Dampak Prinsip Ekstrateritorial Terhadap Regulasi Merger, Konsolidasi Dan Akuisisi Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Ahmad Alfa Oktaviano dan Ditha Wiradiputra Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Kegiatan Ekonomi
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai dampak prinsip ekstrateritorial terhadap regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi dalam hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan pendalaman mengenai dampak dari adanya kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi berskala intenasional terhadap regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi hukum persaingan usaha di Indonesia, dengan membandingkan ketentuan di Indonesia dengan ketentuan di Amerika Serikat, Uni Eropa dan India, sehingga dari hasil perbandingan tersebut dapat ditelaah kelebihan dan kekurangan dari regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi yang ada dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, serta dapat mengetahui batasan-batasan yang muncul akibat penggunaan kedua prinsip tersebut terhadap kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi berskala Internasional dilihat dari sudut pandang hukum persaingan usaha. Penilitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa adanya prinsip wilayah (prinsip teritorial) pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 Indonesia mengakibatkan hukum antimonopoli Indonesia tidak berlaku terhadap badan usaha asing yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia dan melakukan kegiatan usahanya di wilayah Indonesia tanpa memiliki anak perusahaan di Indonesia, sehingga pada akhir penelitian ini disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan perubahan pada regulasi utama hukum persaingan usaha Indonesia, yaitu Undang-Undang no. 5 tahun 1999, dengan mengubah ketentuan mengenai penerapan prinsip teritorial menjadi prinsip ekstrateritorial. The Effect Of Extraterritoriality Principle Towards Merger, Consolidation And Acquisition Regulations In Indonesian Competition Law Abstract This study focuses on the effect of the implementation of extrateritorial principles to the Indonesian competition law regulations regarding merger, consolidation and acquisition. The purposes of this study is to conduct analysis and deep understanding on the effects of International scale merger, consolidation and acquisition activities to the Indonesian competition law regulations regarding merger, consolidation and acquisition, with comparing the Indonesian regulations to the regulations of the United States of America, European Union and Republic of India, resulting in the analysis of the advantages and deficiency of merger, consolidation and acquisition regulations in Indonesian competition law, as to establish the boundaries incurred as the effect of the implementation of both principles to the International scale merger, consolidation and acquisition activities from the competition law point of view.
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
This study is conducted with descriptive analytical method. The results of this study shows that the existance of territoriality principles in Law Number 5 of 1999 of the Republic of Indonesia has the effect to the invalidity of this regulation to the foreign business entity located outside the territory of Indonesia that conducts their business activities inside Indonesian territory without having any subsidiaries in Indonesia, therefore at the end of this study the writer suggest that Indonesian government should amend the main regulation of Indonesian competition law, which is Law Number 5 of 1999, with amending the provisions regarding the implementation of territoriality principles to extraterritorial principals. Keywords: KPPU, principle, territoriality, extraterritoriality, Merger, Acquisition,Competition Law
consolidation,
Pendahuluan Adanya globalisasi menuntut negara di dunia untuk mengikuti perkembangan terhadap kegiatan ekonomi dunia, salah satu caranya adalah
melakukan peningkatan terhadap
kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi, dimana kegiatan ini merupakan salah satu upaya bagi pelaku usaha untuk memaksimalkan keuntungan. Merger (Penggabungan badan usaha), Konsolidasi (peleburan badan usaha) dan Akuisisi (pengambilalihan saham) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pelaku bisnis untuk melakukan restrukturasi perusahaan dan juga ekspansi usaha. Selain itu perusahaan yang merugi juga dengan cara ini dapat mengupayakan agar terhindarnya dari kebangkrutan.1 Negara perlu memperhatikan kebutuhan untuk merubah peraturan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi secara mendalam dan menyeluruh agar negara tersebut mampu menghadapi hukum persaingan usaha internasional. Peraturan merger, konsolidasi dan akuisisi di tiap-tiap negara berbeda-beda, meskipun memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menjaga tingkat perilaku persaingan usaha dan untuk membangun persaingan antar produsen agar tercapai alokasi sumber daya yang efisien.2 Hal ini dikarenakan tidak adanya suatu peraturan internasional yang mendasari dan mengikat mengenai kebijakan penerapan hukum persaingan usaha, sehingga negara-negara di dunia menerapkan hukum negaranya masing-
1
Iswi Hariyani, R. Serfianto dan Cita Yustisia S, Merger, Konsolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaan Cara Cerdas Mengembangkan dan Memajukan Perusahaan, Cet.1, (Jakarta: Visimedia, 2011), hlm. 5. 2 Andi Fahmi Lubis dan Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha, Antara Teks & Konteks, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Deutche Gesselschaft für Technische Zusammenarbeit, GmbH., 2009), hlm. 189
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
masing terhadap pelaku usaha asing.3 Salah satu perbedaan yang ada adalah mengenai yurisdiksi peraturan merger, konsolidasi dan akuisisi dalam hukum persaingan usaha sebuah negara. Di Indonesia, regulasi mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi berawal dari disahkannya Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebelum disahkannya UU No. 5 Tahun 1999 ini, kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi di Indonesia dianalisis dari aspek administratif dan prosedural untuk kepentingan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Aspek persaingan belum dianalisis secara mendalam sehingga dikhawatirkan praktek merger, konsolidasi dan akuisisi yang berlangsung pada masa itu dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pada dasarnya menganut prinsip teritorial dalam hal kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi. Hal ini dapat dilihat dari definisi “perjanjian” yang terdapat pada Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis”, yang kemudian dikaitkan dengan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”. Jika dikaitkan dengan pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Dengan adanya 2 (dua) pasal ini, maka dapat terlihat bahwa perjanjian sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ini hanya mencakup perjanjian yang dilakukan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, dimana hal ini menunjukkan bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menerapkan prinsip teritorial sebagai landasan penyusunannya.
3
David M. Gomes, “Extraterritoriality in Competition Law and Globalization: Square Peg in a Round Hole?”, University of Northumbria, 2005, hlm. ii 4 Syamsul Maarif, Merger dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Degraf Publishing, 2010), hlm.
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
Pengaturan mengenai kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 terdapat pada Bab V Bagian Keempat yaitu pada Pasal 28 dan 29. Kedua pasal ini diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Namun, selama hampir 10 tahun belum ada tindak lanjut dari pemerintah untuk membentuk peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Pasal 28 dan 29 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi, sehingga ketentuan dalam kedua pasal ini bersifat lex imperfecta5, yaitu sebagai suatu hukum yang mewajibkan tetapi tidak mempunyai sanksi6 Pada tahun 2010 dibentuk Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak yang berlaku sejak tanggal 20 Juli 2010. Dengan disahkannya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010, maka implementasi Pasal 28 dan 29 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat berjalan dengan efektif. Setelah diresmikannya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan peraturan pelaksana mengenai pedoman pelaksanaan merger, konsolidasi dan akuisisi yang dapat mengakibatkan tejadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang telah mengalami beberapa perubahan, yang terakhir diubah dengan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Perkom No. 2 Tahun 2013).
5
Pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999 merupakan lex imperfecta. Pasal-pasal tersebut baru dapat diimplementasikan setelah pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah yang disyaratkan di Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2). Pasal 28 ayat (1) dan (2) maupun Pasal 29 ayat (1), kalau berdiri sendiri/tanpa disertai peraturan pelaksanaannya, terlalu kabur untuk dapat diimplementasi. Kedua pasal tersebut secara jelas dimasukkan berdasarkan hasil keputusan untuk melaksanakan pengawasan terhadap konsentrasi dan sebagai alat pengingat dalam undang-undang. Lihat Knud Hansen, et al., Undang-undang No. 5 Tahun 1999: Undangundang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, cet. 2, (Jakarta: GTZ bekerjasama dengan PT Katalis Mitra Plaosan, 2002), hlm. 358. 6 Mukti Fajar ND, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Mandatory vs. Voluntary, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 18.
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan suatu lembaga independen7 yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.8 Pada prinsipnya KPPU berwenang untuk mengendalikan merger, konsolidasi dan akuisisi yang mempengaruhi kondisi persaingan pada pasar domestik Indonesia. merger, konsolidasi dan akuisisi asing yang terjadi di luar wilayah yurisdiksi Indonesia tidak menjadi perhatian KPPU selama tidak mempengaruhi kondisi persaingan domestik. Namun KPPU memiliki wewenang dan akan melaksanakan kewenangannya terhadap merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut seandainya hal tersebut mempengaruhi pasar domestik Indonesia dengan memperhatikan efektivitas pelaksanaan kewenangan yang dimiliki oleh KPPU. Merujuk pada lampiran dari Perkom No. 2 Tahun 2013, KPPU hanya berwenang untuk mewajibkan pelaku usaha merger, konsolidasi dan akuisisi asing untuk melakukan notifikasi dan memberikan hak untuk melakukan konsultasi. Namun, KPPU tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi asing yang mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dalam pasar domestik. Hal ini sesuai dengan prinsip teritorial yang dianut dalam UU No. 5 Tahun 1999. Adanya pengaturan kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi dengan penerapan prinsip teritorial dapat menimbulkan kesulitan bagi KPPU untuk mengendalikan kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi asing, terlebih lagi jika perusahaan asing tersebut tidak memiliki subsidiary/sister company di Indonesia, karena meskipun KPPU mendapatkan kewenangan untuk mengendalikan merger, konsolidasi dan akuisisi asing berdasarkan Perkom No. 2 Tahun 2013, KPPU pada dasarnya tidak memiliki kewenangan ekstrateritorial untuk membatalkan kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi asing yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dalam pasar domestik. Atas dasar munculnya perbedaan pada penerapan prinsip dalam regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi berskala Internasional di tiap-tiap negara inilah penulis melakukan penelitian, dengan tujuan untuk menganalisis dampak prinsip ekstrateritorial terhadap merger, konsolidasi dan akuisisi berskala Internasional terhadap hukum persaingan usaha di 7
Indonesia (1), Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU. No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Ps. 30 ayat (2). 8 Ibid., Ps. 1 angka 18.
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
Indonesia, dimana dalam penulisan penelitian ini akan dilakukan penjabaran terhadap prinsip teritorial dan prinsip ekstrateritorial, seperti definisi dan penerapan kedua prinsip pada regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi berskala Internasional di beberapa negara.
Tinjauan Teoritis 1.
KPPU adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha yaitu komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.9
2.
Prinsip teritorial adalah prinsip dimana suatu negara memiliki wewenang untuk membuat peraturan perundan-undangan, dan memberlakukan dalam wilayahnya serta melaksanakan terhadap orang dan atau badan hukum yang ada dalam wilayahnya.10
3.
Prinsip ekstrateritorial adalah prinsip dimana suatu negara memiliki wewenang untuk menerapkan jurisdiksi suatu negara di wilayah yang bukan merupakan wilayah negara.11
4.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Badan Usaha yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Badan Usaha yang menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.12
5.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Badan Usaha yang meleburkan diri dan status Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.13
6.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pelaku Usaha untuk mengambilalih saham Badan Usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Badan Usaha tersebut.14
9
Indonesia (1), op.cit., Ps. 1 angka (18). Andrew D. Mitchell, “Broadening the Vision of Trade and Liberalisation: International Competition Law”, World Competition Law and Economic Review Volume 24 (Kluwer Law International, 2001), hlm. 348. 11 Ibid. 12 Indonesia (2), Peraturan Pemerintah Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PP No. 57 Tahun 2010, LN No. 89 Tahun 2010, TLN No. 5144, Ps. 1 ayat (1). 13 Ibid., Ps. 1 ayat (2). 14 Ibid., Ps. 1 ayat (3). 10
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
7.
Badan Usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.15
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis, dimana peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait Hukum Persaingan Usaha diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum. Norma hukum yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tipe penelitian yang digunakan menurut sifatnya adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui pengaturan merger, konsolidasi dan akuisisi di Indonesia yang menerpakan prinsip teritorial. Menurut ilmu yang dipergunakan, penelitian ini adalah penelitian monodisipliner, artinya laporan penelitian ini hanya didasarkan pada satu disiplin ilmu, yaitu ilmu hukum. Dalam melakukan kajian terhadap permasalahan-permasalahan di atas, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung melalui penelusuran kepustakaan atau dokumentasi, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.16 Alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen, dimana studi dokumen merupakan alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan untuk mencari landasan hukum dan buku untuk mencari landasan.
15
Ibid., Ps. 1 ayat (6). Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress), 1986), hlm. 32. 16
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis. Sehingga bentuk hasil penelitian ini adalah deskriptif analisis.
Hasil Penelitian Hasil penelitian dari penulisan ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu menerapkan prinsip ekstrateritorial dalam pengaturan merger, konsolidasi dan akuisisi dalam hukum persaingan usahanya, dibarengi dengan adanya peraturan yang mengatur mengenai adanya kontrol dari KPPU terhadap merger, konsolidasi dan akuisisi yang dapat memiliki dampak terhadap kondisi persaingan usaha di Indonesia, dan upaya penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh KPPU untuk mengantisipasi dampak negatif yang dapat timbul terhadap persaingan usaha di Indonesia akibat adanya merger, konsolidasi dan akuisisi suatu perusahaan.
Pembahasan Merger (penggabungan), konsolidasi, (peleburan) dan akuisisi (pengambilalihan) merupakan suatu aksi korporasi yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian kepemilikan suatu perusahaan atau lebih sehingga terdapat potensi timbulnya perubahan struktur pasar atau dengan kata lain meningkatnya konsentrasi pasar. Kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi ini merupakan istilah hukum dan ekonomi yang sangat dekat dan berkonotasi dengan Perseroan Terbatas (PT).17 Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan maksud dari merger, akuisisi, dan konsolidasi. Di dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas digunakan istilah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Sedangkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank digunakan istilah merger, akuisisi dan konsolidasi. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur pula mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Aktivitas merger, konsolidasi dan akuisisi yang sarat dengan strategi bisnis, secara tidak langsung membawa pengaruh pada struktur pasar. Oleh karena itu, perlu adanya 17
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 42
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
pengendalian terhadap aktivitas merger, konsolidasi dan akuisisi yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Alasan inilah yang membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP No. 57/2010).18 Pasal 1 angka 5 UU Persaingan Usaha memuat jangkauan penerapan wilayah berlakunya Undang-Undang Anti Monopoli, di mana undang-undang ini hanya berlaku untuk pelaku usaha yang berkedudukan atau yang melakukan kegiatan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia.19 Ketentuan ini membatasi jangkauan hukum antimonopoli Indonesia kepada badan usaha yang berkedudukan atau melakukan kegiatan di Negara Indonesia. Dengan demikian, jangkauan undang- undang ini berakhir di perbatasan Indonesia. UU Persaingan Usaha membedakan dua kategori prinsip wilayah. Perkataan “…yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia…” menunjukkan kepada prinsip wilayah yang subjektif. Secara alternatif undang-undang tersebut juga diterapkan apabila dilakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia yang dinamakan prinsip wilayah yang objektif.20 Penggunaan prinsip wilayah subjektif (Subjective Territoriality) hanya ditujukan kepada badan usaha bukan perorangan. Secara akumulatif Undang-Undang Persaingan Usaha mensyaratkan bahwa pelaku usaha harus mendirikan usahanya menurut hukum Indonesia dan berkedudukan (tempat kedudukan administrasi di Indonesia). Badan usaha dianggap didirikan di Indonesia apabila nama pelaku usaha tercatat dalam daftar perusahaan nasional, dimana hal 18
Ibid. Dalam Hukum Perdata Internasional (HPI), penentuan hukum untuk badan hukum Internasional ditentukan dengan tiga teori, yaitu: 19
1.
Teori Inkorporasi (inkorporations theory Grundungs-oder Ursprungstheory, incorporation principle). Menurut teori prinsip ini badan hukum takluk kepada hukum tempat ia telah diciptakan, didirikan, dibentuk (“inkorporiertr, state of incorporation”, yakni Negara yang hukumnya telah diikuti pada waktu mengadakan pembentukan daripadanya (droit de la constitution, droit del’Etat ou les formalites constitutive sont remplies).
2.
Teori tentang tempat kedudukan secara statutair (theorie vom statutarischen Sitz, droit du siege statutaire, droit du siege social indique dans l’acte de la societe). Yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana menurut statute badan hukum bersangkutan mempunyai kedudukannya (zatel, Sitz).
3.
Teori tentang tempat kedudukan management yang efektif (theorie vom effektieven verwaltungssitz, droit du siege reel, law of the place of central control). Lihat, Sudargo Gautama, Hukum Perdata Intenasional Indonesia, Cet. Ke-2, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm.336. 20 Knud Hansen, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Usaha, (2002) hlm. 58-59
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
itu akan terjadi setelah diperiksa apakah hukum Indonesia mengijinkan pendirian badan usaha bersangkutan. Tempat pendirian harus di Indonesia. pelaku usaha dianggap berkedudukan di Indonesia apabila tempat kedudukan admininistrasinya secara lokasi berada di wilayah Negara Republik Indonesia. UU Persaingan Usaha dapat diterapkan terhadap kegiatan badan usaha yang beroperasi Internasional apabila pimpinan kelompok usaha berkedudukan di Indonesia, sedangkan anak-anak perusahaan berkedudukan di luar negeri. Adanya prinsip wilayah subjektif ini pada UU Persaingan Usaha Indonesia mengakibatkan bahwa hukum antimonopoli Indonesia tidak berlaku terhadap badan usaha yang didirikan di Indonesia, namun berkedudukan di luar negeri. Dalam hukum Amerika Serikat, prinsip ekstrateritorial dalam lingkup hukum persaingan telah digunakan dalam Sherman Acts 1890, yang menegaskan mengenai yurisdiksi atas perdagangan yang dilakukan dengan negara-negara asing.21 The Clayton and Federal Trade Commission Acts juga memiliki ketentuan yang memberlakukan ketentuan substantif untuk perdagangan terhadap antanegara bagian yang terdapat didalam Amerika Serikat serta perdagangan yang dilakukan dengan negara-negara asing.22 Lebih jauh lagi, prinsip ekstrateritorial di Amerika Serikat disinggung dalam putusan Alcoa tahun 194523, dimana Pengadilan Banding Amerika Serikat (2nd District) menyatakan bahwa sesuai dengan diktum Hakim Learned Hand, dalam hal hukum persaingan, Amerika Serikat memiliki yurisdiksi penuh terhadap segala kegiatan asing jika kegiatan tersebut memiliki efek terhadap Amerika Serikat.24 Dalam hukum Uni Eropa, Pasal 81 dan 82 European Commision tidak menjelaskan apakah Uni Eropa menerapkan prinsip ekstrateritorial sebagai akibat dari pengaplikasian prinsip ekstrateritorial yang telah dikembangkan dalam praktek melalui putusan komisi dan putusan pengadilan, namun yang dapat dipastikan adalah bahwa pasal 81 dan 82 European Commision berlaku di mana pun suatu usaha memiliki kantor pusat atau di mana perjanjian tersebut disepakati.25
21
Griffin, “Extraterritoriality in US and EU Antitrust Enforcement”, 67 Antitrust L.J 159 (1999) Canenbley, Enforcing Antitrust Against Foreign Enterprises (Deventer:Kluwer, 1981), hlm. 7 23 United States vs. Aluminium Co. Of Am., 148 F. 2d416 (2d Cir. 1945) 24 Ibid. 25 Paragraf 100 Artikel 81 dan 82, Guidelines on The Effect on Trade Concept 22
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
Dalam hukum India, sebelum berlakunya The Competition Act 2002 di India, tidak ada ketentuan mengenai yuridiksi ekstrateritorial dari India’s Monopolies and Restrictive Trade Practices (MRTP) Act 1969. Masalah muncul ketika terjadi kasus yang antara American Natural Soda Ash Corporation. melawan The Alkali Manufactures Association of India (AMAI), dimana CCI tidak bisa mengambil tindakan terhadap kartel asing atau mengenai penetapan harga ekspor ke India, juga tidak bisa membatasi impor. Setelah terjadi kasus ini, pada tahun 2002 dibentuk The Competition Act 2002 yang menganut prinsip ekstrateritorial. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 32 The Competition Act 2002 yang menyatakan bahwa Komisi memiliki kekuatan untuk menyelidiki kesepakatan atau penyalahgunaan posisi dominan atau kombinasi, bahkan jika tindakan tersebut telah terjadi di luar India atau pihak atau perusahaan di luar India asalkan memiliki efek buruk yang cukup besar pada persaingan di India. Adanya prinsip wilayah (prinsip teritorial) pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Indonesia mengakibatkan hukum antimonopoli Indonesia tidak berlaku terhadap badan usaha yang didirikan di Indonesia, namun berkedudukan di luar negeri. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap Indonesia, mengingat KPPU tidak memiliki wewenang untuk membatalkan sebuah merger, meskipun merger yang terjadi memiliki dampak terhadap pasar di Indonesia. Dalam kasus Akuisisi Wyeth (Hongkong) Holding Company Limited Nestle S.A (Swiss), KPPU tidak memiliki kewenangan apapun untuk membatalkan akuisisi yang terjadi antara Nestle S.A dan Wyeth (Hong Kong) Holding Company Limited. Hal ini dikarenakan kewenangan yang dimiliki oleh KPPU bersifat teritorial. KPPU hanya bisa mengenakan persyaratan kepada anak perusahaan kedua perusahaan tersebut, meskipun akuisisi Wyeth dan nestle ini berpotensi menimbulkan perilau kolusif di pasar Indonesia. Kewenangan teritorial yang dimiliki oleh KPPU dapat merugikan Indonesia dalam hal adanya perusahaan asing yang tidak memiliki anak perusahaan di Indonesia namun melakukan kegiatan yang memiliki dampak negatif terhadap pasar di Indonesia. Indonesia tidak dapat melindungi pasarnya dari dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut. Berbeda dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang memberikan kewenangan teritorial dalam penegakan hukum persaingan usahanya, pada tahun 1997 terjadi kasus penggabungan perusahaan antara Boeing dan McDonnel Douglas yang menggambarkan penerapan kewenangan ekstrateritorial yang dimiliki oleh Uni Eropa sebagai suatu upaya untuk melindungi stabilitas pasar Uni Eropa. Sebeneranya baik boeing maupun Mc-Donnel Douglas merupakan perusahaan Amerikas Serikat. Mereka merupakan produsen
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
pesawat terbang terbesar no 1 dan 3 pada saat itu. Pada saat kedua perusahaan ini melakukan merger, US Federal Trade sudah menyetujui merger tersebut, namun European Commision melakukan intervensi terhadap merger kedua perusahaan tersebut, dengan alasan karena merger yang dilakukan akan memungkinkan Boeing untuk meningkatkan pangsa pasar dunia untuk pesawat jet komersial dari 64 persen menjadi 70 persen. Hal ini akan menimbulkan sebuah posisi dominan menurut peraturan merger Uni Eropa. European Commision dalam intervensinya mengeluarkan pendapat, sama halnya dengan pendapat KPPU dalam kasus Wyeth-Nestle, yang salah satunya menyatakan bahwa Boeing harus membatalkan kontrak dengan beberapa maskapai penerbangan samapai kurun waktu tertentu. Hal ini dilakukan European Commision agar Airbus industries dapat masuk ke wilayah amerika, sehingga Airbus mampu bersaing dengan Boeing dan Mc-Donnel Douglas apabila kedua perusahaan tersebut merger. Diakaenakan Uni Eropa menganut prinsip ekstrateritorial, maka ia dapat menerapkan kewenangannya terhadap kasus Boeing-McDonnel yang merupakan dua perusahaan Amerika Serikat yang melakukan suatu kegiatan usaha yang dapat mengakibatkan dampak terhadap pasar Uni Eropa, sehingga Uni Eropa dapat melindungi pasarnya dari segala kegiatan yang dapat memberikan dampak terhadap kondisi pasar domestik. . Kesimpulan Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang memuat jangkauan penerapan wilayah berlakunya Undang-Undang Anti Monopoli, di mana undang-undang ini hanya berlaku untuk pelaku usaha yang berkedudukan atau yang melakukan kegiatan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini membatasi jangkauan hukum antimonopoli Indonesia kepada badan usaha yang berkedudukan atau melakukan kegiatan di Negara Indonesia. Amerika Serikat dalam The Clayton Act menyatakan bahwa The Clayton Act berlaku untuk Merger, Konsolidsi dan akuisisi yang memberikan dampak secara langsung terhadap ketentuan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha dan yang memiliki kemungkinan melanggar ketentaun hukum persaingan usaha di masa depan. Uni Eropa, didalam Pasal 81 dan 82 European Commision tidak menjelaskan apakah Uni Eropa menerapkan prinsip ekstrateritorial sebagai akibat dari pengaplikasian prinsip ekstrateritorial yang telah dikembangkan dalam praktek melalui putusan komisi dan putusan pengadilan, namun yang dapat dipastikan adalah bahwa pasal 81 dan 82 European Commision berlaku di mana pun
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
suatu usaha memiliki kantor pusat atau di mana perjanjian tersebut disepakati, yang berarti pasal 81 dan 82 European Commision ini menggunakan prinsip ekstrateritorial dalam hal Merger, Konsolidasi dan Akuisisi nya. Di India, Pasal 32 The Competition Act 2002 menyatakan bahwa Komisi memiliki kekuatan untuk menyelidiki kesepakatan atau penyalahgunaan posisi dominan atau kombinasi, bahkan jika tindakan tersebut telah terjadi di luar India atau pihak atau perusahaan di luar India asalkan memiliki efek buruk yang cukup besar pada persaingan di India. Adanya prinsip teritorial dalam regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi Indonesia dapat berdampak negatif terhadap Indonesia, mengingat KPPU tidak memiliki wewenang untuk membatalkan sebuah merger, meskipun merger yang terjadi memiliki dampak terhadap pasar di Indonesia. Kewenangan teritorial yang dimiliki oleh KPPU dapat merugikan Indonesia dalam hal adanya perusahaan asing yang tidak memiliki anak perusahaan di Indonesia namun melakukan kegiatan yang memiliki dampak negatif terhadap pasar di Indonesia. Indonesia tidak dapat melindungi pasarnya dari dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut. Berbeda dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang memberikan kewenangan teritorial dalam penegakan hukum persaingan usahanya Peraturan perundang-undangan di Uni Eropa memberikan kewenangan ekstrateritorial
yang dapat
diterapkan terhadap kegiatan yang dapat memiliki dampak terhadap kegiatan usaha antar negara peserta Uni Eropa. Hal ini sesuai dengan pengertian pasal 81 dan 82 European Commison. Dengan adanya kewenangan ini, Uni Eropa dapat melindungi pasarnya terhadap kegiatan yang dapat merugikan pasar, termasuk kegiatan yang terjadi diluar wilayahnya namun memiliki potensi mengakibatkan dampak negatif terhadap pasar.
Saran Melihat dampak negatif yang timbul dari diterapkannya prinsip teritorial di regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi dalam hukum persaingan usaha Indonesia, maka sebaiknya pemerintah melakukan perubahan pada regulasi utama hukum persaingan usaha Indonesia, yaitu Undang-Undang no. 5 tahun 1999, yaitu mengubah ketentuan mengenai penerapan prinsip teritorial menjadi prinsip ekstrateritorial. Hal ini dikarenakan UU No. 5 Tahun 1999 masih menganut prinsip teritorial, yang menyebabkan KPPU tidak memiliki wewenang untuk membatalkan sebuah merger, meskipun merger yang terjadi memiliki dampak terhadap pasar di Indonesia. Kewenangan teritorial yang dimiliki oleh KPPU dapat merugikan Indonesia
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
dalam hal adanya perusahaan asing yang tidak memiliki anak perusahaan di Indonesia namun melakukan kegiatan yang memiliki dampak negatif terhadap pasar di Indonesia. Indonesia tidak dapat melindungi pasarnya dari dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut, dikarenakan KPPU tidak dapat memaksa perusahaan asing tersebut untuk tunduk dan patuh kepada KPPU. Melihat pada pengaturan yang tertuang pada Peraturan KPPU No. 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengatur mengenai merger asing yang dapat memiliki dampak terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia, dapat kita lihat bahwa KPPU tidak dapat memaksa perusahaan asing tersebut untuk tunduk dan patuh terhadap KPPU. KPPU perlu membuat
peraturan yang mengatur mengenai adanya kontrol dari KPPU terhadap merger,
konsolidasi dan akuisisi yang dapat memiliki dampak terhadap kondisi persaingan usaha di Indonesia, dan dibarengi dengan adanya upaya penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh KPPU untuk mengantisipasi dampak negatif yang dapat timbul terhadap persaingan usaha di Indonesia akibat adanya merger, konsolidasi dan akuisisi suatu perusahaan Sebaiknya KPPU juga melakukan kerjasama baik dengan lembaga persaingan di negara lain, maupun lembaga pemerintah lainnya di Indonesia. Kepustakaan Books: Canenbley, Enforcing Antitrust Against Foreign Enterprises. Deventer: Kluwer, 1981. Fajar, Mukti. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Mandatory vs. Voluntary. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009 Coyle, Brian. Mergers and Acquisition. Chicago: Glenlake Pub. Co and Fitzroy Dearborn, 2000 Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Intenasional Indonesia, Cet. Ke-2, Bandung: PT.Alumni, 2004. Gomes, David M. Extraterritoriality in Competition Law and Globalization: Square Peg in a Round Hole. University of Northumbria, 2005. Hansen,Knud. UndangUndang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, 2002.
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014
Hariyani, Iswi, R. Serfianto dan Cita Yustisia S. Merger, Konsolidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaan Cara Cerdas Mengembangkan dan Memajukan Perusahaan. Cet.1. Jakarta: Visimedia, 2011. Jones, Alison dan Sufrin, Brenda. EC Competition Law, Text, Cases, and Materials. New York: Oxford University Press, 2004 Lubis, Andi Fahmi. et al. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. Jakarta: GTZ, KPPU dan Pemerintah Jerman, 2009. Maarif, Syamsul. Merger dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Degraf Publishing, 2010 Mitchell, Andrew D.. Broadening the Vision of Trade and Liberalisation: International Competition Law: World Competition Law and Economic Review Volume 24. Kluwer Law International, 2001 Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. cet.3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli. ed. 1. cet. 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Regulations: Indonesia (1). Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU. No. 5 Tahun 1999. LN No. 33 Tahun 1999. TLN No. 3817. _______ (2). Peraturan Pemerintah Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PP No. 57 Tahun 2010. LN No. 89 Tahun 2010. TLN No. 5144. KPPU. Peraturan KPPU tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkom No. 2 Tahun 2013.
Dampak prinsip…, Ahmad Alfa Oktaviano, FH UI, 2014