menjadi 12.68 persen. Pada tahun 2004 nilai impor sektor industri terbesar adalah industri pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan pangsa 14.18 persen. Nilai impor terrendah pada tahun 2000 dan 2004 adalah industri semen dan barang galian non logam dengan pangsa yang meningkat.
49
Industri manufaktur yang nilai impornya meningkat paling besar adalah industri kertas dan barang dari cetakan dengan rasio 3.11, yang berarti nilai impor sektor industri ini pada tahun 2004 adalah 3.11 kali nilai impor pada tahun 2000. Hal ini dimungkinkan karena adanya pemilu pada tahun 2004 sehingga permintaan sektor ini meningkat. Industri manufaktur yang mengalami penurunan paling drastis adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dengan rasio 0.13, yang berarti mengalami penurunan sebesar 0.13 dari nilai impor sektor tersebut tahun 2000. Ciri barang dan jasa sektor ini adalah harganya yang mahal, hal ini dikarenakan sektor ini cenderung padat modal dan teknologi, sehingga persaingan dengan luar negeri/luar provinsi cukup ketat. Dilihat dari nilai outputnya sektor ini mengalami penurunan, begitupula nilai impornya, hal ini dimungkinkan karena daya beli masyarakat yang menurun ditambah lagi seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa harga barang/jasa disektor ini cukup mahal, sehingga diindikasikan pengusaha di sektor ini mengurangi produksinya. Tabel 9. Jumlah Unit Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang dari Cetakan Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet Industri Semen dan Barang Galian Non Logam Industri Logam Dasar Besi dan Baja Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya Industri Manufaktur Lainnya Total Industri Manufaktur
2000 (2) 1813 797 341 209 510 358 244 261 456 4989
2004 (3) 1763 761 271 201 519 263 243 239 436 4696
Rasio (3/2) 0.97 0.95 0.79 0.96 1.02 0.73 0.99 0.92 0.96 0.94
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2001, 2005
Sektor industri manufaktur lainnya yang mengalami penurunan adalah industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri makanan, minuman, dan tembakau, industri logam dasar besi dan baja, industri, dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. Dilihat dari nilai outputnya, sektor-sektor tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2000 ke tahun 2004, meskipun dilihat dari unit usahanya mengalami penurunan kecuali industri pupuk, kimia, dan barang dari karet. Hal ini menunjukkan sektor-sektor
50
tersebut terus berusaha meningkatkan produksinya sendiri, dengan mengurangi ketergantungan pada impor. 6.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai Tambah Bruto (NTB) merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Dalam penelitian ini NTB dirinci menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung netto.
Tabel 10 . Struktur NTB di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat Tahun 2000 Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
14 15 16
Sektor perdagangan, hotel, restoran makanan, minuman, tembakau pertanian jasa-jasa transportasi konstruksi perkebunan lembaga keuangan textil, barang dari kulit, alas kaki peternakan listrik, gas, air bersih kertas, barang dari cetakan barang dari kayu dan hasil hutan lainnya alat angkutan, mesin, dan peralatannya pertambangan non migas logam dasar besi dan baja
17 18 19 20
perikanan komunikasi semen&barang galian bukan logam pupuk, kimia, barang dari karet
13
Tahun 2004 NTB (%) 23.08 15.00 12.46 9.42 4.86 4.70 4.28 4.02 2.67 2.50 2.41 1.84
Sektor perdagangan, hotel, restoran makanan, minuman, tembakau jasa-jasa pertanian transportasi peternakan lembaga keuangan kertas, barang dari cetakan perkebunan konstruksi logam dasar besi dan baja listrik, gas, air bersih
NTB (%) 25.11 12.68 11.41 9.90 4.74 4.23 4.14 3.67 3.22 3.10 2.30 2.20
1.69
pupuk, kimia, barang dari karet
2.16
1.66 1.64 1.53
perikanan komunikasi pertambangan non migas barang dari kayu dan hasil hutan lainnya textil, barang dari kulit, alas kaki industri manufaktur lainnya semen&barang galian bukan logam alat angkutan, mesin, dan peralatannya kehutanan pertambangan migas
1.85 1.80 1.71
1.50 1.40 1.20 0.89
21 kehutanan 0.48 22 pertambangan migas 0.47 23 industri manufaktur lainnya 0.30 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
1.28 1.23 1.21 0.92 0.63 0.29 0.22
Nilai tambah terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan distribusi terhadap seluruh sektor meningkat dari 23.08 persen menjadi 25.11 persen. Pada peringkat kedua adalah sektor industri makanan,
51
minuman, dan tembakau dengan persentase yang menurun dari 15.00 menjadi 12.68. pada peringkat ketiga adalah sektor pertanian dengan persentase 12.46 dan pada tahun 2004 pada peringkat keempat dengan nilai persentase menurun sebesar 9.90, dan pada peringkat keempat pada tahun 2000 adalah sektor jasa (9.42 persen), sedangkan pada tahun 2004 nilainya meningkat (11.41 persen) menduduki peringkat ketiga. Pada Tabel 10 diketahui bahwa untuk sektor-sektor sebagai bahan baku sektor industri manufaktur yaitu sektor pertambangan migas, peternakan, dan perikanan, mengalami penurunan, akan tetapi dilihat dari nilai absolutnya sektor-sektor tersebut mengalami peningkatan kecuali pertambangan migas. Sektor lainnya yang merupakan sektor bahan baku industri mengalami peningkatan baik pangsa dan nilai absolutnya, sektor-sektor tersebut adalah pertanian, kehutan, dan non migas. Hal ini menunjukkan sektor industri manufaktur di Jawa Timur ditopang dengan sektor pendukung yang semakin menguat Pada Tabel 11 dan Gambar 4 dijelaskan bahwa sektor industri manufaktur dengan penciptaan NTB terbesar pada perekonomian Jawa Timur pada tahun 2000 dan 2004 adalah industri makanan, minumann, dan tembakau. Pangsa NTB sektor industri yang meningkat adalah industri kertas dan barang dari cetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri logam dasar besi dan baja, serta industri manufaktur
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Th. 2000
IM L
IAM P
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
Th. 2004
IM M T
Pangsa (%)
lainnya.
Sektor Gambar 4. Pangsa NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
52
Sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan pangsa NTB adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri kertas, dan barang dari cetakan, industri semen dan barang galian non logam, da industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya.
Tabel 11. Nilai, Pangsa, dan Rasio NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 25450494 43343037 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 4531675 4194511 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 2872222 4369036 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 3117529 12537646 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 1512987 7381136 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 2031398 3130329 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 2599867 7869845 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 2818800 2156267 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 507092 4129822 Total Industri Manufaktur 45442064 89111629 Total Seluruh Sektor 169680620 341765923 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
15.00
12.68
1.70
2.67
1.23
0.93
1.69
1.28
1.52
1.84
3.67
4.02
0.89
2.16
4.88
1.20
0.92
1.54
1.53
2.30
3.03
1.66
0.63
0.76
0.30 26.78 100.00
1.21 26.07 100.00
8.14 1.96 2.01
Dilihat dari nilai absolutnya hampir semua subsektor industri manufaktur mengalami kenaikan nilai NTB, kecuali industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki dengan rasio 0.93, serta industri alat, angkutan, mesin, dan peralatannya, dengan rasio 0.76, atau dengan kata lain nilai NTB industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya pada tahun 2004 mengalami penurunan yaitu sebesar 0.76 kali dari tahun 2000, hal ini menunjukkan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya mengalami penurunan yang paling besar. Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kedua sektor tersebut juga mengalami penurunan nilai output, dengan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya memiliki rasio kenaikan output yang paling rendah.
53
Industri manufaktur yang memiliki rasio kenaikan NTB tahun 2004 paling besar adalah industri pupuk, kimia, dan barang karet dengan kenaikan 4.88 kali nilai dari tahun 2000, begitu pula dilihat dari nilai output sektor ini juga memiliki rasio paling besar. Dari nilai output dan NTB menunjukkan sektor ini mengalami kenaikan dalam sisi produksi, hal ini juga dikuatkan dengan nilai impor yang menurun pada tahun 2004, dan jumlah unit usaha yang meningkat.
Tabel 12. Komposisi NTB Menurut Komponennya di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004
Komposisi NTB Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tidak Langsung Neto Total
2000 Nilai Distribusi (Juta Rp) (%) 66589218 39.24 68468442 40.35 15784988 9.30
2004 Nilai Distribusi (Juta Rp) (%) 131945462 38.61 141406229 41.38 32705427 9.57
18837972 169680620
35708805 341765923
11.10 100.00
10.45 100.00
Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Dilihat dari komponen NTB-nya maka komponen surplus usaha yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi Jawa Timur memiliki nilai terbesar. Pada tahun 2000 surplus usaha yang diciptakan perekonomian Jawa Timur sebesar Rp 68.468.442,00 juta, dan pada tahun 2004 sebesar Rp 141.406.229 juta, dengan distribusi 41.38 persen dari keseluruhan NTB. Komponen upah dan gaji yang diciptakan perekonomian Jawa Timur memiliki porsi 39.24 persen dan menurun menjadi 38.61 persen, sedangkan komponen penyusutan meningkat menjadi sebesar 9.57 persen pada tahun 2004, pajak tidak langsung menurun menjadi sebesar 10.45 persen.
Upah dan Gaji
Jika upah dan gaji dilihat dari keseluruhan sektor maka upah dan gaji tahun 2000 terbesar adalah upah dan gaji yang diciptakan oleh sektor pertanian, pada peringkat kedua adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, ketiga adalah sektor jasa, dan sektor industri manufaktur yaitu industri makanan, minuman dan tambakau pada urutan ke empat. Upah dan gaji pada tahun 2004 dengan nilai terbesar adalah sektor jasa, dan
54
sektor industri manufaktur yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau pada peringkat ke empat. Dilihat dari pangsanya, upah dan gaji sektor industri manufaktur yang meningkat pada tahun 2004 adalah industri kertas dan barang dari cetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri logam dasar besi dan baja, dan industri manufaktur lainnya. Dilihat dari nilai absolutnya, hampir seluruh subsektor industri manufaktur mengalami peningkatan kecuali industri alat, angkutan, mesin, dan peralatannya, dengan rasio paling kecil yaitu 0.77, yang berarti besarnya nilai tambah yang diterima masyarakat berupa upah gaji pada tahun 2004 adalah sebesar 0.77 kali dari tahun 2000.
Tabel 13. Nilai, Pangsa, dan Rasio Upah dan Gaji Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 7508465 11604249 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 1745946 1775624 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 925638 1474505 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 1492764 6275279 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 824953 3979211 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 1027823 1624740 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 794599 2434139 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 1351690 1043456 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 185680 1593118 Total Industri Manufaktur 15857558 31804321 Total Seluruh Sektor 66589218 131945462 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
11.28
8.79
1.55
2.62
1.35
1.02
1.39
1.12
1.59
2.24
4.76
4.20
1.24
3.02
4.82
1.54
1.23
1.58
1.19
1.84
3.06
2.03
0.79
0.77
0.28 23.81 100.00
1.21 24.10 100.00
8.58 2.01 1.98
Surplus Usaha
Sedangkan sektor dengan surplus usaha terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan yang meningkat dari 23.67 menjadi 24.62 persen. Pada posisi kedua adalah sektor pertanian dengan persentase
55
yang meningkat dari 11.58 menjadi 12.69 persen pada tahun 2004. Posisi ketiga adalah sektor industri manufaktur makanan, minuman, dan tembakau dengan persentase yang menurun. Pada sektor industri manufaktur sendiri, penciptaan surplus usaha terbesar tahun 2000 dan 2004 adalah industri makanan, minuman, dan tembakau. Diketahui dari Gambar 7 bahwa pangsa beberapa surplus usaha subsektor industri manufaktur mengalami penurunan, dan peningkatan, akan tetapi jika dilihat dari nilai absolutnya maka industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki saja yang mengalami penurunan., dengan rasio dibawah satu, yaitu berturut-turut 0.77, dan 0.86. Hal ini menunjukkan nilai tambah yang diterima oleh pengusaha berupa surplus usaha pada kedua industri tersebut mengalami penurunan. 12.00
Pangsa (%)
10.00 8.00 6.00
Th. 2000 Th. 2004
4.00
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
ITEX
IMMT
0.00
IBKH
2.00
Sektor
Gambar 5. Struktur Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Dari Tabel 13 dan 14, diketahui bahwa sektor industri manufaktur yang memiliki nilai surplus usaha dan upah gaji terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor makanan, minuman, tembakau, meskipun pangsanya semakin menurun, akan tetapi nilai absolutnya meningkat. Surplus usaha dan upah dan gaji terbesar, berarti sektor ini memberikan keuntungan pada pengusaha paling besar, serta memberikan
56
balas jasa kepada masyarakat berupa upah/gaji paling besar pula, maka sektor ini merupakan sektor unggulan dalam pengembangan perekonomian wilayah dilihat dari sisi surplus usaha dan upah/gaji. Dilihat pangsanya yang semakin menurun, maka sektor ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah, agar jangan sampai mengalami penurunan terus menerus tiap tahunnya.
Tabel 14. Nilai, Pangsa, dan Rasio Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 7032969 12761428 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 2323308 1992078 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 1447917 2215182 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 1048764 3935923 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 494654 2403574 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 842881 1240493 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 1580792 4734935 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 1117572 865554 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 299322 2394843 Total Industri Manufaktur 16188179 32544010 Total Seluruh Sektor 68468442 141406229 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
10.27
9.02
1.81
3.39
1.41
0.86
2.11
1.57
1.53
1.53
2.78
3.75
0.72
1.70
4.86
1.23
0.88
1.47
2.31
3.35
3.00
1.63
0.61
0.77
0.44 23.64 100.00
1.69 23.01 100.00
8.00 2.01 2.07
Penyusutan Barang Modal
Penyusutan barang modal adalah biaya atas pemakaian barang modal tetap dalam kegiatan produksi, dengan memperkirakan penurunan nilai dari barang tersebut yang disebabkan dalam pemakaiannya dalam kegitan produksi. Dilihat pada Tabel 15 diketahui bahwa penyusutan industri pupuk, kimia, dan barang dari karet memiliki peningkatan yang paling besar, hal ini dimungkinkan karena industri ini banyak menggunakan bahan kimia yang menyebabkan mesin-mesin yang digunakan lebih rentan terkena korosi, sehingga rasio penyusutannya paling besar. Nilai penyustan yang mengalmi penurunan yang paling besar adalah industri alat, angkutan,
57
mesin, dan peralatannya. Hal ini dimungkinkan karena berkurangnya nilai output dan NTB di industri ini (rasio output 0.50, rasio NTB 0.76), sehingga nilai penyusutannya juga menurun. Selain itu dapat juga dikarenakan sektor ini memiliki teknologi yang cukup tinggi sehingga dimungkinkan nilai penyutannya kecil, atau dapat dikatakan nilai ekonomis mesin-mesin yang digunakan semakin panjang akibat penggunaan teknologi.
Tabel 15. Nilai, Pangsa, dan Rasio Penyusutan Barang Modal Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 1121336 1880779 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 271270 250380 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 225238 306848 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 443685 1792026 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 111996 581614 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 110844 182860 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 105491 329324 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 218329 154443 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 13822 85373 Total Industri Manufaktur 2622011 5563647 Total Seluruh Sektor 15784988 32705427 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
7.10
5.75
1.68
1.72
0.77
0.92
1.43
0.94
1.36
2.81
5.48
4.04
0.71
1.78
5.19
0.70
0.56
1.65
0.67
1.01
3.12
1.38
0.47
0.71
0.09 16.61 100.00
0.26 17.01 100.00
6.18 2.12 2.07
Pajak Tak Langsung Neto
Pajak tak langsung adalah selisih dari pajak tak langsung dan subsidi. Sedangkan pajak tak langsung mencakup pajak impor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Penyumbang pajak terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan pangsa pada tahun 2000 sebesar 46.93 persen dan meningkat menjadi 51.96 persen pada tahun 2004, hal ini jelas dikarenakan nilai output, dan NTB industri ini paling tinggi diantara industri lainnya.
58
Peningkatan penerimaan pajak paling besar adalah dari industri alat, angkutan, mesin, dan peralatannya dengan rasio 1.41. Peningkatan pajak terbesar kedua adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dengan rasio 1.08. Dilihat dari nilai output dan impornya kedua sektor ini mengalami penurunan pada tahun 2004, begitupula pangsanya yang masing-masing kurang dari 5 persen dari keseluruhan sektor, akan tetapi peningkatan nilai pajaknya paling besar. Hal tersebut dianggap wajar karena jika dicermati pada Tabel 16, nilai pajak kedua sektor tersebut masing-masing kurang lebih satu persen dari pajak total sektor.
Tabel 16. Nilai, Pangsa, dan Rasio Pajak Tak Langsung Neto Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 17096581 9787724 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 176429 191151 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 372501 273429 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 534418 132316 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 416737 81384 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 82236 49850 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 371447 118985 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 92814 131209 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 56488 8268 Total Industri Manufaktur 19199651 10774316 Total Seluruh Sektor 36428607 18837972 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
46.93
51.96
0.57
0.48
1.01
1.08
1.02
1.45
0.73
1.47
0.70
0.25
1.14
0.43
0.20
0.23
0.26
0.61
1.02
0.63
0.32
0.25
0.70
1.41
0.16 52.70 100.00
0.04 57.19 100.00
0.15 0.56 0.52
6.1.3. Struktur Permintaan Akhir
Barang dan jasa selain digunakan oleh sektor produksi dalam proses produksinya (memenuhi permintaan antara) juga digunakan untuk memnuhi permintaan konsumen akhir yaitu untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan sektor, dan ekspor. Pemenuhan konsumsi untuk konsumen akhir ini dikenal dengan permintaan akhir. Dan jika junlah
59
permintaan akhir tersebut dikurangi dengan impornya maka akan sama dengan nilai dari PDRB. Penciptaan permintaan akhir terbesar pada tahun 2000 adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, dengan persentase yang menurun pada tahun 2004 menjadi 20.05 persen. Pada peringkat pertama pada tahun 2004 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan persentase yang meningkat pada tahun 2004. sedangkan pertanian memiliki penciptaan permintaan akhir yang menurun dari 8.05 persen menjadi 4.04 persen pada tahun 2004.
Tabel 17 . Struktur PA di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat Tahun 2000 Peringkat 1 2 3
10 11 12
Sektor makanan, minuman, tembakau perdagangan, hotel, restoran pertanian alat angkutan, mesin, dan peralatannya jasa-jasa konstruksi textil, barang dari kulit, alas kaki pupuk, kimia, barang dari karet logam dasar besi dan baja barang dari kayu dan hasil hutan lainnya perkebunan peternakan
13 14 15
industri manufaktur lainnya lembaga keuangan perikanan
4 5 6 7 8 9
Tahun 2004 PA (%) 22.55 17.33 8.05
Sektor perdagangan, hotel, restoran makanan, minuman, tembakau jasa-jasa
PA (%) 24.21 20.05 10.35
6.7 6.51 5.61 4.82 3.73 3.13
konstruksi pupuk, kimia, barang dari karet kertas, barang dari cetakan pertanian textil, barang dari kulit, alas kaki lembaga keuangan
6 5.13 4.87 4.04 3.09 2.93
2.9 2.87 2.18
transportasi industri manufaktur lainnya logam dasar besi dan baja barang dari kayu dan hasil hutan lainnya perkebunan peternakan alat angkutan, mesin, dan peralatannya semen&barang galian bukan logam perikanan listrik, gas, air bersih komunikasi pertambangan non migas pertambangan migas kehutanan
2.68 2.42 2.26
2.06 1.96 1.61
16 kertas, barang dari cetakan 1.59 17 semen&barang galian bukan logam 1.57 18 pertambangan migas 1.39 19 listrik, gas, air bersih 1.22 20 transportasi 1.03 21 kehutanan 0.46 22 komunikasi 0.44 23 pertambangan non migas 0.29 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
1.93 1.66 1.64 1.34 1.22 1.13 0.98 0.91 0.7 0.44 0.03
Gambar 6 juga dijelaskan bahwa pada tahun 2000 sektor industri manufaktur makanan, minuman dan tembakau memiliki penciptaan permintaan akhir terhadap
60
perekonomian Jawa Timur terbesar, akan tetapi pada tahun 2004 menurun, begitupula industri-industri yang lain kecuali industri kertas, dan barang dari cetakan, dan industri
24.00 22.00 20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Th. 2000
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
Th. 2004
IMMT
Pangsa (%)
pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan pangsa yang meningkat pada tahun 2004.
Sektor
Gambar 6. Struktur Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Dilihat dari nilai absolutnya, industri manufaktur yang mengalami penurunan nilai permintaan akhir adalah indutri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, serta industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Hal ini dimungkinkan karena ketiga sektor ini bisa dikatakan sebagai industri yang bersifat konsumtif dalam pembeliannya, seperti baju, tas, sepatu, sandal, meubel, sepeda motor, mobil, yang dalam pembeliannya bukan merupakan sesuatu keharusan, tetapi dapat dibeli jika dibutuhkan, selain itu danya kenaikan tarif dasar listrik, tariff telepon, kelangkaan BBM sehingga harga BBM menjadi mahal dan bahan pokok, menyebabkan masyarakat mengalokasikan pendapatannya untuk keperluan lain yang lebih insidentil. Sektor industri manufaktur yang mengalami peningkatan paling besar adalah industri kertas dan barang dari cetakan dengan peningkatan permintaan akhir pada tahun 2004 sebesar 4.45 dari tahun 2000. Hal ini dikarenakan pada tahun 2004 tengah berlangsung pemilu, sehingga permintaan akan sektor ini meningkat paling besar. Sektor industri manufaktur yang meningkat lainnya adalah industri pupuk, kimia, dan
61
barang dari karet, hal ini dimungkinkan karena pemerintah baru saat itu kembali memperhatikan sektor pertanian, sehingga industri pupuk khususnya semakin meningkat permintaannya, selain itu meningkatnya unit usaha industri ini pada tahun 2004.
Tabel 18. Nilai, Pangsa, dan Rasio Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 63072327 81708025 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 13495766 12575000 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 8124803 7850979 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 4458956 19856890 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 10425266 20926325 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 4381100 4983338 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 8766378 9225583 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 18731197 5456857 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 5768845 9852639 Total Industri Manufaktur 137224638 172435636 Total Seluruh Sektor 279715193 407609547 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
22.55
20.05
1.30
4.82
3.09
0.93
2.90
1.93
0.97
1.59
4.87
4.45
3.73
5.13
2.01
1.57
1.22
1.14
3.13
2.26
1.05
6.70
1.34
0.29
2.06 49.06 100.00
2.42 42.30 100.00
1.71 1.26 1.46
Jumlah seluruh permintaan akhir pada tahun 2004 adalah Rp 407.609.547,00 juta, dibandingkan tahun 2000 maka permintaan akhir meningkat hampir dua kalinya, hal ini dimungkinkan karena pertambahan penduduk Jawa Timur sehingga permintaan terhadap barang dan jasa pun juga meningkat. Konsumsi rumah tangga juga meningkat dengan pangsa 40.24 persen menjadi 44.38 persen pada tahun 2004, begitupula konsumsi pemerintah meningkat dari 3.81 persen menjadi 6.31 persen pada tahun 2004, konsumsi untuk ekspor pun menurun persentasenya. Pembentukkan modal tetap menurun dari 11.11 persen menjadi 10.14 persen di tahun 2004, dan perubahan stok meningkat dari 2.88 menjadi 3.65 persen pada tahun 2004. Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan pemerintah,
62
serta perubahan stok, dan menurunnya pembentukan modal tetap, dapat diartikan meskipun permintaan terhadap barang dan jasa meningkat (konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah meningkat), aktivitas sektoral juga semakin berkembang (perubahan stok), akan tetapi nilai investasi di Jawa Timur mengalami penurunan (perubahan modal tetap). Tabel 19. Permintaan Akhir Berdasarkan Komponennya Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Tahun 2000 Tahun 2004 Nilai Distribusi Nilai Distribusi Permintaan Akhir (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Konsumsi RT 112547246 40.24 180881560 44.38 Konsumsi Pemerintah 10663312 3.81 25738911 6.31 P Modal Tetap 31063238 11.11 41329438 10.14 Perubahan Stok 8050107 2.88 14860220 3.65 Ekspor 117391290 41.97 144799418 35.52 Total 279715193 100.00 407609547 100.00 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga terbesar pada tahun 2000 adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan persentase 23.63 dan menjadi 18.61 pada tahun 2004. Pada tahun 2004 sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi sektor dengan permintaan oleh konsumsi rumah tangga terbesar yaitu 34.70 persen, sedangkan sektor pertanian dan jasa persentase konsumsi rumah tangganya menurun. 25.00
Pangsa (%)
20.00 15.00 T h. 2000 T h. 2004
10.00 5.00
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 7. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
63
Permintaan oleh konsumsi rumah tangga di sektor industri manufaktur terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah industri makanan, minuman, tembakau. Sektor-sektor industri manufaktur yang mengalami peningkatan adalah industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan barang dari cetakan, dan industri manufaktur lainnya. Sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri semen dan barang galian non logam, industri logam dasar besi dan baja, dan industri alat angkutan dan alat peralatan. Tabel 20. Nilai, Pangsa, dan Rasio Konsumsi Rumah Tangga Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 26592986 33670372 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 4425046 3646064 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 524077 1665787 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 687210 6784865 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 4064829 4417131 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 38623 0 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 814367 619244 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 7402910 2383104 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 2312094 4012422 Total Industri Manufaktur 46862142 57198989 Total Seluruh Sektor 112547246 180881560 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
23.63
18.61
1.27
3.93
2.02
0.82
0.47
0.92
3.18
0.61
3.75
9.87
3.61
2.44
1.09
0.03
0.00
0.00
0.72
0.34
0.76
6.58
1.32
0.32
2.05 41.64 100.00
2.22 31.62 100.00
1.74 1.22 1.61
Dilihat dari nilai absolutnya industri yang mengalami peningkatan paling pesat adalah industri kertas dan barang dari cetakan dengan rasio peningkatan 9.87 yang berarti konsumsi rumah tangga terhadap sektor ini meningkat 9.87 kali dari nilai tahun 2000 pada tahn 2004, hal ini dimungkinkan karena pada tahun 2004 tengah dilangsungkan kampanye pemilu sehingga permintaan terhadap sektor ini besar.
64
Peningkatan terbesar kedua adalah industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya dengan rasio 3.18, hal ini menunjukkan meskipun dari nilai outputnya sektor ini mengalami penurunan akan tetapi permintaan masyarakat akan sektor ini masih cukup bagus, ditandai dengan peningkatan tersebut. Industri yang mengalami penurunan paling drastis adalah industri semen, dan barang galian non logam. Dilihat dari nilai absolutnya industri yang mengalami peningkatan paling pesat adalah industri kertas dan barang dari cetakan dengan rasio peningkatan 9.87 yang berarti konsumsi rumah tangga terhadap sektor ini meningkat 9.87 kali dari nilai tahun 2000 pada tahn 2004, hal ini dimungkinkan karena pada tahun 2004 tengah dilangsungkan kampanye pemilu sehingga permintaan terhadap sektor ini besar. Peningkatan terbesar kedua adalah industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya dengan rasio 3.18, hal ini menunjukkan meskipun dari nilai outputnya sektor ini mengalami penurunan akan tetapi permintaan masyarakat akan sektor ini masih cukup bagus, ditandai dengan peningkatan tersebut. Industri yang mengalami penurunan paling drastis adalah industri semen, dan barang galian non logam.
Ekspor
Dilihat dari sisi ekspor, sektor industri manufaktur memiliki nilai terbesar dari seluruh sektor. Industri terbesar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan pangsa yang meningkat yaitu 30.74 menjadi 30.77 persen pada tahun 2004. Subsektor industri manufaktur lainnya yang mengalami peningkatan adalah sektor kertas, dan barang dari cetakan dari 2.90 persen, menjadi 7.07 persen pada tahun 2004; sektor pupuk kimia dan barang dari karet dari 5.21 persen menjadi 10.20 persen; dan sektor barang industri lainnya dari 1.67 persen menjadi 1.81 persen. Selain terjadi peningkatan ekspor, sektor-sektor industri manufaktur juga ada yang mengalami penurunan pada tahun 2004 yaitu pada sektor tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki dari 6.11 persen menjadi 4.77 persen; sektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya dari 5.25 persen menjadi 3.27 persen; sektor semen dan barang galian non logam dari 3.63 persen menjadi 3.43 persen, sektor logam dasar besi dan baja 3.19 persen menjadi 2.45 persen; dan sektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya dari 3.30 persen menjadi 0.60 persen.
65
35.00 30.00
Pangsa (%)
25.00 20.00
Th. 2000
15.00
Th. 2004
10.00
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
ITEX
IMMT
0.00
IBKH
5.00
Sektor
Gambar 8. Struktur Ekspor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Dilihat dari nilai absolutnya, industri yang mengalami penurunan adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, dan penurunan paling besar adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Menurunnya ekspor tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dimungkinkan karena sedang lesunya industri ini. Telah dibahas sebelumnya, bahwa kedua industri ini mengalami penurunan permintaan untuk konsumsi rumah tangga yang dimungkinkan karena menurunnya daya beli masyarakat dikarenakan naiknya kebutuhan pokok, harga BBM, dan tarif dasar listrik, selain itu juga penurunan output, dan nilai tambah serta pajak yang cukup besar harus ditanggung, yang juga mengakibatkan biaya produksi semakin meningkat, sehingga kedua industri ini mengalami penurunan ekspor. Sektor industri kertas, dan barang dari cetakan memiliki kenaikan ekspor paling besar dimungkinkan karena sedang berlangsungnya musim kampanye, sehingga ekspor akan hasil industri ini meningkat. Dilihat dari keseluruhan sektor, permintaan akhir untuk memenuhi permintaan ekspor terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan persentase yang meningkat dari 30.74 persen menjadi 30.77 persen atau hampir sepertiga dari total ekspor di Jawa Timur. Selain itu industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki pada urutan ketiga pada tahun 2000 dengan persentase
66
6.11 persen (dan menurun menjadi 4.77 persen pada tahun 2004), sedangkan pada tahun 2004 adalah sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet sebesar 10.20 persen. Hal ini menunjukkan dari sisi ekspor, sektor industri manufaktur merupakan sektor unggulan.
Tabel 21. Nilai, Pangsa, dan Rasio Ekspor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai ( Juta Rp) Sektor Th. 2000 Th. 2004 (1) (2) (3) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) 36086805 44557812 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) 7175350 6907154 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) 6163086 4730659 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) 3403306 10233865 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) 6111635 14765715 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) 4262747 4970978 Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) 3878100 3541337 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) 4389855 864046 Industri Manufaktur Lainnya (IML) 1966062 2615882 Total Industri Manufaktur 73436946 93187448 117391290 144799418 Total Seluruh Sektor Sumber : Tabel Input-Output– Diolah
Pangsa (%) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio (3/2)
30.74
30.77
1.23
6.11
4.77
0.96
5.25
3.27
0.77
2.90
7.07
3.01
5.21
10.20
2.42
3.63
3.43
1.17
3.30
2.45
0.91
3.74
0.60
0.20
1.67 62.56 100.00
1.81 64.36 100.00
1.33 1.27 1.23
Modal
Nilai modal dalam Tabel I-O dijelaskan pada kuadran II, yaitu pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pembentukan modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang modal baru baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Perubahan stok merupakan nilai stok barang pada akhir periode penghitungan dikurangi nilai stok pada awal periode, sehingga perubahan stok menjadi modal pada proses produksi periode selanjutnya. Nilai modal dalam Tabel I-O tahun 2000 dan 2004 tidak mengalami perubahan, hal ini dikarenakan, Tabel I-O tahun 2004 merupakan hasil updating dari tahun 2000. Nilai modal dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja akan memperlihatkan nilai rasio yang dapat menjelaskan jumlah modal yang digunakan oleh setiap tenaga
67
kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi. Jika nilai perbandingan modal dan tenaga kerja nilainya besar maka suatu sektor dapat dikatakan lebih banyak menggunakan alokasi modal daripada tenaga kerja atau disebut padat modal. Jika nilai perbandingan modal dan tenaga kerja kecil maka sektor tersebut dalam penggunaan modalnya kecil.
Tabel 22. Nilai dan Rasio Modal dan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML) Total Industri Manufaktur Sumber: Diolah
Modal ( Juta Rp) Th. 2000 Th. 2004 (2) (3)
Tenaga Kerja (Jiwa) Th. 2000 Th. 2004 (4) (5)
Rasio Th. 2000 (2/4)
Rasio Th. 2004 (3/5)
318844
318844
340578
999759
0.94
0.32
1862719
1862719
143512
122057
12.98
15.26
1420944
1420944
52688
93269
26.97
15.23
31004
31004
49679
346506
0.62
0.09
183470
183470
93624
284384
1.96
0.65
61297
61297
36181
89633
1.69
0.68
3284160
3284160
45519
156585
72.15
20.97
6739688
6739688
41748
54786
161.44
123.02
1409731 15311857
1409731 15311857
68523 872052
118202 2265181
20.57 17.56
11.93 6.76
Tabel 22 memperlihatkan bahwa sektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya memiliki rasio modal dan tenaga kerja yang paling besar, yaitu sebesar 123.02 juta Rp/jiwa, yang berarti setiap sektor tersebut menggunakan 1 orang tenaga kerja dalam proses produksinya maka modal yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 123.02 juta. Rasio adalah industri kertas dan barang dari cetakan sebesar 0.09 juta Rp/jiwa, yang berarti setiap sektor tersebut menggunakan 1 orang tenaga kerja dalam proses produksinya maka modal yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 0.09 juta atau Rp 90.000,00.
68
6.1.4. Struktur Tenaga Kerja
Dilihat dari jumlah tenaga kerjanya, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki memiliki jumlah tenaga kerja dengan pangsa terbesar kedua (0.97 persen) setelah industri makanan, minuman dan tembakau pada tahun 2000 dan pada tahun 2004 berada pada peringkat ke lima (0.63 persen) dengan pangsa yang menurun (rasio 0.85). Tenaga kerja yang mengalami peningkatan paling besar adalah industri kertas dan barang dari cetakan dengan rasio peningkatan 6.97, meskipun jumlah tenaga kerjanya tidak sebesar industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Tabel 23. Jumlah, dan Rasio Tenaga Kerja Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Jumlah (jiwa) 2000 2004 (2) (3) 3732304 3909603 1152766 1207527 1518678 1590821 154353 161685 688185 720876 13849 27350 63193 124793 340578 999759 143512 122057
Sektor (1) Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan migas Pertambangan non migas Makanan, minuman, tembakau Textil, barang dari kulit, alas kaki Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Kertas, barang dari cetakan Pupuk, kimia, barang dari karet Semen&barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri manufaktur lainnya Listrik, gas, air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, restoran Transportasi Komunikasi Lembaga keuangan Jasa-jasa Total Sektor
52688 49679 93624 36181 45519
Pangsa (%) 2000 2004 (4) (5) 25.31 20.25 7.82 6.26 10.30 8.24 1.05 0.84 4.67 3.73 0.09 0.14 0.43 0.65 2.31 5.18 0.97 0.63
Rasio (3/2) 1.05 1.04 1.04 1.05 1.05 1.97 1.97 2.94 0.85
93269 346506 284384 89633 156585
0.36 0.34 0.63 0.25 0.31
0.48 1.80 1.47 0.46 0.81
1.77 6.97 3.04 2.48 3.44
41748 54786 68523 118202 32083 45869 655702 931040 3252765 5531653 639900 656630 158568 216317 171087 105144 1643230 1807679 14748715 19302168
0.28 0.46 0.22 4.45 22.05 4.34 1.08 1.16 11.14 100.00
0.28 0.61 0.24 4.82 28.66 3.40 1.12 0.54 9.37 100.00
1.31 1.72 1.43 1.42 1.70 1.03 1.36 0.61 1.10 1.31
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur 2001, 2005
69
Keadaan anomali antara pengganda tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja tersebut merupakan hal yang wajar, karena semakin kecil jumlah tenaga kerja di suatu sektor maka nilai koefisien tenaga kerjanya (
1 ) semakin besar. Dari penjelasan vj
E
tersebut maka dapat dikatakan pula semakin besar nilai pengganda tenaga kerja suatu sektor mengakibatkan nilai pengganda tenaga kerja menjadi kecil, yang berarti tenaga kerja yang terserap di sektor tersebut besar, sehingga kesempatan kerja yang ditimbulkan kecil. Dari keseluruhan sektor perekonomian, sektor pertanian memiliki jumlah tenaga kerja yang paling besar pada tahun 2000, dan pada tahun 2004 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, keduanya memiliki pangsa tenaga kerja yang meningkat. Sedangkan sektor industri manufaktur hampir seluruhnya mengalami peningkatan tenaga kerja, kecuali industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki yang mengalami penurunan dengan rasio 0.85. Dilihat dari rasionya, sektor industri manufaktur memiliki peningkatan yang cukup besar dibandingkan sektor-sektor lainnya, yaitu berkisar antara 1.31-6.97. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang lebih cepat daripada sektor lainnya pada periode 2000-2004.
6.2. Analisisi Input-Output (Keterkaitan Antar Sektor)
Terdapat hubungan antara sektor-sektor dalam suatu dinamisasi perekonomian dan pembangunan suatu wilayah,
dimana sektor satu dengan yang lain saling
menunjang dalam kegiatan industri/ekonomi, baik berupa (1) hubungan ke depan (forward lingkage), merupakan hubungan dengan penjualan barang jadi; dan (2) hubungan ke belakang (backward lingkage) yang hampir selalu merupakan hubungan dengan bahan mentah ataupun bahan baku Dengan analisis tabel I-O dapat diketahui keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan suatu sektor, sehingga dapat dilihat bagaimana suatu sektor menggunakan output dari sektor lain ataupun suatu sektor mendorong berkembangnya sektor lain baik secara langsung maupun tak langsung.
70
6.2.1. Keterkaitan Ke Depan Keterkaitan Langsung Ke Depan (DFL)
Antara sektor satu dengan yang lain memiliki keterkaitan, salah satunya adalah keterkaitan langsung ke depan, dimana suatu sektor memiliki pengaruh untuk mendorong sektor lain meningkatkan outputnya, dimana sektor lain menggunakan output sektor tersebut sebagai input dalam proses produksinya. Sektor dengan DFL terbesar di Jawa Timur tahun 2000 dan 2004 adalah sektor perdagangan hotel dan restoran dengan nilai 1.08 menjadi 1.74. DFL terbesar kedua adalah sektor industri manufaktur pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan nilai yang meningkat dari 1.03 menjadi 3.02. Terbesar ketiga adalah sektor transportasi dengan nilai yang meningkat pula dari 0.93 menjadi 2.84. Dijelaskan pula dalam Gambar 11 bahwa sektor industri manufaktur yang memiliki pengaruh terkuat dalam mendorong aktivitas sektor-sektor lainnya adalah industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, akan tetapi pada tahun 2004 menurun menjadi 0.75, atau dapat diartikan setiap peningkatan satu satuan permintaan akhir sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet, maka sektor tersebut mampu menciptakan kenaikan output secara langsung sebesar 0.75 satuan terhadap semua pengguna outputnya. 1.20 1.00
DFL
0.80 Th. 2000
0.60
Th. 2004 0.40 0.20 IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 9. Nilai DFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor industri manufaktur yang memiliki pengaruh keterkaitan langsung ke depan semakin kuat adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, dan industri
71
kertas dan barang dari cetakan, serta industri semen dan barang galian non logam meskipun kenaikannya tidak terlalu drastis. Sedangkan sektor industri lainnya mengalami penurunan pengaruh langsung ke depan. Jika diteliti lebih lanjut maka DFL yang mengalami peningkatan paling besar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai 0.36 pada tahun 2000 menjadi 0.49 pada tahun 2004 yang berarti mengalami peningkatan 1.49 kali dari tahun 2000, hal ini dimungkinkan karena dengan meningkatnya sektor ini bukan hanya mampu menarik sektor-sektor primer sebagai bahan baku tetapi juga mampu medorong sektor-sektor tersebut langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan produksinya, begitupula dengan sektor tersier seperti jasa, maupun komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang mengalami peningkatan pangsa output pada tahun 2004, meskipun sektor transportasi sebagai sektor tersier yang penting bagi industri mengalami penurunan.
Tabel 24. Nilai, dan Rasio DFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur DFL Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML) Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Th. 2000 (2) 0.36 0.20 0.17 0.43 1.03 0.30 0.85 0.33 0.83
Th. 2004 (3) 0.49 0.12 0.18 0.46 0.75 0.42 0.67 0.07 0.24
Rasio (3/2) 1.35 0.57 1.02 1.06 0.73 1.42 0.79 0.22 0.29
Sedangkan industri pupuk, kimia, dan barang dari karet meskipun memiliki nilai DFL terbesar akan tetapi nilainya menurun, yang ditunjukkan pada Tabel 22, rasio penurunannya sebesar 0.73. Hal ini dimungkinkan karena sektor ini hanya memiliki keterkaitan langsung kedepan yang terbatas, yaitu pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, serta perikanan sebagai pemakai pupuk, serta sektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya yang menggunakan barang dari karet (untuk ban mobil, dan peralatannya), penyebab lainnya sektor-sektor pengguna output dari industri pupuk,
72
kimia, dan barang dari karet mengalami kelesuan (menurunnya pangsa output dan nilai tambah sektor pertanian, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya). Sektor dengan penurunan nilai DFL paling rendah adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dengan rasio 0.22, yang berarti pengaruh kedepan secara langsung sektor ini menurun 0.22 kali dari tahun 2000 ke 2004. Telah dibahas sebelumnya, hal ini dimungkinkan karena industri ini mengalami penurunan baik nilai ouput, maupun NTB, sehingga dengan produksi yang menurun berakibat output yang digunakan oleh sektor lainnya pun berkurang. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki yang juga mengalami penurunan nilai output, dan NTB, juga mengalami penurunan pengaruh kedepan secara langsung pada tahun 2004. Sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan nilai lainnya adalah industri manufaktur lainnya dengan nilai DFL pada tahun 2000 sebesar 0.83 dan pada tahun 2004 sebesar 0.24, yang berarti mengalami penurunan 0.29 dari tahun 2000.
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan (DIFL)
Dibandingkan nilai DFL maka nilai DIFL umumnya lebih besar dari nilai DFL hal ini dikarenakan pada DFL, nilai yang ada hanya menunjukkan keterkaitan langsung saja, sedangkan pada DIFL menunjukkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung, dimana keterkaitan langsung dan tidak langsung telah memperhitungkan tahap kedua, baik output dari suatu sektor digunakan langsung sebagai input untuk diolah kembali maupun langsung dipergunakan. Sehingga keterkaitan langsung dan tidak langsung nilainya lebih besar dari keterkaitan langsung. Sektor dengan nilai DIFL terbesar adalah perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai yang meningkat dari 3.02 menjadi 3.08, terbesar kedua adalah sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan nilai yang semakin menurun dari 3.01 menjadi 2.25 pada tahun 2004, dan terbesar ketiga adalah sektor transportasi dengan nilai yang menurun pula dari 2.84 menjadi 1.83 pada tahun 2004. Pada Gambar 10 diketahui bahwa sektor industri manufaktur yang memiliki pengaruh terkuat langsung dan tidak langsung kedepan adalah industri pupuk, kimia, dan barang dari karet meskipun pengaruhnya melemah pada tahun 2004, yaitu 2.25, yang dapat diartikan bahwa setiap peningkatan satu satuan permintaan akhir sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet, maka sektor tersebut mampu menciptakan
73
kenaikan output secara langsung maupun tak langsung sebesar 2.25 satuan terhadap semua pengguna outputnya.
Tabel 24. Nilai DFL dan DIFL di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 2000 No
Sektor
1 Pertanian 2 Perkebunan 3 Peternakan 4 Kehutanan 5 Perikanan 6 Pertambangan migas 7 Pertambangan non migas 8 Makanan, minuman, tembakau 9 Textil, barang dari kulit, alas kaki 10 Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 11 Kertas, barang dari cetakan 12 Pupuk, kimia, barang dari karet 13 Semen&barang galian bukan logam 14 Logam dasar besi dan baja 15 Alat angkutan, mesin, dan peralatannya 16 Industri manufaktur lainnya 17 Listrik, gas, air bersih 18 Konstruksi 19 Perdagangan, hotel, restoran 20 Transportasi 21 Komunikasi 22 Lembaga keuangan 23 Jasa-jasa Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
DFL 0.17 0.17 0.44 0.56 0.05 0.14 0.28 0.36 0.20 0.17 0.43 1.03 0.30 0.85 0.33 0.83 0.33 0.01 1.08 0.93 0.13 0.27 0.16
2004 DIFL 1.31 1.36 1.72 1.75 1.10 1.28 1.40 1.59 1.35 1.31 1.86 3.01 1.39 2.80 1.56 2.78 1.61 1.01 3.02 2.84 1.21 1.49 1.29
DFL 0.25 0.12 0.35 0.47 0.08 0.02 0.28 0.49 0.12 0.18 0.46 0.75 0.42 0.67 0.07 0.24 0.36 0.01 1.74 0.55 0.17 0.34 0.41
DIFL 1.52 1.23 1.53 1.63 1.15 1.03 1.42 1.79 1.16 1.23 1.91 2.25 1.54 2.01 1.09 1.37 1.62 1.01 3.80 1.93 1.26 1.55 1.66
Sektor industri manufaktur lainnya yang mengalami penurunan nilai DIFL adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri logam dasar besi dan baja, industri alat, angkutan, mesin, dan peralatannya, serta industri manufaktur lainnya, sedangkan yang mengalami peningkatan DIFL adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri kertas dan barang dari cetakan, dan industri semen dan barang galian non logam.
74
3.50 3.00 2.50
DIFL
2.00
Th. 2000
1.50
Th. 2004
1.00 0.50 IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 10. Nilai DIFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Jika dikaji lebih lanjut, kenaikan nilai DIFL terbesar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan rasio 1.13, hal ini wajar karena output sektor ini juga paling besar diantara sektor industri manufaktur lainnya. Sedangkan yang mengalami penurunan paling drastis adalah industri manufaktur lainnya dengan rasio 0.49. sedangkan industri yang memiliki nilai DIFL terendah pada tahun 2004 adalah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dengan nilai 1.09, dan rasio peningkatan juga menunjukkan pengaruh langsung dan tak langsung kedepannya semakin melemah, dengan rasio terkecil kedua.
Tabel 26. Nilai, dan Rasio DIFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur DFL Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML) Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Th. 2000 (2) 1.59 1.35 1.31 1.86 3.02 1.39 2.80 1.56 2.78
Th. 2004 (3) 1.79 1.16 1.23 1.91 2.25 1.54 2.01 1.09 1.37
Rasio (3/2) 1.13 0.86 0.94 1.03 0.75 1.11 0.72 0.70 0.49
75
6.2.2. Keterkaitan Ke Belakang Keterkaitan Langsung Ke Belakang (DBL)
Sektor yang memiliki keterkaitan langsung kebelakang terbesar pada tahun 2000 dan 2004 adalah sektor industri manufaktur pupuk, kimia, dan barang dari karet meskipun nilainya menurun dari 0.79 menjadi 0.72 pada tahun 2004, atau dapat diartikan bahwa pada tahun 2000 sektor tersebut mampu menciptakan output sektor penyedia inputnya secara langsung sebesar 0.79 satuan per kenaikan satu satuan permintaan akhir sektor penerima input tersebut, dan pada tahun 2004 menurun menjadi 0.72 satuan. Dari Tabel 26 serta Gambar 11 dijelaskan bahwa sektor-sektor industri manufaktur memiliki nilai DBL terbesar meskipun nilainya menurun pada tahun 2004, kecuali industri makanan, minuman, dan tembakau meningkat dari 0.48 menjadi 0.57. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki pengaruh yang kuat dalam menciptakan output sektor penyedia inputnya per kenaikan satu satuan permintaan akhir sektor industri manufaktur tersebut, atau dengan kata lain memiliki pengaruh langsung ke belakang yang kuat.
0.90 0.80
DBL
0.70 0.60 0.50 T h. 2000
0.40
T h. 2004
0.30 0.20 0.10 IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 11. Nilai DBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Jika dilihat lebih lanjut (Tabel 27), meskipun industri pupuk, kimia, dan barang dari karet memiliki nilai DBL paling besar, akan tetapi peningkatan pengaruh
76
kebelakang secara langsung adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan rasio peningkatan 1.19. Hal ini dimungkinkan karena industri makanan, minuman, dan tembakau banyak menggunakan output sektor-sektor lainnya, sedangkan industri pupuk, kimia, dan barang dari karet input yang digunakan dalam proses produksinya hanya terbatas, yaitu dari sektor peternakan digunakan oleh industri pupuk, sektor perkebunan digunakan oleh industri karet. Tabel 27. Nilai, dan Rasio DBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur DBL Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML) Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Th. 2000 (2) 0.48 0.71 0.66 0.68 0.79 0.68 0.48 0.68 0.69
Th. 2004 (3) 0.57 0.63 0.45 0.63 0.72 0.64 0.38 0.49 0.61
Rasio (3/2) 1.19 0.89 0.69 0.91 0.92 0.94 0.79 0.72 0.88
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang/Direct and Indirect Backward Lingkage (DIBL)
Sektor dengan nilai terbesar dalam penciptaan nilai DIBL pada tahun 2000 adalah sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan DIBL 2.56, dan pada tahun 2004 meskipun tetap memiliki nilai terbesar akan tetapi nilainya menurun menjadi 2.20, hal ini menunjukkan bahwa pengaruhnya semakin melemah.
Pada peringkat
kedua adalah sektor industri kertas dan barang dari cetakan dengan nilai 2.44 dan pada tahun 2004 nilainya menurun menjadi 2.14. Meskipun industri pupuk, kimia, dan barang dari karet DIBL nya paling besar, akan tetapi yang mengalami peningkatan DIBL paling besar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan rasio peningkatan 1.07. Sedangkan yang memiliki penurunan DIBL dengan rasio terkecil adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dengan rasio 0.74. Rasio terkecil kedua yaitu industri manufaktur lainnya,
77
ketiga industri logam dasra besi dan baja, keempat industri tekstil, barang dari kulit, dan alasa kaki.
Tabel 28. Nilai, dan Rasio DIBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML)
DIBL Th. 2000 Th. 2004 (2) (3) 1.77 1.91
Rasio (3/2) 1.07
2.28
1.95
0.85 0.93
1.89 2.44 2.56
1.75 2.14 2.20
0.88 0.86
2.20 1.92
1.99 1.61
0.91 0.84
2.44 2.37
1.81 1.98
0.74 0.83
Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Penurunan nilai DIBL ini terjadi di hampir seluruh subsektor industri manufaktur, kecuali industri makanan, minuman, dan tembakau. Akan tetapi dilihat pada Tabel 29, nilai DIBL keseluruhan sektor industri manufaktur lebih besar dari satu, bahkan industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, serta industri kertas, dan barang dari cetakan nilainya lebih dari dua (>2), hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakangnya kuat. Sektor dengan keterkaitan kedepan, dan kebelakang langsung dan tidak langsung yang semakin kuat pengaruhnya adalah industri makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan sektor industri manufaktur
dengan keterkaitan kedepan dan
kebelakang langsung dan tidak langsung yang pengaruhnya semakin melemah adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Dilihat dari sisi output industri makanan, minuman, dan tembakau juga mengalami peningkatan, dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya memiliki penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa industri makanan, minuman, dan tembakau merupakan sektor industri unggulan dilihat dari sisi produksi dan keterkaitan.
Tabel 29. Nilai DBL dan DIBL di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 2000 No Sektor DBL 1 Pertanian 0.11 2 Perkebunan 0.15 3 Peternakan 0.23 4 Kehutanan 0.04 5 Perikanan 0.10 6 Pertambangan migas 0.67 7 Pertambangan non migas 0.10 8 Makanan, minuman, tembakau 0.48 9 Textil, barang dari kulit, alas kaki 0.71 10 Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 0.66 11 Kertas, barang dari cetakan 0.68 12 Pupuk, kimia, barang dari karet 0.79 13 Semen&barang galian bukan logam 0.68 14 Logam dasar besi dan baja 0.48 15 Alat angkutan, mesin, dan peralatannya 0.68 16 Industri manufaktur lainnya 0.69 17 Listrik, gas, air bersih 0.43 18 Konstruksi 0.47 19 Perdagangan, hotel, restoran 0.34 20 Transportasi 0.30 21 Komunikasi 0.06 22 Lembaga keuangan 0.19 23 Jasa-jasa 0.15 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
2004 DIBL 1.20 1.29 1.38 1.05 1.20 2.15 1.19 1.77 2.28 1.89 2.44 2.56 2.20 1.92 2.43 2.37 1.78 1.92 1.58 1.65 1.10 1.35 1.30
DBL 0.10 0.08 0.12 0.49 0.26 0.53 0.07 0.57 0.63 0.45 0.63 0.72 0.64 0.38 0.49 0.61 0.34 0.51 0.31 0.16 0.09 0.21 0.13
DIBL 1.15 1.13 1.18 1.71 1.44 1.84 1.11 1.91 1.95 1.75 2.14 2.20 1.99 1.61 1.81 1.98 1.50 1.87 1.47 1.26 1.12 1.34 1.22
6.2.3. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Indeks Daya Penyebaran (IDP)
Sektor dengan daya penyebaran tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan kebelakang yang cukup kuat dibanding sektor lainnya, dan bila IDP>1 maka sektor tersebut memiliki daya penyebaran diatas rata-rata dibanding daya penyebaran sektor keseluruhan. Indeks daya penyebaran juga dikenal dengan backward power of dispersion. Nilai IDP paling tinggi pada tahun 2000 adalah sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet yaitu sebesar 1.47. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan 1 unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain (termasuk sektornya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1.47 unit atau dengan kata lain bahwa sumbangan relatif sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet dalam memenuhi permintaan akhir
79
keseluruhan sektor perekonomian sebesar 1.47 unit satuan. Pada tahun 2004 daya penyebaran sektor ini tetap paling besar meskipun dibandingkan tahun 2000 nilainya menurun menjadi 1.38.
Tabel 30 . Nilai IDP dan IDK di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Sektor Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan migas Pertambangan non migas Makanan, minuman, tembakau Textil, barang dari kulit, alas kaki Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Kertas, barang dari cetakan Pupuk, kimia, barang dari karet Semen&barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri manufaktur lainnya Listrik, gas, air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, restoran Transportasi Komunikasi Lembaga keuangan Jasa-jasa
2004
IDP 0.69 0.74 0.79 0.60 0.69 1.24 0.68 1.02 1.31
IDK 0.75 0.78 0.99 1.00 0.63 0.74 0.80 0.91 0.77
IDP 0.72 0.71 0.74 1.07 0.90 1.16 0.70 1.19 1.22
IDK 0.96 0.77 0.96 1.03 0.72 0.65 0.89 1.12 0.73
1.09 1.40 1.47 1.26 1.10 1.40 1.36 1.02 1.11 0.91 0.95 0.63 0.78 0.75
0.75 1.07 1.73 0.80 1.61 0.90 1.60 0.93 0.58 1.74 1.63 0.70 0.85 0.74
1.10 1.34 1.38 1.25 1.01 1.14 1.24 0.94 1.17 0.92 0.79 0.70 0.84 0.76
0.77 1.20 1.41 0.97 1.26 0.68 0.86 1.01 0.63 2.38 1.21 0.79 0.97 1.04
Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Tabel 30 menunjukkan bahwa hampir semua sektor-sektor industri manufaktur mengalami penurunan nilai IDP, kecuali industri makanan, minuman, dan tembakau dari 1.02 menjadi 1.16 pada tahun 2004, dan industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya dari 1.09 menjadi 1.10. Nilai IDP sektor industri manufaktur pada tahun 2000 hingga 2004 yang mengalami penurunan tersebut menunjukkan sektor industri manufaktur mengalami daya dorong yang semakin melemah.
80
1.60 1.40 1.20
IDP
1.00
Th. 2000
0.80
Th. 2004
0.60 0.40 0.20 IML
AMP
LDB
SGNL
PKK
KBC
BKH
TEX
MMT
0.00
Sektor
Gambar 12. IDP Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Rasio peningkatan industri manufaktur yang lebih besar dari satu adalah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan rasio 1.17, dan industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya meskipun rasionya 1.01, yang berarti kedua sektor tersebut memiliki pengaruh keterkaitan kebelakang terhadap sektor lainnya semakin kuat. Akan tetapi jika dilihat dari rasio seluruh sektor industri manufaktur memiliki nilai yang mendekati satu, atau berarti pengaruhnya masih bisa dikatakan tetap.
Tabel 31. Nilai, dan Rasio IDP Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur IDP Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML) Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Th. 2000 (2) 1.02
Th. 2004 (3) 1.19
Rasio (3/2) 1.17
1.31
1.22
0.93
1.09 1.40 1.47
1.10 1.34 1.38
1.01 0.96 0.94
1.26 1.10
1.25 1.01
0.99 0.91
1.40 1.36
1.14 1.24
0.81 0.90
81
Indeks Derajat Kepekaan (IDK)
Indeks derajat kepekaan merupakan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian, yang menunjukkan nilai ketergantungan suatu sektor terhadap sektor lain, dengan kata lain sektor yang memiliki nilai IDK tinggi maka sektor tersebut memiliki ketergantungan/kepekaan yang tinggi dengan sektor lain atau disebut juga forward
power of dispersion. 2.00 1.80
IDK
1.60 1.40 1.20 1.00 0.80
T h. 2000 T h. 2004
0.60 0.40
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.20 0.00
Sektor
Gambar 13. IDK Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor dengan nilai IDK terbesar pada tahun 2000 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dari 1.74 menjadi 2.38. IDK 2.38 dapat diartikan bahwa kekuatan relatif sektor perdagangan, hotel, dan restoran dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian sebesar 2.38 unit satuan. Pada posisi kedua adalah sektor industri manufaktur yaitu industri pupuk, kimia, dan barang dari karet dengan nilai 1.73 menjadi 1.41 pada tahun 2004. Penurunan nilai IDK sektor industri manufaktur ini bukan hanya pada industri pupuk, kimia, dan barang dari karet saja, tapi juga pada industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, serta industri manufaktur lainnya. Sedangkan sektor industri manufaktur yang meningkat adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, dan industri kertas dan barang dari cetakan, serta industri semen dan barang galian non logam.
82
Tabel 32. Nilai, dan Rasio IDK Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML)
Th. 2000 (2) 0.91
IDK Th. 2004 (3) 1.12
Rasio (3/2) 1.23
0.77
0.73
0.94
0.75 1.07 1.73
0.77 1.20 1.41
1.02 1.13 0.82
0.80 1.61
0.97 1.26
1.21 0.78
0.90 1.60
0.68 0.86
0.76 0.54
Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Penurunan nilai IDK paling drastis adalah industri manufaktur lainnya dengan rasio 0.54, dan nilai rasio terkecil kedua adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, terkecil ketiga industri logam dasar besi dan baja, keempat industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, dan kelima industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. 6.3. Analisis Pengganda
Analisis pengganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja. Analisis pengganda natinya menghasilkan koefisien pengganda (multiplier) yaitu koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dengan dampak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor. 6.3.1. Pengganda Output
Pengganda output menunjukkan dampak output terhadap permintaan akhir yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor. Atau menggambarkan besarnya perubahan total output dalam perekonomian akibat satu unit perubahan permintaan akhir di sektor tertentu. Semakin besar angka pengganda output semakin penting peranan sektor tersebut dalam output perekonomian sehingga bisa disebut sektor unggulan.
83
Tabel 33. Nilai Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sektor
Output 1.20 1.12 1.17 1.31 1.04 1.12 3.06 1.11
2000 Pendapatan 1.09 1.13 1.34 1.03 1.09 2.23 1.11 2.23
Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan migas Pertambangan non migas Makanan, minuman, tembakau Textil, barang dari kulit, alas 9 kaki 1.92 3.19 Barang dari kayu dan hasil 10 hutan lainnya 3.48 3.95 11 Kertas, barang dari cetakan 2.92 2.60 Pupuk, kimia, barang dari 12 karet 3.16 3.42 Semen dan barang galian 13 bukan logam 4.65 2.50 14 Logam dasar besi dan baja 3.12 2.02 Alat angkutan, mesin, dan 15 peralatannya 1.94 2.56 16 Industri manufaktur lainnya 3.12 3.13 17 Listrik, gas, air bersih 3.20 1.77 18 Konstruksi 1.75 1.60 19 Perdagangan, hotel, restoran 1.88 1.73 20 Transportasi 1.52 1.63 21 Komunikasi 1.43 1.08 22 Lembaga keuangan 1.07 1.33 23 Jasa-jasa 1.24 1.11 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
TK 1.08 1.17 1.29 1.26 1.18 57.90 2.68 3.54
Output 1.15 1.13 1.18 1.71 1.44 1.84 1.11 1.91
2004 Pendapatan 1.10 1.07 1.13 1.83 1.26 1.62 1.08 2.85
TK 1.10 1.15 1.22 7.96 2.01 52.98 2.18 2.83
8.79
1.95
2.59
12.92
10.04 20.73
1.75 2.14
2.09 2.26
12.40 6.58
13.41
2.20
2.78
8.67
20.25 11.89
1.99 1.61
2.25 1.65
14.15 6.89
19.38 12.08 16.14 1.74 1.18 1.63 1.49 3.37 1.16
1.81 1.98 1.50 1.87 1.47 1.26 1.12 1.34 1.22
1.68 2.45 1.53 1.72 1.68 1.21 1.12 1.35 1.09
25.52 13.32 17.29 2.15 1.16 1.92 1.91 9.71 1.27
Tabel 33 menunjukkan sektor dengan pengganda output terbesar tahun 2000 adalah sektor industri semen dan barang galian non logam dengan nilai yang menurun pada tahun 2004 menjadi 1.99, atau dapat diartikan dengan peningkatan satu unit permintaan akhir sektor industri semen dan barang galian non logam menyebabkan peningkatan total output sebesar 1.99, atau dengan kata lain dampak meningkatnya satu satuan permintaan akhir sektor industri semen dan barang galian non logam akan menyebabkan peningkatan total output sebesar 1.99 satuan. Pada posisi kedua adalah industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya dengan nilai yang menurun dari 3.48 menjadi 1.75. Peringkat ketiga adalah sektor listrik, gas, dan air bersih dengan nilai yang menurun pula dari 3.20 menjadi 1.50.
84
5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50
T h. 2000
2.00
T h. 2004
1.50 1.00 0.50 IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 14. Pengganda Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Beberapa sektor di Jawa Timur pada periode 2000 dan 2004 mengalami penurunan nilai pengganda output kecuali sektor perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan migas, industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, konstruksi, dan lembaga keuangan. Tabel 34. Nilai, dan Rasio Pengganda Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML) Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Pengganda Output Th. 2000 Th. 2004 (2) (3) 1.11 1.91
Rasio (3/2) 1.72
1.92
1.95
1.01
3.48 2.92 3.16
1.75 2.14 2.20
0.50 0.73 0.70
4.65 3.12
1.99 1.61
0.43 0.51
1.94 3.12
1.81 1.98
0.93 0.63
85
Dikaji dari sektor industri manufaktur sendiri, hampir seluruh industri manufaktur mengalami penurunan pengganda output kecuali industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai 1.11 pada tahun 2000 menjadi 1.91 pada tahun 2004 yang berarti rasio kenaikannya 1.72, selain itu industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dengan nilai 1.92 pada tahun 2000 menjadi 1.95 pada tahun 2004, yang berarti rasio kenaikannya 1.01. Dibandingkan dari nilai outputnya, industri makanan, minuman dan tembakau juga mengalami peningkatan, sedangkan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki relatif stabil meskipun sedikit menurun. Sedangkan penurunan nilai pengganda output paling kecil adalah industri semen, dan barang galian non logam dengan nilai 4.65 pada tahun 2000 menjadi 1.99 pada tahun 2004, yang berarti rasio penurunannya sebesar 0.43.
6.3.2. Pengganda Pendapatan
Pengganda pendapatan terbesar dalam perekonomian Jawa Timur tahun 2000 adalah industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya dengan nilai yang menurun pada tahun 2004 sebesar 2.09. Penurunan nilai pengganda pendapatan juga dialami hampir seluruh industri manufaktur, yang bisa dilihat pada Gambar 15. 4.00 3.50 3.00 2.50
Th. 2000
2.00
Th. 2004
1.50 1.00 0.50 IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 15. Pengganda Pendapatan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Nilai pengganda pendapatan terbesar tahun 2004 adalah industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2.85 yang meningkat dari tahun 2000. Nilai pengganda pendapatan 2.85 dapat diartikan bahwa dampak meningkatnya satu satuan permintaan
86
akhir sektor makanan, minuman, dan tembakau terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga total sebesar 2.85 unit satuan. Tabel 34 juga memperlihatkan bahwa hampir seluruh sektor industri manufaktur mengalami penurunan nilai pengganda pendapatan pada periode 2000 dan 2004, kecuali industri makanan, minuman, dan tembakau, hal ini dapat diartikan bahwa sektor industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki peranan yang penting dalam pendapatan (upah dan gaji). Sedangkan penurunan nilai pengganda pendapatan dengan rasio terkecil adalah industri barang, dari kayu, dan hasil hutan lainnya, dengan rasio 0.53. Rasio peningkatan terkecil kedua adalah industri alat angkutan , mesin, dan peralatannya yaitu sebesar 0.66, dengan nilai pada tahun 2000 2.56, dan pada tahn 2004 menjadi 1.68.
Tabel 35. Nilai, dan Rasio Pengganda Pendapatan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML)
Pengganda Pendapatan Th. 2000 Th. 2004 (2) (3) 2.23 2.85
Rasio (3/2) 1.27
3.19
2.59
0.81
3.95 2.60 3.42
2.09 2.26 2.78
0.53 0.87 0.81
2.50 2.02
2.25 1.65
0.90 0.82
2.56 3.13
1.68 2.45
0.66 0.78
Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Nilai pengganda pendapatan terkecil pada tahun 2000 dan 2004 adalah industri logam dasar besi dan baja dengan nilai 2.02 menjadi 1.65 atau rasio peningkatannya 0.82. Hal ini dapat dikatakan pula bahwa dampak meningkatnya satu satuan permintaan akhir sektor ini terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga total sektor semakin melemah dengan peningkatan rasio dampak 0.82.
87
6.3.3. Pengganda Tenaga Kerja
Pengganda tenaga kerja terbesar di Jawa Timur pada periode 2000 dan 2004 adalah sektor pertambangan migas sebesar 57.90 dan menurun menjadi 52.98. sektor terbesar kedua adalah sektor industrio kertas dan barang dari cetakan menjadi 20.73 menjadi 6.58. Dan pada peringkat ketiga adalah industri semen dan barang galian non logam dengan nilai yang menurun pada tahun 2000 sebesar 20.25 menjadi 14.15 pada tahun 2004. 30.00 25.00 20.00
Th. 2000
15.00
Th. 2004 10.00 5.00
IML
IAMP
ILDB
ISGNL
IPKK
IKBC
IBKH
ITEX
IMMT
0.00
Sektor
Gambar 16. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Dilihat dari sektor industri manufaktur sendiri, sektor dengan pengganda tenaga kerja terbesar pada tahun 2000 adalah industri kertas, dan barang dan cetakan, sedangkan pengganda tenaga kerja terbesar pada tahun 2004 adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralataannya sebesar 25.52, yang dapat diartikan bahwa sektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dapat menciptakan kesempatan kerja yang tersedia disemua sektor sebesar 25.52 tenaga kerja sebagai akibat meningkatnya output di sektor tersebut. Semakin besar nilai pengganda tenaga kerja maka semakin besar kesempatan kerja di sektor tersebut. Hal ini yang menyebabkan nilai pengganda tenaga kerja di sektor pertambangan migas menjadi sangat besar, karena tenaga kerja yang diserap pada sektor tersebut relatif kecil sedangkan output yang dihasilkan cukup besar sehingga menghasilkan nilai yang relatif besar.
Tabel 36. Nilai, dan Rasio Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Sektor (1) Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau (IMMT) Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (ITEX) Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (IBKH) Industri Kertas dan Barang dari Cetakan (IKBC) Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet (IPKK) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (ISGNL) Industri Logam Dasar Besi dan Baja (ILDB) Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya (IAMP) Industri Manufaktur Lainnya (IML)
Pengganda Tenaga Kerja Th. 2000 Th. 2004 (2) (3) 3.54 2.83
Rasio (3/2) 0.80
8.79
12.92
1.47
10.04 20.73 13.41
12.40 6.58 8.67
1.24 0.32 0.65
20.25 11.89
14.15 6.89
0.70 0.58
19.38 12.08
25.52 13.32
1.32 1.10
Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Sektor industri manufaktur yang mengalami peningkatan rasio pengganda tenaga kerja terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dengan rasio 1.47, hal ini berarti terjadi peningkatan kesempatan kerja yang diciptakan sektor ini. Sedangkan penurunan nilai pengganda tenaga kerja dengan rasio paling kecil adalah industri kertas dan barang dari cetakan dengan rasio 0.32, hal ini menunjukkan terjadi penurunan kesempatan kerja yang diciptakan sektor ini.
6.4.Dinamika Perubahan Struktur Ekonomi (Identifikasi Gejala Deindustrialisasi)
6.4.1. Identifikasi Perubahan Nilai Tambah (PDRB) Dilihat dari Gambar 20 dapat diketahui bahwa beradasarkan nilai PDRB, pada periode 2000-2005 sektor industri maufaktur mengalami peningkatan, akan tetapi pada tahun 2004 sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki sumbangsih terhadap PDRB melampaui sektor industri, sektor pertanian, dan sektor jasa juga semakin meningkat nilainya
89
. 80000000
Nilai (Juta Rp)
70000000 60000000 50000000
Pertanian
40000000
Industri Manufaktur Perdagangan, Hotel, dan Restoran
30000000
Jasa
20000000 10000000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 17. Empat Sektor Dengan Nilai PDRB Terbesar di Jawa Timur Tahun 2000-2005 (Juta Rupiah)
Dilihat dari pangsanya, seperti pada Tabel 37, sektor pertanian, dan jasa menurun, begitu pula sektor industri manufaktur, tahun 2000 ke 2001 meningkat setelah itu mulai menurun perlahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran terus meningkat.
Tabel 37. Distribusi PDRB Sektoral Jawa Timur Tahun 2000- 2005 (Persen) Sektor Pertanian Industri Manufaktur Perdagangan, Hotel, Restoran Jasa-jasa Total PDRB
2000
2001
2002
2003
2004
2005
21.36 19.29 18.93 18.49 17.89 17.44 26.63 29.43 28.11 28.13 27.87 27.55 23.08 25.45 26.52 27.42 28.19 29.08 12.48 8.60 8.60 8.52 8.30 8.17 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Th.2006
Dilihat dari sektor industri manufaktur itu sendiri, pangsa subsektor industri manufaktur hampir seluruhnya mengalami penurunan mulai tahun 2003. Dilihat dari nilai PDRB nya sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian non logam serta industri alat angkutan, mesin, dan
90
peralatannya. Dibandingkan dua periode, periode 2001-2004 dan 2000-2005, semakin panjang periodenya pertumbuhan industri mengalami kenaikan nilai PDRB, meskipun kenaikannya visa dibilang relatif stabil.
Tabel 38. Pangsa PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000- 2005 di Jawa Timur (Persen)
Sektor Industri Manufaktur Makanan, minuman, tembakau Textil, barang dari kulit, alas kaki Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Kertas, barang dari cetakan Pupuk, kimia, barang dari karet Semen&barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Barang industri manufaktur lainnya Total Sektor Industri Manufaktur
2000 2001 55.76 56.13 10.03 4.37 6.36 3.41 6.90 11.79 2.52 7.96 5.44 3.3 5.75 7.58 6.24 1.78 1.00 3.7 100.00 100
Pangsa 2002 2003 2004 2005 54.81 54.35 53.57 53.9 4.34 4.11 3.95 3.87 3.62 3.61 3.31 3.21 12.15 12.78 14.4 14.27 8.25 8.16 7.91 8.12 3.43 3.46 3.49 3.45 7.74 7.82 7.73 7.4 1.81 1.81 1.77 1.91 3.85 3.9 3.86 3.88 100 100 100 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Th.2006
Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian non logam, dan industri alat angkutan mesin, dan peralatannya teridentifikasi deindustrialisasi pada periode 2000-2004. Telah dibahas sebelumnya teridentifikasinya industri industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian non logam, dan industri alat angkutan mesin, dan peralatannya ini diindikasikan karena daya beli masyarakat yang menurun, karena kondisi perekonomian yang tidak stabil, adanya kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, tarif telepon. Selain itu juga dikarenakan kondisi politik yang tidak stabil karena adanya pesta Pemilu tahun 2004.
91
Tabel 39. Nilai dan Rasio PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2005 di Jawa Timur Nilai (Juta Rp) Sektor Industri Manufaktur Makanan, minuman, tembakau Textil, barang dari kulit, alas kaki Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Kertas, barang dari cetakan Pupuk, kimia, barang dari karet Semen&barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Barang industri manufaktur lainnya Total Sektor Industri Manufaktur
Rasio 2000- 20002004 2005
2000
2001
2002
2003
2004
2005
25196444
34715484
33649117
34854711
36172779
38069477
1.44
1.51
4531675
2703151
2663683
2636642
2668228
2735132
0.59
0.60
2872222
2106316
2222656
2315050
2236280
2265193
0.78
0.79
3117528
72929056
7461235
8198652
9723670
10083087
3.12
3.23
1139261
4922040
5062333
5236184
5343653
5734257
4.69
5.03
2457753
2039532
2104196
2215957
2353744
2435594
0.96
0.99
2599867
4685646
4754938
5013691
5221121
5224072
2.01
2.01
2818795
1099762
1112246
1160088
1194420
1347001
0.42
0.48
454064
2285595
2366497
2502651
2606541
2742053
5.74
6.04
45187609
61850432
61396902
64133627
67520435
70635867
1.49
1.56
6.4.2. Identifikasi Perubahan Output Dilihat dari pangsa outputnya, sektor industri manufaktur ada yang mengalami peningkatan, maupun penurunan seperti pada Tabel 5. seperti telah dibahas sebelumnya sektor-sektor yang teridentifikasi deindustrialisasi (dengan pangsa output menurun) adalah sektor tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian non logam, serta industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Akan tetapi dilihat nilai outputnya, subsektor industri manufaktur yang mengalami penurunan adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dengan rasio output industri alat angkutan, mesin dan peralatannya lebih kecil dari industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, yaitu berturut-turut 0.50 dan 0.90 Hal ini berarti industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya mengalami penurunan yang paling drastis output paling drastis. Dapat dikatakan juga industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki mengalami deindustrialisasi yang kuat.
92
Hal ini dimungkinkan karena kedua industri ini menghasilkan barang yang bernilai konsumtif, apalagi dengan kelangkaan
BBM sehingga harganya semakin
mahal, kenaikan TDL, dan tarif telepon pada tahun 2004, sehingga daya beli masyarakat menurun, maka pengusaha di sektor ini menurunkan nilai outputnya. Penyebab lainnya adalah dimungkinkan karena maraknya barang tekstil, dan kendaraan bermotor impor dari Cina yang masuk, dengan harga yang lebih murah sehingga output di kedua sektor ini menurun, dan barang impor di kedua sektor ini yang masuk tercatat sebagai aktivitas perdagangan, hal ini dibuktikan dengan tingginya output di sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Jawa Timur.
6.4.3. Identifikasi Perubahan Nilai Ekspor Dari identifikasi ekspor periode 2000-2004 pada Tabel 17, sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan pangsa atau diidentifikasikan terjadi deindustrialisasi lemah adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Dilihat dari nilai absolutnya, industri yang mengalami penurunan atau teridentifikasi deindustrialisasi kuat adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, dan penurunan dengan rasio terkecil adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Telah dibahas sebelumnya bahwa menurunnya ekspor tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dimungkinkan karena penurunan permintaan karena menurunnya daya beli masayarakat akibat naiknya kebutuhan pokok, harga BBM, dan tarif dasar listrik, selain itu juga penurunan output, dan nilai tambah serta pajak yang cukup besar harus ditanggung.
6.4.4. Identifikasi Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Dilihat dari Tabel diketahui bahwa periode 2000-2004 jumlah tenaga kerja sektor industri manufaktur mengalami peningkatan dari 5.91 persen menjadi 11.74 persen, dengan laju pertumbuhan tenaga kerja 1.60, akan tetapi pada sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki nilai tenaga kerjanya menurun dengan laju pertumbuhan -
93
0.15, hal ini menunjukkan pada sektor ini teridentifikasi deindustrialisasi kuat. Sektor industri manufaktur lainnya yang laju pertumbuhannya kecil adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dengan laju pertumbuhan hanya 0.31, yang berarti peringkat kedua laju pertumbuhan terkecil sektor industri manufaktur. Sektor lainnya yang laju pertumbuhannya dibawah dari satu adalah industri barang dari kayu, dan hasil hutan lainnya, serta barang industri manufaktur lainnya. Dalam pembahasan sebelumnya mengenai pengganda tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja diketahui bahwa industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki memiliki rasio peningkatan jumlah tenaga kerja paling kecil diantara sektor industri manufaktur lainnya, akan tetapi jumlah tenaga kerjanya cukup besar. Jumlah tenaga kerja industri manufaktur paling kecil pada tahun 2000 adalah industri semen, dan barang galian non logam, dan pada tahun 2004 adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Tabel 39.
Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000- 2004
Sektor Industri Manufaktur
Nilai (Jiwa) 2000
Makanan, minuman, tembakau Textil, barang dari kulit, alas kaki Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Kertas, barang dari cetakan Pupuk, kimia, barang dari karet Semen dan barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Barang industri manufaktur lainnya Total Sektor Industri Manufajtur Sumber : Diolah
340578 143512 52688 49679 93624 36181 45519 41748 68523 872052
2004 999759 122057 93269 346506 284384 89633 156585 54786 118202 2265181
Pangsa (Persen) 2000 2.31 0.97 0.36 0.34 0.63 0.25 0.31 0.28 0.46 5.91
Laju Pertumbuhan
2004
2000-2004
5.18 0.63 0.48 1.80 1.47 0.46 0.81 0.28 0.61 11.74
1.94 -0.15 0.77 5.97 2.04 1.48 2.44 0.31 0.72 1.60
Industri manufaktur yang teridentifikasi deindustrialisasi dilihat dari sisi tenaga kerja adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, karena memiliki jumlah tenaga kerja paling menurun pada tahun 2000-2004. Industri lainnya adalah alat angkutan, mesin dan peralatannya, selain karena industri ini juga memiliki nilai rasio peningkatan terkecil kedua setelah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, juga dikarenakan pangsa tenaga kerjanya terkecil kedua pada tahun 2000, dan pada tahun 2004
pangsanya
paling
kecil.
Dari
penjelasan
tersebut
dapat
disimpulkan
deindustrialisasi kuat terjadi pada industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, sedangkan alat angkutan, mesin dan peralatannya mengalami deindustrialisasi lemah.
94
6.4.5. Identifikasi Perubahan Keterkaitan Antar Sektor Dilihat dari tabel dapat diketahui bahwa pada sektor-sektor industri manufaktur sebagian besar mengalami penurunan nilai keterkaitan antar sektor ke depan dan kebelakang. Sektor dengan nilai keterkaitan kedepan dan kebelakang yang menurun adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri pupuk, kimia, barang dari karet, industri logam dasar besi dan baja, industri peralatannya, dan
alat angkutan, mesin, dan
barang industri manufaktur lainnya. Sektor-sektor tersebut
teridentifikasi deindustrialisasi, akan tetapi industri yang memiliki potensi paling besar teridentifikasi deindustrialisasi adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, hal ini dikarenakan penurunan nilai keterkaitan kedepan dan kebelakang paling drastis, seperti yang telah dibahas sebelumnya dalam analisis keterkaitan antar sektor.
Tabel 41. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Kedepan dan Kebelakang Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Tahun 2000 Sektor DIBL Makanan, Minuman, Tembakau 1.77 Textil, Barang Dari Kulit, Alas Kaki 2.28 Barang Dari Kayu Dan Hasil Hutan Lainnya 1.89 Kertas, Barang Dari Cetakan 2.44 Pupuk, Kimia, Barang Dari Karet 2.56 Semen&Barang Galian Bukan Logam 2.20 Logam Dasar Besi Dan Baja 1.92 Alat Angkutan, Mesin, Dan Peralatannya 2.44 Barang Industri Manufaktur Lainnya 2.37 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Tahun 2004 DIBL 1.91 1.95 1.75 2.14 2.20 1.99 1.61 1.81 1.98
Tahun 2000 DIFL 0.36 0.20 0.17 0.43 1.03 0.30 0.85 0.33 0.83
Tahun 2004 DIFL 0.49 0.12 0.18 0.46 0.75 0.42 0.67 0.07 0.24
Dari identifikasi kelima kriteria deindustrialisasi tersebut maka didapatkan bahwa sektor industri manufaktur terindikasi deindustrialisasi, hal ini seperti yang dijelaskan pada Tabel 38, bahwa pada tahun 2000-2003 sektor industri manufaktur memiliki pangsa PDRB paling besar dari seluruh sektor, akan tetapi mulai tahun 2004 pangsanya mulai menurun. Subsektor industri manufaktur yang teridentifikasi deindustrialisasi paling kuat dengn rasio paling kecil adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. Hal ini sangat disayangkan karena kedua industri tersebut adalah sektor yang cukup besar menyerap tenaga kerja.
95
Tabel 42. Subsektor Industri Manufaktur yang Memiliki Potensi Deindustrialisasi Paling Kuat Berdasarkan Nilai Output, PDRB, Ekspor, Tenaga Kerja, dan Keterkaitan Antar Sektor Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Kriteria Output
PDRB
Ekspor
Tenaga kerja
Keterkaitan Langsung dan Tak Langsung Kebelakang Keterkaitan Langsung Tak Langsung Kedepan
dan
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Sektor Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya Industri logam dasar besi dan baja Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki
1. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya 2. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki 3. Industri pupuk, kimia, dan barang dari karet
Sumber: Diolah
Gejala deindustrialisasi pada industri alat angkutan mesin dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, diindikasikan karena adanya persaingan yang ketat, baik persaingan dari dalam negeri maupun luar negeri. Kuncoro (2007) menjelaskan bahwa industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya memiliki sifat padat modal dan teknologi, dan dari analisis sebelumnya pembentukan modal tetap industri ini mengalami penurunan yang berarti investasi menurun, ditambah adopsi teknologi yang kurang, hal ini dikarenakan pada tahun 2004 pemerintah lebih memusatkan perhatian pada pesta rakyat atau Pemilu, selain itu persaingan yang ketat dengan produk-produk impor dengan teknologi yang ditawarkan lebih baik, khususnya produk Cina. Penyebab lainnya adalah kondisi politik dan hukum yang tidak stabil, dimana pada tahun 20002004, keadaan politik dan hokum di Indonesia masih belum stabil akibat masa orde baru dan reformasi. Selain itu naiknya harga BBM, tarif dasar listrik, menyebabkan investasi di sektor industri manufaktur menurun.
96
Penyebab terindikasinya deindustrialisasi pada industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki menurut penelitian Kuncoro (2007) dikarenakan Jawa Timur bukan wilayah spesifikasi industri ini (tetapi lebih terkonsentrasi di Jawa Barat). Selain itu meskipun Jawa Timur merupakan sentra industri alas kaki, akan tetapi persaingan juga ketat dari luar provinsi dan luar negeri khususnya produk impor yang tak kalah kualitasnya. Selain itu dikarenakan industri yang lebih padat karya ini, banyak mengalami kelesuan bukan hanya dikarenakan menurunnya jumlah unit usaha sehingga jumlah tenaga kerja menurun, akan tetapi juga dikarenakan naiknya biaya transportasi (akibat naiknya harga BBM), naiknya TDL, sehingga biaya produksi meningkat, dan akhirnya pengusaha harus tetap menyelamatkan perusahaannya dengan menurunkan output, ditambah daya beli masyarakat yang juga menurun mengakibatkan output menurun dan berimbas pada menurunnya NTB, ekspor, serta keterkaitannya dengan sektor lain. Terindikasinya deindustrialisasi sektor industri manufaktur menurut Ramaswamy (1997) bukan merupakan hal yang negatif, hal ini dikarenakan seiring proses pembangunan suatu negara secara sengaja berupaya untuk mengalihkan sektor utama ke sektor lain karena sektor lain memberikan prospek yang lebih baik terhadap perekonomian secara keseluruhan. Ruky (2008) juga menjelaskan ketika sektor industri telah mapan dan tumbuh, suatu negara dapat beralih untuk mengembangkan sektorsektor lain, sehingga peran sektor industri dalam perekonomian menurun. Dalam kasus Jawa Timur ini, terindikasinya deindustrialisasi dapat dilihat dari sisi positif, karena meskipun sektor industri manufaktur mengalami penurunan peranan, akan tetapi sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami peningkatan. Hal ini diindikasikan aktivitas sektor industri manufaktur beralih ke sektor tersebut. Akan tetapi dilihat dari sisi negatif, sektor industri manufaktur di Jawa Timur khususnya industri barang dari kulit, dan alas kaki mengalami penurunan, hal ini harus diperhatikan, karena industri ini merupakan industri andalan di Jawa Timur apalagi saat ini terjadi kasus Lumpur Lapindo Sidoarjo, yang mengganggu aktivitas sektor ini (Sidoarjo merupakan pusat industri kerajinan barang dari kulit dan alas kaki).
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Struktur Perekonomian Jawa Timur periode 2000-2004 a.
Dilihat dari struktur output, permintaan akhir, nilai tambah bruto, dan tenaga kerja pada tahun 2000 dan 2004 peranan sektor industri manufaktur khususnya makanan, minuman dan tembakau nilainya semakin meningkat meskipun pangsanya menurun, setalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada peringkat pertama. Sektor industri manufaktur dengan penciptaan output, NTB, dan permintaan akhir terendah adalah industri alat, angkutan, mesin, dan peralatannya.
b.
Sektor industri manufaktur pada tahun 2000 dan 2004 mendominasi angka pengganda output, pendapatan, maupun tenaga kerja terbesar, dan meskipun hampir seluruh nilai pengganda menurun, akan tetapi pada tahun 2004 sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri kertas dan barang dari cetakan, industri manufaktur lainnya, serta industri semen, dan barang galian non logam mampu bertahan dengan angka pengganda yang relatif besar.
c.
Analisis keterkaitan kebelakang, kedepan, serta indeks daya penyebaran, dan kepekaan, didapatkan bahwa sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet memiliki pengaruh yang cukup besar, dengan adanya sektor tersebut pada peringkat tiga besar pada tahun 2000 dan 2004.
2. Sektor industri manufaktur di Jawa Timur terindikasi gejala deindustrialisasi. Berdasarkan pangsa PDRB nya, gejala deindustrialisasi ini terlihat pada tahun 2003, dan peranan paling dominan digantikan oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Subsektor industri manufaktur yang memiliki indikasi deindustrialisasi paling kuat adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. Hal ini dimungkinkan karena kondisi politik dan hukum yang belum sepenuhnya pulih dari masa krisis moneter dan reformasi, dan kelangkaan BBM sehingga harganya yang semakin mahal, serta naiknya tarif
98
dasar listrik dan telepon, sehingga menurunkan daya beli masyarakat, penyebab lainnya adalah dikarenakan daya saing dengan produk asing maupun luar provinsi yang semakin ketat.
7.2. Saran
1. Perlunya perhatian yang serius kepada industri manufaktur khususnya industri barang dari kulit dan alas kaki, karena industri ini merupakan industri andalan Jawa Timur, apalagi saat ini industri ini semakin lesu akibat luapan Lumpur Lapindo yang menyebabkan sentra industri barang dari kulit dan alas kaki yang berada di Sidoarjo terganggu. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai penyebab deindustrialisasi di provinsi Jawa Timur, baik tinjauan secara ekonomi, maupun spasial, sehingga diketahui sub sektor dan lokasi/daerah yang memiliki potensi paling kuat teridentifikasi deindustrialisasi, dan seberapa besar signifikasinya.
99
DAFTAR PUSTAKA
Alagh YK. 5 Januari 2009. Get Our Factories Going. Indian Express. http://www.indianexpress.com/news/get-our-factories-going. [20 Januari 2009] Arsyad L. 2004. Ekonomi Pembangunan. Penerbit STIE. Yogyakarta. Aswicahyono. 2004. Deindustrialization. CSIS. The Indonesian Quarterly.Vol 32 No 3. BAPENAS. 2006. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi di Wilayah DIY dan Jawa Tengah. Block. 1998. Deindustrialization and the Social and Economic Sustainability Nexus in Developing Countries: Cross-Country Evidence on Productivity and Employment. Working Paper Series I. http://www.newschool.edu/cepa [20 Januari 2009] Boyd
Making Things: Not So Daft S. 2009. http://www.scottishleftreview.org/li/index. [18 Januari 2009]
After
All.
Badan Pusat Statistik. 2000a. Teknik Penyusunan Tabel I-O. Biro Neraca Produksi dan Neraca Konsumsi, Jakarta. _________________. 2000b. Kerangka Teori dan Analisis Tabel I-O. Biro Neraca Produksi dan Neraca Konsumsi, Jakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur. 2001. Statistik Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur Tahun 2001. __________________________________. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur 2000-2003. __________________________________. 2005. Statistik Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur Tahun 2005. __________________________________. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur 2001-2005. Bendavid-Val A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners. Praeger. London. Bryant C, Louise G. 1989. Manajemen Pembangunan untuk Negara-negara Berkembang. Penerbit LP3ES, Jakarta. Clingsingsmith D, Williamson JG. 2004. India’s Deindustrialization in the 18th and 19th Centuries. University of Wisconsin-Madison Economics Departement Working Paper.
100
David L. 2006. Why Europe and the West? Why Not China? Journal of Economic Perspectives, 20: 2 (Spring). http://michaelperelman.wordpress.com/2006/10/02. [2 Oktober 2006] Direktorat Bina Produktivitas Depnakertrans. 2003. Pengukuran dan Analisis Produktivitas Total Faktor Sektor Industri Pengolahan. http://www.depnakertrans.org/lib/indust/PTF. [20 Mei 2007] Djojohadikusumo S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbungan dan Ekonomi Pembangunan. Penerbit LP3ES, Jakarta. Faried WM. 1992. Kopendium Ekonomika : Ekonomika Pertumbuhan dan Internasional, Volume 4. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Garside AK. 2002. Pengembangan Struktur Ekonomi Jatim Tahun 2002 dengan Menggunakan Linear Goal Programming. http://
[email protected], [20 Februari 2007] Handoyo RD. 2005. Local Economic Planning Strategy Based on SektoralAdvantaged and Potential in Eastern Java Province. Research Report from DGLHUB Unair. http://
[email protected] [25 Agustus 2008]. Hidayat A, Riphat S. 2005. Analisis Sektor Unggulan Untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jatim Menggungakan Tabel Input-Output Tahun 1994 dan 2000. Jurnal Keuangan dan Moneter Departemen Keuangan RI. Edisi Desember 2005. Isard, Walter et.al. 1998. Methods of Interregional and Regional Analysis. Aldershot England: Ashgate Publishing Limited. Kasliwal P. 1995. Development Economics. University of California Press, Los Angeles. Kuncoro M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia. ANDI. Yogyakarta. Modjo. 10 Januari 2008. Mewaspadai Deindustrialisasi di Jawa Timur. http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=320927 [26 Agustus 2008] E. 2006. Analisis Ekonomi Kinerja Usaha Kecil dan Menengah di Propinsi Jatim [tesis].Bogor: Program Pasacasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ramaswamy R, Rowthorn R. 1997. Deindustrialization–Its Causes and Implications. Working Paper IMF. http://www.imf.org/EXTERNAL. [10 Desember 2008] Rosyidi S. 1999. Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
101
Ruky. 2008. Industrialisasi di Indonesia: Dalam Jebakan Mekanisme Pasar dan Desentralisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta, 15 November 2008. Rustiadi E. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Edisi Januari 2006. Diktat Kuliah Perencanaan Tata Ruang dan Ekonomi Regional. PWD PPs Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.. Sastrosoenarto H. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan Sektor Pertanian dan Jasa menuju Visi Indonesia 2030. Gramedia. Jakarta. Schnorbus RH, Giese AS. 1998. Is The Seventh District’s Deindustrializing? Economic Prespectives Federal Reserve Bank of Chicago. http://www.economicpopulist.org/de-industrialization. [10 Desember 2008] Soebeno A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jatim. [tesis].Bogor: Program Pasacasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sukirno S. 1985. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Penerbit FE UI, Jakarta. Susilawati D. 2003. Analisis Perubahan Struktural pada Perekonomian Jawa Timur (Studi Tahun 1993 – 2001). http://www.digilib.itb.ac.id. [26 Juni 2007]. Sutrisno S, 1985. Mobilitas Kerja Tenaga Kerja Sektor Pertanian: Kasus di Dua Desa Padi Sawah di Kabupaten Sidoarjo, Jatim. Tesis. IPB. [tesis].Bogor: Program Pasacasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tambunan TTH. 2001. Industri di Negara Sedang Berkembang. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. _____________. 2002. Perekonomian Indonesia : Teori dan Masalah-masalah Penting. Edisi 2. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Todaro MP, Smith SC. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Widodo ST. 1990. Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia. Kanisisus. Yogyakarta.