Sari Pediatri, Vol. 8, No. (Suplemen), Januari 2007: 362007 - 41 Sari Pediatri, Vol.3 8, No. 3 (Suplemen), Januari
Khasiat Klinik Pemberian Probiotik pada Diare Akut Nonspesifik Bayi dan Anak Ema Alasiry, Nassir Abbas, Dasril Daud
Latar belakang. Penurunan angka kematian bayi dan balita masih dapat diupayakan melalui penurunan angka kematian diare pada balita yang terkait erat dengan tata laksana diare. Frekuensi defekasi 3 kali atau lebih, cair, dan tidak terdapat kelainan yang khas pada pemeriksaan makroskopik/ mikroskopik tinja serta penyebabnya tidak dapat diidentifikasi; digolongkan sebagai diare akut nonspesifik. Penyebab terbanyak diare akut adalah rotavirus, namun pasien sering mendapat antibiotik yang tidak rasional. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa probiotik dapat mempercepat penyembuhan diare. Maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan. Tujuan. Membandingkan lama diare, frekuensi diare per hari serta penambahan berat badan selama perawatan pada diare akut nonspesifik antara kelompok yang diberi probiotik dan plasebo. Metoda. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol, buta ganda, dengan desain paralel pada diare akut nonspesifik yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Labuang Baji Makassar pada periode penelitian 1 Januari - 31 Agustus 2005. Hasil. Lama diare lebih singkat pada kelompok P (perlakuan) dengan nilai rata-rata 2,9 hari dibanding kelompok O 3,9 hari (p < 0,01). Frekuensi diare per hari pada kelompok P lebih sedikit, bermakna mulai hari ke-2 terapi. Terdapat penambahan berat badan selama perawatan yang bermakna pada kedua kelompok. Penambahan BB lebih banyak (nilai rata rata 0,2 kg) pada kelompok P dibanding kelompok O (rata-rata 0,09 kg). Lama diare (hari perawatan di RS) pada kelompok plasebo lebih lama 1 hari dibanding kelompok probiotik, tetapi mereka mengalami penyembuhan tanpa terapi medikamentosa. Kesimpulan. Pemberian probiotik pada diare akut nonspesifik dapat mempersingkat lama diare, menurunkan frekuensi diare per hari mulai hari ke-2 setelah terapi serta memperbesar penambahan BB (berat badan) secara bermakna dibandingkan pemberian plasebo. Kata kunci: diare akut non spesifik, probiotik
Alamat korespondensi: Dr. Ema Alasiry, Dr. Dasril Daud, Sp A Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11, Tamalanrea Makasar Sulsel
36
D
iare merupakan salah satu penyakit saluran cerna yang masih sering menimbulkan keresahan masyarakat.1 Kebanyakan diare muncul pada dua tahun pertama usia anak.2,3
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3 (Suplemen), Januari 2007
Angka kesakitan diare pada semua balita tahun 1996 adalah 1.078/1.000 balita dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 1.278/1.000 balita.4 Sedangkan angka kematian diare pada balita (AKDB) telah turun dari 7,7/1.000 balita pada tahun 1980 menjadi 2,5/ 1.000 balita pada tahun 1995 (SKRT).1 Penurunan AKDB ini sangat memberi andil dalam menurunkan angka kematian bayi di bawah 50/1.000 bayi dan anak usia 0-4 tahun di bawah 10/1.000 balita. Angka kematian bayi dan balita ini masih dapat diturunkan 10%-15%, bila AKDB diturunkan menjadi 1/1.000.5 Salah satu masalah utama penanganan diare akut yang sering dijumpai adalah kecenderungan untuk selalu memberikan antibiotik. Penelitian Dwiprahasto menemukan bahwa lebih dari 85% pasien balita yang berkunjung ke Puskesmas dengan keluhan diare mendapat antibiotik. Hal seperti ini juga terjadi di praktek dokter swasta. Beberapa uji klinis yang membandingkan pemberian antibiotik dengan plasebo memperlihatkan bahwa kelompok yang mendapat antibiotik tidak lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo, justru risiko terjadi efek samping lebih besar.6 Klasifikasi diare dari Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa golongan diare akut nonspesifik adalah pasien dengan defekasi 3 kali atau lebih dalam sehari, tinja cair (watery stool) yang penyebabnya tidak dapat diidentifikasi.7 Penelitian Robins-Browne dkk (1983) menemukan bahwa penyebab diare akut nonspesifik yang terbanyak adalah rotavirus (29%).8 Isolauri dkk (1991) melaporkan dari 74 anak pasien diare akut nonspesifik identik dengan diare virus dan diare ini biasanya bersifat epidemik/ familial.9 Dalam tata laksana, diare akut nonspesifik tidak memerlukan terapi medikamentosa.3,6,10 Salah satu alasan pemberian obat untuk diare karena keluarga/orangtua pasien panik dan meminta dokter/petugas kesehatan untuk memberikan obat.5,27 Dehidrasi dan intoleransi laktosa yang diakibatkan oleh diare akut nonspesifik juga dapat memperpanjang dan memperberat diare.2 Oleh karena itu, perlu dipikirkan terapi tambahan untuk mempercepat penyembuhan dan secara tidak langsung dapat pula memperbaiki kondisi psikologis keluarga pasien. Saat ini dikembangkan suatu paradigma baru dengan memanipulasi keberadaan mikrobiota probiotik dalam usus dan memelihara mikroekosistem
sehingga dapat mencegah terjadinya kolonisasi patogen penyebab diare atau penyakit lain, serta memicu respon imun mukosa yang akan memproduksi sIgA yang sangat berperan dalam imunitas humoral lokal mukosa usus (local humoral mucosal immunity) dan mucosal cell mediated immunity (CMI).11,12 Bakteri probiotik yang sering digunakan untuk mempercepat penyembuhan diare adalah Lactobacillus GG (LGG), Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium bifidum dan Streptococcus faecium.13 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang khasiat klinik pemberian probiotik dalam mempercepat penyembuhan diare dehidrasi akut nonspesifik, sehingga angka kematian akibat diare dapat diturunkan dan tidak lagi memberikan antibiotik.
Metoda Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak terkontrol, buta ganda, dengan desain parallel, pada penderita diare akut nonspesifik dengan dehidrasi berat yang berusia 6 bulan sampai 2 tahun yang dirawat di ruang perawatan Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Labuang Baji, Makassar mulai 1 Januari 2005 sampai 31 Agustus 2005. Subyek penelitian diperoleh berdasarkan urutan masuk rumah sakit (consecutive random sampling). Dilakukan randomisasi dengan menggunakan table of random sampling numbers menjadi 2 kelompok yaitu kelompok probiotik dan plasebo. Subyek yang dimasukkan dalam penelitian adalah pasien diare akut nonspesifik (pemeriksaan mikroskopik tinja tidak ditemukan leukosit, eritrosit, amuba atau telur cacing), dehidrasi berat (skor dehidrasi > 13, menurut kriteria WHO modifikasi UNHAS), umur 6 bulan sampai 2 tahun, demam derajat ringan (suhu rektal > 37,8oC38,3 oC) disertai pernyataan bersedia ikut dalam penelitian dari orang tua pasien. Sedangkan penderita diare akut nonspesifik yang disertai penyakit lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, gizi buruk, minum ASI/susu formula yang mengandung probiotik, prebiotik dan sinbiotik, asidosis, dan telah mendapat terapi antibiotik dalam periode diare sekarang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Resusitasi cairan diberikan segera setelah pasien didiagnosis diare dengan dehidrasi dan pemberian makanan tetap dilanjutkan selama diare. Pemberian perlakuan diawali dengan membuat larutan oralit 37
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3 (Suplemen), Januari 2007
yaitu dengan cara mencampurkan 1 sachet oralit dengan 200 ml air. Oralit yang dipakai adalah oralit yang berwarna kuning dan beraroma jeruk. Pada kelompok probiotik, 1 sachet probiotik dilarutkan dalam 5 ml larutan oralit tadi sedangkan pada kelompok plasebo hanya mendapatkan 5 ml larutan oralit saja, masing masing diberikan 2 kali sehari selama 5 hari. Penyediaan dan pemberian oralit/ probiotik kepada subyek dilakukan oleh dokter yang bertugas di Subdivisi Gastroenterologi atau dokter jaga. Parameter klinik yang dinilai untuk membandingkan khasiat dari kedua kelompok adalah lama diare, frekuensi diare perhari, dan penambahan berat badan selama perawatan. Pemantauan skor dehidrasi dan efek samping perlakuan tetap dilakukan. Data diolah dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji student t, Mann-Whitney, Chi-square dan Friedman mempergunakan perangkat SPSS 13. Tingkat kemaknaan p < 0,05.
Hasil penelitian Subyek 160 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 80 pasien mendapat probiotik sebagai kelompok perlakuan (kelompok P) dan 80 pasien mendapat plasebo (oralit) sebagai kontrol (kelompok O) Evaluasi pengobatan Pada Tabel 2 tampak lama diare pada kelompok P lebih singkat (rerata 2,9 hari) dibanding kelompok O Tabel 2. Lama diare pada masing masing kelompok Lama diare (hari)
Kelompok P
Rerata (SD) Median Rentangan Uji Mann- Whitney
O
2,9 (0,6) 3,0 2-5 Z= 6,567
Tabel 1. Karakteristik subyek Karakteristik Umur (tahun) Rerata (SD) Rentangan Jenis kelamin n (%) Laki-laki Perempuan Berat badan (kg) Rerata (SEM) Rentangan Status gizi n (%) Baik Kurang Suhu (oC) Rerata (SD) Rentangan Interval MRS-trial (jam) Rerata (SD) Rentangan Frekuensi diare per hari (kali) Rerata (SD) Rentangan Lama diare sebelum MRS (hari) Rerata (SD) Rentangan
38
Kelompok P(n=80) O(n=80)
Nilai p
1,1 (0,5) 0,5-2,0
1,0 (0,4) 0,5-2,0
0,410
43 (53,8) 37 (46,2)
45 (56,2) 35 (43,8)
0,751
8,0 (0,2) 5,4-12,0
7,7 (0,2) 5,0-11,0
0,333
52 (65) 28 (35)
56 (70) 24 (30)
0,5
38,0 (0,2) 37,8-38,3
38,0 (0,2) 37,8-38,3
0,820
8,7 (5,6) 1-20
8,9 (5,8) 2-20
0,727
7,5 (2,5) 3-10
7,5 (2,3) 3-10
0,871
2,5 (1,1) 1-4
1,9 (1,1) 1-4
0,01
3,9 (1,1) 4,0 2-7 p= 0,000 (p<0,01)
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3 (Suplemen), Januari 2007
Gambar 1. Frekuensi diare per hari pada kedua kelompok dengan (rerata 3,9 hari); secara statistik perbedaan ini bermakna (p< 0,01). Frekuensi diare per hari dari hari pertama sampai hari ke-5 perawatan pada masingmasing kelompok tertera pada Gambar 1. Pada gambar 1, tampak pada masing masing kelompok terdapat penurunan bermakna pada frekuensi diare dari hari ke hari, baik kelompok P maupun kelompok O (p < 0,01). Pada kelompok P nilai rata-rata frekuensi diare per hari beturut-turut dari hari pertama sampai hari ke-5 adalah 7,9; 4,2; 1,7; 0,1 dan 0 kali per hari, sedangkan kelompok O adalah 7,7; 5,0; 3,1; 1,5 dan 0,5 kali per hari. Antara kedua kelompok pada hari pertama tidak terdapat perbedaan bermakna frekuensi diare per hari antara kelompok P (rata-rata 7,9 kali/hari) dibandingkan dengan kelompok O (rata-rata 7,7 kali/hari). Namun mulai
hari ke-2 perawatan frekuensi diare per hari antara kedua kelompok tampak berbeda (p < 0,05), demikian pula pada hari ke-3, 4 dan 5 (p < 0,01). Nilai rerata berat badan (BB) saat masuk rumah sakit dan berat badan (BB) saat sembuh pada masing masing kelompok tertera pada Tabel 3. Pada Tabel 3 ini tertera bahwa pada masing masing kelompok (rata-rata) terdapat penambahan BB yang bermakna (p<0,01), bila dibandingkan antara BB awal dan BB akhir. Oleh karena itu perlu dianalisis lebih lanjut nilai rata-rata penambahan BB antara kelompok P dan kelompok O. Tabel 4 memperlihatkan ada perbedaan rata-rata penambahan berat badan (p<0,01) pada kelompok P (0,2 kg) dibandingkan kelompok O (0,09 kg). Pada penelitian ini tidak ditemukan efek samping probiotik.
Tabel 3. Nilai rata rata berat badan (BB) awal dan akhir pada masing masing kelompok Berat badan (kg) Rerata SEM* Rentangan Uji t:
P (n=80)
O (n= 80)
Awal
Akhir
Awal
Akhir
8,0 0,16 5,4-12,0
8,2 0,16 5,9-12,2
7,7 0,16 5,0-11,0
7,8 0,17 5,2-11,0
t=7,376; df=79; p=0,000
t=3,993; df=79; p=0,000
* SEM = standard error of the mean
39
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3 (Suplemen), Januari 2007
Tabel 4. Perbandingan nilai rata-rata penambahan BB antara kelompok P dan kelompok O Penambahan BB (kg)
Kelompok P (n=80) O (n= 80)
Rerata SEM Rentangan
0,2 0,03 -0,5-0,7
Uji t
t=3,233
df=151
0,09 0,02 -0,6-0,5
p=0,002 (p<0,01)
Diskusi Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 160 pasien diare akut nonspesifik. Subyek kedua kelompok dinilai umur, jenis kelamin, berat badan (BB) awal, status gizi, suhu, interval masuk rumah sakit sampai mendapat perlakuan dan frekuensi diare per hari kedua kelompok tidak berbeda. Walaupun demikian bila ditinjau secara klinis perbedaan nilai rata-rata lama diare sebelum masuk rumah sakit pada kelompok P 2,5 hari dan pada kelompok O 1,9 hari. Selain itu lama diare di rumah lebih lama pada kelompok probiotik sehingga kemungkinan efek yang ditimbulkan penyakit terhadap kelompok P lebih berat dibandingkan kelompok O. Van Niel dkk dalam penelitian meta-analisis terapi Lactobacillus terhadap infeksi diare akut pada anak mendapatkan lama diare berkurang 0,7 hari pada kelompok yang menerima Lactobacillus dibanding kelompok yang menerima plasebo.4 Hasil penelitian Isolauri dkk (1991) dan Huang dkk (2002) pada tata laksana diare dengan menggunakan probiotik dan terapi rehidrasi standar dapat menurunkan lama perawatan + 1 hari. Hal ini sesuai pada penelitian ini lama diare lebih singkat pada kelompok probiotik yang berarti menunjukkan khasiat klinik probiotik dalam mempercepat penyembuhan diare nonspesifik. Lama diare yang lebih singkat ini dapat memperpendek lama perawatan sehingga menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial, komplikasi dan menurunkan angka kematian. Ditinjau secara ekonomis, bila dibandingkan antara biaya yang dikeluarkan untuk terapi tambahan (probiotik) dengan biaya pemondokan dan akomodasi, masih lebih menguntungkan. Selain itu dari aspek psikologik serta efisiensi waktu dan tenaga juga lebih menguntungkan. Walaupun lama diare (hari perawatan di RS) pada kelompok plasebo lebih lama 1 hari dibanding 40
kelompok yang mendapat probiotik, mereka juga mengalami penyembuhan tanpa terapi medikamentosa. Hasil penelitian van Niel dkk menunjukkan penurunan frekuensi diare per hari sebanyak 1,6 kali pada hari kedua terapi pada kelompok yang mendapat Lactobacillus dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo.4 Pendapat ini sesuai dengan hasil penelitian ini. Selama diare terjadi beberapa perubahan yang berhubungan dengan nutrisi yaitu maldigesti, penurunan aktifitas absorpsi, kehilangan nutrien langsung ke dalam usus, kompetisi terhadap nutrien, katabolisme meningkat dan penggunaan energi meningkat, masukan makanan peroral menurun, sehingga penambahan berat badan (BB) setelah perawatan tidak dapat diharapkan mencapai berat badan (BB) sebelum diare. Bahkan bila diare cukup berat, akan terjadi penurunan berat badan (BB) selama perawatan. Berbagai mekanisme kerja probiotik antara lain mencegah adesi patogen, kompetisi nutrien dan faktor pertumbuhan dengan patogen, efek trofik yang baik bagi fungsi fisiologik dan integritas mukosa usus serta aktifitas laktase diketahui dapat memperbaiki absorpsi dan membantu mengatasi kelainan yang terjadi selama diare sehingga mampu meminimalkan gangguan nutrisi yang terjadi. Pada penelitian ini terdapat penambahan berat badan (BB) yang sangat bermakna pada masing masing kelompok (p<0,01), bila dibandingkan antara berat badan (BB) awal dan akhir. Ditinjau secara klinis penambahan berat badan (BB) selama perawatan pada kelompok perlakuan sekitar 2,5% sedangkan pada kelompok plasebo 1,2%. Jadi tampak bahwa penambahan berat badan (BB) yang dicapai setelah sembuh dari suatu episode diare akut dengan dehidrasi berat (+10%) tidak dapat diharapkan. Walaupun nilai penambahan berat badan (BB) tampak kecil, mempunyai arti klinis mengingat berat badan (BB) setelah sembuh pada sebagian besar kasus diare akan menurun/tetap. Pada penelitian ini juga dijumpai 9 pasien pada kelompok perlakuan dan 19 pasien kelompok placebo mengalami penurunan berat badan (BB) selama perawatan; 14 pasien pada kelompok perlakuan dan 9 penderita pada kelompok plasebo tidak mengalami peningkatan berat badan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu penyebab pasti diare tidak dapat dicari.
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3 (Suplemen), Januari 2007
Kesimpulan Kami menyimpulkan bahwa pemberian probiotik pada pasien diare akut nonspesifik dapat mempersingkat lama diare, menurunkan frekuensi diare per hari mulai hari kedua setelah terapi serta memperbesar penambahan berat badan (BB) secara bermakna dibandingkan pemberian plasebo.
7.
8.
Daftar Pustaka 9. 1.
2.
3. 4.
5.
6.
Achmadi UF. Harapan pemerintah mengenai peranan kaum professional dalam mendukung program penyakit saluran cerna anak di era otonomi. Disampaikan pada Kongres Nasional II badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), Bandung, 3-5 Juli 2003. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM. Diare Akut. Dalam: Seri Pediatri Gastroenterologi Anak. Surabaya: Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran, FK-UNAIR, 1985; 35-42. Sunoto, Ed. Epidemiologi diare. Dalam: Buku ajar diare. Jakarta: Depkes RI Ditjen PPM & PLP, 1990; 5-9 Van Niel CW, Feudtner C, Garrison MM, Christakis DA. Lactobacillus therapy for acute infectious diarrhea in children : a meta-analysis. Pediatrics 2002; 109 (No.4); 678-84. Ismail R. Diare bermasalah: Shigellosis. Disampaikan pada Kongres Nasional II Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), Bandung, 3-5 Juli 2003. Dwiprahasto I. Penggunaan antidiare ditinjau dari aspek
10.
11.
12.
13. 14.
terapi rasional. Disampaikan pada Kongres Nasional II Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), Bandung, 3-5 Juli 2003. Food and Drug Administration, Department of Health and Human Services. Antidiarrheal drug products for over-the-counter human use. Federal Resister 2003, 68(74) : 18869-82. Robins-Browne RM, Coovadia GM, Bodasing MN, Mackenjee MK. Treatment of acute nonspecicif gastroenteritis of Infant and young children with erythromycin. Am J Trop Med Hyg, 1983; 32(4):886-90. Roy CC, Silverman A, Cozzetto FJ. Diarrheal disorders. In: Pediatric Clinical Gastroenterology. 2nd ed. ST Loius: The C.V. Mosby Company, 1975;178-80 Teny TjS. Gambaran klinis diare rotavirus pada pasien rawat jalan Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUIRSCM, Jakarta. Tesis. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2004. Sudarmo SM. Probiotik dan respon imun mukosa. Disampaikan pada Simposium Nutritional Update. Makassar, 12-14 Maret 2004. Sudarmo SM. Peranan probiotik dan prebiotik dalam upaya pencegahan dan pengobatan diare pada anak. Disampaikan pada Kongres Nasional II Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), Bandung, 35 Juli 2003. Suyono. Lacto-B. Disampaikan pada Simposium Konsep Probiotik, Makassar, 7 September 2002. Isolauri E. Probiotics and infectious diarrhoea. Gut.2003;52:436-7. Didapat dari: http://www.bvgftr54Gut.htm. Diakses Desember 11st, 2004
41