perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETEKSI KERAGAMAN SALAK (Salacca zalacca ) VARIETAS PONDOH DAN NON PONDOH MELALUI ANALISIS RAPD-PCR
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Agronomi
Oleh : TRIPURNAMI CANDRADEWI H0106109
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
DETEKSI KERAGAMAN SALAK (Salacca zalacca ) VARIETAS PONDOH DAN NON PONDOH MELALUI ANALISIS RAPD-PCR
yang dipersiapkan dan disusun oleh TRIPURNAMI CANDRADEWI H 0106109
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal,
Oktober 2012
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji Ketua
Anggota I
Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS
Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP
NIP. 19540805 198103 2 002
NIP. 19480426 197609 1 001
Surakarta,
Oktober 2012
Universitas Sebelas Maret Surakarta FakultasPertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 commit to user 1 001
ii
Anggota II
Dr. Ir. Pardono, MS NIP. 19550806 198303 1 003
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Berilmu, Ilmu adalah hiasan, Keutamaan dan bertanda segala pujian Dalam setiap hari berusahalah selalu bertambah dalam penguasaan ilmu Dan menyelamlah ke dalam lautan ilmu (HR. Muhammad Ibnul Hasan bin Abdullah)
Karya kecil ini Kupersembahkan untuk : Ayah dan Ibu Serta Adikku Tercinta dan seluruh Keluarga Dan rekan – rekan serta orang terdekatku yang banyak membantu commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 31 Maret 1988 sebagai anak Pertama dari Tiga bersaudara dari Bapak Prawoto, Spd dan Ibu Sri Indriyastuti, BA. Penulis adalah seorang muslim dan lahir dari orang tua dengan latar pendidikan Pegawai Negeri. Penulis tinggal bersama kedua orang tua di Jabungan (21/09), Gondang, Kebonarum, Klaten dari tahun 1993 sampai sekarang. Pendidikan Dasar sampai perguruan tinggi, diselesaikan penulis di kota Klaten dan Surakarta, Jawa Tengah. Tahun 1993 penulis pernah sekolah di TK Pertiwi 1 Boyolali pada tingkat A dan melanjutkan ke tingkat B di TK Pertiwi 1 Sumberejo, Klaten selatan.
Pada tahun 1993-1994 penulis telah menyelesaikan
pendidikan TK. Tahun 1995-1996 penulis pernah mengikuti Taman Pendidikan Al‟ Quran “ AL- FIRDAUS ”. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 1 Sumberejo, Klaten selatan. Kemudian tahun
2003 penulis menyelesaikan
pendidikan Lanjutan Pertama di SMP Negeri 3 Klaten dan Pendidikan Lanjutan Atas tahun 2006 di SMA Negeri 2 Klaten. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Agustus 2006. Selama mengeyam pendidikan di Fakultas Pertanian Penulis aktif dalam kegiatan rohani Mahasiswa sebagai pengurus FUSI tahun 2007/2008 dan penulis menjadi anggota tetap Himpunan Mahasiwa Agronomi (HIMAGRON). Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan kepanitian OSMARU tahun 2007. Pada tahun 2008/2009 penulis pernah mengikuti kegiatan MAGANG mahasiswa di CV. NURSERY, Prambanan. Pada tahun 2012 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan dari Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sekarang dikenal sebagai Universitas Negeri Solo.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Deteksi Keragaman Salak (Salacca Zalacca ) Varietas Pondoh dan Non Pondoh Melalui Analisis RAPD-PCR”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini adalah sebagian dari penelitian Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS selaku Dosen Pembimbing Utama Skripsi yang telah memfasilitasi penelitian ini, atas segala bimbingan, bantuan, evaluasi, saran dan ilmu yang telah diberikan serta pengarahan demi lebih baiknya skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping Skripsi, yang telah memberikan bimbingan, masukan maupun pengarahan. 4. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Dosen Pembahas dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, masukan dan pengarahan. 5. Bapak Ibu dosen serta karyawan-karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Pak Ahmad himawan pemilik CV Agrobiotech yang telah memfasilitasi segala kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. 7. Ayah dan ibu tercinta (maaf sampai saat ini hanya ucapan terimakasih dan doa yang bisa saya berikan untuk membalas semua yang telah kalian berikan), serta keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Indah Suryani, mas Widodo, Bulek Tien, Om Lukito, mbak Nurul, temanteman seperjuangan (Nanik dan Latifah), dan mas Agus yang selalu memberikan bantuan, masukan, semangat, doa dan dukungan selama penelitian. 9. Rekan-rekan angkatan 2006 Fakultas Pertanian UNS (IMAGO „06) dan segenap pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Demikian, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta,
Penulis
commit to user
vi
Oktober 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... . iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii RINGKASAN .................................................................................................... xiii SUMMARY ....................................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................. 2 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4 A. Salak (Salacca zalacca) ........................................................................... 4 1. Taksonomi ........................................................................................... 4 2. Morfologi ............................................................................................. 4 3. Sistem klasifikasi tanaman salak ......................................................... 7 4. Keragaman jenis salak . ...................................................................... 8 B. Analisis RAPD-PCR ................................................................................. 12 1. PCR (Polymerase Chain Reaction) .....................................................13 2. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ................................ . 17 3. Aplikasi analisis RAPD ..................................................................... . 18 4. Isolasi DNA ....................................................................................... . 19 5. Elektroforesis ...................................................................................... 20 C. Hipotesis ................................................................................................. .. 22 commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... . 23 A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. . 23 B. Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................... . 23 C. Cara kerja Penelitian................................................................................ . 24 1. Pengambilan sampel daun ................................................................. . 24 2. Isolasi DNA ....................................................................................... . 24 3. Uji kualitas DNA ............................................................................... . 26 4. Seleksi primer .................................................................................... . 26 5. RAPD-PCR/Amplifikasi DNA .......................................................... 27 6. Elektroforesis ..................................................................................... 27 7. Visualisasi hasil RAPD ...................................................................... 28 D. Analisis Data ............................................................................................ 28 1. Analisis similaritas ............................................................................. 29 2. Analisis gerombol .............................................................................. 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... . 31 A. Sistem klasifikasi kultivar tanaman salak pondoh dan non pondoh.......... 31 1. Hasil isolasi dan uji kualitas DNA ................................................... .. 31 2. Hasil seleksi primer .......................................................................... .. 36 3. Hasil amplifikasi DNA dengan penanda RAPD .............................. .. 37 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 49 A. Kesimpulan ............................................................................................... 49 B. Saran .......................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51 LAMPIRAN ......................................................................................................... 54
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1
Varietas salak yang dilepas dari beberapa wilayah Indonesia ...........
9
2
Jenis primer dan urutan nukleotida penyusunnya ..............................
27
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1
Prinsip amplifikasi fragmen DNA dengan mesin PCR .......... ...............
2
Profil hasil uji kualitas tujuh sampel daun salak hasil metode CTAB
16
(Pondoh Super, Pondoh Lawu, Pondoh Hijau, Gading, Kembang arum, Manggala, dan Lumut) dengan penanda marker DNA 1 kb ....... 3
33
Profil hasil uji kualitas isolat DNA empat sampel daun salak dengan metode CTAB (salak Kecandran, Banjar, pondoh Madu, dan pondoh Hitam dengan marker 1 kb .....................................................................
4
34
Hasil uji kualitas DNA salak (Saratan, Bejalen, Nglumut, Pondoh lawu, pondoh Madu, dan Kecandran) dengan metode Plant Kit menggunakan penanda marker 1 kb (250-10000 pb)............................
5
35
Hasil uji kualitas tujuh sampel DNA salak (pondoh Hitam, pondoh Lawu, Nglumut, Bejalen, pondoh Super, Kecandran, dan Gading) dengan metode Plant Kit.........................................................................
6
Hasil uji seleksi primer OPA-11, OPA-17, OPA-16, OPX-17, OPX15, dan OPA-18 ......................................................................................
7
37
Hasil amplifikasi PCR varietas salak (Kembang arum, Manggala, dan Kecandran)
dengan
primer
OPA-11
menghasilkan
tiga
pita
monomorfik ............................................................................................ 8
36
38
Hasil amplifikasi PCR isolat DNA salak (pondoh Madu, pondoh Hitam, dan Kembang arum) dengan primer OPA-16 yang tidak berhasil amplifikasi .................................................................................
9
Hasil amplifikasi DNA dua puluh dua kultivar
S. zalacca
menggunakan primer OPA-11............................................................ .... 10
41
Hasil amplifikasi dua puluh dua kultivar salak dengan pasangan basa terendah 100 pb.......................................................................................
11
40
42
Hasil amplifikasi lima belas kultivar salak dari hasil seleksi dua puluh dua kultivar yang berhasil amplifikasi............................................. commit to user
x
43
perpustakaan.uns.ac.id
12
digilib.uns.ac.id
Pola pita no. 1 dan no. 6 hasil amplifikasi yang mempunyai kesamaan pola pita dengan jumlah pita dua pita pada kultivar Kelapa bali dan Manggala........................................................... .....................................
13
44
Pola pita no. 3 dan no. 4 mempunyai kesamaan pola pita yang terletak antara 100 pb - 400 pb pada kultivar Kediri dan pondoh Hitam.....................................................................................................
14
Pola pita no. 5, no. 8, no. 10, dan no.12 pada kultivar pondoh Madu, Thailand, Bejalen, dan pondoh Lawu yang terletak 300 pb - 600 pb. ...
15
45
Pola pita no. 9 dan no. 11 pada kultivar Banjar dan Kecandran terletak 300 pb - 600 pb mempunyai kesamaan pola pita...................................
16
44
46
Pola pita yang berkerabat jauh dijumpai pada kultivar Gula pasir, Madura, Merah, Suaru, dan Tasik...........................................................
commit to user
xi
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
Lampiran 1. Foto Sampel daun salak bahan ekstraksi.....................................
54
Lampiran 2. Foto Hasil ektraksi DNA ............................................................
55
Lampiran 3. Alat ektraksi DNA dengan metode CTAB .................................
57
Lampiran 4. Alat dan bahan ekstraksi dan elektroforesis DNA dengan metode Plant Kit ......................................................................... Lampiran
59
5. Identifikasi terjemahan pola dan jumlah pita lima belas kultivar salak. ................................................................................
61
Lampiran 6. Data Biner matrik pola pita terjemahan berdasar pasangan basa
66
Lampiran 7. Foto tanamna salak dan sampel buah salak. ...............................
66
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETEKSI KERAGAMAN SALAK (Salacca zalacca ) VARIETAS PONDOH DAN NON PONDOH MELALUI ANALISIS RAPD-PCR
Tripurnami Candradewi H 0106109
RINGKASAN
Salak (Salacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai keragaman jenis dan berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai salah satu produk ekspor. Informasi tentang keragaman genetik salak masih sangat kurang, sehingga perlu adanya pengujian dan penelitian dengan metode RAPD - PCR. Penanda RAPD merupakan salah satu penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman tahunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman tanaman salak pondoh dan salak non pondoh. Tujuan lain yaitu mengetahui apakah terdapat hubungan kekerabatan kultivar tanaman salak pondoh dan salak non pondoh berdasarkan penanda RAPD. Penelitian ini sebagai bagian dari penelitian Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS pada tahun 2012. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2012 bertempat di CV. Agribiotech Jl. Jambon No. 605 Gang Batan Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, dan Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan dengan dua metode isolasi DNA yaitu metode CTAB dan Dinamid Plant Kit, kemudian DNA hasil isolasi diuji secara kualitatif dengan elektroforesis gel agarose. Hasil isolat berkualitas baik diamplifikasi dengan penanda RAPD-PCR, hasilnya kemudian di running dengan elektroforesis gel agarose. Selanjutnya hasil elektroforesis diamati dibawah sinar ultraviolet agar dapat didokumentasikan melalui kamera makro. Dari dua puluh dua kultivar salak baik non pondoh dan pondoh hanya lima belas kultivar yang berhasil amplifikasi dengan primer OPA11 dan susunan pola pita polimorfik antara 100 pb – 600 pb. Hasil penelitian menunjukkan hubungan kekerabatan antara kultivar salak pondoh dan salak non pondoh berdasarkan penanda RAPD.
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETECTION OF SALAK (Salacca zalacca) PONDOH AND NON PONDOH VARIABILITY THROUGH RAPD-PCR ANALYSIS
Tripurnami Candradewi H 0106109
SUMMARY Salak (Salacca zalacca) is Indonesia native fruit crop, which has several kinds of variety and has high potential to be developed as one of the export commodity. For developing the crop, genetic information is necessary (still limited untill now) through RAPD - PCR testing and research methods. RAPD marker is one of the molecular markers that can be used to study the genetic diversity of annual plants. The research aims is to determine the genetic variability of salak pondoh and non pondoh. The other aim of the research is to determine the trait relationship of two salak kinds as mention above by RAPD markers. The study as apart of result of nandariyah research in 2012 years. The study was conducted from April to May 2012 held at CV. Agribiotech Jl. No. Jambon. 605 Gang Jatimulyo Batan, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, and at Plant Physiology and Biotechnology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret, Surakarta. The research was conducted by two kinds method of DNA isolation there are CATB and Dinamid Plant Kid method. The quality of isolation product then to be test by gel agarose electrophoresis. High quality isolate then amplified by RAPD-PCR marker, the result then running by gel agarose electrophoresis and observed under ultraviolet ray for documentating through micro camera. Among twenty two salak cultivars (pondoh and non) just fifteen cultivars succeeded amplifical by OPA-11 primer with polymorphic banding pattern between 100 bp – 600 bp. The result of research showed based on RAPD marker the relationship between salak pondoh and non pondoh cultivars. commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETECTION OF SALAK (Salacca zalacca) PONDOH AND NON PONDOH VARIABILITY THROUGH RAPD-PCR ANALYSIS Nandariyah 1) Tripurnami Candradewi 2) H 0106109
ABSTRACT
Salak (Salacca zalacca) is Indonesia native fruit crop, which has several kinds of variety and has high potential to be developed as one of the export commodity. For developing the crop, genetic information is necessary (still limited untill now) through RAPD - PCR testing and research methods. RAPD marker is one of the molecular markers that can be used to study the genetic diversity of annual plants. The research aims is to determine the genetic variability of salak pondoh and non pondoh. The other aim of the research is to determine the trait relationship of two salak kinds as mention above by RAPD markers. The study as apart of result of nandariyah research in 2012 years. The study was conducted from April to May 2012 held at CV. Agribiotech Jl. No. Jambon. 605 Gang Jatimulyo Batan, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, and at Plant Physiology and Biotechnology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret, Surakarta. The research was conducted by two kinds method of DNA isolation there are CATB and Dinamid Plant Kid method. The quality of isolation product then to be test by gel agarose electrophoresis. High quality isolate then amplified by RAPD-PCR marker, the result then running by gel agarose electrophoresis and observed under ultraviolet ray for documentating through micro camera. Among twenty two salak cultivars (pondoh and non) just fifteen cultivars succeeded amplifical by OPA-11 primer with polymorphic banding pattern between 100 bp – 600 bp. The result of research showed based on RAPD marker the relationship between salak pondoh and non pondoh cultivars.
Keywords: genetic diversity, Pondoh and non pondoh salak, RAPD-PCR marker 1) Study as part of a research project leading Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS 2) The researcher is a student of the Faculty of Agriculture, University of March under the guidance of Prof. Surakarta. Dr. Ir. Nandariyah, and Prof MS. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB. I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salak (Salacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai salah satu produk ekspor ke pasar internasional. Buah salak merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati oleh masyarakat Jepang, Amerika, dan Eropa. Akan tetapi untuk memenuhi standar kualitas produksi buah, kultivar salak di Indonesia seharusnya diperbaiki melalui program pemuliaan yang menyeluruh. Banyak aspek tanaman salak yang harus diteliti lagi, antara lain penelitian fisiologi dan bioteknologi untuk mendukung program pemuliaan tanaman. Salak pondoh merupakan buah yang sangat populer di Yogyakarta, bahkan menjadi ciri khas daerah tersebut. Salak pondoh memiliki bermacammacam varietas seperti salak pondoh super, salak pondoh hijau, salak pondoh hitam, dan salak pondoh madu. Salak pondoh merupakan salah satu jenis salak yang mengalami peningkatan produksi. Kelebihan salak pondoh antara lain rasa buah yang manis meskipun belum matang, memiliki kandungan air cukup, berbuah sepanjang tahun, masa simpan buah lebih dari 20 hari, bila dimakan dalam jumlah banyak tidak menimbulkan rasa tidak enak di perut, dan harga jual relatif tinggi (Purnomo, 2001). Selain itu di Indonesia khususnya di Jawa dan di Bali terdapat juga varietas lokal non pondoh seperti Salak Lawu (Matesih, Karanganyar), Salak Saratan (Magelang), Salak Nglumut (Magelang), Salak Kecandran (Salatiga), Salak Bejalen (Ambarawa), Salak Manggala (Sleman), Salak Gading (Sleman), Salak Kediri, Salak Banjarnegara, Salak Gula pasir, Salak Kelapa bali (Bali) dan Salak Kembang Arum (Sleman) yang kesemuanya merupakan sumber keragaman genetik tanaman salak. Ada beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan tanaman salak di Indonesia diantaranya: pengelolaan dan teknik budidaya yang masih commit to user tradisional, keterbatasan informasi kultivar-kultivar yang mempunyai sifat
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
unggul dan produksi tinggi, evaluasi keragaman terhadap kultivar-kultivar sejauh ini masih terbatas pada sifat-sifat morfologis yang sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dan belum ada eksplorasi dan penggalian informasi genetik yang menyeluruh dari seluruh potensi plasma nutfah tanaman salak. Hingga saat ini informasi genetik salak masih sangat terbatas, hal ini menjadi salah satu kendala dalam usaha pemuliaan dan pengembangan salak unggul. Pemberian nama dan pengelompokan tanaman salak sampai saat ini umumnya masih didasarkan pada sifat yang masih tradisional. Pengetahuan tentang keragaman genetik sebenarnya merupakan modal dasar bagi para ahli pemuliaan dan genetika populasi dalam pengembangan dan perbaikan tanaman, terutama sebagai langkah awal seleksi tanaman (Thorman and Osborn, 1992). Langkah ini penting terutama untuk membedakan individu dalam spesies serta identifikasi genotip secara tepat dan identifikasi gen-gen yang berpotensi sebagai pembawa karakter unggul.
B. Perumusan Masalah Salak merupakan tanaman asli Indonesia, buah banyak digemari masyarakat karena rasa manis, renyah dan kandungan gizi yang tinggi. Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai salah satu pusat keragaman kultivar salak mempunyai potensi yang cukup besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan kompetitif. Salak Pondoh merupakan komoditas unggulan dan perlu untuk ditingkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya. Meskipun salak lokal non Pondoh kurang diminati konsumen bukan berarti keberadaannya tidak penting untuk pemuliaan tanaman. Keragaman varietas akan terus berkembang sejalan dengan sistem perkembangbiakan salak secara kawin silang dan penggunaan biji sebagai bahan tanaman. Namun informasi tentang keragaman genetik salak masih sangat kurang, sehingga perlu adanya pengujian dan penelitian
dengan
metode RAPD-PCR yang merupakan tahap awal di mulainya rekayasa to metode user genetika tanaman. Terdapat commit beberapa yang dapat digunakan untuk
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendeteksi keragaman genetik pada tingkat DNA, salah satunya yaitu dengan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Teknik RAPD mampu menghasilkan potongan DNA hasil pelipat gandaan dalam jumlah yang tak terbatas dan setiap potongan dapat diperlakukan sebagai karakter untuk keperluan analisis. Penanda RAPD merupakan salah satu penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman tahunan. Salah satu contohnya mendeteksi kesalahan pengelompokan varietas dan kultivar (Novey et.al, 1994). Berdasarkan uraian di atas, diteliti bermaksud menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keragaman tanaman Salak varietas salak pondoh dan non pondoh melaui analisis RAPD-PCR? 2. Bagaimana hubungan kekerabatan tanaman Salak varietas salak pondoh dan non pondoh melalui analisis RAPD?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui keragaman jenis tanaman Salak pondoh dan non pondoh pada kultivar masing-masing. 2. Mengetahui apakah terdapat hubungan kekerabatan kultivar tanaman salak pondoh dan non pondoh berdasarkan penanda RAPD.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat yaitu: 1. Memastikan/menentukan tingkat keragaman dan kekerabatan kultivar salak pondoh maupun non pondoh. 2. Bagi peneliti dapat mengenal lebih dalam keragaman kultivar salak melalui teknik penanda molekuler RAPD-PCR 3. Bagi petani dapat dimanfaatkan untuk menentukan kultivar unggul yang dapat dibudidayakan di daerah setempat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
A. Salak (Salacca zalacca) 1. Taksonomi Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Salacca
Spesies
: Salacca zalacca
2. Morfologi Bentuk morfologi tanaman salak sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim, tanah, dan topografi yang saling terkait, sehingga mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologis. Dalam beradaptasi dengan lingkungan yang tidak sesuai, maka tanaman salak akan melakukan beberapa perubahan baik fisiologi maupun morfologi. Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Dalam bahasa Inggris disebut snake fruit, karena kulit buah mirip dengan sisik ular. Salak termasuk palma berbentuk perdu atau hampir tidak berbatang, berduri banyak, melata dan beranak banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat. Batang tanaman salak tumbuh tidak seperti layaknya tanaman pepohonan lain, yaitu relatif pendek dan baru terlihat jelas setelah berumur lebih kurang
20 tahun
(Padmosudarso, 2000, dalam
Nandariyah, 2007). Pada ukuran 50-75 cm, batang akan rebah secara alami. Pada batang bagian bawah akan tumbuh akar-akar dan tunas baru. commit to user
4
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Batang menjalar di bawah atau di atas tanah, membentuk rimpang, sering bercabang, dan diameter 10-15 cm. Daun salak berbentuk pinnate atau berupa sisir terdiri atas pelepah, tangkai, dan helaian anak daun yang tersusun menyirip, tangkai daun tertutup oleh duri tajam
(Ashari, 1995). Daun majemuk menyirip,
panjang 3-7 m, tangkai daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri kelabu sampai kehitaman. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8 x 85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin. Bagian bawah dan tepi tangkai berduri tajam, ukuran dan warna daun tergantung varietas (Anonim, 1992). Salak umumnya berumah dua (dioesis), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mulamula tertutup oleh seludang yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Bunga kecil muncul di ketiak pelepah, mekar selama 1-3 hari. Ketika masih muda diselubungi seludang yang berbentuk perahu simetri radial. Mempunyai tiga daun kelopak dan tiga daun mahkota, kadang-kadang struktur kelopak dan mahkota tidak dapat dibedakan. Kuntum bunga dibedakan menjadi kuntum besar dan kecil. Keduanya bersatu dalam satu dasar bunga yang memiliki putik dengan satu bakal biji. Bunga jantan, terdiri atas stamen, banyak, rapat, panjang, tersusun seperti genteng, simetri radial. Bunga mempunyai mahkota dan mata tunas bunga kecil-kecil yang rapat, satu kelompok terdiri atas 4-14 malai. Satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari. Panjang seluruh bunga sekitar 15-35 cm, sedang panjang malai 7-15 cm. Bunga betina hanya menghasilkan putik, berbentuk agak bulat. Mempunyai mahkota dan mata tunas dengan satu putik dan bakal biji yang tersusun dalam kuntum. Satu kelompok terdiri atas 1-3 malai, setiap malai mengandung 10-20 bakal buah. Panjang bunga seluruhnya 20-30 cm, panjang malai 7-10 cm. Warna hijau kekuningan lalu merah commitbunga to user dan sebelum mekar sempurna sudah berwarna kehitaman. Selain
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bunga jantan dan betina terdapat pula bunga hermaprodit (Steenis, 1975). Panjang tongkol bunga jantan 50-100 cm, terdiri atas 4-12 bulir silindris masing-masing antara 7-15 cm, dan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1-3 bulir dengan panjang mencapai 10 cm. Tanaman salak mempunyai sistem perakaran dangkal, batang jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersusun roset dan sangat rapat sekali. Akar serabut, menjalar datar di bawah tanah. Daerah perakaran tidak luas, dangkal dan mudah rusak jika kekeringan atau kelebihan air. Perkembangan akar terutama dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, air tanah. Untuk menjaga akar tetap tumbuh, maka perlu diadakan penimbunan dan setelah muncul akar-akar muda, akar yang tua dipotong (Tjahjadi, 1995; Santoso, 1990). Buah salak tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkal dan membulat di ujung, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung tiap-tiap sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, berwarna coklat hingga kehitaman, keras, panjang 2-3 cm. Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer sebagai buah meja. Selain dimakan segar, buah ini juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik. Buah yang muda digunakan untuk bahan rujak. Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daun dapat digunakan sebagai bahan anyaman,
sesudah duri-duri dihilangkan lebih dahulu.
Rumpun salak kerap ditanam sebagai pagar karena duri-duri yang tajam. Demikian pula, potongan-potongan tangkai daun yang telah mengering commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
pun kerap digunakan untuk mempersenjatai pagar, atau untuk melindungi pohon yang tengah berbuah dari pencuri.
3. Sistem klasifikasi tanaman salak Ada beragam cara untuk mengelompokkan tanaman antara lain pengelompokan berdasarkan kegunaan untuk manusia, menurut tempat tumbuh, kebiasaan tumbuh, menurut adaptasi iklim, menurut wujud, bentuk dan struktur (morfologi) serta klasifikasi menurut struktur reproduksi dan klasifikasi yang lebih modern dengan menggunakan teknik pembedaan kromosom serta analisis DNA yang lebih menekankan pada analisis genetika (Harjadi, 1982 dalam Nandariyah, 2007). Penggolongan berdasarkan morfologi merupakan penggolongan yang masih umum di gunakan pada saat ini. Klasifikasi keragaman tanaman salak yang ada saat ini umumnya adalah penggolongan berdasarkan ciri-ciri morfologi vegetatif dan generatif. Identifikasi dan klasifikasi pada tanaman salak telah dicoba oleh beberapa peneliti. Suskendriyati et al., (2000) membedakan tanaman salak pondoh di dataran tinggi Sleman berdasarkan perbedaan morfologi batang, daun, bunga, buah dan duri. Sukaya (2003) meneliti keragaman dan mengelompokkan kultivar-kultivar salak di Sleman berdasarkan karakter morfologi dan mendapatkan kesimpulan bahwa peubah morfologi buah mempunyai keragaman terbesar. Harsono (1994) mengelompokkan kultivar salak di Madura berdasarkan ciri morfologi dan menggabungkan dengan pola pita isozim namun belum diperoleh hasil yang maksimal. Sistem klasifikasi berdasarkan sifat morfologi banyak digunakan karena prosedur mudah dan cepat namun memiliki kelemahan yaitu hasil sering tidak akurat karena faktor lingkungan, perbedaan umur, dan jaringan tanaman (Khanuja et al., dalam Nandariyah, 2007). Analisis keragaman genetik suatu populasi dapat dilakukan baik secara morfologis yaitu pengamatan langsung terhadap fenotip tanaman maupun dengan commitmisalnya to user penanda morfologis, fisiologis, menggunakan penanda tertentu,
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan molekuler DNA (Melchinger, 1992). Beberapa macam penanda yang dapat digunakan untuk membedakan varietas antara lain: morfologi tanaman, pola pita isozim, dan pola pita DNA. Penanda molekuler memberikan suatu kemungkinan untuk mendapatkan hubungan genetik yang lebih akurat dibandingkan dengan penanda-penanda yang lain. Penanda molekuler memberikan kemungkinan yang lebih luas dan akurat dalam mendapatkan hubungan genetik karena, secara potensial memiliki jumlah penanda yang tidak terbatas, tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
dapat
diarahkan
untuk
analisis
keterpautan,
dapat
mengidentifikasi bahan persilangan dalam jumlah banyak, dan dapat mengidentifikasi tanaman pada stadia awal (Nienhuis et al., 1994). Karakter morfologi seringkali dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Pengamatan morfologi juga harus memperhatikan umur tanaman, karena perubahan umur mempengaruhi perubahan morfologi. Sifat genetik cenderung stabil terhadap perubahan lingkungan, dan tidak dipengaruhi oleh umur, sehingga penanda genetik dapat memberikan informasi yang relatif lebih akurat (Pratamaningtyas, 1997; Sukartini, 2001).
4. Keragaman Jenis Salak Berbagai aksesi tanaman salak tumbuh di pusat-pusat budidaya tanaman salak khususnya di Jawa. Di daerah pusat budidaya salak, seringkali dijumpai keragaman aksesi yang dinamai sesuai dengan ciri khas warna kulit buah, daging buah, rasa, aroma dan daerah asal. Ragam kultivar salak terjadi karena pada umumnya diperbanyak dengan menggunakan biji tanaman salak dan menyerbuk silang (Ashari, (1995) dalam Nandariyah, 2007). Salak ditemukan tumbuh liar di alam di Jawa bagian barat daya dan Sumatra bagian selatan. Akan tetapi asal-usul yang pasti belum diketahui. Buah ini dibudidayakan di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, commit user ke timur sampai Maluku, dan telahtodiintroduksi ke Filipina, Papua Nugini,
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Queensland dan juga Fiji. Sebagian ahli menganggap salak yang tumbuh di Sumatra bagian utara berasal dari jenis yang berbeda, yang dibedakan atas dua varietas botani, yakni var. zalacca dari Jawa dan var. amboinensis (Becc.) Mogea dari Bali dan Ambon. Jenis spesies salak yang pernah ditemukan di dunia kurang lebih 20 spesies, namun baru sekitar 13 spesies yang diketahui dengan pasti identitasnya. Dari 13 spesies itu ternyata ragam salak paling banyak dan dibudidayakan di Indonesia. Dewasa ini ada beberapa varietas salak yang telah dilepas oleh pemerintah antara lain salak Pondoh, Nglumut, Enrekang, Bali, dan Suwaru (Nandariyah, 2007). Tabel 1. Varietas salak yang dilepas dari beberapa wilayah di Indonesia
Varietas Salak
Wilayah
Padang sidempuan/salak merah
Padang sidempuan-Sumut
Condet
Condet-DKI Jakarta
Pondoh, Gading, Madu, Lokal (Jawa)
Sleman-DIY
Pondoh, Nglumut, Njagan
Magelang-Jawa Tengah
Petruk, Nangka
Ambarawa-Jawa Tengah
Kerbau, Naseh, Penjalin, Manggis
Bangkalan-Madura
Swaru
Malang-Jawa Timur
Kersikan
Pasuruan-Jawa Timur
Gondok, Nangka, Nenas, Gula Pasir, Bule
Bebandem-Bali
Kuning/Golla-golla
Enrekang-Sulsel
Serangga, Kadah, Hangsana, Malaka
Batu jajar-Jawa Barat
Sumber : Puslibang Hortikultura 1995 dalam Sri Kaidah, 1999.
Salak Lawu berada di desa Matesih, Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Berada pada ketinggian 600 mdpl di lereng Gunung Lawu. Salak Lawu dibudidayakan oleh petani bersama dengan Salak Pondoh dan diperbanyak secara generatif (Nandariyah, 2007). Salak Saratan berada di desa Saratan Kecamatan Mertoyudan kabupaten Magelang pada ketinggian 350 mdpl. Salak Saratan dibudidayakan secara merata di desa Saratan dari hasil perbanyakan secara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
generatif. Salak Saratan terus mengalami penurunan jumlah populasi dikarenakan terdesak oleh pemukiman penduduk (Nandariyah, 2007). Salak Kecandran berasal dari desa Kecandran, Salatiga ± 5 km dari Desa Bejalen Ambarawa. Desa Kecandran merupakan sentra produksi salak karena sebagian besar penduduk memiliki tanaman salak. Namun sebanyak 60% keseluruhan jumlah tanaman salak telah beralih menjadi Salak Pondoh (Nandariyah, 2007). Salak Bejalen berasal dari Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 450 mdpl di tepi danau Rawa Pening. Salak Bejalen dibudidayakan oleh petani setempat diperoleh dari perbanyakan secara generatif. Salak bejalen mempunyai ciri rasa manis agak sepet sampai manis dengan tinggi rata-rata 429 cm. Panjang pelepah rata-rata 367 cm. Populasi tanaman salak terdiri atas sekelompok tanaman betina dan tanaman jantan dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan tanaman betina (Nandariyah, 2007). Salak Gading merupakan salah satu kultivar lokal Sleman yang banyak dibudidayakan di Dusun Randusongo, Desa Donokerto, kecamatan Turi, kabupaten Sleman. Berada di ketinggian 300 mdpl. Buah berwarna putih kekuningan, rasa manis, dan ukuran buah kecil-kecil. Salak ini lebih unik jika dibandingkan dengan jenis salak lain. Kulit berwarna kuning terang tampak seperti salak yang belum matang, tapi harum beraroma cukup tajam, dan daging buah salak tebal, renyah, dan berasa manis. Populasi tanaman kebanyakan berasal dari perbanyakan secara vegetatif (cangkokan) dan rata-rata berumur lebih dari 10 tahun (Nandariyah, 2007). Salak Kembangarum merupakan salah satu ragam salak yang sudah sejak lama dibudidayakan di dusun kembangarum dan Kadisobo, Desa Trimulyo, Kecamatan turi, kabupaten Sleman. Daerah ini merupakan daerah yang subur berada di bawah lereng gunung Merapi. Populasi tanaman salak Kembangarum yang dikembangkan dari biji saat ini sudah sangat berkurang karena tergusur oleh tanaman salak pondoh yang banyak commit to user 2007). ditanam oleh petani setempat (Nandariyah,
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Salak merupakan tanaman asli Indonesia, yang sampai saat ini belum diketahui secara pasti sejak kapan tanaman tersebut dibudidayakan pertama kali. Hanya diduga tanaman salak ini sudah dibudidayakan sejak ratusan tahun silam. Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis Reinw dan termasuk famili Palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Sejarah Salak pondoh bermula ketika Orangtua Muhadiwinarto, yang
bernama
Partodimejo
menerima
souvenir
dari
seorang
berkebangsaan Belanda yang akan kembali ke negara asalnya. Salah satu dari souvenir tersebut adalah empat buah pohon salak.Kemudian pohonpohon salak tersebut ditanam oleh Muhadiwinarto, disebuah desa Sukobinangun, Merdikorejo, Tempel sejak tahun 1948. Saat ini Salak pondoh telah menyebar keseluruh pelosok Sleman dan bahkan seluruh Indonesia. (afendry.com, 2012). Salak pondoh merupakan jenis salak berdaging buah empuk seperti embut, rasanya renyah, tidak sepat dan tidak masam. Salak Pondoh Hitam berasal dari daerah Sleman, Yogyakarta, merupakan varietas salak unggul yang sudah sangat populer. Salah satu keunggulan yang menonjol adalah meskipun buah masih muda, tetapi rasa sudah manis. Buah berbentuk segitiga atau bulat telur terbalik. Daging buah terdiri atas tiga septa dalam setiap buah dan berwarna putih kapur. Ketebalan antara 0,8-1,5 cm dan tekstur keras. Dalam setiap buah terdapat 1-3 biji yang keras dan berwarna cokelat kehitaman. Ukuran buah antara 2,5-7,5 cm dan berat 30-100 g/buah. Jumlah buah pertandan antara 10-27. Salak ini mempunyai kulit buah yang paling gelap bila dibandingkan dengan salak pondoh lain dan berbentuk paling bulat. Salak Pondoh Nglumut atau disebut Salak Nglumut, nama diambil dari nama desa penghasil varietas salak unggul ini yaitu Desa Nglumut yang juga berada di hamparan Merapi dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Bentuk buah commit to user pangkal meruncing. Kulit buah segitiga atau bulat telur terbalik dengan
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
bersisik tersusun seperti genting pendek dan berwarna cokelat kekuningan. Dinding kulit bagian dalam berserat dan berdaging putih kekuningan. Buah muda berasa manis keasaman dan setelah tua berasa manis. Jumlah biji dalam setiap buah antara 2-3, biji berwarna kecokelatan, keras, dan terdapat sisi cembung serta datar. Ukuran buah cukup besar, panjang antara 2,5-8 cm dan berat sekitar 70 g/buah. Jumlah buah per tandan antara 10-50 buah (Nandariyah, 2007). Salak Pondoh Super berasal dari Kabupaten Sleman memiliki kulit buah berwarna coklat kekuningan dengan daging buah berwarna coklat, tebal, rasa manis, renyah dan masir. Buah berbentuk memanjang dan berukuran besar, tiap kilogram berisi 9-11 butir buah, memiliki kulit bersisik yang tersusun rapi seperti genteng dan berduri halus serta biji berwarna coklat kehitaman (Nandariyah, 2007). Salak Pondoh Manggala juga berasal dari Kabupaten Sleman memiliki kulit buah berwarna coklat kekuningan dan sisik pada bagian pangkal kulit buah tersusun membentuk lorek (ada warna putih diantara sisik) serat daging buah berwarna putih susu. Salak Madu adalah salah satu salak unggulan Kabupaten Sleman yang memiliki produktivitas tinggi, berkualitas cukup baik, daging buah tebal dengan tekstur lembut dan rasa manis spesifik seperti madu. Salak madu memiliki ciri kulit dengan sisik yang tersusun teratur membentuk garis lurus dari bagian bawah buah ke ujung pada salah satu sisi. Salak madu memiliki ciri yang berbeda dengan salak pondoh dan salak gading. Salak madu memiliki kulit dengan sisik yang tersusun teratur membentuk garis lurus dari bagian bawah buah ke ujung salah satu sisi, sedangkan salak pondoh dan gading memiliki kulit buah dengan sisik yang tersusun seperti susunan genteng. Keunggulan salak madu adalah apabila daging dipencet dengan jari akan keluar cairan seperti madu. Salak madu memiliki bobot yang lebih tinggi dibanding salak pondoh dan gading. Namun demikian ketebalan daging buahnya hampir sama. Saat ini, ada commit to user di Sleman, yaitu: dua varian salak madu yang dikembangkan
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
1. Salak Madu Balerante, yang sudah dilepas sebagai varietas unggulan. 2. Salak Madu Sukomartani yang juga dikenal sebagai salak madu probo. Salak madu memang lebih enak dari salak pondoh super, apabila daging buah dipencet dengan jari akan keluar cairan seperti madu, cairan ini tidak dijumpai pada salak pondoh dan salak gading (Nandariyah, 2007).
B. Analisis RAPD-PCR Metode RAPD-PCR merupakan kombinasi teknik PCR (Polymerase Chain reaction) menggunakan primer-primer dengan sekuen acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak dari genom (Rafalski et al., 1991). Metode ini mempunyai keunggulan pada kesederhanaan teknik dan pengerjaan cepat (Hu dan Quiros, 1991), sehingga RAPD layak digunakan dalam suatu analisis yang menggunakan jumlah sampel cukup besar dan dimanfaatkan dalam upaya pemuliaan tanaman, genetika populasi, dan studi biodiversitas (William et al.,1990; Yang dan Quiros, 1993). Penggunaan penanda RAPD akan menguntungkan industri benih karena dapat meningkatkan efisiensi identifikasi kultivar dan menurunkan biaya (Horejsi dan Staub, 1998). Untuk tingkat DNA teknik RAPD yang didasarkan pada reaksi berantai oleh polimerase merupakan analisis yang banyak dipakai karena disamping mudah, cepat, dan memerlukan DNA dalam jumlah sedikit. Informasi hubungan genetik antara individu di dalam dan di antara spesies mempunyai kegunaan penting bagi perbaikan tanaman. Penentuan hubungan genetik dari sumber plasma nutfah spesifik juga sangat berguna untuk mennetukan galur atau populasi mana yang dapat dipertahankan guna memaksimalkan keragaman genetik plasma nutfah. Dalam program pemuliaan tanaman, pendugaan hubungan genetik sangat berguna untuk mengelola plasma nutfah, identifiksi kultivar, membantu seleksi tetua untuk persilangan, serta mengurangi jumlah individu yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel dengan kisaran keragaman genetik yang luas (Thorman commit to user et al., 1994).
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. PCR (polymerase chain reaction) Penggunaan PCR diawali dengan ditemukannya DNA polimerase dari Eschercia coli. Enzim yang dihasilkan dari E. coli ini bersifat sensitif terhadap panas dan akan mudah rusak atau tidak aktif pada suhu yang diperlukan untuk memisahkan DNA pita ganda. Oleh karena itu dibutuhkan suatu enzim tertentu yang tahan panas pada suhu 940C agar kedua rantai DNA cetakan terpisah. Kajian keragaman genetik tanaman sangat erat berhubungan dengan kajian tentang gen, DNA, dan kromosom. Seiring dengan perkembangan teknologi molekuler modern maka pengetahuan tentang DNA telah banyak dimanfaatkan dalam bidang biologi, kedokteran dan pemuliaan tanaman pertanian. Suatu teknik amplifikasi potongan DNA yang dikembangkan oleh Karry Mulis pada tahun 1985 yang telah banyak digunakan dalam analisis genetik tingkat molekuler adalah metode Polymerase Chain Raection. PCR adalah sebuah teknik biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan menggunakan enzim Taq polimerase. Sedangkan menurut (Newton dan Graham, 1997) PCR adalah suatu metode amplifikasi DNA secara enzimatik terdiri dari serangkaian siklus denaturasi DNA, penempelan dan pemanjangan primer pada DNA cetakan berulang-ulang pada kondisi suhu yang disesuaikan. PCR digunakan untuk amplifikasi bagian DNA yang pendek (sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, teknik ini telah melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi. Protokol dasar PCR adalah: DNA utas ganda denaturasi pada suhu 95°C sehingga membentuk DNA utas tunggal yang berfungsi sebagai cetakan. DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer) berikatan dengan DNA cetakan pada temperatur rendah. Ikatan primer terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan pada daerah ujung batas sekuen DNA target. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suhu ditingkatkan menjadi 72°C sehingga enzim DNA polymerase dapat melakukan sintesis DNA membentuk utas ganda DNA baru. Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi pada suhu tinggi dan siklus berulang. Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan menggunakan gel agarose ataupun gel poliakrilamida dan diamati dengan uvtransiluminator. Pada waktu melakukan amplifikasi, selama dua sampai lima siklus amplifikasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: a. Tahap Denaturasi Pada tahap pertama ini utas ganda molekul DNA akan terpisah sempurna dan menghasilkan pita tunggal yang merupakan cetakan bagi primer. Penyebab kegagalan PCR yang paling umum adalah denaturasi yang tidak sempurna dari cetakan DNA (Innis dan Gelfand, 1980 dalam Sri kaidah, 1999). Suhu denaturasi biasanya 940C selama 30 detik atau 970C selama 15 detik. Denaturasi yang kurang sempurna akan memacu benang DNA snabback dan mengurangi hasil produk amplifikasi. Apabila denaturasi terlalu tinggi atau terlalu lama akan menyebabkan kehilangan aktivitas enzim yang seharusnya tidak perlu terjadi (Innis dan Gelfand, 1980 dalam Sri kaidah, 1999). b. Tahap Annealling Pada proses annealing suhu dan lama waktu tergantung pada komposisi, panjang, dan konsentrasi primer. Pauls et al. (1993) dalam Kaidah (1999) menyatakan bahwa suhu annealing dipengaruhi oleh panjang, banyak G dan C dalam primer dan konsentrasi garam larutan buffer. Adapun faktor- faktor tersebut mengikuti rumus berikut: Tm
= 81,5 + 16,6 (log M) + 0,41 (%GC) – (500/n)
Dimana : N adalah panjang primer dan M adalah konsentrasi molaritas garam dalam larutan buffer. Temperatur annealing yang dapat dipakai adalah 5 0C dibawah atau di atas Tm primer, sebab Taq polymerase commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aktif dalam selang temperatur yang cukup lebar (Taylor, 1992 dalam Kaidah, 1999). Temperatur annealing mempunyai selang antara 550 C-720 C. Untuk kisaran temperatur antara 200 C dan 850C untuk primer 20-mer sedangkan 340C - 400C untuk primer 10-mer (Uphoff dan Wricke, 1992 dalm Kaidah, 1999). Suhu annealing lebih rendah dari suhu denaturasi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada urutan komplemen yang ada dalam molekul DNA target. Suhu annealing yang terlalu tinggi akan mempertinggi misextention dari nukleotida. Sedangkan suhu annealing yang terlalu rendah
akan
menimbulkan
misincroporation
nukleotida.
Suhu
annealing merupakan variabel kunci yang menentukan kekhususan amplifikasi suatu DNA. c. Tahap Ekstensian Pada tahap ekstension temperatur bergantung pada panjang dan konsentrasi dari susunan DNA target. Perpanjangan primer terjadi pada suhu 720 C karena pada suhu ini enzim Taq polymerase bekerja optimal untuk sintesis DNA. Dalam tahapan ini suhu dipertahankan pada suhu 720 C selama 5 menit untuk member kesempatan terjadi sintesis DNA (Innis dan Gelfand, 1990 dalam kaidah 1999).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Gambar 1. Prinsip amplifikasi fragmen DNA dengan mesin PCR
Metode RAPD mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan satu primer. Primer tersebut akan berikatan dengan utas DNA pasangannya dengan arah orientasi yang berlawanan. Selama penempelan primer masih berada dalam jarak yang masih dapat diamplifikasi, maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi (Tingey et al., 1992; Weising et al., 1995; Hayati, 1999). Pelaksanaan amplifikasi DNA dengan menggunakan reaksi PCR diketahui bahwa hasil akhir sangat ditentukan oleh banyak faktor seperti konsentrasi DNA cetakan, ion magnesium, Dntp, Taq polymerase, jenis dan konsentrasi primer, serta kondisi yang diprogramkan terhadap mesin yang digunakan. Meskipun secara prinsip hampir sama, namun berbeda kondisi untuk setiap faktor commit to user tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
2. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Salah satu teknik molecular marker yang menggunakan PCR adalah Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD). Metode RAPD merupakan pengembangan teknik PCR untuk mendeteksi keragaman genetik atau mengidentifikasi jenis dengan mengamplifikasi potongan DNA spesifik yang berkomplementer dengan cetakan DNA. RAPD bertujuan untuk menghasilkan banyak copy dari DNA cetakan. Potonganpotongan acak yang umumnya berukuran antara 250-2000 pasangan basa diamplifikasi menggunakan thermocycle dengan primer tunggal, yang berukuran 10 pasangan basa. Metode standar RAPD menggunakan oligonukleotida tunggal pendek (10-12 basa) dengan urutan acak sebagai primer untuk mengamplifikasi genomik DNA dalam jumlah nanogram dengan temperatur annealing yang rendah. Produk amplifikasi PCR dipisahkan dengan agarose gel diwarnai dengan ethidium bromide. Primer decamer secara komersial tersedia di berbagai sumber (misalnya Operon Technologies Inc., Alameda, California atau University of British Columbia, Canada). Analisis RAPD berbeda dengan kondisi PCR standar dimana hanya menggunakan satu primer dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA awal (Nandariyah, 2007). Pada temperatur annealing yang tepat selama siklus thermal, oligonukleotida primer dengan urutan sekuen acak berikatan pada beberapa priming site pada sekuen komplementer pada template DNA genomik dan menghasilkan produk jika priming site berada dalam wilayah/jarak yang dapat diamplifikasi. Profil amplifikasi DNA tergantung pada homologi sekuen nukleotida antara template/cetakan DNA dengan oligonucleotide primer. Variasi nukleotida antar template DNA menghasilkan ada tidaknya band karena perubahan priming site. Penggunaan teknik RAPD terus berkembang dan mencapai banyak kemajuan. Beberapa penelitian yang memanfaatkan RAPD telah commit to user strawberi, gandum, barley, oat, dilaporkan antara lain pada tanaman
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tomat, kentang, dan jagung (Newton and Graham,1997). Setiyo Eko (2001) menggunakan RAPD untuk pemetaan dan keragaman genetik kelapa sawit. Hayati (1999) telah meneliti penggunaan penanda RAPD untuk mendeteksi keragaman genetik kelapa genjah di Jombang. Dwiatmini (2002) menggunakan penanda pengelompokan
dan
hubungan
RAPD untuk
kekerabatan
spesies
analisis anggrek
Phalaenopsis. Septimayani (2002) meneliti keragaman genetik blewah (Cucumis melo L). Sedangkan Robi’ah (2004) menggunakan penanda RAPD untuk menganalisis keragaman genetik pisang introduksi (Musa spp). Apriyani (2005) memakai teknik RAPD untuk analisis keragaman buah nanas. Galingging (2005) memanfaatkan penanda RAPD untuk menganilis
keragaman
buah
pepaya.
Sedangkan
Pandin
(2000)
menggunakan RAPD untuk mengetahui kemiripan genetik populasi kelapa. Identifikasi keragaman kultivar tanaman jeruk berdasarkan penanda RAPD dilakukan oleh Karsinah et al. (2002). Mansyah et al., (2003) memanfaatkan teknik RAPD untuk analisis keragaman genetik manggis (Garcinia mangostana L). Sedangkan Nurhaimi dan Darusamin meneliti
penggunaan
penanda
RAPD
untuk
mendetekasi
dan
mengelompokkan klon kelapa sawit yang berbuah normal dan abnormal (Nurhaimi dan Darusamin, 1997). 3. Aplikasi analisis RAPD Teknik RAPD yang sederhana memerlukan biaya lebih murah sehingga aplikasi yang sangat luas dari RAPD pada berbagai area biologi. Beberapa area tersebut antara lain: Kemampuan RAPD mendeteksi variasi intra-specifik dapat digunakan untuk melakukan screnning untuk tingkat inbreeding pada tanaman komersial untuk mencegah peningkatan frekuensi alel resesif yang merugikan dalam populasi. Marker species-specific digunakan dalam inter-specific gene flow dan identifikasi hybrid. Sama halnya dengan marker population-specific akan bermanfaat dalam identifikasi populasi hibrid. Marker RAPD lebih commit to userdibandingkan organisme yang cocok untuk organisme klonal
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bereproduksi secara seksual. Karena bereproduksi secara aseksual, maka fragmen polimorfik antar individual dapat digunakan untuk menentukan identitas klonal. Walaupun metode RAPD relatif cepat, murah dan gampang dilaksanakan dibandingkan metode marker DNA lain, berita tentang konsistensi/reproducibility
menjadi
perhatian
sejak
teknik
ini
diperkenalkan. RAPD sangat sensitif terhadap perubahan kondisi reaksi PCR. Problem reproducibility/konsistensi biasanya terjadi pada band/pita dengan intensitas yang rendah. Hal ini mungkin terjadi karena primer tidak cocok secara sempurna pada sekuen priming site, amplifikasi pada beberapa siklus mungkin tidak terjadi sehingga band tetap samar. 4. Isolasi DNA Isolasi merupakan pemisahan materi dari materi lain untuk di identifikasi. Pada dasarnya isolasi DNA dapat dilakukan dari berbagai sumber, antara lain organ manusia, darah, daun, daging buah, serangga, kalus, akar batang, daging. Bahan isolasi DNA tanaman yang diisolasi dari tanaman seringkali terkontaminasi oleh polisakarida dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen, alkaloid dan flavonoid. Sedangkan DNA dari hewan lebih banyak mengandung protein. Salah satu kesulitan isolasi DNA dari tanaman tinggi adalah proses destruksi dinding sel untuk melepaskan isi sel. Hal ini disebabkan karena tanaman memiliki dinding sel yang kuat dan seringkali pada beberapa jenis tanaman, kontaminasi tersebut sulit dipisahkan dari ekstrak asam nukleat. Kehadiran kontaminasi di atas dapat menghambat aktivitas enzim, misalnya DNA tidak sensitif oleh enzim restriksi dan menggangu proses amplifikasi DNA dengan PCR. Demikian pula pada hewan yang memiliki kandungan kitin (seperti serangga), memerlukan teknik dan metode khusus untuk menghancurkan sel hingga isi dapat terpisah atau keluar dari sel (Nandariyah, 2007). 5. Elektroforesis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Pergerakan ini dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait dengan sifat-sifat dasar elektris bahan yang diamati dan kondisi elektris lingkungan:
F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah medan listrik. Secara umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA. Elektroforesis gel merupakan suatu teknik analisis penting dan sangat sering dipakai dalam bidang biokimia dan biologi molekular. Secara prinsip, teknik ini mirip dengan kromatografi, memisahkan campuran bahan-bahan berdasarkan perbedaan sifat. Dalam elektroforesis gel, pemisahan dilakukan terhadap campuran bahan dengan muatan listrik yang berbeda-beda. Dalam elektroforesis gel terdapat dua material dasar yang disebut fase diam dan fase bergerak (eluen). Fase diam berfungsi "menyaring" objek yang akan dipisah, sementara fase bergerak berfungsi membawa objek yang akan dipisah. Sering kali ditambahkan larutan penyangga pada fase bergerak untuk menjaga kestabilan objek elektroforesis gel. Elektroda positif dan negatif diletakkan pada masing-masing ujung aparat elektroforesis gel. Zat yang akan dielektroforesis dimuat pada kolom-kolom (disebut well commit to user atau "sumur") pada sisi elektrode negatif. Apabila aliran listrik diberikan,
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi aliran elektron dan zat objek akan bergerak dari elektrode negatif ke arah sisi elektrode positif. Kecepatan pergerakan ini berbeda-beda, tergantung dari muatan dan berat molekul DNA. Kisi-kisi gel berfungsi sebagai pemisah. Objek yang berberat molekul lebih besar akan lebih lambat berpindah. Elektroforesis Gel Agarosa didasarkan pada pergerakan mulekul bermuatan dalam media penyangga matriks stabil di bawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel agarosa atau poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan dijalankan secara
horizontal,
sedangkan
elektroforesis
poliakrilamid
dapat
memisahkan 1 pb dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA (sekuensing). Larutan DNA yang bermuatan negatif dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang terdapat pada gel agarosa dan diletakkan di kutup negatif, apabila dialiri arus listrik dengan menggunakan larutan buffer yang sesuai maka DNA akan bergerak ke kutup positif. Laju migrasi DNA dalam medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran panjangnya. Untuk visualisasi maka ditambahkan larutan etidium bromida yang akan masuk diantara ikatan hidrogen pada DNA, sehingga pita fragmen DNA akan kelihatan dibawah lampu UV. Panjang amplikon bisa diperkirakan dengan membandingkannya dengan pita DNA standar (Anonim, 2012).
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Hipotesis penelitian ini dapat disusun sebagai berikut: 1. Keragaman kultivar salak pondoh dan non pondoh dapat diklasifikasikan dengan penanda RAPD-PCR. 2. Terdapat hubungan kekerabatan secara genetik pada kultivar salak pondoh dan non pondoh berdasar penanda RAPD-PCR.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB. III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012 di CV. Agribiotech dan Laboraturium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman salak varietas pondoh dan non pondoh. Sampel yang diteliti sebanyak dua puluh dua kultivar yang dibedakan: 1. Kultivar salak non pondoh: Salak Saratan (magelang), salak Bejalen (Ambarawa), salak Kecandran (Salatiga), salak Gading (Sleman), salak Nglumut (Magelang), salak Kelapa bali (Bali), salak Gula pasir, salak Kediri, salak Madura, salak Manggala, salak Engrekang, salak Lumajang, salak Thailand, salak Banjar, salak Merah, salak Suaru, dan salak Tasik. 2. Kultivar salak pondoh: Salak Pondoh Super, Pondoh Hitam, Salak Pondoh Madu (Sleman D.I. Yogyakarta), Pondoh Lawu (Jawa Tengah), Salak Kembang arum (Sleman), dan pondoh Hijau. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam analisis DNA total dengan RAPD-PCR ada dua metode yaitu CTAB dengan buffer dan Dynamid Plant Kit. Bahan- bahan yang digunakan isolat DNA total adalah: Dynamid plant kit yang terdiri atas 3 jenis larutan yang terdiri atas larutan LA (lisis Acid), PA (Protein acid) dan CA (Capture Acid), akuades steril, etanol absolut, alkohol 70%, agarosa 1%, megamix blue, good view II sebagai pewarna, loading dyne sebagai pemberat dan primer. Primer yang digunakan sebanyak 3 macam yaitu OPA-11, OPA-16, dan OPA-17. Sebanyak 1 kb Ladder Gibco, BRL digunakan sebagai penanda, dengan buffer TBE 1X (tris acetic commit to user acidEDTA) dan TE pH 8. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolat DNA 23
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
total dengan metode CTAB adalah larutan buffer reaksi, TAE 1X, Chloroform, 2,5 M sodium asetat, Isopopanol, Aquades steril dan etanol 70%. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah mortal dan pistil, gunting, ice box, kertas label, tabung eppendorf 1,5 ml, pipet mikro Eppendorf (10100 µl, 100-1000 µl, dan 2-10 µl), pipet tetes, Erlenmeyer, spatula, tabung eppendurf PCR, Centrifugasi, water bath, tips Eppendorf (yellow tips dan blue tips), frezer, Gelas ukur
500 ml, Elektroforesis neraca analitik (4
desimal), micro wave, cetakan agarosa dan sisiran, sumuran, transluminator T 220V, mesin PCR (Thermocycler), Lampu UV, dan kamera digital makro. C. Cara kerja Penelitian 1. Pengambilan sampel Populasi
tanaman
salak
yang
digunakan
untuk
penelitian
laboratorium dengan mengambil 10 sampel daun sebagai sumber isolat DNA. Sampel daun yang diambil adalah daun yang masih muda dari bagian pucuk dan baru berkembang penuh. Daun diambil sebanyak 5-10 daun dari lokasi yang berbeda-beda. Setelah daun dipotong dari tangkai, kemudian dimasukan dalam kantong plastik diberi label, agar tetap terjaga kesegaran daun dimasukkan dalam coolbox/kotak pendingin yang berisi es dan dapat disimpan pada alat pendingin -700C untuk kemudian dapat di isolasi/ekstraksi. 2. Isolasi/ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan panduan dua metode yaitu DNA plant kit (Shiraishi dan Watanabe, 1995) dengan modifikasi pengurangan waktu dan kecepatan sentrifugasi yang dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan DNA (Nandariyah, 2007) dan CTAB. Sampel diambil dari daun segar, diekstrak dengan menambahkan larutan LA sebanyak 1000 µl, kemudian ditambah 500µl larutan PA Selanjutnya sampel disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan ditambahkan larutan CA dengan perbandingan 1:1 dari supernatan yang dihasilkan, selanjutnya disentrifugasi pada 10.000 commit to user rpm selama 10 menit. Dihasilkan pellet kemudian di angin-anginkan
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
sebentar ditambahkan larutan TE pH 8 lalu sentrifugasi pada 5000 rpm selama 5 menit. Sampel pellet DNA disimpan dalam suhu -200C. Cetyl Trimethyl Ammonimum Bromide (CTAB) merupakan metode umum digunakan dalam ekstraksi DNA genom tanaman mengandung banyak polisakarida oleh senyawa polifenol. CTAB merupakan detergen yang berguna untuk melarutkan membran plasma sel dan membentuk komplek dengan DNA. CTAB adalah detergen berkation membentuk komplek presipitasi dengan DNA ketika konsentrasi NaCl dibawah 0,7 M. Presipitasi DNA dari buffer CTAB dengan adanya etanol atau isopropanol sering menghasilkan massa bergelatin dengan komposisi tidak diketahui, DNA terlihat pada massa. Ada tiga langkah utama dalam ekstraksi DNA, yaitu perusakan dinding sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Isolasi DNA dengan metode CTAB dimulai dengan memanaskan buffer ekstraksi pada suhu 650C selama 15-30 menit, kemudian menimbang sampel daun seberat 0,20 gr dan memisahkan dari tulang daun beserta serat-serat, melumatkan menjadi tepung halus dengan mortar dan memindahkan kedalam tabung eppendurf 1,5 ml, menambahkan 1000 µl buffer ekstrak dan digojog hingga homogen, kemudian menginkubasi dalam water bath pada suhu 650C selama 60 menit. Mengangkat tabung dari water bath dan memasukkan ke alat centrifugasi dengan 11000 rpm selama 5 menit (debris akan terpisah dari supernatan). Mengambil supernatan dengan yellow tip (20-200µl) dan memindahkan ke tabung eppendurf yang lain. Menambahkan 800 µl chloroform dan menggojog hingga homogen, mencetrifugsi dengan kecerpatan 12000 rpm selama 10 menit, kemudian mengambil cairan lapisan atas (supernatan) dan memindahkan ke eppendurf yang lain. Menambahkan 50 µl Sodium Acetat 2,5M dan 650 µl (perbandingan 1:1 dengan volume) isopropanol dingin mencampur hingga homogen, mencentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 5 menit, membuang hasil supernatan dan mengering anginkan pellet DNA yang commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah terbentuk, kemudian menambahkan dengan etanol 70% sebanyak 70 µl, kemudian pellet DNA dapat disimpan pada suhu -20 0C. 3. Uji kualitas DNA Kuantitas DNA diukur dengan menggunakan alat Spektrofotometer, dengan cara memasukkan 2µl/100µl DNA dan sebagai pembanding 100 µl aquadest ke dalam kufet pada alat spektrofotometer yang sudah diatur dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kuantitas DNA diketahui dari hasil pengukuran optical density (OD) 260/280. Kualitas DNA diuji dengan melakukan elektroforesis gel agarosa dan divisualisai pada alat foto polaroid merk MP4 Land Camera. Gel dibuat dengan cara melarutkan 0,20% (b/v) agarosa dalam larutan buffer TAE 1X, lalu dipanaskan dalam micro wave selama 5 menit hingga larut semua. Setelah itu didinginkan selama 10 menit, kemudian ditambah 2 µl goodView II dan dikocok perlahan merata. Larutan tersebut lalu dituang kedalam cetakan gel yang telah disiapkan. Sisir pembuat sumur diletakkan dengan jarak 0,5-0,1 mm dari dasar cetakan. Gel dibiarkan memadat selama kurang lebih satu jam. Gel yang telah memadat dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi larutan buffer TAE 1X yang sudah diberi Good View II sampai seluruh gel terendam. Contoh DNA yang telah ditambah loading buffer dimasukkan ke dalam lubang sumur yang ada pada gel. Elektroforesis dilakukan pada voltage 100 volt selama kurang lebih 30 menit. Ekstraksi DNA diulangi apabila DNA yang dihasilkan belum menghasilkan pita yang jelas. Hasil eletroforesis dapat dilihat dengan UV transluminator. 4. Seleksi primer Primer yang diseleksi terdiri dari OPA11, OPA16 dan OPA 17. Primer diseleksi dari 7 macam primer yaitu: OP X-17, OP X-15, OPA-12, OPA-18, OPA-11, OPA-16 dan OPA-17.
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Jenis primer dan urutan nukleotida penyusunnya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Primer OPA-11 OPA-16 OPA-17 OPX-17 OPX-15 OPA-18 OPA-12
Sekuens nukleotida (5’-3’) CAATCGCCGT AGCCAGCGAA GACCGCTTGT GACACGGACC CAGACAAGCC AGGTGACGGT TCGGCQATAG
5. Amplifikasi DNA Tahap I pra amplifikasi (denaturasi awal) selama 3 menit pada temperatur 950C dilanjutkan tahap II adalah proses amplifikasi berlangsung sebanyak 40 siklus, dimulai dengan pemisahan utas DNA genom (denaturasi) pada temperatur 940C selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada temperatur 370C selama 45 detik, pemanjangan utas DNA (extension) pada temperatur 720C selama 1,5 menit, diakhiri dengan tahap perpanjangan akhir (tahap III), pada temperatur 720C selama 5 menit (Nandariyah, 2008). Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA (RAPD) terdiri dari tiga macam primer: OPA-11, OPA-16, dan OPA-17 yang diseleksi dari 12 macam primer yaitu X-17, D-18, D-16, X-15, D-17, D-15, D-13, A-12, A18, OPA-11, OPA-16 dan OPA-17. Kuantitas DNA diketahui dari hasil pengukuran optical density (OD) 260/280 dan kualitas DNA diketahui dari hasil elektroforesis gel dan divisualisasi pada alat foto polaroid merek MP4 Land Camera. Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan mengamati pita-pita DNA setelah dielektroforesis pada alat UVtransilluminator (Hoefer) dan dilanjutkan pemotretan menggunakan tustel Polaroid MP4 Land Cameradiafragma 8, jarak lensa 14,8 ketinggian 52,3 cm pada film polaroid 667. 6. Elektroforesis Hasil amplifikasi DNA dipisahkan berdasarkan ukuran pasangan basanya dengan teknik elektroforesis gel agarose (Sigma) 1% dalam buffer commit to12μl userDNA hasil PCR diletakkan pada TBE 1X dengan cara mengambil
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kertas parafin ditambah dengan 10μl marker DNA leader 1 kb. Running dalam cetakan agarose selama 15 menit 100 volt. 7. Visualisasi hasil RAPD Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan mengamati pita-pita DNA setelah dielektroforesis pada alat UV-transilluminator (Hoefer) dan dilanjutkan pemotretan tustel Polaroid MP4 Land Camera.
D. Analisis Data Data yang diperoleh dari pemotretan gel hasil RAPD yang diharapkan adalah pita-pita diksrit (tajam dan jelas) dengan ukuran tertentu dari masingmasing nomor genotipe salak. Jarak pita diukur dari batas bawah sampai batas atas yang masih nampak. Nomor pita diurutkan dari jarak pita terdekat dengan batas bawah sumur. Setiap pita dianggap sebagai satu karakter dan dinilai „1‟ bila terdapat pita dan „0‟ bila tidak ada pita. Pita DNA yang dinilai adalah pita yang terlihat baik bersolusi tajam atau lemah. Berdasarkan ada tidaknya suatu pita, disusun matriks data biner yang diturunkan menjadi matriks persamaan (matriks jarak genetic). Untuk menentukan kesamaan pasangan genotipe yang terdapat pada individu yang berbeda digunakan rumus Nei dan Li sebagai berikut: F
= 2 n ab/ ( na + nb)
F adalah koefisien persamaan, nab adalah jumlah pita sama posisinya, baik individu a dan b, na dan nb adalah jumlah pita masing-masing individu a dan b Pada program NTSYS, data matriks dihitung melalui koefisien “Dice” yang pada prinsipnya sama dengan rumus Nei dan Li, yakni: Sb
= 2a / n1 +n2
Untuk menghitung koefisien jarak data harus dikonversikan dengan ; d
= 1- S
d adalah jarak, dan S adalah nilai matrik persamaan yang dihitung dengan rumus Nei dan Li. Setelah didapatkan nilai d (koefisien jarak) untuk seluruh perbandingan individu, kemudian disusuncommit matriksto user jarak. Dari matriks jarak ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
dilakukan analisis cluster (pengelompokkan) secara manual dengan cara dipilih nilai jarak paling kecil dalam jarak matriks, dua individu dibuat cabang, dan cabangnya adalah setengah jarak tersebut, mengelompokkan dua individu lainnya berdekatan dan membuat cabang dari setengah jarak tersebut, dan antar cabang juga dibuat, sampai akhir terbentuk diagram pohon. Dalam penelitian ini seluruh pengolahan data menggunakan programprogram dalam computer. Prosedur pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan data dalam bentuk data biner pada program Excel dengan keluaran data berbentuk Formatted Text/ Space delimited (.prn) 2. Data dalam bentuk .prn dimasukkan dalam program Notepad, diubah menjadi .dat. 3. Data berbentuk .dat dimasukkan dalam program Windisk dan diolah menjadi data matrik (.mat) 4. Pemrosesan data, matriks menggunakan program NTSYS-pc, dengan tahap: Data .mat dimasukan dalam analisis UPGMA dalam program Shan clustering menghasilkan pengelompokkan data berdasarkan jarak genetik. Hasil pengelompokkan dimasukkan dalam program Tree Display untuk menghasilkan dendogram. 5. Untuk mendapatkan hasil cetakan yang baik, hasil analisis TreeDisplay dipindahkan ke dalam program MS Word. 6. Pengujian validitas pengelompokkan dilakukan oleh NTSys, digunakan analisis bootstrap didalam program WinBoot. 7. Presentase pengelompokkan yang dilakukan WinBoot dituliskan dalam dendogram pada program MSWord. 8. Untuk mengetahui korelasi antar primer digunakan analisis Comparison dalam program NTSys. Data yang dipakai berasal dari data .mat keluaran data berupa nilai r (korelasi). a. Analisis Similaritas Analisis keragaman genetik menggunakan RAPD dilakukan dengan to user memberi skoring 0 = tidakcommit ada pita, 1= ada pita pada tingkat migrasi yang
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama berdasarkan penanda RAPD, dan data diolah dengan NTSYS pc versi 2.02 dengan proses Similarity for Qualitative Data ( SIMQUAL) dan dihitung berdasarkan metode Simple Matching Coefficient (SM) dari Sokal dan Sneath (Rohlf, F.J. 1998) dengan rumus sebagai berikut SM = m/n SM adalah koefisien similaritas, m adalah banyaknya data dengan pola yang sama, dan n adalah jumlah data. Analisis keragaman genotipik berdasarkan keragaman dianalisis dengan langkah: membuat matrik karakter vs genotipe, data hasil skoring dalam sofware untuk analisis keragaman, membuat dendogram hasil analisis gerombol. Data fenotipik tersebut dianalisis dengan NTSYSpc versi 2.02. b. Analisis gerombol (Cluster analysis) Analisis
gerombol
(Cluster
analysis)
menggunakan
metode
Sequential, Agglomerative, Hierarchical and Nested Clusthering (SAHN). Setiap karakter diubah dalam bentuk data biner. Nilai 1 diberikan pada subkarakter yang terdapat pada genotip dan yang tidak tampak diberi 0. Pola pita DNA hasil amplifikasi pada tanaman akan menunjukkan jumlah pita dan jarak migrasi. Penilaian dilakukan terhadap pita yang jelas dan terang secara konsisten yakni skor nol (0) jika tidak ada pita dan satu (1) jika ada pita pada posisi yang sama individu yang dibandingkan. Analisis pengelompokan adalah berdasarkan kesamaan genetik yang disajikan dalam bentuk dendogram sehingga dendogram yang dihasilkan adalah analisis gerombol berdasarkan penanda genotipik. Pengelompokan kluster ditampilkan dalam suatu dendogram. Hubungan kekerabatan antar varietas salak ditentukan oleh nilai persamaan yang dihubungkan dalam diagram fenetik. Data hasil pengamatan dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Data jumlah pita DNA yang diperoleh dari hasil amplifikasi digunakan untuk penyusunan matriks berdasarkan rumus koefisien korelasi Pearson (Gasperz (1992), Nandariyah, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Klasifikasi keragaman tanaman salak pondoh dan non pondoh berdasarkan penanda molekuler RAPD Pengklasifikasian pengelompokan kultivar salak pondoh dan non pondoh yang dibedakan atas dasar kesamaan sifat-sifat atau tingkat kekerabatan kelompok masing-masing. Penelitian dimulai dengan ekstraksi DNA dan uji kualitas DNA hasil ekstraksi, menyeleksi primer untuk penanda RAPD, amplifikasi DNA dengan teknologi PCR, elektroforesis hasil amplifikasi DNA, analisis cluster data dan penggolongan kekerabatan berdasarkan RAPD dan analisis diskripstif. Keragaman genetik 22 genotipe ditentukan berdasarkan hubungan kesamaan genetik antar genotipe tanaman salak yang berbeda dengan cara membandingkan pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan primer tertentu pada setiap genotip tanaman. Hasil analisis kesamaan genetik
dengan
menggunakan koefisien kesamaan genotipe dengan metode Nei dan Lei (Kaidah, 1999). 1. Hasil isolasi dan uji kualitas DNA 1a). Isolasi DNA Ekstraksi untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi merupakan suatu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam studi molekuler, terutama dalam pencandraan sidik jari DNA. Isolasi DNA dilakukan dengan dua metode yaitu isolasi
dengan Dynamid Plant Kit dan
metode CTAB (cationic hexadecyl trimethyl ammonium bromide). CTAB dan Dynamid Plant Kit merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi DNA genom tanaman. Keduanya menggunakan teknik sentrifugasi dengan mengendapkan DNA agar hasil isolasi berupa DNA murni tidak tercampur dengan molekulcommit to user molekul yang lain, sedangkan bahan yang digunakan hanya sedikit
31
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
berbeda. Teknik CTAB menggunakan buffer ekstraksi phenol, dapat ditambah dengan chloroform dan isopropanol. Pada lapisan phenol akan melarutkan lipid, polisakarida dan protein. Chloroform merupakan pelarut yang menstabilkan ikatan antara lapisan organik dan aquaeus (sampel DNA yng tertinggal). Metode Dynamid Plant Kit menggunakan tiga bahan praktiks yang sudah ada dan dibuat dari pabrikan, terdiri dari empat jenis bahan yaitu LA (Lisis Acid) merupakan larutan resuspensi (buffer dan pengkelat), larutan PA (Protein Acid) terdiri dari SDS dan NaOH (pelisis) dapat mendenaturasi protein sedangkan CA berfungsi merenaturasi kembali dan RNase untuk menghilangkan sisa-sisa RNA atau protein yang masih tertinggal pada DNA. Sebagai dasar untuk analisis lanjutan seperti PCR, RFLP, kloning atau sekuensing, maka DNA yang digunakan harus bersih dari kontaminan (kemurnian tinggi) dan memiliki berat molekul yang tinggi, selama proses ekstraksi beberapa hal yang dapat terjadi: a. DNA patah-patah selama proses isolasi b. DNA terdegradasi oleh enzim nuklease c. Terjadi kontaminasi oleh polisakadarida d. Metabolit sekunder ikut terisolalsi (Fatchiyah et al., 2011) Metode standar yang digunakan untuk identifikasi, pemisahan, dan purifikasi fragmen DNA adalah menggunakan elektroforesis gel agarosa. Migrasi elektroforesis DNA melalui gel agarosa dipengaruhi oleh faktor ukuran dan konformasi molekul DNA, konsentrasi agarosa, arus listrik dan suhu. Pewarna etidium bromida (EtBr) maupun Good View II (GV II) digunakan sebagai alat identifikasi dan mengukur semi kualitatif fragmen DNA yang terpisah dalam gel. EtBr maupun GV II terikat diantara dua untaian ganda DNA, sehingga pita DNA dalam gel agarosa akan berpendar karena pewarna ini mengandung zat fluoresen. Ikatan DNA–EtBr akan terekspos pada commit to user sinar UV level medium, sekitar panjang gelombang 300 nm. EtBr
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan pada setiap sampel yang dimasukkan dalam sumur gel agarosa sebelum gel dicetak dalam cetakan gel. 1b). Uji Kualitas DNA Metode standar yang digunakan untuk identifikasi, pemisahan, dan purifikasi fragmen DNA adalah menggunakan elektroforesis gel agarosa. Selama proses pengeringan pellet DNA, disiapkan agarosa 1% (0,20 gram agarosa dalam 20 ml TBE 1x). Untuk proses eletroforesis ditambahkan TE 70 µl pada pellet DNA lalu sentrifugasi, diambil 5 µl DNA ditambhkan 2 µl blue Juice (BJ) 10x dan running/elektroforesis pada tegangan 100 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis kemudian dilihat pada UV transiluminator. M
1
2
3
4
5
6
7
10000 1500 750 450 250
Gambar 1. Profil hasil uji kualitas tujuh sampel daun salak hasil metode CTAB (Salak P. super, P. Lawu, P. Hijau, S. Gading, Kb. Arum, Manggala, Lumut) dengan penanda marker DNA 1 kb (250-10000 pb) Hasil uji kualitas tujuh sampel DNA dengan elektroforesis agarosa dari isolat DNA hasil isolasi dengan metode CTAB menunjukkan bahwa masih terdapat protein atau RNA sehingga hasil to user kualitas masih belum commit baik, belum menghasilkan DNA murni. Adanya
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
RNA yang masih tercampur berupa garis berwarna merah kebawah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu ikut terbawa debris (sampah) saat pengambilan supernatan dengan mikropipet, sehingga debris masih dapat tercampur kedalam supernatan yang akan menjadi isolat DNA, berpengaruh pada hasil DNA. Pada tahap akhir isolasi tidak ditambahkan RNase untuk melisiskan RNA supaya hasil isolasi berupa DNA murni, tidak tercampur oleh RNA sehingga isolat DNA yang dihasilkan belum murni. M
1
2
3
4
10000 7500
1500 750
250
Gambar 2. Profil hasil uji kualitas DNA 4 sampel daun salak dengan metode CTAB (S. Kecandran, Banjar, P.madu, P. Hitam) dengan marker 1 kb (250-10000 pb) Hasil elekroforesis menunjukkan dengan jelas posisi pita DNA dari empat sampel DNA. Hasil eletroforesis pada percobaan menghasilkan pita DNA pada bagian atas gel sedangkan pita RNA pada bagian bawah gel (apabila pada waktu dilakukan running tidak diberikan RNase). DNA mempunyai berat molekul lebih besar dibandingkan dengan berat molekul RNase. Menurut Sambrook et al. (1989) dalam Sri Kaidah (1999) kecepatan migrasi DNA tergantung pada ukuran molekulnya. Sampel DNA hasil running commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang paling jelas terlihat terdapat pada sampel dua dan empat yaitu salak banjar dan pondoh hitam. Namun dari ke empat sampel DNA masih terdapat RNA. Hasil elektroforesis tidak dipotong dengan enzim restriksi akan memberikan pita DNA yang utuh. Hal ini menunjukkan bahwa semua isolat DNA dari daun salak mempunyai kualitas yang baik sehingga layak digunakan dalam penelitian analis DNA antara lain sebagai DNA cetakan untuk proses PCR. M
1
2
3
4
5
6
7
1OOOO 1500 1000 750 250
Gambar 3. Profil hasil uji kualitas DNA dengan metode Plant kit dari tujuh sampel DNA (S.Saratan, S.Bejalen, S.Gading, S.Nglumut, P.Lawu, P.Madu, dan Kecandran, menggunakan penanda marker 1 kb (250-10000 pb). Hasil uji kualitas DNA dengan metode Dynamid Plant Kit menghasilkan isolat DNA murni tanpa campuran RNA, berupa garis tipis pada setiap sampel. Metode Dynamid plant kit dapat membersihkan sisa debris atau sampah. Selain itu garis RNA sudah tidak tampak seperti pada hasil isolasi dengan metode CTAB, dikarenakan pada tahap akhir isolasi dilakukan penambahan RNase untuk menghilangkan RNA yang masih menempel pada DNA. Untuk hasil isolat DNA murni yang berkualitas baik.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
M
1
2
3
4
5
6
7
10000 7500 1500 750 250
Gambar 4. Hasil uji kualitas tujuh sampel DNA (S.kembang arum, P. Hitam, P.lawu, S. Nglumut, bejalen, P.Super, Kecandran, gading) hasil isolasi dengan metode Dynamid Plant Kit. Hasil uji kualitas DNA dengan metode Dynamid Plant Kit sudah menghasilkan pellet DNA murni pada sampel satu hingga tujuh, namun pada sampel satu varietas kembang arum masih terdapat RNA. Sedangkan pada sampel tiga dan empat yaitu varietas p.lawu dan S. nglumut sudah terdapat pellet DNA namun pita yang dihasilkan sangat tipis (konsentrasi sangat sedikit) sehingga pada waktu PCR konsentrasi harus ditingkatkan agar dapat amplifikasi dengan sempurna. 2. Hasil seleksi primer Seleksi primer dilakukan untuk mendapatkan primer yang dapat mengamplikasi DNA. Dalam penelitian ini ada tujuh primer yang dipilih secara random. Primer diseleksi dari dua belas macam primer yaitu: X-17, X-15, A-12, A-18, OPA-11, OPA-16 dan OPA-17. Dari hasil penelitian seleksi primer menunjukkan bahwa tidak seluruh primer yang digunakan commit to user (tujuh primer) mampu mengamplifikasi setiap contoh genotipe salak. Hal
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini diduga tingkat kemurnian DNA template dari hasil bulking atau pooling masih rendah atau masih terdapat senyawa kontaminan seperti polifenol yang dapat menghambat terjadi reaksi PCR. Metode bulking atau pooling untuk seleksi primer belum dapat menjamin hasil amplifikasi yang diharapkan memperoleh pita-pita beragam atau polimorfis. Jumlah pita DNA polimorfisme dalam analisis keragaman genetik sangat menentukan dalam penentuan tingkat keragaman suatu populasi, maka banyaknya pita DNA polimorfis akan menggambarkan keadaan genom tanaman dan memperkecil bias yang disebabkan oleh tidak terwakili bagian-bagian genom (Nienhuls et al., 1996) Primer yang menghasilkan amplifikasi pita DNA yang sedikit dan polimorfis yang rendah sebaiknya tidak digunakan untuk analisis keragaman genetik dengan metode RAPD. M
1
2
3
4
5
6
10000 7500 5000 750 250
Gambar 5. Hasil uji seleksi Primer OPA-11, OPA-17, OPA -16, OPX-17, OPX 15, dan OPA- 18.
Dalam pemilihan primer sebaiknya primer- primer yang menghasilkan amplifikasi pita DNA yang sedikit dan polimorfis yang rendah tidak digunakan untuk analisis keragaman genetik dengan metode RAPD. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hasil amplifikasi DNA dengan penanda RAPD Penanda RAPD adalah penanda yang bersifat dominan yang berarti sifat tersebut tidak dapat dibedakan antara genotip heterosigot dengan homosigot tetapi dapat dibedakan terhadap sifat resesif dengan cara mendeteksi ada tidak pita DNA (Rafalski et al. 1994 dalam Nandariyah, 2007). Secara umum analisis RAPD menunjukkan pola pita fragmen DNA yang baik berdasarkan tinggi konsistensi profil pita DNA antara tahap skrening primer dan tahap penggenotipan populasi pemetaan. Menurut Waugh (1997) banyak faktor yang mempengaruhi reproducibility profil RAPD,
antara lain
kondisi
dan konsentrasi
DNA,
ko-ekstraksi
pengkontaminasi DNA dan interferensi amplikasi. Persentase pita RAPD polimorfik pada beberapa penelitian keragaman genetik menunjukkan rata-rata tiap populasi sebesar 69% pada kelapa (Hayati et al., 2000) dan 56 % pada kelapa sawit (Rajanaidu, Maizura dan Cheah, 2000). Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah jumlah dan jenis primer dan populasi yang digunakan. Berdasarkan tipe populasi yang digunakan, Rajanaidu et al. (2000) menunjukkan selang persentase polimorfik 8-94%, yang lebih besar dari Hayati et al. (2000) 62-76%. a). Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-11 Amplifikasi DNA 3 kultivar salak menghasilkan pita DNA perkultivar 1-3 pita. Amplifikasi DNA terhadap kultivar kembang arum menggunakan primer OPA-11 menghasilkan tiga pita.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
M
1
2
3
10000 1100
750 450 250
Gambar 6. Hasil amplifikasi PCR varietas salak (kembang arum, manggala, kecandran) dengan primer OPA-11 metode RAPD menghasilkan 3 pita monomorfik. Hasil PCR dengan metode RAPD menghasilkan resolusi pita DNA yang tidak terlihat dengan jelas. Perbedaan hasil resolusi dapat disebabkan oleh fragmen yang diamplikasi terdapat pada genom tanaman. Makin banyak fragmen DNA yang teramplifikasi, maka resulosi pita DNA yang dihasilkan akan semakin jelas. Pada genom tanaman lebih kurang 90% dari DNA genom merupakan urutan berulang (Weising et al., 1995). Disamping itu, adanya kompetisi tempat penempelan primer DNA menyebabkan salah satu fragmen akan diamplifikasi dalam jumlah yang banyak dan fragmen lainnya sedikit. Proses amplifikasi mungkin diinisiasi pada beberapa tempat, namun hanya beberapa set yang dapat terdeteksi sebagai pita sesudah amplifikasi (Grattapagtia et al., 1992; Hallden et al., 1995; Sri kaidah, 1999). Faktor lain adalah kemurnian dan konsistensi cetakan DNA, DNA yang memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi dari senyawasenyawa seperti polisakarida dan polifenol, dan konsentrasi cetakan DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan penanda RAPD yang kabur atau redup (Weeden et al., 1992; Halide et al., 19996; Sri kaidah, 1999). commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah pita polimorfis sangat menentukan tingkat keragaman keadaan genom tanaman. Perbedaan jumlah polimorfisme pita DNA yang dihasilkan oleh setiap primer menggambarkan kompleksitas genom tanaman. Sedangkan untuk contoh yang dipergunakan dalam seleksi primer mengidentifikasi bahwa primer acak tidak universal untuk mendeteksi perbedaan setiap contoh DNA cetakan. b). Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-16 M
1
2
3
4
5
6
7
10000 7500 750 500 250
Gambar 7. Profil hasil amplifikasi PCR varietas salak (P. Madu, P.hitam, dan Kembangarum) dengan primer OPA-16 yang tidak berhasil amplifikasi. Pada hasil amplifikasi PCR varietas salak diatas tidak dapat mengamplifikasi dengan baik. Hal ini dapat dikarenakan primer yang mengamplifikasi tidak sesuai sehingga tidak dapat terbentuk pita DNA. Faktor lain yang dapat menyebabkan kegagalan amplifikasi dikarenakan konsentrasi isolat DNA yang terlalu pekat ataupun terlalu encer. Pada konsentrasi yang terlalu pekat, DNA tidak dapat memisah yaitu pada saat fase denaturasi awal, dan pada saat suhu mulai turun pada fase anealling DNA tidak berhasil memisah. Sedangkan pada konsentrasi yang sedikit DNA akan sulit commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggambung dengan primer karena konsetrasi yang ringan, sehingga gagal untuk menggabung pada saat anealling. c). Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-11
1 2
3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
22
Gambar 8. Profil hasil amplifikasi DNA dua puluh dua kultivar S.zalacca menggunakan primer OPA-11: L. 1Kb Ladder; . var. 1; var. 2; var. 3; var. 4; var. 5; var. 6; var. 7; var. 8; var. 9; var10; var 11; var 12; var 13;var 14; var 15; var 16; var 17; var 18; var 19; var 20; var 21; dan var 22. Hasil amplifikasi dua puluh dua kultivar salak diatas menghasilkan susunan dan jumlah pola pita yang berbeda-beda. Hasil analisis kekerabatan dua puluh dua varietas salak menggunakan pendekatan RAPD-PCR menunjukkan adanya jarak dan variasi genetik antar varietas. Sampel yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat adalah varietas 3, 5 dan 9. Varietas 3, 5, dan 9 membentuk suatu kelompok. Varietas 7 dan 17 membentuk kelompok sendiri dan memiliki kedekatan dengan varietas 14, varietas 1 dan 8 membentuk kelompok sendiri dan mempunyai hubungan kekerabatan sedang varietas 2, 12, 13, 15, 20, 21, dan 22 terpisah dari ketiga kelompok di atas, artinya varietas 2, 12, 13, 15, 20, 21, dan 22 memiliki hubungan paling jauh dengan varietascommitkekerabatan to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
varietas yang lain. Analisis dengan metode ini menunjukkan adanya variasi genetik yang cukup tinggi pada sembilan varietas yang diuji. Dari hasil amplifikasi DNA diatas ada beberapa varietas yang gagal mengamplifikasi yaitu varietas 4, 6, 10, 11, 16, 18, dan 19. Kegagalan tersebut disebabkan karena primer yang digunakan tidak ada kecocokkan lokus untuk amplifikasi sehingga akan terjadi kegagalan. Dari kedua puluh dua hasil amplifikasi kultivar salak hanya dihasilkan lima belas pita DNA yang berhasil amplifikasi. Diantara kelima belas kultivar yang berhasil amplifikasi pola pita DNA yang paling banyak muncul terletak pada pola pita pada pasangan basa 400 pb dengan kualitas pola pita tebal dan jelas. Jumlah pita polimorfik yang terbanyak terdapat pada kultivar no. 15 dan no. 13 yaitu pada kultivar salak kecandran dan salak banjar.
d). Data hasil running varietas salak pondoh dan non pondoh berdasarkan kekerabatan dengan OPA -11 1. Eletroforesis 22 varietas salak M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 M
100 pb
Gambar 9. Hasil Running elektroforesis 22 varietas salak commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan gambar: M
: Marker DNA 1 kb
11
: Lumajang (kosong)
( 100 pb- 2000kb)
12
: Thailand
1
: Kelapa bali
13
: Banjar
2
: Gula pasir
14
: Bejalen
3
: Kediri
15
: Kecandran
4
: P.super (kosong)
16
: Saratan (kosong)
5
: P.hitam 2
17
: P. Lawu
6
: Gading (kosong)
18
: P. Hijau (kosong)
7
: P. Madu
19
: Lumut (kosong)
8
: Manggala
20
: Merah
9
: Madura
21
: Suaru
10
:Engrekang (kosong)
22
: Tasik
2. Elektroforesis 15 varietas salak yang berhasil amplifikasi M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
13 14
15 M
100 pb
Gambar 10. Hasil amplifikasi 22 kultivar salak dengan RAPD Keterangan : M
: Marker DNA 1 Kb (100 pb)
1
: Kelapa bali (2 pita)
2
commit to user 3
: G. pasir (6 pita) : Kediri (4 pita)
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4
: P.hitam 2 (7 pita)-> no. 5
12
: P. Lawu ( 1 pita )-> no. 17
5
: P. Madu (3 pita)-> no. 7
13
: Merah (3 pita) -> no. 20
6
: Manggala (1 pita)-> no. 8
14
: Suaru (2 pita)-> no. 21
7
: Madura (6 pita)-> no. 9
15
: Tasik (2 pita) -> no.2
8
: Thailand (1 pita)-> no. 12
9
: Banjar (6 pita)-> no. 13
10
: Bejalen (2 pita)-> no. 14
11
: Kecandran (7 pita)-> no. 15
3. Pengelompokkan hasil elektroforesis berdasarkan kesamaam pola pita M 1
6
Gambar 11. Profil pola pita hasil amplifikasi no. 1 dan no. 6 mempunyai kesamaan pola pita dengan jumlah pita sama yaitu 2 pita. Terdapat pada var.kelapa bali dan manggala. Terletak pada pasangan basa antara 300pb-400pb. Kesamaan pola pita pada hasil elekroforesis ditunjukkan pada pita no. 1 dan no. 6 yaitu pada salak kelapa bali (1) dan manggala (6) menunjukkan pola pita dan jumlah yang sama satu pita yang jelas dan tajam dan satu pita kurang jelas dan tajam. Keduanya terletak antara 300 pb - 400 pb. Pola pita yang sama menunjukkan kedekatan atau kekerabatan. Dalam hal ini antara salak kelapa bali dan manggala mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat secara genetik.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
M 3
4
Gambar 12. Profil hasil amplifikasi kultivar no.3 dan no.4 mempunyai kesamaan pola pita yang terletak antara 100 pb-400 pb, yaitu Kediri (3) dan p.hitam (4). Pada gambar diatas menunjukkan dua kultivar yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat antara no. 3 dan no. 4 yaitu pada kultivar salak Kediri (3) dan salak pondoh hitam (4). Hal ini ditunjukkan pada jumlah pita dan susunan yang sama dan terletak pada pasang basa yang sama. Pada kultivar salak Kediri terletak antara 100 pb - 400 pb menghasilkan pola pita tunggal sebanyak 3 pita dengan kualitas pita yang tajam atau lemah. Sedangkan pada kultivar salak pondoh hitam juga menghasilkan 3 pola pita dan terletak pada pasangan basa yang sama yaitu antara 100 pb - 400 pb. Namun yang membedakan antara kedua kultivar tersebut yaitu pada pita kedua yang terletak antara 200 - 300 pb, pada kultivar salak Kediri menghasilkan pola pita tunggal monomorfik sedangkan pada kultivar salak pondoh hitam menghasilkan pola pita ganda polimorfik. Diketahui bahwa antara kultivar salak kediri yang bukan varietas non pondoh dengan kultivar pondoh hitam mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat, dalam hal ini juga dapat diketahui dari ciri-ciri morfologis keduanya. Salah satunya adalah rasa buah dari salak kediri yang manis dengan warna kulit buah gelap seperti pada salak pondoh hitam.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
M
1
2
3
4
M
500 pb
300 pb
Gambar 13. Profil hasil amplifikasi kultivar no. 5, 8, 10, dan 12 mempunyai pola pita sama yang terletak antara 300 pb-500 pb dengan pola pita tunggal, terdapat pada salak pondoh madu, Thailand, bejalen, dan pondoh lawu. Hasil amplifikasi diatas menunjukkan terdapat empat kultivar salak yang mempunyai hubungan kedekatan secara genetik. Ditunjukkan pada pola pita dan susunan pita polimorfis yang sama dari keempat kultivar. Keempat pita polimorfis terdapat diantara 300 pb - 500 pb dengan kualitas pita tebal atau samar-samar. Pada pola pita no. 1 yaitu kultivar salak pondoh madu, menunjukkan pola pita yang tebal dan jelas, hal ini sama dengan pola pita no. 4 pada kultivar pondoh lawu. Sedangkan pola pita dengan kualitas yang kurang jelas namun masih dapat terbaca ada pada no. 2 yaitu kultivar Thailand, terletak pada pasang basa yang sama dengan no.1 dan no.4. Kultivar no. 3 yang ditunjukkan pada gambar yaitu salak bejalen, terletak pada 300 pb dan mempunyai hubungan kedekatan dengan ketiga pita lainnya. Antara kultivar salak pondoh madu dan salak pondoh lawu juga mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dalam hal morfologis, keduanya mempunyai rasa manis tidak sepat, namun salak pondoh lawu tidak mempunyai aroma khas seperti pada salak pondoh madu. Salak pondoh madu dan salak lawu mempunyai hubungan kekerabatan dekat dengan salak lokal kultivar thailand dan bejalen. Dilihat dari ciri morfologis dengan rasa buah yang sama-sama manis tidak sepat. Salak thailand merupakan sebutan salak commit to user pondoh dari indonesia dipasarkan dan di ekspor ke mancanegara. Salak
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pondoh madu dari segi morfologis mempunyai aroma khas seperti madu dan pada buah keluar cairan seperti madu. Kekerabatan yang dekat antara kultivar diatas karena lokasi tumbuh yang berdekatan. M
9
11
M
Gambar 14. Profil hasil amplifikasi pita DNA no.9 dan no. 11 mempunyai kesamaan pola pita yang sama yang terletak antara 300 pb – 600 pb pada salak banjar dan kecandran. Hasil amplifikasi diatas menunjukkan dua pita DNA hasil PCR menghasilkan pola pita polimorfis dengan susunan pita yang sama antara kultivar no.9 dan no.11 yaitu pada salak banjar dan salak kecandran. Kedua pita terletak pada pasang basa yang sama antara 300 pb-600 pb. Pada kultivar salak banjar dihasilkan 6 pola pita tunggal dan ganda. Sedangkan pada kultivar kecandran juga dihasilkan 6 pita baik tunggal maupun ganda. Dari hasil diatas diketahui bahwa kedua kultivar tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan ditandai susunan dan jumlah pita yang sama secara genetik. Antara kultivar salak kecandran dan salak banjar mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat, dikarenakan keduanya sama-sama merupakan salak lokal yang dibudidayakan oleh masing-masing daerah. Dari segi morfologis keduanya mempunyai rasa kurang manis dan agak sepat. Ukuran buahnya sama- sama besar dan pada kulit buah sedikit duri.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No. 2 no. 7 no. 13 no. 14 no. 15 Gambar 15. Profil hasil amplifikasi Salak Gula pasir, Madura, Merah, Suaru dan tasik berdiri sendiri tidak ada kesamaan dengan pola pita yang lain. Masing-masing berdiri sendiri. Dari hasil amplifikasi lima kultivar salak Gula Pasir, Salak madura, salak merah, salak suaru, dan salak tasik masing-masing pita berdiri sendiri tidak ada kesamaan pola pita dengan kulitivar lainnya dalam hasil photo running. Hal ini menunjukkan bahwa diantara kultivar salak diatas mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh. Pada kultivar salak gula pasir (no.2) dihasilkan empat pola pita DNA dengan kualitas pola pita tebal atau lemah dengan pola pita tunggal dan terletak pada susunan basa antara 200 pb-450 pb. Pada kultivar salak madura (no.7) menghasilkan enam pita DNA yang terletak antara 150 pb - 600 pb dengan kualitas pita tajam atau lemah. Pola pita yang terletak antara 300 pb – 600 pb dan menghasilkan tiga susunan pita DNA dihasilkan pada kultivar salak Merah (no.13). Sedangkan untuk kultivar no.14 dan no.15 yaitu salak suaru dan salak tasik menghasilkan masing-masing dua susunan pola pita dengan kualitas pita yang lemah, namun masih dapat terbaca. Diantara kelima kultivar tersebut susunan pola pita yang paling banyak muncul ada pada susunan basa 400 pb untuk kultivar salak Gula Pasir dan salak madura.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Isolasi/Ektraksi DNA salak dengan metode Dynamid Plant Kit dapat menghasilkan isolat DNA salak murni bila dibandingkan dengan motode CTAB. Hasil uji kualitas DNA salak yang di isolasi dengan CTAB (cetylmetil amonium bromida) masih terdapat kandungan RNase atau Ribonuklease. 2. Primer-primer
(urutan
oligonukleotida
pendek)
yang
mampu
mengamplifikasi genotip tanaman salak ada tiga primer yaitu OPA-11, OPA-17, dan OPA- 16, sedangkan primer OPA-11 merupakan primer yang paling banyak mengamplifikasi DNA (Deoxyribonucleic acid) salak. 3. Hasil PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan OPA-11 dapat mengamplifikasi/menggandakan DNA 15 kultivar salak dari 22 kultivar dengan pola pita polimorfik antara 100 pb – 600 pb. Susunan pola pita hasil amplifikasi 15 kultivar salak paling banyak muncul pada 400 pb. Dari 22 kultivar salak yang di amplifikasi terdapat 7 kultivar yang tidak berhasil amplifikasi. 4. Hubungan kemiripan paling dekat antara kultivar pondoh dan non pondoh adalah kultivar salak kediri dengan pondoh Hitam, kultivar Kelapa bali dan Manggala, pondoh Madu dan pondoh Lawu dengan kultivar salak Thailand dan Bejalen. Dilihat dari segi morfologis antara varietas diatas masing-masing mempunyai ciri khas sama, seperti pada kultivar salak Kediri dan salak pondoh Hitam mempunyai rasa buah manis tidak sepat dengan kulit buah berwarna gelap. Sedangkan to antara user kultivar non pondoh dijumpai hubungan kekerabatancommit terdekat
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada kultivar salak Kecandran dan salak Banjar, dengan ciri morfologis sama-sama mempunyai rasa buah agak sepat dengan ukuran buah besar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kultivar salak lokal yang berkerabat dekat dengan kultivar salak pondoh dapat dikelompokkan dalam golongan salak pondoh.
B. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Untuk penelitian selanjutnya harus menggunakan uji kuantitas DNA untuk mengetahui jumlah isolat DNA murni yang dihasilkan dengan menggunakan spektrofotometer. 2. Untuk memperbesar
peluang terjadi amplifikasi DNA pada daerah
yang berbeda pada target dan untuk menghasilkan pengelompokkan dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, maka perlu dilakukan reaksi PCR dengan menggunakan primer yang lebih banyak. 3. Dalam isolasi DNA agar hasil isolat dapat menghasilkan isolat DNA murni tanpa RNAse sebaiknya dengan metode praktis Dinamid Plant Kit. 4. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan dan pengenalan lebih mendalam mengenai keragaman kultivar salak melalui penanda molekuler RAPD-PCR bagi pemulia tanaman,
maupun
masyarakat petani pada umumnya. Sehingga kedepan dapat menjadi penentu dalam pemilihan kultivar unggul untuk dikembangkan.
commit to user