UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KAPULAGA SEBAGAI TANAMAN SELA DI HUTAN RAKYAT (Quality and Productivity Improvement Cardamom Plant as Intercrops in the Private Forest) Dian Diniyati1, Eva Fauziyah2, Tri Sulis Widyaningsih3 1,2,3
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jalan Raya Ciamis-Banjar KM. 4, Po. BOX. 5 Ciamis tlp. (0265) 771352, Fax. (0165) 775866. Email:
[email protected] Naskah diterima 2 Februari 2014, Naskah Disetujui 25 Juli 2014
ABSTRACT Cardamom is one of the potential non-timber forest products (NTFP) which can be intercropped under using private forest agroforestry system. The quality and the productivity of Cardamom recently remain low due to the sylviculture problems. The purposes of the research were to identify the cultivation system and to find out the attempts to improve the quality and the productivity of Cardamom. The research was conducted from June to December 2012 at Kalijaya Village of Ciamis District and Karyabakti Village of Tasikmalaya District. Primary data were collected using discussion, observation and interview to sixty respondents of forest farmers and two key persons who were purposively selected. Secondary data were documents related to the research purposes. The data were then analysed using descriptive statistic. The result showed that the farmers developed two kinds of Cardamom i.e. Amamum cardamom (kapulaga Jawa) and Elettaria cardamom (kapulaga sebrang). The procedures of Cardamom cultivation practiced by farmers were uncompleted due to the cultivations based mostly on traditionally farmer's knowledge. As a result, the quality and the productivity of Cardamom were relatively low. There were strong correlation between prices and the productivity and the quality. Market requires Cardamom nuts at 10-14 % dried level, pure (free from dirty materials) and white colour. To achieve that requirements, attempts such as the improvement of cultivation procedures, on and post harvesting techniques should be taken Keywords: Private forests, intercrops, Cardamom, quality, productivity.
ABSTRAK Kapulaga adalah salah satu hasil hutan bukan kayu yang potensial dikembangkan sebagai tanaman sela pada tegakan hutan rakyat. Komuditas ini dikembangkan dengan pola agroforestri pada tegakan utama sengon (Falcataria moluccana Miq) dan manglid (Manglietia glauca Bl). Namun saat ini kualitas dan produktivitas kapulaga masih rendah. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui teknik budidaya kapulaga yang dilakukan petani dan menyusun rekomendasi upaya peningkatan kualitas dan produktivitas kapulaga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2012 di Desa Kalijaya, Kabupaten Ciamis dan Desa Karyabakti, Kabupaten Tasikmalaya. Data primer dikumpulkan dengan cara observasi, interview kusus terhadap informan kunci dan wawancara menggunakan kuisioner terhadap 60 responden petani serta data sekunder berupa dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian. Data yang terkumpul dikelompokkan dan dibuat tabulasi kemudian dianalisis menggunakan statistik diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua macam kapulaga yang ditanam petani yakni kapulaga jawa (Amomum cardamomum) dan kapulaga sabrang (Elettaria cardamomum). Budidaya kapulaga dilakukan petani berdasarkan pengamatan mereka sendiri, sehingga masih banyak tahapan dari budidaya yang tidak dilakukan. Akibatnya, kualitas dan produktivitas belum maksimal. Kualitas kapulaga yang diinginkan pasar adalah tingkat kekeringan 10-14%, kemurnian (bebas dari kotoran: kerikil dan sampah) dan berwarna putih. Untuk mencapai itu, upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan teknik budidaya, panen dan pasca panen. Kata kunci: Hutan rakyat, tanaman sela, kapulaga, kualitas, produktivitas
21
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kapulaga merupakan salah satu jenis tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) potensial yang dapat dikembangkan di bawah tegakan hutan rakyat. Dimana tanaman kapulaga ini dibudayakan oleh petani di Jawa Barat di bawah berbagai jenis tanaman baik itu kayu maupun non kayu seperti sengon, jati, kelapa, pisang, durian, mangga dan lainlain. Demikian hal nya dengan kondisi pengembangan kapulaga di Desa Kalijaya Kabupaten Ciamis dan Desa Karyabakti Kabupaten Tasikmalaya tidak jauh berbeda yaitu dikembangkan di bawah tegakan tanaman kayu dan non kayu. Pada umumnya kapulaga di tanam oleh petani pada saat tanaman kayu dan non kayu sudah ditanam terlebih dahulu baru kemudian ditanami kapulaga, hal ini dilakukan oleh petani untuk memanfaatkan ruang tumbuh yang masih ada, selain itu juga tanaman kapulaga ini merupakan tanaman yang menghendaki naungan. Oleh karena itu teknik pengembangan kapulaga di Desa Kalijaya dan Desa Karyabakti tersebut dapat digolongkan sebagai pola agroforestri karena budidaya kapulaga dilakukan bersamaan dengnan tanaman kehutanan dan tanaman lainnya. Seperti disampaikan oleh King dan Chandler dalam Andayani (2005) bahwa agroforestri diartikan “sebagai suatu system pengelolaan lahan yang lestari untuk meningkatkan hasil, dengan cara memadukan produksi hasil tanaman pangan (termasuk hasil pohon-pohonan) dengan tanaman kehutanan dan/atau kegiatan peternakan baik secara bersamaan maupun berurutan pada sebidang lahan yang sama, dan menggunakan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan pola kebudayaan penduduk setempat”. Jenis kapulaga yang dikembangkan oleh petani ada dua yaitu kapulaga jenis jawa atau kapulaga local (Amomum cardamomum ) disebut juga dengan False Cardamon dan kapulaga hybrid atau 22
kapulaga sabrang (Elettaria cardamomum) yang disebut dengan True Cardamon. Ada dua varietas Elettaria cardamomum yaitu (1) Elettaria cardamomum varietas Malabar dan (2) Elettaria cardamomum varietas Mysore (Forum Kerjasama Agribisnis, 2013 dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011). Kapulaga sabrang jenis Malabar ini banyak dikembangkan oleh petani di Desa Kalijaya Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis sebagai tanaman sela dibawah tegakan kayu sengon (Falcataria molluccana (Miq.) Barneby J.W. Grimes). Sedangkan petani di Desa Karyabakti Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya, mengembangkan kapulaga sabrang jenis Malabar ini dibawah tegakan kayu manglid (Manglietia glauca BI.). Hasil kegiatan penelitian Diniyati et al. (2010) melaporkan bahwa pola tanam hutan rakyat di Desa Kalijaya Kecamatan Banjarsari teridentifikasi ada 6 pola tanaman dan Desa Karyabakti Kecamatan Parungponteng teridentifikasi ada 5 pola tanam (Diniyati et al., 2011). Selain itu tanaman kapulaga ini memang menghendaki naungan. Namun sayangnya masih banyak dijumpai petani di lokasi penelitian yang menanam kapulaga secara monokultur tanpa ada naungan. Alasan petani lebih tertarik menanam kapulaga hybrid/sabrang ini karena produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan kapulaga jawa dan saat ini permintaannya terus meningkat. Kapulaga sabrang varietas Malabar ini termasuk pada varietas baru dikembangkan di Desa Kalijaya Kecamatan Bajarsari Kabupaten Ciamis dan Desa Karyabakti Kecamatan Parungponten Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Introduksi varietas baru ini jelas menghendaki perlakukan yang berlainan dengan varietas lokal. Namun sayangnya pemahaman petani tentang teknik pengembangan kapulaga varietas baru ini juga kurang memadai, sehingga menganggap budidaya kapulaga sabrang ini mudah dan sama seperti membudidayakan kapulaga
Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas ..... (Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Tri Sulis Widyaningsih)
lokal. Seperti di sampaikan oleh Diniyati et al. (2013) bahwa petani di Desa Kalijaya Kabupaten Ciamis dan Desa Karyabakti Kecamatan Tasikmalaya Propinsi Jawa barat mengembangkan kapulaga ini hanya berdasarkan karena melihat orang lain, hasil penyuluhan, diajarkan orang tua serta karena hasil dari mencoba sendiri. Pada saat sekarang ini petani di kedua desa tersebut, belum dapat menghasilkan produksi dan kualitas kapulaga yang maksimal, dikarenakan salah satunya adalah teknik budidaya dan penanganan pasca panen kapulaga masih dilakukan secara sederhana dan apa adanya. Diniyati et al. (2013) melaporkan bahwa produksi kapulaga basah pada umur tiga tahun di Desa Kalijaya Kabupaten Ciamis sebesar 3,7 kg/ rumpun dan 1,23 kg/rumpun (Desa Karyabakti). Jika berdasarkan SOP Kapulaga dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan tahun 2011, maka produksi kapulaga di kedua lokasi penelitian masih rendah, padahal SOP menargetkan produksi kapulaga pada umur tiga tahun sebanyak 5 – 6 kg/rumpun. Kualitas dan produksi kapulaga ini sangat mempengaruhi nilai jual. Sehubungan dengan itu maka tulisan ini ingin mencoba untuk menguraikan teknik budidaya kapulaga yang telah dipraktekkan oleh petani, selanjutnya akan diramu upaya apa yang dapat dilakukan agar kualitas dan produktivitas kapulaga ini dapat meningkat. Diharapkan dari upaya kegiatan ini dapat meningkatkan nilai jual kapulaga sehingga pendapatan petani akan ikut meningkat pula. B. Tujuan
II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Ciamis di Desa Kalijaya Kecamatan Banjarsari untuk kajian sengon dan kapulaga serta di Kabupaten Tasikmalaya di Desa Karyabakti Kecamatan Parungponteng untuk kajian manglid dan kapulaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Desember 2012. B. Metode Pengambilan Contoh Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), karena di Desa Kalijaya dan Desa Karyabakti ini sudah banyak petani yang menanam kapulaga di hutan rakyat. Unit analisis yang dijadikan responden adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat serta dua orang informan kunci yaitu Kepala Seksi Sayuran Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan sampel responden petani dilakukan secara sensus, yaitu seluruh anggota kelompok tani yang masih aktif dipilih untuk dijadikan responden. Pada saat dilakukan kegiatan penelitian diketahui bahwa anggota kelompok tani yang masih aktif sebanyak 30 orang setiap desanya. Oleh karena itu seluruh anggota kelompok tani dijadikan sebagai responden, hal ini sesuai dengan syarat-syarat penentuan ukuran contoh dari PSSEKAI (2000) bahwa besarnya ukuran contoh sebaiknya tidak kurang dari 30 elemen (unit). Dengan demikian total responden petani ada 60 orang.
Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui teknik budidaya kapulaga
yang dilakukan oleh petani 2. Menyusun rekomendasi untuk mening-
katkan kualitas dan produktivitas kapulaga.
C. Jenis, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Data yang diperlukan untuk mengkaji peningkatan kualitas dan produktivitas tanaman kapulaga di hutan rakyat adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari narasumber utama yaitu petani serta informan kunci. Data 23
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
primer yang dikumpulkan terdiri dari: teknik budidaya kapulaga, pasca panen kapulaga dan upaya peningkatan produktivitas. Data primer dikumpulkan dengan cara observasi, interview kusus terhadap informan kunci dan wawancara menggunakan kuisioner terhadap responden petani (Sarwono, 2006). Data sekunder dikumpulkan dari monografi desa, laporan hasil penelitian, buku pustaka serta dokumen lain yang mendukung penelitian. Selanjutnya data primer dan sekunder yang terkumpul dikelompokan sesuai dengan tujuan serta dibuat tabulasi dan terakhir dianalisis secara statistik deskriptif. Menurut Sarwono (2006) kegunaan utama statistik deskriptif adalah untuk menggambarkan jawaban-jawaban observasi. Lebih jauh dikatakan oleh Nawawi (2007) bahwa metode deskriptif adalah usaha mendeskripsikan fakta-fakta itu pada tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas keadaan dan kondisinya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Budidaya Kapulaga yang telah dilakukan Petani 1. Pemilihan Lokasi Tanam Kapulaga
Pola pengembangan kapulaga pada umumnya diusahakan secara monokultur dan agroforestri yaitu sebagai tanaman sela dibawah tegakan tanaman kehutanan, perkebunan atau tanaman buah (Falah, 2008). 100% Responden di Desa Kalijaya mengatakan bahwa kapulaga merupakan tanaman yang memerlukan naungan dan paling cocok ditanam bersama-sama dengan tanaman lain seperti: sengon, durian, petai, kelapa, pisang, waru, mahoni, coklat, tisuk, wangkal, jati, dan afrika. Demikian halnya dengan 100% responden di Desa Karyabakti berpendapat bahwa tanaman kapulaga paling cocok jika ditanam bersama dengan sengon, manglid, dadap, mahoni, gmelina, 24
jati, pisang, manggis, singkong, jengkol dan kelapa. Oleh karena itu, penanaman kapulaga di Desa Kalijaya dan Karyabakti umumnya ditanaman di hutan rakyat dengan pola agroforestri, utamanya di bawah tegakan sengon dan manglid. 100% responden petani di Desa Kalijaya dan 47% responden petani di Desa Karyabakti beranggapan bahwa tumpangsari antara sengon dengan kapulaga dan manglid dan kapulaga, merupakan perpaduan yang baik, karena daun sengon dan manglid yang rontok tidak akan menutupi bunga kapulaga. Karena, jika bunga kapulaga tertutupi serasah, dapat menyebabkan kebusukan sehingga produksinya akan berkurang. Lebih Jauh dikatakan oleh 70% responden Desa Kalijaya dan 73% responden Desa Karyabakti menanam kapulaga di hutan rakyat yang terletak pada lahan dengan kemiringan 30 - 40 derajat. Hal ini dilakukan agar jika turun hujan maka air akan mengalir sehingga tidak terdapat genangan air yang dapat menyebabkan kebusukan pada buah kapulag. Hal ini dilakukan karena letak buah yang berada tepat dipermukaan tanah. Sejalan dengan pendapatan Suwandi (2011b) bahwa tanah yang cocok untuk ditanami kapulaga adalah tanah lempung yang berwarna coklat, memiliki humus tebal dan berdrainase baik. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan air, tanah yang memiliki topografi rata sampai miring dapat ditanami tanaman ini. 2. Pemilihan Bibit dan Cara Penanaman Kapulaga Mayoritas kapulaga yang ditanam petani di Desa Kalijaya dan Desa Karyabakti adalah kapulaga sabrang varietas Malabar dengan bibit berasal dari Majalengka. Dulu petani membudidayakan kapulaga lokal tetapi saat ini jarang dibudidayakan karena produksinya sedikit dan kandungan minyak atsirinya rendah. Ciri kapulaga lokal adalah bonggol/malainya pendek sehinga bunga dan buahnya sedikit (Fitriana, 2010).
Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas ..... (Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Tri Sulis Widyaningsih)
Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2011) kandungan minyak atsiri kapulaga sabrang yaitu sebesar 3.5 - 7% dan kapulaga lokal hanya 2,4%. Menurut Fitriana (2010) dan http://bisnisukm.com/ buah kapulaga.htm (2009) bahwa kapulaga lokal jika ditanam secara tumpangsari/ agroforestri dengan populasi 1.400 rumpun/ ha mampu berproduksi sekitar 2,8 sampai 3 ton buah basah per tahun dan sudah mampu berproduksi pada umur 1,5 tahun. Sedangkan kapulaga sabrang buahnya lebih besar, tumbuh melingkar pada tandannya sehingga produksinya tinggi. Lebih jauh dinyatakan oleh Fitriana (2010) dan http://bisnisukm.com/buah kapulaga.htm (2009) bahwa kapulaga sabrang jika ditanam secara tumpangsari dengan populasi 1.400 rumpun/ha mampu berproduksi sampai 4,2 ton/ha, namun baru berproduksi pada umur 2 tahun. Tingginya produksi kapulaga sabrang ini karena kandungan minyak atsiri yang tinggi. Ciri kapulaga sabrang adalah memiliki bonggol/malai panjang sehingga bunga dan buah lebih banyak (Fitriana, 2010). Tanaman kapulaga di lokasi penelitian diperbanyak secara vegetative, yaitu menggunakan anakan atau tunas baru atau percabangan rizoma yang membentuk tunas (Diniyati et al., 2011). Pada awalnya, 83,33% petani Desa Karyabakti dan 100% petani Desa Kalijaya memperoleh bibit dengan cara membeli dari tempat pembibitan atau meminta kepada teman yang telah mengembangkan kapulaga sabrang. Sekarang 100% petani mengembangkan kapulaga dari tunas (anakan) yang berasal dari tanaman kapulaga yang sudah ada, sehingga pada saat ini jarang petani membeli bibit kapulaga (Diniyati et al., 2011). Seluruh responden petani (100%) mengambil anakan kapulaga dari rumpun yang telah banyak daunnya. Pengambilan anakan ini dilakukan oleh petani http://bisnisukm.com/buah kapulaga.htm dengan tidak membongkar rumpun kapulaga yang sudah ada. Petani tidak menyukai jika harus membokar rumpun
kapulaga hanya untuk mengambil tunasnya. Alasannya yaitu jika rumpun kapulaga harus dibongkar, berarti petani harus menanam kapulaga dari awal lagi dan ini berdampak terhadap produksi kapulaga akan terhenti, sedangkan jika petani tidak membongkar rumpun kapulaga tersebut maka buah kapulaga akan terus berproduksi. Teknik penanaman yang dilakukan oleh 100% responden adalah setiap satu lubang tanam ditanam satu tunas. Jarak tanam yang umum dilakukan oleh responden di lokasi penelitian diperlihatkan oleh Tabel 1 berikut ini. Jarak tanam pada sistem agroforestri merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan perakaran pohon. karena jarak tanam berkaitan dengan ketersediaan cahaya yang dapat menembus kanopi tanaman utama dan ketersediaan ruang untuk perakaran (Nurunnajah. 2011). Demikian juga dengan jarak tanam kapulaga, seperti diketahui bahwa tanaman kapulaga di lokasi penelitian di tanam dengan pola agroforestri, sehingga jarak tanam yang diterapkan akan sangat bervariasi karena disesuaikan dengan kondisi tanaman dan lahannya, hal ini diperlihatkan oleh Tabel 1. Dari hasil inventarisasi diketahui bahwa terdapat 5 model jarak tanam yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian. Jarak tanam yang dilakukan oleh respoden di Desa Kalijaya yaitu 1m x 1m, 2m x 2m, 2m x 3m, 2m x 4m dan 3m x 4m , sedangkan responden Desa Karyabakti menggunakan jarak tanam yaitu 1m x 1m, 2m x 2m, 3m x 4m, 4m x 4m, dan 5m x 5m. Hal senada disampaikan oleh beberapa pustaka (SOP Kapulaga Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis, 2011: Badan Litbang Pertanian, 2014; Suwandi, 2011a) menyebutkan bahwa jarak tanam kapulaga yang dilakukan dengan pola agroforestri, sangat tergantung dengan kondisi tanaman yang sudah ada, oleh karena itu jarak tanam nya sangat bervariasi yaitu: 1m x 1,5m, 1,5m x 1,5m, 1m x 2m, 1,5m x 2m, 2m x 1m; 2m x 2m, dan 2m x 3m.
25
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
Tabel 1.
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan Jarak Tanam Kapulaga di Lokasi Penelitian (Table) 1. Distribution of respondents by knowledge Cardamom Plant Spacing on Location Research Uraian (Description)
No 1
2
Lokasi Penelitian (Location research) Desa Kalijaya Desa Karyabakti (Kalijaya village) – % (Karyabakti village) Ciamis Tasikmalaya
Jarak Tanam /Orang 1x1m 2x2m 2x3m 2x4m 3x4m 4x4m 5x5m Jumlah Pengetahuan jarak tanam Kapulaga Pengalaman sendiri Informasi dari teman Penyuluhan Hasil Studi banding Jumlah
%
3 13 8 2 4 0 0 30
10,00 43,33 26,67 6,67 13,33 0 0 100
5 8 0 0 8 4 5 30
16,67 26,67 0 0 26,67 13,33 16,67 100
21 6 2 1 30
70,00 20,00 6,67 3,33 100
22 7 1 0 30
73,33 23,33 3,33 0 100
Sumber (Source): Diolah dari data primer (Adapted from the primary data) 2012
Lebih jauh diketahui bahwa jarak tanam kapulaga yang diterapkan oleh petani ini pada umumnya berdasarkan dari pengalaman sendiri. Seperti disampaikan oleh 70% responden Desa Kalijaya Kabupaten Ciamis dan 73% responden Desa Karyabakti Kabupaten Tasikmalaya. Alasanya yaitu, dengan jarak tanam tersebut maka rumput tidak akan tumbuh, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tanaman yang sudah ada. Sedangkan sisa nya responden mengetahui jarak tanam tersebut karena melihat teman,
hasil penyuluhan dan studi banding. 3. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan diantaranya adalah membersihkan rumput dan gulma, memberi pupuk, memberantas hama penyakit tanaman (HPT), penjarangan dan pemangkasan. Namun kondisi pemeliharaan tidak semua tahapannya dilakukan oleh responden, seperti diperlihatkan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Teknik Pemeliharaan Tanaman Kapulaga yang Dilakukan oleh Responden (Table) 2. Cardamom Plant Maintenance Techniques Performed by Respondents) No
1
2
3 4
Uraian (Description)
Pemupukan Takaran Pemupukan bertambah Takaran Pemupukan tidak berubah Tidak perlu pemupukan Intensitas pemupukan tiap tahun 0 kali 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Penyulaman dan Penyiangan Pemberantasan HPT Dilakukan pemberantasan HPT Tidak perlu pemberantsan HPT
Lokasi Penelitian (Location research) Desa Kalijaya Desa Karyabakti (Kalijaya village) – (Karyabakti village)– Ciamis Tasikmalaya Orang % Orang % 11 9 10
36,67 30 33,33
6 21 3
20 70 10
10 4 11 3 2 30
33,33 13,33 36,67 10 6,67 100
3 4 11 4 8 30
10 13,33 36,67 13,33 26,67 100
14 16
46,67 53,33
4 26
13,33 86,67
Sumber (Sources): Diolah dari data primer (Adapted from the primary data) 2012 serta adopsi dari Diniyati et al, 2013 (adapted from Diniyati et al, 2013)
26
Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas ..... (Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Tri Sulis Widyaningsih)
Pemupukan : Berdasarkan wawancara diketahui bahwa jenis pemeliharaan untuk kapulaga sabrang dan lokal yang dilakukan oleh responden bentuknya sama saja, bahkan cenderung jarang dilakukan pemeliharaan, seperti diperlihatkan oleh data pada Tabel 2 bahwa sebanyak 33,33% responden (Desa Kalijaya) dan 10% (Desa Karyabakti) tidak melakukan pemupukan terhadap tanaman kapulaga maupun jenis tanaman lainnya. Hal ini dilakukan karena responden menganggap bahwa kondisi tanahnya masih subur, sehingga walaupun tidak dipupuk produksi kapulaganya cukup memuaskan, selain itu juga karena kurangnya modal untuk biaya pemeliharaan terutama pemupukan. Seperti disampaikan oleh Subroto (2013) bahwa sebagian besar petani, nelayan dan pegusaha di berbagai sektor lainnya berskala mikro masih sangat kesulitan mendapatakan apa yang mereka butuhkan untuk dapat berkembang. Mereka kesulitan mendapatkan dukungan peningkatan kapasitas (keterampilan maupun manajemen), dukungan permodalan, dukungan regulasi dan dukungan pasar. Tanaman kapulaga sabrang menghendaki pemeliharaan yang lebih intesif dibandingkan dengan kapulaga lokal, diantaranya adalah pemupukan. Pupuk yang diperlukan untuk tanaman kapulaga sabrang lebih banyak takarannya dibandingkan dengan kapulaga lokal (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011). Namun sayangnya belum semua responden mengetahui dan mempraktekkannya. Ada kecenderungan responden melakukan pemeliharaan terhadap kapulaga sabrang dan lokal sama saja, bahkan ada juga yang tidak melakukan pemeliharaan. (Diniyati et al., 2013). Berdasarkan data dari Tabel 2 diketahui bahwa hanya 36,67% responden Desa Kalijaya dan 20% responden Desa Karyabakti menyatakan bahwa tanaman kapulaga ini memerlukan pemupukan yang lebih banyak supaya hasil yang diperoleh dapat maksimal. Dari hasil pemupukan tersebut selain dihasilkan produksi kapulaga
yang tinggi juga dapat berdampak terhadap pertumbuhan tanaman kayu yang lebih cepat besar. Pemberian pupuk sangat bervariasi waktunya. Di Desa Kalijaya, sebanyak 36,67% responden memberi pupuk satu tahun dua kali yaitu setiap keluar bunga dan setelah panen, atau awal musim hujan dan akhir musim hujan. Namun ada 33,33% responden yang tidak memberi pupuk kepada tanaman kapulaganya. Di Desa Karyabakti, sebanyak 36,67% responden melakukan kegiatan pemupukan terhadap tanaman kapulaga dan 10% responden tidak melakukan kegiatan pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan di kedua lokasi penelitian sama yaitu pupuk kandang berupa kotoran ayam, kambing, sapi, domba dan jerami serta pupuk kimia terdiri dari NPK, urea, TSP, KCl dan pupuk organik cair (POC). Pemeliharaan dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman (HPT); Pekerjaan pemeliharan yang sering dilakukan adalah penyulaman dan penyiangan. Penyulaman biasanya dilakukan jika ada tanaman kapulaga yang mati. Waktu pekerjaan penyulam ini tidak bisa ditentukan, tergantung tingkat hidup tanaman kapulaga. Pekerjaan penyulaman dan penyiangan ini biasanya dilakukan langsung oleh responden, tujuannya untuk membersihkan rumput dan gulma. Penyiangan ini dikerjakan sebanyak 2 kali dalam satu tahun, dilakukan oleh responden bersama keluarga (istri dan anak). Sistem kerjanya adalah dilakukan sewaktu-waktu yaitu jika responden dan keluarganya ada waktu, baru melakukan penyiangan dengan lama bekerja sekitar 1 - 2 jam. Namun bagi 70% responden petani (Desa Kalijaya) dan 17% responden petani (Desa Karyabakti) yang memiliki usaha kapulaga yang cukup luas dan tidak dapat ditangani oleh tenaga kerja keluarga, maka menyewa tenaga kerja dari luar keluarga. Oleh karena itu lama pengerjaannya sudah ditentukan karena berhubungan dengan upah. 27
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
Apabila melihat hasil pekerjaan penyiangan rumput dan gulma yang dilakukan oleh tenaga kerja dalam dan luar keluarga (buruh) memiliki hasil yang berbeda. Menurut 100% responden penyiangan rumput dan gulma yang dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga jauh lebih bersih dibandingkan dengan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini terjadi karena waktu yang diperlukan untuk membersihkan rumput dan gulma oleh tenaga kerja keluarga tidak terbatas, sedangkan waktu untuk buruh dibatasi. Pekerjaan penyiangan ini dilakukan selain untuk membersihkan rumput dan gulma yang tumbuh disekitar kapulaga, juga membersihkan ranting serta daun sengon yang berguguran. Menurut Fitriana (2010) pembersihan rumput dilakukan sekaligus untuk menjaga agar tanaman kapulaga tidak tertular hama penyakit tanaman (HPT) seperti: kutu, ulat pemakan daun, pengerek akar rimpang, penggerek batang, penggerek buah dan kumbang pemakan daun. Menurut Santoso (1991) dalam Nursery (2013) mengungkapkan, hama yang mungkin menyerang tanaman kapulaga adalah kutu, ulat pemakan daun, penggerek batang, penggerek buah dan kumbang pemakan daun. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa ada 53,33% responden Desa Kalijaya dan 86,67% responden Desa Karyabakti yang tidak pernah melakukan pemberantasan HPT, kalaupun dilakukan itupun dikerjakan secara sambilan saja. Akibatnya petani tidak mengenal HPT yang telah menyerang tanaman kapulaga yang dimilikinya. Padahal kondisi ini dapat berpengaruh terhadap produkvitas dan kualitas. Sedangkan penanganan tanaman kapulaga yang terserang hama penyakit cukup sederhana yaitu dengan cara mencabutnya dan menggantinya dengan tanaman kapulaga yang sehat, hal senada disampaikan Selisiyah (2011) jika ada tanaman kapulaga yang terserang hama penyakit maka caranya dengan membuang tanaman yang terserang.
28
4. Pemanenan Tanaman kapulaga mulai berbunga pada umur 7 - 8 bulan, bunga ini merupakan bakal buah dan mulai dapat di panen setelah umur 12 - 13 bulan. Pada panen pertama biasanya kapulaga akan berbuah dengan jumlah sedikit dan disebut dengan panen perdana (Diniyati et al., 2011). Biasanya buah pertama ini jarang dipanen oleh petani dikarenakan biaya untuk pemanenan tidak sebanding dengan hasil penjualannya. Pada umur dua tahun kapulaga akan panen lagi yang disebut dengan panen raya yaitu pada bulan Juli – Oktober dan bulan Januari - April. Petani di Desa Kalijaya pada panen raya ini bisa memperoleh buah kapulaga sabrang rata-rata sebanyak 1,76 ton/ha/tahun basah. Jika kapulaga ini dikeringkan maka akan menyusut menjadi 0,53 ton/ha/tahun kapulaga kering. Produksi kapulaga pada saat panen raya di Desa Karyabakti diperoleh rata-rata sebanyak 2.52 ton/ha/tahun basah dan jika dikeringkan akan menghasil sekitar 0,76 ton/ ha/tahun. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan pisau dan biasanya dikerjakan langsung oleh 30% responden dan keluarganya di Desa Kalijaya dan 83% responden dan keluarga di Desa Karyabakti. Waktu pemanenan dikerjakan secara bertahap yaitu jika responden atau keluarganya memiliki waktu luang maka akan melakukan pemanenan. Teknik pemanenan seperti ini menghasilkan kapulaga dalam jumlah sedikit. Dan situasi ini menumbuhkan keinginan petani untuk menjual kapulaga dalam kondisi basah, sehingga tidaklah mengherankan penjualan kapulaga basah selalu dilakukan dalam jumlah sedikit-sedikit. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sebanyak 73% responden Desa Kalijaya dan 77% responden Desa Karyabakti menjual kapulaga masih berbentuk basah, karena didesak oleh kebutuhan keluarga baik itu
Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas ..... (Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Tri Sulis Widyaningsih)
kebutuhan resiko dapur (kebutuhan konsumsi sehari-hari) ataupun untuk keperluan sekolah anak. Seperti dilaporkan oleh Diniyati et al. (2013) bahwa petani di Desa Karyabakti dan Desa Kalijaya mempunyai persepsi tentang kapulaga dari aspek ekonomi, yaitu hasil dari kapulaga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga petani, sampai untuk biaya pengembangan usaha produksi lainnya, seperti untuk biaya konsumsi/pangan, biaya sekolah, jajan anak, bayar listrik, membeli pupuk, membeli lahan, bayar tenaga kerja, biaya berobat, membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Selain itu ada kalanya karena kebutuhan yang mendesak, maka ada 1 orang petani di Desa Karyabakti menjual kapulaga pada saat masih muda (atau belum masanya panen) atau disebut juga dengan sistem ijon. Bentuk penjualan kapulaga ini berpengaruh terhadap sistem penjualan. Dari hasil wawancara diketahui ada dua sistem penjualan kapulaga, yaitu (1) penjualan kapulaga basah dilakukan oleh 73% responden (Desa Kalijaya) dan 77% responden (Desa Kalijaya), transaksi terjadi setiap selesai panen dan dilakukan langsung dikebun, sehingga produksinya sedikit karena biasanya satu kali panen menghasilkan 0,5 kg - 3 kg. Penjualan dilakukan kepada para pengempul kapulaga tingkat desa yang sudah ada di kebun, biasanya para pengepul ini sudah mengetahui petanipetani yang melakukan pemanenan kapulaga, (2) penjualan kapulaga kering dilakukan oleh 27% responden Desa Kalijaya dan 23% responden Desa Karyabakti. 5. Pasca Panen Perlakukan pasca panen kapulaga yaitu pemipilan, pembersihan, penjemuran dan penyimpanan. Pemipilan yaitu memisahkan buah kapulaga dari tandanya, yang dilakukan secara manual oleh responden
beserta keluarganya ataupun tenaga upahan di rumah ataupun kebun/hutan rakyat. Setelah dipipil biasanya dilakukan penjemuran dengan menggunakan sinar matahari, lama pengeringan sekitar 4 - 5 hari. Apabila cuaca tidak mendukung untuk melakukan pengeringan, biasanya responden menggunakan oven yang berbahan bakar kayu, dengan lama pengeringan selama 2 hari. Kegiatan pasca panen lainnya yang sering dilakukan adalah memisahkan buah kapulaga dari kotoran, selanjutnya dikemas menggunakan karung plastik. Apabila kapulaga kering tidak langsung dijual maka akan disimpan di dapur rumah responden. B. Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tanaman Kapulaga Pengembangan kapulaga di lokasi penelitian masih belum memberikan hasil yang maksimal, salah satu penyebabnya adalah aspek budidaya yang belum diterapkan secara penuh yaitu pada kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan dan pemberantasan HPT masih jarang dilakukan oleh responden. Kegiatan pemeliharaan ini akan berdampak terhadap produktivitas kapulaga, pada saat sekarang ini produksi kapulaga di Desa Kalijaya sebanyak 1,76 ton/ha/tahun basah dan 2.52 ton/ha/tahun basah (Desa Karyabakti). Produksi ini masih rendah jika dibandingkan dengan informasi yang disampaikan oleh Kepala Seksi Sayuran Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, apabila tanaman kapulaga sabrang kondisinya baik maka produksinya bisa mencapai 6,67 - 10 ton/ ha/tahun kapulaga basah. Hal ini senada dengan pendapat dari Forum Kerjasama Agribisnis (2013) bahwa produksi kapulaga sabrang varietas malabar adalah 1,5 x kapulaga lokal atau per hektar antara 4,2 ton sampai dengan 4,5 ton. Kualitas produksi kapulaga yang dihasilkan oleh petani responden dari
29
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya masih kalah apabila dibandingkan dengan kualitas kapulaga yang berasal dari Jawa Timur (Komunikasi pribadi dengan Bapak Kepala Seksi Sayuran Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, 24 Juli 2012). Salah satunya disebabkan waktu pemanenan dan pasca panen yang belum sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur), padahal hal ini sangat berpengaruh terhadap nilai jual kapulaga, karena semakin bagus kualitas kapulaga maka harga jual akan semakin tinggi. Lebih jauh dikatakan oleh Bapak Kepala Seksi Sayuran Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, bahwa harga kapulaga tidak dibedakan atas jenisnya, yang membedakan adalah kualitas kapulaga. Kulitas kapulaga dilihat dari tiga aspek yaitu (1) tingkat kekeringan (akan berpengaruh terhadap mudah dan tidaknya memecahkan buah kapulaga). Tingkat kekeringan yang baik menurut SOP Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2011) adalah sampai kandar air mencapai sekitar 10 -14%, (2) kebersihan (bersih dari tanah, kerikil serta sampah) dan, (3) warna kapulaga harus bersih dan putih. Pada saat sekarng ini harga kapulaga di tingkat petani masih rendah, hal ini disebabkan karena kapulaga yang diproduksi oleh 48% responden di Desa Kalijaya dan 34% responden di Desa Karyabakti dalam kondisi kotor, banyak sampah (daun, ranting, kerikil), biasanya petani tidak menentukan harga dan yang penentu harga adalah pembeli (para bandar kapulaga). Upaya yang harus dilakukan oleh petani kapulaga di lokasi penelitian untuk meningkatkan kualitas kapulaga adalah sebagai berikut ini: a. Pemilihan jenis tanaman kapulaga yang sesuai dengan karakteristik lokasi tempat tumbuh. Seperti disampaikan oleh Falah (2008) dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2011), bahwa kapulaga dapat tumbuh pada ketinggian 200 – 1000 m dpl dan optimalnya 300 - 500 m dpl. 30
Untuk jenis kapulaga sabrang (Elettaria cardamomum) umumnya dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi baik pada ketinggian > 500 m dpl dan kapulaga lokal (Amomum cardamomum) lebih sesuai untuk dataran rendah sampai menengah (< 500 m dpl). Lebih jauh Falah (2008) menyatakan bahwa curah hujan optimal untuk pertumbuhan kapulaga, baik itu jenis sabrang ataupun lokal yaitu 2.500- 4.000 mm per tahun. Namun demikian tanaman kapulaga ini tidak menyukai air yang menggenang oleh karena itu maka drainase harus baik dengan derajat pH sekitar 5,6 - 6,8. Suhu rata-rata yang dikehendaki berkisar antara 20 - 30oC, sedangkan di dataran rendah dengan pohon pelindung yang cukup rimbun suhu 23 - 30oC. Oleh karena itu intensitas cahaya yang baik untuk pertumbuhan kapulaga yaitu 30 70 persen (Asosiasi Petani Kapol, 2012). Hal ini sejalan dengan pendapat Prasetyo (2004) bahwa tanaman kapulaga untuk dapat tumbuh dan berproduksi baik serta lebih menguntungkan, apabila di tanam pada tempat dengan tingkat naungan sekitar 70%. b. Pembuatan tunas kapulaga yang akan dijadikan sebagai bibit dapat dilakukan secara sendiri untuk menghemat biaya produksi. Caranya dengan mengambil dari tanaman induk yang sehat dan berumur 10 -12 bulan dan atau anakan dari rimpang yang sehat, daun maksimal 5 - 8 daun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011). Jika akan mengambil anakan dari satu rumpun kapulaga, maka rumpun tersebut harus dibongkar semuanya dan dibuat tanaman kapulaga yang baru. c. Umur produksi kapulaga yaitu 1 - 15 tahun (Selisiyah, 2011). Setelah 15 tahun harus dibongkar dan diganti yang baru. Setiap lubang tanam sebaiknya ditanam 3 tunas/batang dan diberi ajir kemudian diikat agar kokoh berdiri, selain itu tanah jangan dipadatkan karena jika tanahnya padat, tanaman akan sulit tumbuh.
Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas ..... (Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Tri Sulis Widyaningsih)
Tujuannya agar tanah tetap gembur dan anakan kapulaga cepat tumbuh sehingga dapat menghasilkan malai-malai/ bonggol baru dan cepat menghasilkan bunga sehingga buah kapulaga juga cepat dihasilkan. Populasi dan jarak tanaman per ha tergantung pada kondisi lahan. Jarak tanam yang rapat tidak akan mempengaruhi produktivitas, biasanya yang dihawatirkan petani jika daun kapulaga sudah saling bertemu akan mengurangi produktivitas buah kapulaga, dikarenakan sinar matahari tidak dapat sampai ke bunga. Walaupun kapulaga merupakan tanaman yang tahan terhadap naungan namun tetap memerlukan cahaya untuk membantu penyerbukan. Untuk mengatasi hal ini, sebenarnya cukup dengan cara mengikat rumpun-rumpun kapulaga supaya cahaya matahari tetap dapat sampai ke akar sehingan proses pertumbuhan bunga dapat terus berlangsung. Teknik ini juga berguna untuk menahan daun dari pohon utama, oleh tajuk daun kapulaga supaya tidak menutupi bunga kapulaga (Diniyati et al., 2011). Selain itu juga dapat digunakan bambu antar larikan supaya daun kapulaga tidak saling bertemu. d. Pemupukan merupakan kegiatan yang masih jarang dilakukan oleh petani. Rimpang membutuhkan tanah gembur dan pupuk organik yang banyak. Banyaknya domba, ayam dan ternak yang dimiliki masyarakat dapat dimanfaatkan kotorannya untuk pupuk tanaman kapulaga. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan (20111) dosis pupuk kandang/kompos per lubang tanam yaitu sekitar 2 - 5 kg. Pupuk kimia yang diperlukan yaitu urea dosisnya sebanyak 100 - 150 kg/ha. TSP diperlukan sebanyak 100 - 200 kg/ha, NPK sebanyak 100 - 200kg/ha dan semprotkan POC jika ada. Dosis pupuk ini tergantung pada kondisi tanah. Jika tanah sudah subur maka pupuk bisa dikurangi. Pemupukan dilakukan pada
umur tanaman 1 bulan kemudian diulangi pada saat tanaman umur 3 bulan dan 6 bulan. Selanjutnya pupuk diberikan sebanyak 2 kali/tahun. e. Kegiatan pemeliharaan sangat mempengaruhi produktivitas kapulaga. Tanaman kapulaga ini memerlukan tanah yang gembur supaya anakan kapulaga mudah tumbuhnya, karena jika tanah keras maka anakan kapulaga akan sulit tumbuh. Selain itu harus dilakukan pemotongan batang atau daun yang kering, karena jika ada daun kering bisa mengurangi penyerbukan bunga dan akhirnya produksi buah kapulaga juga akan berkurang. Pemotongan batang tua ini dilakukan untuk mengatur anakan agar tidak tumpang tindih rimpannya. Hal senada disampaikan oleh Tunggul (2014) bahwa beberapa pekerjaan penting dalam pemeliharaan kapulaga yang harus dilakukan antara laian : penyiangan rumput atau pengendalian gulma, penggemburan di luar rumpun untuk merangsang perkembangan anakan rimpang sehingga bisa tumbuh lebih baik, pemotongan daun kering agar tidak menghalangi penyerbukan bunga, pemotongan batang yang sudah agak tua atau menguning untuk memberi kesempatan batang muda tumbuh dengan baik, pengaturan anakan agar tidak tumpang tindih dan untuk merangsang pertumbuhan bunga atau buah, juga untuk mengurangi penguapan pada musim kemarau serta untuk mendapatkan anakan atau bibit baru. f. Penanganan pasca panen, hal ini sangat menentukan harga kapulaga. Oleh karena itu harus diperhatikan umur panen kapulaga. Kapulaga dapat dipanen setelah berumur 10 - 12 bulan atau setelah semua daun menguning dan mengering serta tua, cirinya (1) warna buah putih, (2) mudah dibecahkan hanya dengan ditekan saja, (3) biji yang ada didalam kapulaga warnanya coklat atau hitam. Sedangkan kapulaga muda cirinya (1) warna buah masih merah, (2) 31
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
bunganya masih menempel, dan buahnya sulit dibuka. Menurut Nursery (2013) ciri dari buah Kapulaga siap panen adalah sebagai berikut: 1) Sisa mahkota bunga telah kering dan gugur, 2) Buah sudah berwarna kuning pucat atau ungu pucat, 3) Kulit buah sudah sedikit berkerut, dan 4) Untuk buah yang sudah tua sekali bijinya akan mudah lepas dari tandan. Kapulaga tua jika dikeringkan sebanyak 1 kg basah akan menyusut menjadi 3 - 3,5 ons, sedangkan jika kapulaga muda dan dikeringkan maka akan menyusut 1 kg menjadi 2 - 2,5 ons. Rimpang Kapulaga yang sudah dipanen dibersihkan dari tanah dan kotoran lain yang masih menempel, dengan cara dipukul-pukul perlahan-lahan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011). Kotoran yang ada di kapulaga ini banyak dikeluhkan oleh para pembeli, terutama pembeli ditingkat kabupaten dan eksportir. Ada anggapan bahwa petani sengaja membiarkan kapulaganya kotor agar berat timbangnya meningkat. Padahal ini merugikan petani karena harganya akan diturunkan, selain itu kapulaga tersebut akan dibersihkan terlebih dahulu baru ditimbang beratnya. Kegiatan selanjutnya adalah memisahkan buah kapulaga dari tandannya biasanya dilakukan secara manual yaitu menggunakan tenaga kerja perempuan, laki-laki dan anak-anak. Setelah dipisahkan sebaiknya kapulaga dicuci terlebih dahulu untuk menghasil-kan kulit kapulaga yang bersih, setelah itu baru dilakukan penjemuran. Petani umumnya menjemur kapulaga dengan mnggunakan tampah yang disimpan langsung diatas tanah, penjemuran cara ini sebenarnya kurang bagus, karena uap tanah yang lembab akan naik ke atas dan akan diserap oleh buah kapulaga yang sedang dijemur, ini akan mempengaruhi kadar air buah 32
kapulaga. Oleh karena ini sebaiknya dibawah tampah, diberi penyangga bambu supaya tidak langsung bersentuhan dengan tanah, minimal 20 - 30 cm diatas tanah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011). Penjemuran dapat tetap menggunakan tampah jika disimpan dilantai jemur yang terbuat dari semen. Penjemuran kapulaga biasanya mengandalkan cahaya sinar matahari, cara ini merupakan yang terbaik karena akan menghasilkan kapulaga yang kering normal dan berbau harum (bau kapulaga). Namun jika musim hujan biasanya petani melakukan penjemuran menggunakan driyer dengan kayu sebagai bahan bakarnya. Sistem pengeringan seperti ini akan menimbulkan bau bakar dan warna hitam pada buah kapulaganya, ini tidak disukai oleh para eksportir. Untuk menghindari bau bakar ini maka sebaiknya setelah dilakukan pengeringan, kapulaga jangan langsung dimasukkan dalam karung, melainkan dibiarkan terbuka dulu supaya bau bakar menghilang. Tingkat kekeringan kapulaga sangat tergantung permintaan pembeli, namun pengeringan dapat dikatakan sempurna jika kadar air sudah mencapai sekitar 10-14% (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011; Selisiyah, 2011).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kegiatan pengembangan kapulaga di
hutan rakyat dilakukan oleh petani dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan. Namun sayangnya kegiatan budidaya, panen dan pasca panen kapulaga tidak dilakukan sesuai dengan SOP pengembangan kapulaga. 2. Teknik budidaya kapulaga yang telah dilakukan oleh petani pada saat sekarang
Upaya Peningkatan Kualitas dan Produktivitas ..... (Dian Diniyati, Eva Fauziyah, Tri Sulis Widyaningsih)
ini menghasilkan produksi kapulaga basah di Desa Kalijaya sebanyak 1,76 ton/ha/tahun dan Desa Karyabakti menghasilkan 2,52 ton/ha/tahun. Jumlah produksi ini masih rendah jika dibandingkan dengan SOP kapulaga sebanyak 6,67 – 10 ton/ha/tahun kapulaga basah. 3. Kualitas kapulaga yang dihasilkan belum maksimal karena masih banyaknya kotoran pada kapulaga, warna tidak putih dan bersih, bau kapulaga yang beraroma kayu bakar, serta tingkat kekeringan yang masih basah. 4. Upaya perbaikan produksi dan kualitas kapulaga dapat dilakukan mulai dari proses penentuan lokasi penanaman pemilihan jenis tanam, bibit, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. B. Saran
Rendahnya produkvitas dan kualitas kapulaga yang dihasilkan oleh petani dilokasi penelitian karena masih terbatasnya pengetahuan dan informasi yang diterima oleh petani. Oleh karena itu petani perlu diedukasi dengan cara dilakukan penyuluhan ataupun pelatihan. Diharapkan dari kegiatan ini akan terjadi transver pengetahuan dan teknologi sehingga petani dapat bertambah pengetahuan dan mampu untuk mempraktekannya, sehingga hasilnya diharapkan produksi dan kualitas kapulaganya meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Andayani A. 2005. Ekonomi Agroforestri. Hlm 1 – 113. DEBUT Press. Jakarta. Asosiasi Petani Kapol. 2013. Analisis Usaha Kapol. Asosiasi Petani Kapol Kabupaten Ciamis. Dinas Petanian Tanaman Pangan. Ciamis. Jawa Barat. Badan Litbang Pertanian. 2014. Intensifikasi Budidaya Kapulaga Untuk Penuhi permintaan. Badan Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian. R e p u b l i k I n d o n e s i a . We b s i t e http://www.litbang.deptan.go.id/ berita/one/1294/. Diakses pada tanggal 19 Januari 2014. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2011. Standar Operasional Prosedur (SOP) Kapulaga Kabupaten Ciamis. Pemerintah Kabupaten Ciamis. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian. Ciamis. Diniyati D. E. Fauziyah, TS. Widyaningsih, Suyarno dan E. Mulyati. 2010. Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan. Pola Agroforestri Di Hutan Rakyat Penghasil Kayu Pertukangan (sengon). Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Tidak Diterbitkan. Diniyati D. B. Achmad dan TS. Widyaningsih. 2011. Alternatif Pengembangan Kapulaga sebagai Nilai Tambah Di Zona Penyangga Kawasan Konservasi. Prosiding Semiloka Restorasi Ekosistem Kawasan Konservasi. Hlm 157 – 169. Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Kuningan. D i n i y a t i D . E . F a u z i y a h d a n T. S . Widyaningsih. 2013. Persepsi Petani Tentang Pengembangan Cardamom Jenis Sabrang ((Elettaria cardamomum (L) Maton) Di Hutan Rakyat Pola Agroforestry. Prosiding seminar nasional Agroforestry 2013. Tanggal 21 Mei 2013 di Malang. HLM. 549 – 555. Kerjasama Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Masyarakat Agroforestri Indonesia. Ciamis.
33
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 21-34)
Falah NR. 2008. Budidaya Kapulaga. Website. Diakses pada tanggal 13 September 2011. Fitriana AI. 2010. Keong Mungil. Kapulaga (Amomum cardamomum). Website http://blog.ub.ac.id/ayuida/2010/05/ 29/kapulaga-amomum-cardamomum. Diakses pada tanggal 23 September 2011. Forum Kerjasama Agribisnis. 2013. Antara Kapulaga Sabrang dan Lokal. Website:http://foragri.blogsome.com/ antara-kapulaga-sabrang-dan-lokal/. Diakses pada tanggal 2 Mei 2013. http://bisnisukm.com/buah kapulaga.htm. 2009. Potensi dan Manfaat Buah Kapulaga. Website. Diakses pada tanggal 13 September 2011. Nawawi H. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Hlm 1 – 263. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nursery S. 2013. Kapulaga. Website: http://sinoxnursery.blogspot.com/ 2013/06/kapulaga.html. Diakses pada tanggal 13 Januari 2014. Nurunnajah. 2011. Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban Dan Sistem Perakaran Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Skripsi. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Website: http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/123456789/54291/ Cover.pdf?sequence=8 . Diakses pada tanggal 12 Januari 2014. Pedoman Survei Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia (PSSEKI). 2000. Pusat PenelitianSosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan. Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Departemen Kehutanan Dan Perkebunan Republik Indoensia. Hal 1 -165. Bogor.
34
Prasetyo. 2004. Budidaya Kapulaga sebagai tanaman sela pada tegakan sengon. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia Volume 6 No. 1, 2004: 22-31. Website http://kphjember.com/files/Budidaya Kapulaga Dibawah Tengak Sengon.pdf. Diakses pada tanggal 25 Maret 2011. Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Hal 1- 273. Graha Ilmu. Yogyakarta. Selisiyah A. 2011. Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) Di desa Sedayu Kecamatan Loana Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Kedu selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Manajemen Kehutanan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Subroto. 2013. Indonesia di Tanganmu!. Persembangan Pemikiran Bagi Generasi Muda Indonesia Menuju Indonesia 2045. Hlm 1 – 190. Aksi Sinergi Untuk Indonesia. Jakarta. Suwandi I. 2011b. Budidaya Kapulaga dan Syarat Tumbuh Tanaman Kapulaga atau Kapol. Website: http://lokakita. blogspot.com/2011/11/budidayakapulaga-dan-syarat-tumbuh.html. Diakses pada tanggal 9 Januari 2014. Suwandi I. 2011a. Pelaksanaan Dalam Budidaya kapulaga atau Kapol. Website: http://lokakita.blogspot. com/ 2011/11/pelaksanaan-dalambudi-daya-kapulaga.html. Diakses pada tanggal 13 Januari 2014. Tunggul D. 2014. Kapulaga. Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi J a w a Te n g a h . We b s i t e : http://setbakorluh.jatengprov.go.id/ web/perhutanan/detail/7/kapulaga. Diakses pada tanggal 9 Januari 2014.