I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ditetapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Daerah dan Pusat, merupakan wujud komitmen dalam menjabarkan desentralisasi. Kedua undang-undang tersebut diharapkan menjadi jalan keluar yang baik terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh penerapan sentralisasi pembangunan. Di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 diiyatakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah berjalan secara efektif pada tahun 2001. Hal ini berimplikasi terhadap perubahan kebijakan pembangunan di semua sektor perekonomian, dalarn ha1 ini pemerintah daerah akan diberi kewenangan penuh di dalam mengelola dan mengembangkan potensi daerahnya. Kewenangan ini diharapkan mampu dikembangkan terus ke arah kemandirian ekonomi dengan tidak mengabaikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pada masa orde baru, perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan (decision making) selalu ditentukan dari atas (top dawn), sedangkan pemerintah
daerah hanya berperan sebagai pelaksana kegiatan pembangunan wilayahnya. Hal ini berakibat sulitnya pelaksanaan di lapangan, karena banyak perencanaan yang tidak sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing daerah yang mempunyai karakteristik spesifik lokasi yang beragam. Namun, pada masa kini (eru olmomi)
diupayakan untuk memberikan kesempatan dan kewenangan kepada daerah untuk merencanakan, memutuskan dan melaksanakan kegiatan pembangunan wilayahnya berdasarkan usulan dari bawah (bottom up) secara mandiri (Arsyad, 1999). Menurut GBHN (1999-2004), salah satu arahan kebijakan dalam pembangunan perekonomian daerah adalah mengembangkan industri yang berorientasi pada produk unggulan masing-masing daerah. Arahan tersebut merupakan instrumen dalam menjabarkan kebijakan pembangunan perekonomian daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka otonomi. U n t u ~mencennati arahan tersebut, pemerintah Kqbupaten Jeneponto memprioritaskan kebijakan pembangunan di sektor industri sebagaimana yang dituangkan dalam rencana tataruang pembangunan daerah,
karena ditunjang
oleh potensi bahan baku yang cukup tersedia, adanya prospek pemasaran yang cukup cerah, serta kemainpuannya menyerap tenaga kerja (BPS Kabupaten Jeneponto, 2000). Dalam rangka otonomi daerah, Kabupaten
Jeneponto terus
memacu
pengembangan industri sebagai piranti pembangunan ekonomi yang cukup handal dan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup tinggi. Jeneponto Dalam Angka (2000) menunjukkan, bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar
yaitu 59.48 % di dalam perekonomian daerah, menyusul sektor jasa 16.47 % ; sektor perdagangan 6.75 % ; sektor keuangan 4.56 % dan sektor angkutan 4.02 %. Sektor pertanian tersebut sangat berpotensi untuk meningkatkan kemarnpuan sektor industri dengan memanfaatkan pasokan bahan baku terutama dari sub-sektor tanarnan pangan dan hortikultura. Sehingga sektor industri ini diharapkan dapat meningkatkan hilai
Daya Penyebaran (DP). Meningkatkan DP ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menggerakkan kemampuan sektor-sektor lain yang mendukung sektor industri (sektor penerima output dari sektor industri). Untuk mengantisipasi peluang dan tantangan tersebut, dibutuhkan kajian mengenai pengembangan industri yang meliputi peta struktur, potensi, pola industri dan pola pemasaran baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan dengan harapan dapat menjelaskan peluang dan tantangan pengembangan usaha yang menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. 1.2. Perumusan Masalah
Pendapat yang mendukung investasi dalam bidang industri sebagai suatu prioritas pembangunan, didasarkan kepada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan industri menyertai pembangunan.
Oleh karena itu para penganjur
industri menunjukkall bahwa industri merupakan suatu sektor pemimpin (leading sector) karena industri tersebut dapat merangsang dan mendorong investasi-investasi
di sektor lain. Pola pengembangan industri tersebut ditunjukkan oleh adanya keterkaitan (1inkuge.v) di dalam industri sendiri maupun dengan sektor non industri lainnya. Arsyad (1999) menyatakan
ada empat faktor yang dapat menerangkan
mengapa strategi industrialisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dibandingkan dengan strategi substitusi impor. Keempat faktor tersebut adalah : 1. Kaitan sektor pertanian dengan sektor industri
2. Penghematan oleh karena skala besar (economies of scale) 3 . Dampak persaingan atas prestasi perusahaan 4. Dampak kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya Arsyad (1999) membedakan industri dalam tiga golongan yaitu : I . Industri yang didasarkan pada ketersediaan bahan baku (resources based
induslry) yaitu industri yang memproses hasil dari sektor primer, misalnya bahan
pertanian dan bahan makanan. Dalam ha1 ini menarik tidaknya suatu daerah ditentukan oleh ketersediaan bahan baku mentah yang dibutuhkan industri di daerah tersebut. 2. Industri yang dekat dengan pasar produksi (market oriented industry) yang terdiri
atas industri bahan makanan yang tidak tahan lama dan industri jasa. 3. Industri yang letaknya netral terhadap pasar maupun terhadap bahan mentah
Cfootloose industry) yaitu industri yang umumnya terdiri atas industri pengolahan
di mana efisiensinya tidak tergantung pada ketersediaan bahan yang terdapat di daerah tersebut, tetapi karena ketersediaan prasarana dan fasilitas, kebebasan bergerak dan sebagainya. Upaya pembangunan industri di daerah, baru populer sesudah perang dunia ke I1 di mana pengembangan teori-teori dalam bidang ini dipelopori oleh Myrdal (1957), Hirschman (1958) dan Perroux (1970). Teori Perroux yang diienal dengan istilah pusat pertumbuhan (center of growth) merupakan teori yang menjadi dasar dari strategi kebijakan pembangunan industri daerah yang banyak diterapkan di berbagai negara dewasa ini. Perroux menyatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah
pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti dari teori Perroux adalah sebagai berikut : 1 . Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri
penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, rnaka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat
dengan industri unggulan
tersebut. 2. Pemusatan industri pada
suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainnya. 3. Prekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri
unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan (pusat pertumbuhan). Daerah yang latif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif. Strategi pembangunan oleh masing-masing pemerintah berbeda satu sama lain, dan strategi mana yang dipilih selalu tergantung pada kondisi dasar, struktur dan tingkat interdependensi atau saling ketergantungan antar sektor-sektor industri primer, sekunder dan tersier. Sektor industri primer biasanya meliputi sektor-sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sektor industri sekunder ditulangpunggungi oleh sektor
manufaktur, sedangkan yang dimaksud sektor industri tersier terdiri dari sektor-sektor perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa-jasa (Todaro, 1999). Dilihat dari aspek potensi industriatisasi sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tarnpak adanya prospek ekonomi yang cerah. Narnun, apabila dikaitkan dengan kondisi perekonomian yang ada di Kabupaten Jeneponto, maka yang menjadi permasalahan adalah : 1. Apakah pengernbangan industri di Kabupaten Jeneponto mampu
meningkatkan
kekuatan struktur dan interaksi antar sektor ?. 2. Apakah upaya pengembangan industri di Kabupaten Jeneponto mampu meningkatkan pendapatan masyarakat ?. 1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belnkang dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan mengetahui : 1. Dinarnika struktur perekonornian dan nilai interaksi antar sektor perekonomian
Kabupaten Jeneponto dari tahun 2000 hingga 2010. 2. Perubahan tingkat kepekaan sektor perekonomian Kabupaten Jeneponto dari tahun
2000 hingga 20 10 3. Menentukan sektor-sektor kunci (key sectors) dalam struktur perekonomian
Kabupaten Jeneponto 1.4.
Kegunaan Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian diharapkan berguna untuk :
ini
1. Bahan
masukan
dan
pertimbangan
dalam
penyusunan
kebijakan
sehubungan dengan perencanaan ekonomi Kabupaten Jeneponto. 2. Data dasar bagi penelitian berikutnya yang berkenaan dengan perencanaan ekonomi
Kabupaten Jeneponto.