DEPKES RI Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 2008
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
KATA PENGANTAR Keberhasilan penyebaran teapi aittiretroviral
(ARV) memerlukan
penggunaan obat yang rasional . Berhagai pedonian pengobatan yang beredar sebelumnya selalu ittcnyatukail prosedur pembenan ARV pada dewasa dan anak. Karenanya dipandang penting untuk inembuat panduan Manajemen Infeksi HIV dan Terapi ARV untuk Bayi dan Anak . WHO meltincurkan Pedoman khusus untuk Anak pada tahun 2006 iii. Tempi khusus tmtuk Regional Asia , diterjentalikan lag" mcnjadi panduan dengan betuk panduan algoritmik , yang menunnit penggtinanya untuk sampai pada tahap manajemen klinik tertentu. Buku iii merupakan adaptasi dart Panduan \'(H() Regional, dengan maksud untuk membcri panduan pada tenaga kesehatan dan manajer program I-11V/AIDS di Tndonesia dalam hal tatalaksana I II V pada anak yang tennfeksi HIV. Panduan ini dibedakan antara tata laksana pada bayi atau anak yang tennfeksi dan yang terpajan (e\posed, prefix Ii pada klasifikasi klinis CDC yang belum tenth teruifeksi). Panduan ini menggunakan gambar dan tabel algonitmik scperti langkahlangkah setiap kali mendapatkan kasus. Setiap kali menggunakannya diusahakan untuk menyelesaikan tahapan pada halaman tersebut sebelum berpindah ke halaman berikutnya.
Panduan ini direncanakan untuk aplikatif tetapi tetap tcrbuka pada masukan dan kritisi, dengan harapan untuk dilakukan revisi bcrkala scsuai perkembaiigan teknologi kedokteran dan panduan global. Bagi pemegang program , rekomendasi VI 10 "Anliretronrral therapy of T III' infection in infants and children in resource -lmuted settings, towards universal access.. Recommendations for a public health approach 2006 revision" sebaiknya tetap dibaca bila diperlukan keterangan mendetail.
I'un Adaptasi
T
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (DEPKES) HIV/ADDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan masvarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah menjadi epidemi terkonsentrasi. Dan 33 provinsi yang ada di Indonesia, yang melaporkan kasus AIDS terdapat 32 provinsi, dan kabupaten/ kota yang me-laporkan kasus AIDS 178 kabupaten/kota Berdasarkan hasil estimasi oleh Depkes pada tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 ODHA di Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 Juni 2007 adalah 4,27 per 100.000 penduduk (retisi berdasarkan data BPS 2005, jumlabpenduduk Indonesia 227.132.350 jiua). Dengan semakin meningkatnya pengidap IIIV dan Kasus AIDS yang memerlukan terapi ARV maka strategi penanggulangan HIV/AIDS di-laksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya peravvatan, dukungan serta pengobatan. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia diterbitkan sehag.u salah satu upaya diatas yang dapat menjadi acuan hagi semua pihak terkait dalam penanggulangan dan pengendalian HIV /AIDS khususnya terapi Antiretroviral pada anak. Buku iii juga akan melengkapi buku Pedoman Nasional Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ()DI IA, serta buku Pcdoman Nasiona] Terapi Antiretroviral. Akhirnya kepada semua tim penyusun dan semua pihak yang telah ber-peran serta dalam penvusunan dan penvempurnaan buku iii disampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginva. Semoga Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan terapi Anti-rctroviral iii dapat bermanfaat bagi penanggulangan I-IIV/AIDS khususnya program terapi antiretoviral bagi anak di Indonesia.
Jakarta, Maret 2008 Direktur Jenderal PP & PI. Dep. Ices.
Dr. I Nyoman Kandun, MPH NIP. 140 066 762
iii
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Infeksi I IIV pada bayi clan arak adalah masalah klinis dan epidemiologi yang mulai meningkat di Indonesia. \Icskipun belum ada data resmi penderita yang tergolong pada kelompok umur dan anak, sehingga besaran masalah belum ada, tetapi laporan sporadik mengenai kasus-kasus ini sudah banyak. Kasus infcksi HIV ini harus segera dikuasai laju kesakitan dan kcmatiannya, oleh karena itu penyebarin pengetahuan mengenai infcksi HIV pada anak perlu dilakukan baik di kalangal praktisi umurn maupun spesialis anak. Meskipun memedukan program pelatihan tersendin, tetapi integrasi dengat pelatihan infeksi ILIV sepern yang sudah herjalan scat ini masih dapat dinngkatkan dcngan menanbah topik khusus infeksi pada anak. l ntuk menangani kasus anak, diperlukan penctapan kompetensi manajemen infeksi I IIV anak untuk doktcr yang bekerja di strata tertentu. Sehelum ditetapkan, untuk menjemlydtani kesenjangan antara masalah yang mulai muncul dan standar kompetensi mengenai tatalaksana HIV ini dipcrlukui pelatihan singkat diserrai program mentoring klinis berkesinambungan; dilengkapi miten-materi yang dapat dijadikan rujukan. Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya diperlukin suatu buku yang mernbahas m;uiajemen infcksi HIV pada anak yang dapat menjadi panduan tatalaksana I III` pada anal, Sebagaimana buku-buku lainnya yang bertujuan menjadi rujukan di tempat kerja, buku panduan iru hams mudah digunakan, mencakup semua masalah yang paling Bering ditemukan discrtai penyclesaman masalahnya. \teskipun merupakan adaptasi panduan dan \XH IO SE ARC), diharapkan sudah disesuaikan dengan situasi terkini yang kira hadapi. Buku-buku panduan ini memiliki keterhatasan dimensi waktu, oleh karena itu hagi pembacanya, terutama anggota IDAI, diharapkan untuk sclalu berusaha melakukan pembaruan pengetahuan (update) pada topik yang memang sering berubah. Pada akhirnya sciaku Ketua U mum Pengurus Pusat IDAI kami mengharapkan buku ini bcrmanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan pada saat mcnatalaksana kasus IIIV pada anak di Indonesia.
Jakarta, Mci 2008 Ketua 'mum Pengurus Pusat ID AI
Dr. Sukman Tulus Putra, Sp .A(K).,FACC.,FESC
iv
DAFTAR ISI Kata Pengantar
n
Kata Sambutan DEPKES Kata Sambutan IDAI Daftar Isi
iv
v
Daftar Istdah dan Singkatan
viii
Daftar Kontributor
x
1. Bagan Peni1aian dan 'I'ata I,aksana Awal 2. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak
1 3
2.1 Menvingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pads Bavi dan Anak
2.1.1 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan Status HIV Ihu Tidak Diketahui 2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendapat ASI 2.1.3 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu
3
5 6 7
HIV Positif dengan I Iasil Negatif 1 iji Virologi Awal dan Terdapat Tanda/Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnva 2.1.4 Menegakkan Diagnosis Presumptif HIV pada Bayi dan Anak < 18
7
Bulan dan Terdapat Tanda/Gejala I IIV Yang Berat 2.2 Bagan diagnosis HIV pada bavi dan anak ? 18 bulan
9
3. Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan HIV, Usia < 18 Bulan dengan
11
Penetapan Diagnosis 1-IIV Belum Dapat Dipastikan atau Tidak Memungkinkan 4. Profilaksis Kotrimoksazol ((-TX) Untuk Pneumonia Pnemocysti; Jirotra
12
4.1 Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV
Positif 4.2 Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak 5. Penilaian danTata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi 1IIV Ditegakkan 6. Stadium 1IIV pada anak 6.1 Kritcria klinis 6.2 Kriteria imunologis 6.2.1 Berdasarkan CD4+ 6.2.2 Berdasarkan hitung limfosit total (Total Lymphocyte Count, TLC)
12
13 14 16 16 16 16 17
7.
Kriteria Pemberian ART'\4enggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis
18
7.1 Bagan Pemberian ART %lctiggunakan Kriteria Klinis 7.2 Bagan pembcrian ART pada anak < 18 bulan tanpa konfirmasi infeksi HIV dengan tanda dan gejala penvakit HIV vang berat
18 20
(Ianjutan Prosedur 2.1.4)
Pemantauan Anak Terinfeksi HIV yang Tidak M4endapat ART 8. 9. Persiapan pemberian ART' 10. Rekomendasi r\RT
21 23 24
10.1 Regimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse
24
Traus,iiptue Inhibitor (NR'IT) + 1 Non-nucleo-fide ReverseTrzmsniptase Inhibitor (NN R1'I) 10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak A.4endapat Terapi TB dengan Rifampisin
27
11.
M4emastikan Keparuhan langka Panjang dan Respons yang Baik'Ierhadap ART
29
12.
Pemantauan Setelah \4ulai 4lendapat AKI'
31
13.
Evaluast Respons T'erhadap ART 13.1 Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Bcrikutnva
33 33
(follow up vistl) 13.2 Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan
34
Klinis pada Kunjungan Bcriklitnya (follow up tisil)
14.
13.3 Bagan Evaluasi Respons Terhadap AKT' pada Anak 'l'anpa Perbaikan Klinis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up ittril)
35
Tata Laksana Toksisitas ART
36
14.1 Prinsip 'Para Laksana Toksisitas ARV
36
14.2 Kapan Efek Samping dan'loksisitas ARV Terjadi?
37
14.3 T'okstsitas Berat Pada Bavi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV
39
I,ini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya
15.
Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)
16. Diagnosis Diferensial Kcjadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 6 Bulan
41
42
Pertama Pemberian ART 17.
T'ata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV
44
18.
Rencana %Iengubah Ke Rejimen Luu Kedua
46
19.
Rejimen Lini Kedua Yang Direkomcndasikan Untuk Bayi dan Anak Pada
47
Kegagalan'1'erapi Dengan Lini Pertama 19.1 Rekomendasi bila litti pertama adalah
47
2NRTI+INNRI'l=2NRT1baru+1P1 19.2 Rekomendast lini kedua hila lini pertama
3NRTI=INR'IT+INNRTI+IPI
vi
48
20. "I'uberkulosis
49
20.1 Bagan Skrining Kontak 'IB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto
49
Rontgen Dada Tidak Tersedia 20.2 Bagan ["it Tapis Kontak TB danTata I.aksana dengan Dasar ('It
51
Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada 20.3 Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmona]
20.4 Definisi kasus TB 20.5 Pengobatan TB 21. Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada Anak Terinfeksi H1V Lampiran Lampiran A. Lampiran A.
52
53 54 58
Bagian A: Stadium Klinis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi lily
64
Bagian B: Kriteria Presumtif dan Definitif Unruk Mengenali Gejala
66
Minis yang Berhubungan dengan HIV/AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV Lampiran B.
Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik
76
I Infeksi Respiratorius II Diare
76 79
III Demam Persisten atau Rekuren
83
IV Abnormalitas Neurologi
85
Lampiran C.
Formulasi dan Dosis Anti Retroviral Untuk Anak
88
Lampiran D.
Obat Yang %Iempunyai Interaksi Dengan Anti Retroviral
94
Lampiran E.
Toksisitas Akut dan Kronik ARV Yang Memerlukan Modifikasi Terapi
Lampiran F.
Penvimpanan obat ARV
101
Lampiran G.
Derajat Beratnva Toksisitas Minis dan Iaboratorium Yang Sering
103
97
Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang Direkomendasikan
Lampiran H.
Panduan Unruk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder
107
Pada Anak
Lampiran I.
Rujukan elektronik
110
vii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN : lamitwdine 3TC ABC abacatir BTA = AFB : bakteri rahan asam = acid fast bacillus AIDS AI'1'
: acquired immuno deficient' syndrome ulanine transanrinase = pemeriksaan untuk mengetahui keadaan fungsi hati, dikenal juga dengan SGI'C (serimgh4tamicpynutic transaminase)
ARV ohat anti retroviral AR'I antiretrot-zral therapy = terapi antiretroviral AST
: acparrate aminotransferase pemenksaan untuk mengetahui keadaan fungsi hati dikenal juga SCOT (serumghrtamu awlacrdc truraaminate)
ALT a^idothymidine (juga dikenal -idorrudine) = ZDV bronchoal solar latuge = bilasan brokboaleolar BA 1, CD4 + T Lymphocyte CD4 Cytomegalotirus C\4V SSP : susunan syaraf pusat = central nenaus system = C- NS CSP : cairan serebrospiral = cerrbrospina/Jlmd = CSF CSF : cerebrospiral fluid = cairan serebrospiral = CS•P d4T dd I
: statrudine cidanosine
DNA EFV
: deoxynbonucleic acid efai reni
FDC
: fixed dose combination = kombinasi dosis tetap
FTC
emtnatabrne
Ilb
: hemoglobin
HIV
: human immunodeficiency t rrus
HSV
: herpes simplev virus
IDV INI f IP'I'
indinatir isonialid isonia-id prerentire therapy = terapi profilaksi INI I
IRIS
: immune reconstitution inflammatory syndrome
LDH LDI.
: lactate dehydrogenase latrr-density bpoprvtein
LIP 1,11V
: lympho ytic interstitial pneumonia
L.PV /r MAC
N fl'CT
: lopinatir
lopinar ir/ ntonatir : mycobactenum attum complex
rratlxr-to^ivld mmsmiozon of HIT%= pcnularan HIV dan ibu ke anak
N FV
: ne4tinarir
N RTI
: nucleoside retene transniptase inhibitor
NNRTI
viii
non-nucleoside rerun transniptase inhibitor
NVP OHP
neiirapine oral hairy leukoplakia 10 tnfeksi oportunistik = 01(opportumstic infection) PCP : pneumogstis jiroted pneumonia (sebel umnya pneumo ystis carima) PCR poly'merase chain reaction
PI PGL
protease inhibitor : persistentgenera6Zed lymphadenopathy; peradangan dengan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yang Was yang mchbatkan lebih dari dua tempat : Prevention of Mother-T o-Child Transmission of H1V = Penccgahan penularan HIV dan Ibu ke Anak
PM'I'CT RTV
ritonatir
SD
standard detiation = deviasi standar sagmnatir
SQV
PMS = IMS = STI : penyakit menular seksual = infeksi menular seksual = setually transmitted infection TB
:
tuberkulosis
-I'DF
TLC TRIP-SMY
: tenofotir disopraail fumarate
totallymphoyte count = jumlah limfosit total
TST
: lrimethoprim-su /imethowtok arau kotrimoksasol (lihat CIA) : tuberculin skin test = tes kulit TBC
UL N
: upper limit of normal = nilai ambang atas normal
UNICEF
: United N,oons Clildreni Fund = Organisasi Diva untuk Dana Anak WHO : IVorld I lealth Organitiation = Organisasi Keschatan l)unia ZDV jidotudine (lihat juga AZI) ASI air susu ibu
IMCI
Integrated Mfanagemnet of Childhood Illnesses yang diterjemahkan sebagai Manajemen Terpadu Balita sakit MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit ELISA
: enrim kinked immunoabsorbentAtsay, jenis pemeriksaan serologi dengan menggunakan enzim
BB : berat badan C, 1-x. kotrimoksasol Ill : tuberculin unit, satuan dosis untuk tes tuberkulin
ix
DAFTAR KONTRIBUTOR
Editor Nia Kurniati (IDAI) Kontribitor: IDAI Zakiudin Munasin H. Hindra Irawan Satari Nia Kurniati M. Sholeh Kosim Dewi Murniati Sri Kusumo Amdani Rudy Firmansyah B Rivai DEPKES RI Sigit Priohutomo Nunung 8 Priyanti Asik Surya Dyah Erti Mustikawati Grace Ginting Munthe Ainor Rasyid Hariadi Wisnuwardana WHO Indonesia Sabine Flessenkaemper Sri Pandam Pulungsih Clinton Foundation Joseph Irvin Harwell Shaffiq M Essajee
1
Bagan Penilaian dan Tata Laksana Awal
Anak dengan pajanan FIIV
Anak sakit berat, pajanan 1-1 IV tidal diketahui , dicurigai terinfcksi HIV
I
Penilaian kemungkinan infeksi HIV
Identifikasi faktor risiko HIV-
dengan mcmeriksa:
• Status penyakit HIV pada ibu • Transfusi darah • Penularan seksual
• Status penyakit HIV pada ibu • Pajanan ibu dan IYavI tcrhadalr ARN7 • Cara kclahiran dan Iaktasi
1
• Pemakaian narkoba suntik • Cara kelahiran dan laktasi
1
• Lakukan anamnesis dan
I.akukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta evaluasi bila anak mempunyai Ganda dan gejala infeksi HIV atau infeksi oportunistik • Lakukan pemeriksaan dan pengobaran yang sesuai
pemeriksaan fisik serta evaluasi hila anak mempunyai tanda dan gejala infeksi HIV atau infeksi oportunistik Lakukan pemeriksaan dan
1 Identifikasi kebutuhan untuk ART dan kotrimoksazol untuk mencegah PCP (prosedur IX). Idcntifikasi kebutuhan anak usia > I tahun untuk meneruskan kotrimoksazol
Lakukan uji diagnostik HIV :titetode yang digunakan tergantung usia anak (prosedur II)
pengobatan yang sesuai I • Identifikasi faktor risiko dan atau tanda/gejala yang sesuai dengan infeksi HIV atau infeksi oportunistik yang mungkin disebabkan I IIV • Pertimbangkan uji diagnostik HIV dan konseling • Metode yang digunakan tergantung usia anak (prosedur II) • Pada kasus status HIV ibu tidak dapat ditentukan dan uji virologik tidak dapat dikcrjakan untuk diagnosis infeksi I IIV pada anak usia < 18 bulan, uji antibodi HIV harus dikerjakan.
2
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antlretrovirat Pada Anak Di Indonesia
PCP = Pneu,mi ystis jirored7 pneumonia
Catatan: Sernua anak yang terpajan HIV sebaiknya dievaluasi oleh d( kter, bila mungkin doktcr anak Manifestasi klinis IIIV stadium lanjut atau lutung CD4+ yang rendah pada ibu merupakan faktor risiko pentilaran HIV dan ibu ke bayi selama kehanulan, persalinan dan laktasi. • Pemberian ART pada ibu dalam jangka waktu lama mengurangi risiko transmisi IIIV. • Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PivITCl) dengan monoterapi AZT, monotcrapi AZT + dosis tunggal NVP, dosis tunggal NVP saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut sekitar 5-10"'%, 3-5%, 10-20"0, pada ibu yang tidak menyusui. Insiders transmisi sekitar 2'0 pada ibu yang menerima kombinasi ART.' • Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko mendapat IIIV selama mendapat ASI.
i Antintrorirat drugs fir treating pngnant women and preventing HI!"injection in infanu i n resoum-6mrted semngs: towards unvesat aancc. Rtrommendations for a public health approach. U10 2006.
2
lagnosis Infeksi HIV pada Anak
2.1. Menyingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pada Bayi dan Anak i • Diagnosis definitif infeksi I IIV pads bayi dan anak mcmbutuhkan uji diagnostik yang memastikan adanya virus I I1V. • Cji antibodi HI V mendeteksi adanya antibodi Ill V yangdiproduksi sebagai bagian respons imun terhadap uifeksi HTV. Pada anak usia >_ 18 bulan, uji antibodi I TIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.
Antibodi IIIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil positif uji antibodi I IIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan. Bayi yang terpajan IIIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi IIIV, namun diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan. Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan terkena infeksi IIIV • Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi T I IV Baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6 minggu.
i Adaptasi dart Antiretrociral therapy of HII infection in infants and children in resource -limited .settings: towards universal aaess. WHO 2006. 6 Chanty Cf Cooper ER, Pelan SI, Zorilh, C, Hillyer G 4 ; DiaZ C. Serorerersion in human immunodeiaeng virus -etpo.red but uninfe ted infants. Pediatr Infra Du J.1995 .%1ay;14(5L-382-7. in
RaEusan 7A, Parrott RH, SmerJL I1'mitatioxs in the laboratory diagnosis of crrti.-ally acquired HIV infection. J Acquir Immune Defic Syndr. 1991,-4(2).-116 -21.
4
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Anti retroviral Pada AnakDi Indonesia
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak: 1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat i1SI, pemberiannya sudah dihentikan > 6 minggu • HIV-DNA atau IIIV-RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal usia 1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV selama persalinan. Infeksi dapat disingkirkan setelah penghentian ASI > 6 minggu. 2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6 minggu • Bila uji antibodi IIIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan selama 6 minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV. • Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininva usia 9-12 bulan karena 74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi I LIV akan menunjukkan basil antibodi negatif pada usia tersebut.
I
5
Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak
2.1.1 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan Status HIV Ibu Tidak Diketahui
Anak usia < 18 bulan, sakit berat, pajanar HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung unfeksi HIV
Uji Viimlogi HIV
Tersedia
Positif f-
HIV posmf Negatit
I Prosedure penilaian tndak lanjut dan testa laksana
11
setelah konfirmasi diagnosis
Apakah mendapat ASI
HIV (prosedur V)
selatna 6-12 minggu terakhir
11
4 I..ihat pmsedur 11.1.2
Catatan: • jika pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih
dahulu sebelum uji virologi pads anak. Apabila basil pemeriksaan FIIV pada ibu negatif, can faktor risiko lain untuk transmisi HIV. • Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko tennfeksi I IIV, sehingga Infeksi I IIV baru dapat disitngkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 mingo Lji virologi I IIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (iiralload) atau deteksi antigen p24. Uji virologi HIV dapat digunakan untuk memastikan diagnosis f IV pada usia berapa pun. Anak usia < 18 bulan dapat membawa antibodi IIIV maternal, schingga sulit untuk menginterpretasikan hasil uji antibodi I IIV. Olch karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji virologi I IIV yang dire koniendasikan. • Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi IIIV pada spesimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang terbatas, uji antibodi IIIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk konfirmasi Infeksi.HIV.
6
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Ant iretroviral Pada Anak DI Indonesia
2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendanat ASI Anak usia < 18 bulan dan mendapat ASI
(bu terinfeksi HIV
I Tndak diketahui
Uji antibodi HIV a
Positit
1
"' i,gatit
I Il1V positif
Ulang uji virologi atau antibodi HIV setelah ASI
Prosedur penilaian tindak lanjut dan tita laksana setelah konfirmasi diagnosis
sudah dihentikan > 6 minggu h
egatif, hentikan ASI Lihat prosedur VIL2
HIV (prosedur V)
Catatan: Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelutnnva, masilt mendapatkan ASI dan status ibu IIIV positif, sebaiknva segera lakukan uji virologi pada usia berapa pun.
a Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9 - 12 bulan. Sebanyak 74 /o aiak saat usia 9 bulatt, dan 96°o anak saat usia 12 bulan, tidak tennfeksi HIV dan akin menunjukkan hasil antibodi negatif b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi H1\, sehingga infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu . Hasil up antibodi HIV pada anak yang pernbenan ASlnya sudah dihentikan dapat menunjukkan basil negatif pada 4-26 anak, tergantung usia anak scat diuji, olch karma it-Li uji antibodi HIV konlirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.
7
Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak
2.1.3 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu HIV Positif, dengan Hasil Negatif Uji Virologi Awal dan Terdapat Tanda / Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnya
Anak usia < 18 bulan dengan hasil negatif uji virologi awal dan terdapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut
HIV negatif
111V positif
IAang uji virologi atau antibodi IV setelah ASI dihentikan > 6 minggub
IvIcI gcya
Anak < 18 Bulan dan Terdapat TandalGejala HIV Yang Berat
Bila ada I kriteria berikut
Minimal 2 gejala herikut: • Otal thnush
• PCP, meingitis kriptokokus,
• Pneumonia berat
kandidiasis esofagus • "I'oksoplasmosis
• Sepsis berat Atau
• Kematian ibu yang berkaitan
• Malnutrisi berat yang dengan HIV atau penyakit tidak membaik dengan pengobatan standar
HIV yang Ian jut pada ibu • CD4+ < 20%
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.
8
Pedoman Tatalaksana Infeksi I IIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
Catatan: Menunit definisi Integrated Management of Childhood Illness (1MC1): a. Oral thrush adalah lapisan putih kckuningan di atas mukosa yang normal atau kemerahan (pseudomcmbran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal. b. Pneumonia adalah batuk atau sesak papas pada anak dengan gambaran chest indranm , stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang sclama episode sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah d emam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang
herat seperti bernapas cepat, chest indravinn, ubun-ubun besar membonjol, letargi, g erakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-lain.
9
Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak
11.2. Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak >_ 18 Bulan
Anak usia ? 18 bulan dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV
HIV negatif
Ya Ulang uji antibodi lily setelah ASI dihentikan > 6 minggu b
cgatif Konfirmasi uji
Inkonklusif. Lanjutkan sesuai pedoman uji HIV pada dewasa
m ibodi HIV
'1'idak 'Panda; gcj.ila sesuai infeksi I IIV
Ncgatif
Inkonkiusif. Konfirmasi uji Lanjutkan sesuai antibodi HIV pedoman uji HIV pada dewasa a
Y
HIV positif HIV positif
a Prosedur uji fly hares mengikuti pedoman dan algoritma Hl V nasional. b Anak yang mendapst ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dipat disutgkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.
10
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral Pada Anak Di Indonesia
Catatan: Hasil positif uji antibodi I HV awal (rapid atau ELISA) hams dikonfirmasi oleh uji kcdua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertarna harus merniliki sensitivitas tertinggi, scdangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi daripada uji pertama. Unnimnya, WHO menganjurkan uji yang tnempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi. Di negara dengan estimasi prevalensi HTV rcndah, uji konfirmasi (uji antibodi I I1 V ketiga) diperlukan pada bayi dan anak yang asimtomatik tanpa pajanan tcrhadap I I IV Diagnosis definitif HIV pada anak >_ 18 bulan (nlvayat pajanan diketahui atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme pada dewasa.
0 Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.
3
Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan ' V, Usia < 18 Bulan dengan Penetapan `Y^agnosis HIV Belum Dapat Dipastikan atau idak Memungkinkan Sudahkah anda melalui prosedur II?
Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya. Berikan kotrimoksazol untuk mencegah pneumonia Pneumocystisjirot d (prosedur IV), juga malari, diare bakterial dan pneumonia Nilai tanda dan gejala infeksi I IIV. Bila ada dan konsisten dengan infeksi HIV yang berat, pertimbangkan untuk memberi ART (proscdur VI dan lampiran A, bagian A). Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik, lakukan prosedur diagnosis dan berikan terapi bila ada kecurigaan (lihat lampiran A, bagian B). Nilai situasi keluarga dan hen bimbingan, dukungan dan terapi untuk keluarga dengan infeksi I IRI atau yang berisiko. Iakukan uji antibodi HIV mulai usia 9-12 bulan. Infeksi HIV dapat disingkirkan hila antibodi negatif dan bayi sudah tidal: mendapat ASI > 6 minggu (prosedur 11.2). Diagnosis I lIV pada anak usia < 18 bulan di tempat dengan fasilitas kesehatan terbatas tidak mungkin dilakukan karena belum tersedia pemeriksaan PCR DNA-I IIV atau RNA-HIV atau antigen p24.
Simpulan Prosedur Uji HIV Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibodi HIV inenggttnakan ELISA atau rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap infeksi HIV apabila dalam 6 minggu terakhir tidak mendapat ASI. Bila pada umur < 18 bulan hasil pemeriksaan antibodi IIIV positif, uji antibodi perlu diulangi pada usia 18 bulan untuk menvingkirkan kemungkinan menetapnya antibodi maternal. Bila pada usia 18 bulan hasilnya negatif, maka bayi tidak mengidap HIV asal tidak mndapat ASI selama 6 minggu terakhir sebelum tes. Untuk anak > 18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test.
4
rofilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk neumonia Pnemocystis Jiroveci
4.1. Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV Positif Bays tcrpajan I iIV
Mulai kotrimoksazol scat usia 4-6 minggu dan dilanjutkan hingga infeksi HIV dapat disingkirkan ( lihat prosedur II)
I va Uji virologi I IIV usia 6-8 minggu T
HIV positit
l
I lentikan kotrimoksazol, kecuali mendapat ASI
Lanjutkan kotrimoksazol hingga usia 12 bulan atau diagnosis HIV dengan cara lain sudah disingkirkan
Prosedur penilaian tindak lanjut dan tata laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur `) Catatan: I)osis kotrimoksazol lihat lampiran 11. I ,ihat pula panduan PM I CT
Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIS' Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan I IIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol tidak menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.
13
Profilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk Pneumonia Pnemocystlsliroveci
4.2. Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak < 1 tahun
1-5 tahun
> 6 tahun
Profilaksis
Profilaksis
Stadium WHO
Stadium WHO
kotrimoksazol
kotrimoksazol
2-4 tanpa melihat
berapapun dan
secara umum
diindikasikan tanpa
persentase CD4+
CD4+ < 350
diindikasikan
melihat persentase
A'I'AU
ATAU
mulai 4-6 minggu
CD4+ atiu status
Stadium WHO
Stadium WHO
setelah lahir dan
klinis
berapapun dengan
3 atau 4 dan
CD4+ < 250,'o
berapapun nilai
dipertahankan sampai tidak ada
CD4+
risiko transmisi HIV dan infeksi HIV disingkirkan
Catatan: Bila fasilitas kesehatan terbatas, kotrunoksazol dapat mulai diberikan bila CD4+ < 25°o pada usia < 5 tahun atau < 350 sel/mm3 pada usia ? 6 tahun, dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan malaria , diare bakterial, pneumonia dan pencegahan PCP serta toksoplasmosis. Anak asimtomatik umur > 12 bulan (Stadium I \X'HO) tidak memerlukan profilaksis kotnmoksasol. Tetapi dianjurkan untuk mengukur lutung CD4+ karena pada anak yang asimtomatik, profil laboratorium dapat menunjukkan sudah terjadinya ittiunodetisiensi.
5
2nilaian dan Tata Laksana Setelah agnosis Infeksi HIV Ditegakkan
Sudahkah anda mengeryakan prosedur II, III dan IV?
• Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya. • Nilai status imunisasi dan berikan imunisasi yang sesuai. Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik (lihat lampiran A) dan pajanan '1B. Bila dicurigai terdapat infeksi oportunistik (10), lakukan diagnosis dan pengobatan 10 sebelum pemberian ART.
Lakukan penilaian stadium penyakit I IIV menggunakan kriteria klinis (Stadium klinis WHO 1 sampai 4) (prosedur VI, lampir n A bagian A). Pastikan anak mendapat kotrimoksazol (prosedur TV). Identifikasi pemberian obat lain yang diberikan bersamaan termasuk obat tradisional, yang mungkin mempunyai interaksi obat dengan ARV
Lakukan penilaian status imunologis (stadium WHO) (prosedur VI) • Periksa persentase CD4+ (pada anak < 5 tahun) dan hitung CD4+ (pada anak >_ 5 tahun). • Hitung CD4+ dan persentasenya memerlukan pemeriksaan darah tepi lengkap. Hitung limfosit total merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk memulai pemberian ART bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia (prosedur VI).
I
Penilalan dan Tata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi HIV Ditegakkan
15
• Nilai apakah anak sudah memenuhi kriteria pemberian ART (prosedur VII). • Nilai situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya • Identifikasi orang yang mengasuh anak ini dan kesediaannya untuk mcmatuhi pengobatan dan pemantauan pada anak tcrutarna ART. • Nilai pemahaman keluarga mengenai infeksi IIIV dan pengobatannya serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga. • Nilai status ekonomi, termasuk kemampuan untuk fnernbiayai perjalanan ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang lain, dan mampu menyediakan lemari pendingin untuk obat .1RV tertentu.
Catatan: Keberhasilan pengobatan ART pada anak memerlukan kerjasama pengasuh atau orang tua, karcna mereka harus metnahami tujuan pengobatan, mematuhi program pengobatan dan pentingnya kontrol. Bila banyak yang mengasuh si anak, saat akan memulai pengobatan AR"I' maka harus ada satu yang utama, yang memastikan bahwa anak uii minum obat. Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan keluarga. JANGAN MULAI MFMBERIKAN ARV kecuali bila keluarga sudah siap dan patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus perlu diberikan bag' anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit I II V dan mendukung keluarga yang mengasuh anak IIIV. Umumnya orangtua dan anak lain dalam keluarga inti tersebut juga terinfeksi I IIV, maka pcnting bagi manajer program untuk memfasilitasi akses terhadap terapi untuk anggota keluarga lainnya. Kcpatuhan berobat umumnya didapat dengan pendekatan terapi keluarga.
6
tadium HIV pada Anak
6.1. Kriteria Klinis
Stadium Klinis VMH7 -jll
Klinis Asimtomatik
1
Ringan
2
Sedang
3
Berat
4
(lihat lampiran A, bagian A.) Catatan: • Stadium klinis anak yang tidak diterapi ART dapat menjadi prediksi mortalitasnva. • Stadium kinis dapat digunakan untuk memulai pembenan kotrimoksazol dan memulai ART khususnra bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia.
6.2. Kriteria Imunologis 6.2.1
Nilai CD4+ Menurut tlmur
lmunodcfisicnsi
<11 bulan
(%)
12-35 bulan
(%)
36-59 bulan
(°./o)
> 5 tahun (sel /mm')
> 35
> ill
> 25
> 54)4)
Ringan
30 - 35
25- 30
20 - 2i
350 - 499
Sedang
25-30
20 - 25
15-20
200-349
< 25
< 21)
< 15
< 200 atau < 15°0
Tidak ada
7
Berat
I-
17
Stadium HIV pada Anak
Catatan: • CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi. • Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis. • Pemantauan CD4+ dapat dgunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. • Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak < 5 tahun digttnakan persentase CD4+. Bila > 5 tahun, persentase CD4+ clan niWi CD4+ absolut dapat digunakan. Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefisiensi berat pads anak > 1 tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak < I tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak dapat memprediksi mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai CD4+ yang tinggi.
)ta I
'Kan
^e ^od Nilai TLC Berdasarkan Umur < 11 bulan ( sel/mm3)
12 -35 bulan (sel / mm3)
36 - 59 bulan (sel/mm3)
>_ 5 tahun (sel/mm)
TLC
<4000
<3000
<2500
<2000
CD4+
<1500
<750
<350
at-au <200
Catatan: • Hitting limfosit total (I'LC) dgunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak dengan stadium 2. • Hitung TLC ticlak dapat dgunakan untuk pemantauan terapi ARV • Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit.
Kriteria Pemberian ART Menggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis Sudahkah anda mengedakan prosedur V dan VI?
7.1 Bagan Pemberian ART Menggunakan Kriteria Minis Anak deng-aan 11"- positif CD4+ menunjukkan imonodefisiensi berat yang dikaitkan dengan I IIV
Tidak
Ulang pemeriksaan CD4+ dengan sampel berbeda
1'a
MuLti AR!'
Jika CD4+ tidak mcnunjukkan imunodefisiensi berat yang dikaitkan dengan HIV, tunda ART
173 = tuberarlosis. LIP = lymphoid-interstitial pneumonilis. 0! IL = oral hairy leukoplakia
Krlteria Pemberian ART Menqgunakan Krlterla Kllnls dan Imunologls
19
Catatan: • Risiko kematian tertinggi tcrjadi pada anak dengan stadium Minis 3 atau 4, sehingga harus segera dimulai ART. • Anak usia < 12 bulan dan tenrtama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi cintuk menjadi progresif atau coati pada nilai CD4+ normal. • Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pultnonal dan kelenjar serta lwvnphoiti-interrtitial pneumonitrs (UP), kadar CD4+ harus diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut. • Nilai CD4+ dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang didentanya. Bila mungkin hanis ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas scbelum ART dimulai. • Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+ setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih muds. Pemantauan 'II,C tidak diperlukan. • Bila terdapat > 2 gcjala yang memenuhi stadium 2 WHO clan pemeriksaan CD4+ tidak tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART (prosedur IV.2).
20
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl AntlretrovIral Pada Anak Cif Indonesia
7.2 Bagan Pemberian ART pada Anak < 18 Bulan Tanpa Konfirmasi Infeksi HIV dengan Tanda dan Gejala Penyakit HIV yang Berat (Lanjutan Prosedur 2.1.4) Aiiak usia < 18 bulan dengan status infekst belum pasti
Mlulm AKI' (prosedur IX)
1. Anak < 18 bulan dcngan uji antihodi H IV positif dan berada dalam kondisi klinis yang bcrat dan tes PCR tidak tersedia hares segera mendapat terapi ARV setelah kondisi klinisnya stabil . Tes antihodi hares diulang pada usia 18 bulan. 2. A iak < 18 bulan dengan till PCR positif dan kondisi klinis yang berat atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4+ < 25° o harus mendapat ART secepatnya. Tes antibodi hares dilakukan pada usia 18 bulan. 3. Anak > 18 hulan dengan hasil till antibodi positif dan apakah sedang dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25° o sebaiknya juga mcndapat ART.
a Pada anak dengan diagnosis presumptif HIV dan imunodefisiensi bcrat, penentuan stadium klinis tidak mungkin dilakukan. b Diagnosis presumptif lihat prosedur 2.1.4
emantauan Anak Terinfeksi HIV yang idak Mendapat ART
. Pemantauan teratur dire kornendasikan tmtuk: Memantau tumbuh kembang dan memberi layanan rutin lainnya Mendeteksi dini kasus yang memerlukan ART. Menangani penyakit terkait HIV atau sakit lain yang bersamaan, yang bila secara dim ditangani dapat memperlambat perjalanan penyakit. Memastikan kepatuhan berobat pasien, khususnya profilaksis kotrimoksazol. Memantau basil pengobatan dan efek camping. Konseling. Selain hal-hal di atas, orangtua anak juga dianjurkan untuk membawwa anak bila sakit. Apabila anak tidak dapat datang, maka usaha seperti kunjungan rumah dapat dilakukan.
22
PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Klinis Evaluasi klinis Berat dan tinggi
`
X
X
X
X
X
X
1
1
X
X
X
X
t
1
1
X'
1
`
`
X
X
badan Status nutrisi dan
l
kebutuhannya Kebuttthan CTX dan kepatuhan
berobat
x
X
2
Konscling untukrnencegah pemakaian narkoba,
x
penularan PMMS dan kehatnilan 5 Pencegahan 10 dan
1
1
pengobatan 6 Laboratorium Fib and leukosit
1
X
SGP"l' 3 CD4+°4, atau
`
X
absolut 4
1 Termasuk ananuiesis , pemeriksaan fisik dan penilaian tutnhuh kembang. t?ntuk anak < 12 bulan, frekuensi pemantauan harus lehih senng karena risiko progresifitas tinggi 2 Lihat prosedur I V dan lampiran I I yang merujuk pemberian profilaksis kotnmoksazol. 3 SGP"I' pada awal aclalah pcmantauan minimal untuk kcrusakan halt . Bila nilai SGPT > 5 kali nilai normal, maka perlu (lilakukan pcmenksaan fungsi hati yang lengkap, dan juga hepatitis B serta hepatitis C. digunakan untuk anak < 5 tahun. tintuk anak > 5 tahun, gunakan nilai absolut CD4+. TI.C dapat digtmakan hila penilaian CD4+ tidak tersedia untuk mcngklasifikasi imunodeftsicnsi berat dan
4 CD4+
memulai pembenan ART. 5 Pada retnaja putri berikan konseling mengcnai pencegahan kchatnilan dan penyakit menular seksual (l'MS). Konseling juga mcliputi pencegahan transmisi I I1,' kepada orang lain, dan risiko transmisi I I I V kcpada bayi. 6 l.akukan penilaian pajanan TB (lampiran B dan G).
9
,ersiapan Pemberian ART
Pastikan Anda mengeij akan prosedur II hingga VII dahulu • Memulai pemberian ART bukan suatu keadaan gawat darurat. Namur setelah ART dimulai , obat ARV harus diberikan tepat waktu setiap han. Keticlakpattihan berobat merupakan alasan utama kegagalan pengobatan. • Memulai pemberian ART pads saat anak atau orangtua belum siap dapat mengakibatkan kepatuhan yang buruk dan resistesi ART. Persiapan pengasuh anak Pengasuh harus mampu untuk• Mengern pegalanan penyakit infeksi HIV pads
Persiapan anak
Anak yang rnengetahui status IiIV mereka (penjelasan diberikan olch tcnaga kesehatan sesuai
anak, keuntungan dan efek samping ART
tingkat kcdewasaan anak) harus marnpu untuk:
• Mengerti pentingnya meminum ARV tepat
• Mengerti perjalanan pemakit infeksi HIS,
waktu setiap hari dan marnpu memastikan kepatuhan berohat • Bertanggung jawab langsung untuk mengamati anak meininum ARV setiap han • bertanggung jawab untuk mernastikan
keuntungan dan efek samping ART • Mengerti pentingnya meminum ARV tepat waktu setiap hari dan mampu patuh berobat Anak yang tidak mengetahui status I IHV mereka harus diberikan penjelasan mengcnai alasati
kepatuhan berohat pada remaja. Pemantauan
meminum ARV dengan menggunakan penjelasan
Iangsung konsumsi obat pads remaja
sesuai umur tanpa harus menggunakan kata IIi V atau AIDS Mereka harus mampu until
mungkin tidak diperlukan. Pcngasuh dapat memberikan tanggung jawab kepada remaja
Siap dan setuju untdt mendapat ART
tersehut untuk meminum ARV • Menyimpan ARV secara tepat
(tergantung maturitas , namun biasanya pada anak > 6 tahun . Penjelasan diberikan oleh
• Memv*idcat care mega zripur slat mengulntc ART
tenaga kesehatan sesuai tingkat maturitas
• Mampu menyediakan ART, pemantauan
anak)
lahoratorium dan transportasi ke rumah sakit
Mengerti pentingnya mcminum ARV tcpat
bila diperlukan
waktu setiap han dan mampu patuh berobat
Setuju dcngan rcncana pengobatan Pengasuh /anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen ART dan perjanjian tindak lanjut (foLow• tp) yang dapat dipatuhi oleh pengasuh/anak
j Penilaian pcraiapan pengobatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kcpatuhan • Ndai pemahaman pengasuh/ anak mengenai alasan meminum ARV, respon pengobatan, efek samping dan bagaimana ART diminum (dosis , waktu dan hubungannya dcngan makanan) • Nilai faktor yang dapat mcmcnuhi status III V. Membuka status HIV bukan prasyarat untuk mcmulai ART, namun membuka status HI V dianjurkan bila pcngasuh slap dan anak dianggap matur dan dapat menyimpan rahasia _Dukungan tenaga kesehatan diperlukan
10
ekomendasi AR -1
10.1 Rejimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) + I Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor ( NNRTI) Berdasarkan ketersediaan dan pedoman AR1', terdapat 3 kombinasi NR'fl yang dapat diberikan. Sebagian besar ARV yang tersedia untuk dewasa juga bisa digunakan utuuk anak anak, tetapi bentuk sediaan obat yang khusus anak belum tentu tcrscdia, oleh karena itu diperltdcan modifikasi pemberian, dalam bentiik pembagian tablet dan pembuatan puycr. Sekarang sudah ada tablet ARV kombinasi dosis tetap (fixed dose combination = I'DC) yang direkomendasikan olch WHO, yang mengandung stavudin (d4T), lanuv-udin (3TC) dan nevirapin (NVP). Meskipun zidovudin (AZT) lebih dianjurkan sebagai pihlian pertama untuk ARV, tetapi dengan mudahnya pemberian FDC, maka saat IM mulai banyak digunakan di negara lain. Langkah 1 : Pilih I NRTI untuk dikombinasi dengan 3TC a: NRTI Zidovudin (AZT)b dipilih bila Hb > 7,5 g/dl)
6euntungan \Z_'f kurang mcnyebabkan lipodistrofi dun asidosis laktat AZT tidak memerlukan pcnvimpanan di lemari pendingin
Kerugi AZT kurang Efek samping inisial gastrointestinal AZT lebih banyak • Dalam bentuk sirup A7.T jauh lebih banyak dan toleransi pasien rendah Anemia dan neutropenia berat dapat terjadi. Pemantauan darah tepi Iengkap sebelum dan sesudah tetapi berguna terutama pada daerah endemik malaria
r
25
Rekomendasi ART
IVRT! Stavudin(d4'I) c
Keuntungan d4T memiliki efek camping gastrouitesinal dan anemia lebih sedikit dibandingkan AZT
Kerugian d4T lebih sering menimbulkan lipodistrofi, acidosis laktat dan neuropati perifer Sirup d4T memerlukan penyimpanan lemari pendingin. Kapsul terkecil adalah 15 mg, cukup untuk anak dengan berat > 15 kg ke atas
Abacavir(ABC)
• ABC paling sedikit menimbulkan lipodistrofi dan acidosis laktat Toksisitas hematologik ABC sedikit dan toleransi baik
• ABC dihuhungkan dengan potensi hipersensitivitas fatal sebesar 3% pada anak-anak di negara maju • ABC lebih mahal dari AZT and d4T dan tidak ada bentuk gencrik
• ABC tidak memerlukan lemari pendingin • AliC mempunyai cfik;t^i balk
a 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena mernihki catatan efikasi, keamanan dart tolerabilitas yang baik . Namun mudah timbal resistensi bda tidak patuh minum ARV. b Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat dipertimbangkan pemberian Abacavir(ABC) atau Stawdin (d4T). Karena FDC belum ada yang mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4T. c Dengan adanya risiko lipodistrofi pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4T ke AZT (bila [lb anak ? 8 gr/dI). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu mempertimbangkan masak-masak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC.
26
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Langkah 2: Pilih 1 NNRTI Keuniungatt
l NNRTI Nevirapin
NVP dapat diberikan pada
(NVP) a,b
setnua umur
• Insidens ruam lebih tinggi clan EFV.. Ruam NVP mungkin herat dan mengancam jiwa
Tidak memiliki efek teratogenik
• Dihubungkan dengan potensi hepatotoksisitas yang mampu mengancam
Tersedia dalam bentuk pil dan
jiwa
sirup.Tidak memerlukan Leman
• Keduanya lebih senng terjadi pads perempuan
pendingin N\P merupakan salah saw
dengan CD4+ > 250 cells/ mm, karenanva
kombinasi obat yang dapat
jika digunakan Pala rema)a putri, pemantauan
digtmakan pacla anak yang lebih
ketat pada 12 minggu pertama kehanulan diperlukan (nsiko toksik tingg)
tua
• Rifampisin menurunkan kadar NVP lebih berat dan EPV Efavircnz
•
• EFV han ya dapat ditnmakan pada anak ? 3
EFV mcnyebabkan roam dan
tahun atau BB ? 10 kg
hepatotoksisitas lebiln sedikit
(I-.F\) b
dan NVP. Roam yang muncul
• Gangguan SSP sementara dapat terjadi pada 2(-36°6 anak, jangan diberikan Pala anak
umumnva organ •
dengan gangguan psikiatnk berat
Kadarnya lebih tidak
• El-%' mennliki efth teratogvuk, hares dihunclari
terpengaruh oleh nfampisin
pada remaja putri yang potensial untuk hanxil
dan dianggap scbagat NNR'11
•
tcrpihh pada anak yang
• Tndak terseclia dalam bentuk sirup
mendapat terapi TB
• EFL chili mahal danpada N V P
Pala anak yang belum dapat menelan kapsul, kapsul EFV dapat diind a cLun ditanbahkan pads mm uin.u, ,tau makes 'an
Ringkasan pemilihan ART lini pertama Pilih 3 ()bat dcngan vvarna yang berbeda, kecuali bila tersedia FDC, otomatis 1nenggunakan d4T, 31 C, dan NVP
3TC
a Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu dalarn program pencegahan penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai nsiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen bcrbasis NNRTI. OIeh karma itu, 2 NRl'1 + I NNRTI tetap merupakan pihhan utama untuk anak -anak tersebul b NNRTI dapat menurunkan kadar obat kontrasepsi yang tnengandung estrogen. Kondom hares selalu digtmakan untuk mencegah penularan HIV tanpa melihat scrostatus I IIV. Remaja putri dalam masa re-produktif yang mendapat EFV harus menghindan kchamilan (lampiran C).
27
Rekomendasl ART
10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak Mendapat Terapi TB dengan Rifampisin )ika terapi 1'B telah berjalan, maka ART yang digunakan:
2 NRT1
F.FV (anak ? 3 tahun)
A/ I' at»u d4'1' + 3'I'C + :\BC 2NR'l'l NVP a
Sesudah terapi ' IB selesai alihkan ke rejimen lini pertama 2NRTI + NV''P atau EFV untuk efikasi lebih baik
Lanjutkan rejimen sesudah tempi TB selesai
2 NR'1'l + NVI'
Ganti ke 2NRTI + ABC atau 2 NRTI + EFL' (umur > 3 tahun)
Catatan: • Apabila diagnosis TB ditegakkan, tempi TB harus dimulai lebih dabulu dan ART diberikan 2-8 minggu setelah tunbul toleransi tempi TB dan untuk menurunkan risiko suidrom pulih imam ( immune reconstitution inflammatory _yndrome, IRIS). • Keuntungan dan kerugian memilih ALT atau d4T + 31'C + ABC: - Keuntungan : Tidak ada interaksi dengan nfampisin. - Kerugian : Kombuiasi ini memihki potensi yang kurang dibandingkan 2 NR'I'I + EFV. ABC lebih mahal dan tidak ada bentuk genenk.
a Pada anak tidak ada informasi mengenai dosis yang tepat untuk NW dan EFV bih digunakan bersamaan dengan rifampisin . Bda terdapat perangkat pemeriksaan fungsi ham , dosis NVP dapat dinaikkan 30°'o. Sedangkan dosis standar EI V tetap dapat digunakan.
28
PedomanTatalaksana Infeksl HIV danTerapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah mendapat ART:
L
I + ABC
1, ruskan
I + EFL'
Teruskan
7 2R" 'I+ NVP
Gantikc2 NRTI+ABCatau2NR1'I+ I- v (umur > 3 tahun)
Catatan: • 'I'idak ada interaksi obat antara NR'I'i dan rifampisi.n. Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV sebesar 25%. Belum ada informasi perubahan dosis NVP dan EFV bila digunakan bersama rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan fiingsi hati, dosis NVP dapat dinaikkan 30%. Scdangkan dosis standar FFV tetap dapat digunakan. • Obat 1'B lain tidak ada yang berinteraksi dengan ART Pada pengobatan '1B, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus digunakan dalam rejunen pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan pertama pengobatan. Pergantian terapi '1'B dari rifampisin ke non rifampisin dalam masa pemchharaan tergantung pada kebijakan dokter yang merawat. • Efek hepatotoksisitas obat anti TB dan NNRIl dapat tumpang tindih, karma itu diperlukan pemantauan fungsi hati. • 'I'ctap waspadai kenwngkinan sindrom pulih unun (IRIS)
11
Memastikan Kepatuhan Jangka Panjang dan Respons yang Balk Terhadap ART
Kerja sama tim antara tenaga kesehatan, pengasuh dan anak dibutuhkan untuk memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART
• '1'cnaga kesehatan perlu memahami masalah orangtua/anak dan dapat memberikan dukungan yang positif • Nleminum ARV tepat waktu setiap hari bukanlah tugas yang mudah. • '1'enaga kesehatan tidak boleh mencerca atau menegur apabila pengasuh/ anak tidak patuh, namun bekerja sama dengan mereka untuk menyelesaikan masalah yang mempengaruhi kepatuhan. Alaaan tidak patuh
a. Doeia terlewat (nriues doses) • Tanyakan apakah anak tclah mclewatkan dosis dalam 3 hari terakhir dan scjak kunjungan terakhir • Tanyakan waktu anak meminum ARV • 'ran vakan alasan ketidakpatuhan • Dosis terlcwat -
dapar
terjadi:
waktu minum obat tidak scsuai dengan kebiasaan hidup pengasuh/anak
- Rcjimcn ohat susah diminum karena ukuran pil besar atau volume sirup, rasa tidak cnak - Masalah penyediaan ART (finansial, resep inadekuat) - Anak menolak (khususnva pads anak yang lebih tua yang jenuh minum obat *tau tidak mengetahui status I II V nya) b. Doaia tidak tepat . 'lenaga kesehatan harus memastikan pads setiap kunjungan: - dosis setiap ARV - cars penyiapan ARV cara penyimpanan ARV
c. Efck camping Efek samping yang berat harus diperhatikan dan ditangani dengan tepat Efek samping minor yang tidak mengancam jiwa seriug tidak dipantau atau ditatalaksana dan mungkin menjadi alasan ketidakpatuhan Lipodistrof dapat menycbabkan remaja berhenti minum obat
d. Lain-lain Banyak alasan lain yang menyebabkan anak tidak patuh dalam bcrobat. C'.ontohnya hubungan yang tidak balk antara tenaga kesehatan dengan keluarga, penyakit lain yang menyebabkan pengobatan anak bertambah , masalah sosial, perubahan pengasuh, pengasuh utama sakit, dan lain-lain.
-^
30
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Solusi yang disarankan
I Tata laksana • Mencari yahu alasan jadwal ARV tidak ditepati, untuk: - mencari tahu waktu minum obat yang sering terlewat - mencari tahu alasan dosis terlewat saat waktu tersebut - bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur jadwal yang sesuai - dapat menggunakan alat bantu seperti boks pil atau jam alarm • Mencari tahu alasan rejimen ARV susah diminum - bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur rejimen/formula yang sesuai - melatih menclan pil untuk mengurangi jumlah sirup yang diminum • Mencan tahu alasan penyediaan ARV terganggu
- bantu pengasuh untuk menyelesaikan masalah ini • Mencari tahu alasan anak menolak ART - konselntg, khususnya peergmup cminseling - apabila anak tidak mengetahui status HIV, tenaga kesehatan bekerja sama dengan pcngasuh untuk membuka status 1{IV
Tata laksana Alat bantu seperti boks pil. l)apat juga kartu tertulis atau bergambar mengenai keterangan rejimen secara rinci Periksa dosis dan mints pengasuh/anak untuk menunjukkan cara menviapkan ART Scsuaikan dose menurut TB/BB anak
Tata laksana • Efek samping harus ditangani dengan tepat, tanpa melihat derajat keparahan • Tenaga kesehatan perlu memperhatikan efek samping minor dan apa yang dirasakan anak • Pertimbangkan mengubah ART pada rejimen yang kurang menyebahkan bpodistrofi
Tata laksana Tenaga kesehatan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan bersahabat sehingga pcngasuh/anak merasa nyaman untuk menceritakan masalah yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Atasi penyakit sesuai prioritas, menghentikan atau modifikasi ART mungkin diperlukan Melihatkan komunitas di luar klinik sebagai kelompok pendukung
12
Pemantauan Setelah Mulai Mendapat ART
Klinis Evaluasi Minis Berat dan tinggi
badan Perhitungan dosis
ART I
1
Z
X
X
\
t
x
\
x
1
Y
x
x
1
l
1
k
x
1
Obat lain yang bersamaan 2
^:
1
X
Nilai kepatuhan
minum obat 3
x
1 Pasien anak yang diben ART dengan cepat bcrtambah herat dan tingginya sesuai dengan pertumbuhan, karenanya penghitungan dons harus dilakukan setiap kontrol. Dosis yang terlalu rendah akan menimbulkan resistenst. 2 Obat yang diminum bersantaan harus ditanyakan setiap kali kunjungan seperti apakah kotrimoksazol diminum (pada anak yang tenndikasi) atau ada ohat lain yang potensial berinteraksi dengan ART (lampiran D). 3 Kepatuhan minum ohat ditanyakan dengan cars menanyakan dosis yang tedewat dan waktu anak minum obat. Yang ideal adalah menghinmg sisa tablet atau puyer , atau sisa sirup bila tersedia sediaan sirup.
32
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Laboratorium Fib dan leukosit 4
1
Kinua da.tah Iengkap 5
k x
Tes kchamilan pada rcmaja 6
Catatan: Apabila anak tidak dapat datang untuk tindak latijut, maka hares diupayakan untuk menghubungi anak/orang tua (misainva dengan telcpon atau kunjungan rumah). Pengasuh hares didorong untuk membawa anak bila sakit, khususnya pada beberapa bulan pertama pemberian ART karena adanya efek samping dan intolcransi.
4 Pemantauan kadar hemoglobin (Hb) dan leukosit harus dilakukan bila anak menenma AZT pada bulan 1, 2 dan ke 3. 5 Pemcriksaau kirnia darah lengeap mcliputi enzim - enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lemak, amilase, lipase dan elektrolit . Petnantauan bergantung pada gelala dan obat ART yang dipilih. Pada rcmaja puts dengan CD4+ > 25(1 sel/mm' pcmantauan fungi hati dalatn 3 bulan pertama ART dipertimbangkan bila memakai NVP. luga pada kasus anak dcngan koinfeksi hepatitis R dan C atau penyakit hati laimrya. 6 Tes kchamilan harus dilakukan pada remaja putri yang akan mendapat EF-V, dan iuga dilakukan konseling keluarga. 7 Apabda terdapat perburukan klutis. maka pcmeriksaan CD4+ lehih awal dilakukan . I litung lunfosit total tidak dapat digunakan untuk pcanantauan terapi ART selwtgga tidak dapat menggantikan CD4+. Bila pemenksaan CD4+ tidak tersedia, gunakan parameter kluus untuk pemantauan.
1
13
IL:-;valuasi Respons Terhadap ART
13.1. Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit)
Anak dengan AKI' pada kunjungan berikutnva
Lihat prosedur 13.2
Ulangi konsultasi Ulangi konsultasi kepatuhan berobat nutrisi Memperkuat Memperkuat dukungan nutrisi dukungan pengobatan
34
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
13.2. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan Minis pada Kunjungan Berikutnya ( follow up visit)
Lanjutkan ART
Ya Lihat prosedur 13.3
Ulangi konsultasi
Ulangi konsultasi
kepatuhan berobat Memperk-uat dukungan pengobatan
nutnsi Memperkuat dukungan nutnsi
a Perbaikan laboratorium (hiasanva terjadi dalam 24 minggu) Kenaikan hitung atau persentase CD4+. Kenaikan kadar hemoglobin, leukosit dan tromhosit.
35
Evaluasi ResponsTerhadap ART
13.3. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan Minis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit) Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan imunologis pada kunjungan berikutnya
l'a Timbulnya Periksa penyebab penyakit barn 1'idak
Lanjtkan ART
Infeksi oportunistik baru
IRIS
Terkait ARV • Toksisitas
Ikn kit ,unak lnasa
• Intcraksi obat Jika ART > 24 minggu, pertimbangkan kegagalan pengobatan
Lanjtkan ART
Catatan: Sesuai stadium klinis 3 dan 4 %U 10, kejadian kluus baru didefinisikan sebagai infeksi oportunistik yang baru atau penvakit yang biasanya berhubungan dcngan HIV
14
i ata Laksana Toksisitas A RI
14.1. Prinsip Tata Laksana Toksisitas ARV 1. Tentukan beratnya toksisitas 2. Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi karena (satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya 3. Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus pads anak yang timbul iktcrus pads AR'I) 4. Tata laksana efek simpang bergantung pads beratnya reaksi. Secara umum adalah: • Derajat 4: Reakriyan mengancamjiwa (lanpiran E): segera hentikan semua obat ARV, beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan rejimen yang sudah dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas) setelah pasien stabil • Derajat 3: Reakri berat.• ganti obat yang dimaksud tanpa menghentikan pemberian ARV secara keselunrhan • Derajat 2: Reaki sedang: beherapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati perifer) memedukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap mclanjutkan rejimen yang sekarang sedapatnya; jika tidak ada perubahan dengan terapi simtomatik, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV • Derajra 1: Reakci nngr»t: memang mengganggu tetapi tidak memedukan penggantian terapi. 5. Tekankan pentingnya tetap meminum ohat meskipun ada toksisitas pads reaksi ringan dan sedang. Pasien dan orangtua diyakinkan bahwa beherapa reaksi ringan akan menghilang sendiri selarna ohat ARV tetap diminum 6. jika diperlukan untuk menghentikan pemberian ART karena reaksi yang mengancam jiwa, semua ART harus dihentikan sampai pasien stabil
Catatan: • I)erajat ber
r
Tata l aksana Toksisitas ART
14.2. Kapan Efek Samping dan Toksisitas ARV Terjadi?
7 Dalam beheripa minggu
I'l-I 1;!7 ,:,;!cstinal adalah mual, muntah dan diare. Efek samping mni bersifat ie4-bmitin^ dan hanya membutuhkan terapi
pertama
Ruam dan toksisitas hati umumnva terjadi akibat obat NNRTI, narnun dapat juga oleh obat NR'TI seperti ABC dan PI
simtomatik
Menaikkan secara bertahap dosis NVP dapat menurunkan risiko toksisitas Ruam ringan sampai sedang dan toksisitas hati dapat diatasi dengan pemantauan, terapi simtomatik dan perawatan suportif Ruam yang berat dan tokszisitas hati dengan SGPT > 10 kali nilai normal dapat mengancam jiwa dan NVP harus diganti (lampiran L) Toksisitas SSP olch EFV bersifat self-limiting. Karena EIS' menvebabkan pusing, dianjurkan untuk dirmnum scat malam han Iiipersensitivitas terhadap AI3C biasanya terjadi dalam 6 minggu pertama dan dapat mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan tidak usah digunakan lagi Dari 4 minggu dan sesudahrtya
Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT Penvebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati . Anemia nngan asimtomatik dapat terjadi . Jika terjadi anemia berat dengan HI) < 7,5 gr/dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3, maka A%T harus diganti ke ABC atau d4T (lampiran E)
37
38
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
r + o
6-18 bulan
.
Disfungsi mito ko ndria rerutarna terjadi O;cL :"ir Nh 11, tcrmasuk asidosis laktat, toksisitas hati , pankreatitis , ncuropan
periter, lipoatrofi dan miopati . Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan dapat menyebabkan kcrusakan bentuk tubuh permanen Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja, terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Acidosis laktat yang berat dapat mengancam jiwa I:elainan metabolik umum terjadi oleh P1, termasuk hipcrlipidemia , akumulasi lcmak, resistensi insulin, diabetes dan osteopenla . Bergantung pada jenis reaksi, hentikan NRTI dan ganti dengan obat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda (prosedur 14.2) Setclah I tahun
.
Nefrolitiasis urnurn terjadi oleh IDS' Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF
. flentikan obat penyebab dan ganti dengan ohat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda
1
39
Tata I aksana Toksisltas ART
14.3. Toksisitas Berat Pada Bayi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV Lini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya
BC I'
Itcakst hipersensitiaitas
AZT atau d l 1
Anemia atau neutropenia berat a
d4T atau ABC,
Asidosis Iaktat
ABC Ganti NRTI dengan PI +
Intolertnsi saluran cerna berat b
d4T atau ABC
Asidosis laktat
ABC c
NNRfI jika ABC tidak tersedia d4T
Neuropati penfer Pankreatitis
AZT atau ABC
Lipoatrofi/sindrom metabolik d 3I'C
Pankreatitis e
ABC atau AZT
a Anemia herat adalah Hb < 7,5 g/ dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3. Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis. b Batasannva adalah intoleransi saluran cerna refrakter dan berat yang dapat menghalangi minum obat ARV (mual dan muntah persisten). c ABC dipilih pada kondisi ini , tetapi bila ABC tidak tersedia boleh diginakan AZT d Substitusi d4T umumnv a tidak akan menghilangkan Lipoatrofi. Pada anak ABC atau AZT dapat dianggap sebagai altematif e Pankreatitis yang dikaitkan dengan 3TC/emtricitabine(FI'C) dilaporkan pada orang dewasa, namun sangat jarang pada anak.
40
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
EPV
'1'oksisitas sistem saraf pusat berat dan pcrmanen f Potensial tcratogenik (Iraqi rcmaja putri hamil pada trimester I atau yang mungkin hamil dan
NVP
tidal: memakai kontrtsepsi yang memadai) NVP
Hepatitis simtomatik akut g
EI'V h
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas Dipertimbangkan untuk diganti
Lest kulit yang mengancam jiwa (Stevens-Johnson Syndrome) '
dengan NRTI yaitu: • NRTI ketiga ( kerugian: mungkin kurang poten) atau • PT (kcrugian: terlalu ccpat dipilih obat lint kedua) I
f Batasannya adalah toksisitas SSP yang berat seperti halusmasi persisten atau psikosis, g Toksisitas hati yang dihubtmgkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak terinfeksi HIV yang belum mcncapai usia rcmaja. h EFV seat ini belum direkomendasikan pada anak < 3 tahun, dan scbaiknya udak holeh dibeokan pada remaja puts yang hamil trimester I atau aktif sccara seksual tanpa dilindungi oleh kontrasepsi yang memadai. i I cm kulit yang berat didefinisikan sebagai lesi luas dengan deskuamasi , angioedema, atau reaksi mirip serum sickness, atau lesi discrtai gejala konstitusional sepc rti demam, lesi oral, melepuh, edema fasial, konjungtivitis . Sindrom Stevens- Iohnson dapat mengancam jiwa, olch karena itu hentikan NVP 2 2 obat lainnya diteruskan hingga 2 minggu ketika ditetapkan rejimen ART berikutnya I 'niuk SS-1 penggantinya tidak holeh dangolongan NNR'I'I lagi. j Pemberian PI dalain rejimen lint pertama mengakibatkan pilihan obat berdcutnva terbatas bila sudah terjadi kegagalan terapi.
immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)
15 Definisi
.
Kumpulan tanda dan gejala akibat meningkamya kemampuan respon imun terhadap antigen atau organisme yang dikaitkan dengan pemulihan imun dengan pemherian ART'
Frekuensi
. 10°'o dan semua pasien dalam inisiasi ART . 25,'0 pada pasien dalam inisiasi ART dengan hitung CD4+ < 50 sel mm' atau pent' akit klinis berat (stadium WI 10 3 atau 4)
Waktu
Tanda dan gejala
Biasanya dalam 2-12 ntinggu pada inisiasi ART, namun dapat juga muncul setelahnya . Deteriorasi tiba-tiba status klinis segera setelah memulai ART Infeksi subklinis yang tidak tampak seperti TB, yang muncul sehagai penyakit aktif Baru dan munculnya abses pada tempat vaksinasi BCG . Memburuknva inteksi yang sudah ada, seperti hepatitis B atau C
Kejadian
Al. tuberculosis, Al. aiium cvrnplex (MAC), infeksi virus sitomegalo dan penyakit kriptokokus
IRIS paling umum Tata laksana
. Lanjutkan ART jika pasien dapat mentoleransinya Obati inteksi oportunistik yang muncul Pada sebagian besar kasus, gejala IRIS menghilang setelah beberapa minggu, namun beberapa reaksi dapat menjadi berat dan mengancam jiwa dan memerlukan kortikosteroid jangka pendek untuk menekan respon inflamasi yang berlebihan Prednison 0,5-1 mg/kg1313/han selama 5-10 han disarankan untuk kasus yang sedang sampai berat "
i Robertson ], .Meier. M, II"all J, Ying J Fichtenbaum C Immune Remnstitution Syndrome in H1I I aIdating a Case Definition and Identifying C:knical Predictors in Persons Initiating AntireMniral Therapy IRIS. Ckn Infect Dis 200,-42:1639-46. ii French MA, Lenin N. John Al, et al Immune restoration disease after the treatment of immunodefident HII' infected patients with highly active antiretroeiral therapy. HII' Med 2000; 1:107-15. iii Breen RAM, Smith CJ, Bettinson H, et al Paradasical reactions during tuberculo sis treatment inpatients with and without III I ' co-infection. Thorax 2004; 59:701-707. iv Ms(omsy G, Whalen C, Mawborter S. et aL Placebo- controlled trial of prednisone in advanad HI I'-1 infection. AIDS 2001;15.•321-7.
16
Diagnosis Diferensial Kejadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 3 Bulan Pertama Pemberian ART 1
1
W-Mm
Mual
ART:
Hepatitis 13 clan C yang
Muntah
AZT, self-limiting dalam 2 tninggu Profilaksis 01:
timbul karena IRIS Dicurigai bila muacl, muntah disertai iktcrus
Kotritnoksazol atau INH Nyen abdominal atau pinggang dan/atau ikterus
A RT: d4"1' atau ddl dapat mcnyebahkan pankrcatitis . NVP (EF'V Ichih jar tng)
.
Hepatitis B dan C yang timbul karena IRIS Dicurigai bila mual, rnuntah disertai iktents
menyebahkan disfungsi hati yang membutuhkan penghentian obat Profilaksis 01: Kotrimoksuol atau IN II
Diare
ART : NFV dan golongan PI lainnya biasanya mcnycbabkan diare.
IRIS yang berasal dari M AC atau C \R' dapat menyehahkan diare
Hipersensitif AB(. Sakit kepala
ART: AZT atau E FV, biasanya ref/kmitin^ atau dapat bertah .in dalarn 4 -8 minggu
Nilai untuk meningitis kriptokokus dan tmosis
r
Diagnosis Diferensial Kejadlan KlinisTerjadi Selama 6 Bulan Pertama Pemberian ART
60
Demam
ARI:
IRIS yang disel ,i i '
Reaksi hipersensitivitas ABC atau reaksi simpang NVP
beberapa organtsmc, seperti MAC, TB, CMV kriptokokus, herpes zoster
Batuk Kesulitan bernafas
ART: NR'I'I dikaitkan dengan asidosis metabolik Hipersensitivitas ABC
Fatigue
ART`
Ducat
ALT, biasanya berkembang dalam 4-6 minggu setelah inisiasi
Ruam kulit Gatal
ART': . NVP atau ABC Harus dinilai secara seksama dan dapat dipertimbangkan penghentian obat pada reaksi berat. Ruarn EFV bersifat self limitinrg Profilaksis 01: Kotrimoksazol atau INH
IRIS yang dikaitkan dcngan PCP, TB, pneumonia baktcri atau fungal Dicurigai IRIS MAC bila fatigue, demam dan anemia Kondisi kulit yang dapat mengalami flare up karena IRIS dalam 3 bulan pertarna pemberian ART . I-herpes simpleks dan zostcr Virus papiloma (warts) . Infeksi jamur Dermatitis atopik
43
Tata Laksana Kegagalan 17!Pengobatan ARV Langkah 1 : Nilai kritcria klinis untuk kegagalan pengobatan
Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan imunologis pada kunjungan herikutrnya
^' Perlu perubahan ke ART Periksa kegagalan klinis a lini kedua
I
Tidak
Periksa kriteria kegagalan imunologis
Apakah anak memenuhi salah sane kriteria: Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya berespons terhadap pengobatan. I Iilangnya neurodevelopmcntal milestones atau muncuhtya ensefalopati. Adanya infeksi oportunistik bare atau keganasan atau rekurensi uifeksi seperti kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau kandidiasis esofagus. Gcjala bukan IRIS atau penyebab launnya yang tidak relevan
a Kriteria kegagalan khnis
45
Tata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV
Langkah 2: Nilai kriteria imunologis untuk kegagalan pengobatan
Anak dengan ART tanpa pcrbaikan klinis pada kunjungan berikutnya
[tiriteria kegagalan imunologis
Tidak Lanjutkan ART
1a
CD4
CD4
CD4
-----------Sevr® if m odrficieney
Sevrcr unmunodeficrcncv
Pcrlu perufr,tlran kc ART lint kedu,i
Catatan: • Tipe 1. Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setclah pernah pemuhhan imun inisial. • Tipe 2. Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi dengan minimal satu pemeriksaan CD4+. • Tipe 3. Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi berat menurut usia.
1 •
8
Rencana Mengubah Ke Rejimen Jni Kedua
Masan utama kegagalan pengobatan adalah kepatuhan yang kurang. Kepatuhan harus diperbaiki dan perlu pemantapan mekanisme suportif kembali sebelum pindah rejimen Merubah ke rejimen lint kedua BUKAN keadaan gawat darurat
• Penting untuk memastikan bahwa anak mendapat profilaksis infeksi oportunistik yang tepat • Rcjimcn yang gagal biasanya tetap menyimpan aktivitas anti HIV, oleh karena itu secara umum anak tetap melanjutkan rejimen tersehut sampai anak siap untuk rejimen lini kedua
Bekerja sama dengan keluarga untuk menyelesaikan masalah penyebab ketidakpatuhan Melanjutkan rejimen lini pertama yang sama, ben profilaksis infcksi oportunistik dan dipantau secara ketak Mulai terapi lini kedua setAth dipastikan kepatuhan balk
Apakah anak mempunyai kepatuhan baik terhadap ART
1'a
1
1'idak mempunyai kegagalan pengobatan secara klinis
1"a
• Apabila anak mempunyai kegagalan CD$+ tanpa disertai kegagalan klinis, maka perubahan terapi lini kedua tidak perlu terburu-buru Anak dapat mclanjutkan rejimen lint pertama yang sama sementara kepatuhan diperkuat, dan dilakukan profilaksis infeksi oportunistik, pemantauan ketat dan pemertiksaan (:D$+ • Pcruhahan ke terapi lini kedua hanya jika anak/ keluarga slap dan CD4+ masih dalam rentang imunode fisiensi berat
Apakah pengasuh / anak telah 1 id.d Kerjakan poin tersebut pada memenuhi poin di persiapan pengasuh/anak untuk persiapan pemberian ART ( prosedur 10) mulai terapi lint kedua l'a Persetujuan dalam rencana pengohatan dan penyelesaian faktor penyebab ketidakpatuhan Penga suh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen lini kedua dan perjanjian pertemuan tindak lanjut yang dapat dihadiri oleh pengasuh/anak
Tenaga kesehatan harus menilai faktor yang dapat mcmpengaruhi kepatuhan dan beker•a sama denganpangasuh / anak untuk menvclesaikannya
1
19
Rejimen Lini Kedua Yang Direkomendasikan Untuk Bayi dan Anak Pada Kegagalan Terapi Dengan Lini Pertama
Konsultasi ahli dianjurkan jika dicurigai ada kegagalan ART
19.1. Rekomendasi bila lini pertama adalah
:2NRTIbaru+1PI Langkah 1 : Pilih 2 NRTI
\/'I' atLiu d-I'l
I
ddl + ABC
ABC + 3TC
ddl + AZT
Mcncruskan penggunaan 3TC pads reiunen luu kedua dapat dipertimbangkan karena 3TC dihubungkan dengan herkurangnva ketahanan virus HIV
Langkah 2: Pilih 1 PI P1 Terpilih
Keuntungan
Lopinavir /ritonavirLPV
Efikasi sangat baik, khususnya anak yang belum
/r
pernah mendapat PI Ambang terhadap resistensi tinggi karena kadar obat tinggi dengan penambahan ntonatir Tersedia dalam bentuk sirup, pil dan tablet Dosis anak sudah tersedia
Saquinavir/ Ritonavir SQV/r
Dapat digunakan bersama iilunru r hoorting 1`16.ik,t balk
Keru;ian Membutuhkan penyimpanan dalain lemari pendingin Kapsul gel ukuruinya besar Harganya mahal Rasa tidak enak Sirup mengandung 43% alkohol, dan kapsul mengandung 12% alkohol Tidak bisa dibagi Untuk anak > 25 kg dan mampu menelan kapsul Ukuran kapsul besar dan memerlukan penvimpanan di lemari pendingin • Beban pil banyak Sexing ditemukan efek camping saluran cema
48
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
metwnjukk n efikasi dan keamanan yang haik Sedikit sekali menimbulkan hipcrlipidemia dan
cfikasi lebih rendah dart boosted I'll clan EFN' . Behan pjl banyak String ditemukan efek
lipodistrofi dibandingkan ,ilona;rr-booved Pi
sarnping saluran cerna Terdapat kekhawatiran adanya komponen karsinogenik
19.2. Rekomendasi lini kedua bila lini pertama 3 NRTI = 1 NRTI + 1 NNRTI + 1 PI Rejitnen 'L;uu Per, en lint kcdua Al' "/.'atau d4'I' + 3TC + ABC
ddl + EFL' atau N'AT + I PI (paling haik LPV/r atau SQ\' /r. Alternatif lain NFL')
Catatan: Resistenst silang dalam kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami kegagalan terapi (berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV terus berproliferasi meskipun dalam pengohatan ART. lika kegagalan terapi terjadi dengan rejimen NNRTI atau 3TC, hampir pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI dan 3TC. Memilih mencruskan NNR11 pada kondisi tni tidak ada gunanya , tetapi mencruskan pembetian 3TC mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV. AZT dan d4T hampir selalu bereaksi silting dan mempunyai pola resistensi yang sama, schingga tidak dianjurkan menggantt sane dengan pang lainnya. Prinsip pcmilihan rcjimen lint kedua: Pilih kelas baru obat ART sebanyak mungkin.
- Bila kelas yang sama akan dipilth, pilth obat yang sama sekali belum digunakan sebelumn y a dan poly resistensinva tidak orrrkipping. Tujuan pemberian rejimen lint kedua adalah unnik mencapai respons klinis dan imunologis ((:D4+), tetapi responsnya tidak sebaik pads rejimen lint pertama karena mungkin sudah terjad) resistensi silang di antara ohat ARV.
Sehelum pindah ke rejimen lint kedua, keparuhan berobat hams benar-henar dindat.
Anak pang dengan rejimen lint kedua pun gagal, terapi penyelamatan yang efekttf masih sulit dilakukan . Konsultasi dengan panel ahli dipedukan. Untuk rejimen berbasis rimnazir-bo,isted PI , pcmeriksaan lipid (trighserida dan kolesterol, jtka mungkin LDL. dan HIM .) dilakukan settap 6-12 bulan.
r
20
Tuberkulosis
20.1. Bagan Skrining Kontak TB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada Tidak Tersedia
-1nak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak T13, tanpa tanda/gejala yang mendukung'IB
Riwayat kontak TB (dewasa): .Apapun sputum posinf atau kultur positif Kontak eras
Tidak Tindal: lanjut reguler
Ya 'I'idak
RIinis sehat Tidak ada tanda/gejala TB
1'a
IPT Irarus diberikan selama 6 bulan untuk mencegah perkembangan penyaklit aktif TB
IP'I' = Isontatiid Prevention Therapy
r Penilaian penyakit'1'B
5o
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Catatan: • Banyak midi menemukan hahwa tnencart kontak 'TB penting dalam identifikasi kasus TB baru dan dirckomendasikan olch ATHO dan Ldernational Union _-1gaints 1 uberrnloses and Lrrit,g Disease. • Direkomendasikan bahwa senlua anak terinfeksi HIV yang memiliki kontak TB dalatn satu rumah harus disaring terhadap gejala penyakit TB dan ditawarkan terapi preventif isoniazid (isoniazid setiap harm selanla minimal 6 bulan). • Anak yang nnggal bersama dengan pendenta't'B pulmonal dengan apusan positif (atau dinyatakan mcnderita TB Paru meskipun kultur sputum tidak dilakukan) memiliki risiko terkena infeksi TB. Risiko itlfeksi lebih besar bila waktu kontak cukup lama, seperti antara ibu atau pengasuh di rumah dengan bayi. • Cara terbaik tultuk deteksi infeksi TB pada anak adalah till tuberkuhli dan foto rontgen dada, serta merupakan metode uji tapis terbaik untuk kontak penyakit 'I'B. Apabila uji tuberkuhn dan foto rontgen dada tidak tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi pemeriksaan kontak dan tata laksana terhadapnya. • Penilaian klinis saja sudah cukup untuk menemukan apakah anak sehat atau simton atik. Penilaian rutin terhadap anak yang terpajan tidak memerlukan uji tuberkulin dan foto rontgen dada. Pendekatan ini berlaku pada sumber TB pulmonal dengan apusan positif, namun uji tapis juga hartts tersedia untuk sumbcr TB pulmonal dengan apusan negatif Apabila anak kontak dengan sumber TB apusan sputum negatif terdapat gejala, nlaka diagnosis 'IB perlu dican, tanpa melihat usia anak tersebut. Apabila asimtonlatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada kebijakan nasional. • Tcrapi rekomendasi untuk kontak yang sehat usia < 5 tahun adalah isoniazid 5 mg/kgBB setiap harm sclama 6 bulan. • Tindak laniut harus dilakukan minimal setiap 2 bulan sampai terapi lengkap. • Rujukan ke rumah sakit tersier perlu bila diagnosis tidak jelas. Para kontak dengan penyakit TB harus didaftar dan diobati.
51
Tuberkulosis
20.2. Bagan Uji Tapis Kontak TB dan Tata Laksana dengan Dasar Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada
Anak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak TB, tanpa tanda/gejala yang mendukung TB
I F Riwayat kontak TB (dewasa): . Apapun sputum positif atau kultur positif Kontak erat
'1"idak ^
Tindak lanjut reguler
^
Penilaian penyakit'1B
Ya
Minis sehat '1'idak ada randa/gejala 'IB
Tidak
Ya
C Uii tuberkulin positif Tidak dan/atau foto rontgen dada positif
Ya
Penilaian penyakit TB
IPT harus diberikan selama 6 hulan untuk mencegah perkembangan penyaklit aktif TB
52
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Uji Tuberkulin Uji tuberkuhn harus distandarisasi di setiap negara, balk menggunakan tuherkulin atau derivat protein murni (purified protein derivative, PPD) sebesar 5 TU (tuberculin unit, ataupun tuherkulin PPI) RT'23. Kcduanya memberikan reaksi yang serupa pada anak yang terinfeksi TB. Petugas kesehatan harus terlatih dalam melakukan clan membaca hasil uji tuberkulin. Uji tuberkulun dikatakan positif bila: Pada anak dengan risiko tinggi (tcrmasuk anak terinfcksi HIV dan gizi buruk, seperti adanva tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter indurasi > 5 min • Pada anak lainnya (balk dengran atau tanpa vaksin Bacille (.almette-Guerin, B(,G): diameter indurisi > 10 min
Nilai Uji Uji tuberkulin dapat digtinakan untuk menyaring anak yang terpajan TB (misalnya dengan kontak TB pada sate rumah), nanuin anak tetap dapat menerima kemoprofilaksis meskipun up tuberkulin tidak tersedia.
20.3. Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmonal Diagnosis TB pada anak membutuhkan penilaian yang menycluruh, meliputi anamnesis teliti, pemeriksaan Minis dan pemeriksaan yang terkait, seperti uji tuberkulin, futo rontgen dada dan mikroskop apusan sputum. • Sebagian besar anak yang tennfeksi TB terkena '1B pulmonal. Meskipun konfirmasi bakteriologi tidak sckalu tersedia namun harus dilakukan jika nningkin, seperti pemenksaan nukroskopik sputum anak yang dicurigai TB pulmonal bila anak sudah mampu mengeluarkan sputum. • Bergantung umur anak, sainpai 250o TB pada anak adalah TB ekstrapulmonal, tempat paling sering adalah kelenjar getah bening, pleura, pcnkardiuin, meninges (Lan TB miliar. Anak dengan penyakit I IIV lanjut bcrisiko tinggi unttik'lB ekstrapulinonal.
• Terapi percobaan dengan obat anti TB tidak dianjurkan sebagai metode diagnosis presumptif TB pada anak. Setelah diagnosis TB ditegakkan, maka terapi Icngkap harus diberikan.
a Wi 10 Guidrna for National Tnbemdotis Programmes on the Alan, emenI of Tuberculosis in (:hi4Hen 20(M
Tuberkulosis
53
Pendekatan rekomendasi untuk diagnosis TB a 1. Anannesis teiti (termatiuk Mayat kontak TB dan gejala konsisten dengan'IB) 2. Pemeriksaan klinis (termasaik penilaian pertumbuhan)
3. Uji tuberkulin 4. Konfirmasi bakteriologi apabila memungkmkan 5. Imestigasi yang berkaitan dengan suspek 'IB pulmonal dan ekstrapulmonal 6. Uji HIV (di area dengan prevalenst I lIV yang tinggi)
20.4. Definisi Kasus TB b Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum positif 1. Dua atau lebili pemeriksaan apusan sputum uusial menunjukkan BTA positif, atau
BTA positif dan ada abnormalitas radiografi sesuai dengan'1B pulmonal aktif , yang ditentukan
2. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan
oleh klinisi, atau 3. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan kultur positif untuk M. tuberculosis. Anak dengan apusan sputum positif umumnva sudah berusia remaja atau anak pada usia berapapun dengan penyakit intratorak berat. Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum negatif Kasus TB pulmonal yang tidak memenuhi definisi di atas untuk apusan positif. Kelompok ini termasuk kasus TB yang tidak ada hasil pemeriksaan sputum, dan lebih sexing pada kasus anak dibandingkan dewasa. Catatan: Sesuai dengan standar pelayanan kesehatan masyarakat, kriteria diagnosis untuk 'IB pulmonal harus meliputi: • Minimal 3 sputum mentmjukkan BTA ncgatif, dan • Abnormahtas radiografi sesuai dengan TB pulmonal aktif, clan • Tidak berespons dengan pemakaian antibiotik spektrum luas, dan • Keputusan untuk memben kemoterapi tuberkulosis terletak pada k inisi
a IY'110 Grddana for National Tubrrrulosis Programmes on the Management of Tuhemilosis in C:hildrrn 2006 b 00110 Guidana for National Tubemdads Programmes on the Management of Tubenwlosis in Oildren 2006
54
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretrovlrat Pada Anak DI Indonesia
TB ekstrapulmonal Anak dengan TB ekstrapulmonal saja masuk dalam kelompok ini. Anak dengan TB pulmonal dan c k strap ulmonal harus diklasifikasikan dalam kelompok TB pulmonal.
20.5. Pengobatan TB
a
Terapi anti TB Pedoman internasional merekomendasikan bahwa 'lB pada anak yang terinfeksi HIV harus diobati dengan rejimen selama 6 bulan seperti pada anak yang tidak tcrinfcksi HIV. Apabila memungkinkan, anak yang terinfeksi IIIV harus diobati dengan rejimen rifampisin selatna durasi pengobatan, karena penggunaan etambutol pada kasus de,,,wasa dengan mnfeksi HIV tuituk masa lanjutan pengobatan angka relaps TB-nya tinggi. Sebagian besar anak dengan 'I'B, terniasuk yang tennfeksi IIIV, mempunvai respon yang bagus terhadap rejimen sclania 6 bulan. Kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan seperti ketidakpatuhan bcrobat, absorpsi obat yang buruk, resistensi obat dan diagnosis banding, harus diselidiki lcbih lanjut pada anak yang tidak mengalatni perbaikan dengan terapi anti TB Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama untuk dewasa dan anak b
'1'iga kali seminggu
Setiap hari Obat
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Erambutol
Maksimum
(mg)
Dosis dan rentang (mg/kgBB)
300
10 (8 12)
-
600
10 (8-12)
600
-
35 (30-40)
-
30 (25-35)
-
15 (12-18)
-
Dosis dan Rentang (mg/ kgBB )
Maksimum per hari
5 (4-6) 10 (8-12) 25 (20-30) Anak 20 (15-25)
per hari (mg)
Denvasa 15 (15-20) Strcptomicin °
15 (l2 18)
a WHO G,idan a for National Taberoelo, as Programmes on the Management of T abenmlosis in Children 2006 b W'Tlo T'natment of 1 irbenulosir Giidel' nes for :'atonal Programmer 2003
Tuberkulosis
55
Catatan: i. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg) daripada dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik (konsentrasi puncak dalam serum pada anak lebih rendah daripada dewasa pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun etarnbutol sering dihilangkan dari rejimen pengobatan pada anak karena adanya kesulitan pemantauan toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebii muda, literatur menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/ hari (rentang 15-25 mg/kg). ii. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena injeksi merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan kerusakan saraf auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada anak terutama untuk menuigitis 'I'B pada 2 bulan pertama. Rekomendasi rejimen pengobatan untuk setiap kategori diagnostik TB secara umum sarna antara anak dengan dewasa. Kasus barn masuk kategori I (apusan Baru positif TB pulmonal, apusan baru negatif TB pulmonal dengan keterlibatan parenkim luas, bentuk 'I'll ekstrapulmonal yang berat, penvakit I IIV penyerta yang berat) atau kategori III (apusan baru negatif TB pulmonal, ch luar kategori I, bentuk TB ekstrapuhnonal yang lebih rungan). Sebagian besar kasus TB anak adalah '1'B pulmonal dengan apusan negatif atau bentuk TB ekstrapulmonal yang tidak berat, sehingga masuk dalam kategori III. Kasus TB pulmonal anak dengan apusan positif, kerusakan jaringan pulmonal yang luas atau bentuk T'B ekstrapulmonal yang berat (seperti TB abdominal atau TB tulang/sendi) masuk dalam kategori I. Kasus meningitis TB dan TB miltar memerlukan pertimbangan yang khusus. Kelompok yang sebelumnya pernah diobati masuk dalam diagnosis kategori II (sebelumnya terdapat apusan positif '1'B pulmonal) atau kategori IV (kronik dan mullidrug resistant MDR-TB). Terapi TB pada anak yang terinfeksi IIIV memerlukan perhatian khusus.
56
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Rekomendasi rejimen pengobatan untuk anak pada setiap diagnosis kategori TB
III
11i pulmu_mal apusan ncgatif Baru (di luar
211RZ
-11 IK .trio 611F
kategori 1) Bcntuk TB ekstrapulmonal yang lebih ringan 1
. Apusan Baru positif "IB pulmonal • Apusan Baru negatif TB pulmonal
21 IRZE
41-IR atau 61-IE
• '1B dengan keterlibatan parcnkim paru luas • Bentuk T13 ekstrapulmonal yang berat (scI un meningitis TB) Penyakit penyerta I IIV yang berat I
Meningitis 'IT3
2RT IZS
1ORII
11
TB pulmonal apusan
2HRZES/ 1I-IRZE
5HRE
positif yang sebelumnva telah diobati • relaps • pcngobatan setalah putus obat • kegagalan pengohatan IV
Kronik dan MMDR- I'B
Rejimen dirancang per individu
F = etambutol; I I = isoniazid; R = rifampisin; S = streptomisua; Z = pirazinamid, MDR = multtdrug-resistant
Tuberkulosis
57
Catatan: i. Pemantauan langsung terhadap konsumsi obat direkomendasikan selama fase inisial clan face lanjutan yang mengandung rifampisin. Pada fase yang lain, obat dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu ii. Selain kategon I, pada kategori lain etambutol sering dihilangkan selama fast inisial untuk pasien dengan TB pulmonal non-kavitas dan apusan negatif yang diketahui tidak terinfeksi HIV, pasien yang terinfeksi olch basil yang rentan terhadap obat serta pasien anak Sang lebih muda yang terinfeksi TB primer. Petnilihan etambutol atau bukan didasarkan oleh kategori ppenyakit TB, bukan oleh umur pasien. in. Rejimen 2IIRZE/611E dihubungkan dengan tingkat kegagalan pengobatan yang tinggi dan relaps dibandingkan dengan rejimen yang menggunakan rifampisin dalam Ease lanjutan. iv Pada meningitis'1'B, meskipun tergolong kategori 1 digunakan streptomisin untuk mcnggantikan etambutol.
Rejimen terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan setiap fase menunjukkan durasi fase tersebut dalarn hitungan bulan. Nomor subskrip (XY3) setelah singkatan obat merupakan nomor dusts obat per minggu. Apabila tidak ada nomor subskrip, maka obat tersebut diminum setiap Bari.
Contoh 2H RZ/4 H aR a Fase inisial terdin dari 21 IRZ, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Obat diminum setiap hari, yang terdii dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid. Fase lanjutan terdiri dari 4H3R3, schingga durasi Ease tersebut 4 bulan, dengan isoniazid clan rifainpsisin clinunum 3 kali dalam semuaglna.
21
Diagnosis Minis dan Tata Laksana 'nfeksi Oportunistik pada Anak Terinfeksi HIV 11
Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunlstlk Pada AnakTerlnfeksl HIV
00 c
R
O ^,Gc L N r . -i .. 7
N R
O ..
q
y
R
y :a r^
•3
u 'O
K C L ,d C
C .^, ti nt K on
^: pQ C K R o
R rL Y
ea
do
o
G
y .L C
cE
y aC.
`^ w
G
tz
0 7 ;v E Y
a 4
n
C'
fi
R
y Gc a ^tc
G C C.
00 C R R
E
E
Y b L _
Y C M
0.
G .C
0
o .^
b
O -
Y
to
V
ti!
7
a C
'E
^^ C
' . .. I C w+ Or ^^
Lt G 00
J
R e°
CC
-w
N
v R
N
V R
59
60
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
^
F
^ x
E
'= E : C v
C C n
„^ Q
E
'o
"
C F R
C
(
E r
R
7
^
o lL'
cCTt, w
E -a CL
y
r_
cd iy V y 'C Y Y r C E 7 QC
r
C 'C C C .r C '. n cCi
L
oc
n
c L
i
.^
d G
L
.:
v r 1 h Y
E
'yJ
L r .. L
R
K ^, e
L
N'; F tiy y Y
v 7 C ^ _ 7 y 3 nt
v R
F M; E E 3
b
•.
NE
1a .^ F .G
E
C £ 'O
:C OC •
G '_' e o v
F
=
a
U
y
N
Ll 'LS R
E?
M
sa
C- y
s r - C C- - ^; o . °
E
M E ^c
R
1 'b ^ v C ^
J
f C
c.E C Y x o .E 9 y\ o w C= M r-I E
cI
E. o
'+^ v
y to
^
o \
°
` o
f
:: N
-3
5
w
.V
b
GC
N
C
J
3 v
E
C
C
d
L U
0.
c
p .R.
E c W v
c c
C
]
i4 C u
E a 3
a^? r E E c
r F
M
c:
y
1
61
Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV
.r E
E EfX .° o ^ :a\ h C
x A C v n C ^ u\^ C CC
C
z
.sC X .- $ Y\ ^ y M' ; v \ X
.^q
^
^^
x
^^ E y
K v,^r. OC M
_ y
v.,, SOYA IE.
N
"a
c
-U E o -O C a vJ u G\
EPQ o a rvC
a.t
j\
E
C
..
04
so °G ^- - v.N E E a p
E G o x vx sa x a x ^n -
+ /
er,
c
u
C ^=
o a
v C
C ^
c
v c
a m p
N ^On
R a
C o E y 5 y E L A r a c e c .^ o C 2 O L 1
b C
R
b
^
U o„ E E p 1 a C. v rnc;' ^°
6nY u
" a ¢
N
`c z 15 ? ti
^`d
kd
c
^] r s L K R ` QEQ
Y
o
r
m x
E
a°
z
N
C
T
a
-
8 v
GK
ti c
cE
O Cq a ' c v ir °' Eu uE Cu E ^? c^ c N b E -o c E a as c v ^,a s >. E
b C
E r
M
4 NO
G
O 0
C
r
7. .5 u '- Q
c
C
G C _ AQ
Y
E E
m b
N
73 73
C
-
,
x e v° au 4 ^ E
a
ri
Soo K v .o
A- ° c n . ^ C-
e t
r
U
E
U
E i
J
a
L ^ c. c u ^ r
U
E C E 0 N ^+ aon U c a c c x v x 'Oe
62
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
r
< t _
e 7 E c
EclE s
^r ^
Y
-
-
e7
o v\ y G 71
pq
G _
1
G C
E
5
«
t4 C- t. Q
s c c G i y c 9 c_ a
-
5
it r
v o I^ E
[^
c«a
^^
E
C
u
-
:
a 73 ti x ^^ y ^ v. .. c
C
d^
7
C
.i «_ U h t"
C :e SC)J
K
^
C
1
t0 -j W R C-. « a
V
G G
E
k
C-
r C
H
R
'D y
r J
C y
E:_,
y
...
a
s4^
eE
v
R
^. v, A
S
G
C
w
y
a.^-
eC
7
C
^- C R
C
0. dC
.' C
y
C. 11
C(^' v y ccC
tko
E o v ^ >. x= C
y
L C
w G
p
C
C.
t:
:'
5 .c ac
^
73
F .v.
i v
y ^' 2
E
w ^ Z
R
y R
K ,YJ
C 0.C
R
,^
R
C W,
C.. R
N
-a -5 v R
C cRe '^ y L Cl.
L
« . C 0. C J
'O
X
X G
a 7C . C
,^
CL
tz
"O ,..
y
y C C
R A
O!
J O C..« « R C
v
C
.SC
1= C
1
Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV
c
b u x
Y r
Ev
0 c a
" x
W.
. ^ a E c .Y oc no GE my oG 0.
CC u
.0
c 7 _
C
3 E C- E
00 C^
b c .E K E y olj^ u
c
_ a fi r'
0 :J
C 0 J
05
u E o P-'9 c
y c^
.i0 ^ L N
t
7 0 C
^ • x E
y G
63
64
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antlretroviral Pada Anak DI Indonesia
Lampiran A, Bagian A: Stadium Minis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b Stadium klinis 1 Asimtomaril: I,imfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2 1 Iepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana Erupsi pruritik papular lnfeksi virus wart lugs r inguLzr i hei&ks Moluskum kontagiosum luas
IJIserasi oral berulang Pembesaran kelenjar parotis persisten yang ridak dapat dijelaskan f.ritema ginggival lineal Ilerpes zoster Infeksi saluran napas atas kronik atau benilang (otitis media, otorrhoca, sinusitis, tonsillitis Infeksi kuku oleh fungus
Stadium klinis 3 Malnutrisi sedang yang ridak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap terapi standara
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih) a Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dan 37.5°C intcrmiten atau konstan, > 1 bulan) a
Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pcrtama kchidupan) Oral b dn- leukoplaks'a Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
TB kelenjar TB Paru Pneumonia baktcrial yang berat dan berulang Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik Penyakit paru-berhubungan dcngan HIV yang krotuk rermasuk bronkiektasis
Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8g/dl ), neutropenia (< 500/mm') atau rrombosiropenia (< 50 000/ mm3)
r
Lampiran A
Stadium klinis 4 n Malnutrisi, toasting dan stunting berat yang tidak dapat dijclaskan dan ridak beres. pons terhadap terapi standara Pneumonia pneumosistis lnfeksi bakterial berat yang berulang (misalnva empiema, piomiositis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia) Infekst herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun) TB ekstrapulmonar Sarkoma Kaposi Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru) Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus) Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset umur > lbulan Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomvcosis) Kriprospoddiosis kronik (dengan diarea) Isosporiasis kronik Infeksi mikobakteria non-tuherkulosis diseminata
Kardiomiopati atau nefropari yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel 13 non-Hodgkin atau limfoma serebral Progressive multifocal leukoencephalopathy
Catatan: a. l'idak dapat dijelaskan ebrarn kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan olch sebab yang lain b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat discrtakan pada kategori ini
65
66
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapl Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia
Lampiran A, Bagian B: Kriteria Presumtif dan Definitif Untuk Mengenali Gejala Minis yang Berhubungan dengan HIV/ AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV a
Stadium Minis I :lsimtomatik
'I idak ada kcluhan rn;tupun tanda
Diagnosis klinis
I,imfadenopati gencralisata persisten
Kclenjar Iimfc mcmbesar atau
Diagnosis Minis
membengkak > 1 cm pada 2 atau Icbih lokasi yang tidak berdekatan, sebab tidak diketahui
Stadium klinis 2 Hepatosplenomegali persisten yang tidak
Pcmbesarut han dan limpa tanpa sebab pang jelas
Diagnosis klinis
Iasi vesikular pruntik papular. Senng juga ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi, kemungkinan skabies atau gigitan scrangga harus
Diagnosis klinis
dapat dijclaskan Erupsi pruntik papular
disingkirkan Infeksi fungal pada kuku
Paronikia fungal (dasar kuku mcmhengkak, mcrah dan nyen) atau onikolisis ',Iepasnya kuku tanpa
Diagnosis klinis
discrtai rasa sakit) Onikomikosis proksimal benvarna putih jarang timbul tanpa disertii imunodcfisiensi Keilitis angulans
Sariawan atau robekan pada sudut mulct bukan karena defisiensi vitamin atau Fe membaik dengan
Diagnosis Mints
terapi antitungal
i
67
Lampiran A
Erirccnm:i ginggnva Linea
<;ans / pita eritem yang mengikuti
Diagnosis Minis
kontur garis ginggiva yang bebas, sering dihubungkan dengan perdarahan spontan
Infeksi virus wart luas
Lesi wart khas, tonjolan kulit berisi seperti huliran bergs ukurin kecil, teraba kasar, atau rata pada telapak kaki (lantar warts wajah, meliputi >
Diagnosis klinis
5'o permukaan kulit dan merusak penampilan Moluskum kontagiosum luas
Lesi: benjolan kecil scwarna kulit, atau keperakan atau merah muda, berbentuk kubah, dapat disertai bentuk pusat, dapat diikuti reaksi
Diagnosis klinis
inflamasi, meliputi 5% perrnukaan tubuh dan ganggu penarnpilan Moluskum raksasa menunjukkan imunodefiensi lanjut Sariawan berulang (2 atau lebih dalam 6 bulan)
Kondisi sekarang ditambah paling tidak I episode dalam 6 bulan terakhir. Ulserasi afta bentuk
Diagnosis klinis
khasnya adalah inflamasi berbentuk halo dan pseudomembran berwarna kuning keabuan Pembesaran kelenjar parotis yang tidak dapat dijelaskan I lerpes zoster
Pembengkakan kelenjar parotis bilateral asimtomatik yang dapat hilang timbul, tidak nyeri, dengan sebab yang tidak diketahui
Diagnosis klinis
Vesikel yang nycri dengan distribusi dermatomal , dengan dasar eritem
Diagnosis klinis
atau hemoragik, lesi dapat menyatu, tidak menyeberangi garis tengah
68
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
lnfcksi Saluran
Episode st:at ini den , iii j .
^lapas Atas herulang ,tiro kronik
tidak 1 episode lain dalam 6 bulan terakhir. Gejala: dcmarn deng,ur nyeri wajah unilateral dan sekresi hidung (sinusitis) atau nyeri telinga
lhat^^:„i, !•.linis
dengan pembengkakan membran (otitis media), nyeri tenggorokan disertai batuk produktif (bronkitis), riven tenggorokan (faringitis) dan hatuk mengkungkung seperti croup. Keluar cairan telinga persisten atau rekuren Stadium klinis 3 M:rlnutrisi scdang yang tidal: dapat
Penurunan herat badan: Berat di bawah - 2 standar deviasi mcnurut
Pcmctaan pada graft pertumbuhan, BB
dijelaskan
umur, hukan karena pembenan asupan makan yang kurang dan
terletak di bawah 2SD, berat tidak naik
atau adanya inteksi lain, dan tidak berespons secara baik pada terapi
dengan tata Iaksana
standar
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan > 37,5°C intcrnuten atau konstan, > I bulan)
Diare berlangsung 14 han atau lebih (feses enter, ? 3 kali schari), tidak ada respons dengan pengohatan
standar dan scbab lain tidak dapat diketahui selama proses diagnosis Pemenksaan analisis feses tidak ditemukan penyebab.
standar
Kultur feses dan pemenksaan sediaan langsung steal
Dilaporkan sebagai dema-n atau berkenngat malam yang
Dipastikan dengan
berlangsung > I bulan, haik intcrrniten atau konstan, tanpa respons dengan pengobatan antibiotik atau antimalaria. Sebab lain tidak ditemukan pada prosedur diagnostik. Malaria harus disingkirkan pad, daerah endemis
riwavat suhu > 37.5°C, dengan kultur darah negatif, uji malaria negatif, Ro toraks normal atau tidak berubah, tidak ada sumber dcmam yang n ata
1
69
Lampiran A
7 kandidlasis oral persisten (di luar masa 6-8
Phil; kckuningan atau putih yang persisten atau bcrulang, dapat
minggu pert ma kehidupan)
diangkat (pscudomembran) atau bercak kemerahan di lidah, palatum atau garis mulut, umumnya nyeri atau tegang (bentuk eritem)
Oral hairy leukoplakia
Bercak linear berupa garis pada tepi
Kultur atau pemcriksaan mikroskopik
Diagnosis klinis
lateral lidah, umumnya bilateral, tidak mullah diangkat TB kelenjar
Limfadenopati tanpa rasa nyeri, tidak akut, lokasi terbatas sate regio. Membaik dengan terapi TB standar dalam 1 bulan
Dipastikan dengan pemeriksaan histologik pada sediaan dari aspirat dan diwarnai dengan pcwarnaan atau kultur Ziehl Neelsen
TB Paru
Gejala non spesifik seperti batuk kronik, dcmam, keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat
Sat atau lebih apusan sputum positif dan/atau kelainan
badan. Pada anak lebih besar mungkin ditemukan batuk berdahak
radiologis yang konsisten dengan TB aktif dan/atau kultur M. tuberculosis positif
dan hemoptisis. Terdapat riwayat kontak dengan penderita TB dewasa dengan apusan positif Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
Ginggivitis atau stomatitis ulseratif nekrotikans akut
Demam dengan napas cepat, client indraa-ink, napas cuping hidung, mengi dan merintih. Rongki atau konsolidasi pada auskultasi. Dapat membaik dengan antibiotik.
Dipastikan dengan isolasi bakteri dan spesimen yang adekuat(sputum
Episode scat ini ditambah 1 episode lain dalam 6 bulan terakhir
yang diinduksi, cairan bersihan bronkus, aspirasi paru)
Papila ulseratif gusi, sangat nyeri,
Diagnosis klinis
gigi rontok, perdarahan spontan, berbau tidak sedap, gigi rontok dan hilang cepatnva massy tulang tissue
70
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
1 T M
IJP simtomatik
Tidak ada pcmcrik;.i.ii Iui
1)1 "71 1,.IK,ul Ito dada: infiltrit, uaterstisial, retikulonodular bilateral, berlangsung > 2 hulan, tanpa ada respons pada terapi antibiotik, dan tidak ada patogen lain ditcmukan. Saturasi oksigen tetap di < 90°- o. Mungkin terlthat hersama kor pulmonale dan fatigue karma peningkatan aktivitas fisik. Histologi memastikan diagnosis
Penyakit paru berhubungan dengan I ITV, termasuk hronkiektasis
Riwayat batuk produktif, lendir purulen (pada bronkiektasis) dengan
Pada Ro paru dapat
atau tanpa disertai bentuk jan tabuh, halitosis dan krepitasi dan atau
diperlihatkan adan}a kista kecil-kecil dan atau area persisten
mengi pada saat auskultasi
opasifikasi dan /atau destruksi lugs paru dengan fibrosis, dan kehilangan volume paru
Anemia yang tidak
Tidak ada pemeriksaan presumtif
Diagnosis dengan
dapat dijelaskan (< 8g/dl), atau
pemeriksaan laboratorium, tidak
neutropenia (<1000/mm3) atau trombositopenia kronik (< 50 000/ mm3)
disehabkan olch kondisi non-I III' lain, tidak berespons dengan terapi standar hematinik, antimalana atau atitihelmintik sesuai pedoman IAICI
I
71
Lampiran A
Stadium Minis 4 ^Ialnutrisi, asting dan stunting herat
Pcnunman beat badan persisten, tidak disclrabkan oleh pola makan
yang tidak dapat dijelaskan dan tidak berespons terhadap terapi standar
yang buruk atau inadekuat, infeksi lain dan tidak berespon adekuat dengan terapi standar selama 2 minggu. Ditandai dengan : wasting otot yang berat, dengan atau tanpa edema di kedua kaki, dan/arau
Terraratnya Berta menurut tinggi atau berat menurut umur kurang dari - 3 SD +/- edema
nilai BB/TB terletak - 3SD, sesuai dengan pedoman MCI WHO Pneumonia pneumsistis (PCP)
13atuk kering, kesulitan nafas yang progresif, sianosis, takipnu dan demam, cheytindrauing, atau stnd(,r
Pemeriksaan mikroskopik imunofluoresens
(pneumonia begat atau sangat bcrat
sputum yang
menurut BIC]). Biasanya onset ccpat khususnya pada bayi < 6
diinduksi atau cairan
bulan. Berespons dengan terapi kotrimoksazol dosis tinggi (baik dengan atau tanpa prednisolon) Moto Ro menunjukkan infiltrat
bersihan bronkus atau histologi jaringan paru
perihilar difus bilateral. Infeksi hakterial begat yang berulang (misalnya empiema, piominsitis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia) Infeksi herpes simplex kronik (orolahial atau kutaneus > I bulan atau viscralis di lokasi manapun)
Demam disertai gejala atau tanda spesifik infeksi lokal. Berespons terhadap antibiotik. Episode saat ini ditambah 1 atau lebih episode lain dalam 6 bulan terakhir
Lesi orolabial, genital atau anorektal yang nyeri, berat dan progresif, disebabkan oleh infeksi HST' saat ini atau lebih dari I hulan
Diagnosis dengan kultur spesimen klinis yang sesuai
Diagnosis dengan kultur dan/atau histologi
72
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
ndidiasi^^ csofagus (atau I' ll trakea, bronkus , atau paru)
menelan (makanan padat atau c,uran). Pada bayi, dicurigai bila terdapat kandidiasis oral dan anak menolak malk an dan/atau kesulitan atau menangis saat makan
nosis dengan penarnpilan makroskopik saat endoskopi, makroskopik dan jaringan atau makroskopik dengan bronkoskopi atau histologi
TB ekstrapulmonar
Penyakit sistemik biasan}Ia berupa den-Lim berkepanjangan, keringat malam, pcnurunan berat badan. Manifestasi klinis terguttung organ yang terlibat seperti piuna stenl. penkarditis , asites, efusi pleura, meningitis, a-tntis, orkitis. Berespons terhadap tcrapi standar anti ' 1'I3
Sarkoma Kaposi
Penampakan khas di kulit atau orofanng berupa bercak datar , persrsten, berwarna merah muda atau merah lebam, lesi kulit biasanya berkembang menjadi nodul
Diagnosis dengan makroskopik BTA positif atau kultur A1 . tuberarlotf, data darah atau spesimen lain, kecuali sputum atau bilasan bronkus. Biopsi dan histologi Tidak diperlukan, namun dapat dikonfirmasi mclalui: lesi tipikal berwarna merah keunguan dilihat mclalui bronkoskopi atau endoskopi; massa padat di kelenjar hmfe, visera atau paru dengan palpasi atau radiologi ; histologi
Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset urnur > I bulan
Ilanya retinitis. Retinitis CMV dapat didiagnosis olch klinisi berpengalanan: lesi mata tipikal pada pemenksaan funduskopi serial; bercak diskret keputihan pada retina dengan batas tcgas, menyebar sentrifugal , mengikuti pembuluh darah, dikaitkan dengan vaskulitis retina, perdarahan dan nekrosis
Diagnosis definitif dibutuhkan dan infeksi di organ lain. Histologi, PCR cairan serebrospinal
73
I ampiran A
Toksoplasmosis susunan saraf pusat
Demam, sakit kepala, tanda neurologi fokal, kejang. Biasany a
(umur r > I bulan)
berespons dalam 10 hari dengan
multipel atau tunggal
terapi spesifik
dengan efek desak ruang/penyangatan
CT scan menunjukkan lesi
dengan kontras Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
Ensefalopati HIV
Meningitis: hiasanya suhakut,
Diagnosis dengan
demam dengan sakit kepala berat yang bertarnbah, meningismus,
mikroskopik cairan screbrospinal
bingung, perubahan perilaku, dan bercspons dengan terapi kriptokokus
atau tinta India),
(pewarnaan Gram serum atau uji antigen dan kultur cairan seebrospinal
Minimal sane dari berikut,
Pemeriksaan
berlangsung minimal 2 bulan, tanpa ada penyakit lain:
radiologis kepala dapat menunjukkan
gagal untuk mencapai, atau kehilangan, developmental milestones, kehilangan kemampuan intelektual, atau kerusakan pertumbuhan otak progresif, ditandai dengan stagnasi lingkar kepala, atau defisit motor simetrik didapat dengan 2 atau lebih dari paresis, reflek patologi, ataksia dan gangguan jalan (gait disturbances)
atrofi dan kalsifikasi ganglia basal dan meniadakan penyebah lain
74
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
KmidlNi Klink \Iikosis endemik
Diagnosis Klinis Tidak ada pemcrikst;in presumtif
I Il:r I ,.i"MVa
diseminata (histoplasmosis,
pembentukan granuloma
coccidiomycosis)
Isolasi: deteksi antigen dan janngan yang sakit, kultur atau mikroskopik dari specimen klinis atau kultur darah
Infeksi mikohakteria non-tuberkulosis
Tidak ada pemeriksaan presumtif
Gejala Minis nonspesifik meliputi penurunan berat badan progresit, den>
diseminata
keringat malam, fatig atau diarc , ditambah dengan kultur spesies mikobaktena atipikal dari feses, darah, c
Tidak ada pemeriksaan presumtif
Kista teridentifikasi pada pemeriksaan feses menggunakan modifikasi ZN
75
Lampiran A
Isosporiasis kronik
Tidak ada pemeriksaan presumtif
Identifikasi Isospora
Limfoma sel B
Tidak ada pemeriksaan presumtif
Diagnosis dengan pencitraan SSP,
non-I lodgkin atau limfoma screbral
Progreni e multifocal lcukoencephalopath}y (PAL)
dan histologi dari spesimen yang terkait Tidak ada pemeriksaan presumtif
Kelainan neurologis progresif(disfungsi kognitif, bicara/ berlalan, rTsualloss, kclcmahan tungkai dan lumpuh saraf kranialis) dibuktikan dengan hipodens substansi alba otak pada pencitraan atau PCR poliomavirus JC
Nefropati karena
Tidak ada pcmeriksaan presumtif
Biopsi ginjal
Tidak ada pemcnksaan presumtif
Kardiomegali dan bukti
I IIV simtomatik Kardiomiopati karena HIV simtomatik
buruknya fungsi jantung kiri yang dihuktikan melalui ekokardiografi
76
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada AnakD1 Indonesia
Lampiran B: Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik l- ii
Apakah anak datang dengan batuk?
_lnak dengan batuk (tanpa mclihat usia)
Oksigen dan foto rontgen dada a
Diagnosis presumtif: pneumonia
Diagnosis presumtiE LIP atau infeksi
baktcri Diberikan
respiratorius akut
anribiotik
oleh virus
Lihat prosedur 20
a. Foto rontgen dada liarus dilakukan, jika tersedia • Pneumonia bakteri : intiltrasi lobar atau bercak-bercak • PCP: infiltrat interstisial bilateral • 'IT3 primer: pembesaran hilus atau nodus limfe paratrake l dengan infiltrasi pulmoiial • l imphoid Interstitial Prtermronitis
(LIP): infiltrat retikulonodular
interstisial bilateral persisten Diagnosis presumptif (berdasarkan foto rontgen dada) harus didasan pada tanda klinis dan pemeriksaan tambahan bila terscdia, seperti mikroskopi sputum dan efusi pleura.
Jn"ted management of adolescent and adulthood and illness. I$'1-HO 2006 in punt Clinical management t f HI1 '/AIDS, .1Iinutry of Pubic Health Thailand 2004
77
Lampiran B
Anak dengan batuk, distres pernafasan berat dan terdapat hasil foto rontgen dada
Distres pernafasan berat dan hail foto rontgen dada a
Dalam profilaksis
Tidak
kotrimoksazol
Pertimhangkan PCP b Terapa dengan kotrimoksazol 15-20 TMP/kgBB/hari, setiap 6 jam, selama 14-21 hari b
Ya Pernmbangkan pneumonia bakteri. Terapi dengan ampisilin intravena atau sefalosforin generasi ketiga c intravena
a. 1 Soto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia • Pneumonia bakteri: mfiltrasi lobar atau bercak-bercak • PCP: infiltrat interstisial bilateral b. PCP merupakan penyakit serius pads anak yang terinfeksi HIV. PCP sangat dicurigai pada anak dengan distres pernafasan akut dan tidak ada riwayat konsumsi profilaksis primer. Terapi TMl'-SMX dosis tinggi harus segera diberikan. Steroid mengurangi mortalitas pada kasus PCP berat. Pada keadaan intoleransi TMP-SMX, obat alternatif yaitu dapson + trimetoprim atau primakuin + klindamisin. c. Ampisilin 25 mg/kgBB intravena atau intramuskular, setiap 6 jam. Pada area terdapat resistensi obat terhadap Streptococcus pneumonia, diberikan sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim 50 mg/kgBB intravena, setiap 6 jam, atau seftriakson 80 mg/kgBB /hari intravena atau intramuskular, diberikan dalam 30 menit, selama minimal 1 i i hari.
78
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia
Anak dengan batuk kering dan terdapat hasil foto rontgen dada Batuk keying dan pcncmuan foto rontgen dada a
'1'idak
Pneumonia
'1'idak
virus
Prednisolon 1-2 mg/kgBB/
Investigasi lebih lanjut
Terapi suportif c
hari, I x /hari, selama 14-21 han , taper off
a. Moto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia. b. limphoid Interstitial Pnetmnorrittic (1.IPP infiltrat retikulonodular interstisial bilateral persisten. UP hanya memerlukan pengobatan apabila timbul gejala hipoksemia. c. Icrapi suportif: • Apabila anak demam (> 39°C), yang menyebabkan distres, berikan parasctamol • Apabila terdapat mengi, benkan bronkodilator kerja cepat • Sekret kental (11 tenggorokan dihisap dengan perlahan apabila anak tidak dapat mengeluarkannva • Pastikan anak mendapat cairan pemcltharaan setiap hari yang sesuai dengan usia, namun huidari overhidrasi • Dorong anak untuk makan apabila sudah dapat makan
Po.- R -k of Hospital Carr %r Children. W7 10 C;uidebes far The Management of Common Illnes s enth Limited Rer^nnr 2005
79
Lampiran B
Apakah anak sedang dare?
Anak dengan diare
Diare selama 4 hari atau Iebih tanpa darah pada feses
Koreksi dengan curan rehidrasi oral atau cairan intravena, kemudian nilai kembali Apabila Panda dchidrasi berat
Obati dengan antibiotik untuk shigellosis:
untuk diare
siprofloksasin untuk
kronik
I nvestigasi lebih lanjut
5 hari
menetap rujuk ke rumah sakit Antibiotik jangan diberikan rutin. Cari penyebab
Pengobatan sclcsai
Gantt antihiotik untuk diare oleh protozoa atau parasit
Diare Akut Diare akut dapat terjadi pada anak dengan infeksi IIIV simtomatik. Daire akut cair (acute watery diarrhoea) didefinisikan sebagai defekasi cair > 3x/ hari dan tanpa darah. Tatalaksana diare akut harus mengikuti pedoman nasional untuk mengatasi penyakit diare dan pedoman untuk tatalaksana untuk penyakit umum pada tenipat dengan sumber daya terbatas.
80
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
• infeksi bakteri lain dapat disertai diare. Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan untuk mencari uifeksi lain seperti pneumonia. • Kultur feses dapat mengidentifikasi Salmonella, Shigellu clan I ibria cholera ataupun bakteri patogen lainnya. • Kultur darah clilakukan bila anak demam atau terdapat tanda toksik. Bakteri seperti Sa/nionelia, ,tifycobaclerium arium carp/e\ atau lainnya sering terdapat pada kultur darah pada anak dengan infeksi HIV. • Anak hares diperiksa lagi setclah 2 hari untuk memantau: dehidrasi yang scbelunmya dialami, usia < 1 tahun, menctapnva darah dalam tinja atau tidak ada perbaikan gejala. Perbaikan didefinisikan sebagai: penambahan berat badan, hilanfmya demam dan darah dalam tinja, frckucnsi diare berkurang dan perbaikan nafsu makan. • Disentri merupakan diare dengan tinja mengandung darah. Sebagian besar disebabkan oleh Shigelth dan hampir semuanya tnemerlukan pengobatan antibiotik. Apabila tersedia, lakukan kultur feses untuk mengidentifikasi Shigella dan bakten patogen lainnya. Tanda diagnostik antara lain: • Darah pada tinja yang dapat terlihat dengan kasat mata • Nyerz abdominal • Konvulsi, Ietargi • Prolaps rektal • I^rekuensi defekasi meningkat • Demam • Dehidrasi Dapat diberikan antibiotik oral selama 5 hari yang masih dapat mengatasi sebagian besar jenis Shi,;el%i, contohnya darn golongan florokuinolon yaitu siprofloksasin. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif karena adanya resistensi yang luas. Diare kronik Definisi diare kronik: feces cair (> 3x/hari) selanna ? 14 hari pada anak dengan gejala infeksi I IIV. Diare kronik umum tenjadi pada anak yang teninfcksi HIV Apabila anak tidak sakit berat (tidak ada darah pada tinja, afebris, tidak dehidrasi, tidak malnutrisi), pantau anak dan pcrtahankan hidrasi dan nutrisi. Penyebab lain diare termasuk kerusakan mukosa, bakteri tumbuh lampau, diare asam empedu atau infeksi CMV. Tcrapi empinik dengan neomisin oral atau kolistin ditambah kolestiramin dapat meringankan gejala. Infeksi HIV sendiri dapat mettvebabkan diare, yang dapat diatasi dengan ART.
81
Lampiran B
Pemeriksaan nukroskopis untuk mengidentifikasi Candida, Cryptosporrdium, :Llicrosporidia dan parasit yang dapat menyebabkan diare persisten. Dapat dilakukan apusan feses dengan pewarnaan tahan asam yang dunodifikasi dan pewarnaan trikrom yang dimodifikasi. Pada apusan feses dican adanya darah dan neutrofil. Penemuan 'nil dapat mendukung diagnosis infekst bakten (seperti Shigella, Sabitonella, Campylobacter). Kultur feses dapat mengidentifikasi mfeksi bakten. Tabel di bawah menunjukkan terapi antibiotik untuk diare
Bakteri patogen pada diare kronik
fir'
IMD1;Y9Y
BAKTERI .Salmonella ( non-typhoidal) Shigella
Siprofloksasin * 10-15 mg /kgBB, 2x/hari, selama 5 hari
Escherichia coli
Tanpa antibiotik
Canrpylobacterjquni
Eritomisin 12,5 mg/ kgBB, 4x/hari, selama 5 hari at-au Stprofloksasin* 10-15 mg/kgBB, 2x/hari, sciama 5 hari
Mycobacterium atium complex
Klaritromisin 15 mg/kgBB/hari, 2x/hari, ditambah F.tunbutol 15-25 mg/kgBB, 4x/hari, ditambah Ritabutin# Gmg/kgBB, Ix/hari
Mycobacterium tuberculosis
Terapi standar untuk tubcrkulosis
Yen-inia enterocolztiaa
1:MP -SM1X (TMP 4 mg/kgBB, S%fX 20 mg /kgBl3), 2x/hari, selama 5 hari
VIRUS Sitomegalovirus
Terapi suportif (terapi dengan gansiklovir mahal)
Rotavirus Terapi suportif
82
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
PROTOZOA Crptospos dirim
Tidak ada terapi yang terbukti cfektif, penvembuhan spontan dapat terjadi setelah pemberian ARV
Ifopora helk
TAMP-S\^fX PAW 4 mg/kgBB, SAXX 20 mg/kgBB), 4x/hart selama 10 han , kcmudian 2x/hari selarna 10 hart. Terapi pemeltharaan dapat dipertimbangkan
Giardia lambka
Metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari, selama 5 hari
Entamoeba hysto/ykca
tiletronidazol 10 mg/kgBB, oral, 3x/hart, sclama 10 hari
Mu7vjpondla
Albendazol 10 mg/kgBB, 2x/hari, selama 4 minggu (maksimum 400 rng/dosis)
PARASIT Stroq,yloide.c
Albendazol 10 mg/kgBB, 1x/Iran, selama 3 han (rnaksimum 400 mg/dosis)
JAMUR Candida alhicans
Nistatin 100.000 IU, oral, 3x/hari, selama 5-7 hart untuk kasus ringan Altematif : Ketokonazol 5 mg/kgBB/dosis lx/hart atau 2x/hari atau Flukonazol 3-6 mg/ kgBB lx/hari Ouga dapat untuk kasus sedang sampai hcrat)
* Tidak dapat digunakan pada bap dan anak < 5 tahun. Kuurolon dikonsumsi secara oral dapat menyehahkan masalah tulang pada hewan dan hams hart-hati bila diherikan pada anak. # Rifahutin tidak tersedia di kawasan Asia "lenggara. Semua dosis unnrk satu kali pembenan.
83
Lampiran B
Apakah anak sedang demam?
C
Diagnosis malaria dan pengobatan sesuai dengan pedoman nasional malaria b
Anak dengan demam
11
I noes tigasi lebih lanjut dan terapi suportif sesuai pedoman nasional dengue b
• Punksi lumbal (bila mungkin)
Irhat lampiran A
• Obati meningitis dengan antibiotik intravena c
a. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh > 37,5°C (aksila); 38°C (oral); 38,5°C (rcktal) • Demam persisten : dcmani lebih dari. 5 hari • Demam rekuren : demam lebih dari 1 episode dakun periods 5 hari Anak mungkin deniam sebagai akibat penyakit anak uruumnya , penyakit edemik , infeksi oportunistik atau bakteri yang serius , neoplasma dan/atau I IIV itu scndin . Dengan adanya kemungkutan tersebut , demam dikaitkan dengan tanda dan gejala spesifik. Anamnesis teliti: • Berapa lama demam ? • Apakah ada gejala lain ? • Pengobatan apa yang telah diberikan pada anak ? b. Ikuti pedoman tats laksana spesifik. c. Infeksi SSP dapat menyebabkan demam persisten atau rekuren tanpa tanda abnormalitas neurologi . Ultrasonogram kranial dan / atau abdominal mungkui berguna . Kultur sumsum tulang dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kultur darah. Mikobaktenimia mudah dideteksi melalui aulomaled culture system.
84
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Anak dengan demam persisten atau rekuren
Anak dengan demam pcrsisten atau rekuran
l Pcriksa: • TB
Tanda/gejala penyakit terkait HIV'
• Infeksi • Infeksi fungal sistemik 1h,cobacterium atrium complex Bacterial foci Penyakit virus
Investigasi Iebih lanjut Investigasi lebih lanjut dan terapi suportif dan terapi suportif sesuai indikasi sesuai indikasi
a. Pcrtirnbangkan: • Panda/ gejala penyakit terkait HIV • Periksa oral thrush • Periksa lesi kulit • Periksa tanda lokal spesifik
• Apabila dalam ART, periksa kejadian simpang akibat ARV • Apabila dalam ART, periksa IRIS b. Apabila dernam tinggi persisten dan curiga infeksi bakteri, periksa infeksi fokal. Terapi empirik dengan sefotaksim 50 mg/kgBB intravena atau intratnuskular setiap 6 jam atau scftriakson 80 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal dibcrikan dalam 30 menit. lika demam menghilang, namun sumber masih belum diketahui, terapi dapat dihentikan setelah 7-10 hari.
1
85
Lampiran B
Apakah anak mempunyai abnormalitas neurologi dan/atau sakit kepala?
Anak dengan abnormalitas neurologi/sakit kepala
1 Anamnesis teliti: Apakah terdapat kclcmahan di bagian tubuh • Apakah baru mengalami kecelakaan dan trauma Apakah baru mengalami kejang • Obat apa yang sudah diminum anak Apakah anak mempunvai kesulitan konsentrasi / mcmusatkan perhatian Apakah perilaku anak berubah Apakah anak tampak bingung Apakah gejala terjadi tiba-tiba Apakah gejala berkembang progresif
Pemeriksaan klinis • Apakah ada tanda neurologi fokal • Pcriksa paralisis Hasid • Periksa kekuatan • Masalah berjalan
• Masalah berbicara • Masalah pergerakan bola mata • Penksa kaku kuduk • Apakah anak tampak bingung
• Jika satu patogen telah dndentifikast, tempi 10 sf suai rekonnendasi (prosedur 21). • jika ada defisit neurologi fokal, pencitraan neurologi (misal Cl' 'Scan dengan kontras) diperlukan untuk menvingkirkan infark serebral, perdarahan, limfoma dan lain-lain, sebelum diagnosis ensefalopati HIV ditegakkan. • Pada infeksi toksoplasma yang didapat, CI' scan akan menunjukkan inassa hipodens multipel dengan penyangatan tepi (nng enbuncemenl). Path lunfoma SSP akan tampak lesi tunggal isodens atau hipodens yang menyangat dengan kontras. Atrofi otak lebih tnenunjukkan adanya ensefalopati HIV. Penyebab lain abnortnalitas neurologi pads arutk terinfeksi HIV yaitu ensefalitis CMV, tuberkuloma SSP atau leukoensefalopati multifokal progresif. • Hitung CI)4 dapat membantu menentukan kemungkinan infeksi oportunistik mana yang ditemukan.
86
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Anak dengan episode abnormalitas neurologi Anak dengan episode progresif I
abnormalitas neurologi
J-Disfungsi kognitif atau motorik progresif atau sty
Ya
Tidak
Obati sebagai HIV ensefalopati • Terapi suportif • Pertimbangkan ART Punksi lumbal jika mungkin • Periksa meningitis bakterial
Episode akut b
• Periksa meningitis kriptokokus • Periksa meningitis TB
K
Cairan serebrospinal menunjukkan kemungkinan infeksi spesifik c
Ya
)hat Want; jeiual
Tidak Kenaikan tekanan cairan scrcbrospinal
Curiga Ya perdarahan SSP arau Iesi desak massy
Tidak HIV ensefalopati dan mulai ART d
a. Definisi: Ensefalopati progresif Penurunan progresif fungsi motorik, kognitif atau bahasa, bukti hilangnya atau keterlambatan tumbuh kembang, onset dapat awal sejak tahun pertama kehidupan atau dapat terjadi kapan saja. Ensefalopati statik: disfungsi motorik dan defisit perkembangan lainnya yang derajat keparahannya bervariasi, namun tidak progresif, ditemukan pada pcmenksaan neurologi dan tumbuh kembang secara serial. Episode akut: onset akut kejang, kelainan neurologi fokal (seperti toksoplasmosis) atau meningisnn ^ s (seperti meningitis kriptokokus, meningitis bakterial, meningitis'I'B atau ensefalitis CMV). Ananuiesis teliti dan pemeriksaan fisik termasuk pcmcriksaan neurologi dan pemeriksaan tumbuh kembang sangat penting karena penatalaksanaan episode akut berbeda antara enscfalopati progresif atau stank.
87
Lamptran B
b. Episode akut dapat terjadi pada anak terinfeksi HIV yang sebelumnya sehat atau dapat terjadi pada anak yang stuiah didiagnosis ensefalopati HIV. c. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan: • Meningitis akut: hitting leukosit > 100/mm3. Pewarnaan Gram clan kultur cairan serebrospinal, apabila memungkinkan, dapat menunjukkan adanya bakteri. • Meningitis kriptokokus: pewarnaan tinta India dapat menunjukkan scl rag'. Antigen kriptokokus dapat dideteksi dalam serum atau cairan serebrospinal. • Meningitis fungal: kultur cairan screbrospinal dapat mendeteksi infeksi jamur. d. Rejimen ART harus termasuk AZT atau d4'T karena penetrasi SSP yang tinggi.
88
Pedoman TTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia -tom/ 'l
I )irai
oimulasi cian Dosis Anti Retroviral Un
E E
E
c
Anak
89
Lamplran C
rl
"
.0 0 A
a
t -^
y
c
M
@
-
EA
CG R ^
bpd
7
i
V
JC
a
E u
ll ri
aC
^p^
k C] ^i R
'
n
W
V
t
5 ,c
R
v M E EGni E d
Cl '^
Al 7 C1
.=
a ='
v EO n M
L
R
n
A A
E ^3S
Ea cx` v
E
^
'^
q^ o E F
E
E
c °
J k iF'
E E
^ k_
a
E
.9 'C A j F C
Ep
E
'^ ^C U^ k Obi
v a
u
A
s
7
"
,
7
E
-b c ro
R
E .Q 0 W
C
_
L y
v
a 7
S L
A O CO
S \
u
,^
3CE ^ E
`A
v`7
-
a
r,
m L 'L
"
E
^
w
c E E
^tl
90 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
60
E
S x
a
N1
L
x
k
^
^ e
6b
v -
a^
x x
c ^
_s
K
c
i
El
'G
o9
r:
... ? n F E m E E S
yC
1 Y F N E
a Lea
en
d L'
Y
`^'
7
77
•C 7 N j
.
-
,
E O
c!
b r C1
E C1
n
s
L
\ ', 'C h Cv S
R
S
a ° 0 nk E
00
E
c x
aE
q ^ T
7
E cry
^4 2
;
C
.Ni
91
Lamph'an C
po n qq C C L/
7 q
a> a .'n 'II . D '^ ^ S "C T ✓ m
fl
`^ _
'C S E R
b
.^
C
I
^
u
n
6.
u e^^, y a
A 00 D
L '^ I
t ^F
'^ OCQ a f1 fl
^ a P
^ € a
R
Ei^E
E
v lilA V^^ Gig E
^m
CA
,^
II II II II
EEEE O O O
E ? eo ac ec o E •o 'C E 'o r-^ £ 'k cz £ cdf^, ^°-
E
ci
,n
Cl
a S
^
E E ^
E
-^
-
Al
A
h OC
a
E3
A
n E 60 E £
60 E
C ^e ^T k3
' 7 0. ^ M -y
_ a7
92
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
R
5
R
R
k
L
E'°
° J L E EL
R
E so so c
E
Y
L
;
a
C^i
'
c
F
g
L
a
3
L L C{ ^L
Sis
73 L 'J^.'(' ' J p, ' tea" ..^. :S
K
L
1'1 ..^R
.,N N n \ UM
C
E
o"
J
Y
r.1 E
f
N
E
S
., /
`
9
O pr
C, I
R
^
.Y c ^9 R
V
a
LE
Al
c o
g
E 6p^ "q
.^ .n' o " -^ ^ r _
A
n
c
E n
S
b
to ` o-
OC E
5
;
L
y
y e 0 a V ci 6k R E ' F? +
M, 4C - .. E o 0 c a
? c
c
R
EY
o
^^ A a E
8E .n
+ o, .0 7 C° N . 5 Rc a c E ' a eo c F o. eo a a o E F n. ° ' q E 7 t
C- r
e
to 3 R a„ a c{ a b n n
.. C+
M
"'
7^ ' 9
c R c v
A
i+ ,S A' C X^
a
.9
W L L ^O
N 7
R
a
E
-be.
w'^ E'A c x
ti q .L S .C.^ - R
v
,I
E
E
gg k -^'
x^ !o
t R
° L 5 E -^ \ \ R E -
E r _ v 0
R
g ^
a . S' c R
E
^C
C
E
❑ cf
E
\
E
,^4 C O $o kc" R c R R co L Fi G E
93
Lampiran C
Table 20: Dosis Tablet Fixed Dose Combination (FDC) pads anak
Stavudine (D4T )/tablet (mg)
Lamivudine (3TC)/tablet (mg)
(NVP)/tablet (mg)
Paediatric FDC 6 dual
6
30
-
Paediatric FDC 6 triple
6
30
50
Paediatric FDC 12 dual
12
60
-
Paediatric FDC 12 triple
12
60
100
Singkatan Menurut WHO
Rejimcn D4T 3TC NVP Rcntang Badan
Rcjimcn D4T 3TC EFV U°ste
Inittiasi Pemherian ARV
pemeliharaan
Hari 1 sampai 14
Nevirapine
D41' 3TC
EFV
setelah inisiasi
't'ablet
Tablet
Tablet
Tablet
'T'ablet
Triple
Dual
Triple
Triple
Dual
Dual
pagi
malarn
pagi
malam
pagi
malam
1
1
1
1
4-4.9kg
1
1
1
1
5- 5.9 kg
1
l
I
I
6 - 6.9 kg
1.5
1.5
1.5
1.5
7-7.9kg
1.5
1.5
1.5
1.5
Badan
8-8.9kg
1.5
1.5
1.5
1.5
< 10 kg
9-9.9kg
1.5
1.5
1.5
1.5
10-10.9kg
2
2
2
2
2
2
200mg
11-11.9 kg
2
2
2
2
2
2
100 Mg
12-13.9 kg
2
2
2
2
2
2
200 mg
1.5
1
200 mg plu,
1.5
1
3- 3.9 kg
FDC. 6
Tablet
ha EFV mal males
EFV6dak butch diberikan pa d a B erat
14 - 16.9 kg
17-19.9 kg
20 - 24.9 kg
IS - 29.9 kg
FDC 12
1.5
1.5
1.5
2
1
1
1.5
2
1.5
1.5
1.5
1
1
1.5
2
1.5
2
50 mg 200 mgp1tv, 50 mg 1.5
200 mg plus 2x50mg 2(X) mg plus 1 i0 nug
94
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV clan Terapi Anuretroviral Pada Anak Di Indonesia
Lampiran D:
5
R ^ n n R a
~.
JY , y x
J
LY
.^
%
= C
n
^
r
c R a 3 C
'^
2L n t c n ^' S
n
F
e
C. :C
7c
^ p
C
-=
'n
m x X n^ b fi
A
x a ^'
^,a
V o i VO ` R w L
^2 cL
L'
d ^ c ` a^
C 'C
r x a.. c
.C ..C C U x ^^? xGti s 5
^,y C
'G w c.
.C C O
c
E N
a
^ ,° fi
I
95
Lamplran D
a^
_
_ Z
.7i
a r
u
v
•.
o
20 0 3 •O ^ J-^
-
f-= c n E
Y c
! cc` `r a
7 i ^, p
.'
" S rt A
C^
Ez cc ^ a
^^
se
R'^
N c °a$ 5
L
y u ^ 'O M
I
i
tl
OC
R
R
L
'^
R^
.
5W "'cam R,a
R
CM
R ri 0.F-
^
U Z m .c ^. E 3
F
R R
R
Y^ E 6
E--
it
R
96
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretroviral Pada Anak Di Indonesia
^ i
f •a ? L
y
^
S ^ .i c7i +'e
R C
75 1F ty
:2 :7
9ai
a
a G
G
tl 4[ D iv
ti
C ^
'a Q C G
L
R
^ .C -- F: 00
.^ m '^ c -+: R y
C
C G. -Y -L C re-^7
e o
a0 x v
1 .- •^ 5 ^ ^ ^e $
c 8 H C
u
G
y L a .`^
^
`7
^
J
C y w R F
G c^,
a
lo'a '
e rC
O. C ? 3 B
l
7
1 a •v L^•7
2c
-2
13 v '.r
^ ^ x u ..
R S Y t ya •7 I n i .
$ c o
•c •^ a ^ C a
Y t
go
C
n
M
N h
J C
c y^ R
^ ^Q ^
R
r
JC
X
Y
'r
F=
F C] a F.
C
'
a =
Ci
^
Y
1
97
Lampiran E
roksisitas Akut dan Kronfl
Reakri SimpvnB . lk •u Semis Hepatitis stmtomatik akut (NNR'I'I, tenuama NVI H\ - lchih iarang; NRTIs atau P1) • lktenis
Transamunase
•
Hentikan scmua ARV
• Pembesaran hepar • Gejala gastrointestinal
nieningkat Bilirubin meningkat
•
sampal gejala membaik Pantau kadar transaminase,
•
• Fatigue, anoreksia
biliruhin
• Mungkin ada gejala
•
Bila sebelumnya memakai NVP, tidak boleh digunakan lagi seumur hidup • Setelah balk - ART dimulai lagi ganti
hipersensitivitas (kulit
kemerahan , demam, gejala sistemik), timbul dalam 6-8
minggu • Mungkin ada gejala asidosis laktat yang terjadi sekunder
NVP dengan alternatif
pada golongan NRTI
lain A1'A1 - ART yang lalu dimulai lagi dengan
pemantauan ketat; bila gejala herulang gunakan ARV lain
Pankreatitis akut ( NRT1, terutama d4T, ddI ; 3TC Iebih jarang) • Mual dan muntah hebat
Amilase pankreas
• Hentikan scmua ARV
• Nyeri perut hebat • Mungkin disertai gejala asidosis laktat
mcningkat Lipase meningkat
•
.
sampai gejala hilang 1'antau kadar amilase, lipase • Sctelah gejala hilang mulai lagi pemberian ART
dengan penggantian obat NRTI, terutama yang tidak menyebabkan foksisitas pankreas `
98
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
Manifestasi Minis yang Munitkin (Obat ARV)
Kelainan Laboratoriurn yang Mungkin'
Imph'kasi padaTata Lakgama Obat Antiretroriral
Reaksi hipersensitivitas (ABC atau NVP) • ABC: Kombinasi onset akut gejala respirasi dan gastrointestinal setelah mulai minum ABC;
• Peningkatan •
Segera hentikan semua ARV sampai gejala
transaminase
menghilang
• Hitting cosinofil meningkat •
NVP atau ABC jangan diberikan lagi scumur
termasuk demam, mual,
hidup
muntah, fatigue , mialgia,
•
diare nyeri pcrut , faringitis,
Sesudah geiala membaik, mulai ART lagi dengan
batuk, sesak ; lesi kulit (umumnya ringan) dapat
me anh ABC atau
NVP `
timbul; gelala memburuk dengan cepat terjadi dalam waktu 6 - 8 minggu • ,V l''P: Gejala sistemik demartt, mial g ia, artralgia, hepatitis, dapat disertai lest kulit
Asidosis laktat (NRTI, terutama d4T) • Kelmahan dan fatigue umum
• Gejala gastrointestinal (mual, muntah, diare,
• Anion gap meningkat • • Asidosis laktat
Hentikan semua ARV
• km inotrans fcrase •
Gejala karena acidosis
sampai membaik laktat mungkin akan
meningkat
raven pent, hepatomegali,
• CPK meningkat
tents herlangsung atau
anoreksia, penurunan berat
• LDH meningkat
memburuk meskipun ARV sudah dihentikan
badan atau berat tidak naik)
• Mungkin disertai hepatitis atau pankreatitis • Gejala respirarorik (takipne dan dispneu)
• Gejala neurologis (termasuk kelemahan motorik)
•
Sctelah gejala menghilang, ART mulai diherikan lagi dengan pemberian NRTI alternatif dengan risiko toksisitas mitokondria rendah (ABC atau AZT)
99
Lampiran E
Kelainan kult hehat/Stevens Johnson Syndrome (NNR II, terutarna NVI1 L+ \ lebih r
jarang) • Lesi kuht umumnya muncul
pada pembenan 6-8 minggu pertama • L e.4 ringan sampai sedantr bcntuk makulopapular, entematus , konfluens , ditemukan terutama pada tuhuh dan lengan, tanpa gejala sistemik • I rri knk7 yang berar lesi luas
•
l'eningkatan
aminotransfcrases
lika lesi ringan sampai
sedang, ART dapat diteruskan tanpa harus dihentikan tetapi dengan pemantauan lebih ketat Untuk lest yang mengancam jiwa, hentikan semua ARVsampai gejala reda • NVP tidak boleh diberikan
dengan deskuamasi basah „
lagi seumur hidup
angioedema, atau serum sickness - like reaction ; atau lesi kuht dengan gejala
• Setelah gejala membaik, ART dimulai lagi dengan mengganti NVP (banyak
konstirusionalseperti
ahli tidak menganjurkan
demam , sanawan , melepuh,
pemilihan NNR11 lagi bila
edema fasial, konjungtivitis
sehelumnya ada Sindrom
• Sindrom Stevens Johnson yang mengancam jiwa atau toxic epidermal necrolysis
Steven Johnson karena NVP)
Anemia berat (AZT) • Pucat, takikardia
Haemoglobin rendah
•
Bila tidak ada reaksi
• Fatigue
dengan terapi simtomatik
• Gagal jantung kongestif
(misalnya transfusi), hentikan AZ'h saja dan ganti dengan NRTI lain
Netropenia berat (AZT) • Sepsis/ infeksi
• l litung jenis nerrofil rendah
• Bila tidak ada reaksi dengan terapi simtomatik (misainva transfusi), hentikan AZT saja dan tnn ci(:uall A k I
100
PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
t
Reakci rinrpan, kronik (lumbar) yimg senus Lipodistrofi/sindrom metaholik (d41; I'I) Kehilangan lemak arau
• Hipertriglisendenua
• Penggantian d4 Tdcngan
penumpukan lemak di regio tubuh tertentu: - Penumpukan lemak di sekitar perut, buffalo
• I liperkolestrolemia • Kadar HDL rendah • Hiperglikemia
ABC atau AZT dapat mencegah atrofi lebih lanjut . Pertggantian PI dengan
hump, hipertrofi
\NRT1 akan menurwikan
mammac
ahnormalitas kadar lipid serum
- Hilangnya lapisan lemak dari tungkai, bokong
dan wajah, bervariasi • Resistensi insulin, termasuk diabetes mclhtus • Risiko potensial unruk
penyakit arten koroner Neuropati perifer yang herat (d4T, ddl; 3TC lebih jarang) • Nyeri, kesemutan, kebas
Tidak ada
tangan dan kaki, menolak
berjalan • Kehilangan sensoris distal • Kelemahan otot ringan clan areHeksia
• Hentikan NRTI yang dicungai saja dan ganti
dengan NRTI lain yang tidak mempunyai efek neurotoksisitasc • Redanya gejala mungkin memakan waktu lama
Singkatan: ARV - obat antirctroviral; ART - tcrapi antirctroviral; CPK - creatinine phosphate kinase; LDH - lactate dchydrogenasc; IIDL - high-density lipoprotein; NRTI - nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor; NNRTI - non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor; P1 - protease inhibitor Catatan: a. Gejala toksisitas yang diakibatkan sebab yang lain harus juga dicari sebelum akhirnya disimpulkan karma ARV. 11kinajcmen pada tabel ini hanva membahas pcnggantian ART, tidak manajernen klinis secara keseluruhan. b. Kelainan laboratorium mungkin ndak seluruhnya ada. c. Penggantian ARV lihat prosedur XIII.
I
101
Lampiran F
Nucleoside R77s Ahacavir (NBC)
Suhu ruant;an
Zidovudine (AZ])
Suhu niangan
Didanosine (dal)
Suhu ruangan untuk tablet dan kapsul. Reconstituted buffered powder harus disimpan dalam pendingin. Cairan oral untuk anak stabil setelah rckonstitusi sel,una 30 hari iika didinginkan
Emtricitahine (FTC)
Suhu ruangan
Lunivudine (3TC)
Suhu ruangan
Stavudine (d4T)
Suhu ruangan. Setelah rekonstitusi, cairan oral harus disimpan dalam pendingin, sehingga stabil selama 30 hari
Stavudine (d4T) + L.amivudine (3T() + Nevirapin (NAB')
Suhu ruangan
Zidovudine (A7. t) + L,univudine (3TC) + Abacavir (ABC)
Suhu ruangan
Zidovudine (AZ'I) + Lacnivudine (3TC) + Nevirapin (NV P)
Suhu ruangan
Non-nucleoside RTIs Efavircnz (F.FV)
Suhu ruangan
Ncvirapin (NVP)
Suhu ruangan
102
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Protease inhibitory Atazanavir (ATV)
Suhu ruangan
Indinavir (IDV)
Suhu ruangan
Fos-amprenavir (Fos-APB)
Suhu ruangan
L.opinavir/Ritonavir
kapsul
Dalam pendingin untuk jangka lama.
Lopinavir/ Ritonavir
heat-
Suhu ruangan
Pada suhu ruangan stabil selama 30 han
stable tablets Nelfinavir (NFV)
Suhu ruangan
Ritonavir (RTV)
Kapsul disimpan dalam pendingin. Pada suhu ruangan stabil selama 30 han. Suhu ruangan untuk cairan oral (jangan disimpan dalam pendingin
Sayuinavir - bad gel cups. (SQVi,K)
Suhu rutngan
Suhu ruangan : 15-30°C. Pendingin : 2-8°C.
103
Lampiran G
^Derajat Beratnya Toksisitas Minis dan Laboratorium Yang Sering Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang Direkomendasikan
D o
a
u :+
7
°E
oo N
^o _OC
G
O ^ c7 C
V S
E
x ^ A r a ^
Sz ^
a x ^J
1 fl
vv
v v¢
^ ^j
loi^
V
^^
r V
I o
r
Vv
&D E -
E
'-
'0
N O_
-
N
C
(J
C
-.
0 v
00 N
0.
o
I
- O
v
v X
r -
°n x
i C 5 -K
E vi .5
nC
>
F v c v Y.a
fl
E
a _ . u :
4
:jJ11
(^
a 1 a C 'O
c
a
E ^i=
c. 'E
x .a - ^n o i^ o
°e
I
I V x
fly
N M
od-
C
EE o gEx
9 r r
R
E 0 3
q
^
ro E
QC
m
•^.e
E
O
I
104
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
=
- ..
2
v
ro
:R 43
Y e 2 n
S " E
1.
%
x
0
A
A
Z
L
C
x
x
x
? s
A
A
A
'C n
0
?
uv
1
v
uL
E
C ^ .=
L
a
a 3 .r
E
L ^O
^'
Oc,
x
x
c
c
C
=
x c ^ri Cl
F a c'^ ^
c r- .g o C
x o
x c
vi
.r.
4,
7 v
N
I
I
r a
'C
G.
eri
Cl
C
tC
°^o
^
o
^ ^, La •^
'b
v ^u cc ' '^ ya
1
p
0. .0 Y
i ,t L
r R AE
-
C
i k
C k
=i571 = b m C j^
v
o
a 3 nw ^
n ro .,
v; E^ 8 . / E C r
oC
qG CJ
:
:
x
x
x
x
x
O V1
O u
^ CI
O T
C Cl
I
I
I rl
oc ro
o R 7 ro
'^
P tia Y iro. f^ 3 '7 ro
V C ro y 'Y w
d
0. 0.
... ,
7
k
>
c
^ u
Y
ro
a 3
F'
'4
C C :0.
`^ r ,^7 0
ro
d
v
a
Iu^IQ : L 7 7 x
x
X
x
^ uuI CJ
I
I
Cl
.71
6 CC
x
ro
I b
ro
7_
Y G- .^ E i p
Y
a c
EaY
ro 6 C
-^ ro
a„f;
v C, y
«
E ` r. %^ x '^ Y C, ,r ro ca E
.^. .
C C N L
5E
C
z .S E
z
N
L
3;
N 7
x
m
.^ ?
I
_
r= _
I C
_
r
105
Lampiran G
E 5 .j5
y
7
`S R
^1 -
5u R
A
«
k
C
.^+ R
y a O
R R C F C
0
jl
2^ ;f n
>
S R b>
Qa C
»
5
o a
C GC
u R
x
s i c
E
'd a C
u
p
R Y E
c a E v A R
p A _ 'h
EE a L
c
a
o '^ a
5c
'°
E .5
gnu cR A^
s
Z Sc E w
G" E E -
^o
q 'C '9
,S o
G O
E
E 7 ro
E 9 ;7
s
^' ^
E
SS c
^^
^
c ;,^
q
a 3 .M
C
OU
OC .
4 R
o .^ q ^
^
7
^
$
y
^ R 4C is
UVR E E a
^
u R
o X ^^ R
R
p 5C b
0-0
a. R a E o :3
.`S 5o h E 2 'L
^
'a
y ed
L i O .C. a F u ^e ai
R
R
R
R .. C R L
^^ o ri ^ :j
y u
t: r
Leff
•'
u
J-.
a v n eo '^ p pp C F C C i i' a
=
L
a C 7. .a C A o p^
N
E °
'
E
q
a
'7
a
R
'c o ^ C S •^ L ti
-
v
uC E oc
c v bn C y v '."_ 7 Y ^^"y
Gq
ra ^
E
E2
°
sC
E c°
^^ § 9 R
- v
< Zi E o E -P
7
CC r
I
M
W
z
C
s C
7 Y
7 C R
E-^ $ a
C 0
2^
F
?
? kc
^v
106
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
m
eC
O
d
m
a G
p
'V ^0 is .'a
R Y
a
Ero
O C
,
y a E
_\ o
G
^E E^
3
=
E
O
En is 5"
72
nn
E'5 E =
O
R
^M
\ b
€
r ._ c V E
0; 'o K
v c a c
nn
nn
z Y
j
eo F a
.:
c
E
F A°
C
E Y J E
E r
E
EE
a E 'ye d
pp l
.r. I '
° l n I
r .a
C
V
E
R
e^ N ?u-
AA
n ^, ,C N
M
er f^1
J
C 1 --
r] -+
1
it
a
c 5 3
d
C
-. I _c
r
N
Y aC
O 7
x en
c
^_ G
cAG
Y,Ck a
z
Y C ^+ ' d C R K n. C R E 'D
tf C `V ti
- t` 1` X. r ^ I '^ •V
z
Ex en
o f
E
x]
$
E` A c
c O
E
E .0
Y 00
Cl
in f`I
M
.] J
f^
V I I
V V I I
k ^-.
V V I
- OC OC
Cl
N
At
,1^r,
73
14
u v
R
EE
E
En
v
V V
V
er.
z
V
o
b
z
V C ^-
r
Fib
ab
n
A
^
7
v
n
,^"
y
'Sa
'EC
x
= a
v R ' p G ^ y^
b ^ E c
7
O
tL
R 7
a E%
E
v '^
r
1 c_; A a u
107
Lampiran H
Panduan Untuk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder Pada Anak
Profilaksis primer Organisms PCP
Kapan Mulai 141 emberi Anak terpajan HIV Profilaksis kotrimoksazol dibenkan mulai umur 4-6
Rejimen Obai Kotrimoksazol : suspensi (200 mg SMX, 40 mg TMP), tablet pediatrik (100 mg SMX, 20 mg
minggu dan dihentikan setelah risiko transmisi HIV tidak ada dan infeksi HIV disingkirkan
TMP), tablet dewasa (400 mg SMX, 80 mg '1VIP)
Anak terinfeksi HIV Usiu < 1 tahum profilaksis
Rekomendasi (target minimal 3 hari dalam
kotnmoksazol dibenkan tanpa
seminggu atau tiap hari) Usia < 6 bulan: suspensi 2,5 ml
melihat CD4" 'o atau status klinis Usia 1-5 tahun: stadium I IO 2 - 4 tanpa melihat CD4°%° atau Stadium UIIO berapapun dan CD4+% < 25% Usia ? 6lahun stadium V•1-10 berapapun dan CD4+ < 350 sel/mm' atau Stadium WI 10 3 atau 4 dan hitung CD4+ berapapun
an 1 tablet pediatrik atau tablet dewuasa setara dengan 100 mg SMX/20 mg TMP Urfa 6 bulan-5 tabu,: suspensi 5 ml atau 2 tablet pediatrik atau ' tablet dewasa setara dengan 200 mg SMX/40 mg TMP C;sia 6 - 14 tahun- suspensi 10 ml atau 4 tablet pediatrik atau 1 tablet dewasa Usia > 14 tahun: 1 tablet dewasa (atau !/1 tablet dewasa forte) setara dengan 400 mg SMX/80 mg TMP Alternatif 1. Dapsonc 2 mg/kg, 1x/han atau 2. Dapsone 4 mg/kg lx/ minggu
108
PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
TB
Scmua anak yang kontak dengan penderiti '1B aktif, tcrutama yang tinggal
Rekomendasi INH (5 mg/ kg) (max 300 mg) per h an selama 6-9 bulan
serumah, tanpa mclihat nilau CD4+ (Untuk menyingkirkan penyakit diperlukan pemeriksaan fisis, tuherkulin dan rontgen dada) M AC
CD4+ <50 sel /mm' pada > 6 tahun CD4+ < 75 scl/mm3 pada umur 2- 6 tahun CD4+ < 500 sel /mm' pada umur 1 - 2 tahun
Rekomendasi 1. Klaritromisin 7,5 mg/kg/ dosis (max 500 mg), 2x/hari atau 2. Azitromisin 20 mg/kg (max 1200 mg) sekali seminggu
CD4+ < 750 sel/ mm3 pada bay < 1 tahun I lentikan bila CD4+ di atas
Alternatif
ambang selama > 3 hulan
mg' sekali sehari
Azitrornisin 5 mg/kg (max 250
Profilaksis sekunder
Rejimen Obat PCP
Anak dengan riwayat PCP hares mcndapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah
Sama seperti profilaksis primer
rckurensi . Keamanan menghentikan profilaksis sekunder pada pasien ini helum drtcliri,ecara luas TB
Tidak dirckomendasi
I
109
Lampiran H
Denis Infeksi Oportunistik MAC
Saat Memberi Pengobatan
Rejimen
Anak dengan nwayat MAC diseminata harus mendapat profilaksis scumur hidup
Rekomendasi
unnik mencegah rekurensi. Keamanan menghentikan
ditambah etambutol 15 mg/ kg/dosis (max 800 mg) per hari
profilaksis sckunder pada pasien ini helum diteliti secara
Alternatif
luas
Klaritromisin 7,5 mg /kg/dosis (max 500 mg) 2x/han
Azitromisin 5 mg/kg/dosis (max 250 mg) ditambah etambutol 15 mg/ kg/dosis (max 800 mg) per han
Cryptoeoecrrs neoformans orzdiodes in1iii/r!
Histop/auma capsu/atum Penicillum marneei
Anak dengan nwayat meningitis knpto harus mendapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Belum ada data kcainanan penghentian obat secara Iuas Anak dengan riw-ayat histoplasmosis /peniciliosis harus mendapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Belum ada data
Rekomendasi Flukonazol 3 - 6 mg/kg/sekali sehari Alternatif Itrakunazol 2 - 5 mg /kg sekali ^ch:1n Itrakonazol 2 - 5 mg/kg sekali sehari
keamanan menghentikan obat profilaksis T atop/armagondii
Anak dengan nwayat toksoplasmosis serebral harus mendapat profilaksis scumur hidup untuk mencegah rekurensi . Keamanan penghcntian obat profilaksis helum ditcliti secara luas.
Rekomendasi Sulfadiazinc 85 - 120 mg/kg/ han dihagi 2 - 4x/hari ditambah pirimetamin I mg/ kg (max 25 mg) sekali sehari ditambah leukovorin 5 mg setiap 3 han Alternatif Klindamisin 20 - 30 mg/kg/ hari dibagi 4 dosis per hari ditambah pirimetarnin dan leukovorin seperti di atas
110
Pedoman Tatalakcana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Lampiran I: Rujukan Elektronik http://w v.who.int/hiv/en/ littp://www.who.int/3by5/about/en/ http://wwwwho.int/3by5/puhlications/document-,/:uv^ui(ielines/en/ http://wwwwho.int/hiv/pub/prcv_care/put) 18/cn/ http://vvw,wwho.itit/hiv/pub/mtct/guidelines/en/ http://mednet3.who.int/prequad/ http://www:who.int/medicincs/organisation /par/ipc/(Irugl)ric (in(-).shtml,#I III-/:AIDS http://w3.wlxse-A.org/ en/SeciionlO/Section 18.htm h ttp: / /www.unaids.org http: / /www.who.int/medicines. littp://%%Avw.rncdscape.com//i lomc/'Iupics/AIDS/.1IDS.htm1, littp://\k-\v\%-.ai-nfar.org http://w-%Nvv hivandhep:tntis.cc,m http:/ /www.womcnchildrenhiv.org It ttp://vvvvw.bhiva.org/ http://-\\,%v-,v.[)nf.org/ http://\v\v-vv.aidsinfo.rtih.gov/guidelines/ Ii ttp: / /www.cdc.gov /hiv/ trcatment.h trn Iittp://ww\v.1-da.gov/ua,:,Iii/aids/iii%,.litii-J, http://-,v\v-\v.aldsinfo.nih.gov http:/ /www.clinicaloptions.com /hiv.aspx litq)://w\v\v.liopkiiis-aids.edu/ http: //hivinsite.ucsf.edu /InSite http:/ /wtv^v: