PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSISTEM PERAIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.58/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN
DIREKTORAT PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP 58/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSISTEM PERAIRAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas, dipandang perlu adanya petunjuk teknis pengawasan ekosistem perairan; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Ekosistem Perairan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.04/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tara Kerja Unit Pelaksana Teknis dibidang Pengawasan Sumberdaya Kelautan; 4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; 5. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan; 6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan. MEMUTUSKAN Menetapkan
: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSISTEM PERAIRAN
PERTAMA
: Petunjuk Teknis Pengawasan Ekosistem Perairan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KEDUA
: Petunjuk Teknis Pengawasan Ekosistem Perairan sebagaimana dimaksud diatas digunakan sebagai acuan oleh Pengawas Perikanan dalam melaksanakan pengawasan pemanfaatan ekosistem perairan.
KETIGA
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Februari 2011 Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan,
Syahrin Abdurahman, SE
Lampiran I
Direktur Jenderal : Keputusan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP. 58/DJPSDKP/2011 Tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Ekosistem Perairan, tanggal 23 Februari 2011.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun adalah ekosistem yang khas yang mempunyai peran ekologis cukup besar pada kondisi perairan secara umum. Ketiga komponen ekosistem ini memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lainnya, maka bila terjadi kerusakan terhadap salah satu komponen ekosistem ini akan mengganggu keseimbangan kualitas perairan dan mengakibatkan kerusakan pada komponen lainnya. Ekosistem ini merupakan simbiosa berbagai organisme laut yang membentuk jaring-jaring makanan yang kompleks. Sebagai suatu ekosistem alami, terumbu karang, mangrove, dan padang lamun memiliki fungsi dan peranan penting bagi kesuburan perairan laut dan pada gilirannya bagi perekonomian masyarakat. Manfaat ekosistem perairan secara langsung adalah sebagai habitat sumberdaya ikan, pariwisata, wahana penelitian dan pemanfaatan biota perairan, sedangkan secara tidak langsung berfungsi sebagai bahan penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya. Apabila kondisi ekosistem perairan rusak akan menurunkan fungsi dan peranan ekosistem perairan. Untuk mendapatkan kondisi ekosistem perairan yang baik, perlu dilakukan pengawasan ekosistem perairan. Atas dasar pemikiran tersebut maka harus disusun Petunjuk Teknis Pengawasan Ekosistem Perairan yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Ekosistem Perairan Laut yang dapat digunakan dalam pengawasan di lapangan. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi aparatur pemerintah khususnya Pengawas Perikanan dalam melakukan pengawasan ekosistem perairan. Tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah agar pengawasan ekosistem perairan dapat terlaksana secara tertib dan bertanggungjawab.
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup petunjuk teknis ini meliputi : a.
Lokasi dan obyek pengawasan ekosistem perairan;
b.
Petugas Pengawas;
c.
Mekanisme pengawasan ekosistem perairan.
1.4. Pengertian Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan: 1.
Pengawas Perikanan adalah pegawai negeri sipil yang bekerja dibidang perikanan, yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk;
2.
Pengawasan adalah setiap upaya dan atau tindakan yang bertujuan terciptanya tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang perikanan;
3.
Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas;
4.
Pengukuran Kondisi Ekosistem Perairan adalah kegiatan pengukuran tingkat kerusakan ekosistem perairan pada suatu tempat dan waktu tertentu;
5.
Status Kondisi Ekosistem Perairan adalah tingkatan kondisi ekosistem perairan pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan ekosistem perairan;
6.
Terumbu Karang adalah ekosistem yang dibangun oleh endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang (Phylum Cnidaria, Class Antozoa, Ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lainnya yang menghasilkan kalsium karbonat.
7.
Mangrove adalah ekosistem yang dibangun oleh tumbuhan yang memiliki karakteristik unik hidup di daerah pasang surut dan berfungsi membentuk lingkungan habitat sumberdaya ikan;
8.
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbungan (angiospermae) yang telah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup dibawah air laut dan dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan perairan laut dangkal dengan substrat lumpur atau pasir berlumpur;
9.
Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut, seperti
halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang laut. Lingkungan estuaria umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat; 10. Laguna adalah : •
Suatu tipe kuala/muara(estuaria) yang terbentuk melalui pemutusan perairan pantai oleh penghimpunan beting pasir yang sejajar dengan pantai.
•
Suatu bentangan alam perairan dangkal yang terpisah dari samudera terbuka oleh suatu terumbu karang atau pulau.
•
Suatu pasu (basin) litoral semi-terlingkungi dengan masukan air tawar terbatas, salinitas tinggi, dan edaran terbatas; laguna sering terletak di belakang gumuk pasir, pulau penyangga, atau kenampakan (ciri istimewa) lain bersifat pelindung.
BAB II OBYEK DAN LOKASI PENGAWASAN 2.1. Obyek Pengawasan Obyek pengawasan dilakukan terhadap ekosistem perairan dengan uraian sebagai berikut: a.
Pengawasan Ekosistem Mangrove (Hutan Bakau)
b.
Pengawasan Ekosistem Terumbu Karang
c.
Pengawasan Ekosistem Padang Lamun (Seagrass)
d.
Pengawasan Estuari
e.
Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya
2.2. Lokasi Pengawasan Lokasi Pengawasan terhadap ekosistem perairan dilakukan di lokasi Pengawasan dari wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia.
BAB III PETUGAS PENGAWAS 3.1 Identitas Pengawas Dalam melaksanakan tugasnya : a. Pengawas dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas (SPT) dari pejabat yang berwenang; b. Pengawas dilengkapi dengan uniform meliputi pakaian seragam lengkap, brevet dan kelengkapan lainnya sesuai dengan keputusan yang berlaku. 3.2 Tugas dan Wewenang Pengawas a. Pengawas Kelautan dan Perikanan bertugas untuk menjamin tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan. b. Pengawas kelautan dan perikanan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kewenangan: 1)
Memasuki dan memeriksa tempat pemanfaatan ekosistem peraian;
2)
Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen-dokumen perizinan;
3)
Memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan ekosistem perairan, termasuk memeriksa muatan kapal perikanan (FM/SDK02);
4)
Mendokumentasikan hasil pemeriksaan;
5)
Mengambil
peralatan yang patut diduga dapat digunakan sebagai alat
penangkapan yang dilarang (booming, racun,bius); 6) Mengambil sampel/contoh ikan, alat dan/atau bahan lainnya yang diperlukan untuk keperluan pengujian dan verifikasi lebih lanjut; 7) Mengadakan Patroli/Perondaan serta menerima laporan yang menyangkut perusakan ekosistem pesisir, kawasan konservasi, kawasan pemanfaatan umum dan kawasan strategis nasional tertentu; c. Apabila ditemukan adanya indikasi pelanggaran, pengawas dapat memverifikasi lebih lanjut; d. Apabila ditemukan adanya dugaan tindak pidana perikanan, Pengawas Perikanan menyerahkan kepada PPNS Perikanan atau PPNS yang berwenang untuk dilakukan proses penyidikan;
e. Petugas pengawas yang berstatus sebagai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dapat menindaklanjuti temuan yang terindikasi pelanggaran pidana melalui proses penyidikan; f. Dalam melaksanakan tugasnya Pengawas dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. BAB IV MEKANISME PENGAWASAN 4.1 Prosedur a. Setiap pengawas wajib menyusun rencana kerja tahunan/triwulanan yang dirinci dalam rencana kegiatan bulanan; b. Rencana kerja tahunan sebagaimana huruf (a) sekurang-kurangnya memuat nama dan jumlah wilayah/lokasi pengawasan yang dilakukan, jenis ekosistem perairan yang diawasi, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan jadwal/waktu pelaksanaan pengawasan; c. Pengawasan dilakukan dengan mengajukan rencana kerja bulanan tersebut kepada Kepala UPT atau Kepala Satker yang menjadi pimpinan di wilayah kerjanya; d. Mendapatkan Surat perintah Tugas (SPT) dari Kepala UPT atau Kepala Satker yang menjadi pimpinan di wilayah kerjanya; e. Penyiapan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam operasi pengawasan; Penyusunan Rencana Kerja Tahunan/Bulanan
Kepala UPT/Satker
SPT (Surat Perintah Tugas)
Penyiapan Sarana dan Prasarana
4.2 Tata Cara Pemeriksaan Pemeriksaan terhadap kerusakan ekosistem perairan dilakukan dengan cara: a.
Identifikasi dan dokumentasi kondisi kerusakan ekosistem perairan (Foto dan Pengambilan Sample)
b.
Penilaian terhadap ekosistem perairan yang diawasi meliputi : Kondisi ekosistem perairan (Baik/Rusak) Jenis Kerusakannya Penyebab Kerusakannya
BAB V PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT
5.1
Pelaporan a. Setiap Pengawas Perikanan yang melakukan kegiatan pengawasan ekosistem perairan
melaporkan
hasil
pengawasannya
kepada
Kepala
UPT
yang
membawahinya; b. Kemudian Kepala UPT yang bersangkutan melakukan rekapitulasi hasil pengawasan untuk selanjutnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Kepala UPT Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang membawahinya, selambatlambatnya setiap bulan pada minggu pertama; c. Laporan rekapitulasi hasil pengawasan dibuat/dituangkan pada form rekapitulasi (FM/SDK-14). 5.2 Tindak Lanjut Hasil Pengawasan a. Berdasarkan laporan hasil pemerikasaan Pengawas berikut rekomendasi yang diberikan, Kepala UPT yang bersangkutan dan/atau Direktur Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan/atau Direktur Jenderal PSDKP melakukan analisis dan penelaahan terhadap pelanggaran pemanfaatan ekosistem perairan; b. Dalam hal ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan ketentuan teknis dan administratif, dapat direkomendasikan kepada Direktur Jenderal PSDKP untuk memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku; c. Dalam hal ditemukan ada dugaan tindak pidana kelautan dan perikanan, maka PPNS perikanan dapat melakukan proses penyidikan; d. Dalam hal proses penyidikan PPNS perikanan dapat berkoordinasi dengan dengan TNI AL dan/atau Polri; e. Hasil penyidikan PPNS Perikanan diserahkan kepada Direktur Penanganan Pelanggaran untuk proses selanjutnya.
BAB VI PENUTUP Petunjuk Teknis ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan sesuai perkembangan dan kebutuhan dilapangan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan,
Syahrin Abdurahman, SE
Lampiran II
:
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor:KEP.58/DJPSDKP/2011 tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Ekosistem Perairan, tanggal 23 Februari 2011
FORMAT ISIAN PENGAWASAN EKOSISTEM PERAIRAN
Form Isian Nomor 1
Form Form Pengawasan Ekosistem Perairan (FM/SDK – 01)
2
Form Pemeriksaan Muatan Kapal Perikanan (FM/SDK – 02)
3
Form Rekapitulasi Pengawasan SDK (FM/SDK-14)
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Syahrin Abdurrahman, SE