BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Salah satu wujud keberhasilan pembinaan terhadap pelaksanaan UndangUndang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, melalui pelaksanaan kegiatan Pos Ukur Ulang (POSKUR) oleh aparatur pemerintah pusat yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Metrologi Legal dan aparatur pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota pada dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan. Kegiatan POSKUR ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran produsen, pedagang dan masyarakat selaku konsumen dalam hal penggunaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) pada setiap transaksi jual beli barang. Melalui penggunaan UTTP secara tertib, pedagang akan merasakan adanya kepastian hukum dan terhindar dari prasangka buruk (kurang baik) masyarakat selaku konsumen, begitu pula kepercayaan masyarakat terhadap transaksi perdagangan akan menjadi lebih pasti. Bagi produsen sendiri, upaya penggunaan UTTP secara tertib melalui kegiatan POSKUR akan menciptakan kepastian hukum terhadap UTTP yang berarti mendapat perlakuan yang adil, terutama dalam hal hubungan antara produsen dengan konsumen akan lebih baik, yang selanjutnya akan tercipta suatu hubungan yang harmonis antara konsumen, pedagang dan produsen. Selain itu, penggunaan UTTP secara tertib juga akan menciptakan persaingan usaha yang sehat dan mewujudkan iklim usaha perdagangan yang kondusif sebagai salah satu faktor pendukung pencapaian tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bagi masyarakat selaku konsumen sendiri, pelaksanaan POSKUR diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan sifat kritis, hemat dan teliti terhadap barang-barang
yang
dibeli
khususnya
barang-barang
yang
penetapan
kuantanya berdasarkan pengukuran, penakaran atau penimbangan. B.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dikeluarkannya Petunjuk Teknis Pelaksanaan POSKUR adalah sebagai pedoman bagi aparatur pemerintah khususnya pengamat tera/pengawas sebagai tenaga fungsional dan PPNS Metrologi Legal baik di pusat maupun
5
daerah dalam melaksanakan pengawasan UTTP melalui kegiatan pos ukur ulang. Adapun tujuan penerbitan Petunjuk Teknis Pelaksanaan POSKUR adalah: a. sebagai landasan hukum untuk perencanaan dan pelaksanaan program POSKUR baik di pusat maupun daerah, b. menanamkan pemahaman dan memberikan pandangan yang sama, seragam dan berlaku secara nasional mengenai pelaksanaan kegiatan POSKUR, c. mengusahakan
terwujudnya
kesamaan
dalam
tindak
dan
langkah
pelaksanaan kegiatan POSKUR, dan d. meningkatkan pengetahuan bagi sumber daya manusia kemetrologian khususnya tenaga fungsional pengamat tera/pengawas dan PPNS metrologi legal dalam melaksanakan salah satu kegiatan pengawasan UTTP. C.
Pengertian Dalam Petunjuk Teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Ukur Ulang adalah serangkaian kegiatan mengukur, menakar, atau menimbang ulang barang-barang non-Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT)
yang
telah
diukur,
ditakar,
atau
ditimbang
dan
telah
diserahterimakan oleh penjual kepada pembeli. 2. Pos Ukur Ulang yang selanjutnya disebut POSKUR adalah sarana atau tempat untuk melaksanakan pengukuran, penakaran, penimbangan ulang terhadap barang-barang yang telah diserahterimakan oleh penjual kepada pembeli. 3. Pengawasan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) adalah serangkaian kegiatan pengamatan, pemeriksaan dan penindakan terhadap UTTP sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan di bidang Metrologi Legal. 4. Unit Metrologi Legal adalah organisasi atau unit kerja yang dibentuk untuk menyelenggarakan kegiatan kemetrologian di lingkungan pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan. 5. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Metrologi Legal yang selanjutnya disingkat PPNS Metrologi Legal adalah Penyidik yang diberi wewenang khusus oleh
6
Undang-Undang tentang Metrologi Legal untuk melakukan pengawasan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang metrologi legal. 6. Pengamat Tera yang selanjutnya disebut Pengawas adalah Pegawai Negeri Sipil pada unit metrologi legal yang memiliki kompetensi di bidang metrologi legal dan diberi tugas melaksanakan pengawasan UTTP melalui kegiatan POSKUR. 7. Alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang selanjutnya disingkat UTTP
adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi
pengukuran, penakaran atau penimbangan atau sebagai pelengkap dengan maksud untuk menentukan kuantitas dan/atau kualitas suatu produk. 8. Satuan Sistem Internasional (le Systeme International d’Unites) selanjutnya disingkat SI adalah satuan ukuran yang sistemnya bersumber pada suatu ukuran yang didapat berdasarkan atas satuan dasar yang disahkan oleh Konferensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan. 9. Timbangan adalah alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan massa suatu benda dengan memanfaatkan gravitasi yang bekerja pada benda tersebut . 10. Kuantitas barang adalah ukuran, isi bersih, berat bersih, netto atau jumlah hitungan barang. 11. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 12. Pedagang/produsen adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan menawarkan barangbarang
kepada
konsumen/pembeli
yang
bertujuan
memperoleh
keuntungan/laba dari penjualan barang dimaksud. 13. Toleransi ukur ulang adalah batas kesalahan yang diijinkan dari selisih antara
kuantitas
barang
yang
dibeli
atau
yang
terdapat
pada
pedagang/penjual atau produsen dengan hasil ukur ulang kuantitas barang tersebut berdasarkan UTTP yang digunakannya. 14. Pengawasan preventif adalah pengawasan dalam bentuk pembinaan dan upaya
pencegahan,
sehingga
7
masyarakat
pemilik/pengguna
UTTP,
produsen UTTP dan BDKT untuk tidak melanggar ketentuan dan perundangundangan di bidang metrologi legal. 15. Pengawasan represif adalah pengawasan yang bersifat penindakan diikuti dengan penyidikan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana ketentuan perundang-undangan di bidang metrologi legal. 16. Laporan ukur ulang adalah laporan tertulis yang memuat keterangan, data dan dokumentasi lainnya yang diperoleh dari kegiatan ukur ulang barangbarang non-BDKT. 17. Ukur ulang bahan bakar minyak (BBM) adalah keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh Pengamat Tera/Pengawas atau PPNS Metrologi Legal untuk membandingkan pompa ukur BBM dengan standar yang dilakukan dengan metoda penakaran langsung guna memastikan sifat ukurnya (sifat Metrologis) atau kesalahan pengukuran. 18. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 19. Pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. 20. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.
8
BAB II RUANG LINGKUP DAN TATA CARA PELAKSANAAN A. Ruang Lingkup 1. Kegiatan ukur ulang dilakukan terhadap UTTP yang dipergunakan pada tempat: a. usaha; b. menyerahkan dan menerima barang; c. menentukan pungutan atau upah; d. menentukan produk akhir dalam perusahaan; e. melaksanakan peraturan perundang-undangan; dan/atau f.
kepentingan
umum yang terkait
dengan keamanan,
keselamatan,
kesehatan dan lingkungan hidup. 2. Subyek Ukur Ulang Pos ukur ulang yang terdiri dari Sumber Daya Manusia (SDM) beserta sarana dan prasarananya. 3. Obyek Ukur Ulang a. barang-barang, selain BDKT yang telah diukur, ditakar dan ditimbang; b. pengukuran, penakaran dan penimbangan yang kuantitasnya ditentukan dengan menggunakan UTTP; dan c. hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan. 4. Tempat Pos Ukur Ulang Pos Ukur Ulang dapat ditempatkan di: a. Unit metrologi legal; b. pasar tradisional; c. toko modern/pusat perbelanjaan; d. koperasi; e. perusahaan; atau f.
tempat usaha lainnya.
5. Parameter Ukur Ulang Kegiatan ukur ulang merupakan salah satu instrumen pengawasan terhadap UTTP dan BDKT secara preventif maupun represif berkaitan dengan ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang metrologi legal.
9
B. Tata Cara Pelaksanaan 1. Persiapan dengan tahapan sebagai berikut: a. petugas membawa surat perintah tugas (SPT) untuk melaksanakan ukur ulang dari Unit Kerja pada Dinas yang membidangi Metrologi Legal; b. memakai seragam kedinasan resmi/Polsus Metrologi/PPNS Metrologi; c. membawa perlengkapan administrasi seperti cerapan hasil ukur ulang dan berita acara ukur ulang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II petunjuk teknis ini serta kartu/stiker ukur ulang; dan d. membawa peralatan yang dibutuhkan dalam melaksanakan ukur ulang. 2. Pelaksanaan Ukur Ulang sebagai berikut: a. petugas yang melakukan kegiatan ukur ulang berkoordinasi dengan aparat penegak hukum setempat dan instansi terkait; b. memberitahukan
maksud
dan
tujuan
kedatangannya
dengan
memperlihatkan SPT kepada pimpinan atau kuasa pengelola perniagaan; c. membuka pos ukur ulang secara tetap atau berpindah-pindah dengan tempat yang cukup memadai dan strategis yang dilengkapi UTTP dan sarana lainnya. d. memasang papan nama atau spanduk “Pos Ukur Ulang”; e. mendesain atau mengatur tata letak meja dan sarana lainnya sesuai dengan kondisi ruangan agar kegiatan ukur ulang dapat berjalan baik; f.
menghimbau
masyarakat
atau
konsumen/pembeli
agar
melakukan
pengecekan atau pengukuran ulang barang belanjaannya; g. melakukan pengukuran, penakaran atau penimbangan ulang terhadap barang belanjaan konsumen/pembeli; h. mencatat data-data hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan dicatat dalam cerapan; dan i.
terhadap kegiatan ukur ulang tidak dipungut biaya (gratis) dari konsumen atau masyarakat yang menggunakan jasa pengukuran, penakaran atau penimbangan ulang.
3. Pelaksana Ukur Ulang Pelaksanaan kegiatan POSKUR dilakukan oleh pengamat tera/pengawas atau PPNS Metrologi Legal pada pemerintah baik di pusat maupun daerah. Keberhasilan kegiatan POSKUR ditentukan oleh kemampuan, sikap dan profesionalisme pada petugas. Oleh karena itu, selain kemampuan individu atau kelompok dituntut juga kemampuan berkomunikasi yang baik kepada masyarakat atau aparatur yang membantu dalam penyelenggaraan POSKUR.
10
Adapun kemampuan yang harus dimiliki oleh petugas, antara lain: a. mengetahui dan mengerti maksud dan tujuan POSKUR; b. menguasai cara penggunaan UTTP yang benar; c. menguasai materi Undang-Undang tentang Metrologi Legal dan peraturan pelaksanaannya; dan d. jujur, disiplin dan luwes. 4. Toleransi Ukur Ulang non-BDKT
No
Isi bersih, berat bersih,
Jenis barang
g, mL, mm, lembar
I.
Hasil pertanian, perkebunan, kehutanan yang belum diolah
II.
Hasil pertanian, perkebunan, peternakan, industri, kehutanan dan perikanan yang sudah diolah.
III.
Logam mulia, Batu adi
IV.
Bahan bakar minyak (BBM) *)
Toleransi Kurang (%)
100 ≤ X ≤ 500 500 < X ≤ 1.000 1.000 < X ≤ 10.000 X > 10.000
10 10 5 4.5
5 ≤ X ≤ 500 500 < X ≤ 1.000 1.000 < X ≤ 10.000 X > 10.000
9 6 1,5 1
1 ≤ X ≤ 10.000
0,05
X ≥ 500
0.5
Penjelasan *): a. Pelaksanaan ukur ulang Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dilakukan dengan cara membandingkan langsung antara penunjukkan pada pompa ukur BBM dengan penunjukkan pada bejana ukur standar, untuk mengetahui sifat-sifat ukurnya (sifat metrologisnya). b. Penetapan toleransi ukur ulang bahan bakar minyak (BBM) sama dengan toleransi tera/tera ulang pompa ukur BBM sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang metrologi legal.
11
BAB III TUGAS, FUNGSI DAN PERENCANAAN POS UKUR ULANG A. Tugas POSKUR POSKUR melaksanakan sebagian tugas operasional di bidang pengawasan UTTP dan penyuluhan kemetrologian pada pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. B. Fungsi POSKUR Penyelenggaraan kegiatan POSKUR memiliki fungsi sebagai tempat: a. bagi konsumen untuk mencocokan dan mengecek ulang hasil transaksi pembelian barang belanjaannya; b. uji petik terhadap barang-barang non-BDKT yang telah diukur, ditakar, dan ditimbang sebelumnya; c. bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tentang kemetrologian; d. untuk memberikan penyuluhan langsung tentang kemetrologian; dan e. untuk
menerima
laporan
langsung
dan
pengaduan
tentang
adanya
pelanggaran tindak pidana Undang-Undang tentang Metrologi Legal. C. Perencanaan POSKUR Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan ukur ulang, perlu disusun perencanaan berdasarkan: a. waktu pelaksanaan baik secara berkala maupun khusus 1. pelaksanaan secara berkala merupakan program kegiatan rutin dari Unit Kerja bidang perdagangan di provinsi dan kabupaten/kota; dan 2. pelaksanaan secara khusus merupakan program kerja rutin dari Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dalam hal ini Direktorat Metrologi berkoordinasi dengan Unit Kerja di bidang perdagangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. b. Tempat pelaksanaan kegiatan ukuran dapat dilakukan dengan cara : 1. membuka pos ukur ulang secara tetap atau berpindah-pindah di tempattempat perniagaan yang cukup memadai untuk kegiatan tersebut; 2. mendatangi tempat-tempat perniagaan yang diduga melaksanakan praktek kecurangan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen karena barang belanjaannya dirasakan kurang; dan 3. melakukan uji petik terhadap barang-barang sesuai dengan pernyataan atau pengaduan konsumen.
12
c. perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan ukur ulang, meliputi : 1. timbangan elektronik kekuatan 30 kg sampai dengan 300 kg kelas III yang bertanda tera sah yang berlaku; 2. takaran kering 5 dL,1 L,2 L,5L,10 L dan pemaras yang bertanda tera sah yang berlaku; 3. takaran basah 5 dL,1 L,2 L,5L,10 L yang bertanda tera sah yang berlaku; 4. bejana ukur standar 20 liter yang bertanda tera sah yang berlaku; 5. ukuran panjang (meteran) yang bertanda tera sah yang berlaku; 6. meja dan kursi; 7. pendukung administrasi seperti format laporan kegiatan ukur ulang, berita acara penyitaan atau penyegelan, kartu/stiker ukur ulang dan berita acara pengaduan; 8. spanduk pos ukur ulang atau papan nama pos ukur ulang; 9. poster, brosur/leaflet, biner, UUML, KUHAP; dan 10. perlengkapan pendukung lain yang menunjang kegiatan POSKUR seperti komputer, infocus dan layar. d. koordinasi dengan berbagai pihak terkait seperti: 1. Kepala pasar; 2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM); dan/atau 3. Aparat penegak hukum. e. sumber pembiayaan pelaksanaan kegiatan POSKUR mulai dari perencanaan, pelaporan, kerjasama dan kegiatan pendukung lainnya diperoleh dari APBN, APBD maupun sumber keuangan lainnya yang diperbolehkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
13
BAB IV MEKANISME KERJA DAN TINDAKAN A. Mekanisme Kerja Denah Pos Ukur Ulang Keterangan :
masuk
A. Meja untuk timbangan
E
C
elektronik
F
C. Meja untuk takaran D. Meja petugas ukur ulang
D
B
B. Meja untuk meteran
E. Meja untuk informasi kemetrologian
A
F. Meja pimpinan regu
B. Tindakan 1. Apabila barang-barang belanjaan milik konsumen setelah dilakukan ukur ulang, ditemukan hasilnya menyimpang dari toleransi yang diijinkan, maka: a.
Petugas segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut: 1) mencatat semua laporan/pengaduan konsumen di pos ukur ulang; 2) meninjau langsung pedagang yang diduga bermasalah dengan melibatkan konsumen yang melaporkan tersebut sebagai saksi; 3) memeriksa/mengecek UTTP yang digunakan oleh pedagang yang dilaporkan oleh konsumen; 4) memberitahukan kepada pedagang tentang hasil ukur ulang terhadap barang yang dijualnya; dan 5) melaporkan kepada pimpinan regu untuk ditindaklanjuti.
b.
Petugas sebagaimana dimaksud pada huruf a, mencatat dalam buku kegiatan
dan
melaporkan
kepada
PPNS
Metrologi
Legal
serta
memberitahukan kepada konsumen bahwa hasil ukur ulang terhadap barang tersebut tidak sesuai dengan informasi yang diberikan. c.
PPNS Metrologi Legal segera melakukan penyidikan dengan: 1) memperhatikan barang belanjaan yang akan dijadikan barang bukti; 2) mengamankan UTTP yang digunakan oleh pedagang; dan 3) mencatat semua kejadian.
14
2. Jika hasil pemeriksaan UTTP yang dipergunakan oleh pedagang: a. tidak terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang metrologi legal, maka dapat diberikan peringatan tertulis dan penjelasan/ penyuluhan tentang tata cara penggunaan UTTP yang baik dan benar agar perbuatan tersebut tidak diulang kembali. b. terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang metrologi legal, maka PPNS metrologi legal wajib melakukan penyitaan/ penyegelan UTTP yang dipergunakan dalam transaksi untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. C. Tindak lanjut hasil pengawasan 1. Tindakan yang harus dilakukan jika terjadi pelanggaran: a. memastikan adanya kesalahan/penyimpangan; b. memeriksa ulang apa yang sudah dikerjakan; c. penyegelan/penyitaan UTTP yang melanggar; d. pemanggilan pemilik dan/atau pemakai UTTP tersebut untuk menyaksikan bahwa terjadi pelanggaran; e. membuat berita acara pelanggaran (disesuaikan dengan pedoman pengawasan UTTP); f.
menghubungi Unit Metrologi setempat kalau pengawasan dilakukan oleh pusat; dan
g. memerintahkan PPNS Metrologi Legal setempat untuk melakukan penyidikan lebih lanjut. 2. Pembinaan dan Penegakan Hukum a.
Tindakan preventif terhadap pelanggaran Undang-Undang tentang Metrologi Legal dapat dilakukan, apabila : 1)
yang bersangkutan belum pernah diperingatkan;
2)
hasil pengukuran sama dengan toleransi yang diijinkan dan tidak ditemukan adanya penambahan alat yang dapat mempengaruhi kebenaran pengukuran. Oleh karenanya, kepada pemilik/pemakai UTTP diberikan peringatan keras dan diwajibkan untuk menera ulang kembali UTTP. Dalam hal UTTP tersebut belum dilakukan tera ulang, dilarang dipergunakan untuk bertransaksi.
3)
bukan merupakan pelanggaran yang diadukan oleh konsumen/ masyarakat.
15
4)
terdapat jenis pelanggaran lain seperti: a. penulisan satuan ukuran yang tidak sesuai; b. tanda peringatan/keterangan yang kurang informatif; c. surat keterangan hasil pengujian (KHP) tidak sesuai; atau d. belum ditera ulang pada waktunya.
5)
bentuk tindakan preventif terhadap pemilik, pemakai, penjual, penyewa, atau pemegang kuasa atas UTTP, dengan cara: a. membuat pernyataan tertulis; b. diperingatkan secara tertulis; dan/atau c. dilakukan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan. b.
Tindakan
represif
terhadap
pelanggaran
Undang-Undang
tentang
Metrologi Legal dapat dilakukan apabila: 1)
pelaku pelanggar sudah pernah diperingatkan sebanyak 2 (dua) kali;
2)
merupakan pelanggaran yang diadukan oleh konsumen/ masyarakat;
3)
hasil pengukuran melebihi toleransi yang diijinkan dan ditemukan ada atau tidak adanya alat tambahan pada UTTP, maka terhadap UTTP tersebut wajib dilakukan penyegelan/penyitaan dan penyidikan;
4)
terdapat jenis pelanggaran yang tergolong tindak kejahatan, seperti: a.
tanda tera sah tidak berlaku, rusak atau tidak sesuai; dan/atau
b.
terdapat alat tambahan yang dapat mempengaruhi kebenaran pengukuran sehingga merugikan konsumen.
5)
bentuk tindakan represif: a.
dilakukan pemanggilan/pemeriksaan terhadap pemilik, penjual, penyewa, atau
pemegang kuasa atas UTTP sebagai saksi
dan/atau tersangka; b.
dilakukan pemeriksaan/penyegelan dan/atau penyitaan terhadap UTTP sebagai barang bukti; dan/atau
c.
dilakukan
sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan. 3. Perbuatan yang dilarang a. dilarang melakukan suatu kecurangan terhadap barang-barang yang telah dikemas atau diperjualbelikan dengan menggunakan alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, sehingga mengakibatkan barang-barang yang diserahkan dan/atau dipamerkan tersebut berkurang kuantitasnya.
16
b. kecurangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk juga kecurangan yang mengandung unsur kesengajaan untuk menipu pembeli dengan jalan mengurangi kuantitas barang yang dijualnya, dimana perbuatan ini merupakan suatu perbuatan tindak pidana. c. barangsiapa memalsukan ukuran/takaran, anak timbangan atau timbangan yang sudah dibubuhi tanda tera sah yang berlaku, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai barang itu, seolah-olah telah atau tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
17
BAB V PELAPORAN Seluruh aktivitas kegiatan POSKUR wajib dilaporkan segera ke atasan langsung yang dilengkapi dengan data dan dokumentasi lain dari kegiatan ukur ulang sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan pengambil kebijakan. Laporan sebagaimana tersebut di atas diusahakan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. sederhana dan sistematis; 2. cepat, berarti laporan dibuat tidak berlarut-larut; 3. jelas, berarti hal-hal yang dilaporkan sesuai dengan kejadian yang telah dilakukan; 4. tepat, berarti hal-hal yang dilaporkan adalah fakta-fakta yang benar dan tidak berbelit-belit; dan 5. tuntas, berarti semua kegiatan telah diselesaikan dengan baik dan benar. Laporan hasil kegiatan ukur ulang dibuat rangkap 4 (empat) yang disampaikan masing-masing kepada: 1. Gubernur dan Bupati/Walikota; 2. Kepala Dinas yang membidangi Perdagangan; 3. Kepala Unit Metrologi setempat; dan 4. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan dalam hal ini Direktur Metrologi Substansi di dalam laporan hendaknya disusun sebagai berikut: 1. Dasar kegiatan; 2. Pelaksanaan kegiatan; dan 3. Kesimpulan dan saran.
18
BAB VI PENUTUP Dalam bagian penutup dari Petunjuk Teknis Pelaksanaan POSKUR ini, perlu ditegaskan kembali bahwa POSKUR merupakan sarana pengawasan UTTP dan upaya penegakan hukum yang bersifat preventif dan represif yang dilaksanakan secara tertib dan ketat, sehingga diharapkan dapat terwujud tertib ukur dan tertib niaga. Selain hal di atas, melalui kegiatan POSKUR diharapkan juga dapat mewujudkan masyarakat yang kritis dan iklim usaha perdagangan yang jujur, sehat dan kondusif sejalan dengan upaya perwujudan keadilan sosial yang menjadi tujuan nasional.
19